• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Water Absorbent untuk Meningkatkan Retensi Air Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Water Absorbent untuk Meningkatkan Retensi Air Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.)"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN

WATER ABSORBENT

UNTUK

MENINGKATKAN RETENSI AIR TANAH DAN

PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (

Zea mays L.)

DRAJAT JATNIKA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Water Absorbent untuk Meningkatkan Retensi Air dan Pertumbuhan Tanaman Jagung

(Zea mays L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Drajat Jatnika

(4)

ABSTRAK

DRAJAT JATNIKA. Pemanfaatan Water Absorbent untuk Meningkatkan Retensi Air dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.). Dibimbing oleh DWI PUTRO TEJO BASKORO dan SURIA DARMA TARIGAN.

Ketersediaan air merupakan salah satu permasalahan utama pada sistem pertanian lahan kering terutama bagi tanaman pangan. Tumbuhan memerlukan sumber air yang tetap untuk tumbuh berkembang dan hal ini tidak diperoleh pada pertanian lahan kering yang mengandalkan air hujan. Ketersediaan air yang terbatas terutama pada musim kemarau menyebabkan pertumbuhan dan produksi tanaman menurun. Untuk meningkatkan ketersediaan air, pada penelitian ini digunakan super water absorbent (SWA) pati singkong untuk menahan air dan melepaskannya secara perlahan-lahan. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh pemberian SWA pati singkong terhadap volume air yang ditahan tanah dan pertumbuhan tanaman jagung (Zea mays L.). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian bahan water absorbent cenderung meningkakan jumlah air yang tertahan dalam tanah, namun efeknya tidak terlalu signifikan. Pemberian bahan water absorbent menunjukkan hasil yang signifikan lebih baik terhadap pertumbuhan tanaman pangan dibandingkan dengan kontrol (tanpa water absorbent). Namun pemberian bahan water absorbent tidak dapat mempertahankan pertumbuhan tanaman pangan sampai pada level optimal. Perlakuan yang menahan air paling banyak yaitu perlakuan SWA pati singkong dosis 0.2 g/kg secara disebar dengan interval penyiraman 14 hari sekali. Sedangkan pemberian SWA pati singkong dengan dosis 0.1 g/kg secara dikonsentrasikan dengan interval penyiraman 14 hari sekali berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan lebar daun, namun tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun.

(5)

ABSTRACT

DRAJAT JATNIKA. Utilization of Water Absorbent to Increase Water Retention and Growth of a Corn Plant (Zea mays L.). Supervised by DWI PUTRO TEJO BASKORO and SURIA DARMA TARIGAN.

Water availability is one of principal problem in the system of dry-land farming, especially for food crops. Every plants needs constant water supply to grow, but this is not obtained in dry land farming that rely mainly on rain as a water resource. The lack of water availability in dry season caused decreasing of

plant’s growth and productivity. In order to increase water availability, this research is using super water absorbent (SWA) from cassava’s starch to hold

water and release it slowly. The purposes of this research are analyzing the impact

of cassava’s starch SWA to the volume of water that is retained by soil and growth of corn (zea mays L). The result showed that application of water absorbent tend to increase the ammont of water retained by soil, eventhough the effect was not significant. Application of water absorbent result in significanly better corn growth as compared to control (no water absorbent). Nevertheless the application of water absorbent fail to maintain crop growth at optimum level. The treatment that retained most water is cassava starch SWA with 0.2 g/kg the dosages of spread mix in soil make every 14 days watering. While, application of

cassava’s starch with 0.1 g/kg the dosages of concentrate in soil make every 14 days watering has a significant with the high and leaves’s wide, but not with the number it.

(6)
(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Petanian

pada

Departemen Manajemen Sumberdaya Dan Lahan

PEMANFAATAN

WATER ABSORBENT

UNTUK

MENINGKATKAN RETENSI AIR TANAH DAN

PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (

Zea mays L.)

DRAJAT JATNIKA

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

Judul Skripsi : Pemanfaatan Water Absorbent untuk Meningkatkan Retensi Air Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.)

Nama : DRAJAT JATNIKA NIM : A14080079

Disetujui oleh

Dr. Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc Pembimbing I

Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc

Ketua Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

(10)
(11)

PRAKATA

Puji syukur dan terimakasih kepada ke hadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis diberi kesehatan dalam menyelesaikan penyusunan skripsi. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2012 ini ialah water absorbent, dengan judul Pemanfaatan Water Absorbent untuk Meningkatkan Retensi Air Tanah dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.).

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Ir Dwi Putro Tejo Baskoro, M.Sc. dan Bapak Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc., atas teladan, bimbingan, ide, kritik, saran, kesabaran, motivasi dan ilmu yang diajarkan selama penulis menempuh pendidikan. 2. Dr. Ir. Enni Dwi Wahjunie, M.Si., sebagai penguji atas kritik dan sarannya. 3. Dr. Darmawan Darwis, M.Sc., Apt dan Ibu Tita Puspitasari, M.Si., selaku

dari pihak BATAN (Badan Tenaga Atom dan Nuklir ) yang telah membantu selama kegiatan penelitian.

4. Keluarga tercinta bapak, ibu, dan dede Fahri serta dede Hadi atas perhatian, kasih sayang, kesabaran, motivasi, pengorbanan dan doa yang tidak pernah putus.

5. Yuwan Pratama Baki dan Rosiana Habayahan yang selalu mendukung dan memberi motivasi kepada penulis.

6. Rekan-rekan Ilmu Tanah 45 serta keluarga Panjen untuk kebersamaan dan dukungannya.

7. Staf tata usaha dan laboratorium yang senantiasa membantu penulis dalam menyelesaikan penelitian.

8. Semua pihak yang telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dan bagi ilmu pengetahuan, khususnya bidang Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan.

Bogor, Agustus 2013

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

METODE 6

Waktu dan Tempat 6

Bahan dan Alat 6

Pelaksanaan Penelitian 6

Rancangan Penelitian 6

Persiapan Bahan Tanah 7

Penanaman Jagung 8

Pemberian Bahan Water Absorbent 8

Penyiraman 8

Pemberian Pupuk 9

Pemeliharaan 9

Pengamatan 9

Kemampuan Pori Menahan Air 9

Pertumbuhan Tanaman Jagung 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Jumlah Air yang Tertangkap Tanah Setelah Siram 11

Pertumbuhan Tanaman 13

Tinggi 13

Lebar Daun 18

Jumlah Daun 22

SIMPULAN DAN SARAN 27

Simpulan 27

Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 27

LAMPIRAN 30

(13)

DAFTAR TABEL

1 Hasil analisis tekstur pada tanah yang digunakan 7

2 Kadar air tanah klei berpasir pada pF 2.54 9

3 Tinggi tanaman jagung pada usia 8 MST pada berbagai perlakuan 13 4 Lebar daun tanaman jagung pada usia 8 MST pada berbagai perlakuan 18 5 Rataan jumlah daun tanaman jagung pada usia 8 MST pada berbagai

perlakuan 22

DAFTAR GAMBAR

1 Denah Peletakan Pot di Rumah Kaca 7

2 Cara penanaman benih dan pemberian bahan water absorbent pada pot 8 3 Persentase volume air yang ditahan pori tanah bertekstur klei berpasir 11 4 Proyeksi penurunan kadar akibat evapotranspirasi dari hari ke hari 14 5 Perbandingan tinggi tanaman kontrol dengan nilai tertinggi pada bahan

water absorbent setiap interval penyiraman 15

6 Rataan pertumbuhan tinggi tanaman jagung pada setiap interval

penyiraman 16

7 Rataan pola penempatan SWA terhadap tinggi tanaman jagung 17 8 Rataan dosis SWA terhadap tinggi tanaman jagung 17 9 Perbandingan lebar daun tanaman kontrol dengan nilai tertinggi pada

bahan water absorbent setiap interval penyiraman 19 10 Rataan pertumbuhan lebar daun tanaman jagung pada setiap interval

penyiraman 20

11 Rataan pola penempatan SWA terhadap lebar daun tanaman jagung 21 12 Rataan dosis SWA terhadap lebar daun tanaman jagung 21 13 Perbandingan jumlah daun tanaman kontrol dengan nilai tertinggi pada

bahan water absorbent setiap interval penyiraman 24 14 Rataan pertumbuhan jumlah daun tanaman jagung setiap interval

penyiraman 25

15 Rataan pola penempatan SWA terhadap jumlah daun tanaman jagung 25 16 Rataan dosis SWA terhadap jumlah daun tanaman jagung 26

DAFTAR LAMPIRAN

1 Data pertumbuhan tanaman jagung 30

2 Analisis ragam pengaruh perlakuan (P) dan interval (I) pada taraf α=5%

terhadap tinggi tanaman jagung berumur 8 MST 33

3 Analisis ragam pengaruh perlakuan (P) dan interval (I) pada taraf α=5% terhadap lebar daun tanaman jagung berumur 8 MST 34 4 Analisis ragam pengaruh perlakuan (P) dan interval (I)pada Taraf α=5%

terhadap jumlah daun tanaman jagung berumur 8 MST 34 5 Rekapitulasi sidik ragam pertumbuhan tanaman jagung 34 6 Data % volume air yang ditahan pori tanah bertekstur klei berpasir 35

7 Sifat fisik tanah campuran 35

8 Perhitungan nilai pF tanah campuran 36

(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk yang terus meningkat akan membawa berbagai konsekuensi diantaranya adalah bertambahnya kebutuhan akan air dan bahan pangan. Sementara itu ketersediaan air terbatas dan tersebar secara tidak merata karena faktor curah hujan, letak geografis, serta kondisi geologis yang berbeda. Hal tersebut menyebabkan permasalahan ketersediaan air semakin meningkat. Permasalahan tersebut di Indonesia akhir-akhir ini semakin terasa karena pengaruh pemanasan global yang menyebabkan curah hujan tidak merata, terutama pada sistem pertanian lahan kering yang mengandalkan curah hujan sebagai sumber pemenuhan kebutuhan utamanya.

Pada sistem pertanian lahan kering terutama tanaman pangan semusim di Indonesia umumnya dilakukan pada tanah-tanah marginal yang sebagian besar merupakan lahan kering. Menurut Hidayat dan Mulyani(2002) dalam Mulyani et al (2011), Indonesia memiliki 144 juta ha lahan kering dan 44.20 juta ha lahan basah. Dari luas total daratan tersebut, yang sesuai untuk pertanian sekitar 94.07 juta ha (BBSDLP 2008). Lahan yang sesuai untuk pertanian lahan kering sekitar 86.19 juta ha. Hal ini menunjukkan bahwa potensi pertanian dilahan kering sangatlah besar, tetapi permasalahan ketersediaan air yang masih mengandalkan curah hujan menjadi salah satu faktor yang mengakibatkan rendahnya produksi yang berkaitan erat dengan produktivitas lahan.

Ketersediaan air yang rendah pada masa awal pertumbuhan tanaman dapat mengakibatkan kekeringan dan terjadi cekaman air. Kekeringan merupakan salah satu faktor lingkungan yang besar pengaruhnya terhadap penurunan produksi tanaman. Bahkan kekeringan merupakan penyebab terbesar penurunan produksi pangan dunia dibandingkan dengan faktor lingkungan lain (Boyer 1985).

Tantangan dalam pengembangan tanaman pangan pada lahan kering khususnya tanaman jagung adalah semakin terbatasnya dan ketidakpastian pasokan air karena curah hujan yang tidak menentu. Menurut Subandi (1988) dalam Isnaini (2008), kendala peningkatan produksi jagung terutama karena sebagian besar areal tanaman jagung berada pada lahan kering yang memiliki produktivitas rendah, yaitu 4.04 ton/ha pada tahun 2008 (BPS 2008). Produktivitas yang rendah tidak hanya disebabkan oleh penerapan teknologi produksi jagung yang belum optimum, namun juga keterbatasan air pada lahan kering. Oleh karena itu perbaikan yang harus ditempuh untuk meningkatkan produktivitas lahan kering yaitu dengan memperbaiki sifat retensi air tanahnya.

Masalah kekurangan air tanah dapat berkurang dengan aplikasi menggunakan bahan organik dan penggunaan bahan humat. Menurut Baskoro dan Lestari (2008), pemberian bahan humat dapat meningkatkan kemampuan tanah menyimpan air yang ditunjukkan oleh meningkatnya kadar air kapasitas lapang dan kapasitas air tersedia. Namun penggunaan bahan organik seringkali dihadapkan pada kendala yang mengeluarkan aroma yang tidak sedap.

(15)

2

dapat mengembang dan menyerap air hingga 300 kali lipat dari bobot awalnya serta ramah lingkungan (Darwis dan Puspitasari 2012). SWA pati singkong adalah salah satu bahan yang mampu untuk menyerap air dalam jumlah yang besar dan selanjutnya secara perlahan melepaskannya sehingga ketersediaan air untuk diserap tanaman cukup memadai.

Sampai saat ini, penggunaan SWA pati singkong sebagai bahan penyerap air untuk meningkatkan ketersediaan air bagi pertumbuhan tanaman belum banyak dilakukan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penggunaan SWA pati singkong sebagai bahan penyerap air untuk memperbaiki ketersediaan air dan pertumbuhan tanaman diujikan pada tanah bertekstur klei berpasir dengan tanaman indikator yang digunakan adalah jagung.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk 1) Memperoleh informasi tentang pengaruh pemberian SWA pati singkong dari BATAN dengan dosis yang sesuai, interval penyiraman yang tepat, dan pola penempatan SWA yang sesuai terhadap volume air yang ditahan tanah dan pertumbuhan tanaman jagung (Zea Mays L) 2) Menentukan perbedaan pertumbuhan antara tanaman jagung yang diberi pati singkong produk BATAN dengan SWA merk lain, kompos, dan yang tidak diberikan SWA.

TINJAUAN PUSTAKA

Hubungan Air, Tanah, dan Tanaman

Menurut Tisdale dan Nelson (1975) dalam Tarigan (2002), air didalam tanah berperan bagi kelangsungan proses kimia dan mikrobiologi tanah. Air penting bagi mekanisme pengambilan unsur hara yaitu intersepsi akar, difusi dan aliran massa. Air diserap tanaman melalui akar bersama-sama unsur hara yang terlarut didalamnya, kemudian diangkut ke bagian atas tanaman terutama daun melalui pembuluh xilem. Pembuluh xilem pada akar, batang dan daun merupakan sistem kontinu, berhubungan satu dengan yang lainnya. Untuk dapat diserap tanaman molekul-molekul air harus berada di permukaan akar. Dari permukaan ini air bersama-sama bahan terlarut lainnya diangkut menuju xilem (Lakitan 1993).

Kebutuhan air tanaman adalah kebutuhan air total yang terdiri dari kebutuhan konsumtif dan kehilangan air melalu perkolasi. Dengan diketahuinya kebutuhan air konsumtif maka kebutuhan air bagi pertumbuhan tanaman dapat dipenuhi melalui pengairan. Karena adanya kebutuhan air yang tinggi dan pentingnya air, tumbuhan memerlukan sumber air yang tetap untuk tumbuh dan berkembang. Setiap kali air menjadi terbatas, pertumbuhan berkurang dan biasanya berkurang pula hasil panen tanaman budidaya (Gardner, Pierce dan Mitchell 1991).

(16)

3 Penurunan ini akan mengakibatkan gangguan pada pertumbuhan tanaman, terutama pada jaringan yang sedang tumbuh (Kramer and Boyer 1995). Hal ini biasanya terjadi pada tanah yang kekurangan air, sehingga gradien potensial air di tanah dan akar menurun. Itulah sebabnya tanaman yang tumbuh pada tanah yang kering mengalami hambatan pertumbuhan.

Menurut Hillel (1997), untuk tanaman tumbuh dengan baik, suatu tanaman

harus mencapai suatu “ekonomi air” sehingga kebutuhan air seimbang dengan

suplai air yang tersedia. Masalahnya adalah bawa kebutuhan evaporatif atmosfer hampir kontinu, sedangkan hujan terjadi secara berkala dan tidak teratur. Untuk hidup selama musim kering diantara dua hujan, tanaman harus menggantungkan diri pada sumber air yang terbatas yang terdapat pada pori-pori tanah, dimana pori-pori ini sendiri juga kehilangan air oleh evaporasi langsung dan drainase internal.

Retensi Air

Retensi air tanah adalah keadaan yang memberikan volume air yang tertahan di dalam pori-pori sistem tanah sebagai akibat adanya hubungan antara massa air dengan jarah tanah (adhesi) dan sesama massa tanah (kohesi). Salah satu hal yang mempengaruhi pasokan air pada tanaman adalah kelengasan tanah dan tetapan lengas tanah yaitu kapasitas lapang (Purwowidodo 2002). Menurut Hardjowigeno (2007), kapasitas lapang merupakan keadaan tanah yang cukup lembab yang menunjukkan jumlah air terbanyak yang dapat ditahan oleh tanah terhadap gaya tarik gravitasi (pF 2.7 atau 1/3 Bar).

Menurut Hardjowigeno (2007), kapasitas kandungan air maksimum pada tanah adalah jumlah air maksimal yang dapat ditampung oleh tanah setelah hujan besar turun (tanah jenuh), jika terjadi penambahan air lebih lanjut akan terjadi penurunan air gravitasi yang bergerak terus kebawah (pF 0 atau 0.01 Bar). Air yang tersedia bagi tanaman adalah selisih sejumlah air antara kadar air pada kapasitas lapang dikurangi kadar air pada titik layu permanen (1/3-15 Bar). Kapasitas lapang merupakan jumlah air yang ditahan oleh tanah setelah kelebihan air meresap ke bawah oleh gravitasi. Titik layu permanen adalah kandungan air tanah dimana akar-akar tanaman mulai tidak mampu menyerap air dari tanah, sehingga tanaman menjadi layu (pF 4.2 atau 15 Bar).

Kemampuan tanah menahan air dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah. tanah bertekstur halus menahan air lebih banyak dibandingkan dengan bertekstur liat. Oleh karena itu tanah pasir umumnya lebih mudah kekeringan daripada tanah bertekstur lempung atau liat. Kondisi kekurangan air ataupun kelebihan air dapat mengganggu pertumbuhan tanaman (Hardjowigeno 2007).

Selain itu, ketersediaan air dalam tanah tergantung dari banyaknya curah hujan atau irigasi, kemampuan tanah menahan air, evapotranspirasi, dan tingginya muka air tanah. Air terdapat dalam tanah karena ditahan (diserap) oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air atau karena keadaan drainase kurang baik (Purwowidodo 2002).

(17)

4

adhesi, serta tegangan permukaan. Polaritas menjelaskan bagaimana molekul-molekul air berhubungan satu sama lainnya. Sedangkan ikatan hidrogel berfungsi sebagai titik penghubung antar molekul. Kohesi merupakan cara tertariknya molekul-molekul air satu dengan lainnya, dan adhesi merupakan tertariknya molekul air pada permukaan padatan. Sementara itu tegangan permukaan dapat menjelaskan bagaiman peristiwa kapiler terjadi dalam tanah, yang juga mempengaruhi adhesi air pada permukaan partikel tanah.

Menurut Baver (1961) dalam Wulandari (1989), retensi air tanah dipengaruhi oleh jumlah dan jenis liat, kandungan bahan organik, dan banyaknya ruang pori yang ada diantara partikel-partikel tanah. Kurva yang dapat digunakan untuk menunjukkan banyaknya air yang dapat diretensi oleh tanah dan air tersedia bagi tanaman adalah kurva pF (Soedarmo dan Djojoprawiro 1988).

Cekaman Air bagi Tanaman

Cekaman air akan mengakibatkan rendahnya laju penyerapan air oleh akar tanaman. Ketidakseimbangan antara penyerapan air oleh akar dan kehilangan air akibat transpirasi membuat tanaman menjadi layu (Arifai 2009). Kekurangan suplai air didaerah perakaran banyak dialami oleh tanaman terutama yang ditanam pada lahan-lahan kering di daerah tropis (Hamim 1995).

Cekaman yang terus berlanjut dapat menghambat pertumbuhan tanaman dan menurunkan produksi bergantung pada besarnya cekaman yang dialami dan fase pertumbuhan tanaman pada saat mendapat cekaman kekeringan (Levitt 1980). Pada periode cekaman kekeringan yang panjang akan mempengaruhi seluruh proses metabolisme didalam sel dan mengakibatkkan penurunan produksi tanaman (Bonhert et al 1995).

Menurut Taiz dan Zeiger (2002), ketika tanaman mengalami kekurangan air akibat cekaman kekeringan, maka akan menyebabkan penurunan asimilasi karbon dan pembentukan energi untuk proses fotosintesis. Fotosintat sebagian besar didistribusikan ke akar untuk perkembangan perakaran agar mampu mencapai zona yang lebih lembab. Dalam hal ini distribusi karbohidrat terlarut melebihi kecepatan asimilasi sehingga secara simultan menurunkan pertumbuhan tanaman yang selanjutnya mengakibatkan penurunan produksi (Levitt 1980).

Water Absorbent

Bahan water absorbent merupakan salah satu teknologi yang dapat digunakan dalam efisiensi penggunaan air untuk pertumbuhan tanaman. Bahan

water absorbent berguna untuk menghemat kebutuhan air yang optimum dan mengurangi frekuensi penyiraman dan menambah kemampuan menyimpan air. Berikut beberapa bahan contoh water absorbent diantaranya adalah bahan organik (humat), terracottem, aquasorb, dan SWA (super water absorbent) pati singkong.

(18)

5 dihadapkan pada beberapa kendala yang salah satunya mengeluarkan aroma yang tidak sedap.

Salah satu contoh bahan water absorbent yaitu SWA (Super Water Absorbent) pati singkong yang berbentuk hidrogel. SWA pati singkong ini dapat menyerap air hingga 300 kali lipat dari volume awalnya (Darwis dan Puspitasari 2012), sehingga dapat menyediakan ketersediaan air untuk pertumbuhan tanaman diatasnya, akar tanaman tidak mengalami kesulitan dalam memperoleh air, penggunaan air lebih efesien dan memudahkan pekerjaan dalam penyiangan.

Pati merupakan suatu bahan baku alternatif untuk bahan dasar hidrogel yang berfungsi sebagai absorber. Sebuah campuran pati dan akrilamide mempunyai potensi untuk membentuk biopolimer komponen unik karena dapat memproduksi gel. Hidrogel merupakan polimer superabsorben yang mempunyai sifat mampu menahan pengeluaran air dan mengatur penyerapan. Hidrogel juga bersifat hidrofilik dan memiliki permeabilitas air yang tinggi. Sifat hidrofilik hidrogel dipengaruhi oleh gugus -OH, -COOH, -CONH2, NH2 dan -SO3H. Ikatan utama gugus hidrofilik karena terdiri dari gugus asam karboksilat (-COOH) yang mudah menyerap air sehingga ketika dimasukkan dalam air atau pelarut akan terjadi interaksi antara polimer dengan molekul air. Interaksi yang terjadi adalah hidrasi. Mekanisme hidrasi yang terjadi adalah ion dari zat terlarut dalam polimer seperti COO- dan Na+ akan tertarik dengan molekul polar air (Darwis dan Puspitasari 2012).

Pati singkong mengandung bahan lignoselulosa yang tinggi. Secara kimia lignoselulosa kaya akan selulosa yang dapat diolah menjadi produk-produk yang bernilai ekonomi. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) terutama mengenai bahan penyerap, maka limbah lignoselulosa dapat lebih efisien digunakan dengan modifikasi, salah satunya untuk proses produksi bahan baku pembuatan hidrogel. Metodologi pembuatan bahan water absorbent

(penyerap air) dari pati singkong yaitu dengan cara mencampurkan Cassava starch (pati singkong), air, NaOH dengan asam akrilat dan menambahkan mineral alam yang telah diaktifasi (fisika dan kimia) serta dengan bantuan radiasi sinar gama. (Darwis dan Puspitasari 2012).

Tanaman Jagung

Jagung (Zea may L) adalah tanaman herba monokotil dan tanaman semusim. Tanaman ini termasuk dalam famili Gramineae sub family Panicoidae serta tergolong dalam suku Maydae (Sudarnadi 1996). Thompson dan Kelly (1957) menyatakan bahwa, suhu yang hangat merupakan kondisi terbaik untuk perkembangan jagung manis, namun cukup banyak pertanaman jagung manis yang ditumbuhkan pada daerah yang dingin. Curah hujan optimum yang dibutuhkan oleh jagung adalah 100-125 mm per tahun (Koswara 1983). Perkecambahan benih optimum terjadi pada suhu antara 21 °C sampai 27 °C dan berlangsung sanagat lamban atau gagal berkecambah pada suhu dibawah 10 °C. Setelah berkecambah kisaran suhu yang terbaik adalah 21 °C sampai 30 °C (Rubatzky and Yamaguchi 1995).

(19)

6

cocok untuk tanaman jagung. Keasamaan tanah (pH) yang diinginkan antara 5.5 – 6.8. Tanaman jagung yang ditumbuhkan pada tanah-tanah yang terlalu asam akan memberikan hasil yang rendah (Sutarya and Grubben 1995).

METODE

Waktu Dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juni sampai Desember 2012 yang dilakukan di rumah kaca University Farm Cikabayan, Institut Pertanian Bogor. Mekanis pendahuluan sifat-sifat fisik dilakukan di Laboratorium Tanah, Dept ITSL IPB

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : bibit jagung berjenis Bonanza F1, SWA pati singkong dari BATAN, water absorbent

komersial lain yang sudah ada di pasaran, kompos, air, pupuk daun gandasil, pupuk Urea, TSP dan KCl, serta campuran tanah latosol Cikabayan dan tanah pasir dari material dengan perbandingan 1:1.

Alat-alat yang akan digunakan antara lain : pot, gelas ukur, cangkul, sekop, ember, corong, penggaris atau meteran, semprotan penyiraman, timbangan, karung, ayakan 2 mm, dan mangkuk plastik

Pelaksanaan Penelitian Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan 2 faktor perlakuannya sebagai berikut :

1. Pemberian bahan water absorbent yang terdiri dari 9 taraf, yaitu: a. K = Kontrol

b. C = Kompos 1 g/kg

c. S = SWA komersil 0.1 g/kg

d. D1L1 = SWA pati singkong dosis 0.2 g/kg disebar

e. D1L2 = SWA pati singkong dosis 0.2 g/kg dikonsentrasikan f. D2L1 = SWA pati singkong dosis 0.1 g/kg disebar

g. D2L2 = SWA pati singkong dosis 0.1 g/kg dikonsentrasikan h. D3L1 = SWA pati singkong dosis 0.025 g/kg disebar

i. D3L2 = SWA pati singkong dosis 0.025 g/kg dikonsentrasikan 2. interval penyiraman terdiri dari 3 taraf, yaitu:

a. I1 = penyiraman 0.5 L setiap 3 hari sekali b. I2 = penyiraman 1 L setiap 7 hari sekali c. I3 = penyiraman 2 L setiap 14 hari sekali

(20)

7 Penyusunan pot yang digunakan dilakukan secara acak dengan cara pengundian. Letak pot di rumah kaca disajikan pada Gambar 1 :

PINTU

I3D1L2 II I1D2L1 II I3D2L1 II I1D1L2 I S1I1 I1D2L2 II S1I2

K2I2 I1D3L2 I I2D1L2 II I2D2L1 II C2I1 C2I2 I2D1L2 III

I2D1L2 I I2D2L2 II I2D2L1 I I2D1L1 II I2D3L2 I I3D1L2 I I3D2L2 III

I3D3L2 III I3D1L1 III C1I1 C3I2 C1I2 I1D1L1 I K1I1

I3D3L1 III C2I3 I1D2L1 III K1I2 I1D1L2 III S3I1 S3I2

I2D1L1 I I1D3L1 I I3D1L1 I I1D2L1 I S2I3 I3D1L1 II I3D3L2 II

I3D2L2 II I3D3L1 I I2D3L1 I I3D3L1 II K3I1 C3I3 C1I3

I3D2L1 I I2D2L1 III I3D2L1 III 12D2L2 1 I3D1L2 III I1D2L2 III K2I3

I3D2L2 I I1D1L2 II I2D3L2 III S3I3 I1D2L2 I I2D3L1 III K3I2

K1I3 I2D3L1 II I1D1L1 II K3I3 C3I1 S1I3 U

I1D3L1 III I1D1L1 III I1D3L2 II I2D3L2 II I3D3L2 I I2D1L1 III

I1D3L2 III K2I1 I2D2L2 III S2I1 S2I2 I1D3L1 II

Gambar 1 Denah Peletakan Pot di Rumah Kaca

Persiapan Bahan Tanah

Penelitian dilakukan dengan menggunakan tanah yang mengandung pasir yang cukup tinggi, yang diperoleh melalui pencampuran tanah latosol cikabayan yang bertekstur liat dengan pasir pada rasio 1:1.

Tekstur tanah yang dari hasil pencampuran tersebut adalah klei berpasir dengan hasil analisisnya disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil analisis tekstur pada tanah yang digunakan

Jenis Tanah Pasir (%) Liat (%) Debu (%) Tekstur

Campuran 46.3 49.4 4.3 SandyClay

Latosol 5.6 88.2 6.2 Clay

Pasir 84.5 8.7 6.8 Loamy Sand

(21)

8

Penanaman Jagung

Tanah hasil ayakan dimasukkan ke dalam pot yang bagian bawah potnya diberi saringan agar tanah tidak lolos keluar dan jumlah tanah yang dimasukkan sebanyak 5 kg/pot. Setiap pot diisi sebanyak dua biji benih jagung dan diberikan furadan sebanyak 0.1 g/pot.

Pemberian Bahan Water Absorbent

Pemberian bahan water absorbent pada penelitian ini dengan menggunakan metode kering (tanpa dirandam air terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam tanah). SWA pati singkong dimasukkan ke dalam tanah dengan pola disebarkan pada kedalaman 5 cm dan dipusatkan pada kedalaman 10 cm dari permukaan tanah. Dosis yang diberikan sebesar 0.2 g/kg, 0.1 g/kg, dan 0.025 g/kg. Sedangkan sebagai pembanding, pemberian kompos dan SWA komersil dengan pola dipusatkan dengan kedalaman 10 cm dengan masing-masing dosisnya sebesar 1 g/kg dan 0.1 g/kg. Serta kontrol tidak diberikan SWA maupun kompos sama sekali.

Gambar 2 Cara penanaman benih dan pemberian bahan water absorbent

dikonsentrasikan (gambar kiri) dan disebar (gambar kanan) pada pot.

Penyiramaan

Sebelum penyiraman dilakukan, terlebih dahulu melakukan pengukuran pF 2.54 agar mengetahui kapasitas lapangnya. Berikut data pF 2.54 disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Kadar air tanah klei berpasir pada pF 2.54

(22)

9 Pada Tabel 2 terlihat bahwa rata-rata kadar air tanah bertekstur klei berpasir pada pF 2.54 atau batas kapasitas lapangnya sebesar 38.39%. Untuk mengetahui jumlah volume air yang akan disiram pada tanah tersebut, maka nilai batas kapasitas lapang dikalikan dengan bobot tanah sebesar 5 kg yang dikonversikan ke satuan volume 5 liter, sehingga diperoleh volume air yang harus disiramkan ke dalam pot sebesar 38.39 % x 5 liter = 1.92 liter. Volume air siraman ini dilebihkan menjadi 2 liter agar tanah benar-benar mencapai keadaan kapasitas lapang.

Aplikasi volume air siraman dilakukan dengan membagi total air yang disiramkan berdasarkan interval penyiraman, dimana I3 siramannya 100% dari total volume air siraman dan intesitas waktunya 14 hari sekali; I2 siramannya 50% dari total volume air siraman dan interval waktunya 7 hari sekali; dan I1 siramannya 25% dari total volume air siraman dan interval waktunya 3 hari sekali. Setelah itu beberapa saat setelah penyiraman, air yang keluar ditampung dengan mangkuk plastik.

Pemberian Pupuk

Tanah diberikan pupuk sebagai perlakuan dasar. Pupuk yang diberikan adalah pupuk SP-36 0.1 g/kg, Urea 0.15 g/kg dan KCl 0.075 g/kg. Pemberian pupuk ini dilakukan pada saat tanam dan diberikan kembali pupuk urea dan KCl saat 4 MST dengan dosis yang sama.

Pemeliharaan

Pemeliharaan yang dilakukan meliputi penyulaman, pembubunan, pengendalian gulma, dan pemberian pupuk daun. Penyulaman dilakukan seminggu setelah tanam dan seterusnya, sehingga untuk mengganti tanaman yang mati dengan tanaman sulaman yang sebelumnya telah disediakan pada tanaman pinggir. Pembubunan dilakukan pada saat tanaman mulai terlihat miring. Bila terdapat benih yang tidak tumbuh, penyulaman dilakukan seminggu setelah tanam, dan seterusnya. Pembubunan bertujuan untuk memperkokoh posisi batang sehingga tanaman tidak mudah rebah. Pengendalian gulma ini dilakukan dengan cara mencabut gulma yang terdapat pada setiap pot. Pupuk daun ini diberikan saat terlihat bunga mulai mekar. Pupuk ini dilakukan dengan penyemprotan ke daun secukupnya pada pagi hari., dan jenis pupuk yang diberikan adalah gandasil B.

Pengamatan

Kemampuan Pori Tanah Menahan Air

(23)

10

% air mengisi ruang pori total tanah =

Dimana, volume total pori tanah (cm3, ml) =

Pertumbuhan Tanaman jagung

Pengamatan pertumbuhan tanaman jagung ini dilakukan setiap minggu dengan mengukur dan menghitung 1) tinggi tanaman jagung. Pengukuran dilakukan dengan mengukur dari permukaan tanah hingga daun yang terpanjang dengan arah tegak lurus dari tiap pot. 2) lebar daun jagung. Pengukuran dilakukan dengan mengukur lebar daun yang terlebar sebanyak tiga daun per sampel yang kemudiaan dirata-ratakan. 3) jumlah daun yang dihitung adalah jumlah daun yang terbentuk per sampel yaitu daun yang masih segar, terbentuk sempurna dan tidak termasuk daun yang sudah busuk dan menguning.

Analisis Data

(24)

11

HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah Air yang Tertangkap Tanah Setelah Siram

Jumlah air yang tertangkap oleh tanah pada penelitian ini diukur setelah dilakukan penyiraman dengan cara membagi volume air yang ditahan tanah dengan volume total pori tanah, dimana volume total pori tanah dari hasil perhitungan bobot tanah dibagi dengan bobot isi dan dikalikan dengan porositas total. Berdasarkan sifat fisik tanah pada Tabel Lampiran 10 terlihat bahwa tanah dalam percobaan ini bertekstur klei berpasir dengan porositas totalnya sebesar 52.08% volume dan termasuk ke dalam kelas baik serta mempunyai jumlah pori mikro yang lebih banyak dibandingkan pori makro. Selain jumlah pori tanah, jumlah air yang ditahan dalam tanah juga sangat bergantung kepada besarnya volume siraman dan interval waktu penyiraman. Data pengamatan persentase pori tanah yang terisi air pada tanah bertekstur liat berpasir dicantumkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Persentase volume air yang ditahan pori tanah bertekstur klei berpasir. D1, D2, D3 = SWA pati singkong dosis 0.2 g/kg, 0.1 g/kg, 0.025 g/kg. L1, L2 = SWA pati singkong disebar dan dikonsentrasikan. I1, I2, I3 = volume siram 0.5 liter, 1 liter, 2 liter.

(25)

12

banyak dibandingkan perlakuan yang lainnya. Pada perlakuan ini, volume air yang ditahan oleh tanah sebesar 80.02% dari total pori tanah (Tabel Lampiran 9).

Siraman I1 (3 hari sekali) menunjukkan nilai air yang ditahan pori tanah tekanan gaya gravitasi walaupun volume air yang ditambahkan seperempat siraman I3. Pada Gambar 3 terlihat bahwa perlakuan D3L1 menahan air lebih banyak dibandingkan perlakuan yang lainnya. Pada perlakuan ini, volume air yang ditahan oleh tanah sebesar 22.82% dari total pori tanahnya (Tabel Lampiran 9).

Sedangkan siraman I2 (7 minggu sekali) memiliki nilai air yang ditahan pori yang lebih baik dibandingkan I1 tapi tidak sebaik I3. Pada Gambar 3 terlihat bahwa perlakuan D2L1 menahan air lebih banyak dibandingkan perlakuan yang lainnya. Pada perlakuan ini, volume air yang ditahan oleh tanah sebesar 48.76% dari total pori tanahnya (Tabel Lampiran 9).

Gambar 3 menunjukan bahwa pemberian bahan water absorbent tidak berpengaruh nyata pada tanah klei berpasir. Hal ini disebabkan pada tanah klei berpasir mengandung pori mikro yang lebih banyak dari pada pori makro sehingga air lebih banyak tertahan pada pori mikro dibandingkan pada pori makro dan bahan water absorbent dalam tanah. Selain itu, pemberian bahan water absorbent juga tidak berpengaruh nyata pada kondisi kekurangan air (I3 atau penyiraman 14 hari sekali). Walaupun tidak nyata pada tanah klei berpasir dan pada kondisi kekurangan air (I3 atau penyiraman air 14 hari sekali) pemberian bahan water absorbent cenderung meningkatkan kemampuan tanah menahan air dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan yang menahan air paling banyak yaitu perlakuan SWA pati singkong dosis 0.2 g/kg secara disebar. Dengan kata lain bahan water absorbent ini dapat membantu meningkatkan ketersediaan air pada kondisi tanah mengalami cekaman air.

(26)

13

Pertumbuhan Tanaman Jagung

Tinggi

Pemberian bahan water absorbent umumnya berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman. Hal ini pemberian bahan water absorbent dapat memperbaiki retensi air terutama pada saat kondisi kekeringan yang interval penyiramannya jarang dilakukan. Tanaman yang diberikan bahan water absorbent umumnya lebih tinggi dari pada perlakuan kontrol. Pengaruh tersebut terlihat nyata pada interval penyiraman I3 (14 hari siram) yang mengalami cekaman air.

Hasil analisis ragam pada taraf α=5% (Tabel Lampiran 5) menunjukkan bahwa kombinasi antara perlakuan dengan interval penyiraman pada saat 8 MST berpengaruh sangat nyata terutama pada interval penyiraman I3 dengan pemberian bahan water absorbent. Tanaman jagung pada tanah yang diberi bahan water absorbent jauh lebih tinggi dibandingkan pada kontrol. Pertumbuhan yang cukup baik setelah diberikan perlakuan disebabkan oleh adanya bahan water absorbent

yang berfungsi menahan air sehingga ketersediaan air didalam tanah terpenuhi dan dimanfaatkan untuk pertumbuhan tinggi tanaman jagung. Hasil pengukuran tinggi tanaman jagung disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3 Tinggi tanaman jagung pada usia 8 MST pada berbagai perlakuan.

Perlakuan

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada

taraf α=5% dengan Uji Duncan (DMRT). D1, D2, D3 = SWA pati singkong dosis 0.2 g/kg, 0.1 g/kg, 0.025 g/kg. L1, L2 = SWA pati singkong disebar dan dikonsentrasikan.

Pada Tabel 3 terlihat bahwa tinggi tanaman pada interval penyiraman I1 dengan nilai tertinggi pada perlakuan D1L1 sebesar 106.8 cm. Dibandingkan dengan kontrol (90.0 cm) terdapat selisih tinggi sebesar 16.8 cm. Pada interval penyiraman I1 terlihat bahwa pengaruh pemberian bahan water absorbent tidak nyata karena tanaman tidak mengalami cekaman air.

(27)

14

water absorbent masih tidak nyata karena tidak memberikan pengaruh perbedaan yang signifikan dan tanaman tidak mengalami cekaman air.

Bahan water absorbent dapat dikatakan baik jika mampu mengurangi cekaman air dan meningkatkan kadar air tanah, tetapi pada interval penyiraman I3 dengan perlakuan D2L2 ini yang paling bagus tinggi pertumbuhannya dibandingkan dengan kontrol. Nilai tinggi tanaman pada perlakuan D2L2 sebesar 97.4 cm sedangkan pertumbuhan tinggi pada kontrolnya sebesar 43.5 cm dengan selisih tingginya sebesar 53.9 cm. Dengan demikian pengaruh pemberian bahan absorbant mulai kelihatan sangat nyata karena perlakuan SWA pati singkong dibandingkan dengan kontrol pertumbuhannya jauh lebih tinggi.

Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1995) batang jagung manis yang tumbuh normal mempunyai ketinggian 1.5-2.5 m. Berbeda pada penelitian ini yang tinggi maksimalnya mencapai 117 cm atau 1.17 m. Perbedaan tinggi tanaman yang mencolok ini terjadi karena adanya perbedaan tanggapan tanamanan yang ditanaman dipot dan yang ditanam dilapangan terutama terkait dengan distribusi akar. Di dalam pot, kerapatan akar cukup seragam sedangkan dilapangan kerapatan akar beragam dengan kedalaman. Lebih lanjut, akar yang berada pada lapisan yang berbeda akan mempunyai sifat pengambilan air dan sifat penyaluran air yang berbeda pula. Sebagai contoh, akar pada lapisan yang lebih dalam akan memberikan tahanan yang lebih besar terhadap gerakan air didalam tanaman dibandingkan akar pada lapisan dangkal (Hillel D 1997). Selain itu, frekuensi siraman (irigasi) berpengaruh akan kebutuhan air untuk pertumbuhan tanamam yang merupakan kebutuhan untuk evaporasi dari tempat tumbuhnya tanaman dan kebutuhan air untuk transpirasi bagi tanamannya sendiri. Jumlah kehilangan air melalui evapotranspirasi rumah kaca rata-rata sebesar Eto = 3.33 mm/hari (Harmanto 2011) dan nilai Kc tanaman jagung sebesar 0.7 (Arsyad 2010). Berikut disajikan pada Gambar 4 penurunan kadar air tanah yang dipengaruhi evapotranspirasi.

Gambar 4 Proyeksi penurunan kadar air akibat evapotranspirasi dari hari ke hari Gambar 4 menunjukkan bahwa kadar air tanah menurun secara linier akibat adanya evapotranspirasi. Hal ini terjadi ketika laju evapotranspirasi yang

(28)

15 tinggi, kandungan air tanah dilapisan perakaran berkurang dengan cepat dan tanaman menjadi semakin sulit menyerap air dari tanah. Pada hari ke 6 tanpa siram, kadar air tanah menjadi dibawah titik layu permanen. Pada kondisi ini, secara teoritis tanaman akan mengalami layu permanen (mati). Namun kenyataannya tidak demikian, hal ini disebabkan tanaman sampai batas tertentu mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap cekaman air misalnya dengan menutup stomata sehingga evapotranspirasi aktual lebih kecil dari evapotranspirasi potensial.

(a) (b)

(c)

Gambar 5 Perbandingan tinggi tanaman kontrol dengan nilai tertinggi pada bahan

water absorbent setiap interval penyiraman I1 (gambar a), I2 (gambar b), dan I3 (gambar c).

Pertumbuhan tinggi tanaman interval penyiraman I3 lebih kecil dibandingkan interval penyiraman I1 dan I2. Hal ini dikarenakan interval penyiraman I3 yang lebih lama (2 minggu sekali) sehingga tanah menjadi lebih kering, kadar air awal menjadi menurun, cekaman tinggi dan akhirnya pertumbuhan akan terhambat. Pemberian bahan water absorbent seperti kompos, SWA komersil dan SWA pati singkong dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hal ini bisa dilihat pada Tabel 3 dan Gambar 5 dengan membandingkan kontrol dengan perlakuan yang diberikan bahan water absorbent pada interval

(29)

16

penyiraman I3, akan tetapi perlakuan yang paling responsif terhadap cekaman air yaitu dengan pemberian bahan SWA pati singkong pada perlakuan D2L2. Sedangkan pada interval penyiraman I1 dan I2 pemberian bahan water absorbent

(kompos, SWA komersil dan SWA pati singkong) tidak berbeda jauh dengan pertumbuhan pada kontrol.

Selisih nilai tertinggi tanaman pada kontrol dengan perlakuan terhadap interval penyiraman paling tinggi adalah pada interval penyiraman I3. Dengan interval penyiraman I3 hasilnya akan lebih mengirit biaya, tenaga dan waktu. Sehingga SWA pati singkong masih mampu menahan air sampai 2 minggu.

Gambar 6 Rataan tinggi tanaman jagung pada setiap interval penyiraman

(30)

17

Gambar 7 Rataan pola penempatan SWA terhadap tinggi tanaman jagung Pola penempatan SWA terhadap tinggi tanaman relatifnya sama. Akan tetapi pada pola penempatan dipusatkan memiliki pertumbuhan tinggi tanaman yang lebih tinggi dibandingkan disebar maupun pada kontrol. Hal ini disebabkan SWA yang dipusatkan dapat membantu perakaran dalam menyedikan air.

Gambar 8 Rataan dosis SWA terhadap tinggi tanaman jagung

Pada Gambar 8 menunjukkan grafik setiap dosis SWA pati singkong yang diberikan hingga berumur 3 MST pertumbuhannya hampir sama, akan tetapi saat berumur 8 MST dosis D1 pertumbuhannya tidak sesignifikan dibandingkan dengan dosis D2 dan D3. Pada pemberian dosis SWA sebesar 0.1 g/kg pada perlakuan D2 cenderung pertumbuhan tingginya lebih cepat dibandingkan dengan dosis yang lainnya. Hal ini bisa dilihat pada hasil rata-rata perlakuan dengan dosis 0.1 g/kg pertumbuhan tingginya stabil terhadap interval penyiraman. Sehingga dosis sebesar 0.1 g/kg dapat toleran terhadap interval penyirama I1, I2 dan I3.

(31)

18

Perlakuan kombinasi pada umur 8 MST antara dosis SWA pati singkong, interval penyiraman dan pola penempatan SWA mampu meningkatkan tinggi pertumbuhan tanaman jagung. Dari hasil ini menunjukkan bahwa pemberian SWA pati singkong mampu menggantikan kompos sebagai bahan penyerap air diikuti dengan interval pemberian air yang tepat, dosis yang sesuai serta pola penempatan yang dapat dijangkau dengan akar, tetapi harus diimbangi juga dengan pemupukkan yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman jagung. Hal ini disebabkan SWA pati singkong tidak mengandung unsur hara makro seperti N, P dan K yang dibutuhkan tanaman.

Lebar Daun

Pemberian bahan water absorbent umumnya berpengaruh nyata terhadap lebar daun tanaman. Hal ini pemberian bahan water absorbent dapat memperbaiki retensi air terutama pada saat kondisi kekeringan yang interval penyiramannya jarang. Tanaman yang diberikan bahan water absorbent umumnya lebih lebar daunnya dari pada perlakuan kontrol. Pengaruh tersebut terlihat nyata pada interval penyiraman I3 (14 hari siram) yang mengalami cekaman air. Hasil pengamatan pertumbuhan lebar daun tanaman jagung disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Lebar daun tanaman jagung pada usia 8 MST pada berbagai perlakuan

Perlakuan

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada

taraf α=5% dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT), (-) = sampai.

Hasil analisis ragam pada taraf α=5% (Tabel Lampiran 6) menunjukkan bahwa kombinasi antara perlakuan dengan interval penyiraman pada saat 8 MST berpengaruh nyata terutama pada interval penyiraman I3 dengan pemberian bahan

(32)

19 Pada interval penyiraman I1 dan I2 terlihat bahwa pemberian bahan water absorbent tidak berpengaruh nyata terhadap lebar daun dengan nilai tertinggi masing-masing, yaitu 5.5 cm (D1L1) dan 5.9 cm (D1L2), nilai ini tidak jauh berbeda terhadap lebar daun pada perlakuan kontrol, yaitu 3.9 cm dan 5.2 cm. Sedangkan pada interval penyiraman I3 terlihat bahwa pemberian bahan water absorbent berpengaruh nyata terhadap lebar daun dengan nilai tertinggi 3.7 cm (D2L2), nilai ini jauh diatas lebar daun pada perlakuan kontrol sebesar 1.5 cm.

Dengan demikian, selisih nilai terbesar luas daun jagung pada kontrol dengan perlakuan terhadap interval penyiraman paling besar adalah pada interval penyiraman I3. Dengan interval penyiraman I3 hasilnya akan lebih mengirit biaya, tenaga dan waktu. Sehingga SWA pati singkong masih mampu menahan air sampai 2 minggu.

Menurut Aken dan Burchard (1962) lebar daun jagung bisa mencapai lebih dari 15 cm. Sedangkan menurut data penelitian lebar jagung tertinggi yang didapat sebesar 5.9 cm. Hal ini jauh lebih rendah dikarenakan media pot yang digunakan terlalu kecil, sehingga perkembangan akar tidak maksimal dan mengakibatkan pertumbuhan terhambat serta lebar daun yang tidak terlalu besar.

(a) (b)

(c)

Gambar 9 Perbandingan lebar daun tanaman kontrol dengan nilai tertinggi pada bahan water absorbent setiap interval penyiraman I1 (gambar a), I2 (gambar b), dan I3 (gambar c).

(33)

20

dikarenakan interval penyiraman I3 yang lebih lama (2 minggu sekali) sehingga tanah menjadi lebih kering, kadar air awal menjadi menurun, cekaman tinggi dan akhirnya pertumbuhan akan terhambat. Pemberian bahan water absorbent seperti kompos, SWA komersil dan SWA pati singkong dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hal ini bisa dilihat pada Tabel 3 dengan membandingkan kontrol dengan perlakuan yang diberikan bahan water absorbent pada interval penyiraman I3, akan tetapi perlakuan yang paling responsif terhadap cekaman air yaitu dengan pemberian bahan SWA pati singkong pada perlakuan D2L2. Sedangkan pada interval penyiraman I1 dan I2 pemberian bahan water absorbent

(kompos, SWA komersil dan SWA pati singkong) tidak berbeda jauh dengan pertumbuhan pada kontrol. Dengan demikian pemberian SWA pada percobaan ini dapat meningkatkan lebar daun tanaman jagung dari kontrolnya.

Gambar 10 Rataan lebar daun tanaman jagung terhadap setiap interval penyiraman

Pada Gambar 10, interval penyiraman I2 merupakan pertumbuhan lebar daunnya yang paling besar dibandingkan interval penyiraman I1 dan I3. Hal ini disebabkan karena air yang tersedia cukup bagi pertumbuhan tanaman walaupun disiram selama seminggu sekali. Tersedianya air yang cukup sangat penting bagi kehidupan tanaman, pertumbuhan dan hasilnya. Selain itu dengan tersedianya air yang cukup dan tidak berlebihan didalam tanah maka turgiditas sel sel daun akan semakin meningkat dan berakibat pada perluasan serta pemanjangan daun.

(34)

21

Gambar 11 Rataan pola penempatan SWA terhadap lebar daun tanaman jagung Berdasarkan Gambar 11, pola penempatan SWA yang dipusatkan cenderung lebar daunnya luas dibandingkan dengan yang disebar maupun kontrol. Hal ini disebabkan karena SWA yang dipusatkan dapat membantu perakaran dalam menyedikan air. Sedangkan pada kontrol, pertumbuhannya lebih lambat dibandingkan yang diberi SWA, hal ini disebabkan karena tanah tersebut tidak dapat menyediakan ketersedian air bagi akar untuk pertumbuhannya.

Gambar 12 Rataan dosis SWA terhadap lebar daun tanaman jagung Pada Gambar 12, dosis SWA yang terbaik terhadap lebar daun tanaman jagung pada D2 yaitu sebesar 0.1 g/kg. Walaupun dosis SWA yang diberikan lebih kecil dibanding D1, namun pada keadaan ini air yang diberikan mampu diserap oleh SWA dan menyediakan kebutuhan air yang diperlukan oleh tanaman jagung. Dengan tersedianya air yang cukup maka kadar air dalam daun tanaman akan meningkat akibatnya daun akan semakin lebar dan semakin panjang.

(35)

22

meningkatkatkan lebar daun tanaman jagung dalam pertumbuhannya. Dengan pemberian dosis yang suseuai, interval penyiraman yang tepat serta pola penempatan yang dapat dijaungkau oleh akar akan mampu menggantikan kompos sebagai bahan penyerap air, tetapi harus diimbangi dengan pemupukkan yang sesuai bagi pertumbuhan tanaman jagung.

Jumlah Daun

Pemberian bahan water absorbent umumnya tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun. Akan tetapi pada perlakuan pemberian bahan water absorbent cenderung lebih banyak jumlah daun tanaman dibandingkan pada perlakuan kontrol. Dengan kata lain pemberian bahan water absorbent dapat memperbaiki retensi air terutama pada saat kondisi kekeringan yang interval penyiramannya jarang. Tanaman yang diberikan bahan water absorbent umumnya lebih banyak jumlah daunnya dari pada perlakuan kontrol. Pengaruh tersebut terlihat nyata pada interval penyiraman I3 (14 hari siram) yang mengalami cekaman air.

Hasil analisis ragam pada taraf α=5% (Tabel Lampiran 7) menunjukkan bahwa kombinasi antara perlakuan dengan interval penyiraman pada saat 8 MST memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap jumlah daun jagung (Tabel 5). Pertumbuhan jumlah daun interval penyiraman I3 walaupun tidak sebaik interval penyiraman I1 dan I2, tetapi interval penyiraman I3 masih mampu terhadap kondisi kekeringan. Berikut disajikan tabel pengukuran lebar daun tanaman jagung. Hasil pengamatan pertumbuhan jumlah daun disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Rataan jumlah daun tanaman jagung pada usia 8 MST pada berbagai

perlakuan.

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda pada

taraf α=5% dengan Uji Wilayah Berganda Duncan (DMRT).

(36)

23 jumlah daun jagung pada perlakuan D1L2 dengan kontrol sebesar 1. Pada interval penyiraman I2 terlihat bahwa pengaruh pemberian bahan water absorbent tidak nyata karena tananaman tidak mengalami cekaman air.

Pada interval penyiraman I1 jumlah daun terbanyak pada saat tanaman berumur 8 MST dengan nilai terbanyak jumlah daun jagung pada perlakuan D1L1 sebesar 6.3 sedangkan pertumbuhan jumlah daun jagung pada kontrolnya sebesar 4.7, sehingga selisih jumlah daun jagung pada perlakuan D1L1 dengan kontrol sebesar 1.6. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian bahan water absorbent masih tidak terlalu nyata karena tidak memberikan pengaruh perbedaan yang signifikan dan tanaman tidak mengalami cekaman air.

Sedangkan pada interval penyiraman I3 penyiraman saat berumur 8 MST dengan perlakuan D2L2 dengan nilai jumlah daun jagung sebesar 5.3 sedangkan pertumbuhan jumlah daun pada kontrolnya sebesar 3.7, sehingga selisih jumlah daun perlakuan D2L2 dengan kontrol sebesar 1.6. Dengan demikian pengaruh pemberian bahan water absorbent tidak berpengaruh nyata, akan tetapi interval penyiraman I3 masih mampu terhadap kondisi kekeringan dibandingkan interval penyiraman I1 dan I2.

Dengan demikian, selisih nilai terbanyak jumlah daun jagung pada kontrol dengan perlakuan terhadap interval penyiraman paling besar adalah pada interval penyiraman I3. Dengan interval penyiraman I3 hasilnya akan lebih mengirit biaya, tenaga dan waktu. Sehingga SWA pati singkong masih mampu menahan air sampai 2 minggu.

(37)

24

(a) (b)

(c)

Gambar 13 Perbandingan jumlah daun tanaman kontrol dengan nilai tertinggi pada bahan water absorbent setiap interval penyiraman I1 (gambar a), I2 (gambar b), dan I3 (gambar c).

Pertumbuhan jumlah daun interval penyiraman I1 dan I2 lebih besar dibandingkan interval penyiraman I3. Hal ini dikarenakan interval penyiraman I3 yang lebih lama (2 minggu sekali) sehingga tanah menjadi lebih kering, kadar air awal menjadi menurun, cekaman tinggi dan akhirnya pertumbuhan akan terhambat. Pemberian bahan water absorbent seperti kompos, SWA komersil dan SWA pati singkong dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman. Hal ini bisa dilihat pada gambar 13 dengan membandingkan kontrol dengan perlakuan yang diberikan bahan water absorbent pada interval penyiraman I3, akan tetapi perlakuan yang paling responsif terhadap cekaman air yaitu dengan pemberian bahan SWA pati singkong pada perlakuan D2L2. Sedangkan pada interval penyiraman I1 dan I2 pemberian bahan water absorbent (kompos, SWA komersil dan SWA pati singkong) tidak berbeda jauh dengan pertumbuhan pada kontrol.

(38)

25

Gambar 14 Rataan jumlah daun tanaman jagung terhadap setiap interval penyiraman

Pada Gambar 14, interval penyiraman I2 merupakan rataan tertinggi jumlah daunnya dibandingkan dengan interval penyiraman I1 dan I3. Pada interval penyiraman I1 terjadi pencucian unsur hara yang diakibatkan seringnya penyiraman dilakukan yaitu tiga hari sekali dan pada interval penyiraman I3 terjadi kemampuan pori tanah menahan air semakin banyak dan terjadi kekeringan pada seminggu setelah penyiraman yang berakibat terjadinya cekaman air. Stres air atau kekeringan pada tanaman dapat disebabkan oleh kekurangan suplai air di daerah perakaran dan penguapan yang berlebih oleh daun, dimana laju evaporasi melebihi laju absorbsi air oleh akar tanaman (Harjadi dan Yahya 1988). Sebaliknya pada keaadaan pori tanah yang selalu terisi air, penyerapan air dibatasi oleh sedikitnya ketersediaan oksigen dalam tanah, sehingga menghambat aktivitas akar tanaman untuk pertumbuhan.

(39)

26

Dilihat pada Gambar 15, pola penempatan SWA yang dipusatkan mampu menyediakan ketersediaan air yang lebih baik untuk pertumbuhan tanaman dibandingkan dengan pola penempatan yang disebarkan. Hal ini dikarenakan SWA yang dipusatkan berdekatan dengan akar tanaman, sehingga akar tanaman dengan mudah mengambil air yang diikat dan dilepas oleh SWA untuk pertumbuhannya.

Gambar 16 Rataan dosis SWA terhadap jumlah daun tanaman jagung Berdasarkan Gambar 16, pemberian dosis SWA cenderung dapat meningkatkan jumlah daun pada tanaman jagung dibandingkan dengan kontrol. Pada dosis SWA 0.1 g/kg memiliki jumlah daun yang banyak dibandingkan dengan kontrol, dosis SWA 0.2 g/kg serta 0.0.25 g/kg. Walaupun dosis SWA D2 yang diberikan lebih kecil dengan dosis D1, namun pada keaadaan ini air yang diberikan mampu diserap dan menyediakan kebutuhan air yang diperlukan oleh tanaman jagung. Dengan tersedianya air yang cukup maka kadar air didalam daun tanaman akan meningkat akibatnya daun akan semakin lebar atau semakin panjang.

Perlakuan kombinasi pada umur 8 MST antara dosis SWA pati singkong, interval penyiraman dan pola penempatan SWA mampu meningkatkan jumlah daun tanaman dibandingkan dengan kontrol, SWA merk lain serta kompos. Pada dosis yang sesuai, interval penyiramanan yang tepat serta pola penempatan yang gapat dijangkau dengan akar mampu menggantikan kompos sebagai penyerap air, namun hal ini harus diimbangi dengan pemupukan yang suseuai terhadap tanaman jagung karena kandungan di dalam SWA pati singkong ini tidak mampu menyediakan unsur hara maktro seperti N, P dan K yang dibutuhkan tanaman.

(40)

27

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pemberian bahan water absorbent dapat membantu meningkatkan ketersediaan air pada saat kondisi tanah mengalami cekaman air (kekeringan) yang interval penyiramannya jarang dilakukan. Pengaruh bahan water absorbent

umumnya tidak berpengaruh nyata pada kondisi kekurangan air, akan tetapi pemberian bahan water absorbent cenderung meningkatkan kemampuan tanah menahan air lebih banyak dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan yang menahan air paling banyak yaitu perlakuan SWA pati singkong dosis 0.2 g/kg secara disebar dengan interval penyiraman 14 hari sekali.

Pada kondisi kekurangan air (interval siram 14 hari sekali), pemberian bahan water absorbent pada pertumbuhan jagung jauh lebih baik dibandingkan kontrol (tanpa bahan absorbent). Namun pemberian bahan water absorbent belum mampu mempertahankan pertumbuhan tanaman sampai pada level optimal jika terjadi cekaman air.

Saran

Dari hasil penelitian ini penulis menyarankan untuk dilakukan penelitian lanjutan pada tanah yang mengandung pasir tinggi (tanah bertekstur pasir dengan retensi air yang rendah) serta mencoba mengaplikasikannya dengan metode basah (direndam air terdahulu sebelum dimasukkan ke dalam tanah) dan media tanam atau pot yang digunakan volumenya lebih besar bahkan dilakukan lebih lanjut di lapangan hingga produksi.

DAFTAR PUSTAKA

Aken JV, Burchard CH. 1962. Maize Production and the Manuring of Maize.

Centre d’Etude de l’azote. Geneva. 315 p.

Hermanto H. 2011. Kebutuhan Air Tanaman Padi. (internet)

[eprints.undip.ac.id/34353/7/2188_CHAPTER_IV.pdf] (19 Agustus 2013). Arifai M. 2009. Respon Anatomi Daun dan Parameter Fotosintesis Tumbuhan

Padi Gogo, Caisim, Echinochloa crussgalli. L.,dan Bayam Pada Berbagai Cekaman Kekeringan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Pr.

Baskoro DPT, DY Lestari. 2008. Pengaruh Pemberian Bahan Humat Terhadap Kemampuan Retensi Air dan Difusivitas Tanah. J Tanah Lingk. 1(1):18-22.doi:1979-0961.

[BBSDLP] Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. 2008. Potensi dan Ketersediaan Sumber Daya Lahan untuk Perluasan Areal Pertanian. Bogor (ID): BBSDLP.

(41)

28

Boyer JS. 1985. Water Transport. Annu Rev Plant Physiol. 36:473-516.

[BPT] Balai Penelitian Tanah. 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya. Bogor (ID): BPT.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2008. Land Utilization by Provinces in Indonesia. Jakarta (ID): Biro Pusat Statistik.

Ciptadi W et all. 1983. Telaah kualitas dan kuantitas limbah industri Tapioka di Bogor dan sekitarnya, serta pembuatan suatu model cara pengendaliannya.

Bogor (ID): Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Darwis D, Puspitasari T. 2012. Super Water Absorbent (SWA) Cassava Starch-Co-Acrylate Sebagai Bahan Pembenah Tanah (Soil Conditioner). Jakarta (ID). Badan Tenaga Nuklir Nasional, siap terbit.

Hamim. 1995. Toleransi Kedelai Terhadap Cekaman Kekeringan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Hardjadi SS, S Yahya. 1988. Fisiologi Stress Lingkungan. PAU-IPB, Bogor (ID). Hal. 136-176.

Hardjowigeno S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta (ID). Akademika Pressindo.

Hillel D. 1997. Pengantar Fisika Tanah. Susanto RH, Purnomo RH, penerjemah. Indralaya (ID): Mitra Gama Widya. Terjemahan dari: Introduction to Soil Physics.

Isnaini M. 2008. Pendugaan Nilai Daya Gabung dan Heterosis Jagung Hibrida Toleran Cekaman Kekeringan [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Koswara J. 1983. Budidaya Tanaman Palawija: Jagung. Jurusan Budidaya

Pertanian Faperta IPB. Bogor. 50 hal.

Kramer PJ, Boyer JS. 1995. Water Relations of Plants and Soil. London.

[LPT] Lembaga Penelitian Tanah. 1980. Penuntun Analisis Fisika Tanah. Bogor (ID): LPT.

Mulyani A, Ritung S, Irsal Las. 2011. Potensi Ketersediaan Sumber Daya Lahan Untuk Mendukung Ketahanan Pangan. Jurnal Litbang Pertanian. 30(2):75. Purwowidodo. 2002. Mengenal Tanah. Bogor (ID): Laboratorium Pengaruh

Hutan Jurusan Manajemen Fakultas Kehutan Institut Pertanian Bogor.

Rubatzky VE, M Yamaguchi. 1995. Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi, dan Gizi.

Penerbit ITB. Bandung (ID).

Sapei A, Soon ATK. 2008. Faktor penyesuai untuk penentu kebutuhan air tanaman tomat yang ditanam secara hidroponik di green house. Prosiding Pekan Serelia Nasional Teknik Pertanian [Internet]. [Yogyakarta, 18-19 November 2008]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hlm 1-9; [diunduh 2013 juli 4].

Soedarmo HDH, P Djojoprawiro. 1988. Fisika Tanah Dasar. Bogor (ID): Bagian Konservasi Tanah dan Air Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

Soepardi G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor (ID): Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.

(42)

29 Sutarya R, Grubben, 1995. Pedoman Bertanam Sayuran Dataran Rendah. UGM

Press. Yogyakarta (ID).

Taiz L, Zeiger E. 2002. Plant Physiology. Sunderland: Sinauer Associates.

Tarigan WY. 2002. Pengaruh Tingkat Pemberian Alcosorb-400 dan Interval PenyiramanAir Serta Jumlah Air Siraman Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kubis (Brassica oleraceae var.capitata L.f.alba DC)[tesis]. Medan (ID). Universitas Sumatera Utara.

Thompos HC, Kelly WC. 1957. Vegetable Crops. McGraw-Hill Book Company, Inc. New York. 611 p.

Wulandari SD. 1989. Pengaruh Pemberian Emulsi Bitumen, Kotoran Sapi, dan Abu Batu Bara Terhadap Perubahan Porositas Tanah, Retensi Air Tanah, Serta Pertumbuhan Tanaman Jagung Hibrida (Zea mays L.) Varietas IPB4

(43)

30

Lampiran

Tabel 1 Data pertumbuhan tanaman jagung

Dosis tinggi lebar daun jumlah daun tinggi lebar daun jumlah daun

1 MST 2 MST

I2 D1 L1 5,00 0,73 1,67 25,47 1,18 2,67

I2 D1 L2 9,13 0,97 2,33 40,70 1,72 4,00

I2 D2 L1 9,10 1,40 3,00 38,07 1,88 4,00

I2 D2 L2 6,43 0,80 1,67 31,83 1,58 3,67

I2 D3 L1 1,27 0,23 0,67 11,47 0,43 1,33

I2 D3 L2 6,40 0,93 1,67 24,60 1,37 2,67

I1 D1 L1 3,03 0,43 1,00 11,07 0,65 1,33

I1 D1 L2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

I1 D2 L1 3,97 0,53 1,67 15,53 0,73 1,67

I1 D2 L2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

I1 D3 L1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

I1 D3 L2 6,47 0,87 2,67 24,90 1,08 2,33

I3 D1 L1 1,97 0,30 0,67 6,67 0,40 1,00

I3 D1 L2 6,63 0,93 2,67 27,90 1,20 4,00

I3 D2 L1 5,23 0,67 2,00 18,67 0,95 2,67

I3 D2 L2 4,00 0,43 0,67 29,53 1,40 3,33

I3 D3 L1 5,10 0,40 1,00 29,57 1,42 3,33

I3 D3 L2 2,40 0,33 0,67 18,03 0,83 2,00

K1 I2 4,00 0,67 1,33 24,23 0,97 2,67

K1 I1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

K113 0,50 0,00 0,00 6,87 0,30 1,00

S1 I2 5,37 0,63 1,67 24,47 1,07 2,67

S1 I1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

S1 I3 1,23 0,20 0,33 8,60 0,43 1,33

C1 I2 5,80 0,93 2,00 27,47 1,60 2,00

C1 I1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00

(44)

31 Tabel 2 Data pertumbuhan tanaman jagung

Dosis tinggi lebar daun jumlah daun tinggi lebar daun jumlah daun

3 MST 4 MST

I2 D1 L1 39,80 1,68 3,00 51,80 2,32 3,33

I2 D1 L2 65,03 2,80 4,33 82,90 3,49 5,33

I2 D2 L1 56,93 2,59 4,00 70,80 3,12 3,67

I2 D2 L2 47,83 2,05 4,00 66,20 2,83 5,00

I2 D3 L1 30,18 1,83 2,67 54,40 2,20 4,00

I2 D3 L2 40,05 1,72 2,67 53,13 2,79 3,67

I1 D1 L1 29,25 1,85 2,67 56,30 2,66 4,33

I1 D1 L2 0,42 0,00 0,00 5,12 0,61 0,67

I1 D2 L1 23,80 1,56 2,00 42,32 1,88 3,33

I1 D2 L2 9,13 1,01 1,33 27,93 1,14 2,67

I1 D3 L1 5,02 0,90 1,00 25,23 1,23 3,00

I1 D3 L2 41,43 2,05 3,67 56,70 2,49 4,67

I3 D1 L1 15,05 0,60 1,67 20,47 0,72 1,00

I3 D1 L2 46,73 1,84 4,33 55,17 2,29 2,67

I3 D2 L1 35,07 1,79 3,33 47,33 2,04 2,67

I3 D2 L2 41,63 1,93 3,33 55,90 2,19 3,00

I3 D3 L1 47,60 1,99 4,33 53,50 2,25 2,33

I3 D3 L2 33,93 1,36 3,00 41,80 1,55 2,00

K1 I2 41,23 2,11 3,33 64,77 2,69 4,33

K1 I1 4,20 0,37 0,67 20,67 0,69 2,00

K1 13 12,10 0,48 1,33 15,83 0,66 1,00

S1 I2 41,90 1,82 3,67 70,03 2,87 5,00

S1 I1 11,58 1,46 2,00 38,97 1,66 3,67

S1 I3 14,17 0,62 1,33 17,63 0,69 1,00

C1 I2 55,15 2,29 4,33 75,47 3,24 5,33

C1 I1 7,98 0,97 1,33 27,00 1,10 2,00

(45)

32

Tabel 3 Data pertumbuhan tanaman jagung

Dosis tinggi lebar daun jumlah daun tinggi lebar daun jumlah daun

5 MST 6 MST

I2 D1 L1 57,37 2,53 3,67 92,93 3,96 5,33

I2 D1 L2 91,40 4,07 5,33 102,07 4,95 6,33

I2 D2 L1 79,60 3,69 5,00 90,30 4,32 6,00

I2 D2 L2 76,83 3,45 5,33 92,17 4,19 6,00

I2 D3 L1 68,97 2,95 4,00 83,37 3,68 4,33

I2 D3 L2 66,20 3,25 4,33 79,63 3,63 4,67

I1 D1 L1 73,87 3,33 4,67 94,83 4,03 5,67

I1 D1 L2 15,80 0,70 2,00 23,47 0,86 2,33

I1 D2 L1 57,30 2,28 3,67 75,57 3,28 4,33

I1 D2 L2 40,70 1,68 3,00 83,37 3,12 5,33

I1 D3 L1 46,33 2,06 4,00 70,97 2,95 4,67

I1 D3 L2 71,43 2,95 4,33 91,87 3,63 5,33

I3 D1 L1 23,27 0,96 1,33 26,27 1,19 1,67

I3 D1 L2 67,57 2,65 3,67 77,60 3,04 4,00

I3 D2 L1 54,47 2,35 3,67 67,40 2,40 3,67

I3 D2 L2 64,40 2,53 4,00 80,67 2,93 5,00

I3 D3 L1 62,10 2,61 3,33 70,50 2,65 3,67

I3 D3 L2 47,10 1,72 2,67 78,90 2,77 4,67

K1 I2 77,80 3,39 4,67 92,70 4,15 5,00

K1 I1 32,87 1,18 2,67 68,77 2,56 5,00

K1 13 19,93 0,80 1,00 25,17 0,99 1,33

S1 I2 87,80 3,72 5,00 105,13 4,55 5,33

S1 I1 65,80 2,69 4,67 86,63 3,57 5,67

S1 I3 21,07 0,76 1,00 24,00 0,85 1,33

C1 I2 85,90 3,73 5,33 100,67 4,28 5,67

C1 I1 48,37 2,12 3,67 69,73 2,97 5,00

(46)

33 Tabel 4 Data pertumbuhan tanaman jagung

Dosis tinggi lebar daun jumlah daun tinggi lebar daun jumlah daun

7 MST 8 MST

Tabel 5 Analisis ragam pengaruh perlakuan (P) dan interval (I) pada taraf α=5% terhadap tinggi tanaman jagung berumur 8 MST

(47)

34

Tabel 6 Analisis ragam pengaruh perlakuan (P) dan interval (I) pada taraf α=5% terhadap lebar daun jagung berumur 8 MST

Sumber db JK KT Fhit Pr>F

Ulangan 2 0.4 0.2 0.19 0.8263

P 8 7.1 0.9 0.79 0.6103

I 2 95.7 47.2 42.83 <.0001

P*I 16 38.5 2.4 2.15 0.0192

Galat 80 58.1 1.1

KK = 26.5

Tabel 7 Analisis ragam pengaruh perlakuan (P) dan interval (I) pada taraf α=5% terhadap jumlah daun jagung berumur 8 MST

Sumber db JK KT Fhit Pr>F

Ulangan 2 0.3 0.2 0.08 0.9273

P 8 18.2 2.3 1.07 0.3950

I 2 56.0 28.0 13.20 <.0001

P*I 16 42.0 2.6 1.24 0.2738

Galat 80 110.3 2.1

KK = 26.5

Tabel 8 Rekapitulasi sidik ragam pertumbuhan tanaman jagung

Peubah Pengaruh Perlakuan

Perlakuan Interval Perlakuan X Interval

Tinggi tn ** **

Lebar tn ** *

Jumlah tn ** tn

(48)

35 Tabel 9 Data % volume air yang ditahan pori tanah bertekstur klei berpasir

Perlakuan I1 I2 I3

Kontrol 21,09 47,99 78,51

Kompos 22,80 48,65 78,57

SWA komersil 22,75 48,05 78,98

D1L1 22,76 48,18 80,02

D1L2 22,66 48,11 79,72

D2L1 22,62 48,76 78,65

D2L2 21,79 48,16 78,54

D3L1 22,82 48,26 78,60

D3L2 22,82 48,54 78,95

Tabel 10 Sifat fisik tanah campuran

Sifat Fisik Kriteria Kelas

Bobot Isi (g/cm3) 1.27

Kapasitas Lapang (% - volume) 38.39 Titik Layu Permanen (% -volume) 28.32

Porositas Total (% - volume) 52.08 Baik

Total Pori Drainase atau Pori Makro

(% - volume) : 13.69 Sedang*

a) sangat cepat 2.26

b) cepat 6.05

c) lambat 5.38

Air Tersedia (% - volume) 10.07 Sedang*

Pori Mikro 38.39

Sand (%) 46.35

*Sandy Klei

Loam (%) 4.27

Klei (%) 49.38

Gambar

Gambar 1  Denah Peletakan Pot di Rumah Kaca
Gambar 2  Cara penanaman benih dan pemberian bahan water absorbent
Gambar 3  Persentase volume air yang ditahan pori tanah bertekstur klei berpasir.
Tabel 3  Tinggi tanaman jagung pada usia 8 MST pada berbagai perlakuan.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari data lab yang diperoleh maka dapat diketahui bahwa semua pasien yang mengalami diare akut dehidrasi ringan hingga berat kesemuanya mendapatkan terapi oralit, hal

Mengetahui gambaran pola pemilihan obat yang meliputi pemilihan jenis obat, golongan obat, dan bentuk sediaan obat pada pasien pediatri dengan penyakit gastroenteritis akut

Kepras adalah penebangan sisa tanaman rata dengan permukaan tanah, yang bertujuan untuk merawat tunggul tebu bekas tebangan agar tunas baru dapat tumbuh sehat, seragam/homogen

Hasil kualifikasi yang diharapkan adalah operator / teknisi Mikro Hardness Tester mampu mengoperasikan alat dengan kemampuan mengukur sangat baik, yaitu data uji

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi variabel persepsi harga, persepsi kualitas, kesadaran merk, persepsi nilai dan persepsi resiko sebagai variabel independen dan

 Membuat lebih dari satu jangkaan yang munasabah tentang suatu peristiwa berdasarkan pemerhatian, pengalaman lalu atau data..  Membuat jangkaan melalui intrapolasi

High Intensity Interval Training (HIIT) merupakan latihan intensitas tinggi dengan waktu yang singkat serta dilakukan secara berulang – ulang.. Oleh karena HIIT