PENGARUH KOORDINASI DALAM PENYUSUNAN RENCANA AKSI TERHADAP EFEKTIVITAS ORGANISASI PUSAT PENANGGULANGAN
KRISIS KESEHATAN REGIONAL SUMATERA UTARA
T E S I S
Oleh S U S A N T O 077035006/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
PENGARUH KOORDINASI DALAM PENYUSUNAN RENCANA AKSI TERHADAP EFEKTIVITAS ORGANISASI PUSAT PENANGGULANGAN
KRISIS KESEHATAN REGIONAL SUMATERA UTARA
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Manajemen Kesehatan Bencana pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
SUSANTO 077035006/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Proposal : PENGARUH KOORDINASI DALAM
PENYUSUNAN RENCANA AKSI TERHADAP EFEKTIVITAS ORGANISASI PUSAT
PENANGGULANGAN KRISIS KESEHATAN REGIONAL SUMATERA UTARA
Nama Mahasiswa : Susanto Nomor Pokok : 077035006
Program Studi : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan Konsentrasi : Manajemen Kesehatan Bencana
Menyetujui, Komisi Pembimbing
(Prof. Zulkifli Nasution, Ph.D Ketua
) (
Anggota
Suherman, S.K.M, M.Kes)
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Dr. Dra. Ida Yustina, M.S1) (Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji pada Tanggal : 3 Mei 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. Zulkifli Nasution, Ph.D Anggota : 1. Suherman, S.K.M, M.Kes
PERNYATAAN
PENGARUH KOORDINASI DALAM PENYUSUNAN RENCANA AKSI TERHADAP EFEKTIVITAS ORGANISASI PUSAT PENANGGULANGAN
KRISIS KESEHATAN REGIONAL SUMATERA UTARA
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juni 2011
ABSTRAK
Sebagian besar wilayah Provinsi Sumatera Utara, merupakan daerah yang rawan terjadinya bencana terutama bencana alam yang dapat menimbulkan masalah kesehatan. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (PPK) Regional Sumatera Utara mengemban tugas sebagai sektor bantuan kesehatan pada bencana, selanjutnya mengkoordinasikan potensi sumberdaya kesehatan serta pihak masyarakat di seluruh wilayah Provinsi Sumatera Utara.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh koordinasi dalam penyusunan rencana aksi penanggulangan bencana terhadap efektivitas organisasi PPK Regional Sumatera Utara. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian seluruh unsur pimpinan manajemen siaga bencana PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi linear berganda pada α=0.05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel kerjasama dan komunikasi merupakan faktor koordinasi paling dominan pada seluruh aspek penyusunan rencana aksi PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara. Koordinasi dalam merumuskan visi dan misi organisasi, koordinasi dalam identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan, koordinasi dalam pengembangan operasional organisasi, koordinasi dalam program sarana dan koordinasi dalam program keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas organisasi PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara. Variabel paling dominan memengaruhi efektivitas organisasi PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara adalah koordinasi dalam pengembangan operasional organisasi.
Disarankan: faktor kepemimpinan dalam koordinasi penyusunan rencana aksi masih perlu ditingkatkan, melalui pertemuan secara berkala antar para pimpinan unit kerja yang tergabung dalam PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara. Peningkatan faktor motivasi seluruh personil PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara, khususnya dalam menyampaikan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan pada unit kerjanya masing-masing, sehingga dapat disusun strategi yang lebih terpadu sebagai acuan bersama dalam penanggulangan bencana. Penyesuaian teknologi penanganan krisis kesehatan sehingga memenuhi nilai ideal peralatan sebagai salah satu kriteria efektivitas organisasi dalam penanggulangan bencana.
ABSTRACT
Most of the area of the North Sumatra Province is susceptible to especially a natural disaster that can result in a health problem. The North Sumatra Regional Health Crisis Management Center carries out the task as a sector for disaster health assistance and then to coordinate the potential of human resources and the communities in the whole area of the North Sumatra Province.
The purpose of this explanatory study was to analyze the influence of coordination in composing the action plan on the organization effectiveness of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center. The population of this study were all elements of disaster alert top management of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center. The data for this study were obtained through questionnaire-based interview then the data obtained were analyzed through multiple regression tests at α = 0.05.
The result of this study showed that statistically cooperation and communication were the most dominant factors of coordination in all aspects of composing the action plan of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center. Coordination in formulating the vision and mission of organization, coordination in SWOT identification, coordination in operational development of organization, coordination in program infrastructure, and coordination in financial program had a positive and significant influence on the effectiveness of the organization of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center. Coordination in operational development of organization was the most dominant variable that influenced the effectiveness of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center.
It is suggested that leadership in composing coordination the action plan still needs to be improved through periodical meetings among the heads of working units of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center, motivation of all personnel of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center especially in introducing the SWOT in their own working unit that a more integrated strategy to be used as a mutual guidance in preventing the disaster can be made, and the technology used for health crisis management should be adjusted that it meets the value of ideal equipment which is one of the criteria of the effectiveness of organization in disaster management.
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap Alhamdulillahi rabbil’alamin, atas segala rahmat, karunia,
ijin dan ridho-Nya, akhirnya tesis yang berjudul: “Pengaruh Koordinasi dalam
Penyusunan Rencana Aksi terhadap Efektivitas Organisasi Pusat Penanggulangan
Krisis Kesehatan Regional Sumatera Utara ” dapat diselesaikan. Dalam menyusun
tesis ini, peneliti mendapatkan berbagai masukan, saran, pendapat, kritik, bantuan,
dorongan, bimbingan dari berbagai pihak dan keluarga.
Peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat,
dan selaku guru yang dengan penuh kesabaran membimbing dan
memahamkan filosofis metode penelitian yang baik dan benar.
3. Prof. Dr. Ida Yustina, M.Si, selaku Ketua Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat, dan selaku guru yang dengan penuh kesabaran membimbing dan
memahamkan filosofis kepemimpinan yang baik dan benar.
4. Prof. Zulkifli Nasution, Ph.D, selaku Ketua Pembimbing dan selaku guru
yang dengan penuh kesabaran membimbing, memahamkan materi tesis dan
mengarahkan ke arah pola pikir dan pola tindak dalam berproses sebagai
5. Suherman, S.K.M, M.Kes, selaku Anggota Pembimbing, dan selaku guru
yang dengan penuh kesabaran membimbing dan memahamkan materi tesis
dari aspek aplikasi di lapangan yang baik dan benar.
6. Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, M.Si, selaku Pembanding, dan selaku guru
sekaligus penguji yang dengan penuh kesabaran membimbing dan
memahamkan filosofi materi manajemen dan aplikasinya dalam metodologi
penelitian yang baik dan benar.
7. Drs. Amru Nasution, M.Kes, selaku Pembanding, dan selaku guru sekaligus
penguji yang dengan penuh kesabaran membimbing dan memahamkan
filosofi materi tesis dan metode penelitian yang baik dan benar.
8. Dr. Candra Syafei, Sp.OG, selaku Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Sumut,
yang telah secara tulus ikhlas memberikan kesempatan meneliti di lingkungan
kerjanya dan membangun kerjasama dalam meningkatkan peran PPK
Kesehatan Regional Sumatera Utara dalam penanggulangan krisis kesehatan.
9. Dr. H. Azwan Hakmi Lubis, M.Kes, Sp.A, selaku Direktur Rumah Sakit
Umum Pusat H. Adam Malik, yang telah secara tulus ikhlas memberikan
kesempatan meneliti di lingkungan kerjanya, dan membangun kerjasama
dalam meningkatkan peran PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara dalam
penanggulangan krisis kesehatan.
10. Kolonel CKM dr. Eddy Mahidin, Sp.THT, selaku Kepala Kesehatan Kodam
I/BB, yang telah secara tulus ikhlas memberikan kesempatan meneliti di
PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara dalam penanggulangan krisis
kesehatan
11. Kolonel CKM. dr. Dubel Meriyenes, Sp.B, selaku Kepala Rumah Sakit tk II
Putri Hijau Kesdam I/BB, yang telah memberikan kesempatan meneliti di
lingkungan kerjanya dan membangun kerjasama dalam meningkatkan peran
PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara dalam penanggulangan krisis
kesehatan.
12. Mayor Laut (K) dr. Haposan Samosir, Kepala Rumah Sakit Tk III dr.
Komang Makes Lantamal I, yang telah memberikan kesempatan meneliti di
lingkungan kerjanya dan membangun kerjasama dalam meningkatkan peran
PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara dalam penanggulangan krisis
kesehatan
13. Mayor Kes. drg. Setyo Harmoko, Kepala Rumah sakit Tk IV dr. Abdul Malik
Lanud Medan, yang telah memberikan kesempatan meneliti di lingkungan
kerjanya dan membangun kerjasama dalam meningkatkan peran PPK
Kesehatan Regional Sumatera Utara dalam penanggulangan krisis kesehatan.
14. Kombes Pol. dr. Didi Agus Mintadi, Sp.JP, DFM, selaku Kepala Bidang
Kedokteran dan Kesehatan Poldasu, yang telah memberikan kesempatan
meneliti di lingkungan kerjanya dan memberikan saran perbaikan dalam
materi penelitian guna meningkatkan kerjasama inter dan antar organisasi
PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara dalam penanggulangan krisis
15. Dr. Drs. Kintoko Rochadi, M.K.M, selaku Pendamping tidak formal, yang
dengan penuh kesabaran memberikan masukan, kritik, saran dan pendapat
demi penyempurnaan tesis.
16. Ayah, Ibunda dan adik- adik yang selalu memberikan dukungan moril dan
do’a.
17. Isteri tercinta drg. Yumna Sari Siregar, beserta anak-anak tercinta Tommy,
Dwiki, Aidina dan Agil yang sangat besar peranannya dalam memberikan
motivasi dan selalu memberikan dukungan moril dan do’a.
18. Seluruh sejawat, rekan kerja di Rumkit Tk II Putri Hijau dan Kesdam I/BB
yang tidak dapat disebutkan satu persatu, dalam membantu kegiatan
operasional penyusunan tesis.
19. Rekan-rekan mahasiswa S2 IKM minat studi Manajemen Kesehatan
Bencana, yang selalu urun rembug dalam memberikan masukan dalam
proses penyelesaian naskah tesis ini.
Peneliti menyadari sepenuhnya, bahwa tesis ini masih banyak kekurangan,
kelemahan, keterbatasan dalam penelitian dan jauh dari kesempurnaan, untuk itu
mohon saran masukan demi perbaikan tesis ini.
Medan, Mei 2011
Peneliti,
RIWAYAT HIDUP
Susanto, lahir di Kisaran, 14 September 1962, beragama Islam, bertempat
tinggal di Kompleks Tata Alam Asri Jl. Bhakti III No. 229 Gaperta ujung Medan
Helvetia-20125. Mempunyai seorang isteri drg. Yumna Sari Siregar dan telah
dikaruniai 4 orang anak, yaitu Ahmad Tommy Tantowi, Dwiki Aulia Fitrah, Aidina
Fitriana, dan Agil fadlan Mabruri.
Riwayat pendidikan umum : SD Latihan PGAN 6 tahun Medan (1974), SMP
Al washliyah Medan (1977), SMAN 2 Medan (1981), Sarjana (S1) Kedokteran Gigi
USU Medan (1988).
Riwayat pendidikan militer : Sekolah Perwira Militer wajib ABRI (Magelang,
1990), Sekolah Orientasi Perwira Kesehatan (Jakarta, 1990), Sekolah Peralihan
Perwira Kesehatan (Jakarta, 1996), Suspajemen Rumkit Pratama (Jakarta, 2001),
Sekolah Lanjutan Perwira (Jakarta, 2002), Suspajemen Rumkit madya (Jakarta,
2006),
Riwayat pekerjaan/jabatan : Asisten staf pengajar Prosthodontia FKG USU
(1988-1990), Pama Kesdam I/BB (1990), Kaur minkes Denkesyah P.Siantar
(1990-1994), Kadiagob Rumkit tk IV P.Siantar (1994-1996), Pelaksana tugas Kaur Minlog
Denkesyah P.Siantar (1996-1997) Waka Rumkit tk IV P.Siantar (1997-1999), Waka
Rumkit tk III Banda Aceh (2000-2002), Kasi kesmil Kesdam I.M (2002), Kasi
keskureh Kesdam I/BB (2002-2008), Kasi kesmil Kesdam I/BB (2004-2008),
01.05.01 Putri hijau Kesdam I/BB (2008-2010), Kepala Departemen Gigi dan mulut
Rumkit tk II 01.05.01 Putri hijau Kesdam I/BB (2010), Anggota seksi pendidikan
Pengurus wilayah (Pengwil) PDGI Sumatera Utara (2009-2011),
Riwayat Kepangkatan/Golongan : Lettu Corps Kesehatan Militer (1990),
Kapten Corps Kesehatan Militer (1996), Mayor Corps Kesehatan Militer (2003), dan
Letkol Corps Kesehatan Militer (2009).
Tugas Operasi, rotasi Direktorat Kesehatan angkatan Darat ke Timor-Timur
(1990-1991), tugas Operasi pemulihan keamanan Daerah Istimewa Aceh
(2000-2002), operasi terpadu kemanusiaan pengungsi Nunukan Kalimantan Timur (2002)
Pelatihan dan Pengalaman penanggulangan bencana : Bencana Banjir Banda
Aceh (2000), Bencana kemanusiaan TKI dideportasi di Nunukan (2002), Bencana
banjir Bandang Bahorok (2003), Gempa bumi dan Tsunami Aceh (2004), Gempa
bumi dan Tsunami Nias (2005), Banjir Langkat (2006), Pelatihan Manajemen
Bencana (Jawa Barat, 2006), Pelatihan Bencana terpadu (Sibolangit, 2008)
Tanda penghargaan : Satya Lencana Seroja Timor Timur (1991), Satya
Lencana Kesetiaan VIII tahun (Kasad, 1998), Satya Lencana Kesetiaan XVI tahun
(Kasad, 2006), Piagam Penghargaan Operasi Pemulihan Keamanan Aceh (Kapolda
DAFTAR ISI
BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan ... 13
1.3 Tujuan Penelitian ... 13
1.4 Hipotesis ... 14
1.5 Manfaat penelitian ... 14
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Organisasi Bencana ... 15
2.1.1 Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) ... 15
2.1.2 Pusat penanggulangan Krisis (PPK) Regional Sumut ... 16
2.1.3 Visi, Misi, Kebijakan dan Strategi Organisasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Sumatera Utara ... 19
2.2 Koordinasi ... 24
2.2.7 Standar Operating Prosedur (SOP) dalam Koordinasi ... 33
2.3 Penyusunan Rencana Aksi ... 34
2.4 Efektivitas Organisasi ... 36
2.4.1 Pengertian Efektivitas Organisasi ... 36
2.4.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Efektivitas ... 40
2.4.3 Kriteria Pengukuran Efektivitas Organisasi ... 42
2.5 Landasan Teori ... 43
2.6 Kerangka Konsepsional ... 47
BAB 3. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 48
3.2.1 Lokasi Penelitian ... 48
BAB 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 64
4.1.1 Akses Kerja Organisasi PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara ... 64
4.1.2 Rantai Organisasi PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara . 67 4.2 Identitas Responden ... 72
4.3 Keterlibatan Responden dalam Penanggulangan Bencana ... 73
4.4 Koordinasi dalam Penyusunan Rencana Aksi ... 74
4.4.1 Koordinasi dalam Merumuskan Visi dan Misi Organisasi ... 74
4.4.2 Koordinasi dalam Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Tantangan Organisasi ... 75
4.4.3 Koordinasi dalam Mengembangkan Kebijakan Operasional Organisasi ... 77
4.4.4 Koordinasi dalam Program Sarana dan Prasarana ... 79
4.4.5 Koordinasi dalam Program Keuangan ... 81
4.5 Efektivitas Organisasi ... 83
4.6 Tabel Silang Koordinasi dalam Penyusunan Rencana Aksi dengan Efektivitas Organisasi ... 87
BAB 5. PEMBAHASAN 5.1 Pengaruh Koordinasi dalam Merumuskan Visi dan Misi Organisasi terhadap Efektivitas Organisasi... 96
5.3 Pengaruh Koordinasi dalam Mengembangkan Kebijakan
Operasional Organisasi terhadap Efektivitas Organisasi ... 101
5.4 Pengaruh Koordinasi dalam Program Sarana dan Prasarana terhadap Efektivitas Organisasi... 103
5.5 Pengaruh Koordinasi dalam Program Keuangan terhadap Efektivitas Organisasi ... 105
5.6 Pengaruh Koordinasi dalam Penyusunan Rencana Aksi terhadap Efektivitas Organisasi ... 106
5.7 Keterbatasan Penelitian ... 108
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 109
6.2 Saran ... 110
DAFTAR PUSTAKA ... 112
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1 Responden Unsur Pimpinan Manajemen Siaga Bencana PPK Kesehatan Regional Sumut ... 49
3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 53
3.3 Aspek Pengukuran Variabel Penelitian ... 59
4.1 Unsur Pimpinan Manajemen PPK Kesehatan Regional Sumut Tahun
2010 ... 67
4.2 Petugas Terlatih Siaga Bencana pada Penanggulangan Krisis Kesehatan
Bencana di Provinsi Sumut Tahun 2010 ... 68
4.3 Petugas Terlatih Siaga Bencana yang Dapat Dikerahkan di Provinsi
Sumut tahun 2010 ... 69
4.4 Jumlah Petugas Kesehatan Terlatih Siaga Bencana di Provinsi Sumut
Berdasarkan Jenis Pelatihan Tahun 2010 ... 70
4.5 Distribusi Identitas Responden PPK Kesehatan Regional Sumut ... 72
4.6 Distribusi Responden Keterlibatan dalam Penanggulangan Bencana di
Regional Sumut ... 73
4.7 Distribusi Frekuensi Indikator Koordinasi dalam Perumusan Visi dan
Misi Organisasi ... 74
4.8 Distribusi Frekuensi Indikator Koordinasi dalam Identifikasi Kekuatan,
Kelemahan, Peluang dan Tantangan Organisasi ... 76
4.9 Distribusi Frekuensi Indikator Koordinasi Mengembangkan Kebijakan
Operasional Organisasi ... 77
4.10 Distribusi Frekuensi Indikator Koordinasi Program Sarana dan Prasarana 79
4.11 Distribusi Frekuensi Indikator Koordinasi Program Keuangan ... 81
4.12 Distribusi Frekuensi Indikator Efektivitas Organisasi ... 83
4.13 Koordinasi dalam Merumuskan Visi dan Misi Organisasi dengan
4.14 Koordinasi dalam Identifikasi Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan
Tantangan Organisasi dengan Efektivitas Organisasi ... 87
4.15 Koordinasi dalam Mengembangkan Kebijakan Operasional Organisasi dengan Efektivitas Organisasi ... 88
4.16 Koordinasi dalam Program Sarana dan Prasarana dengan Efektivitas Organisasi ... 88
4.17 Koordinasi dalam Program Keuangan dengan Efektivitas Organisasi ... 89
4.18 Hasil Uji Multikolinearitas ... 90
4.19 Hasil Analisis Koefisien Determinasi ... 92
4.20 Hasil Analisis Anova ... 92
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1.1 Peta Daerah Rawan bencana Sumatera Utara ... 3
2.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 47
4.1 Struktur Organisasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional Sumatera Utara ... 64
4.2 Rantai Komando dan Rantai koordinasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional Sumatera Utara ... 71
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 119
2. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 127
3. Uji Asumsi Klasik ... 129
4. Tabel Frekuensi Penelitian ... 130
5. Tabel Silang Penelitian ... 141
6 Hasil Uji Regresi ... 146
7. Surat Izin Penelitian dari S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat USU ... 147
ABSTRAK
Sebagian besar wilayah Provinsi Sumatera Utara, merupakan daerah yang rawan terjadinya bencana terutama bencana alam yang dapat menimbulkan masalah kesehatan. Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (PPK) Regional Sumatera Utara mengemban tugas sebagai sektor bantuan kesehatan pada bencana, selanjutnya mengkoordinasikan potensi sumberdaya kesehatan serta pihak masyarakat di seluruh wilayah Provinsi Sumatera Utara.
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh koordinasi dalam penyusunan rencana aksi penanggulangan bencana terhadap efektivitas organisasi PPK Regional Sumatera Utara. Jenis penelitian survei explanatory. Populasi dalam penelitian seluruh unsur pimpinan manajemen siaga bencana PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara. Data diperoleh dengan wawancara menggunakan kuesioner, dianalisis dengan regresi linear berganda pada α=0.05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara statistik variabel kerjasama dan komunikasi merupakan faktor koordinasi paling dominan pada seluruh aspek penyusunan rencana aksi PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara. Koordinasi dalam merumuskan visi dan misi organisasi, koordinasi dalam identifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan, koordinasi dalam pengembangan operasional organisasi, koordinasi dalam program sarana dan koordinasi dalam program keuangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap efektivitas organisasi PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara. Variabel paling dominan memengaruhi efektivitas organisasi PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara adalah koordinasi dalam pengembangan operasional organisasi.
Disarankan: faktor kepemimpinan dalam koordinasi penyusunan rencana aksi masih perlu ditingkatkan, melalui pertemuan secara berkala antar para pimpinan unit kerja yang tergabung dalam PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara. Peningkatan faktor motivasi seluruh personil PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara, khususnya dalam menyampaikan kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan pada unit kerjanya masing-masing, sehingga dapat disusun strategi yang lebih terpadu sebagai acuan bersama dalam penanggulangan bencana. Penyesuaian teknologi penanganan krisis kesehatan sehingga memenuhi nilai ideal peralatan sebagai salah satu kriteria efektivitas organisasi dalam penanggulangan bencana.
ABSTRACT
Most of the area of the North Sumatra Province is susceptible to especially a natural disaster that can result in a health problem. The North Sumatra Regional Health Crisis Management Center carries out the task as a sector for disaster health assistance and then to coordinate the potential of human resources and the communities in the whole area of the North Sumatra Province.
The purpose of this explanatory study was to analyze the influence of coordination in composing the action plan on the organization effectiveness of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center. The population of this study were all elements of disaster alert top management of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center. The data for this study were obtained through questionnaire-based interview then the data obtained were analyzed through multiple regression tests at α = 0.05.
The result of this study showed that statistically cooperation and communication were the most dominant factors of coordination in all aspects of composing the action plan of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center. Coordination in formulating the vision and mission of organization, coordination in SWOT identification, coordination in operational development of organization, coordination in program infrastructure, and coordination in financial program had a positive and significant influence on the effectiveness of the organization of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center. Coordination in operational development of organization was the most dominant variable that influenced the effectiveness of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center.
It is suggested that leadership in composing coordination the action plan still needs to be improved through periodical meetings among the heads of working units of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center, motivation of all personnel of the North Sumatra Regional Health Crisis Management Center especially in introducing the SWOT in their own working unit that a more integrated strategy to be used as a mutual guidance in preventing the disaster can be made, and the technology used for health crisis management should be adjusted that it meets the value of ideal equipment which is one of the criteria of the effectiveness of organization in disaster management.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kejadian bencana umumnya mempunyai dampak yang merugikan seperti
kerusakan sarana dan prasarana fisik maupun pemukiman, terhambatnya aktifitas
perekonomian dan korban manusia baik cedera maupun meninggal dunia serta
menyebabkan arus pengungsian penduduk dari daerah bencana ke tempat yang lebih
aman (PPK Depkes RI, 2007).
Indonesia secara geografis merupakan Negara kepulauan yang memiliki lebih
dari 5000 sungai besar dan kecil dimana 30 % diantaranya melewati kawasan padat
penduduk, termasuk wilayah Sumatera Utara terbagi atas wilayah Pantai Timur dan
Pantai Barat dimana Pantai Timur. Daerah pantai merupakan dataran rendah seluas
26.360 km2
Provinsi Sumatera Utara terletak antara 1-4
atau 36,8% luas dari seluruh Provinsi Sumatera Utara dengan
kelembaban tinggi dan curah hujan yang relatif tinggi merupakan daerah yang rawan
terjadinya bencana banjir. Disamping bencana banjir wilayah Sumatera Utara juga
rawan terhadap bencana alam lain seperti gempa bumi, longsor, angin puting beliung,
gunung meletus, kebakaran hutan dan tsunami (BMG, 2007)
0
LU dan 980-1000 BT merupakan
bagian dari wilayah Indonesia yang terletak di kawasan Palung Pasifik Barat. Luas
wilayah ± 181.680, 68 km2, 60,5 % adalah lautan dan 39,5 % adalah daratan, terdiri
Jumlah Kabupaten / kota : 19 kabupaten dan 7 kota, 361 kecamatan, 5. 626 desa /
kelurahan. Jumlah penduduk : 12.643.494 jiwa, kepadatan penduduk 176 jiwa per
km2 dimana 54,15 % tinggal di pedesaan dan 45,85 % di kota dengan tingkat
kemiskinan : 15,66 % atau 1.979.702 jiwa (Pemprovsu, Desember 2006).
Peristiwa gempa bumi di Nias (28/03/2005) dengan kekuatan 8,7 SR, telah
menimbulkan dampak yang merugikan seperti timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis bagi masyarakat
Nias dan menimbulkan arus pengungsian penduduk dari daerah bencana ke tempat
yang lebih aman.
Bencana yang terjadi di Wilayah Propinsi Sumatera Utara dari tahun 2006
sampai dengan pertengahan tahun 2008 selain banjir adalah tanah longsor, angin
puting beliung, gempa bumi dan gelombang pasang. Bencana banjir terjadi di daerah
Asahan, Labuhan Batu, Nias, Tapanuli Utara, Mandailing Natal, dan Langkat.
Sampai dengan bulan Maret tahun 2008 bencana yang terjadi Sumatera Utara adalah
gempa bumi di Kabupaten Nias (23 Januari 2008), tanah longsor di Sibolga (4 Maret
2008), angin puting beliung di Kab Batubara (12 Maret 2008 ), banjir dan tanah
longsor di Kab Madina (13 Maret 2008), banjir di Kab Serdang Bedagei (27 Maret
2008). Kejadian bencana ini mengakibatkan korban meninggal 2 orang, korban luka
10 orang dan kerusakan bangunan fisik rumah 112 unit dan gedung Sekolah Dasar
Berdasarkan kejadian bencana tersebut, ternyata Provinsi Sumatera Utara
merupakan wilayah yang berpotensi terjadinya bencana jika dinilai dari aspek
geografis, iklim, geologis, faktor keragaman sosial, budaya dan politik.
PETA DAERAH RAW AN BENCANA ALAM DI SUMATERA UTARA
Gambar 1.1 Peta Daerah Rawan bencana Sumatera Utara
Menurut Undang-Undang RI nomor 24 tahun 2007 tentang bencana bahwa
penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi
penetapan kebijakan pembangunan yang beresiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi. Penanggulangan bencana
merupakan tugas dan tanggung jawab pemerintah yang harus dilakukan secara
menyeluruh dan terpadu pada setiap tahapan melalui Badan Penanggulangan Bencana
Upaya yang dilakukan dalam penanggulangan bencana pada fase tanggap
darurat secara komprehensif (menyeluruh) adalah pemenuhan kebutuhan darurat
berupa pangan, penampungan darurat dan krisis kesehatan dengan tujuan menekan
tingkat kerugian, kerusakan dan segera dengan cepat memulihkan keadaan dengan
melibatkan multi sektor dalam bentuk satuan tugas (Satgas). Satuan tugas yang
diperlukan dalam penanganan bencana umumnya adalah Satgas Sosial, Satgas
kesehatan, Satgas Search and Rescue (SAR), Satgas Pekerjaan Umum dan Satgas
Bantuan logistik namun satgas yang dibentuk dan yang diterjunkan ke lokasi bencana
tergantung kepada tingkat keparahan daerah yang dilanda bencana dan prioritas
kebutuhan (Bakornas PB, 2006).
Kompleksitas masalah bencana yang dihadapi memerlukan kecepatan dan
ketepatan dalam mengambil tindakan terutama pada fase tanggap darurat. Tahapan
penanggulangan bencana pada fase ini dimulai dari tahap kesiagaan (awareness
stage), tahap respons awal (initial action stage), tahap perencanaan (planning stage),
tahap operasional (operational stage) dan tahap pengakhiran tugas (mission
conclutsion stage) (Carter, 1992).
Resiko gangguan kesehatan pada bencana merupakan fungsi perkalian dari
hazard dan vulnerability. Hazard diartikan sebagai besarnya kerusakan yang
ditimbulkan sedangkan Vulnerability adalah kerentanan suatu populasi atau penduduk
di suatu tempat. Oleh sebab itu secara umum penduduk miskin akan lebih rentan
dengan kata lain dengan hazard yang sama penduduk miskin akan mempunyai resiko
gangguan kesehatan yang lebih besar (Carter, 1991)
Setiap bencana yang besar selalu menimbulkan krisis kesehatan karena
pelayanan kesehatan setempat mengalami gangguan fungsi akibat; (1) Fasilitas sarana
pelayanan kesehatan rusak; (2) Terbatasnya tenaga kesehatan setempat untuk
menanggulangi korban karena tingginya angka kesakitan dan angka kematian.
Gangguan kesehatan sebagai akibat langsung maupun tidak langsung dari bencana
secara umum dapat dibagi menjadi tiga kategori yaitu: (a) kematian atau kecacatan,
(b) hilangnya infrastruktur dan pasokan dan (c) terganggunya pelayanan kesehatan
baik preventif maupun kuratif.
Permasalahan yang dihadapi dalam penanganan krisis kesehatan akibat
bencana antara lain; (1) Sistem informasi yang belum berjalan dengan baik,
(2) Mekanisme koordinasi belum berfungsi dengan baik, (3) Mobilisasi bantuan dari
luar lokasi bencana masih terhambat akibat masalah transportasi, (4) Sistem
pembiayaan belum mendukung, (5) Sistem kewaspadaan dini belum berjalan dengan
baik, (6) Keterbatasan logistik (Depkes RI, 2007)
Bantuan pelayanan kesehatan di daerah bencana yang dinilai adanya
keterlambatan menurut Departemen Kesehatan (2006), disebabkan karena faktor
jarak, faktor geografis, dan faktor mobilisasi sumber daya manusia.
Mobilisasi merupakan pengerahan sumberdaya secara cepat, tepat, terpadu
dan menyeluruh guna mengantisipasi krisis kesehatan akibat bencana (UU Nomor
sumber daya melalui pembentukan regionalisasi pusat bantuan penanggulangan krisis
kesehatan akibat bencana dalam 9 regional dan 2 sub regional(Kepmenkes No. 145/
Menkes/SK/I/2007 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang kesehatan).
Departemen Kesehatan menetapkan Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan
Regional Sumatera Utara (di Medan) sebagai salah satu dari sembilan Pusat
Penanggulangan Krisis Regional di Indonesia. PPK Regional Sumut dengan cakupan
wilayah kerja Prov. NAD, Sumut, Sumbar (Sub Regional), Riau dan Kepri. Regional
Sumatera Selatan (di Palembang) mencakup Provinsi Jambi, Sumsel, Babel dan
Bengkulu. Regional Jakarta (di DKI Jakarta) mencakup Provinsi Lampung, Banten,
DKI Jakarta, Jabar dan Kalbar. Regional Jawa Tengah (di Semarang) mencakup
Provinsi Jateng dan DIY. Regional Jawa Timur (di Surabaya) mencakup Provinsi
Jatim. Regional Kalimantan Selatan (di Banjarmasin) mencakup Provinsi Kalteng,
Kalsel dan Kaltim. Regional Bali (di Denpasar) mencakup Provinsi Bali, NTB dan
NTT. Regional Sulawesi Utara (di Manado) mencakup Provinsi Gorontalo, Sulut dan
Malut. Regional Sulawesi Selatan (di Makassar) mencakup Provinsi Sulbar, Sulteng,
Sulsel, Sultra, Maluku, Papua Barat dan Papua (Sub Regional).
Regionalisasi bantuan pelayanan krisis kesehatan, didasarkan kepada
pertimbangan (1) adanya rumah sakit rujukan/pendidikan (teaching hospital),
(2) daerah tersebut memiliki akses transportasi ke beberapa wilayah, (3) daerah
tersebut memiliki sumberdaya manusia kesehatan yang sangat memadai, dan
Organisasi PPK Regional Sumatera Utara, dengan Visi: “Terwujudnya
penanganan krisis kesehatan dan masalah kesehatan lain secara cepat, tepat dan
terpadu menuju masyarakat yang mandiri untuk hidup sehat”. Dan Misi, yaitu
(1) menggerakan upaya penanganan krisis dan masalah kesehatan lain yang lebih
bernuansa pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan daripada tanggap darurat dan
rehabilitasi; (2) memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu,
merata dan terjangkau secara profesional; (3) meningkatkan keterpaduan
penyelenggaraan penanganan krisis dan masalah kesehatan lain; (4) menumbuhkan
kemandirian masyarakat dalam penanganan krisis dan masalah kesehatan lainnya;
dan (5) menyediakan informasi secara cepat, tepat dan akurat untuk penanganan
krisis dan masalah kesehatan lain. (Depkes RI, 2007)
Tujuan regionalisasi, adalah untuk (1) kesiapsiagaan penanggulangan krisis
kesehatan secara efektif dan efisien guna pengerahan sumber daya yang cepat, tepat
dan terpadu pada tanggap darurat; (2) pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan
akibat bencana dan pemecahan permasalahan krisis kesehatan. Pengorganisasian
tersebut merupakan keterpaduan dari institusi Dinas Kesehatan Provinsi Sumut,
Kesehatan Kodam I/BB, Kedokteran dan Kesehatan Polda Sumut, dan Rumah Sakit
Umum Pusat H.Adam Malik (Keputusan menteri Kesehatan RI No.
679/Menkes/SK/VI/2007).
PPK Regional Sumatera Utara merupakan organisasi fungsional yang
menanggulangi masalah krisis kesehatan akibat bencana. Penanggulangan Krisis
provinsi, regional dan pusat. Bila instansi kesehatan kabupaten/kota tidak mampu
menanggulangi krisis yang timbul akibat bencana maka instansi kesehatan yang lebih
tinggi dan instansi kesehatan yang terdekat dengan daerah bencana akan memberikan
bantuan demikian seterusnya sampai ke tingkat yang lebih tinggi (Pusat).
Dinas Kesehatan kabupaten/kota diberi kewenangan sebagai perpanjangan
dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumut untuk meneruskan koordinasi penanggulangan
krisis kesehatan bila terjadi bencana di daerah. Kewenangan ataupun tanggung jawab
tersebut meliputi pengerahan dan pengkoordinasian unsur-unsur sumberdaya
kesehatan baik SDM kesehatan, sarana dan prasasarana kesehatan, depot logistik
kesehatan, peralatan dan Standar Operating Prosedur (SOP) pada instalasi kesehatan
milik pemerintah, BUMN ataupun swasta lainnya. Kepala Dinas Kesehatan
kabupaten/kota masing-masing diberikan tanggung jawab melakukan inventarisasi
potensi sumber daya, melaksanakan pelatihan terpadu dan melakukan sosialisasi
rencana aksi yang diperlukan untuk senantiasa siap sedia menghadapi bencana.
Penyelenggaraan penanganan krisis kesehatan akibat bencana di Propinsi
Sumatera Utara memerlukan koordinasi secara terpadu semua instansi kesehatan yang
terkait. Pertemuan koordinasi dapat dilakukan internal kelompok kesehatan (cluster
meeting) maupun pertemuan eksternal yang melibatkan lintas sektor yang terkait
dengan bencana (Depkes RI, 2007).
Pengorganisasian siaga bencana sektoral, terdiri dari (1) Health Emergency
Information and Operational Support Unit (HEIOU) dari Dinas Kesehatan Provinsi
(3) Detasemen Kesehatan Lapangan Siaga Bencana dari Kesehatan Kodam I/BB, Tim
siaga bencana kesla Lantamal I Belawan, Tim siaga bencana dirgantara Kesehatan
Kosek Hanudnas III dan (4) Disaster Victim Identification (DVI) dari Bidang
Kedokteran dan Kesehatan Polda Sumut. Tugas pokok, fungsi dan perannya meliputi
(1) tim penilaian cepat (Rapid Health Assessment); (2) tim reaksi cepat (TRC);
(3) tim bantuan kesehatan dan (4) siaga bencana rumah sakit; (5) tim identifikasi
korban bencana (Depkes RI, 2006; dan Depkes RI, 2007).
Koordinasi dalam penyusunan rencana aksi dilakukan untuk mencapai
efektivitas organisasi. Efektivitas organisasi berkaitan dengan (1) Kualitas SDM
(2) kepemimpinan dan komitmen organisasional serta (3) fasilitas. Suatu organisasi
dalam mencapai tujuan sangat ditentukan oleh seorang pimpinan yang didukung oleh
bawahan serta sarana dan prasarana yang memadai. Kinerja organisasi tidak terlepas
dari peran dan interaksi antara ketiga unsur di atas.
Organisasi bencana terdiri dari berbagai sektor yang memiliki sumber daya
yang harus dikelola dan dimanfaatkan dengan baik demi tercapainya tujuan
organisasi yaitu tugas kemanusiaan memberikan pertolongan untuk meringankan
beban masyarakat yang tertimpa bencana. Sumber daya manusia merupakan unsur
organisasi yang paling dinamis dan kompleks meskipun menurut Claman (1998)
bahwa sumber daya manusia tidak lagi dipandang sebagai komponen yang dapat
dengan begitu saja diganti dengan komponen lain. Unsur organisasi lain seperti
bahan-bahan, peralatan/mesin, metoda kerja dan pembiayaan merupakan aset yang
Organisasi bencana termasuk organisasi publik di mana pengelolaan
administrasinya ditandai dengan isu yang mengemuka yaitu tuntutan akan
pengelolaan administrasi yang mengarah kepada penyelenggaraan kepemerintahan
yang baik (good governance) (LAN, 2003).
Menurut sejumlah pakar seperti Hudges (1994), Osborne dan Gaebler (1992),
dan Hood (1995), organisasi publik dituntut untuk : (1) lebih sebagai milik publik
sehingga publik dapat lebih diberdayakan dalam kegiatan-kegiatan organisasi,
(2) memiliki semangat kewirausahaan sehingga bisa memberikan pelayanan publik
yang berkualitas, (3) berorientasi pada hasil atau prestasi sehingga lebih produktif dan
berkinerja tinggi, (4) lebih mengutamakan pelayanan kepada publik, dan (5) lebih
antisipatif sehingga lebih akurat dalam melakukan prediksi-prediksi.
Organisasi bencana merupakan organisasi yang kurang terkoordinasi terutama
pada fase tanggap darurat dan tidak mampu merespon secara akurat kebutuhan
masyarakat dari segi ketepatan maupun kecepatan. Faozan (2001), Dwiyanto et al
(2006) dan Iriani (2007) mengidentifikasi berbagai penyebab ketidakmampuan
organisasi bencana memenuhi tuntutan masyarakat antara lain adalah karena
peralatan dan teknik yang tidak memadai, keterampilan dan motivasi pelaku
organisasi yang sangat rendah dalam memberikan pelayanan yang berkualitas.
Pengalaman terdahulu oleh peneliti pada kejadian Bencana dan laporan
berbagai kasus penanggulangan bencana yang terjadi di berbagai daerah di Indonesia
seperti ; bencana Banjir Banda Aceh (2000), Bencana kemanusiaan TKI dideportasi
(2003), Gempa bumi dan Tsunami Aceh (2004), Gempa bumi dan Tsunami Nias
(2005), Banjir Langkat (2006) dapat diambil berbagai pelajaran (lesson learned).
Salah satu lesson learnyang dapat dipetik adalah bahwa koordinasi adalah kata yang
mudah untuk diucapkan, namun sulit untuk diwujudkan dalam arti yang
sesungguhnya terutama pada fase tanggap darurat (Depkes RI, 2007).
Organisasi yang berorientasi non profit seperti organisasi bencana senantiasa
mengalami perubahan yang dinamis dan terus berkembang sejalan dengan besarnya
pengaruh bencana terhadap kehidupan manusia dan besarnya tuntutan masyarakat
terhadap rasa aman akibat bencana. Oleh sebab itu diperlukan kepiawaian pelaku
organisasi untuk melakukan terobosan-terobosan agar organisasi tetap eksis dalam
menjalankan tugas dan fungsinya. Menurut Keban (2004), organisasi harus cepat
tanggap terhadap berbagai perubahan yang cepat yang dihadapinya dalam bentuk
kebijakan-kebijakan dan aksi-aksi yang tepat.
Sudah banyak kajian dan penelitian mengenai kepemimpinan, motivasi kerja,
produktifitas kerja, disiplin kerja, iklim organisasi, komitmen organisasi namun
belum ada penelitian sebelumnya yang mengambil topik “Pengaruh koordinasi dalam
penyusunan rencana aksi terhadap efektivitas organisasi Pusat Penanggulangan krisis
regional Sumatera Utara.” Kajian dan penelitian yang ada relevansinya dengan topik
diatas adalah “Pengaruh kepemimpinan dan komitmen organisasional terhadap
efektivitas organisasi Pemerintah Kabupaten Tangerang“ yang dilakukan Sanapiah
(2009) dan “Pengaruh Kompetensi kepemimpinan dalam pengorganisasian
Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional Sumatera Utara” yang dilakukan
Rahardja (2009).
Koordinasi lintas sektoral adalah proses perpaduan kegiatan sektor
pemerintahan ataupun stake holders lainnya supaya dapat mencapai tujuan organisasi
secara efektif dan efisien. Koordinasi dilaksanakan oleh anggota organisasi yang
tergabung dalam PPK Regional Sumut dalam merencanakan dan melaksanakan aksi
penanggulangan bencana pada tahap prabencana, saat bencana dan pasca bencana.
Koordinasi dipengaruhi oleh faktor berikut : (a) Kepemimpinan; (b) Motivasi;
(c) Pengendalian; (d) Kerjasama; (e) Komunikasi dan ; (f) Tanggung jawab (Depkes
RI, 2007)
Koordinasi yang baik akan menghasilkan keselarasan dan kerjasama yang
efektif dari organisasi-organisasi yang terlibat penanggulangan bencana di lapangan
secara cepat, tepat dan terpadu. Koordinasi didasarkan kepada sikap saling
menghormati terhadap kompetensi dan tanggung jawab yang disetujui dari
masing-masing pihak dengan kemauan untuk mengkoordinasikan upaya-upaya dalam
menanganani dan menyelesaikan masalah-masalah dalam pencapaian tujuan bersama.
Rencana aksi disusun dengan koordinasi oleh semua stake holder dalam
organisasi PPK regional Sumatera Utara. Rencana aksi merupakan naskah kerja yang
berisi antara lain: (1) Latar belakang; (2) Gambaran resiko bencana yang berpotensi
terjadi di suatu daerah; (3) Prinsip, visi, misi dan kebijakan-strategi yang disesuaikan
dengan kasus bencana; (4) Kelembagaan, peranan dan potensi stake holder dan
naskah kerja rencana aksi disosisalisasikan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota
dan instansi terkait lainnya (Depkes RI, 2007).
Efektivitas organisasi berkaitan dengan (1) kinerja dari anggota organisasi dan
diukur dari tingkat sejauh mana berhasil mencapai tujuan. (2) kepemimpinan dan
komitmen organisasional serta (3) fasilitas. Suatu organisasi dalam mencapai tujuan
sangat ditentukan oleh seorang pimpinan yang didukung oleh bawahan serta sarana
dan prasarana yang memadai. Kinerja organisasi tidak terlepas dari peran dan
interaksi antara ketiga unsur di atas.
1.2 Permasalahan
Pada pelaksanaan penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana perlu ada
upaya koordinasi Pemerintah dan masyarakat secara maksimal dengan
memberdayakan potensi dan sumber daya kesehatan yang dimotori oleh Pusat
Penanggulangan Krisis (PPK) Regional Sumut. Penanganan krisis kesehatan akibat
bencana memerlukan rencana aksi yang disusun berdasarkan koordinasi Instansi yang
tergabung dalam organisasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan (PPK) Regional
Sumut serta sumber-sumber daya kesehatan lain. Rencana aksi merupakan naskah
kerja yang menjadi pedoman dalam melaksanakan kegiatan organisasi secara cepat,
tepat, efektif, efisien dan terpadu bila terjadi bencana. Berdasarkan hal tersebut,
maka permasalahan dalam penelitian ini adalah: bagaimana pengaruh koordinasi
dalam penyusunan rencana aksi terhadap efektivitas organisasi Pusat Penanggulangan
1.3 Tujuan Penelitian
Menganalisis pengaruh koordinasi dalam penyusunan rencana aksi
penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana terhadap efektivitas organisasi Pusat
Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional Sumatera Utara (PPK Regional Sumut).
1.4 Hipotesis
Ada pengaruh positif dan signifikan koordinasi dalam penyusunan rencana
aksi terhadap efektivitas organisasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Regional
Sumatera Utara (PPK Regional Sumut).
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Sebagai wahana bagi peneliti untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh
selama menempuh pendidikan di S.2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat, khususnya yang terkait dengan manajemen penanganan
krisis kesehatan akibat bencana.
1.5.2 Sebagai bahan masukan bagi ilmu manajemen kesehatan khususnya
manajemen kesehatan bencana, sehingga program penanganan yang
dilaksanakan sesuai dengan kajian-kajian ilmiah dalam menyusun rencana
aksi.
1.5.3 Sebagai bahan masukan bagi organisasi Pusat Penanggulangan Krisis
Kesehatan Regional Sumatera Utara dalam meningkatkan kinerja melalui
koordinasi yang baik sehingga dalam pelaksanan kegiatan dapat berjalan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Organisasi Bencana
2.1.1 Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Sumatera Utara
adalah badan yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah dalam rangka melaksanakan
tugas dan fungsinya untuk melaksanakan penanggulangan bencana di wilayah
Provinsi Sumatera Utara (Permendagri No. 46 tahun 2008).
BPBD Provinsi Sumatera Utara yang terdiri dari atas unsur pengarah dan
unsur pelaksana berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Daerah.
Kepala Badan secara ex-officio dijabat oleh Sekretaris Daerah (Permendagri No. 46
tahun 2008)
BPBD Propinsi mempunyai fungsi : (1) perumusan dan penetapan kebijakan
penanggulangan bencana dan penanganan pengungsi dengan bertindak cepat dan
tepat, efektif dan efisien; serta (2) pengoordinasian pelaksanaan kegiatan
penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan menyeluruh. .
BPBD Provinsi dan BPBD Kabupaten/Kota mempunyai tugas: (1) menetapkan
pedoman dan pengarahan sesuai terhadap usaha penanggulangan bencana yang
mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi serta rekonstruksi
secara adil dan setara, (2) menetapkan standarisasi serta kebutuhan penyelenggaraan
penanggulangan bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan, (3) menyusun,
menetapkan prosedur tetap penanganan bencana, (5) melaporkan penyelenggaraan
penanggulangn bencana kepada Kepala Daerah setiap sebulan sekali dalam kondisi
normal dan setiap saat dalam kondisi darurat bencana, (6) mengendalikan
pengumpulan dan penyaluran uang dan barang, (7) Mempertanggung jawabkan
penggunaan anggaran yang diterima dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah,
(8) mempertanggung jawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari APBD,
(9) melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan
Unsur pengarah BPBD mempunyai fungsi: (1) menyusun konsep pelaksanaan
kebijakan penanggulangan bencana daerah, (2) memantau mengevaluasi dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana daerah.
Unsur pelaksana BPBD mempunyai fungsi : (1) koordinasi, (2) komando,
dan (3) pelaksana dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana di wilayahnya
2.1.2 Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Kesehatan Regional Sumatera Utara
Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Kesehatan Regional adalah unit
fungsional di daerah yang ditunjuk untuk mempercepat dan mendekatkan fungsi
bantuan pelayanan kesehatan dalam penanggulangan krisis kesehatan pada kejadian
bencana (Depkes RI, 2007). PPK Regional Sumatera Utara yang dibentuk
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 679/Menkes/SK/VI/2007
diharapkan mampu mengantisipasi krisis kesehatan secara efektif-efisien, terencana,
terpadu, terkoordinasi dan menyeluruh serta mempunyai kemampuan merespons
kerjanya. Pengorganisasian tersebut merupakan keterpaduan dari institusi Dinas
Kesehatan Provinsi Sumut, Kesehatan Kodam I/BB, Kedokteran dan Kesehatan
Polda Sumut, dan Rumah Sakit Umum Pusat H.Adam Malik Medan (Keputusan
Menteri Kesehatan RI no. 679/Menkes/SK/VI/2007).
Penanggulangan krisis kesehatan akibat wabah dan bencana diawali tahun
1991, dengan pembentukan kelompok kerja, berdasarkan Surat Keputusan Menkes RI
Nomor 360/Menkes/SK/VI/1991, tanggal 24/6/1991. Tahun 1995, dibentuk unit
fungsional Pusat Penanggulangan Krisis Akibat Bencana, berdasarkan Surat
Keputusan Menkes RI Nomor 594/Menkes/VI/1995, tanggal 7/6/1995. Tiga tahun
kemudian, tahun 1998 berdasarkan Surat Keputusan Menkes RI Nomor
942/Menkes/IX/1998, tanggal 2/9/1998, dibentuk Pusat Penanggulangan Krisis
Kesehatan (Crisis Center) di Lingkungan Departemen Kesehatan. Tahun 2000,
berdasar Surat Keputusan Menkes RI Nomor 726/Menkes/SK/IV/2000, tanggal
24/4/2000, dibentuk unit struktural Pusat Penanggulangan Masalah Kesehatan
(PPMK). Tahun 2001, berdasarkan keputusan bersama Menkes dan Mensos, dibentuk
Direktorat Jenderal Penanggulangan Masalah Sosial dan Kesehatan.
Peristiwa gempa bumi dan tsunami di Aceh dan Sumatera Utara tahun 2004
dan gempabumi Nias tahun 2005, telah merenggut korban jiwa dalam jumlah besar
dan menimbulkan krisis kesehatan. Peristiwa ini menjadi inspirasi proses
pembelajaran bahwa petugas kesehatan dituntut siap siaga setiap saat dan perlu
adanya upaya untuk mendekatkan dan mempercepat dukungan bantuan kesehatan
Nomor 783/Menkes/SK/II/2006, tentang Regionalisasi Pusat Bantuan Penanganan
Krisis Kesehatan Akibat Bencana, yang berjumlah 9 regional, yaitu Sumatera Utara,
Sumatera Selatan, Daerah Ibukota Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan
Selatan, Bali, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan.
Regionalisasi Pusat Bantuan Penanganan Krisis Kesehatan Akibat Bencana,
diperbaharui kembali guna optimalisasi kinerjanya dengan dikembangkan subregional
Sumatera Barat dan subregional Papua, berdasarkan Surat Keputusan Menkes Nomor
679/Menkes/SK/VI/2007, tentang Organisasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan
Regional. Tugas dan wewenang Departemen Kesehatan adalah merumuskan
kebijakan, memberikan standar dan arahan serta mengkoordinasikan penanganan
krisis kesehatan dan masalah kesehatan lainnya dalam tahap prabencana, saat bencana
dan pascabencana.
Fungsi PPK Kesehatan Regional, adalah sebagai: (1) pusat dukungan
operasional kesehatan, (2) pusat pengendalian bantuan kesehatan, (3) pusat rujukan
kesehatan, dan (4) pusat informasi kesehatan atau media senter, bekerja 24 jam yang
mempunyai link dengan Departemen Kesehatan RI (Pusat). Provinsi Sumatera Utara
ditunjuk sebagai PPK Kesehatan Regional, karena (1) ada rumah sakit
rujukan/pendidikan, yaitu RSUP H. Adam Malik, (2) memiliki akses transportasi ke
beberapa wilayah (darat, laut dan udara), (3) memiliki sumber daya manusia yang
sangat memadai, dan (4) memiliki sarana penunjang yang baik.
Wilayah kerja organisasi PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara, meliputi
Barat, Provinsi Riau dan Provinsi Riau Kepulauan dalam penyelenggaraan
penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana (Depkes RI, 2007).
2.1.3 Visi, Misi, Kebijakan dan Strategi Organisasi Pusat Penanggulangan Krisis Kesehatan Sumatera Utara
a. Visi
Visi organisasi Pusat Penanggulangan Krisis (PPK) Kesehatan Regional
Sumatera Utara, yaitu “Terwujudnya Penanganan Krisis dan Masalah Kesehatan lain
secara Cepat, Tepat dan Terpadu Menuju Masyarakat yang Mandiri untuk Hidup
Sehat”.
b. Misi
Misi organisasi PPK Kesehatan Regional Sumatera Utara, meliputi
(1) menggerakan upaya penanganan krisis dan masalah kesehatan lain yang lebih
bernuasa pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan daripada tanggap darurat dan
rehabilitasi; (2) memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu,
merata dan terjangkau secara profesional; (3) meningkatkan keterpaduan
penyelenggaraan penanganan krisis dan masalah kesehatan lain; (4) menumbuhkan
kemandirian masyarakat dalam penanganan krisis dan masalah kesehatan lain; dan
(5) menyediakan informasi secara cepat, tepat dan akurat untuk penanganan krisis
dan masalah kesehatan lain.
Kebijakan organisasi PPK Kesehatan, meliputi (1) penanganan krisis dan
masalah kesehatan lain lebih menitik beratkan kepada upaya sebelum terjadi;
(2) pengorganisasian penanganan krisis dan masalah kesehatan lain tingkat Provinsi
dan Kabupaten/Kota, dilaksanakan dengan semangat desentralisasi dan otonomi;
(3) penanganan krisis dan masalah kesehatan lain diselenggarakan dengan
memperkuat koordinasi dan kemitraan baik di tingkat Pusat maupun Daerah;
(4) pemantapan jaringan lintas program dan lintas sektor dalam penanganan krisis dan
masalah kesehatan lain; (5) pemantapan sistem informasi dan komunikasi
penanganan krisis dan masalah kesehatan lain; (6) peningkatan kapasitas sumber daya
manusia kesehatan dan masyarakat guna menunjang kemandirian masyarakat dalam
penanganan krisis kesehatan dan masalah lain; (7) pelayanan kesehatan dan
pemenuhan kebutuhan sarana kesehatan, tenaga kesehatan, obat dan perbekalan
kesehatan dalam penanganan krisis dan masalah kesehatan lain di atur secara
berjenjang; (8) setiap korban akibat krisis dan masalah kesehatan lain mendapatkan
pelayanan kesehatan sesegera mungkin secara optimal dan manusiawi dan responsif
gender; (9) pada masa tanggap darurat, pelayanan kesehatan dijamin oleh pemerintah
sesuai dengan peraturan yang berlaku dan pelayanan kesehatan pasca tanggap darurat
disesuaikan dengan kebijakan Menteri Kesehatan dan Pemerintah Daerah; dan
(10) pemantapan regionalisasi penanganan krisis kesehatan dan masalah kesehatan
lain untuk mempercepat respons.
Strategi organisasi PPK Kesehatan, meliputi (1) meningkatkan upaya
pencegahan, mitigasi dan kesiapsiagaan penanganan krisis dan masalah kesehatan
lain; (2) mendorong terbentuknya unit kerja untuk penanganan masalah krisis dan
kesehatan lain di daerah; (3) mengembangkan sistem manajemen penanganan
masalah krisis dan masalah kesehatan lain di daerah; (4) setiap Provinsi dan
Kabupaten/Kota berkewajiban membentuk satuan tugas kesehatan yang memiliki
kemampuan dalam penanganan krisis dan masalah kesehatan di wilayahnya secara
terpadu, berkoordinasi dengan Satkorlak PB dan Satlak PB; (5) mengembangkan
sistem informasi dan komunikasi penanganan masalah krisis dan kesehatan lain;
(6) memperkuat jejaring informasi dan komunikasi melalui peningkatan intensitas
pertemuan koordinasi dan kemitraan lintas program/lintas sektor, organisasi non
pemerintah, masyarakat dan mitra kerja internasional secara berkala; (7) menyiapkan
sarana dan prasarana yang memadai untuk mendukung pelayanan kesehatan bagi
korban akibat krisis dan masalah kesehatan lain dengan memobilisasi semua potensi;
(8) meningkatkan kualitas dan kuantitas petugas melalui pendidikan dan pelatihan;
(9) meningkatkan pemberdayaan dan kemandirian masyarakat dalam mengenal,
mencegah dan mengatasi krisis dan masalah kesehatan lain di wilayahnya;
(10) mengembangkan sistem regionalisasi penanganan krisis dan masalah kesehatan
lain, melalui pembentukan pusat-pusat penanganan regional.
Kinerja organisasi PPK Kesehatan Regional Sumut antara lain dipengaruhi
oleh; (1) faktor kebijakan pemerintah dalam penanggulangan bencana dan otonomi
kapasitas kelembagaan pemerintah dan masyarakat, (3) kesiapan unsur-unsur siaga
bencana pada institusi/lembaga kesehatan sektoral dan (4) faktor koordinasi dalam
penyusunan rencana aksi kesehatan dalam penanggulangan bencana (Menneg Ristek,
2007; PP No. 41/2007; UU No. 24/2007; dan PP No. 21/2008).
Pengerahan sumber daya kesehatan, diperlukan adanya standar manajemen
krisis kesehatan bencana, meliputi (1) kebijakan dalam penanganan krisis, bahwa
setiap korban perlu mendapatkan pelayanan kesehatan kedaruratan dan identifikasi
korban meninggal; (2) pengorganisasian dilaksanakan oleh PPK Kesehatan yang
terpadu dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah, (3) mekanisme pengelolaan
bantuan, terutama sumber daya manusia, obat dan perbekalan kesehatan; dan
(4) pengelolaan data dan informasi penanganan krisis kesehatan (Depkes RI, 2007).
Pelayanan kesehatan menurut Proyek Sphere (PS) dalam Piagam
Kemanusiaan dan Standar Minimum dalam Respons Bencana, merupakan satu unsur
penentu yang kritis mempertahankan hidup pada tahap awal bencana. Sistem
pelayanan secara lengkap kemudian meliputi usaha pencegahan, pengobatan dan
rehabilitasi dari akibat trauma fisik, psikologis maupun akibat penyakit menular atau
tidak menular yang berpotensi terjadi pada suatu daerah bencana (Pujiono, 2006).
Sistem/infrastruktur kesehatan menurut Proyek Sphere berturut-turut memuat
(1) dukungan terhadap pelayanan kesehatan; (2) dukungan terhadap sistem kesehatan
nasional atau tempatan (lokal); (3) memiliki kejelasan koordinasi; (4) standar
pelayanan kesehatan dasar; (5) pelayanan klinis terhadap kasus; (6) sistem informasi
Penentuan prioritas pelayanan kesehatan mensyaratkan pemahaman tentang
(1) status kesehatan, (2) kebutuhan dan risiko kesehatan, (3) sumber daya dan
kemampuan masyarakat yang terkena dampak sebelum bencana terjadi. Kebutuhan
informasi tentang persyaratan diatas, akan dapat menyulitkan koordinasi jika terjadi
bencana di daerah yang menjadi areal service dan tanggung jawab Dinas kesehatan.
Oleh karena itu diperlukan suatu pengkajian yang melibatkan semua stake holder
pada tahap pra bencana. Informasi ini penting untuk menyusun rencana contingency
yang segera dapat direvisi dan ditindaklanjuti dengan aksi penangggulangan yang
harmonis (Pujiono, 2006).
Secara umum menurut Proyek Sphere bahwa intervensi kesehatan masyarakat
dirancang untuk menjamin terciptanya manfaat kesehatan dalam hal pertolongan
darurat dan pertolongan klinis pada orang cedera atau sakit. Upaya pencegahan pada
saat bencana yang dapat dilakukan bekerja sama dengan sektor terkait lainnya adalah
masalah ketersediaan air bersih, gizi (pangan), sarana penampungan dan pelayanan
klinis mencegah penyebaran wabah penyakit akibat bencana (Pujiono, 2006).
Koordinasi lintas sektor berarti bahwa satgas kesehatan tidak pernah dapat
berdiri sendiri untuk menangani segala masalah kesehatan akibat dari bencana.
Organisasi PPK di dalam berkoordinasi tidak hanya kepada sumber daya yang berada
dibawah pengawasannya tetapi juga terhadap sumber daya sektor-sektor lain di
bawah koordinasi BPBD (BNPB, 2007).
Menurut UU No. 24 tahun 2007 tentang bencana bahwa kegiatan koordinasi
merupakan salah satu fungsi Unsur Pelaksana Penanggulangan Bencana. Di samping
itu unsur pelaksana juga melaksanakan fungsi komando dan sebagai pelaksana dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana. Fungsi komando diperlukan dalam saat
tahap tanggap darurat, dimana tidak ada lagi kesempatan untuk melakukan
perdebatan atau argumentasi yang berlarut-larut selain hanya melaksanakan tugas
yang diperintahkan oleh komando atasan.
Menurut Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2008 bahwa
penyelenggaraan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin
terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,
terkoordinasi dan menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada
masyarakat dari ancaman, risiko dan dampak bencana. Kata terpadu dalam
penanggulangan bencana penting karena masalah yang ditimbulkan terkait dengan
berbagai sektor yang multi kompleks.
Koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron dan teratur untuk menyediakan
jumlah dan waktu yang tepat, dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan
suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan.
Pengertian lain tentang koordinasi adalah mengimbangi dan menggerakkan tim
dengan memberikan lokasi kegiatan pekerjaan yang cocok dengan masing-masing
dan menjaga agar kegiatan itu dilaksanakan dengan keselarasan yang semestinya di
Tunggal (2002), mendefinisikan koordinasi (coordination) sebagai proses
pengintegrasian sasaran-sasaran dan aktivitas dari unit kerja yang terpisah
(departemen atau area fungsional) agar dapat merealisasikan sasaran organisasi secara
effektif. Kebutuhan akan koordinasi tergantung pada sifat dan kebutuhan komunikasi
dalam pelaksanaan tugas dan derajat saling ketergantungan bermacam-macam satuan
pelaksananya.
Griffin (1998), memberikan suatu definisi yang lebih singkat tentang
koodinasi yaitu suatu proses menghubungkan (linking) semua kegiatan dari
berbagai-bagai bagian kerja (departement) pada lingkup organisasi. Linking diperlukan karena
bermakna mengaitkan semua departemen untuk selalu saling membantu dalam
koordinasi yang efektif.
Terdapat 3 (tiga) macam saling ketergantungan di antara satuan-satuan
organisasi seperti diungkapkan oleh Thompson (Handoko, 2003), yaitu:
a. Saling ketergantungan yang menyatu (pooled interdependence), bila
satuan-satuan organisasi tidak saling tergantung satu dengan yang lain dalam
melaksanakan kegiatan harian tetapi tergantung pada pelaksanaan kerja setiap
satuan yang memuaskan untuk suatu hasil akhir.
b. Saling ketergantungan yang berurutan (sequential interdependence), di mana
suatu satuan organisasi harus melakukan pekerjaannya terlebih dulu sebelum
satuan yang lain dapat bekerja.
c. Saling ketergantungan timbal balik (reciprocal interdependence), merupakan
Lebih lanjut Handoko (2003), menyebutkan bahwa derajat koordinasi yang
tinggi sangat bermanfaat untuk pekerjaan yang tidak rutin dan tidak dapat
diperkirakan, faktor-faktor lingkungan selalu berubah-ubah serta saling
ketergantungan adalah tinggi. Koordinasi juga sangat dibutuhkan bagi
organisasi-organisasi yang menetapkan tujuan yang tinggi.
2.2.1 Masalah-Masalah dalam Koordinasi
Peningkatan spesialisasi akan menaikkan kebutuhan akan koordinasi. Tetapi
semakin besar derajat spesialisasi, semakin sulit bagi manajer untuk
mengkoordinasikan kegiatan-kegiatan khusus dari satuan-satuan yang berbeda.
Lawrence dan Lorch (Handoko, 2003) mengungkapkan 4 (empat) tipe perbedaan
dalam sikap dan cara kerja yang mempersulit tugas pengkoordinasian, yaitu:
a. Perbedaan dalam orientasi terhadap tujuan tertentu. Para anggota dari
departemen yang berbeda mengembangkan pandangan mereka sendiri tentang
bagaimana cara mencapai kepentingan organisasi yang baik. Bagian penjualan
misalnya menganggap bahwa diversifikasi produk harus lebih diutamakan
daripada kualitas produk. Bagian akuntansi melihat pengendalian biaya
sebagai faktor paling penting sukses organisasi.
b. Perbedaan dalam orientasi waktu. Manajer produksi akan lebih
memperhatikan masalah-masalah yang harus dipecahkan segera atau dalam
periode waktu pendek. Biasanya bagian penelitian dan pengembangan lebih
c. Perbedaan dalam orientasi antar-pribadi. Kegiatan produksi memerlukan
komunikasi dan pembuatan keputusan yang cepat agar prosesnya lancar,
sedang bagian penelitian dan pengembangan mungkin dapat lebih santai dan
setiap orang dapat mengemukakan pendapat serta berdiskusi satu dengan yang
lain.
d. Perbedaan dalam formalitas struktur. Setiap tipe satuan dalam organisasi
mungkin mempunyai metode-metode dan standar yang berbeda untuk
mengevaluasi program terhadap tujuan dan untuk balas jasa bagi karyawan.
2.2.2 Tipe-Tipe Koordinasi
Menurut Hasibuan (2007), terdapat 2 (dua) tipe koordinasi, yaitu:
a. Koordinasi vertikal adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang
dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan-kesatuan kerja
yang ada di bawah wewenang dan tanggungjawabnya.
b. Koordinasi horizontal adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau
kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap
kegiatan-kegiatan dalam tingkat organisasi (aparat) yang setingkat.
2.2.3 Sifat-Sifat Koordinasi
Menurut Hasibuan (2007), terdapat 3 (tiga) sifat koordinasi, yaitu:
a. Koordinasi adalah dinamis bukan statis.
b. Koordinasi menekankan pandangan menyeluruh oleh seorang koordinator
c. Koordinasi hanya meninjau suatu pekerjaan secara keseluruhan.
Asas koordinasi adalah asas skala (hierarki) artinya koordinasi itu
dilakukan menurut jenjang-jenjang kekuasaan dan tanggungjawab yang
disesuaikan dengan jenjang-jenjang yang berbeda-beda satu sama lain.
Tegasnya, asas hirarki ini bahwa setiap atasan (koordinator) harus
mengkoordinasikan bawahan langsungnya.
2.2.4 Syarat-Syarat Koordinasi
Menurut Hasibuan (2007), terdapat 4 (empat) syarat koordinasi, yaitu:
a. Sense of cooperation (perasaan untuk bekerjasama), ini harus dilihat dari
sudut bagian per bagian bidang pekerjaan, bukan orang per orang.
b. Rivalry, dalam perusahaan-perusahaan besar sering diadakan persaingan
antara bagian-bagian, agar bagian-bagian ini berlomba-lomba untuk
mencapai kemajuan.
c. Team spirit, artinya satu sama lain pada setiap bagian harus saling
menghargai.
d. Esprit de corps, artinya bagian-bagian yang diikutsertakan atau dihargai,
umumnya akan menambah kegiatan yang bersemangat.
2.2.5 Ciri-Ciri Koordinasi
Menurut Handayaningrat (1985), koordinasi mempunyai ciri-ciri sebagai
a. Bahwa tanggungjawab koordinasi adalah terletak pada pimpinan. Oleh
karena itu, koordinasi adalah merupakan tugas pimpinan. Koordinasi
sering dicampur-adukkan dengan kata koperasi yang sebenarnya
mempunyai arti yang berbeda. Sekalipun demikian pimpinan tidak
mungkin mengadakan koordinasi apabila mereka tidak melakukan
kerjasama. Oleh kaerna itu, maka kerjasama merupakan suatu syarat yang
sangat penting dalam membantu pelaksanaan koordinasi.
b. Adanya proses (continues process). Karena koordinasi adalah pekerjaan
pimpinan yang bersifat berkesinambungan dan harus dikembangkan
sehingga tujuan dapat tercapai dengan baik.
c. Pengaturan secara teratur usaha kelompok. Oleh karena koordinasi adalah
konsep yang ditetapkan di dalam kelompok, bukan terhadap usaha
individu, maka sejumlah individu yang bekerjasama, di mana dengan
koordinasi menghasilkan suatu usaha kelompok yang sangat penting untuk
mencapai efisiensi dalam melaksanakan kegiatan organisasi. Adanya
tumpang tindih, kekaburan dalam tugas-tugas pekerjaan merupakan
pertanda kurang sempurnanya koordinasi.
d. Konsep kesatuan tindakan. Hal ini adalah merupakan inti dari koordinasi.
Kesatuan usaha, berarti bahwa harus mengatur sedemikian rupa
usaha-usaha tiap kegiatan individu sehingga terdapat adanya keserasian di dalam