• Tidak ada hasil yang ditemukan

Policy Analysis of Reclamation Impact to Coastal Fisheries in Jakarta Bay

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Policy Analysis of Reclamation Impact to Coastal Fisheries in Jakarta Bay"

Copied!
349
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEBIJAKAN DALAM MENGATASI DAMPAK

REKLAMASI TERHADAP KEGIATAN PERIKANAN PANTAI

DI TELUK JAKARTA

NONO SAMPONO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ANALISIS KEBIJAKAN DALAM MENGATASI DAMPAK

REKLAMASI TERHADAP KEGIATAN PERIKANAN PANTAI

DI TELUK JAKARTA

NONO SAMPONO

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Disertasi : Analisis Kebijakan Dalam Mengatasi Dampak Reklamasi Terhadap Kegiatan Perikanan Pantai di Teluk Jakarta

Nama : Nono Sampono

NIM : C 462070084

Program Studi : Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Ari Purbayanto, M.Sc Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc

Ketua Anggota

Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc

Anggota Anngota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

(4)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB.

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T. yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan disertasi ini. Hal ini dimungkinkan karena dukungan berbagai pihak secara tulus kepada penulis.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang mendalam kepada Prof. Dr. Ari Purbayanto, M.Sc., Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc., Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc. dan Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc sebagai anggota Komisi Pembimbing yang dengan tulus dan sabar telah mencurahkan bimbingan, dorongan, saran dan pengetahuan sehingga memungkinkan disertasi ini dapat diselesaikan.

Penghargaan dan ucapan terima kasih pula penulis sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc dan Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si yang telah bersedia untuk menjadi penguji luar komisi pada ujian tertutup, juga kepada Prof. Dr. Ir. Daniel R. Minintja dan Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si yang telah bersedia menjadi penguji luar komisi pada ujian terbuka. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada ketua program studi Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc, kepada Dr. Nimmi Zulbainarni, S.Pi, M.Si, Irfan Yulianto,S.Pi, M.Si, Adi Susanto, S.Pi, M.Si yang telah memberikan sumbangan pemikiran dalam penyelesaian disertasi ini serta seluruh staf pengajar Program Studi Sistem dan Pemodelan Perikanan Tangkap yang telah memberikan curahan waktu, ilmu dan pengalamannya.

Januari, 2013

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 1 Maret 1953, putera ketiga dari lima bersaudara, anak dari Bapak Indris Sampono (Alm) dan Ibu Sarni Tariman (Alm’h). Penulis menikah dengan Norma Riana pada tahun 1985 dan telah dikaruniai tiga orang anak, yaitu Agustini Moerdiana, S.Sos (27 tahun), Taufik Bagus Moerdianto, S.E (23 tahun), Sheila Destaria Moerdianti (22 tahun).

Pendidikan Dasar dan Menengah diselesaikan di Ambon. Tahun 1972 penulis melanjutkan pendidikan AKABRI LAUT (lulus tahun 1976). SUSTAFPUR (tahun 1987), SESKOAL (tahun 1993), SESKOGAB (tahun 1997), LEMHANAS (tahun 2003), Sambil menjalankan tugas dijajaran TNI AL, penulis menyelesaikan pendidikan S-1 Universitas HangTuah/UHT di Surabaya (tahun 2003), dan menyelesaikan S-2 di Institut Pertanian Bogor/IPB di Bogor (tahun 2006).

Sejak tahun 2003 sampai saat ini penulis aktif memberikan kuliah umum di berbagai Universitas dan Perguruan Tinggi, serta menjadi pembicara diberbagai seminar maupun simposium nasional. Pernah menyampaikan Orasi Ilmiah di Universitas Hang Tuah Surabaya dan Universitas Pattimura Ambon.

Saat ini penulis telah memasuki masa purnabakti sebagai perwira TNI AL/Marinir dengan pangkat terakhir Letnan Jenderal TNI (Marinir). Tahun 2008, penulis mendapat kesempatan untuk meneruskan pendidikan Program Pasca Sarjana S-3 di Program Studi Teknologi Kelautan Sekolah Pascasarjana IPB.

Bagian dari disertasi ini telah dipublikasikan dalam Jurnal Perikanan dan

Kelautan dengan Judul Dampak Reklamasi Teluk Jakarta Terhadap Kegiatan

Penangkapan Ikan di Teluk Jakarta serta dalam Jurnal Buletin PSP dengan Judul

(7)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi “Analisis Kebijakan dalam Mengatasi Dampak Reklamasi Terhadap Kegiatan Perikanan Pantai di Teluk

Jakarta”adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2013

(8)

ABSTRACT

NONO SAMPONO. Policy Analysis of Reclamation Impact to Coastal Fisheries in Jakarta Bay. Supervised by ARI PURBAYANTO, JOHN HALUAN, AKHMAD FAUZI and BUDY WIRYAWAN.

Reclamation of the Jakarta Bay is the realistic steps that can be taken by the government in order to meet the needs of industrial and residential land. Reclamation will have impact on economic, social and fisheries sector. The fisheries sector will receive the impact at the first time during both the process of reclamation and post-reclamation. Objectives of the study were to analyze the types of fisheries activities that will be affected by reclamation, reclamation impacts on fisheries, fishermen adaptation on reclamation impact and to formulate the strategies to minimizing the impact of reclamation. Survey and in-depth interviews were conducted to collect the data. Geographical Information System analysis, economic valuation, Content Analysis and Analytical Hierarchy Process were used to analyze the data. Reclamation impacts to fisheries mainly due to disturbing of marine traffic for fishermen, destruction of fish habitat, and conflicting with mariculture (green mussel/Perna viridis). The fishing ground impacted directly is around 1.527,34 ha. Payang, dogol, trap, gillnet, liftnet and mariculture will be affected directly by reclamation. Fishermen thought that they would still work on fisheries sector if the fish resources decline. Based on economic valuation the direct benefit of reclamation is IDR 198.554.200.000.000. The strategy to minimize the reclamation impact to fishermen is education and financial support to fishermen family.

(9)

RINGKASAN

NONO SAMPONO. Analisis Kebijakan dalam Mengatasi Dampak Reklamasi Terhadap Kegiatan Perikanan Pantai di Teluk Jakarta. Dibimbing oleh ARI PURBAYANTO, JOHN HALUAN, AKHMAD FAUZI dan BUDY WIRYAWAN.

Jakarta sebagai pusat pemerintahan dan perdagangan telah berkembang manjadi kota yang padat dengan berbagai permasalahannya yang kompleks. Masalah ekonomi, transportasi, sosial hingga kriminalitas membutuhkan perhatian pemerintah untuk segera diselesaikan. Meskipun demikian, daya tarik Jakarta telah mengundang migrasi penduduk dari berbagai daerah untuk bekerja di Jakarta sehingga kepadatan penduduknya menjadi semakin tinggi.

Pertumbuhan berbagai industri dan bertambahnya penduduk di Jakarta membutuhkan ruang terbuka yang luas. Untuk memenuhi kebutuhan ruang tersebut maka pemerintah harus menyediakan lahan baru. Bagian darat wilayah Jakarta sudah tidak memungkinkan untuk menampung berbagai aktivitas masyarakat sehingga pilihan reklamasi menjadi alternatif yang paling realistis. Reklamasi menjadi bagian dari pembangunan Jakarta Water Front City yang diharapkan akan menjadi solusi terhadap kebutuhan lahan yang semakin mendesak.

Reklamasi yang akan dilakukan di Teluk Jakarta tentunya akan membawa berbagai dampak baik teknis, ekologi, ekonomi, sosial maupun perikanan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kegiatan perikanan yang akan terdampak, menganalisis dampak kegiatan reklamasi terhadap aktivitas perikanan, menganalisis strategi adaptasi nelayan akibat dari kegiatan reklamasi dan merumuskan strategi kebijakan pengelolaan perikanan akibat pembangunan water front city di Teluk Jakarta.

Pengumpulan data dilakukan di wilayah pesisir Teluk Jakarta meliputi wilayah Cilincing, Muara Angke dan Muara Baru dengan melakukan survei dan wawancara mendalam dengan responden. Data yang diperoleh dianalisis dengan metode Geographical Information System (GIS), Interpretative Structural Modelling (ISM), valuasi ekonomi dan Analisis Hierarki Proses (AHP).

(10)

maupun budidaya) meskipun terjadi penurunan hasil tangkapan/budidaya atau harus berpindah ke lokasi yang baru.

Nilai manfaat ekonomi kegiatan perikanan tangkap yang akan terkena dampak reklamasi sebesar Rp. 314,5 M dan 35% diantaranya merupakan manfaat ekonomi dari perikanan gillnet. Nilai manfaat langsung dari kegiatan reklamasi Teluk Jakarta adalah Rp. 198.554.200.000.000,- dengan total biaya (langsung dan tidak langsung) mencapai Rp. 91.460.400.000.000,-.

Pada diskonto 12% nilai manfaat bersih

dengan pengurangan kerusakan lingkungan sebesar Rp 625 trilyun

sementara jika asumsi konstan hanya sebesar Rp 192 trilyun. Pada diskonto

yang rendah yakni sebesar 3% nilai manfaat bersih yang diperoleh lebih

besar yakni sebesar Rp 1701.7 trilyun dengan skenario pengurangan

kerusakan lingkungan, dan Rp 754,4 trilyun dengan asumsi kerusakan

konstan.

(11)

xi

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan ... 7

1.4 Manfaat ... 8

1.5 Kebaharuan (Novelty) ... 8

1.6 Kerangka Pemikiran ... 8

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Reklamasi ... 11

2.2 Sumberdaya Ikan ... 13

2.3 Alat Penangkapan Ikan ... 14

2.3.1 Jaring insang (gillnet) ... 14

2.3.2 Bagan ... 16

2.3.3 Payang ... 17

2.3.4 Dogol ... 18

2.4 Valuasi Ekonomi ... 19

2.4.1 Konsep nilai ekonomi ... 19

2.4.2 Valuasi ekonomi ... 20

2.4.3 Teknik pengukuran nilai ekonomi ... 22

2.5 Proses Hierarki Analitik (PHA) ... 27

2.6 Analisis Kebijakan ... 32

2.7 Dampak Reklamasi ... 34

3 METODOLOGI ... 37

3.1 Waktu dan Tempat ... 37

3.2 Pengumpulan Data ... 37

3.3 Analisis Data ... 39

3.3.1 Geographical information system (GIS) ... 39

3.3.2 Aktivitas perikanan terdampak reklamasi ... 40

3.3.3 Analisis dampak reklamasi ... 40

3.3.4 Analisis strategi adaptasi nelayan ... 41

3.3.5 Valuasi ekonomi ... 41

3.3.6 Proses hierarki analitik (PHA) ... 42

3.3.7 Analisis isi (Content Analysis) ... 44

4 KONDISI UMUM TELUK JAKARTA ... 47

4.1 Keadaan Geografi ... 47

4.2 Kondisi Oseanografi Teluk Jakarta ... 47

(12)

xii

4.3.1 Plankton ... 50

4.3.2 Makrozoobenthos ... 50

4.3.3 Nekton ... 51

4.3.4 Mangrove ... 51

4.3.5 Terumbu karang ... 53

4.4 Ancaman terhadap Wilayah Pesisir Teluk Jakarta ... 53

4.5 Potensi Sumberdaya Ikan ... 55

4.6 Unit Penangkapan Ikan ... 57

4.6.1 Alat penangkapan ikan ... 57

4.6.2 Armada penangkapan ... 59

4.6.3 Nelayan dan rumah tangga perikanan ... 60

4.7 Hasil Tangkapan ... 61

4.8 Perikanan Budidaya ... 63

5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 67

5.1 Kegiatan Perikanan terdampak Reklamasi ... 67

5.2 Persepsi Dampak Reklamasi ... 75

5.3 Manfaat ekonomi ... 81

5.4 Strategi Adaptasi Nelayan ... 89

5.5 Analisis Kebijakan ... 92

5.6 Kebijakan Strategis ... 105

5.6.1 Penetapan prioritas ... 106

5.6.2 Kriteria prioritas kebijakan pemerintah untuk reklamasi Teluk Jakarta ... 107

5.6.3 Analisis perbandingan menyeluruh ... 112

5.7 Rekomendasi Kebijakan ... 114

6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 117

6.1 Kesimpulan ... 117

6.2 Saran ... 118

(13)

xiii

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Jumlah nelayan di Jakarta tahun 2005 – 2009 (orang) ... 3

2 Jumlah armada penangkapan ikan di Jakarta tahun 2005 – 2010 ... 4

3 Tempat Pendaratan Ikan dengan jumlah ikan yang didaratkan

... 4

4 Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty (1993) ... 30

5 Matriks elemen ... 31

6 Menjumlahkan nilai dalam setiap kolom, matrik normalisasi dan vektor prioritas 7 Nilai indeks acak (RI) matriks berordo 1 s/d 15 ... 32

... 31

8 Jenis, sumber dan metode pengumpulan data penelitian ... 39

9 Luas dan kerapatan tutupan mangrove Tahun 2011 ... 51

10 Vegetasi mangrove di kawasan pesisir Teluk Jakarta bagian barat Tahun 2011 ... 52

11 Potensi sumberdaya ikan di WPP 712 ... 55

12 Jumlah dan jenis alat tangkap di DKI Jakarta 2006 - 2011 ... 57

13 Jumlah armada penangkapan di DKI Jakarta tahun 2005 - 2009 ... 59

14 Jumlah nelayan di Jakarta tahun 2008 - 2011 ... 60

15 Jumlah RTP di DKI Jakarta tahun 2008 - 2011 ... 61

16 Jenis hasil tangkapan nelayan di DKI Jakarta Tahun 2008 - 2011 ... 62

17 Perkembangan luas lahan budidaya perikanan di DKI Jakarta Tahun 2000 - 2009 ... 64

18 Jumlah pembudidaya di DKI Jakarta, Tahun 2000 – 2009 ... 65

19

Jumlah nelayan pembudidaya kerang hijau di Teluk Jakarta

tahun 2005-2009 ... 65

20

Jumlah bagan dan produksi kerang hijau di Teluk Jakarta tahun

2005-2009 ... 66

21 Estimasi luasan daerah penangkapan ikan terdampak langsung rekalmasi di Teluk Jakarta ... 73

22 Manfaat ekonomi dari kegiatan perikanan tangkap menurut alat tangkap di Kawasan Teluk Jakarta ... 82

23 Valuasi ekonomi hutan mangrove ... 83

24 Kerugian ekonomi akibat banjir ... 85

25

Nilai NPV dengan skenario pengurangan kerusakan lingkungan ... 86

(14)

xiv

27

Nilai NPV dengan skenario net benefit tanpa external dan

external yang berkurang ... 89

28 Hasil analisis kebijakan perundangan terkait reklamasi ... 94

29 Hasil perhitungan bobot kriteria ... 107

30 Hasil perhitungan prioritas kriteria hukum ... 107

31 Bobot alternatif dari sub kriteria persepsi masyarakat

...

108

32 Bobot alternatif sub kriteria demografi ... 108

33 Hasil perhitungan prioritas kriteria budaya

... 109

34 Bobot alternatif sub kriteria hilangnya ruang interaksi sosial ... 109

35 Bobot alternatif sub kriteria perubahan basis produksi masyarakat ... 110

36 Hasil perhitungan prioritas kriteria biologi ... 110

37 Bobot alternatif sub kriteria kelestarian habitat perairan pesisir ... 111

38 Bobot alternatif sub kriteria keragaman biota pesisir ... 111

39 Hasil perhitungan prioritas kriteria teknis ... 112

40 Bobot alternatif sub kriteria perubahan aktivitas ekonomi ... 112

41 Bobot alternatif sub kriteria tingkat pendapatan masyarakat ... 112

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Kerangka perumusan masalah ... 7

2 Kerangka pemikiran penelitian ... 9

3 Tipologi nilai ekonomi total (Sumber : Barton 1994) ... 22

4 Struktur hierarki PHA ... 29

5 Lokasi penelitian ... 38

6 Struktur hierarki analisis dampak reklamasi di Teluk Jakarta ... 44

7 Gambar bathymetri Teluk Jakarta (Sumber: Map Sources dan Jury et al. 2011) ... 48

8 Produksi perikanan tangkap DKI Jakaarta tahun 2008-2011 ... 56

9 Bagan tancap di Teluk Jakarta ... 58

10 Komposisi jumlah alat tangkap di DKI Jakarta tahun 2011 ... 58

11 Jumlah armada penangkapan di DKI Jakarta tahun 2011 ... 59

12 Kapal jaring insang yang sedang melakukan penangkapan ikan di Teluk Jakarta ... 60

13 Persentase produksi perikanan DKI Jakarta berdasarkan kelompok SDI ... 63

14 Peta Rencana Reklamasi ... 69

15 Peta daerah penangkapan ikan di Teluk Jakarta ... 71

16

Peta

overlay

rencana reklamasi dan daerah penangkapan ikan di

Teluk Jakarta

... 74

17 Dampak reklamasi

terhadap

daerah penangkapan ikan berdasarkan sebaran wilayah responden ... 76

18 Dampak reklamasi terhadap jalur perahu nelayan berdasarkan sebaran wilayah responden ... 77

19 Dampak reklamasi terhadap kegiatan budidaya berdasarkan sebaran wilayah responden ... 78

20 Dampak reklamasi terhadap sumberdaya ikan berdasarkan sebaran wilayah responden ... 79

21 Perbandingan Present Value manfaat bersih (Net BC) dengan pengurangan kerusakan dan tanpa pengurangan kerusakan dengan diskonto yang berbeda ... 87

22 Nilai PV dengan eksternalitas konstan (discount rate berbeda) ... 88

23 Nilai PV Net B

e

nefit dengan nilai kerusakan yang berkurang ... 89
(16)

xvi

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Peraturan Gubernur DKI Jakarta tentang rekklamasi ... 128 2

Extended cost benefit

analisis dampak reklamasi Teluk Jakarta di

wilayah penelitian (konstan) ... 165

3

Extended cost benefit

analisys dampak reklamasi Teluk Jakarta

(18)

DAFTAR ISTILAH

Analitical Hierarchi Process : suatu teori umum tentang pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala rasio baik perbandingan pasangan yang diskrit maupun kontinyu. Armada perikanan : sekelompok kapal-kapal yang akan melakukan

kegiatan penangkapan ikan di suatu daerah perairan (fishing ground).

Kapal perikanan : kapal, perahu, atau alat apung lain yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian atau eksplorasi perikanan. Kebijakan : seperangkat aksi atau rencana yang mengandung

tujuan politik, dan merupakan manivestasi dari penilaian yang penuh pertimbangan.

Nelayan : orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya. Ahli mesin dan juru masak yang bekerja diatas kapal penangkapan dikategorikan nelayan meskipun tidak melakukan aktivitas penangkapan.

Nelayan penuh : nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan. Nelayan sambilan tambahan : nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya

digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan.

Nelayan sambilan utama : nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan. Selain penangkapan ikan sebagai pekerjaan utama, nelayan kategori ini dapat pula mempunyai pekerjaan lain.

Nilai ekonomi total (total economic value) : sebuah konsep yang sederhana yang dapat digunakan untuk menghitung nilai total dari beberapa sumberdaya alam, yang tersusun dari komponen-komponen yang berbeda

Nilai manfaat : suatu nilai yang timbul dari pemanfaatan sebenarnya suatu fungsi atau sumberdaya yang terdapat dalam suatu ekosistem

(19)

Pengelolaan perikanan : semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati.

Pengembangan berkelanjutan : laju pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang tidak melampaui kemampuan pulih dan resultan dampak negatif yang ditimbulkan tidak melebihi kemampuan kawasan pesisir/laut untuk menetralisirnya.

Perikanan tangkap : kegiatan ekonomi yang mencakup penangkapan atau pengumpulan hewan dan tanaman air yang hidup di air laut atau perairan umum secara bebas.

Reklamasi : upaya pengadaan lahan dengan cara mengeringkan rawa, daerah pasang surut dan sebagainya

Unit penangkapan : kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan yang terdiri dari kapal, alat tangkap dan nelayan.

(20)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jakarta sebagai ibukota negara dan pusat pemerintahan sejak abad ke-17 telah menjadi kota Bandar, karena memiliki posisi sangat strategis secara geopolitik dan geostrategis. Kota Jakarta juga merupakan pusat perdagangan sekaligus perekonomian yang memiliki kontribusi paling besar terhadap kondisi perekonomian Indonesia. Keberadaan berbagai industri untuk memenuhi kebutuhan domestik maupun internasional di sekitar wilayah Jakarta memerlukan pendistribusian barang dari dan ke Jakarta sehingga wilayah di sekitar Jakarta turut tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan Kota Jakarta.

Daya tarik Jakarta telah memicu kepadatan penduduk yang tinggi, dengan jumlah penduduk mencapai 10,2 juta jiwa (BPS DKI Jakarta, 2012). Tentunya hal tersebut akan membawa persoalan tersendiri, antara lain permasalahan perkotaan, pemukiman, infrastruktur, transportasi, rekreasi, lingkungan hidup dan lain-lain. Pertumbuhan kota Jakarta yang semakin pesat membutuhkan konsep perencanaan tata kota yang tepat sehingga tidak semakin menambah permasalahan yang sudah ada. Upaya perencanaan tata Kota Jakarta tersebut kemudian diwujudkan dengan rencana pengembangan dan pembangunan Jakarta Water Front City, mengingat Jakarta memiliki akses dan wilayah laut yang dapat dimanfaatkan sebagai salah satu alternatif dalam pembangunan Jakarta yang lebih baik.

(21)

2

Seperti kita ketahui bahwa dalam waktu dekat akan ada rencana reklamasi Teluk Jakarta untuk memenuhi kebutuhan lahan pembangunan serta untuk perluasan kawasan sebagai salah satu tahap dalam pengambangan Jakarta Water Front City. Dalam hal reklamasi Teluk Jakarta, konsep pembangunan teluk Jakarta mungkin mengambil contoh dari kesuksesan pembangunan kawasan pantai baru di kota-kota besar dunia, seperti Galangan Kapal di London dan Kawasan Marina Bay di Singapura. Untuk mengatasi keterbatasan lahan tersebut, kegiatan reklamasi pantai ini juga dapat memainkan peran sangat penting dalam penataan ulang dan dapat memberikan karakter tersendiri terhadap Kawasan Pantai Utara Jakarta.

Setelah mempelajari berbagai profil reklamasi, struktur jalan dan usulan penggunaan lahan untuk kawasan pesisir Teluk Jakarta, maka dapat disimpulkan bahwa sebahagian besar dari profil reklamasi yang diajukan bersifat fungsional, tanpa fitur atau usulan tematik yang terarah. Usulan penyediaan akses kedaratan reklamasi yang ada menunjukan bahwa pulau-pulau reklamasi hanya direncanakan sebagai perluasan dari aktifitas perkotaan di daratan yang telah ada. Selain itu, tidak ada tawaran susulan pusat aktifitas perkotaan baru yang dapat dikembangkan di pulau reklamasi tersebut. Sebenarnya dengan mempertimbangkan jarak yang relatif dekat dari/ke bandara dibandingkan terhadap kawasan niaga pusat, maka kota pantai Jakarta dapat dijadikan wilayah yang sangat ideal untuk pengembangan bisnis berskala internasional yang bernilai tinggi. Oleh karenanya perlu diciptakan simpul aktifitas baru dalam pembangunan kota pantai, karena warga Jakarta sudah sangat jenuh dengan kondisi lingkungan pesisir yang umumnya dikonotasikan dengan kotor akibat polusi, sampah dan limbah.

(22)

3 Sebagian masyarakat, khususnya yang tergabung dalam organisasi lingkungan sebenarnya telah menunjukkan sikap menentang terhadap kegiatan reklamasi (Putri, 2007). Terkait dengan hal tersebut, maka pengendalian terhadap proyek yang berlangsung (termasuk aktifitas pengerukan) sangat diperlukan untuk memastikan bahwa dampak yang terjadi terhadap kegiatan perikanan tangkap dan budidaya yang ada sekecil mungkin. Memang yang harus menjadi perhatian kita bersama bahwa potensi dampak terhadap perikanan tidaklah semata diakibatkan oleh keberadaan daratan baru yang terbentuk, melainkan juga oleh proses pembangunan dan aktifitas lain yang terkait dengan reklamasi tersebut.

Populasi nelayan di Jakarta dapat dikategorikan menjadi nelayan pemilik dan pekerja. Pada tahun 2009, jumlah nelayan pemilik sebanyak 2.366 orang, dan 16.581 orang nelayan merupakan buruh. Bila dilihat berdasarkan status penduduk, terdapat 10.268 orang nelayan tetap dan 8.679 orang nelayan pendatang (Tabel 1). Populasi nelayan yang tinggi telah mengakibatkan fasilitas dan infrastruktur yang tersedia tidak mencukupi termasuk perumahan bagi para nelayan, sehingga sisi kanal-kanal untuk perbaikan kapal telah digunakan juga untuk pemukiman. Aktifitas perikanan saat ini didominasi oleh payang, purse seine, jaring rampus, jaring insang, bagan dan perangkap (bubu). Ikan yang menjadi target penangkapan diantaranya ikan baronang, kerapu, belanak, julung-julung, cendro dan sebagainya. Selain sejenis ikan, salah satunya adalah kerang hijau yang dibudidayakan di perairan pesisir Utara Jakarta.

Tabel 1 Jumlah nelayan di Jakarta tahun 2005 – 2009 (orang)

Tahun

Nelayan penetap Nelayan pendatang Total nelayan Pemilik Pekerja Total Pemilik Pekerja Total Pemilik Pekerja Total

2005 3.140 11.887 15.017 1.028 6.875 8.903 5.168 18.752 23.820

2006 2.826 10.690 13.516 1.827 6.191 8.018 4.653 16.881 21.534

2007 2.441 9.586 12.027 1.662 5.545 7.207 4.103 15.131 19.234

2008 1.060 9.358 10.418 1.708 8.089 9.797 2.768 17.447 20.215

2009 1.123 9.145 10.268 1.243 7.436 8.679 2.366 16.581 18.947

Sumber: DKPP Jakarta Utara (2010)

(23)

4

sebelumnya yang mencapai 14,84%. Bila dilihat secara keseluruhan maka armada penangkapan di Jakarta masih didominasi oleh kapal < 5 GT seperti disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Jumlah armada penangkapan ikan di Jakarta tahun 2005 – 2010

Tahun

Jumlah armada penangkapan (unit)

Total P er kem b a n g a n (% )

0-5 GT 5-10

GT 10-20 GT 10-30 GT 30-50 GT >50 GT

2005 883 702 609 432 287 1.692 4.605 -

2006 1.235 1.420 538 379 191 1.572 5.335 15,85

2007 1.403 1.365 662 358 180 1.411 5.379 0,82

2008 1.728 2.021 431 569 120 1.194 6.063 12,72

2009 1.616 1.613 210 485 119 1.120 5.163 -14,84

2010 1.716 1.907 247 280 169 1.391 5.710 10,59

Sumber : KKP 2011

Kondisi faktual saat ini terdapat 6 (enam) Tempat Pendaratan Ikan di sepanjang Teluk Jakarta, yaitu TPI Cilincing, Kali Baru, Muara Baru, Pasar Ikan, Kamal Muara dan PPI Muara Angke. TPI Muara Angke merupakan TPI dengan produktivitas tertetinggi dibandingkan dengan TPI yang lainnya. Produktivitas setiap TPI pada kurun waktu 2006-2011 disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Tempat pendaratan ikan dengan jumlah ikan yang didaratkan

Tahun TPI Kali Baru (Ton) TPI Muara Baru (Ton) TPI Muara Angke (Ton) TPI Pasar Ikan (Ton) TPI Kamal Muara (Ton) TPI Cilincing (Ton) Jumlah (Ton) P er kemb a n g a n (% )

2006 326,80 25.883,76 14.695,81 638,00 588,37 329,24 42.461,97 -

2007 533,40 99.992,39 17.108,11 722,31 521,25 263,96 119.141,42 180,58

2008 473,65 64.725,53 14.552,67 183,74 467,58 240,81 80.643,97 -32,31

2009 503,72 93.003,23 18.269,06 160,22 430,11 213,54 112.579,88 39,60

2010 496,72 90.763,97 16.407,07 164,12 433,47 205,44 108.470,78 -3,65

2011 348,35 18.998,86 20.624,70 - 271,90 121,95 204.365,76 88,41

(24)

5 Hal yang sangat menarik adalah pelaksanaan proyek reklamasi pantai Utara Jakarta ini akan dilaksanakan oleh berbagai Perusahan Swasta. Artinya telah terjadi pemberian kewenangan parsial oleh Pemerintah DKI Jakarta terhadap masing-masing perusahaan pengembang dalam merencanakaan dan pengelolaan wilayah reklamasi, sehingga bisa dipastikan akan dapat menimbulkan berbagai permasalahan dikemudian hari. Dengan demikian sangatlah diperlukan kajian maupun penilaian strategis dan komprehensif yang ditujukan untuk mengukur dampak kumulatif secara keseluruhan. Selanjutnya diharapkan kegiatan reklamasi di Teluk Jakarta tidak akan menimbulkan permasalahan-permasalahan, sebagai berikut : 1) Konflik penggunaan lahan antara kegiatan yang saat ini berlangsung dengan rencana masa depan, 2) Dampak langsung atau tidak langsung terhadap infrastruktur dan industri yang sudah ada, 3) Kondisi perairan yang tidak optimum akibat pengaruh perendaman di hilir, sedimentasi dan penurunan kualitas air, dan 4) Dampak lingkungan pelaksanaan proyek reklamasi dalam jangka panjang.

1.2 Rumusan Masalah

Perkembangan Kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan negara sekaligus pusat perkonomian tidak dapat dipungkiri memberikan manfaat sekaligus permasalahan di berbagai sendi kehidupan. Masalah perkotaan seperti kebersihan, keamanan, pemukiman, kebutuhan ruang terbuka hijau, pengangguran hingga kriminalitas membutuhkan perhatian besar untuk diselesaikan. Pertumbuhan penduduk Jakarta yang tinggi menyebabkan kebutuhan akan ruang yang lebih luas semakin besar. Reklamasi Teluk Jakarta sebagai salah satu program dalam upaya memperluas wilayah daratan untuk kebutuhan pembangunan, menjadi salah satu pilihan terbaik yang dapat dilakukan. Penambahan luas daratan hasil reklamasi diharapkan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi baik melalui tumbuhnya usaha baru maupun pengembangan usaha yang sudah ada sebelumnya.

(25)

6

reklamasi. Reklamasi akan berpengaruh terhadap daerah penangkapan ikan, jalur kapal, sumberdaya ikan dan aktivitas budidaya perikanan.

Meskipun aktivitas perikanan tangkap yang memiliki DPI di sekitar Teluk Jakarta merupakan perikanan skala kecil, namun keberadaannya tidak dapat dianggap sebagai sektor yang tidak berperan bagi perikanan Jakarta. Gangguan terhadap sektor perikanan tradisional dapat menimbulkan ancaman yang serius terhadap stabilitas sosial masyarakat pesisir Jakarta. Terlebih lagi kebijakan pengembangan Jakarta sebagai water front city perlu mendapat dukungan masyarakat terutama masyarakat pesisir yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan. Oleh karena itu valuasi ekonomi terhadap kegiatan perikanan tradisional perlu dilakukan dalam upaya meminimumkan dampak reklamasi pantai Utara Jakarta terhadap perikanan di sekitarnya.

Aktivitas reklamasi selain akan berdampak langsung terhadap kegiatan perikanan juga akan berdampak langsung pada kegiatan ekonomi masyarakat yang berada di sekitar pantai yang direklamasi. Pemerintah Daerah Jakarta harus mampu memberikan berbagai alternatif strategi dalam upaya meminimumkan dampak merugikan dari kegiatan reklamasi dan lebih mengoptimalkan peluang pengembangan berbagai aktivitas ekonomi baik yang sudah ada maupun yang bersifat introduksi. Oleh karena itu diperlukan analisis kebijakan sehingga diperoleh rekomendasi kebijakan yang komprehensif dalam upaya pemanfaatan secara optimal reklami pantai Utara Jakarta terutama bagi sektor perikanan. Diagram perumusan masalah penelitian disajikan pada Gambar 1.

Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis dampak reklamasi di Teluk Jakarta terhadap sektor perikanan. Permasalahan yang akan menjadi kajian adalah:

1) Kegiatan perikanan apa saja yang akan terdampak langsung dari kegiatan reklamasi Teluk Jakarta?

2) Bagaimana dampak kegiatan reklamasi di Teluk Jakarta terhadap aktivitas perikanan?

3) Bagaimana strategi nelayan dalam menghadapi dampak reklamasi tersebut?

(26)

7 Gambar 1 Kerangka perumusan masalah

1.3 Tujuan

Tujuan umum dari penelitian ini adalah memformulasikan rekomendasi kebijakan dalam upaya meminimumkan dampak reklamasi di Teluk Jakarta terhadap kegiatan perikanan pantai sebagai bentuk perwujudan pembangunan Jakarta dengan konsep water front city.

Kondisi Jakarta Saat ini a. Ibu kota negara

b. Pusat pemerintahan

c. Pusat ekonomi dan perdagangan

d. Memiliki kawasan pesisir dan laut yang luas e. Kawasan Strategis Nasional

Permasalahan

Inflasi, Kependudukan, Pemukiman, Tata kota, Kemacetan, Kebersihan, dll

Perluasan Wilayah JAKARTA WATER FRONT CITY

REKLAMASI TELUK JAKARTA Dampak

Teknis sosial, ekonomi, lingkungan, perikanan, kependudukan, industri dll

Dibutuhkan Kebijakan untuk Meminimumkan Dampak

Penelitian untuk Menghasilkan REKOMENDASI Kebijakan bidang Perikanan

Penelitian

(27)

8

Tujuan khusus penelitian ini adalah:

1) Menganalisis kegiatan perikanan pantai yang akan terdampak langsung dari kegiatan reklamasi Teluk Jakarta.

2) Menganalisis dampak kegiatan reklamasi terhadap aktivitas perikanan di Teluk Jakarta

3) Menganalisis strategi adaptasi nelayan akibat dari kegiatan reklamasi. 4) Merumuskan strategi kebijakan pengelolaan perikanan akibat

pembangunan water front city di Teluk Jakarta.

1.4 Manfaat

Hasil dan penelitian ini akan memberikan manfaat bagi pengambil kebijakan perikanan dan kelautan untuk pengelolaan Teluk Jakarta menuju water front city yang ramah lingkungan dan pemberdayaan masyarakat. Lebih jauh, hasil penelitian ini dapat memberikan pembelajaran ilmiah tentang nilai ekonomi kegiatan perikanan di Teluk Jakarta yang dapat di terapkan di kawasan pesisir di Indonesia, dengan melihat kekurangan dan kelebihan kajian ini.

1.5 Kebaharuan (Novelty)

Penelitian rekomendasi kebijakan dalam upaya meminimumkan dampak reklamasi Teluk Jakarta ini akan memberikan sumbangan keilmuwan berupa perumusan kebijakan kompensasi kegiatan perikanan serta pengelolaan perikanan yang obyektif berdasar valuasi ekonomi. Jawaban dari penelitian ini yang merupakan hal baru tentang bagaimana pembayaran kompensasi sebaiknya dilaksanakan dan pada tingkatan mana kompensasi dapat memberikan keuntungan terutama kepada pengguna sumberdaya ikan yang terdampak pembangunan water front city?.

1.6 Kerangka Pemikiran

(28)

9 Gambar 2 Kerangka pemikiran penelitian

MULAI

Permasalahan :

1) Sebagian daerah penangkapan ikan hilang.

2) Perubahan Akses dan jalur dari Fishing base ke Fishing ground.

3) Hilangnya wilayah budidaya

4) Potensi sumber daya ikan berkurang.

Analisis Fishing Ground

Wawancara GIS (Analisis Spasial)

Analisis Aksesibilitas

Wawancara GIS (Analisis Spasial)

Analisis Ekonomi

Wawancara~data sekunder Valuasi ekonomi

Analisis Strategi

AHPdan ISM Kebijakan

Kondisi lingkungan Sumberdaya Ikan

Rekomendasi Strategi

(29)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Reklamasi

Reklamasi adalah upaya pengadaan lahan dengan cara mengeringkan rawa, daerah pasang surut dan sebagainya. Menurut Permen Perhubungan No. 52 Tahun 2011 reklamasi diartikan sebagai pekerjaan timbunan di perairan atau pesisir yang mengubah garis pantai dan atau kontur kedalaman perairan. Kegiatan reklamasi umumnya dilakukan untuk mendapatkan suatu lahan baru sebagai alternatif dalam upaya memenuhi kebutuhan lahan yang semakin mendesak. Reklamasi juga dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase (Perpres No. 122 Tahun 2012).

Kegiatan reklamasi dapat dilakukan di wilayah pesisir maupun di wilayah bekas lokasi tambang. Tujuan reklamasi pada wilayah bekas tambang umumnya untuk memeperbaiki kualitas tanah dan lingkungan yang rusak akibat aktivitas pertambangan. Sementara itu reklamasi yang dilakukan di wilayah pesisir yang bukan merupakan lahan bekas tambang umumnya dilakukan untuk kepentingan pembangunan pelabuhan, pembangunan kawasan industri atau kepentingan lain sesuai dengan rencana tata ruang dan pengembangan daerah pesisir.

Pilihan melakukan reklamasi di wilayah pesisir untuk mendapatkan lahan baru tentunya akan dibarengi dengan konsekuensi dampak yang akan terjadi. Reklamasi dapat memberikan dampak baik positif maupun negatif bagi masyarakat dan ekosistem pesisir dan laut. Dampak tersebut dapat bersifat jangka pendek atau jangka panjang, tergantung dari jenis dampak dan kondisi ekosistem serta masyarakat di lokasi reklamasi dan sekitarnya. Reklamasi terhadap kawasan pantai, harus memperhatikan berbagai aspek/dampak-dampak yang akan ditimbulkan oleh kegiatan tersebut. Dampak yang dimaksud adalah dampak lingkungan, sosial budaya dan ekonomi.

(30)

12

penjualan lahan hasil reklamasi dengan harga yang relatif bersaing. Meskipun latar belakang reklamasi sangat beragam namun secara umum ada 4 penggerak utama dilakukannya reklamsi pantai yaitu (Ruesink dan Wu 2005):

1) Ekspansi pertanian yang dimulai pada awal abad ke 6 di teluk Osaka Jepang.

2) Kebutuhan untuk lahan pembangunan industri dimana pantai dinilai sebagai lokasi yang nyaman dan aman untuk dilakukan reklamasi karena dekat dengan jalur perdagangan bahan baku dan ekspor. Selain itu umumnya tenaga kerja akan mudah tersedia dari kota terdekat dan limbah dari proses industri dapat dibuang begitu saja pada anak sungai yang ada di sekitar pantai.

3) Pembangunan pelabuhan untuk pengiriman barang sebagai dampak ikutan dari berkembangnya kawasan industri di sekitar pantai.

4) Kepadatan penduduk yang semakin tinggi akibat dari pengembangan kawasan industri di sekitar pantai akan menciptakan kebutuhan lahan pemukiman baru sehingga diperlukan kegiatan reklamasi.

Kegiatan Reklamasi pantai di suatu wilayah pesisir yang dilakukan secara terpadu, dengan teknologi yang tepat, dan sesuai dengan kondisi biogeofisik serta memperhatikan kondisi sosial ekonomi akan memberikan keuntungan dan manfaat baik terhadap lingkungan maupun manusianya. Manfaat dan keuntungan yang dapat diperoleh dari kegiatan reklamasi antara lain (Pratikto 2004) :

1) Tambahan lahan baru yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan, seperti tempat wisata, kawasan industri, pelabuhan bahkan perumahan (pemukiman) atau hotel,

2) Memperbaiki kondisi fisik pantai yang telah mengalami kerusakan seperti akibat erosi atau abrasi,

3) Memperbaiki kualitas lingkungan pantai secara keseluruhan,

(31)

13

2.2 Sumberdaya Ikan

Ikan adalah salah satu bentuk sumberdaya alam yang bersifat renewable atau dapat memperbaharui diri. Dalam UU No. 31 Tahun 2004 junto UU No. 45 Tahun 2009 tentang perikanan definisi ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. Widodo dan Nurhakim (2002) menyatakan bahwa sumberdaya ikan pada umumnya dianggap bersifat open access dan common property yang artinya pemanfaatan bersifat terbuka oleh siapa saja dan kepemilikannya bersifat umum.

Potensi sumberdaya ikan (SDI) yang ada di Indonesia telah dimanfaatkan dengan berbagai cara, baik melalui perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Upaya pemanfaatan SDI yang dilakukan oleh masyarakat nelayan di wilayah pesisir masih terkonsentrasi pada perairan sekitar pantai dengan pola pengelolaan yang tradisional. Pengelolaan sumberdaya ikan idealnya harus dilakukan secara terarah dan terpadu sehingga manfaatnya benar-benar dapat dirasakan oleh seluruh masyarakat.

Pengelolaan sumberdaya ikan adalah suatu proses yang terintegrasi mulai dari pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pengambilan keputusan, alokasi sumber dan penerapannya dalam rangka menjamin kelangsungan produktivitas serta pencapaian tujuan pengelolaan (FAO 1995). Secara umum, tujuan utama pengelolaan sumberdaya ikan adalah (Widodo dan Nurhakim 2002):

1) Menjaga kelestarian produksi, terutama melalui berbagai regulasi serta tindakan perbaikan stok SDI (enhancement).

2) Meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan sosial nelayan.

3) Memenuhi keperluan industri yang memanfaatkan produksi tersebut.

Pengelolaan perikanan di Indonesia sebenarnya lebih berkaitan dengan masalah sumberdaya manusia (people problem) dari pada masalah sumberdaya (resources problem). Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa lebih dari 60% produksi perikanan Indonesia dihasilkan oleh perikanan skala kecil, yang banyak menyerap tenaga kerja atau lebih dikenal dengan sebutan nelayan (Septifitri 2010). Kaiser dan Forsberg (2001) memberikan beberapa hal yang harus dipertimbangkan didalam pengelolaan perikanan yaitu :

1) Jumlah stakeholder perikanan adalah banyak.

(32)

14

3) Hormati sebanyak mungkin nilai-nilai yang berkembang di masyarakat. 4) Kebijakan harus mempertimbangkan aspek sosial, politik dan ekonomi.

Dalam pengelolaan perikanan pemerintah bertindak sebagai pelaksana mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai pada pengawasan. Kelompok masyarakat pengguna hanya menerima informasi tentang produk-produk kebijakan dari pemerintah dan keterlibatan masyarakat penggunan dalam perumusan kebijakan masih sangat rendah. Satria et al. (2002) mengemukakan bahwa pengelolaan perikanan seperti ini mempunyai beberapa kelemahan yaitu:

1) Aturan-aturan yang dibuat menjadi kurang terinternalisasi dalam masyarakat, sehingga menjadi sulit untuk ditegakkan.

2) Biaya transaksi yang harus dikeluarkan untuk pelaksanaan dan pengawasan sangat besar, sehingga menyebabkan lemahnya penegakan hukum.

2.3 Alat Penangkapan Ikan

Dalam Permen Kelautan dan Perikanan No. 02 tahun 2011, yang dimaksud dengan alat penangkapan ikan (API) adalah sarana dan

perlengkapan atau benda-benda lainnya yang dipergunakan untuk

menangkap ikan. Jenis API yang beroperasi di perairan Teluk Jakarta sangat

beragam, namun yang akan terdampak langsung dari kegiatan reklamasi

adalah dogol, bagan, payang dan

gillnet.

2.3.1 Jaring insang (gillnet)

Gillnet secara harfiah berarti jaring insang. Alat tangkap ini disebut jaring insang karena ikan yang tertangkap oleh gillnet umumnya tersangkut pada tutup insangnya (Sadhori 1985). Martasuganda (2002), mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan jaring insang adalah jaring yang berbentuk empat persegi panjang, dimana mata jaring dari bagian jaring utama ukurannya sama dan jumlah mata jaring ke arah horizontal lebih banyak dari pada jumlah mata jaring arah vertikal. Pada bagian atasnya dilengkapi dengan beberapa pelampung dan bagian bawahnya dilengkapi dengan beberapa pemberat sehingga adanya dua gaya yang berlawanan menyebabkan jaring dapat terentang sempurna.

(33)

15 yang lebar ditempatkan di atas dasar laut untuk menangkap ikan demersal, atau seluruh tempat mulai dari pertengahan kolom air sampai lapisan permukaan untuk menangkap ikan pelagis (Sainsburry 1996).

Ayodhyoa (1981) mengklasifikasikan gillnet berdasarkan cara pengoperasiannya atau kedudukan jaring di daerah penangkapan. yaitu :

1) Surface gillnet, yaitu gillnet yang direntangkan di lapisan permukaan dengan area daerah penangkapan yang sempit;

2) Bottom gillnet, yaitu gillnet yang dipasang dekat atau di dasar laut dengan menambahkan jangkar sehingga jenis ikan tujuan penangkapannya adalah ikan demersal;

3) Drift gillnet, yaitu gillnet yang dibiarkan hanyut di suatu perairan terbawa arus dengan atau tanpa kapal. Posisi jaring ini ditentukan oleh jangkar, sehingga pengaruh kecepatan arus terhadap kekuatan tubuh jaring dapat diabaikan;

4) Encircling gillnet, yaitu gillnet yang dipasang melingkar terhadap gerombolan ikan dengan maksud menghadang ikan.

Secara umum cara gillnet dipasang melintang terhadap arah arus dengan tujuan menghadang arah ikan dan diharapkan ikan-ikan tersebut menabrak jaring serta terjerat (gilled) pada mata jaring di sekitar insang atau terpuntal (entangled) pada tubuh jaring. Oleh karena itu wama jaring sebaiknya disesuaikan dengan wama perairan tempat gillnet dioperasikan (Sadhori 1985). Menurut Martasuganda (2002), jaring insang hanyut (drift gillnet) adalah jaring yang cara pengoperasiannya dibiarkan hanyut di perairan, baik itu dihanyutkan di bagian permukaan (surface drift gillnet), kolom perairan (midwater/submerged drift gillnet) atau dasar perairan (bottom drift gillnet).

Hasil tangkapan gillnet terdiri atas ikan berbagai jenis ikan baik pelagis maupun demersal, tergantung pada jenis dan metode pengoperasiannya. Jenis-jenis ikan yang tertangkap oleh gillnet adalah layang (Decapterus spp), tembang (Sardinella fimbriata), kuwe (Caranx spp.), manyung (Arius spp.), selar (Selaroides spp.), kembung (Rastrelliger spp.), tetengkek (Megalaspis cordyla), daun bambu (Chorinemus spp.), belanak (Mugil spp.), kuro (Polynemus spp.), tongkol (Auxis spp.), tenggiri (Scomberomorus spp.) dan cakalang (Katsuwonus pelamis) (Sadhori. 1985).

(34)

16

suatu daerah penangkapan, hendaknya ukuran mata jaring disesuaikan dengan besar badan ikan yang terjerat. Pada umumnya ikan tertangkap secara terjerat pada bagian tutup insangnya maka luas mata jaring disesuaikan dengan luas penampang tubuh ikan antara batas tutup insang sampai sekitar bagian depan dari sirip dada (Ayodhyoa 1981).

2.3.2 Bagan

Bagan merupakan alat tangkap yang diklasifikasikan ke dalam jaring angkat (lift net). Dalam pengoperasiannya, jaring atau waring diturunkan secara vertikal ke dalam perairan. Penangkapan bagan hanya dilakukan pada malam hari (light fishing) terutama pada hari gelap bulan dengan menggunakan lampu sebagai alat bantu penangkapan (Subani dan Barus 1989).

Bagan terdiri atas komponen-komponen penting yaitu : jaring bagan, rumah bagan (anjang-anjang, kadang tanpa anjang-anjang), serok dan lampu. Pada pelataran bagan terdapat alat penggulung (roller) yang berfungsi untuk menurunkan dan mengangkat jaring bagan pada saat dioperasikan (Subani dan Barus 1989).

Subani dan Barus (1989) menggolongkan bagan berdasarkan bentuk dan cara pengoperasiannya menjadi tiga macam. yaitu :

1) Bagan tancap (stationary lift net)

Bagan yang posisinya tidak dapat dipindah-pindahkan, satu kali pembuatan berlaku untuk sekali musim penangkapan. Pada bagan tancap terdapat rumah bagan yang disebut "anjang-anjang" dan berbentuk piramida;

2) Bagan rakit (raft lift net)

Bagan rakit merupakan jaring angkat yang dalam pengoperasiannya dapat dipindah-pindahkan ke tempat yang diperkirakan banyak ikan. Pada sebelah kanan dan kiri bagian bawah terdapat rakit dari bambu yang berfungsi sebagai landasan dan sekaligus sebagai alat apung. Pada bagan ini juga terdapat anjang-anjang;

3) Bagan perahu (boat lift net)

(35)

17 dua perahu dihubungkan oleh dua batang bambu, sehingga berbentuk bujur sangkar. Bambu tersebut berfungsi sebagai tempat untuk menggantung jaring atau waring.

Operasi penangkapan ikan menggunakan bagan dimulai pada saat matahari terbenam. Terlebih dahulu jaring bagan diturunkan sampai kedalaman yang diinginkan, kemudian lampu mulai dinyalakan untuk menarik perhatian ikan agar segera berkumpul di sekitar bagan. Apabila telah banyak ikan terkumpul di bawah sinar lampu, maka jaring bagan diangkat sampai berada di atas permukaan air dan hasil tangkapan diambil dengan menggunakan serok. Jenis-jenis ikan hasil tangkapan bagan adalah teri (Stolephorus spp.), layang (Decapterus spp.), selar (Selaroides spp.), kembung (Rastrelliger spp.). lemuru (Sardinella longiceps), tembang (Sardinella fimbriata) dan layur (Trichiurus spp.) (Sadhori 1985).

2.3.3 Payang

Von Brandt (1984) mengelompokkan payang kedalam jenis "seine net", yaitu alat tangkap yang memiliki warp penarik yang sangat panjang dimana pengoperasiannya dilakukan dengan cara melingkari area atau wilayah seluas-luasnya dan kemudian menariknya ke kapal atau pantai. Jaring payang terdiri atas bagian kantong (codend), badan (body), dua buah sayap (wing) pada bagian kanan dan kiri serta tali ris, dimana tali ris atas dibuat lebih panjang dari tali ris bawah untuk mencegah lolosnya ikan ke arah vertikal bawah.

Jaring pada payang terdiri atas kantong, dua buah sayap, dua tali ris, tali selembar, serta pelampung dan pemberat. Kantong merupakan satu kesatuan yang berbentuk kerucut terpancung, semakin ke arah ujung kantong jumlah mata jaring semakin berkurang dan ukuran mata jaringnya semakin kecil. Ikan hasil tangkapan akan berkumpul di bagian kantong ini, semakin kecil ukuran mata jaring maka semakin kecil kemungkinan ikan meloloskan diri.

(36)

18

secara maksimal akan sangat menentukan keberhasilan operasi penangkapan ikan (Ayodhyoa 1981).

Indikator dalam menemukan gerombolan ikan dapat dilakukan dengan melihat: (1) adanya perubahan permukaan air laut, karena gerombolan ikan berenang dekat pada permukaan air; (2) ikan yang melompat-lompat di permukaan; (3) terlihat buih-buih di permukaan air laut akibat udara yang dikeluarkan ikan; (4) terlihat riak kecil karena gerombolan ikan berenang dekat permukaan laut; (5) adanya burung burung yang menukik menyambar permukaan laut (Ayodhyoa 1981).

Hasil tangkapan payang adalah tongkol (Aims spp.), cakalang (Katsuwonus pelamis), kembung (Rastrelliger spp.), selar (Selaroides spp.), layang (Decapterus spp.), tembang (Sardinella fimbriata), japuh (Dussumeieria spp.), pepetek (Leiognathus spp.), layur (Trichiurus spp.), tenggiri (Scomberomorus sp.p), julung-julung (Hemirhampus spp.), manyung (Arius spp.), bawal (Pampus spp.) dan cucut {Sphyrna spp.) (Artikasari, 1999).

2.3.4 Dogol

Dogol termasuk dalam kelompok pukat kantong (seine net). Pukat kantong adalah jenis jaring menangkap ikan berbentuk kerucut yang terdiri dari kantong atau bag, badan (body), dua lembar sayap (wing) yang dipasang pada kedua sisi mulut jaring, dan tali penarik (warp). Berdasarkan bentuk jaring, seine net dibedakan menjadi 2 jenis yaitu seine net without bag dan with bag. Seine net yang menggunakan kantong dibedakan menjadi 2 jenis yaitu beach seine yang ditarik ke pantai dan boat seine yang di tarik dari atas perahu ( Von Brandt 1984).

Dogol adalah nama daerah untuk pukat kantong di daerah Utara Jawa yang bertujuan untuk menangkap ikan-ikan dasar. Konstruksi dari alat tangkap dogol mirip dengan alat tangkap danish seine sehingga nama dogol sering digunakan sebagai terjemahan langsung untuk danish seine.

(37)

19 depan sehingga bentuk atau konstruksinya menyerupai pukat udang (trawl) tetapi ukurannya lebih kecil (Subani dan Barus 1989).

Hasil tangkapan dogol sangat beragam dan terdiri atas ikan pelagis maupun ikan demersal dan bahkan hewan lunak. Jenis hasil tangkapan dogol antara lain ikan pepetek (Leiognathus sp.), tigawaja (Johniusdussumieri), bawal putih (Pampus argentus), sotong (Sephia sp.), cumi-cumi (Loligo sp.), bawal hitam (Formio niger), julung-julung (Hemirhampus far), gurita (Octopus sp.) pari (Trugon sephen), kembung (Ratrelliger sp.), sembilang (Plotosus canius), gerot-gerot (Therapon theraps),dan gumalah (Argyrosomus amoyensis) (Wahju et al. 2009). Bervariasinya hasil tangkapan dogol disebabkan metode pengoperasiannya yang cenderung aktif ditarik di dasar perairan sehingga ikan yang berada di area bukaan mulut dogol akan tertangkap.

2.4 Valuasi Ekonomi 2.4.1 Konsep nilai ekonomi

Menurut Freeman (2003) nilai atau value dapat dikategorikan ke dalam dua pengertian besar yaitu nilai interinsik (intrinsic value) dan nilai instrumental (instrumental value). Secara garis besar, suatu komoditas memiliki nilai interinsik apabila komoditas tersebut bernilai di dalam dan untuk komoditas itu sendiri. Artinya, nilainya tidak diperoleh dari pemanfaatan dari komoditas tersebut, tetapi bebas dari penggunaan dan fungsi yang terkait dengan alam (nature) dan lingkungan (environment). Nilai instrumental dari sebuah komoditas adalah nilai yang muncul akibat pemanfaatan komoditas tersebut untuk kepentingan tertentu.

Nilai adalah persepsi manusia, tentang makna suatu objek (sumberdaya) tertentu, tempat dan juga waktu tertentu. Persepsi merupakan ungkapan, pandangan, perspektif seseorang (individu) terhadap suatu benda dengan proses pemahaman melalui panca indera yang diteruskan ke otak untuk proses pemikiran, dan di sini berpadu dengan harapan ataupun norma-norma kehidupan yang melekat pada individu atau masyarakat tersebut (Turner et al. 1994).

(38)

20

ekonomi dengan mengukur nilai moneter dari barang dan jasa. Sebagai contoh jika ekosistem pantai mengalami kerusakan akibat polusi, maka nilai yang hilang akibat degradasi lingkungan bisa diukur dari keinginan seseorang untuk membayar agar lingkungan tersebut kembali ke aslinya atau mendekati aslinya (Fauzi 2004).

Nilai ekonomi adalah nilai barang dan jasa yang dapat diperjualbelikan sehingga memberikan pendapatan. Konsep ekonomi kegunaan memberikan pengertian bahwa kepuasan atau kesenangan yang diperoleh individu atau masyarakat tidak terbatas kepada barang dan jasa yang diperoleh melalui jual beli (transaksi) saja, tetapi semua barang dan jasa yang memberikan manfaat akan memberikan kesejahteraan bagi individu atau masyarakat tersebut (Pearce dan Moran 1994).

Untuk mengukur nilai suatu sumberdaya dapat dilakukan berdasarkan konsep nilai total (total value) yaitu nilai kegunaan atau pemanfaatan (use value) dan nilai bukan kegunaan atau non use value. Apabila nilai suatu sumberdaya kita ketahui maka seharusnya kita dapat memanfaatkan sumberdaya secara efisien.

Nilai ekonomi total (total economic value) adalah sebuah konsep yang sederhana yang dapat digunakan untuk menghitung nilai total dari beberapa sumberdaya alam, yang tersusun dari komponen-komponen yang berbeda. Beberapa dari komponen tersebut mudah untuk diidentifikasi dan dinilai, dan yang lainnya ada yang tidak diketahui atau tidak bisa diraba. Barton (1994) mengemukaan bahwa nilai ekonomi total dari lingkungan sebagai asset merupakan jumlah dari nilai manfaat (use value) dan non-manfaat (non use value).

Nilai manfaat adalah suatu nilai yang timbul dari pemanfaatan sebenarnya suatu fungsi atau sumberdaya yang terdapat dalam suatu ekosistem. Nilai manfaat terdiri dari nilai manfaat secara langsung (direct value), nilai manfaat secara tidak langsung (indirect value) dan nilai pilihan (option value). Nilai non-manfaat biasanya terdiri dari nilai eksistensi (existence value) dan nila di masa depan (bequest value) (Dixon 1998).

Metode analisis biaya dan manfaat (benefit-cost analysis) konvensional sering tidak mampu menjawab permasalahan yang terjadi pada sumberdaya dan

(39)

21 lingkungan, sebab konsep ini sering tidak memasukkan manfaat ekologis di dalam analisisnya. Ketika kita mengetahui kerusakan lingkungan terjadi akibat aktivitas ekonomi, seringkali pengambil kebijakan tidak mampu mengkuantifikasikan kerusakan tersebut dengan metode ekonomi yang konvensional. Permasalahan-permasalahan ini kemudian menjadi dasar pemikiran lahirnya konsep valuasi ekonomi (Fauzi dan Anna 2005).

Fauzi (2004) menyebutkan bahwa valuasi ekonomi dapat didefinisikan sebagai upaya untuk memberikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan, baik atas nilai pasar (market value) maupun nilai non pasar (non market value). Penilaian ekonomi sumberdaya merupakan suatu alat ekonomi (economic tools) yang menggunakan teknik penilaian tertentu untuk mengestimasi nilai uang dari barang dan jasa yang diberikan oleh suatu sumberdaya alam. Tujuan dari penilaian ekonomi antara lain digunakan untuk menunjukkan keterkaitan antara konservasi sumberdaya alam dan pembangunan ekonomi, maka valuasi ekonomi dapat menjadi suatu alat penting dalam peningkatan apriesiasi dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan.

Konsep penilaian ekonomi berlandaskan dari teori ekonomi neo-klasik yang menekankan pada kepuasan atau keperluan konsumen. Berdasarkan pemikiran neo-klasik ini dikemukakan bahwa penilaian setiap individu pada barang dan jasa tidak lain adalah selisih antara keinginan membayar (willingness to pay) dengan biaya untuk mensuplai barang dan jasa tersebut (Barbier et al. 1997).

Dalam melakukan suatu penilaian ekonomi suatu sumberdaya umumnya digunakan satuan moneter. Suparmoko (2000) menjelaskan beberapa alasan mengapa satuan moneter diperlukan dalam valuasi ekonomi sumberdaya alam dan lingkungan. Tiga alasan utamanya adalah:

1) Satuan moneter dapat digunakan untuk menilai tingkat kepedulian seseorang terhadap lingkungan.

2) Satuan moneter dari manfaat dan biaya sumberdaya alam dan lingkungan dapat menjadi pendukung untuk keberpihakan terhadap kualitas lingkungan.

(40)

22

[image:40.595.52.482.55.733.2]

Valuasi ekonomi adalah nilai ekonomi yang terkandung dalam suatu sumberdaya alam, baik nilai guna maupun nilai fungsional yang harus diperhitungkan dalam menyusun kebijakan pengelolaan. Hal ini dimaksudkan agar alokasi dan alternatif penggunaannya dapat ditentukan secara benar dan tepat sasaran. Valuasi ekonomi dilakukan karena sumberdaya alam bersifat public good, terbuka dan tidak mengikuti hukum kepemilikan dan tidak ada mekanisme pasar dimana harga dapat berperan sebagai instrumen penyeimbang antara permintaan dan penawaran. Selain itu, manusia dipandang sebagai homoeconomicus yang cenderung memaksimalkan manfaat total (Kusumastanto 2000).

Gambar 3 Tipologi nilai ekonomi total (Sumber : Barton 1994)

2.4.3 Teknik pengukuran nilai ekonomi

Berbagai macam metode penilaian ekonomi terhadap sumberdaya alam telah dipraktekkan dalam banyak proyek di berbagai negara. Metode-metode tersebut pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu Metode-metode yang secara langsung didasarkan pada nilai/nilai pasar, metode yang menggunakan nilai pasar barang pengganti atau barang pelengkap dan metode yang didasarkan pada hasil survei.

2.4.3.1 Pendekatan harga pasar

(41)

23

1) Pendekatan harga pasar yang sebenarnya atau pendekatan produktivitas.

Pendekatan produktivitas adalah pendekatan yang mengukur nilai ekonomi sumberdaya alam berdasarkan kontribusi produktivitas sumberdaya tersebut. Misalnya rehabilitasi hutan mangrove akan mempengaruhi produktivitas perikanan pantai. Dengan demikian manfaat dari rehabilitasi hutan mangrove bisa diukur dari peningkatan pendapatan dari perikanan pantai. Pendekatan produktivitas ini telah banyak digunakan dalam menganalisis biaya dan manfaat suatu proyek. Namun dengan dipertimbangkannya dimensi lingkungan, akan sulit untuk me-nentukan harga pasar yang tepat.

Dalam menilai atau memberikan harga terhadap dampak suatu proyek, selama ada harga pasar untuk produk atau jasa yang hilang atau yang timbul dari adanya suatu proyek, sebaiknya digunakan harga pasar. Dengan adanya suatu proyek biasanya ada suatu produk atau jasa.yang diciptakan dan dengan menggunakan harga pasar dari produk atau jasa tersebut akan diperoleh nilai sumbangan manfaat dari proyek yang bersangkutan. Di sisi lain juga akan ada korban fisik atau hilangnya suatu produk atau aset fisik yang timbul dari adanya suatu proyek, sehingga dengan menggunakan harga pasar akan dapat diperkirakan nilai biaya atau korban dari proyek tersebut.

Pendekatan produktivitas umumnya membutuhkan data yang baik mengenai biaya produksi barang akhir, permintaan dan penawaran barang akhir serta permintaan dan penawaran dari faktor produksi. Oleh karena kebutuhan data tersebut, pendekatan ini relatif lebih kompleks.

2) Pendekatan modal manusia (human capital)

(42)

24

3) Apabila data mengenai harga atau upah tidak cukup tersedia, biaya kesempatan atau pendapatan yang hilang dapat digunakan sebagai pendekatan.

Pendekatan ini digunakan untuk menghitung biaya yang harus dikeluarkan guna melestarikan suatu manfaat, dan bukannya untuk memberikan nilai terhadap manfaat itu sendiri. Misalnya untuk menilai berapa besar manfaat ekonomi yang harus dikorbankan jika suatu proyek harus dilaksanakan atau tidak dilaksanakan sehingga kualitas lingkungan tidak dapat dikembalikan seperti keadaan semula.

Umumnya tidak mudah untuk mendapatkan harga pasar bagi bagi barang atau jasa yang timbul karena adanya suatu proyek. Untuk itu sedapat mungkin digunakan harga alternatif atau biaya kesempatan (opportunity cost). Cara ini dapat dipakai untuk mengukur berapa pendapatan yang hilang karena adanya suatu proyek. Pendapatan yang hilang tersebut dapat diartikan sebagai biaya tidak langsung karena adanya suatu proyek. Untuk jasa-jasa yang berkaitan dengan lingkungan seperti pemandangan alam, udara yang sejuk dan sebagainya harga alternatif sulit untuk dilaksanakan. Oleh karena itu, untuk jasa sumberdaya alam dan lingkungan seperti itu dinilai dengan pendekatan keinginan untuk membayar (willingness to pay).

2.4.3.2 Pendekatan dengan nilai barang pengganti atau barang pelengkap (Surrogate Market Price)

1) Pendekatan nilai kekayaan (hedonic pricing)

(43)

25 Dengan menggunakan harga barang substitusi atau barang komplementer nilai lingkungan yang tidak dipasarkan tersebut dapat diperkirakan.

2) Pendekatan tingkat upah

Pendekatan atas dasar tingkat upah sebenarnya mirip dengan pendekatan atas dasar nilai kekayaan. Pendekatan ini menggunakan tingkat upah pada jenis pekerjaan yang sama tetapi pada lokasi yang berbeda untuk menilai kualitas lingkungan kerja pada masing-masing lokasi tersebut. Pendekatan yang dipakai adalah bahwa upah dibayarkan lebih tinggi pada lokasi yang lebih tercemar atau pada lokasi yang lebih berbahaya bagi kesehatan maupun kehidupan.

3) Pendekatan biaya perjalanan (travel cost approach)

Pendekatan ini kebanyakan digunakan untuk menganalisis permintaan terhadap rekreasi di alam terbuka (outdoor recreation) seperti rekreasi ke pantai atau objek wisata lainnya, memancing, berburu, dan lain-lain. Pendekatan ini menggunakan biaya transportasi atau biaya perjalanan terutama untuk menilai lingkungan pada objek-objek wisata. Pendekatan ini menganggap bahwa biaya perjalanan serta waktu yang dikorbankan para wisatawan untuk menuju objek wisata tertentu dianggap sebagai nilai lingkungan yang wisatawan bersedia untuk membayar.

Pendekatan biaya perjalanan ini dapat digunakan untuk mengukur manfaat dan biaya akibat :

a) Perubahan biaya akses (tiket masuk) bagi suatu tempat rekreasi b) Penambahan tempat rekreasi baru

c) Perubahan kualitas lingkungan tempat rekreasi d) Penutupan tempat rekreasi yang ada.

(44)

26

2.4.3.3 Pendekatan hasil survei

Beberapa teknik survei dapat digunakan dalam valuasi ekonomi bagi pengelolaan sumberdaya alam, yaitu :

1) Contingent valuation approach

Pendekatan ini disebut “contingent” (tergantung kondisi) karena pada prakteknya informasi yang diperoleh sangat tergantung dari hipotesis yang dibangun. Pendekatan ini pada hakekatnya bertujuan untuk mengetahui keinginan untuk membayar (WTP) dari sekelompok masyarakat, misalnya perbaikan kualitas lingkungan dan keinginan untuk menerima (willingness to accept, WTA) dari kerusakan suatu lingkungan perairan. Terdapat beberapa tahapan dalam melaksanakan pendekatan ini, yaitu membuat hipotesis pasar, mendapatkan nilai lelang (bids), menghitung rataan WTP dan WTA, memperkirakan kurva lelang dan mengagregatkan data.

2) Survei Langsung

Mewawancarai responden (masyarakat) secara langsung mengenai kesediaan mereka untuk membayar (willingnes to pay) atau menerima pembayaran (willingnes to accept) sebagai ganti rugi.

3) Pendekatan delphi

Pendekatan ini berdasarkan kepada pendapat para ahli dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu sangat tergantung kepada pengalaman, pengetahuan dan latar belakang kehidupan para ahli.

2.4.3.4 Benefit transfer

(45)

27 belum adanya protokol kesepakatan untuk menggunakan metode ini, tidak seperti halnya metode CVM yang telah diadopsi dengan protokol yang sama. Berbagai pertimbangan perlu dipikirkan secara matang sebelum teknik ini dilaksanakan. Pertimbangan ini menyangkut biaya dan manfaat dengan mengadopsi teknik benefit transfer tersebut serta desain dan koleksi data untuk keperluan studi ditempat lain (data asal). Krupnick (1993) menulis secara lebih detail kapan dan dalam situasi yang bagaimana benefit transfer bisa dilakukan dan kapan tidak. Ia menyebutkan misalnya, benefit transfer sulit dilakukan untuk sumberdaya alam wetland (seperti mangrove dan sejenisnya) karena nilai yang diperoleh akan sangat tergantung pada tempat dan karakteristik populasi. Krupnick menyatakan bahwa benefit transfer bisa saja dilakukan jika sumberdaya alam tersebut memiliki ekosistim yang sama baik dari segi tempat maupun karaketristik pasar (market characteristic).

2.5 Proses Hierarki Analitik (PHA)

Proses hierarki analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process merupakan teknik pengambilan keputusan yang pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 1970–an. PHA didesain untuk menangkap secara rasional persepsi orang yang berhubungan erat dengan permasalahan tertentu melalui prosedur yang didesain untuk sampai pada suatu skala preferensi diantara berbagai alternatif. PHA banyak digunakan pada metode pengambilan keputusan untuk berbagai kriteria, perencanaan, alokasi sumberdaya dan penentuan prioritas dari strategi-strategi yang dimiliki stakeholders dalam situasi konflik.

PHA merupakan proses pengambilan keputusan dengan pendekatan sistem. Pada penyelesaian persoalan dengan PHA terdapat beberapa prinsip dasar yang harus dipahami antara lain (Saaty 1993):

1) Dekomposisi, setelah permasalahan atau persoalan didefinisikan, maka perlu dilakukan dekomposisi yaitu memecah persoalan yang utuh menjadi unsur-unsurnya. Untuk mendapatkan hasil yang akurat, maka dilakukan pemecahan terhadap unsur-unsur tersebut sampai tidak dapat dipecah lagi, sehingga didapatkan beberapa tingkatan dari persoalan tersebut.

(46)

28

berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen yang disajikan dalam bentuk matriks pairwise comparison.

3) Synthesis of priorrity, yaitu melakukan sintesis prioritas atau mencari nilai eigenvektor-nya dari setiap matrik pairwise comparison untuk mendapatkan prioritas lokal. Matrik pairwise comparison terdapat pada setiap tingkat, oleh karena itu untuk mendapatkan prioritas global harus dilakukan sintesis diantara prioritas lokal.

4) Logical consistency, konsistensi memiliki dua makna, yaitu (1) obyek-obyek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragaman dan relevansinya. (2) tingkat hubungan antara obyek-obyek didasarkan pada kriteria tertentu.

Pada dasarnya, metode PHA ini memecah-mecah suatu situasi yang kompleks, tak terstruktur, ke dalam bagian-bagian komponennya; menata bagian atau variabel ini dalam suatu susunan hierarki; memberi nilai numerik pada pertimbangan subyektif tentang relatif pentingnya setiap variabel; dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut.

PHA juga menyediakan suatu struktur efektif untuk pengambilan keputusan secara berkelompok dengan memaksakan disiplin dalam proses pemikiran kelompok itu. Keharusan memberi nilai numerik pada setiap variabel masalah membantu para pengambil keputusan untuk mempertahankan pola-pola pikiran yang kohesif dan mencapai suatu kesimpulan. Selain itu, adanya konsensus dalam pengambilan keputusan kelompok memperbaiki konsistensi pertimbangan dan meningkatkan keandalan PHA sebagai alat pengambilan keputusan.

(47)

29 Penyusunan secara hierarkis dalam PHA mencerminkan pemilahan elemen sistem dalam beberapa tingkat yang berlainan dan pengelompokan unsur serupa pada setiap tingkat. Setiap perangkat elemen dalam hierarki fungsional menduduki satu tingkat hierarki. Tingkat puncak yang disebut fokus, hanya terdiri atas satu elemen yaitu sasaran keseluruhan yang sifatnya luas. Pada tingkat berikutnya masing-masing dapat memiliki beberapa elemen, meskipun jumlahnya biasanya kecil, antara lima dan sembilan. Dalam perencanaan yang menggunakan PHA untuk mengkaji persoalan mula-mula harus mendefinisikan situasi dengan seksama, memasukkan sebanyak mungkin data yang relevan, kemudian menyusunnya dalam suatu hierarki yang terdiri dari beberapa tingkat rincian seperti ditunjukkan pada contoh Gambar 4.

Gambar 4 Struktur hierarki PHA

Untuk dapat melakukan analisis PHA dengan baik, maka prinsip kerja yang sangat mendasar dan harus diperhatikan adalah (Saaty 1993):

1) Penyusunan hierarki,

Persoalan yang akan diselesaikan, diuraikan menjadi unsur, yaitu kriteria dan alternatif, kemudian disusun menjadi struktur hierarki.

2) Penilaian kriteria dan alternatif,

Kriteria dan alternatif melalui perbandingan berpasangan. Menurut Saaty (1983), untuk berbagai persoalan, skala 1 sampai 9 adalah skala terbaik Tingkat 1

Fokus

Tingkat 3 Faktor

Tingkat 4 Alternatif Tingkat 2 Skenario

FOKUS

Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3

Faktor 1 Faktor 2 Faktor 3 Faktor 4 Faktor 5

(48)

30

dalam mengekspresikan pendapat. Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Nilai dan definisi pendapat kualitatif dari skala perbandingan Saaty (1993)

Intensitas

Pentingnya Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama penting Dua elemen mempengaruhi sama kuat pada sifat itu

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari pada yang lain

Pengalaman atau pertimbangan sedikit menyokong satu elemen di atas yang lain.

5 Elemen yang satu jelas lebih penting dibandingkan dengan elemen yang lain

Pengalaman atau pertimbangan dengan kuat disokong dan dominasinya terlihat dalam praktek

7 Satu elemen sangat lebih penting dibandingkan elemen yang lain

Satu elemen dengan disokong dan dominasinya terlihat dalam praktek

9 Satu elemen mutlak lebih penting dibandingkan elemen yang lainnya

Sokongan elemen

Gambar

Gambar 3  Tipologi nilai ekonomi total (Sumber : Barton 1994)
Gambar 5  Lokasi penelitian
Gambar 7 Gambar bathimetri Teluk Jakarta (Sumber: Map Sources dan Jury et al.  2011)
Gambar 9  Bagan tancap di Teluk Jakarta
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui konsumsi zat gizi dan daya terima pasien rawat inap penyakit kardiovaskular terhadap makanan yang disajikan RSUP H..

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh signifikan variabel reputasi underwriter, reputasi auditor, umur perusahaan, persentase penawaran saham, jenis

Karakter Kuantitatif Berdasarkan hasil analisis ragam karakter tinggi tanaman, diameter batang, umur berbunga, umur panen, panjang buah, diameter buah, bobot per buah, tebal

Selain itu juga peran perpustakaan komunitas dalam meningkatkan minat baca masyarakat cukup baik dengan koleksi yang dimiliki oleh mereka mencapai persentase 21%, untuk promosi

(2009), media kromogenik α-MUG dan DFI menunjukkan performa yang lebih baik jika dibandingkan dengan EsPM karena media tersebut tidak dapat mendeteksi 3 koloni positif C.

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepuasan buruh perkebunan terhadap sistem pengupahan yang menyangkut jaminan yakni Jaminan kesehatan dan kecelakaan kerja yang

Proses pendistribusian obat yang dilakukan di gudang farmasi RSUD Syekh Yusuf Gowa melalui dua proses yaitu melalui peresepan dan pengampraan. Pendistribusian obat dimulai

Proses interpretasi ini adalah proses berpikir yang merupakan kemampuan yang khas yang dimiliki manusia (Blumer dalam Ritzer, 2011: 52). Proses interpretasi yang