Lilis Sri Mulyawati
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul:
PROSPEK PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA DI KORIDOR CILEGON-PANDEGLANG PROVINSI BANTEN
adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2008
wilayah menjadi suatu tuntutan dalam pengembangan wilayah. Keunggulan daya saing dapat digali dari potensi sumberdaya yang dimiliki suatu wilayah baik sumberdaya alam maupun sumberdaya manusia. Kegiatan pariwisata merupakan salah satu sektor yang dapat dijadikan daya saing wilayah karena sarat dengan muatan lokal dan dapat berkompetisi di era globalisasi. Pengembangan pariwisata di suatu daerah juga dapat memberikan dampak positif bagi pengembangan wilayah seperti peningkatan perekonomian wilayah. Dampak positif dari pariwisata akan memperkuat perekonomian wilayah melalui peningkatan pendapatan orang-orang yang berada di sekitar daerah pariwisata karena adanya aktivitas wisata. Adanya peningkatan pendapatan penduduk di suatu wilayah dapat memberikan indikasi yang baik bagi pengembangan wilayah secara keseluruhan.
wisatawan harus terus membenahi kawasannya agar faktor distinctive competence yang dimilikinya tetap memiliki nilai jual sebagai ODTW yang spesifik seperti memperkenalkan suatu model city tour atau wisata ilmu pengetahuan di kawasan industri Cilegon. Prospek pengembangan wisata di Pantai Barat Cilegon-Serang harus memanfaatkan faktor eksternalnya karena jika dibandingkan dengan dua kawasan lainnya memiliki total nilai EFAS paling tinggi (3,199). Dalam matrik EFAS Pantai Barat Cilegon-Serang, pengembangan kawasan industri menjadi ancaman, akan tetapi peluang sebagai kawasan pengembangan utama wisata Banten serta kelengkapan sarana dan prasarana wisata yang dimilikinya harus menjadikan kawasan ini sebagai kawasan wisata pantai dengan brand image yang sudah banyak dikenal yaitu kawasan industri Cilegon dan Anyer.
Kawasan Pantai Barat Pandeglang memiliki keunggulan kompetitif dibandingkan dengan dua kawasan lainnya dengan nilai profil kompetitif yang paling tinggi (3,733). Dengan memanfaatkan keunggulan kompetitif yaitu faktor promosi dan kelengkapan sarana dan prasarana, kawasan ini memiliki prospek dan nilai jual yang tinggi jika dibandingkan dua kawasan lainnya, didukung aksesibilitas yang baik, ODTW yang khas seperti taman laut dan wisata ziarah (wisata pilgrim), lokasi-lokasi wisata yang sudah banyak dikenal seperti Carita dan Tanjung Lesung memberikan dampak yang positif bagi pengembangan kegiatan wisata. Prospek pengembangan Kawasan Pantai Barat Pandeglang semakin tinggi dengan dukungan kebijakan dalam RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) Provinsi Banten yang menetapkannya sebagai salah satu kawasan pengembangan pariwisata dengan pusat pengembangan Tanjung Lesung.
GANDASASMITA and ISKANDAR.
In Autonomy era, regional competitive advantage is necessity in regional development, by managing natural and human resources. Tourism activity is one of the sectors of regional competitiveness due to the competition of local contain and ability in globalization era.
According to UU 23/2000, Banten Province is one of new region, has various tourism potency either natural or cultural. One of region that has excellent tourism location is the beach on Cilegon-Pandeglang Corridor. Based on The Master Plan of Banten Province Tourism Development, Cilegon-Pandeglang Corridor divided into three region there are Pantai Barat Cilegon-Serang Region, Pantai Barat Pandeglang Region and Pantai Sumur Region. This research make the effort to investigate the tourism potency by mapping of tourism location and accessibility condition, tourism advantage, and facilities delivery in each region. Based on field survey, questioner distribution and interview identified strengths, weaknesses, opportunities, and threats factors are conducted. Those factors are analyzed in Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS), External Strategic Factor Analysis Summary (EFAS), and Competitive Profile Matrix. Mechanism of rating is determined by discussing to Local Government side and Tourism Standard from Forestry Department, whereas weight resulted by expert view by using Criterium Decision Plus (CDP) program.
Based on IFAS, EFAS, Competitive Profile Matrix, availability of land and spatial planning policy the prospect of each region development analyzed by descriptive method. Analysis result showed that Pantai Barat Cilegon Serang Region has good prospect of development by using External Factor (3,199), such as the growth of people in Jabodetabek and the development of Cilegon industry zone. Pantai Barat Pandeglang by using Competitive Profile (3,733) such as tourism promotion and good accessibility to the region. Pantai Sumur Region by using Internal Factor (3.702) such as indigenous natural potency and the development of Umang island.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Lilis Sri Mulyawati
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
NRP : A.253050211
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc. Ketua
Dr. Ir. Iskandar Anggota
Diketahui
Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah
Ketua,
Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr.
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.
mengambil pelajaran ini. (Q.S. Al Baqarah: 269)
Tulisan sederhana ini kupersembahkan untuk orang-orang tercinta:
Suamiku, Ir. Edy Mulyadi, MT.
Putriku Dhea Rifa Rahmah Edyawati.
“
Provinsi Banten” dapat penulis selesaikan dengan lancar dan baik. Tesis ini dibuat berdasarkan hasil penelitian penulis sebagai bagian terakhir dalam rangkaian menyelesaikan studi S2 di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Dalam menyelesaikan tesis, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini sudah selayaknya disampaikan ucapan terima kasih yang dalam kepada:
1. Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, M.Sc. dan Dr. Ir. Iskandar sebagai Komisi Pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan yang sangat berarti bagi tesis ini, serta selalu meluangkan waktu untuk berdiskusi di sela-sela kesibukannya.
2. Dr. Ir. Setia Hadi, M.S, sebagai penguji luar komisi, yang telah memberikan koreksi dan masukan bagi penyempurnaan tesis ini.
3. Dr. Ir. Ernan Rustiadi, M.Agr. dan Dr. Ir. Baba Barus M.Sc. selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas bantuan dan kerjasamanya.
4. Rektor Universitas Pakuan beserta jajarannya yang telah memberikan izin belajar dan biaya pendidikan kepada penulis.
5. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberikan beasiswa BPPS on going selama dua semester.
6. Dinas Pendidikan Provinsi Banten yang telah memberikan beasiswa dana penelitian yang sangat membantu dalam penyelesaian tesis ini.
7. Seluruh pimpinan Fakultas Teknik Universitas Pakuan terutama teman-teman sekaligus guru penulis di Program Studi Teknik Planologi, Ibu Ir. Indarti Komala Dewi, M.Si, Ibu Ir. Janthy T. Hidayat, M.Si, Bapak Ir. Noordin Fadholie, M.Si., Bapak Ir. Gde Ngurah Purnamajaya, MT. dan Bapak Dr. Ir. Soekmana Soma, MSP., M.Eng., yang selalu memberikan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan studi.
8. Segenap dosen pengajar, asisten dan tenaga administrasi pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor yang telah membantu kelancaran dalam menyelesaikan studi.
9. Dinas Pariwisata dan BAPEDA Provinsi Banten yang telah memberikan kemudahan dalam pengumpulan data dan informasi yang dibutuhkan bagi penelitian.
10.Suami tercinta Ir. Edy Mulyadi MT., yang selalu memberikan doa, semangat, pengertian dan perhatian yang luar biasa pada penulis. Putriku tersayang Dhea Rifa Rahmah Edyawati yang selalu menjadi inspirasi dan penyemangat di hari-hari berat menyelesaikan studi.
14.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas bantuan dan dukungannya.
Kesempurnaan hanya milik Allah SWT., semoga semua kekurangan dan kesalahan dalam tesis ini dapat memberikan inspirasi dan ide bagi para pemerhati dan peneliti ilmu perencanaan wilayah untuk melakukan penelitian yang lebih baik. Terakhir, semoga tulisan sederhana ini dapat bermanfaat dan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan terutama ilmu perencanaan dan pengembangan wilayah.
Bogor, Januari 2008
Hj. Ayunah. Pendidikan dasar sampai menengah atas diselesaikan penulis di Kota kecil Balaraja Kabupaten Tangerang Provinsi Banten. Tahun 1988, penulis mulai menempuh pendidikan tinggi di Bogor pada Jurusan Teknik Planologi Fakultas Teknik Universitas Pakuan dan lulus tahun 1994. Tahun 2003 penulis mengikuti kursus Training for Trainer di Geographic Information System Center University Of San Carlos, Cebu Philippines dengan bantuan biaya dari Pemerintah Belanda. Pendidikan S2 penulis, dimulai pada tahun 2005 pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dengan bantuan beasiswa dari Universitas Pakuan dan BPPS.
Semenjak lulus sarjana S1 tahun 1994, selain bekerja sebagai asisten dosen di Jurusan Teknik Planologi Fakultas Teknik Universitas Pakuan, penulis juga menjadi tenaga perencana di sebuah Konsultan Perencanaan. Akhirnya tahun 1997, penulis memutuskan untuk menjadi tenaga dosen tetap di Fakultas Teknik Universitas Pakuan dan mengabdi di Program Studi Teknik Planologi sampai sekarang.
DAFTAR TABEL ………... DAFTAR GAMBAR ……….. DAFTAR LAMPIRAN ………... PENDAHULUAN ...………... Latar Belakang ... Perumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... TINJAUAN PUSTAKA ... Pengertian Pariwisata, Wisatawan, Obyek dan Daya Tarik Wisata ... Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pariwisata ... Sumberdaya Fisik dalam Perencanaan Pariwisata ... Pariwisata dalam Perspektif Penataan Ruang dan Pengembangan Wilayah ... Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Perencanaan Pariwisata ... Pemetaan Lokasi Wisata ... Penilaian Prospek Pengembangan Pariwisata ... Analisis Cluster ... BAHAN DAN METODE ………...
Kerangka Pemikiran ………... Bahan dan Alat ……… Lokasi dan Waktu Penelitian ……….. Pengolahan Data dan Analisis ... Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data ... Penyusunan Basis Data Digital ... Analisis Prospek Kawasan Wisata dengan Menggunakan Faktor-faktor SWOT ... Kerangka Analisis ... GAMBARAN UMUM ... Kebijakan Pengembangan Wilayah... Karakteristik Wilayah Koridor Cilegon-Pandeglang ... Kondisi Fisik ...
Letak dan Posisi Geografis Koridor Cilegon-Pandeglang ... Kelerengan Wilayah Koridor Cilegon-Pandeglang ... Sebaran Jenis Tanah Wilayah Koridor Cilegon-Pandeglang ... Penggunaan Lahan Wilayah Koridor Cilegon-Pandeglang ... Kondisi Perekonomian ...
Sistem Transportasi dan Aksesibilitas ... Sistem Transportasi Darat ... Sistem Transportasi Laut ... Sistem Transportasi Udara ... Kondisi Kegiatan Pariwisata di Masing-masing Kawasan ... Kawasan Pantai Barat Cilegon-Serang... Kawasan Pantai Barat Pandeglang ... Kawasan Pantai Sumur ... HASIL DAN PEMBAHASAN ... Pemetaan Kawasan Wisata di Koridor Cilegon-Pandeglang... Rating dan Bobot Penilaian Faktor-faktor SWOT untuk Setiap Kawasan ... Analisis Prospek Pengembangan Pariwisata Setiap Kawasan Prospek Kawasan Wisata Pantai Barat Cilegon-Serang Prospek Kawasan Wisata Pantai Barat Pandeglang .... Prospek Kawasan Wisata Pantai Sumur ... KESIMPULAN DAN SARAN... Kesimpulan ... Saran ... DAFTAR PUSTAKA ... LAMPIRAN ...
63 63 67 68 70 70 74 79 82 82
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27.
Kemampuan SIG ... Masalah Pariwisata dan Potensi SIG ... Jenis ODTW di Koridor Cilegon-Pandeglang (angka menunjukkan jumlah jenis) ... Jenis dan Kelengkapan data untuk keperluan penelitian ... Jenis Peta yang Dibutuhkan untuk Keperluan Penelitian ... IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary ... EFAS (ExternalStrategic Factors Analysis Summary ……….. Matrik Profil Kompetitif Kawasan Wisata di Koridor Cilegon-Pandeglang ………... Lingkup Wilayah dan Luas di Koridor Cilegon-Pandeglang . Kelerengan Wilayah Koridor Cilegon-Pandeglang ……... Sebaran Jenis Tanah Koridor Cilegon-Pandeglang ………… Penggunaan Lahan Koridor Cilegon-Pandeglang ………….. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan 2000 di Kabupaten/Kota Provinsi Banten Tahun 2005 (dalam jutaan dan persentase) ... Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Banten Tahun 2005 Atas Dasar Harga Konstan 2000 dirinci menurut Sektor/Lapangan Usaha (dalam jutaan dan persentase) ... Laju Pertambahan Penduduk Provinsi Banten Tahun 1961-2005 ... Jumlah Penduduk di Koridor Cilegon-Pandeglang Tahun 2000, 2003 dan 2006 ... Jumlah Penduduk yang Bekerja pada Lapangan Pekerjaan Utama di Wilayah Cilegon, Serang dan Pandeglang Provinsi Banten Tahun 2005 ... Jumlah dan Persentase Jumlah Penduduk Yang Bekerja di Lapangan Pekerjaan Utama di Wilayah di Wilayah Cilegon, Serang dan Pandeglang Provinsi Banten Tahun 2005 ... Jumlah Wisatawan Provinsi Banten Tahun 2001-2005... Jumlah Wisatawan ke Wilayah Cilegon, Serang dan Pandeglang Tahun 2001, 2003 dan 2005 ... Jenis Atraksi Kesenian dan Budaya di Provinsi Banten ... Jenis ODTW di Kawasan Pantai Barat Serang-Cilegon ... Jumlah Fasilitas Pendukung Kegiatan Pariwisata di Kawasan Pantai Barat Serang-Cilegon (angka menunjukkan jumlah unit) ... Jenis ODTW di Kawasan Pantai Barat Pandeglang ... Jumlah Fasilitas Pendukung Kegiatan Pariwisata di Kawasan Pantai Barat Pandeglang ... Jenis ODTW di Kawasan Pantai Sumur ...
31.
32.
33.
34. 35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
Koridor Cilegon-Pandeglang Provinsi Banten ... Matrik Penilaian Faktor-faktor SWOT (Kawasan Pantai Barat Cilegon-Serang)... Matrik Penilaian Faktor-faktor SWOT (Kawasan Pantai Barat Pandeglang ) ... Matrik Penilaian Faktor-faktor SWOT (Kawasan Pantai Sumur) ... Matrik Penentuan Nilai Rating Faktor Profil Kompetitif ... IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) Kawasan Cilegon-Serang) ... EFAS (External Strategic Factors Analysis Summary) Pantai Barat Cilegon-Serang) …... IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) Kawasan Wisata Pantai Barat Pandeglang ……... EFAS (External Strategic Factors Analysis Summary) Pantai Barat Pandeglang ……… IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) Kawasan Wisata Pantai Sumur ……… EFAS (External Strategic Factors Analysis Summary) Kawasan Wisata Pantai Sumur………...…... Matrik Profil Kompetitif KAwasan Wisata di Koridor Cilegon-Pandeglang ………... Rangkuman Nilai Marik IFAS, EFAS dan Profil Kompetitif di Kawasan Wisata Cilegon-Pandeglang………..
87
92
96
99 101
108
109
110
111
112
113
114
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25 26
Kerangka Berfikir ... Lokasi Penelitian di Koridor Cilegon-Pandeglang Provinsi Banten... Diagram Alir Analisis Prospek Pengembangan Kawasan Wisata... ... Pembagian Kawasan Wisata di Provinsi Banten ... Peta Administrasi dan Letak Geografis... ... Peta Kelerengan...……….. Persentase Penggunaan Lahan di Koridor Cilegon-Pandeglang... Peta Penggunaan Lahan... Komposisi Jumlah Penduduk yang Bekerja di Lapangan Pekerjaan Utama... ……... Aktivitas Wisatawan di Lokasi Obyek Wisata di Koridor Cilegon-Pandeglang... Laju Perkembangan Jumlah Wisatawan di Provinsi Banten Tahun 2001-2005...………… Jumlah Wisatawan di Wilayah Pandeglang, Serang dan Cilegon Tahun 2001,2003 dan 2005... Pintu Keluar Tol Cilegon Barat sebagai Jalur Masuk ke Kawasan Wisata Cilegon-Serang ... Jaringan Jalan yang Menjadi Salah Satu Akses ke Kawasan Wisata Serang-Cilegon... Kondisi Jalan yang Buruk di Kawasan Pantai Sumur ... Angkutan Umum yang Melayani Penumpang Menuju Koridor Cilegon-Pandeglang... Kendaraan yang Digunakan Para Wisatawan Menuju Kawasan Wisata di Koridor Cilegon-Pandeglang... Prasarana Transportasi Kereta Api Lintas Cilegon-Anyer Kidul yang Digunakan Sebagai Alat Angkut Hasil Industri... Transportasi Laut yang Menjadi Bagian dari Aksesibilitas Koridor Cilegon-Pandeglang... Prasarana Pelabuhan dan Terminal Terpadu Merak yang Mendukung Pergerakan dari dan ke Koridor Cilegon-Pandeglang... Keberadaan Bandara Soekarno-Hatta Menjadi Pintu Gerbang ke Kawasan Wisata Koridor Cilegon-Pandeglang... Kondisi ODTW di Pantai Anyer dan Pantai Cibeureum... Keunikan ODTW dengan Terumbu Karang di Pantai Karang Bolong... Kawasan Industri Cilegon Sebagai Salah Satu ODTW... ODTW Gunung Ciwandan dan Mercusuar...
32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
Atraksi Olahraga dan Lahan Pertanian yang Berpotensi Wisata Agro... Pemandangan Perahu Nelayan yang Banyak Terdapat di Kawasan Pantai Barat Pandeglang... Fasilitas Pendukung Wisata Berupa Hotel yang Berada di Kawasan Pantai Barat Pandeglang... Kondisi Pantai di Kawasan Pantai Sumur yang Masih Asli... Gambaran Lain Keaslian ODTW di Kawasan Pantai Sumur.... Jalan yang Rusak dan Petunjuk Arah Lokasi ODTW yang Tidak Memadai... Kondisi Dermaga yang Sangat Buruk Menuju Pulau Umang... Proses Analisis Spasial Penentuan Batas Koridor Cilegon-Pandeglang... Peta Kawasan Wisata Koridor Cilegon-Pandeglang Provinsi Banten... Peta Sebaran Lokasi Wisata di Kawasan Pantai Barat Cilegon-Serang... Peta Sebaran Lokasi Wisata di Kawasan Pantai Barat Pandeglang... Peta Sebaran Lokasi Wisata di Kawasan Pantai Sumur ... Bobot Internal Kawasan Wisata Pantai Barat Cilegon-Serang Bobot Ekternal Kawasan Wisata Pantai Barat Cilegon-Serang Bobot Internal Kawasan Pantai Barat Pandeglang... Bobot Eksternal Kawasan Pantai Barat Pandeglang... Bobot Internal Kawasan Pantai Sumur... Bobot Eksternal Kawasan Pantai Sumur... Bobot Faktor Profil Kompetitif...
2.
3.
4. 5.
Masyarakat, Pengusaha, Pemerintah) ... A. Kuesioner Untuk Responden Wisatawan ... B. Kuesioner Untuk Responden Masyarakat ...
C. Panduan Wawancara dengan Responden
Pengelola/Pengusaha ... D. Panduan Wawancara dengan Responden Pemerintah... Rekapitulasi Jawaban Kuesioner ...
A. Rekapitulasi Jawaban Kuesioner Wisatawan... A.1 Kawasan Pantai Barat Cilegon-Serang ... A.2 Kawasan Pantai Barat Pandeglang ... A.3 Kawasan Pantai Sumur ...
B. Rekapitulasi Jawaban Kuesioner Masyarakat... B.1 Kawasan Pantai Barat Cilegon-Serang ... B.2 Kawasan Pantai Barat Pandeglang ... B.3 Kawasan Pantai Sumur ...
Hasil Analisis Cluster ... A. Hasil Analisis Cluster dengan Variabel Jarak dan
Kepadatan Penduduk ... B. Hasil Analisis Cluster dengan Variabel Utilitas ... Perhitungan Cluster Analisis ... Hasil Pemberian Bobot oleh Ahli/Pakar dengan Program Criterium Decision Plus (CDP) ...
A. Ahli Planologi ... B. Ahli Arsitektur Landskap ... C. Ahli Pengembangan Wilayah ...
126 126 130
132 133 134 134 134 138 142 146 146 148 150 152
152 155 158
Perubahan paradigma pengembangan wilayah dari era comparative advantage ke competitive advantage, menjadi suatu fenomena baru dalam perencanaan wilayah saat ini. Di era kompetitif, pembangunan ekonomi wilayah yang hanya mengejar pertumbuhan tinggi dengan mengandalkan keunggulan wilayah berupa kekayaan alam berlimpah, upah buruh murah dan posisi strategis, sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Michael E. Porter dalam bukunya The Competitive Advantage Nation (1990) menggambarkan bahwa faktor keunggulan komparatif telah dikalahkan oleh kemajuan teknologi (Alkadri et al., 2001). Lahirnya undang-undang otonomi daerah saat ini menjadikan persaingan antar wilayah semakin meningkat. Daerah-daerah yang miskin dengan sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan teknologi (tiga pilar pengembangan wilayah) berusaha keras melaksanakan berbagai strategi untuk meningkatkan daya saingnya (Alkadri et al., 2001).
Ida dalam Saragih (2003) mengatakan bahwa sedikitnya ada tiga esensi dari otonomi daerah. Pertama, pengelolaan kekuasaan berpusat pada tingkat lokal yang berbasis pada rakyat. Kedua, dimensi ekonomi artinya dengan otonomi daerah, maka daerah-daerah diharapkan mampu menggali dan mengembangkan sumber-sumber ekonomi yang ada di wilayahnya. Adanya kemampuan daerah untuk membiayai dirinya sendiri paling tidak memperkecil ketergantungan terhadap pemerintah pusat. Ketiga dimensi budaya, artinya dengan otonomi daerah masyarakat lokal harus diberikan kebebasan untuk berekspresi dalam mengembangkan kebudayaan lokal. Di sinilah pentingnya memikirkan kembali strategi pembangunan secara mendasar, yakni pada upaya membangun ekonomi berbasis komunitas lokal.
Pada era otonomi saat ini sektor pariwisata juga memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian lokal maupun regional. Potensi wisata yang cukup besar pada suatu daerah otonom masih memungkinkan bagi peningkatan pendapatan/penerimaan daerah dari sektor pariwisata. Meskipun demikian, sektor pariwisata sangat rentan terhadap faktor-faktor lingkungan alam, keamanan dan aspek aspek global lainnya. Permasalahan yang juga merupakan subyek utama dalam pembangunan kepariwisataan adalah mengenai pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya pariwisata. Sumberdaya pariwisata ini selain dalam bentuk masalah kelangkaan, juga dalam konteks pemanfaatan yang sesuai dengan peruntukan dan kepemilikan.
Pembangunan pariwisata yang harus tetap memperhatikan faktor lingkungan ini sejalan dengan pembangunan pariwisata yang berkelanjutan (sustainable tourism development). Dalam sustainable tourism development, pembangunan pariwisata diharapkan dapat mengurangi kerusakan lingkungan akibat kegiatan ekonomi lain seperti industrialisasi dan pertambangan (Holden, 2000). Oleh karena itu pengelolaan pembangunan pariwisata memiliki keterkaitan dengan sektor lain yang menyangkut banyak stakeholder seperti swasta, pemerintah dan masyarakat, baik sebagai wisatawan maupun penduduk asli.
Pengembangan pariwisata di suatu daerah juga dapat memberikan dampak positif bagi pengembangan wilayah seperti peningkatan perekonomian wilayah. Menurut Frechtling dalam Gunn (1988) dampak positif dari pariwisata akan memperkuat perekonomian wilayah melalui peningkatan pendapatan orang-orang yang berada di sekitar daerah pariwisata karena adanya aktifitas wisata. Adanya peningkatan pendapatan penduduk di suatu wilayah dapat memberikan indikasi yang baik bagi pengembangan wilayah secara keseluruhan.
1. Tenaga kerja yang terserap oleh investasi sektor pariwisata lebih rendah 23 % dari tenaga kerja yang terserap dalam investasi di sektor pertanian;
2. Walaupun rata-rata pendapatan keluarga meningkat tetapi sebenarnya pendapatan setiap tenaga kerja menurun.
3. Pariwisata memerlukan lebih banyak tenaga kerja per keluarga untuk menghasilkan pendapatan yang sama besarnya dengan pendapatan dari sektor pertanian.
4. Sektor pariwisata memerlukan lebih sedikit tenaga trampil dibandingkan sektor pertanian.
5. Walaupun memberikan peluang bagi tenaga kerja yang beralih dari pertanian ke pariwisata tetapi membutuhkan tambahan biaya untuk perumahan, transportasi dan rekreasi.
6. Pariwisata memerlukan investasi yang lebih besar untuk infrastruktur jika dibandingkan dengan industrialisasi pertanian.
7. Jika tenaga kerja non pertanian dan non pedesaan tertarik bekerja sebagai tenaga pariwisata di pedesaan tidak akan memberikan pendapatan yang terus-menerus bagi buruh migran tersebut.
Kegiatan pengembangan pariwisata juga akan berdampak negatif pada keadaan sosial masyarakat yang menimbulkan permasalahan sosial seperti obat-obatan terlarang, homoseksual, nudis, dan anak-anak muda yang meniru budaya “wisatawan asing” yang tidak sesuai dengan status sosial ekonomi mereka (Gunn, 1988). Oleh karena itu pengembangan kegiatan pariwisata harus benar-benar dilakukan sesuai dengan potensi yang ada di wilayah tersebut, baik dari segi fisik, maupun sosial ekonomi sehingga dapat memberikan kontribusi yang positif bagi pengembangan wilayah. Dalam era otonomi daerah saat ini, pengelolaan pariwisata yang tidak tepat akan menyebabkan konflik dan tumpang tindih kepentingan antar stakeholders.
memberikan keuntungan terhadap perkembangan perekonomian wilayah, sehingga peluang ini perlu dimanfaatkan dengan maksimal terutama melalui upaya peningkatan promosi dan aksesibilitas ke lokasi-lokasi wisata yang berada tidak jauh dari DKI Jakarta ini. Dari sisi lain keuntungan lokasi ini juga didukung dengan letaknya yang berada di ujung barat Pulau Jawa dan menjadi penghubung antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatera serta memiliki akses langsung ke Samudera Indonesia. Dengan lokasinya yang sangat strategis tersebut dan sebagai pintu gerbang pergerakan barang dan jasa antar pulau yang sangat potensial, maka peluang ini perlu dimanfaatkan untuk mengembangkan sektor pariwisata di Provinsi Banten. Kondisi tersebut juga ditunjukkan dengan tingkat pertumbuhan kunjungan wisatawan sebesar 11 % tahun 2002 dan 13,23 % tahun 2003 untuk wisatawan nusantara. Sementara itu pada tahun yang sama, walaupun menunjukkan penurunan, jumlah wisatawan mancanegara memiliki prosentase yang lebih tinggi dibanding dengan wisatawan nusantara yaitu sebesar 26, 83 % pada tahun 2002 dan 24,04 % pada tahun 2003 (RIPP Provinsi Banten, 2004).
Dalam upaya mengembangkan sektor pariwisatanya secara maksimal, Provinsi Banten menerbitkan Perda No. 9 Tahun 2005 tentang Rencana Induk Pengembangan Pariwisata (RIPP) yang mengelompokkan daerah wisatanya menjadi beberapa kawasan wisata. Di Provinsi Banten, kawasan wisata yang menjadi primadona adalah kawasan wisata pantai, yang salah satunya berada di sepanjang koridor Cilegon-Pandeglang. Pengembangan pariwisata di sepanjang koridor Cilegon-Pandeglang sebenarnya telah dilakukan ketika Banten masih merupakan bagian dari Provinsi Jawa Barat. Meskipun demikian pada kenyataannya kegiatan pariwisata yang ada saat ini di wilayah tersebut masih belum memperlihatkan perkembangan yang signifikan pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat sejalan dengan pembentukan Banten sebagai provinsi baru.
pantai/laut dengan dukungan kesenian daerah seperti debus, gendreh, pencak silat, dan lain-lain yang berkembang karena adanya budaya keagamaan yaitu agama Islam.
Beraneka ragamnya kegiatan pariwisata di sepanjang koridor Cilegon-Pandeglang ini belum terpetakan dengan baik, sehingga dibutuhkan pengembangan dan perencanaan yang komprehensif agar dapat memberikan kontribusi dalam pembangunan wilayah Provinsi Banten. Pemetaaan potensi kawasan wisata yang baik dan informatif dapat memberikan masukan positif untuk mengetahui prospek pengembangan pariwisata di Provinsi Banten yang pada akhirnya akan memberikan manfaat bagi masyarakat Banten secara keseluruhan.
Perumusan Masalah
RIPP masih merupakan bentuk kebijakan yang secara nyata belum dapat dijalankan karena tidak adanya dukungan langsung baik dari pemerintah sendiri maupun dari masyarakat yang ada di sekitar kawasan wisata. Keterbatasan sumberdaya manusia yang ada saat ini menjadi salah satu kendala mengapa asset pariwisata Banten yang cukup banyak tidak termanfaatkan secara optimal.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas maka permasalahan yang timbul dalam pengembangan kawasan wisata yang ada di sepanjang koridor Cilegon-Pandeglang diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana memetakan setiap kawasan wisata dengan baik dan informatif sehingga memiliki keterkaitan dan orientasi antar satu dengan lainnya.
2. Bagaimana prospek pengembangan setiap kawasan wisata berdasarkan sumberdaya yang dimilikinya.
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan dalam prospek pengembangan kawasan wisata di sepanjang koridor Cilegon-Pandeglang, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Memetakan kawasan wisata dengan masing-masing keunggulannya sehingga memiliki orientasi dan keterkaitan satu dengan lainnya.
2. Mengetahui prospek pengembangan masing-masing kawasan wisata berdasarkan sumberdaya yang dimilikinya dilihat dari faktor internal, eksternal dan kompetitif kawasan.
Manfaat Penelitian
Sebagai sebuah tesis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
melakukan investasi di bidang pariwisata dalam rangka mendorong pembangunan wilayah Provinsi Banten serta menjadi salah satu pertimbangan bagi penggalian potensi wisata di masa datang.
Pengertian pariwisata dapat bermacam-macam tergantung dari sudut mana mengartikannya. Dalam Pendit (1999) terdapat beberapa definisi pariwisata seperti berikut :
•Menurut Tourism Society in Britain, pariwisata adalah kepergian orang-orang sementara dalam jangka waktu pendek ke tempat-tempat tujuan di luar tempat tinggal dan bekerja sehari-harinya serta kegiatan-kegiatan mereka selama di tempat tujuan-tujuan tersebut mencakup kepergian untuk berbagai maksud termasuk kunjungan seharian atau darmawisata.
•Menurut McIntosh dan Gupta, pariwisata adalah gabungan gejala dan hubungan yang timbul dari interaksi wisatawan, bisnis, pemerintah tuan rumah serta masyarakat tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan-wisatawan ini serta para pengunjung lainnya.
•Menurut Wahab, pariwisata adalah salah satu jenis industri yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta menstimulasi sektor-sektor produktivitas lainnya.
•Menurut E. Guyer-Freuler, pariwisata dalam arti modern adalah merupakan gejala jaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar dan menumbuh terhadap keindahan alam, kesenangan dan kenikmatan alam semesta, dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas dalam masyarakat manusia sebagai hasil perkembangan perniagaan, industri dan perdagangan serta penyempurnaan alat-alat perangkutan.
Soemarwoto (1997), berpendapat bahwa pariwisata adalah industri yang kelangsungan hidupnya sangat ditentukan oleh baik buruknya lingkungan. Kegiatan pariwisata ini sangat peka terhadap kerusakan lingkungan misalnya pencemaran oleh limbah domestik yang berbau dan nampak kotor, sampah yang bertumpuk dan sikap penduduk yang tidak ramah.
Adapun jenis-jenis pariwisata menurut Pendit (1999) terdiri dari :
1. Wisata Budaya: pariwisata yang dilakukan untuk mempelajari dan melihat keadaan rakyat, kebiasaan dan adat istiadat mereka;
2. Wisata Kesehatan: pariwisata yang dilakukan dengan maksud untuk upaya kesehatan seperti mata air yang mengandung mineral untuk kesehatan atau iklim udara yang menyehatkan;
3. Wisata olahraga: pariwisata yang dimaksudkan untuk tujuan berolahraga seperti berburu, memancing, berenang, dan berbagai cabang olahraga air atau di atas pegunungan;
4. Wisata Komersial: pariwisata untuk mengunjungi pameran-pameran atau pekan raya yang bersifat komersial seperti pameran industri, pameran dagang dan sebagainya.
5. Wisata Industri: pariwisata yang dilakukan ke daerah-daerah perindustrian atau pabrik-pabrik atau bengkel-bengkel besar untuk tujuan peninjauan ataupun penelitian;
6. Wisata Politik: pariwisata untuk mengunjungi atau mengambil dengan aktif dalam peristiwa kegiatan politik seperti konferensi, musyawarah, kongres atau konvensi politik;
7. Wisata Konvensi: jenis pariwisata yang sangat erat dengan wisata politik yaitu mengadakan konvensi di gedung-gedung konvensi yang megah serta menampilkan atraksi yang menggiurkan;
seperti laut, pantai dan teluk;
11.Wisata Cagar Alam: pariwisata yang dilakukan ke daerah cagar alam, taman lindung, hutan daerah pegunungan dan sebagainya;
12.Wisata Buru: pariwisata yang banyak dilakukan pada daerah atau hutan yang memiliki tempat berburu yang dijinkan oleh pemerintah, biasanya diatur dalam bentuk safari buru yang dilakukan atas ijin pemerintah;
13.Wisata Pilgrim: pariwisata yang dikaitkan dengan kegiatan keagamaan seperti kunjungan ke tempat-tempat yang dianggap suci atau keramat seperti pura, makam wali songo dan lain sebagainya;
14.Wisata Bulan Madu: kegiatan pariwisata yang dilakukan untuk pasangan-pasangan yang baru menikah yang sedang berbulan madu dengan dengan fasilitas-fasilitas khusus dan tersendiri.
Hal penting yang sangat berkaitan dengan pariwisata adalah wisatawan, yang dalam Undang-undang No.9 Tahun 1990 dinyatakan bahwa wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata. Sammeng (2000) menyebutkan wisatawan merupakan orang yang melakukan perjalanan/ kunjungan sementara secara sukarela ke suatu tempat di luar lingkungan tempat tinggalnya sehari-hari untuk suatu maksud tertentu dan tidak memperoleh penghasilan tetap ditempat yang dikunjungi. Sementara itu Norwal dalam Lia (2001) mendefinisikan wisatawan adalah seseorang yang memasuki wilayah negara asing dengan maksud tujuan apapun asalkan bukan untuk tinggal permanen atau untuk usaha-usaha yang teratur melintasi perbatasan dan yang mengeluarkan uangnya di negeri yang dikunjungi, uang yang dikeluarkannya bukan hasil dari negeri tersebut melainkan di negeri asalnya.
pertemuan, konferensi, musyawarah, atau di dalam hubungan sebagai utusan berbagai badan/organisasi (ilmu pengetahuan, administrasi, diplomatik, olahraga, keagamaan dan sebagainya)
3. orang-orang yang sedang mengadakan perjalanan dengan maksud bisnis, Wisatawan melakukan perjalanan wisata untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata (ODTW) yang ada di lokasi tujuan wisata. Marpaung dalam Rina (2006) mengatakan bahwa obyek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan atau aktifitas dan fasilitas yang berhubungan dan dapat menarik wisatawan untuk datang ke suatu daerah tertentu. Dalam Undang-undang No. 9 Tahun 1990 disebutkan bahwa Objek dan daya tarik wisata adalah segala sesuatu yang menjadi sasaran wisata, dan terdiri atas :
a. objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan alam, serta flora dan fauna;
b. objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan purbakala, peninggalan sejarah, seni budaya, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreaksi, dan tempat hiburan.
Dalam Undang-undang No. 9 Tahun 1990 tentang kepariwisataan terdapat pula istilah yang berkaitan dengan kegiatan pariwisata yaitu kawasan pariwisata yang diartikan sebagai kawasan dengan luas tertentu yang dibangun atau disediakan untuk memenuhi kebutuhan pariwisata.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pariwisata
Sumber : Suyitno, 2001 Gambar 1 Faktor-Faktor Pariwisata
Faktor makro adalah faktor komponen yang bersifat global dan tidak secara khusus diperuntukkan bagi kegiatan pariwisata, sedangkan faktor mikro adalah komponen yang secara khusus dan langsung terlibat dalam mewujudkan kegiatan wisata. Secara rinci mengenai faktor makro dan mikro dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 1 Faktor Makro dan Mikro dalam Kegiatan Pariwisata
Faktor Makro Faktor Mikro
- Faktor Ekonomi - Wisatawan
- Faktor Sosial Budaya - Profil wisatawan
- Faktor Geografi - Motivasi wisatawan
- Faktor Teknologi - Waktu
- Sarana dan Parasarana - Harga
- Sumberdaya manusia - Pemerintah
Sumber : Diolah dari Suyitno, 2001
Sumberdaya Fisik dalam Perencanaan Pariwisata
Sumberdaya adalah segala sesuatu yang ada dalam geosistem yang bernilai bila diolah dan digunakan oleh manusia (Blunden, 1985). Sumaatmadja
INPUT PROSES OUTPUT
segala kemampuan dan potensi yang ada dalam diri manusia dapat berupa tenaga (man power), keahlian atau kemampuan intelektual (expertise) dan kepribadian (personality).
Robinson (1976) mengemukakan komponen geografi yang bernilai bagi pariwisata dapat berupa : (1) lokasi dan aksesibilitas (location and accesibility); (2) ruang (space); (3) pemandangan alam (scenery) berupa landform, seperti gunung, danau, air terjun, air panas dan laut, tumbuhan seperti hutan dan rumput; (4) iklim berupa sinar matahari, awan, suhu, curah hujan; (5) kehidupan binatang berupa binatang liar seperti burung cagar alam dan kebun binatang dan binatang hasil penangkaran untuk keperluan berburu dan memancing; (6) kenampakan pemukiman seperti kota, desa, peninggalan sejarah monumen dan peninggalan arkeologi; (7) kebudayaan berupa cara hidup, tradisi, cerita rakyat , seni dan kerajinan tangan.
Seluruh sumberdaya baik sumberdaya alam, manusia maupun sumberdaya buatan berperan dalam perencanaan pariwisata. Sumberdaya manusia mencakup perkembangan demografi, letak pemusatan penduduk, jenis rekreasi yang diperlukan, kerlintasan lokasi, daya tarik dan gangguan terhadap penduduk setempat. Sedangkan sumberdaya alam yang bersifat fisik meliputi pantai, hutan, danau, pegunungan, lokasi sejarah dan budaya yang penting. Kegiatan pariwisata melibatkan bentang lahan dan bentang budaya yang dapat diangkat menjadi sebuah obyek wisata (Windoatmoko, 2006).
Pengelolaan sumberdaya fisik dalam pariwisata termasuk juga didalamnya strategi pemanfaatan sumberdaya seperti pemahaman yang baik terhadap proses- proses eko-hidrologis yang terjadi pada suatu kawasan wisata dan prospek pengembangan kawasan di masa yang akan datang.
pengembangan wilayah harus disesuaikan dengan kondisi, potensi dan permasalahan wilayah bersangkutan. Konsep pengembangan wilayah berbeda dengan konsep pembangunan sektoral, karena pengembangan wilayah sangat berorientasi pada issues (permasalahan) pokok wilayah secara saling terkait, sementara pembangunan sektoral sesuai dengan tugasnya, bertujuan untuk mengembangkan sektor tertentu, tanpa memperhatikan kaitannya dengan sektor-sektor lainnya (Riyadi, 2005).
Tujuan utama pengembangan wilayah adalah menyerasikan berbagai kegiatan pembangunan sektor dan wilayah, sehingga pemanfaatan ruang dan sumberdaya yang ada di dalamnya dapat optimal mendukung kegiatan kehidupan masyarakat sesuai dengan tujuan dan sasaran pembangunan wilayah yang diharapkan. Optimal berarti dapat dicapai tingkat kemakmuran yang sesuai dan selaras dengan aspek sosial budaya dan dalam alam lingkungan yang berkelanjutan.
Penataan ruang pada dasarnya merupakan sebuah pendekatan dalam pengembangan wilayah yang bertujuan untuk mendukung peningkatan kualitas kesejahteraan masyarakat dan lingkungan hidup (Akil, 2005). Undang-undang No. 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang menyebutkan bahwa penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Dalam kegiatan pariwisata, penataan ruang tidak hanya memberikan arahan lokasi investasi tetapi juga memberikan jaminan terpeliharanya ruang yang berkualitas dan mempertahankan keberadaan obyek-obyek wisata sebagai aset bangsa (Akil, 2005).
Menurut Akil (2005), hal-hal yang perlu diperhatikan pada pengembangan pariwisata dalam perspektif penataan ruang adalah sebagai berikut :
1. pengembangan kegiatan pariwisata harus memperhatikan arahan dalam rencana tata ruang
dilakukan secara koordinatif dan terpadu antar semua pihak yang terkait sehingga terwujud keterpaduan lintas sektoral dan menghindari terjadinya konflik antar sektor
5. Mengingat pariwisata sebagai sektor tersier dimana preferensi wisatawan sangat ditentukan oleh tingkat kenyamanan, maka dukungan sarana dan prasarana untuk meningkatkan aksesibilitas ke lokasi obyek wisata mutlak dibutuhkan.
Sistem Informasi Geografis (SIG) dan Perencanaan Pariwisata
Sistem Informasi Geografis (SIG) selama ini dilihat oleh sebagian
besar orang sebagai kasus khusus dari sistem informasi secara umum
(Dangermond, 1990). Informasi diturunkan dari interpretasi data yang
secara simbolis merepresentasikan suatu
features
. Nilai suatu informasi
bergantung pada banyak hal termasuk waktu, konteksnya, biaya
pengumpulan, penyimpanan, manipulasi dan presentasi. Informasi sekarang
telah menjadi asset yang sangat mahal, merupakan komoditi yang dapat
diperjualbelikan dengan harga yang tinggi (Roche and Humeau, 1999).
Informasi dan komunikasi adalah satu dari kunci proses pembangunan dan
merupakan karakteristik dari "
contemporary societies
".
Dalam SIG Terdapat dua macam sistem informasi yang dapat
diidentifikasikan (Maguire, 1991), yaitu:
transaction processing system
dan
decision support system.
Pada
transaction processing system
,
penekanannya adalah pencatatan/recording dan "manipulasi" pada setiap
kegiatan. Contoh populer adalah pada kegiatan perbankan dan reservasi
penerbangan. Pada
decision support system
, penekanannya adalah pada
Informasi di dalam sistem harus diorganisasikan sedemikian rupa sehingga
mempunyai fungsi jika digunakan. Akses pada informasi di dalam sistem
harus diatur dengan baik dan secara benar diperbaharui, harus ada suport
yang menerus dalam merawat informasi dan teknologi, staf dan pengguna
membutuhkan pendidikan dan pemahaman pemanfaatan.
Secara mudah SIG mencakup kedua sistem informasi baik yang
manual maupun yang berbasiskan komputer. Secara praktis, semua sistem
informasi adalah berbasiskan komputer. Komputer sudah digunakan secara
ekstensif dalam perencanaan kota. Menurut Martin (1996), ada 6 faktor
utama yang menyebabkannya ledakan pertumbuhan aplikasi SIG untuk
perencanaan , yaitu 1). perhatian yang sangat besar akan kemampuan SIG,
2). teknologi yang semakin maju untuk mendukung aplikasi, 3). data yang
lebih murah, 4). semakin mudah penggunaannya, 5). semakin murah
harganya, dan 6). ketersediaan aplikasi.
Sementara itu menurut Webster (1994), a
da 3 hal yang dapat
dikemukakan mengenai manfat SIG untuk perencanaan , yaitu :
• Visualisasi : SIG digunakan secara terbatas untuk analisis perbandingan
statis (paling umum dilakukan di perencanaan) SIG sangat bermanfaat
untuk memperlihatkan proses dinamis (tetapi sangat jarang digunakan
dalam perencanaan)
• Organisasi Data dan Manajemen : Secara khusus SIG tidak efisien untuk
menerapkan model prediktif karena ketidaksesuaian dalam struktur
datanya
• Analisis Keruangan : SIG sangat bermanfaat jika definisi geometrik data
SIG dalam Perencanaan Pariwisata adalah : (1) lokasi pengembangan pariwisata, (2) dampak pengembangan pariwisata, (3) model-model dalam pengambilan keputusan pengembangan pariwisata. Secara detail Bahaire dan Elliott (1999), membuat suatu matrik mengenai aplikasi yang dapat dimanfaatkan dalam pariwisata seperti disajikan pada Tabel 2. Sementara itu menurut Butler dalam Bahaire dan Elliot (1999) membuat matrik yang berbeda mengenai aplikasi SIG yang dapat memecahkan permasalahan dalam perencanaan pariwisata seperti diperlihatkan pada Tabel 3.
Tabel 2 Kemampuan SIG
Contoh Fungsional Kemampuan SIG
Contoh Permasalahan Dasar yang dapat diteliti menggunakan SIG
(After Rhind, 1990)
Contoh Aplikasi Pariwisata Input, penyimpanan dan manipulasi data Produksi Peta Managemen dan Keterpaduan database
Query dan pencarian data
Analisis Spasial
Model Spasial
Membantu pengambilan keputusan
Lokasi Ada apa ? Inventarisasi Sumber daya Pariwisata
Kondisi Dimana ? Mengidentifikasi lokasi yang paling layak untuk pembangunan Kecenderungan Apa yang telah
berubah?
Mengukur dampak pariwisata
Rute Rute Mana Yang
Terbaik ?
Manejemen/Aliran Pengunjung Pola Apa polanya? Menganalisis
masyarakat untuk penyelidikan sistematik terhadap sumberdaya pariwisata dan analisis trend untuk membantu memperbaiki masalah tersebut
Ketidakmampuan Untuk menentukan tingkat pengembangan pariwisata berkelanjutan yang cenderung menghasilkan ketidakjelasan konsep
SIG dapat digunakan untuk memonitor dan mengontrol aktivitas pada satu tingkat pembangunan yang mempertimbangkan kecukupan dan mampu diterima oleh stakeholder yang telah ditentukan. Dengan mengintegrasikan data pariwisata, lingkungan, social budaya, dan ekonomi, SIG memudahkan identifikasi dan monitoring indikator pembangunan berkelanjutan.
Ketidakmampuan Untuk mengelola dan mengontrol pembangunan berhubungan dengan penggunaan, kemampuan dan kapasitas.
SIG dapat digunakan untuk mengidentifikasi lokasi yang sesuai untuk pembangunan pariwisata, mengidentifikasi zona kendala/potensi
Kurang Apresiasi Bahwa pariwisata merupakan suatu industri dan dapat menyebabkan dampak yang tidak dapat dikembalikan seperti semula dengan mudah
SIG dapat digunakan untuk simulasi dan model spasial akibat dari pembangunan yang diusulkan. Untuk membuat tanggap stakeholder terhadap dampak yang berhubungan dengan tindakannya, misalnya analisis kelayakan, analisis jaringan, model gravitasi.
Kurang Apresiasi Bahwa pariwisata merupakan suatu yang dinamis dan menyebabkan perubahan juga respon terhadap perubahan, seperti pariwisata hanya merupakan bagian dari proses pembangunan yang dapat menghasilkan konflik intra dan interindustri yang merusak sumberdaya pariwisata
SIG memungkinkan mengintegrasikan sekelompok data yang menunjukkan pembangunan sosial ekonomi dan modal lingkungan di dalam lokasi spasial tertentu. SIG menempatkan posisi tertinggi dari perencanaan spasial strategis dan terpadu.
Kurang Dukungan Melebihi tingkatan pembangunan, kontrol dan arahan yang sesuai.
Fungsi SIG sebagai system yang mendukung keputusan – untuk menghasilkan argumen yang lebih terinformasi dan memudahkan pengambilan keputusan dan pemecahan bersama. Bagaimanapun, ini mensyaratkan keberadaan dari suatu logika kerangka pengawasan pengembangan dan perencanaan terpadu.
sumberdaya pariwisata, (5) tujuan wisata dan penggunaan overlay peta, (6) perbandingan penggunaan lahan dan analisa dampak, (7) analisa terhadap gangguan visual, (7) keterlibatan dan partisipasi masyarakat. Walaupun begitu banyak aplikasi SIG yang dapat dimanfaatkan untuk perencanaan pariwisata masih sangat dibutuhkan social innovation: (1) peningkatan interaksi antara perencana dan pembuat kebijakan, (2) integrasi pengetahuan yang dimiliki dengan keahlian teknis, (3) Representasi spasial yang sesuai dengan pengetahuan local (4) kemampuan masyarakat dalam mengakses teknologi tingkat tinggi, (5) pengetahuan perencanaan tentang pentingnya partisipasi publik
Pemetaan Lokasi Wisata
Pemetaan merupakan metoda yang efektif dalam menentukan lokasi suatu kegiatan dengan tepat. Pemetaan secara spasial dapat dilakukan dengan menggunakan bantuan GPS (Global Positioning System). GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit yang dimiliki dan dikelola oleh Amerika Serikat. Sistem yang dapat digunakan oleh banyak orang sekaligus dalam segala cuaca ini, didesain untuk memberikan posisi dan kecepatan tiga-dimensi yang teliti dan juga informasi mengenai waktu secara kontinyu di seluruh dunia. Saat ini GPS telah sangat banyak digunakan orang di seluruh dunia dalam berbagai bidang untuk bermacam ragam keperluan (Abidin, 2000).
Pada survey GPS, proses pengolahan data untuk penentuan koordinat dari titik-titik dalam suatu jaringan pada dasarnya terdiri atas tiga tahap, yaitu :
•Pengolahan data dari setiap baseline dalam jaringan,
•Perataan jaringan yang melibatkan semua baseline untuk menentukan koordinat final dari titik-titik dalam jaringan,
•Transformasi koordinat titik-titik tersebut dari datum WGS84 ke datum yang diperlukan oleh pengguna.
Lokasi wisata dalam pemetaan dengan GPS akan didefinisikan sebagai suatu titik/koordinat sehinggga dapat ditransformasikan ke dalam peta-peta secara digital untuk memudahkan dalam proses penyusunan informasi yang dibutuhkan. Pemetaan lokasi wisata dengan menggunakan GPS akan dapat mempermudah membuat suatu sistem informasi pariwisata baik dari segi fisik ataupun informasi-informasi potensi dari kawasan wisata.
Penilaian Prospek Pengembangan Pariwisata
Penilaian prospek pengembangan pariwisata akan dilakukan dengan analisis deskriptif. Suratmo (2002) mengatakan metode deskriptif didasarkan pada data deskripsi dari suatu status, keadaan sikap, hubungan atau suatu sistem pemikiran suatu masalah. Analisis deskriptif dituntut interpretasi yang obyektif walaupun dalam penelitian sangat sulit untuk menghilangkan subyektifitas. Dalam Suratmo (2002) juga dikatakan biasanya obyek penelitian adalah individu manusia atau suatu masyarakat untuk mendapatkan deskripsi, gambaran atau suatu lukisan secara sistematis, faktual, detail dan akurat serta sifat-sifat atau perilaku hubungan antara berbagai fenomena. Dalam analisis deskriptif dituntut pula adanya nilai kuantitatif walaupun teknik pengumpulan data hanya melalui wawancara, observasi, angket/kuestioner, uji/testing (Suratmo, 2002)
CDP dapat memberikan model analisis yang lebih simpel dan sederhana bagi penentu keputusan yang belum berpengalaman.
Keanekaragaman informasi dari suatu kegiatan akan memberikan banyak peluang dalam menentukan suatu strategi perencanaan. Salah satu analisis yang dapat digunakan dalam membuat suatu strategi adalah Analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities, Threats). Rangkuti (2001) menyatakan bahwa analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematik untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threaths).
Selanjutnya menurut Rangkuti (2001) proses penyusunan perencanaan strategis melalui 3 tahap analisis, yaitu tahap pengumpulan data, tahap analisis dan tahap pengambilan keputusan. Tahap pengumpulan data merupakan suatu kegiatan pengumpulan data tetapi juga merupakan suatu kegiatan pengklasifikasian dan pra analisis. Pada tahap ini data dibedakan menjadi dua, yaitu data eksternal dan data internal. Model yang digunakan dalam tahap ini terdiri dari tiga, yaitu matrik faktor strategi internal, matrik faktor strategi eksternal dan matrik profil kompetitif. Matrik faktor strategi internal akan diketahui dengan menyusun IFAS (internal strategic factors analysis summary), sedangkan matrik faktor strategi eksternal dapat diketahui dengan menyusun EFAS (external strategic factors analysis summary).
Matrik profil kompetitif dipergunakan untuk mengetahui posisi relatif suatu kegiatan yang dianalisis dibandingkan dengan kegiatan lain yang sejenis. Keunggulan setiap kawasan akan terlihat dalam faktor-faktor kompetitif yang merupakan keunggulan daya saing wilayah yang dapat terlihat dari keunggulan faktor produksi, keunggulan inovasi, kesejahteraan rakyat dan besarnya investasi (Alkadri et al., 1999).
kelompok sehingga mempunyai tingkat kesamaan yang tinggi dibandingkan dengan obyek dari kelompok lain.
Subash Sharma (1996), mendefinisikan analisis cluster sebagai cara untuk menyatukan obyek ke dalam kelompok atau grup dengan alasan bahwa setiap kelompok homogen mempunyai sifat yang sama atau setiap kelompok berbeda dari kelompok lain. Pendefinisian kesamaan atau homogenitas kelompok yang ada sangat bergantung kepada tujuan studi atau penelitian. Tujuan utama teknik ini adalah melakukan pengelompokkan berdasarkan kriteria tertentu sehingga obyek-obyek tersebut mempunyai variasi di dalam cluster (within cluster) relatif kecil dibandingkan variasi antar cluster (between cluster).
Metode analisis cluster yang populer adalah hierarchical method dan non hierarchical method atau positioning method. Dalam metode hirarki pembagian kelompok dilakukan berdasarkan hirarki yang ada, sehingga jumlah kelompok data yang terbentuk sangat bergantung pada karakteristik data, sedangkan pada metode pemisahan berlawanan dengan metode hirarki, yaitu jumlah kelompok ditentukan dahulu baru kemudian data dibagi sesuai dengan jumlah kelompok yang telah ditetapkan. Metode pengelompokan secara hirarkis secara umum dibedakan menjadi dua, yaitu metode aglomeratif dan metode devisif.
Dalam metode hirarki tunggal (single linkage) atau metode tetangga terdekat pelaksanaannya didasarkan pada perhitungan jarak terpendek. Kedua obyek ini akan membentuk kelompok pertama. Pada tahap selanjutnya satu atau dua kemungkinan dapat terjadi, yaitu pertama apakah obyek ketiga akan bergabung pada kelompok yang telah terbentuk atau kedua obyek ketiga ini akan bergabung dengan obyek lainnya membentuk kelompok kedua. Pembentukan kelompok tergantung apakah jarak dari obyek ke kelompok pertama lebih dekat dibandingkan dengan jarak obyek tersebut dengan obyek lainnya yang belum terkelompok. Proses ini berlangsung terus sampai semua obyek menjadi satu.
2. Metode Complete Linkage
Metode ini juga disebut sebagai metode furtherst neighbor atau diameter method. Metode ini kebalikan dari metode single linkage dimana jarak antar cluster ditentukan sebagai jarak terjauh.
3. Metode Average Linkage
Metode Average Linkage merupakan variasi dari algoritma single linkage dan complete linkage. Algoritma yang dipakai sama dengan kedua metode tersebut kecuali perhitungan jarak yang dipakai, yaitu bahwa jarak antar cluster-cluster didefinisikan sebagai jarak rata-rata antara seluruh pasangan obyek yang akan digabungkan.
4. Metode Ward’s Error Sum Of Square
untuk proses komputasi kemiripan obyek, bagaimana kemiripan antar obyek akan diukur, prosedur apa yang akan digunakan untuk menempatkan obyek yang mirip dalam cluster dan beberapa cluster yang diinginkan.
2. Tahap Interpretasi yaitu tahapan yang menyangkut pemerikasaan statement berkaitan dengan cluster yang dikembangkan, dengan tujuan memberi label pada cluster dengan akurat, misalnya apa yang disebut dengan light beer dan regular beer. Proses interpretasi biasanya memakai teknik centroid. Dalam hal ini, bila cluster dibentuk berdasarkan data mentah maka hasil akan berbentuk deskripsi logis. Bila data berbentuk komponen faktor maka analisis akan balik melihat data mentah dari variabel asli, kemudian mengkomputasi profil rata-rata dari data itu. Penggunaan profil modal juga bisa dipakai bila ingin mengetahui keragaman within cluster.
Penelitian diawali dengan adanya pemikiran terhadap perubahan paradigma dalam perencanaan wilayah saat ini, terutama dikaitkan dengan otonomi daerah. Otonomi daerah selalu dikaitkan dengan penggalian potensi lokal untuk meningkatkan daya saing wilayah yang pada akhirnya akan terwujud suatu daerah otonom yang mandiri dan mampu bersaing di era globalisasi. Salah satu sektor yang memiliki muatan lokal yang sangat besar dan dapat dikembangkan sebagai sektor kompetitif, serta memiliki nilai jual yang tinggi adalah pariwisata. Provinsi Banten memiliki potensi pariwisata yang besar. Hal ini ditunjukkan dengan lokasi kawasan wisata yang sangat strategis, tingkat pertumbuhan kunjungan wisatawan yang tinggi serta keanekaragaman obyek dan daya tarik wisata.
Permasalahan yang timbul dari kondisi di atas adalah besarnya potensi pariwisata yang ada di Provinsi Banten terutama di Koridor Cilegon-Pandeglang yang belum tergali secara maksimal dan memberikan kontribusi bagi pengembangan wilayah secara keseluruhan. Peningkatan kontribusi pariwisata dimaksud termasuk pula upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam mengelola dan memanfaatkan kekayaan alam dan budaya yang dimilikinya.
Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini mencoba menggali potensi pariwisata berdasarkan aspek fisik yang didukung dengan aspek sosial budaya untuk mendapatkan potensi pariwisata yang lebih besar. Dengan kajian terhadap aspek fisik dengan dukungan aspek sosial budaya tersebut diharapkan dapat diketahui prospek pengembangan pariwisata yang ada di Provinsi Banten, terutama di tiga kawasan pariwisata yang berada di Koridor Cilegon-Pandeglang
Gambar 2 Kerangka Berfikir Prospek Pengembangan Kawasan Wisata Pariwisata sebagai salah satu sektor yang dapat
dikembangkan sebagai sektor kompetitif Perlunya penggalian potensi wilayah dalam otonomi daerah
Potensi pariwisata yang besar di Provinsi Banten - Letak kawasan wisata yang strategis
- Tingkat pertumbuhan kunjungan wisatawan yang tinggi - Keanekaragaman obyek dan daya tarik wisata
Permasalahan :
Potensi pariwisata di sepanjang Koridor Cilegon- Pandeglang yang belum tergali secara maksimal
Aspek Fisik : - Letak Administrasi - Kelerengan - Penggunaan lahan - Aksesibilitas
Aspek Sosial Budaya - Kependudukan - Wisatawan - Atraksi budaya
Potensi Kawasan Wisata
(faktor internal, eksternal dan kompetitif)
Prospek Pengembangan masing-masing kawasan wisata Perubahan Paradigma Pengembangan Wilayah Comparative advantageÆCompetitive advantage
Bahan dan Alat
Data yang digunakan terdiri dari : (1) data primer berupa data asli yang belum mengalami pengolahan, seperti data hasil survey lapangan dan (2) data sekunder, yaitu data penunjang berupa data spasial dalam bentuk peta-peta tematik dan data atribut berupa data PODES (Potensi Desa) Provinsi Banten tahun 2006, data demografi atau kependudukan, data sosial ekonomi dan data kebijakan pariwisata Provinsi Banten berupa Rencana Induk Pengembangan Pariwisata.
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah Personal Computer Intel Core Duo yang dilengkapi dengan software ArcView GIS versi 3.2 dan Minitab 14. Peralatan penunjang lain meliputi alat tulis, kamera digital, kompas dan GPS (Global Positioning System) berasal dari Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian IPB, serta kaset rekaman untuk melakukan wawancara jika diperlukan.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di sepanjang koridor Cilegon-Pandeglang Provinsi Banten yang terdiri dari tiga kawasan wisata, yaitu Kawasan Wisata Pantai Barat Cilegon-Serang, Kawasan Wisata Pantai Barat Pandeglang dan Kawasan Wisata Pantai Sumur. Koridor Cilegon-Pandeglang secara administratif meliputi tiga wilayah administrasi, yaitu Kabupaten Serang, Kota Cilegon dan Kabupaten Pandeglang.
Jumlah jenis obyek dan daya tarik wisata (ODTW) yang ada di koridor ini cukup bervariasi meliputi obyek wisata pantai, wisata ziarah dan atraksi budaya. Lokasi penelitian dan jenis ODTW di sepanjang koridor Cilegon-Pandeglang dapat dilihat pada pada Gambar 3 dan Tabel 4.
Gambar 3 Lokasi Penelitian di Koridor Cilegon-Pandeglang Provinsi Banten
Tabel 4 Jenis ODTW di Koridor Cilegon Pandeglang (angka menunjukkan jumlah jenis)
Jenis ODTW Kawasan Pantai Barat Cilegon-Serang Kawasan Pantai Barat Pandeglang Kawasan Pantai Sumur
A. Kategori Alam - Pantai - Pulau
- Kawasan Gunung - Kawasan cagar Alam - Air terjun, Pemandian dan
danau 8 1 1 - 7 - - - - 6 1 - - -
B. Kategori Sejarah &Budaya - Sejarah, Budaya, Masjid - Keraton, Benteng - Makam raja/Ziarah - Monumen, Museum
- - - 1 1 - 1 - - - - -
C. Kategori Wisata Buatan - Pusat Perbelanjaan - Agrowisata
- Bangunan Bendungan - Kawasan Pelabuhan - Sarana Olahraga
- - - - - - - - - - - - - - -
D. Kategori Kehidupan Masyarakat - Atraksi kesenian - Kerajinan tradisional
10 -
12 8
- Sumber : RIPP Provinsi Banten, 2005.
KAWASAN WISATA PANTAI SUMUR
KAWASAN WISATA PANTAI BARAT PANDEGLANG
[image:47.612.130.502.379.688.2]Pengolahan Data dan Analisis
Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, jenis data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan menggunakan metode pengamatan langsung di lapangan. Unsur-unsur yang diamati yaitu meliputi aspek daya tarik wisata, misalnya: kondisi fisik yang berbentuk darat, pantai, pulau dan laut, potensi pasar, aksesibilitas, kondisi sosial ekonomi masyarakat, sarana dan prasarana penunjang, serta karakteristik wisatawan. Pengamatan juga dilakukan dengan mengambil foto-foto di kawasan wisata agar lebih memudahkan dalam mendeskripsikan keadaan di lapangan.
Karakteristik wisatawan dan respon masyarakat akan dikaji lebih mendalam dengan melakukan wawancara dan penyebaran kuesioner melalui teknik sampling. Agar dalam proses menggali informasi dapat lebih luwes, maka selain menggunakan alat bantu kuesioner juga dilakukan wawancara bebas yang tetap mengacu pada panduan wawancara untuk wisatawan maupun masyarakat. Wawancara menurut Kusmayadi dan Sugiarto (2000) merupakan proses interaksi dan komunikasi antara pengumpul data dengan responden. Pengumpulan data melalui wawancara ini didasarkan pada alasan bahwa peneliti dapat menggali informasi selengkap mungkin, baik yang tampak maupun yang tersembunyi. Dengan wawancara, peneliti dapat melakukan pendekatan secara personal misalnya dengan menggunakan bahasa daerah setempat atau diawali dengan pembicaraan yang sifatnya umum.
Informasi-informasi yang berasal dari wisatawan, masyarakat setempat, pihak pengelola serta pemerintah terhadap kondisi eksisting kawasan wisata yang dianggap akan menunjang dalam pengembangan pariwisata juga dipertimbangkan didalam tahapan memilah mana yang termasuk kategori utama yang dapat mendukung pengembangan wilayah di Koridor Cilegon-Pandeglang secara keseluruhan, terutama dalam membentuk matriks kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam SWOT.
strata tersebut diharapkan akan lebih memperkaya informasi yang akan diperoleh untuk mendukung penelitian. Suratmo (2002) mengatakan penetapan sampel haruslah didasarkan pada sifat populasi dan tujuan dari penelitian. Dalam penelitian ini tujuan penyebaran kuesioner adalah untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dalam pembentukan faktor-faktor dalam analisis SWOT.
Jumlah variabel yang akan diukur adalah 10 variabel yang berasal dari faktor makro dan mikro yang mempengaruhi kegiatan pariwisata. Dengan dasar besarnya variabel yang ingin diukur tersebut, maka jumlah sampel diambil sebesar 100, yaitu 10 kali jumlah variabel, sehingga diasumsikan jumlah tersebut akan dapat memberikan gambaran faktor-faktor pariwisata secara lebih jelas dan dapat mewakili keragaman dari populasi. Jumlah untuk masing-masing responden ditentukan sebagai berikut :
1. Responden Wisatawan
Pengambilan responden wisatawan dilakukan secara acak, hal ini dilakukan dengan asumsi bahwa semua responden memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel, dengan demikian sampel yang terpilih dapat digunakan untuk menduga karakteristik populasi secara obyektif (Sugiarto et al., 2003). Besarnya jumlah sampel responden wisatawan adalah 78 orang. Agar teridentifikasi karakteristik tiga kawasan secara lebih obyektif dari sudut pandang wisatawan yang datang maka masing-masing kawasan akan diwakili oleh 26 orang responden.
2. Responden Masyarakat
Untuk mengetahui tanggapan/respon masyarakat terhadap adanya kegiatan pariwisata di Koridor Cilegon-Pandeglang maka pengambilan responden masyarakat dilakukan secara acak yaitu masing-masing 6 orang per kawasan didasarkan pada jumlah kepadatan penduduk. Jadi total jumlah sampel untuk masyarakat adalah 18 orang.
3. Responden Pengelola
pengusaha/pengelola lokasi wisata di setiap kawasan. Jadi jumlah sampel untuk pengelola sebanyak 3 orang sesuai dengan jumlah kawasannya dengan asumsi bahwa pengusaha tersebut dapat mewakili pengusaha/pengelola lokasi wisata lainnya.
4. Responden Pemerintah
Sebagai penentu kebijakan, maka responden pemerintah ditentukan secara purposive sampling (sampling dengan maksud tertentu). Menurut Sugiarto et. al. (2003) dalam purposive sampling pemilihan sampel bertitik tolak pada penilaian pribadi peneliti yang menyatakan bahwa sampel yang dipilih benar-benar representif. Sementara menurut Saaty (1991) jumlah sampel responden yang diperlukan untuk suatu pengambilan kebijakan tidak perlu besar. Responden yang dipilih yaitu Kasie Data Subdin Program Dinas Pariwisata Provinsi Banten
Data sekunder diperoleh dari instansi berwenang yang ada di Provinsi Banten maupun nasional, seperti peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) Skala 1:25.000 (Bakosurtanal), peta RePPProT skala 1: 250.000, dokumen RTRW Provinsi Banten (Bapeda Provinsi Banten), dokumen RIPP (Dinas Pariwisata Provinsi Banten), Data Potensi Desa (PODES) BPS 2006, Banten dalam Angka 2005 serta data dari instansi lain yang terkait dengan penelitian ini.
Peta Rupa Bumi Indonesia dan peta RePPProt seperti tersebut di atas menjadi dasar dalam penyusunan informasi mengenai potensi fisik setiap kawasan wisata. Selain itu untuk mendukung kajian mengenai potensi fisik kawasan, juga dilakukan dengan tahapan studi pustaka yang diperoleh melalui berbagai literatur, penelitian sebelumnya, brosur-brosur, internet serta media elektronik lainnya. Setelah itu baru dilakukan verifikasi melalui observasi lapang untuk melihat secara nyata mengenai berbagai potensi fisik yang dimiliki setiap kawasan wisata di Koridor Cilegon-Pandeglang.
Tabel 5 Jenis dan Kelengkapan data untuk keperluan penelitian
No Jenis data Bentuk data Sumber data
1. Kebijakan Pembangunan Undang-undang, Peraturan Pemerintah Kepmen, RTRW, Renstra, RIPP
Internet, BAPEDA, Dinas Pariwisata Provinsi Banten
2. Karakteristik Wilayah Data Potensi desa 2006, Banten Dalam Angka 2005
BPS
3. Kependudukan seperti: jumlah dan kepadatan penduduk, mata pencaharian
Data Kependudukan 2006, Banten Dalam Angka 2005
BPS
4. Karakteristik ODTW Jumlah dan Sebaran Lokasi Wisata
Dinas Pariwisata, Survey lapang
5. Informasi tentang kondisi lokasi wisata, sarana dan prasarana, aksesibilitas, kondisi sosial budaya masyarakat
Data hasil survey lapang Kuesioner dan Wawancara
6. Karakteristik Wisatawan meliputi jumlah, asal, usia,jenis kelamin, status sosial, latar belakang pendidikan, pekerjaan dll
Banten Dalam Angka 2005 BPS, Dinas Pariwisata, Wawancara dan Kuesioner
Tabel 6 Jenis peta yang dibutuhkan untuk keperluan penelitian
No. Jenis Peta Skala Sumber
1. Peta Wilayah Administrasi 1:25.000 - RBI, Bakosurtanal - BAPEDA Provinsi
Banten
2. Peta Kemiringan 1:25.000
1:250.000
- RBI, Bakosurtanal - RePPProt
3. Peta Land Use 1:25.000 - RBI, Bakosurtanal
- BAPEDA Provinsi Banten
4. Peta Jenis Tanah 1:250.000 RePPProt
6. Peta Obyek Wisata 1:100.000 - RIPP, Dinas Pariwisata Provinsi Banten
[image:51.612.125.506.464.704.2]Penyusunan Basis Data Digital
Data masukan yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian ini yaitu data spasial berupa data grafis peta dan data numerik berupa data tabular. Sebelum dapat dilakukan operasi tumpang tindih (overlay) dengan Sistem Informasi Geografis (SIG), diperlukan proses pemasukan data yang dapat diartikan untuk mengubah semua bentuk data dan informasi yang tersedia ke dalam bentuk data digital. Peta yang masih berwujud peta manual/analog dan hasil ploting diubah ke dalam bentuk digital dengan metode digitasi melalui layar (on screen digitation) dan diikuti dengan pemasukan data atribut. Terhadap peta yang memiliki sistem koordinat yang berbeda dilakukan transformasi koordinat, sehingga tersusun basis data spasial dengan sistem koordinat yang sama. Penggabungan data spasial dan data atribut akan menghasilkan suatu informasi yang lengkap untuk suatu cakupan (coverage) dengan deskripsi pada masing-masing peta. Perangkat lunak (software) SIG yang yang digunakan adalah ArcView GIS 3.2.
Analisis Prospek Pengembangan Kawasan Wisata dengan menggunakan Faktor-faktor SWOT
Faktor-faktor SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, treaths) dalam penelitian ini disusun dari hasil wawancara dan kuesioner serta data sekunder yang menggambarkan kondisi kawasan wisata. Dalam SWOT terdapat dua faktor yang sangat penting yaitu faktor internal dan faktor ekternal. Selain itu juga terdapat faktor-faktor kompetitif yang dapat digunakan untuk membandingkan keunggulan kompetitif. Masing-masing kawasan wisata di Koridor Cilegon-Pandeglang memiliki faktor internal dan eksternal yang berbeda karena perbedaan karakteristik wilayah, ketersediaan sarana dan prasarana serta aksesibilitas. Faktor internal, eksternal dan kompetitif inilah yang digunakan untuk analisis deskriptif bagi prospek pengembangan kawasan wisata di Koridor Cilegon-Pandeglang.
untuk pengembangan pariwisata dianalisis kekuatannya (strengths) dan kelemahannya (weaknesses). Komponen yang dianalisis meliputi komponen produk (ODTW, fasilitas dan infrastruktur), manajemen, sumberdaya manusia, promosi, pemasaran dan dampak lingkungan. Faktor internal ini dapat dibangun menjadi matrik IFAS. Matrik IFAS untuk kawasan wisata disusun dalam Tabel 7 seperti berikut :
Tabel 7. IFAS (Internal Strategic Factors Analysis Summary) Faktor-faktor
Strategi Internal Bobot Rating Bobot x Rating Komentar (Kolom 1) (Kolom 2) (Kolom 3) (Kolom 4) (Kolom 5)
Kekuatan
Kelemahan
Total 1,00
Sumber : Rangkuti, 2001
Tabel IFAS akan disusun untuk merumuskan faktor-faktor strategis internal dengan tahapan sebagai berikut :
- menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan kawasan wisata serta kelemahannya dalam kolom 1
- memberi bobot masing-masing faktor tersebut dengan skala mulai dari 1,0 (paling penting) sampai 0,0 (tidak penting), berdasarkan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap posisi strategis kawasan. Semua bobot tersebut jumlahnya tidak boleh melebihi skor total 1,00
- menghitung rating (kolom 3) untuk masing-masing faktor dengan memberikan skala mulai dari 4 (outstanding) sampai dengan 1 (poor), berdasarkan pengaruh faktor tersebut terhadap kondisi kawasan wisata
- kalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk memperoleh