• Tidak ada hasil yang ditemukan

Assessment and Utilization Management of Water Resources Lubuk Paraku Sub-watershed Padang, West Sumatra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Assessment and Utilization Management of Water Resources Lubuk Paraku Sub-watershed Padang, West Sumatra"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN

SUMBERDAYA AIR SUB DAS LUBUK PARAKU KOTA

PADANG SUMATERA BARAT

REBECHA PRANANTA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Pengelolaan Dan Pemanfaatan Sumberdaya Air Sub DAS Lubuk Paraku Kota Padang Sumatera Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2013

(3)

RINGKASAN

REBECHA PRANANTA. Kajian Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumberdaya Air Sub DAS Lubuk Paraku Kota Padang Sumatera Barat. Dibimbing oleh ENDES N DAHLAN dan OMO RUSDIANA.

Fungsi hidrologi DAS merupakan kemampuan suatu DAS dalam menyerap, menahan, menyimpan, serta mengalirkan air secara perlahan agar terjadi suatu keseimbangan tata air. Fungsi hidrologi yang baik adalah kemampuan suatu DAS dalam menjaga keseimbangan tata air agar tidak terjadi banjir di musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau. Untuk menjaga fungsi hidrologi ini tetap baik maka penggunaan lahan di DAS bagian hulu harus lebih diperhatikan. Sub DAS Lubuk Paraku merupakan daerah hulu dari DAS Batang Arau dengan sungai utama yaitu sungai Lubuk Paraku. Kawasan ini didominasi oleh kawasan konservasi dan hutan lindung antara lain yaitu Tahura Dr. Mohammad Hatta dan Cagar Alam Barisan I. Kawasan konservasi ini merupakan kawasan peresapan air tanah bagi Kota Padang yang keberadaannya sangat penting sebagai buffer zone.

Aliran sungai Lubuk Paraku banyak dimanfaatkan untuk berbagai macam kegiatan. Namun jika kegiatan tersebut dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa memperhitungkan daya dukung sumberdaya lahan, maka akan terjadi penurunan kualitas sumberdaya lahan dan tingkat hidup masyarakat serta kerusakan lingkungan. Selain itu dengan semakin banyaknya jenis pemanfaatan sumber air yang berasal dari kawasan konservasi dan hutan lindung, dapat mengakibatkan badan sungai tercemar akibat limbah yang dihasilkan dari kegiatan pemanfaatan tersebut, dan dapat mengakibatkan harga air secara pasar menurun atau berkurang namun dapat meningkatkan nilai air tersebut karena kelangkaan air bersih semakin meningkat. Agar pasokan air terjamin, maka kelestarian tutupan vegetasi permanen (hutan) pada daerah tangkapan air harus tetap dipertahankan, yang dananya disediakan oleh para pengguna sumberdaya air sungai Lubuk Paraku.

Penelitian ini mempunyai tiga tujuan yaitu: (1) Menerangkan kondisi hidrologi Sungai Lubuk Paraku; (2) Menerangkan kondisi lahan Sub DAS Lubuk Paraku; dan (3) Menguraikan bentuk-bentuk pemanfaatan dan menghitung nilai ekonomi sumberdaya air Sungai Lubuk Paraku.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, dengan menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif sesuai keperluan pada masing-masing kajian. Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan survei, observasi, studi literatur dan wawancara menggunakan kuesioner atau wawancara mendalam dengan responden terpilih.

(4)

bersih dari sungai ini dapat diambil terus menerus dengan fluktuasi debit yang relatif tetap, pada saat musim kemarau maupun musim hujan. Hal ini mengakibatkan nilai Koefisien Regime Sungai (KRS) Sungai Lubuk Paraku tergolong masih baik. Tutupan lahan di Sub DAS Lubuk Paraku sangat didominasi oleh hutan sekunder seluas 1.520,15 Ha atau 61,27 %, kemudian hutan primer 585,84 Ha atau 23,61 %, pertanian campur seluas 321,07 Ha atau 12,94 %, dan areal sawah seluas 53,96 Ha atau 2,18 %. Indeks penutupan lahan vegetasi (IPL) Sub DAS Lubuk Paraku didapatkan sebesar 84,11 % dan ini lebih besar dari 75 % yang berarti tutupan vegetasi di kawasan ini masuk dalam kategori baik.

Walaupun sebaran hutan sekunder sangat mendominasi di Sub DAS Lubuk Paraku, namun sebaran lahan potensial kritis juga tersebar luas yaitu sebesar 1.815,35 Ha atau 73,17 % dari luas Sub DAS. Akan tetapi hal ini tidak mempengaruhi kondisi hidrologi sumberdaya air yang berasal dari Sub DAS Lubuk Paraku, karena yang menjadi faktor penting dalam penentuan kondisi hidrologi adalah tutupan lahan daerah aliran sungai tersebut. Tutupan hutan sekunder yang sangat mendominasi mengakibatkan kondisi debit selalu dalam jumlah yang optimal sehingga aliran sungai Lubuk Paraku banyak dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan antara lain kebutuhan air rumah tangga, pertanian, industri dan pembangkit listrik. Nilai ekonomi sumberdaya air sungai Lubuk Paraku didapatkan sebesar Rp 54.488.861.890/tahun dan nilai WTP sebesar Rp 363.273.000/tahun.

(5)

SUMMARY

REBECHA PRANANTA. Assessment and Utilization Management of Water Resources Lubuk Paraku Sub-watershed Padang, West Sumatra. Supervised by ENDES N DAHLAN and OMO RUSDIANA.

Hydrological function of a watershed is the ability to absorb, hold, store, and slowly drain the water in order to create a balance of a water system. Hydrological functions work well if a watershed system able to maintain the balance of water in order to prevent flooding in wet season and drought in dry season. To maintain those functions working properly, the land use in watershed upstream should be considered. Lubuk Paraku sub-watershed is the headwaters of Batang Arau river with the main river namely Lubuk Paraku. This region is dominated by conservation areas and protected forests such as the Botanical Forest Park Dr. Mohammad Hatta and the Nature Reserves Barisan I. Those conservation areas are water catchment areas for Padang which have a very important role as a buffer zone.

Lubuk Paraku watershed widely used for various activities. However, if the activity conducted just to fulfilled human needs without considering the carrying capacity of the resources, there will be a declining in the quality of land, the level of life, and will caused environmental damage. In addition, the increasing number of utilization types derived from conservation areas and protected areas, may resulted contamination to water bodies, and may caused the decreasing of water market price and the increasing of water scarcity value. To ensure the security of water supply, preservation of permanent vegetation cover in the catchment areas should be maintained, and the funds should be provided by the users of the water resources of that sub watershed.

This study has three objectives, those are: (1) Explaining hydrologic conditions of Paraku Lubuk sub-watershed; (2) Explaining conditions of Lubuk Paraku sub-watershed land, and (3) Describing forms of resource utilization and calculate the economic value of water resources of Lubuk Paraku sub-watershed.

The method used in this research is descriptive method, using quantitative and qualitative analysis, as appropriate for each review in this paper. The approach used is survey approach, observation, literature studies and interviews using questionnaires or in-depth interviews with selected respondents.

(6)

mixed farming area of 321,07 hectares or 12,94 %, and an area of 53,96 hectares paddy fields or 2,18 %. Land cover vegetation index (IPL) Lubuk Paraku sub-watershed obtained at 84,11 % and was greater than 75 % which means the vegetation cover in the region fall into either category.

Although the distribution of secondary forest dominates the land cover of the Lubuk Paraku watershed, critical potential land also widespread in sub-watershed land, which amounted to 1.815,35 ha or 73,17 % of the sub-sub-watershed. However, it does not affect the hydrological conditions of water resources derived from the Lubuk Paraku sub-watershed as an important factor, determinant of the hydrological situation is the land cover of the basin. Dominance of secondary forest always lead the optimal utilization of streamflow for varieties of needs; include domestic water needs, agriculture, industry and power generation. The economic value of water with market approach is much greater than non-market approach, due to public awareness that water is the good that has a direct benefit, so that people are willing to pay a higher in order to still get its benefits. Forest has indirect benefits for the community with open access. Total economic value of water resources of Paraku Lubuk sub-watershed obtained Rp 54.488.861.890/year and WTP value of Rp 363.273.000/year.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

KAJIAN PENGELOLAAN DAN PEMANFAATAN SUMBER

DAYA AIR SUB DAS LUBUK PARAKU KOTA PADANG

SUMATERA BARAT

REBECHA PRANANTA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Manajemen Ekowisata dan Jasa Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)
(11)

Judul Tesis : Kajian Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber Daya Air Sub DAS Lubuk Paraku Kota Padang Sumatera Barat Nama : Rebecha Prananta

NIM : E352100051

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Endes N. Dahlan, M.S Dr. Ir. Omo Rusdiana, M.ScF

Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Manajemen Ekowisata dan

Jasa Lingkungan

Dr. Ir. Ricky Avenzora, M.ScF Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulisan tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2012 sampai Juni 2012 ini ialah pemanfaatan air di Sub DAS Lubuk Paraku Kota Padang Sumatera Barat.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Endes N Dahlan, M.S dan Bapak Dr. Ir. Omo Rusdiana, M.ScF selaku pembimbing, yang telah memberikan bimbingan, arahan, pertimbangan dan saran selama masa penelitian sampai tersusunnya tesis ini, serta penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr. Ir. Yulius Hero, M.ScF selaku dosen penguji. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada instansi-instansi yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terimakasih juga disampaikan kepada ayah, ummi, kakak, adik-adik, teman-teman MEJ dan KVT 2010 serta seluruh kerabat atas segala doa, perhatian dan kasih sayangnya.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan. Oleh karena itu diharapkan adanya masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca dalam memperluas wacana dan pengetahuan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2013

(13)

DAFTAR ISI

Kondisi Umum Sub DAS Lubuk Paraku

Kondisi Iklim Sub DAS Lubuk Paraku

Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Sub DAS Lubuk Paraku Kondisi Lahan Sub DAS Lubuk Paraku

Bentuk-bentuk Pemanfaatan dan Pengguna Jasa Air Sungai Lubuk Paraku

Hubungan Pemanfaatan Sumberdaya Air dengan Kondisi Hidrologi

Nilai Ekonomi Sumberdaya Air Sungai Lubuk Paraku SIMPULAN DAN SARAN

1 Data dan Informasi yang Dikumpulkan 8

2 Jumlah penduduk Kelurahan Indarung 20

(14)

4 Jenis-jenis mata pencaharian masyarakat Kelurahan Indarung 21 5 Jumlah penduduk Kelurahan Batu Gadang 21 6 Tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Batu Gadang 21 7 Jenis-jenis mata pencaharian masyarakat Kelurahan Batu Gadang 22 8

Pemantauan Kualitas Air Sungai Lubuk Paraku (Time Series) tahun 2005, 2007, 2009 dan 2011

Rerata curah hujan bulanan pada Sub DAS Lubuk Paraku (2008-2011)

Sebaran tutupan lahan di Sub DAS Lubuk Paraku Sebaran lahan kritis di Sub DAS Lubuk Paraku

Jumlah debit air pada masing-masing sektor pemanfaatan Daerah-daerah lokasi sampel penelitian

Sebaran responden dalam penggunaan air rumah tangga Uraian pemanfaatan air pertanian sawah irigasi

Nilai ekonomi air untuk kebutuhan rumah tangga pada Sub DAS Lubuk Paraku

Nilai ekonomi total air Sungai Lubuk Paraku pendekatan pasar

23

1 Diagram Kerangka Pemikiran Penelitian 5 2

3

Posisi Sub DAS Lubuk Paraku pada DAS Batang Arau Fungsi kawasan di Sub DAS Lubuk Paraku

17

Grafik rata-rata debit air bulanan dan rata-rata curah hujan bulanan Sungai Lubuk Paraku tahun 2008 – 2011

Grafik rata-rata debit air tahunan Sungai Lubuk Paraku tahun 1996 - 2011

Grafik debit air maksimum Sungai Lubuk Paraku tahun 1996 - 2011

Grafik debit air minimum Sungai Lubuk Paraku tahun 1996 – 2011

Grafik nilai KRS Sungai Lubuk Paraku tahun 1996 – 2011 berdasarkan perbandingan Qmaks/Qmin

Grafik nilai KRS Sungai Lubuk Paraku tahun 1996 – 2011 berdasarkan perbandingan Qmaks/Qandal

Tutupan lahan Sub DAS Lubuk Paraku

Sebaran lahan kritis di Sub DAS Lubuk Paraku

Persentase tutupan lahan dan sebaran lahan kritis Sub DAS Lubuk Paraku Kota Padang

(15)

15 16 17

18 19

Distribusi air rumah tangga secara sederhana

Pola pemanfaatan air yang berlebihan pada tempat pencucian mobil dan motor

(a)Sawah masyarakat yang airnya berasal dari aliran Sungai Lubuk Paraku dan (b) Aliran sawah dari saluran irigasi PLTA Rasak Bungo secara sederhana

Aliran air permukaan Sungai Lubuk Paraku pada kanal-kanal yang dialirkan ke pabrik PT Semen Padang

Kurva penawaran rataan WTP responden yang menyatakan bersedia membayar dan tidak

41 41

(16)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Derah Aliran Sungai (DAS) diartikan sebagai kawasan yang dibatasi oleh pemisah topografis yang menampung, menyimpan, dan mengalirkan air hujan yang jatuh diatasnya beserta sedimen dan bahan larut lainnya ke dalam sungai yang akhirnya bermuara ke danau atau ke laut. Dalam pengelolaan DAS haruslah berorientasi kepada segi-segi konservasi tanah dan air dengan titik berat kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat yang dapat dirasakan oleh segenap lapisan masyarakat, baik dari kalangan petani, industri dan lainnya. Hasil akhir yang menjadi titik sentral perhatian dalam pengelolaan DAS ialah kondisi tata air yang stabil dari wilayah DAS tersebut.

Johnson et al (2001) menyatakan bahwa mayoritas penduduk dunia berada di hilir daerah aliran sungai (DAS) berhutan (downstream forested watershed), sehingga aliran air yang dimanfaatkan oleh masyarakat umumnya berasal dari hutan yang berada di DAS bagian hulu. Apabila daerah-daerah aliran sungai berhutan ditebang habis dan dimanfaatkan secara sembarangan tanpa memperhatikan nilai-nilai jangka panjang, maka biaya yang harus ditanggung oleh kawasan hilir dalam bentuk sedimentasi, pencemaran, kerusakan akibat banjir dan kekeringan, mungkin jauh melebihi nilai kayu yang dihasilkan (Lee 1998). Oleh karena itu, pembalakan yang dilakukan harus disesuaikan dengan kondisi daerah aliran sungai yang baik. Demikian pula pengkonversian lahan hutan menjadi lahan pertanian, perumahan dan industri yang akan menyebabkan turunnya permukaan air tanah, mata air dan sumur-sumur tidak berair sepanjang musim. Oleh sebab itu untuk menjamin ketersediaan air dalam jumlah dan kualitas yang memadai, maka upaya konservasi ekosistem hutan di dunia dibutuhkan untuk melindungi pasokan air (water supply) dalam memenuhi kebutuhan air masyarakat (Johnson et al 2001).

Perubahan penggunaan lahan pada suatu DAS serta pengelolaan lahan yang tidak tepat dapat mengakibatkan gangguan terhadap fungsi hidrologis DAS. Fungsi hidrologis DAS merupakan kemampuan suatu DAS dalam menyerap, menahan, menyimpan, serta mengalirkan air secara perlahan agar terjadi suatu keseimbangan tata air. Fungsi hidrologis yang baik adalah kemampuan suatu DAS dalam menjaga keseimbangan tata air agar tidak terjadi banjir di musim penghujan dan kekeringan di musim kemarau. Terganggunya salah satu komponen dalam suatu DAS dapat mempengaruhi kualitas DAS tersebut. Aktivitas manusia juga mempengaruhi sifat fisik dari suatu DAS, diantaranya yaitu pengelolaan terhadap lahan yang dilakukan manusia karena adanya tekanan penduduk dan perkembangan teknologi. Hal tersebut terjadi karena kebutuhan manusia akan lahan semakin meningkat beriringan dengan pertumbuhan penduduk.

(17)

keuntungan lebih banyak diterima di daerah hilir. Meningkatnya kesadaran akan pentingnya pengelolaan DAS mendorong berbagai macam inisiatif untuk melindungi DAS termasuk menyediakan insentif bagi masyarakat di daerah hulu untuk melindungi fungsi DAS tersebut. Mekanisme imbal jasa dipandang sebagai pendekatan langsung dalam konservasi DAS dan secara eksplisit menunjukkan adanya kebutuhan untuk menjembatani kepentingan para pemilik lahan dan penerima keuntungan melalui sistem pembayaran kompensasi.

Dalam konteks pengelolaan DAS terpadu dan berkelanjutan, agar ketersediaan air pada DAS stabil (kuantitas, kualitas maupun kontinuitas) sepanjang tahun, maka keberadaan hutan di hulu DAS sebagai daerah tangkapan air harus tetap terpelihara dengan selalu melakukan kegiatan perlindungan hutan, konservasi dan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL). Karena konservasi dan RHL memerlukan dana yang besar dan berkelanjutan, sedangkan dana pemerintah daerah Kota Padang untuk konservasi dan RHL pada DAS Batang Arau sangat terbatas, maka salah satu peluang untuk pembiayaan pengelolaan DAS, khususnya untuk kegiatan konservasi dan RHL adalah melalui pengembangan pembayaran jasa lingkungan DAS sebagai salah satu bentuk implementasi pembagian pembiayaan (cost sharing) hulu-hilir dalam pengelolaan DAS. Menurut Bockstael

et al (2000), nilai ekonomi suatu fungsi ekosistem atau jasa berkaitan dengan kontribusinya untuk mensejahterakan manusia, dimana kesejahteraan itu diukur dalam artian masing-masing individu yang mempunyai penilaiannya sendiri terhadap kehidupan yang lebih baik.

Dari sisi fisik, daerah tangkapan air (DTA) di Sub DAS Lubuk Paraku berfungsi sebagai kawasan lindung dan sumber air bagi daerah di bawahnya dengan kuantitas air yang cukup besar serta kualitas air yang termasuk dalam baku mutu air kelas satu. Oleh karena itu dalam konteks pengembangan cost sharing hulu-hilir, daerah tangkapan air tersebut dapat berfungsi sebagai penyedia jasa lingkungan. Agar pasokan jasa terjamin, maka kelestarian tutupan vegetasi permanen (hutan) pada daerah tangkapan air harus tetap dipertahankan, yang dananya disediakan oleh para pengguna sumberdaya air Sungai Lubuk Paraku.

Sub DAS Lubuk Paraku dengan sungai utama yaitu Sungai Lubuk Paraku merupakan kawasan yang didominasi oleh kawasan konservasi dan hutan lindung antara lain yaitu Tahura Dr. Mohammad Hatta dan Cagar Alam Barisan I. Kawasan konservasi ini merupakan kawasan peresapan air tanah bagi Kota Padang yang keberadaannya sangat penting sebagai buffer zone. Selain itu, kawasan ini juga berfungsi sebagai penangkal polusi pabrik dan kendaraan yang mulai mencemari udara Kota Padang (BPDAS Agam Kuantan 2011). Aliran Sungai Lubuk Paraku merupakan sumber air baku bagi PT Semen Padang dan masyarakat yang berada di daerah yang dialiri air sungai ini untuk berbagai kebutuhan, seperti kebutuhan mandi cuci kakus (MCK) dan pertanian.

Tutupan lahan di Sub DAS Lubuk Paraku didominasi oleh hutan sekunder dan hutan primer. Sebagian kecil lahan hutan ini kemudian dikonversi oleh masyarakat menjadi pemukiman, sawah dan pertanian lahan kering seperti kebun campuran, ladang, dan tegalan. Perubahan penggunaan lahan pada Sub DAS Lubuk Paraku tersebut akan sangat berpengaruh terhadap fluktuasi aliran sungai pada DAS secara keseluruhan.

(18)

daerah resapan airnya. Selain itu upaya penataan kebijakan pengelolaan sumber air di kawasan ini perlu dilakukan sebagai upaya mengoptimalkan pengelolaan sumber air secara berkelanjutan. Dengan adanya kawasan konservasi di wilayah hulu Sub DAS Lubuk Paraku, maka pemanfaatan dan pengelolaan kawasan harus memperhatikan fungsi utamanya sebagai daerah tangkapan air hujan (water catchment area), melindungi tanah agar perembesan air ke dalam tanah dapat lebih besar, dan mempertahankan hutan guna menjaga keseimbangan air serta kelestarian ekosistem flora fauna yang ada didalamnya.

Perumusan Masalah

DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah dengan lansekap pegunungan dengan variasi topografi, mempunyai curah hujan yang tinggi dan sebagai daerah konservasi untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS agar tidak terdegradasi. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transpor sedimen aliran airnya. Bagian hulu DAS merupakan daerah resapan air yang mengalirkan airnya ke daerah hilir, sehingga keterkaitan hulu dan hilir DAS sangat erat. Apabila terjadi gangguan terhadap ekosistem hulu yang menjadi resapan air, maka tanggung jawab tidak hanya dipikul oleh masyarakat hulu akan tetapi juga merupakan tanggung jawab masyarakat hilirnya. Oleh karena itu, tanggung jawab memelihara kondisi DAS seharusnya menjadi tanggung jawab bersama daerah di hulu sampai dengan di hilirnya. Namun dalam kenyataannya, pasokan air yang merupakan kontribusi daerah hulu terhadap daerah hilirnya belum mendapatkan apresiasi dan penilaian yang pantas karena air umumnya masih dipersepsi sebagai barang publik. Daerah hulu sebagai daerah resapan air belum mendapatkan perhatian dan kontribusi dari daerah hilir yang memadai, termasuk upaya daerah hilir membantu konservasi resapan air di daerah hulu. Beban konservasi kawasan hulu pun sebenarnya menjadi tanggung jawab daerah hilir sebagai pengguna air, sehingga tuntutan daerah hulu mendapatkan kontribusi dana untuk konservasi kawasannya adalah wajar.

(19)

semakin berkurang karena perubahan peruntukan tersebut, maka akan mengakibatkan kawasan tersebut menjadi daerah kritis, sehingga mengakibatkan frekuensi banjir tahunan di musim hujan dan pencemaran yang diiringi dengan kasus konflik air terjadi sepanjang tahun. Walaupun berbagai upaya untuk mengatasi hal ini telah dilakukan tetapi tetap tidak dapat mengimbangi turunnya kualitas lingkungan atau dengan kata lain pendayagunaan wilayah DAS telah melampaui upaya pelestariannya (Effendi 2003). Jika fenomena ini dibiarkan berlangsung terus tanpa ada usaha-usaha menemukan solusinya, dikhawatirkan sumber air yang berasal dari Sungai Lubuk Paraku akan semakin menyusut dan mungkin suatu hari akan hilang, sedangkan di pihak lain sumber air yang berasal dari Sungai Lubuk Paraku sangat dibutuhkan oleh berbagai pihak untuk berbagai keperluan.

Aliran yang mengalir dari hulu Sub DAS Lubuk Paraku ke bagian hilirnya berjalan mengikuti alur-alur sungai yang telah terbentuk secara alami, dan melintasi beberapa daerah di dalam kota Padang. Sungai Lubuk Paraku mempunyai fungsi yang strategis dalam menunjang pengembangan daerah di sekitarnya, sehingga mempunyai multi fungsi yang sangat vital. Selain pencemaran air, berbagai permasalahan sumber daya air seperti banjir sering terjadi dengan luas rawan genangan banjir di daerah hulu maupun hilir.

Sumber air yang berasal dari dalam kawasan konservasi dan hutan lindung memiliki peranan penting untuk menunjang kehidupan masyarakat yang berada di sepanjang aliran sungai. Namun jika kegiatan tersebut dilakukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya tanpa memperhitungkan daya dukung sumber daya lahan tersebut, maka akan terjadi penurunan kualitas sumber daya lahan dan tingkat hidup masyarakat serta kerusakan lingkungan. Selain itu, dengan semakin banyaknya jenis pemanfaatan sumber air yang berasal dari kawasan konservasi dan hutan lindung saat ini, dapat mengakibatkan badan sungai tercemar akibat limbah yang dihasilkan dari kegiatan pemanfaatan tersebut, dan dapat mengakibatkan harga air secara pasar menurun atau berkurang namun dapat meningkatkan nilai air tersebut karena kelangkaan air bersih semakin meningkat. Berdasarkan pemaparan di atas beberapa pertanyaan yang ingin dijawab dari penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kondisi hidrologi Sungai Lubuk Paraku. 2. Bagaimana kondisi lahan Sub DAS Lubuk Paraku.

3. Apa saja bentuk-bentuk pemanfaatan dan berapa nilai ekonomi sumberdaya air sungai Lubuk Paraku.

Kerangka Pemikiran Penelitian

(20)

tetap terjaga, maka diperlukan suatu pengelolaan yang optimal pada sumber air dan alirannya. Skema kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 1. Diagram Kerangka Pemikiran Penelitian Pemanfaatan Jasa Air Sub DAS Lubuk Paraku Kota Padang, Sumatera Barat

Kondisi lahan

Nilai ekonomi pendekatan pasar Nilai ekonomi pendekatan

non pasar (WTP) Wilayah Hulu DAS

Batang Arau

Nilai WTP konservasi untuk air Kondisi hidrologi

sumberdaya air

Daerah Sub DAS Lubuk Paraku Kawasan konservasi

dan hutan lindung

Upaya Rehabilitasi dan Konservasi Wilayah Hulu

Air rumah tangga Air pertanian

tradisional (padi sawah)

sungai

Air pembangkit

listrik

Air industri

Nilai ekonomi sumber daya air

Persepsi individu pengguna air

Total WTP konservasi kawasan (kontribusi hilir ke hulu) kualitas, kuantitas

dan kontinuitas

Sebaran tutupan lahan dan lahan

(21)

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan penelitian di atas, maka beberapa tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Menerangkan kondisi hidrologi Sungai Lubuk Paraku. 2. Menerangkan kondisi lahan Sub DAS Lubuk Paraku.

3. Menguraikan bentuk-bentuk pemanfaatan dan menghitung nilai ekonomi sumberdaya air yang berasal dari Sungai Lubuk Paraku.

Manfaat Penelitian

Diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat sebagai:

1. Acuan dalam kebijakan pengelolaan sumberdaya air yang berasal dari Sungai Lubuk Paraku, baik dalam segi kualitas, kuantitas maupun kontinuitas atau keberlanjutan sumber daya air tersebut.

2. Masukan dan rekomendasi kepada stakeholders terkait dalam menata kebijakan pengelolaan sumberdaya air dan penggunaan lahan Sub DAS Lubuk Paraku.

3. Landasan dan acuan bagi pihak pengelola dalam pengembangan potensi sumberdaya air yang berasal dari Sungai Lubuk Paraku yang merupakan daerah hulu DAS Batang Arau.

Ruang Lingkup Penelitian

(22)

2 METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada daerah-daerah yang berada di dalam dan di sekitar Sub DAS Lubuk Paraku yang memanfaatkan air sungai Lubuk Paraku sebagai sumber air mereka, yaitu Ladang Padi, Indarung dan Batu Gadang. Penelitian ini telah dilaksanakan selama dua bulan, yaitu mulai bulan Mei-Juni 2012.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peta lokasi penelitian, kuesioner, panduan wawancara dan tally sheet yang diambil pada lokasi penelitian. Sedangkan alat yang digunakan yaitu alat tulis, kamera dan recorder.

Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, dengan menggunakan analisis kuantitatif dan kualitatif sesuai keperluan pada masing-masing kajian. Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan survei, observasi, studi literatur dan wawancara menggunakan kuesioner atau wawancara mendalam dengan responden terpilih. Untuk mencapai tujuan penelitian, maka penelitian dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Untuk menerangkan kondisi hidrologi Sungai Lubuk Paraku dengan pendekatan survei dan literatur,

2. Untuk menerangkan kondisi lahan Sub DAS Lubuk Paraku dengan pendekatan literatur, dan

3. Untuk menguraikan bentuk-bentuk pemanfaatan dan menghitung nilai ekonomi sumberdaya air yang berasal dari Sungai Lubuk Paraku dengan pendekatan survei, observasi, wawancara dan pendekatan ekonomi atau secara kuantitatif.

Data dan Informasi yang Dikumpulkan

(23)

Tabel 1. Data dan Informasi yang diambil dalam penelitian No. Variabel/pola yang akan

diukur Data yang dikumpulkan Sumber data 1. Kondisi hidrologi Sungai

Lubuk Paraku

a. Data kualitas air: fisik (suhu, residu terlarut, residu

tersuspensi), parameter kimia (pH, BOD, COD, besi, mangan, klorida, dll) dan mikrobiologi (fecal coliform)

b. Data kuantitas air: data curah hujan tahunan sungai Lubuk

b. Peta sebaran lahan kritis di Sub DAS Lubuk Paraku

(24)

4. Nilai ekonomi air Sungai

- harga air setara tarif PDAM Kota Padang

b. Sektor pertanian, berupa: - biaya pengadaan air

(Rp/tahun)

- frekuensi panen per tahun - luas total areal sawah irigasi

(ha)

- harga satuan air baku untuk industri

Teknik pengumpulan data didapat dari studi pustaka, pengamatan lapangan dan wawancara dengan pihak terkait. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Studi pustaka

(25)

Umum Sumatera Barat, Kantor PSDA Sumatera Barat, Kantor BMKG Sicincin Sumatera Barat, Kantor Bapedalda Kota Padang dan Kantor Bappeda Kota Padang. Studi pustaka dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran mengenai kawasan Sub DAS Lubuk Paraku serta kondisi Sungai Lubuk Paraku dan alirannya yang kemudian diverifikasi di lapangan.

2. Wawancara

Wawancara dilakukan terhadap masyarakat pengguna dan instansi terkait yang menggunakan sumber air yang berasal dari Sungai Lubuk Paraku. Responden masyarakat dipilih secara purposive sampling, yaitu tokoh masyarakat atau anggota masyarakat yang memiliki pengetahuan tentang data yang dibutuhkan. Sementara wawancara dengan instansi terkait dilakukan dengan pihak PT Semen Padang. Ada dua tipe wawancara yang dilakukan dalam penelitian, yaitu: (1) wawancara berstruktur (structure interview), metode ini dilakukan dengan cara menyusun daftar pertanyaan (kuesioner) yang bersifat tertutup dan terbuka; (2) wawancara secara mendalam (in-depth interview), metode ini diterapkan dengan penggunaan alat bantu berupa daftar pertanyaan yang dibuat dan disusun sebagai

interview guide yang sifatnya fleksibel. 3. Pengamatan lapangan

Pengamatan langsung di lapangan dilakukan dengan menggunakan metode survei. Pengamatan lapang dilakukan untuk melihat dan mengetahui kondisi kawasan sebenarnya.

Untuk teknik pengumpulan data pada masing-masing tujuan dijelaskan sebagai berikut:

1. Kondisi hidrologi Sungai Lubuk Paraku

Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan pada tujuan ini adalah wawancara mendalam dengan instansi terkait dan studi literatur. Wawancara mendalam dilakukan untuk memperoleh data mengenai kualitas air Sungai Lubuk Paraku, debit (kuantitas) rata-rata bulanan dan tahunan, curah hujan tahunan, debit maksimal dan minimal tahunan serta data penting lainnya yang menunjang tujuan penelitian ini. Kondisi kualitas, kuantitas dan kontinuitas aliran air Sungai Lubuk Paraku nanti dapat memberikan gambaran mengenai kondisi tata air Sub DAS Lubuk Paraku.

2. Kondisi lahan Sub DAS Lubuk Paraku

Dalam tujuan ini, wawancara mendalam dengan instansi terkait dan studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan. Data yang didapat dari instansi terkait diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai kondisi lahan yang sebenarnya di Sub DAS Lubuk Paraku.

3. Bentuk-bentuk pemanfaatan sumberdaya air dan nilai ekonomi air yang berasal dari Sungai Lubuk Paraku

(26)

pengguna, pola distribusi air, cara mendapatkan air, jenis sumber air yang digunakan dan semua data penting lainnya. Sementara data-data yang dibutuhkan untuk menghitung nilai ekonomi sumberdaya air dibagi menjadi dua yaitu data nilai ekonomi pendekatan pasar dan pendekatan non pasar. Masing-masing data dikumpulkan melalui teknik wawancara dengan pengguna sumberdaya air.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling

(sampel bertujuan). Teknik ini dilakukan karena beberapa pertimbangan, yaitu adanya keterbatasan waktu, tenaga, dan dana sehingga tidak dapat mengambil sampel yang besar dan jauh (Arikunto 2006). Pengambilan responden dilakukan secara sengaja pada berbagai modus pengguna air, karena mengingat tingkat pendapatan rumah tangga masyarakat bervariasi, sehingga akan mempengaruhi dan menentukan tingkat konsumsi air.

Total sampel yang digunakan dalam tujuan penelitian ini berjumlah 160 orang responden. Sampel wilayah (area sampling) dipilih secara sengaja yang meliputi daerah-daerah yang berada di dalam dan di sekitar kawasan Sub DAS Lubuk Paraku yang memanfaatkan air Sungai Lubuk Paraku. Lokasi penelitian diambil sebanyak tiga titik yang dianggap mewakili keseluruhan kondisi lokasi di sekitar Sub DAS Lubuk Paraku, antara lain terdiri dari: 1) titik 1, daerah hulu yang berbatasan langsung dengan kawasan konservasi dan hutan lindung yaitu Ladang Padi; 2) titik 2 dan 3 merupakan daerah yang berada di sekitar Sub DAS Lubuk Paraku dan sudah berada di luar kawasan, namun pada masing-masing lokasi ini terdapat pengguna air yang memanfaatkan air dalam jumlah besar, yaitu PT Semen Padang dan PLTA Rasak Bungo. Titik 2 dan 3 ini adalah Indarung dan Batu Gadang. Pengambilan lokasi contoh tersebut didasarkan pada azas keterwakilan kondisi/karakteristik: 1) mata pencaharian dominan masyarakat; dan 2) aksesibilitas terhadap pusat perekonomian (rendah dan tinggi) yang dicirikan oleh ketersediaan sarana transportasi.

Untuk penggunaan sampel secara jelas dapat dibagi menjadi dua yaitu:

1. Pemanfaatan sumberdaya air sungai Lubuk Paraku dan nilai ekonomi sumberdaya air dengan pendekatan pasar.

Pengambilan sampel untuk air rumah tangga dilakukan pada ketiga lokasi sampel dengan jumlah responden masing-masing lokasi sebanyak 30 orang sehingga total sampel menjadi 90 orang. Sementara untuk sampel air pertanian, responden hanya diambil pada dua lokasi yaitu Indarung dan Batu Gadang dengan jumlah sampel masing-masing lokasi sebanyak 30 orang, sehingga total sampel berjumlah 60 orang. Total responden pengguna air rumah tangga dan pertanian menjadi 150 orang, dan setiap responden ditanyai mengenai data-data yang berhubungan dengan tujuan penelitian mengenai bentuk-bentuk pemanfaatan sumberdaya air dan nilai ekonomi air pendekatan pasar.

(27)

2. Menghitung nilai ekonomi sumberdaya air dengan pendekatan non pasar. Sampel yang digunakan berjumlah 160 orang yang mewakili keseluruhan individu kepala keluarga pengguna sumberdaya air Sungai Lubuk Paraku. Sampel terdiri dari 150 responden (90 responden air rumah tangga dan 60 responden air pertanian) dan 10 responden yang berasal dari wawancara mendalam dengan pihak PT Semen Padang. Pada tujuan penelitian ini data dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan seluruh responden pengguna sumberdaya air. Setiap responden ditanyai mengenai persepsi mereka tentang kesediaan membayar (WTP) untuk berkontribusi dalam kegiatan konservasi sumberdaya air di wilayah hulu Sub DAS Lubuk Paraku. Kemudian masing-masing pengguna sumberdaya air tersebut ditanyai perihal nilai WTP yang rela mereka keluarkan sebagai bentuk kontribusi pengguna sumberdaya air di wilayah hilir ke wilayah hulu.

Analisis Data

Data yang telah diperoleh selanjutnya dilakukan pengolahan dan penyusunan. Analisis data dari masing-masing tujuan penelitian dilakukan sebagai berikut:

a) Analisis kondisi hidrologi Sungai Lubuk Paraku

a. Analisis Kualitas dan Kuantitas Air Sungai Lubuk Paraku

Persyaratan kualitas menggambarkan mutu dari air baku air bersih. Pentingnya analisis kualitas dan kuantitas sumber air akan berpengaruh terhadap pola pemanfaatan dan peruntukan sumber air tersebut. Baik atau buruknya kualitas dan kuantitas sumber air akan berdampak pada masyakat yang memanfaatkan sumber air tersebut. Oleh karena itu perlu dilakukan analisis kualitas dan kuantitas air sungai Lubuk Paraku.

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang bersifat periodik (time series data) yang diperoleh dari instansi terkait. Kualitas air menyatakan tingkat kesesuaian air untuk dipergunakan bagi pemenuhan kebutuhan tertentu kehidupan manusia, seperti untuk mengairi tanaman, minuman ternak dan kebutuhan manusia langsung seperti untuk minum, mandi, mencuci dan sebagainya.

Untuk menganalisis data kualitas air yang berasal dari Sungai Lubuk Paraku dilakukan secara deskriptif kualitatif. Pendekatan ini dilakukan dengan membandingkan setiap parameter kualitas air yang diperoleh dari time series data

dengan acuan kualitas baku mutu air yang digunakan oleh Pemda Kota Padang yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air serta pendekatan literatur. Sedangkan pada analisis kuantitas air, data yang dibutuhkan yaitu data curah hujan tahunan, fluktuasi debit bulanan dan tahunan Sungai Lubuk Paraku. Data curah hujan kemudian dianalisis secara kualitatif, lalu dihubungkan dengan debit air sungai Lubuk Paraku. Dari data yang didapat, kemudian dianalisis bagaimana jumlah dan kondisi debit air sungai Lubuk Paraku tersebut.

b. Analisis Kontinuitas Air Sungai Lubuk Paraku

(28)

Sungai Lubuk Paraku dengan penghitungan berdasarkan perbandingan (rasio Qmaks/Qmin atau Koefisien Regim Sungai (KRS)). Parameter KRS digunakan untuk penilaian indikator debit air sungai (banjir dan kekeringan) di suatu DAS. Berdasarkan SK Dirjen RLPS Nomor P.04/V-SET/2009, ada 2 (dua) kriteria penilaian KRS, yaitu : (1) Nilai KRS berdasarkan nilai perbandingan antara debit maksimum dan debit minimum tahunan (Qmaks/Qmin) dengan rentang: nilai KRS < 50 termasuk kategori baik, nilai KRS 50 – 120 termasuk kategori sedang, dan nilai KRS > 120 termasuk kategori jelek; dan (2) nilai KRS dihitung berdasarkan perbandingan antara debit maksimum dan debit andalan (Qmaks/Qandal), dimana Qa adalah debit rata-rata tahunan dikalikan dengan faktor 0,25. Klasifikasi nilai KRS dibagi menjadi lima, yaitu: 1) nilai KRS 0 < KRS ≤ 5 termasuk kelas sangat baik; 2) nilai KRS 5 < KRS ≤ 10 termasuk kelas

baik; 3) nilai KRS 10 < KRS ≤ 15 termasuk kelas sedang; 4) nilai KRS 15 < KRS

≤ 20 termasuk kelas agak jelek, dan 5) nilai KRS > 20 termasuk dalam kelas jelek.

Jika nilai KRS yang didapat termasuk dalam kelas jelek, maka tindakan konservasi sangat perlu dilakukan guna mempertahankan fungsi kawasan konservasi dan hutan lindung yang berada di wilayah hulu Sub DAS Lubuk Paraku sebagai daerah tangkapan air bisa terus berkesinambungan demi keberlanjutan dan kelangsungan kehidupan para pengguna air di sekitar kawasan. Hal ini nanti akan mempengaruhi pengambilan kebijakan pengelolaan Sub DAS Lubuk Paraku sendiri sebagai daerah hulu dan Daerah Tangkapan Air (water catchment area), dalam segi kualitas, kuantitas dan kontinuitas sumberdaya air. b) Analisis kondisi lahan Sub DAS Lubuk Paraku

Peta tutupan lahan dan sebaran lahan di Sub DAS Lubuk Paraku diperoleh dari hasil map cropping terhadap peta tutupan lahan dan sebaran lahan DAS Batang Arau yang didapatkan dari BPDAS Agam Kuantan (2011). Setelah didapatkan peta tutupan lahan Sub DAS Lubuk Paraku, maka dilakukan penghitungan penutupan oleh vegetasi (IPL). Berdasarkan SK Dirjen RLPS Nomor P.04/V-SET/2009, penutupan oleh vegetasi (IPL) di suatu DAS dapat dihitung dengan cara: LVP/luas DAS x 100 %. Dimana: IPL = indeks penutupan lahan dan LVP = luas lahan bervegetasi permanen (informasi dari peta penutupan lahan atau land use). IPL > 75 % tutupan vegetasi termasuk dalam kategori baik, IPL = 30 – 75 % kategori sedang dan IPL < 30 % kategori jelek. Analisis selanjutnya adalah mendeskripsikan dan membandingkan kondisi tutupan lahan dengan sebaran lahan di Sub DAS Lubuk Paraku secaradeskriptif kualitatif. Dari gambaran tersebut diharapkan dapat memberikan makna dan interpretasi yang menggambarkan tentang kondisi tutupan lahan dan sebaran lahan Sub DAS Lubuk Paraku yang sebenarnya.

c) Analisis bentuk-bentuk pemanfaatan air dan nilai ekonomi sumberdaya air Sungai Lubuk Paraku

(29)

Untuk menghitung nilai ekonomi sumberdaya air Sungai Lubuk Paraku dibagi menjadi dua, yaitu dengan pendekatan pasar dan pendekatan non pasar. Nilai ekonomi sumberdaya air dengan pendekatan pasar dijelaskan sebagai berikut:

a. Nilai air rumah tangga (Nart)

Konsumsi air domestik (rumah tangga) meliputi air untuk kebutuhan minum dan memasak, air untuk mandi dan mencuci, serta air untuk kakus. Nilai ekonomi pemanfaatan air untuk rumah tangga merupakan nilai pemanfaatan air yang dihasilkan dari perkalian jumlah penduduk yang mengkonsumsi air yang berasal dari Sungai Lubuk Paraku dengan konsumsi air rata-rata/orang/bulan dan harga tarif dasar air PDAM Kota Padang. Tarif dasar air PDAM Kota Padang adalah sebesar Rp 1.200/m3. Penggunaan harga air setara tarif dasar air PDAM dalam penelitian ini karena belum adanya penetapan harga air secara khusus untuk kriteria rumah tangga di daerah hulu DAS.

b. Nilai air pertanian

Areal pertanian yang dihitung nilai airnya adalah sawah-sawah yang sumber airnya berasal dari aliran Sungai Lubuk Paraku dan merupakan fungsi dari keberadaan sumber daya hutan (bukan sawah tadah hujan). Dalam menentukan nilai ekonomi pemanfaatan irigasi diperlukan data primer dan data sekunder. Data primer adalah berkaitan dengan semua biaya atau pengorbanan untuk mendapatkan air guna mengairi sawah mulai dari pengolahan awal sampai panen. Data primer dikumpulkan dari para petani yang memanfaatkan air Sungai Lubuk Paraku sebagai sumberdaya untuk irigasi pertanian. Data sekunder yang dibutuhkan adalah luas areal sawah yang dapat diairi oleh Sub DAS Lubuk Paraku yang didapat dari instansi terkait dan hasil penelitian terdahulu yang relevan.

Untuk menentukan nilai ekonomi air pertanian digunakan metode biaya pengadaan yang bertumpu pada WTP. Berdasarkan pendekatan ini maka semua pengorbanan untuk dapat memanfaatkan air irigasi pertanian diasumsikan sebagai kesediaannya untuk membayar. Jumlah pengorbanan yang dimaksud adalah untuk iuran irigasi, perbaikan tanggul dan saluran irigasi, tenaga kerja yang dibayar maupun yang diperhitungkan dan pengeluaran peralatan lain untuk keperluan irigasi. Seluruh biaya yang dikalkulasikan dari masing-masing petani distandarisasi kedalam biaya pengadaan air irigasi per ha yaitu dengan membagi seluruh biaya yang telah diperhitungkan dengan luas areal yang dimilikinya (Asnil 2012), kemudian nilai ekonomi sawah irigasi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

NEI = BPA x LAI x IPR Dimana:

NEI = Nilai ekonomi irigasi

BPA = Biaya pengadaan air/ha (Rp/tahun) LAI = Luas total areal sawah irigasi (Ha)

IPR = Intensitas penanaman rata-rata (kali/tahun) c. Nilai air pembangkit listrik

(30)

menghitung ketersediaan volume air yang dapat dipergunakan untuk pemutar turbin; kedua, menghitung jumlah energi listrik yang dapat dihasilkan dengan cara membagi jumlah volume air yang tersedia untuk pemutar turbin dengan standar pemakaian air untuk menghasilkan 1 Kwh listrik (SWC = 1,584 m3); ketiga,

menghitung nilai ekonomi listrik dengan cara mengalikan energi listrik yang dapat dihasilkan dengan tarif listrik per kWh yang berlaku pada saat studi dilakukan (Asnil 2012).

d. Nilai air industri

Nilai ekonomi pemanfaatan air untuk PT Semen Padang merupakan nilai pemanfaatan air yang dihasilkan dari perkalian jumlah konsumsi air rata-rata PT Semen Padang per bulan dengan harga air setara tarif PDAM. Harga setara tarif PDAM yang digunakan adalah untuk kategori industri (IV). Harga air industri yang setara dengan tarif PDAM ini mengacu pada Peraturan Walikota Padang Nomor 10 Tahun 2006 Tanggal 7 Agustus 2006 Tentang Penyesuaian Tarif Air Minum Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Padang.

e. Nilai ekonomi total air sungai Lubuk Paraku pendekatan pasar

Nilai ekonomi total air sungai Lubuk Paraku pendekatan pasar merupakan penjumlahan dari nilai ekonomi air untuk kebutuhan rumah tangga (domestik), nilai ekonomi air pertanian (sawah), nilai ekonomi air untuk pembangkit listrik dan nilai ekonomi air industri.

Untuk menghitung nilai ekonomi sumberdaya air dengan pendekatan non pasar (WTP) dilakukan dengan metode contingent valuation method (CVM), dengan tahapan kegiatan sebagai berikut (Fauzi 2004):

1) Membuat hipotesis pasar (skenario)

Tahap awal dalam pendekatan ini adalah membuat hipotesis, yaitu diasumsikan bahwa kondisi hutan lindung dan kawasan konservasi yang menjadi daerah tangkapan air di wilayah hulu Sub DAS Lubuk Paraku saat ini mengalami degradasi hutan dan perlu dilakukan berbagai tindakan konservasi air agar kualitas air tetap terjaga baik. Jika kualitas air sungai bagus, bersih dan tanpa sampah serta tanpa pencemaran, maka harga air semakin meningkat dan air sungai yang bersih tersebut dapat digunakan untuk berbagai macam pemanfaatan terutama untuk air minum.

2) Mendapatkan nilai lelang (bids)

Tahap selanjutnya adalah memperoleh nilai lelang. Survei dengan wawancara langsung dilakukan untuk mendapatkan nilai willingness to pay

(WTP). Nilai lelang ini diperoleh melalui pertanyaan terbuka (open ended question), dimana responden ditanyakan maksimum WTP atau tarif maksimum yang bersedia dibayarkan untuk ikut melakukan kegiatan konservasi air agar kawasan hutan yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air di daerah hulu Sub DAS Lubuk Paraku dapat terus menghasilkan air dengan kualitas yang bagus. 3) Menghitung rataan dan median WTP

Perhitungan ini didasarkan pada nilai rataan (mean) dan nilai median (nilai tengah) WTP responden.

4) Mengagregatkan data

(31)

5) Menguji variasi WTP

Analisis ekonometrik regresi linear berganda dilakukan untuk mengestimasi mengapa WTP bervariasi antar responden dengan memasukan variabel demografi seperti umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga dan pendapatan per bulan sebagai variabel bebas (independent variable) dan WTP maksimum sebagai variabel tak bebas (dependent variable). Formulasi persamaan fungsi tersebut adalah sebagai berikut:

WTPmaks = f (umur, pendidikan, jumlah anggota keluarga, pendapatan) Dimana:

WTPmaks = WTP maksimum yang bersedia dibayarkan oleh responden (rupiah); umur responden (tahun); pendidikan = lama pendidikan responden (tahun); jumlah anggota keluarga (orang) dan pendapatan responden (rupiah/bulan).

3 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Kondisi Umum Sub DAS Lubuk Paraku

Daerah aliran sungai (DAS) Batang Arau merupakan salah satu DAS yang terdapat di Kota Padang. Luasan wilayah DAS Batang Arau sekitar 174,25 Km2, dengan keliling DAS 121,98 Km, lebar DAS 70,48 Km dan panjang sungai utama 23,78 Km. Secara geografis, wilayah DAS Batang Arau terletak pada 0°48’

sampai 0°56’ lintang selatan dan 100°21’ sampai 100°33’ bujur timur dengan

ketinggian mulai dari 0 – 1.210 meter dari permukaan laut (BPDAS Agam Kuantan 2011). Kawasan hulu DAS Batang Arau yaitu Sub DAS Lubuk Paraku yang didominasi oleh hutan lindung dan kawasan konservasi. Sub DAS Lubuk Paraku terletak di Kelurahan Indarung, Kecamatan Lubuk Kilangan dan berjarak sekitar 25 Km ke arah timur pusat Kota Padang.

(32)

Gambar 2. Posisi Sub DAS Lubuk Paraku pada DAS Batang Arau

Sumber: Balai Wilayah Sungai Sumatera V Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Sumatera Barat 2012

Daerah tangkapan air (DTA) di Sub DAS Lubuk Paraku relatif kecil yaitu seluas 25,04 Km2 atau 14,71 % terhadap luas total DAS Batang Arau yang berada di Timur Laut Kota Padang dan bermuara di Samudera Indonesia. Aliran air dari Sub DAS Lubuk Paraku ini berhulu di kawasan Bukit Barisan yang berada di perbatasan Kota Padang dan Kabupaten Solok. Daerah tangkapan air ini terdiri dari Taman Hutan Raya (Tahura) Dr. Mohammad Hatta seluas 240 Ha dan Cagar Alam Barisan I seluas 2.264 Ha yang merupakan rangkaian kawasan Pegunungan Bukit Barisan (BPDAS Agam Kuantan 2011).

(33)

Gambar 3. Fungsi kawasan di Sub DAS Lubuk Paraku Sumber: BPDAS Agam Kuantan Sumatera Barat 2011

Bentuk lahan di daerah hulu Sub DAS Lubuk Paraku berasal dari proses vulkanik, yaitu proses pembentukan lahan karena aktivitas vulkanik atau gunung berapi. Dengan kondisi lahan yang demikian, menyebabkan terbentuknya daerah tangkapan air yang besar, karena kemampuan kawasan hutan tersebut dalam menyerap air sangat bagus. Dengan kemampuan meresap air dalam jumlah banyak ini, diharapkan kondisi hutan yang ada saat ini tetap terjaga keaslian dan kelestariannya. Jika kondisi ini selalu dijaga, maka akan membuat ketersediaan air terus ada untuk generasi mendatang.

Air Sungai Lubuk Paraku sampai saat ini masih jernih dan dasar sungainya dipenuhi batuan kecil yang terlihat dengan jelas. Inilah yang menjadi alasan lokasi itu ditetapkan sebagai salah satu kawasan wisata pemandian di Kota Padang. Keadaan tersebut merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk meningkatkan taraf hidup mereka dengan membuka usaha kios atau warung makan.

Di Sungai Lubuk Paraku, bagian lubuk yang kini menjadi kawasan wisata terbentuk oleh aktivitas pengambilan batuan besar. Adapun bagian lubuk sebelumnya kini menjadi aliran deras biasa. Letaknya sekitar empat meter ke arah arus yang berlawanan lubuk saat ini. Selain udara sejuk dan air yang dingin, kupu-kupu dan capung relatif mudah ditemui di kawasan itu. Kehadiran capung tersebut merupakan indikator kebersihan air sungai Lubuk Paraku (Rinaldi 2012).

Jenis ikan yang banyak terlihat pada Sungai Lubuk Paraku ialah ikan

(34)

mengabaikan kelestarian lingkungan. Selain itu, sebagian masyarakat mungkin juga ikut andil, seperti perambahan hutan serta cara penangkapan ikan dengan setrum atau racun dan pergeseran metode penangkapan ikan yang diiringi perkembangan tuntutan hidup. Selain ikan gariang, ikan mungkuih (Gobiidae) dan spesies belut besar dengan diameter sekitar 20 sentimeter dan penjang lebih dari 1 meter dapat pula ditemui di Sungai Lubuk Paraku (Rinaldi 2012).

Bagi masyarakat yang tinggal di lokasi sekitar kawasan hutan, kendala yang dihadapi untuk mendapatkan air Sungai Lubuk Paraku ini adalah kondisi akses jalan menuju sungai cukup sulit dilalui karena harus menuruni lereng gunung yang cukup terjal, sehingga potensi yang ada pada sungai kurang termanfaatkan. Hal ini dapat diatasi dengan menyediakan akses untuk mempermudah masyarakat dalam mendapatkan air dengan tetap memperhatikan segi keamanan dan kenyamanan, tetapi secara fisik tidak menimbulkan perubahan pada jalur alami yang ada.

Kondisi Iklim Sub DAS Lubuk Paraku

Wilayah Sub DAS Lubuk Paraku yang berbatasan langsung dengan kawasan hutan merupakan daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi dengan rata-rata curah hujan bulanan di atas 100 mm dan rata-rata curah hujan tahunannya mencapai kisaran antara 3.082 – 4.619 mm dimana curah hujan tinggi terjadi pada bulan September hingga Januari (BPDAS Agam Kuantan 2011). Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson wilayah ini memiliki tipe iklim A dan bulan-bulan basahnya mencapai 11 bulan dalam setahun (BPDAS Agam Kuantan 2011).

Berdasarkan data curah hujan dari Stasiun Batu Busuk, wilayah Sub DAS Lubuk Paraku memiliki curah hujan yang tinggi sehingga kawasan tersebut mempunyai nilai erosivitas yang tinggi pula dan merupakan ancaman terhadap terjadinya bahaya erosi dan longsor pada wilayah hulu Sub DAS dan dapat menimbulkan dampak banjir pada wilayah hilirnya.

Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Sub DAS Lubuk Paraku

(35)

Tabel 2. Jumlah penduduk Kelurahan Indarung

No. Jenis kelamin Jumlah penduduk

1. Kepala Keluarga 2.850

5.597 2. Laki-laki

3. Perempuan 6.531

Jumlah total penduduk 12.128

Sumber: Lubuk Kilangan Dalam Angka (2011)

Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa penduduk perempuan lebih banyak jumlahnya dibanding penduduk laki-laki. Hal ini tidak menutup kemungkinan jika pada pengambilan sampel kepala rumah tangga adalah perempuan. Responden yang dipilih merupakan kepala atau dianggap sebagai kepala rumah tangga dari suatu unit keluarga. Usia mereka bervariasi antara 22 sampai 71 tahun. Tingkat pendidikan masyarakat di daerah ini umumnya bervariasi, mulai dari tamatan sekolah dasar sampai perguruan tinggi, begitu juga dengan mata pencahariannya. Penduduk dengan tingkat pendidikan sekolah dasar (SD) merupakan jumlah terbanyak pada Kelurahan Indarung. Hal ini membuktikan bahwa tingkat perekonomian yang masih rendah di daerah ini membuat sebagian besar penduduk tidak mampu untuk menyekolahkan anggota keluarga mereka ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Tingkat pendidikan masyarakat yang berada di Kelurahan Indarung dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini.

Tabel 3. Tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Indarung

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang)

1. 2. 3. 4.

Sekolah Dasar (SD)

Sekolah Menengah Pertama (SMP) Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) Perguruan Tinggi (S1-S3)

1.514 1.262 1.009 407

Total 4.192

Sumber: Lubuk Kilangan Dalam Angka (2011)

(36)

Tabel 4. Jenis-jenis mata pencaharian masyarakat Kelurahan Indarung

No. Mata Pencaharian Jumlah (orang)

1. Pegawai Negeri Sipil (PNS) 345

Sumber: Lubuk Kilangan Dalam Angka (2011)

Selain Kelurahan Indarung, Kelurahan Batu Gadang juga merupakan salah satu lokasi untuk pengambilan responden pengguna jasa air rumah tangga dan pertanian. Data mengenai jumlah penduduk Kelurahan Batu Gadang dapat dilihat pada tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Jumlah penduduk Kelurahan Batu Gadang

No. Jenis kelamin Jumlah penduduk

1. Kepala Keluarga 1.578

3.455 2. Laki-laki

3. Perempuan 3.360

Jumlah total penduduk 6.815

Sumber: Lubuk Kilangan Dalam Angka (2011)

Tingkat pendidikan masyarakat yang berada di Kelurahan Batu Gadang tidak jauh berbeda dengan masyarakat yang berada di Kelurahan Indarung. Sebagian kecil masyarakat Kelurahan Batu Gadang yang berusia di atas 50 tahun tidak mengenyam bangku pendidikan. Tingkat pendidikan masyarakat di kelurahan ini dapat dilihat pada tabel 6 di bawah ini.

Tabel 6. Tingkat pendidikan masyarakat Kelurahan Batu Gadang

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang)

1.

Sumber: Lubuk Kilangan Dalam Angka (2011)

(37)

Namun selain itu banyak juga masyarakat yang memiliki mata pencaharian lain, seperti dapat dilihat pada tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7. Jenis-jenis mata pencaharian masyarakat Kelurahan Batu Gadang

No. Mata Pencaharian Jumlah (orang)

1. Pegawai negeri sipil (PNS) 190

1. Polisi dan ABRI 32

2. Bidan 22

3. Guru 54

4. Swasta 1.245

5. Petani 1.105

6. Buruh pabrik 349

7. Pengumpul batu dan pasir 225

8. Wirausaha/warung 518

9. 10.

Jasa Lain-lain

651 257

Total 4.648

Sumber: Lubuk Kilangan Dalam Angka (2011)

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dilihat bahwa dengan tingkat pendidikan dan mata pencaharian masyarakat yang sangat bervariasi pada kedua kelurahan ini, tentu saja akan mempengaruhi pola pemanfaatan air mereka.

Di kelurahan Indarung terdapat dua objek wisata alam yaitu tempat pemandian Sungai Lubuk Paraku dan Taman Hutan Raya Dr. Mohammad Hatta. Kedua objek wisata alam ini termasuk ke dalam wilayah Sub DAS Lubuk Paraku. Namun diantara objek wisata tersebut, tempat pemandian Lubuk Paraku yang lebih banyak dikunjungi oleh pengunjung dari Kota Padang maupun luar Kota Padang. Masyarakat yang tinggal di sekitar objek wisata tersebut banyak yang membuka warung dan menjadi pedagang. Mereka selain mengandalkan kunjungan wisata, sebagian penduduk yang berada di sekitar Sungai Lubuk Paraku mengandalkan penghasilan pada tanaman seperti kakao dan sebagian lain bekerja di sektor jasa transportasi. Sekitar 50 hektar hingga 100 hektar lahan di Sub DAS Lubuk Paraku ditanami kakao dari total sekitar 800 hektar lahan di Kota Padang yang ditanami kakao.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Hidrologi Sungai Lubuk Paraku

1. Kualitas dan Kuantitas Air Sungai Lubuk Paraku

(38)

Tabel 8. Pemantauan Kualitas Air Sungai Lubuk Paraku (Time Series) tahun 2005, 2007, 2009 dan 2011

No. Parameter Standar mutu

air kelas I Satuan Keterangan: tt = tidak terdeteksi

* = tidak tergolong air kelas II, III atau IV ** = tergolong air kelas II

Sumber: Olahan data sekunder (2013)

Secara keseluruhan air Sungai Lubuk Paraku memenuhi persyaratan kualitas air baku untuk air bersih. Air bersih yang berasal dari Sungai Lubuk Paraku secara fisik masih jernih, tidak berbau dan tidak berasa. Selain itu juga suhu air Sungai Lubuk Paraku sama dengan suhu udara yaitu 25º C. Persyaratan kualitas ini sesuai dengan persyaratan kualitas air bersih yang terdapat dalam Modul Gambaran Umum Penyediaan dan Pengolahan Air Minum tahun 2003.

Dari hasil uji tersebut didapatkan bahwa kualitas sumber daya air Sungai Lubuk Paraku secara umum masih cukup baik dan masih memenuhi standar sebagai air baku atau masih di bawah baku mutu air kelas I berdasarkan PP No. 82 Tahun 2001. Walaupun ada beberapa kandungan senyawa kimia yang melewati baku mutu, tetapi jumlahnya tidak terlalu berbeda jauh dari standar yang ditetapkan untuk air kelas I.

(39)

sumber air yang dimanfaatkan oleh PDAM Kota Padang hanya berasal dari Sungai Batang Kuranji, Sungai Lubuk Minturun dan Sungai Lubuk Tempurung dengan kualitas dan kuantitas yang baik.

Berdasarkan tabel kualitas air Sungai Lubuk Paraku di atas dapat disimpulkan bahwa semua parameter kualitas air Sungai Lubuk Paraku yaitu temperatur, residu terlarut, residu tersuspensi, pH, BOD, COD, NO3 sebagai N, khlorida dan sulfat masih berada di bawah ambang batas air kelas I. Namun ada beberapa parameter yang melampaui standar mutu air kelas I, yaitu besi, mangan, seng dan fecal coliform. Parameter besi melewati standar mutu air kelas I pada tahun 2011 dan tidak tergolong ke dalam standar mutu air kelas II, III atau IV. Namun jika air yang berasal dari Sungai Lubuk Paraku ini akan dimanfaatkan untuk pengolahan air minum secara konvensional, maka jumlah besi yang terkandung pada air sungai ini masih dalam jumlah yang diizinkan, yaitu Fe ≤ 5 mg/L (PP no 82 tahun 2001). Hal yang sama juga terjadi pada parameter mangan, dimana pada tahun 2005 parameter ini tidak tergolong ke dalam standar mutu air kelas I dan juga tidak termasuk ke dalam standar mutu air kelas II, III atau IV. Sementara itu parameter seng pada tahun 2007 dan 2011 juga malampaui ambang batas air kelas I dan tidak tergolong ke dalam standar mutu air kelas II, III atau IV. Akan tetapi, jika air Sungai Lubuk Paraku ini digunakan untuk pengolahan air minum secara konvensional, maka jumlah seng pada air sungai ini masih berada

dalam jumlah yang diizinkan, yaitu Zn ≤ 5 mg/L (PP no 82 tahun 2001).

Pada tahun 2005 jumlah Fecal coliform mencapai jumlah yang melewati baku mutu air kelas I yaitu sebanyak 360 jml/100 mL dan tergolong ke dalam air kelas II dengan jumlah Fecal coliform ≤ 1.000 jml/100 mL. Namun jika air Sungai Lubuk Paraku ini digunakan untuk pengolahan air minum secara konvensional, maka jumlah Fecal coliform pada air sungai ini masih berada dalam jumlah yang

diizinkan, yaitu Fecal coliform ≤ 2.000 jml/100 mL (PP no 82 tahun 2001). Pada

pengamatan tahun 2007 dan 2009 jumlah Fecal coliform sudah jauh berkurang bahkan pada tahun 2011 sudah tidak ditemukan lagi. Jumlah Fecal coliform yang semakin berkurang ini disebabkan karena curah hujan yang tinggi sehingga jumlah bakteri ini semakin berkurang dan terbawa arus sungai. Selain itu jumlah penduduk yang melakukan kegiatan MCK di pinggir sungai sudah mulai berkurang karena mereka telah membangun kamar mandi atau WC di rumah masing-masing.

Lee (1998) mengklasifikasikan besarnya tingkat pencemaran air untuk organisme akuatik berdasarkan kandungan BOD menjadi empat golongan yaitu tidak tercemar (< 3,0 mg/lt), tercemar ringan (3,0 – 4,9 mg/lt), tercemar sedang (5,0 – 15,0 mg/lt) dan tercemar berat (> 15,0 mg/lt). Berdasarkan hal tersebut maka Sungai Lubuk Paraku tergolong perairan dengan kualitas air yang tidak tercemar.

(40)

penduduk tahun 2012 sebanyak 844.316 orang termasuk kategori kota besar (500.000 – 1.000.000 orang). Kategori kota besar memiliki standar kebutuhan air rumah tangga sebanyak 120 – 150 liter/orang/hari (Direktorat Pengairan dan Irigasi Bappenas 2006). Jumlah ini sudah sesuai jika dibandingkan dengan jumlah konsumsi air penduduk yang berada di lokasi penelitian berdasarkan hasil wawancara, yaitu sebanyak 135 liter/orang/hari.

Untuk menganalisis kuantitas air Sungai Lubuk Paraku, maka terlebih dahulu perlu dilakukan analisis terhadap curah hujan tahunan Sungai Lubuk Paraku. Curah hujan merupakan masukan utama (input) dalam suatu DAS untuk berlangsungnya siklus hidrologi DAS. Data curah hujan yang pernah terjadi pada suatu DAS dapat dipakai sebagai pertimbangan dalam pengelolaan sumberdaya air pada DAS tersebut. Menurut Rahim (2000), hujan yang jatuh pada areal hutan tidak akan menghasilkan limpasan permukaan yang banyak, dalam arti kata masih bisa ditampung baik oleh depresi alami maupun sungai-sungai yang ada di areal tersebut.

Besarnya jumlah curah hujan yang masuk ke dalam daerah tangkapan air suatu DAS akan menentukan besar debit aliran pada DAS tersebut. Berdasarkan analisis data curah hujan dari stasiun penakar curah hujan Indarung, didapatkan rata-rata curah hujan bulanan empat tahunan pada Sub DAS Lubuk Paraku, yaitu dari tahun 2008-2011 seperti disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Rerata curah hujan bulanan pada Sub DAS Lubuk Paraku (2008-2011) No. Bulan Curah Hujan Rata-rata Sub DAS Lubuk Paraku (mm)

1. Januari 277

(41)

bulan November yaitu sebesar 615 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi bulan Mei sebesar 184 mm.

Curah hujan di kawasan Sub DAS Lubuk Paraku tergolong sangat tinggi yaitu lebih dari 100 mm tiap bulan dengan curah hujan tahunan tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar 5.114 mm/tahun dan terendah pada tahun 2009 sebesar 3.848 mm/tahun. Curah hujan yang tinggi ini disebabkan oleh kondisi geografi Sub DAS Lubuk Paraku didominasi oleh kawasan hutan, perbukitan dan pegunungan. Dengan curah hujan yang besar ini maka dapat meningkatkan potensi sumberdaya air untuk kesejahteraan masyarakat yang berada di sekitar Sub DAS Lubuk Paraku.

Curah hujan yang tinggi di Sub DAS Lubuk Paraku ini disebabkan oleh ketinggian elevasi dan kondisi geografis yang didominasi oleh kawasan hutan, perbukitan dan pegunungan. Semakin tinggi elevasi memperlihatkan kecenderungan peningkatan jumlah curah hujan sehingga menyebabkan adanya kecenderungan peningkatan jumlah bulan basah dan penurunan jumlah bulan kering. Semakin tinggi elevasi akan menyebabkan terjadinya penurunan suhu. Menurut Trewartha dan Horn (1995) pegunungan dapat berperan sebagai penghalang pergerakan angin yang akan menyebabkan pemaksaan pergerakan angin menuju bagian atas pegunungan. Pergerakan angin ini menyebabkan suhu menurun yang apabila mengandung uap air, maka uap air ini akan mengalami kondensasi yang akhirnya membentuk awan.

Keberadaan vegetasi juga berpengaruh terhadap keragaman hujan di Sub DAS Lubuk Paraku. Hal ini senada dengan yang diungkapkan oleh Lakitan (2002), bahwa semakin besar total penyebaran biomass vegetasi serta semakin ekstensif penyebarannya, maka akan semakin nyata pengaruhnya terhadap iklim wilayah tersebut. Selain itu menurut Suparmoko (1989), berpendapat bahwa tanah di hutan merupakan busa raksasa yang mampu menahan air hujan sehingga meresap perlahan-lahan ke dalam tanah sehingga mengakibatkan jumlah air tanah semakin bertambah. Banyak daerah yang menggantungkan diri terhadap persediaan air dari hutan dengan sungai-sungai yang mengalir sepanjang tahun, begitu juga halnya dengan aliran Sungai Lubuk Paraku. Dengan jumlah debit yang optimal mengakibatkan aliran sungai ini banyak dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan masyarakat. Namun bila pohon-pohon di kawasan hutan yang berada di wilayah hulu Sub DAS ini ditebang, maka tanah langsung terbuka sehingga bila turun hujan air hujan akan langsung mengalir ke sungai dan menyebabkan erosi serta banjir di wilayah hilir Sub DAS Lubuk Paraku.

(42)

Gambar 4. Grafik rata-rata debit air bulanan dan rata-rata curah hujan bulanan Sungai Lubuk Paraku tahun 2008 – 2011

Sumber: Balai Wilayah Sungai Sumatera V Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Sumatera Barat (2012) dan BMKG Sicincin Sumatera Barat (2012)

Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa rata-rata debit air bulanan sungai Lubuk Paraku cenderung meningkat. Hal ini dikarenakan daerah hulu Sub DAS Lubuk Paraku merupakan daerah dengan curah hujan yang tinggi, terutama pada bulan September, Oktober, November dan Desember. Sementara curah hujan bulanan mengalami fluktuasi. Rata-rata debit bulanan dan rata-rata curah hujan bulanan Sungai Lubuk Paraku tertinggi terjadi pada bulan November. Debit rata-rata bulanan tertinggi yaitu 2,91 m3/detik dan yang terendah terjadi pada bulan Januari yaitu 1,66 m3/detik serta curah hujan tertinggi yaitu 615 mm dan terendah terjadi pada bulan Mei yaitu sebesar 184 mm.

(43)

Gambar 5. Grafik rata-rata debit air tahunan Sungai Lubuk Paraku tahun 1996 – 2011

Sumber: Balai Wilayah Sungai Sumatera V Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum Sumatera Barat (2012)

Berdasarkan gambar di atas juga dapat dilihat bahwa nilai R2 debit rata-rata tahunan yaitu 0,632 yang artinya keragaman rata-rata debit tahunan mampu dijelaskan oleh model sebesar 63,2 %, kemudian sisanya diterangkan oleh faktor lain diluar model.

2. Kontinuitas Air Sungai Lubuk Paraku

Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa untuk kesemua sistem penyediaan air bersih dari Sungai Lubuk Paraku yang digunakan adalah kontinu. Dimana air sungai dapat diambil terus menerus dengan fluktuasi debit yang relatif tetap, baik itu di musim hujan ataupun saat musim kemarau dan tidak pernah mengalami kekeringan walaupun saat musim kemarau. Hal ini sesuai dengan persyaratan kontinuitas air yang terdapat dalam Modul Gambaran Umum Penyediaan dan Pengolahan Air Minum tahun 2003.

Kontinuitas dapat diartikan bahwa air bersih yang berasal dari Sungai Lubuk Paraku selalu mengalir sepanjang 24 jam atau setiap saat diperlukan, kebutuhan air tersedia. Hal ini juga ditunjang oleh berbagai pendapat dan keterangan dari masyarakat setempat yang sudah lama menetap di pinggir aliran Sungai Lubuk Paraku. Berdasarkan hasil wawancara dengan penduduk yang tinggal di pinggir sungai diketahui bahwa prioritas pemakaian air Sungai Lubuk Paraku yaitu minimal selama 12 jam per hari, yaitu pada jam-jam aktifitas kehidupan pada pukul 06.00 – 18.00. Sampai sekarang aliran Sungai Lubuk Paraku tidak pernah mengalami masalah yang berarti. Hal ini dikarenakan kondisi lingkungan yang berada di kawasan hulu yang terdiri dari kawasan konservasi dan hutan lindung masih alami.

Untuk mengetahui kontinuitas aliran Sungai Lubuk Paraku, maka perlu dilakukan penghitungan terhadap fluktuasi debit yaitu dengan cara menghitung rasio Qmaks/Qmin atau Koefisien Regim Sungai (KRS). Fluktuasi debit yang

1994 1996 1998 2000 2002 2004 2006 2008 2010 2012

Gambar

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Grafik rata-rata debit air bulanan dan rata-rata curah hujan
Gambar 1.  Diagram Kerangka Pemikiran Penelitian Pemanfaatan Jasa Air Sub
Tabel 1.  Data dan Informasi yang diambil dalam penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sekripsi ini adalah “Kajian Debit Aliran Sungai dan Sedimen Melayang serta Arahan Penggunaan Lahan pada Tiga Outlet Sub DAS di Kawasan Hulu DAS Padang” , yang

Penelitian ini didasari oleh semakin berkurangnya lahan hutan di Sub DAS Cisangkuy, yang berubah menjadi lahan pertanian. Luas Sub DAS Cisangkuy yaitu 34.024

Distribusi aliran di suatu DAS merupakan proses dinamis yang dipengaruhi oleh iklim, presipitasi, dan kombinasi dari tutupan lahan, evapotranspirasi, jenis tanah, dan

Tujuan dari penelitian ini adalah memprediksi tingkat infiltrasi di Sub DAS Watujali yang tertutup hutan pinus dengan metode neraca air dan hubungan antara hujan dan

Untuk mengkaji kondisi iklim dan hidrologi serta pengaruh pasang surut di kawasan sub DAS Air Sugihan, dilakukan analisis Neraca Air terhadap data iklim (curah hujan,

Sub-DAS Cirasea merupakan bagian dari DAS Citarum Hulu, dimana DAS tersebut merupakan salah satu dari 15 DAS prioritas di Indonesia. DAS Citarum Hulu mengalami

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi tingkat bahaya erosi di kawasan sub DAS Krung Simpo pada berbagai jenis penggunaan lahan dengan teknik konservasi yang

Kondisi penggunaan lahan di sekitar check dam Wai Ruhu KESIMPULAN Curah hujan Dari hasil pemantauan pada DAS Wai Ruhu sebagai lokasi penelitian, dapat dijelaskan bahwa tinggi