1.1 Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi negara tersebut. Pembangunan secara umum difokuskan pada pembangunan ekonomi melalui usaha peningkatan pertumbuhan ekonomi yang berkaitan erat dengan peningkatan pendapatan nasional baik secara keseluruhan maupun per kapita sehingga masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, serta adanya ketimpangan distribusi pendapatan diharapkan dapat terpecahkan melalui trickle down effect (Todaro dan Smith, 2006).
Pembangunan ekonomi merupakan tahapan proses yang mutlak dilakukan oleh pemerintahan suatu negara agar dapat meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat negara tersebut. Berdasarkan hal tersebut maka pembangunan ekonomi dilakukan oleh semua negara, termasuk negara yang tergabung dalam
Association of South East Asian Nation (ASEAN).
2
Krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997 yang kemudian menjadi krisis multidimensi memiliki dampak yang dirasakan oleh beberapa negara di kawasan Asia antara lain nilai tukar yang terdepresiasi sangat tajam, inflasi yang tinggi, dan menurunnya kepercayaan investor untuk berinvestasi di Asia, akan tetapi krisis yang berawal dari jatuhnya nilai tukar Baht di Thailand ini tidak meluas ke bagian dunia yang lain. Setelah krisis di akhir tahun 1990-an tersebut, ASEAN meningkatkan hubungan ekonomi eksternal dengan beberapa negara Asia Timur, seperti China, Jepang dan Korea Selatan dan kemudian kerjasama ini dinamakan ASEAN+3. Kerjasama ASEAN+3 mampu membentuk pasar yang lebih besar dibandingkan ASEAN, sehingga menunjukkan perubahan ekonomi ke arah yang lebih baik dan kondisi perekonomian yang stabil.
Pada tahun 2005 juga terjadi guncangan akibat melonjaknya harga minyak dunia dan disusul pada pertengahan 2007 krisis perumahan (subprime mortage) yang melanda Amerika Serikat dengan cepat berubah menjadi krisis keuangan global yang meluas ke hampir seluruh belahan dunia dan berdampak pada ketidakstabilan perekonomian di negara ASEAN 5+3. Hal tersebut dapat dilihat dari rendahnya pertumbuhan ekonomi di negara-negara ASEAN 5+3 pasca krisis seperti pada Gambar 1 berikut ini :
‐10
1995 1997 1999 2001 2003 2005 2007 2009
Indonesia
Sumber: World Development Indicator, 2011 (diolah)
3
Berdasarkan Gambar 1 dapat dilihat pada seluruh negara ASEAN 5+3 terjadi penurunan pertumbuhan ekonomi pasca terjadi krisis yaitu pada tahun 1997, tahun 2005 maupun pada tahun 2008. Ketiga krisis yang terjadi ini telah memberikan dampak kerusakan yang besar bagi negara-negara Asia, salah satunya adalah kesenjangan tabungan dan investasi domestik. Kondisi pergerakan kesenjangan tabungan dan investasi domestik dapat dilihat pada Gambar 2.
-15
1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010
K
Sumber: Asian Development Bank, 2011 (Diolah)
4
Pengalaman ini membuat negara-negara Asia terutama ASEAN mulai mempertimbangkan ide penguatan integrasi moneter demi mencapai stabilitas keuangan regional. Peningkatan integrasi moneter antar negara di kawasan Asia menjadi penting dengan harapan dapat mengurangi dampak negatif dan menanggulangi krisis serupa di kemudian hari.
1.2 Perumusan Masalah
Salah satu masalah dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi yang dihadapi negara-negara berkembang termasuk Indonesia adalah keterbatasan modal dalam negeri. Hal ini tercermin pada angka kesenjangan tabungan investasi “Saving-Investment Gap” (S-I gap) dan “Foreign Exchange Gap” (forex gap).
Saving - Investment gap menggambarkan kesenjangan antara tabungan dalam negeri dengan dana investasi yang dibutuhkan, sedangkan Foreign Exchange Gap
menggambarkan kesenjangan antara kebutuhan devisa untuk membiayai impor barang atau jasa dengan penerimaan devisa hasil ekspor barang atau jasa. Oleh karena itu negara-negara berkembang membutuhkan pinjaman luar negeri untuk menutup kekurangan kebutuhan pembiayaan investasi dan untuk membiayai defisit transaksi berjalan (current account) neraca pembayaran dalam rangka pembiayaan transaksi internasional sehingga posisi cadangan devisa tidak terganggu (Sanuri, 2005).
5
1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010
T
Sumber: Asian Development Bank, 2011 (Diolah)
Gambar 3. Perkembangan Tabungan Domestik di Kawasan Negara ASEAN 5+3 Tahun 1996-2010 (Persen GDP)
6
Sumber: Asian Development Bank, 2011 (Diolah)
Gambar 4. Perkembangan Investasi Domestik di Kawasan Negara ASEAN 5+3 Tahun 1996-2010 (Persen GDP)
Berdasarkan Gambar 3 dan Gambar 4, kondisi yang umum terjadi di kawasan ASEAN 5+3 adalah oversaving dan underinvestment. Terjadinya kondisi
oversaving merupakan dampak dari tingginya pertumbuhan ekonomi Indonesia dan negara ASEAN 5+3 lainnya yang mencapai angka diatas 4 persen.
Oversaving seperti yang terlihat pada Gambar 1.3 menandakan bahwa tingkat tabungan domestik yang cukup tinggi di negara-negara ASEAN 5+3, yang terbentuk dari tingginya pendapatan per kapita sehingga memicu peningkatan tabungan masyarakat. Akan tetapi dana surplus kesenjangan tabungan dan investasi domestik ini tidak pula berdampak baik bagi peningkatan investasi domestik. Justru hal ini berdampak pada rendahnya tingkat investasi domestik seperti yang dapat dilihat dalam Gambar 1.4. Kondisi underinvestment yang terjadi di Indonesia dan negara ASEAN 5+3 lainnya disebabkan oleh minimnya dana investasi pemerintah maupun invetasi asing yang lebih banyak bermain di investasi portofolio dibandingkan investasi riil.
7
yang masuk ke Indonesia hanya berupa investasi portofolio yang berupa sertifikat Bank Indonesia (SBI), saham, ataupun Surat Utang Negara (SUN) dengan berharap return (imbalan) yang besar. Ironisnya, setelah mengambil keuntungan, aliran modal itu bisa keluar dengan cepat dan tidak masuk ke investasi langsung asing (foreign direct investment). Hal inilah yang sering mengganggu stabilitas ekonomi dalam negeri dan juga menyebabkan timbulnya kondisi underinvestment
di Indonesia. Kondisi serupa juga banyak terjadi di negara ASEAN 5+3 lainnya. Hal tersebut menandakan bahwa dibutuhkan peningkatan investasi terutama untuk menggerakan sektor riil dalam rangka pengembangan investasi di Indonesia dan negara-negara ASEAN 5+3 lainnya. Adanya kebijakan pemerintah untuk meningkatkan alokasi dan kapasitas investasi pemerintah dalam rangka mendukung pembangunan infrastruktur, dan berbagai kebijakan pemerintah lainnya seperti penyertaan modal berupa investasi pada sektor dan perusahaan yang strategis yang dapat memberikan nilai tambah yang optimal guna meningkatkan perekonomian negara, menjadi hal mutlak yang harus dilakukan oleh negara-negara ASEAN 5+3.
Oleh karena itu sangat penting untuk mengetahui kondisi dan pergerakan kesenjangan tabungan dan investasi domestik serta faktor-faktor yang mempengaruhi kesenjangan antara tabungan dan investasi guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi negara ASEAN 5+3 dalam rangka pembentukan integrasi ekonomi yang berkesinambungan dalam rangka mencapai Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang mengacu pada kesejahteraan masyarakat ASEAN 5+3.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disusun perumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi kesenjangan tabungan dan investasi domestik di kawasan negara ASEAN 5+3.
2. Apa faktor-faktor yang memengaruhi kesenjangan antara tabungan dan investasi domestik di kawasan negara ASEAN 5+3.
1.3 Tujuan Penelitian
8
1. Menganalisis kondisi kesenjangan tabungan dan investasi domestik di kawasan ASEAN 5+3.
2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi kesenjangan antara tabungan dan investasi domestik di kawasan negara ASEAN 5+3.
1.4 Manfaat Penelitian
2.1 Konsep Tabungan
2.1.1 Pengertian Tabungan Domestik
Tabungan nasional adalah jumlah dari tabungan pemerintah dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang merupakan selisih
antara penerimaan dalam negeri (antara lain dari berbagai macam pajak) dengan
pengeluaran rutin (seperti gaji pegawai negeri dan subsidi bahan-bahan kebutuhan
pokok), dan dari keuntungan bersih BUMN, serta tabungan masyarakat, termasuk
tabungan yang berasal dari keuntungan bersih perusahaan-perusahaan swasta.
Tabungan domestik merupakan salah satu sumber bagi pertumbuhan
modal negara berkembang. Besar kecilnya tabungan menentukan pembentukan
modal pembangunan, terutama pembentukan modal domestik atau tabungan
domestik. Tabungan domestik atau tabungan nasional terdiri dari dua sumber,
yaitu tabungan pemerintah dan tabungan masyarakat. Tabungan pemerintah
adalah selisih antara realisasi penerimaan dalam negeri dengan pengeluaran rutin.
Sedangkan tabungan masyarakat adalah jumlah antara tabungan perusahaan dan
tabungan rumah tangga. Tabungan ini dibutuhkan untuk membiayai investasi.
Kesenjangan tabungan dan investasi (saving-investment gap) ditutup dengan masuknya arus modal asing ke sektor pemerintah maupun swasta.
Kendati pada dasarnya semua sisa pendapatan yang tidak dikonsumsi
adalah tabungan, namun tidak seluruhnya merupakan tabungan sebagaimana yang
dikonsepkan dalam makroekonomi. Hanya bagian yang dititipkan pada lembaga
perbankan saja yang dapat dinyatakan sebagai tabungan, karena secara makro
dapat disalurkan sebagai dana investasi. Sehingga sisa pendapatan yang tidak
dikonsumsi dan disimpan sendri tidak tergolong sebagai tabungan.
Oleh karena itu sangat sukar untuk mendapatkan data sesungguhnya
perihal tabungan masyarakat di suatu negara. Kita mungkin dapat menaksirnya
dengan cara mengurangi pendapatan per kapita dengan pengeluaran konsumsi
rata-rata per kapita, kemudian dikalikan jumlah populasi (Y – C = S). Namun
10
yang masyarakatnya tidak terbiasa dengan lembaga perbankan, tidak semua sisa
pendapatan benar-benar ditabung. Sebagian besar sisa pendapatan mereka justru
disimpan dalam bentuk “Tabungan Tradisional” sehingga kurang produktif.
Pada negara-negara berkembang maupun pada negara maju tabungan dan
investasi saling memengaruhi, dimana perkembangan tingkat investasi akan
dipengaruhi oleh perkembangan tingkat tabungan sebagai sumber akumulasi
modal.
2.1.2 Teori Tabungan Domestik dalam Model Solow
Model pertumbuhan Solow menunjukkan bagaimana tabungan,
pertumbuhan populasi dan kemajuan teknologi mempengaruhi tingkat output
perekonomian dan pertumbuhannya sepanjang waktu. Model ini dirancang untuk
menunjukkan bagaimana pertumbuhan dalam persediaan modal, pertumbuhan
dalam angkatan kerja, dan kemajuan teknologi berinteraksi dalam perekonomian
yang pada akhirnya berpengaruh terhadap output suatu negara (Mankiw, 2006).
Model Solow membahas bagaimana tabungan yang digunakan untuk
akumulasi modal dapat mempengaruhi pertumbuhan. Tahap pertama adalah
mengkaji bagaimana penawaran dan permintaan terhadap barang menentukan
akumulasi modal. Pada tahap ini kita akan mengasumsikan bahwa angkatan kerja
dan teknologi adalah tetap. Penawaran barang dalam model Solow didasarkan
pada fungsi produksi yang menyatakan bahwa output (Y) bergantung pada
persediaan modal (K) dan tenaga kerja (L), yang dirumuskan sebagai berikut :
Y = F (K,L) (2.1)
Model pertumbuhan Solow mengasumsikan bahwa fungsi produksi
memiliki skala pengembalian konstan (constant return to scale). Apabila setiap input dilipatgandakan sebesar c kali maka input juga akan bertambah sebesar c
kali,
cY = F ( cK,cL ) (2.2) Apabila c = 1/L maka kita akan dapatkan
Y/L = F (K/L, 1) (2.3)
11
y = f(k) (2.4)
Berdasarkan persamaan (2.4) kita dapat melihat bahwa output per kapita
merupakan fungsi dari modal per pekerja. Persamaan ini sesuai dengan definisi
pertumbuhan ekonomi sebagai perubahan output per kapita.
Permintaan terhadap barang dalam model Solow berasal dari konsumsi
dan investasi. Dengan kata lain output per pekerja (y) dibagi diantara konsumsi
per pekerja (c) dan invetasi per pekerja (i), yang dirumuskan sebagai berikut :
y = c + i (2.5)
Model Solow mengasumsikan bahwa setiap tahun orang menabung sebagian dari
pendapatan mereka dan mengkonsumsi sebagian yang dirumuskan sebagai
berikut:
c = (1-s) y (2.6)
Untuk mengetahui apakah fungsi konsumsi tersebut berpengaruh terhadap
investasi, maka dengan subtitusi persamaan (2.6) ke persamaan (2.5), didapat
fungsi sebagai berikut :
y = (1-s)y + i (2.7)
atau dapat ditulis sebagai berikut :
i = sy (2.8)
Persamaan (2.8) menunjukkan bahwa invetasi sama dengan tabungan, jadi tingkat
tabungan juga merupakan bagian dari output yang menunjukkan investasi.
Model Solow menunjukkan bahwa tingkat tabungan adalah determinan
penting dari persediaan modal mapan. Apabila tingkat tabungan tinggi, maka
perekonomian akan mempunyai persediaan modal yang besar dan tingkat output
yang tinggi, begitupun sebaliknya. Kenaikan dalam tingkat tabungan
meningkatkan pertumbuhan sampai perekonomian mencapai kondisi mapan baru.
Suatu perekonomian yang memiliki tingkat tabungan tinggi dengan persediaan
modal yang besar dan tingkat output yang tinggi, tidak selalu mempertahankan
12
2.2 Konsep Investasi
2.2.1 Pengertian Investasi Domestik
Terdapat beberapa pengertian tentang investasi, yaitu dalam neraca
nasional atau struktur PDB menurut penggunaannya, investasi didefinisikan
sebagai pembentukan modal atau kapital tetap domestik (domestic fixed capital formation). Investasi dapat dibedakan antara investasi bruto (pembentukan modal tetap domestik bruto) dan investasi neto (pembentukan modal tetap domestik
neto). Perbedaan ini karena adanya penyusutan atas barang-barang modal tetap
(capital consumption) yang digunakan dalam proses produksi. Penyusutan merupakan nilai penggantian terhadap penurunan nilai barang modal tetap yang
digunakan dalam proses produksi.
Menurut definisi dari Biro Pusat Statistik (BPS), pembentukan modal tetap
adalah pengeluaran untuk pengadaan, pembuatan, atau pembelian barang-barang
modal baru (bukan barang-barang konsumsi) baik dari dalam negeri maupun
impor, termasuk barang modal bekas dari luar negeri. Pembentukan modal tetap
yang dicakup hanyalah yang dilakukan oleh sektor-sektor ekonomi dalam negeri.
Cakupan dari barang-barang modal tetap adalah sebagai berikut :
1. Barang modal baru dalam bentuk kontruksi (seperti bangunan tempat tinggal
dan bukan tempat tinggal, jalan dan bandara), mesin-mesin, alat angkutan dan
perlengkapannya, atau mempunyai umur pemakaian (economic life time) satu tahun atau lebih.
2. Biaya untuk perubahan dan perbaikan berat barang-barang modal yang akan
meningkatkan output atau produktivitas pemakaian barang tersebut.
3. Pengeluaran untuk pengembangan dan pembukaan tanah, perluasan areal
hutan dan daerah pertambangan serta penanaman dan peremajaan tanaman
keras.
4. Pembelian ternak produktif untuk keperluan pembiakan, pemerahan susu,
pengangkutan dan sebagainya, tidak termasuk ternak untuk dipotong.
5. Margin perdagangan dan ongkos-ongkos lain yang berkenaan dengan
transaksi jual beli tanah, sumber mineral, hak penguasaan tanah, hak paten,
13
Menurut Samuelson (1997), menyatakan bahwa investasi (pembelian
barang-barang modal) meliputi penambahan stok modal atau barang modal di
suatu negara, seperti pembangunan, peralatan produksi, dan barang-barang
inventaris dalam waktu satu tahun. Investasi merupakan langkah mengorbankan
konsumsi saat ini untuk memperbesar konsumsi di masa yang akan datang.
Investasi dapat diartikan pula sebagai pengeluaran penanaman modal atau
pengeluaran perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan
produksi untuk menambah kemampuan produksi barang dan jasa yang tersedia
dalam perekonomian.
Investasi (investment) terdiri dari barang-barang yang dibeli untuk penggunaan masa depan. Investasi juga dibagi menjadi tiga sub kelompok yaitu
investasi tetap bisnis yang merupakan pembelian pabrik dan peralatan oleh
perusahaan, investasi residensi yang merupakan pembelian rumah baru oleh
rumah tangga dan tuan tanah serta investasi persediaan yang merupakan
peningkatan dalam persediaan barang perusahaan.
Investasi merupakan suatu alat untuk mempercepat pertumbuhan tingkat
produksi di negara sedang berkembang, dengan demikian maka investasi berperan
sebagai sarana untuk menciptakan kesempatan kerja.
2.2.2 Teori Investasi Domestik Dalam Model Harrod-Domar
Teori ini dikembangkan oleh Sir Roy F. Harrod dan Evsey Domar. Teori
ini merupakan perkembangan dari teori Keynes. Harrod-Domar mencoba untuk
menganalisis syarat-syarat yang diperlukan agar perekonomian dapat tumbuh dan
berkembang dalam jangka panjang dengan mantap (steady growth).
Dalam model Harrod-Domar tabungan harus sama dengan total investasi
(S=I), dimana:
a. Tabungan merupakan suatu proporsi dari output total (S = sY).
b. Investasi didefenisikan sebagai perubahan stok modal dan dilambangkan
dengan I=∆K.
Teori Harrod-Domar menekankan pentingnya peran akumulasi modal dalam proses pertumbuhan. Dimana setiap perekonomian dapat menyisihkan
14
barang-barang modal yang rusak. Teori Harrod-Domar menunjukkan bahwa laju pertumbuhan ekonomi (gy) merupakan perkalian antara produktivitas modal (σ) dengan tingkat tabungan atau investment (s).
Gy = σs (2.9)
Apabila produktivitas modal tetap maka pertumbuhan ekonomi akan ditentukan
secara langsung oleh tingkat saving (investment) (Hossain et al, 1998).
Namun demikian, untuk menumbuhkan perekonomian tersebut diperlukan
investasi-investasi baru sebagai tambahan stok modal. Harrod-Domar
menitikberatkan bahwa akumulasi modal itu mempunyai peranan ganda, yaitu
menumbuhkan pendapatan dan di sisi lain juga dapat menaikkan kapasitas
produksi dengan cara memperbesar persediaan modal. Secara sederhana teori
Harrod-Domar adalah misalnya pada suatu waktu tercipta keseimbangan pada tingkat full employment income, maka untuk memelihara keseimbangan dari tahun ke tahun dibutuhkan sejumlah pengeluaran, karena investasi itu harus cukup untuk
menutupi kenaikan output yang ditimbulkannya. Oleh karena itu, investasi harus
selalu ada agar keseimbangan tidak terganggu, sebab bila tidak, pendapatan per
kapita akan turun karena adanya populasi yang bertambah (Todaro dan Smith,
2006).
2.3 Konsep Kesenjangan Tabungan-Investasi (Saving-Investment Gap) Terjadinya defisit maupun surplus dalam tabungan dan investasi
merupakan akibat dari adanya kesenjangan antara tabungan nasional yang berhasil
dihimpun, baik dari masyarakat dan swasta melalui mobilitas modal perbankan
dan lembaga keuangan lainnya, maupun dari pemerintah yang bersumber dari
penerimaan dalam negeri dengan anggaran rutin dan besarnya kebutuhan dana
yang diperlukan untuk membiayai investasi, baik yang dilakukan pihak swasta
maupun pemerintah. Kesenjangan tabungan dan investasi dapat bernilai positif
(surplus), bernilai negatif (defisit) ataupun bernilai nol (seimbang). Kondisi
15
Pelunasan Pokok Pinjaman Pemerintah dan Swasta
Dana Luar Negeri Pemerintah dan Swasta Netto
Tabungan (Saving)
Investasi (Investment)
Anggaran Pembangunan Investasi Swasta
Tabungan Pemerintah
Pinjaman Pemerintah
Pinjaman Swasta
Tabungan Masyarakat
Kesenjangan I - S
Sumber: Supriyanto dan Sampurna, 1999
Gambar 5. Kesenjangan Tabungan dan Investasi
Kesenjangan tabungan dan investasi (saving-investment gap) disebabkan karena pada salah satu pihak tabungan domestik rendah, sedangkan dipihak lain
kebutuhan dana untuk membiayai investasi domestik semakin besar dan
meningkat tiap tahun mengikuti pertumbuhan populasi dan kebutuhan pasar. Oleh
karena itu terbentuklah kesenjangan tabungan dan investasi: S-I < 0 (S < I ). Hal
ini menandakan bahwa negara yang bersangkutan mengalami investment-saving gap.
Selisih antara tabungan domestik dan investasi domestik yang disebut arus
modal keluar netto (net capital outflow) disebut juga investasi asing netto (net foreign investment). Jika arus modal keluar netto kita positif, maka tabungan kita melebihi investasi dan kita meminjamkan kelebihannya kepada pihak asing. Jika
arus modal keluar netto kita negatif, maka investasi kita melebihi tabungan dan
kita harus meminjan dari luar negeri, artinya jika investasi melebihi tabungan
16
2.4 Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesenjangan Tabungan dan Investasi
2.4.1 Foreign Direct Investment (FDI)
Foreign Direct Investment (FDI) adalah arus modal internasional dimana perusahaan dari suatu negara mendirikan atau memperluas perusahaannya di
negara lain. Oleh karena itu tidak hanya terjadi pemindahan sumber daya, tetapi
juga terjadi pemberlakuan kontrol terhadap perusahaan di luar negeri.
FDI (Foreign Direct Investment) atau investasi langsung luar negeri adalah salah satu ciri penting dari sistem ekonomi yang kian mengglobal. Hal ini bermula saat
sebuah perusahaan dari satu negara menanamkan modalnya dalam jangka panjang
ke sebuah perusahaan di negara lain. Dengan cara ini perusahaan yang ada di
negara asal dapat mengendalikan perusahaan yang ada di negara tujuan investasi
baik sebagian atau seluruhnya. Caranya dengan penanam modal membeli
perusahaan di luar negeri yang sudah ada atau menyediakan modal untuk
membangun perusahaan baru di sana atau membeli sahamnya sekurangnya 10
persen. FDI penting dalam menjamin kelangsungan pembangunaan dibandingkan
dengan aliran bantuan atau modal portofolio, sebab terjadinya FDI disuatu negara
akan diikuti dengan transfer of technology, know-how, management skill, resiko usaha relatif kecil dan lebih profitable.
FDI terkait dengan investasi aset-aset produktif, misalnya pembelian atau
konstruksi sebuah pabrik, pembelian tanah, peralatan atau bangunan; atau
konstruksi peralatan atau bangunan yang baru yang dilakukan oleh perusahaan
asing. Penanaman kembali modal (reinvestment) dari pendapatan perusahaan dan penyediaan pinjaman jangka pendek dan panjang antara perusahaan induk dan
perusahaan anak atau afiliasinya juga dikategorikan sebagai investasi langsung.
Kini mulai muncul corak-corak baru dalam FDI seperti pemberian lisensi atas
penggunaan teknologi tinggi.
Tujuan setiap FDI tidaklah sama, perusahaan investor tergerak oleh
berbagai ragam alasan untuk berinvestasi di luar negeri. Terdapat empat tujuan
utama FDI (Foreign Direct Investment) yaitu pencari sumber daya, pencari pasar, pencari efesiensi dan pencari asset strategi.
FDI kini memainkan peran penting dalam proses internasionalisasi bisnis.
17
metode FDI dalam dekade terakhir. Perubahan-perubahan ini terjadi karena
perkembangan teknologi, pengurangan pembatasan bagi investasi asing dan
akuisisi di banyak negara, serta deregulasi dan privatisasi di berbagai industri.
Berkembangnya sistem teknologi informasi serta komunikasi global yang makin
murah memungkinkan manajemen investasi asing dilakukan dengan jauh lebih
mudah.
Pemerintah sangat memberi perhatian pada FDI karena aliran investasi
masuk dan keluar dari negara mereka dapat memberikan dampak yang signifikan.
Para ekonom menganggap FDI sebagai salah satu pendorong pertumbuhan
ekonomi karena memberi kontribusi pada ukuran-ukuran ekonomi nasional seperti
Produk Domestik Bruto (GDP), Gross Fixed Capital Formation (GFCF, total investasi dalam ekonomi negara tuan rumah) dan saldo pembayaran. Mereka juga
berpendapat bahwa FDI mendorong pembangunan karena-bagi negara tuan rumah
atau perusahaan lokal yang menerima investasi itu, FDI menjadi sumber
tumbuhnya teknologi, proses, produk sistem organisasi, dan ketrampilan
manajemen yang baru. Lebih lanjut, FDI juga membuka pasar dan jalur
pemasaran yang baru bagi perusahaan, fasilitas produksi yang lebih murah dan
akses pada teknologi, produk, ketrampilan, dan pendanaan yang baru.
Namun terdapat beberapa argumen yang menentang FDI karena dianggap
dapat memperlebar kesenjangan tabungan dan investasi. Dimana penanaman
modal asing dikatakan justru menurunkan tingkat tabungan maupun investasi
domestik di negara tuan rumah sehubungan dengan akan terciptanya aneka bentuk
persaingan tidak sehat yang bersumber dari perjanjian produksi ekslusif. Sehingga
tidak terlaksananya reinvestasi atas keuntungan yang mereka dapatkan dalam
perekonomian tuan rumah. Dampak lainnya adalah terpicunya tingkat konsumsi
domestik yang akan menurunkan minat masyarakat untuk menabung maupun
investasi (Todaro dan Smith, 2006).
2.4.2 Tingkat Inflasi (Consumer Price Index)
Inflasi adalah proses kenaikan harga harga barang jasa secara umum dan
terus menerus. Kenaikan harga yang sifatnya sementara seperti momen hari raya
18
dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan
kenaikan) kepada barang lainnya. Consumer Price Index atau yang sering dikenal dengan Indeks Harga Konsumen merupakan salah satu indikator inflasi yang
menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi
masyarakat. Berdasarkan atas dasar survei bulanan di 45 kota, di pasar tradisional
dan modern terhadap 283-397 jenis barang/jasa di setiap kota dan secara
keseluruhan terdiri dari 742 komoditas.
Menurut penyebabnya, secara ekonomi perubahan harga bisa disebabkan
karena sisi penawaran (supply) dan sisi permintaan (demand). Berdasarkan sisi permintaan disebut Tarikan Permintaan (Demand Pull Inflation) dimana inflasi terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total (Agregat Demand) yang berlebihan sementara produksi telah berada pada kondisi full employment dan tidak mungkin meningkat lagi sehingga penambahan permintaan hanya akan
menyebabkan terjadinya perubahan peningkatan harga. Berdasarkan sisi
penawaran adalah Desakan Biaya (Cost Push Inflation), dimana inflasi ini terjadi akibat meningkatnya biaya produksi (input) sehingga mengakibatkan harga
produk-produk (output) yang dihasilkan ikut naik. Sumber kenaikan biaya
produksi ini bisa berasal dari banyak hal misalnya; kenaikan upah buruh, kenaikan
harga energi, dan kenaikan harga bahan baku.
Secara umum, inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif,
tergantung parah atau tidaknya inflasi tersebut. Apabila inflasi itu ringan, justru
mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian
lebih baik, yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang bergairah
untuk bekerja, menabung dan mengadakan investasi. Sebaliknya, dalam masa
inflasi yang parah, yaitu pada saat terjadi inflasi tak terkendali (hiperinflasi)
keadaan perekonomian menjadi kacau dan perekonomian dirasakan lesu, orang
menjadi tidak bersemangat kerja, menabung atau mengadakan investasi dan
produksi karena harga meningkat dengan cepat. Oleh karena itu, tingkat inflasi
merupakan salah satu faktor penting yang memengaruhi kesenjangan tabungan
dan investasi karena berdampak langsung pada pembentukan modal domestik
serta pengeluaran untuk investasi domestik yang pada akhirnya berpengaruh
19
2.4.3 Total Populasi
Populasi merupakan jumlah penduduk yang menempati suatu wilayah
tertentu. Total populasi suatu negara dilihat berdasarkan kepada jumlah warga
negara yang sah secara hukum dan terdaftar di negara tersebut. Adanya warga
negara asing yang menetap ataupun turis yang datang ke negara tersebut tidak
tercantumkan dalam jumlah populasi suatu negara. Total populasi suatu negara
sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan populasi di negara tersebut. Pertumbuhan
populasi merupakan keseimbangan yang dinamis antara kekuatan-kekuatan yang
menambah dan mengurangi jumlah populasi. Pertumbuhan populasi diakibatkan
oleh beberapa komponen yaitu: kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), migrasi masuk dan migrasi keluar. Selisih antara kelahiran dan kematian disebut
pertumbuhan alamiah (natural increase), sedangkan selisih antara migrasi masuk dan migrasi keluar disebut migrasi netto.
Adanya pengaruh positif pertumbuhan populasi terhadap pertumbuhan
ekonomi di mana kondisi dan kemajuan populasi sangat erat terkait dengan
tumbuh dan berkembangnya usaha ekonomi. Populasi disatu pihak dapat menjadi
pelaku atau sumber daya bagi faktor produksi, pada sisi lain dapat menjadi
sasaran atau konsumen bagi produk yang dihasilkan. Kondisi-kondisi suatu
populasi, data dan informasi kepopulasian akan sangat berguna dalam
memperhitungkan berapa banyak tenaga kerja akan terserap serta kualifikasi
tertentu yang dibutuhkan dan jenis-jenis teknologi yang akan dipergunakan untuk
memproduksi barang atau jasa. Dipihak lain pengetahuan tentang struktur
populasi dan kondisi sosial ekonomi pada wilayah tertentu, akan sangat
bermanfaat dalam memperhitungkan berapa banyak populasi yang dapat
memanfaatkan peluang dan hasil pembangunan atau seberapa luas pangsa pasar
bagi suatu produk usaha tertentu (Todaro dan Smith, 2006).
Sesuai dengan model Solow, populasi dianggap sangat berpengaruh
terhadap tingkat tabungan suatu negara. Oleh karena itu, diharapkan dengan
adanya populasi yang berkualitas mampu memacu tingkat tabungan dan investasi
domestik secara bersama-sama sehingga kesenjangan tabungan dan investasi
20
2.4.4 Pertumbuhan Ekonomi (Economic Growth)
Pertumbuhan ekonomi adalah perkembangan kegiatan dalam
perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam
masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat. Masalah
pertumbuhan ekonomi dapat dipandang sebagai masalah makro ekonomi dalam
jangka panjang. Perkembangan kemampuan memproduksi barang dan jasa
sebagai akibat pertambahan faktor-faktor produksi pada umumnya tidak selalu
diikuti oleh pertambahan produksi barang dan jasa yang sama besarnya.
Pertambahan potensi memproduksi seringkali lebih besar dari pertambahan
produksi yang sebenarnya. Dengan demikian perkembangan ekonomi adalah lebih
lambat dari potensinya.
Pertumbuhan ekonomi umumnya didefinisikan sebagai kenaikan GDP riil
per kapita. Produk Domestik Bruto (Gross Domestic Product, GDP) adalah nilai pasar keluaran total sebuah negara, yang merupakan nilai pasar semua barang jadi
dan jasa akhir yang diproduksi selama periode waktu tertentu oleh faktor-faktor
produksi yang berlokasi di dalam sebuah negara.
Kenaikan GDP dapat muncul melalui kenaikan penawaran tenaga kerja,
kenaikan modal fisik atau sumber daya manusia, serta kenaikan produktivitas
masukan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor termasuk perubahan teknologi,
kemajuan pengetahuan lain, dan ekonomisnya skala produksi. Manfaat dari
pertumbuhan ekonomi antara lain:
a. Sebagai alat ukur kemajuan ekonomi sebagai hasil pembangunan nasional.
b. Sebagai dasar pembuatan proyeksi atau perkiraan penerimaan negara untuk
perencanaan pembangunan nasional atau sektoral dan regional.
c. Sebagai dasar penentuan prioritas pemberian bantuan luar negari oleh Bank
Dunia atau lembaga internasional lainnya.
d. Sebagai dasar pembuatan prakiraan bisnis, khususnya persamaan penjualan
bagi perusahaan untuk dasar penyusunan perencanaan produk dan
perkembangan sumber daya modal.
Pertumbuhan ekonomi sangat mempengaruhi kesenjangan tabungan dan
investasi domestik. Karena dengan adanya pertumbuhan ekonomi yang tinggi,
21
mampu meningkatkan investasi domestik yang saat ini kurang baik. Selain itu
dengan adanya pertumbuhan ekonomi dapat memberikan gambaran mengenai
kondisi perekonomian suatu negara yang dapat membentuk terciptanya kegiatan
ekonomi yang ditunjang tabungan dan investasi domestik dalam rangka
pencapaian kesejahteraan masyarakat.
2.4.5 Krisis Ekonomi
2.4.5.1 Krisis Moneter Asia 1997-1998
Krisis moneter Asia diawali dengan krisis nilai mata uang dan keuangan Thailand pada Juli 1997 kemudian menjalar ke negara ASEAN lainnya. Dampak
krisis moneter Asia, selain runtuhnya nilai tukar mata uang dan meningkatnya
tingkat suku bunga, kebangkrutan perusahaan dan bank juga menyebabkan krisis
keuangan. Pesimisme konsumen dan investor juga menyebabkan kontraksi
investasi yang diikuti dengan krisis ekonomi dan pengangguran.
2.4.5.2 Krisis Minyak Dunia 2005
Krisis minyak dunia 2005 disebabkan oleh pasokan minyak yang
terganggu karena badai Katrina yang juga menyebabkan beberapa kilang produksi
di Amerika rusak dan disusul dengan kerusuhan di negara produsen minyak
Nigeria. Hal ini menyebabkan melonjaknya harga minyak dunia secara
besar-besaran. Naiknya harga minyak dunia menyebabkan lemahnya nilai tukar mata
uang terhadap US Dollar. Hal ini menimbulkan inflasi yang cukup tinggi dan
mengancam stabilitas makroekonomi yang telah dicapai ASEAN 5+3.
2.4.5.3 Krisis Keuangan Global 2008-2009
Krisis keuangan global diawali dengan kredit macet perumahan beresiko
tinggi (subprime mortage) pada semester akhir 2007 di Amerika Serikat. Dampak krisis keuangan global 2008-2009 menjalar ke Eropa dan Asia Pasifik termasuk
negara ASEAN 5+3 dalam bentuk bangkrutnya bank atau institusi keuangan
multinasional Amerika Serikat, meningkatnya inflasi, meningkatnya
22
sampai akhirnya menurunkan pertumbuhan ekonomi yang tentunya berdampak
terhadap kesenjangan tabungan dan investasi.
2.5 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian yang akan dilaksanakan menggunakan analisis data panel untuk
mengetahui kesenjangan tabungan dan investasi domestik terhadap delapan
negara yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina, Thailand, Korea Selatan,
Jepang dan China pada kurun waktu 1996-2010 dan akan dianalisis lima variabel
yaitu FDI, tingkat inflasi, total populasi, pertumbuhan ekonomi dan dummy krisis ekonomi.
Park dan Shin (2009), melakukan penelitian yang berjudul “Saving,
Investment, and Current Account Surplus in Developing Asia”. Penelitian tersebut
menggunakan persamaan tabungan untuk 137 negara dan persamaan investasi
untuk 141 negara pada periode waktu 1965-1969 dan 2000-2004. Metodologi
yang digunakan adalah panel data dengan fixed effects model. Hasil dari penelitian tersebut adalah bahwa di negara-negara ASEAN banyak terjadi kondisi
oversaving dan underinvestment sehingga menyebabkan current account surplus. Hal ini dipengaruhi oleh masalah struktural di negara tersebut serta beberapa
faktor yang mempengaruhi tabungan dan investasi seperti pendapatan per kapita,
jumlah populasi, dan dummy krisis Asia.
Purba (2008) melakukan penelitian yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Tabungan dan Investasi Swasta Di Indonesia”. Penelitian ini
menggunakan dua variabel terikat yaitu tabungan swasta dan investasi swasta
serta variabel bebas pendapatan nasional, tingkat suku bunga, inflasi, rasio
investasi pemerintah serta variabel dummy krisis ekonomi pada tahun 1984-2003
menggunakan pendekatan Error-Correction Model (ECM). Hasil dari penelitian ini adalah pendapatan nasional, suku bunga, inflasi berkorelasi positif dengan
tabungan swasta baik pada jangka pendek dan jangka panjang. Sedangkan pada
investasi swasta, pendapatan nasional berkorelasi positif, sedangkan inflasi dan
rasio investasi pemerintah berkorelasi negatif. Untuk variabel krisis ekonomi
23
Felipe, Kintanar, dan Lim (2005) melakukan penelitian yang berjudul
“Asia’s Current Account Surplus: Savings glut or Investment Drough”. Penelitian
ini dilakukan terhadap negara Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand dan
Filipina pada tahun 1986-2003 menggunakan panel data dengan variabel tingkat
investasi, tingkat tabungan, tingkat kredit domestik, tingkat profit, serta dummy negara dan tahun. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa negara di ASEAN
mengalami surplus current account dikarenakan karena rendahnya investasi dan bukan dikarenakan tingginya tabungan. Rendahnya investasi ini merupakan
dampak dari adanya krisis global tahun 1998 yang menyebabkan banyak negara
ASEAN mengalami collaps keuangan sehingga negara-negara ASEAN memilih untuk menyimpan tabungan dan menggunakannya sebagai cadangan investasi
dibandingkan untuk berinvestasi.
Anoruo (2001) melakukan penelitian yang berjudul “Saving-Investment
Connection : Evidence From The Asean Countries”. Penelitian ini menggunakan
data gross domestic saving and investment untuk negara Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand pada tahun 1960-1996. Penelitian ini
menggunakan pendekatan Granger-causality test berdasarkan vector error correction model (VECM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada jangka panjang, mobilitas modal rendah pada negara yang diamati. Untuk negara
Indonesia dan Singapura dinyatakan bahwa investasi mempengaruhi tabungan.
Sedangkan di negara Filipina terjadi hal sebaliknya dimana tabungan
mempengaruhi investasi. Dan untuk negara Malaysia dan Thailand terjadi
kausalitas dua arah yang menandakan tabungan dan investasi saling
mempengaruhi.
Boon (2000) melakukan penelitian yang berjudul “Savings, Investment
and Capital Flows: An Empirical Study On The Asean Economies”. Penelitian ini
dilakukan terhadap lima negara ASEAN yaitu Indonesia, Malaysia, Thailand,
Singapura dan Filipina pada tahun 1968-1997 untuk variabel gross domestic saving dan gross domestic investment menggunakan pendekatan vector error correction model (VECM). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada jangka pendek, tidak terdapat efek kausalitas satu arah dimana tabungan mempengaruhi
24
dimana investasi mempengaruhi tabungan pada negara Indonesia dan Thailand.
Sedangkan untuk negara Malaysia dan Filipina tidak terdapat hubungan kausalitas
antara tabungan dan investasi.
Shiimi dan Kadhikwa (1999) melakukan penelitian yang berjudul
“Savings and Investment in Namibia”. Penelitian ini menggunakan dua
persamaan, untuk persamaan tabungan menggunakan variabel gross national disposable income, tingkat suku bunga deposit dan inflasi. Untuk persamaan investasi menggunakan variabel GDP riil, tingkat suku bunga pinjaman, dan rasio
investasi pemerintah terhadap GDP, masing-masing pada tahun 1980-1996 di
negara Namibia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat tabungan
dipengaruhi real national disposable income dan inflasi serta tingkat investasi dipengaruhi oleh suku bunga, GDP Riil dan investasi pemerintah.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah perbedaan
berdasarkan regional yaitu Kawasan ASEAN 5+3, berdasarkan analisis yaitu
menggunakan panel data, berdasarkan waktu penelitian yaitu pada tahun
1996-2010 dan berdasarkan variabel yang akan dianalisis yaitu FDI, tingkat inflasi, total
populasi, pertumbuhan ekonomi, dan dummy krisis ekonomi.
2.6 Kerangka Pemikiran Konseptual
Hubungan antara tabungan dan investasi domestik merupakan indikator
penting dalam pengembangan perekonomian di negara-negara ASEAN 5+3.
Sebagai satu kesatuan wilayah, ASEAN 5+3 menjanjikan potensi ekonomi yang
sangat potensial. Agar dapat menuai manfaat optimal dari integrasi ekonomi,
setiap negara dituntut untuk dapat meningkatkan kapasitas produksinya.
Dalam kaitan ini, bank sentral memiliki peran yang signifikan melalui
kebijakan moneternya untuk mendorong investasi yang tinggi guna meningkatkan
stok kapital fisik (physical capital). Bukti empiris menggunakan data saving-investment gap untuk negara-negara di kawasan ASEAN 5+3 pada tahun 1996-2010 menunjukkan bahwa terjadi surplus dari kesenjangan tabungan dan investasi
domestik, kecuali untuk negara Filipina. Hal tersebut menandakan bahwa kondisi
25
Dari sisi domestik, walaupun stabilitas ekonomi makro bisa dijaga,
sejumlah masalah struktural seperti iklim investasi, infrastruktur, produktivitas
dan daya saing (sisi penawaran) masih membayangi pencapaian pertumbuhan
yang lebih cepat dan berkualitas. Hal ini antara lain karena struktur perekonomian
pascakrisis lebih ditopang oleh konsumsi dan ekspor, sementara investasi belum
menunjukkan peran yang signifikan. Terjadinya kondisi oversaving merupakan dampak dari tingginya pertumbuhan ekonomi di negara ASEAN 5+3. Sehingga
meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang terlihat melalui pendapatan per
kapita yang pada akhirnya akan meningkatkan tingkat tabungan masyarakat dan
meningkatkan tingkat tabungan domestik. Sedangkan kondisi underinvestment di negara-negara ASEAN 5+3 terjadi karena beberapa faktor mulai dari masalah
keamanan, tidak adanya kepastian hukum, dan kondisi infrastruktur yang buruk,
hingga kondisi perburuhan yang semakin buruk. Serta adanya antisipasi pasca
krisis ekonomi tahun 1998 yang menyebabkan negara-negara di ASEAN 5+3
menyimpan dana tabungan domestik sebagai dana cadangan guna mengantisipasi
terjadinya krisis yang serupa.
Oleh karena itu, sangat dibutuhkan analisis terhadap beberapa faktor
seperti foreign direct investment, tingkat inflasi, jumlah populasi, pertumbuhan ekonomi dan dummy krisis ekonomi guna menstabilkan kondisi kesenjangan tabungan dan investasi, yang bermanfaat sebagai rekomendasi kebijakan yang
tepat bagi pemerintah. Karena dengan terciptanya kondisi keseimbangan tabungan
dan investasi domestik akan membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan
menciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan dalam jangka panjang sehingga
mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan ASEAN 5+3.
Adapun skema alur kerangka pemikiran konseptual dapat dilihat pada Gambar 6.
Skema diawali dengan kondisi pertumbuhan ekonomi yang berfluktuasi sehingga
menyebabkan kondisi tabungan domestik yang oversaving dan investasi domestik yang underinvestment. Kondisi ini melahirkan kesenjangan surplus tabungan dan investasi domestik dan akan dianalisis secara deskriptif dan inferensia sehingga
26
Gambar 6. Skema Alur Kerangka Pemikiran Konseptual 2.7 Hipotesis Penelitian
Dugaan sementara berdasarkan landasan teori dan konsep yang digunakan,
dapat ditentukan beberapa hipotesis yaitu :
1. FDI, tingkat inflasi, dan total populasi berpengaruh positif terhadap
kesenjangan tabungan dan investasi domestik.
2. Pertumbuhan ekonomi dan krisis ekonomi berpengaruh negatif terhadap
kesenjangan tabungan dan investasi domestik.
Tabungan Domestik Investasi Domestik
Kesenjangan Positif Tabungan dan Investasi
Implikasi Kebijakan Pembangunan Bagi Negara ASEAN 5+3 Kondisi Pertumbuhan Ekonomi
Negara ASEAN5+3 - Indonesia - Thailand - Malaysia - China
- Singapura - Korea Selatan - Filipina - Jepang
Oversaving Underinvestment
Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Kesenjangan :
1. FDI
2. Tingkat Inflasi 3. Total Populasi 4. Pertumbuhan GDP 5. Krisis Ekonomi Analisis
Deskriptif
3.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
berupa data panel (pooled data) yang merupakan gabungan data silang (cross
section) dan data runtun waktu (time series) selama kurun waktu 1996-2010 pada
delapan negara ASEAN 5+3 yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand,
Filipina, Korea Selatan, Jepang dan China. Jenis data panel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah balanced panel dimana setiap unit cross section memliki
jumlah observasi time series yang sama. Sumber data yang digunakan berasal dari
World Bank dan Asian Development Bank (ADB).
Tabel 1. Variabel, Data yang Digunakan, dan Sumber Data
Variabel Data yang Digunakan Sumber
Data
(1) (2) (3) SIGAP Persentase Kesenjangan antara Tabungan
Domestik dan Investasi Domestik terhadap GDP Tahunan (data dalam persen)
ADB
FDI Persentase Nilai FDI Inflow terhadap GDP Tahunan (data dalam persen)
World Bank
CPI Persentase Tingkat Inflasi Berdasarkan Consumer Price Index Tahunan (data dalam persen)
World Bank
TP Jumlah Populasi Tahunan (data dalam jumlah jiwa)
World Bank
GROWTH Tingkat Rata-Rata Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (data dalam persen)
World Bank
DKRISIS Variabel dummy krisis
3.2 Metode Pengolahan Data
Pengolahan atas data sekunder untuk variabel kesenjangan tabungan dan
investasi, FDI Inflow, tingkat inflasi, total populasi, pertumbuhan ekonomi dan
dummy krisis ekonomi untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi
kesenjangan tabungan dan investasi domestik menggunakan beberapa paket
program statistik seperti Microsoft Office Excel 2007 dan EViews 6.0. Kegiatan
28
dan grafik untuk analisis deskriptif. Pengujian signifikasi analisis regresi data
panel menggunakan EViews 6.0 sebagai program pengolahan datanya.
3.3 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan antara lain metode analisis deksriptif
dan metode analisis inferensia. Metode analisis deskriptif digunakan untuk
memberikan gambaran umum mengenai kondisi kesenjangan tabungan dan
investasi domestik di negara ASEAN 5+3 meliputi perkembangan tabungan dan
investasi domestik dan beberapa variabel lain seperti FDI, tingkat inflasi, total
populasi, pertumbuhan ekonomi dan krisis ekonomi di negara ASEAN 5+3.
Metode analisis inferensia yang dilakukan untuk mengestimasi model ini
adalah pendekatan ekonometrika dengan metode analisis regresi data panel.
Baltagi (2008) menyatakan bahwa keunggulan penggunaan analisis data panel
antara lain sebagai berikut :
1. Analisis data panel memiliki kontrol terhadap heterogenitas data individual
dalam satu periode waktu.
2. Analisis data panel menyajikan data yang lebih informatif, lebih bervariasi,
memiliki kolinearitas antar variabel yang kecil, memiliki derajat kebebasan
yang lebih besar dan lebih efisien.
3. Analisis data panel lebih tepat dalam mempelajari dinamika penyesuaian
(dynamics of change).
4. Analisis data panel dapat lebih baik mengidentifikasi dan mengukur pengaruh
yang secara sederhana tidak dapat terdeteksi dalam data cross section atau
time series saja.
5. Model analisis data panel dapat digunakan untuk membuat dan menguji
model perilaku yang lebih kompleks dibandingkan analisis data cross section
murni atau time series murni.
6. Analisis data panel pada level mikro dapat meminimisasi atau menghilangkan
3.3.1 Uji Stasioneritas Data Panel
Analisis data panel umumnya menggunakan data dalam bentuk level
dengan tujuan untuk memudahkan interpretasi model, namun jika kemudian
penelitian menggunakan data dengan series yang yang mengandung tren, maka
perlu dilakukan pengujian unit root, untuk memastikan bahwa hubungan antara
variabel dependen dan variabel independen tidak menunjukkan spurious
regression. Bila hasil pengujian unit root menunjukkan adanya tren pada data
level, maka seperti biasanya, harus dilakukan pembedaan pertama (first
differencing) untuk menghindari terjadinya hasil yang misleading. Perlu diingat
bahwa karena data yang digunakan dalam penelitian adalah data panel, maka
pengujian unit root yang digunakan bukan menggunakan metode yang biasa,
tetapi menggunakan panel unit root. Pengujian ini disarankan oleh Baltagi (2005)
untuk data panel dengan N dan T yang relatif tidak besar.
Hipotesis nol yang digunakan dalam pengujian panel unit root sama
seperti pada pengujian unit root untuk data time series murni, hanya saja statistik
uji yang digunakan merupakan pengembangan lebih lanjut dari statistik uji
Augmented Dickey–Fuller (ADF) dan Phillips–Perron (PP). Statistik uji yang
digunakan dalam menguji panel unit root terdiri dari dua jenis, yaitu common unit
root yang terdiri dari statistik uji Levin, Lin and Chu (LLC) dan Breitung’s test;
serta individual unit root yang terdiri statistik uji Im, Pesaran and Shin (IPS),
ADF – Fisher test dan PP – Fisher test. Setelah diperoleh hasil pengujian yang
menyatakan bahwa series dari data panel tidak mengandung unit root maka
estimasi bisa dilaksanakan.
3.3.2 Metode Estimasi Regresi Data Panel
Data panel adalah satu set observasi yang terdiri dari beberapa individu
pada suatu periode tertentu. Observasi tersebut merupakan pasangan yit (variabel terikat) dengan xit (variabel bebas) dimana i menunjukkan individu, t menunjukkan waktu, dan j menunjukkan variabel bebas yang dinyatakan dalam
sebuah persamaan berikut:
30
N adalah jumlah unit cross section, T adalah jumlah periode waktunya dan K
komponen error dalam pengolahan kuadrat
2. Fixed Effect Model
emasukkan unsur variabel dummy sehingga intersept
it it
it 1i 2 2it 3 3it it (3.3)
Metode estimasi regresi data panel dengan menggunakan data panel dapat
dilakukan melalui tiga pendekatan, antara lain :
1. Pooled Least Square Model
Pooled Least Square Model merupakan metode estimasi model regresi
data panel yang paling sederhana dengan asumsi intercept dan koefisien slope
yang konstan antar waktu dan cross section (Common Effect). Persamaan pada
estimasi menggunakan Pooled Least Square Model dapat dituliskan dalam bentuk
sebagai berikut :
(3.2)
dimana :
= nilai variabel terikat (dependent variable) untuk setiap unit cross section
= nilai variabel penjelas (explanatory variable) ke-j untuk setiap cross section
α = intercept yang konstan antar waktu dan cross section
= slope untuk variabel ke-j yang konstan antar waktu dan cross section
= komponen error untuk setiap unit cross section ke-i pada periode waktu t.
adalah jumlah variabel penjelas.
Dengan mengasumsikan
terkecil biasa, kita dapat melakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap
cross section. Kelemahan Pooled Least Square Model ini adalah dugaan
parameter β akan bias karena tidak dapat membedakan observasi yang berbeda
pada periode yang sama serta tidak dapat membedakan observasi yang sama pada
periode yang berbeda.
Fixed effect model m
α bervariasi antar individu maupun antar unit waktu. Fixed effect model lebih tepat digunakan jika data yang diteliti ada pada tingkat individu serta jika terdapat
korelasi antara dan x . Persamaan pada estimasi menggunakan Fixed effect
model dapat dituliskan dalam bentuk sebagai berikut :
Asumsinya adalah bahwa error secara individual tidak saling berkorelasi begitu
g paling tepat digunakan untuk
Test
erupakan pengujian untuk memilih apakah model yang
0 1
Keputusan memasukkan variabel dummy ini harus didasarkan pada
pertimbangan statistik. Penambahan variabel dummy ini akan dapat mengurangi
banyaknya degree of freedom yang akhirnya akan memengaruhi keefisienan dari
parameter yang diestimasi. Kelebihan pendekatan ini adalah dapat menghasilkan
dugaan parameter β yang tidak bias dan efisien. Tetapi kelemahannya jika jumlah
unit observasinya besar maka akan terlihat rumit.
3. Random Effect Model
Random Effect Model disebut juga komponen error (error component
model) karena di dalam model ini parameter yang berbeda antar unit cross section
maupun antar waktu yang dimasukkan ke dalam error. Persamaan pada estimasi
menggunakan Random Effect Model dapat dituliskan dalam bentuk sebagai
berikut :
(3.4)
dengan (3.5)
dimana :
~ N (0, u2) = komponen cross section error ~ N (0, v2) = komponen time series error
2
~ N (0, w ) = komponen error kombinasi
juga dengan error kombinasinya.
3.3.3 Pengujian Model Data Panel Statis Untuk memilih model mana yan
pengolahan data panel, maka terdapat beberapa pengujian yang dapat dilakukan,
antara lain:
1. Chow
Chow Test m
digunakan Pooled Least Square Model atau Fixed Effect Model. Dalam pengujian
ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:
H : Pooled Least Square Model
32
n terhadap hipotesis nol tersebut adalah dengan
ngg
/
Dasar penolaka
me unakan F-Statistic seperti yang dirumuskan oleh Chow: /
~ , (3.6)
dimana:
tricted Residual Sum Square (Sum Square Residual PLS)
ed)
en
uti distribusi F yaitu , . Jika
lai C
2. Hausman Test
dalah pengujian statistik sebagai dasar pertimbangan kita
enolakan H0 maka digunakan statistik Hausman dan
emba e
)
dimana M adalah matriks kovarians untuk parameter β dan k adalah deraj
sar dari , maka cukup bukti
el ya RRSS = Res
URSS = Unrestricted Residual Sum Square (Sum Square Residual Fix
N = jumlah data cross section
T = jumlah data time series
K = jumlah variabel independ
Dimana pengujian ini mengik
ni HOW Statistics (F Statistic) hasil pengujian lebih besar dari F Tabel, maka
cukup bukti bagi kita untuk melakukan penolakan terhadap H0 sehingga model yang kita gunakan adalah Fixed Effect Model, begitu juga sebaliknya.
Hausman Test a
dalam memilih apakah menggunakan Fixed Effect Model atau Random Effect
Model. Pengujian ini dilakukan dengan hipotesis sebagai berikut:
H0 : Random Effect Model H1 : Fixed Effect Model
Sebagai dasar p
m ndingkannya dengan Chi squar . Statistik Hausman dirumuskan dengan:
~ (3.7 at bebas
yang merupakan jumlah variabel independen.
Jika nilai H hasil pengujian lebih be
.4 Metode Evaluasi Model
Setelah hasil pengolahan data dengan metode analisis data panel selesai
asi terhadap model estimasi yang dihasilkan.
etrika
Model estimasi regresi linear yang ideal dan optimal harus menghasilkan
a Best Linear Unbiased Estimator (BLUE) yang
ntara
n yang stokastik.
iliki varians minimum disebut estimator yang efisien.
Pengujian asumsi normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term
al atau tidak. Jika asumsi normalitas ini tidak dipenuhi
aka p 3
dilakukan, harus dilakukan evalu
Metode estimasi yang dihasilkan melalui metode analisis data panel tersebut harus
dievaluasi berdasarkan tiga kriteria sebagai berikut:
1. Kriteria Ekonometrika
2. Kriteria Statistik
3. Kriteria Ekonomi
3.4.1 Kriteria Ekonom
estimator yang memenuhi kriteri
a lain sebagai berikut :
a. Estimator linear artinya adalah estimator merupakan sebuah fungsi linear atas
sebuah variabel depende
b. Estimator tidak bias artinya nilai ekspektasi sesuai dengan nilai yang
sebenarnya.
c. Estimator harus mempunyai varians yang minimum. Estimator yang tidak
bias dan mem
Terdapat beberapa permasalahan yang dapat menyebabkan sebuah estimator
tidak dapat memenuhi asumsi kriteria BLUE antara lain sebagai berikut:
1. Normalitas
mengikuti distribusi norm
m rosedur pengujian dengan menggunakan uji t-statistic menjadi tidak sah.
Pengujian asumsi normalitas dapat dilakukan dengan Jarque Bera Test atau
dengan melihat plot dari sisaan. Hipotesis dalam pengujian normalitas adalah:
34
Dasar penolakan H0 dilakukan dengan membandingkan nilai probabilitas Jarque Bera dengan taraf nyata α sebesar 0,05 dimana jika lebih besar
menandakan H0 tidak ditolak dan residual berdistribusi normal.
2. Multikolinearitas
Istilah multikolinearitas berarti terdapat hubungan linier antar variabel
independennya. Gujarati (2006) menyatakan indikasi terjadinya multikolinearitas
dapat terlihat melalui:
a. Nilai R-squared yang tinggi tetapi sedikit rasio yang signifikan.
b. Korelasi berpasangan yang tinggi antara variabel-variabel independennya.
c. Melakukan regresi tambahan (auxiliary) dengan memberlakukan variabel
independen sebagai salah satu variabel dependen dan variabel independen
lainnya tetap diberlakukan sebagai variabel independen.
Cara untuk mendeteksi multikolinearitas adalah dengan menghitung
korelasi antara dua variabel bebas. Serta cara untuk mengatasi masalah
multikolinearitas antara lain biasanya dilakukan dengan menambah jumlah data
atau mengurangi jumlah data observasi, menambah atau mengurangi jumlah
variabel independennya yang memiliki hubungan linear dengan variabel lainnya,
mengkombinasikan data cross section dan time series, mengganti data, dan
mentransformasi variabel.
3. Heteroskedastisitas
Salah satu asumsi dasar dari metode regresi linear adalah varians tiap
unsur error adalah suatu angka konstan yang sama dengan 2. Heteroskedastisitas terjadi ketika varians tiap unsur error tidak konstan. Guajarati (2006) menyatakan
heteroskedastisitas memiliki beberapa konsekuensi, diantaranya adalah :
a. Estimator OLS masih linier dan masih tidak bias, tetapi varians tidak
minimum sehingga hanya memenuhi karakteristik Linier Unbiased
Estimator (LUE).
b. Perhitungan standar error tidak lagi dapat dipercaya kebenarannya karena
varians tidak minimum sehingga dapat menghasilkan estimasi regresi yang
c. Uji hipotesis yang didasarkan pada uji F-statistic dan t-statistic tidak
dipercaya.
Uji heteroskedastisitas dapat diatasi mengggunakan metode GLS Weight
Cross-section yang tersedia dalam program EVIEWS 6.0.
4. Autokorelasi
Gujarati (2006) menyatakan autokorelasi adalah korelasi antara anggota
serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu seperti dalam data time
series atau diurutkan menurut ruang seperti dalam data cross section. Suatu model
dikatakan memiliki autokorelasi jika error dari periode waktu (time series) yang
berbeda saling berkorelasi. Masalah autokorelasi ini akan menyebabkan model
menjadi tidak efisien meskipun masih tidak bias dan konsisten. Autokorelasi
menyebabkan estimasi standar error dan varian koefisien regresi yang diperoleh
akan underestimate, sehingga R2 akan besar tetapi di uji t-statistic dan uji F-statistic menjadi tidak valid.
Untuk masalah autokorelasi pengujiannya dilakukan dengan melihat
Durbin-Watson stat yang nilainya telah disediakan dalam program EVIEWS 6.0
dibandingkan dengan DW-Tabel. Sebuah model dapat dikatakan terbebas dari
autokorelasi jika nilai Durbin-watson stat terletak di area nonautokorelasi.
Penentuan area tersebut dibantu dengan nilai tabel DL dan DU. Jumlah observasi
(N) dan jumlah variabel independen (K). Dengan menggunakan hipotesis
pengujian sebagai berikut:
H0 : Tidak terdapat autokorelasi H1 : Terdapat autokorelasi
Maka aturan pengujiannya adalah sebagai berikut :
0 < d < DL : tolak H0, ada autokorelasi positif DL≤ d ≤ DU : daerah ragu-ragu, tidak ada keputusan
DU < d < 4 – DU : terima H0, tidak ada autokorelasi 4 - DU≤ d ≤ 4-DL : daerah ragu-ragu, tidak ada keputusan
36
3.4.2 Kriteria Statistik
Evaluasi model berdasarkan kriteria statistik dilakukan dengan beberapa
pengujian antara lain sebagai berikut:
a. Koefesien Determinasi (R2)
Nilai koefisien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur seberapa besar tingkat variabel independen yang digunakan dalam penelitian dapat
menjelaskan variabel dependen. Nilai tersebut menunjukkan seberapa dekat garis
regresi yang kita estimasi dengan data yang sesungguhnya. Nilai R2 terletak antara nol hingga satu dimana semakin mendekati satu maka model akan semakin baik.
b. Uji F-statistic
Uji F-statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel
independen yang digunakan dalam penelitian secara bersama-sama signifikan
memengaruhi variabel dependen. Nilai F-statistic yang besar lebih baik
dibandingkan dengan F-statistic yang rendah. Nilai Prob(F-statistic) merupakan
tingkat signifikansi marginal dari F-statistic. Dengan menggunakan hipotesis
pengujian sebagai berikut:
H0 : β1=β2=…=βk=0
H1 : minimal ada salah satu βj yang tidak sama dengan nol
Tolak H0 jika F-statistic > F α(k-1,NT-N-K) atau Prob(F-statistic) < α. Jika H0 ditolak, maka artinya dengan tingkat keyakinan 1-α kita dapat menyimpulkan bahwa
variabel independen yang digunakan di dalam model secara bersama-sama
signifikan memengaruhi variabel dependen.
c. Uji t-statistic
Uji t-statistic digunakan untuk mengetahui apakah variabel-variabel
independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
Dengan menggunakan hipotesis pengujian sebagai berikut:
Tolak H0 jika t-statistic > t α/2(NT-K-1). Jika H0 ditolak, maka artinya dengan tingkat keyakinan 1-α kita dapat menyimpulkan bahwa variabel independen ke-i secara
parsial memengaruhi variabel dependen.
3.4.3 Kriteria Ekonomi
Evaluasi model estimasi berdasarkan kriteria ekonomi dilakukan dengan
membandingkan kesesuaian tanda dan nilai estimator dengan teori ekonomi dan
kesesuaian dengan logika.
3.5 Perumusan Model
Rancangan model yang akan diajukan adalah model regresi linear dengan
lima variabel independen, dengan variabel dependennya SIGAP dan variabel
independennya adalah FDI, CPI, TP, GROWTH, dan DKRISIS. Data yang
diperoleh pada variabel-variabel tersebut ternyata berbeda satuan. Variabel
SIGAP, FDI, CPI, dan GROWTH disajikan dalam satuan persentase, sedangkan
variabel TP disajikan dalam satuan jumlah jiwa. Oleh karena itu, untuk
memudahkan dalam mengolah data dan interpretasi hasil akhir, variabel
independen TP yang berbeda satuan akan ditransformasi sehingga menjadi bentuk
satuan yang sama, yaitu dalam bentuk log natural, sedangkan untuk variabel
DKRISIS yang tidak memiliki satuan, tidak ditransformasi karena tidak akan
diinterpretasikan hasilnya. Dengan model tersebut diharapkan bahwa hasil regresi
yang diperoleh akan lebih efisien dan mudah untuk diinterpretasikan.
Sesuai dengan keterangan di atas, maka spesifikasi model tersebut secara
ekonometrika akan menjadi model sebagai berikut :
SIGAPit = α +β1FDIit + β2CPIit + β3ln(TPit) + β4GROWTHit + β5DKRISIS + it (3.8) dimana:
SIGAPit = Kesenjangan Tabungan dan Investasi Domestik terhadap GDP Tahunan (data dalam persen)
FDIit = Persentase Nilai FDI Inflow terhadap GDP Tahunan (data dalam
38
CPIit = Persentase Tingkat Inflasi Berdasarkan Consumer Price Index
Tahunan (data dalam persen)
TPit = Jumlah Populasi Tahunan (data dalam jumlah Jiwa)
GROWTHit = Tingkat Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Tahunan (data dalam
persen)
DKRISIS = Variabel dummy yang mengindikasikan terjadinya krisis ekonomi
dimana nilainya sama dengan satu pada saat krisis ekonomi dan
nilainya sama dengan nol pada saat bukan krisis ekonomi.
3.6 Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional variabel yang digunakan dalam model penelitian ini
antara lain:
a. SIGAP
Variabel SIGAP merupakan variabel yang merepresentasikan kesenjangan
tabungan dan investasi domestik. Nilai variabel SIGAP merupakan nilai akhir dari
pengurangan Gross Domestic Saving terhadap Gross Domestic Capital Formation
atas dasar persentase terhadap GDP Tahunan.
b. FDI
Variabel FDI merupakan variabel yang merepresentasikan Penanaman
Modal Asing Langsung. Nilai variabel FDI ini merupakan nilai FDI Inflow suatu
negara selama satu tahun dibagi nilai GDP.
c. CPI
Variabel CPI merupakan variabel yang merepresentasikan tingkat inflasi
suatu negara berdasarkan Consumer Price Index selama satu tahun pada suatu
negara.
d. TP
Variabel TP merupakan variabel yang merepresentasikan jumlah populasi
manusia di suatu negara dalam satuan jumlah jiwa.
e. GROWTH
Variabel GROWTH merupakan variabel yang merepresentasikan
rata-rata pertumbuhan Gross Domestic Product (GDP) Riil per tahun atas dasar harga
konstan tahunan dalam persentase.
f. DKRISIS
Variabel DKRISIS merupakan variabel dummy yang digunakan dalam
persamaan regresi karena variabel tersebut sifatnya kualitatif. Suatu cara untuk
membuat data kuantitatif dari data kualitatif adalah dengan cara memberikan nilai
satu atau nol. Dalam penelitian ini digunakan variabel DKRISIS untuk
menerangkan pertumbuhan ekonomi pada saat krisis, baik krisis moneter Asia
tahun 1997-1998, krisis minyak dunia tahun 2005, maupun krisis keuangan tahun
2008-2009, sedangkan nilai nol diberikan pada pertumbuhan ekonomi pada saat
tidak krisis.
IV. GAAMBARANN UMUM NNEGARA ASEAN 5++3
senjangan Tabungann dan Inveestasi Dommestik
mengalami oversaving dan underinvestment. Kesenjangan surplus terbesar dialami oleh negara Singapura dan Malaysia. Sedangkan satu-satunya negara di wilayah ASEAN 5+3 yang mengalami kesenjangan defisit adalah negara Filipina.
Pada negara Malaysia kesenjangan berubah dari negatif menjadi positif terjadi setelah adanya krisis ekonomi tahun 1998. Selama periode sebelum krisis tahun 1990-1997 kesenjangan tabungan dan investasi domestik mencapai defisit hingga 10,2 persen dari GDP, dengan sebagian pembiayaan dipenuhi oleh arus masuk modal asing. Sejak awal krisis tahun 1998, investasi telah jatuh tetapi tingkat tabungan tetap tinggi. Dengan tabungan domestik melebihi investasi, kesenjangan berubah dari negatif ke positif mulai tahun 1998 hingga saat ini. Adanya kesenjangan surplus dalam jumlah yang sangat besar menunjukkan bahwa di negara Malaysia terdapat keterbatasan kapasitas dalam ekonomi untuk menghasilkan peluang investasi yang cukup untuk menyerap tabungan dalam negeri. Surplus saat ini menunjukkan bahwa meskipun ekonomi Malaysia sedang didorong oleh sektor ekspor, perekonomian domestik tetap lemah, dengan kelebihan tabungan selama investasi.
44
reorganisasi industri untuk mendorong perusahaan asing yang memasuki Jepang, dan peningkatan sejumlah saham yang tersedia di pasar.
Singapura menjadi negara ASEAN 5+3 dengan jumlah rata-rata FDI
Inflow terbesar di negara ASEAN 5+3, yaitu sebesar 14.02 persen GDP. Hal ini dikarenakan Singapura memiliki sarana infrastruktur yang baik dan birokrasi yang efisien sehingga menjadi lokasi investasi yang menarik meskipun tingkat biaya di Singapura lebih tinggi dibandingkan negara-negara ASEAN 5+3 lain dan cenderung meningkat.
Struktur FDI negara maju berbeda dengan struktur FDI negara berkembang. Di negara maju seperti Singapura FDI dilakukan dengan tujuan untuk melakukan kegiatan penjualan, sedangkan untuk negara berkembang seperti Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Thailand, FDI dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kegiatan produksi.
4.3 Gambaran Umum CPI Negara ASEAN 5+3
Tingkat inflasi merupakan variabel ekonomi makro paling penting dan paling ditakuti oleh para pelaku ekonomi termasuk pemerintahan suatu negara karena dapat membawa pengaruh buruk pada struktur biaya produksi dan tingkat kesejahteraan. CPI merupakan salah satu indikator yang dapat menunjukkan tingkat inflasi suatu negara.
Keberadaan inflasi pada tingkat yang rendah merupakan perangsang bagi produsen untuk menambah kapasitas produksinya. Akan tetapi jika terlalu tinggi akan memberikan dampak negatif atas meningkatnya ketidakpastian dan penurunan daya beli konsumen, sekaligus potensi penjualan perusahaan. Sebaliknya jika inflasi berada pada tingkat terlalu rendah juga merupakan kondisi yang buruk, karena harga menjadi jatuh dan menyebabkan kontraksi ekonomi. Oleh karena itu pemerintahan suatu negara wajib mengontrol inflasi melalui