FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU TERHADAP
STATUS IMUNISASI DASAR PADA BAYI USIA 12-24 BULAN
DI DESA SIABAL-ABAL II KECAMATAN SIPAHUTAR
KABUPATEN TAPANULI UTARA
EMILIA SILVANA SITOMPUL NIM : 105102037
KARYA TULIS ILMIAH
PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2011
Emilia Silvana Sitompul
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ibu Terhadap Status Imunisasi Dasar pada Bayi Usia
12-24 Bulan di Desa Siabal-abal II Kecamatan Sipahutar Kabupaten Tapanuli Utara
Tahun 2011
vii + 43 hal + 5 tabel + 14 lampiran
ABSTRAK
Imunisasi merupakan suatu tindakan pemberian kekebalan kepada anak terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi sebelum berusia 12 bulan yaitu tuberkulosis, polio, hepatitis B, difteri, pertusis, tetanus, dan campak. Imunisasi dasar dengan lengkap dan teratur dengan mendapat semua jenis imunisasi dasar pada waktu anak berusia kurang dari 11 bulan dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian balita sekitar 80-95%. Imunisasi dasar yang tidak lengkap, maksimum hanya dapat memberikan perlindungan 25-40%. Peran seorang ibu pada program imunisasi sangat penting, karena penggunaan sarana kesehatan oleh bayi/anak berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi ibu. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adanya hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi ibu terhadap status imunisasi dasar pada bayi usia 12-24 bulan. Penelitian ini menggunakan desain korelasi deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 40 orang. Pengambilan sampel dengan menggunakan total population. Penelitian ini dilakukan di Desa Siabal-abal II Kecamatan Sipahutar Kabupaten Tapanuli Utara pada Februari-Maret 2011. Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner. Analisa data yang digunakan chi-square. Dari hasil penelitian disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan nilai p=0,001, pendidikan dengan nilai p=0,004, pekerjaan dengan nilai p=0,001, jumlah anak dengan nilai p=0,000, dan pengetahuan dengan nilai p=0,000 terhadap status imunisasi dasar. Dari penelitian ini diharapkan agar tenaga kesehatan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, upaya promosi kesehatan berupa support sosial, yakni peningkatan kualitas penyuluhan kesehatan, memberikan motivasi dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan terutama imunisasi.
Daftar Pustaka : 2003-2010
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkatNya
penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul : “Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Ibu terhadap Status Imunisasi Dasar pada Bayi Usia 12-24 Bulan di
Desa Siabal-abal II Kecamatan Sipahutar Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2011” yang
disusun untuk melengkapi dan memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan
pendidikan D-IV Bidan Pendidik di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan rasa
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. dr. Dedi Ardinata, MKes, selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara.
2. Nur Asnah Sitohang, SKep, Ns. MKep, selaku Ketua Program D-IV Bidan Pendidik
Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan selaku dosen penguji II
dalam ujian karya tulis ilmiah ini.
3. dr. Hj. Sarah Dina, SpOG (K), selaku pembimbing penulis yang memberikan
dukungan dan saran dalam penulisan karya tulis ilmiah ini.
4. dr. Juliandi Harahap, MA, selaku dosen penguji I dalam ujian Karya Tulis Ilmiah
ini.
5. Linda Gultom selaku Kepala Desa Siabal-abal II Kecamatan Sipahutar Kabupaten
Tapanuli Utara yang telah memberikan izin penelitian.
7. Dosen dan staf pengajar Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan.
8. Marni Siregar, SST, MKes selaku direktur Akademi Kebidanan Pemkab Tapanuli
Utara yang telah memberikan izin tugas belajar.
9. Alm. Bapak dan ibu tercinta serta mertua penulis yang memberikan dukungan pada
penulis dalam menjalani pendidikan ini.
10. Teristimewa suami dan anakku tercinta yang tidak henti-hentinya memberikan
du-kungan dan semangat.
11. Teman-teman yang saling mendukung selama proses belajar mengajar.
12. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan proposal ini.
Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih kurang sempurna, baik
dari segi isi maupun bahasa. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang
si-fatnya membangun demi penyempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini nantinya.
Terima kasih.
Medan, Juni 2011
DAFTAR ISI
4. Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi……… 7
5. Jenis-jenis Vaksin Dalam Program Imunisasi ……… 11
6. Program Pengembangan Imunisasi ……… 15
7. Cakupan Imunisasi ………. 16
B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian Imunisasi… 17
1. Usia Ibu ………...……… 17
2. Pendidikan …………...………. 18
3. Pekerjaan ……… 20
5. Pengetahuan ………….………. 21
G. Uji Validitas dan Reliabilitas ...……… 29
H. Prosedur Pengumpulan Data ……… 29
I. Analisa Data ……….………... 30
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ………... 32
1. Karakteristik Responden ……...………. 32
2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Responden ………...………... 33
3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Imunisasi ……… 33
4. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ibu ……... 34
B. Pembahasan ………..……… 37
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ……….. 42
B. Saran ……… 43
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Jadwal Pemberian Imunisasi di Indonesia ... 6
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden di Desa Siabal-abal II
Kecamatan Sipahutar Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2011 ... 33
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Ibu di Desa
Siabal-abal II Kecamatan Sipahutar Kabupaten Tapanuli Utara 2011 ... 34
Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Imunisasi pada
Bayi Usia 12-24 Bulan di Desa Siabal-abal II Kecamatan Sipahutar
Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2011 ... 34
Tabel 5.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ibu Terhadap Status Imunisasi
dasar pada Bayi Usia 12-24 Bulan di Desa Siabal-abal II Kecamatan
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Lembar Informed Consent
Lampiran 2 : Lembar Kuesioner
Lampiran 3 : Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Lampiran 4 : Jadwal Pengumpulan Data
Lampiran 5 : Konsultasi Karya Tulis Ilmiah
Lampiran 6 : Surat Izin Penelitian Dari D- IV Bidan Pendidik Fakultas
Keperawa-tan Universitas Sumatera Utara
Lampiran 7 : Surat Balasan Penelitian dari Kepala Desa Siabal-abal II
Lampiran 8 : Surat Editor Bahasa Indonesia
PROGRAM D-IV BIDAN PENDIDIK FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Karya Tulis Ilmiah, Juni 2011
Emilia Silvana Sitompul
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ibu Terhadap Status Imunisasi Dasar pada Bayi Usia
12-24 Bulan di Desa Siabal-abal II Kecamatan Sipahutar Kabupaten Tapanuli Utara
Tahun 2011
vii + 43 hal + 5 tabel + 14 lampiran
ABSTRAK
Imunisasi merupakan suatu tindakan pemberian kekebalan kepada anak terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi sebelum berusia 12 bulan yaitu tuberkulosis, polio, hepatitis B, difteri, pertusis, tetanus, dan campak. Imunisasi dasar dengan lengkap dan teratur dengan mendapat semua jenis imunisasi dasar pada waktu anak berusia kurang dari 11 bulan dapat mengurangi angka kesakitan dan kematian balita sekitar 80-95%. Imunisasi dasar yang tidak lengkap, maksimum hanya dapat memberikan perlindungan 25-40%. Peran seorang ibu pada program imunisasi sangat penting, karena penggunaan sarana kesehatan oleh bayi/anak berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi ibu. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui adanya hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi ibu terhadap status imunisasi dasar pada bayi usia 12-24 bulan. Penelitian ini menggunakan desain korelasi deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah 40 orang. Pengambilan sampel dengan menggunakan total population. Penelitian ini dilakukan di Desa Siabal-abal II Kecamatan Sipahutar Kabupaten Tapanuli Utara pada Februari-Maret 2011. Instrumen dalam penelitian ini berupa kuesioner. Analisa data yang digunakan chi-square. Dari hasil penelitian disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan nilai p=0,001, pendidikan dengan nilai p=0,004, pekerjaan dengan nilai p=0,001, jumlah anak dengan nilai p=0,000, dan pengetahuan dengan nilai p=0,000 terhadap status imunisasi dasar. Dari penelitian ini diharapkan agar tenaga kesehatan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan, upaya promosi kesehatan berupa support sosial, yakni peningkatan kualitas penyuluhan kesehatan, memberikan motivasi dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan terutama imunisasi.
Daftar Pustaka : 2003-2010
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Sistem kesehatan nasional merupakan salah satu bentuk intervensi kesehatan
yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita.
Penurunan insiden penyakit menular telah terjadi berpuluh-puluh tahun yang lampau di
negara-negara maju yang telah melakukan imunisasi dengan teratur. Demikian juga di
Indonesia dinyatakan bebas penyakit cacar tahun 1972 dan penurunan insiden beberapa
penyakit menular secara mencolok terjadi sejak tahun 1985, terutama untuk penyakit
difteri, tetanus, pertusis, campak, dan polio. Bahkan kini penyakit polio tidak ditemukan
lagi sejak tahun 1995 dan diharapkan beberapa tahun yang akan datang Indonesia akan
dinyatakan bebas polio (Ranuh, et.al. 2008, hlm.1).
Menurunnya AKB (angka kematian bayi) dalam beberapa waktu terakhir
memberi gambaran adanya peningkatan dalam kualitas hidup dan pelayanan kesehatan
masyarakat. Penurunan AKB tersebut antara lain disebabkan oleh peningkatan cakupan
imunisasi bayi, peningkatan cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan, penempatan
bidan di desa dan meningkatkan proporsi ibu dengan pendidikan yang lebih tinggi
(Depkes, 2004).
Ibrahim (1991, dalam Reza, 2006, hlm.4) mengatakan bila imunisasi dasar
dilaksanakan dengan lengkap dan teratur, maka imunisasi dapat mengurangi angka
kesakitan dan kematian balita sekitar 80-95%. Teratur berarti mentaati jadwal dan
frekuensi imunisasi sedangkan imunisasi dasar lengkap adalah telah mendapat semua
yang tidak lengkap, maksimum hanya dapat memberikan perlindungan 25-40%.
Sedangkan anak yang sama sekali tidak diimunisasi tentu tingkat kekebalannya lebih
rendah lagi.
Profil epidemiologis di Indonesia sebagai gambaran tingkat kesehatan di
masyarakat masih memerlukan perhatian khusus. Dengan cakupan imunisasi : BCG
85%, DPT 64%, Polio 74%, HB1 91%, HB2 84, 4%, HB3 83,0% (Ranuh, 2008, hlm.3).
Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Tapanuli Utara tahun 2009 menunjukkan
bahwa cakupan kumulatif imunisasi dari 18 puskesmas dengan sasaran 6.782, cakupan
BCG 5.663 (83,50%), DPT1+HB1 : 6.062 (89,38%), DPT2+HB2 : 5.646 (83,25%),
Polio 3 : 5.665 (83,53%), Hepatitis B3 : 3.634 (53,58%), dan Campak : 5.414 (79,83%)
(Dinkes Taput, 2009).
Dari hasil data survei awal cakupan kumulatif imunisasi di Kecamatan Sipahutar
Januari - Agustus 2010 dari 23 desa yang ada, jumlah sasaran 529, cakupan BCG : 309
(58,4%), Hepatitis B (0-7 hari) : 175 (33,1%), DPT+HB 1 : 333 (62,9%), DPT+HB 2 :
316 (59,7%), DPT+HB 3 : 275 (52%), Polio 1 : 381 (72,0%), Polio 2 : 355 (67,1%),
Polio 3 : 294 (55,6%), Polio 4 : 268 (50,7%), dan Campak : 259 (49%) (Subdin P2P &
PL Dinkes Taput, 2010).
Sedangkan Desa Siabal-abal II Januari-Agustus 2010 tercatat bahwa dari 40
sasaran, cakupan imunisasi masih rendah yaitu cakupan BCG 13 (32,5%), Hepatitis B
(0-7 hari) : 5 (12,5%), DPT+HB 1 : 18 (45%), DPT+HB 2 : 11 (27,5%), DPT+HB 3 : 13
(32,5%), Polio 1 : 20 (50%), Polio 2 : 18 (45%), Polio 3 : 10 (25%), Polio 4 : 9 (22,5%),
dan Campak : 14 (35%) (Subdin P2P & PL Dinkes Taput, 2010).
Wardhana (2001, dalam Lienda, 2009, hlm.12) mengatakan peran ibu pada
berkaitan erat dengan faktor ibu. Rendahnya cakupan imunisasi disebabkan beberapa
faktor. Ibu yang berusia ≥ 30 tahun cenderung untuk tidak melakukan imunisasi lengkap
dibanding ibu yang berusia < 30 tahun, pendidikan tinggi berkaitan erat dengan
pemberian imunisasi anak.
Streatfield (1986, dalam Reza, 2006, hlm.26) ibu yang bekerja sebagai bertani
atau buruh status imunisasi anaknya lebih rendah dibandingkan dengan anak yang
ibunya sebagai pegawai negeri atau pemilik toko.
Semakin banyak jumlah anak terutama ibu yang masih mempunyai bayi yang
merupakan anak ketiga atau lebih akan membutuhkan banyak waktu untuk mengurus
anak-anaknya tersebut sehingga semakin sedikit ketersediaan waktu bagi ibu untuk
mendatangi tempat pelayanan imunisasi (Reza, 2006).
Sehubungan dengan hal tersebut, maka penelitian yang berjudul ’’Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Ibu Terhadap Status Imunisasi Dasar pada Bayi Usia 12-24 Bulan
di Desa Siabal-abal II Kecamatan Sipahutar Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2011”
sangat penting untuk diteliti.
B.Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian ini, maka penulis merumuskan masalah
apakah ada hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi ibu terhadap status imunisasi
dasar pada bayi usia 12-24 bulan di Desa Siabal-abal II Kecamatan Sipahutar Kabupaten
C.Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ibu terhadap status imunisasi dasar
pada bayi usia 12-24 bulan di Desa Siabal-abal II Kecamatan Sipahutar Kabupaten
Tapanuli Utara tahun 2011.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui hubungan faktor usia ibu terhadap status imunisasi bayi.
b. Mengetahui hubungan faktor pendidikan ibu terhadap status imunisasi bayi.
c. Mengetahui hubungan faktor pekerjaan ibu terhadap status imunisasi bayi.
d. Mengetahui hubungan faktor jumlah anak ibu terhadap status imunisasi bayi.
e. Mengetahui hubungan faktor pengetahuan ibu terhadap status imunisasi bayi.
D.Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Pendidikan
Hasil dari penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan kepustakaan di
D-IV Bidan Pendidik USU dan dapat dijadikan sebagai bahan penelitian
selanjutnya.
2. Bagi Peneliti
Menambah pengalaman bagi penulis dalam mengaplikasikan ilmu yang telah di
dapat, juga berguna sebagai masukan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
ibu terhadap imunisasi kepada masyarakat nantinya.
3. Responden
Sebagai bahan wawasan dan pengetahuan tentang pentingnya imunisasi dasar
BAB II
TINJAUAN TEORETIS
A.Imunisasi
1. Definisi Imunisasi
Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten, anak di imunisasi berarti
diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resisten terhadap
suatu penyakit, tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain (Notoatmodjo,
2007, hlm.43).
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan
(imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit. Pentingnya imunisasi
didasarkan pada pemikiran bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting
dalam pemeliharaan kesehatan anak (Supartini, 2004, hlm.173).
2. Tujuan, dan Manfaat Imunisasi a. Tujuan Imunisasi
Tujuan imunisasi adalah untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu pada
seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi)
atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar
variola. Keadaan yang terakhir ini lebih mungkin terjadi pada jenis penyakit yang hanya
dapat ditularkan melalui manusia, seperti penyakit difteria (Matondang, C.S, & Siregar,
S.P, 2008, hlm.10).
Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian
tersebut adalah difteri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio, dan
tuberkulosis (Notoatmodjo, 2007, hlm.46).
Tujuan imunisasi di Indonesia untuk menurunkan angka kesakitan, kecacatan,
dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) (Depkes,
2006).
b. Manfaat Imunisasi
Manfaat imunisasi tidak hanya dirasakan oleh pemerintah dengan menurunnya
angka kesakitan dan kematian akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi,
tetapi juga dirasakan oleh : 1) Untuk anak : mencegah penderitaan yang disebabkan oleh
penyakit, dan kemungkinan cacat atau kematian. 2) Untuk keluarga : menghilangkan
kecemasan dan biaya pengobatan yang akan dikeluarkan bila anak sakit. Hal ini
mendorong penyiapan keluarga yang terencana, agar sehat dan berkualitas. 3) Untuk
negara : memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat untuk
melanjutkan pembangunan negara dan memperbaiki citra bangsa.
3. Jadwal Pemberian Imunisasi
Tabel 2.1
Jadwal Pemberian Imunisasi di Indonesia
Usia Vaksin Tempat
Bayi lahir dirumah
0 bulan HB 1 Rumah
1 bulan BCG, Polio 1 Posyandu
2 bulan DPT/HB Combo 1, Polio 2 Posyandu
3 bulan DPT/HB Combo 2, Polio 3 Posyandu
4 bulan DPT/HB Combo 3, Polio 4 Posyandu
Bayi lahir di RS/Praktek Bidan
0 bulan Hep B 0, BCG, Polio 1 RS/Praktek Bidan
2 bulan DPT/HB Combo 1, Polio 2 RS/Praktek Bidan
3 bulan DPT/HB Combo 2, Polio 3 RS/Praktek Bidan
4 bulan DPT/HB Combo 3, Polio 4 RS/Praktek Bidan
9 bulan Campak RS/Praktek Bidan
4. Penyakit yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) a. Difteri
Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium
Diphtheriae. Penyebarannya adalah melalui kontak fisik dan pernafasan. Daya tular
penyakit ini tinggi. Gejala awal penyakit adalah : gelisah, aktifitas menurun, radang
tenggorokan, hilang nafsu makan dan demam ringan. Dalam 2-3 hari timbul selaput
putih kebiru-biruan pada tenggorokan dan tonsil. Komplikasi difteri berupa gangguan
pernafasan yang berakibat kematian (Depkes, 2009, hlm.12).
Penyakit ini pertama kali diperkenalkan oleh Hyppocrates pada abad ke-5 SM
dan epidemi pertama dikenal pada abad ke-6 oleh Aetius. Seorang anak dapat terinfeksi
difteria pada nasofaringnya dan kuman tersebut kemudian akan memproduksi toksin
yang menghambat sintesis protein seluler dan menyebabkan destruksi jaringan setempat
dan terjadilah suatu selaput/membran yang dapat menyumbat jalan nafas. Toksin yang
terbentuk pada membran tersebut kemudian diabsorbsi ke dalam aliran darah dan dibawa
ke seluruh tubuh. Penyebaran toksin ini berakibat komplikasi berupa miokarditis dan
neuritis, serta trombositopenia dan proteinuria (Tumbelaka, A.R & Hadinegoro, S.R,
b. Pertusis
Pertusis disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari adalah penyakit pada
saluran pernafasan yang disebabkan oleh Bordetella Pertussis. Penyebaran pertusis
adalah melalui percikan ludah yang keluar dari batuk atau bersin. Gejala penyakit adalah
pilek, mata merah, bersin, demam, dan batuk ringan yang lama-kelamaan batuk menjadi
parah dan menimbulkan batuk menggigil yang cepat dan keras. Komplikasi pertusis
adalah Pneumania Bacterialis yang dapat menyebabkan kematian (Depkes, 2009,
hlm.12). Sebelum ditemukan vaksinnya, pertusis merupakan penyakit tersering yang
menyerang anak dan merupakan penyebab kematian (diperkirakan sekitar 300.000
kematian terjadi setiap tahun). Pertusis merupakan penyakit yang bersifat
toxin-mediated toxin yang dihasilkan melekat pada bulu getar saluran nafas atas akan
melumpuhkan bulu getar tersebut sehingga menyebabkan gangguan aliran sekret saluran
pernafasan, berpotensi menyebabkan sumbatan jalan nafas dan pneumonia (Tumbelaka,
A.R & Hadinegoro, S.R, 2008, hlm.144).
c. Tetanus
Tetanus adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium Tetani yang
menghasilkan neurotoksin. Penyakit ini tidak menyebar dari orang ke orang, tetapi
melalui kotoran yang masuk kedalam luka yang dalam. Gejala awal penyakit adalah
kaku otot pada rahang, disertai kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku otot perut,
berkeringat, dan demam. Pada bayi terdapat juga gejala berhenti menetek antara 3
sampai dengan 28 hari setelah lahir. Gejala berikutnya adalah kejang yang hebat dan
tubuh menjadi kaku (Depkes, 2009, hlm.13). Tetanus dapat ditemukan pada anak-anak,
terjadi antara lain laringospasme, infeksi nosokomial dan pneumonia ostostatik
(Tumbelaka, A.R & Hadinegoro, S.R, 2008, hlm.147).
d. Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa
disebut juga batuk darah. Penyakit ini menyebar melalui pernafasan lewat bersin atau
batuk. Gejala awal penyakit adalah lemah badan, penurunan berat badan, demam, dan
keluar keringat pada malam hari. Gejala selanjutnya adalah batuk terus-menerus, nyeri
dada dan mungkin batuk darah. Gejala lain tergantung pada organ yang diserang.
Komplikasi tuberkulosis dapat menyebabkan kelemahan dan kematian (Depkes, 2009,
hlm.13).
e. Campak
Campak adalah penyakit yang disebabkan oleh virus Myxovirus viridae measles.
Disebarkan melalui udara (percikan ludah) sewaktu bersin atau batuk dari penderita.
Gejala awal penyakit adalah demam, bercak kemerahan, batuk, pilek, konjunctivitis
(mata merah) selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher, kemudian menyebar ke
tubuh dan tangan serta kaki. Komplikasi campak adalah diare hebat, peradangan pada
telinga, dan infeksi saluran nafas (pneumonia). Prioritas utama untuk penanggulangan
penyakit campak adalah melaksanakan program imunisasi lebih efektif (Depkes, 2009,
hlm.13).
f. Poliomielitis
Poliomielitis adalah penyakit pada susunan saraf pusat yang disebabkan oleh satu
dari tiga virus yang berhubungan, yaitu virus polio tipe 1, 2 atau 3. Secara klinis
penyakit polio adalah anak di bawah umur 15 tahun yang menderita lumpuh layu akut
(tinja) yang terkontaminasi. Kelumpuhan dimulai dengan gejala demam, nyeri otot dan
kelumpuhan terjadi pada minggu pertama sakit. Komplikasi poliomielitis adalah
kematian bisa terjadi karena kelumpuhan otot-otot pernafasan terinfeksi dan tidak segera
ditangani (Depkes, 2009, hlm.13).
Kata polio (abu-abu) dan myelon (sumsum), berasal dari bahasa Latin yang
berarti medulla spinalis. Infeksi virus mencapai puncak pada musim panas, sedangkan
pada daerah tropis tidak ada bentuk musiman penyebaran infeksi. Virus polio sangat
menular, pada kontak antarrumah tangga (yang belum diimunisasi) derajat serokonversi
lebih dari 90% (Suyitno, 2008, hlm.157).
g. Hepatitis B
Hepatitis B adalah penyakit kuning yang disebabkan oleh virus hepatitis B yang
merusak hati. Penularan penyakit secara horizontal yaitu dari darah dan produknya
melalui suntikan yang tidak aman melalui tranfusi darah dan melalui hubungan seksual.
Sedangkan penularan secara vertikal yaitu dari ibu ke bayi selama proses persalinan.
Gejalanya adalah merasa lemah, gangguan perut, dan gejala lain seperti flu. Warna urin
menjadi kuning, tinja menjadi pucat. Warna kuning bisa terlihat pula pada mata ataupun
kulit. Komplikasi hepatitis B adalah bisa menjadi hepatitis kronis dan menimbulkan
pengerasan hati (Cirrhosis Hepatis), kanker hati (Hepato Cellular Carsinoma), dan
menimbulkan kematian (Depkes, 2009, hlm.14). Infeksi virus hepatitis B menyebabkan
sedikitnya satu juta kematian/tahun. Saat ini terdapat 350 juta penderita kronis dengan 4
juta kasus baru/tahun. Infeksi pada anak umumnya asimtomatis tetapi 80-95% akan
menjadi kronis dan dalam 10-20 tahun akan menjadi sirosis dan atau karsinoma
hepatoseluler. Oleh karena itu, kebijakan utama tata laksana virus hepatitis B adalah
merupakan upaya yang paling efektif dalam menurunkan prevalens virus hepatitis B dan
karsinoma hepatoseluler (Pujiarto, P.S & Hidayat, B, 2008, hlm.135).
Tahun 1992 Hepatitis B dimasukkan kedalam program imunisasi. Tahun 1995
imunisasi hepatitis B diberikan kepada semua bayi di negara endemis tinggi. Tahun
1997 imunisasi hepatitis B diberikan kepada semua bayi disemua negara diseluruh
dunia. Imunisasi Hepatitis B harus diberikan pada bayi 0-7 hari karena : 3-8 % ibu hamil
merupakan pengidap (carrier), 45,9 % bayi tertular saat lahir dari ibu pengidap,
penularan pada saat lahir hampir seluruhnya berlanjut jadi hepatitis menahun. Pemberian
imunisasi HB sedini mungkin akan melindungi 75 % dari yang tertular (Depkes, 2006,
hlm.14).
5. Jenis-jenis Vaksin Dalam Program Imunisasi a. Vaksin BCG (Bacille Calmette-Guerin)
Bacille Calmette-Guerin adalah vaksin hidup yang dibuat dari Mycobacterium
bovis yang dibiak berulang selama 1-3 tahun sehingga didapatkan basil yang tidak
virulen tetapi masih mempunyai imunogenitas. Vaksin yang dipakai di Indonesia adalah
vaksin BCG buatan PT Biofarma Bandung. Vaksin BCG berisi suspensi Mycobacterium
bovis hidup yang sudah dilemahkan (Rahajoe, 2008, hlm.132).
1) Vaksin BCG strain Paris no 1173. P2
Vaksin BCG bentuk beku kering yang mengandung Mycobacterium bovis hidup
yang sudah dilemahkan dari strain Paris no. 1173. P2 dengan kemasan ampul, beku
kering, 1 box berisi 10 ampul vaksin. Setiap 1 ampul vaksin dengan 4 ml pelarut NaCl
0,9% = 80 dosis. Setelah dilarutkan dengan 4 ml pelarut NaCL 0,9% mengandung basil
BCG hidup 0,75 mg, Natrium Glutamat 1,875 mg dan Natrium Klorida 9 mg. Vaksin
2) Vaksin BCG strain Danish 1331
Vaksin BCG SSi adalah vaksin hidup bentuk beku kering yang mengandung
mycobacterium bovis strain Danish 1331 yang sudah dilemahkan. Dengan kemasan vial,
beku kering, 1 box berisi 10 vial vaksin, setiap 1 vial vaksin dengan 1 ml pelarut Saution
SSi untuk 20 dosis. Setelah dilarutkan dengan 1 ml pelarut Saution SSi vaksin
mengandung mycobacterium bovis Danish Strain 1331. Vaksin yang sudah dilarutkan
harus digunakan sebelum lewat 4 jam (Depkes, 2009, hlm.28).
BCG disuntikkan secara intrakutan didaerah lengan kanan atas (Insertion
musculus deltoideus), dengan menggunakan alat suntik dosis tunggal yang steril dan
jarum suntik no.26 G. Indikasi BCG untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
tuberkulosa. Kontraindikasi : menderita HIV, menderita gizi buruk, menderita demam
tinggi, menderita infeksi kulit yang luas, pernah sakit tuberkulosis (Rahajoe, 2008,
hlm.133).
Efek samping imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum
seperti demam 1-2 minggu, kemudian akan timbul indurasi, dan kemerahan ditempat
suntikan yang berubah menjadi pustula, kemudian pecah menjadi ulkus. Luka tidak
perlu pengobatan, akan sembuh secara spontan, dan meninggalkan tanda parut.
Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional diketiak dan atau leher, terasa
padat, tidak sakit, dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal, tidak memerlukan
pengobatan dan akan menghilang dengan sendirinya (Depkes, 2009, hlm.27).
b. Vaksin DPT+HB (Difteri, Pertusis, Tetanus + Hepatitis B)
Vaksin DPT+HB adalah vaksin yang mengandung DPT berupa toxoid tetanus
yang dimurnikan dan pertusis yang inaktifasi serta vaksin hepatitis B yang merupakan
Vaksin hepatitis B ini merupakan vaksin DNA rekombinan yang berasal dari HbsAg
yang diproduksi melalui teknologi DNA rekombinan pada sel ragi.
Indikasi vaksin DPT+HB adalah untuk pemberian kekebalan aktif terhadap
penyakit difteri, tetanus, pertusis (batuk rejan), dan hepatitis B. Kemasan 1 box
DPT+HB vial terdiri dari 10 vial @ 5 dosis, warna vaksin putih keruh.
Cara pemberian dengan menyuntikkan secara intra muskuler 0,5 ml. Dosis
pertama pada usia 2 bulan, dosis selanjutnya dengan interval 4 minggu. Efek samping
adalah reaksi lokal atau sistemik yang bersifat ringan. Kasus yang terjadi adalah
bengkak, nyeri, penebalan kemerahan pada bekas suntikan. Menangis lebih dari 3 jam,
kadang-kadang terjadi reaksi umum demam seperti demam > 38,5 C, muntah.
Kontra indikasi DPT+HB adalah hipersensivitas terhadap komponen vaksin,
reaksi berat terhadap dosis vaksin kombinasi sebelumnya atau bentuk-bentuk reaksi
sejenis lainnya (Depkes, 2009, hlm.29).
c. Vaksin Polio (Oral Polio Vaccine = OPV)
Vaksin oral polio hidup adalah vaksin polio trivalent yang terdiri dari suspanse
virus poliomyelitis tipe 1, 2 dan 3 strain sabin yang sudah dilemahkan, dibuat dalam
biakan jaringan ginjal kera distabilkan dengan sukrosa.
Indikasi vaksin polio adalah untuk memberikan kekebalan aktif terhadap
poliomyelitis. Vaksin virus polio hidup oral yang dibuat oleh PT. Biofarma Bandung
adalah dengan kemasan 1 box terdiri dari 10 vial, 1 vial berisi 10 dosis, dilengkapi
dengan pipet untuk meneteskan vaksin. Vaksin polio berbentuk cairan dengan komposisi
setiap dosis yaitu 2 tetes = 0,1 ml mengandung komposisi tipe 1 : 106,0 CCID50, tipe 2 :
kanamisin tidak lebih dari 10 mcg. Vaksin ini digunakan secara rutin sejak bayi lahir
dengan dosis 2 tetes oral (Suyitno, 2008, hlm.163).
Kontraindikasi OPV adalah pada individu yang menderita immune deficiency,
bayi yang mengidap HIV, tidak ada efek yang berbahaya yang timbul akibat pemberian
polio pada anak yang sedang sakit. Namun jika ada keraguan misalnya sedang menderita
diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah sembuh (Depkes, 2009, hlm.32).
d. Vaksin Campak
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Vaksin dibuat
PT Biofarma Bandung setiap dosis 0,5 ml mengandung tidak kurang dari 1000 infective
unit virus strain CAM 70 dan tidak lebih dari 100 mcg residu kanamycin dan 30 mcg
residu erythromycin. Vaksin ini berbentuk vaksin beku kering yang harus dilarutkan
dengan aqua bidest steril.
Indikasi vaksin untuk pemberian kekebalan aktif terhadap penyakit campak.
Disuntikkan secara subkutan pada lengan kiri atas pada usia 9-11 bulan. Diulang pada
usia 6-7 tahun. Vaksin campak yang sudah dilarutkan hanya boleh digunakan
maksimum 8 jam.
Efek samping adalah hingga 15 % pasien dapat mengalami demam ringan dan
kemerahan selama 3 hari yang dapat terjadi 8-12 hari setelah vaksinasi. Terjadi
encephalitis setelah vaksinasi pernah dilaporkan yaitu dengan perbandingan 1 kasus per
1 juta dosis yang diberikan.
Terdapat beberapa kontraindikasi yang berkaitan dengan pemberian vaksin
campak walaupun berlawanan penting untuk mengimunisasi anak yang mengalami
malnutrisi, demam ringan, infeksi ringan pada saluran nafas atau diare, alergi berat
e. Vaksin Hepatitis B PID (Prefil Injection Device)
Vaksin hepatitis B adalah vaksin virus recombinan yang telah diinaktivasikan
dan bersifat noninfecious, berasal dari HbsAg yang dihasilkan dalam sel ragi
menggunakan tehnologi DNA rekombinan. Vaksin ini merupakan suspense berwarna
putih. Indikasi adalah untuk pemberian kekebalan aktif terhadap infeksi yang
disebabkan oleh virus hepatitis B. Vaksin hepatitis B PID dibuat oleh PT Biofarma
Bandung dengan kemasan 1 box vaksin terdiri dari 100 HB PID dengan berbentuk
cairan. Komposisi HB PID setiap 0,5 mengandung HbsAg 10 mcg yang teradopsi pada
aluminium hidroksida 9,25 mg. Seluruh formulasi mengandung thimerosal 0,01 w/v %
sebagai pengawet.
Vaksin disuntikkan dengan dosis 0,5 ml atau 1 buah HB PID secara intra
muskuler sebaiknya pada anterolateral paha, pemberian sebanyak 3 dosis. Dosis pertama
diberikan pada usia 0-7 hari, dosis berikutnya dengan interval minimum 4 minggu. Efek
samping yaitu reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan disekitar
tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2
hari. Kontraindikasi HB PID tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat yang
disertai kejang (Depkes, 2009, hlm.34).
Penggunaan uniject HB menggantikan vial telah dibuktikan lebih
menguntungkan terutama segi sterilitas, tidak boros, mudah dan cepat penggunaannya
dan dapat menjangkau sasaran bayi usia 0-7 hari pada saat persalinan dan melalui
kunjungan neonatus (KN) (Depkes, 2006, hlm.2).
6. Program Pengembangan Imunisasi
Program imunisasi nasional dikenal sebagai Pengembangan Program Imunisasi
tahun 1997. Program PPI merupakan program pemerintah dalam bidang imunisasi guna
mencapai komitmen internasional yaitu Universal Child Immunization pada akhir 1982.
Program UCI secara nasional dicapai pada tahun 1990, yaitu cakupan DPT 3, Polio3 dan
campak minimal 80 % sebelum usia 1 tahun. Sedangkan cakupan untuk DPT 1, Polio 1,
dan BCG minimal 90 %. Imunisasi termasuk dalam PPI adalah BCG, Polio, DPT,
Campak dan Hepatitis B (Ismael, 2008, hlm.90).
Program imunisasi melalui PPI mempunyai tujuan akhir sesuai dengan komitmen
internasional yaitu eradikasi polio (ERAPO), eliminasi tetanus maternal dan neonatal,
reduksi campak (RECAM), peningkatan mutu pelayanan imunisasi, menetapkan standar
pemberian suntikan yang aman dan pengelolaan limbah tajam (Ismael, 2008, hlm.90).
7. Cakupan Imunisasi
Target UCI merupakan tujuan antara (Intermediate Goal), yang berarti cakupan
imunisasi untuk BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B harus mencapai 80% baik di
tingkat nasional, propinsi, dan kabupaten bahkan di setiap desa (Ismael, 2008, hlm.90).
Untuk capaian imunisasi dilihat dari waktu, maka pemantauan dapat dilakukan
dengan : a) Apakah pelaksanaan memantau sesuai dengan jadwal b) Apakah vaksin
cukup c) Pengecekan lemari es setiap hari dan dicatat temperaturnya d) Melihat apakah
suhu lemari es normal e) Hasil imunisasi dibandingkan dengan sasaran yang telah
ditentukan f) Peralatan yang cukup untuk penyuntikan yang aman dan steril g) Adakah
diantara 7 penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dijumpai dalam seminggu.
Cara memantau cakupan imunisasi dapat dilakukan dengan cara cakupan dari
bulan ke bulan dibandingkan dengan garis target, dapat digambarkan masing-masing
bulan, atau dengan cara kumulatif dan hasil cakupan per triwulan untuk masing-masing
dalam per tahun. 75%-100% dari target, program sangat berhasil. 50%-75% dari target,
program cukup berhasil, di bawah 50% dari target, program belum berhasil. Bila di
bawah 25 % dari target berarti program sama sekali tidak berhasil. Untuk tingkat
kabupaten dan propinsi, maka penilaian diarahkan pada penduduk tiap kecamatan atau
Dati II. Disamping itu, pada kedua tingkat ini perlu memperhitungkan pula
memonitoring efisiensi pemakaian vaksin. (Notoatmodjo, 2007, hlm.47).
B.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemberian Imunisasi Lengkap 1. Usia Ibu
Usia adalah lamanya seseorang hidup dihitung dari tahun lahirnya sampai dengan
ulang tahunnya yang terakhir. Usia merupakan konsep yang masih abstrak bahkan
cenderung menimbulkan variasi dalam pengukurannya. Seseorang mungkin menghitung
umur dengan tepat tahun dan kelahirannya, sementara yang lain menghitungnya dalam
ukuran tahun saja (Zaluchu, 2008, hlm.109).
Ibu yang berusia lebih muda dan baru memiliki anak biasanya cenderung untuk
memberikan perhatian yang lebih akan kesehatan anaknya, termasuk pemberian
imunisasi (Reza, 2006). Merujuk hal tersebut, diketahui bahwa usia yang paling aman
seorang ibu untuk melahirkan anak adalah 20 sampai 30 tahun (Saputra, 2009).
Penelitian Wardhana (2001) disebutkan bahwa ibu yang berusia ≥ 30 tahun cenderung
untuk tidak melakukan imunisasi lengkap dibandingkan dengan ibu yang berusia < 30
tahun cenderung untuk melakukan imunisasi lengkap 2,03 kali dibandingkan dengan
usia ibu ≥ 30 tahun. Namun secara statistik hubungan antara usia ibu dan status
penelitiannya hasil uji statistik p-value=0,109 bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan antara usia ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar.
Waldoeher (1997, dalam Reza, 2006, hlm.25) mengatakan bahwa status
imunisasi semakin baik seiring dengan peningkatan usia ibu. Penelitian Rahma Dewi
(1994) memperoleh hasil bahwa 58,3% kelengkapan status imunisasi anak terdapat pada
ibu yang berusia 20-29 tahun. Sedangkan proporsi yang hampir sama pada usia ibu
15-19 tahun sebesar 48,4% dan usia ibu 30 tahun lebih sebesar 48,5%. Reza (2006) ada
hubungan bermakna secara statistik yang ditunjukkan oleh nilai p-value=0,000. Ibu yang
berusia ≥ 30 tahun 2,78 kali lebih besar status imunisasi dasar anaknya untuk tidak
lengkap dibandingkan dengan ibu yang berusia < 30 tahun.
2. Pendidikan
a. Definisi Pendidikan
Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
b. Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan
tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang
dikembangkan. a) Pendidikan anak usia dini, Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003,
Pasal 1 Butir 14 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan anak usia dini (PAUD)
enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam
memasuki pendidikan lebih lanjut. b) Pendidikan Dasar, merupakan jenjang pendidikan
awal selama 9 (sembilan) tahun pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi
jenjang pendidikan menengah. c) Pendidikan Menengah, jenjang pendidikan lanjutan
pendidikan dasar yang harus dilaksanakan minimal 9 tahun. d) Pendidikan Tinggi,
jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan
diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan
tinggi.
Pendidikan adalah salah satu usaha sadar untuk mengembangkan kepribadian dan
kemampuan di dalam dan luar sekolah dan berlangsung seumur hidup. Pendidikan
menentukan pola pikir dan wawasan seseorang. Pendidikan memiliki peranan yang
penting dalam kwalitas. Lewat pendidikan manusia dianggap akan memperoleh
pengetahuan (Notoadmodjo, 2003, hlm.95).
Wardhana (2001, dalam Lienda, 2009, hlm.25) bahwa pendidikan tinggi
berkaitan erat dengan pemberian imunisasi pada anak. Sejalan dengan hal tersebut
berdasarkan penelitian Idwar (2001) juga disimpulkan bahwa tingkat pendidikan
seseorang ibu yang telah tinggi akan berpeluang besar untuk mengimunisasikan
anaknya. Ibu yang berpendidikan mempunyai pengetahuan yang lebih baik tentang
pencegahan penyakit dan kesadaran lebih tinggi terhadap masalah-masalah kesehatan
yang sedikit banyak telah diajarkan disekolah. Hal ini diperkuat kembali dengan adanya
penelitian oleh Widyanti (2008) menjelaskan bahwa ibu yang memiliki tingkat
pendidikan yang telah tinggi akan memberikan imunisasi lebih lengkap kepada anaknya
mengatakan ada hubungan signifikan antara pendidikan ibu dengan status kelengkapan
imunisasi dasar anak dengan p-value=0,000.
Singarimbun (1986, dalam Reza 2006, hlm.25) bahwa tingkat pendidikan ibu,
mempunyai hubungan dengan status imunisasi dasar pada anak. Penelitian terhadap 519
responden, didapat hasil bahwa persentase anak dengan imunisasi lengkap lebih tinggi
pada ibu dengan tingkat pendidikan SLTA keatas. Reza (2006) hasil penelitiannya ibu
dengan pendidikan rendah mempunyai resiko 2,04 kali lebih besar status imunisasi
anaknya untuk tidak lengkap dibandingkan dengan ibu pendidikan tinggi dengan
p-value=0,000.
3. Pekerjaan
Pekerjaan dapat memberikan kesempatan suatu individu untuk sering kontak
dengan individu lainnya, bertukar informasi dan berbagi pengalaman pada ibu yang
bekerja akan memiliki pergaulan yang luas dan dapat saling bertukar informasi dengan
teman sekerjanya, sehingga lebih terpapar dengan program-program kesehatan
khususnya imunisasi (Reza, 2006). Penelitian Darnen (2002) menyebutkan bahwa ibu
yang bekerja mempunyai peluang 1,1 kali untuk mengimunisasikan anaknya dengan
lengkap dibandingkan ibu yang tidak bekerja. Rahma Dewi (1994) menjelaskan bahwa
proporsi ibu yang bekerja terhadap anak dengan imunisasi lengkap lebih tinggi
dibandingkan ibu yang tidak bekerja.
Reza (2006) hasil penelitiannya tidak ada hubungan bermakna antara pekerjaan
dengan kelengkapan imunisasi dasar dengan nilai p-value=0,902 begitu juga Lienda
(2009) hasil penelitiannya 1,25 kali ibu yang bekerja anaknya diimunisasi lengkap
dibandingan yang tidak bekerja namun secara statistik tidak ada hubungan bermakna
4. Jumlah anak
Kunjungan ke pos pelayanan imunisasi terkait dengan ketersediaan waktu bagi
ibu untuk mencari pelayanan imunisasi terhadap anaknya. Oleh karena itu jumlah anak
yang dapat mempengaruhi ada tidaknya waktu bagi ibu meninggalkan rumah untuk
mendapatkan pelayanan imunisasi kepada anaknya. Semakin banyak jumlah anak
terutama ibu yang masih mempunyai bayi yang merupakan anak ketiga atau lebih akan
membutuhkan banyak waktu untuk mengurus anak-anaknya tersebut. Sehingga semakin
sedikit ketersediaan waktu bagi ibu untuk mendatangi tempat pelayanan imunisasi
(Reza, 2006). Stratfield dan singarimbun (1986) jumlah anak memiliki hubungan yang
terbalik dengan status imunisasi anak artinya adalah ibu yang memiliki jumlah anak
yang banyak akan tidak lengkap untuk mengimunisasi anaknya. Lienda (2009) dalam
hasil penelitiannya jumlah anak hidup ≤ 2 orang mempunyai 1,19 kali a naknya
diimunisasi lengkap dibandingkan dengan ibu yang memiliki jumlah anak hidup > 2
orang. Jumlah anak merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelengkapan
imunisasi pada anak. Ibu yang mempunyai banyak anak kesulitan dalam mendatangi
tempat pelayanan kesehatan (Luman,2003).
Besarnya anggota keluarga diukur dengan jumlah anak dalam keluarga. Makin
banyak jumlah anak makin besar kemungkinan ketidaktepatan pemberian imunisasi pada
anak. Keluarga yang mempunyai banyak anak menyebabkan perhatian ibu akan
terpecah, sementara sumber daya dan waktu ibu terbatas sehingga perawatan untuk
setiap anak tidak dapat maksimal (Dombkowski, 2004).
5. Pengetahuan
Pengetahuan adalah dari hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba
yang sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang
menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden
kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui dapat kita lihat sesuai dengan
tingkatan-tingkatan (Notoatmodjo, 2007, hlm.143).
Hubungan antara status imunisasi dasar pada bayi usia 0-12 bulan lengkap
dengan pengetahuan ibu tentang imunisasi, pendidikan orangtua, pendapatan orangtua,
dan jumlah anak. Di antara beberapa faktor tersebut pengetahuan ibu tentang imunisasi
merupakan suatu faktor yang sangat erat hubungannya dengan status imunisasi anak
(Ismail, 1999).
Imunisasi merupakam program penting dalam upaya pencegahan primer bagi
individu dan masyarakat terhadap penyebaran penyakit menular. Imunisasi menjadi
kurang efektif bila ibu tidak mau anaknya diimunisasi dengan berbagai alasan. Beberapa
hambatan pelaksanaan imunisasi menurut WHO (2000) adalah pengetahuan, lingkungan
dan logistik, urutan anak dalam keluarga dan jumlah anggota keluarga, sosial ekonomi,
mobilitas, keluarga, ketidak stabilan politik, sikap petugas kesehatan, pembiayaan, dan
pertimbangan hukum (Lienda, 2009).
Pengetahuan, sikap dan perilaku orangtua bayi berhubungan dengan status
imunisasi bayi. Tiga pertanyaan meliputi ketidakinginan orangtua untuk
mengimunisasikan bayi jika mempunyai bayi lagi (sikap). Ketidakyakinan orangtua
tentang keamanan imunisasi (pengetahuan) dan pernah menolak bayinya untuk
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah hubungan antara variabel yang ingin diamati atau
diukur melalui penelitian yang akan dilakukan (Notoadmodjo, 2003, hlm.69). Variabel
independen (bebas) dalam penelitian ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi ibu
yaitu usia, pendidikan, pekerjaan, jumlah anak, dan pengetahuan, sedangkan variabel
dependen (terikat) dalam penelitian ini adalah status imunisasi dasar pada bayi usia
12-24 bulan pada bayi.
VARIABEL INDEPENDEN VARIABEL DEPENDEN
FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI IBU :
1. USIA
2. PENDIDIKAN
3. PEKERJAAN
4. JUMLAH ANAK
5.PENGETAHUAN
STATUS IMUNISASI DASAR
B. Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis alternatif (Ha).
1. Ada hubungan faktor usia ibu dengan status imunisasi dasar pada bayi
2. Ada hubungan faktor pendidikan ibu dengan status imunisasi dasar pada bayi
3. Ada hubungan faktor pekerjaan ibu dengan status imunisasi dasar pada bayi
4. Ada hubungan faktor jumlah anak ibu dengan status imunisasi dasar pada bayi
5. Ada hubungan faktor pengetahuan ibu dengan status imunisasi dasar pada bayi
C.Definisi Operasional No Variabel
Penelitian
Definisi Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Status imunisasi anak
berusia 12-24 bulan
Kuesioner Wawancara 1 : Tidak lengkap
3 Pendidikan Jenjang sekolah
4 Pekerjaan Pekerjaan merupakan
kegiatan yang
Kuesioner Wawancara 1 : Wiraswasta
2 : Bertani
hidup dan tinggal
serumah
Kuesioner Wawancara 1 : ≤ 2 orang
2 : > 2 orang
Ordinal
6 Pengetahuan Kemampuan ibu
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan kuantitatif dengan desain korelasi deskriptif
dengan pendekatan cross sectional yang penggunaannya untuk mengidentifikasi
hubungan yang terjadi sesaat tanpa perlu kelompok kontrol dan uji coba (Suyanto, dan
Salamah, 2009, hlm.34). Untuk memperoleh informasi tentang variabel independen dan
dependen, pengukuran dilakukan bersama-sama pada saat penelitian.
B. Populasi dan Sampel 1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 2006). Populasi dalam
penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai bayi usia 12-24 bulan pada saat
penelitian di Desa Siabal-abal II Kecamatan Sipahutar yakni 40 orang (Subdin P2P &
PL Dinkes Taput, 2010). Penentuan usia 12-24 bulan berdasarkan pertimbangan bahwa
pada rentang usia tersebut diperkirakan seorang anak balita sudah seharusnya mendapat
imunisasi dasar lengkap.
2. Sampel
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan total sampling yaitu di
mana semua jumlah populasi (total population), dijadikan sampel yaitu sebanyak 40
C.Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Desa Siabal-abal II Kecamatan Sipahutar Kabupaten
Tapanuli Utara. Adapun peneliti memilih lokasi karena cakupan imunisasi rendah belum
mencapai target yang ditetapkan dan belum pernah dilakukan penelitian.
D.Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan pada Februari 2011 sampai dengan Maret 2011.
Penelitian ini diawali dengan penelusuran pustaka, penentuan judul dan pembimbing,
penyusunan proposal, seminar proposal, penelitian ke lapangan, pengumpulan,
pengolahan dan analisa data, penyusunan hasil penelitian.
E.Etika Penelitian
Sebelum melakukan pengambilan data, peneliti terlebih dahulu mengajukan surat
permohonan kepada Ketua Jurusan Program D-IV Bidan Pendidik Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan izin dari Kepala Desa Siabal-abal II untuk
mendapatkan persetujuan penelitian. Setelah mendapat persetujuan penelitian, peneliti
memulai penelitian dengan menekankan masalah etik yang meliputi : peneliti
menjelaskan maksud dan tujuan penelitian kepada calon responden bahwa partisipasi
responden yang diteliti tersebut bersifat sukarela dan responden berhak mengundurkan
diri dari penelitian. Jika responden bersedia berpartisipasi dalam penelitian, maka
responden menandatangani lembar persetujuan riset. Untuk menjaga kerahasiaan
identifikasi responden pada lembar pengumpulan data (kuesioner) hanya nomor kode
yang digunakan sehingga kerahasiaan identifikasi semua informasi yang diberikan tetap
terjaga. Dan seluruh informasi yang diperoleh dipergunakan untuk kepentingan
F. Alat Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data dipakai untuk wawancara dan observasi dengan
menggunakan instrumen berupa kuesioner dengan sejumlah pertanyaan tertulis yang
telah tersusun secara terstruktur yang dibuat oleh peneliti berdasarkan tinjauan teoretis
yang terdiri dari : data ibu yang meliputi usia, pendidikan, pekerjaan, jumlah anak.
Kuesioner pengetahuan sebanyak 25 pertanyaan berisi tentang pengertian
imunisasi, tujuan imunisasi, tempat imunisasi, yang dapat memberikan imunisasi,
jenis-jenis imunisasi, penyakit yang dapat dicegah, jumlah pemberian, jadwal pemberian, dan
lokasi penyuntikan. Kuesioner penelitian ini merupakan pertanyaan tertutup dengan
menyediakan alternatip jawaban a,b, dan c. Responden diminta memilih jawaban yang
paling benar menurut pendapatnya. Untuk menilai pengetahuan ibu dilakukan
penyekoran bila jawaban “benar” skornya 1 (satu) jika jawabannya “salah” skornya 0
(nol), Untuk mendapatkan kreteria digunakan perhitungan sebagai berikut :
a) Menentukan nilai terbesar dan terkecil. Nilai terbesar : 25 dan nilai terkecil : 0.
b) Menentukan nilai rentang (R) Rentang = Nilai terbesar-nilai terkecil = 25-0=25
c) Menentukan nilai panjang kelas (i). Panjang Kelas (i) =
s
d) Menentukan kategori pengetahuan berdasarkan perolehan nilai : Kurang = Jika
responden memilikki jumlah skor 0-12,5, Baik = Jika responden memiliki jumlah skor >
12,5. Kuesioner telah diuji coba dilapangan uji validitas dan uji realibilitas untuk
mengetahui apakah pertanyaan itu bisa diandalkan serta mampu mengukur apa yang
hendak diukur. Setelah data terkumpul, data-data itu diolah sesuai dengan tahapannya.
G.Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas dan uji reliabilitas instrumen kuesioner penelitian dilakukan
terhadap 15 responden dengan kriteria yang sama di Desa Sangkaran Kecamatan Siatas
Barita Kabupaten Tapanuli Utara. Data yang diperoleh dari uji coba kuesioner diolah
dengan menggunakan program komputer. Perhitungan uji tersebut dilakukan dengan
membandingkan nilai r tabel Pearson Product Moment dengan nilai r hitung. Nilai r
tabel dengan menggunakan df = n-2 yaitu 25-2=23 pada tingkat kemaknaan 5%,
sehingga didapat r tabel=0,413. Kuesioner penelitian ini dinyatakan valid karena
berdasarkan hasil uji statistik bahwa r hitung lebih besar dibandingkan dengan r tabel.
Uji reliabilitas kuesioner penelitian ini menggunakan uji reliabilitas Cronbach’s Alpha
sebesar 0,763. Nilai koefisien reliabilitasnya lebih besar dari 0,60 maka kuesioner ini
dinyatakan reliabel (Syarifudin, 2010).
H.Prosedur Pengumpulan Data
Setelah mendapat izin penelitian, peneliti mengumpulkan data. Pada saat
pengumpulan data, peneliti mendatangi Kepala Desa Siaba-abal II dan bidan desa
meminta izin untuk melakukan penelitian didesa tersebut. Setelah mendapat persetujuan
dari Kepala Desa peneliti menemui satu orang kader yang ada di Desa Siabal-abal II
dengan tujuan membantu peneliti dalam mendapatkan responden sesuai dengan kriteria
responden yang diteliti. Kader yang dijumpai peneliti bernama ibu Serefina Situmorang,
pekerjaan adalah bertani dan riwayat pendidikan tamatan dari SMA. Setelah mendapat
persetujuan dari kader, peneliti memberi arahan terlebih dahulu kepada kader tersebut
bagaimana cara dalam pengisian instrumen berupa kuesioner yang digunakan sehingga
digunakan. Dan menanyakan pada saat kapan responden dapat ditemui atau berada di
rumah. Waktu telah ditetapkan yaitu pada saat minggu siang hari setelah pulang dari
kebaktian gereja karena ada sebagian responden yang bekerja pada pagi hari dan sore.
Hari selanjutnya peneliti datang untuk menemui responden dari rumah ke rumah
dengan dibantu oleh kader. Sesampai di rumah responden, peneliti menjelaskan maksud
kedatangan peneliti ke rumah responden dan menjelaskan tujuan dari penelitian tersebut
dilakukan, kemudian peneliti meminta kesediaan ibu menjadi responden peneliti.
Responden telah menyetujui dirinya sebagai responden dan menandatangani lembar
persetujuan (informed consent), peneliti menjelaskan kepada responden cara pengisian
kuesioner kepada responden dan selanjutnya dipersilahkan untuk mengisi lembar
kuesioner dan menjawab seluruh pertanyaan dengan jujur, peneliti mendampingi
responden dalam pengisian kuesioner apabila ada pertanyaaan yang kurang jelas dalam
pengisian kuesioner. Pengisian kuesioner diisi oleh respoden dengan waktu 25 menit,
kemudian peneliti memeriksa kelengkapan data.
Dalam pengumpulan data dilakukan selama 6 minggu dari 20 Februari sampai
27 Maret 2011. Pengumpulan data dilakukan di Desa Siabal-abal II yang dilakukan dari
rumah kerumah. 20 Februari 2011 didapat sebanyak 6 responden, 27 Februari 2011
sebanyak 7 responden, 06 Maret 2011 sebanyak 7 responden, 13 Maret 2011 sebanyak 8
responden, 20 Maret 2011 sebanyak 7 responden, 27 Maret 2011 sebanyak 5 responden.
I. Analisis Data
Semua data terkumpul dilakukan analisis data kembali dengan memeriksa semua
kuesioner apakah jawaban sudah lengkap atau benar (Editing). Pemberian skor
responden keseluruhan, kemudian dikelompokkan dengan menggunakan aspek
pengukuran Scoring. Kemudian data diberi kode Codding memudahkan pengolahan
data, analisa data serta pengambilan kesimpulan data yang dimasukkan kedalam bentuk
tabel. Entry data dalam komputer dan analisa data dilakukan dengan menggunakan
tehnik komputerisasi.
Analisa data adalah cara untuk memudahkan atau menyederhanakan data
kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dimengerti maka peneliti melakukan
analisis data melalui tahap : 1) Univariat Analisis data dilakukan dengan menggunakan
komputerisasi untuk menilai distribusi frekuensi yaitu karakteristik responden,
pengetahuan, status imunisasi di Desa Siabal-abal II Kecamatan Sipahutar. 2) Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan variabel independen dengan
variabel dependen secara statistik. Analisa yang dipakai untuk menguji data adalah
dengan menggunakan rumus statistik Chi-Square. Dengan derajat kepercayaan p = 0,05.
Jika p < 0,05 maka hasil perhitungan bermakna (signifikan) dan bila p ≥ 0,05, maka
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.Hasil Penelitian
Pengumpulan data dilakukan Februari–Maret 2011 di Desa Siabal-abal II
Kecamatan Sipahutar Kabupaten Tapanuli Utara. Pada penelitian ini, terdapat 40 orang
ibu yang mempunyai bayi usia 12-24 bulan dan berhasil diwawancarai.
1. Karakteristik Responden
Hasil penelitian usia ibu mayoritas usia ≥ 30 tahun 23 orang (57,5%). Pendidikan
ibu mayoritas ≤ 9 tahun 21 orang (52,5%). Pekerjaan ibu mayoritas bertani 27 orang
(67,5%). Jumlah anak ibu mayoritas >2 orang adalah 27 orang (67,5%).
Tabel 5.1
Distribusi Karakteristik Responden di Desa Siabal-abal II Kecamatan Sipahutar Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2011
Variabel Frekuensi Persentasi
Usia
< 30 tahun 17 42,5
≥ 30 tahun 23 57,5
Pendidikan
≤ 9 tahun 21 52,5
> 9 tahun 19 47.5
Pekerjaan
Wiraswasta 13 32.5
Bertani 27 67.5
Jumlah Anak
≤ 2 orang 13 32.5
2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Responden
Dari 40 responden mempunyai bayi 12-24 bulan yang diteliti di Desa Siabal-abal
II Kecamatan Sipahutar Kabupaten Tapanuli Utara dapat digambarkan mayoritas
berpengetahuan kurang sebanyak 27 responden (67,5%) dan minoritas berpengetahuan
baik sebanyak 13 responden (32,5%).
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Ibu di Desa Siabal-abal II Kecamatan Sipahutar Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 2011
Pengetahuan Frekuensi Persentasi
Baik
3. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Imunisasi
Berdasarkan hasil penelitian ibu yang melakukan imunisasi dengan lengkap 16
orang (40%) dan tidak lengkap 24 orang (60%).
Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Status Imunisasi pada Bayi Usia 12-24 Bulan di Desa Siabal-abal II Kecamatan Sipahutar Kabupaten Tapanuli Utara
Tahun 2011
Variabel Frekuensi Presentasi
4. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ibu
Hasil analisis hubungan faktor usia ibu terhadap status imunisasi diperoleh dari
40 responden usia ibu < 30 tahun imunisasi lengkap 12 orang (30%), tidak lengkap 5
orang (12,5%), sedangkan usia ibu ≥ 30 tahun imunisasi lengkap 4 orang (10%), tidak
lengkap 19 orang (47,5%). Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,001 maka
dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan status imunisasi
bayi dengan nilai OR= 0,088 artinya usia ibu < 30 tahun memiliki peluang 0,088 kali
lebih lengkap status imunisasi bayinya dibandingkan ibu usia ≥ 30 tahun.
Hasil analisis hubungan faktor pendidikan ibu terhadap status imunisasi
diperoleh dari 40 responden pendidikan ≤ 9 tahun imunisasi lengkap 4 orang (10%),
tidak lengkap 17 orang (42,5%), sedangkan pendidikan > 9 tahun imunisasi lengkap 12
orang (30%), tidak lengkap 7 orang (17,5%). Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh
nilai p=0,004 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara pendidikan
ibu dengan status imunisasi bayi dengan nilai OR= 7,286 artinya ibu dengan pendidikan
> 9 tahun memiliki peluang 7,286 kali lebih lengkap status imunisasi bayinya
dibandingkan ibu pendidikan ≤ 9 tahun.
Hasil analisis hubungan faktor pekerjaan ibu terhadap status imunisasi diperoleh
dari 40 responden pekerjaan wiraswasta imunisasi lengkap 10 orang (25%), tidak
lengkap 3 orang (7,5%), sedangkan pekerjaan bertani imunisasi lengkap 6 orang (15%),
tidak lengkap 21 orang (52,5%). Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,001
maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara pekerjaan ibu dengan
status imunisasi bayi dengan nilai OR= 0,086 artinya pekerjaan wiraswasta memiliki
peluang 0,086 kali lebih lengkap status imunisasi bayinya dibandingkan pekerjaan
Hasil analisis hubungan faktor jumlah anak ibu terhadap status imunisasi
diperoleh dari 40 responden jumlah anak ≤ 2 orang imunisasi lengkap 12 orang (30%),
tidak lengkap 1 orang (2,5%), sedangkan > 2 orang imunisasi lengkap 4 orang (10%),
tidak lengkap 23 orang (57,5%). Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p=0,000
maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara jumlah anak ibu dengan
status imunisasi bayi dengan nilai OR= 0,014 artinya jumlah anak ibu ≤ 2 orang
memiliki peluang 0,014 kali lebih lengkap status imunisasi bayinya dibandingkan
jumlah anak ibu > 2 orang.
Hasil analisis hubungan faktor pengetahuan ibu terhadap status imunisasi
diperoleh dari 40 responden pengetahuan baik imunisasi lengkap 12 orang (30%), tidak
lengkap 1 orang (2,5%), sedangkan pengetahuan kurang imunisasi lengkap 4 orang
(10%), tidak lengkap 23 orang (57,5%). Berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai
p=0,000 maka dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu
dengan status imunisasi bayi dengan nilai OR= 0,014 artinya pengetahuan baik
memiliki peluang 0,014 kali lebih lengkap status imunisasi bayinya dibandingkan
Tabel 5.4
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Ibu Terhadap Status Imunisasi pada Bayi Usia 12-24 Bulan di Desa Siabal-abal II Kecamatan Sipahutar
B.Pembahasan
Tujuan dari penelitian ini adalah diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi
ibu terhadap status imunisasi pada bayi usia 12-24 bulan. Hasil analisis univariat
diketahui usia ibu yang paling muda adalah 23 tahun dan paling tua 42 tahun.
Pendidikan ibu paling rendah adalah SD 2 orang, SMP 19 orang dan SMA 19 orang.
Pekerjaan wiraswasta 13 orang dan mayoritas ibu bertani 27 orang. Jumlah anak yang
dimiliki ibu paling sedikit 1 orang dan paling banyak 7 orang. Hasil penelitian bahwa
ibu yang melakukan imunisasi secara lengkap adalah 16 orang pencapaian 40% artinya
program belum berhasil. Untuk mengetahui keberhasilan program, dapat dengan melihat
garis pencapaian kumulatif per tahun (Notoatmodjo, 2007, hlm.47).
1. Hubungan Usia Ibu dengan Status Imunisasi
Berdasarkan penelitian usia ibu dengan kategori < 30 tahun dan usia ibu ≥ 30
tahun ada hubungan yang signifikan antara usia ibu dengan status imunisasi bayi dengan
nilai p=0,001 dan nilai OR=0,088. Penelitian ini sejalan dengan Reza (2006) dengan 2
kategori < 30 tahun dan usia ibu ≥ 30 tahun ada hubungan yang signifikan antara usia
ibu dengan status imunisasi bayi dengan nilai p=0,000 dan nilai OR= 3,10.
Penelitian Wardhana (2001) ibu yang berusia ≥ 30 tahun cenderung untuk tidak
melakukan imunisasi lengkap dibandingkan dengan ibu yang berusia < 30 tahun
cenderung untuk melakukan imunisasi lengkap 2,03 kali dibandingkan dengan usia ibu ≥
30 tahun. Namun secara statistik hubungan antara usia ibu dan status kelengkapan
imunisasi tidak bermakna (p-value=0,16). Lienda (2009) dalam penelitiannya hasil uji
statistik p-value 0,109 bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara usia ibu dengan
Dari hasil penelitian di atas ibu yang berusia lebih muda yang baru memiliki
anak biasanya cenderung memberikan perhatian yang lebih terhadap anaknya, termasuk
kebutuhan akan pelayanan kesehatan. Peningkatan usia ibu mungkin saja diikuti dengan
bertambahnya jumlah anak dan meningkatkan kesibukan akan mempengaruhi motivasi
dan mengurangi ketersediaan waktu bagi ibu untuk memberikan pelayanan kesehatan
terhadap anaknya.
Kebijakan program kesehatan keluarga dikatakan bahwa usia yang aman bagi
seorang ibu untuk melahirkan anak adalah 20 sampai 35 tahun. Seiring dengan itu
mengacu kepada hasil penelitian ini, sosialisasi program kesehatan keluarga dan
program imunisasi kepada masyarakat diharapkan dapat memberikan motivasi dalam
meningkatkan kelengkapan imunisasi sebelum berusia 1 tahun dimasa yang akan datang.
Upaya penyuluhan kesehatan sangat diperlukan bagi ibu.
2. Hubungan Pendidikan Ibu dengan Status Imunisasi
Berdasarkan penelitian pendidikan ibu dengan kategori pendidikan ≤ 9 tahun dan
pendidikan > 9 tahun dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara
pendidi-kan ibu dengan status imunisasi bayi dengan nilai p=0,004 dan nilai OR= 7,286. Hasil
tersebut sejalan dengan penelitian sebelumnya. Reza (2006) hasil penelitiannya
mengatakan ada hubungan signifikan antara pendidikan ibu dengan status kelengkapan
imunisasi dasar anak dengan p-value=0,010. Lienda (2009) hasil penelitiannya ibu
dengan pendidikan rendah mempunyai resiko 3,14 kali lebih besar status imunisasi
anaknya untuk tidak lengkap dibandingkan dengan ibu pendidikan tinggi.
Pendidikan sangat penting bagi seseorang untuk memberikan kemampuan
dalam berfikir, menelaah dan memahami informasi yang diperoleh dengan
kemampuan yang baik pula kepada seseorang dalam mengambil keputusan mengenai
kesehatan keluarga terutama imunisasi anak.
Population Report (1988, dalam Lienda, 2009, hlm.47) Pendidikan merupakan
hal yang penting dalam merubah perilaku terutama dalam memanfaatkan pelayanan
kesehatan karena wanita yang berpendidikan cenderung untuk meningkatkan status
kesehatan keluarganya dengan mencari pelayanan yang lebih baik termasuk untuk
mengimunisasikan anaknya.
Dengan demikian, hasil tersebut sesuai dengan pendapat Notoadmodjo (2003,
hlm.95). Pendidikan menentukan pola pikir dan wawasan seseorang. Semakin tinggi
pendidikan seseorang maka diharapkan pengetahuan meningkat.
3. Hubungan Pekerjaan Ibu dengan Status Imunisasi
Berdasarkan penelitian pekerjaan ibu di Desa Siabal-abal II ibu dengan bertani
dan ibu bekerja wiraswasta dapat disimpulkan ada hubungan yang signifikan antara
pekerjaan ibu dengan status imunisasi bayi dengan nilai p=0,001 dan nilai OR= 0,086.
Hasil penelitian ini berbeda dengan Lienda (2009) pekerjaan ibu dengan kategori
ibu bekerja dengan tidak bekerja, tidak ada hubungan pekerjaan ibu dengan kelengkapan
imunisasi nilai p-value=0,250. Hal ini disebabkan karena ibu yang bekerja proporsi anak
yang tidak mendapatkan imunisasi lengkap hampir tidak berbeda dengan ibu yang
bekerja. Reza (2006) hasil penelitiannya tidak ditemukan hubungan antara pekerjaan ibu
terhadap status imunisasi dasar pada anaknya dengan nilai p-value=0,902. Proporsi anak
yang tidak mendapatkan imunisasi dasar lengkap hampir tidak berbeda dengan anak
yang telah lengkap imunisasi dasarnya pada setiap kelompok pekerjaan ibu. Hal ini
dikarenakan yang terpilih menjadi responden adalah ibu-ibu yang bekerja pada sektor