• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pola Fermentabilitas dan Kecernaan In Vitro Ransum Kambing Perah yang Mengandung Ampas Kurma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pola Fermentabilitas dan Kecernaan In Vitro Ransum Kambing Perah yang Mengandung Ampas Kurma"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

POLA FERMENTABILITAS DAN KECERNAAN

IN VITRO

RANSUM KAMBING PERAH YANG MENGANDUNG

AMPAS KURMA

ENDAH YUNIARTI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pola Fermentabilitas dan Kecernaan In Vitro Ransum Kambing Perah yang Mengandung Ampas Kurma adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

Endah Yuniarti

(4)

ABSTRAK

ENDAH YUNIARTI. Pola Fermentabilitas dan Kecernaan In Vitro Ransum Kambing Perah yang Mengandung Ampas Kurma. Dibimbing oleh DWIERRA EVVYERNIE dan DEWI APRI ASTUTI.

Ampas kurma merupakan limbah industri pangan yang dinilai nutritif untuk dijadikan pakan ternak, khususnya sebagai sumber energi. Penambahan ampas kurma ke dalam ransum kambing perah harus diamati pengaruhnya terhadap fermentabilitas rumen dan kecernaannya. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengevaluasi manfaat ampas kurma di dalam ransum kambing perah melalui pengamatan pola fermentabilitas dan kecernaannya serta mengamati pengaruh ampas kurma terhadap populasi mikroorganisme rumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan ampas kurma meningkatkan kecernaan bahan kering dan proporsi propionat, serta mempengaruhi rasio asetat:propionat dengan sangat signifikan (P<0.01). Penambahan ampas kurma pada ransum tidak menunjukkan pengaruh terhadap konsentrasi N-NH3, proporsi asetat dan butirat,

produksi gas metan, serta kecernaan bahan organik. Ampas kurma secara statistik tidak mengganggu jumlah populasi mikroorganisme rumen (bakteri total dan protozoa). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ampas kurma dapat ditambahkan ke dalam ransum kambing perah sampai 50% dari 40% konsentrat dengan komposisi hijauan berupa 30% rumput gajah dan 30% Indigofera sp.

Kata kunci: ampas kurma, fermentabilitas, indogofera, kecernaan, protozoarumen

ABSTRACT

ENDAH YUNIARTI. The Pattern of In Vitro Fermentability and Digestibility of Dairy Goat Ration Containing Date Fruit Waste. Supervised by DWIERRA EVVYERNIE and DEWI APRI ASTUTI.

Date fruit waste (DFW) is a food industrial waste which was considered to be a nutritious feed, especially as an energy source. The use of DFW in the ration was not evaluated in the rumen fermentation and digestion. The general aim of this experiment was to evaluate the advantage of DFW in dairy goat ration by observing its pattern in the rumen in vitro, which consisted of study about the fermentability and digestibility of it and to investigate the effects of DFW on rumen microbial population. The results showed the addition of DFW increased dry matter digestibility and propionate proportion, and it had significantly change of ratio acetate:propionate compared than control. Furthermore, there were no effects to the concentration of N-NH3, proportion of butyrate and acetate, methane

production, and organic matter digestibility. There was no effect of DFW on the population of total rumen bacteria and protozoa. As conclusion, addition of DFW can be allowed into dairy goat ration up to 50% of 40% concentrate when containing 30% Elephant grass and Indigofera sp.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan

pada

Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

POLA FERMENTABILITAS DAN KECERNAAN

IN VITRO

RANSUM KAMBING PERAH YANG MENGANDUNG

AMPAS KURMA

ENDAH YUNIARTI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Pola Fermentabilitas dan Kecernaan In Vitro Ransum Kambing Perah yang Mengandung Ampas Kurma

Nama : Endah Yuniarti NIM : D24090013

Disetujui oleh

Dr Ir Dwierra Evvyernie, MS, MSc Pembimbing I

Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Idat Galih Permana, MScAgr Ketua Departemen

(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian ini dapat terlaksana dengan adanya bantuan dana dari DIKTI melalui Program Kreatifitas Mahasiswa bidang Penelitian tahun 2012. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah pemanfaatan limbah industri pangan, dengan judul Pola Fermentabilitas dan Kecernaan In Vitro

Ransum Kambing Perah yang Mengandung Ampas Kurma.

Ampas kurma merupakan limbah industri sari kurma yang berpotensi menjadi pakan ternak. Ampas kurma mengandung energi yang baik untuk produksi susu kambing. Penelitian mengenai ampas kurma sebagai pakan kambing perah belum dilakukan, sehingga penelitian ini dilaksanakan untuk mengamati pengaruh penggunaannya dalam ransum kambing perah terhadap fermentabilitas rumen dan kecernaan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Kritik, saran dan masukan yang bersifat membangun sangat penulis harapkan demi penyempurnaan di masa mendatang.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR LAMPIRAN xi

PENDAHULUAN 1

METODE 2

Bahan 2

Alat 2

Lokasi dan Waktu Penelitian 2

Prosedur Percobaan 2

Analisis Data 6

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

Pola Fermentabilitas Rumen 7

Kecernaan In Vitro 9

Populasi Bakteri Total dan Protozoa 10

SIMPULAN DAN SARAN 11

Simpulan 11

Saran 11

DAFTAR PUSTAKA 11

LAMPIRAN 14

RIWAYAT HIDUP 18

(12)

DAFTAR TABEL

1 Formulasi Ransum Penelitian 3

2 Kandungan Nutrien Ransum Penelitian dalam 100% Bahan Kering 3 3 Pola Fermentabilitas Rumen terhadap Penambahan Ampas Kurma

dalam Ransum Kambing Perah 7

4 Estimasi Produksi Gas Metan (CH4) 9

5 Kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO) 9

6 Hasil Analisis Fitokimia Ampas Kurma 10

7 Populasi Bakteri Total dan Protozoa terhadap Ampas Kurma 10

DAFTAR LAMPIRAN

1 Analisis Sidik Ragam Konsentrasi Ammonia (NH3) 14

2 Analisis Sidik Ragam Konsentrasi VFA Total 14

3 Analisis Sidik Ragam Proporsi Asetat 14

4 Analisis Sidik Ragam Proporsi Propionat 14

5 Uji Polinomial Ortogonal Proporsi Propionat 14

6 Uji Jarak Duncan Proporsi Propionat 15

7 Analisis Sidik Ragam Proporsi Butirat 15

8 Proporsi Isobutirat, Valerat, dan Isovalerat 15

9 Analisis Sidik Ragam Rasio Asetat:Propionat 15

10 Uji Polinomial Ortogonal Rasio Asetat:Propionat 16

11 Uji Jarak Dunca Rasio Asetat:Propionat 16

12 Analisis Sidik Ragam Produksi Gas Metan (CH4) 16

(13)
(14)

PENDAHULUAN

Kambing perah merupakan salah satu ternak yang potensial untuk dikembangkan sebagai ternak penghasil susu. Pengembangan budidaya kambing perah dapat menjadi salah satu cara diversifikasi ternak perah selain sapi. Budiarsana dan Sutama (2001) menyatakan bahwa kambing perah yang saat ini sudah tersebar luas di Indonesia adalah kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing PE merupakan ternak yang adaptif terhadap lingkungan tropis (Atabany 2001). Produksi susu kambing PE dapat berkisar antara 567.1 gram ekor-1 hari-1 (Novita et al. 2006) hingga 863 gram ekor-1 hari-1 (Subhagiana 1998), serta menurut Atabany (2001) produksinya dapat mencapai 990 gram ekor-1 hari-1.

Budidaya kambing perah yang baik guna menghasilkan produksi yang maksimal seharusnya didukung dengan pemberian pakan yang berkualitas. Permasalahan pakan yang sering ditemukan di peternakan kambing perah adalah mahalnya harga konsentrat. Konsentrat khusus untuk kambing perah belum diproduksi secara khusus, sehingga peternak masih harus menggunakan konsentrat sapi perah. Pemanfaatan limbah industri pengolahan pangan dapat menjadi salah satu solusi mengatasi mahalnya harga konsentrat. Industri pengolahan pangan yang sedang berkembang saat ini adalah sari kurma. Industri sari kurma menggunakan buah kurma sebagai bahan utamanya. Kurma yang akan diolah sudah dihilangkan bijinya, sehingga bagian daging saja yang akan digunakan. Daging kurma tersebut diambil sarinya dan meninggalkan sisa berupa ampas kurma. Ampas kurma yang dihasilkan oleh sebuah pabrik sari kurma dapat mencapai 56% dari total daging kurma yang diolah per harinya. Jumlah yang melimpah ini sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai pakan. Ampas kurma dapat dijadikan sebagai bahan pakan sumber energi.

Ampas kurma merupakan limbah dari pabrik sari kurma. Ampas kurma berasal dari buah kurma yang mengandung nilai gizi tinggi. Zaid dan de Wet (2002) menyebutkan bahwa daging buah kurma mengandung 60-65% gula, sekitar 2.5% serat, 2% protein dan kurang dari 2% lemak, mineral, dan unsur pektin, serta protein sekitar 1.7% berat basah daging. Mansouri (2004) menyatakan bahwa buah kurma mengandung zat fenol dan berpotensi menjadi antioksidan. Nur’adhadinia (2011) menyatakan bahwa ampas kurma mengandung BK 28.71%; PK 8.01%; LK 1.33%; SK 20.70%; BeTN 66.78%; TDN 76.53% dan GE 4627.49 kal kg-1. Hasil uji fitokimia ampas kurma secara kualitatif menunjukkan bahwa ampas kurma mengandung senyawa aktif terbanyak berupa flavonoid (Laboratorium Kimia Analitik IPB 2013). Flavonoid bersifat antibakteri dan antioksidan serta mampu meningkatkan kerja sistem imun karena leukosit sebagai pemakan antigen lebih cepat dihasilkan dan sistem limfoid lebih cepat diaktifkan (Rahman 2008).

(15)

2

ampas kurma juga perlu dilakukan terhadap populasi mikroorganisme rumen terutama bakteri dan protozoa.

Penelitian ini bertujuan untuk mengamati pengaruh penambahan ampas kurma pada pakan kambing perah terhadap fermentabilitas dan kecernaan secara

in vitro, serta mengamati pengaruh senyawa aktif ampas kurma terhadap populasi mikroorganisme.

METODE

Bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ampas kurma yang berasal dari pabrik sari kurma Sahira, Bubulak, Bogor. Selain itu, bahan lain yang digunakan yaitu cairan rumen kambing yang didapat dari tempat pemotongan kambing di Empang Bogor, rumput gajah, Indigofera sp, dedak padi, bungkil kelapa, DCP, dan premix, larutan McDougall, media pengencer, media agar Brain Heart Infussion (BHI) serta larutan TBFS (Trypan Blue Formalin Salin).

Alat

Peralatan yang digunakan terdiri dari tabung fermentor, cawan Conway, cawan porselen, counting chamber, mikroskop, gas kromatografi (GC) dan shaker water bath. Peralatan lain yang digunakan adalah tabung Schott, mikroskop, sentrifuge, spoit dan needle, tabung Eppendorf, pH meter, sentrifuge, serta pipet mikro.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2013 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Laboratorium Biokimia, Fisiologi, dan Nutrisi Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, serta Balai Penelitian Ternak Ciawi.

Prosedur Percobaan

Pengamatan terhadap fermentabilitas dan kecernaan in vitro dengan menggunakan 5 perlakuan dan 4 ulangan, yaitu R0 (hijauan 60% terdiri dari 30% rumput gajah dan 30% Indigofera sp + 0% ampas kurma dalam 40% konsentrat); R1 (hijauan 60% + 12.5% ampas kurma dalam 40% konsentrat); R2 (hijauan 60% + 25% ampas kurma dalam 40% konsentrat); R3 (hijauan 60% + 37.5% ampas kurma dalam 40% konsentrat); dan R4 (hijauan 60% + 50% ampas kurma dalam 40% konsentrat). Parameter yang diamati terdiri dari konsentrasi N-NH3, Proporsi

(16)

3 (KCBO). Kemudian, ampas kurma diuji pengaruh senyawa aktifnya terhadap populasi mikroorganisme rumen, yaitu populasi bakteri total dan protozoa pada level 0%, 12.5%, 25%, 37.5%, dan 50%. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok dengan pengelompokkan berdasarkan perbedaan kambing sebagai sumber cairan rumen.

Persiapan Bahan dan Ransum

Bahan baku ransum dikeringkan didalam oven 60ºC dan digiling halus menjadi bentuk tepung. Semua bahan tersebut dicampurkan sesuai dengan formulasi ransum penelitian. Formulasi ransum penelitian yang digunakan disajikan dalam Tabel 1 dan kandungan nutrien ransum penelitian disajikan dalam Tabel 2.

Pengambilan Cairan Rumen

Cairan rumen yang digunakan berasal dari isi rumen kambing yang diambil di daerah Empang, Bogor. Pertama, termos disiapkan dengan diisi air panas yang bersuhu 39ºC dan tidak boleh dibuang sebelum isi rumen didapatkan. Isi rumen Tabel 2 Kandungan Nutrien Ransum Penelitian dalam 100% Bahan Kering

Kandungan Nutrien*

(17)

4

kambing dimasukkan ke dalam termos yang sudah dibuang air panasnya. Jika isi rumen sudah memenuhi termos, maka segera ditutup untuk menghindari banyaknya O2 yang masuk. Isi rumen tersebut kemudian segera dibawa ke

Laboratorium Nutrisi Ternak Perah.

Water bath disiapkan pada suhu 39°C dengan menyimpan tabung erlenmeyer di dalamnya dengan tujuan mengkondisikan tabung erlenmeyer agar suhunya sama seperti di dalam rumen. Corong, kain saring, dan selang gas CO2

kemudian diletakkan di atas mulut tabung. Isi rumen di dalam termos dituangkan ke dalam erlenmeyer dengan disaring terlebih dahulu agar yang tertampung hanya cairan rumen saja. Gas CO2 dialirkan secara terus menerus dari awal penyaringan

hingga pemindahan cairan rumen ke dalam tabung fermentor.

Pencernaan Fermentatif

Percobaan in vitro dilakukan dengan metode Tilley and Terry (1963). Sebanyak 0.5 g sample perlakuan (R0, R1, R2, R3, dan R4) ditimbang dan dimasukkan ke dalam tabung fermentor, lalu ditambahkan 40 ml larutan McDougall dan 10 ml cairan rumen. Gas CO2 dialirkan ke dalam tabung

fermentor yang sudah berisi sampel, larutan McDougall dan cairan rumen selama 30 detik sebelum ditutup dengan tutup karet berventilasi. Tabung fermentor tersebut disimpan di dalam shaker water bath dengan suhu 39°C dan diinkubasi selama 4 jam untuk pengamatan konsentrasi NH3 dan VFA. Setelah 4 jam

inkubasi, cairan rumen diambil menggunakan pipet mikro 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung eppendorf dan ditetesi H2SO4 sebanyak 1 tetes untuk sampel

pengukuran proporsi VFA parsial. Cairan rumen yang masih ada di dalam tabung fermentor ditetesi HgCl2 untuk menghentikan proses fermentasi dan disentrifuge

dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit untuk memisahkan supernatan dengan padatan. Supernatan yang didapat digunakan untuk analisis konsentrasi NH3.

Analisis Konsentrasi Nitrogen Ammonia (N-NH3)

Analisis konsentrasi N-NH3 dilakukan dengan metode Mikrodifusi Conway

(General Laboratory Procedure 1966). Bibir cawan Conway diolesi dengan vaselin. Sebanyak 1 ml supernatan sampel dipipet dan disimpan pada salah satu sisi cawan. Setelah itu, 1 ml Na2CO3 dipipet dan disimpan pada sisi yang lainnya

yang berlawanan. Bagian tengah cawan diisi dengan 1 ml asam borat berindikator. Cawan ditutup hingga rapat, lalu sampel dan Na2CO3 yang terdapat di bagian

samping cawan dicampurkan sampai homogen. Sampel didiamkan selama 24 jam hingga indikator berubah warna dari merah menjadi kebiru-biruan. Setelah 24 jam, indikator sampel tersebut dititrasi dengan H2SO4 hingga warnanya berubah

menjadi kemerahan. Konsentrasi amonia dapat dihitung dengan rumus : Konsentrasi ammonia (mM) = m 2 N 2 1000

erat ran um an um

Analisis Konsentrasi VFA Parsial

(18)

5 sulfo 5 salisilat dihidrat, kemudian dicampur dalam tabung tersebut. Kemudian tabung Eppendorf disentrifus selama 10 menit pada 12000 rpm dan suhu 7°C.

Sampel yang terdapat dalam tabung tersebut diinjeksikan ke dalam gas kromatografi (GC). Sistem pemisahan ini berdasarkan pemisahan sifat partisi dan absorbsi zat terhadap dua fase diam (kolom) dan fase bergerak (gas). Adanya perbedaan partisi atau absorbsi pada kedua fase tersebut memunculkan puncak pada layar monitor. Dengan membaca kromatogram standar acuan VFA yang konsentrasinya sudah diketahui maka VFA sampel tersebut dapat diukur. Konsentrasi VFA parsial dapat dihitung dengan cara:

VFA (mM) = rea nt h andun an tandar 1000 rea tandar

Keterangan:

VFA = volatile fatty acid (asetat, propionat, dan butirat) BM = Berat molekul VFA parsial

Estimasi Produksi Gas Metan (CH4)

Produksi gas metan dapat dihitung menggunakan metode Moss et al. (2000). Data yang diperlukan untuk menghitung produksi gas metan, diantaranya kadar asetat (C2), propionat (C3), dan butirat (C4) yang diperoleh dari analisis VFA parsial. Data proporsi VFA parsial dikonversi dari satuan mM menjadi ml gram-1 BK. Produksi gas metan dapat dihitung dengan cara:

(m ram-1 ) = 0. 2-0.2 0. 0

Analisis Kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO)

Pengukuran kecernaan bahan kering dan bahan organik (KCBK dan KCBO) dilakukan dengan metode Tilley and Terry (1963). Tahapan analisis sama seperti yang dilakukan pada fermentasi in vitro. Campuran yang terdiri dari sampel, larutan McDougall, dan cairan rumen diinkubasi selama 48 jam, lalu disentrifuge pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. Supernatan dibuang dan disisakan padatannya, kemudian padatan tersebut ditambahkan 50 ml larutan pepsin HCl 0.2%. Inkubasi dilanjutkan selama 48 jam secara aerob. Sisa pencernaan disaring menggunakan kertas saring dan dibantu dengan pompa vakum. Hasil saringan dimasukkan ke dalam cawan porselin dan dikeringkan di dalam oven 105°C selama 24 jam untuk mengetahui residu bahan kering dan diabukan dalam tanur 600°C selama 6 jam untuk menghitung kadar bahan organiknya. Kecernaan bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO) dapat dihitung dengan rumus:

(19)

6

Perhitungan Populasi Bakteri Total

Populasi bakteri total dihitung dengan metode pencacah koloni bakteri hidup. Prinsip perhitungannya adalah cairan rumen diencerkan secara serial lalu dibiakkan dalam tabung Hungate. Bakteri rumen didapatkan dari 10 ml cairan rumen yang telah diinkubasi selama 4 jam dengan penambahan 0.5 gram sampel (ampas kurma 0%, 12.5%, 25%, 37.5%, dan 50% yang dikombinasikan dengan rumput gajah) serta 40 ml larutan McDougall. Inkubasi dilakukan di dalam shaker water bath pada suhu 39ºC dengan kondisi anaerob selama 4 jam. Supernatan dari campuran tersebut diambil sebanyak 0.05 ml dan dimasukkan ke dalam 4.95 ml media pengencer. Selanjutnya, media pengencer yang berisi cairan rumen diambil kembali 0.5 ml lalu dimasukkan ke dalam 4.50 ml media pengencer berikutnya, perlakuan tersebut dilakukan sampai 3 kali dengan pengenceran 103, 104, dan 105. Campuran dari masing-masing seri tabung pengenceran diambil sebanyak 0.1 ml lalu ditransfer ke media agar BHI, kemudian diputar sambil dialiri air agar media dapat memadat secara merata pada dinding tabung bagian dalam. Perhitungan jumlah bakteri dilakukan dengan cara sebagai berikut :

u a i bakteri 0.0 10 um ah k ni 0.1

Keterangan :

x = tabung seri pengenceran ke-x

Perhitungan Populasi Protozoa Total

Penghitungan populasi protozoa dilakukan pada counting chamber dengan menghitung total dari protozoa yang terdapat di dalamnya. Cairan rumen yang sudah diberi perlakuan seperti sampel bakteri total diambil dan dicampur larutan TBFS dengan perbandingan 1:1 serta disimpan di dalam botol film. Campuran tersebut diambil sebanyak 2 tetes dan ditempatkan pada counting chamber dengan ketebalan 0.1 mm, luas kotak terkecil 0.0625 mm2 yang berjumlah 16 kotak dengan area kotak yang dibaca sebanyak 5 kotak. Perhitungan populasi protozoa dilakukan dengan mikroskop pada pembesaran 100 kali. Populasi protozoa dapat dihitung dengan rumus:

Protozoa per ml cairan rumen = (0.1 0.0 2 1 )1 1000 Keterangan :

C = Jumlah protozoa terhitung dalam counting chamber

FP = Faktor pengenceran

Analisis Data

(20)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pola Fermentabilitas Rumen

Pengaruh penambahan ampas kurma ke dalam ransum terhadap pola fermentasi pada rumen kambing disajikan dalam Tabel 3. Proses fermentasi di dalam rumen merupakan suatu mekanisme induk semang mendapatkan manfaat dari proses perombakan nutrien yang terdapat pada pakan oleh mikroorganisme rumen (NRC 2007).

Nitrogen Ammonia (N-NH3)

Penambahan ampas kurma tidak menunjukkan adanya pengaruh yang nyata (P>0.05) terhadap konsentrasi N-NH3 yang dihasilkan dibandingkan dengan

kontrol. Hal ini disebabkan karena ampas kurma di dalam ransum berperan sebagai sumber energi. Konsentrasi N-NH3 memberikan gambaran banyaknya

protein ransum yang didegradasi oleh mikroorganisme rumen. Satter and Slyter (1974) menyatakan bahwa pertumbuhan mikroba rumen mulai terganggu bila kadar N-NH3 dalam rumen sekitar 3.57 mM. Kadar N-NH3 cairan rumen yang

mendukung pertumbuhan mikroorganisme rumen adalah 4-12 mM dan kadar NH3

optimum adalah 8 mM (Sutardi 1977). Konsentrasi N-NH3 yang dihasilkan adalah

normal, yaitu berkisar 10.85-12.75 mM.

Protein pakan akan dipecah melalui proses yang kompleks dengan melibatkan berbagai jenis mikroorganisme dengan enzim yang dibutuhkan untuk hidrolisasi ikatan peptida. Protein di dalam rumen akan dirombak oleh bakteri, protozoa dan fungi menjadi oligopeptida, dipeptida dan asam amino. Asam amino yang terbentuk akan mengalami deaminasi dan menghasilkan ammonia (Walker et al. 2005). Ammonia merupakan produk utama dari proses katabolisme protein dan merupakan substrat utama dalam sintesis protein mikroba (SPM). Konsentrasi NH3 dipengaruhi oleh jenis pakan, waktu dan frekuensi pemberian pakan, ternak

dan faktor lainnya (Hristov and Jouany 2005).

Tabel 3 Pola Fermentabilitas Rumen terhadap Penambahan Ampas Kurma dalam Ransum Kambing Perah

R0 12.75±4.72 69.04±1.75 19.09±1.93D 7.84±1.63 3.64±0.38A R1 12.00±3.65 68.48±1.83 19.58±2.03C 7.84±1.72 3.53±0.38B R2 10.85±4.59 68.65±1.75 19.93±2.10BC 7.79±1.85 3.47±0.36B R3 11.63±4.81 68.42±1.85 20.21±2.15AB 7.79±1.85 3.41±0.37BC R4 11.09±4.22 67.88±2.38 20.62±2.29A 7.28±1.90 3.32±0.40C

Linearb NS NS ** NS **

Kuadratikc NS NS NS NS NS *Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang berbeda menunjukkan sangat berbeda nyata pada taraf P<0.01 (Uji Jarak Duncan); **P<0.01; NS P>0.05; aasetat:propionat; bpengaruh perlakuan secara linear; cpengaruh perlakuan secara kuadratik.

(21)

8

Asam Lemak Terbang (VFA)

VFA merupakan produk akhir fermentasi gula (Arora 1989). VFA yang dihasilkan terdiri dari asetat, propionat, butirat, isobutirat, valerat, dan isovalerat. Proporsi VFA yang terbesar adalah asetat dan yang terkecil adalah valerat. France and Dijkstra (2005) menyatakan bahwa perbandingan proporsi antara asetat, propionat dan butirat adalah 70:20:10 apabila ternak diberi pakan dengan basis tinggi hijauan. Penambahan ampas kurma ke dalam ransum tidak berpengaruh terhadap proporsi asetat (P>0.05), tetapi sangat berpengaruh nyata terhadap proporsi propionat (P<0.01). Proporsi propionat meningkat secara linear dengan proporsi tertinggi pada R4 dan terendah pada kontrol (R0). Proporsi propionat yang meningkat menyebabkan rasio asetat:propionat menurun, sehingga secara statistik penambahan ampas kurma berpengaruh nyata (P<0.01) terhadap rasio asetat:propionat dan menurun secara linear. Rasio asetat:propionat terbesar pada R0 dan tidak berbeda nyata antara R1 dan R2, kemudian menurun pada R3 dan R4 yang merupakan nilai rasio terkecil. Proporsi butirat tidak berpengaruh nyata (P>0.05) dengan penambahan ampas kurma.

Pola fermentabilitas di dalam rumen dipengaruhi oleh komposisi populasi mikroba yang dipengaruhi pakan terutama karbohidrat serta laju depolimerisasi substrat yang tersedia. Pakan yang mengandung serat yang tinggi akan menghasilkan proporsi asetat yang tinggi karena pertumbuhan bakteri penghasil asetat tinggi. Asetat berfungsi untuk menjaga produksi lemak susu (Arora 1989). Proporsi propionat akan meningkat saat pakan mengandung konsentrat yang tinggi pati, tetapi proporsi terbesar yang dihasilkan tetap asetat (France and Djikstra 2005). Ransum yang mengandung ampas kurma memiliki kandungan glukosa dan fruktosa yang lebih tinggi, karena Baliga et al. (2011) menyatakan kandungan glukosa dan fruktosa pada buah kurma dapat mencapai 50%. Glukosa dan fruktosa termasuk ke dalam golongan heksosa. Heksosa di dalam rumen dihidrolisis oleh bakteri amilolitik dan sakarolitik, sehingga produksi asam laktat meningkat karena aktivitas Sreptococcus meningkat. Asam laktat yang meningkat membuat laju proses di jalur akrilat juga meningkat, sehingga propionat yang dihasilkan tinggi (Arora 1989).

Produksi Gas Metan (CH4)

Penambahan ampas kurma pada ransum tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P>0.05) terhadap produksi gas metan (Tabel 4). Gas metan yang diproduksi berkisar antara 29.20-38.43 ml gram-1BK sampel. Penambahan ampas kurma ke dalam ransum secara deskriptif menunjukkan hasil produksi gas metan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (R0). Ransum R4 menghasilkan gas metan yang tertinggi yaitu 38.43 ml untuk setiap gram BK sampel yang digunakan. Hal ini diduga karena jumlah propionat yang dihasilkan belum mampu menurunkan jumlah gas yang diproduksi. Moss et al. (2000) menyatakan bahwa jumlah asetat dan butirat yang dihasilkan dapat meningkatkan jumlah gas metan yang diproduksi, sedangkan jumlah propionat yang dihasilkan dapat menurukan produksi gas tersebut. Proses pembentukan propionat ini merupakan jalur kompetitif dalam penggunaan H2 yang juga dapat digunakan

(22)

9

Johnson and Johnson (1995) dan Pelchen and Peters (1998) menyatakan bahwa gas CH4 yang dikeluarkan dari rumen mengindikasikan energi yang hilang dari tubuh ternak ruminansia dengan variasi 7%-12% dari energi yang terkonsumsi. Bagian-bagian energi pakan yang dicerna akan hilang sebagai energi metan. Bakteri metanogen di dalam rumen membentuk metan dari hidrogen dan karbon dioksida. Secara umum, metan merupakan rute utama pembuangan hidrogen yang dihasilkan dari proses fermentasi (Bannink and Tamminga 2005).

Kecernaan In Vitro

Proses pencernaan secara in vitro dihitung setelah 96 jam inkubasi dengan hasil kecernaan bahan kering dan bahan organik disajikan dalam Tabel 5.

Kecernaan bahan kering (KCBK) ransum perlakuan menunjukkan pengaruh yang sangat berbeda nyata (p<0.01). KCBK meningkat dengan adanya penambahan ampas kurma secara linear. Penambahan ampas kurma pada level 50% di dalam konsentrat (R4) menunjukkan nilai kecernaan bahan kering

Tabel 5 Kecernaan Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO)

Perlakuan KCBK

Tabel 4 Estimasi Produksi Gas Metan (CH4)

(23)

10

tertinggi, sedangkan pada R1 dan R2 tidak menunjukkan adanya perbedaan yang nyata. KCBK pada kontrol (R0) merupakan nilai kecernaan yang terkecil dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Penambahan ampas kurma ke dalam pakan tidak berpengaruh nyata (P>0.05) terhadap kecernaan bahan organik (KCBO). Kecernaan yang tinggi mencerminkan besarnya sumbangan nutrien tertentu pada ternak, sementara itu pakan yang mempunyai kecernaan rendah menunjukan bahwa pakan tersebut kurang mampu menyuplai nutrien untuk hidup pokok maupun untuk tujuan produksi ternak (Yusmadi 2008; Arora 1989).

Populasi Bakteri Total dan Protozoa

Pengaruh ampas kurma terhadap populasi bakteri total dan protozoa disajikan pada Tabel 6. Populasi bakteri total menunjukkan penurunan dengan semakin tingginya level ampas yang diberikan, namun tidak demikian dengan populasi protozoa. Populasi bakteri total yang dihasilkan berkisar antara 7.18-7.73 log CFU ml-1 dan 4.17-4.53 log sel ml-1 untuk populasi protozoa. Jumlah populasi protozoa ini lebih rendah 3.38% dibandingkan dengan pernyataan Dehority (2004). Dehority (2004) menyatakan dalam kondisi normal populasi protozoa pada kambing dapat mencapai 6 log sel ml-1 cairan rumen, sedangkan populasi bakteri total yang dihasilkan lebih rendah 5.37% dibandingkan pernyataan Tillman et al.

(1989), yaitu berkisar 9 Log CFUml-1 cairan rumen. Penurunan populasi bakteri total diduga karena pengaruh flavanoid yang terdapat di dalam ampas kurma (Tabel 7). Flavonoid menurut Özҫe ik et al. (2006) merupakan senyawa yang memiliki fungsi sebagai nutraceutical dan therapeutical yang menunjukkan aktivitas sebagai antioksidan, anti-inflamasi, cardioprotective, antibakteri, antitumor, hepatoprotective, dan antivirus.

Tabel 6 Populasi Bakteri Total dan Protozoa terhadap Ampas Kurma Level Ampas Kurma

NS P>0.05; aPengaruh perlakuan secara linear; bPengaruh perlakuan secara kuadratik.

Tabel 7 Hasil Analisis Fitokimia Ampas Kurma

Jenis Analisisa Tingkat Intensitas Warna*

Alkaloid -

Tanda (+) menunjukkan tingkat intensitas warna. a

(24)

11 Mikroba rumen memiliki fungsi yang fundamental bagi induk semang, yaitu membantu mencerna serat di dalam pakan hijauan menjadi asam-asam organik yang dapat dimanfaatkan langsung oleh ternak. Selain itu, fungsi dari mikroba rumen adalah berperan dalam sintesis protein yang berasal dari protein pakan atau Non Protein Nitrogen (NPN) menjadi protein mikroba yang siap digunakan oleh ternak (Ensminger 2002). Jumlah populasi mikroba yang cukup besar sangat esensial dalam proses pencernaan serat (Chruch 1979), sehingga penurunan jumlah populasi bakteri di dalam rumen dapat menyebabkan penurunan kecernaan serat dan protein. Russell and Hespell (1981) menyatakan bahwa protozoa lebih menyukai substrat yang mudah dicerna seperti pati, gula dan bakteri. Pemberian ampas kurma dalam jumlah yang tinggi secara tunggal diduga akan menyebabkan penurunan populasi bakteri total dan peningkatan protozoa total. Peningkatan protozoa total disebabkan ketersediaan gula yang berasal dari ampas kurma meningkat.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Penambahan ampas kurma ke dalam ransum kambing perah sebanyak 50% dalam 40% konsentrat menghasilkan proporsi propionat tertinggi, rasio asetat:propionat terendah, dan kecernaan bahan kering tertinggi. Penambahan ampas kurma sebanyak 25% dalam 40% konsentrat menghasilkan proporsi asetat tertinggi. Dengan demikian, ampas kurma dapat ditambahkan ke dalam ransum kambing perah hingga 50% dalam 40% konsentrat yang dikombinasikan dengan 30% rumput gajah dan 30% Indigofera.

Saran

Penggunaan ampas kurma di dalam ransum kambing perah perlu diteliti secara in vivo pada level 25% dan 50% di dalam 40% konsentrat untuk melihat pengaruhnya terhadap produksi susu dan performa induk kambing.

DAFTAR PUSTAKA

[NRC] National Research Councill. 2007. Nutrient Requirement of Small Ruminants. Washington DC (US): The National Academic Pr.

Atabany A. 2001. Studi kasus produksi kambing peranakan etawah dan kambing saanen pada peternakan kambing Barokah dan PT Taurus Dairy Farm [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Arora SP. 1986. Pencernaan Mikroba pada Rumen. Yogyakarta (ID): UGM pr. Baliga MS, Baliga BRV, Kandathil SM, Bhat HP, Vayalil PK. 2011. A review of

(25)

12

Budiarsana IGM, Sutama IK. 2001. Efisiensi produksi susu kambing peranakan etawah. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner [Internet]. [diunduh 2013 Juli 19] Tersedia dalam: http://peternakan.litbang. deptan.go.id /fullteks/semnas/pronas-62.pdf

Bannink A, Tamminga S. 2005. Rumen function. Di dalam: Dijkstra J, Forbes JM, France J, editor. Quantitative Aspects of Ruminant Digestion and Metabolism.

Edisi 2.London (GB): CABI publ.

Church DC. 1979. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminants. Ed ke-2. Corvalis (OR): O and B Books.

Dehority BA. 2004. Rumen Microbiology. Nottingham (UK): Nottingham Pr Ensminger ME. 2002. Sheep and Goat Science. Ed ke-6. Danville (US): Interstate

Publ.

France J, Dijkstra J. 2005. Volatile fatty acids. Di dalam: Dijkstra J, Forbes JM, France J, editor. Quantitative Aspects of Ruminant Digestion and Metabolism.

Edisi 2. London (GB): CABI publ.

General Laboratory Procedures. 1966. Department of Dairy Sci. Madinson (WI): University of Wisconsin.

Hristov AN, Jouany JP. 2005. Factor affecting the efficiency of nitrogen utilization in the rumen. Di dalam: Pfeffer E, Hristov AA, editor. Nitrogen and Phosphorus Nutrition of Cattle. London (GB): CABI publ.

Johnson KA, Johnson DE. 1995. Methane emissions from cattle. J. Anim. Sci. 73:2483-2492.

Mansouri, Abdelhak, Embarek G, Kokkalou E, Kefalas P. 2004. Phenolic profile and antioxidant activity of the algerian ripe date palm fruit (Phoenix dactylifera). J Food Chem. 89: 411–420.

Moss AR, Jouany JP, Newbold J. 2000. Methane production by ruminants: its contribution to global warming. Ann Zootech. 49: 231-253.

Novita CIA, Sudono IK, Sutama, Toharmat T. 2006. Produktivitas kambing peranakan etawah yang diberi ransum berbasis jerami padi fermentasi. Med Pet.

29 (2): 96-106.

Nur’adhadinia. 2011. Performa pertumbuhan domba lokal yang diberi pakan dengan level ampas kurma berbeda [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Protein Bogor.

Russell JB, Hespell RB. 1981. Microbial rumen fermentation. J Dairy Sci. 64: 1153-1161.

Satter LD, Slyter LL. 1974. Effect of ammonia concentration on rumen microbial protein production in vitro. British J Nutr. 32 (2): 199-208.

(26)

13 pada tingkat produksi susu yang berbeda [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Sutardi T. 1977. Ikhtisar Ruminologi. Bahan Kursus Peternakan Sapi Perah. Kayu Ambon. Dirjen Peternakan-FAO

Tilley JMA, Terry RA. 1963. A two stage technique for the in-vitro digestion of forage crops. J. British Grassland Soc. 18 : 104-111.

Tillman AD, Hartadi H, Reksohadiprodjo, Prawirokusumo S, Lebdosoekojo S.

1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Yogyakarta (ID): UGM Pr.

Walker ND, Newbold CJ, Wallace RJ. 2005. Nitrogen metabolism in the rumen. Di dalam: Pfeffer E, Hristov AA, editor. Nitrogen and Phosphorus Nutrition of Cattle. London (GB): CABI publ.

Yusmadi. 2008. Kajian mutu dan palatabilitas silase dan hay ransum komplit berbasis sampah organik primer pada kambing PE [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

(27)

14

Lampiran 1 Analisis Sidik Ragam Konsentrasi Ammonia (NH3)

Sumber

Perlakuan 4 9.16867 2.292168 2.501918 3.259166727 5.411951 Kelompok 3 282.1915 94.06383 102.6714 3.490294821 5.952545 Galat 12 10.99397 0.916164

Lampiran 2 Analisis Sidik Ragam Konsentrasi VFA Total Sumber

Perlakuan 4 268.145 67.03614 2.929609 3.259167 5.411951 Kelompok 3 34.40874 11.46958 0.501243 3.490295 5.952545

Galat 12 274.5874 22.88228

Lampiran 3 Analisis Sidik Ragam Proporsi Asetat Sumber Kelompok 3 52.7662 17.58873 74.26629 3.490295 5.952545

Galat 12 2.842 0.236833

Lampiran 4 Analisis Sidik Ragam Proporsi Propionat Sumber Kelompok 3 65.32793 21.77598 217.4354 3.490295 5.952545NS

Galat 12 1.20179 0.100149

(28)

15

Kelompok 3 65.3 21.78 217.44 3.49 5.95

Galat 12 1.20 0.10

Lampiran 6 Uji Jarak Duncan Proporsi Propionat

Perlakuan N

Lampiran 7 Analisis Sidik Ragam Proporsi Butirat Sumber

Perlakuan 4 0.010 0.002508 0.157465 3.259167 5.411951 Kelompok 3 48.08474 16.02825 1006.536 3.490295 5.952545 Galat 12 0.19109 0.015924

Lampiran 8 Proporsi Isobutirat, Valerat, dan Isovalerat

Perlakuan Isobutirat (%) Valerat (%) Isovalerat (%)

R0 1.41±0.30 0.85±0.11 1.99±0.60

R1 1.49±0.41 0.75±0.15 1.87±0.57

R2 1.31±0.33 0.75±0.29 1.75±0.56

R3 1.19±0.33 0.69±0.20 1.69±0.56

R4 1.26±0.37 0.77±0.33 1.65±0.63

(29)

16

Lampiran 10 Uji Polinomial Ortogonal Rasio Asetat:Propionat Sumber

Lampiran 11 Uji Jarak Dunca Rasio Asetat:Propionat

Perlakuan N Subset

Signifikansi 0.098 0.053 1.000

Lampiran 12 Analisis Sidik Ragam Produksi Gas Metan (CH4)

Sumber

Perlakuan 4 181.856 45.46389 2.674001 3.259167 5.411951 Kelompok 3 145.5721 48.52402 2.853986 3.490295 5.952545 Galat 12 204.0263 17.00219

(30)

17 Lampiran 14 Uji Jarak Duncan Kecernaan Bahan Kering (KCBK)

Perlakuan N Subset

Signifikansi 0.053 0.179 0.066

Lampiran 15 Uji Polinomial Ortogonal Kecernaan Bahan Kering (KCBK) Sumber

Lampiran 16 Analisis Sidik Ragam Kecernaan Bahan Organik (KCBO) Sumber

(31)

18

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ciamis pada tanggal 4 Juni 1991 dari Ayah Komar dan Ibu Imas. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis menyelesaikan studi di SMAN 1 Ciamis dan pada tahun yang sama tercatat sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) angkatan 46 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis tercatat sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah Pendidikan Agama Islam TPB pada tahun ajaran 2011/2012 untuk semester

anji dan ena . enu i aktif eba ai taff De artemen yi’ar (2010/2011) dan

Ketua Departemen Keputrian (2011/2012) di Lembaga Dakwah Fakultas FAMM (Forum Aktivitas Mahasiwa Muslim) Al- n’aam. enu i ju a aktif men ikuti kepanitian, seperti MPKMB 47 (2010), Meet Cowboy 47 (2011), Meet Cowboy 48 (2012), dan SALAM ISC 2011 DKM Al-Hurriyyah. Penulis juga pernah aktif dan tercatat sebagai pengajar di Lembaga Bimbingan Belajar Kharisma Prestasi, Dramaga Pratama. r a didanai Dikti den an judu “Eva ua i In Vitro

Ampas Kurma terhadap Kecernaan dan Daya Hidup Mikroorganisme Rumen

eba ai ten i akan ternatif ambin erah”.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr Ir Dwierra Evvyernie, MS, MSc dan Prof Dr Ir Dewi Apri Astuti, MS yang telah membimbing dengan penuh perhatian dan kesabaran, serta kepada DIKTI atas bantuan dana pelaksanaan penelitian melalui Program Kreatifitas Mahasiswa. Terima kasih kepada Prof Dr Ir Toto Toharmat, MAgrSc selaku dosen pembahas seminar, Prof Dr Ir Muladno, MSA dan Dr Anuraga Jayanegara, SPt, MSc selaku dosen penguji sidang sarjana yang telah memberikan banyak saran dan wawasan baru bagi penulis. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Mamah, Bapak, Kakang, dan Teteh atas

d a dan dukun an enuh ka ih ayan nya. e ada “ in karan ahaya”, rekan

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan Dendogram kesamaan 30 jenis tanaman pisang di Kecamatan Gucialit Pisang Agung Semeru dengan pisang Byar mempunyai kedekatan morfologi 95,65 %..

Kelebihan budidaya hidroponik antara lain: produksi tanaman lebih tinggi dibandingkan menggunakan media tanah biasa, tanaman lebih terjamin bebas dari hama dan penyakit, kerja

Penggunaan ransum mengandung 1319 mg/kg yang berasal dari suplementasi 1,5 g ZnO/kg (R2) dalam percobaan ini yang secara angka memberikan pencapaian BH sedikit

Kemudian jawaban siswa dianalisis menggunakan teknik Model Analysis untuk memperoleh informasi mengenai konsistensi konsepsi siswa dihubungkan dengan pengalaman

[r]

Dari hasil analisis data yang dapat dilihat pada tabel 22 diatas hasil uji korelasi product moment , menunjukkan bahwa penelitian yang dilakukan pada 74

Penunjukan panitia yang sudah berpengalaman di bidang pelatihan kepemimpinan, 3. Pembagian tugas dan wewenang masing-masing dari pelatih dan panitia