• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Antara Asupan Zat Gizi dan Komposisi Lemak Tubuh dengan Kapasitas Daya Tahan Tubuh Atlet di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Antara Asupan Zat Gizi dan Komposisi Lemak Tubuh dengan Kapasitas Daya Tahan Tubuh Atlet di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta"

Copied!
191
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

RIZKY AGNESTYA ANDHINI. The Relationship Between Nutrients Intake and Body Fat Composition with The Capacity of Endurance Athletes at School Athletes Ragunan Jakarta. Under Direction of HADI RIYADI.

Purpose of this study is to analyze the relationship between nutrients intake and body fat composition with the capacity of endurance athletes Ragunan jakarta school athletes. The study was conducted in March to May 2011 by using cross sectional study design. number of samples in this study were 33 athletes who come from three types of sport that vary by level of exercise intensity that is bultangkis sport athletes, wrestling, and athletics. data used are primary and secondary data. Primary data includes measurements of anthropometric data (weight, height, nutritional status, and body fat composition), nutrition knowledge and food consumption. While for the secondary data includes a fitness test result data as well as an overview of the school. The data were analyzed using Pearson correlation test, Spearman correlation test, Independent Sampel T-test, and ANOVA test. The results of this study include statistical test between gender with fitness level (VO2max) is the relationship (r =-0.65 , p < 0.05). Pearson test

results showed the relationship between weight with a level of fitness (VO2Max)

(r = -0.397, p < 0.05). spearman test results showed no significant relationship between nutritional status variable with the level of fitness (r = -0.031 ,p > 0.05). Statistical test results between a variable percentage of body fat and fitness levels showed a significant relationship (r = -0.651 ,p < 0.05). while for the test analysis between variables with sufficient levels of nutrients that athletes fitness

levels showed a significant association was sufficient levels of iron (r = 0.612 ,p < 0.05).

Based on sufficient levels of energy and other nutrients, almost all samples have a relatively normal level of adequacy. As for the level of adequacy of protein and fat from nearly all samples have sufficient levels that are categorized as excess. In addition to sufficient levels of carbohydrates, as much as 57.58% of the sample adequacy levels are still relatively less than the amount that was recommended (<60% of the total energy requirements).

(2)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Olahraga merupakan aktivitas untuk meningkatkan stamina tubuh, yang mempunyai dampak positif terhadap derajat kesehatan, oleh karena itu olahraga dianjurkan untuk dilaksanakan secara teratur sesuai dengan kondisi seseorang. Bagi atlet asupan gizi yang terkait dengan olahraga mempunyai arti penting selain untuk mempertahankan stamina, kebugaran atlet serta untuk meningkatkan prestasi atlet tersebut dalam cabang olahraga yang diikutinya.

Dalam hal ini meningkatkan daya tahan aerobik atau endurance dikenal pula prinsip penambahan beban latihan atau overload principle yang dalam hal ini terdiri dari: 1) Intensitas; 2) Frekwensi; 3) Lama program latihan yang dilakukan (Sajoto 1988). Menurut Robergs dan Robert (1997), untuk meningkatkan daya tahan dibutuhkan latihan-latihan yang meningkatkan daya tahan jantung-paru serta daya tahan jantung-pembuluh darah, karena dari hasil penelitian menunjukkan bahwa 0%-10% peningkatan daya tahan dipengaruhi oleh proses adaptasi kardiovaskuler dan transfer kardiorespirasi. Sehingga peningkatan daya tahan akan memberikan hasil yang signifikan dengan cara meningkatkan kerja sistem kardiovaskuler dan kardiorespirasi melalui program latihan yang berinterval dan continue (terus menerus).

Peningkatan daya tahan kardiorespirasi dapat terlihat dengan mengukur VO2max (ambilan oksigen maksimal), selain itu peningkatan daya tahan kardiorespirasi dapat terlihat dengan mengukur nilai kapasitas vital paru yang lebih mudah dan lebih praktis daripada mengukur VO2 max. Nilai kapasitas vital pria dewasa lebih tinggi 20-25% daripada wanita dewasa. Hal ini antara lain disebabkan oleh perbedaan kekuatan otot pria dan wanita. Nilai kapasitas vital paru juga sangat dipengaruhi oleh karakteristik fisik, seperti umur, tinggi badan dan berat badan (Yunus 1997; Guyton & Hall 1996). Atlet cabang olahraga yang banyak menggunakan otot tubuh bagian atas, nilai kapasitas vital parunya juga lebih tinggi daripada atlet cabang olahraga yang banyak menggunakan otot tubuh bagian bawah.

(3)

tubuh. Derajat kesehatan yang baik akan mampu menciptakan kondisi tubuh yang sehat dan menjadi sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas. Dengan SDM yang baik maka para atlet olahraga diharapkan akan mampu menciptakan prestasi yang baik pula. Salah satu faktor yang penting untuk mewujudkannya adalah melalui pembinaan atlet disetiap cabang olahraga dan pemenuhan zat gizi yang seimbang sesuai dengan kebutuhan para atlet sendiri, pembina olahraga, dan penyediaan makanan yang telah sadar gizi (Napu 2005).

Makanan mempunyai arti penting bagi kehidupan manusia dan sangat berpengaruh dalam perilaku sehari-hari. Manusia pada hakekatnya telah mengenal akan arti dan guna makanan secara harfiah, tetapi pada dasarnya manusia belum menyadari sepenuhnya kepentingan makanan dalam menyusun pertumbuhan dan perkembangan fisiknya (Mukrie et al. 1990).

Tidak ada perbedaan yang mencolok dalam hal makan antara atlet dan non atlet, akan tetapi mengingat bahwa sebagian atlet masih dalam usia pertumbuhan, kegiaatan fisik atlet rata–rata lebih besar dibandingkan non atlet sehingga pengaruh makanan akan lebih langsung terlihat pada penampilan atau prestasi atlet maka di samping jumlahnya harus lebih besar, pengaturan makanan bagi atlet harus lebih cermat dibandingkan makanan bagi non atlet. Pengertian cukup dalam hal makanan adalah bukan semata–mata dapat diartikan dengan “tidak boleh kurang“ terutama bagi atlet. Pengertian cukup disini harus diartikan “tidak boleh berlebihan” disamping boros kelebihan makanan pada atlet akan menjadikan beban yang dapat menurunkan prestasi, inilah sebabnya dalam setiap penyelengaraan makanan bagi atlet sedapat mungkin dikelola atau diawasi oleh seorang ahli gizi (Dirham 1987).

Pengaturan keseimbangan zat gizi antara asupan dan kebutuhan tubuh sangat penting karena kekurangan atau kelebihan zat gizi sangat berpengaruh terhadap kondisi kesehatan dan status gizi. Pengaturan makanan terhadap seorang atlet harus bersifat individual. Pemberian makanan harus memperhatikan jenis kelamin, umur, berat badan, serta jenis olahraga. Selain itu, pemberian makanan juga harus memperhatikan periodisasi latihan, masa kompetisi, dan masa pemulihan. Untuk mendapatkan atlet yang berprestasi, faktor gizi merupakan salah satu faktor yang sangat perlu diperhatikan sejak pembinaan di tempat pelatihan sampai pada saat pertandingan.

(4)

dicapai apabila didukung oleh komposisi atau stuktural tubuh yang menguntungkan, latihan yang intensif, teratur dan diet yang kuat. Kesepakatan internasional yang dicetuskan di lausane pada tahun 1992 menyatakan bahwa diet terbukti secara bermakna mempengaruhi prestasi atlet.

SMA Ragunan di Jakarta Selatan merupakan salah satu institusi atau tempat pembinaan atlet berbagai cabang olahraga. SMA Ragunan Jakarta membina atlet-atlet yang masih berada pada usia pertumbuhan, dimana usia tersebut memerlukan asupan gizi dan makanan yang cukup yang sesuai dengan aktivitas yang mereka lakukan. Selain ada pembinaan dan pelatihan bagi para atletnya, sekolah ini juga menyediakan sistem penyelenggaraan makanan bagi para atletnya. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk mengetahui sejauh mana peranan asupan makanan serta komposisi lemak tubuh terhadap aktivitas daya tahan tubuh atlet di sekolah atlet Ragunan ini.

Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian Hubungan Antara Asupan Zat Gizi dan Komposisi Lemak Tubuh dengan Kapasitas Daya Tahan Tubuh Atlet di SMA Negeri Ragunan Jakarta adalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah karakteristik sampel berdasarkan pengukuran antropmetri, status gizi dan komposisi lemak tubuh?

2. Berapakah sumbangan konsumsi energi dan zat gizi (protein, karbohidrat dan lemak) dari makanan yang telah disediakan oleh pihak sekolah?

3. Bagaimanakah peranan asupan makanan dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet?

4. Bagaimanakah peranan komposisi lemak tubuh dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet?

Tujuan Penelitian Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara asupan zat gizi dan komposisi lemak tubuh dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet di SMA Negeri Ragunan Jakarta.

Tujuan Khusus

1. Menganalisis karakteristik sampel berdasarkan pengukuran antropometri, status gizi dan komposisi lemak tubuh.

(5)

3. Menganalisis hubungan antara asupan makanan dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet.

4. Menganalisis hubungan antara komposisi lemak tubuh dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet.

Kegunaan Penelitian

(6)

TINJAUAN PUSTAKA

Olahraga endurance

Olahraga yang ditujukan untuk melatih ketahanan jantung dan paru-paru. Latihan-latihan pada kategori ini bermanfaat membakar kalori yang disertai dengan peningkatan aktivitas kerja jantung memompa darah, dan meningkatkan aktivitas paru-paru dalam menyuplai oksigen. Olah raga yang termasuk kategori ini antara lain: senam aerobik, joging, dan jalan kaki.

Strength training

Olahraga yang ditujukan untuk melatih otot-otot bagian tubuh tertentu sehingga bagian tubuh yang dilatih akan menjadi kuat. Yang termasuk kategori olahraga ini latihan mengangkat dumbel. Otot yang dilatih adalah otot-otot lengan.

Klasifikasi Olahraga

Untuk mempermudah perhitungan dalam menentukan kebutuhan energi seorang olahragawan, maka dilakukan penggolongan terhadap macam-macam olahraga menjadi 4 kelompok, berdasarkan berat ringannya olahraga tersebut, dengan memperhitungkan kedua macam bentuk latihan (latihan kondisi fisik dan latihan keterampilan teknik) juga jumlah waktu dari masing-masing latihan yang dijalankannya (Wolinsky 1994).

Pengelompokan Cabang Olahraga: 1. Olahraga ringan:

Menembak Golf Bowling Panahan 2. Olahraga sedang:

Atletik Bulutangkis Bola basket Hockey Soft ball Tenis meja Tenis Senam Sepak bola 3. Olahraga berat:

Renang Balap sepeda Tinju Gulat Kempo Judo 4. Olahraga berat sekali:

(7)

Catatan: Daftar yang resmi tentang pembagian ini belum ada, dan ini masih bisa mengalami perubahan. Apabila ada suatu cabang olahraga yang belum tercantum pada daftar ini, penggolongannya supaya disesuaikan dengan cabang yang kira-kira sama aktivitasnya dengan yang ada di daftar .

Komposisi tubuh dan Kesegaran Jasmani

Komposisi tubuh seseorang dapat di ukur melalui berbagi cara misalnya dengan mengukur berat jenis tubuh. Tubuh yang mempunyai berat jenis yang tinggi berarti massa ototnya banyak sedangkan kadar lemak relatif kecil. Jumlah cadangan lemak dibawah kulit dapat diukur menggunakan suatu alat yang di sebut Skinfold calipers. Bagi seorang atlet, Komposisi tubuh jauh lebih penting dari berat badan sendiri karena ketahanan jasmani atlet ditentukan oleh massa otot yang membentuk tubuhnya. Karena itu dalam pembinaan ketahanan jasmani seorang atlet baik dipusat-pusat latihan maupun diluar pusat latihan, haruslah terdapat perpaduan yang serasi antara pengaturan makanan dengan latihan fisik yang diberikan. Pemberian makanan yang melebihi kebutuhan akan mengakibatkan bertambahnya cadangan lemak, sehingga tidak mencapai komposisi tubuh yang sesuai. Sebaliknya jika makanan yang kurang dari kebutuhan akan mengakibatkan terhambatnya proses perkembangan pada otot-otot tubuh (Moehji 2003).

Persentasi lemak tubuh dari atlet berbeda tergantung dari jenis kelamin dari tubuh atlet dan olahraganya. Estimasi tingkat minimum dari lemak tubuh sesuai dengan kesehatan adalah 5% untuk pria dan 12% untuk wanita. Namun demikian, persentasi dari lemak tubuh yang optimum untuk seorang individu atlet kemungkinan jauh lebih tinggi daripada minimum ini dan harus ditentukan pada dasar dari seorang individu (Macmillan 1995).

Kecukupan Zat Gizi Atlet

(8)

komposisi lemak tubuhnya, dimana kelebihan kalori akan diubah menjadi cadangan lemak tubuh, jika hal demikian terjadi maka akan mempengaruhi performance atlet yang bersangkutan, karena cadangan lemak yang berlebihan akan menyebabkan atlit menjadi lamban. Hal ini penting sekali diperhatikan terutama bagi atlet yang memerlukan reaksi cepat (Depkes RI & KONI Pusat 1997).

Aktivitas olahraga membutuhkan metabolisme optimal dan makronutrien tergantung dari adanya dan ketersediaannya mikronutrien. Makronutrien dan Mikrronutrien sangat dibutuhkan untuk menghasilkan energi sehingga atlet dapat tampil maksimal dalam setiap aktivitas olahraga. Nilai protein yang dihasilkan dari penguraian sempurna zat-zat gizi tersebut adalah 1 gram karbohidrat menghasilkan 4 kalori, 1 gram lemak menghasilkan 9 kalori, 1 gram protein menghasilkan 4 kalori (deVries & Housh 1994).

Menu atlet harus disusun berdasarkan jumlah kebutuhan energi dan komposisi gizi penghasil energi yang seimbang. Menu makan harus mengandung karbohidrat sebanyak 60-70%, lemak 20-25% dan protein sebanyak 10-15% dari total kebutuhan energi seorang atlet. Menu yang disusun berdasarkan kebutuhan jumlah energi dan komposisi gizi penghasil energi seimbang , serta dibuat dari bahan makanan yang mengandung kriteria 4 sehat 5 sempurna umumnya sudah mengandung vitamin dan mineral sesuai dengan kebutuhan atlet (Depkes RI & KONI Pusat 1997).

Kecukupan Energi

Gerakan tubuh saat melakukan olahraga dapat terjadi karena otot berkontraksi. Olahraga aerobik dan anaerobik, keduanya memerlukan asupan energi. Namun, penetapan kebutuhan energi secara tepat tidak sederhana dan sangat sulit. Perkembangan ilmu pengetahuan sekarang hanya dapat menghitung kebutuhan energi berdasarkan energi yang dikeluarkan (Primana 2000).

Besarnya kebutuhan energi tergantung dari energi yang digunakan setiap hari. Kebutuhan energi dapat dihitung dengan memperhatikan beberapa komponen penggunaan energi. Komponen-komponen tersebut yaitu basal metabolic rate (BMR), specific dynamic action (SDA), aktifitas fisik dan faktor pertumbuhan (Primana 2000).

(9)

dipenuhi oleh seorang laki-laki yang berumur 16-19 tahun yang berprofesi bukan sebagai atlet adalah 2500 kkal, sedangkan kebutuhan energi orang yang berprofesi sebagai atlet akan lebih besar daripada non atlet. Oleh karena itu penyusunan menu untuk memenuhi kebutuhan gizi seorang atlet harus dimulai dengan menentukan kebutuhan energi terlebih dahulu.

Kebutuhan energi pada saat berolahraga dapat dipenuhi melalui sumber-sumber energi yang tersimpan di dalam tubuh yaitu melalui pembakaran karbohidrat, pembakaran lemak, serta kontribusi sekitar 5% melalui pemecahan protein. Diantara ketiganya, simpanan protein bukanlah merupakan sumber energi yang langsung dapat digunakan oleh tubuh dan protein baru akan terpakai jika simpanan karbohidrat ataupun lemak tidak lagi mampu untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan oleh tubuh. Penggunaan lemak maupun karbohidrat oleh tubuh sebagai sumber energi untuk dapat mendukung kerja otot akan ditentukan oleh 2 faktor yaitu intensitas serta durasi olahraga yang dilakukan (Irawan 2007).

Kecukupan Protein

Protein dari makanan yang kita konsumsi sehari-hari dapat berasal dari hewani maupun nabati. Protein yang berasal dari hewani seperti daging, ikan, ayam, telur, susu, dan lain-lain disebut protein hewani, sedangkan protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti kacang-kacangan, tempe, dan tahu disebut protein nabati. Protein dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan, pembentukan otot, pembentukan sel-sel darah merah, pertahanan tubuh terhadap penyakit, enzim dan hormon, dan sintesa jaringan-jaringan tubuh lainnya. Protein dicerna menjadi asam-asam amino, yang kemudian dibentuk protein tubuh di dalam otot dan jaringan lain. Protein dapat berfungsi sebagai sumber energi apabila karbohidrat yang dikonsumsi tidak mencukupi seperti pada waktu berdiit ketat atau pada waktu latihan fisik intensif. Sebaiknya, kurang lebih 10-15 % dari total kalori yang dikonsumsi berasal dari protein (Depkes 1993).

(10)

energi total perhari yang meningkat dan sebaiknya separuhnya berasal dari protein hewani komposisi protein terdiri dari protein hewani dan protein nabati dengan perbadingan 1:1 (Primana 2000).

Menurut Husaini (2000) untuk atlet remaja yang sedang dalam proses pertumbuhan membutuhkan protein yaitu 1.5 gram/kg BB/hari. Peningkatkan kebutuhan protein bagi atlet ini disebabkan oleh karena atlet lebih beresiko untuk mengalami kerusakan jaringan otot terutama saat menjalani latihan atau pertandingan olahraga yang berat (Irawan 2007).

Walaupun protein merupakan zat pembangun jaringan tubuh namun tidak berarti makin tinggi konsumsi protein makin besar pembentukan otot. Pembentukan massa otot dan kekuatanya ditentukan oleh latihan yang terprogram dengan baik yang harus di tunjang oleh makanan yang cukup. Pada prakteknya atlet harus mengutamakan makanan lebih banyak karbohidrat dari pada lebih banyak protein (Husaini 2000).

Terlalu banyak mengkonsumsi protein, akan lebih sering mengalami buang air kecil karena protein di dalam tubuh dicerna menjadi urea. Urea merupakan suatu senyawa dalam bentuk sisa yang harus dibuang melalui urine. Terlalu sering ke toilet akan kurang menyenangkan karena dapat mengganggu latihan, apalagi kalau sedang dalam kompetisi. Terlalu banyak atau sering mengalami buang air kecil dapat juga memperberat kerja ginjal dan meningkatkan resiko terhadap dehidrasi atau kekurangan cairan buat atlet (Husaini 2000).

Selain itu, bahan makanan tinggi protein biasanya mengandung pula tinggi lemak. Untuk kesehatan jantung, pencegahan kegemukan, dan peningkatan performa, sebaiknya tidak terlalu banyak mengkonsumsi makanan sumber lemak, terutama lemak hewani yang seringkali banyak terdapat dalam bahan makanan berprotein tinggi (Husaini 2000).

Kecukupan Karbohidrat

(11)

energi, sedangkan glikogen hati mengalami perubahan menjadi glukosa yang akan masuk ke peredaran darah untuk selanjutnya dipergunakan oleh otot (Depkes 1993).

Menurut Almatsier (2004) kebutuhan karbohidrat untuk orang yang bukan berprofesi sebagai atlet adalah 55-75% berasal dari karbohidrat kompleks dan 10% berasal dari gula sederhana. Pemberian karbohidrat bagi seorang atlet bertujuan untuk mengisi kembali simpanan glikogen otot dan glikogen hati yang telah dipakai pada kontraksi otot. Pada atlet yang mempunyai simpanan glikogen sangat sedikit, akan lebih cepat mengalami kelelahan dan kurang dalam mencetak prestasi. Oleh karena itu, sebaiknya karbohidrat diberikan 60-70% dari total energi yang dibutuhkan atau sama dengan 6-10 gram/kg BB/hari. Karbohidrat dalam makanan sebagian besar harus dalam bentuk karbohidrat kompleks, sedangkan karbohidrat sederhana hanya sebagian kecil saja (Depkes 1993). Ilyas (2007) di negara maju kebutuhan karbohidrat orang aktif atau atlet yang melakukan latihan berat dan intensif adalah 60% dari kebutuhan energi total (400-600 gram) sehari yang diberikan dalam bentuk karbohidrat kompleks.

Kebutuhan Lemak

Lemak merupakan zat gizi penghasil energi terbesar, besarnya lebih dari dua kali energi yang dihasilkan karbohidrat dan protein. Namun, lemak merupakan sumber energi yang tidak ekonomis pemakaiannya. Oleh karena metabolisme lemak menghabiskan oksigen lebih banyak dibanding karbohidrat. Lemak atau trigliserida di dalam tubuh diubah menjadi asam lemak dan gliserol. Selain penghasil energi, lemak merupakan alat pengangkut vitamin yang larut dalam lemak dan sebagai sumber asam lemak yang esensial, misalnya asam lemak linoleat. Olahraga endurance merupakan olahraga yang dilakukan dengan intensitas rendah sampai sedang (submaksimal) dan berlangsung dalam waktu lama. Lemak merupakan sumber energi yang penting untuk kontraksi otot selama olahraga endurance (Primana 2000).

(12)

dalam tubuh selain dapat diganti kembali oleh lemak, juga dapat diganti oleh karbohidrat dan protein dalam makanan.

Walaupun atlet olahraga endurance pembentukan energi sebagian besar berasal dari lemak, namun atlet tidak boleh mengkonsumsi lemak secara berlebihan. Diet tinggi lemak oleh atlet sering mengakibatkan peningakatan trigliserida, kolesterol total dan LDL kolesterol. Risiko kesehatan seperti aterosklerosis, penyakit jantung, penyakit kanker dapat timbul pada seorang atlet akibat konsumsi lemak yang tinggi (Primana 2000).

Anjuran untuk seorang atlet dalam konsumsi lemak yaitu kurangi konsumsi lemak secara berlebihan dan tidak lebih dari 30% total energi. Setiap makanan tidak harus digoreng, tetapi dibakar atau direbus. Atlet juga dianjurkan untuk mengkonsumsi kolesterol tidak melebihi 300 mg per hari (Primana 2000).

Kecukupan Vitamin dan Mineral

Vitamin dan mineral memainkan peranan penting dalam mengatur dan membantu reaksi kimia zat gizi penghasil energi, sebagai koenzim dan ko faktor. Pada keadaan defisiensi satu atau lebih dapat mengganggu kapasitas latihan. Kebutuhan vitamin terutama vitamin yang larut air (vitamin B dan C) meningkat sesuai dengan meningkatnya kebutuhan energi. Penelitian menunjukkan bahwa deplesi besi tingkat moderate dihubungkan dengan berkurangnya performance latihan. Tambahan beberapa vitamin dan mineral yang penting diperhatikan dalam kaitannya dengan olahraga seperti vitamin A, B, C, D, E dan K, mineral seperti Ca, Fe, Na, K, P, Mg, Cu, Zn, Mn, J, Cr, Se dan F. Kecukupan vitamin dan mineral bagi atlet yang melakukan olahraga berat akan meningkat seperti hal nya zat-zat gizi sumber energi dan protein. Pemenuhan kecukupan vitamin dan mineral dari bahan makanan sering sulit dipenuhi oleh karena tidak mudah mengkonsumsi sayur dan buah-buahan dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhannya (Clark 1996 dalam Minhardja 2000) Vitamin A

(13)

perkembangan reproduksi, dan pencegahan penyakit kanker dan penyakit degeneratif seperti penyakit jantung (Almatsier 2004).

Bagi atlet, vitamin A sangat berperan penting dalam differensiasi sel, oleh sebab itu intake vitamin A yang cukup sangat diperlukan dalam peningkatan performa atlet dan pemulihan latihan. Menurut Wolinsky dan Driskell (2006) intake vitamin A yang dianjurkan bagi atlet yang berumur diantara 14-18 tahun sebaiknya lebih dari 900 µg dan tidak melebihi 2800 µg. Kelebihan konsumsi vitamin A menurut Sulaeman dan Muhilal (2004) dapat memberikan efek teratogenik, kelainan jantung, kelainan saluran kemih, mengganggu sistem saraf pusat dan tulang otot.

Vitamin C

Vitamin C atau yang biasa dikenal dengan nama asam askorbat merupakan salah satu vitamin larut air yang berfungsi dalam sintesis kolagen, katekolamin, serotonin dan karnitin di dalam tubuh. Vitamin C merupakan antioksidan yang sangat kuat dalam menangkal radikal bebas. Vitamin C juga berguna dalam absorbsi zat besi, peredaran, dan juga cadangannya. Dalam aktivitas, vitamin C berguna dalam stimulasi sistem imun, mengurangi kelelahan dan kelemahan otot, meningkatkan performa, dan melindungi sel dari ancaman radikal bebas (Chen 2000).

Kecukupan vitamin C yang dianjurkan untuk individu adalah sebanyak 60 mg per hari (Setiawan & Rahayuingsih 2004). Namun jumlah tersebut dapat melebihi anjuran, hal ini dikarenakan terdapat beberapa aktivitas fisik yang terkadang menurunkan kadar vitamin C di dalam tubuh. Menurut Wolinsky dan Driskell (2006) intake vitamin C bagi atlet dapat bervariasi dari 100 mg hingga 1000 mg per hari bergantung kepada aktivitas yang dilakukan.

Kalsium

(14)

Zat Besi

Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia dewasa. Zat besi mempunyai beberapa fungsi essensial di dalam tubuh, yaitu sebagai alat angkut elektron di dalam sel dan sebagai bahan terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh (Almatsier 2004). Zat besi ada dihampir semua bentuk makanan dan minuman serta wadah yang digunakan baik untuk menyimpan maupun untuk tempat makanan. Dalam bentuk padat, besi dikenal sebagai metal atau senyawa besi. Sedangkan dalam larutan, besi ada dalam bentuk ferro maupun ferri (Kartono & Soekatri 2004).

Kecukupan zat besi yang dianjurkan oleh WKNPG tahun 2004 untuk remaja pria berumur 13-15 tahun adalah sebanyak 19 mg, sedangkan untuk remaja pria berumur 16 tahun sebanyak 15 mg. Kecukupan besi untuk remaja wanita berumur 15 dan 16 tahun sebanyak 26 mg.

Kebutuhan Air

Air tidak mengandung energi, tetapi sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan tubuh manusia akan air dalam sehari sesuai dengan banyaknya air yang keluar atau yang hilang dari tubuh. Pada keadaan normal dan ideal yaitu diet rendah cairan, aktifitas fisik minimal serta tidak ada keringat yang keluar, orang dewasa membutuhkan air sebanyak 1500 –2000 ml sehari. Saat berolahraga kebutuhan air tentu akan lebih banyak dibanding dalam keadaan istirahat. Oleh karena saat berolahraga suhu tubuh meningkat dan tubuh menjadi panas. Tubuh yang panas berusaha untuk menjadi dingin dengan cara berkeringat (Williams 1995).

(15)

minum cairan selama latihan maupun sesudahnya, walaupun belum terasa haus (Primana 2000).

Pengaturan Makan Pada Atlet

Makanan Selama Latihan

Tujuan dari pemusatan latihan adalah meningkatkan ketrampilan teknik, taktik dan meningkatkan kesegaran jasmani termasuk ketrampilan atlet bagi yang status gizinya sudah baik, latihan dan pembinaan langsung bisa dilakukan tetapi bila status gizinya kurang, anemia dan sebagainya maka status gizinya harus diperbaiki terlebih dahulu disamping melakukan serangkaian latihan rutin. Sedangkan yang bergizi lebih, berat badan diturunkan terlebih dahulu tanpa mengganggu latihan rutin, kebutuhan kalori antara 3000–5000, volume makanan dipilih bahan makanan yang mengandung kalori tinggi tetapi volumenya kecil, lemak perlu ditambahkan untuk melezatkan makanan dan pelarut beberapa vitamin terutama B Kompleks. Disamping itu, mineral yang terdiri dari kalsium dan ferum terutama untuk atlet wanita (Sedyanti 2000).

Makanan Menjelang Pertandingan

Air adalah nutrient yang paling penting karena sewaktu melakukan latihan berat selalu disertai dengan pengeluaran keringat yang banyak. Tubuh manusia terdiri dari kurang lebih 55% dari cairan dalam pertandingan-pertandingan, seorang atlet bisa kehilangan keringat 2-4 liter perjam dalam keadaan biasa hanya 1.5 liter perjamnya. Makan yang dianjurkan 3 atau 4 jam sebelum pertandingan atlet makan menu ringan, dengan tujuan agar pada waktu pertandingan lambung sudah kosong. Menu hendaknya terdiri dari makanan yang telah terbiasa dikonsumsi oleh atlet. Dan menjelang pertandingan makanan yang paling penting menurut kepentingan kepercayaan atlet masing-masing, karena sangat penting artinya secara psikologis akan memberikan kepercayaan pada dirinya. 2 jam sebelum pertandingan dianjurkan minum sebanyak 3 gelas (600cc) (Sedyanti 2000).

Makanan Saat Pertandingan

(16)

osmotis yang menarik air masuk lambung menjadi isotonis (kosong). Akibat lain yang bisa terjadi dehidrasi tubuh yang bertambah karena sebagian cairan masuk Lambung (Dirham 1987).

Efek Tidak Terpenuhinya Kalori

Kekurangan energi atau tidak terpenuhinya kalori terjadi bila konsumsi kalori dalam makanan kurang dari kalori yang dikeluarkan. Tubuh bahkan mengalami keseimbangan energi negatif. Akibatnya, berat badan kurang dari berat badan seharusnya (ideal) bila terjadi pada bayi dan anak-anak akan menghambat pertumbuhan dan pada orang dewasa menyebabkan penurunan berat badan dan kerusakan jaringan tubuh (Almatsier 2004).

Peranan Gizi terhadap Prestasi Olahraga

Semua atlet menginginkan untuk meningkatkan performa mereka, dan banyak atlet yang memang serius untuk meningkatkan kariernya dalam olahraga, meluangkan banyak waktu untuk berlatih. Sehingga prestasi olahraga yang tinggi perlu terus menerus dipertahankan dan ditingkatkan lagi. Salah satu faktor yang penting untuk mewujudkannya adalah melalui gizi seimbang yaitu energi yang dikeluarkan untuk olahraga harus seimbang atau sama dengan energi yang masuk dari makanan. Makanan untuk seorang atlet harus mengandung zat gizi sesuai dengan yang dibutuhkan untuk aktifitas sehari-hari dan olahraga. Makanan harus mengandung zat gizi penghasil energi yang jumlahnya tertentu. Disamping itu harus jadi pengganti sel-sel yang rusak (Suharjo, Clara M.Kusharto 1999)

Metode Pengukuran Recall 2 x 24 Jam

Metode pengukuran konsumsi makanan untuk individu dapat dilakukan dengan metode recall 24 jam. Prinsip dari metode ini adalah mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam metode ini, responden diminta menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu. Data konsumsi yang dicatat mulai bangun pagi di hari kemarin sampai istirahat tidur malam harinya. Selain itu juga, pengambilan data recall yang dicatat dapat dimulai saat dilakukan wawancara mundur ke belakang sampai 24 jam (Supariasa et al 2001) .

(17)

lain-lain) atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa data recall minimal dua kali 24 jam, dapat menghasilkan gambaran asupan zat gizi yang optimal dalam memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian individu

Kelebihan metode recall 24 jam adalah mudah melaksanakannya, murah, cepat, dapat digunakan untuk responden yang buta huruf dan dapat memberikan gambaran nyata mengenai apa yang benar-benar dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari. Sementara itu, kekurangan metode recall 24 jam yaitu tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila hanya dilakukan recall untuk satu hari, ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden dan lain-lain (Supariasa et al 2001).

Kebugaran Jasmani

Kebugaran jasmani atau kebugaran fisik merupakan kemampuan tubuh seseorang untuk melakukan tugas dan pekerjaan sehari-hari, kegiatan rekreasi atau kegiatan lainnya yang bersifat mendadak tanpa mengalami kelelahan yang berarti (Riyadi 2007). Menurut Giriwijoyo dan Ali (2005) kebugaran jasmani sesungguhnya adalah derajat sehat dinamis tertentu yang dapat menanggulangi tuntutan jasmani dalam menjalankan tugas hidup sehari-hari dengan selalu masih mempunyai cadangan kemampuan untuk melakukan kegiatan aktivitas fisik ekstra serta pulih kembali sebelum menjalani tugasnya sehari-hari. Kebugaran fisik atau jasmani adalah suatu kualitas atau kondisi fisiologis dan karena itu jelas berbeda dengan aktifitas fisik serta latihan fisik yang merupakan tipe perilaku lainnya. Umumnya dianggap bahwa kebugaran fisik dapat diklasifikasikan sebagai kebugaran yang berkaitan dengan kesehatan dan kebugaran yang berkaitan dengan kinerja. Kebugaran yang berkaitan dengan kesehatan meliputi kebugaran kardiorespiratori, kekuatan dan ketahan otot, komposisi lemak tubuh dan kelenturan (fleksibiltas). Sedangkan kebugaran yang berkaitan dengan kinerja meliputi kebugaran kardiorespiratori, kekuatan dan ketahanan otot, komposisi lemak tubuh, kelenturan (fleksibilitas), tenaga otot (muscle power), kecepatan (speed), agilitas dan keseimbangan (Gibney J et al . 2008).

(18)

lama, tidak lekas capai, tidak mudah terkena stress, tidak mudah terserang penyakit, dan produktivitas kerja yang tinggi (Riyadi 2007).

VO2 Max

Kebugaran dapat diukur dengan cara mengukur volume oksigen yang dapat dikonsumsi selama berolahraga pada kapasitas maksimum. VO2max adalah jumlah maksimum oksigen dalam satu mililiter dapat digunakan dalam satu menit per kilogram berat badan. Individu yang berada dalam kondisi sehat memiliki nilai VO2max yang lebih tinggi dan dapat melaksanakan aktivitas lebih baik daripada individu yang berada dalam kondisi tidak sehat. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa seorang individu dapat meningkatkan VO2max dengan melakukan aktivitas yang intensitasnya dapat meningkatkan denyut jantung menjadi antara 65 dan 85% dari keadaan maksimum (pada keadaan normal) setidaknya selama 20 menit tiga sampai lima kali seminggu. Nilai rata-rata VO2max untuk atlet laki-laki adalah sekitar 3,5 liter/menit dan untuk atlet perempuan itu adalah sekitar 2,7 liter/menit (Anonim 1997).

Salah satu cara untuk mengukur Vo2Max adalah dengan metode Cooper Test , metode ini cukup sederhana. Dimana atlet melakukan lari atau jalan selama 12 menit pada lintasan lari sepanjang 400 meter. Setelah waktu habis jarak yang dicapai oleh atlet tersebut dicatat. Selain itu dapat juga dengan menggunakan metode Havard Step Test, tes ini adalah pengukuran yang paling tua untuk mengetahui kemampuan aerobik yang dibuat oleh Brouha pada tahun 1943. Ada beberapa istilah seperti kemampuan jantung-paru, daya tahan jantung-paru, aerobic power, cardiovascular endurance, cardiorespiration endurance, dan kebugaran aerobik yang mempunyai arti yang kira-kira sama. Penelitian ini dilakukan di Universitas Harvard, USA, jadi nama tes ini dimulai dengan nama Harvard. Inti dari pelaksanaan tes ini adalah dengan cara naik turun bangku selama 5 (lima) menit. Disamping dari kedua tes diatas, beberapa cara juga dapat dilakukan untuk mengetahui kapasitas VO2Max, seperti : tes lari 2.4 Km, bersepedah statis selama 6 menit, Bakle test, Treadmill, serta Conconi Test.

Faktor-faktor yang mempengaruhi VO2max

Pengeluaran energi pada aktivitas aerobik dapat dipengaruhi oleh:

(19)

 Kemampuan gabungan sistem jantung dan paru untuk mengangkut oksigen ke sistem jaringan otot.

Nilai VO2 maximum seorang atlet dan non atlet dapat dikategorikan berdasarkan umur dan jenis kelamin.

Tabel 1 Normatif nilai VO2 maximum atlet dan non atlet

Wanita (ml/kg/min)

Age Very Poor Poor Fair Good Excellent Superior

13-19 <25.0 25.0 - 30.9 31.0 - 34.9 35.0 - 38.9 39.0 - 41.9 >41.9

20-29 <23.6 23.6 - 28.9 29.0 - 32.9 33.0 - 36.9 37.0 - 41.0 >41.0 30-39 <22.8 22.8 - 26.9 27.0 - 31.4 31.5 - 35.6 35.7 - 40.0 >40.0

40-49 <21.0 21.0 - 24.4 24.5 - 28.9 29.0 - 32.8 32.9 - 36.9 >36.9

50-59 <20.2 20.2 - 22.7 22.8 - 26.9 27.0 - 31.4 31.5 - 35.7 >35.7

60+ <17.5 17.5 - 20.1 20.2 - 24.4 24.5 - 30.2 30.3 - 31.4 >31.4

Tabel 2 Normatif nilai VO2 maximum atlet dan non atlet

Laki-laki (ml/kg/min)

Age Very Poor Poor Fair Good Excellent Superior

13-19 <35.0 35.0 - 38.3 38.4 - 45.1 45.2 - 50.9 51.0 - 55.9 >55.9

20-29 <33.0 33.0 - 36.4 36.5 - 42.4 42.5 - 46.4 46.5 - 52.4 >52.4

30-39 <31.5 31.5 - 35.4 35.5 - 40.9 41.0 - 44.9 45.0 - 49.4 >49.4

40-49 <30.2 30.2 - 33.5 33.6 - 38.9 39.0 - 43.7 43.8 - 48.0 >48.0

50-59 <26.1 26.1 - 30.9 31.0 - 35.7 35.8 - 40.9 41.0 - 45.3 >45.3

60+ <20.5 20.5 - 26.0 26.1 - 32.2 32.3 - 36.4 36.5 - 44.2 >44.2

Tabel 3 Normatif nilai VO2 maximum atlet dan non atlet (Jenis Olahraga)

Jenis Olahraga Umur Laki-laki Perempuan

Bolabasket 18-30 40-60 43-60

Bersepeda 18-26 62-74 47-57

Senam 18-22 52-58 35-50

Sepakbola 22-28 54-64 50-60

Skating 18-24 56-73 44-55

Berenang 10-25 50-70 40-60

Atletik 18-39 60-85 50-75

Atletik 40-75 40-60 35-60

Bola voli 18-22 40-56

Angkat berat 20-30 38-52

Gulat 20-30 52-65

Sumber: Mackenzie 1997

Tes Balke

(20)

menit kemudian diukur jarak yang mampu ditempuh selama selang waktu tersebut. Untuk menghitung berapa VO2 maksimum atlet tersebut maka digunakan perhitungan berdasarkan jarak yang telah ditempu oleh atlet tersebut. Total VO2 maksimum = (((Total jarak yang ditempuh ÷ 15) - 133) × 0.172) + 33.3 Hasil uji yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan hasil uji balke yang telah dilakukan sebelum-sebelumnya. Hal ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh latihan seorang atlet untuk meningkatkan VO2 maksimum atlet tersebut (Anonim 1997).

Hasil pengukuran tes balke dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:

 Suhu, tingkat kebisingan dan kelembaban  Waktu tidur atlet sebelum melaksanakan tes  Emosi atlet

 Obat-obatan yang sedang dikonsumsi oleh atlet  Waktu pelaksanaan tes

 Asupan kafein atlet

 Waktu makan terakhir atlet

 Lingkungan pelaksanaan tes (rumput, track, jalanan, gym)  Pengetahuan atlet

 Akurasi pengukuran

 Apakah atlet benar benar menggunakan usaha maksimal untuk melakukan tes

 Kepribadian, pengetahuan dan kemampuan penguji.

(21)

KERANGKA PEMIKIRAN

Sekolah Atlet Ragunan Jakarta merupakan salah satu pusat pendidikan untuk melatih para atlet yang membutuhkan kesehatan dan status gizi yang baik. Hal ini bertujuan untuk mendukung aktivitas belajar dan aktifitas fisik baik di sekolah, lapangan maupun di asrama. Kualitas makanan yang dikonsumsi oleh siswa SMA Ragunan Negeri Jakarta berpengaruh terhadap prestasi olahraga mereka. Menurut Moeloek dan Arjatmo (1984), keadaan gizi dan prestasi olahraga mempunyai hubungan yang sangat erat. Oleh karena itu, pihak asrama harus menyediakan makanan yang dapat memenuhi kebutuhan energi zat gizi sampel melalui penyelenggaraan makanan di asrama. Penyelenggaraan makanan yang baik dari segi kualitas dan kuantitas akan menghasilkan makanan yang berkualitas dan dapat memenuhi kebutuhan gizi masing-masing sampel. Selain itu, setiap makanan yang dikonsumsi oleh atlet juga erat kaitannya dengan seberapa besarnya daya tahan tubuh dari atlet tersebut. Kapasitas daya tahan tubuh atlet dapat dilihat dari status gizi maupun dari derajat kesehatan tiap atletnya. Dimana setiap atlet juga memiliki tingkat preferensi yang berbeda-beda terhadap menu makanan yang disajikan oleh pihak asrama. Karena selama tinggal di asrama, para atlet tidak hanya mengkonsumsi makanan dari dalam asrama saja, namun juga sering mengkonsumsi makanan dari luar asrama (kantin, warung, dan pedagang kaki lima). Total konsumsi energi dan zat gizi sampel diperoleh dari konsumsi makanan yang disediakan oleh asrama dan makanan dari luar asrama. Konsumsi pangan setiap sampel dipengaruhi oleh preferensi, kebiasaan makan dan sosial budaya asal daerah masing-masing sampel.

(22)

Gambar 1 Kerangka pemikiran hubungan anatara asupan zat gizi dan komposisi lemak tubuh dengan kapasitas daya tahan tubuh atlet di sekolah atlet Ragunan Jakarta

Keterangan :

= variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti

Sistem Penyelenggaraan Makanan

Preferensi Atlet Terhadap Penyelenggaraan

Makanan

Makanan Pelatnas

Konsumsi

Makanan Luar

Kebiasaan Makan

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi

Status Gizi

Prestasi

Kesehatan

(23)

METODOLOGI

Desain, Tempat, dan Waktu

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang menggambarkan hubungan antara asupan makanan dan komposisi lemak tubuh terhadap kapasitas daya tahan tubuh atlet. Penelitian ini mengambil sampel dari suatu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Penelitian ini dilaksanankan di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta pada bulan Maret - April 2011.

Jumlah dan Cara Penarikan Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah siswa yang terdaftar sebagai atlet dari 3 cabang olahraga yang berbeda di Sekolah Atlet Ragunan Jakarta sebagai. Cabang-cabang olahraga yang dipilih berdasarkan tingkat intensitas yang berbeda (intensitas sedang, berat dan berat sekali) yaitu dari cabang bulutangkis sebanyak 12 orang, cabang atletik sebanyak 13 orang, dan cabang gulat sebanyak 8 orang. Siswa-siswa ini adalah calon atlet Indonesia binaan Menpora yang sedang menerima pendidikan dan pembinaan, sampel ditentukan secara purposive sampling dengan kriteria atau persyaratan bahwa sampel merupakan siswa Sekolah Atlet Ragunan Jakarta baik kelas I, II, dan III. Selain itu, sampel tidak mengalami cidera dan tidak mempunyai masalah dengan pihak-pihak tertentu terutama institusi sekolah. Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh jumlah sampel sebanyak 33 atlet dari 3 cabang olahraga yang berbeda.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan sampel dan penyebaran kuesioner. Data primer ini meliputi, karakteristik sampel (jenis kelamin, usia, dan status gizi, pengukuran antropometri, serta komposisi lemak tubuh. Sedangkan data sekundernya meliputi data hasil tes kebugaran (tes balke) dan gambaran umum mengenai profil sekolah.

(24)

Tabel 4 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian

No Jenis data Variabel Cara pengumpulan data

1. Karakteristik sampel Jenis kelamin Melalui pengisian kuesioner Usia

2. Antropometri sampel dan status gizi

Berat badan Berat badan diukur dengan menggunakan timbangan injak

Tinggi badan Tinggi badan diukur dengan menggunakan microtouise dengan ketelitian 0.1 cm

IMT/U IMT dihitung dengan

menggunakan rumus IMT/U 3. Pengetahuan gizi Pertanyaan

mengenai gizi dan gizi olahraga

Pengisian kuesioner oleh sampel

4. Konsumsi pangan Kebiasaan makan Pengisian kuesioner oleh sampel

Konsumsi makan Metode Recall 2 x 24 jam 5. Komposisi lemak tubuh % total lemak tubuh Pengukuran langsung

menggunakan Skinfold Thickness

6. Tingkat kebugaran Nilai VO2 max Hasil tes balke

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh kemudian diolah secara statistik. Pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. Tahapan pengkodean dimulai dengan cara menyusun kode-kode tertentu sebagai panduan dalam mengentri dan pengolahan data. Kemudian data dientri ke tabel yang sudah ada. Setelah itu dilakukan pengecekan ulang untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukkan data. Tahapan terakhir adalah analisis data yang diolah dengan program Microsoft Excell dan Statistical Program for Social Science (SPSS) versi 16.0 for windows. Hubungan antar variabel diuji dengan menggunakan uji korelasi Pearson dan Spearman.

Data karakteristik sampel diperoleh dengan cara menggunakan pertanyaan yang ada pada kuesioner. Data karakteristik ini pada akhirnya akan memberikan gambaran mengenai atlet yang dijadikan sebagai sampel.

(25)

Untuk kategori remaja, metode pengukuran status gizi menurut antropometri yang umumnya dilakukan adalah metode pengukuran status gizi antropometri berdasarkan IMT/U. Pengukuran status gizi dengan parameter IMT menurut umur (IMT/U) direkomendasikan sebagai indikator terbaik untuk remaja. Indikator ini memerlukan informasi mengenai umur.

Tabel 5 Nilai titik batas yang direkomendasikan untuk remaja berdasarkan IMT/U

Kategori Status Gizi Nilai Z-Skor

Kurus -3 SD ≤ Z-score ≤ -2SD

Normal -2 SD ≤ Z-score ≤ +1 SD

At risk +1 SD ≤ Z-score ≤ +2 SD

Gemuk +2 SD ≤ Z-score ≤

Obese Z-score ≥ +3 SD

Data pengetahuan gizi sampel diperoleh dengan memberikan pertanyaan kepada sampel melalui kuesioner. Pertanyaan yang diberikan kepada sampel berjumlah 15 pertanyaan tentang gizi secara umum dan tentang gizi olahraga. Pertanyaan yang diberikan dinilai dengan memberikan nilai 1 untuk jawaban yang benar dan nilai 0 untuk jawaban yang salah sehingga skor total untuk nilai pengetahuan gizi sampel yaitu 15. Persentase hasil pengetahuan gizi sampel kemudian dibandingkan dengan skor pengetahuan gizi berdasarkan Khomsan (2000) yaitu kurang jika skornya kurang dari 60% (<60%), sedang jika skornya berada antara 60-80% dan baik jika skornya lebih dari 80% (>80%).

Data konsumsi pangan yang diperoleh kemudian dikonversikan untuk menentukan zat gizi sampel yatu energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin A, vitamin C, kalsium, dan zat besi. Data konsumsi pangan dihitung dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM) dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 2004).

Kgij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)

Keterangan:

KGij = Kandungan zat gizi –i dalam bahan makanan –j Bj = Berat makanan –j yang dikonsumsi

(26)

Untuk menentukan Angka Kecukupan Gizi (AKG) sampel digunakan rumus:

AKGI = (Ba/Bs) x AKG

Keterangan:

AKGI = Angka kecukupan gizi sampel Ba = Berat badan aktual sehat (kg) Bs = Berat badan standar (kg)

AKG = Angka kecukupan energi dan protein yang dianjurkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG 2004).

Untuk vitamin dan mineral dihitung langsung dengan menggunakan angka kecukupan tanpa menggunakan AKGl. Selanjutnya tingkat kecukupan energi dan protein diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan menggunakan rumus.

TKG = (K/AKGI) x 100

TKG = Tingkat kecukupan zat gizi K = Konsumsi zat gizi

AKGI = Angka kecukupan gizi sampel

Untuk menentukan kecukupan energi sampel digunakan formula WKNPG tahun 2004 (Hardinsyah dan Tambunan 2004). Formula yang digunakan yaitu. Proses Estimasi AKE Remaja

AKE = (88.5 – 61.9U) + 26.7B (Akf) + 903TB + 25 AKE = Angka kecukupan energi (kkal)

U = Usia (tahun) B = Berat badan (kg)

Akf = Angka Kegiatan Fisik (untuk remaja sangat aktif) laki laki 1.42 dan wanita 1.31

TB = Tinggi badan (cm)

(27)

jarak yang telah ditempuh oleh sampel selama berlari 15 menit tersebut. Hasil perhitungan jarak tersebut kemudian dihitung dengan menggunakan software perhitungan tes Balke (Balke VO2 max calculator). Selain menggunakan software, hasil perhitungan jarak yang telah ditempuh sampel juga dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut.

%VO2 max = [((Jarak total yang ditempuh/15) – 133) x 0.172] + 33.3 Data denyut jantung digunakan untuk mengetahui seberapa sanggup sampel melakukan olahraga dalam rentang target denyut jantung. Sebelum dan sesudah berolahraga denyut jantung sampel dihitung, kemudian dibandingkan dengan data denyut jantung normal untuk individu yang berprofesi sebagai atlet. Uji Statistik yang Digunakan pada penelitian ini antara lain

1. Hubungan antara pengetahuan gizi sampel dengan tingkat kecukupan energi diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson

2. Hubungan antara jenis kelamin sampel dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson

3. Hubungan antara usia sampel dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson

4. Hubungan antara berat badan sampel dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson

5. Hubungan antara tinggi badan sampel dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisi korelasi Pearson

6. Hubungan antara status gizi sampel dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Spearman

7. Hubungan antara komposisi lemak tubuh sampel dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson

8. Hubungan antara tingkat kecukupan zat gizi sampel dengan tingkat kebugaran diuji dengan menggunakan analisis korelasi Pearson

Kelemahan Penelitian

(28)

hasil yang diperoleh menjadi kurang maksimal. Selain itu, pada data hasil tes kebugaran (VO2Max), peneliti tidak dapat melakukan atau memperoleh hasil tes kebugaran yang terbaru karena pada cabang olahraga gulat tidak memiliki pelatih fisik sehingga agak sulit untuk melakukan tes kebugaran kembali. Akhirnya peneliti memutuskan untuk menggunakan hasil tes yang sudah ada sebelumnya. Hal ini membuat hasil yang diperoleh kurang dapat menggambarkan tingkat kebugaran atlet saat ini.

Definisi Operasional

Aktifitas fisik adalah aktifitas yang dilakukan oleh sampel sehari-hari selama masa pendidikan dan pelatihan di SMA Negeri Ragunan Jakarta.

Antropometri adalah metode yang digunakan dalam melakukan penilaian status

gizi secara langsung yaitu tinggi badan, berat badan.

Atlet adalah siswa yang memiliki keahlian di bidang olahraga dan memiliki

prestasi di bidang olahraga.

Bugar adalah kemampuan tubuh untuk melakukan kegiatan sehari-hari tanpa mengalami kelelahan yang berarti baik fisik maupun mental.

Daya tahan tubuh atau endurance adalah kemampuan atlet untuk bertahan menghadapi kelelahan ketika diberikan beban kerja untuk suatu periode waktu tertentu.

Daya tahan kardiorespirasi yaitu kesanggupan jantung, paru-paru dan pembuluh darah untuk berfungsi secara optimal pada keadaan istirahat dan latihan untuk mengambil oksigen dan mendistribusikan ke jaringan yang aktif untuk metabolisme tubuh

Frekuensi makan adalah kebiasaan berapa kali jumlah makan sampel selama masa penelitian.

Kecukupan gizi adalah jumlah masing- masing zat gizi yang sebaiknya dipenuhi

atlet agar hampir semua atlet hidup sehat.

Konsumsi pangan adalah jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan seorang atau sekelompok atlet untuk memenuhi kebutuhan hidup dan melakukan aktifitas fisik berupa energi dan zat gizi (protein, lemak, dan karbohidrat).

Makanan dari luar adalah makanan yang diperoleh sampel dari luar menza, baik dari kantin asrama maupun dari luar asrama.

(29)

Penyelenggaraan makanan adalah suatu sistem terpadu yang prosesnya dimulai dari perencanaan menu sampai penyajian hidangan.

Preferensi sampel adalah sikap dan tingkat kepuasan konsumen terhadap penyelenggaraan makanan di asrama.

Sampel adalah siswa SMA Negeri Ragunan Jakarta pada cabang olahraga voli.

Status gizi adalah keadaan kesehatan tubuh atlet yang diakibatkan oleh konsumsi, absorpsi, dan penggunaan zat gizi yang ditemtukan melalui Indeks Massa Tubuh (IMT) dan dikelompokkan menjadi 5 kategori berdasarkan WHO (2000) : underweight (IMT , 18.5), normal (IMT 18.5-22.9), at risk (IMT = 23-24.9), obesitas I (IMT = 25-29.9), dan obesitas II (IMT > 30).

Tingkat konsumsi energi dan zat gizi adalah persentase perbandingan antara jumlah konsumsi energi dan zat gizi yang diperoleh dari makanan dengan angka kecukupan energi dan zat gizi.

(30)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Sekolah Negeri Atlet Ragunan Jakarta adalah sekolah yang didirikan sebagai tempat pembinaan dan pelatihan berbagai cabang olahraga untuk atlet remaja. Sekolah ini didirikan pada tanggal 15 Januari 1977 dan terletak di Jalan HR Harsono Komplek Gelora Ragunan Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Atlet remaja ini diberikan pembinaan dengan berbagai macam progam pendidikan khusus dengan tujuan agar kelak para atlet remaja ini akan mampu menjadi seorang atlet nasional yang nantinya akan dapat mengharumkan nama Indonesia di pentas dunia seperti ASIAN Games, SEA Games, olimpiade, dan kejuaraan-kejuaraan lainnya.

Sekolah Negeri Atlet Ragunan ini terletak di dalam komplek gelanggang olahraga Ragunan yang cukup luas. Bangunan sekolah terdiri dari 8 kelas dan 6 kamar mandi. Selain itu, sekolah ini dilengkapi dengan asrama baik asrama putra maupun putri, ruang makan yang disebut dengan menza, ruang fitness, dan beberapa sarana penunjang olahraga seperti kolam renang, lapangan basket, volley, senam, tenis lapangan, lapangan sepakbola, panahan, track atau lapangan untuk cabang atletik. Fasilitas lain yang berada dalam komplek gelanggang olahraga Ragunan berupa gedung serbaguna, rumah guru, rumah para pelatih dan Pembina olahraga setiap cabang, poliklinik, masjid, gedung sekolah, aula, kantin, wisma tamu, asrama atlet dari institusi lain, serta perkantoran dan Graha Wisata Pemuda.

(31)

menjadi pertimbangan dan mempunyai nilai yang lebih baik bagi pihak sekolah, pelatih maupun Pembina olahraga.

Siswa Sekolah Atlet Ragunan Jakarta ini terbagi menjadi lima kelompok, yaitu siswa Menpora, PPLP DKI, PB/Pelatda, titipan/Pengda, dan Jaya Raya. Kelompok tersebut dibedakan menurut sumber pembiayaan sekolah dan pelatihan para siswa tiap cabang olahraga. Siswa Menpora dibiayaai oleh pemerintah Negara Republik Indonesia, siswa PPLP DKI dibiayai oleh pemerintah DKI Jakarta, sedangkan siswa PB/Pelatda, titipan/Pengda, dan Jaya Raya dibiayai oleh institusi masing-masing. Biaya yang ditanggung oleh pemerintah maupun institusi meliputi biaya sekolah, biaya asrama, biaya makan dan minum, serta biaya untuk kehidupan sehari-hari atau yang disebut juga dengan uang saku yang diterima setiap bulannya.

Siswa Menpora terdiri dari 13 cabang olahraga yaitu atletik, basket, volley, bulutangkis, sepakbola, renang, loncat indah, tenis meja, senam, panahan, tenis lapangan, taekwondo dan pencak silat. Siswa PPLP DKI terbagi menjadi 9 cabang olahraga yaitu angkat besi, yudo, guat, panahan, atletik, tenis meja, volley, takraw dan pencak silat. Siswa PB/Pelatda merupakan perwakilan dari Pengurus Besar yang ada di Indonesia, seperti PBSI, PSSI, PASI, PB. Squash, PB. Sepatu Roda, PB. Jarum, Bulutangkis di Cendrawasih, Atletik (APBN) Dinas OR DKI dan LAPIS 2 Bulutangkis RAG. Siswa titipan/Pengda yang merupakan perwakilan dari Pengurus Daerah terdiri dari 6 cabang olahraga yudo, tenis meja, basket, sepakbola, balap sepeda dab gulat. Siswa Jaya Raya hanya terdapat cabang olahraga bulutangkis.

Sebagaian besar siswa tinggal di asrama selama menjalani masa pendidikan dan pelatihan. Asrama putra dan putri terpisah sekitar 200-300 meter. Asrama putri terletak di belakang tempat makan bersama (menza), sedangkan asrama putra terletak agak jauh dari menza. Asrama putri memiliki 5 gedung yang tidak bertingkat dan jumlah kamar keseluruhan ada 44 kamar. Asrama putra terdiri dari 2 gedung dengan tingkat tiga dan dengan jumlah kamar keseluruhannya adalah 120 kamar. Pembagian kamar asrama dibagi berdasarkan jenis dari cabang olahraganya. Setiap kamar dihuni oleh 2 siswa.

Karakteristik Sampel

(32)

atlet dalam penelitian. Karakteristik sampel yang diteliti meliputi jenis kelamin, usia atlet, berat badan atlet, serta tinggi badan atlet.

Jenis Kelamin

Atlet yang dijadikan sampel dalam penelitian ini adalah atlet yang terdaftar sebagai siswa di sekolah atlet Ragunan Jakarta. Atlet yang terlibat dalam penelitian ini berasal dari 3 cabang olahraga yang berbeda-beda yaitu atlet cabang olahraga atletik, bulutangkis, dan gulat dengan masing-masing jumlah populasinya sebesar 16 orang dari atlet cabang olahraga atletik, 16 orang dari atlet cabang olahraga bulutangkis dan 9 orang atlet dari cabang olahraga gulat. Sehingga diperoleh total popolasi dari ketiga cabang olahraga tersebut adalah 41 orang. Akan tetapi, beberapa diantara atlet dari ketiga cabang olahraga tersebut tidak bersedia untuk dijadikan sebagai sampel sehingga total sampel pada penelitian ini adalah 33 orang. Siswa-siswa ini adalah calon atlet Indonesia binaan Menpora yang sedang menerima pendidikan dan pembinaan, sampel ditentukan secara purposive sampling dengan kriteria atau persyaratan bahwa sampel merupakan siswa Sekolah Atlet Ragunan Jakarta baik kelas I, II, dan III. Selain itu, sampel tidak mengalami cidera dan tidak mempunyai masalah dengan pihak-pihak tertentu terutama institusi sekolah. Berdasarkan kriteria tersebut diperoleh jumlah sampel sebanyak 33 atlet dari 3 cabang olahraga yang berbeda.

Gambar 2 Sebaran sampel berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui bahwa sebagian besar atlet yang dijadikan sebagai sampel pada penelitian ini adalah berjenis kelamin perempuan dengan persentase sebesar 57.6% (19 orang) dan yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 42.4% (14 orang). Tingginya persentase atlet yang

Laki-Laki Perempuan

42,4

57,6

P

e

rs

e

n

ta

se

(

%

)

(33)

berjenis kelamin perempuan dibandingkan dengan atlet yang berjenis kelamin laki-laki sebenarnya tidak memiliki pengaruh yang nyata dalam program latihan. Hal ini dikarenakan atlet-atlet yang dipilih untuk masuk ke Sekolah Atlet Ragunan ini adalah atlet-atlet yang berprestasi dan yang telah direkomendasikan untuk mengikuti program latihan khusus di sekolah ini.

Usia

Rata-rata atlet yang berasal di sekolah Atlet Ragunan Jakarta memiliki usia yang masih dapat dikatagorikan ke dalam usia remaja. Pada penelitian ini, rata-rata usia sampel yaitu 16.33 ± 1.242 tahun. Berdasarkan usia tersebut dapat diketahui bahwat sampel pada penelitian ini tergolong ke dalam usia remaja (Hardinsyah & Tambunan 2004).

Berat Badan

Pengukuran antropometri yang dilakukan kepada sampel salah satunya adalah pengukuran terhadap berat badan. Pengukuran ini dilakukan secara langsung dengan menggukan timbangan injak digital dengan ketelitian pengukuran 0.1 kg.

Tabel 6 Sebaran sampel menurut berat badan

Berat

Badan (kg) N

Persentase (%)

<50 3 9.09

51-60 20 60.61

61-70 7 21.21

71-80 1 3.03

>80 2 6.06

Total 33 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa rata-rata berat badan tiap sampel adalah bervariasi. Akan tetapi, sebagian besar sampel memiliki berat badan antara 51-60 kg yaitu dengan persentase sebesar 60.61% (20 orang), sedangkan yang memiliki berat badan antara 61-70 kg yaitu ada 7 orang dengan persentase sebesar 21.21%. Selebihnya ada beberapa atlet yang memiliki berat badan kurang dari 50 kg, antara 71-80 kg dan bahkan ada yang memiliki berat badan lebih dari 80 kg yaitu masing-masing sebanyak 3 orang, 2 orang, dan 1 orang dengan persentase 9.09 %, 6.06% dan 3 .03%.

(34)

51-60 Kg dengan persentase sebesar 57.89%. Pada gambar 2 dibawah ini juga terlihat bahwa berat badan sampel laki-laki lebih besar bila dibandingkan dengan sampel yang berjenis kelamin perempuan.

Gambar 3 Sebaran berat badan sampel berdasarkan jenis kelamin

Berdasarkan hasil pengukuran terhadap sampel diketahui bahwa rata-rata berat badan sampel setelah pengukuran yaitu 59.89 ± 11.016 kg. Rata-rata-rata berat badan sampel tersebut sudah memenuhi rata-rata berat badan standar untuk tingkat remaja menurut Widya Karya Pangan dan Gizi (WKNPG) tahun 2004 yaitu 55 kg (Hardinsyah & Tambunan 2004).

Tinggi Badan

[image:34.595.117.485.138.309.2]

Tinggi badan merupakan suatu ukuran antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur (Riyadi 2003). Pengukuran tinggi badan ini dilakukan dengan menggunakan microtouise yang ditempelkan pada dinding. Menurut Arisman (2004) tinggi badan seseorang diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki, posisi kedua tangan merapat ke badan, punggung dan bokong menempel pada dinding, dan dengan pandangan diarahkan lurus ke depan.

Tabel 7 Sebaran sampel menurut tinggi badan

Tinggi Badan (cm)

N Persentase

(%)

<155 1 3.03

156-160 7 21.21

161-165 9 27.27

166-170 11 33.33

171-175 5 15.15

(35)

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat hasil pengukuran terhadap tinggi badan sampel dengan menggunakan microtoice. Hasil tersebut menjelaskan bahwa rata-rata tinggi badan sampel yaitu berada dalam rentang antara 166-170 cm yaitu sebanyak 11 orang dengan persentase 33.33%. Selanjutnya terdapat 9 orang sampel yang memiliki tinggi badan dalam rentang 161-165 cm dengan persentase 27.27%. selanjutnya terdapat 7 orang sampel dengan persentase sebesar 21,21% yang memiliki tinggi badan dalam rentang 156-160 cm dan selebihnya 5 orang (15.15%) sampel yang memiliki tinggi badan dalam rentang 171-175 cm.

Gambar 3 dibawah ini menunjukkan hasil pengukuran terhadap tinggi badan sampel berdasarkan penggolongan jenis kelamin. Terlihat bahwa rata-rata sampel yang berjenis kelamin laki-laki memiliki postur tubuh atau tinggi badan yang lebih tinggi bila dibangdingkan dengan sampel yang berjenis kelamin perempuan. Tinggi badan pada sampel yang berjenis kelamin laki-laki, sebagian besar berada dalam kisaran antara 166-170 cm yaitu dengan persentase sebesar 42.86%. Sedangkan postur tubuh atau tinggi badan sampel yang berjenis kelamin perempuan sebagian besar berada dalam kisaran antara 160-165 cm yaitu dengan persentase sebesar 36.84%.

Gambar 4 Sebaran tinggi badan sampel berdasarkan jenis kelamin

Pengetahuan Gizi

(36)

dibandingkan dengan persentase skor tingkat pengetahuan gizi yaitu rendah jika pengetahuan gizi kurang dari 60% (<60%), tingkat pengetahuan gizi sedang jika skor pengetahuan gizi 60-80%, dan baik jika skor pengetahuan gizi lebih dari 80% (>80%).Berdasarkan hasil pengukuran pengukuran, dapat diketahui pengetahuan gizi sampel sebagai berikut.

Kurang Sedang Baik

36,36

51,52

12,12

P

e

rs

e

n

ta

se

(%

[image:36.595.120.466.183.355.2]

)

Gambar 5 Sebaran tingkat pengetahuan gizi sampel

Gambar 5 diatas menunjukkan hasil pengukuran terhadap tingkat pengetahuan gizi khususnya gizi olahraga sampel. Sebagian besar sampel memiliki tingkat pengetahuan gizi sedang yaitu sebanyak 51.52%. Selain itu, ada juga beberapa sampel yang memiliki tingkat pengetahuan gizi yang masih tergolong kurang dan bahkan ada juga beberapa sampel yang memiliki tingkat pengetahuan gizi yang baik yaitu dengan persentase masing-masing sebesar 36.36% dan 12.12%.

Gambar 6 Sebaran tingkat pengetahuan gizi berdasarkan jenis kelamin

(37)

Sampel yang berjenis kelamin laki-laki rata-rata memiliki tingkat pengetahuan gizi yang masih tergolong kurang yaitu dengan persentase sebesar 64.29%. Sedangkan tingkat pengetahuan gizi sampel yang berjenis kelamin perempuan rata-rata tergolong dalam kategori sedang yaitu dengan persentase sebesar 68.42%. Selain itu, pada gambar diatas juga terlihat bahwa sampel yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak jumlahnya yang memiliki tingkat pengetahuan gizi baik bila dibandingkan dengan sampel yang berjenis kelamin laki-laki yaitu masing-masing dengan persentase sebesar 15.79% dan 7.14%.

Pengetahuan gizi khususnya tentang pengaturan makanan untuk atlet sangat bermanfaat karena memberikan beberapa keuntungan bagi atlet. Keuntungan itu antara lain: 1) memberikan pengetahuan tentang makanan yang dapat mencapai atau mempertahankan kondisi tubuh yang telah diperoleh dalam latihan, 2) memberikan informasi mengenai makanan yang dapat menyediakan energi yang diperlukan untuk melakukan aktivitas fisik dan olahraga, 3) menentukan bentuk makanan dan frekuensi makan yang tepat pada waktu latihan intensif sebelum, selama, dan sesudah pertandingan, 4) menggunakan prinsip gizi dalam menurunkan dan menaikkan berat badan sesuai yang diinginkan, 5) menggunakan prinsip gizi untuk mengembangkan atau membuat rencana diet individu sesuai dengan aturan tubuh, keadaan fisiologi dan metabolismenya serta mempertimbangkan selera serta kebiasaan dan daya cerna atlet (Napu 2005).

Persentase Lemak Tubuh

Olahraga endurance merupakan olahraga yang dilakukan dengan intensitas rendah sampai sedang dan berlangsung dalam waktu yang lama. Lemak merupakan sumber energi yang penting untuk kontraksi otot selama olahraga endurance (Primana 2000). Lemak sangat dibutuhkan untuk cadangan zat gizi tertentu dan mengubahnya dalam bentuk energi. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai penyekat panas, penyerap guncangan, dan berbagai fungsi lainnya. Ini yang menyebabkan lemak juga dibutuhkan tubuh (Macmillan 1995).

Tabel 8 Persentase lemak tubuh berdasarkan jenis kelamin

Jenis kelamin Jumlah (atlet)

Persentase Lemak Tubuh (%)

Laki-laki 14 10.02 ± 4.70

Perempuan 19 18.53 ± 5.68

(38)

sampel. Menurut Wilmore and Costill (1994) pada umumnya kisaran persentase lemak pada laki-laki non atlet adalah sebesar 15-17% sedangkan pada perempuan non atlet adalah sekitar 18-22%. Akan tetapi menurut Macmillan (1995) pada umumnya kisaran persentase lemak tubuh yang terdapat pada laki-laki yang berprofesi sebagai atlet adalah sekitar 5% dari total berat badan. Sedangkan kisaran persentase lemak tubuh pada perempuan yang berprofesi sebagai atlet adalah sekitar 12%. Pada hasil pengukuran menunjukkan bahwa kisaran persentase lemak tubuh pada laki-laki lebih kecil bila dibandingkan dengan perempuan. Rata-rata persentase lemak untuk sampel laki-laki dan perempuan berada diatas karegori normal atau berlebih dari yang dianjurkan menurut Macmillan (1995).

Berdasarkan hasil uji T-Test ( Independent-Sampel T Test) antara variabel persentase lemak tubuh dengan jenis kelamin menunjukkan bahwa p value (Sig.(2-tailed)) < 0.05. Hal tersebut menunjukkan bahwa antara variabel persentase tubuh dengan variabel jenis kelamin memiliki perbedaan yang nyata antara hasil yang diperoleh.

Tabel 9 Persentase lemak tubuh berdasarkan cabang olahraga

Cabang Olahraga Jumlah Persentase Lemak Tubuh (%)

Atletik L = 6 10.5 ± 0.0

P = 7 20.17 ± 5.03

Bulutangkis 12 17.58 ± 6.03

Gulat 8 12.29 ± 2.52

(39)

lemak tubuh (obese) atau berkurangnya berat badan akibat hilangnya jaringan otot akan dapat mempengaruhi performance atlet (Mihardja 2000).

Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan. Penilaian terhadap status gizi seseorang atau sekelompok orang akan menentukan apakah orang atau sekelompok orang tersebut memiliki status gizi yang baik atau tidak (Riyadi 2001). Supariasa et al. (2001) menyatakan status gizi adalah keadaan seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang lama. Beberapa cara untuk mengukur status gizi adalah dengan konsumsi, biokimia/laboratorium, antropometri dan secara klinis. Pengukuran status gizi yang dilakukan yaitu dengan menggunakan metode antropometri. Untuk menentukan status gizi sampel terlebih dahulu ditentukan IMT sampel.Penentuan status gizi sampel dilakukan dengan menggunakan indicator IMT/Umur yang direkomendasikan sebagai indicator penentuan status gizi untuk remaja (Riyadi 2003).Berdasarkan perhitungan status gizi, dapat diketahui status gizi sampel sebagai berikut.

kurus normal at risk gemuk obesitas

0,00

84,85

6,06 3,03 6,06

P

e

rs

e

nt

a

se

(

%

)

Status Gizi

Gambar 7 Sebaran status gizi sampel

(40)
[image:40.595.112.493.119.332.2]

dapat meningkatkan kemampuan serta performa atlet baik saat latihan ataupun saat bertanding (Williams 1983).

Gambar 8 Sebaran status gizi sampel berdasarkan jenis kelamin

Status gizi sampel berdasarkan jenis kelamin ditunjukkan pada gambar 8 diatas. Pada gambar diatas terlihat bahwa baik sampel yang berjenis kelamin laki-laki maupun perempuan sama-sama memiliki status gizi yang tergolong dalam kategori normal yaitu masing-masing dengan persentase sebesar 85.71% dan 84.21%. Selain itu juga terlihat bahwa sampel yang berjenis kelamin laki-laki juga memiliki status gizi yang tergolong dalam kategori gemuk dan obese lebih banyak jumlahnya bila dibandingkan dengan sampel yang berjenis kelamin perempuan. Hal ini disebabkan karena massa otot pada laki-laki lebih besar bila dibandingkan dengan perempuan.

Konsumsi Pangan

Konsumsi pangan adalah jumlah pangan (tunggal atau beragam) yang dimakan seseorang atau kelompok orang dengan tujuan tertentu. Tujuan seseorang mengkonsumsi pangan dalam aspek gizi adalah untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Konsumsi pangan meliputi informasi mengenai jenis pangan dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang (sekeluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu (Hardinsyah & Martianto 1992).

Kebiasaan makan

(41)

makanan yang dimakan, kepercayaan tentang makanan (misalnya pantangan), distribusi makanan diantara anggota keluarga, penerimaan terhadap makanan (misalnya suka atau tidak suka) dan cara pemilihan bahan makanan yang hendak dimakan. Karena itu, kebiasaan makan adalah sesuatu yang dinamis dan dapat berubah. Besar kecilnya perubahan tersebut tergantung pada intensitas dan kekuatan faktor-faktor yang mempengaruhi atau berhubungan d

Gambar

Tabel 7  Sebaran sampel menurut tinggi badan
Gambar 5   Sebaran tingkat pengetahuan gizi sampel
Gambar 8  Sebaran status gizi sampel berdasarkan jenis kelamin
Gambar 9  Sebaran tingkat kecukupan energi sampel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Matlamat program Saijana Pendidikan Teknik dan Vokasional (PTV) di Universiti Tun Hussein Onn Malaysia (UTHM) adalah untuk melahirkan tenaga pengajar profesional dalam bidang

Dengan demikian maka dapat disimpulkan bahwa tingkat pendapatan PMP pasca bekerja di luar negeri yang paling tinggi adalah lebih dari Rp.1.000.000,00 per bulan, dengan

Guru menyapa Peserta didik melalui WAG agar menyiapkan kondisi fisik untuk siap menerima pelajaran yaitu dengan menyiapkan buku pelajaran dan alat tulis,

menghidupkan perekomiannya. Perlu dibangun titik-titik suar karena titik koordinat yang baru. Untuk dimaklumi bahwa kondisi eksisting 3 pulau terluar yang ada di Riau,

STUDI KOMPARASI HASIL BELAJAR AL- QUR'AN HADITS ANTARA SISWA YANG BELAJAR DI TAMAN PENDIDIKAN AL QUR'AN (TPQ) DAN SISWA YANG TIDAK BELAJAR DI TAMAN PENDIDIKAN AL QUR'AN (TPQ) DI

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah terdapat perbedaan bentuk reaksi stres antara mahasiswa dan militer pada peserta Ekspedisi NKRI 2013 Koridor Sulawesi

―Au pair merupakan orang yang tinggal di sebuah keluarga angkat dengan memberikan jasa tertentu, program pertukaran ini ditujukan kepada orang muda dari negara

Menilai Kepuasan Pelanggan Terhadap CIMB Bagi mengkaji aspek tahap kepuasan pelanggan terhadap perkhidmatan yang disediakan oleh CIMB, pengkaji telah mengemukakan beberapa