NEIRA PURWANTY ISMAIL
SKRIPSI
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
NEIRA PURWANTY ISMAIL. Dinamika Perubahan Garis Pantai
Pekalongan dan Batang, Jawa Tengah. Dibimbing oleh MULIA PURBA dan RISTI ENDRIANI ARHATIN.
Pantai Pekalongan dan Batang berada pada pesisir pantai utara Provinsi Jawa Tengah dan mendapat pengaruh gelombang dari laut Jawa yang
menyebabkan perubahan garis pantai. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis transformasi gelombang, menghitung angkutan sedimen sepanjang pantai dan menelaah perubahan garis pantai Pekalongan dan Batang selama kurun waktu tahun 1989 hingga 2002 dengan menggunakan model numerik. Selanjutnya hasil model divalidasi dengan menggunakan citra satelit.
Lokasi penelitian terletak pada koordinat 6o50’32,74”- 6o54’0,36” LS dan 109o41’34,63”- 109o45’1,26” BT. Garis pantai dianalisis sepanjang ± 6 km. Data angin diperoleh dari European Centre for Medium Range Weather Forecasts
(ECMWF), data kedalaman perairan diperoleh dari peta batimetri Dinas Hidro-Oseanografi TNI-AL dan data citra satelit Landsat diperoleh dari United State Geological Survey (USGS) National Aeronautics and Space Administration
(NASA). Pengolahan data angin dan gelombang laut dalam menggunakan
perangkat lunak ODV 4.1.3, WRPLOT View 6.5.1 dan Microsoft Excel 2007. Citra
Landsat diolah menggunakan perangkat lunak ER Mapper7.0 dan ArcGIS9.3.
Model perhitungan transformasi gelombang dan laju angkutan sedimen dibuat menggunakan perangkat lunak Visual Basic Application 6.5 dalam bahasa basic.
Hasil analisis model transformasi gelombang dan parameter gelombang pecah di dekat pantai menunjukkan bahwa gelombang yang pecah di dekat pantai Pekalongan dan Batang dibangkitkan oleh angin dominan yang berasal dari arah timur dan timur laut. Tinggi dan sudut gelombang pecah pada tiap lokasi berbeda-beda dipengaruhi oleh profil kelerengan pantai dan arah datangnya gelombang. Lokasi A, B dan C memiliki profil pantai yang lebih curam dibandingkan lokasi D sehingga tinggi gelombang di lokasi tersebut lebih tinggi dibandingkan lokasi D. Pembelokkan arah perambatan gelombang terjadi pada saat mendekati garis pantai. Arah muka gelombang cenderung sejajar mengikuti kontur garis pantai. Angkutan sedimen sepanjang pantai sebagian besar ke arah barat laut dan sebagian kecil ke arah tenggara dikarenakan arah datang gelombang pecah yang dominan berasal dari timur dan timur laut. Hasil simulasi model menunjukkan bahwa selama tahun 1989-2002 sepanjang garis pantai Pekalongan dan Batang mengalami kemunduran (abrasi) dan kemajuan (akresi) yang cukup besar. Proses abrasi dan akresi pada tiap lokasi dipengaruhi oleh karakterstik gelombang pecah, profil kelerengan pantai dan angkutan sedimen pada lokasi tersebut. Hasil
tumpang tindih garis pantai hasil model dan citra tahun 2002 relatif terhadap garis pantai awal (citra tahun 1989) menunjukkan pola perubahan garis pantai yang hampir sama baik abrasi maupun akresi. Perbedaan jarak perubahan garis pantai hasil model dan citra tahun 2002 terhadap garis pantai awal diperkirakan karena pengaruh faktor lain yang tidak diperhitungkan dalam model. Model ini
NEIRA PURWANTY ISMAIL
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul:
DINAMIKA PERUBAHAN GARIS PANTAI PEKALONGAN
DAN BATANG, JAWA TENGAH
adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2012
© Hak cipta milik IPB, tahun 2012
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Judul Penelitian : DINAMIKA PERUBAHAN GARIS PANTAI PEKALONGAN DAN BATANG, JAWA TENGAH
Nama Mahasiswa : Neira Purwanty Ismail
NIM : C54070029
Departemen : Ilmu dan Teknologi Kelautan
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Mulia Purba, M.Sc Risti Endriani Arhatin, S.Pi, M.Si NIP. 19470818 197301 1 001 NIP. 19750309 200701 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
Prof. Dr. Ir. Setyo Budi Susilo, M.Sc NIP. 19580909 198303 1 003
tanggal 14 Januari 1989. Penulis merupakan putri ketiga dari
empat bersaudara dari keluarga bapak Ahmad Ismail dan ibu
Rosmiaty. Pada tahun 2007 penulis menyelesaikan pendidikan
di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Namlea. Setelah tamat
SMA penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Mayor Ilmu dan Teknologi Kelautan melalui jalur
Undagan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama kuliah, penulis aktif menjadi asisten mata kuliah Oseanografi
Terapan, Penginderaan Jauh Kelautan, Sistem Informasi Geografi Kelautan,
Instrumentasi Kelautan dan Klimatologi Oseanografi. Penulis pernah mengikuti
kegiatan pertukaran budaya The 4th Sailing Practice dengan tema “Cultural Exchange through Experience Sulawesi Woodenboat Construction and Sailing”
pada tahun 2009. Kemudian pada tahun 2010 penulis mengukuti pertukaran
pelajar ke Ehime University, Matsuyama, Jepang dengan tema “Shikoku
Agro-complex Short Study Program”. Pada tahun 2011, penulis mengikuti kompetisi muatan roket Indonesia tingkat nasional dengan tema “Altitude Monitoring and Surveillance Payload”. Penulis melaksanakan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan. Tahun 2012, penulis
mengikuti Marine Science and Technology (MST) Training Program dengan topik khusus“Ocean Acidification”. Dalam rangka menyelesaikan studi di
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis melakukan penelitian dengan judul
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala berkah dan
rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
DINAMIKA PERUBAHAN GARIS PANTAI PEKALONGAN DAN
BATANG, JAWA TENGAH. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana pada Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Keluarga tercinta, kedua orangtua, kakak dan adik atas segala dukungan,
doa dan kasih sayangnya;
2. Bapak Prof.Dr.Ir. Mulia Purba, M.Sc. dan ibu Risti Endriani Arhatin, S.Pi,
M.Si. selaku pembimbing yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga
dan pikiran serta bimbingannya selama penyusunan skripsi ini;
3. Ibu Dr.Ir. Yuli Naulita, M.Si selaku penguji tamu yang telah memberikan
kritik dan saran untuk pebaikan skripsi ini;
4. Staf pengajar dan staf penunjang Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan
atas bantuannya selama penulis menjalankan studi di IPB;
5. Pak Sakka, mbak Dhita, mbak Ira, Krisdiantoro, bang Santos, bang Erwin,
dan bang Andri atas bimbingannya selama pengerjaan model.
Penulis berharap, skripsi ini dapat memberikan manfaat dan informasi yang
berguna bagi penulis dan orang lain yang membacanya.
Bogor, September 2012
ix
3) Pengolahan citra ... 47
(1) Pengolahan citra dengan menggunakan algoritma 47
(2) Komposit citra ... 47
(3) Digitasi ... 48
4) Koreksi garis pantai terhadap pasang surut ... 48
5) Tumpang tindih (Overlay) ... 49
3.5. Survei Lapangan ... 50
4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51
4.1.Arah dan Kecepatan Angin ... 51
4.2.Pembangkitan Gelombang di Laut Dalam ... 54
4.3.Transformasi Gelombang ... 60
4.4.Analisis Citra ... 71
4.4.1. Pemulihan dan Pemotongan Citra ... 71
4.4.2. Pengolahan dengan Menggunakan Algoritma ... 72
4.4.3. Pengolahan dengan Digitasi ... 74
4.4.4. Koreksi Garis Pantai terhadap Pasang Surut ... 75
4.4.4. Tumpang Tindih Hasil Pengolahan Citra ... 77
4.5.Angkutan Sedimen Sepanjang Pantai ... 81
4.6.Model Perubahan Garis Pantai ... 84
5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 94
DAFTAR PUSTAKA ... 96
LAMPIRAN ... 99
x
4. Hasil analisis panjang fetch di lokasi penelitian ... 55 5. Persentase arah dan tinggi gelombang di laut dalam selama tahun
1989-2002 ... 56 6. Tinggi dan periode gelombang di laut dalam yang merambat menuju
pantai Pekalongan dan Batang yang dibangkitkan oleh angin bulanan
rata-rata selama tahun 1989-2002 ... 58 7. Tinggi dan periode gelombang di laut dalam yang merambat menuju
pantai Pekalongan dan Batang yang dibangkitkan oleh angin bulanan
maksimum selama tahun 1989-2002 ... 58 8. Data kemiringan pantai pada jarak 0 sampai 1 km ke lepas pantai 62 9. Tinggi gelombang laut dalam (Ho) tinggi gelombang pecah (Hb) dan
jarak pecah dari garis pantai pada lokasi A, B, C dan D ... 69 10.Perbandingan perubahan garis pantai hasil model dan citra tahun 2002
xi
Halaman 1. Terminologi yang digunakan untuk menjelaskan zona dekat pantai
dan profil pantai (CERC, 1984 modifikasi) ... 5 2. Waktu untuk pembangkitan gelombang sebagai fungsi fetch dan
kecepatan angin (USACE, 2003b modifikasi) ... 9 3. Refraksi gelombang pada berbagai bentuk tipe kontur garis pantai
(USACE, 2002a; Komar, 1983b modifikasi) ... 12 4. Sirkulasi arus di dekat pantai berdasar pada sudut pendekatan
gelombang (USACE, 2003b modifikasi) ... 14 5. Gerakan gelombang yang membangkitkan arus menyusur pantai
mengakibatkan transport sedimen membentuk pola zig-zag di
sepanjang pantai (Sorensen, 2006 modifikasi) ... 14 6. Peta lokasi penelitian perubahan garis pantai di pantai Pekalongan
dan Batang, Jawa Tengah ... 23 7. Diagram alir pengolahan data perubahan garis pantai ... 28 8. Lokasi stasiun data angin untuk pembangkitan gelombang di laut
dalam ... 29 9. Rasio durasi angin (Ut) pada kecepatan 1 jam (U3600) (USACE, 2003b) 31
10.Durasi angin tercepat sebagai fungsi dari kecepatan angin (untuk laut
terbuka (USACE, 2003b) ... 31 11.Sistem grid yang digunakan dalam model transformasi gelombang 35 12.Jalur lintasan transformasi gelombang dari laut dalam di lokasi A, B,
C dan D ... 36 13.Hubungan geometri antara sudut gelombang dating (αbxdij), orientasi
pantai (αg) dan sudut gelombang pecah (αbdij) (Komar, 1983b
modifikasi) ... 39 14.Prosedur perhitungan net rate sediment dengan metode perimbangan
sel ... 40 15.Garis pantai yang dibagi menjadi beberapa sel dengan lebar (Δx)
dan panjang (yi) yang berbeda setiap sel (Horikawa, 1988 modifikasi) ... 42 16.Simulasi angkutan sedimen pada satu sel garis pantai (Komar 1983c
modifikasi) ... 42 17.Kelerengan pantai ... 48 18.Posisi garis pantai pada saat perekaman citra dan MSL ... 49 19.Mawar angin (wind rose) dari angin harian rata-rata selama tahun
1989-2002 ... 52 20.Histogram persentase distribusi kelas kecepatan angin selama tahun
1989-2002 ... 52 21.Grafik tinggi dan periode gelombang laut dalam dari angin bulanan
rata-rata selama tahun 1989-2002 ... 59 22.Grafik tinggi dan periode gelombang laut dalam dari angin bulanan
xii
27.Tinggi gelombang pecah sepanjang pantai dengan tinggi gelombang
laut lepas (H0) yang berbeda ... 68 28.Perbesaran profil tinggi gelombang dari laut dalam hingga pecah di
tiap lokasi (H0 = 1,01 m) ... 70
29.Citra Landsat RGB 542 setelah dilakukan pemulihan dan
pemotongan (kiri: tahun 1989, kanan: tahun 2002) ... 71 30.Hasil pengolahan citra Landsat tahun 1989 (kiri) dan 2002 (kanan)
dengan algoritma ... 72 31.Hasil tumpang tindih (overlay) garis pantai dengan algoritma ... 73 32.Hasil tumpang tindih (overlay) pengolahan citra menggunakan
algoritma dengan masing-masing citra tahun 1989 (kiri) dan 2002
(kanan) ... 73 33.Hasil tumpang tindih (overlay) pengolahan citra menggunakan
digitasi dengan masing-masing citra than 1989 (kiri) dan 2002
(kanan) ... 74 34.Posisi garis pantai citra tahun 1989 (a) dan 2002 (b) sebelum dan
setelah koreksi terhadap pasang surut ... 76 35.Hasil tumpang tindih (overlay) garis pantai pengolahan citra ... 77 36.Jarak perubahan garis pantai hasil citra tahun 2002 ... 78 37.Perbesaran hasil tumpang tindih (overlay) garis pantai citra tahun
1989 dan 2002 pada lokasi A, B , C dan D ... 78 38.Histogram laju angkutan sedimen total (m3/tahun) selama empat
belas tahun (1989-2002) ... 81 39.Angkutan sedimen total (m3/tahun) setiap lokasi sepanjang pantai
selama empat belas tahun (1989-2002) ... 83 40.Tumpang tindih (overlayi) garis pantai hasil citra dan model ... 85 41.Jarak perubahan garis pantai hasil model terhadap garis pantai awal . 86 42.Perbesaran hasil tumpang tindih garis pantai model dengan citra
xiii
Halaman
1. Program transformasi gelombang ... 100
2. Data garis pantai awal yang diperoleh dari citra than 1989 ... 104
3. Program angkutan sedimen ... 107
4. Data kecepatan angin tahun 1989-2002 ... 110
5. Data arah angin tahun 1989-2002 ... 117
6. Mawar angin bulanan rata-rata ... 124
7. Tabel persentase distribusi kelas angin harian rata-rata setaip bulan selama tahun 1989-2002 ... 126
8. Panjang fetch di lokasi penelitian ... 130
9. Tinggi dan periode gelombang harian selama tahun 1989 – 2002... 131
10. Prediksi gelombang di laut dalam yang dibangkitkan oleh angin 133
11. Komponen pasang surut di stasiun Semarang ... 135
12. Posisi tinggi muka air pada saat perekaman citra Landsat 4TM dan 7 ETM+ ... 136
13. Koreksi garis pantai terhadap pasang surut pada tiap grid ... 138
14. Hasil perhitungan laju angkutan sedimen total tahunan dan per lokasi selama tahun 1989-2002 ... 145
15. Koordinat garis pantai hasil model dan citra tahun 2002 ... 146
1
dan laut saling berinteraksi menghasilkan lingkungan yang unik dan rentan
terhadap perubahan. Batas antara air laut dan daratan disebut sebagai garis pantai,
yang selalu berubah-ubah, baik perubahan sementara akibat pasang surut, maupun
perubahan permanen dalam jangka waktu panjang akibat abrasi dan akresi.
Menurut Doornkamp dan King (1971), terdapat tiga proses dinamis penting yang
mempengaruhi bentuk pantai yaitu aksi gelombang, angin dan pasang surut.
Proses yang paling penting adalah aksi gelombang. Gelombang yang dibangkitkan
oleh angin merambat dari perairan dalam menuju ke perairan dangkal (pantai)
kemudian mengalami perubahan (transformasi) sifat dan parameter gelombang
karena proses refraksi, pendangkalan (shoaling), refleksi, difraksi hingga
gelombang pecah akibat pengaruh dasar perairan dan karakteristik bentuk pantai.
Kemudian gelombang akan membangkitkan arus menyusur pantai yang dapat
mengangkut sedimen dari atau menuju pantai, dan juga dapat mengangkut
sedimen sepanjang pantai sehingga menyebabkan perubahan garis pantai.
Pantai Pekalongan dan Batang berada pada pesisir pantai utara Provinsi
Jawa Tengah. Wilayah pesisir pantai utara (Pantura) Jawa merupakan kawasan
yang dinamis dan cepat mengalami perubahan sebagai akibat dari tingkat
kebutuhan pemanfaatan lahan yang sangat besar di pulau Jawa. Lokasi pantai
berhadapan langsung dengan laut Jawa sehingga mendapat pengaruh komponen
Penelitian mengenai perubahan garis pantai perlu dilakukan untuk
mengetahui tendensi perubahan pantai di masa yang akan datang. Perubahan garis
pantai dapat diprediksi melalui pendekatan model numerik (Dean dan Zheng,
1997; Elfrink dan Baldock, 2002; Ashton dan Murray, 2006). Triwahyuni et al.
(2010) telah membuat model perubahan garis pantai timur Tarakan dengan
menggunakan data gelombang pecah yang dihitung di pantai akibat angin bulanan
rata-rata selama 10 tahun. Komar (1983a) telah membuat model perubahan garis
pantai akibat adanya jetty dengan hanya menggunakan satu data gelombang tanpa menyertakan proses transformasi gelombang. Fitrianto (2010) telah membuat
model perubahan garis pantai di sekitar jetty di Pelabuhan Pendaratan Ikan (PPI) Glayem Juntinyuat, Kabupaten Indramayu menggunakan program transformasi
gelombang STWAVE. Dewi (2011) membuat model transformasi gelombang dari
laut dalam menuju ke pantai serta perubahan garis pantai yang diakibatkan karena
angkutan sedimen sejajar pantai di pantai Teritip hingga Ambarawang,
Kalimantan Timur. Alphan (2005) telah mengamati perubahan garis pantai di
delta Cukurova, pantai tenggara Mediterrania, Turki dengan menggunakan citra
multi temporal Landsat MSS tahun 1972 dan ETM+ tahun 2002.
Penelitian mengenai perubahan garis pantai masih perlu dilakukan salah
satunya dengan cara melihat interaksi angin yang membangkitkan gelombang di
laut dalam, kemudian membuat model transformasi gelombang dari laut dalam
hingga gelombang pecah di pantai dan model angkutan sedimen sepanjang pantai
yang dapat menyebabkan perubahan garis pantai. Hasil simulasi model tersebut
kemudian divalidasi dengan cara membandingkan perubahan garis pantai hasil
1. Menganalisis transformasi gelombang yang dibangkitkan oleh angin dari
laut dalam menuju ke pantai;
2. Menghitung dan menganalisis angkutan sedimen sepanjang pantai;
3. Menganalisis perubahan garis pantai yang terjadi di pantai Pekalongan dan
Batang, Jawa Tengah selama kurun waktu empat belas tahun sejak tahun
1989 hingga 2002 dengan menggunakan model numerik;
4. Memvalidasi hasil model perubahan garis pantai dengan hasil pengolahan
4 2.1 Profil Pantai
Istilah kepantaian yang umum digunakan dalam bahasa Indonesia terdiri
atas dua yaitu pesisir (coast) dan pantai (shore). Pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut dan
perembesan air laut. Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh
air pasang tertinggi dan air surut terendah. Garis pantai adalah garis batas
pertemuan antara daratan dan air laut, dimana posisinya tidak tetap dan dapat
berubah sesuai dengan pasang surut air laut dan abrasi pantai yang terjadi
(Triatmodjo, 1999).
Ditinjau dari profil pantai (Gambar 1), daerah ke arah pantai dari garis
gelombang pecah dibagi menjadi tiga daerah yaitu inshore, foreshore dan
backshore. Perbatasan antara inshore dan foreshore adalah batas pantai pada saat muka air terendah. Proses gelombang pecah di daerah inshore sering
menyebabkan terjadinya longshore bar, yaitu gumuk pasir yang memanjang dan kira-kira sejajar dengan garis pantai. Foreshore adalah daerah yang terbentang dari garis pantai pada saat muka air rendah sampai batas atas dari uprush
(gelombang bergerak naik pada permukaan pantai) pada saat air pasang tinggi.
Profil pantai di daerah ini memiliki kemiringan yang lebih curam dibandingkan
(Brown et al.,1989). Garis gelombang pecah merupakan batas perubahan perilaku gelombang dan transpor sedimen pantai. Daerah gelombang pecah (breaker zone) adalah daerah dimana gelombang yang datang dari laut dalam (lepas pantai)
mencapai ketidakstabilan dan pecah. Surf zone adalah daerah di antara bentangan bagian dalam dari gelombang pecah dan batas naik turunnya gelombang di pantai.
Pantai yang landai memiliki daerah surf zone yang lebar. Swashzone adalah daerah yang dibatasi oleh garis batas tertinggi naiknya gelombang dan batas
terendah turunnya gelombang di pantai.
Gambar 1. Terminologi yang digunakan untuk menjelaskan zona dekat pantai dan profil pantai (CERC, 1984 modifikasi)
Bentuk profil pantai sangat dipengaruhi oleh serangan gelombang, sifat-sifat
sedimen seperti rapat massa dan tahanan terhadap erosi, ukuran dan bentuk
Pantai dapat terbentuk dari material dasar berupa lumpur, pasir atau kerikil
(gravel). Kemiringan dasar pantai tergantung pada bentuk dan ukuran material dasar. Pantai lumpur mempunyai kemiringan yang sangat kecil hingga mencapai
1:5000. Kemiringan pantai berpasir berkisar antara 1:20 dan 1:50. Kemiringan
pantai berpasir berkerikil dapat mencapai 1:4. Semakin kasar ukuran butiran
sedimen, maka kemiringan pantai akan semakin curam. Pantai berlumpur banyak
dijumpai dimana banyak terdapat sungai yang mengangkut sedimen tersuspensi
bermuara di daerah tersebut dengan gelombang yang relatif kecil. Pantai utara
Jawa sebagian besar merupakan pantai berlumpur (Triatmodjo, 1999).
Berdasarkan energinya, gelombang yang mempunyai energi lebih besar
cenderung memindahkan sedimen ke arah laut, mengikisnya dari gundukan pasir
(berm) di pantai, kemudian mengendapkannya sebagai bukit pasir (sand bar) di zona pecah (breaker zone). Proses sebaliknya terjadi pada gelombang dengan energi yang lebih kecil (Komar 1983b).
Akumulasi sedimen di pantai menyerap dan memantulkan energi yang
berasal dari gelombang. Apabila seluruh energi gelombang terserap maka pantai
dalam kondisi seimbang. Sebaliknya, pantai dalam kondisi tidak seimbang apabila
terjadi perubahan garis pantai abrasi dan akresi (Dirjen P3K DKP, 2004).
2.2 Pembangkitan Gelombang oleh Angin
Angin yang berhembus di permukaan laut menimbukan gesekan angin
(wind stress) sehingga terjadi wind wave atau gelombang yang ditimbulkan oleh angin. Peristiwa ini merupakan pemindahan energi angin menjadi energi
gelombang. Semakin lama dan kuat angin berhembus, maka semakin besar
bertiup atau durasi angin; (2) kecepatan angin dan; (3) fetch (jarak yang ditempuh oleh angin dari arah pembangkit gelombang atau daerah pembangkitan
gelombang). Semakin lama angin bertiup, semakin besar jumlah energi yang
dihasilkan dalam pembangkitan gelombang. World Meteorological Organization
(WMO) telah menetapkan standar baku skala angin Beaufort untuk melihat
pengaruh angin terhadap gelombang di laut seperti ditunjukkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Skala angin dan gelombang Beaufort
Skala
1,6 - 3,4 Ombak kecil, pendek terlihat jelas puncak ombak seperti kaca tidak pecah
3 Angin cukup kencang (Gentle breeze)
3,5 - 5,4 Gelombang kecil, puncak ombak pecah berbuih putih
Resio dan Vincent (1979) dalam USACE (2003b) menyebutkan bahwa kondisi gelombang pada area fetch relatif tidak dipengaruhi oleh lebar fetch.
Panjang fetch membatasi waktu yang diperlukan untuk membentuk gelombang karena pengaruh angin, jadi mempengaruhi waktu transfer energi angin ke
gelombang. Fetch ini berpengaruh pada periode dan tinggi gelombang yang dibangkitkan. Gelombang dengan periode panjang akan terjadi jika fetch besar. Gelombang di lautan dapat memiliki periode 20 detik atau lebih, umumnya
berkisar antara 10 dan 15 detik. Gelombang yang bergerak keluar dari daerah
pembangkitan gelombang hanya memperoleh sedikit tambahan energi
(Triatmodjo, 1999). Faktor lain yang turut mempengaruhi karakteristik gelombang
adalah kedalaman perairan, kekasaran dasar, stabilitas atmosfer dan sebagainya
(Yuwono, 1994).
Pada pertumbuhan gelombang laut dikenal beberapa istilah (USACE, 2003b):
1) Fully development seas, kondisi dimana tinggi gelombang mencapai nilai maksimum (terjadi jika fetch cukup panjang);
2) Fully limited-condition, pertumbuhan gelombang dibatasi oleh fetch. Dalam hal ini panjang fetch (panjang daerah pembangkit angin) dibatasi oleh garis pantai atau dimensi ruang dari medan angin;
3) Duration limited-condition, pertumbuhan gelombang dibatasi oleh lamanya waktu dari tiupan angin;
4) Sea waves, gelombang yang tumbuh di daerah medan angin. Kondisi
gelombang di sini adalah curam yaitu panjang gelombang berkisar antara 10
berkisar antara 30 hingga 500 kali tinggi gelombang.
Perkiraan waktu untuk mencapai kondisi fetch-limited yang merupakan fungsi dari kecepatan angin dan panjang fetch ditunjukkan pada Gambar 2 (Resio dan Vincent (1982) dalam USACE (2003b)).
Gambar 2. Waktu untuk pembangkitan gelombang sebagai fungsi fetch dan kecepatan angin (USACE, 2003b modifikasi)
Gelombang menimbulkan energi yang berperan dalam proses pembentukan
pantai, arus dan transpor sedimen pada arah tegak lurus dan sepanjang pantai,
serta menyebabkan gaya-gaya yang bekerja pada bangunan pantai.
Gelombang merupakan salah satu faktor utama dalam penentuan geometri dan
komposisi pantai serta menentukan proses perencanaan dan desain bangunan
pantai, pelabuhan, terusan (waterway), struktur pantai, alur pelayaran, proteksi pantai dan kegiatan di pantai lainnya (CERC, 1984). Penentu terjadinya abrasi
selain oleh gelombang, juga ditentukan pula oleh kondisi batimetri yang tidak
2.3 Transfromasi Gelombang
Gelombang yang merambat dari laut dalam menuju pantai akan mengalami
perubahan bentuk karena pengaruh kedalaman laut. Di laut dalam bentuk
gelombang adalah sinusoidal, di laut transisi dan dangkal puncak gelombang
menjadi semakin tajam sementara lembah gelombang menjadi semakin landai.
Berkurangnya kedalaman laut menyebabkan meningkatnya kecuraman (H/L) dengan semakin berkurangnya panjang gelombang (L) dan meningkatnya tinggi gelombang (H). Pada suatu kedalaman tertentu, saat kemiringan gelombang (perbandingan antara tinggi gelombang dan panjang gelombang) mencapai batas
maksimum, puncak gelombang semakin tajam sehingga tidak stabil dan pecah
yang menyebabkan sebagian energinya hilang. Setelah pecah gelombang terus
menjalar ke pantai, dan semakin dekat dengan pantai tinggi gelombang semakin
berkurang. Gelombang yang pecah tersebut terus merambat ke arah pantai hingga
akhirnya gelombang bergerak naik dan turun pada permukaan pantai (uprush dan
downrush) (CERC, 1984; Horikawa, 1988).
Pergerakan gelombang yang merambat dari perairan dalam ke perairan
dangkal akan mengalami beberapa proses antara lain (USACE, 2002b);
pembiasan (reflection), akan memusat (convergence) jika mendekati
semenanjung, mengalami penyebaran (divergence) jika mendekati cekungan pendangkalan (shoaling), difraksi, disipasi akibat friksi, disipasi akibat penapisan (percolation), gelombang pecah, penambahan gelombang tumbuh, interaksi gelombang-arus, dan interaksi gelombang-gelombang. Keadaan gelombang sangat
dipengaruhi oleh keadaan batimetri dasar laut, yaitu keadaan dasar, kelengkungan
Refraksi dan pendangkalan dapat mempengaruhi besarnya tinggi gelombang pada
kedalaman tertentu dan distribusi energi gelombang di sepanjang pantai. Menurut
Dally (2005), fenomena refraksi dan pendangkalan gelombang (wave shoaling) merupakan fenomena paling penting yang berperan dalam transformasi
gelombang di dekat pantai. Daerah dengan kedalaman air lebih besar dari
setengah panjang gelombang, gelombangnya menjalar tanpa dipengaruhi oleh
dasar laut, sedangkan pada daerah transisi dan dangkal, penjalaran gelombang
dipengaruhi oleh kedalaman perairan.
Kecepatan rambat gelombang tergantung pada kedalaman air dimana
gelombang menjalar. Apabila cepat rambat gelombang berkurang dengan
kedalaman, panjang gelombang juga berkurang secara linear. Variasi cepat rambat
gelombang terjadi sepanjang garis puncak gelombang yang bergerak dengan
membentuk suatu sudut terhadap garis kedalaman laut, karena bagian dari
gelombang di laut dalam bergerak lebih cepat dibandingkan bagian di laut yang
lebih dangkal. Variasi tersebut menyebabkan puncak gelombang membelok dan
berusaha untuk sejajar dengan garis kontur dasar laut (USACE, 2003b).
Perubahan arah gelombang karena proses refraksi akan menghasilkan suatu
daerah energi gelombang terpusat (convergence) atau penyebaran (divergence) yang mempengaruhi struktur pantai (CERC, 1984). Proses refraksi gelombang
Gambar 3. Refraksi gelombang pada berbagai bentuk tipe kontur garis pantai; atas, kontur lurus dan sejajar; tengah (a), submarine ridge; (b),
submarine canyon; bawah, gabungan antara submarine ridge dan
submarine canyon (USACE, 2002a; Komar, 1983b modifikasi)
2.3.2 Gelombang Pecah
Pada saat bergerak mendekati pantai, kecuraman gelombang meningkat
seiring dengan berkurangnya kedalaman. Ketika kecuraman gelombang mencapai
batas maksimum, gelombang akan pecah, membaurkan energi, menyebabkan arus
gelombang (L) yaitu:
maks = tanh ………... (1)
Penelitian di laboratorium dengan menggunakan tangki gelombang yang
dasarnya horizontal menunjukkan bahwa ketika tinggi gelombang menjadi
sepertujuh dari panjang gelombang laut dalam, gelombang akan pecah (Daniel,
1952 dalam Sorensen, 2006). Di laut dangkal, gelombang pecah terjadi ketika: maks = atau maks = 0,9..………...…...(2)
Gelombang yang pecah dengan membentuk sudut terhadap garis pantai
dapat menyebabkan arus menyusur pantai (longshore current) seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Arus menyusur pantai terjadi di daerah antara gelombang pecah
dan garis pantai (CERC, 1984).
Pada saat gelombang menuju pantai membentuk sudut terhadap garis pantai
maka gelombang tersebut akan naik ke pantai (uprush) dan membentuk sudut. Massa air yang naik tersebut kemudian turun lagi dalam arah tegak lurus pantai.
Gerakan tersebut membentuk lintasan seperti mata gergaji, disertai dengan
terangkutnya sedimen dalam arah sepanjang pantai. Transpor ini membentuk pola
Gambar 4. Sirkulasi arus di dekat pantai berdasar pada sudut pendekatan
gelombang; A) Sirkulasi sel dengan rip cirrent, muncul ketika puncak gelombang paralel terhadap garis gelombang, B) Arus menyusur
pantai yang seragam ketika besar sudut αb besar, C) Pola kombinasi
pada kondisi sudut αb kecil (USACE, 2003a modifikasi)
disebabkan oleh gelombang dan arus yang dibangkitkannya. Transpor sedimen
oleh CERC (1984) dapat diklasifikasikan menjadi transpor menuju dan
meninggalkan pantai (onshore-offshore transport) dan transpor sepanjang pantai (longshore transport). Transpor menuju dan meninggalkan pantai mempunyai arah rata-rata tegak lurus garis pantai, sedangkan transpor sepanjang pantai
mempunyai arah rata-rata sejajar pantai.
Transpor sedimen sepanjang pantai (longshore sediment transport) dipengaruhi oleh gelombang yang datang menuju pantai. Angkutan sedimen
litoral yang sejajar dengan garis pantai, sehingga terdapat dua kemungkinan arah
pergerakan yaitu ke kanan atau ke kiri. Sedimen akan berpindah menuju ke kanan
pada sebagian tahun dan menuju ke kiri pada sisa tahun dengan orientasi
pengamat menghadap ke laut. Arah distribusi tahunan energi gelombang dapat
menyebabkan laju angkutan dominan bergerak dalam satu arah (Sorensen, 1991;
CHL, 2002). Jika transpor menuju ke kanan ditandai dengan QlRdan ke kiri QlL,maka tranpor tahunan bersih (net annual transport) didefinisikan sebagai
QlNET = QlR + |QlL|. Net annual transport akan menuju ke kanan dan bernilai
positif jika QlR > QlL dan bernilai negatif jika QlR < |QlL|. Gross annual transport
merupakan jumlah dari transpor sedimen litoral pada kedua arah (USACE,
2002b). Transpor sedimen sepanjang pantai terjadi pada gelombang pecah dan
garis pantai sehingga berpengaruh terhadap perubahan garis pantai akibat sedimen
2.5 Keseimbangan Sedimen Pantai
Analisis keseimbangan sedimen pantai digunakan untuk mengevaluasi
sedimen yang masuk dan yang keluar dari suatu pantai. Analisis keseimbangan
sedimen pantai berdasarkan pada hukum kontinuitas atau kekekalan masa
sedimen. Melalui analisis ini dapat diperkirakan daerah pantai yang mengalami
perubahan. Pendekatan yang dilakukan mengevaluasi besar sedimen yang masuk
dan yang keluar, kemudian membandingkannya untuk mengetahui apakah suatu
ruas (sel) pantai yang ditinjau mengalami erosi atau akresi (sedimentasi).
Pada analisis keseimbangan sedimen pantai, daerah pantai dibagi menjadi
sejumlah ruas (sel). Keseimbangan sedimen pantai adalah banyaknya sedimen
yang masuk dikurangi dengan yang keluar. Apabila nilai keseimbangannya nol
maka pantai dalam kondisi stabil, jika nilainya posistif pantai mengalami akresi
dan sebaliknya untuk nilai keseimbangan negatif pantai mengalami erosi.
Hasil evaluasi keseimbangan sedimen di masing-masing sel memberikan
informasi kondisi daerah sepanjang pantai. Analisis keseimbangan sedimen pantai
dapat dilakukan dengan pengamatan terhadap laju erosi atau akresi selama
beberapa waktu (tahun). Berdasarkan data tersebut dapat diketahui keseimbangan
sedimen pantai dan dapat diperkirakan kondisi pantai di masa mendatang
(Triatmodjo, 1999).
2.6 Model Perubahan Garis Pantai
Pemodelan adalah proses menjabarkan fenomena kompleks yang terjadi di
alam dan menerjemahkannya menjadi sebuah model pada komputer untuk dapat
dipahami kedinamisannya pada dunia nyata (Bossel (1994) dalam Lakhan
memerlukan sejumlah asumsi yang diambil dari hubungan logika atau matematika
untuk dibangun dan diformulasikan menjadi model.
Perubahan garis pantai pada dasarnya meliputi proses abrasi dan akresi
(sedimentasi) yang dapat terjadi secara alami karena faktor alam. Akresi dan
abrasi yang terjadi disertai dengan maju dan mundurnya garis pantai. Perubahan
garis pantai tersebut dapat diprediksi dengan membuat model matematik yang
didasarkan pada keseimbangan sedimen pantai yang ditinjau. Akibat pengaruh
transpor sedimen sepanjang pantai, sedimen dapat terangkut sampai jauh dan
menyebabkan perubahan garis pantai. Proses pengembalian garis pantai pada
kondisi semula memerlukan waktu cukup lama. Bahkan apabila gelombang dari
satu arah lebih dominan daripada gelombang dari arah yang lain, sulit untuk
mengembalikan garis pantai pada posisi semula. Berdasarkan uraian tersebut,
maka dapat disimpulkan bahwa transpor sedimen sepanjang pantai merupakan
penyebab utama terjadinya perubahan garis pantai (Triatmodjo, 1999).
Berdasarkan alasan tersebut maka dalam model perubahan garis pantai ini hanya
memperhitungkan transpor sedimen sepanjang pantai. Transpor sedimen lain yang
diberikan dalam keseimbangan sedimen pantai tidak diperhitungkan dalam
pemodelan perubahan garis pantai ini.
Pendekatan umum untuk membangun model komputer perubahan garis
pantai hampir serupa dengan model komputer aliran air. Persamaan kontinuitas
untuk air digantikan dengan hubungan kontinuitas untuk pasir/sedimen sehingga
penambahan atau pengurangan yang luar biasa (Komar, 1983a). Pada model,
pantai dibagi menjadi sejumlah sel (ruas). Pada tiap sel ditinjau angkutan sedimen
yang masuk dan keluar. Sesuai dengan hukum kekekalan massa, jumlah laju aliran
massa netto di dalam sel adalah sama dengan laju perubahan massa di dalam sel tiap satuan waktu (Triatmodjo, 1999).
Triwahyuni et al. (2010) telah meemodelkan pantai timur Tarakan, Kalimantan Timur. Model tersebut menggunakan bahasa program Matlab yang dimodifikasi dari bahasa program Fortran oleh Komar (1983a). Perubahan garis pantai ditimbulkan oleh gelombang pecah yang dibangkitkan oleh angin selama
10 tahun (1991-2001). Hasil simulasi model memberikan gambaran perubahan
garis pantai yang mengikuti pola garis pantai hasil citra. Selain itu, Triwahyuni et al. (2010), juga memperoleh hasil model dan hasil citra tidak sama pada daerah yang terdapat sungai dan intervensi manusia. Hal tersebut terjadi karena faktor
masukan sedimen dari sungai dan intervensi manusia tidak diperhitungkan dalam
model. Dewi(2011) telah membuat model transformasi gelombang dari laut
dalam menuju ke pantai serta perubahan garis pantai di pantai Teritip hingga
Ambarawang. Bentuk garis pantai model cenderung mengikuti bentuk garis pantai
awal (garis pantai citra Landsat tahun 2000). Perbandingan hasil model dengan hasil citra Landsat tahun 2007 memperlihatkan bentuk garis pantai yang mirip. Meskipun terdapat juga perbedaan terutama pada garis pantai berbentuk tonjolan,
dimana akibat adanya tonjolan maka model memprediksi terjadinya abrasi.
Sementara hasil citra memperlihatkan garis pantai yang hampir tidak berubah. Hal
ini diperkirakan akibat adanya mangrove di lokasi tersebut yang menghalangi
citra satelit yang direkam pada kurun waktu berbeda. Garis pantai masing-masing
citra ditumpang tindihkan untuk melihat perubahan garis pantai selama kurun
waktu tersebut. Penentuan perubahan garis pantai dengan menggunakan citra
tidak mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan garis pantai tersebut.
Landsat merupakan satelit sumberdaya alam yang dikembangkan oleh
National Aeronautical and Space Administration (NASA) Amerika Serikat pada awal tahun 1970-an (Purwadhi, 2001). Citra Landsat TM merupakan hasil rekaman sensor Thematic Mapper yang dipasang pada satelit Landsat 4 dan
Landsat 5. Citra Landsat ETM+ merupakan hasil rekaman sensor Enhanced Thematic Mapper Plus (ETM+) yang dipasang pada satelit Landsat 7 yang merupakan kelanjutan dari program Landsat 4 dan 5, karena program Landsat 6 gagal mencapai orbit. Karakteristik sensor satelit Landsat TM dan ETM+ dapat dilihat pada Tabel 2.
Penelitian mengenai perubahan garis pantai menggunakan citra satelit telah
dilakukan oleh beberapa peneliti diantaranya; Purba dan Jaya (2004) melakukan
analisis perubahan garis pantai dan penutupan lahan di Lampung Timur dengan
menggunakan citra satelit Landsat TM tahun 1991, 1999, 2001, dan 2003. Hasil pengolahan citra satelit ini menunjukkan garis pantai yang mengalami erosi di
bagian selatan dan sedimentasi di bagian utara. Alphan (2005) mengamati delta
Cukurova, di pantai tenggara Mediterrania, Turki menggunakan citra Landsat
MSS tahun 1972 dan ETM+ tahun 2002. Hasil tumpang tindih garis pantai tahun
Tabel 2. Karakteristik sensor Landsat TM dan ETM+
Pantai Pekalongan berada di Kecamatan Pekalongan Utara, Kabupaten
Pekalongan sedangkan pantai Batang berada di Kecamatan Batang, Kabupaten
Batang, Provinsi Jawa Tengah. Wilayah Pekalongan dan Batang memiliki posisi
strategis karena berada di jalur penghubung antara kota-kota di wilayah provinsi
pantai membentang dari arah barat laut hingga ke tenggara dan berhadapan
langsung dengan laut Jawa.
Geomorfologi pantai Pekalongan dan Batang relatif landai dengan
kemiringan kurang dari 3o. Substrat dasar pantai didominasi oleh hamparan pasir
cenderung berlumpur, tidak berbatu, perairannya bersifat terbuka. Profil pantai
bukan merupakan teluk dan ombak di dekat pantainya relatif berkekuatan rendah.
Warna perairan pantai keruh kecoklatan dan baru kurang lebih 1 mil warna
terlihat hijau kebiruan. Kedalaman perairan pantai antara 0,5-25 m. Pasang surut
bersifat campuran dan dalam sehari semalam terjadi satu kali pasang dan satu kali
surut. Gelombang laut relatif tenang tidak lebih dari 1 meter, namun terdapat
arus-arus yang cukup kuat (Marfai et al. 2011).
Kawasan pesisir Pekalongan pada dasarnya didominasi oleh lahan
persawahan dan tambak atau lahan terbuka. Pesisir utara Jawa Tengah merupakan
wilayah delta sungai-sungai dengan kondisi arus air tergantung pasang surut. Di
wilayah pantai Pekalongan dan Batang terdapat muara muara Loji dan muara
Sambong. Pada saat pasang, massa air cenderung bergerak dari arah laut menuju
muara sebaliknya pada saat surut massa air bergerak ke arah laut. Pantai utara
Jawa Tengah umumnya merupakan daerah rawan abrasi. Umumnya abrasi terjadi
akibat rusaknya vegetasi pantai seperti mangrove dan lain-lain (Dephut Provinsi
22
3. METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian ini berada di pantai utara Kabupaten Pekalongan dan
Batang, Provinsi Jawa Tengah yang selanjutnya disebut sebagai pantai
Pekalongan dan Batang. Secara geografis, terletak pada koordinat 6o50’32,74” -
6o54’0,36”LS dan 109o41’34,63” - 109o45’1,26”BT. Garis pantai yang dianalisis
sepanjang ± 6 km. Peta lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 6.
Pantai Pekalongan dan Batang di sebelah utara berbatasan langsung dengan
laut Jawa, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan, sebelah timur
berbatasan dengan Kabupaten Batang, dan sebelah selatan berbatasan dengan
Kabupaten Pekalongan dan Batang. Pada ujung sebelah barat pantai Pekalongan
berbatasan dengan muara Loji yang merupakan jalur utama menuju Pelabuhan
Perikanan Nusantara (PPN) Pekalongan, sedangkan di ujung sebelah timur pantai
Batang dibatasi oleh muara Sambong, akan tetapi kedua muara sungai ini tidak
dimasukkan dalam kajian model perubahan garis pantai. Kondisi pantai terbuka
menghadap laut Jawa sehingga komponen gelombang menjadi faktor utama
penyebab terjadinya perubahan garis pantai di lokasi tersebut.
Pengambilan data dan survei lapang di sepanjang pantai Pekalongan dan
Batang dilakukan pada bulan Juli 2011. Pengolahan data dan pengerjaan model
perubahan garis pantai dilakukan di Laboratorium Processing Data Oseanografi
dan Penginderaan Jauh Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada bulan
3.2 Peralatan Pengolahan Data dan Survei Lapang
Pengolahan data serta pengerjaan model perubahan garis pantai dilakukan
dengan menggunakan seperangkat komputer berbasis Intel Core 2 Duo dengan sistem operasi Windows 7. Beberapa perangkat lunak yang digunakan diantaranya yaitu; Ocean Data View (versi 4.1.3) digunakan untuk mengekstrak data angin ECMWF yang semula berisi data angin seluruh dunia berformat *nc, hanya diambil pada titik grid stasiun data angin yang ingin digunakan kemudian
diekspor ke dalam format *txt.WRPLOT View (versi 6.5.1) digunakan untuk analisis statistik sebaran data angin dan gelombang serta visualisasi data. ER Mapper (versi 7.0) digunakan untuk pengolahan data citra satelit, pemulihan citra, algoritma pemisahan darat dan laut. ArcGIS (versi 9.3) digunakan untuk mendigitasi garis pantai hasil citra, membuat tampilan peta dan visualisasi
perubahan garis pantai. Golden Software Surfer (versi 8.0 dan 9.0) digunakan untuk digitasi batimetri, digitasi sel grid garis pantai dan grid data transformasi
gelombang. Global Mapper (versi 13) digunakan untuk menganalisis panjang
fetch di lokasi penelitian, mengekspor data garis pantai hasil digitasi di ArcGIS
berformat *shp ke dalam format *bln. Transform (versi 3.3)digunakanuntuk mengekspor data berformat *xyz ke dalam format *hdf. MapSource (versi 6.13.7) digunakan untuk mengekspor data koordinat garis pantai hasil survei lapang.
Visual Basic Application (versi 6.5) pada Microsoft Excel 2007 digunakan untuk memodelkan transformasi gelombang dan angkutan sedimen. Google Earth (versi 6.2.2) digunakan untuk melihat perubahan garis pantai dari tahun ke tahun.
tracking sepanjang garis pantai dan penandaan titik-titik lokasi pengamatan perubahan garis pantai sepanjang pantai Pekalongan dan Batang. Kamera digital
digunakan sebagai alat pendokumentas foto kondisi pantai lokasi penelitian.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data sekunder dan
primer. Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari instansi pemerintah
atau lembaga terkait, sedangkan data primer merupakan data yang diambil
langsung di lokasi penelitian. Data sekunder yang digunakan pada penelitian ini
antara lain data angin, citra Landsat, peta batimetri, peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI), peta digital Shuttle Radar Topography Mission (SRTM) dan citra
multi temporal Google earth. Data primer yang digunakan adalah data koordinat dan dokumentasi pantai hasil tracking GPS di lokasi penelitian.
1) Arah dan kecepatan angin
Data angin yang digunakan pada penelitian ini adalah data arah dan
kecepatan angin harian selama kurun waktu 1 Januari 1989 hingga 31
Desember 2002 yang diperoleh dari European Centre for Medium Range Weather Forecasts (ECMWF). Data angin diunduh dari situs
www.ecmwf.int pada tanggal 17 Nopember 2011.
Data angin ECMWF merupakan data komponen kecepatan angin
lintang dan bujur beresolusi 1,5o x 1,5o, tersedia dalam format *nc dan *grb,
berisi parameter waktu dalam format (hh/dd/mm/yy). Stasiun data angin yang digunakan terletak di laut Jawa pada koordinat 6o LS dan 109,5o BT.
Lokasi tersebut dipilih karena merupakan stasiun angin di laut yang paling
dekat dan dianggap dapat mewakili kondisi angin di lokasi penelitian.
2) Kedalaman perairan
Data kedalaman perairan diperoleh dari peta batimetri Dishidros Jawa
– Pantai Utara, Cirebon hingga Semarang lembar III, skala 1:200.000. Data
batimetri tersebut merupakan hasil survei Cirebon tahun 1975 dan Semarang
tahun 1986 yang diperbaharui oleh Dinas Hidro-Oseanografi tahun 1997.
Data batimteri ini dianggap mewakili batimetri lokasi penelitian pada kurun
waktu tahun 1989 hingga 2002.
3) Citra Landsat
Citra yang digunakan untuk menganalisis perubahan garis pantai pada
penelitian ini adalah citra satelit Landsat 4 TM hasil akuisisi data tanggal 21 Januari 1989 dan citra satelit Landsat 7 ETM+ hasil akuisisi data tanggal 5 Agustus 2002, dengan tingkat resolusi menengah yaitu 30 x 30 m per piksel,
scene citra Landsat pada path 120 dan row 65 yang mencakup wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Citra satelit Landsat diperoleh secara gratis dari lembaga United State Geological Survey (USGS), National Aeronautics and Space Administration (NASA), melalui situs resmi
(LPI) Pekalongan dengan nomor lembar peta 1409 – 01 skala 1:50000 yang diperoleh dari Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
(Bakosurtanal). Peta digitalShuttle Radar Topography Mission (SRTM) diperoleh dari USGS NASA. Citra multi temporalGoogle earth diperoleh dari Google. Peta-peta tersebut digunakan untuk melihat perubahan garis pantai di lokasi penelitian selain hasil pengolahan citra satelit dan model.
Data koordinat tracking GPS sepanjang garis pantai Pekalongan hingga Batang yang diperoleh dari hasil survei lapang di lokasi penelitian.
3.4 Pengolahan dan Analisis Data
Alur proses pengolahan dan analisis data penelitian ditunjukkan pada
Gambar 7. Proses pengolahan data terdiri dari analisis data angin, pembangkitan
gelombang melalui data angin, pembuatan model transformasi gelombang dan
angkutan sedimen serta pengolahan citra satelit untuk validasi model.
3.4.1Analisis Data Angin
Posisi stasiun data angin ditunjukkan pada Gambar 8. Data angin dianalisis
secara statistik menggunakan perangkat lunak WRPLOT (versi 6.5.1) untuk memperoleh persentase kejadian arah dan kecepatan angin. Data kecepatan angin
dikelompokkan dalam beberapa kelas interval menurut skala angin Beaufort yaitu
0,0-0,3 m/det, 0,3-1,6 m/det, 1,6-3,4 m/det, 3,4-5,5 m/det, 5,5—8,0 m/det, dan >8 m/det pada 8 arah mata angin. Hasil analisis data angin digambarkan dalam
Salah
Benar
Gambar 8. Lokasi stasiun data angin untuk pembangkitan gelombang di laut lepas
3.4.2Prediksi Gelombang melalui Data Angin
Hasil analisis data arah dan kecepatan angin ECMWF digunakan untuk
menghitung pembangkitan gelombang di laut dalam. Hal tersebut karena
gelombang tidak diukur secara langsung di lapangan dan tidak ada stasiun lapang
yang secara langsung melakukan pengukuran gelombang di lokasi penelitian.
Terdapat tiga faktor utama yang mampengaruhi pembangkitan gelombang di
laut dalam yaitu (Komar, 1983b); kecepatan angin, lamanya angin bertiup (durasi)
dan daerah fetch. Sebelum menggunakan data angin untuk memprediksi gelombang di laut dalam, perlu dilakukan beberapa koreksi data angin.
1) Koreksi data angin
Data angin yang diperoleh dari stasiun data angin ECMWF di laut
sudah berada pada ketinggian 10 m di atas permukaan laut sehingga tidak
perlu dilakukan koreksi ketinggian dan pengukuran angin dari darat ke laut,
(1) Koreksi durasi
Koreksi durasi dilakukan untuk mengoreksi durasi angin
observasi dengan durasi angin yang digunakan untuk peramalan
pembangkitan gelombang. Data yang diperoleh dari ECMWF adalah
data angin rata-rata harian sehingga perlu dilakukan koreksi untuk
memperoleh kecepatan angin dengan durasi satu jam. Koreksi ini
dapat dilakukan berdasarkan Gambar 9 dan Gambar 10 atau
menggunakan persamaan (USACE, 2003b):
; untuk satuan Uf mil per jam
...………... (3) ; untuk satuan Uf meter per detik
; untuk t < 3600 ...(4)
; untuk 3600 < t < 36000...(5)
...(6)
dimana:
t = Durasi angin dalam detik;
Uf = Kecepatan angin sebelum koreksi durasi;
U3600 = Kecepatan angin dalam 1 jam (3600 detik);
Gambar 9. Rasio durasi angin (Ut) pada kecepatan 1 jam (U3600) (USACE, 2003b)
(2) Koreksi stabilitas
Koreksi stabilitas dilakukan karena adanya perbedaan suhu
antara udara dan air laut. Pada fetch lebih besar dari 16 km, diperlukan koreksi stabilitas menggunakan persamaan (USACE, 2003b):
………(7)
dimana:
Uc = Kecepatan angin setelah mengalami koreksi stabilitas (m/s);
Uw = Kecepatan angin sebelum dikoreksi stabilitas (m/s);
RT = Koefisien beda suhu antara udara dan air laut.
Karena perbedaan suhu antara udara dan air laut tidak diketahui, maka diasumsikan kondisi tidak stabil (RT = 1,1). 2) Penentuan fetch
Prediksi gelombang diawali dengan analisis panjang fetch pada lokasi penelitian menggunakan peta. Perhitungan jarak fetch dan kedalaman pembangkitan gelombang ditentukan menggunakan peta digital SRTM.
Fetch pada lokasi penelitian ini ditentukan pada kedalaman ± 20 m kemudian ditarik garis lurus pada 8 arah mata angin hingga membentur
daratan. Lebar fetch tidak dihitung karena dianggap tidak mempengaruhi kondisi gelombang pada area fetch. Apabila panjang fetch yang diperoleh lebih dari 200 km maka panjang fetch maksimum yang digunakan adalah 200 km. Hal ini dilakukan untuk mereduksi hasil prediksi gelombang yang
terlalu besar (Resio dan Vincent (1979) dalam USACE, (2003b); Saville et al. (1962) dalam CERC, 1984).
Berdasarkan letak geografisnya, pantai Pekalongan dan Batang yang
berhadapan langsung dengan laut Jawa menyebabkan arah datangnya
gelombang di lokasi tersebut tergantung pada arah datangnya angin yang
tenggara diperkirakan tidak menyebabkan pembangkitan gelombang menuju
pantai di lokasi penelitian karena arah datangnya angin berasal dari daratan
dan akan bertiup meninggalkan pantai.
3) Perhitungan tinggi dan periode gelombang
Peramalan gelombang berdasarkan data angin menggunakan metode
Sverdrup Munk Bretschneider (SMB) yaitu peramalan berdasarkan
pertumbuhan energi gelombang (Sverdrup dan Munk (1947) dalam CERC (1984). Kecepatan angin yang digunakan adalah kecepatan angin yang
dianggap dapat membangkitkan gelombang berdasarkan skala Beaufort
(1809) dalam Huler (2004) kemudian arahnya disesuaikan dengan posisi pantai terhadap arah fetch angin dengan mengabaikan angin yang datang dari arah daratan. Persamaan yang digunakan untuk menentukan tinggi dan
periode gelombang di laut dalam adalah (USACE, 2003b):
………... (8)
………... (9)
……….. (10)
………... (11)
dimana:
Hmo = Tinggi gelombang laut dalam; Tp = Periode gelombang laut dalam; g = Gravitasi (9,8 m/s);
X = Jarak fetch dimana angin berhembus;
U10 = Kecepatan angin pada ketinggian 10 m;
U* = Kecepatan friksi; CD = Koefisien gesekan.
Pada kondisi gelombang yang berkembang sepenuhnya (fully developed wave), perhitungan tinggi dan periode gelombang di laut dalam dilakukan menggunakan persamaan (USACE, 2003b):
... (13)
... (14)
3.4.3Transformasi Gelombang
Transformasi gelombang merupakan perubahan bentuk gelombang yang
disebabkan oleh perubahan kedalaman selama penjalaran gelombang dari laut
dalam menuju pantai. Pada saat kedalaman perairan semakin dangkal, tinggi
gelombang mengalami peningkatan seiring dengan berkurangnya kedalaman,
sedangkan panjang gelombang semakin berkurang. Pada kedalaman tertentu,
saat kemiringan gelombang (perbandingan antara tinggi gelombang dan panjang
gelombang) mencapai batas maksimum, puncak gelombang menjadi tidak stabil
dan pecah (USACE, 2003b).
Pada model transformasi gelombang, daerah studi yang disimulasikan
pada sumbu y adalah = 1, 2, 3,.. 800 (jmax = 801) dengan interval antara titik grid 30 m (Δy = 30 m). Sistem gridyang digunakan untuk model transformasi
gelombang digambarkan seperti pada Gambar 11. Selanjutnya untuk keperluan
analisis jalur lintasan transformasi gelombang dan angkutan sedimen di setiap
lokasi, daerah studi dibagi menjadi 4 lokasi di sepanjang garis pantai (A, B, C,
dan D) seperti ditunjukkan pada Gambar 12.
Gambar 12. Jalur lintasan transformasi gelombang dari laut dalam di lokasi A, B, C dan D
Pada setiap titik grid dihitung tinggi, periode dan sudut gelombang. Tinggi
dan sudut gelombang pecah serta kedalaman perairan pada saat gelombang pecah
dihitung hanya pada sumbu i. Model transformasi gelombang dibuat dalam bahasa
basic seperti ditunjukkan pada Lampiran 1. Data masukan yang digunakan pada model transformasi gelombang terdiri dari data batimetri, hasil peramalan tinggi,
periode dan arah gelombang di laut dalam dari data angin.
1) Penentuan arah dan tinggi gelombang
Data masukan model transformasi gelombang terdiri dari:
- Data kedalaman dasar laut (d)
- Data kemiringan pantai = 0,0033 (pada jarak 100 m kedalaman air 0,33m)
- Tinggi gelombang di laut dalam (Hmo) - Periode gelombang di laut dalam (To)
- Sudut gelombang di laut dalam (αo)
- Jumlah titik grid sejajar pantai i = 1, 2, 3,.. 200 - Jumlah titik grid tegak lurus pantai j = 1, 2, 3,..800
Parameter-parameter yang dihitung pada setiap titik grid adalah:
- Panjang gelombang (Ldij)
- Kecepatan gelombang (Cdij) - Sudut gelombang (αdij)
- Koefisien refraksi (Krdij) - Koefisien shoaling (Ksdij) - Tinggi gelombang (Hdij)
Perubahan arah gelombang selama penjalaran gelombang dari laut dalam ke
perairan dangkal dihitung menggunakan persamaan Snellius (USACE, 2003b):
………...……. (15)
……….……... (16)
………..…… ...(17)
……….………... (18)
……….………... (19)
Perhitungan tinggi gelombang pada kedalaman (d) di setiap titik grid
menggunakan persamaan (USACE, 2003b):
………... (21)
………(22)
……….... (23)
………... (24)
2) Penentuan tinggi dan kedalaman gelombang pecah
Perhitungan tinggi, sudut dan kedalaman gelombang pecah ditentukan
dengan menggunakan asumsi (Horikawa, 1988):
bila Hdij = 0,78 dij……….………. (25)
maka Hbdij = Hdij……….……….. (26)
dbij = di……….(27)
dan αbxdij = αdij ………..……….. (28)
dimana:
Hbdij = Tinggi gelombang pecah;
αbxij = Sudut gelombang pecah;
dbij = Kedalaman air di mana gelombang pecah
Masing-masing dihitung pada setiap grid sejajar pantai (sumbu i).
3) Penentuan sudut datang gelombang terhadap garis pantai
Gelombang yang merambat dari laut dalam menuju pantai membentuk
sudut terhadap sumbu x, sedangkan sudut datang gelombang pecah terhadap garis pantai dapat dihitung dengan persamaan (Komar,
1983a; Horikawa, 1988):
……… (29)
menerus menyebabkan sudut gelombang pecah juga ikut berubah dari satu
sel ke sel yang lain. Sudut gelombang pecah terhadap garis pantai dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan:
……….... (30)
Sudut αg adalah sudut yang dibentuk oleh garis pantai dengan garis sejajar
sumbu x, antara sel i dan sel i+1 seperti ditunjukkan pada Gambar 13.
Gambar 13. Hubungan geometri antara sudut gelombang datang (αbxdij),
orientasi pantai (αg) dan sudut gelombang pecah (αbdij)
(Komar, 1983b modifikasi)
3.4.4 Angkutan Sedimen Sepanjang Pantai
Metode yang digunakan dalam perhitungan laju angkutan sedimen
sepanjang pantai adalah metode fluks energi. Laju angkutan sedimen sepanjang
pantai (longshore current), dipengaruhi oleh material litoral yang disebut komponen fluks energi gelombang pecah sejajar pantai (Pl), yaitu (Komar,
1983a):
Ebdij adalah energi gelombang yang terhitung pada garis pecah kedalaman d,
di titik grid i j:
; (N/m atau kg/det2) ……….………… (32)
Cgbdij merupakan kecepatan kelompok gelombang pada garis pecah kedalaman d di titik grid i j:
; (m/det) ……….….. (33)
Sehingga diperoleh persamaan:
………...…..(34)
Laju angkutan sedimen sejajar pantai diperoleh dengan menggunakan
persamaan;
; (m3/det) ……….…………. (35)
Perubahan garis pantai dapat ditentukan dengan menggunakan metode net rate sediment yaitu dengan menghitung selisih sedimen yang masuk dan keluar sel, disebut juga metode perimbangan sel sedimen. Berdasarkan hasil perhitungan
angkutan sedimen pada tiap sel, maka dapat dilakukan perhitungan angkutan
sedimen sepanjang ruas pantai. Pada penelitian ini, sel disusun serial sepanjang
pantai, sehingga net rate sediment dapat dihitung seperti pada Gambar 14.
; (m /det) ……….…………. (36)
3.4.5 Model Perubahan Garis Pantai
Model perubahan garis pantai dapat dibuat berdasarkan model aliran fluida
atau persamaan kontinuitas sedimen. Perubahan garis pantai dilihat dari besarnya
angkutan sedimen dari satu sel ke sel lain yang memiliki ukuran panjang sel yang
sama (Δx). Berdasarkan hukum kekekalan massa, laju angkutan sedimen bersih di
dalam sel adalah sebanding dengan laju perubahan massa sedimen di dalam sel
tersebut setiap satuan waktu. Angkutan sedimen yang masuk dan keluar dari sel
dapat dilihat pada Gambar 15.
Simulasi angkutan sedimen pada satu sel garis pantai ditunjukkan oleh
Gambar 16. Qi adalah angkutan sedimen yang masuk dari sel i menuju sel i+1, sedangkan Qi-1 adalah angkutan sedimen yang masuk dari sel i-1 menuju sel i.
Besarnya transpor sedimen pantai dipengaruhi oleh energi gelombang dan sudut
gelombang pecah. Sudut gelombang pecah akan berubah dari satu sel ke sel lain
tergantung orientasi garis pantai pada masing-masing sel. Data masukan garis
pantai awal lokasi penelitian yang digunakan pada model diperoleh dari hasil
Gambar 15. Garis pantai yang dibagi menjadi beberapa sel dengan lebar (Δx) dan panjang (yi) yang berbeda setiap sel (Horikawa, 1988 modifikasi).
antara d.Δyi yaitu luasan area menegak dari sedimen yang terdeposit dan tererosi,
dengan kedalaman perairan d pada saat gelombang pecah, terhadap Δx yaitu lebar sel. Laju angkutan sedimen yang masuk dan keluar dari sel i ditunjukkan oleh persamaan:
; (m3/det) ………..………. (37)
Volume sedimen yang masuk dan keluar sel dinyatakan dengan persamaan:
ΔVi = d ΔyiΔx……….….(38)
Subtitusi persamaan (37) dan (38) menghasilkan persamaan:
………..……... (39)
Jika persamaan (39) diselesaikan dengan menggunakan beda hingga (fuite difference), maka diperoleh:
………..……. (40)
Pada persamaan (40), nilai Δt, d, dan Δx adalah tetap sehingga Δy hanya
tergantung pada ΔQ. Apabila ΔQ negatif (angkutan sedimen yang masuk lebih
kecil dari yang keluar sel) maka Δy akan negatif artinya pantai mengalami
kemunduran atau abrasi. Sebaliknya jika ΔQ positif (angkutan sedimen yang
masuk lebih besar dari yang keluar sel) maka Δy akan positif atau pantai
mengalami akresi. Apabila ΔQ = 0 maka Δy =0 yang berarti pantai dalam kondisi
stabil atau tetap. Perubahan garis pantai dapat dihitung dengan menggunakan
Pada pembuatan model perubahan garis pantai ini digunakan beberapa
asumsi yaitu:
1) Garis pantai awal yang digunakan diperoleh dari hasil pengolahan citra
Landsat 4 TM tahun 1989 kemudian dibagi menjadi 200 sel dengan panjang
tiap sel (Δx) yaitu 30 meter. Penomoran sel dimulai dari sel paling barat (sel
ke-1) sampai ke timur (sel ke-200);
2) Kedalaman perairan wilayah Pekalongan dan Batang dianggap linear dan
faktor yang mempengaruhi perubahan garis pantai dianggap hanya berasal
dari gelombang yang dibangkitkan oleh angin;
3) Model menggunakan input parameter gelombang pecah yaitu tinggi (Hb), kedalaman (db) dan sudut gelombang pecah (αb) yang dihitung pada model
dari sudut gelombang di dekat pantai (αb) dan sudut orientasi pantai (αi)
pada masing-masing sel;
4) Faktor-faktor lain yang mempengaruhi transformasi gelombang selain
shoaling dan refraksi diabaikan;
5) Model hanya menggunakan arah gelombang datang yang bergerak menuju
pantai, sedangkan yang menjauhi pantai diabaikan;
6) Kedalaman air di pantai sama dengan tinggi sel;
7) Tinggi gelombang pecah terjadi jika Hdij = 0,78 dij;
8) Posisi garis pantai pada titik sel 1 tidak berubah selama simulasi
9) Posisi garis pantai pada titik sel akhir sama dengan posisi garis pantai
sekunder yang berasal dari citra satelit dengan perekaman pada tahun yang
berbeda-beda. Citra yang digunakan memiliki waktu berbeda karena untuk
pengamatan perubahan garis pantai selain dilihat berdasarkan skala ruang (spasial)
juga harus dilihat berdasarkan skala waktu (temporal).
Data citra digunakan sebagai data penunjang hasil pengolahan data secara
numerik. Pengolahan data secara numerik dapat memperlihatkan perubahan garis
pantai karena faktor alam yaitu gelombang sedangkan penggunaan citra dapat
memperlihatkan terjadinya perubahan garis pantai secara visual.
1) Pemotongan citra (Image cropping)
Pemotongan citra atau cropping dilakukan karena citra awal yang diperoleh memiliki cakupan area yang terlalu luas. Proses ini bertujuan agar
pengolahan data menjadi lebih efektif dan efisien karena cakupan area citra
baru menjadi lebih kecil sesuai dengan kebutuhan penelitian. Pada scene
citra Landsat path 120 dan row 65 yang mencakup wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemotongan citra hanya
mengambil wilayah pantai Pekalongan dan Batang saja.
2) Pemulihan citra (Image restoration)
Proses pemulihan citra terdiri dari koreksi geometrik dan koreksi
radiometrik. Hal ini dilakukan agar citra yang diolah sesuai dengan keadaan
(1) Koreksi radiometrik
Koreksi radiometerik dilakukan untuk memperbaiki nilai-nilai
piksel yang tidak sesuai dengan nilai pantulan atau pancaran spektral
objek yang sebenarnya. Koreksi radiometrik dilakukan dengan metode
penyesuaian histogram (histogram adjustment), yaitu dengan mengurangi nilai kanal terdistorsi ke arah kiri sehingga nilai
minimumnya menjadi nol.
Pada metode penyesuaian histogram diasumsikan bahwa nilai
minimum pada suatu liputan adalah nol. Jika tidak dimulai dari nol,
maka penambahan tersebut disebut sebagai offset-nya. Asumsi tersebut yang menentukan nilai minimum pada data sebelum
terkoreksi dijadikan sebagai pengurang, sehingga akan diperoleh
rentang nilai minimum dan maksimum setelah citra mengalami
koreksi radiometrik (Arhatin, 2007).
(2) Koreksi geometrik
Koreksi geometrik dilakukan karena adanya distorsi yang
disebabkan oleh kelengkungan bumi, ketidaksamaan gerak penyiaman
(scanning), gerak rotasi bumi, ketidaklinearan dan gangguan (noise) pada sistem penyiaman, perubahan ketinggian alat pembawa sensor,
perubahan sudut pandang alat pembawa sensor terhadap obyek
mendapatkan perubahan garis pantainya. Ada beberapa tahapan pengolahan
citra untuk memperoleh garis pantai, diantaranya perngolahan citra
menggunakan algoritma kemudian komposit citra, selanjutnya digitasi on screen.
(1) Pengolahan citra dengan menggunakan algoritma
Penggunaan algoritma untuk perubahan garis pantai dengan citra
Landsat 4 TM dan 7 ETM+ dilakukan menggunakan kanal 4, kanal ini akan memberikan pantulan yang tinggi di daratan. Proses ini
dilakukan dengan menggunakan program ER Mapper 7.0. Algoritma yang digunakan adalah:
If i1 ≥ (kanal 4) then null else (citra Landsat 4 TM tahun 1989)
Ifi1 ≥ (kanal 4) then null else (citra Landsat 7 ETM+ tahun 2002)
Dimana input i1 adalah nilai pantulan pada kanal 4. (2) Komposit citra
Penajaman citra bertujuan untuk memperjelas kenampakan
objek pada citra sehingga semakin informatif. Penajaman citra dapat
memperbaiki kenampakan citra dan membedakan objek yang ada pada
citra agar informasi lebih mudah diinterpretasikan. Salah satu teknik