• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DENGAN KEPUASAN BERWIRAUSAHA PADA WIRAUSAHA WANITA DI KOTA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DENGAN KEPUASAN BERWIRAUSAHA PADA WIRAUSAHA WANITA DI KOTA MEDAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ADVERSITY QUOTIENT DENGAN KEPUASAN

BERWIRAUSAHA PADA WIRAUSAHA WANITA

DI KOTA MEDAN

Siti Zahreni*, Shoffa Malini**

*Staf Pengajar Fakultas Psikologi USU **Alumnus Fakultas Psikologi USU

sitizahreni@usu.ac.id

Abstract: This research was aimed to examine the correlation of adversity quotient with women entrepreneurial satisfaction. The research method is quantitative correlation by using purposive sampling technique that involves 155 women entrepreneur do culinary business in Medan city. The statistical analysis result showed there was a positive significant correlation between adversity quotient and women entrepreneurial satisfaction. The implication of this research could help women entrepreneurs more aware and find a way to raise the adversity quotient to reach satisfaction in entrepreneurship.

Abstrak:

:

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan adversity quotient

terhadap kepuasan berwirausaha pada wirausaha wanita di kota Medan. Metode penelitian ini adalah kuantitatif korelasional dengan menggunakan teknik

purposive sampling yang melibatkan 155 orang wirausaha wanita yang menggeluti bisnis kuliner di kota Medan. Hasil analisis statistik menunjukkan

adanya hubungan positif yang signifikan antara adversity quotient dengan

kepuasan berwirausaha pada wirausaha wanita. Implikasi dari penelitian ini dapat membantu wirausaha wanita agar lebih sadar dan mengetahui cara untuk

meningkatkan adversity quotient untuk mencapai kepuasan dalam berwirausaha.

Keywords: Entrepreneurial Satisfaction, Adversity Quotient, and Women Entrepreneur.

PENDAHULUAN

Pertumbuhan ekonomi di

Indonesia pada saat ini sebagian besar

dikelola oleh wirausaha wanita.

Keberadaan wirausaha wanita dalam Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

(UMKM) adalah realitas kehidupan

ekonomi sebagian besar masyarakat

Indonesia. D ata kepemilikan UMKM dari BPS tahun 2005 menunjukkan secara rinci bahwa sebanyak 44,29% usaha mikro dikelola oleh wanita, demikian pula di sektor usaha kecil sebanyak 10,28% juga dikelola oleh wanita (dalam Jati, 2009). Angka ini terus bertambah sejalan dengan Laporan Menteri Negara Pemberdayaan

Wanita tahun 2007 ( dalam Jati, 2009)

y a n g memperlihatkan bahwa 60% dari 41 juta pengusaha mikro dan kecil di Indonesia dimiliki oleh wirausaha wanita. Bisnis yang mereka geluti juga cukup bervariasi. Dua sektor utama yang menarik minat para wirausaha wanita ini adalah

bisnis fashion dan bisnis kuliner

(Fazriyati,2011). Fenomena ini

menunjukkan bahwa wanita berpotensi untuk melakukan berbagai kegiatan produktif yang menghasilkan dan dapat membantu perekonomian keluarga, serta ekonomi nasional secara lebih luas

(Ryanti, 2007).

Pada dasarnya dalam diri seorang wanita terdapat beberapa sifat yang justru yang dapat membantunya berkembang dan sukses sebagai wirausaha. Hal tersebut diantaranya, seorang wanita dinilai sebagai

individu multi-task oriented, natural

marketers, mudah untuk berinteraksi

dengan orang lain, sabar, mampu

menciptakan dan menggunakan jaringan

yang ada, serta konsisten dalam

menjalankan tugas keseharian. Hal ini

tentunya semakin membuka peluang

(2)

Dalam dunia wirausaha, seorang wirausaha yang berhasil harus siap untuk mencari peluang, bersaing dan bahkan mampu memenangkan

persaingan tersebut (Sunarso, 2010).

Longenecker, Carlos, dan William (2001) menyatakan bahwa seorang wirausaha

yang mampu mengubah hambatan

menjadi peluang bisnis tentunya akan

memberikan tingkat imbalan yang

potensial. Setiap imbalan inilah yang nantinya menghasilkan kepuasan bagi wirausaha tersebut. Imbalan ini dapat dikelompokkan dalam tiga kategori dasar

yaitu income, leisure time dan

psychological well being. Dalam penelitiannya, Carree dan Verheul (2011) menggunakan tiga kategori dasar ini sebagai aspek untuk mengukur kepuasan berwirausaha seseorang.

Keberhasilan yang dicapai

wirausaha dapat mempengaruhi tingkat kepuasan berwirausahanya (Carree & Verheul,2011; Leon,2009). Kepuasan ini secara tidak langsung akan memotivasi dirinya untuk bekerja lebih giat agar

usahanya dapat berkembang dengan

semakin baik dan kuat dalam menghadapi

persaingan (Suryana,2006). Kepuasan

yang di rasakan tentu saja didapatkan dari perjuangan dalam menghadapi tantangan selama berwirausaha seperti permasalahan bisnis, kerja keras, waktu yang panjang, pendapatan yang tidak pasti serta resiko yang sangat besar. Oleh

karenanya dibutuhkan pengorbanan

(Longenecker, Carlos, & William, 2001), serta kecerdasan untuk menghadapi setiap tantangan tersebut (Stolz, 2003). Kecerdasan ini dikenal dengan istilah

adversity quotient (Stolz, 2000).

Adversity Quotient merupakan konsep

yang dapat melihat seberapa jauh

seseorang mampu menghadapi suatu

kesulitan serta bertahan dalam

menghadapi kesulitan tersebut. Adversity

Quotient pada wirausaha merupakan gambaran sejauh mana kinerja seorang wirausaha dalam menghadapi tantangan dan menyelesaikan permasalahan dalam mengembangkan usaha. Tantangan tersebut dapat berupa finansial, emosional, fisik, pergaulan dan yang berkaitan dengan

pengembangan karier dari wirausaha

(Stolz,2003). Tanpa adanya Adversity

Quotient yang tinggi maka dikhawatirkan seseorang akan mengalami frustasi dan

kegamangan dalam menjalani proses

menjadi seorang wirausaha nantinya

(Stoltz, 2000). Sedangkan seorang

wirausaha yang memiliki Adversity

Quotient yang tinggi tidak akan menyerah dan tetap bertahan dimasa sulit dan menjadikan kesulitan sebagai penguat untuk menghadapi rintangan selanjutnya

(Markman, 2004). Konsep Adversity

Quotient ini terkait erat dengan

keberhasilan wirausaha, karenadalam

menjalankan usahanya wirausaha

memerlukan keberanian untuk menghadapi kegagalan, dan kemauan untuk mencoba

terus-menerus sampai berhasil.Secara

keseluruhan konsep adversity quotient

merupakan suatu kerangka konseptual

dalam memahami dan meningkatkan

keberhasilan (Stolz,2003; Stanley,2003 ; Henky & Ida,2012).

Keberhasilan yang dicapai seorang wirausaha dapat mempengaruhi tingkat kepuasan berwirausaha yang ia miliki (Carree & Verheul,2011; Leon,2009). Wirausaha wanita yang berhasil juga memperlihatkan kepuasan terhadap bisnis yang mereka jalankan daripada rekan- rekan pria mereka, meskipun omset rata-rata per bulan yang mereka dapatkan lebih rendah daripada laki-laki. (Carree & Verheul, 2011).

Berdasarkan pemaparan latar

belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara Adversity Quotient dengan kepuasan berwirausaha pada wirausaha wanita. Hipotesis yang menjadi dugaan sementara untuk penelitian ini adalah ada hubungan positif antara Adversity Quotient dengan kepuasan berwirausaha pada wirausaha wanita.

Kepuasan Berwirausaha

Kepuasan kerja adalah sikap umum

yang dimiliki seseorang terhadap

pekerjaannya, yang mununjukan

perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima dan jumlah yang diyakini

seharusnya diterima (Robbins,2003).

(3)

Kepuasan kerja menurut Kreiter dan Kinicki (2005) adalah respon emosional

terhadap pekerjaan seseorang. Jika

dikaitkan dengan pekerjaan sebagai

wirausaha, maka kepuasan berwirausaha merupakan sikap dan respon emosional seseorang terhadap kegiatan wirausaha yang ia jalankan. Kepuasan wirausaha juga merupakan tingkat dimana wirausaha

menyukai kegiatan wirausahanya

(Suyatini, 2004).

Kepuasan berwirausaha dirasakan ketika wirausaha telah mendapatkan nilai tambah dari kegiatan usaha yang ia jalankan (Longenecker, Carlos & Wiliam, 2001). Nilai tambah tersebut adalah,

income, psychological well being dan

leisure time. Nilai tambah ini kemudian menjadi aspek untuk mengukur tingkat kepuasan berwirausaha seseorang (Martin dan Ingrid, 2011).

Income bagi pengusaha merujuk kepada imbalan berupa laba. Sehingga

Kepuasan terhadap income sangat relevan

bagi pengusaha yang memulai usaha untuk mendapatkan hidup atau untuk kesuksesan finansial (Andersson 2008; Feldman & Bolino, 2000; Carree & Verheul, 2011;

Hasni, 2011). Psychological Well Being

memiliki peranan penting dalam kepuasan berwirausaha khususnya selama fase awal yang bisa menimbulkan stres serta tekanan (Andersson, 2008 ; Feldman & Bolino,

2000; Carree & Verheul, 2011).

Psychologial Well Being adalah dukungan dari dalam dan dari luar diri wirausaha. Dukungan dari dalam dapat diperoleh dari kecerdasan emosional pada diri tiap pengusaha, dan dukungan dari luar dapat diperoleh dari dukungan sosial dari orang

di sekitar pengusaha. Psychologial Well

Being juga merefleksikan pemenuhan kerja secara pribadi (Longenecker, Carlos

& Wiliam, 2001). Income dan Leisure

Time adalah dua sumber utama utilitas

tradisional di bidang ekonomi (Bonke et

al. Dalam Carree &

Verheul,2011). Beberapa orang memulai usaha dengan memiliki jam kerja yang

lebih fleksibel sehingga dapat

menggabungkan jam kerja di rumah tangga dan tanggung jawab pekerjaan. Seseorang dapat mengatur waktunya sendiri untuk mulai mengelola usaha. Bahkan jika usahanya berada di rumah,

wirausaha tidak perlu meninggalkan rumah untuk menjalankan kegiatan usahanya. Wirausahawan seperti orang yang bebas tanpa adanya ikatan waktu tertentu yang harus ia pertanggungjawabkan.Wirausaha menggunakan kebebasan tersebut untuk menyusun kehidupan dan perilaku kerja pribadinya secara fleksibel (Longenecker et al, 2001).

Adversity Quotient

Adversity Quotient (AQ) adalah kecerdasan untuk mengatasi kesulitan. AQ mempunyai tiga bentuk. Pertama, AQ adalah suatu kerangka kerja konseptual

untuk memahami dan meningkatkan

semua segi kesuksesan. Kedua, AQ adalah suatu ukuran untuk mengetahui respons terhadap kesulitan, dan yang ketiga, AQ adalah serangkaian peralatan

yang memiliki dasar ilmiah untuk

memperbaiki respons terhadap kesulitan (Stoltz, 2000).

Dimensi Control merupakan

Sejauh mana seseorang mampu secara positf memepengaruhi situasi dan Sejauh mana seseorang dapat mengendalikan tanggapan diri sendiri terhadap suatu

situasi. Ownership merupakan sejauh mana

seseorang mau mengandalkan diri sendiri untuk memperbaiki situasi yang dihadapi, tanpa memperdulikan penyebabnya (Stolz,

2003). Reach merupakan dimensi untuk

mengetahui sejauh mana orang

membiarkan suatu kesulitan

menjalar/masuk ke dalam sisi-sisi

kehidupan yang lain (Stolz, 2003).

Dimensi endurance mempertanyakan dua

hal yang berkaitan, yakni berapa lama kesulitan akan berlangsung dan berapa lama penyebab kesulitan akan berlangsung.

Wirausaha wanita

(4)

administrasi maupun sosial dan secara efektif memimpin dalam manajemennya (Meng & Liang, 1996; Ryanti, 2007). Definisi yang lebih umum, wirausaha wanita adalah wanita pemilik bisnis yang menjalankan bisnisnya sendiri atau bersama rekan bisnisnya, baik yang membayar pegawai ataupun yang tidak membayar pegawai ( Ryanti, 2007)

Nasution Noer dan Suef (2001) menjelaskan bahwa wirausaha wanita memiliki karekteristik feminitas antara lain: emosional, sensitif, peka, kooperatif, penuh kasih, cermat, hangat, simpati dan intuitif. Pada wanita yang makin tinggi pendiidkannya maka makin luas pula

wawasan mereka dan berpengaruh

terhadap perkembangan jiwa

wirausahanya. Dari segi usianya makin berumur maka para wirausaha wanita ini makin toleran dan semakin matang sifat-sifat wirausahanya.

Dengan adanya kemampuan

yang wanita miliki, wanita terus

berjuang untuk melawan arus perbedaan gender. Wirausaha wanita ini berusaha untuk menjadi wirausaha yang baik, yang tidak kalah dengan wirausaha pria, baik dalam keputusan yang mereka buat serta dalam perilaku mengambil resiko.

METODE

Pada penelitian mengenai

hubungan Adversity Quotient dengan

kepuasan berwirausaha pada wirausaha wanita ini digunakan metode penelitian korelasional. Adapun variabel-variabel yang diteliti adalah kepuasan berwirausaha

sebagai variabel tergantung dan Adversity

Quotient sebagai variabel bebas.

Partisipan

Partisipan pada penelitian ini adalah sebanyak 155 orang wirausaha wanita yang sedang menggeluti bisnis kuliner dengan populasi wirausaha wanita di kota Medan. Karakteristik atau ciri sampel dalam penelitian ini adalah Wirausaha wanita yang menggeluti bisnis kuliner, berwirausaha minimal 1 tahun, dan wirausaha dalam kategori mikro dan kecil.

Teknik pengambilan sampel yang

digunakan adalah non probability yaitu

dengan teknik purposive sampling karena

pemilihan sekolompok subjek didasarkan atas ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang dipandang mempunyai sangkut paut yang erat dengan ciri- ciri atau sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Hadi, 2000).

Prosedur dan Alat Ukur Penelitian

Untuk keperluan penelitian ini, alat ukur yang digunakan berupa kuesioner yang berisi skala-skala untuk mengukur variabel-variabel penelitian. kuesioner ini disebarkan pada para subjek penelitian untuk diiisi. Kuesioner dikumpulkan setelah para partisipan menyelesaikan pengisian. Skala kepuasan berwirausaha terdiri dari 30 aitem, yang disusun mengacu pada aspek kepuasan berwirausaha yang dikemukakan oleh Longenecker (2001)

yaitu income yang diterima, psychological

well being yang dirasakan dan leisure time

yang dimiliki. Skala kepuasan

berwirausaha diukur dengan Skala model likert dengan 5 (lima) buah alternatif jawaban, yaitu: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Netral (N), Tidak Sesuai (TS) dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Skala

disajikan dalam bentuk pernyataan

mendukung (favorable) dan tidak

mendukung (unfavorable).

Skala adversity quotient ini terdiri

dari 25 aitem yang disusun berdasarkan dimensi AQ dari Stolz (2003) yaitu

control, ownership, reach dan endurance.

Skala terdiri dari 7 peristiwa. Model skala yang digunakan adalah penskalaan model

semantic differential. Responden tidak diminta untuk memberikan respon setuju atau tidak setuju, akan tetapi diminta untuk langsung memberikan bobot penilaian mereka terhadap suatu stimulus pada setiap kontinum dalam skala. Kontinum dalam skala ini dibagi atas 5 bagian yang diberi angka 1 sampai dengan 5, mulai dari kutub favorabel sampai dengan kutub tak favorabel.

HASIL

Peneliti berhipotesis bahwa

terdapat hubungan positif antara adversity

quotient dengan kepuasan berwirausaha

pada wirausaha wanita. Sebelum

melakukan pengujian hipotesis data

penelitian, penelitian terlebih dahulu

(5)

sebaran ini dilakukan dengan

menggunakan kolmogorov smirnov dan

shapiro wilk dengan metode statistik

liliefors yang dilakukan pada variabel kepuasan berwirausaha dan variabel

adversity quotient. Analisis data

kolmogorov smirnov menunjukkan bahwa

variabel kepuasan berwirausaha

menunjukkan sebaran normal dengan nilai signifikansi (P)=0,200 sedangkan variabel

adversity quotient juga menunjukkan sebaran normal dengan nilai P=0,200

Analisis data shapiro-wilk juga

menunjukkan bahwa variabel kepuasan

berwirausaha menunjukkan sebaran

normal dengan nilai P=0,234, sedangkan

variabel adversity quotient juga

menunjukkan sebaran normal dengan nilai P=0,091.

Kemudian peneliti melakukan uji linearitas. Hasil uji linieritas untuk mengetahui linier atau tidaknya hubungan antar kedua varibel. Uji linearitas ini dilakukan dengan menggunakan analisis

statistik test for linearity. Analisis data

ini menghasilkan taraf signifikansi P= 0,000. Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa taraf signifikansi < 0,05 maka hubungannya antara variabel bebas dengan variabel tergantung dinyatakan linier.

Dari hasil analisa data penelitian dan perhitungan korelasi dengan

menggunakan pearson product moment

diperoleh korelasi = 0,347 dan P = 0,000 pada level 0,01 dengan hipotesa 1 arah. Hal ini berarti menunjukkan ada hubungan

positif yang signifikan antara adversity

quotient terhadap kepuasan berwirausaha pada wirausaha wanita. Dimana Semakin

tinggi tingkat adversity quotient

wirausaha wanita maka semakin rendah juga kepuasan dalam berwirausaha.

Koefisien determinan (r²) yang

diperoleh dari hubungan adversity quotient

terhadap kepuasan berwirausaha adalah 0,12 (r² = 0,12). hal ini menunjukkan

bahwa peranan adversity quotient terhadap

kepuasan berwirausaha adalah sebesar 12% sedangkan sisanya di pengaruhi oleh variabel lain.

PEMBAHASAN

Hasil ini menunjukkan bahwa

terdapat hubungan positif antara adversity

quotient dengan kepuasan berwirausaha

yang sangat signifikan. Dimana Semakin

tinggi tingkat adversity quotient wirausaha

wanita maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan dalam berwirausaha dan semakin

rendah tingkat adversity quotient

wirausaha wanita maka semakin rendah juga kepuasan dalam berwirausaha.

Berdasarkan hasil penelitian, ada beberapa alasan yang dapat menjelaskan

terdapatnya hubungan positif antara

adversity quotient dengan kepuasan berwirausaha pada wirausaha wanita yaitu:

Alasan pertama menjelaskan

bahwa konsep dversity quotient terkait

dengan mengubah tantangan dan hambatan menjadi suatu peluang (Stolz, 2000). Oleh karena itu, seorang wirausaha yang mampu mengubah hambatan menjadi peluang bisnis, tentunya akan memberikan tingkat imbalan yang potensial. Setiap

imbalan inilah yang nantinya

menghasilkan kepuasan bagi wirausaha

tersebut dalam menjalankan usaha.

Imbalan ini dapat dikelompokkan dalam

tiga kategori dasar yaitu income, leisure

time dan psychological well being

(Longenecker, Carlos, & William, 2001). Alasan kedua bahwa dari hasil penelitian Suyatini (2004) menjelaskan bahwa seorang wirausaha yang memiliki keberanian mengambil resiko memiliki

pengaruh yang signifikan terhadap

kepuasan berwirausaha. Sedangkan

menurut Stolz (2000) seorang wirausaha yang berani mengambil resiko merupakan seorang yang berani mengubah

kegagalan menjadi suatu peluang

keberhasilan. Oleh karena itu, setiap resiko yang di ambil wirausaha dibutuhkan

adanya Adversity Quotient sehingga

memberikan kepuasan dalam

berwirausaha.

Alasan ketiga bahwa seorang wirausaha yang memiliki kebutuhan akan keberhasilan berpengaruh secara positif terhadap kepuasan berwirausaha (Suyatini, 2004; Schjoedt, 2009; Carree & Verheul, 2011). Dalam mencapai keberhasilan tentu saja membutuhkan suatu perjuangan dalam menghadapi tantangan. Oleh karena itu

dibutuhkannya adversity quotient sebagai

modal sukses dalam berwirausaha (Henky

& Ida, 2012). Adversity quotient

(6)

keberhasilan (Stolz,2003). Sehingga Keberhasilan dalam mengelola usaha akan memberikan kepuasan tersendiri kepada seorang wirausaha yang diperoleh dari

adanya adversity quotient dalam

berwirausaha.

Selanjutnya peneliti menyadari berbagai kekurangan dari penelitian ini. Penelitian ini merupakan penelitian yang

tidak memperhatikan latar belakang

budaya (asal suku), tingkat pendidikan, jenis usaha serta lamanya berwirausaha. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat

membedakan tingkat kepuasan

berwirausaha dan adversity quotient

berdasarkan latar belakang budaya (asal suku), tingkat pendidikan, jenis usaha serta lamanya berwirausaha .

Terakhir, mengingat bahwa hasil penelitian hanya memperlihatkan

hubungan Adversity Quotient dan

kepuasan berwirausaha sebesar 12% maka bagi peneliti selanjutnya disarankan untuk

memperhatikan variabel lain yang

kemungkinan ikut mempengaruhi

munculnya kepuasan berwirausaha

khususnya pada wirausaha wanita.

DAFTAR RUJUKAN

Andersson, P. 2008. Happiness and health: Well-being among the

self- employed. The Journal of

Socio-Economics, 37, 213–236. Beyer, S., & Bowden, E. M. 1997. Gender

differences in self-perceptions:

Convergent evidence from three measures of accuracy and bias.

Personality and Social Psychology Bulletin, 2, 157–172.

Blanchflower D.G. & Oswald A.J., 2007.

What makes a young

entrepreneur?. Discussion Paper,

3139, 1-15.

Happiness Studies, 10, 113–131. Carree, M. A., & Verheul, I. 2011.

What makes entrepreneurs

happy?

Determinants of satisfaction among

founders. J Hapiness Stud, 13;

entrepreneurs. Journal of Business

Venturing, 10, 439–457.

Fazriyati, W. 2011. Trend dan tantangan

bisnis kuliner [Online]. http://female.kompas.com/read/2011/ 12/26/14534516/Tren.dan.Tantangan .Bisnis.Kuliner. Diakses pada tanggal 22 maret 2013.

Feldman, D. C., & Bolino, M. C. 2000. Career patterns of the self-employed:

career motivations and career

outcomes. Journal of Small Business

Management, 38(3), 53–67.

Gazioglu, S., & Tansel, A. 2006. Job satisfaction in Britain: Individual and

job related factors. Applied

Economics, 38, 1163–1171.

Haile, A. G. 2009. Workplace job satisfaction in Britain: Evidence from

linked employer-employee data.

Discussion Paper no.4101, 1-25. Hasni, N. J. 2011. Entrepreneurial

success attributes and

entrepreneurs. International

conference on business and economic research (2nd icber 2011) proceeding; 1204-1209.

Henky, & Ida 2012. Modal wirausaha

sukses. Jurnal Penelitian Fakultas

Ekonomi, 1–18

Hurlock, E. 2004. Psikologi

perkembangan suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan.

Jakarta: Erlangga

Jati, W. 2009. Analisis motivasi wirausaha perempuan (wirausahatawati) di kota

Malang, Jurnal Humanity, 4(2),

14-153.

Kihlstrom, R. E., & Laffont, J. J. 1979. A general equilibrium entrepreneurial theory of firm formation based on

risk aversion. Journal of Political

Economy, 87, 719–748.

Lambing, P & Kuehl, C.R 2000.

Entrepreneurship (ed). USA: Pretince Hall. Lundeberg, M. A., Fox, P. W., & Puncochar, J.

(7)

wrong: Gender differences and

similarities in confidence

judgments. Journal of Educational

Psychology, 86, 114–121.

Longnecker, J., Carlos, W., &. William,

J. 2001. Kewirausahaan

manajemen usaha kecil. Terjemahan

Thomson Learning. Jakarta:

Salemba Empat.

Luthans, F. 2006. Perilaku organisasi.

Edisi Sepuluh. ANDI , Yogyakarta. Meng, L.A. & Liang, T.W. 1996.

Entrepreneurs, entrepreneurship and entreprising culture. Paris:

Addison wisley publishing

company.

Nasution, A.H., Noer, B.A., & Suef, M.

2001. Membangun spirit

entrepreneur muda indonesia.

Jakarta: PT. Alex Komputindo.

Riyanti, Benedicta P.D.2003.

kewirausahaan dari sudut pandang psikologi kepribadian. Jakarta: Penerbit PT Grasindo. .2007. Fear of ssucces dan risk taking pada wirausaha wanita Bali.

Jurnal penelitian psikologi, 2(2), 109 - 26.

Robbin, S.P. 2003. Perilaku organisasi

jilid I. Jakarta: PT. Indeks Kelompok Gramedia,.

Scarborough, M. & Zimmerer, W. 1992.

Effective Small Business Management, Third Ed. New York: An amprint of macmillan publishing co.

Schjoedt,. 2009. Entrepreneural job

characteristic: an examination of

their effect on entrepreneural

satisfaction. Journal of

Entrepreneurship Theory and Practice, 619-642.

Sunarso. 2010. Sikap mental

wirausahawan dalam menghadapi

perkembangan zaman. Jurnal

Ekonomi dan Kewirausahaan, 10(2), 182 – 189.

Spreng, R., MacKenzie. & Olshavsky. 1996, A Re-examination of the

determinants of consumer

satisfaction. Journal of marketing,

60(3), 15-32.

Suryana. 2006. Kewirausahaan pedoman

praktis: Kiat dan proses menuju sukses. Edisi ketiga. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.

Suryana, Y. & Bayu, K. 2010.

Kewirausahaan ; Pendekatan karakteristik wirausahawan sukses.

Edisi pertama, Cetakan ke-I.

Jakarta: Kencana.

Suryabrata, S. 2000. Metode penelitian.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Stolz, G. (2000). Adversity

quotient; Mengubah hambatan menjadi peluang. Jakarta: PT Grasindo.

. 2003. Adversity quotient@work

; Mengatasi kesulitan di tempat kerja. Batam: Interaksara.

Suyatini, S. 2004. Analisis pengaruh karekteristik wirausahawan terhadap

kepuasan berwirausaha dan

kepuasan hidup wirausahawan.

[Thesis]. Universitas Diponogoro. Semarang.

Tambunan,. 2012. Wanita pengusaha di umkm di Indonesia: Motivasi

dan kendala . Policy Discussion

Paper Series, 1-19 .

VandenHeuvel, A., & Wooden, M. 1997. Self-employed contractors

and job satisfaction. Journal of

Small Business Management, 35(3),

11–20.

Wall, T.D., Michie, J., Patterson, M., Wood, S.J., Sheehan, M., Clegg, C.W. & West, M. 2004. On the validity of subjective measures of

company performance. Journal of

Referensi

Dokumen terkait

Finally, the experimental and control groups were given post-test again on listening of oral narrative text in order to know the significant difference in listening

Dengan demikian, diperoleh simpulan bahwa metode diskocera (discoveri dicampuri.. ceramah) menghasilkan prestasi belajar paling tinggi bila dipakai untuk mengajarkan karya sastra

Tarigan dalam bukunya Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa juga mengemukakan bahwa menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang digunakan untuk

[r]

Bahwa dalam rangka kelancaran proses Belajar Mengajar untuk Program Studi D-ll PGSD Penjas Swadana kelas B, E dan F FIK-UNY Kampus Yogyakarta perlu ditetapkan nama Dosen pengajar

[r]

Untuk metode yang digunakan dalam penilaian kelayakan investasi adalah : Pertama, metode Payback period, diperoleh waktu yang dibutuhkan untuk menutup pengeluaran investasi selama

Jurnal Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jurnal Lampiran