• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembaruan Tata Pemerintahan Desa Berbasis Lokalitas dan Kemitraan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembaruan Tata Pemerintahan Desa Berbasis Lokalitas dan Kemitraan"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Pembaruan Tala Pemcrintah,.n Desa Berbasis lッォ。ャゥエ。セ@ dan Kemitraan

--- MセMMM

PENGANTAR DARI KEMITRAAN

Desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan pemerintahan di Indonesia, bahkan sebelum bangsa ini menampakkan be'ntuknya. Nilai historis ini perlu menjadi pertimbangan penting dalam menata kembali kehidupan berbangsa dan bermasyarakat, sehingga kita dapat .mengambil hikmah dan pembelajaran men).lju ォ・ィゥセオー。ョ@ berba:ngsa dan bernegara yang lebih baik.

Dengan populasi rakyat yang jumlahnya s'udah melebihi 220 juta

ini,

lebih dari 80% dianlaranya masyarakat pedesaan' yang tersebar kurang lebih di 73.000 des a, praktis tidak didukung' dengan regul(lsi yang merriadai. Sejarah mencatat kasak-kusuknF pemerintah untuk menegasikan peran penting des a baik secara p 0litik, ekonomi maupun sosial budtlya. :Jpaya-upaya pengkerdilan peran dt'sa

tersebut tercermin dalam UU No.5 tahun 1974 Tentang Pemerintahan Dael'ah

dan UU No. 5 tahun 1979 ten tang Pemerintahan Desa. Kedua UU tersebut menempatkan des a sebagai suatu subsistem wilayah administrasi pemerintahan. Eksistensi. Desa telah terbirokratisasi ke dalam satu garis komando yang sentralistik, des a kemudian menjadi unit pemerintahan terendah

sli

bawah Camat.

Angin segar berhembus dengal1 terbitnya UU No. 22 tahun 1999, yang

memberi ruane kepada masyarakat desa untuk membentuk, menghapus, menggabungkan, serta menentukan hak dan kewenangannya berdasar pada asal

usul dan kondisi sosial budaya masyarakatnya. Kebijakan tersebllt

menempatkan Pemerintahan Desa pada posisi png strategis, sf>bagai unit penyeknggara ?dministrasi pemerintahan yang mandiri dalam mengatur rumah tangganya, sekaligus sebat;ai representasl politik rakyat dalam kerangka self-governing l'ommur.iry.

Namun yang dibutuhkan masyarakat des a adalah terwujudnya tata

pemerihtahan desa yang mandiri dan otonom. Semc.ntara hingga saat iill regulasi yang ada di UU No 32/7.004, yang kemuclian diuraikan secar? lebih luas _ dalam PP No 72/2005, masih menyisakan Cua permasalahan mendasar dalam pembaruan desa menuju otonomi desa. Pertama, Tata pemerintahan des a liserahkan pengaturar.nya kepada pemerintahan kabupate:1. Hal ini r.1emiliki

dua dampak berlawanan, positif karena sangat responsif terhadap

keanckaragaman karakteristik sosial budaya masyarakat, namun beresiko dan rentan terhadap pellyalahgunaan oleh pemerintahan kabupa:ten untuk memanfaatkan desa dan masY'1rakat.

(3)

'. .

'.,'

Pembaruan'Tata Pemerintahan Desa b・イ「。セゥウ@ Lokalitas di'.n Kemitraan

kセ、オ。L@ regulasi エセイウ・「オエ@ hanya ュ セ ョァ。エオイ@ desentralisasi, tapi tidak memberi

ruang untuk otoqomi. Desentralisasi hanyalah merupakan pertanda pengakuan atau penyerahan G セ・セ・ョ。ョァ@ bleh badan-badan umum yang lebih tinggi kepada badan-badan umum yang lebih rendah untuk secara mandiri dan berdasarkan pertimbangan kepentingan sendiri mengambiI keputusan pengaturan dan pemerintahan, serta struktur wewenang ya ng terjadi (Sarundajang, 2001). Semen tara otonomi mencakup aspek yang lebih kas dari sekedar desentalisasi. Otonomi berasa! dari kata Yuna:1i autos dan nomos. Otonomi bermakna

Bュ・ュ・セセセセウ・ョ、ゥイゥBN@

Dalam wacana administrasi p'Jblik, daerah otonom

sering disebut sebagai /0,"(1/ se(f government. Daerah otonom praktis berbeda dengan "daerahh

. saja yang merupakan penerapan dari kebijakan yang dalam

wacana admIDlstrasi publik disebut 5ebagai /ofa/ state government. Ada pun tugas uaerah

itu

dalam . istilahnya kewenangan implisit yang di dalamnya meliputi kekuasaan ("lacht): hak

Hュィセ@

atau kewajiban'

HpOゥヲィセ@

yang diberikan kepada daerah dalam menjalankan tugasnya. Mestinya kewena:1gan itil tertu:is dalam peratl,lran p・イオョ、。ョァMオョセ。ョァ。ョN@

rセァオ「ウゥ@

'des a

ケセョァ

M セ、。@

hanya mengatur desentraJisasi kelembagaankabupaten

kepada kelembagaan . des a, yang penuh dengan nuansa kooptasi dan penetrasi kepentingan pemerintah pusat dan kabupaten, baik ekonomi, so sial politik, maupun ィオ、セケ。N@ Beberapa pasal-pasal pokok jelas-jdas menyebutkan betapa pemer.intahan desa merupakan subordinasi pem erin tahan kabupaten. Seyogyanya regl,llasi ten tang desa mengatur pengelolaan komunitas d{.sa dalam manajemen rumah tangganya secara mandiri.

Dalam konteks itulah KEMITRAAN (Partnership Govcmam'c ReJom) menfasilitasi Studi-aksi Partnership-Based Rur:zi Governance Reform yang dilakukan oleh Tim Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan-Institut

Pertanian Bogor (pSP3-IPB) , untuk memberikan ' \varna" ten tang kajian

desentralisasi dan OTDA di tingkat de5a. Kegiatan ini telah memberikan

capaian manfaat, yairu: .

1. Sebagai acaciemif exercise, aktivitas ini berguna unruk memperkaya khasanah keilmuan studi-studi tentang desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia '

2. Sebagai sebuah aksi implemcntatif, kegiatan ini memiliki manfaat ya ng sangat besar terhadap pengembangan tata pemerintah di tingkat desa yang berkaitat:, dengan upaya untuk memperbaiki siste'TI kelembagaan dan agensi pembanguhan agar'selaras dengan tuntutan Otonomi Daerah (OTDA) agar sesuai

oeogau uu

No. 32 tahun 2004.

Kegiatan ini merupakan rangkaian kegiatan selama tujuh bulan kalender dengan beberapa tahapanyang melibatkan expertist serta mengambil beberapa perspektif pemikiran. Beberapa isu. khusus yang menjadi perhatian tim studi an tara lain

IV

It

(4)

Pembaruan Tata Pemerintahan Desa Berbasis Lokalitas dan Kemitraan

apresiasi terhadap pola-pola pengelolaan sumber-sumber agraria,penghargaan ter;1adap eksistensi sis tem pemerintahan kelembagaan adat/lokal" apresiasi

terhadap ーセエ・ョウゥ@ ekonomi lokal, gender dan komunikasi f-embangunan. Isu

tersebut dikemf.\s untuk menjelaskan bagaimana si-srem pemerintahan desa Jan

politik 、・ウ」ョエイ。ャゥウ。セゥ@ desa bekerja selam;] lnl. Pendekatan kU,tllitatif

partisipatoris yar.g digunakan tim PSP3 IPB menambah point ters,endi.ri dalam studi desentralis;]si dan otonomi pedesaan.

Buku Pembaharuan Tata Kelola Pemerintahan Desa Berbasis Lokalitas dan Kemitraan ditulis berdasarkan temuan empirik dan pengalaman dari hasil penelitian temabk. Dengan mengambil sampel di lima propinsi setidaknya dapat memberikan gambaran proses otonorr.is:1si desa di beberapa wilayah serra kritikal issu dan permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan otSnomi

terse but. Pemilihan lokasi p ng m emiliki ke-'khas'-an dapat menjadi

pembanding bagi kita dalam melihat beberapa aspek, misalnya sistem tata-pemerintahan desa formal vs desa adat maupun politik desentralisasi · yang

ュ・ュゥャゥセ@ kekhasan sosio-budaya dan polit.Jk lobi.

Buku ini juga memberikan beberapa pelaJaran lapang yang dapat dipetik' dari sisi kelembagaan, dimana peran kemitraan sangat renting di dalam tata pemerintahan des a dan pemberdayaan komunitas pedesaan -tentunya dengan memperhatikan konteks lokal-. Maralmya issu gende.: akhir-akhir ini dikupas pula melalui pengembangan komunikasi adrrunistrasi yang memiliki wawasan gender. Sedangkan proses-proses pengembangan kebijakan tata-pemerintahan yang s2suai tuntlitan otonomi de"sa memberikan gambaran bahwa nampaknya pencapaian tata-kelola pemerintahan desa berbasis kemitraan dan 19kalitas di masing-masing lokasi kajian masih perlu diperjunngkan dan masih ー・イセオョケ。@

kemitraan dengan multisrakeholder.

Tata kelola pemerintahan desa tidak dapat 、ゥーセ。ィ[G[Z。ャャ@ terhadap pengdolaan sumb<.:rdaya alam, dimana isu agraria yang memerlukan mekanisme kontrol yang dapat membangun dcmokratisasi kelembagaan kolektif di tiQgkat lokal. Pola kelembagaan pengaturan ー・ョセ・ャッャ。。ョ@ sumberda ya alam berbasis kemitraan dan pengembangan ekonomi berkelanjutan diharapkan dapat mendukung • kemanGirian tata kelola pemeriatahan di tingkat lokalitas desa. Perencanaan pengembangan wilayah di masing-masing wilayah dipetakan dengan melihat irnplementasi, permasalahan dan ha:nbatan dabm pelaksanaan Otda dan Otsus.

Tinjauan sosial tkonomi dengan melihat SiSI rumahtangga ' lobI

mengindikasikan bahwa tata pemerintahan di lokasi sampel belum ma:npu menciptakan kesejahteraan bagi ma syarakar lobi.

Akhirnya, apresiasi slldah seiayaknya diberikan kepada semua tim studi yar.g telah berusaha semaksimal mungkin memberikan sebuah kegiatan akademik dengan segala keterbatasan yang ada. Kami sungguh berharap bahwa hasil sttldi

I

\

\

\

I \

(5)

p・ュ「セiGT。ョ@ Tata I?emerintahan Desa Berbasis Lokalitas dan Kemitraan

aksi yang dilakukan oleh Tim Studi PSP3 IPB sebagaimitna tertuang dalam buku ini akan' menjadi salah satu kontlibusi berharga bagi pengembangan perjuangan otonomi' desa di Indonesia.

Kami menyadari, '. meskipun segala . upaya telah karni lakukan untuk menghasilkan karya ter,baik buat bangs a dan negara , namun エセエ。ー@ saja pasti terdapat ·kekurangan. Oleh kart: nrt itu kami mengundang segala bentuk komentar, kritikan dan saran guna menjadikan buku inJ lebih baik lagi . Semoga untaian pen:ikir.an ini bl:!rmanfaat bagi stakeholder yang concern dengan dinarnib ー セ イォ・ュ「。ョ ァ。ョ@ desa menuju kemanditiannya.

VI

Jakarta, 1 Oktober 2006

M. Sobal'i Direktur Eksekutif Kemitraan

(6)

Pembaruan Tata Pemerintahan Desa Berbasis Lokalitas dan Kemitraan .

PENGANTAR EDITOR

Buku ini berusaha memberikan solusi atas beberapa permasalahan yang terkait dengan sis tern tata kelola (tata-pemerintahan) per.1erintahan des a dalam rangka merespons prOSeS otonomi 、。セイ。ィL@ diantaranya adalah (1) lemahnya :ltau tidak eJek'ifnya kiner/a sis tern kelembagaan tata-pemerintahan yang mewadahi beragam kepentingan di tingkat lokal (clesa) sebagai akibat akumulasi kekuatan kewenangan kelembagaan di hierarkhi "atas desa" maupun "dalam desa"; (2) ketidakmandincJn desa dalam menopang dan mewujudkan masyarakat .des? yarlg berdaya (secara finansial dan sosial-politikal) dahm menghadapi segala

persoalan . sosial-p.konomi-kemasyarakatan, (3) Tidak berkembangr!Ja

tata-pemerintahan deJa sebagai akibat berbagai persoalan ya ng melekat secara ウセォエオイ。ャ@

seperti dominasi kekuasaan dari otoritas "atas desa" yang selama ini terinternalisasi dalam budaya-politik pemerintahan, (4) ketiadaan ruang-publik-diskursif yang memungkinkan pertukaran wacana antar warga dan elemen masyarakat sebagai infrastnlktur JOsial kelembagaan penopang sistf'm tata-pengaturan desa, serra (5) h.eterbata san kapaJitaJ kognilz/ agenJi pemenntahan deJa

dalam menjalankan pemerintahan ya ng demokratis-progresif. Singkatnya,

kehidupan sosial-ekonomi, poGtik des a (loka Jjtas) mengahmi stagnasi

(kemandegan), disebabkan sis tern t<lra-pemerintahan desa sebagai penggerak dinamika sosial-kemasyarakaran, tioak berada dalam fonn:tt yang adaptif terhadap tuntutan otonomisasi pe.-'11erintahan lokal yaog m:lndiri.

Pendekatan strategik yang dirancang dan diharapkan mampu untuk menjawab

permasalahan di atas adalah: .

1. Mempllrkuat kapasitasfinansial-manajenal kelembagaan dan kaPcJsitqs sumber.dayua manusia pelaku jungsijungsi sistem kelembagaan pemerintahan desa sehirigga

,ebagai struktur pemerintahan desa mampu memberikaI]- pelayanan

kehidupan sosial-ekonomi dan politik yang lebih memad?i di tingkat lokalitas (desa).

2. Mengembangkan nlral governance rystem yar.g sesuai dengan kebutuhan dan · potensi lokal, dengan memegang teguh prinsip p:trtisipilsi dan komunikasi-refleksif antar pihak pema ngku kepentingr.n desa.

3. Melnberda ya kan i->elembagaan pemerintahan ciesa melalui ー・ョセ。エ。ョ@

struktur dan ,.gensi pemerintahan sehingga mampu menjadi penggerak perubahan desa.

U ntuk menjawab permasalahan エ。エ。Mーセュ・イゥョエ。ィ。ョ@ desa di atas, Pusat Studi Pembangunan Pertanian dan Peocsaan Institut Pertanian Bogor yang didukung

oleh Partnmhip for Governance rセOッイュ@ fndoneJia dan European Union

mengembangkan studi-aksi dengan tema "Partnership-based Rural Governance Reform" yang tujuannya dirumuskzn sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi peta permasalahan can tzpologi sistem iata-pemenntahan desa (termasuk eksistensi dan konstelasi keKuasaan dan kewenangannya vis a vis

(7)

.PernbaI"lan Tata Pernerintahan Desa Berbasis Lokalitas dan Kernitraan

kelembagaan pemerintahan adat) di beberapa kawasan terpilih, yai tu di Provinsi N::.nggroe Aceh d。イオ ウウセャ。ュL@ Sumatera Barat, ]awa Barat, Bali dan Papua.

2. Mtngembangkan sistem lata-pemerililahan deJa yang mandiri sesuai dengan cita-cita OIDA namun juga sesua i dengan setting ウッウ ゥ ッM「オ、。ェGセ@ lobi dengan tujuan-akhir memberdayakan dan memandiribn masyarakat (warga desa) secar;\ sosial-ekonomi dan politik b(!rbasiskan prinsip kemitraan.

3. Mengembangkan mekanisme pembaharuan tata-pemerintahan Fedesaan di

Indonesia, セ・ャ。ャオゥ@ diseminasi temU?n · akademik dan pengembangan

wacana ilmiah dalam kerangka goverr.ant:e studies:

Buku ini 、ゥエオセウ@ berdasarbn hasil kegiatan studi-aksi yang dilaksanakan di lima provinsi terpilih deng:m pertimbangan kekhasan yang dimilikinya, yaitu: Nanggroe Aceh ryarussalam (mewakili prov insi yang mengalami konflik sosiaJ

cukup lama), Sumatera Barat (me\vakili ォ。キ。セ。ョ@ dengan pengaturan adat

" Nagari" yang kuat dan teqJelihar:1), ]awa Barat (me·wakili 、・セ。@ ala Ja.va), Bali (mewakili kawasan dengan tata-pengaturan komunitas Jobl berbasi s イ・ャゥァゥセウゥエ。ウ@

yang kuat), dan Papua (mewakili kawasan Timur Indunesia dengan sistem ondoafi yang masih dominan). P ada setiap provinsi kasus, dipilih Satu kabupaten yang dijadikan lokasi penelitian, 、ゥュ。iセ。@ di setiap kabupaten te rsebut ditentukan dua desa sebagai lokasi penelitian dan aksi.

Buku disusun oleh beberapa penuli s/ peneliti yang terlibat langsung dalam studi-aksi partnership-baJed rural gOllerna!lce イセHッイュN@ Setiap disiplin terintegrasi dengan disiplin lainnya, sehingga kajian bersifat interdisipliner. Setiap penulis / peneliti menurunkan tulisannya berGasarkan disiplin iimu ya ng dirnilikinya dmgan memberikanfokus perhatian pada topik-topik khl1sUS dalam studi-aksi ini. 'Secara rinci peneliti sosiologi pedesazn memfokuskall pada kajian . kelembagaan dan kepemimpinan lokal. Peneliti kajian pengembangan wilayah pedesaan memfokuskan pada kemungkinan-keml.lngkinan penljembangan struktur pernerintahan des a yang mampu merespons kebl.ltuhan

otoi1omisasi-des a sesuai . prinsip OIDA. Peneliti ilmu administrasi-pembangunan,

memfokuskan airinya pada. kajian proses-proses perumusan ォ・「ゥェ。セウ。ョ。。ョ@ &

berbagai aras pengambilan keputusan, semen tara ーセョ・ャゥエゥ@ kaji;.n· politik-desea.:ralisasi, melil1at lebih dalam proses-proses poli rik yang berlangsung dalam menegal:kan otonomi des a sesuai Undang-Undang no. 32/2004, Peneliti iimu komunikasi dan gender, mengkaji komunikasi administracif dan peranan wanita. Peneliti ilmu ekonomi, memp erhatikan perbedaan derajat kesejahteraan ekonomi rumahtangga dan kaitannya Jengan kesiapan kawasan tersebut un'tuk

menjalankan oton·omi desa. Peneliti ilmu セォッョッュゥMiッォ。ャ@ melaimkan perhitungan

atas L ー・ャオ。ョァWー・セオ。ョLァ@ ekonomi dan mengerr:bangkan pola pendekatan

penguatan sistem ekonoih.i lokal. Peneliti sosiologi agraria, mengkaji persoalan

pengelolaan sUq1ber-swnber agrana dan konflik-konflik agrarla yang

menyertainya. ·Peneliti manaJemen sumberdaya alam, melihat eksis tensi

Vlll

I

'i

I i

(8)

PembJ.ruan Tata Pemelintahan Dl!sa Berbasis Lokalitas dan Kemitraan

. .

kelembagaan pengaturan sumberdaya alam lokal dalam k01".i:eks tata-pemerintahan desa.

Sesuai dengan pengelompokan disiplin ilmu yang dimiliki oleh masing-mAsing penulis/peneliti, buku ini disusun menjadi tiga bagian, yaitu Bagian I (Satu) membahas persoalan-persoalan "Tata Pemerintahan Desa cian P6litik Desentralisasi". Bagian II (Dua) membahas persoalan-persoalan "Tata Pemerintahan セャャュ「・イ、。ケ。@ Alam cialam Pemerintahan Desa". Bagian III (Tiga)

membahas secara khusus "Penguatan Ekonomi Lokal dalam Tata

Pemerintahan Desa Berbasiskan Kemitraan". Bagian IV (Empat) adalah penutup buku ':>erisi sintesis dari kegiatan studi-aksi secara keseluruhau.

Disamping dibagi ke dalam beberapa bagian, struktur buku tersusun menjadi bcberapa bab yang diurutkan per topik sebagai berikut. Bab 1 -Pendahuluan - yang mengawali isi buku dan mengantarkan kerangka berpikir pembaca kearah

otonomi desa da!1 pemb.lruan tata-pemc:rintahan desa. Pada Bab 1, juga

dijelaskan ォ・イ。セQァォ。@ reon yang digunakan untuk menjelaskan proses

Olonomisasi desa yang berlangsung di beberapa kawasan dan permasalahan-kritikal yang dihadapi dalam pelaksanaan otonomi tersebut. Bab 2 berjudul Reformasi Tata-Kelola Pemerintahan Desa: Investigasi Teoretik dan Empirik yang ditulis oleh AI.ya Hadi Dharmawan. Pada bab ini dijelaskan pembandingan sistem tata-pemerintahan desa (lokalitas) formal dan adat serta benturan kekuasaaan dan otoritas yang iQャ・ョケ・イエ。ゥセケ。N@ Bab 3 dengan judul

Descntralisasi Pemerintahan Desa: Menakar Idealitas dan r・セャゥエ。ウ@

Politik Lokal oleh Dodik Ridho Nutrochmat, mem'bahas politik

desentralisasi di berbagai provinsi yang mecniliki kekhasan sosio-budaya dan politik lobI. Bab 4 berjudul Kemitraan dalant Tata Pemerintahan Desa

dan Pembe:dayaan Komunitas Perdesaan dalam Perspektif

Kdembagaan oleh Fredian Tonny Nasdian membahas lesson-learned ta,a-kelembagaan pemerintahan desa dan proposal menganai tata-pemcrintahan desa berbasiskan kemitraan yang sesuai dengan konteks lokal di lima provinsi

studi-aksi. Bab 5 dengan judul m・ョァ・ュ「 セ ャヲャァォ。ョ@ Kumunikasi Administrasi

Efektif dalam Tata Kelola Pemerintahan Desa yang Tanggap Gender oleh Siti Amanah membahas dinamika komunikasi administrasi dan

pentingnya wawasan gender dalam analisis. Bab 6 berjudul IProses-Proses

Pengembangan Kebijakan Tata-Kelola Pemerintahan Desa Berbasis Lokal oleh Lala M. Kolopaking mcmbahas pola pengembangan .ata-pemerintahan yangsesuai tuntutan oronomi desa meiaiui proses-komunikasi partisipatif refleksif dan kontemplatif.

Bab 7 derlgan judul Mekanisme Kon tro l Tata Kelola Sumbt.:r-Sumber Agraria: Membangun Kelembagaan Kolcktif Lokal yang Demokratis oleh Satyawan Sunito dan Heru Purwandari membahas tata-pengatunin sumber-sumber agraria dan konflik agraria eli tingkat lokalitas. Bab 8 berjudul Pe:lgelolaan 'Sumberdaya Alam Berbasis Kemitraan untuk Pembaruan

(9)

Pembaru.ln Tata Pemerintahan Desa Berbasis Lokalitas dan Kemitraan

-Tata-kelola Pemeriptahan Desa yang d!tulisoleh Leti Sundawati dan Soni Trison membahas ' poia keiembagaan pengat'Jran pengelolaan sumberdaya alam.

Bab 9 berjudul Pola Pengembangan Ekonomi Perdesaan Berbasis

Keberlanjutan ケ。セァ@ ditulis oleh Suharno ' me:1gajukan pola pengtmbangan

ekonomi lokal untuk ュ・ューセイォオ。エ@ keberdayaan dan kemandirian ekonomi .dan

kemampuan fin an sial pernerintahan desa. BaG 10 berjudul Pengembangan

Wilayah dan Des'entralisasi Desa: Pendekatan dan Aplikasinya oleh Eka

Intan Kumala .

Putri

dan Arya Hadi Dharmawan menjelaskan arah

penguatau sistem-administrasi pemerintahan atau keiembagaan dar agensi-pengclola pemerintahan sebagai prasyarat berjalannya perkembang-an desa ya ng

progresif sesuai . OTDA. Bab 11 berjudul Tingkat Kesejahteraan

Masyarakat: Tinjauan Sosial Ekonomi Rumahtangga Lokal oleh Yoyoh Indaryanti mengkaji disparitas kesejahteraan sosial-ekononti sebagai persoillan krusial yang harus 、ゥ セ 。、、ゥヲ ウウ@ oleh pembaru,1l1 tata-pemerintahan desa . .

Buku ini ditutup oleh Sintesis atau Bab 12 berjudul Pembaruan

Tata-p・ュ・イゥョセ。。ョ@ De.sa: , Transformasi Struktur dan Agensi Kelembagaan

Pemerintahan Desa Berbasiskan Kemitraan yang ditulis oleh Arya Hadi Dharmawan.1)ada intinya, proses pembaru,lll tata-pemerintahan des a harus

ュ」ュー・イィゥエオョァォ。セ@ potensi kelembaga,ul yang mengatur segala kebutuhan

pokok-kehidupar masyarakat desa/lokal.itas (as pek struktur) sertil potensi su mberdaya manusia sebgai pelaku tata-pemeril1tahan des a (aspel: agensi).

Kedua aspek harus disentuh secara simultan agar proses pembaruan tata-pemerintahan desa berjalan dengan baik mengikuti tulltutan cita-ci.ta OTDA.

Dalam kesempatan ini tim studi-aksi "Partnership-Based lVira/ Governam'e Reform" (selanjutnya disebut stucL-aksi) dari pオウ セエ@ Studi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Institut Pertanian Bogor (PSP3IPB) mengucap!':an syukur tak terhingga kchaoo'at Illahi ROQbi aras selesainya seluruh rangkaian kegiatan

lapan ga n di lima provInsi studi-aksi cJengan berbagai hasilnya serta

terselesaikannya buku ini. Harapan tetap ditengadahkan kepadaNya , agar apa-apa yang sudah dirintis oleh studi-aksi ini insya Allah dapa-apat terus be::langsung berkelanjutan dan memberikan makna yang berguna bagi cita-cita otonomi desa dan kesejahteraan masyarakat des a di seluruh Indonesia.

,Rasa terinla kasih yang sebesar-besarnya diucapkan kepada pihak Partnership for Gover:nam-e rセヲッゥGュ@ Indonesia dan European Union yang mcndanai semua kegiatan studi-aksi ini'. Ucapan terim? kasih ya ng sebes'l.r ·besarnya juga disampaikan . kepada para Gubernur dan Bupati dimana lokasi studi-aksi dilakukan beserta jajarannya. Ucapan terima kasih tak terhingga juga disampaikan kepada para Kepala Desa beserta aparat desa dan Pemimpin Adat 「・ウセイエ。@ sesepuh adat dan

ュ。セケ。イ。ォ。エ@ di sepuluh desa lokasi studi-aksi yang telah bersusah-payah mengikuti rangkaian kegiatan yang sangat padat dan 「・セ。ャ。ョ@ dalam ritme yang sangat cepat. Kepada ternan-ternan pendamping/ aktivi3 dari Lembaga Swadaya

x

(10)

._-•

Pembaruan Tata Pemerintahan Desa Berbasis Lokalitas dan Kemitraan

-I

Masyarakat (LSM) dan peneliti universitas lokal yang ikut menopang kes\.lksesan kegi.atan studi-aksi yang nam,lnya tidak bisa disebutkan satu- p'ers:ltu, kami mengucapkan terima kasih yang tidak terhingga . ,

Akhirnya, kami berharap semoga Sl.mua leJJo tlJ learnt yang terkandung dalarn buku ini dan apa-apa yang dianggap baik Jari semua ;xoses studi-abi dapat ber:l1anfaat bagi pembaca dan dunia praxis sena akademik. Tiada gading yang tak retak, kami mohon maaf apabtla ada hal-hal yang belum sempurna disajikan dalam ruang sesempit buku ini.

01 Oktober 2006

Atas Nama para Penulis/Peneliti

Arya Ham Dharmawan Ketua tim Studi Aksi

Xl :

(11)

. PemDaruan 1 ata イエAュセイuャl、ャャ、Nョ@ uエZセ、@ 1.It:1VCI.:U;) L.VAa.ULCI.;:) U.a.H J:"-';::.l.llH.lAU,1.l

Pengantar Dari Kemitraan

. r

engan tar Editor Daftar lsi Daftar Tabel Daftar Gambar

1 Pendahulllan

DAFTAR lSI

2 Reforma3i Tata-Kelola Pemerintahan Desa: Investigasi

T eoretik pan Empirik

3 Desentralisasi Pemerintahan Desa: Menakar Ido:alitas Dan

Realitas Politik LobI

4 KemitraanDalam Tata Pemerintahan Desa Dan

p・ュ「・イ、。ケ セ 。ョ@ Komunitas Perdesaan Dalam Perspektif

Kelembagaa'n

111

vu

XU

X111

XlV

23

46

67

5 MengembangkanKomunikasi AdlTljnis trasi Efektif Dalam 111

Tata Kel0la Pemerintahan d・ウセ@ Yang Tanggap Gender

6 Proses-Proses Pengembangan Kebijakan Tata-Kelola153

PemErintahan Desa Berbasis Lobi

7 Mekanisme 'K6ntrol Tata Kelola Sumber-Sumber Agraria: 175

Membarigun Kelembagaan Kolektif Lokal Yang Demokratis:

8 Pengdolaan SumberdayaAlam Berbasis Kemitraan Untuk 213

Pemharuan Tata-Kelola Pemerintaha':l Desa

9

Pola Pengembangan Ekonomi Perdesaan Berba5is 226

Keberlanjutan'

10 Pengeinbangan Wilayah Dan Desentralisasi pes a: Pendekatan 241

Dan Ap!ikisinya

11 Tingkat !Zescjahteraan Masyarakat: Tinjauan S03ial Ekonomi 261

Rumahtangga Lokal

12 Pembaruail Tata Pem enntahan De sa: Tramformasi Struktur 2'13

xu

Dan

ゥ^ァセ

ョウゥ@

Kelemoagaan Pemcrintahan Des ;) Berbasisbn

Kemitraan '

(12)

Pembaruan Tata Pemerintahan Desa Berbasis Lok"litas dan Kemitraan

-DAFTAR TABEL

Nomor Teks h。i。ュセョ@

-.-'.

1 Komparasi sオ「ウセ。ョウゥ@ UU 5/1979,UU 52

22/1999, danUU 32/2004

2 Perbedaan Bentuk. Pemerintahan "Desa" di 57

Naggroe Aceh Darussalam, Sumatera Barat, Jawa Barat, Bali dan Papua

3 Pendekatan dlln Saluran Komunikasi 115

4 セ・ッ・イ。ー。@ Aspek ya ng Perlu dikembangkan 146

untuk Penerapan PUG

5 Persentase Penggu.1aan Lahan d.i Kecamatan 196

Marga tahun 2001-2004

6 Persentase Periggunanaan Lahan di 196

Kecamatan Ker?.mbitan tahun 2001-2094

7 Jenis Sumberdaya Alam Lokal Tablasupa 198

8 Komparasi Kelembagaan yang Mengatur 207

Sumber-sumber Agraria Lokal

9 Uraian Jenis dan Bentuk w.:odal Masyarakat 230

.,

(13)

セ@

. .

Nomor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Qセ@ 13

14

15 16 17 ' 113

19

20

XIV

Pembaruan Tata Pemerintahan Desa flerbasis LokaJitas dan Kemitraan

DAFTAR GAMBAR

Teks

. Empat Tipe Sis tern Tata Pengaturan Pemerintahan Desa (dimoclifikasi dari Fukuyama, 2004)

Perbanclingan k。イ。A セ エ ・イ@ Pemerintah Desa d;:n'

oイッイゥエ。セ@ Kelembagaan Adat

Relasi Kekuasaan dalam Pemerintahan di Kawasan Lokalitas

Gambaran Ringkas Permasa lahan Tata Pemerintahan

Lokalitas (Desa) I

Anatonu Urusan Pemerin tahan (S'.lwa ndi, 2006) Keterkaitan an tar Lembaga dan Masyarakat dengan p 'emerimah Desa

Proses-proses Kebijakan Saling Pengaruh antar Pihak Pengembangan Tata Kelola PemerintahMl Desa

tゥョァォセエ。ョ@ Partisipatif

Peraricangan Pengelolaan Kolaboratif

Penilaian Masyarakat eli Desa-desa Kajian 。エ。セ@ Mutu Pelay:man Publik, Tahun 2006

Tingkatan Tata Kelola P emcrintahan Desa Menurut D aerah

Langkah dan pエッ セ・ウ@ D ialog untuk Petnbaharuan Tata

Kelola Pemerintahan Desa Berbas is KemiLraan'dan Loklllitas

I.ingkup Hubungan -l11..lbungan Agraria

AIUl;' Hasil dan Pengguna an dari Setiap }\ktivitas

pertanian R..esponden

StnikturLembaga Adat M ukirn

Intetaksi Struktu.: dan Agensi Tata Pemerintahan

d・セ。@ .

Kinerja Struktur Organisasi dan Agensi Pemerintahan Desa

Konflik, , dan Kerjasama dalam Tata-Pengaturan

sャャュ「・イMsオュ「セイ@ Agraria

Struktur Kelembagaan dalam Partnership-Based

Rural Governance System di Papua

Stmktur Kelembagaan dalam Partnership-Based Rura: Govefnant'e System di Minangkabau - Sumat\!ra Barat

' Halaman

9 .

(14)

, '

:' .

PENDAHULUAN

OIeh: Arya Hadi Dharmawan

Kebijakan "Otonomi Daerah" (OTDA)3ebagaimana gagasanr.ya tertuang pada Undang Undang (UU) no. 22/1999 dan revisinya pada UU po. 32/2004 tentang "Pemerintahan Daerah" menjaeli salah satu landasan perubahan sistt;m tata-pengaturan atau tata-pemerintahan (gov.:rna1(ce system) yang penting dalam sejarah pembangunan politik dan pengelolaan administrasi pemerintahan secara nasional. UU tersebut merupakan keputusan yang pantas disambut baik oleh semua pihak, namun sekaligus juga perlu eliamati perkcmbangannya secara seksama, elievaluasi dan selalu elikritisi secara terus-menerus agar implementasinya tidak menyimpan£ dari "ruh" atau idedlogi (kesetaraan para pihak pemangku kekuasaan, keP1andirian, kesejahteraan sosial, demokratisme, partisipasi, keberdayaan masyarakat, tata-keiola ' pemerintahan yang baik) yang ciiperjuang-kannya:

Dalam konsepnya, OIDA (sesuai OU no. 22/1999 dan peuyempur-naannya pada

UU no. 32/2004) secara eksplisit atautJun implisit hendak mengedepankean cita-cita

penegakan prinslp-prinsip demokratisme (kesetaraan, kesejajaran,

etika-egalitarianisme), ke:mgguian iokai, kumitrnen pada mie

of

thegam(, JLng telah elisepakati, apresiasi terhadap keberagaman, prinsip bottom-up, desentraiisme administratif yang elegan dan berwibawa eli tingkat lokal serta セ・イォ・ュ。ューオ。ョ@ mengatasi persoalan riil cll. lapangan, penghargaan pada prakarsa serta hak-hak pclitik masyarakat lokal, kemandll:ian dan kedauhtan sistem sosial-ekonomi lokal serta pembebasan dari segala bentuk 'ketergantungan sosial-rohtik pada semua pihak. Salah satu ' aspei< penting dari good-governam'e pn'naple, yaitu centrol oj pOlller yang eliwujudkan secara operasional dalam prinsip transparansi ketc.ta-pemerintahan dan akuntabiiiias (jengelolaan keuangan) pubiik juga menjaeli salah satu ciri-utama UU tersebut. Dalam konteks efektivitas capaian atau kinerja UU terhadap pencapaian cita-cita desentraiisme, persoalan yang segera muncul adalah: apakah keseluruhan isi UU dapat segera

mampu mewujudkan cita-cita tersebut pada aras 10kai (desa)? ApaJ;:ah

sesungguhnya UU no. 32/2004 memberi!<an lokalitas (desa) benar-banar kekuasaan

dan kewenangan yang otonom ' ,,'

dalam mengatur rumahtangganya? D:ilam setting ァ・ッM セ ッウゥッMォオャエオイ。ャ@ komunit3es des a

yang sangat beraneka, dapatkah UU no. :;'2/2004 bekerja secara efektif

mewujudkan cita-cita luhur tersebut, bagi masyarakat lokal? Jika jawabannya G セエゥ、。ォ@

(15)

Pembaruan Tata Pemerintahan Desa Berbads Lokalitas dan Kemitraan

,

Otonomi Lokalitas (Desa) dan Jebakan Ketergantungan

,; Dalam sejarah tata-pemerintahan di Indonesia, otonomi yang asli, sesungguhnya

berada dan telah berlangsung sejak lama di araS lokalitas, dan bukan di セイ。ウ@

Kabupaten iltm Kota sebagaimana yang diketahui orang saat ini. Mengapa? karen a

pengaturan atau , pengorganisasian kehidupdn sosial kemasyarakatan telah berlangsung di aras lokalitas sejak "jauh Inri" sebelum perangkat-perangkat organisasi pemerintahan di tingkat "supra lokal" dibentuk oleh pusat kekuasaan

pemerintah (Anonymous, 2006). Dalam kerangka pengaturan kehjdupan

sosial-kemasyafakatan yang otonom tersebut, komunitas lokal membentuk kesatuan

ma!)arakat hukum adat dengan berbagai nama asli yang beragam-ragam sesuai setting budaya daerah masing-masing. Nagar! dikenal sebagai tata-pemerintahan asli bagi lokalita, di ranah Minangkabau, Pakraman di Bali, Ondoaji (andewapz) di Papua, dan Gampong di Aceh. Kes'atuan masyarakat adat yang membentuk kesatuan masyarakat hukum tersebut dibangun berdasarkan asal-usul leluhur secar? turun-temurun di atas suatu wilayah adat yang memiliki kedaulatan atas tanah dan kekayaan alam di

dalam dan di atasnya. Kesatuan masyaraKat hukum adat tersebut mengembangkan perangkat kelembagaan/ untuk mengatur dan memcnuhi kebutuhan-kebutuha'1 Kehidupan masyarakatnya. N'amun, sebagl1.'l1ana telah dikeITJukakan oleh ban yak studi terdahplu; kelembagaan adat dan kesatuan masyarakat hukllm adat mengalami perriinggiran (marjinalisasi) dan ー・ョァィ。ョ」オイ。ョMォ・ャ・ュ「。ァ。 セ ュ@ yang sangat sistemati:;

sejak diundangkallnya UU no . 5/1979 ter.tang pemerintahan daerah (sebelum

dikoreksi Nッャセィ@ セu@ n<;>. 22/1999), yang menyeragamkan konsep tata-pemerintahan lokalitas diseh.iruhlndonesia dengan konsep des2 ala Jawa (lihat Syafa'at, 2002).

Pengenaian セッョウ・ー@ desa sebagai satu-satunya sistem pemerintahan lokalitas telah

men-displace , (melemparkan) keberadaan kelembagaan adat yang sesunguhnya

kekuasaan dq'n otoritasnya masih sah secani tradisional. '

Berangkat dati semangat untuk merekonstruksi puing-puing kehancuran kesatuan masyarakat hukum lokalitas (adat), maka UU no. 22/1999 dan UU no. 32/2004

berupaya m(!ngembalikan kedaulatan hukum loka! itu meLalui pasal-pasal

pemerintahari desa. Meski, エ。エ。Mー・ョァ。エオセ。ョ@ daerah tidak dapat melepaskan 、ゥイ ゥ セケ。@ dari konsep pemerintah-desa sebagai p\lsatkekuasaan pemcrintahan lokal, namun semangat tintuk ォセュ「。ャゥ@ kepada pecg,ituran lokalitas tampak menonjol pada UU no. 32/2004. Sebenamya dengan ciiterim:ll1ya UU no. 32 / 2004 scbagai given-and-agreed regulating institution seperti itu, maka ri:cbijakan OTDA sudah berada pada jalur yang benar untuk mengapresiasi "kedaulatan lokalitas" sebagai wilayah oto,nom:-asli dalam m'enata, mengelola, dan ュ・ョ・セエオォ。ョ@ tatanan pengadministrasian segala urusan yang menyangkut interaksi warga negara dan kesatuan sosialnya dan warga negara 、セョァ。イゥ G@ 'negaranya. Persoalannya, clengan konsep pemenntahan-desa sebagli satu-satunya {ystem

of

government yang ditawarkan,-naka potensi konflik antar otoritas kelembagaansegera tampak di depan mata. Bagamanakah upaya memandirikan dan mensejahterakan masyarabt lokal yang masih mengakui eksistensi sistem pengaturan adat dalam bingkai pem erintahan desa ala Jawa?
(16)

Pembaharuan Tata Pemerintahan Desa Berbasis Lokalitas dan Kemitraan _

f\rtinya, sejauhmana kedaulatan lokal H セ・イュ。ウャャォ@ kedaulatan ' adat) bisa

diterjemahkan 、。ャセ ⦅ ュ@ bahasa kedaulatan desa, sebagai satu-satunya sis tern tata-pemerintahan tingkat lokalitas yang sah menurut Uno. 32/2004? Bagainana eara mentfansformasikan kepentingan-kepentingan (termas uk kepentinga.n 。、セエI@ dalarn pe.1g;lturan lokalitas kepada kelembagaan tungga l ya ng 、セーゥューゥョ@ oleh Kepala Desa

dengan perangkatnya itu? .

Berpijak pada eita-eita keberdaulatan d:l11 otonomi lokalitas itu, UU no. 32/2004,

(meski rnasih mengandl!ng beberap'1 perranyaan) menegaskan pengakuan

"kedaulatan desa" seeara eksplisit pada pasal 200-216 serta penajarnannya pacla

Peraturan Pemerilltah (PP) no. 72/20l\5. D:t!am UU dan PP tersebut, juga

ditegaskan platform bagi penyelenggaraal1 sis tern administrasi pembangunan yang memungkinkan setiap stakeholder mengaktuaLsasikan eita-eita peneapaian dera;at keadilar. dan kesejahteraan sosial-ekonomi yzng lebih balk (better and sustainable sodo-econor.7ic· standmd q/liviniJ seeara manruri dan bersama-sama, mengatur rurnahtangga desa seeara mandiri, menjalin jejaring kerjasama des a, menggali surnber' keuangan desa mandiri, serta rnemperjua.ngkan kelestari:lI1 sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan (sustainable natural resources and environment) seeara as?iratif (lihat pasal 209-211 UU no. 32/2004).

' Dengan demikian, konsep otonomisasi lokal (desa) sebagairna_1.a gagasannya

tertuang pada UU no. 32/2.004 sebenarnya telab memberikan landasan ya'ng

memada: bagi semua pihak (di desa) untuk menjalankan sis tem pembangunan yang 、・ャ_ャッォイ。ヲゥjMー。イセゥjゥー。エャャ[@ inkluJl/koiektiviJlik, serra tumbuhn ya semangat t'ollegiate-participatory development, barmonis (r:1enekan peluang terjadinya konflik diametral

antar pihak). Fada saat yang bersam:tan DU no. 32/2004 tetap menjuf!jung tinggi ClJas perbedaan pandallgan dan pluralisme dalam Femutusan kebijakan. Memang, sejumlah persoalan "tetap dibiarkan menggantung", dalam hal ini, terutama berkenaan dengan fungsi pemerintah desa sebagai "tumpahan segala urusan" yang sel1arusnya menjadi urusan dan kewenangan pemerintah supra-desa (kabupaten). Sernwtara itu, ー・ュセゥョエ。ィ@ desa "dibiarkan" tetap dalam ketidakberdayaa:1 se'eara finans ial deng:lI1 segala mararn エオョエオエ。ャャMォセ|v。ェゥ「。ョ@ yang harus diselesaikannya.

Jika otonomi lokalitas (untuk semen tara) disepakati mengarnbil bentuk

sebagairnana formatnya tereermin j。セ。イョ@ pasal-pasal 200-216 uu Lョッセ@ 32/2004

(o tonomi desa), maka muneul ーセイエ。ョケ。。ャャ@ berikutnya, mampukah UU no. 32/2004

dan PP no. 72/2005 ten tang Pemerintahan Desa menjamin

'kedaulatan-dan-kemanidirian desa sepenllhn y;>. (kemandirian dalam pfngambilan keputusan, pendanaan, pel1gelolaan lokalitas)? Dapatkah semua pras ya rat pembangunan di ranah administrasi publik desa tersebut dijalankan dengan baik sesuai eita-eita otol1omi lokalitas (desa)? Benarkah organisasj pemerintahan desa yang

posisi-sosiologisnya "berada dalam perangkap 「ゥイッォイ。セゥ@ pemerintahan pJsat dan

kabupaten" mampu membeba skan dirinya dan mewujudkan ウ・ァセLャ。 Z@ eita-eita keberdayaan dan kedaulatan lokalitas / desa secara kons truktif? Adakah potfn si konflik ya ng muncll akibat bekerjany;, "jebakan -jebakan 「ゥッォイ。セゥB@ via aturan-aturan

(17)

.'

....

> ,

..

,

Pembaruan Tata Pernerintahan Desa Berbasis Lokalitas dan Kernitraan

yang sangat mengikat ,serta sec::Ira nj,id ditentukan oleh pemerintah "atas desa"? Strategt apakah yang harus disusun untuk memberdayakan dan meneguhkan otonomi lokalitas (desa) sesur.i cita-cita dan selaras dengan UU 32/ 2004?

Otonomi Lokalitas (Desa) dan

J

eba!<an Konflik Vertikal

Sebagai keputusan innovatif di bidang politik-pemerintahan, OIDA sesungguhnya bertujuan utama mengoreksi dan mendekonstruksi ideologi

"sentralisme-otoritarianisme " sebagaimana mekanismenya tebh berjalan pada sistem

pemerintahan Orae Baru (ORBA) sejak

1966-1998.

Persoalannya, "ruh

sentralisme" yang telah begitu lama mendarah-daging dalam sistem birokrasi dan tata-pemerintahan nasion ai, sulit untuk dihapuskan s::cara serta-merta oleh sebuah undang-undang pehierintahan daerah, yang didalarnnya pun masih banyak hal-hal' yang diperdebatkan. Oleh karen a itu, OIDA mernerlukan waktu yang cukup panjang untuk ウ。ューセ@ pada cita-cita rnewujudkan tuntutan tatanan-sosial sistem kernasyarakatan yang baru di J IIdo:1 esia (kemandirian lokal, demokratisme, . partisipasi publik, good-governam·e). D alam perjalan z. nny'" implementasi konsep OTDA bahkan tidak sedikit menghadapi halangan, kendala serta persoalan-persoalan struktunil dan kultural pada tingkatan implementasi, yang besarannya beragammeriurut.kawasan, setting ekosistem, setting latar-belakang sosio-budaya d1n setting sistem sosial-kemasyarakatan setempat. Artin ya Jetting geo-sosio-kultural

r.1emberikan penga'ruh sangat berarti bagi efektivitas implerPentasi UU

Pernerintahan Daerah itu sendiri.

Dalam pada itu, penataan sistem tata-pernerintahan baru ya:1g berorientas;bn desentralisme , eli tingkat kabupaten / kota, juga menghadapi persoalan-persoalan struktural (tet;masuk kelembagaan), kultural, psikologikal, dan tata-administratif menyangkut "b.!b:.:::;:!:-:. :mtara pernerintah kahupaten / kota dan pemerintah desa-des a" di bawahnya. Wewenaag yang melimpa;1 di tingkat pemerintah3kabupaten, sebagai akibat diberlakukannya OIDA, justru telah mcnyebabkan munculnya gejala barn berupa "resent."alisasi" kekuatan'dan ak umtllasi k ekuasaan.yang uerlebihan di tingkat

otoritas-kabup2ten/kota. , Akibatnya, kernandirian desa (sebagai

wilayah-administrasi di bawah hierarkhi kabupaten) kernbaL rnengaiami"dekapitaliJasi k ekua.raan", dimana desa "gagal" rnendapatkar: dllkungan modal-politikal dan modal· 'kultura/ yang dipc.dukan bagi turnbuhnya sis tern pengaturan desa yang mandiri dan berwibawa. Desa menjadi sernakin tergantung pada ritrne dan arahan kebijakan politik pcmerintahan pada hierarkhi keku::lsaan di atasnya.

Dengan kondisi yang demikian, dikhawa tirkan, desa-desa di Indonesia - yang semula diharapkan menguat statUJ keberdqyaan,!ya - kenyataannya, justru rnengalami realitas sebaliknya yaitu reduksi·kekuatan yang sangat signifikan vis a vis pemerintah

kabupaten dan pusat. Otoritas aclmil'.istrasi kawasan-Iokal (desa) kembali

"terseJot" konsentrasinya ke tingkat kabupaten/kota, dan menyisakan peningkatan

M G M G MGM G MGセGMGM G M セ M B MGN@

(18)

Pembaharuan Tata Pemerinbhan Desa Berbasis Lokalitas dan Kemitraan

derajat ketergantungan des:! terhadap Kabuparen/kota yang cukup substan,sial (desa kehilangan kedaulatan dan kcmaneliriannya). Desa kembali mengalami

dependenry-syndrome, yang 3ituasinya mirip sebgaimana terjaeli pad:! prH · OREA.

Ketergantungan sosial-ekonomi dan pol.itik desa terhadap otoritas central-government eli masa ORBA kini beralih keterg'1l1tungan slruktural terhadap pemangku otori.as kabupaten/kota. Sejauh ini, des a tetap m cnghadapi persoalan ゥョヲ・イセッイゥエ。ウ@ serta ketidakmandirian dan "ketidakberdaulatan". atas wilayahnya sendiri dikarenakan ketidakmampuannya untuk "berkompetisi serra bersaing" melawan kekuatan yang dimiliki oleh otoritas kabupaten.

Dengan kata lain, pembaharuan sistem tata-pemerintahan eli : tingkat

kabupaten/kota sebagaimana melekat pada konsep OTDA, tidak mtlmberikan

elampak penlbahan berarti terhaelap JiJ/em tatapemeril//ahan eli tlngkat desa. Jika hal ini diangap persoa lan yang mengganggu cita-cita otonomi 10kaLitas (desa), maka pertanyaann ya, model reforma si tata-pemerintah:-tn (desa) seperti apakah yang seharusnya elilf\kukan? Jika pembenahan eli tingkat kabupaten pun harus dilakllkan, maka 「。ァ。ゥュ。ョセ@ strategi yang harus eli!empuh?

Selain persoalan eli atas, pelemahan kemanelirian desa seterusnya akan

menyebabkan ketimpangan sosial dalam struktur tata-pemerintahan yang akhirnya bisa mereduksi ォ・セ・ャオイオィ。ョ@ capaian pembangunan sosial-ekonomi dan politik yang elicita-citakan bersaina. Sejurr.lah persoalan dan tantangan yang muncul, adalah:

1. Desa berpotensi mengabmi guni"angan stabilitas Josial-politik ,dan kekai"au.:m organisasi tata-pemerintahm: sebagai akibat berlangsungnya kor:flik-konflik kekuasaan dan wewenang secara vertikal, antara, pemegang otoritas pemerintahan, desa versus pernegang otoritas pemerint::than kabupaten (eli "atas desa").

2. Secara horisontal, tata-pemerintallan desa formal menghadapi "lawan-lokal" berupa sistem tata-pengaturan "pemt:rintahan adat" yang secara historis telah berurat-berakar eli tingkat loka!. Konjlik otoritas kelembagaan ,di tingkat lokal sungguh ウ オャゥ セ@ elihindarkan, oleh karena setiap sis tern tata-·pernerintahan memiliki dasar rasionalitas dala!",1 cara-berpikir. ("logika") terseneliri, yang semuanya sama-sa ma masuk aka!. Dalarn UU no. 32/2004 pemerintahan desa L1emang menjadi satu-satun),tl organisasi pengaturan "super-power' eli lokalitas (e1esa) yang diberikan kewenangan untuk mccgadmmistrasikan segala macam urusan (l;hat UU no . 32/2004 pasal 206)_ Namun, sebelu m pemeriNahan desa haelir dan eliakui, secara kesejarahan kelemb'lgaa n ada t telah eksis terlebih dahulu. Hingga kini pun reievm,si dan eksistenslnya dalam pengaturan k::hidupan sosial-kemasyarakatan セッォ。ャ@ tetap diakui oleh masyarakat lokaL 3. Kapasitas itifnlJtmktur kelembagaan desa yang ada (pada ォ・ョケ。エ。。j[ャョケセI@ terlalu

lemah (atau hamplr tidak berarti) dan rapuh kekuatan finansialnya dalam . menopang proses-proses tata-pemerintahan menunit tunfutan otonomi dan

kemanc\irian lokalitas (desa) - sehingga kemnngkinannya, pcmerlntahan

lokalitas (desa) akan mengalami kelumpuhan bila tidak direvjtalisasi. '

_ • _ • _ • _ J _ • _ セ@_ :, _

(19)

to Pembaruan Tata Pemerintahan Desa Berbasis Lokalitas dan Kemitraan

セN@ ,

( 4. Sis tern sosia!-ekonomi dankesejahteraan maryarakat desa tetap mengalami stagnasi,

insemre, tak rnarnpu berl:ernbang, tidak rnancliri, bergantung dari surnber

keknatan ekonomi dari セオ。イL@ serta tidak st/stainable sebagai akibat tidak lacgsung

dati ketidakrnarnpuan pern <tngku otoritas-pernerintahan desa dalarn

rnenggerakkan pernerintahan dan rnenggali poten sl lokai. Secara ringkas, hal ini

dikatakan sebagai krisis ketatapernerintahan lokalitas (desa).

5. jurang-komunikasi dan koordinasi an tara , otoritas administrasi pernerintahan

kabupaten dan desa tetaplah' lebar, sekalipun . UU no. 32/ 2004 telah

rnernberikan koridor kornunikasi yang konstruktif. Hal ini rnenyebabkan ti'dak sernua 。セーゥイ。ウゥ@ des a tersarnbungkan ke "a tas desa" dan rnenjadi rnasukan penting dalarn proses perurnusan kebijakan oleh pernangku otoritas pernetintahan kapupaten ,

6. Organisasi pernerintahan desa bersarna lernbaga kernasyarakatan di des a,

kenyataannya, juga sangat lernah kernampu:tnnya dalarn rnenjalankan

pengelolaan pernerintahan seoara internal, pelayanan publik, kapasi tas untuk berinisiatif, serta kapasitas keuangan dan penganggaran. Prasyara t minimal ta ta-fernerintahan ini jelas 。セ。ョ@ rnenyulitkan pencapaian derajat good-rural governance yang lebih baik seperti adanya jarninar:. ahes keterlibatan / partisipasi publik 、。ャ。イゥZアセ・イゥァ・ャッャ。。ョ@ dan kontrol terhad:lp pemerintahan yang lebih baik.

Semen tara itu kenyataan di lapangan rnenunjukkan, bahwa cita-cita kornunitas lokal (desa) untuk dapat rnerealisasikan derajat kesejahteraan, keadilan, keberdayaan dan kernandiri:1l1

y:mg

Iebih tinggi "secara segera", menjadi faktor pendorong terus diresponsnya UU no. 32/2004 secara antusias, Respons tersebut terutarna sangat terasakan ,di kawasan pedesaan Jawa, dirnana struktur tata-pernerintahannya

ュセイョ。ョァ@ telah well-adapted terhadap UU tata-pernerintahan terse1;?ut. ' Hal sebaliknya terjadi di "desa-desa adat" atau des a dirnana sistem tata-pengaturan sosial-kernasyarakatannya menggunakan basis legitirnasi selain UU Pernerintahan Daerl'h.

Sekalipu:1 UU no. 32/2004 rnengapresiasi keberadaan tata-aturan adat (pasal 203

dan pasal 216), narnun otoritas adat d-:ngan sis tern tata-pemeri!Jtahan as/i, sulit

beradaprasi/rnenyelaraskan denga.1 keberadaan sistem エ。エ。Mー・ュ・イゥョエ。ィ。セ@ formal

d3lam konsep desa. Alhasil, dalarn mere5pons pe1uang desentra!isasi1 atau OtOLOml .

I Rondinelli and Nellis (1986)sebagaimana dikutip oleh CohE:n and Peterson (1999)mengemukakan bahwa

desentralisasi adafah "the transfer of resDonsibility for planning, management, and the raising' and allocation of

resources fmm the central govemment and its agencie, to fielo units of govE:rnment agencies, wbordinate units or levels of govemment, semi autonomous public authorities or cor;>orations. area·wide regional or functional authorities, 'or non·govemmental private or vuluntary organizations": .Ada tiga bentuk desfmtraJisasi-administratif yang dikenal

dan penting untuk diketahui yaitu: (1) dekol1sentrasi, yang r,lenunjuk ;lada transfer ォ・キ・ョセョァ。ョ@ da;; jenjang hierarkhi

adminstrasi tertentu ke bawah; namun masih tetap dalam satu jurisdictional authority pada ーセュ・イゥョエ。ィ@ pusat; (2)

deJegasi, yang ュ」ョオセェオォ@ pada transfer of government decision-making and administrative authority untuk sebuah

tugas tertentu kepada suatu organi5asi tertentu yang sifatnya , bisa tidak·secilra-Iangsung ataupun independen dan

kontrol pemerintah; HセI@ devolusi, yang menunjuk pada tr'lnsfer セ・キ・ョ。ョァ。ョ@ dan pemerintah (central government)

kepada local-level govem,mental units yang mengemban status sebagai holding institution yang disahkan oleh

peraturan hukum Hi・ァゥウャ。セゥッョI@ (lihat Cohen and Peter.;on, 1999), :v1enurut Work (2001), devolusi dapat dikategorikan

juga ウ・「。セ。ゥ@ 、・ウ・ョエイセャゥウ。ウゥ@ "politik" jika pengertiannya mencaklJp "adanya transfer tanggungjawab atau kekuasaan

pengatur?nlreguJasi secara penuh dalam decision-making, penggunaan resources, dan penciptaan pendapatan, dari

M N M N セ N M N M N M N M N M N M N MNM N M N M N M N M N M N M N M N M N M N M

- '- '- '- '- '- -- '- '- '- ' - ' - ' - "

. _ . _ . _ . _ . _ . _ .
(20)

Pembaharuan Tata Pemerintahan Desa Berbasis Lokalitas dan Kemitraan

lokalitas (desa) yang elitawarkan oleh negara melalui plaifonn UU ,no. , 32/2004, otoritas adat seringkali' b'erbenruran secara kelembagaan dengan otontas formal (pemerintah desa) yang legitimate menurut hukum positif kenegaraan.

Sesuai dengan prinsip-prinsip desentralisme menurut UU no. 32/2004,maka "perubahan nasib" sebuah komunita s lokal (desa) hanya bisa direalisasikan bila komunitas lokal tersbut mengambil prakar:a penuh, keJlJenangan -dan tanll',ung jawab yang subtansial pada praktek ;?emerintahan dari kelembagaan pemerintahan pada hie"arkhi kewenangan juriseliksional eli atasny'l. Prinsip iill tercermin pada pasal 212 dan 213 bahkan paS'll 214 (ten tang kerjasama desa) UU no. 32/2004 yang memberikan keleluasaan penuh bagi pemerintah desauntuk menghimpun sumber-sumber pendai1aan bagi kesejahtenlan masyarakat desa. i セ・キ・ョ。 ョァ。ョ@ tersebut dilimpahkan "ke bawah" dan diman (aatka,l sebagai "modal" bagi penyelenggaraan

tata-pemerintahan desa. .

Persoalannya kemuelian: (1) apakah setiap desa mampu _- untuk menjalankan otonomisasi des a dengan pendekatan ya ng seragam sesuai UU no. 32/2004 (padahal jelas dimaklumi 「。ィ キセL@ setiap desa menghadapi kendala-kenclala yang khas, elimana derajat persoalann ya pun berbeda セャョエ。イ。@ satu dan lain desa)? (2) Melihat aspeknya ya ng begitu ' kompleks G.ihadapi oleh sistem tata-kelola pemerintahan desa, maka rr.uncul pertanyaan: sejauhmana kebijakan desentralisasi-desa bisa eliterima dan operafional sesuai d cngan keragaman struktur sosial masyarakat desa eli Indonesia? Jika devolusi-kekuasaan adalah cita-cita desentraLsasi yang elipilih untuk memberdayabn desa, maka muncul pertanY9.an: bagaimanakah pcntahapan penataan_ tata-pemerintahan desa seyogianya elilakukan agar cita-cita "kedaula tan desa" (keberdayaan desa) dan. kes ejahteraan desa エ・セェオ、_@

Konseptualisa.si Otonomi Lokalitas (Desa)

"Devolusi kekuasaan" jelas sulit direspons secara sena-merta oleh setiap lokalitas (desa). Hal ini elisebabkan olch ban yak fakror, eliantaran ya tidak , semilll lokalitas (uesa) memiliki derajat perkembangan kemajuan seperti yang terjadi di kebanY1kan desa eli Pulau

.J

awa . Ada ker.agnman yang sangat tinggi yang menyebabkan otonomisas i desa harus mengambil strategi berbeda-beda.

Sistem ー・ュ・イゥョエ。ィセョ@ lokalitas (desa) eli berb.lgai kawasan Indonesia seperti Nanggro'e Aceh Darussalam, ranah Minangkabau, Ball, dan Papua, teiah 'mengenal tata-pengaturin scsial-kemasyarakatan asli yang berbasis pada ikatan-ik:ptan セイ。、ゥウゥ@

keturunan sedarah (genealogiSj, da;} ikatan religiositas. Tata-pengaturan ,adat I tersebut telah ada bahkan sebelurri Nega;a Kesatuan F_e publik Indonesia dilahirkan (lihat Syafa'at, 2002). ' Dengan kata lain, devolusi kekuasaan , dan ォセキ L・ョ。ョァ。ョ@

otoritas tunggal-negara kepada otoritas publik (masyarakat sipil, nega'a dan swasta) yang otonom di tingkat lokal dan

bekerja secara independent legal entity". ' , ,

(21)

Pembaruan Tata. Pemerintahan Dcsa Berbasis Lokalitas dan Kemitraan

. l

pemerintahan

2i

sektor publik terhadap pemerint'lh des a akan berbenturan dengan kelembagaan pemerintahan adat yang tdah eksis terlebih dahulu dan legitimate secara エイ。、ゥウッョセャN@ Siapa yang harus mendapatkan devolving pOlver dari "atas-desa"? l'emerintah desa formal (menurut UU no . 32/2004) ataukah otoritas adat?

Devolusi mengandung eua makna sckaligus , yaitu: tran.ifer /angJ,lIngjall'ab pemerintaban dan pengambil-alihan k ekuasaan regu/mi a/all pengaturan alaJ Jegala sesualu hal (urusan

publik) di tingkat IokaL Dalam tata-pengaturan pemerintahan yang mandin

(berhasiskan devolusi), berarti tata-pemerintahan des a ィ。ョセウ@ "rdatif bebas" dati campur tangan kekuata:1-kekuatan pemerintahan pada hierarkhi otoritas di "atas-desa" (supra desa) yaitu: Pemerintah Kabupatcn/Kota atau Pemerintah Pusat. Namun demikian, studi, dari berbat;ai kasus dan .daerah-daerah, mengkonfmnasibn realitas yang. sebaliknya. Desa menghadapi tingkat kesulitan yang sangat buruk untuk bisa mengambil alih limpahan kekuasaan ya ng diberikan oleh otoritac jurisdiksiona!

"atas-desa" tersebut. Beberapa hambatan struktural yang segera tampak adalah, ketidaklengkapan dan ketidakbe1ungsian kelembagaan, kapasitas kelembagaan, dan kapasitas kepemimpinan serla sumberdaya manusia (perangkat desa), sumber keuangan desa yang terbatas, dan lingkungan lain yang tidak mendukung. Dengan demikian,

dorongan keinginan desa untuk mampu me'1jalankan sistem tata-kdola

pemerintahan des a yang otonom dan mandiri serta baik (rural good and se!freliant gove.rnance rystem), tidak mungkin diwujudkan segera (dalam hitungan hari atau

bulan), bahkan bisa bertahun-tahun lamanya.

Secara konseptual-teoretikal, untuk bisa mencapai de,:ajat kemandirian yang sesuai dengan prinsip desentralisasi dan otonomi lokal, maka harus dilakukan pentahapan pengembangan kelembagaan pemerintahan desa. Dengan mengada:ptasi konsep "sfate building' dati Fukuyama (2004), abn did"patkan dua ciasar penting terbentuknya sebuah tata-pemerintahan Ookal) yang efektif, yai tu: (1) derajat efektivitas pemerintahan yang tinggi, dan (2) spektrum dati fungsi yang dijalankan oleh pemerintahan - the the scope of governmental fundion yang tidak terlalu melebar. Dari konsepsi Fukuyama, tersebut clirumuskan empat bentuk tata-kelola

pemerintahan (desa) sebagaimana mmpak Fada Gambar 1. .

Pada Gambar 1, terpetakan empat tip e s:stem tata-pengaturan pemerintahan desa dengan kombinasi deraj at efektivitas pemerint;.hannya dan luasnya fungsi pemerintahan yang dijalankan. Setiap kombinasi diw;: kili oleh satu rua ng. Dimulai pada ruang I, adalah wilayah dimana ditemukan p.emeritahan df.sa dengan rentang fungsi/peran a'dm:inistratif-kewenangan yang sangat luas, namun dalam waktu yang bersamaan kekuatan organisasi pemerintahan des a pun sangat efektif dan kuat untuk menopang penyelenggaraan semua urusan tersebut. Ruang ini bila tercapai, adalah kondzsi ideal tata-pemen'ntahan 10kaL'tc:s (desa) ala Indonesia (sesuai yang diamaratkan oleh UU no. 32 /2004 dan PP no. 72/200 5). Sebagaimana diketahui hasil studi di Sumatera Barat, misalnya, mengkonftrmasi ditemukannya lebih dari 100 urusan puuuh. yang harus ditangani oleh :xganisasi pemerintah des a pada saat ini. Jemlah tersebut sangat besar untuk uku:an sebuah sumberdaya pemerintahan

(22)

• ¥,

Pembaharuan Tata Pemerintahan Desa Berbasis Lokalitas dan kセュゥエイ。。ョ ᄋ@

desa yang kebanyakan dalam keadaan sangat terbatas. Meski b;iik untuk

n: ewujudkan cita-cita ォセュ。ョ」ャゥイゥ。ョ@ masyaraka( lokal, namun secara orgarus'asional kelembagaan pemerintahan des a s(perti ini berpotenJi mengarah ke chaotic-bureatkrary ya ng bergerak sempoyongan "tanpa fokus", karena banyaknya fungsi yang harus

clitanganil cliselesaikan. r

Scope of

govemmental

Dcr ljar Efektivic3S Pemcriotahan

- sangat tinggi

IV

Tipe ,ueal -7

pemcrlntahan de:-oa ra ng

kuat dan sa nl,"" cfektif denga.l furgsi terbatas / ringka ;

Pc:mcril1lah ol:'sn ya ng

sangat cfcktif/ kuat dcngnn peran / fungsi

sanga[ luas セ@ Kondisi "ideal" yoruk indonesia

[unctiol1- + _ _ _ _ _ ____ _ --if-_ _ _ _ --1 sangat ringkas

III

l'cmerintah Jl'sa ) nog

lemah. "uak cfek"f

dcngan ヲオョャLLL ゥOー」イ。セ@

ケ 。ャャ セ@ scJikit

Pc.:mcrir.tah uc s:! )'nng mbk

efckrif uengan fungsi / pcran

y:,mg snnhrat luas セ@ セ@ (jil oj Indonesi a

Derajat Efcktivitas Pemcrintahan

- sangat rcndah

II

Scope of go.vcmment.'

funcrion-sangat luas

Gambar 1. Empat Tipe Sistem Tata Pengaturan Pe.rnerintahan Desa (dimodifikasi dari Fukuyama, 2004)

Pada ruang II, terdapat kawasan climana ditemukan kelempagBn dengan kap2sitas/ efektivitas pemerintahannya yang sangat n.:ndah (sehingga sangat lemah) namun pada wakil yang bersamaan, pemerintahan desa juga harus menjalankan fungsi yang sangat luas. Tipe ini adalah tipikal pemerintahan des a yang clitemukan hampi..r di seluruh Indonesia saat ini. Pada rLlang ini ー・イョ・イゥョエ。ィNセョ@ desa benar-·benar berada pada status Jailed-government. Tipe tata-kelola pemerintahan yang

demikian, clinilai sangat buruk karena memiliki ketahanan organisasionalnya sangat kecil sehingga rentan mengalami "destabilisasi" d.m "gLinca ngan" atau or:ganizutiona/ "haoJ. Dalam posisi seperti ini"bantuan" dari kelembagaan "atas-desa" mutlak diperlu1,an. Dengan I,at<l lain, fenomena ketergantl1l1gan perneri'ntah des:! pada

'sumGerdaya luar t:>rnpak sangat menonjol di イオ セ ョァ@ 11 ini.

Ruang III inewakili kawa san climana pemerintahan des a yang sangat lemah (tidak efektif) meskipun fungsi-fungsi yang harus clijalankan sebenarnya tidaklah banyak. Tipe tata-kelola pemerintahan pada ruang III adalah tipe terburuk dari keempat

[image:22.607.15.504.16.644.2]
(23)

Pembaruan Tata Pemerintahan Desa Berbasis Lokalitas Jan Kemitraan

tipe yang ada. Pemerintahan des a benar-benar gaga! berperan, sekalipun tidak banyak hal yang harus ditangani. Semen tara itu, Ruang IV mewakili kawasan dimana ditemukan "tipe ideal" sebua:1 tata-pemerintahan desa men\1rut konsep Fukuyama. Pada wilayah iill, kekuatan efektivitas-pemerintahan des a berada pada derajat yang sangat kuat. l-1rtinya pemerinta'han desa mampu mengendalikan セ・ュオ。@ kekuasaan dan kewenap.gan yang dimilikinya untuk mcnopang dan mewujuqkan cita-eita masyarakat des a (kesejahteraan, kemandirian, keadilan, dan martabat). K.arena fungsinya yang sangat ringkas, pemerintahan desa mampu melakukan fokus, dan menjalin sinergi serta kerjasama kemitraan dengan pihakluar pemerintahan desa untuk mewujudkan cita-cita kesejahtcraan tersebut.

Jika dipetakan dengan menggunakan kerangka pcmikiran Fukuyama (2004) tersebut, maka semua desa di Indonesia akan "tcrbagi habis'1 (teralokasikan) ke , dalam seciap ruang. Persoalannya, jib ruang IV セ、。ャ。ィ@ "tipe ideal" yang hendilk dieapai, maka bagaimanakah cara mentran sforma sikan sistem tata-pemerintahan desa-desa yang berada di ruang I, II, dan III ke rua,'1g IV. Apakah ruang I adalah tipe ideal "seinentara" yang seharusnya dieapai Lerlebih dahulu(sesuai UU no. 32/2004). Di ruang ' ini, dilakukan tr,hapan paling pEl1ting yaitu pe,nberdayaan2 irifrastruktur kelembagaan, pada sistem tata-kelola pemerintah des a seraya terus mengefisienkan fungsi dan peranannya.

Pemerintahan desa sepantasnya berkonsentrasi pada fungsi eksekusi di tingkat kepala desa, yain!: pelayanan publik dan pelaksanaan regulasi dimana smpe-nya pun harus ringkas. Semen tara Eadan Permu syawaratan p es a (BPD) berkonsentrasi pada funesi ャセァゥウャ。ウゥL@ supervisi, dan Joint-dedsion making eli saat eliperlukan bersama-sama dengan pemerintahan desa. Fungsi lain sepcrti inmme-genMlting funciion diiakukan secara' terpisah dalam tata-pemerintahan desa namnn tetap dalam kendali kelembagaari eksekutif'dan legislatif desa. UU no. 32/2004 dan PP no. 72/2005

juga memungkinkan dikembangkannya ェ・ェ。セゥョァ@ kerjasama sosial-ekonomi melalui

pola kerrutraan atau partnership dengan pihak lain (publik) sesuai koridor hukum yang berlaku.

Agar good rural governance !}stem bisa tercapai, maka 、ゥーセイャオォ。ョ@ sejumlah upaya membangun keb.erdaYaan des a (rural ・ューッキ・ョョ・ョセN@ Hal-hal yang daIJat dilakukan untuk meneapai hal itu' adalah penataar. fungs: kelcmbagaan, perkuatan kapasitas

ッイァ。ョゥウセウゥYョ。ャ@ melalui pengembangan kapasitas organisa'si dan , sumberdaya

2 Terdapat 「ゥュケセォ@ liatasan tentang セ・ュ「・イ、。ケ。。ョ@ (empowerment) . dalam hal ini dua batasan yang bisa dikutip adalah: '

' empowerment goes well beyond the narrow re81m of politicul power, and differs from the classical definition of セッキ・イ@

by Max Weber. セイョーッキ・イャョ・ョエ@ is used to describe the gaining of strength in the various ways necessary to be able to move out of poverty, rather than literally 'laking over power from somebody else' at the purely political level. TQis means, it includes knowledge, education, organization, rights, and 'voice ' as well as final.cial and material resources' (Schnaider, 1999). $ementara itu batasan lain adalah: empowerment may, socio-politica:ly, be viewed as a condition where power/ess people make a situation so that they can ・ク・セ」ゥウ・@ their voice in the affairs of govewmce

(Osmani, 2000).

10

(24)

_----..."

Pembaharuan Tata Pemeril'tahan Vesa Bc rbasis Lokalitas 'dan Kemitta.an

manusia (SDM), serta mengembangkan sistem manajemen pemerintahan des

a

yang

efektif. Pertanyaannya, penataan s?esifik apa sajakah yang semestinya dilakukan? '

Meski demikian, agendapekerjaan untuk mereforniasi .tata-pemerintahim desa ke arah otonomi lobi H、・ウセI@ yang kuat, bukanlah hal yang mudah untuk serta-merta diwujudkan tanpa perhitungan dan analisis yang matang. Diperlukan serangkaia,n riset-aksi yang memadai untuk bis:1 mengindentifikasi kekhasan-kekhasan yang

dimiliki

oleh setiap desa, sehingga strategi penataan エ。エ。Mー・ュ・イゥョセ。ィ。ョ@ des a menjadi khas sifatnya. Setting geo-sosio-(;kolagi-lokal, sosio-budaya, ウエイセjォエオイᆳ

kemasyarakatan, spasial-kewilayahan, sosio-politik, dan f;.ktor-faktor lain akan sangat mempengnuhi tampilan sistem tata-pemerintahan desa di suatu kawasan, yang selanjutt1ya menghendaki pendekatan yang berbeda-beda antara satu dan lain desa.

Desa sebagai Entitas Sosial: Pandangan dari Beberapa Perspektif

Sebelum membahas secara l("bih komprehens if dan mendalam tenta ng

pembaharuan dan revitalisasi tata-pellgaturan pemerinrahan des a (rum! governant't), dipandang sangat mendesak, untuk terlebih d:lhulu ュ・ョケセュ。ォ。ョ@ persepsi ten tang makna desa. Dalam ilmu sosial, de, a memiliki multi-makna dan papat ditafsirkan berbeda-beda tergantung perspekrif atau "logika" apa yang digur.akan untuk memahaminya. Dari perspektif, geograji-kll!!tfI"ClI, desa sem.ata-mata dipandang sebagai ruang yang terbentuk d:lri kesatuan !okCllitaJ-JpaJial, dimana di"atas"nya

dibina sebuah kehidupan sosial. Pola adaptasi-ekologis , yang

elijalin-berkesinambungan ,di kawasan itu, menyebabkan elitemukannya sistem-sistem sosio-kemasyarakatan dengan karakter budaya yang khas. Oleh karen'a ' karakter tersebut melekat pada Jetting sistem sosio-eko-geografi setempat (yang distinft), maka setiap desa secara geografis menalTipilkan kekhasan karakter SOSio-fko-geo-blldc!ya sesuai kekhasan kawasan tersebut. Perspektif geogr4/-ku!tural memterikan pesan penting ten tang adanya pola-pola perilaku sos ial-budaya dan sosio-politik yang terbentuk sebagai kOl1sekuen si bekerjan ya kekuaran-kekuatan alam:

Dar: perspektif JOJioloJ,z\ des a elipahami sebagai sebuah wang diman.a sebefltuk entitaJ-sosiai hadir dan membina ciirCimika bubungClI1 JOJial secara intenJif. Entjtas so sial rersebut mendiam.i dua JUb-ruang, セ・ォ。ャゥァオウ@ yaitu rtlang-JoJial din1ana proses-proses

50sial berlangsung, dan rtlClng jiJik .,pClJialj leritoria/ ru.nana warga r:lendapatkan berbagai dukungan-penghidupan -livelihood Jupporting ryJten; - (sandang, pangan, papan) yang penting bagi ォ・ャ。ョァセオョァ。ョ@ hidup mereka. Ruang sosial sendiri, bisa berwujud "abstrak" ma!1akala, .I/ia{e tersehut dipahami dalam konteks sosio-budaya, dimana di dalamnya didapati gugUJaI1 mpra .rtrukrur JOJ/ai ya ng terdiri dari "sistem ideologi, sistem nilai, orientasi etika kehidupan sosial, dan norma-norma sosinl.dari berbagai tingkatan". Supra struk"tur sosial tersebut selanjutnya membina dan

mengokohkan kesatuan kehidupan sosial masyarakat eli lokalitas yang

_. _ . _ . • . . . • . . . • . . . • . • . • - . _ . _ . . . _ . . . _ ..• . . . •

(25)

Pembaruan Tat ... Pemerintahan Desa Berbasis lHIォ。ャゥエ。セ@ dan Kemitraan

bersangkutan. Di 'kedua sub-ruang (s pasia! dan sosi:1l) tersebut, pengaruh negara hadir melalui inFastruktur kelembagaan administrasi pemerintahan desa. Bersama-sarna dengan supra struktur .sosial, kelembagaan pemerintahan des a ikut menj<lga harmoni· kehidupan sosial; utamanya memastikan berjalannp proses-proses pelayanan sosial, dan proses fasilitasi intcraksi warga dan negara di ruang publik (public sphere).

Jadi, desa dalam pengertlan sosiologis adal<lh ruang dimana entit;:,s sosia! terbentuk dan membina dirinya, di suatu teritorial tertentu, dimana infrastruktur kelembagaan pemerintahan 、・セ。@ (bersama supra struktur sosial) memungkinkan ゥョエ・イ。ォウセ@ sosial antara negara (state) dan warga negara, serta antara sesama warga r:egara (t'itizen) berlangsung secara harmonis dan intensif. .

Dari perfopektif sosi%gi maJ)'arakal ke.il, konsep kesatuan sosial di suatu des a seringkali dipahami dalam konteks ya ng boleh salir.g-dipertukarkan (interchangeable) dengan konsep komunitaj3. Dalam hal ini desa dipandang sebagai sebuah entitas sosiai di suatU kaYlaSan mikro, dan merupakan Stlbset (himpunan bagian) dari gut;US sistem sosial ya:1g lebih besar. Warga atau penduduk ya ng ada di dalam kawasan tersebut merri:bmgun sebuah konfigurasi .rosial-budqya yang khas. Ruang-interilksibnal lang terbentuk membangun dinamika hubungan 30sial kerjaJama, hingga perJaingall, ketegangan ataupun . kon.f/ik sosial antn sesama warga / penduduk, dan anUra warg1/ penduduk dengan lingkungannya . Denga'1 jJemahaman seperti ini, desa menjadi teritori yang memungkinkan konfigura si c,os io-buOilY;'1 terbangun secara sis tematis. Dahm kenyataan, sebuah des a bi sa .nenjadi "habitilt" dari satu atau bahkan lebih dari satU komunita s kha s.

Dari perspektif adminislrasi pemen'ntahan, des? dipaharrL sematacmata sebagai sebuah ruang-tempat bekerja,!),a sistem administra.ri pemerintahan pllblik dimana batas-batas pelayanan dan iungsi-administratif エ・イ、・ヲゥョゥセゥ@ secara jelas. DalalTl ruang yang

demikian itu, pema!lgku olorilas adminz:rlraJi pt/biik memenuhi hak-hak

kewarganegaraan yang, clirr.iliki oleh warga desa. Semen tara, pada saat yang

bersamaan pemdngku oton'tar administrasi mengelola dan mengontrol berbagai

kewajiban yang mdek'at dan harus ditunaikan oleh warga desa setcmpat kepada

negara. I)engan .kata ャ。ゥョセ@ des a menjadi ruang dimana pemangku otoritas

melakukan qlah-kekua,saa

Gambar

Gambar 1. Empat Tipe Sistem Tata Pengaturan Pe.rnerintahan Desa (dimodifikasi
Gambar 3, Relasi Kekuasaan dalam Tata-Pemerintahan di Kawasan Lokalitas

Referensi

Dokumen terkait

Proses pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan karakteristik peserta didik akan mampu berpengaruh positif pada prestasi anak begitu juga sebaliknya jika

Jika proses pemilihan produk sudah dirasa cukup, selanjutnya klik tombol Lanjutkan transaksi untuk melakukan proses konfirmasi pemesanan produk serta menentukan

Untuk penanganan perkara dan penyelesaian kasus hukum dalam perkara perdata sesuai dengan cara Pemberi Bantuan Hukum di Lembaga Bantuan Hukum dapat melalui dua

Kalbar termasuk salah satu daerah yang dapat dijuluki provinsi “Seribu Sungai” yang sudah ditetapkan menjadi Daerah Tujuan Wisata ke XIX yang secara faktual, kondisi Kalbar memang

Hal ini terlepas bahwa sebelum itu, pikiran- pikiran untuk berhenti telah disampaikannya kepada kalangan dekat dan keluarga, bahkan masyarakat pada umumnya, ketika

4 Menit 9-10 Menganalisis Communicative Approach dalam konteks English language teaching - Communica tive Language Teaching - Content Based Learning - Task Based

Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Underpricing Pada Penawaran Umum Perdana (Studi Kasus Pada Perusahaan Keuangan Yang Go Publik Di Bursa Efek Jakarta

1) Arsip hilang atau salah penyimpanan kecil sekali terjadi, karena arsip dikelola oleh tenaga-tenaga yang telah dipersiapkan untuk tugas pengelolaan arsip. 2) Kemungkinan