• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Kulit Mangium Sebagai Biosorben Ion Logam Berat Berbahaya

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi Kulit Mangium Sebagai Biosorben Ion Logam Berat Berbahaya"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI KULIT MANGIUM SEBAGAI BIOSORBEN ION

LOGAM BERAT BERBAHAYA

JAUHAR KHABIBI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Potensi Kulit Mangium sebagai Biosorben Ion Logam Berat Berbahaya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Jauhar Khabibi

(3)

RINGKASAN

JAUHAR KHABIBI. Potensi Kulit Mangium sebagai Biosorben Ion Logam Berat Berbahaya. Dibimbing oleh WASRIN SYAFII dan RITA KARTIKA SARI.

Penurunan kandungan ion logam berat di dalam limbah cair cukup diperhatikan oleh industri-industri di Indonesia tetapi hal ini terhalang oleh belum ditemukannya metode yang tepat. Kandungan ion logam berat yang tinggi di dalam limbah cair berdampak negatif terhadap makhluk hidup dan lingkungannya. Beberapa jenis ion logam berat, seperti timbal (Pb2+), merkuri (Hg2+), tembaga (Cu2+), dan nikel (Ni2+) dapat menyebabkan kelainan terhadap organ tubuh dan signifikan beracun bagi makhluk hidup serta lingkungannya. Terdapat beberapa metode yang bisa diterapkan untuk menurunkan kadar ion logam berat, seperti

precipitation, ion exchange, filtration, electrode-position, dan reverse osmosis

tetapi beberapa tidak memuaskan dalam segi pembiayaan dan kinerja penyerapannya. Absorption merupakan salah satu metode yang efisien untuk

menurunkan kadar ion logam berat di dalam limbah cair. Metode ini memanfaatkan suatu bahan dari biomassa untuk menyerap atau mengikat ion logam berat.

Limbah industri pertanian, perkebunan, dan kehutanan dapat digunakan sebagai biosorben untuk penyerapan ion logam berat. Kulit kayu, daun, serbuk

gergaji, dan bahan biomassa lainnya telah diteliti mampu menyerap ion logam berat. Kandungan gugus fungsi, seperti hidroksil, karboksil, sulfidril, amida, dan amina di dalam biomassa memiliki kemampuan tinggi untuk mengikat ion logam berat. Selain itu, jenis biomassa kulit memiliki kandungan ekstraktif, seperti tanin yang juga mampu mengikat ion logam berat. Indonesia memiliki potensi kulit mangium yang cukup besar. Hutan Tanaman Industri (HTI) di Indonesia didominasi oleh tegakan mangium untuk tujuan bahan baku pulp dan kertas. Log mangium sebagai bahan baku pulp harus dihilangkan bagian kulitnya sebesar 12-17% dari 1 buah log. Pemanfaatan kulit mangium selama ini hanya untuk bahan bakar boiler sehingga perlu dilakukan peningkatan nilai tambah dan efisiensi pemanfaatannya. Salah satunya mengembangkan kulit mangium sebagai biosorben untuk menurunkan kandungan ion logam berat pada limbah cair industri.

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah 1) Menentukan persentase penyerapan Hg2+, Cu2+, Pb2+, dan Ni2+ oleh biosorben kulit mangium dalam larutan artifisial tunggal, campuran, dan limbah cair pertambangan emas dan menentukan ion logam berat terpilih pada larutan artifisial tunggal untuk pengujian tahap lebih lanjut berdasarkan persentase penyerapan terbesar, 2) Menganalisis pengaruh dan kondisi optimal dari parameter dosis biosorben, pH larutan, waktu kontak, dan konsentrasi ion logam berat dalam larutan artifisial tunggal terhadap persentase penyerapan ion logam berat terpilih, serta menentukan kapasitas penyerapan dan kinerja penyerapan ion logam berat terpilih oleh biosorben kulit mangium, kulit mangium tanpa perlakuan, dan arang aktif komersial, dan 3) Karakterisasi biosorben sebelum dan setelah penyerapan ion logam berat terpilih pada persentase penyerapan terbesar.

(4)

biosorben kulit mangium. Setelah itu, labu ditutup rapat dan diletakkan di atas pengaduk magnetik dengan kecepatan 300 rpm pada suhu ruangan ±25 oC. Setelah 3 jam, pemisahan antara biosorben kulit mangium dan larutan ion logam berat dilakukan dengan kertas saring dan diuji kadar ion logam beratnya menggunakan atomic absorption spectrophotometer (AAS). Pengujian

penyerapan dilakukan dengan menggunakan larutan artifisial tunggal, campuran, dan limbah cair pertambangan emas. Parameter dosis biosorben, pH larutan, waktu kontak, dan konsentrasi ion logam berat diujikan untuk mengetahui kondisi optimal serta dilakukan pengujian kinerja jenis bahan penyerap terhadap penyerapan ion logam berat terpilih. Selain itu juga dilakukan pengujian karakteristik biosorben kulit mangium sebelum dan setelah penyerapan ion logam berat terpilih menggunakan electron microscopy (SEM),energy dispersive X-ray spectroscopy(EDS), danfourier transform infrared(FTIR).

Hasil penelitian menunjukkan persentase penyerapan Cu2+, Hg2+, Pb2+, dan Ni2+ oleh biosorben kulit mangium berturut-turut 42.67%, 9.45%, 19.97%, dan 20.47% dalam larutan artifisial tunggal dan 64.15%, 92.76%, 17.09%, dan 13.69% dalam larutan artifisial campuran. Limbah cair pertambangan emas mengandung Cu2+paling besar 7 mg/L sedangkan Pb2+, Ni2+, dan Hg2+berada di bawah batas deteksi alat (< 0.001 mg/L). Persentase penyerapan Cu2+ dalam limbah cair pertambangan emas oleh biosorben kulit mangium sebesar 42.86%. Peningkatan dosis biosorben kulit mangium, pH larutan, waktu kontak, dan konsentrasi Cu2+ dapat meningkatkan persentase penyerapan Cu2+ sampai batas tertentu. Hasil uji statistik menunjukkan kondisi optimal penyerapan Cu2+ oleh biosorben kulit mangium terjadi pada dosis biosorben 400 mg, pH larutan 4, konsentrasi awal 50 mg/L, dan waktu kontak 10 menit. Kondisi optimal penyerapan Cu2+ oleh biosorben kulit mangium menghasilkan persentase dan kapasitas penyerapan berturut-turut 82.58 % dan 2.28 mg/g. Hasil pengujian statistik jenis bahan penyerap menunjukkan bahwa kinerja penyerapan Cu2+ oleh biosorben kulit mangium dan arang aktif komersial tidak berbeda tetapi kinerja penyerapan Cu2+keduanya berbeda nyata dengan kulit mangium tanpa perlakuan. Karakteristik dasar biosorben kulit mangium mendukung untuk pengikatan ion logam berat. Proses penyerapan Cu2+ dalam larutan artifisial tunggal mengakibatkan perubahan karakteristik biosorben kulit mangium, seperti penurunan indeks kristalinitas, perubahan transmitansi pada gugus hidroksil, karboksil, dan karbonil, dan munculnya unsur Cu2+. Berdasarkan hasil ini kulit mangium memiliki potensi yang sangat tinggi sebagai biosorben ion logam berat berbahaya.

(5)

SUMMARY

JAUHAR KHABIBI. Potency of Mangium Bark as Biosorbent for Hazardous Heavy Metal Ion. Supervised by WASRIN SYAFII and RITA KARTIKA SARI.

Reducing the content of heavy metal ion in the wastewater was seriously handled by industries in Indonesia but it is hindered by not finding the right method. The content of heavy metal ions in wastewater has a negative impact on living beings and environment. Some types of heavy metal ions, such as lead (Pb2+), mercury (Hg2+), copper (Cu2+), and nickel (Ni2+) can cause abnormalities and significantly toxic to the living beings and the environment. There are several methods that can be applied to reduce the heavy metal ions, such as precipitation, ion exchange, filtration, electrode-position, and reverse osmosis but some of these methods are not satisfactory in terms of financing and performance. Absorption is one of efficient methods to reduce heavy metal ions in wastewater. This method utilizes a material of biomass to absorb the heavy metal ions.

The waste of agriculture, plantation, and forestry can be used as biosorbent for heavy metal ions absorption. Bark, leaves, sawdust, and other biomass materials have been investigated enable to absorb heavy metal ions. The content of functional groups, such as hydroxyl, carboxyl, sulfhydryl, amide, and amine in the biomass has high capability to bind heavy metal ions. Moreover, the bark biomass contains extractive, such as tannin which has capability to bind heavy metal ions. Mangium bark is one of many kind biomass which has a high potency in Indonesia. Industrial timber plantation in Indonesia was dominated by mangium for the pulp and paper purposes. The raw material for pulp and paper must be debarked for remove bark. This process is resulting around 12-17% bark waste. Utilization of mangium bark is only for boiler fuel so it is necessary to increase the added value and efficiency in their utilization. One of them developed a mangium bark as biosorbent to reduce the content of heavy metal ions in industrial wastewater.

The objectives of this research are 1) Determine the absorption percentage of Hg2+, Cu2+, Pb2+, and Ni2+by mangium bark biosorbent in the solution of single artificial, mixture artificial, and gold mining wastewater and determine the chosen heavy metal ion in a single artificial solution which result the highest absorption percentage for further experiment, 2) Analyze the effect and the optimum conditions of the several parameters, such as biosorbent dose, solution pH, contact time, and heavy metal ions concentration in single artificial solution toward absorption percentage of the chosen heavy metal ion; determine the absorption capacity on the optimum condition; and absorption performance of chosen heavy metal ion by mangium bark biosorbent, untreated mangium bark, and commercial activated charcoal, and 3) Characterization mangium bark biosorbent before and after the absorption process of chosen heavy metal ion on the condition which result the highest absorption percentage.

(6)

concentration was tested using atomic absorption spectrophotometer (AAS). The experiment was conducted using 3 kinds of solution, single artificial, mixture artificial, and gold mining wastewater. The parameters of biosorbent dose, solution pH, contact time, and the concentration of heavy metal ion were tested to determine the optimal condition. The absorption performance of the mangium bark biosorbent, mangium bark untreated, and commercial activated charcoal were also analyzed. The mangium bark biosorbent characteristics before and after absorption of chosen heavy metal ion was analyzed using electron microscopy (SEM), energy dispersive X-ray spectroscopy (EDS), and fourier transform infrared (FTIR).

The results showed the absorption percentage of Cu2+, Hg2+, Pb2+, and Ni2+ by mangium bark biosorbent respectively 42.67%, 9.45%, 19.97% and 20.47% in the single artificial and 64.15%, 92.76%, 17.09%, and 13.69% in the mixture artificial solution. Gold mining wastewater has higher Cu2+content than the other heavy metal ion, 7 mg/L. The content of Pb2+, Ni2+, and Hg2+ in the gold mining wastewater are below the detection limit of AAS (<0.001 mg/L). Cu2+ absorption percentage in the gold mining wastewater by mangium bark biosorbent is 42.86%. Increasing doses of mangium bark biosorbent, solution pH, contact time, and Cu2+ concentration could increase the Cu2+ absorption percentage to a certain extent. Statistical analysis showed the optimal conditions of Cu2+absorption by mangium bark biosorbent occurs at biosorbent dose 400 mg, solution pH 4, Cu2+ concentration 50 mg/L, and contact time 10 minute. This optimal condition generates the absorption percentage and absorption capacity respectively 82.58% and 2.28 mg/g. Statistical analysis also shows the performance of Cu2+ absorption by mangium bark biosorbent and commercial activated carbon are not different but both of them were significantly different from the untreated mangium bark. The basic characteristics of mangium bark biosorbent support the binding of heavy metal ions. Cu2+ absorption process in single artificial solution has changed the characteristic of mangium bark biosorbent, such as decreasing crystallinity index, changing transmittance on group of hydroxyl, carboxyl, and carbonyl, and the appearance of Cu2+element. Based on these results, showed that mangium bark has a potential to be developed as biosorbent for reducing hazardous heavy metal ion.

(7)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(8)

POTENSI KULIT MANGIUM SEBAGAI BIOSORBEN ION

LOGAM BERAT BERBAHAYA

JAUHAR KHABIBI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)
(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksananakan sejak bulan April 2014 sampai Juli 2015 ini ialah pengolahan limbah, dengan judul Potensi Kulit Mangium sebagai Biosorben Ion Logam Berat Berbahaya.

Selama proses penelitian dan penulisan tesis ini, penulis banyak mendapat bantuan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih sedalam-dalamnya, kepada:

1. Prof Dr Ir Wasrin Syafii, MAgr dan Dr Ir Rita Kartika Sari, MSi selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, saran, evaluasi, perhatian, dan motivasi kepada penulis selama perkuliahan, penelitian, dan penyusunan tesis.

2. Dr Henny Purwaningsih, SSi, MSi atas evaluasi dan saran yang diberikan kepada penulis selama penulisan tesis.

3. Dr I Nyoman Jaya Wistara, MS dan Prof Dr Ir Fauzi Febrianto, MS selaku Ketua Program Studi Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan dan Kepala Departemen Hasil Hutan yang telah memberikan evaluasi dan motivasi kepada penulis selama proses studi.

4. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen DIKTI) melalui Beasiswa Unggulan DIKTI 2012/2013 atas kepercayaannya untuk memberikan beasiswa kuliah kepada penulis selama menempuh pendidikan pascasarjana di Institut Pertanian Bogor.

5. Tanabe Foundation Japan yang telah membiayai penelitian ini atas nama Dr Ir Rita Kartika Sari, MSi sehingga penelitian yang penulis lakukan dapat terlaksana dengan baik.

6. Bapak Mansur dan Ibu Nurhayati selaku orang tua penulis yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama menuntut ilmu terutama ketika studi di Program Pascasarjana IPB.

7. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, terima kasih banyak atas dukungan, kerjasama, dan doa kepada penulis.

Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khusunya pada bidang kimia hasil hutan.

Bogor, Maret 2016

(11)

DAFTAR ISI

Optimalisasi Proses Penyerapan Ion Logam Berat 5 Perhitungan Persentase dan Kapasitas Penyerapan 5

Karakteristik Biomassa 6

Analisis Data 6

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 6

Penyerapan Ion Logam Berat Dalam Beberapa Jenis Larutan 6 Pengaruh Dosis Biosorben Terhadap Penyerapan Cu2+ 8 Pengaruh pH Larutan Terhadap Penyerapan Cu2+ 9

Pengaruh Waktu Kontak dan Konsentrasi Cu2+ Terhadap

Penyerapan Cu2+ 10

Kapasitas Penyerapan Cu2+Oleh Biosorben Kulit Mangium 12 Penyerapan Cu2+ Oleh Beberapa Jenis Bahan Penyerap Dalam

Larutan Artifisial Tunggal 13

Karakteristik Kulit Mangium 14

Perubahan Indeks Kristalinitas Biosorben Kulit Mangium 15 Perubahan Gugus Fungsi Biosorben Kulit Mangium 16

Karekteristik Permukaan dan Unsur Penyusun Biosorben Kulit

(12)

DAFTAR TABEL

1 Kandungan ion logam berat dalam limbah cair pertambangan emas 8 2 Pengaruh waktu kontak dan konsentrasi Cu2+ terhadap persentase

penyerapan Cu2+ 11

3 Karakteristik kulit mangium 14

4 Hasil perhitungan indeks kristalinitas dan bagian amorf biosorben

kulit mangium 16

5 Pengujian EDS biosorben kulit mangium 19

DAFTAR GAMBAR

1 Pengaruh jenis ion logam berat dalam larutan artifisial tunggal ( ), larutan artifisial campuran ( ), dan limbah cair ( ) terhadap persentase penyerapan Cu2+, Hg2+, Pb2+, dan Ni2+ oleh biosorben

kulit mangium 7

2 Pengaruh dosis biosorben kulit mangium terhadap persentase penyerapan Cu2+pada konsentrasi ion logam berat 50 mg/L. Huruf yang berbeda pada histogram menunjukkan nilai persentase penyerapan yang berbeda nyata ( = 0.05) berdasarkan uji lanjut

Duncan 9

3 Pengaruh pH larutan terhadap persentase penyerapan Cu2+ pada konsentrasi ion logam berat 50 mg/L dan dosis biosorben kulit mangium 400 mg. Huruf yang berbeda pada histogram menunjukkan nilai persentase penyerapan yang berbeda nyata

( = 0.05) berdasarkan uji lanjut Duncan 10

4 Pengaruh waktu kontak dan konsentrasi awal ion logam berat 50 mg/L ( ) dan 25 mg/L ( ) terhadap kapasitas penyerapan Cu2+ pada dosis biosorben kulit mangium 400 mg dan pH larutan 4 12 5

Pengaruh Pengaruh jenis bahan penyerap terhadap persentase penyerapan Cu2+ pada dosis bahan penyerap 400 mg, pH larutan 4, waktu kontak 40 menit, dan konsentrai Cu2+ 50 mg/L. Huruf yang berbeda pada histogram menunjukkan nilai persentase penyerapan yang berbeda nyata ( = 0.05) berdasarkan uji lanjut Duncan 13 6 Bagian puncak-puncak kuat ( ) pada grafik XRD biosorben kulit

mangium (a) Sebelum dan (b) setelah penyerapan Cu2+ 15 7 Bagian puncak-puncak tidak simetris ( ) pada spektrum FTIR

biosorben kulit mangium (a) sebelum dan (b) setelah penyerapan

Cu2+ 17

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil analisis statistik pengaruh dosis biosorben kulit mangium

terhadap persentase penyerapan Cu2+ 26

2 Hasil analisis statistik pengaruh pH larutan terhadap persentase

penyerapan Cu2+ 27

3 Hasil analisis statistik pengaruh waktu kontak dan konsentrasi ion logam berat terhadap persentase penyerapan Cu2+ 28 4 Hasil analisis statistik pengaruh jenis bahan penyerap terhadap

(14)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penurunan kandungan ion logam berat di dalam limbah cair cukup diperhatikan oleh industri-industri di Indonesia tetapi hal ini terhalang oleh belum ditemukannya metode yang tepat. Padahal, kandungan ion logam berat yang tinggi di dalam limbah cair berdampak negatif terhadap makhluk hidup dan lingkungannya. Ion-ion logam berat merupakan materi non-biodegradable yang

bisa berakumulasi pada makhluk hidup dan menyebabkan berbagai jenis penyakit atau kelainan (Baileyet al. 1999). Beberapa jenis ion logam berat, seperti timbal

(Pb2+) dan nikel (Ni2+) dapat menyebabkan kelainan terhadap organ tubuh dan signifikan beracun bagi makhluk hidup serta lingkungannya (Surchi 2011; Yu et al. 2001). Menurut United Stated Environmental Protection Agency (EPA) Ni2+

sangat beracun bagi makhluk hidup dan batas minimal kandungan Ni2+ di dalam air minum sebesar 0.5 mg/L (Reddyet al. 2011). Paparan Pb2+ dan ion tembaga

(Cu2+) dapat mengakibatkan kerusakan terhadap organ otak dan tulang (Hidayatet al.2014). Masuknya Cu2+ berlebih ke dalam tubuh manusia dapat mengakibatkan

kerusakan hati, iritasi kelenjar getah, dan kelainan ginjal (Chowdhuryet al.2011). World Health Organization (WHO) menyebutkan kandungan maksimal Cu2+ di

dalam air minum sebesar 1.5 mg/L. Selain itu, paparan ion logam berat merkuri (Hg2+) ke lingkungan dapat menyebabkan penyakit minamata, seperti yang diderita oleh penduduk di sekitar pertambangan PT Newmont Minahasa Raya (Lutfillah 2011).

Menurunkan kandungan ion logam berat di dalam limbah cair dapat menggunakan beberapa metode, seperti precipitation, ion exchange, filtration, electrode-position, dan reverse osmosis (Rao et al. 2000). Sebagian besar dari

metode yang tersedia sudah diterapkan tetapi tidak memuaskan dari segi biaya (Marchetti et al. 2000). Biaya yang cenderung mahal mengakibatkan sedikit

industri yang benar-benar serius untuk menurunkan konsentrasi ion logam berat di dalam limbahnya. Penggunan metode-metode tersebut selain memerlukan biaya yang besar juga bisa mengalami kegagalan untuk mengurangi kandungan ion logam berat sampai batas yang bisa dilepaskan ke lingkungan (Matheickhalet al.

1997). Absorption merupakan salah satu metode yang efisien untuk menurunkan

kadar ion logam berat di dalam limbah cair. Metode ini memanfaatkan suatu bahan untuk menyerap atau mengikat ion logam berat, seperti arang aktif. Penggunaan arang aktif kurang efisien dalam skala besar karena membutuhkan biaya besar (McKay dan Porter 1997). Selain arang aktif, bisa menggunakan bahan penyerap lainnya yang relatif murah, seperti kulit kayu, daun, serbuk gergaji, dan bahan biomassa lainnya (Tan 1985; Vázquezet al.2002; Nehrenheim

dan Gustafsson 2008). Oleh karena itu, suatu alternatif bahan untuk menyerap ion logam berat yang lebih murah dan mudah diperoleh untuk pengelolaan air limbah di Indonesia diperlukan.

Limbah industri pertanian, perkebunan, dan kehutanan dapat digunakan sebagai biosorben untuk penyerapan ion logam berat. Beberapa penelitian

(15)

2

merupakan bahan ideal untuk menurunkan ion logam berat (Tan 1985; Vázquezet al. 2002; Nehrenheim dan Gustafsson 2008; Randall et al. 1974; Yasemin dan

Zeki 2007; Shinet al.2007; Sekiet al. 1997).Kulit kayu yang mengandung tanin

dapat menyerap ion logam berat karena tanin memiliki bagian aktif, seperti

catechol dan pyrogallol yang bisa bereaksi dengan kation ion logam berat

(Yasemin dan Zeki 2007; Pizzi et al. 1986). Selain itu, kandungan gugus

fungsional, seperti karboksil, hidroksil, sulfidril, amida, dan amina yang terdapat di dalam kulit kayu juga memiliki kemampuan tinggi dalam mengikat ion logam berat (Xiao dan Thomas 2004). Kulit mangium mengandung tanin yang cukup tinggi sekitar 23.30% (Hoong et al. 2010). Berdasarkan hal tersebut kulit

mangium berpotensi digunakan sebagai biosorben untuk menyerap ion logam berat.

Hutan Tanaman Industri (HTI) di Indonesia didominasi oleh tegakan mangium. Hasil estimasi bersih menunjukkan luasan tegakan mangium tersebut mencapai 67% dari total keseluruhan luasan tegakan mangium di dunia (FAO 2002). Pada tahun 2002 total luasan hutan tanaman untuk jenis cepat tumbuh meningkat mencapai 1 juta ha di Indonesia dan tegakan mangium mendominasi sekitar 80% dari luasan tersebut (Rimbawanto 2002; Barryet al.2004). Sebanyak

1.82 juta ha dari luasan HTI sebesar 3,03 juta ha di tahun 2006 ditunjukkan untuk produksipulpdan kertas (Manurunget al. 2007). Selain itu, di Indonesia tegakan

mangium juga diusahakan oleh rakyat dalam skala kecil sebagai bahan baku industri penggergajian (Krisnawatiet al.2011). Mangium yang berumur 5-7 tahun

bisa menghasilkan biomassa sekitar 60.47-95.85 ton/ha dengan kulit kayu 7.28-8.83 ton/ha (Muladi et al. 2001). Berdasarkan estimasi jumlah log yang disuplai

PT Musi Hutan Persada untuk PT Tanjung Enim Lestari, limbah kulit mangium yang dihasilkan sebesar 15.18 ton/hari atau sebesar 12-17% (Pari et al. 2000).

Pemanfaatan kulit mangium selama ini hanya untuk bahan bakar boiler sehingga perlu dilakukan peningkatan nilai tambah dan efisiensi pemanfaatannya. Salah satunya mengembangkan kulit mangium sebagai biosorben untuk menurunkan kandungan ion logam berat pada limbah cair industri.

Perumusan Masalah

(16)

3

Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah 1) Menentukan persentase penyerapan Hg2+, Cu2+, Pb2+, dan Ni2+oleh biosorben kulit mangium dalam larutan artifisial tunggal, campuran, dan limbah cair pertambangan emas dan menentukan ion logam berat terpilih pada larutan artifisial tunggal untuk pengujian tahap lebih lanjut berdasarkan persentase penyerapan terbesar, 2) Menganalisis pengaruh dan kondisi optimal dari parameter dosis biosorben, pH larutan, waktu kontak, dan konsentrasi ion logam berat dalam larutan artifisial tunggal terhadap persentase penyerapan ion logam berat terpilih, serta menentukan kapasitas penyerapan dan kinerja penyerapan ion logam berat terpilih oleh biosorben kulit mangium, kulit mangium tanpa perlakuan, dan arang aktif komersial, dan 3) Karakterisasi biosorben kulit mangium sebelum dan setelah penyerapan ion logam berat terpilih pada persentase penyerapan terbesar.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah 1) Memberikan informasi tingkat persentase penyerapan ion logam berat dari larutan artifisial dan limbah cair pertambangan emas oleh biosorben kulit mangium, kulit mangium tanpa perlakuan, dan arang aktif komersial, 2) Memberikan informasi kondisi optimal penyerapan ion logam berat terpilih oleh biosorben kulit mangium berdasarkan dosis biosorben, pH larutan, waktu kontak, dan konsentrasi ion logam berat terhadap persentase penyerapan ion logam berat terpilih, 3) Memberikan informasi kapasitas penyerapan biosorben kulit mangium terhadap ion logam berat terpilih pada kondisi optimal, dan 4) Memberikan informasi karakteristik kulit mangium dan biosorben kulit mangium sebelum dan setelah penyerapan ion logam berat terpilih pada kondisi persentase penyerapan terbesar.

2 METODE

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan di beberapa laboratorium. Penyiapan bahan baku dan pengujian penyerapan ion logam dilakukan di Lab. Kimia Hasil Hutan, Fahutan, IPB. Analisis X-ray diffraction (XRD) dan atomic absorption spectroscopy (AAS) dilakukan di Lab. Instrumentasi Fisika, FMIPA, IPB dan

Lab. Terpadu Departemen Teknologi Industri, Fateta IPB. Analisis scanning electron microscopy (SEM), energy dispersive X-ray spectroscopy (EDS), dan fourier transform infrared (FTIR) masing-masing dilaksanakan di

(17)

4

Alat dan Bahan Penelitian

Bahan utama adalah kulit mangium dari 3 individu berbeda yang berasal dari Bogor, Jawa Barat. Semua bahan kimia yang digunakan adalah grade analisis (PA), seperti etanol, H2SO4, CH3COOH, dan NaClO2 dari Merck KGaA,

Darmstadt, Germany. Pengaturan pH larutan dilakukan dengan penambahan 0.1 M HCl (Merck KGaA, Darmstadt, Germany) dan 0.1 M NaOH (Macron Chemical). Penentuan pH larutan menggunakan pH meter (HM-20J). Larutan

artifisial logam berat dibuat dari pengenceran larutan standar 1000 mg/L dalam air suling. Larutan standar yang digunakan adalah Cu(NO3)2 dalam HNO30.5 mol/L,

Pb(NO3)2 dalam HNO3 0.5 mol/L, Pb(NO3)2 dalam HNO3 0.5 mol/L, dan

Hg(NO3)2 dalam HNO3 2 mol/L dari Merck KGaA, Darmstadt, Germany, dan

arang aktif produk PT Brataco. Larutan limbah cair pertambangan emas diperoleh dari PT Aneka Tambang (Antam), Pongkor, Jawa Barat. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah alat pengujian SEM (ZEISS EVO 50), alat pengujian EDS (BRUKER 133eV), alat pengujian XRD (GBC-EMMA), alat pengujian FTIR (BRUKER TENSOR 37), alat pengujian kadar ion logam berat AAS (Perkin Elmer AAnalist 100), alat-alat pengujian proksimat, dan alat-alat penunjang lainnya.

Persiapan Biosorben

Kulit kayu mangium diperoleh dari batang pohon mangium berumur 6-7 tahun dari 3 individu berbeda yang tumbuh pada perkebunan warga di Kabupaten Bogor. Kulit kayu dibuat chip dan dikeringudarakan. Setelah kering, kulit kayu

diperkecil ukurannya menggunakan wiley mill menjadi serbuk kulit mangium

berukuran 40-60 mesh. Serbuk kulit diberi perlakuan perendaman air dingin selama 48 jam kemudian dikeringkan di oven pada suhu 75 oC selama 24 jam. Setelah itu serbuk kulit mangium dimasukkan ke dalam desikator ±10 menit dan kemudian dimasukkan ke dalam plastik segel dan disimpan di dalam desikator kembali sebelum digunakan. Serbuk kulit mangium yang sudah diberi perlakuan dan siap digunakan ini disebut biosorben kulit mangium.

Pengujian Penyerapan Ion Logam Berat

Pengujian penyerapan dilakukan pada 3 jenis tipe larutan uji, yaitu: 1) Larutan artifisial tunggal yang masing-masing larutan hanya terdiri dari satu jenis ion logam berat Hg2+, Cu2+, Pb2+ atau Ni2+, 2) Larutan artifisial campuran yang dibuat dengan mencampurkan 4 jenis ion logam berat Hg2+, Cu2+, Pb2+, dan Ni2+, serta 3) Limbah cair pertambangan emas dari PT Antam. Pada pengujian ini, kinerja penyerapan biosorben terhadap jenis ion logam berat dan kondisi ion logam berat dalam larutan dibandingkan. Berdasarkan hasil pengujian ini, satu jenis ion logam berat dari larutan artifisial tunggal yang menghasilkan nilai persentase penyerapan paling besar dipilih untuk pengujian selanjutnya.

(18)

5

300 rpm pada suhu ruangan ±25 oC. Setelah 3 jam, pemisahan antara biosorben dan larutan dilakukan dengan kertas saring. Penggunaan kertas saring juga dilakukan pada larutan kontrol. Konsentrasi ion logam berat dalam larutan ditentukan menggunakan AAS (Reddyet al.2011).

Optimalisasi Proses Penyerapan Ion Logam Berat

Pada tahap kedua dilakukan percobaan untuk mengetahui kondisi optimal proses penyerapan. Ion logam berat yang terpilih pada tahap pertama diuji lebih lanjut untuk mengetahui kondisi optimal proses penyerapan. Pengujian ini menggunakan beberapa parameter penting, yaitu: 1) Dosis biosorben (200, 300, 400, 500, 600, dan 700 mg), setelah diperoleh nilai optimal dosis biosorben maka nilai tersebut digunakan untuk menentukan kondisi optimal pH larutan; 2) pH larutan (2, 3, 4, 5, 6, dan 7), nilai optimal dari dosis biosorben dan pH larutan yang diperoleh digunakan untuk menentukan nilai optimal dari waktu kontak dan konsentrasi ion logam berat; 3) Waktu kontak (10, 20, 30, 40, 50 ,60, dan 70 menit); dan 4) Kosentrasi ion logam berat dalam larutan artifisial tunggal (25 dan 50 mg/L). Data waktu kontak dan konsentrasi ion logam berat digunakan untuk menganalisis nilai kapasitas penyerapan. Setelah itu dilakukan pengujian kinerja biosorben kulit mangium dengan menggunakan perbandingan bahan bahan penyerap kulit mangium tanpa perlakuan dan arang aktif komersial pada kondisi yang menghasilkan nilai persentase penyerapan terbesar. Pemilihan setiap kondisi optimal parameter dilakukan menggunakan uji anova statistik dengan uji lanjut

Least Significant Different (LSD) dan Duncan. Pada setiap pengujian digunakan

ulangan sebanyak 3 kali.

Perhitungan Persentase dan Kapasitas Penyerapan

Perhitungan persentase penyerapan, yaitu rasio jumlah ion logam berat yang diserap dengan jumlah ion logam berat awal Qf, menggunakan perhitungan

dengan persamaan di bawah ini:

Persentase penyerapan = ((Ci Cf)/Ci) x 100%

Simbol Ci menyatakan konsentrasi awal ion logam berat (mg/L) dan Cf

adalah konsentrasi ion logam berat pada kondisi akhir (mg/L) (Zare et al. 2015).

Perhitungan kapasitas penyerapan, yaitu jumlah ion logam berat yang diserap per satuan massa biosorben (mg/g), dihitungan dengan persamaan di bawah ini:

Qf= (Ci Cf). V/m

Simbol qt menyatakan jumlah ion logam berat yang diserap pada kondisi

akhir (mg/g), C0 adalah konsentrasi awal ion logam berat (mg/L), Ct adalah

konsentrasi ion logam berat pada kondisi akhir (mg/L), V adalah volume larutan

(19)

6

Karakteristik Biomassa

Pengujian karakteristik biomassa dilakukan untuk mengetahui kondisi dasar biosorben. Pengujian karakteristik biomassa yang dilakukan pada bahan biosorben kulit mangium, yaitu: 1) Pengujian proksimat, seperti kadar air (TAPPI T 264 om-88), volatile matter (ASTM E872-82), kadar abu (TAPPI T 211

om-02), dan karbon terikat (Cordero et al. 2001) dan 2) Analisis komponen kimia,

seperti persiapan sampel (TAPPI T 264 om-88), kelarutan etanol-benzena (TAPPI T 204 om-88), holoselulosa (Browning 1967), hemiselulosa dan selulosa (TAPPI T 203 cm-99; Browning 1967), dan lignin (TAPPI T 222 om-88; Dence 1992; Yoshiharaet al.1984).

Pengujian karakteristik dilakukan pada biosorben kulit mangium sebelum dan setelah proses penyerapan ion logam berat terpilih. Hal ini bertujuan mengetahui perubahan pada biosorben kulit mangium setelah digunakan untuk proses penyerapan ion logam berat terpilih. Pengujian yang dilakukan, yaitu: 1) Pengujian morfologi biosorben menggunakan SEM, 2) Pengujian unsur penyusun biosorben dengan EDS, 3) Pengujian indeks kristalinitas dan bagian amorf dengan XRD, dan 4). Pengujian perubahan kondisi gugus fungsi biosorben kulit mangium menggunakan FTIR.

Analisis Data

Analisis data dilakukan dengan cara deskriptif dengan menggunakan grafik dan statistik menggunakan software MINITAB 14 dan SPSS Statistics 17

untuk memberikan kesimpulan dan jawaban fenomena yang terjadi dalam percobaan.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Penyerapan Ion Logam Berat Dalam Beberapa Jenis Larutan

Hasil persentase penyerapan ion logam berat oleh biosorben kulit mangium pada larutan artifisial tunggal menunjukkan nilai yang beragam. Persentase penyerapan ion logam Cu2+> Ni2+> Pb2+> Hg2+pada larutan artifisial tunggal (Gambar 1). Pola persentase penyerapan ini serupa dengan penyerapan Cu2+, Ni2+, Zn2+, dan Pb2+ oleh biosorben daun neem (Oboh et al. 2009).

Persentase penyerapan Cu2+ memiliki nilai yang paling besar dibandingkan ion logam berat lainnya. Hal ini diperkirakan dipengaruhi oleh faktor jari-jari atom ion logam berat, Cu2+memiliki jari-jari atom terkecil dibanding dibandingkan ion logam berat lainnya (Clementi et al. 1967). Faktor jari-jari atom dapat

(20)

7

keelektronegatifan maka akan semakin kuat berikatan kovalen dengan atom O dalam gugus aktif biosorben (Brownet al.2000).

Gambar 1 Pengaruh jenis ion logam berat dalam larutan artifisial tunggal ( ), larutan artifisial campuran ( ), dan limbah cair ( ) terhadap persentase penyerapan Cu2+, Hg2+, Pb2+, dan Ni2+oleh biosorben kulit mangium

Hasil pengujian penyerapan ion logam berat oleh biosorben kulit mangium pada larutan artifisial campuran menunjukkan persentase penyerapan Hg2+> Cu2+ > Pb2+ > Ni2+ (Gambar 1). Pola penyerapan tersebut serupa dengan penyerapan Cu2+, Pb2+, Ni2+, dan Co2+ pada larutan artifisial campuran oleh biosorben cangkang buah nipah (Hidayat et al. 2014). Hg2+ memiliki nilai persentase

penyerapan paling besar dalam larutan artifisial campuran jika dibandingkan ion logam berat lainnya. Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan dengan nilai persentase penyerapannya pada larutan artifisial tunggal. Fenomena peningkatan persentase penyerapan Hg2+ pada larutan artifisial campuran ini, diperkirakan karena adanya reaksi antara ion-ion logam berat yang dicampur dalam 1 larutan (Appel dan Na-Oy 2014). Reaksi ini diperkirakan mengubah Hg2+ menjadi lebih aktif dan lebih sesuai terhadap geometri gugus aktif biosorben sehingga meningkatkan persentase penyerapannya. Pengikatan ion logam berat oleh gugus aktif memerlukan kesesuaian jenis, ukuran, dan geometri antara gugus aktif dengan ion logam berat yang akan berikatan (Nieboer dan Richardson 1980).

Hasil pengujian kandungan ion logam berat pada limbah cair pertambangan emas PT Antam menunjukkan kandungan Cu2+ yang paling besar dibandingkan dengan ion logam berat lainnya (Tabel 1). Kandungan Cu2+ pada limbah ini sangat besar jika dibandingkan dengan limbah cair pertambangan emas dari Tarkwa, Ghana, yang hanya 0.93 mg/L (Ato et al. 2010). Kandungan lain,

seperti Hg2+, Ni2+, dan Pb2+ pada sampel limbah yang diuji sangat kecil atau berada di bawah batas deteksi alat 0.001 mg/L. Hal berbeda ditunjukkan pada pengujian limbah cair pertambangan emas di Datuku, Talensi-Nabdam, yang memiliki kandungan Hg2+ 0.002-0.02 mg/L (Cobbina et al. 2013). Selain itu,

pengujian limbah cair pertambangan emas dari Tarkwa, Ghana, juga menunjukkan adanya kandungan Pb2+sebesar 0.65 mg/L (Atoet al.2010). Perbedaan ini terjadi

(21)

8

pertambangan emas (Logsdon et al. 1999). PT Antam pada saat ini tidak

menggunakan Hg2+ sebagai bahan kimia utama untuk mengikat logam mulia. Penggunaan Hg2+ telah digantikan dengan bahan kimia NaCN atau sianida. Berbeda pada pertambangan kecil di Datuku, Talensi-Nabdam, yang masih menggunakan Hg2+untuk mengikat logam mulia dalam prosesamalgamation.

Tabel 1 Kandungan ion logam berat dalam limbah cair pertambangan emas

No. Ion logam berat Konsentrasi dalam limbah PT Antam (mg/L)

1 Cu2+ 7 ± 0.004

2 Hg2+ < 0.001

3 Pb2+ < 0.001

4 Ni2+ < 0.001

Hasil pengujian penyerapan Cu2+pada limbah cair pertambangan emas oleh biosorben kulit mangium menunjukkan nilai persentase penyerapan sebesar 42.89%. Persentase penyerapan Cu2+ tersebut hampir sama dengan persentase penyerapan Cu2+ pada larutan artifisial tunggal (Gambar 1). Hal ini karena kedua jenis larutan tersebut sama-sama mengandung 1 jenis ion logam berat, yaitu Cu2+. Berdasarkan hal tersebut larutan artifisial tunggal dapat dimanfaatkan untuk simulasi penyerapan ion logam berat pada limbah cair yang mengandung 1 jenis ion logam berat.

Pengaruh Dosis Biosorben Terhadap Penyerapan Cu2+

Hasil pengujian menunjukkan bahwa penambahan dosis biosorben kulit mangium sampai dengan dosis tertentu dapat meningkatkan persentase penyerapan Cu2+ (Gambar 2). Hasil analisis statistik (Lampiran 1) menunjukkan bahwa dosis biosorben berpengaruh sangat nyata terhadap persentase penyerapan Cu2+( = 0.01). Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa dosis biosorben 400 mg menghasilkan persentase penyerapan Cu2+yang lebih tinggi dan berbeda nyata ( = 0.05) dengan dosis 200 dan 300 mg. Akan tetapi, dosis biosorben 400 mg menghasilkan persentase penyerapan Cu2+yang tidak berbeda nyata dengan dosis biosorben 500, 600, dan 700 mg (Gambar 2). Oleh karena itu, dipilih dosis biosorben 400 mg sebagai dosis optimal proses penyerapan Cu2+ yang menghasilkan persentase penyerapan sebesar 70.23%.

Persentase penyerapan Cu2+ meningkat dengan penambahan dosis biosorben sampai dosis 400 mg (Gambar 2). Fenoma ini serupa dengan penyerapan Cu2+ oleh biosorben dried activated sludge (DAS) serta penyerapan

Cd2+dan Pb2+ oleh biosorben daun Acacia nilotica (Zareet al. 2015; Waseem et al. 2014). Meskipun berbeda jenis biosorben, pola penyerapan yang terjadi

memiliki kesamaan. Hal ini karenabio-material memiliki gugus aktif yang sama

(22)

9

a

b

c c c c

Gambar 2 Pengaruh dosis biosorben kulit mangium terhadap persentase penyerapan Cu2+ pada konsentrasi ion logam berat 50 mg/L. Huruf yang berbeda pada histogram menunjukkan nilai persentase penyerapan yang berbeda nyata ( = 0.05) berdasarkan uji lanjut Duncan

Persentase penyerapan Cu2+ oleh biosorben kulit mangium tidak meningkat dengan penambahan dosis di atas 400 mg (Gambar 2). Fenomena ini, sejalan dengan persentase penyerapan Cu2+ oleh biosorben chitosan dan

penyerapan Ni2+ oleh biosorben serat kenaf (Morales et al. 2011; Annie et al.

2015). Hal ini karena jumlah ion logam berat yang terikat pada biosorben dan ion logam berat yang bebas dalam larutan relatif konstan, walaupun dilakukan penambahan dosis biosorben lebih lanjut. Kondisi ini disebut telah mencapai kesetimbangan sehingga tidak terjadi penyerapan ion logam berat lebih lanjut (Jaya dan Das 2014).

Pengaruh pH Larutan Terhadap Penyerapan Cu2+

Hasil pengujian menunjukkan bahwa sampai nilai pH tertentu, semakin besar pH larutan maka persentase penyerapan Cu2+oleh biosorben kulit mangium juga semakin tinggi (Gambar 3). Hasil analisis statistik (Lampiran 2) menunjukkan bahwa tingkat pH larutan berpengaruh sangat nyata ( = 0.01) terhadap persentase penyerapan Cu2+. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa pH larutan 4 menghasilkan persentase penyerapan Cu2+ yang lebih tinggi dan berbeda nyata ( = 0.05) dengan pH larutan 2 dan 3. Akan tetapi, pH larutan 4 menghasilkan persentase penyerapan Cu2+ yang tidak berbeda nyata dengan pH larutan 5, 6, dan 7 (Gambar 3). Berdasarkan hasil ini, dipilih pH larutan 4 sebagai pH optimal proses penyerapan Cu2+ yang menghasilkan persentase penyerapan sebesar 95.31%.

pH larutan sangat berpengaruh terhadap proses penyerapan ion logam berat (Iqbal dan Edyvean 2005). Tingkat pH larutan dapat mempengaruhi derajat pemisahan gugus fungsional biosorben dan kelarutan ion logam berat (Denget al.

(23)

10

a

b

c c c c

logam berat yang dapat diikat oleh gugus aktif biosorben sehingga mempengaruhi proses pertukaran ion (Jaya dan Das 2014).

Gambar 3 Pengaruh pH larutan terhadap persentase penyerapan Cu2+ pada konsentrasi ion logam berat 50 mg/L dan dosis biosorben kulit mangium 400 mg. Huruf yang berbeda pada histogram menunjukkan nilai persentase penyerapan yang berbeda nyata ( = 0.05) berdasarkan uji lanjut Duncan

Pola persentase penyerapan Cu2+ oleh biosorben kulit mangium pada kondisi variasi pH larutan yang terjadi serupa dengan penyerapan Cu2+ oleh biosorben DAS (Zare et al. 2015). pH larutan yang tinggi mengakibatkan

permukaan biosorben menjadi lebih negatif dan jumlah H+ semakin berkurang sehingga mendukung terjadinya pengikatan ion logam berat (Masud dan Anantharaman 2005; Zafar et al. 2008; Yan dan Viraraghavan 2003). Pada

kondisi pH larutan rendah terjadi persaingan pengikatan antara ion logam berat dan H+ oleh gugus aktif biosorben sehingga persentase penyerapan ion logam berat cenderung menurun (Huanget al.1988; Jaya dan Das 2014).

Pengaruh Waktu Kontak dan Konsentrasi Cu2+Terhadap Penyerapan Cu2+

(24)

11

Pola penyerapan yang terjadi pada konsentrasi Cu2+ 25 mg/L serupa dengan penyerapan Ce3+ dan La3+ oleh biosorben dari limbah bio-material (Jaya

dan Das 2015). Laju penyerapan ion logam berat meningkat secara cepat pada awal proses penyerapan kemudian perlahan menurun sampai kondisi kesetimbangan (Ho dan McKay 1998). Melambatnya proses penyerapan karena berkurangnya ruang aktif kosong pada permukaan biosorben sehingga terjadi kejenuhan yang memunculkan gaya tolak-menolak antara molekul pada larutan dan biosorben (Saravanane et al. 2002; Verma et al. 2006). Secara alami gugus

aktif pada biosorben memerlukan waktu untuk mencapai kondisi kesetimbangan (Adie et al. 2012). Oleh karena itu, waktu kontak menjadi parameter penting

untuk meningkatkan proses penyerapan ion logam berat (Kutahyali et al. 2010).

Pada konsentrasi Cu2+ 50 mg/L waktu kontak tidak memberikan pengaruh berbeda terhadap persentase penyerapan Cu2+ (Tabel 2). Hal ini karena kondisi larutan dengan konsentrasi tinggi akan menyediakan gaya untuk mendatangkan ion-ion logam berat (Jaya dan Das 2014; Danget al.2009). Gaya yang muncul ini

diperkirakan memberikan pengaruh yang lebih besar terhadap persentase penyerapan Cu2+dibandingkan dengan pengaruh waktu kontak.

Tabel 2 Pengaruh waktu kontak dan konsentrasi Cu2+ terhadap persentase penyerapan Cu2+

Waktu kontak (menit)(sn) Konsentrasi Cu2+(mg/L)(sn), 2)

25 50

Rata-rata1, 3) 80.78±9.03 x 90.32±6.08 y

Keterangan 1) rata-rata dari 7 ulangan, 2) rata-rata dari 3 ulangan, 3) huruf yang berbeda pada lajur/baris rata-rata menunjukan persentase penyerapan yang berbeda nyata ( = 0.05) berdasarkan hasil uji Duncan.

Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa konsentrasi Cu2+ 50 mg/L memberikan nilai persentase penyerapan Cu2+ tertinggi dan berbeda nyata ( = 0.05) dengan konsentrasi Cu2+ 25 mg/L. Fenomena serupa ditemukan pada penyerapan Ce3+ dan La3+oleh biosorben dari dari limbah bio-material(Jaya dan

Das 2015). Konsentrasi ion logam berat yang besar akan menyediakan gaya untuk mendatangkan ion-ion logam berat yang terhalang diantara fase padat dan larutan pada permukaan biosorben (Jaya dan Das 2014; Dang et al. 2009). Hal ini akan

(25)

12

Kapasitas Penyerapan Cu2+Oleh Biosorben Kulit Mangium

Gambar 4 menunjukkan hasil perhitungan nilai kapasitas penyerapan Cu2+ oleh biosorben kulit mangium. Pola nilai kapasitas penyerapan yang sama diperoleh pada penyerapan Al3+ oleh biosorben kulit Eucalyptus camaldulensis

dan penyerapan La3+ oleh biosorben dari limbah bio-material, seperti serbuk

gergaji neem, kulit buah jagung, dan kulit jeruk (Rajamohanet al.2014; Jaya dan

Das 2014). Ion logam berat memerlukan waktu tertentu untuk sampai dan berikatan dengan ruang-ruang aktif pada biosorben (Rajamohan et al. 2014).

Terisinya ruang-ruang aktif di biosorben mengakibatkan penurunan kapasitas penyerapan yang disebut dengan kondisi mulai mencapai kesetimbangan (Verma

et al.2006).

Gambar 4 Pengaruh waktu kontak dan konsentrasi Cu2+ 50 mg/L ( ) dan 25 mg/L ( ) terhadap kapasitas penyerapan Cu2+ pada dosis biosorben kulit mangium 400 mg dan pH larutan 4

Hasil menunjukkan semakin besar konsentrasi ion logam berat dapat meningkatkan nilai kapasitas penyerapan (Gambar 4). Fenomena yang sama terjadi pada penyerapan Pb2+ oleh biosorben Melocanna baccifera Roxburgh dan

juga diungkapkan dari hasil telaah referensi terhadap penyerapan Cu2+ oleh biosorben cangkang kelapa sawit dan Cd2+ oleh biosorben ganggang laut (Lalhruaitluangaet al.2010; Abdel-Ghani dan El-Chaghaby 2014). Semakin besar

(26)

13

b

a b

Penyerapan Cu2+Oleh Beberapa Jenis Bahan Penyerap Dalam Larutan Artifisial Tunggal

Hasil analisis statistik (Lampiran 4) menunjukkan bahwa jenis bahan penyerapan berpengaruh sangat nyata ( = 0.01) terhadap persentase penyerapan Cu2+. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa persentase penyerapan Cu2+ oleh serbuk kulit mangium tanpa perlakuan terendah dan berbeda nyata ( = 0.05) dengan biosorben kulit mangium dan arang aktif komersial. Akan tetapi, persentase penyerapan Cu2+ oleh biosorben kulit mangium tidak berbeda nyata dibandingkan dengan persentase penyerapan Cu2+ oleh arang aktif komersial (Gambar 5). Berdasarkan hasil ini biosorben kulit mangium memiliki kinerja yang sama dengan arang aktif komersial dalam menyerap Cu2+ pada kondisi dosis bahan penyerap 400 mg, pH larutan 4, waktu kontak 40 menit, dan konsentrai Cu2+50 mg/L.

Arang aktif komersial dan kulit mangium tanpa perlakuan digunakan sebagai kontrol pembanding untuk biosorben kulit mangium. Nilai persentase penyerapan Cu2+ oleh arang aktif komersial pada penelitian ini lebih besar jika dibandingkan dengan persentase penyerapan Cu2+ oleh arang aktif daun saffron pada pH 7 dengan waktu kontak 45 menit (Dowlatshahi et al. 2014). Perbedaan

nilai persentase penyerapan Cu2+ oleh arang aktif terjadi karena perbedaan pH larutan, dosis arang aktif, dan waktu kontak yang digunakan pada proses penyerapan (Dowlatshahi et al.2014). Arang aktif memiliki sifat amphotericatau

dapat bersifat sebagai asam maupun basa karena oksidasi permukaan yang menghasilkan gugus hidroksil, karbonil, dan karboksilat pada waktu proses produksinya (Prabarini dan Okaydnya 2013; Pereira et al. 2010). Permukaan

arang aktif dapat bermuatan negatif atau positif tergantung dari pH larutan (Erbil 2006). Kondisi amphoteric tersebut dapat memunculkan reaktivitas dengan

berbagai jenis polutan organik ataupun anorganik (Pereiraet al.2010).

(27)

14

Biosorben kulit mangium memiliki persentase penyerapan Cu2+yang lebih besar daripada kulit mangium tanpa perlakuan (Gambar 5). Kulit mangium tanpa perlakuan mengakibatkan larutan artifisial tunggal Cu2+ menjadi keruh atau tidak bening. Keruhnya larutan artifisial ini diperkirakan karena larutnya ekstraktif dari kulit mangium, seperti fenolik sederhana, tannin terhidrolisis, zat warna atau pigmen (Hoong et al. 2010). Larutnya ekstraktif tersebut dapat mengakibatkan

kompleksitas yang kuat terhadap Cu2+ (Ogunwusi 2013). Kompleksitas terhadap Cu2+ mengakibatkan penurunan persentase penyerapan Cu2+ oleh kulit mangium tanpa perlakuan. Hal ini karena kompleksitas Cu2+ mengakibatkan perubahan ukuran dan geometri Cu2+ yang menghalangi proses pengikatannya oleh gugus fungsi di biosorben. Pengikatan ion logam berat pada suatu gugus fungsi memerlukan kesesuaian jenis, ukuran, dan geometri antara gugus aktif dengan ion logam berat (Nieboer dan Richardson 1980).

Karakteristik Kulit Mangium

Hasil pengujian komponen kimia kulit mangium menunjukkan kadar polisakarida yang cukup besar (Tabel 3). Polisakarida dapat digunakan untuk menyerap ion logam berat baik secara pertukaran ion ataupun kompleksasi (Reddad et al. 2002). Kadar selulosa yang diperoleh serupa dengan pengujian

kulit mangium dari Kalimantan Timur (Winaet al.2001). Berbeda dengan kadar

selulosa, kadar lignin yang diperoleh menunjukkan nilai lebih besar dibandingkan penelitian Winaet al. (2001). Lignin pada bahan biosorben sangat berguna dalam

proses penyerapan ion logam berat (Lelifajri 2010). Polisakarida dan lignin mengandung gugus fungsional, seperti karboksil, hidroksil, sulfidril, amida, dan amina (Farooq et al. 2010). Kandungan gugus fungsi ini memiliki kemampuan

yang tinggi dalam mengikat ion logam berat (Xiao dan Thomas 2004). Tabel 3 Karakteristik kulit mangium

No. Parameter Kadar (%) Literatur (%)

1 Kelarutan Et- Ben 20.22±5.23 23.6±1.3 Hoonget al.(2011)

2 Selulosa 30.55±8.96 30.87 Winaet al.(2001)

3 Lignin 27.87±7.42 25.03 Winaet al.(2001)

4 Hemiselulosa 23.15±0.47 13.8 Hoonget al.(2011)

5 Kadar air 11.65±4.04 12 Hoonget al.(2011)

6 Zat menguap 68.58±5.14 77.3 Arola (1976)

7 Kadar abu 1.80±0.17 13.54, 4.6 Winaet al.(2001); Arola (1976)

8 Karbon terikat 17.97±3.04 19.4 Arola (1976)

Et-Ben: etanol-benzena 1:2,± menyatakan nilai standar deviasi.

Hasil pengujian proksimat menunjukkan nilai kadar air, zat menguap, kadar abu, dan karbon terikat lebih rendah dari penelitian-penelitian sebelumnya (Tabel 3). Perbedaan hasil pengujian proksimat terjadi karena perbedaan umur sampel dan tempat pengambilan atau tumbuh sampel (Wina et al. 2001; Nasser

(28)

15

Perubahan Indeks Kristalinitas Biosorben Kulit Mangium

Hasil pengolahan grafik XRD dengan software Match! menunjukkan bahwa biosorben memiliki beberapa puncak kuat dan setelah proses penyerapan Cu2+ mengalami penurunan jumlah puncak-puncak kuat tersebut (Gambar 6). Puncak kuat dari grafik XRD mengambarkan bagian-bagian kristalin pada biosorben sedangkan bagian amorf tidak membentuk puncak kuat karena cenderung menyerap sinar X yang datang (Frost et al. 2009). Gambar 6

memberikan informasi bahwa terjadi penurunan bagian kristalin pada biosorben kulit mangium setelah digunakan dalam penyerapan Cu2+. Tabel 4 menunjukan nilai indeks kristalinitas dan bagian amorf pada biosorben kulit mangium sebelum dan setelah penyerapan Cu2+. Nilai indeks kristalinitas dan bagian amorf secara kuantitatif diperoleh dengan perhitungan pendekatan grafik XRD (Frost et al.

2009).

Gambar 6 Bagian puncak-puncak kuat ( ) pada grafik XRD biosorben kulit mangium (a) Sebelum dan (b) setelah penyerapan Cu2+

Hasil nilai indeks kristalinitas pada biosorben kulit mangium menurun setelah digunakan pada penyerapan Cu2+ (Tabel 4). Fenomena penurunan indeks kristalinitas ini sesuai dengan hasil pengujian indeks kristalinitas pada biosorben

(29)

16

alga hijau laut yang digunakan untuk penyerapan Cu2+ (Suresh dan Chandrasekaran 2013). Terjadinya penurunan indeks kristalinitas mengakibatkan meningkatnya bagian amorf di dalam biosorben kulit mangium. Bagian amorf pada bahan biosorben secara alami terdeteksi muncul akibat adanya kandungan lignin dan tanin (Reddy et al. 2011). Selain itu kandungan selulosa dan

hemiselulosa juga berkontribusi terhadap munculnya bagian amorf pada bahan biosorben (Sjostrom 1991). Penurunan indeks kristalinitas tersebut bisa terjadi karena pengikatan ion-ion logam berat yang terjadi pada permukaan biosorben sehingga semakin tidak teratur atau lebih amorf.

Tabel 4 Hasil perhitungan indeks kristalinitas dan bagian amorf biosorben kulit mangium

No. Parameter Kadar dalam biosorben (%)

Sebelum penyerapan Cu2+ Setelah penyerapan Cu2+

1 I. kristalinitas 21.2 15.1

2 Bagian amorf 78.8 84.9

I: indeks.

Perubahan Gugus Fungsi Biosorben Kulit Mangium

Hasil pengujian FTIR menunjukkan biosorben kulit mangium banyak mengandung gugus fungsional yang merupakan salah satu indikator bio-material

(Gambar 7). Porositas dan reaktivitas gugus fungsional dalam biosorben menentukan kapasitas penyerapan biosorben terhadap ion logam berat (Suresh dan Chandrasekaran 2013). Gambar 7 memperlihatkan puncak mendekati 3700 cm-1 menunjukkan adanya relasi dengan gugus fungsional OH (Nasrullah et al.2015).

Pada puncak kuat di titik 3413 cm-1 mengindikasikan sejumlah gugus fungsional OH dan NH (Othman dan Asharuddin 2013; Kamsonlian et al. 2012). Puncak

2920 cm-1 merupakan titik ikatan CH dari alifatik dan olefinik serta di titik ini juga terdapat ikatan CH, CH2, dan CH3 (Othman dan Asharuddin 2013). Pada

interval bilangan gelombang 1690-1630 cm-1 mengambarkan ikatan C=O dari amida dan pada interval 1650-1450 cm-1 menggambarkan ikatan C=C dalam

aromatic rings(Reddy et al.2011; Kamsonlian et al. 2012). Pada titik 1308 cm-1

dan 1261 cm-1 terdapat gugus C O ester dan di puncak 1220 cm-1 mengindikasikan C OH strecth serta pada bilangan gelombang 1161-951 cm-1

mengindikasikan CHstretch(Maliket al.2015).

(30)

17

Gambar 7 Bagian puncak-puncak tidak simetris ( ) pada spektrum FTIR biosorben kulit mangium (a) sebelum dan (b) setelah penyerapan Cu2+

Pada bagian I memungkinkan munculnya beberapa jenis gugus fungsi, seperti 3400-2400 cm-1 O Hstretchasam karboksil, 2750-2700 cm-1H C=O: C

H stretch dari aldehid, 2300-2200 cm-1 C N stretch dari nitril, 2200-2100 cm-1

C C strettchdari alkynes, 1760-1665 cm-1C=O stretch dari karbonil, 1760-1690

cm-1 C=O stretch dari asam karboksil, 1750-1735 cm-1 C=O stretch dari ester,

alifatik jenuh, dan1740-1720 cm-1 C=O stretch dari aldehid, alifatik jenuh. Pada

bagian II gugus-gugus yang mungkin terdektesi, seperti 1550-1475 cm-1 N O

asymetric strecth dari kelompok nitro, 1550-1450 cm-1 N H bend dari amina,

1500-1400 cm-1 C C=C asymetric stretch dari aromatic rings, 1500-1440 cm-1

H C Hbenddari alkana, 1470-1450 cm-1C H benddari alkana, 1370-1350 cm-1

C H rock dari alkana, 1360-1290 cm-1 N O symetric stretch dari senyawa nitro,

1335-1250 cm-1 C N stretch dari aromatic amina, dan 1320-1000 cm-1 C O stretchdari alkohol, asam karboksil, ester, dan eter. Bagian III merupakan bagian fingerprint tetapi pada bagian ini bisa muncul beberapa gugus fungsional yang

tumpang tindih atau overlaped, seperti 950-910 cm-1 O H bend dari asam

karboksil, 910-665 cm-1 N Hwagdari 1, 2 amina, 900-675 cm-1C H oop dari aromatics, 850-550 cm-1 C Clstretch dari alkyl halides, 725-720 cm-1 C Hrock

a

b

(31)

18

dari alkanes, dan 700-610 cm-1 C C H: C H bend dari alkynes

(Sastrohamidjojo 1992).

Pada titik-titik puncak yang tidak simetris tersebut salah satunya terdapat gugus fungsional OH. Gugus OH memiliki reaktivitas yang cukup tinggi untuk mengikat ion logam berat, seperti Cu2+. Gugus OH muncul dari komponen selulosa, lignin, dan hemiselulosa (Othman dan Asharuddin 2013; Sjostrom 1991). Titik lainnya mengambarkan adanya perubahan pada gugus karboksil dan karbonil. Oleh karena itu, proses pengikatan ion logam berat Cu2+ diperkirakan terjadi pada gugus-gugus tersebut. Hasil yang serupa ditunjukkan pada penyerapan Ni2+oleh biosorben kulitMoringa oleifera(Reddyet al.2011). Gugus

fungsi OH, NH, karbonil, dan karboksil merupakan gugus aktif yang penting dalam penyerapan ion logam berat pada biosorben (Othman dan Asharuddin 2013). Selain itu, sejumlah gugus polar pada permukaan biosorben dapat meningkatkan kapasitas pertukaran kation logam berat pada biosorben (Nasrullah

et al.2015).

Karekteristik Permukaan dan Unsur Penyusun Biosorben Kulit Mangium

Pengujian SEM secara luas digunakan untuk mengkarakterisasi bagian permukaan dan morfologi biosorben (Reddy et al. 2011). Hasil pengujian SEM

menunjukkan morfologi permukaan yang hampir sama sebelum dan setelah proses penyerapan Cu2+ (Gambar 8). Foto SEM menunjukkan kondisi permukaan biosorben kulit mangium tidak rata, tidak teratur, dan berpori atau berlubang. Hal ini mendukung terjadinya pengikatan ion logam berat di dalam biosorben (Kamsonlianet al. 2012). Tekstur yang berpori pada biosorben memberikan luas

permukaan yang lebih besar untuk menyerap ion-ion logam berat (Nasrullahet al.

2015).

Gambar 8 Bagian pori-pori ( ) pada foto SEM biosorben kulit mangium perbesaran 500x (a) sebelum dan (b) setelah penyerapan Cu2+

Hasil pengujian EDS membuktikan telah terjadi pengikatan unsur tembaga pada biosorben kulit mangium setelah proses penyerapan Cu2+ (Tabel 5). Hal ini, sesuai pernyataan bahwa pengujian EDS dapat digunakan untuk mengetahui kondisi dasar, kuantitas, dan perubahan unsur penyusun biosorben (Othman dan Asharuddin 2013; Malik et al. 2015). Biosorben yang tidak digunakan pada

(32)

19

proses penyerapan Cu2+tidak ditemukan adanya unsur tembaga. Berbeda dengan biosorben yang digunakan untuk penyerapan Cu2+ ditemukan adanya unsur tembaga pada permukaannya sebesar 4.30%. Kondisi ini membuktikan bahwa telah terjadi pengikatan Cu2+di dalam biosorben.

Tabel 5 Pengujian EDS biosorben kulit mangium

No Unsur penyusun Kadar dalam biosorben (%)

Sebelum penyerapan Cu2+ Setelah penyerapan Cu2+

1 Karbon 54.13 52.52 mangium berturut-turut 42.67%, 9.45%, 19.97%, dan 20.47% dalam larutan artifisial tunggal dan 64.15%, 92.76%, 17.09%, dan 13.69% dalam larutan artifisial campuran. Limbah cair pertambangan emas PT Antam memiliki kandungan Cu2+ paling besar 7 mg/L sedangkan Pb2+, Ni2+, dan Hg2+ kandungannya berada di bawah batas deteksi alat (< 0.001 mg/L). Persentase penyerapan Cu2+ dalam limbah cair pertambangan emas oleh biosorben kulit mangium sebesar 42.86%.

Peningkatan dosis biosorben kulit mangium, pH larutan, waktu kontak, dan konsentrasi Cu2+ dapat meningkatkan persentase penyerapan Cu2+ sampai batas tertentu. Kondisi optimal penyerapan Cu2+ oleh biosorben kulit mangium terjadi pada dosis biosorben 400 mg, pH larutan 4, konsentrasi Cu2+50 mg/L, dan waktu kontak 10 menit. Kondisi optimal penyerapan Cu2+ oleh biosorben kulit mangium menghasilkan persentase dan kapasitas penyerapan berturut-turut 82.58% dan 2.28 mg/g. Kinerja penyerapan Cu2+ oleh biosorben kulit mangium tidak berbeda dengan arang aktif komersial pada kondisi persentase penyerapan terbesar tetapi kedua jenis bahan penyerap ini berbeda nyata dengan kulit mangium tanpa perlakuan yang menghasilkan persentase penyerapan paling rendah.

(33)

20

Saran

Penelitian lebih lanjut untuk menentukan jenis komponen kimia yang mengikat ion logam berat paling besar di dalam biosorben kulit mangium dan proses modifikasi untuk meningkatkan kapasitas penyerapan biosorben kulit mangium perlu dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA

Abdel-Ghani NT, El-Chaghaby GA. 2014. Biosorption for metal ions removal from aqueous solutions: a review of recent studies. Int J Latest Res Sci Technol. 3(1):24-42.

Adie DB, Okuofu CA, Osakwe C. 2012. Comparative analysis of the adsorption of heavy metals in wastewater using Borrassus aethiopium and Cocos nucivera.Int J Appl Sci Tech.2(7):314-322.

Allred AL, Rochow EG. 1958. A scale of electronegativity based on electrostatic force.J Inor Nucl Chem. 5:264-268.

Annie JKF, Gomathi T, Thenmozhi N, Sudha PN. 2015. Adsorption study: removal of nickel ions using kenaf fiber/chitosan biosorbent.J Chem Pharm Res. 7(5):410-422.

Appel PTWU, Na-Oy LD. 2014. Mercury-free gold extraction using borax for small-scale gold minners.J Envi Protect. 5:493-499.

Arola RA. 1976. Wood fuels How do they stack up? Energy and the wood product Industry. Di dalam: Proceeding of Forest Product Research Society; 1976

Feb 14; Madison, United Stated of America. Wisconsin (US): Forest Product Research Society. hlm 34-45.

Ato AF, Samuel O, Oscar YD, Moi PAN. 2010. Mining and heavy metal pollution: assessment of aquatic environments in Tarkwa (Ghana) using multivariate stastical analysis.J Environ Stat.1(4):1-13.

Bailey SE, Olin TJ, Bricka RM. 1999. A review of potentially low-cost sorbents for heavy metals.Water Res.33:2469-2479.

Barry KM, Irianto RSB, Santoso E, Tujaman M, Widyati E, Sitepu I, Mohammed CL. 2004. Incidende of heartrot in harvest-age Acacia mangium in

Indonesia, using a rapid survey method.Forest Ecol Manag.190:273-280.

Brown PA, Gill SA, Allen SJ. 2000. Metal removal from wastewater using peat.

Water Res.34(16):3907-3916.

Browning BL. 1967.Methods of Wood Chemistry.Volume ke-2. New York (US):

Interscience.

Chowdhury ZZ, Zain SM, Khan RA, Ahmed AA. 2011. Equilibrium kinetics and isotherm studies of Cu (II) adsorption from waste water alkali activated oil palm ash.Am J Appl Sci.8(3):230-237.

Clementi E, Raimondi DL, Reinhardt WP. 1967. Atomic screening constants from SCF functions II atoms with 37 to 86 electrons. J Chem Phys.

47(4):1300-1307.

(34)

21

Cordero T, Marquez F, Rodriguez-Mirasol J, Rodriquez JJ. 2001. Predicting heating values of lignocellulosics and carbonaceous materials from proximate analysis.Fuel.80:1567-1571.

Dang VBH, Doan HD, Dang-Vu T, Lohi A. 2009. Equilibrium and kinetics of biosorption of cadmium(II) and copper(II) ions by wheat straw. Biores Technol.100:211-219.

Dence CW. 1992. The Determination of Lignin. Di dalam: Lin SY, Dence CW, editor. Methods in Lignin Chemistry. Heidelberg (DE): Springer-Verlag.

hlm. 33-61.

Deng L, Su Y, Su H, Wang X, Zhu X. 2007. Sorption and desorption of lead(II) from wastewater by green algae Cladophora fascicularis.J Hazard Mater.

143:220-225.

Dowlatshahi S, Torbati ARH, Loloei M. 2014. Adsorption of copper, lead and cadmium from aqueous solution by activated carbon prepared from saffron leaves.Environ Health Eng Manag J.1(1):37-44

Erbil HY. 2006. Surface Chemistry of Solid and Liquid Interfaces. Oxford (UK):

Blackwell Publishing.

[FAO] Food and Agricultural Organization of the United Nations. 2002. Tropical Forest Plantation Areas Data Set. Forest Plantation Working Paper 18.

Roma (IT): FAO.

Farooq U, Konzinski JA, Ain KM, Athar M. 2010. Biosorption of heavy metal ions using based biosorbents a review of the recent literature. Biores Technol.101:5043-5053.

Frost K, Kaminski D, Kirwan G, Lascaris E, Shanks R. 2009. Crystallinity and structure of tsarch using wide angel X-ray scattering. Carbohyd Polym.

78:543-548.

Hidayat, Kurniawan MI, Nazaruddin N, Zein R, Munaf E. 2014. Palm fruit (Arenga pinnata) shell as biosorbent for the removal of Cu (II), Co (II), NI

(II), and Pb (II) from aqueous solution. Res J Pharm Biol Chem Sci.

5(5):1329-1338.

Hoong YB, Paridah MT, Loh YF, Jalaluddin H, Chuah LA. 2011. A new source of natural adhesive: Acacia mangium bark extracts co-polymerized with

phenol-formaldehyde (PF) for bonding mempisang (Annonaceae spp)

veneers.Int J Adhes Adhes.31:164-167.

Hoong YB, Paridah MT, Loh YF, Koh MP, Luqman CA, Zaidon A. 2010. Acacia mangium tannin as formaldehyde scavenger for low molecular weight

phenol-formaldehyde resin in bonding tropical plywood. J Adhes Sci Technol. 24:1653-1664.

Ho YS, McKay G. 1998. Kinetic model for lead (II) adsorption onto peat.Adsorpt Sci Technol.16(4):243-225.

Huang CP, Westman D, Huang C, Morehart AL. 1988. The removal of cadmium (II) from dilute aqueous solutions by fungal biosorbent. Water Sci Technol.

20:369-223.

(35)

22

Jaya SVC, Das N. 2014. Relevant approach to assess the performance of biowaste materials for the recovery of lanthanum (III) from aqueous medium. Res J Pharm Biol Chem Sci. 5(6):88-94.

Jaya SVC, Das N. 2015. Enhanced uptake of rare earth metals using surface molecular imprinted biosorbents of animal origin: equilibrium, kinetic and thermodynamics studies.Int J Chem Tech Res.7(4):1913-1919.

Kamsonlian S, Balomajumder C, Chand S. 2012. Potential of biosorbent derived from banana peel for removal of As (III) from contaminated water. Int J Chem Sci App. 3(2):269-275.

Krisnawati H, Kallio M, Kanninen M. 2011.Acacia mangiumWilld.:Ekologi, Silvikultur dan Produktivitas. Bogor (ID): CIFOR.

Kutahyali C, Sert S, Cetinkaya B, Inan S, Eral M. 2010. Factors affecting lanthanum and cerium biosorption on pinus brutia leaf powder. Sep Sci Technol.45:1456-1462.

Lalhruaitluanga H, Jayaram K, Prasad MNV, Kumar KK. 2010. Lead(II) adsorption from aqueous solutions by raw and activated charcoals of

Melacanna bacciferaRoxburgh (bamboo) a comparative study. J Hazard Mater.175:311-318. based low adsorbent.J Glob Biosci. 4(1):1824-1829.

Manurung EGT, Simangunsong ChB, Widyantoro B, Justianto A, Ramadhan S, Sumardjani L, Rochadi D, Permadi P, Priyono BM, Supriyanto B. 2007.

Road Map Revitalisasi Industri Kehutanan Indonesia. Simangunsong ChB,

Manurung EGT, Sukadri DS, editor. Jakarta (ID): Departemen Kehutanan. Marchetti V, Clement A, Lonbinoux B. 2000. Synthesis and use of esterified

sawdust bearing carboxyl group for removal of cadmium(II) from water.

Wood Sci Technol.34(2):167-173.

Márquez-Montesino F, Correa-Méndez F, Glauco-Sánchez C, Zanzi-Vigouroux R, Rutiaga-Qui ones JG, Anguiar-Trujillo L. 2015. Pyrolytic degradation studies ofAcacia mangiumwood.BioRes.10:1825 1844.

Masud HS, Anantharaman N. 2005. Studies on copper (II) biosorption using

Thiobacillus ferrooxidans.J U Chem Tech Metall. 40(3):227-234.

Matheickal JT, Yu Q, Woodburn GV. 1999. Biosorption of cadmium(II) from aqueous solutions by pre-treated biomass of marine alga Durvillaea potatorum.Water Res.33:335-342.

McBride MB. 1994. Environmental Chemistry of Soils. New York (US): Oxford

University Press.

McKay G, Porter JF. 1997. Equilibrium parameters for the sorption of copper, cadmium and zinc ions onto peat.J Chem Technol Biot. 69(3):309-320.

Morales C, Kan C, Lourdes MD, Pascua C, Wei WM. 2011. Fixed-bed column studies on the removal of copper using chitosan immobilized on bentonite.

(36)

23

Muladi S, Amirta R, Arung ET, Arifin Z. 2001. Chemical component analysis of wood bark compost on waste of medium density fiberboard industry. Di dalam: Proceedings of Seminar Environment Conservation Through Efficiency Utilization of Forest Biomass; 2000 Nov 13; Yogyakarta,

Indonesia. Yogyakarta (ID): DEBUT Press. hlm 124-137.

Nasrullah A, Khan H, Sada AK, Man Z, Muhammad N, Irfan MK, Abd ME. 2015. Potential biosorbent derived from Calligonum polygonoides from

removal of methylene blue dye from aqueous solution.Sci World J.

2015:1-11.

Nasser RA, Aref IM. 2014. Fuelwood characteristic of six acacia spesies growing wild in the southwest of Saudi Arabia as affected by geographical location.

BioRes.9:1212 1224.

Nehrenheim E, Gustafsson JP. 2008. Kinetic sorption modelling of Cu, Ni, Zn, Pb and Cr ions to pine bark and blast furnace slag by using batch experiments.

Biores Technol.99:1571-1577.

Nieboer E, Richardson HS. 1980. The replacement of the nondescript term heavy metals by a biologically and chemically significant classification of metal ions.Environ Pollut.1:3-26.

Oboh I, Aluyor E, Audu T. 2009. Biosorption of heavy metal ions from aqueous solutions using a biomaterial.Leonardo J Sci. 14:58-65.

Ogunwusi AA. 2013. Potentials of industrial utilization of bark. J Nat Sci Res.

3(5):106-115.

Othman N, Asharuddin SM. 2013. Cucumis melo rind as biosorbent to remove

Fe(II) and Mn(II) from synthetic groundwater solution. Adv Mater Res.795:266-271.

Pari G, Tjutju N, Hartoyo. 2000. Kemungkinan pemanfaatan arang kulit kayu

Acacia mangium Willd. untuk pemurnian minyak kelapa sawit. Bul Penelit Hasil Hutan.18(1):40-53.

Pereira L, Pereira R, Pereira MFR, van der Zee FP, Cervantes FJ, Alves MM. 2010. Thermal modification of activated carbon surface chemistry improves its capacity as redox mediator for azo dye reduction. J Hazard Mater.

183:931-939.

Pizzi A, Conradie WE, Jansen A. 1986. Polyflavonoid tannins a main cause of soft-rot failure in CCA-treated timber.Wood Sci Technol.20:71-81.

Prabarini N, Okayadnya DG. 2013. Penyisihan logam besi (Fe) pada air sumur dengan karbon aktif dari tempurung kemiri.J Ilmiah Tek Ling.5(2):33-41.

Rajamohan N, Rajasimman M, Rajeshkannan R, Saravanan V. 2014. Equilibrium, kinetic and thermodynamic studies on the removal of aluminum by modified

Eucalyptus camaldulensisbarks.Alexandria Eng J.53:409-415.

Randall JM, Garrett V, Bermann RL, Waiss ACJr. 1974. Use of bark to remove heavy metal ions from waste solutions.Forest Prod J. 24(9):80-84.

Rao NN, Kumar A, Kaul SN. 2000. Alkali-treated straw and insoluble straw xanthate as low cost adsorbents for heavy metal removal-preparation, characterization and application.Biores Technol. 71:133-142.

Gambar

Gambar 1 Pengaruh jenis ion logam berat dalam larutan artifisial tunggal (),larutan artifisialcampuran(), dan limbah cair ()terhadappersentase  penyerapan Cu2+, Hg2+, Pb2+, dan Ni2+ oleh biosorben kulitmangium
Tabel 1 Kandungan ion logam berat dalam limbah cair pertambangan emas
Gambar 2 Pengaruh dosis biosorbenkulit mangiumterhadap persentasepenyerapan Cu2+ pada konsentrasi ion logam berat 50 mg/L
Gambar 3 Pengaruh pH larutan terhadap persentase penyerapan Cu konsentrasi ion logam berat 50 mg/L dan dosis biosorben kulitmangium 400 mg
+7

Referensi

Dokumen terkait

Karawitan kreasi Klapa Wreksa merupakan sebuah karya karawitan yang mentransformasikan sebuah pohon kelapa bersumber dari cerita salah seorang sesepuh Desa Adat Bualu

Dalam dunia bisnis saat ini, organisasi-organisasi (perusahaan-perusahaan) melakukan upaya besar-besaran agar berkinerja unggul, yang hanya dapat dicapai dengan

Hal tersebut terbukti juga dari nilai probabilitas seluruh variabel dependen yaitu variabel perdagangan, variabel dummy (ACFTA), dan nilai tukar rupiah memiliki

informasi transaksi dengan pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa disajikan baik yang dilakukan bank maupun yang dilakukan oleh setiap perusahaan atau badan hukum di

Peran kepala sekolah dalam meningkatkan kompetensi profesional guru di SD Negeri 1 Manjung, Sawit Boyolali Tahun Pelajaran 2016/2017yaitu: a) Kepala Sekolah sebagai edukator

Komponen-komponen tersebut dikelola secara terpadu dan terintegrasi dalam Sistem Informasi Akademik Universitas Brawijaya (Siakad UB). Semua sistem informasi yang dibuat

Seorang penjaga gawang juga diharapkan menguasa1 berbagai jen is keteram pi I an menangkap bola rendah, bola sedang, bola lambung, keterampilan yang digunakan saat

Aplikasi Pemeriksaan Tes Potensi Akademik Studi Lanjut Siswa Kelas IX SMP ini dimulai dengan proses input data seperti: data staff, data soal, data kode soal, data isi kode soal,