• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Diskriminan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Berzakat Berinfak dan Pemilihan Tempat Membayar Zakat (Studi Kasus: Kabupaten Brebes)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Diskriminan Faktor-Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Berzakat Berinfak dan Pemilihan Tempat Membayar Zakat (Studi Kasus: Kabupaten Brebes)"

Copied!
197
0
0

Teks penuh

(1)

1.1 Latar Belakang

Negara-negara maju memiliki perbedaan dengan negara-negara sedang berkembang antara lain dalam hal kemiskinan dan distribusi pendapatan. Di negara maju jauh lebih baik dan mumpuni dibandingkan negara sedang berkembang, baik secara statistik kemerataannya (perbedaan kaya dan miskin, majikan dan buruh, antardaerah, antarsektor) maupun kapasitas secara institusi untuk mengatasi ketimpangan. Kemiskinan adalah ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Ketimpangan distribusi pendapatan merupakan ketidakmerataan pendapatan yang diterima oleh pemilik faktor produksi. Di Eropa Utara dan Barat yang sering dijadikan model negara kesejahteraan sangat terkenal dengan sistem jaminan sosial dikombinasikan dengan politik fiskal dan moneter serta gerakan buruh dan koperasinya. Di Amerika dan Kanada, kelembagaannya memang parsial tapi terdapat lembaga sosial dan LSM yang dikombinasikan dengan koperasi. Sistem inilah yang mampu menciptakan sistem perlindungan yang efektif, dan produktif dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Di Jepang tingkat kesejahteraan petani, nelayan, buruh secara empiris salah satu yang terbaik di dunia karena kesejahteraan rakyat merupakan indikator kinerja perusahaan dan pemerintah daerah (Damanhuri, 2010).

Indonesia sebagai salah satu negara yang termasuk negara sedang berkembang memiliki jumlah penduduk miskin mencapai 31,9 juta orang atau 13,3 persen dari total jumlah penduduk Indonesia diukur menggunakan garis kemiskinan Rp 233.740per kapita per bulan denganindeks gini (ukuran distribusi pendapatan) sebesar 0,33 (BPS, 2011). Kemiskinan ini merupakan masalah yang bukan saja dilihat sebagai fenomena ekonomi tetapi juga sebagai masalah agama, sosial, politik dan keamanan. Ini dikarenakan kemiskinan merupakan penyakit sosial yang paling dahsyat bahkan dapat dikatakan sebagai musibah dan bencana yang harus segera ditanggulangi.

(2)

zakat. Zakat memiliki dimensi sosial karena membayar zakat bertujuan mengangkat kehidupan kaum miskin menjadi orang yang sejahtera serta mempersempit jarak antara kaum kaya dan kaum miskin (Qardhawi, 1995).

Kondisi pengumpulan dana zakat di Indonesia saat ini masih di bawah kebutuhan untuk mengeluarkan umat Islam dari kemiskinan. Padahal jika dilihat dari potensi zakat penduduk muslim Indonesia yang wajib zakat sangat besar. Penelitian Badan Amil Zakat Nasional dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB mengungkapkan potensi zakat nasional sebesar Rp 217.000.000.0000,00 setara dengan 3,4 persen dari total PDB. Potensi ini terdiri dari potensi zakat rumah tangga secara nasional, potensi zakat perusahaaan industri menengah dan besar nasional serta potensi zakat tabungan secara nasional. Detail potensi zakat dari tiga kelompok tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.1 Potensi zakat nasional

Keterangan Potensi Zakat Persentase terhadap PDB Potensi Zakat Rumah

Potensi Zakat BUMN Rp 2,4 triliun 0,04% Potensi Zakat tabungan Rp 17 triliun 0,27 % Total Potensi Zakat

Nasional

Rp 217 triliun 3,40 %

Sumber : Riset BAZNAS dan FEM IPB (2011)

(3)

dengan jumlah melebihi nishab di bank BUMN dan umum serta deposito dan giro di bank syariah.

Dari potensi zakat nasional yang dimiliki Indonesia, zakat yang berhasil dihimpun oleh Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) baru mencapai 0,005 persen dari seluruh potensi zakat nasional. Berdasarkan Beik dalam Kusuma (2009), dana zakat yang berhasil dikumpulkan untuk wilayah Indonesia sekitar 0,02 persen dari PDB. Data penerimaan dana zakat oleh Badan Amil Zakat Nasional ditunjukkan oleh tabel 2.

Tabel 1.2. Total dana zakat, infak dan shadaqah nasional Tahun Total Zakat

Sumber : Badan Amil Zakat Nasional (2011)

Dari tabel 1.2 dapat terlihat bahwa dana zakat yang terkumpul mengalami pertumbuhan yang signifikan. Kenaikan dana zakat yang terkumpul dari tahun 2002 - 2010 mencapai 1000 persen lebih dengan rata-rata pertumbuhan per tahun sebesar 24 persen. Ini menandakan jumlah dana zakat yang terkumpul masih bisa ditingkatkan agar jarak antara potensi zakat dan realisasinya tidak terlalu jauh.

(4)

seluruh keluarga di Kabupaten Brebes, jumlah keluarga yang termasuk kategori pra sejahtera mencapai 106.989 kepala keluarga atau 21,43 persen dari total keluarga (BPS, 2010)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Brebes merupakan kabupaten dengan IPM terendah di Jawa Tengah dari 35 kabupaten di Jawa Tengah. IPM menunjukkan tingkat kemajuan manusia secara umum mencakup tingkat pendapatan, pendidikan dan kesehatan. Dengan melihat perkembangan angka IPM tiap tahun, kemajuan yang dicapai Kabupaten Brebes tidak terlalu signifikan dari 67,08 pada tahun 2008 menjadi 67,69 pada tahun 2010. Rendahnya IPM ini mencerminkan kemajuan bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi yang masih rendah.

Di sisi lain, pada tahun yang sama produk domestik regional bruto (PDRB) Kabupaten Brebes menempati urutan keempat tertinggi di Jawa Tengah dan urutan tertinggi pertama di Karasidenan Pekalongan. Kontribusi PDRB Kabupaten Brebes sekitar tiga hingga empat persen terhadap PDRB Jawa Tengah. Total Produk Domestik Bruto (PDRB) Kabupaten Brebes pada tahun 2009 sebesar Rp 2.532.516.701,45 dengan pendapatan per kapita per tahun sebesar Rp 7.162.981,23. Sektor pertanian menjadi sektor penting dengan kontribusi diatas 50 persen. Dari tahun ke tahun kontribusi sektor pertanian mengalami peburunan, sebaliknya sektor industri pengolahan mengalami kenaikan diiringi sektor perdagangan dan sektor jasa. Dilihat dari data kegiatan ekspor dan impor, nilai ekspor Kabupaten Brebes melebihi nilai impornya. Nilai ekspor mencapai 5,475 triliun dan nilai impor mencapai 2,923 triliun (BAPPEDA, 2010)

(5)

sehingga dari dana yang terkumpul dapat menjalankan program-program untuk mengentaskan kemiskinan.

1.2 Rumusan Masalah

Dana zakat yang terkumpul dapat disalurkan dalam bentuk dana konsumtif seperti pemenuhan kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan dan dana produktif seperti modal usaha, pemberdayaan ekonomi sehingga dapat mendorong penduduk miskin memiliki penghasilan tetap. Semakin besar dan zakat yang dikumpulkan maka peluang keberhasilan program dari dana zakat semakin besar.

Dana yang terkumpul oleh Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten Brebes pada tahun 2010 baru mencapai Rp 821.387.060,00. Selama ini Badan Amil Zakat Kabupaten Brebes mengalami kesulitan mengumpulkan dana zakat dari masyarakat muslim di kabupaten tersebut. Sebanyak 99 persen wajib zakat (muzzaki) yang membayar ke BAZ adalah pegawai negeri sipil. Hal ini disebabkan adanya surat edaran dari Bupati Kabupaten Brebes tentang pemotongan gaji secara langsung sebesar 2,5 persen sebagai zakat penghasilan pada gaji ketigabelas disalurkan ke Badan Amil Zakat Kabupaten. Oleh karena itu ada beberapa permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini yaitu:

1. Bagaimana pengaruh faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan, penghargaan, althurism (kepekaan sosial), kepuasan, organisasi, infak terhadap partisipasi berzakat ?

2. Bagaimana pengaruh faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan, penghargaan, althurism (kepekaan sosial) organisasi, frekuensi infak terhadap rutinitas berinfak ?

3. Bagaimana pengaruh faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan, penghargaan, althurism (kepekaan sosial), kepuasan, organisasi dan keberadaan organisasi pengelola zakat terhadap pemilihan tempat membayar zakat?

1.3 Tujuan Penelitian

(6)

1. Menganalisis faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan, penghargaan, althurism (kepekaan sosial), kepuasan, organisasi, infak dalam memengaruhi partisipasi berzakat.

2. Menganalisis faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan, penghargaan, althurism (kepekaan sosial) organisasi dan frekuensi infak dalam memengaruhi rutinitas berinfak.

3. Menganalisis faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan, penghargaan, althurism (kepekaan sosial), kepuasan, organisasi dan keberadaan organisasi pengelola zakat dalam memengaruhi pemilihan tempat membayar zakat.

1.4 Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pemerintah, masyarakat, akademisi dan organisasi pengelola zakat.

1. Bagi pemerintah: dapat menjadi pertimbangan untuk membuat kebijakan dalam pengembangan zakat

2. Bagi masyarakat: dapat memberikan gambaran faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi membayar zakat dan meningkatkan partisipasi dalam membayar zakat.

3. Akademisi: dapat membantu dalam menambah wawasan dan keilmuan mengenai zakat.

4. Organisasi pengelola zakat: dapat memberikan masukan untuk meningkatkan pengumpulan dana zakat.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(7)

2.1 Pengertian Zakat

Zakat adalah kewajiban yang dipandang dari segi moral dan agama sangat mutlak dilaksanakan. Zakat merupakan hak fakir dan miskin dalam kekayaan orang kaya. Hak itu ditetapkan oleh pemilik kekayaan sebenarnya yaitu Allah SWT. Besarnya batas harta yang harus dibayarkan zakatnya, besar harta yang dibayar, batas-batasnya, syarat-syarat, waktu dan cara pembayaran sudah ditentukan.

Menurut Qardhawi (1993) kewajiban zakat ini tidak diserahkan saja kepada kesediaan manusia tetapi harus dipikul tanggung jawab memungut dan mendistribusikannya oleh pemerintah melalui amil. Kekayaan zakat tidak boleh diserahkan penggunaannya kepada pihak berwenang atau pemuka agama tetapi sudah ditetapkan orang-orang yang berhak menerimanya seperti fakir miskin dan enam golongan lainnya seperti orang yang terlilit hutang, terlantar dalam perjalanan di jalan Allah, orang yang baru masuk Islam (muallaf) yang dibujuk hatinya, hamba sahaya, para amil dan jihad di jalan Allah. Zakat bukanlah sekedar bantuan makanan sewaktu-waktu untuk sedikit meringankan kehidupan orang miskin, tetapi zakat bertujuan untuk menanggulangi kemiskinan, menjadi berkecukupan selamanya dan mengusahakan orang miskin mampu memperbaiki sendiri kehidupannya.

Zakat adalah instrumen penting bagi keadilan sosial untuk peningkatan kemakmuran di dunia ini dan juga menyebabkan peningkatan prestasi agama yang selanjutnya sebagai pembayaran yang memurnikan orang dari dosa-dosa (Aziz,1987)

Pihak yang wajib membayar zakat adalah semua muslim dewasa yang sudah terkena ketentuan membayar zakat. Berdasarkan Qardhawi (1993), syarat-syarat kekayaan yang wajib zakat antara lain:

(8)

yang didapatkan dengan cara menipu kecuali dari hasil usaha yang halal dan bersih.

2. Harta terus berkembang atau berpotensi untuk dikembangkan seperti melalui kegiatan usaha, perdagangan, pembelian saham atau ditabungkan baik dilakukan sendiri maupun orang lain. Pengertian berkembang itu terdiri dua macam konkret dan tidak konkret. Konkret artinya harta dikembangbiakan, diusahakan, diperdegangkan dan sejenis dengannya. Tidak konkret artinya harta tersebut berpotensi berkembang, baik berada di tangannya sendiri maupun di tangan orang lain, tetapi atas namanya. Kesimpulan dari penjelasan tersebut, setiap harta yang berkembang atau berpotensi untuk dikembangkan, termasuk ke dalam objek pajak.

3. Milik penuh yaitu kekayaan itu di bawah kontrol dan kekuasaannya. Artinya kekayaan tersebut harus berada di tangannya, tidak tersangkut di dalamnya hak orang lain, dapat digunakan, dan manfaatnya dapat dinikmati. Jika kekayaan tersebut tidak memiliki pemilik seperti kekayaan milik pemerintah maka tidak wajib membayar zakat. Tanah wakaf yag diberikan kepada fakir miskin, masjid, pejuang, anak yatim, sekolah dan sebagainnya maka zakat atasnya tidak wajib. Untuk harta imbalan dan simpanan pegawai, jika harta ini merupakan pemilikan penuh maka kedudukannya sama seperti harta yang dikuasai sehingga zakatnya wajib dikeluarkan setiap tahun bila jumlahnya sampai batas wajib zakat. Harta tersebut harus mencapai nishab yaitu jumlah minimal yang menyebabkan harta terkena kewajibab zakat. Tidak ada kewajiban berzakat jika harta yang dimilikinya dibawah lima ekor unta atau empat puluh ekor kambing atau di bawah 200 dirham uang perak atau di bawah lima kwintal bijian, buah-buahan dan hasil-hasil pertanian. Menurut Syekh Dahlawi, perhitungan itu sesuai dengan kebutuhan minimal rumah tangga dalam setahun.

(9)

5. Syarat kewajiban zakat setelah terpenuhi kebutuhan pokok atau dengan kata lain, zakat dikeluarkan setelah terdapat kelebihan dari kebutuhan hidup sehari-hari yang terdiri atas kebutuhan rutin. Kebutuhan rutin yang dimaksud adalah kebutuhan untuk ketahanan hidupnya seperti makanan, minuman, perumahan, dan alat-alat yang diperlukan sebagai ilmu pengetahuan, alat-alat kerja dan lain-lain.

2.2 Pengertian Infak

Infak berasal dari kata anfaqa yang berarti mengeluarkan sesuatu harta untuk kepentingan sesuatu. Menurut terminologi syariat, infak berarti mengeluarkan sebagian dari harta atau pendapatan untuk suatu kepentingan yang diperintahkan ajaran Islam. (Hafiduddin, 1998) Infak sama artinya dengan shadaqah berupa materi.

Perbedaan dengan zakat antara lain jika zakat ada nisabnya infak tidak mengenal nisab. Infak dikeluarkan oleh setiap orang yang beriman, baik yang berpenghasilan tinggi atau rendah, saat lapang atau sempit sesuai dengan surat Ali Imran : 134. Jika zakat harus diberikan kepada mustahik tertentu infak boleh diberikan kepada siapapun juga, misalnya untuk ibu-bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang sedang dalam kebajikan sesuai dengan surat Al Baqarah : 215.

Hal yang perlu diperhatikan, jika seseorang telah berzakat tetapi masih memiliki kelebihan harta, sangat dianjurkan untuk berinfak atau bersedekah. Keutamaan berinfak antara lain ciri utama orang yang bertakwa (Surat Al-Baqarah: 3 dan Surat Ali Imran: 134), ciri mukmin yang sungguh-sungguh imannya (Surat Al-Anfal: 3-4), ciri mukmin yang mengharap keuntungan abadi (Surat Al-Faatir:29). berinfak akan mlipatgandakan pahala di sisi Allah (Surat Al- Baqarah: 262). (Hafidhuddin, 1998)

2.3 Faktor-faktor yang Memengaruhi Berzakat dan Berinfak a. Kondisi demografis

(10)

Hairunnizam et al. (2005) menguji tiga belas faktor yang mungkin mempengaruhi pembayaran zakat penghasilan di Malaysia. Dengan menerapkan analisis regresi logistik, mereka menemukan bahwa lima faktor secara signifikan berpengaruh pada membayar zakat penghasilan. Faktor-faktor ini meliputi usia, perkawinan status, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan pembayaran melalui mekasisme pemotongan gaji.

5.2 Keimanan

Bakar (2006) mendukung faktor ibadah sebagai salah satu motivasi utama yang berkontribusi dalam kepatuhan zakat, infak dan prilaku yang peka terhadap kondisi sosial. Mereka membayar zakat sebagai bukti dan indikator keimanan. Ini merupakan kepatuhan seorang muslim terhadap kewajiban agama untuk membayar zakat sehingga keyakinan terhadap ajaran agama menjadi faktor dengan pengaruh yang kuat.

Hal ini didukung Qardhawi (1998) yang menyatakan tidak patuhnya individu terhadap kewajiban untuk membayar zakat mengidentifikasikan tingkat iman individu terhadap agama. Lunn et.al (2001) sepakat bahwa salah satu keyakinan agama memiliki dampak terhadap seseorang untuk memberi.

5.3 Kepuasan

Dalam teori pertukaran sosial Bagozzi (1975) tukar menukar bersumber dari kepentingan diri sendiri dan individu berusaha untuk meminimalkan biaya mereka untuk mendapatkan hasilyang paling menguntungkan. Ketika teori Barat diterapkan pada kegiatan zakat, maka diasumsikan bahwa individu berkontribusi untuk zakat karena ia mendapat manfaat nyata.

Menurut Muda, et al (2006) mereka secara individu merasa ada kepuasan tersendiri setelah membayar zakat. Mereka senang membayar zakat, termasuk masyarakat yang bertanggung jawab, murah hati dan percaya mereka juga dapat memotivasi orang lain untuk berpartisipasi untuk berzakat.

5.4 Penghargaan

(11)

5.5 Althurism (kepekaan sosial)

Althurism berhubungan dengan keyakinan agama atau kepekaan sosial dalam motivasi membayar zakat. Althurism menurut Batson (2002) adalah motivasi dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan orang lain. Faktor althurism terdiri dari menunjukkan rasa terima kasih, keberkahan harta, membersihkan kekayaan, rasa bersalah, hak orang miskin, dan membantu orang miskin yang membutuhkan berdasarkan Muda, et al (2006).

5.6 Organisasi

Penelitian terhadap faktor yang memengaruhi individu muslim membayar zakat menurut Kamil (2005) terdiri dari persepsi kualitas layanan, paparan pada zakat promosi pengetahuan tentang zakat pada pendapatan dan keimanan kemudian memperhitungkan juga hukum zakat, persepsi tentang penegakan hukum zakat, persepsi tentang keadilan, dan sikap. Studinya menemukan bahwa tiga variabel, persepsi kualitas pelayanan lembaga amil zakat, tingkat pengetahuan zakat, sosialisasi zakat melalui media secara signifikan memiliki hubungan yang positif dengan partisipasi membayar zakat.

Hasil dari penelitian Muda, et al (2006) di Malaysia, faktor organisasi merupakan faktor pertama yang memengaruhi invidu dalam berpartisipasi berzakat. Faktor organisasi terdiri dari layanan yang ditawarkan oleh organisasi pengelola zakat, sistem pembayaran memuaskan, fasilitas pembayaran secara

online, tersedianya lembaga amil zakat, adanya pengaruh dari iklan zakat, serta

nyaman membayar di lembaga amil zakat.

2.4 Organisasi Pengelola Zakat

(12)

Kedua, jika kaum miskin mengambil haknya dari pemerintah bukan dari seorang kaya, kehormatan dan martabatnya tetap terpelihara. Ia akan terhindar dari perkataan menyakitkan dari pihak pemberi.

Ketiga, apabila pengaturan masalah zakat diserahkan kepada orang banyak, pendistribusiaannya akan kacau.

Keempat, pendistribusian zakat bukan hanya terbatas orang miskin dan mereka yang dalam perjalanan. Ada pihak lain yang yang berhak menerima zakat demi kemaslahatan umum, seperti mualaf, mereka yang mempersiapkan kekuatan untuk berjihad di jalan Allah SWT dan mereka melengkapi kebutuhan da’i untuk menyebarkan risalah Islam.

Kelima, Islam adalah agama pedoman penyelenggaraan negara dan pemerintahan. Negara membutuhkan dana untuk menjalankan berbagai fungsinya. Zakat adalah salah satu sumber dana terpenting dan permanen yang dapat mengisi perbendaharaan negara atau baitul mal.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa perlu adanya pengelolaan zakat melalui organisasi. Organisasi pengelola zakat ini memiliki sistem kerja sendiri. Ia bertugas mengumpulkan dan membagikan zakat kepada beberapa sektor yang sudah dibatasi sesuai tingkat kebutuhan. (Qardhawi, 1995)

Hafiduddin (1998) pengelolaan zakat oleh lembaga pengelola zakat terutama yang memiliki kekuatan hukum formal, memiliki beberapa keuntungan :

1. Menjamin kepastian dan disiplin pembayaran zakat.

2. Menjaga perasaan rendah diri para mustahik zakat apabila berhadapan langsung untuk menerima zakat dari para muzzaki.

3. Untuk mencapai efisien dan efektifitas serta sasaran yang tepat dalam penggunaan harta zakat menurut skala prioritas yang ada pada suatu tempat.

4. Untuk memperlihatkan syiar islam dalam semangat penyelenggaraan pemerintahan yang islami.

(13)

Landasan hukum pengelolaan zakat di Indonesia berdasarkan pada Undang-Undang No.38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat dikemukakan bahwa pengelolaan zakat bertujuan :

1. Meningkatkan pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai tuntunan agama.

2. Meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial.

3. Meningkatkan hasil guna dan daya zakat.

Seseorang yang ditunjuk sebagai amil zakat atau pengelola zakat harus memenuhi persyaratan tertentu (Qardhawi, 1993) yaitu :

a. Beragama Islam. Zakat adalah salah satu urusan utama kaum muslimin yang termasuk rukun Islam karena itu apabila urusan penting kaum muslimin diurus oleh sesama muslim.

b. Mukallaf yaitu dewasa yang sehat akal pikirannya yang siap menerima

tanggung jawab mengurus urusan umat.

c. Memiliki sifat amanah atau jujur. Sifat ini sangat penting karena berkaitan dengan kepercayaan umat. Artinya para muzzaki akan dengan rela menyerahkan zakat melalui organisasi pengelola zakat jika organisasi tersebut memang patut dan layak dipercaya. Keamanahan ini diwujudkan dalam bentuk transparansi dalam menyampaikan laporan pertanggungjawaban secara berkala dan juga ketepatan penyaluran sejalan dengan ketentuan syariah.

d. Mengerti dan memahami hukum-hukum zakat yang menyebabkan ia mampu melakukan sosialisasi segala sesuatu yang berkaitan dengan zakat kepada masyarakat.

e. Memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya. Amanah dan jujur merupakan syarat yang penting namun perlu ditunjang oleh kemampuan melaksanakan tugas.

(14)

amil zakat yakni pasif hanya menunggu kedatangan muzaki membayar zakat atau infaknya.

Organisasi Pengelola Zakat harus memiliki persyaratan teknis berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 581 tahun 1999, antara lain :

1. Berbadan hukum

2. Memiliki data muzzaki dan mustahik 3. Memiliki program kerja yang jelas 4. Memiliki pembukuan yang baik

5. Melampirkan surat pernyataan bersedia diaudit

Persyaratan tersebut mengarah pada kinerja yang profesional dan laporan yang transparan dari setiap lembaga pengelola zakat. Harapannya masyarakat akan semakin bersemangat menyalurkan zakatnya melalui lembaga pengelola.

Organisasi Pengelola Zakat (OPZ) di Indonesia terbagi menjadi 2 jenis yaitu Badan Amil Zakat dan Lembaga Amil Zakat. Badan Amil Zakat merupakan amil zakat yang dibentuk pemerintah dan Lembaga Amil Zakat merupakan amil zakat yang dibentuk oleh swasta.

Berikut ini adalah data jumlah organisasi yang terlibat dalam pengelolaan zakat di Indonesia sampai akhir tahun 2009:

Tabel 2.1 Organisasi pengelola zakat di Indonesia

No Organisasi Jumlah

1 BAZNAS 1

2 BAZDA Provinsi 33

3 BAZDA Kabupaten/Kota 434

4 BAZ Kecamatan 4.800

5 BAZ Kelurahan 24.000

6 LAZNAS 18

7 LAZ Provinsi 16

8 LAZ Kabupaten/Kota 31

9 UPZ 8.680

Total 38.013

(15)

2.5 Pengelola Zakat Berbasis Kepanitiaan Musiman (Informal)

Di Indonesia, pada saat masyarakat bersemangat menunaikan zakat biasanya bersamaan itu pula muncul gerakan pengelolaan zakat musiman yang selalu mengiringi bulan Ramadhan. Sekelompok masyarakat membentuk panitia dadakan (ad hoc). Keberadaan kepanitiaan itu menyebut dirinya sebagai amil zakat, yakni satu diantara delapan asnaf (golongan) penerima zakat. Hampir di setiap masjid maupun mushala secara serentak membentuk kepanitiann zakat.

Kata panitia dan amil zakat semestinya diperjelas karena dua kata tersebut mempunyai konsekuensi hukum yang berbeda. Dalam literatur fikih, amil adalah orang yang mempunyai kriteria tertentu dan memenuhi syarat dalam kriteria pengumpulan, pengadministrasian dan penyaluran zakat. Amil memiliki tugas yang tidak ringan dalam melakukan tiga hal tersebut karena harus tepat sasaran kepada orang yang tepat sesuai dengan Al Qur’an. Oleh karena itu amil harus memiliki kriteria khusus dan tanggung jawabnya berat. Setelah melakukan tugasnya dengan baik dan memberikan seluruh waktu kerjanya untuk mengurus zakat, barulah amil boleh mengambil hak dari zakat yang dikumpulkan.

Sementara sebuah kepanitiaan zakat, belum tentu memiliki kriteria yang dipersyaratkan dalam pengumpulan zakat. Panitia tidak berbeda dengan orang yang ditunjuk untuk bertanggung jawab sesuatu (dalam hal ini zakat). Mereka ditunjuk biasanya tanpa mempertimbangkan kriteria dan kapasitas sebagai seorang amil yang dipersyaratkan. Panitia zakat ini juga hanya bekerja pada saat Ramadhan. Setelah Ramadhan berlalu maka kepanitiaan ini dengan sendirinya bubar (Aflah, 2011)

2.6 Tinjauan Penelitian Terdahulu

(16)

Faktor organisasi variabel utamanya adalah layanan lembaga amil zakat. Kepercayaan pada lembaga pengumpul zakat menunjukkan kinerja organisasi yang baik dalam hal pengumpulan zakat dan distribusi dana zakat menjadi efisien, efektif serta transparan sehingga masyarakat semakin percaya kepada lembaga zakat. Dampaknya, terdapat peningkatan dana zakat yang terkumpul. Pada faktor althurism, meningkatkan keshalehan menjadi variabel dengan nilai loadings terbesar. Kemudian mendapat dukungan sosial merupakan variabel utama pada faktor penghargaan. Di faktor kepuasan, nilai loading tertinggi terdapat pada variabel saya orang yang bertanggung jawab secara sosial. Faktor yang memengaruhi partisipasi zakat yang terakhir adalah keimanan. Variabel utama pada faktor ini adalah adanya balasan surga.

Berdasarkan penelitian Abu Bakar (2010) yang berjudul motivasi membayar zakat penghasilan untuk studi di Malaysia, faktor utama yang memengaruhi membayar zakat penghasilan adalah keyakinan bahwa zakat merupakan kewajiban umat islam, kemudian percaya dalam bagian harta yang dimiliki ada hak orang miskin yang membutuhkan, keyakinan dengan membayar zakat dapat memperbaiki kondisi ekonomi orang miskin. Selain itu motivasi membayar zakat penghasilan karena potongan pajak yang diberikan pemerintah dan fasilitas yang disediakan organisasi pengelola zakat.

Sejumlah studi meneliti perilaku muslim terhadap zakat atas penghasilan. Sebagian besar meneliti pengaruh demografi terhadap perilaku Muslim dalam membayar zakat atas penghasilan (Mohd. Ali et al., 2003; Kamil, 2005; Hairunnizam et al, 2005; Azura et al., 2005). Faktor yang yang telah diteliti sejauh ini termasuk jenis kelamin, usia, status perkawinan, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan dan tingkat pendapatan. Sebagian besar penelitian ini diadopsi analisis regresi logistik multivariat dalam mengukur pentingnya faktor-faktor pada zakat mereka pada perilaku pendapatan.

(17)

signifikan mempengaruhi pembayaran zakat atas penghasilan ke arah yang positif. Faktor-faktor ini meliputi usia, status perkawinan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan dan pembayaran melalui mekanisme pemotongan gaji. Selain itu, ditemukan bahwa perempuan bekerja lebih mungkin untuk membayar zakat atas penghasilan. Pengetahuan tentang Islam, kesadaran pendapatan sebagai objek zakat dan kepuasan tidak signifikan memengaruhi pembayaran zakat walaupun memiliki hubungan yang positif.

Fatmawati (2008) menganalisis pelaksanaan zakat mal di masyarakat Kecamatan Jatibarang Kabupaten Brebes menggunakan analisis deskriptif. Berdasarkan penelitian ini, memperoleh informasi tentang kurangnya keta'atan masyarakat Kecamatan Jatibarang dalam mengeluarkan zakat mal. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, yaitu pertama, mereka kurang memahami kewajiban zakat, kedua, banyaknya kebutuhan sosial sebagai respon terhadap adat atau kebiasaan sehingga dana untuk zakat berkurang. Ketiga, belum ada sanksi yang tegas bagi orang yang sengaja tidak mengeluarkan zakat mal. Keempat, kurangnya kepercayaan masyarakat kepada Badan Amil Zakat (BAZ) Kecamatan Jatibarang.

2.7 Kerangka Pemikiran Konseptual

(18)

Berdasarkan Undang-Undang No.38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, tujuan dari pengelolaan dana zakat oleh organisasi pengelola zakat salah satunya adalah meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat. Keputusan tempat membayar zakat menjadi sangat penting karena dana zakat yang bisa dikelola organisasi pengelola zakat hanya yang dibayar wajib zakat kepada OPZ bukan menyalurkan secara langsung atau panitia zakat (bukan OPZ).

Berikut bagan kerangka pemikiran penelitian.

Kondisi kemiskinan di Kabupaten Brebes

Potensi dana zakat yang dimiliki Kabupaten Brebes

Analisis Diskriminan Faktor-faktor yang

memengaruhi keputusan wajib zakat membayar zakat

Faktor-faktor yang memengaruhi keputusan rutin berinfak

Faktor-faktor yang memengaruhi pemilihan

tempat membayar Kondisi aktual dana zakat

yang terkumpul jauh di bawah potensi zakat

Analisis Deskriptif (Tabulasi Silang)

(19)

2.7 Hipotesis

Hipotesis yang ingin dibuktikan dalam penelitian ini adalah:

1. Faktor keimanan, penghargaan, kepuasan, althurism (kepekaan sosial), dan organisasi berpengaruh terhadap partisipasi berzakat, rutinitas berinfak dan pemilihan tempat membayar zakat.

2. Partisipasi berzakat, rutinitas berinfak dan pemilihan tempat membayar zakat dipengaruhi pendapatan, pekerjaan, pendidikan.

3. Infak berpengaruh signifikan terhadap partisipasi berzakat. 4. Rutinitas berinfak dipengaruhi periode berinfak.

(20)

III. METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada minggu kedua bulan Februari sampai minggu pertama bulan Maret tahun 2011. Daerah tempat penelitian adalah tiga kecamatan di Kabupaten Brebes yaitu Kecamatan Brebes, Kecamatan Bulakamba dan Kecamatan Tanjung.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diambil dengan menggunakan metode wawancara dengan kuesioner. Data sekunder didapat dari literatur atau dokumen-dokumen baik yang dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan terkait tema penelitian. Pengolahan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Statistical Package for Sosial Science 15 for windows dan Microscoft Excel 2007.

3.3 Sampel penelitian

Penarikan sampel dilakukan dengan menggunakan prosedur purposive

sampling yakni memilih contoh berdasarkan pertimbangan tentang beberapa

karakteristik yang cocok berkaitan dengan anggota contoh yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian (Juanda, 2009).

Responden yang dipilih adalah responden yang diperkirakan memiliki kemampuan untuk membayar zakat. Untuk menentukan jumlah sampel digunakan rumus Slovin, yaitu

2

1 Ne N n

+ =

Keterangan : n = ukuran sampel N = ukuran populasi

e = Kesalahan dalam pengambilan sampel ditetapkan sebesar 10 persen

(21)

dengan estimasi jumlah keluarga muslim adalah sekitar 99 persen dari total penduduk di Kabupaten Brebes. Dari hasil perhitungan maka didapatkan jumlah sampel sebanyak 100 orang responden.

N = 99 % x 82.428

3.4 Metode Analisis

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan yang dirumuskan dalam penelitian ini maka metode analisis yang digunakan adalah analisis diskriminan. Analisis secara deskriptif juga dilakukan untuk melihat karakteristik responden.

Skala yang digunakan pada penelitian ini adalah skala linkert yang memiliki nilai dari 1 sampai 5. Nilai 1 berarti sangat tidak setuju, 2 tidak setuju, 3 cukup setuju, 4 setuju dan 5 sangat setuju.

Pertama yang dilakukan adalah menentukan variabel yang dapat menggambarkan faktor yang memengaruhi partisipasi membayar zakat seperti faktor pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan, penghargaan, kepuasan, althurism, organisasi, rutin berinfak. Masing- masing variabel merupakan nilai rata-rata dari beberapa indikator.

Faktor keimanan terdiri dari indikator selalu shalat fardhu, shalat berjamaah tiga kali di masjid, zakat itu wajib, mampu menghitung zakat, rutin membaca buku-buku agama, rutin hadir di majelis ilmu, percaya dengan semua balasan atas perbuatan.

Faktor penghargaan terdiri dari indikator mendapat kemudahan rezeki setelah berzakat, lingkungan sekitar menyambut baik saat berzakat, senang disebut dermawan.

(22)

ekonomi fakir/miskin, menyadari ada hak orang lain dan percaya jadi contoh yang baik bagi orang lain saat berzakat.

Faktor organisasi terdiri dari indikator organisasi pengelola zakat (OPZ) bekerja profesional, OPZ transparan dalam laporan keuangan, kenyamanan membayar zakat di OPZ, adanya sosialisasi melalui media dan langsung kepada masyarakat serta pemotongan gaji dari tempat berkerja.

Kedua penentuan variabel yang memengaruhi partisipasi melakukan infak secara rutin. Variabel-variabel yang digunakan adalah pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan, penghargaan, kepuasan, althurism, organisasi serta frekuensi berinfak. Ketiga penentuan variabel yang memengaruhi pemilihan tempat membayar zakat. Variabel yang diduga memengaruhi adalah pendidikan, pekerjaan, pendapatan, keimanan, penghargaan, kepuasan, althurism, organisasi serta keberadaan organisasi pengelola zakat di sekitar tempat tinggal.

Data dianalisis menggunakan metode analisis diskriminan. Alat analisis ini mampu mengelompokkan setiap objek ke dalam dua kelompok yakni kelompok membayar zakat dan tidak membayar zakat, kelompok berinfak secara rutin dan tidak rutin serta kelompok memilih berzakat di organisasi pengelola zakat dan bukan organisasi pengelola zakat. Tujuan analisis sini untuk mendapat fungsi yang merupakan kombinasi linier variabel independent sehingga dapat memisahkan objek. Artinya, objek dari grup yang sama akan memberi nilai fungsi yang berdekatan, dan objek dari grup yang berbeda akan memberi nilai fungsi yang berjauhan.

Analisis Diskriminan merupakan teknikyang akurat untuk memprediksi objek termasuk dalam kategori tertentu, dengan catatan data-data yang dilibatkan terjamin akurasinya (Simanmora, 2005)

(1) Model Analisis Diskriminan

Fungsi diskriminan yang dimaksud adalah,

D = bo + b1X1 + b2X2 + … + bjXj + ...+ bpXp = bT X Dimana:

X1, X2, , Xj, .,Xp = Variabel independent

(23)

(2) Pendugaan Koefisien Fungsi Diskriminan

Tujuan pendugaan adalah mencari b, sedemikian sehingga akan memberikan nilai D yang berdekatan untuk grup yang sama, dan memberikan nilai D yang berjauhan untuk grup berbeda. Hal tersebut diperoleh dengan cara mencari b, yang membuat rasio ragam D antar grup (bTBb) & ragam D dalam

, dengan metode Lagrange

akan diperoleh persamaan,

4 (W-1B – λi I) bi = 0 Dimana:

B = Matriks koragam X antar grup

W-1= Invers matriks koragam X dalam grup I = Matriks identitas

bi = Koefisien fungsi diskriminan ke-i, yang dapat diperoleh dengan menyelesaikan persamaan di atas, dengan i = 1, 2, ..., L

λi = Eigenvalue (akar ciri ke-i) dari matriks W-1B yang berpasangan dengan bi

Banyaknya fungsi diskriminan yang dapat dibentuk dari persamaan tersebut adalah sebanyak L, dimana L adalah nilai terkecil dari (G-1) dan p, dengan G adalah banyak grup, sedangkan p adalah banyak variabel independent.

(3) Evaluasi Fungsi Diskriminan

Evaluasi fungsi diskriminan umumnya untuk memeriksa apakah fungsi diskriminan yang diperoleh signifikan sebagai diskriminator grup-grup tersebut dan variabel independent apa saja yang signifikan, serta berapa persen objek dalam sampel dapat dikelompokkan dengan benar oleh fungsi diskriminan tersebut. Berikut ini akan diuraikan beberapa prosedur evaluasi fungsi diskriminan.

(a) Uji Signifikansi Fungsi Diskriminan Dua Grup

(24)

kedua grup tersebut. Untuk itu diperiksa melalui pengujian hipotesa statistik, yang dinyatakan sebagai berikut.

Ho : Fungsi diskriminan tidak signifikan H1 : Fungsi diskriminan signifikan

Hipotesa statistik tersebut diperiksa melalui statistik uji berikut ini,

Total

Statistik Λ tersebut, kemudian ditransformasi menjadi statistik Chi-Square, dengan formulasi sebagai berikut,

p = Banyaknya variabel independent n = Ukuran sampel untuk seluruh grup

Statistik Chi-square, menyebar Chi-square (� ) dengan derajat bebas (df) sebesar p(G-1) atau (� Rdf=p(G-1)).

(b) Uji Signifikansi Variabel Independent Xj

Apabila fungsi diskriminan disimpulkan signifikan, maka perlu ditelusuri, variabel independent mana saja yang signifikan mendiskriminasi grup. Untuk itu diperiksa melalui pengujian hipotesa statistik, yang dinyatakan sebagai berikut.

Ho : Variabel independent ke-j (Xj) tidak signifikan, atau dengan kata lain, rata-rata Xj pada G grup tidak berbeda

H1 : Variabel independent ke-j (Xj) berpengaruh signifikan terhadap variabel dependent (Rata-rata Xj pada G grup berbeda)

Hipotesa tersebut, diuji dengan statistik uji berikut:

(25)

Dimana, SSWXj dan SSTXj adalah seperti yang didefinisikan sebelumnya. Untuk selanjutnya, statistik Λ dikonversi menjadi statistik F berikut ini,

G

Statistik F menyebar mengikuti sebaran F dengan derajat bebas pembilang =v1=G-1 dan derajat bebas penyebut =v2=n-G. Pada outputSPSS di bagian Test

of Equality of Group Means tersaji informasi Sig, dimana Sig=Peluang(F

(v1=G-1,v2=n-G)>F). Apabila Sig<α atau F>F(v1=G-1,v2=n-G)α maka disimpulkan tolak Ho pada tarafnyata α. Nilai F(v1=G-1,v2=n-G)α.

(4) Prediksi Variabel Dependent

Disamping uji signifikansi fungsi diskriminan dan masing-masing variabel

independent, juga diperlukan gambaran deskriptif akurasi model. Model fungsi

diskriminan semakin baik, apabila persentase objek dalam sampel dapat diklasifikasikan (diprediksi) dengan benar oleh fungsi tersebut (dinyatakan sebagai nilai hit ratio) semakin besar. Model yang signifikan dengan hit ratio yang besar, untuk selanjutnya dapat digunakan untuk prediksi variabel dependent, atau pengklasifian objek, berdasar atas nilai variabel independent [X1, X2, …, Xp) dari objek tersebut.

Rata-rata skore D, untuk seluruh objek untuk masing-masing grup, disebut sebagai Centroid. Suatu objek yang memiliki skore D dekat dengan Centroid grup1, maka objek tersebut akan diprediksi masuk ke grup1, sebaliknya bila skore D suatu objek dekat dengan grup2, maka objek tersebut akan diklasifikasikan masuk ke grup2.

Batas wilayah antar grup disebut sebagai Cutoff-value, ditentukan diantaranya sebagai berikut :

(26)

Dimana,

Cutoff-value = Nilai batas wilayah grup1 dan grup2 n1 = Ukuran sampel untuk grup1

n2 = Ukuran sampel untuk grup2

� = � � � 1

� = � � � 2

Dari formulasi di atas, tampak bahwa Cutoff-value, untuk kasus dua grup, adalah rata-rata skore D untuk kedua grup tersebut. Berdasarkan nilai Centroids

dan Cutoff, dapat dibuat Teritorial Map. Untuk selanjutnya dapat digunakan

untuk mengevaluasi akurasi prediksi fungsi diskriminan pada data sampel, atau untuk prediksi objek berdasarkan data [X1,…,Xj,…, Xp] objek tersebut.

(5) Asumsi Analisis Diskriminan

Penggunaan analisis diskriminan membutuhkan beberapa asumsi, diantaranya:

(a) True categorical dependents

Grupnya bersifat mutually exclusive, yakni setiap objek hanya bisa menjadi anggota satu grup saja.

(b) Interval data.

Variabel independent mencapai metrik, sama seperti pada analisis regresi berganda.

(c) Homogeneity of variances

Ragam setiap variabel independent, homogen pada grup-grup tersebut.

(d) Independence

Tidak ada multikolinier pada variabel independent. (e) No lopsided splits

Ukuran sampel setiap grup tidak berbeda jauh. (f) Adequate sample size

(27)

(g) Proper specification

(28)

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Kabupaten Brebes

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Brebes

Gambar 4.1 Peta Administratif Kabupaten Brebes

4.1.1 Geografi

Kabupaten Brebes sebagai salah satu daerah otonom di Propinsi Jawa Tengah, letaknya disepanjang pantai utara Laut Jawa, memanjang ke selatan berbatasan dengan wilayah Karsidenan Banyumas. Sebelah timur berbatasan dengan Kota Tegal dan Kabupaten Tegal, serta sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Barat. Letaknya antara 60˚44’ – 70˚21’ Lintang Selatan dan antara 108˚041’ – 109˚011’ dengan jumlah rata-rata curah hujan 154 mm, sedangkan jumlah rata-rata hari hujan 10 hari. Rata-rata curah hujan tertinggi terjadi di Kecamatan Bumiayu sebesar 215 mm, dengan rata-rata jumlah hari hujan 15 hari.

(29)

Nulakamba, Wanasari, Songgom, Jatibarang, Brebes. Kabupaten Brebes juga terdiri dari 292 desa dan 5 kelurahan. Dari jumlah itu dibagi habis menjadi 1.132 dusun, 1.608 RW/Lingkungan dan 8.274 Rukun Tetangga (RT).

Luas keseluruhan Kabupaten Brebes adalah 166,296 hektar. Dari luas keseluruhan itu 62.703 hektar adalah lahan sawah, pekarangan/ bangunan 19.250 hektar, tegalan/ kebun seluas 17.499 hektar, tanah sementara tidak digunakan279 hektar, tambak/kolam/rawa-rawa 9.001 hektar, hutan rakyat dengan luas 5.557 hektar, hutan negara 46.708 hektar, pekebunan negara/swasta seluas hektar 1.252, dan lain-lain seluas 4.047 hektar.

Wilayah Kabupaten Brebes mempunyai batas-batas sebagai berikut : Sebelah Utara : Laut Jawa

Sebelah Timur : Kab Tegal dan Kota Tegal Sebelah Selatan : Kab Banyumas dan Kab Cilacap Sebelah Barat : Propinsi Jawa Barat

Kabupaten Brebes merupakan daerah dataran rendah dengan ketinggian bervariasi, untuk daerah penelitian ini kecamatan Brebes, Bulakamba, dan Tanjung mempunyai ketinggian 3 meter di atas permukaan laut.

4.1.2 Demografi

Jumlah Penduduk Kabupaten Brebes pada tahun 2009 tercatat 1.752.128 jiwa, terdiri dari 873.062 jiwa penduduk laki-laki dan 879.066 jiwa penduduk perempuan. Dari tahun ke tahun jumlah penduduk Kabupaten Brebes terus bertambah, jika dibandingkan dengan tahun yang lalu (2008) telah bertambah sebanyak 4.698 Jiwa atau sebesar 0,27 persen.

(30)
(31)

30 Tabel 4.1 Jumlah penduduk berumur 10 tahun ke atas yang bekerja dirinci menurut jenis pekerjaan di Kabupaten Brebes

Sumber : BPS Kabupaten Brebes (2010) Tahun Petani Buruh

Tani

Nelayan Pengusaha Buruh Industri

Buruh Bangunan

Pedagang Supir/ kernet angkutan

PNS/ TNI/Po lisi

Pensiun an

Jumlah

2005 301.694 438.788 23.828 16.704 34.050 71.546 82.531 11.771 25.530 6.871 1.067.919

2006 321.694 444.788 25.947 8.873 37.370 67.763 84.022 12.679 36.609 6.984 1.096.366 2007 304.947 412.916 25.420 7.332 41.030 72.997 77.410 14.909 25.221 6.790 1.015.721

(32)
(33)

4.1.3 Pendidikan

Di Kabupaten Brebes untuk tingkat pendidikan pra sekolah (TK) yang terdaftar pada Dinas Pendidikan Kabupaten Brebes pada tahun 2009 mengalami kenaikan jumlah sekolah. Demikian juga dengan jumlah murid dan guru mengalami kenaikan yang menggembirakan. Jumlah sekolah naik 5,07 persen. Jumlah murid naik 4,92 persen dan jumlah guru naik 0,14 persen. Untuk tingkat pendidikan dasar SD pada tahun 2009 jumlah murid sebanyak 187.686 murid, dan jumlah guru sebanyak 8.099 orang. Untuk sekolah MI pada tahun 2009 jumlah sekolah yang ada 201 sekolah, 40.525 murid dan 1866 guru. Untuk tingkat SLTP jumlah sekolah yang ada sebanyak 118 sekolah, jumlah murid sebanyak 53.317 siswa dan Guru sebanyak 2.812. Demikian pula untuk jenjang pendidikan Madrasah Tsanawiyah terdapat 86 sekolah, Murid 27.392 siswa dan guru sebanyak 1.658 orang.

Untuk pendidikan SLTA jumlah sekolah sebanyak 33 sekolah, Murid sebanyak 15.565 siswa dan guru sebanyak 976 orang. Untuk jumlah pondok pesantren Di Kabupaten Brebes pada tahun 2009 tercatat 184 pondok Pesantren dengan jumlah santri 28.053 orang.

4.1.4 Ekonomi

(34)

32 Tabel 4.2 Penduduk umur 10 tahun ke atas dirinci menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan di Kabupaten Brebes tahun 2006-2009

Tahun Tidak/ Belum tamat SD/ Tidak punya ijasah SD

Tamat SD Tamat SMP Tamat SMA Tamat

Universitas/Diploma

Jumlah

2006 541.103 521.671 173.487 136.397 41.042 1.373.965

2007 575.572 483.421 170.494 101.024 44.037 1.367.544

2008 564.309 472.960 185.214 104.368 32.666 1.366.521

2009 564.886 462.429 169.211 100.762 24.157 1.361.180

(35)

PDRB Kabupaten Brebes dari tahun 2007 sampai 2009 mengalami peningkatan. Ini terjadi baik menurut harga konstan maupun harga berlaku. Tahun 2007 PDRB menurut harga berlaku sebesar Rp 9,55 triliun dan menurut harga konstan Rp 4,77 triliun dan pada tahun 2009 PDRB menurut harga berlaku sebesar Rp 12,53 triliun dan menurut harga konstan sebesar Rp 5,25 triliun. Pada tahun 2007 pertumbuhan ekonomi mengalami peningkatan sebesar 4,79 persen, kemudian pada tahun 2008 naik menjadi 4,81 dan kembali mengalami peningkatan pada tahun 2009 menjadi 4,99 persen.

Sektor pertanian yang menjadi ciri khas Kabupaten Brebes masih menjadi sektor penting. Kontribusi sektor pertanian masih berkisar diatas 50 persen. Dari tahun ketahun kontribusi sektor ini mengalami penurunan, sebaliknya sektor industri pengolahan dari tahun ke tahun kontribusinya mengalami kenaikan. Empat sektor yang dominan pada struktur perekonomian di Kabupaten Brebes adalah sektor pertanian, sektor perdagangan, sektor industri pengolahan dan sektor jasa.

Menurut Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Brebes, industri dikelompokan industri logam, mesin, elektronika dan aneka serta industri kimia agro dan hasil hutan. Masing-masing dibedakan menjadi industri formal dan non formal, serta digolongkan berdasarkan aset menjadi skala besar, menengah, kecil dan rumah tangga. Jumlah perusahaan industri kecil formal cabang industri kimia, agro dan hasil hutan di Kabupaten Brebes Tahun 2008 sebanyak 705 unit, cabang elektronika dan aneka berjumlah 43 unit, cabang industri logam, mesin dan perekayasaan berjumlah 177 unit.

4.2 Badan Amil Zakat Daerah (BAZDA) Kabupaten Brebes

4.2.1 Profil BAZDA Kabupaten Brebes

(36)

Dasar hukum pembentukan pengurus Badan Amil Zakat Kabupaten Brebes dan Badan Amil Zakat tingkat Kecamatan :

1. Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 164 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3885)

2. Peraturan Pemerintah Nomor Tahun 1988 tentnag Koordinasi Kegiatan Instansi Vertikal di Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1988 Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3373 )

3. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2001 tentang Badan Amil Zakat (BAZ) Nasional

4. Keputusan Menteri Agama Republika Indonesia Nomor 581 Tahun 1999 Tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat

5. Keputusan Direktur Jendral Bimas dan Urusan Haji Nomor D/291 Tahun 2000 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Zakat

Pengurus Badan Amil Zakat Kabupaten Brebes terdiri dari Badan Pelaksana, Dewan Pertimbangan dan Komisi Pengawasan. Badan Pelaksana memiliki tugas membuat rencana kerja yang meliputi rencana pengumpulan, penyaluran, dan pendayagunaan zakat, melaksanakan operasional pengelolaan zakat sesuai rencana kerja yang telah disahkan dan sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan, menyusun laporan tahunan, menyampaikan laporan pertanggujawaban dan bertindak dan bertanggungjawab untuk dan atas nama Badan Amil Zakat ke dalam maupun keluar.

(37)

Pengawasan. Bagian ini juga memiliki fungsi untuk menampung, mengolah, dan menyampaikan pendapat umat tentang pengelolaan zakat.

Komisi Pengawas bertugas untuk mengawasi pelaksanaan rencana kerja yang telah disahkan, mengawasi pelaksanaan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan, mengawasi operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana kemudian melakukan pemeriksaan operasional dan pemeriksaan syariah dan peraturan perundang-undangan serta menunjuk akuntan publik.

Badan Amil Zakat di Kabupaten Brebes terdapat di tingkat kabupaten, kecamatan dan desa. BAZ tingkat kabupaten mengelola dana zakat dan infak dari seluruh wajib zakat di Kabupaten Brebes. BAZ tingkat kecamatan dan desa bertugas mengumpulkan zakat dan infak dari wajib zakat di lingkungan kecamatan dan desa kemudian dilaporkan kepada BAZ Kabupaten Brebes kemudian diserahkan kepada BAZ kabupaten. Bupati Kabupaten Brebes telah mengeluarkan edaran untuk pemotongan zakat profesi secara langsung pada gaji ketiga belas untuk pegawai negeri sipil di seluruh Kabupaten Brebes.

Penerimaan BAZ Kabupaten Brebes sampai 31 Oktober 2010 sebesar Rp 817.731.241,00. Pengeluaran dari dana zakat sebesar Rp 647.575.000 dan infak sebesar Rp 111.000.000. Pada tahun 2009 BAZ kabupaten Brebes berhasil menghimpun dana zakat dan infak dari masyarakat sebesar Rp 2,144 miliar. Dana itu terhimpun hingga 31 Desember 2009 lalu, meliputi zakat mal Rp 1.073.337.113 dan infaq Rp 1.070.861,757.

4.2.2 Pendayagunaan Zakat BAZDA Kabupaten Brebes

Pengeluaran dana zakat didistribusikan sesuai asnaf yang berhak menerima zakat dengan perincian 62,5 persen untuk fakir dan miskin di 297 desa.

Fisabilillah (pejuang islam) mendapat bagian sebesar 12,5 persen. Sementara bagi

ghorim (penyandang utang) dialokasikan sebesar 6,25 persen. Bagi Ibnu sabil atau

(38)

Pendayagunaan zakat BAZDA Kabupaten Brebes terbagi atas dua jenis yaitu zakat produktif dan konsumtif. Pendayagunaan zakat produktif contohnya peminjaman modal usaha kepada tukang tempe, tukang tahu dan penjual kangkung. Pendayagunaan pendayagunaan zakat konsumtif contohnya bantuan untuk memenuhi kebutuhan pangan, pendidikan, bantuan program bencana alam.

Pendayagunaan dana zakat di Kabupaten Brebes antara lain :

1. Pemberian santunan kepada fakir miskin sebanyak 5.940 orang masing-masing mendapatkan Rp 100.000 dengan total nilai sebesar Rp 594.000.000 untuk 297 desa .

2. Pemberian santunan kepada guru di Taman Pendidikan Al-Qur’an, guru ngaji, guru Madrasah Diniyah dialokasikan sebesar Rp. 75,795.687.

3. Pemberian zakat produktif antara lain kepada penjual tempe, penjual tahu dan penjual kangkung dialokasikan sebesar Rp 37.897.843.

4. Beasiswa kepada pelajar Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas sebesar Rp 37.897.843.

(39)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik dan Persepsi Responden

Karakteristik dan persepsi responden ini merupakan hasil dari wawancara terhadap 100 responden yang tersebar di tiga kecamatan di Kabupaten Brebes yakni Kecamatan Brebes, Kecamatan Bulakamba dan Kecamatan Tanjung. Karakteristik responden dilihat dari kondisi demografi yakni jenis kelamin, status pernikahan, jenis pekerjaan, tingkat pendidikan, dan pendapatan per bulan sebagaimana ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

Tabel 5.1 Demografi responden

Variabel Jumlah Persentase

Jenis Kelamin Laki-laki 70 70%

Perempuan 30 30%

Status Pernikahan Belum Menikah 4 4%

Menikah 92 92%

Sumber : Data Primer 2011 (diolah)

Berdasarkan Tabel 5.1 mayoritas responden adalah laki-laki dengan status pernikahan sudah menikah. Jenis pekerjaan responden paling banyak adalah PNS sebesar 58 persen dan petani 23 persen.

(40)

persen responden dengan pendapatan 1 juta sampai 2,5 juta dan sebesar 16 persen responden memiliki pendapatan 5 juta sampai 50 juta.

Persepsi responden dijelaskan pada Tabel 5.2 meliputi kesanggupan responden membayar zakat, rutinitas membayar infak serta pemilihan tempat membayar zakat. Hasilnya dilihat dari berbagai macam variabel seperti, pekerjaan, pendidikan, pendapatan dan pengeluaran serta beberapa faktor yang diduga mempengaruhi seseorang membayar zakat. Faktor yang dimaksud adalah iman, penghargaan, altruism, kepuasan diri dan organisasi. Pada hasil penelitian ini juga dilihat alasan seseorang membayar zakat melalui lembaga amil formal ataupun informal.

Kesanggupan seseorang untuk membayar zakat ditunjukkan pada Tabel 5.2. Pada tabel ini kesanggupan seseorang ditunjukkan dengan menjawab ya atau tidak untuk membayar zakat. Sebanyak 100 responden yang disurvei, 82 orang atau sama dengan 82 persen menjawab ya untuk membayar zakat dan 18 orang atau 18 persen menjawab tidak untuk membayar zakat.

Tabel 5.2. Pembayaran zakat

Zakat (N) Zakat (%)

(41)

Berdasarkan variabel pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka kesadaran untuk membayar zakat juga semakin tinggi. Pada Tabel 5.2, responden yang menjawab membayar zakat untuk tingkat pendidikan SD sebesar 75 persen. Persentase semakin meningkat seiring dengan semakin tingginya tingkat pendidikan. Tingkat pendidikan SMP keseluruhan responden menjawab membayar zakat. Hal ini didasarkan pada semakin tingginya tingkat pendidikan, maka seseorang akan semakin mengerti dan sadar akan kewajibannya sebagai seorang muslim untuk membayar zakatnya.

(42)

akan dibayarkan sudah dipotong dari gaji bulanan atau terdapat lembaga pengumpul zakat di institusi tempat bekerja.

Hal yang sama juga terjadi pada variabel pendapatan dimana semakin tinggi pendapatan, maka persentase responden yang membayar zakat lebih tinggi. Berdasarkan Tabel 5.3, pendapatan 1 juta sampai 2,5 juta rupiah hanya 71.4 persen yang menjawab membayar zakat, pendapatan 2,5 - 5 juta rupiah meningkat sebesar 82,5 persen menjawab membayar zakat dan pendapatan lebih 5 juta sampai 50 juta rupiah sebanyak 93,8 persen yang menjawab berzakat.

Berdasarkan uraian diatas, karakteristik kesanggupan orang membayar zakat ditentukan oleh tingginya tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan. Semakin tinggi tingkat pendidikan dan pendapatan, maka kesadaran seseorang untuk membayar zakat semakin tinggi. Sedangkan untuk jenis pekerjaan, seseorang yang memiliki pekerjaan dengan pendapatan yang tetap dan tinggi cenderung untuk membayar zakatnya. Berdasarkan Tabel 5.2 dimana kebanyakan responden menjawab bersedia untuk membayar zakatnya dari berbagai variabel yang mempengaruhinya, menunjukkan bahwa tingkat kesadaran masyarakat untuk membayar zakat sudah semakin tinggi. Hal ini sangat menguntungkan karena semakin banyak orang yang membayar zakat berarti zakat yang terkumpul akan semakin meningkat dan kesejahteraan masyarakat juga akan meningkat.

(43)

tentang responden yang rutin berinfak atau tidak dengan variabel yang sama seperti pada pembayaran zakat.

Tabel 5.3. Rutinitas pembayaran infak

Variabel infak (N) infak (%)

Sumber: Data primer 2011 (diolah)

(44)

responden dengan pendidikan terakhir lebih tinggi, persentase membayar infak secara rutin lebih besar.

Berdasarkan kategori ini, kelompok responden dengan pekerjaan sebagai karyawan BUMN memiliki persentase tertinggi dalam membayar infak secara rutin yaitu 100 persen. Peringkat kedua adalah kelompok responden yang bekerja sebagai wiraswasta sebesar 83,3 persen. Peringkat ketiga adalah kelompok responden yang bekerja PNS yaitu sebesar 67,2 persen. Responden dengan pekerjaan sebagai petani memiliki persentase membayar infak secara rutin sebesar 52,2 persen. Persentase responden yang bekerja di lainnya seperti jasa atau pensiunan yang membayar infak secara rutin sebesar 25 persen. Kelompok responden yang bekerja sebagai pedagang memiliki persentase terendah dalam membayar infak secara rutin sebesar 16,7 persen. Secara keseluruhan partisipasi responden rutin berinfak tidak sebesar membayar zakat. Dari 100 responden, 59 persen yang rutin berinfak dan 41 persen lainnya tidak rutin berinfak, lebih rendah dari persentase yang membayar zakat yaitu 82 persen. Berdasarkan pengamatan di lapangan, sebagian besar responden yang rutin berinfak adalah responden yang mengikuti majelis taklim atau kegiatan sosial kemasyarakatan di lingkungannya. Ini karena dalam majelis taklim atau kegiatan sosial tersebut ada infak yang secara rutin dikeluarkan untuk kelancaran kegiatan tersebut.

(45)

yang diterimanya. Ini bisa jadi melatarbelakangi responden dengan pendapatan antara 1 juta sampai 2,5 juta rupiah memiliki persentase berinfak secara rutin tertinggi dibandingkan kategori pendapatan lainnya.

Berdasarkan Tabel 5.3 terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang berinfak yaitu, pekerjaan, pendidikan, dan pendapatan. Dari penelitian ditemukan bahwa pekerjaan dengan penghasilan tetap tidak berkorelasi positif dengan rutin berinfak. Buktinya masyarakat dengan pekerjaan yang jumlah penghasilannya tidak tetap seperti pedagang dan wirausaha memiliki persentase yang lebih tinggi dibanding dengan masyarakat yang memiliki pekerjaan dengan jumlah penghasilan relatif tetap seperti PNS.

Tabel 5.4 merupakan penjelasan lebih mendalam tentang berinfak yaitu periode membayar infak. Kajian ini bertujuan untuk mengetahui periode berinfak yang paling sering dilakukan responden. Pilihan periode berinfak berbeda-beda yaitu, per hari, per minggu, per bulan dan lainnya. Periode membayar infak juga didekati dengan variabel pekerjaan, pendidikan, pendapatan dan pengeluaran. Tabel 5.4. Periode membayar infak

Periode infak (N) Periode infak (%)

per

(46)

Pada tabel 5.4, periode membayar infak tertinggi dipilih oleh para responden berdasarkan variabel pendidikan adalah per minggu. Periode infak ini didapat dari responden yang menjawab melakukan infak secara rutin sebanyak 33 persen. Persentase periode per hari tertinggi ada pada kategori pendidikan terakhir D3 dan S2, persentase per minggu tertinggi ada pada kategori D3, persentase per bulan tertinggi ada pada kategori SMA. Tingkat SD, SMP, D3 periode membayar infak tertinggi adalah per minggu yaitu masing-masing sebesar 58,3 persen, 50 persen, dan 60 persen. Pada tingkat pendidikan SMA kesadaran membayar infak mulai meningkat yaitu pada periode per bulan sebesar 46,2 persen dan pendidikan S2 periode per minggu dan per bulan seimbang yaitu sebesar 40 persen. Periode responden membayar infak per minggu biasanya dibayarkan pada saat shalat Jumat di mesjid-mesjid atau di majelis taklim.

Periode membayar infak tertinggi yang dipilih oleh para responden berdasarkan variabel pekerjaan adalah per minggu. Karyawan BUMN dan PNS memilih periode per bulan sebagai periode yang tertinggi berbeda dengan jenis pekerjaan lainnya. Petani dan wiraswasta memilih periode per minggu sebagai periode tertinggi yaitu sebesar 60 persen dan 40 persen. Karyawan BUMN dan PNS periode tertinggi dalam membayar infak adalah per bulan sebesar 100 persen dan 40 persen. Responden dengan pekerjaan sebagai pedagang seimbang antara yang memilih periode per hari dan lainnya.

Periode infak rutin per hari persentase tertinggi dimiliki oleh pedagang dan wiraswasta. Ini disebabkan oleh banyaknya orang yang meminta infak setiap hari dengan mendatangi tempat usaha mereka. Petani dan lainnya memilih periode per minggu untuk mengeluarkan infak yakni pada saat shalat jum’at atau hadir di majelis ilmu. Karyawan BUMN dan PNS memilih infak rutin per bulan karena pendapatan yang diterimanya itu per bulan sehingga infak dikeluarkan setelah mendapat penghasilan.

(47)

kecenderungan periode membayar infak per hari dan per bulan dengan persentase berimbang yaitu 30 persen. Hal ini mencerminkan bahwa semakin tinggi pendapatan, maka semakin rajin membayar infak secara rutin.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan, periode membayar infak yang lebih banyak dipilih oleh responden adalah per minggu baik dilihat dari sisi pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. Periode per minggu dipilih sebagai waktu yang ideal untuk membayar infak karena bisa disalurkan pada saat pelaksanaan shalat jumat dan adanya pemikiran dengan jumlah total infak yang sama, terasa lebih ringan dikeluarkan per minggu dibandingkan sekaligus pada setiap bulan.

Periode membayar zakat disajikan seperti pada Tabel 5.5. Responden diberi pilihan waktu yang biasanya digunakan untuk membayar zakat yakni dikeluarkan per bulan, per tahun atau lainnya.

Tabel 5.5. Periode membayar zakat

Periode zakat (N) Periode zakat (%) per

(48)

Periode membayar zakat berdasarkan pendidikan terakhir seperti terlihat pada Tabel 5.5 memiliki kecenderungan untuk memilih periode per tahun, tetapi periode membayar zakat SD yang tertinggi adalah per bulan sebesar 40 persen dari 15 orang responden petani. Periode membayar zakat pada kategori pendidikan terakhir D3 seimbang antara periode per bulan dan per tahun yaitu 50 persen. Kategori SMP, SMA S1 dan S2 persentase tertinggi pada periode membayar zakat per tahun. Responden dengan latar belakang pendidikan rendah cenderung pada saat mereka dapat penghasilan, sebagian besar langsung mengeluarkan zakat. Semakin tinggi latar belakang pendidikan, kecenderungannya mengeluarkan zakat per tahun. Ini didorong kebiasaan dan pengaruh lingkungan sekitar.

Periode membayar zakat berdasarkan pekerjaan memiliki kecenderungan untuk memilih periode per tahun. Responden dengan kategori pedagang, karyawan BUMN, karyawan swasta dan wiraswasta seluruhnya (100 persen) memilih per tahun. Kategori PNS dan lainnya persentase yang memilih membayar zakat periode per tahun sebesar 60 persen dan 75 persen. Responden petani yang memilih periode zakat per bulan, per tahun dan keduanya jumlahnya sama banyak sebesar 33,3 persen. PNS membayar zakat terbanyak setiap tahun, namun yang bayar zakat per bulan juga cukup banyak sebesar 40 persen.

Berdasarkan pendapatan, responden lebih banyak untuk membayar zakat pada periode per tahun. Pendapatan 1 juta sampai 2,5 juta rupiah memiliki persentase terbesar dalam membayar zakat per tahun dibandingkan membayar zakat per bulan dan lainnya yaitu sebesar 92,3 persen. Pendapatan pada kategori 5 juta sampai 50 juta memiliki persentase membayar zakat per bulan paling tinggi diantara kategori pendapatan lainnya.

(49)

Pada Tabel 5.6 keputusan seseorang dalam membayar zakat melalui organisasi pengelola zakat dan bukan organisasi pengelola zakat dihubungkan dengan variabel pekerjaan, pendidikan terakhir, dan pendapatan yang dimiliki responden responden. Organisasi pengelola zakat adalah lembaga resmi yang mengurusi tentang pembayaran dan pendistribusian zakat seperti lembaga amil zakat dan badan amil zakat. Tempat membayar zakat bukan kepada organisasi pengelola zakat artinya membayar zakat melalui lembaga yang tidak berbadan hukum namun memiliki fungsi yang sama seperti lembaga amil atau menyalurkan secara langsung kepada mustahik.

Pada variabel pendidikan, responden yang paling tinggi persentasenya dalam membayar zakat ke organisasi pengelola zakat adalah responden yang berpendidikan D3 sebesar 60 persen, sedangkan untuk membayar zakat bukan ke organisasi pengelola zakat adalah kategori pendidikan SD dengan persentase 70 persen. Ini menunjukkan tingkat pendidikan responden memengaruhi cara mereka membayar zakat. Akan tetapi responden yang memilih untuk membayar zakat bukan ke organisasi pengelola zakat memiliki persentase lebih tinggi.

Tabel 5.6. Tempat membayar zakat

tempat zakat (N) tempat zakat (%)

(50)

Pada variabel pekerjaan, dapat dilihat bahwa kebanyakan responden petani dan pekerjaan lainnya membayar zakatnya bukan ke organisasi pengelola zakat sebesar 70 persen dan 80 persen. Kecilnya persentase petani dan pekerjaan lainnya yang membayar zakat pada organisasi pengelola zakat dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti jarak organisasi pengelola zakat yang jauh dari tempat mereka berdagang atau tinggal (hal ini merupakan faktor utama yang menyebabkan kecilnya persentase responden dalam membayar zakatnya ke organisasi pengelola zakat) atau karena akses ke bukan organisasi pengelola zakat yang lebih mudah. Responden dengan pekerjaan sebagai pedagang, karyawan swasta, wiraswasta memiliki persentase yang seimbang antara organisasi pengelola zakat dan bukan organisasi pengelola zakat dalam memilih tempat membayar zakat yaitu sebesar 50 persen. Ini menandakan untuk masyarakat dengan kategori ini mulai banyak yang memilih organisasi pengelola zakat sebagai tempat membayar zakat. Dari responden yang bekerja sebagai karyawan BUMN memilih membayar zakat di organisasi pengelola zakat sedangkan responden pegawai negeri sipil lebih memilih membayar zakat ke bukan organisasi pengelola zakat sebesar 58,6 persen daripada membayar zakat ke organisasi pengelola zakat sebesar 41,4 persen.

Dalam variabel pendapatan, tingkat persentase responden dengan pendapatan 1 juta sampai 2,5 juta mayoritas membayar zakat di organisasi pengelola zakat yakni 95,2 persen. Kategori pendapatan 5 juta sampai 50 juta rupih, seluruhnya (100 persen) bayar ke organisasi pengelola zakat. Responden dengan penghasilan antara 2,5 juta – 5 juta sebesar 95,2 persen memilih lembaga informal. Ini menjadi fenomena tersendiri karena jumlah masyarakat yang memiliki pendapatan antara 2,5 juta sampai 5 juta lebih banyak daripada kategori pendapatan lainnya maka secara keseluruhan persentase yang membayar zakat bukan ke organisasi pengelola zakat lebih banyak dibandingkan ke organisasi pengelola zakat.

(51)

organisasi pengelola zakat yaitu 39 persen berbanding 61 persen. Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tidak tersediannya organisasi pengelola zakat di lingkungan sekitar menjadi faktor utama yang menyebabkan responden enggan untuk membayar zakat di organisasi pengelola zakat (OPZ).

Cara lainnya yang dapat dilakukan untuk menanggulangi hal tersebut, pihak organisasi pengelola zakat dapat melakukan langkah-langkah antara lain, mendirikan cabang di daerah-daerah yang potensi zakatnya besar. Hal ini dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan DKM setempat. Daerah yang memiliki potensi zakat yang besar antara lain sentral pertanian seperti Kecamatan Bulakamba, Kecamatan Bumiayu serta daerah yang memiliki pendapatan per kapita yang lebih tinggi yaitu Kecamatan Brebes. Langkah lainnya seperti menyediakan layanan jemput zakat atau fasilitas pembayaran on line.

Tabel 5.7 menggambarkan alasan-alasan seseorang dalam memilih tempat mereka membayar zakat. Terdapat sembilan variabel yang masuk menjadi alasan seseorang membayar zakat, yaitu transparansi, tingkat profesionalitas, akses, ketersediaan informasi, kenyamanan muzakki dalam membayar zakat, kemudahan dalam proses membayar zakat, faktor lingkungan, kepuasan muzakki dalam membayar zakat, dan fatwa kyai setempat. Jumlah responden yang membayar zakat ke organisasi pengelola zakat adalah sebanyak 39 persen, dan 61 persen lainnya membayar zakat ke bukan organisasi pengelola zakat.

Tabel 5.7. Alasan Membayar Zakat Melalui OPZ dan Bukan OPZ

Variabel

Ketersediaan Informasi 12 12 30.77 19.67

Kenyamanan 12 12 30.77 19.67

Kemudahan 11 33 28.21 54.10

Lingkungan 7 30 17.95 49.18

Kepuasan 6 13 15.38 21.31

Fatwa Kyai Setempat 3 6 7.69 9.84

(52)

Berdasarkan tingkat persentase alasan pemilihan tempat dengan total tempat berzakat responden, alasan responden membayar zakat melalui organisasi pengelola zakat karena laporan keuangan organisasi pengelola zakat transparan sebesar 74,36 persen, kinerja organisasi pengelola zakat yang profesional 74,92 persen dan akses ke organisasi pengelola zakat yang mudah sebesar 46,15 persen. Ketersediaan informasi dan kenyamanan memengaruhi keputusan responden membayar di organisasi pengelola zakat sebesar 30,77 persen. Terdapat 28,21 persen responden yang menyatakan memilih tempat bayar zakat melalui organisasi pengelola zakat karena alasan kemudahan, sebanyak 17,95 persen karena lingkungan, 15,38 persen karena kepuasan dan 7,69 persen karena fatwa kyai (pemuka agama) setempat.

Alasan utama responden memilih tempat zakat bukan ke organisasi pengelola zakat karena kemudahan membayar ke panitia amil masjid atau menyalurkan secara langsung ke mustahik sebesar 54,10 persen dan lingkungan sebesar 49, 18 persen. Variabel akses dan kepuasan berada di peringkat berikutnya sebesar 24,59 persen dan 21,31 persen. Sebesar 19,67 persen responden memilih tempat zakat bukan di organisasi pengelola zakat karena alasan ketersediaan informasi dan kenyamanan. Fatwa kyai (pemuka agama) setempat memengaruhi 9,84 persen dari total responden yang membayar zakat bukan ke organisasi pengelola zakat untuk memilih tempat zakat ini. Alasan lebih transparan dan profesional dijawab oleh 1,64 persen responden dari keseluruhan responden yang membayar zakat bukan ke organisasi pengelola zakat.

(53)

di peringkat ketiga sebesar 33 persen dalam memengaruhi pemilihan tempat membayar zakat. Responden cenderung memilih tempat zakat yang gampang diakses dibandingkan tempat zakat yang tidak mudah diakses. Alasan transparan dan profesional memiliki persentase sebesar 31 persen dan 30 persen dalam memengaruhi alasan tempat membayar zakat. Ketersedian informasi dan kenyamanan menjadi alasan 24 persen responden dalam memilih tempat berzakat. Kepuasan yang dirasakan setelah menyerahkan dana zakat menjadi alasan 18 persen responden dan fatwa kyai (pemuka agama) setempat menjadi alasan 9 persen dari seluruh responden yang membayar zakat.

5.2 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Partisipasi Berzakat

Zakat adalah salah satu rukun yang bercorak sosial-ekonomi dari lima rukun Islam. Dengan zakat, di samping ikrar syahadat dan shalat, seseorang barulah sah masuk ke dalam barisan umat Islam dan diakui keislamannya.

Huda (2008) menyatakan pengeluaran zakat akan mendorong pengeluaran konsumsi dan memiliki multiplier yang positif. Hal ini berimplikasi peningkatan penegluaran zakat akan meningkatkan kegiatan ekonomi.

Kondisi sekarang di Indonesia, tidak ada pihak yang memiliki wewenang untuk memaksa membayar zakat maka keputusan membayar zakat ada di tangan individu muslim yang sudah terkena wajib zakat. Oleh karena itu, pada bagian ini akan dikaji faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi individu dalam membayar zakat.

Berdasarkan pengelompokkan responden dalam berpartisipasi membayar zakat dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 5.8 Pengelompokkan Responden Berdasarkan Partisipasi Berzakat Kelompok Jumlah responden Persentase

Tidak Membayar Zakat 18 18

Membayar Zakat 82 82

Sumber : Data primer 2011 (diolah)

Gambar

Tabel 1.2. Total dana zakat, infak dan shadaqah nasional
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
Tabel 4.1 Jumlah penduduk berumur 10 tahun ke atas yang bekerja dirinci menurut jenis pekerjaan di Kabupaten Brebes
Tabel 4.2 Penduduk umur 10 tahun ke atas dirinci menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan di Kabupaten Brebes
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dalam penelitian teknik pengumpulan data menggunakan metode Angket.Metodeangketyaitu sejumlah pertanyaan tertulis tentang hal ± hal yang diteliti yang digunakan

Langkah-langkah dari metode pengembangan variasi latihan bodyweight training untuk melatih kekuatan otot perut pada pencak silat di PPLM II Jatim Kota Malang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara intensitas menggunakan gadget dengan kemampuan motorik kasar siswa TK usia 4-5 Tahun se

Jika Anda menulis sebuah modul, pelajaran atau bagian baru, dengan dukungan sponsor, Anda harus menyertakan pesan pendek sponsor yang menjadi pilihan mereka. Nama sponsor harus

Dengan mempertimbangkan pilihan-pilihan adaptasi yang dikembangkan PDAM dan pemangku kepentingan, IUWASH juga merekomendasikan untuk mempertimbangkan aksi-aksi adaptasi

nasionalnya dan ini adalah hukum Inggris. 4etapi hukum Inggris ini menun$uk kembali kepada hukum Prancis yaitu hukum dari domisili. Maka apakah menurut hukum Prancis akan

Kepuasan pelanggan sangat penting bagi kelangsungan hidup pelanggan. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh nilai yang dipersepsikan dan kepuasan pelanggan

hak kampung ini. Setelah bel tanda masuk berbunyi para siswa segera menuju ke masjid untuk melaksanakan sholat Dhuha. Masjid yang dipergunakan untuk beribadah ini terletak di