• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis dan Desain /Perencanaan Struktur Scaffolding sebagai Alat Penyokong Bekisting Beton

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis dan Desain /Perencanaan Struktur Scaffolding sebagai Alat Penyokong Bekisting Beton"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS DAN DESAIN / PERENCANAAN STRUKTUR

SCAFFOLDING SEBAGAI ALAT PENYOKONG

BEKISTING BETON

TUGAS AKHIR

Disusun oleh:

FRANSISKA

100404044

DOSEN PEMBIMBING

Ir. Sanci Barus, M.T.

NIP 19520310 198003 1 001

SUB JURUSAN STRUKTUR

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

ABSTRAK

Dalam perkembangan dunia konstruksi sekarang ini, sangat banyak usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kerja, baik secara struktur maupun manajemen konstruksi. Pada pelaksanaan suatu proyek konstruksi, semakin besar proyek yang dikerjakan maka semakin besar pula masalah yang akan dihadapi oleh perusahaan jasa konstruksi.

Pemilihan suatu metode sangat penting dalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi karena dengan metode pelaksanaan yang tepat dapat memberikan hasil yang maksimal terutama jika ditinjau dari segi biaya maupun dari segi waktu. Dengan adanya kemajuan teknologi yang semakin pesat dalam dunia konstruksi, salah satu usaha yang dilakukan oleh pengelola proyek adalah mengganti cara-cara konvensional menjadi lebih modern. Hal ini memunculkan inovasi menggunakan scaffolding/perancah baja sebagai alternatif lain dari perancah konvensional seperti kayu. Perancah baja (scaffolding) terdapat dipasaran dengan bermacam-macam panjang dan besarnya.

Perancah baja semakin banyak digunakan karena selain pemasangannya yang mudah dan cepat, perancah ini juga mampu menyangga beban sampai dengan 5 – 20 kN (500 - 2000 kg). Secara perhitungan kekuatan, penggunaan perancah scaffolding cukup kuat untuk menahan beban layan (beban struktur dan beban kejut ).

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan berkat-Nya hingga selesainya tugas akhir ini dengan judul “Analisis dan Desain / Perencanaan Struktur Scaffolding sebagai Alat Penyokong Bekisting Beton”. Tugas akhir ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam ujian sarjana Teknik Sipil bidang Studi Struktur pada Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara (USU). Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih memiliki banyak kekurangan. Hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan dan kurangnya pemahaman penulis. Dengan tangan terbuka dan hati yang tulus penulis menerima saran kritik Bapak dan Ibu dosen serta rekan mahasiswa demi penyempurnaan tugas akhir ini. Penulis juga menyadari bahwa selesainya tugas akhir ini tidak lepas dari bimbingan, dukungan dan bantuan semua pihak.

Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Sanci Barus M.T., selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, tenaga dan pikiran dalam memberikan bimbingan yang tiada hentinya kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

(4)

3. Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, selaku ketua departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. Syahrizal, M.T., selaku sekretaris departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

5. Teristimewa kepada kedua Orang Tua Saya, yang telah mendukung Saya dengan memberikan semangat dan doa agar Saya dapat dengan cepat menyelesaikan tugas akhir.

Medan, Januari 2015

Penulis

(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR FOTO ... ix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Studi Literatur ... 5

1.3 Perumusan Masalah ... 6

1.4 Maksud dan Tujuan ... 6

1.5 Pembatasan Masalah ... 7

1.6 Metodologi Penelitian ... 7

1.7 Sistematika Penulisan ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Pengenalan Scaffolding ... 9

2.1.1 Tipe kontruksi acuan perancah ... 10

2.1.2 Bahan acuan perancah ... 11

2.1.3 Analisis dan pencegahan keruntuhan ... 14

2.1.4 Tindakan Pencegahan ... 16

2.2 Jenis - Jenis Scaffolding ... 18

(6)

2.3 Beban Rancang Bangun / Desain ... 30

2.4 Prosedur Keselamatan Kerja Scaffolding ... 32

2.5 Perundang-undangan ... 33

2.5.1 Perundang-undangan inspeksi scaffolding ... 37

2.6 Cara Pemasangan, Perawatan dan Pembongkaran Scaffolding ... 38

2.7 Pengujian Papan Scaffold ... 43

BAB III. METODE ELEMEN HINGGA ... 45

3.1 Pendahuluan ... 45

3.2 Elemen Segitiga Linear ... 47

3.2.1 Pembentukan Persamaan Bentuk Elemen Segitiga ... 49

3.2.2 Matriks Regangan ... 51

3.2.3 Elemen Matriks ... 53

3.3 Elemen Segiempat Linear ... 55

3.3.1 Pembentukan Persamaan Bentuk Elemen Segiempat ... 55

3.3.2 Matriks Regangan Elemen Segiempat ... 58

3.3.3 Elemen Matriks ... 58

3.4 Elemen Cangkang ... 59

3.4.1 Elemen pada Sistem Koordinat Lokal ... 60

3.4.2 Elemen pada Sistem Koordinat Global ... 63

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 65

4.1 Hasil Perhitungan Kekuatan Per Titik pada batang 1-4 ... 65

(7)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 70

5.1 Kesimpulan ... 70

5.2 Saran ... 71

LAMPIRAN 1 ... 72

FOTO DOKUMENTASI ... 94

LAMPIRAN 2 ... 97

(8)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Bagian-bagian Scaffolding ... 4

Gambar 1.2 Perbedaan Subframe dalam Perancah Baja ... 5

Gambar 1.3 Spesifikasi Ukuran Scaffolding ... 7

Gambar 2.1 Scaffolding Indipendent ... 20

Gambar 2.2 Scaffolding Modular ... 20

Gambar 2.3 Scaffolding Hanging ... 21

Gambar 2.4 Scaffolding Mobile ... 21

Gambar 2.5 Spur Scaffold ... 22

Gambar 2.6 Cantilever Scaffold ... 22

Gambar 2.7 Drop Scaffold ... 23

Gambar 2.8 Tower Scaffold ... 23

Gambar 2.9 Bird Cage Scaffolding ... 24

Gambar 2.10 Frame Scaffolding ... 24

Gambar 2.11 Round Pole Scaffolding ... 25

Gambar 2.12 Bamboo Scaffolding ... 25

Gambar 2.13 Coupler Scaffold ... 26

Gambar 2.14 Clamp Scaffolding ... 26

Gambar 2.15 Komponen Scaffolding ... 30

Gambar 2.16 Scaffolding Duty ... 31

Gambar 3.2 Objek Segiempat dibagi menjadi Elemen Segitiga ... 48

(9)

Gambar 3.4 Koordinat Area ... 50

Gambar 3.5 Domain Segiempat dipotong menjadi elemen segiempat ... 56

Gambar 3.6 Koordinat Elemen Segiempat ... 57

Gambar 3.7 Elemen Segiempat dari Elemen Cangkang ... 61

Gambar 4.1 Penomoran Batang pada Struktur Scaffolding ... 68

(10)

DAFTAR FOTO

Gambar 4.1 Proses Pembangunan Sekolah Charles Wesley ... 94

Gambar 4.2 Penggunaan Scaffolding sebagai Penahan Beton Cor ... 94

Gambar 4.3 Penggunaan Scaffolding sebagai Penahan Beton Cor ... 95

Gambar 4.4 Detail Pembebanan Scaffolding ... 95

Gambar 4.5 Penggunaan Scaffolding sebagai Penahan Beton Cor ... 96

(11)

ABSTRAK

Dalam perkembangan dunia konstruksi sekarang ini, sangat banyak usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kerja, baik secara struktur maupun manajemen konstruksi. Pada pelaksanaan suatu proyek konstruksi, semakin besar proyek yang dikerjakan maka semakin besar pula masalah yang akan dihadapi oleh perusahaan jasa konstruksi.

Pemilihan suatu metode sangat penting dalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi karena dengan metode pelaksanaan yang tepat dapat memberikan hasil yang maksimal terutama jika ditinjau dari segi biaya maupun dari segi waktu. Dengan adanya kemajuan teknologi yang semakin pesat dalam dunia konstruksi, salah satu usaha yang dilakukan oleh pengelola proyek adalah mengganti cara-cara konvensional menjadi lebih modern. Hal ini memunculkan inovasi menggunakan scaffolding/perancah baja sebagai alternatif lain dari perancah konvensional seperti kayu. Perancah baja (scaffolding) terdapat dipasaran dengan bermacam-macam panjang dan besarnya.

Perancah baja semakin banyak digunakan karena selain pemasangannya yang mudah dan cepat, perancah ini juga mampu menyangga beban sampai dengan 5 – 20 kN (500 - 2000 kg). Secara perhitungan kekuatan, penggunaan perancah scaffolding cukup kuat untuk menahan beban layan (beban struktur dan beban kejut ).

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perkembangan teknologi konstruksi di Indonesia saat ini mengalami kemajuan pesat, hal ini ditandai dengan munculnya berbagai jenis material dan peralatan yang modern. Dalam perkembangan dunia konstruksi sekarang ini, sangat banyak usaha yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas kerja, baik secara struktur maupun manajemen konstruksi. Setidaknya upaya yang dilakukan merupakan usaha untuk memperbaiki dan mencapai hasil kerja yang lebih baik. Dalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi, semakin besar proyek yang dikerjakan maka semakin besar pula masalah yang akan dihadapi oleh perusahaan jasa konstruksi. Oleh karena itu perusahaan jasa konstruksi harus memiliki pertimbangan yang matang dalam perencanaan maupun dalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi. Para pengusaha jasa konstruksi selalu berusaha merealisasikan proyeknya sehingga tercapai efisiensi biaya dan waktu namun tetap memenuhi mutu.

(13)

konstruksi tertentu dari beberapa alternatif metode pelaksanaan konstruksi yang ada. Salah satu usaha yang dilakukan oleh pengelola proyek adalah mengganti cara-cara konvensional menjadi lebih modern. Hal ini memunculkan inovasi menggunakan scaffolding/perancah baja sebagai alternatif lain dari perancah konvensional seperti kayu. Perancah baja (scaffolding) terdapat dipasaran dengan bermacam-macam panjang dan besarnya. Perancah baja semakin banyak digunakan karena selain pemasangannya yang mudah dan cepat, perancah ini juga mampu menyangga beban sampai dengan 5 – 20 kN (500 - 2000 kg). Penggunaan perancah baja membutuhkan pengawasan serta ketelitian dalam pemasangannya. Jika perancah ini dirawat dengan baik, maka dapat dipakai bertahun- tahun.

Penyetelan dari perancah baja (scaffolding) memerlukan persyaratan seperti di bawah ini :

1. Perancah harus berdiri tegak lurus. Hal ini berguna untuk mencegah perubahan bekisting akibat dari gaya-gaya horizontal. Penyetelan dalam arah tegak lurus harus dengan waterpass.

2. Bila beberapa lantai bertingkat akan dicor berurutan, maka lendutan akibat dari lantai yang telah mengeras harus dihindarkan dengan menempatkan perancah diperpanjangannya sebaik mungkin.

(14)

Proses pemilihan tipe acuan perancah dilakukan dengan meninjau tipe, jenis dan luasan bangunan yang akan dibangun, seperti untuk bangunan bertingkat maupun untuk bangunan yang memiliki volume horizontal yang luas. Pemilihan tipe acuan dan perancah lebih ditentukan oleh kemampuan untuk dapat digunakan berulang – ulang dalam jangka waktu yang panjang tanpa mengurangi mutu ataupun kekuatan dari acuan dan perancah tersebut.

Pemilihan baja sebagai acuan perancah dikarenakan oleh : a. Pemakaian dalam jumlah yang sangat banyak. b. Membutuhkan toleransi kesalahan yang sangat kecil. c. Melibatkan tegangan (stress) yang tinggi.

d. Memerlukan beberapa tingkat mekanisasi pada sistem pekerjaan konstruksi.

Dalam teknik konstruksi acuan perancah, baja digunakan dalam berbagai bentuk, baik sebagai alat sambung maupun sebagai penyangga konstruksi.

Keuntungan penggunaan baja sebagai acuan perancah : a. Kekuatan, dan kekerasan yang tinggi.

b. Ketahanan terhadap keausan yang tinggi.

(15)

Kerugian penggunaan baja sebagai acuan perancah : a. Berat massa yang tinggi.

(16)

1.2.Studi Literatur

Daniel dan Albert (2013) dalam percobaan mereka untuk mengetahui tingkat akurasi dari pemodelan finite element dalam memprediksi kekuatan dan kestabilan dari struktur scaffolding dengan hasil uji laboratorium

scaffolding yang diuji di ITS. Hasil dari perhitungan pemodelan SAP

mendekati hasil uji laboratorium, maka ini menyatakan bahwa adalah mungkin untuk secara akurat memprediksi perilaku dan kekuatan yang sangat kompleks dari scaffolding menggunakan analisis nonlinier geometrik .

J.L. Peng, (1994), menyatakan bahwa perbedaan subframes dalam perancah baja (Gambar 1.2) dapat menginduksi perbedaan ekivalen momen inersia I dalam sistem pendukung perancah. Ini berarti bahwa momen inersia

I bisa menyajikan kinerja konfigurasi yang berbeda dari subframes di perancah baja.

(17)

Aldecira G. Diogenes,dkk (2010) membahas tentang analisis stabilitas

scaffolding yang dimodelkan dalam bentuk 2 dimensi untuk mendapatkan

beban kritisnya. Beban kritis diperoleh dengan bantuan program ABAQUS dan FEMOOP. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai beban kritis yang diperoleh dengan bantuan program ABAQUS mendekati nilai beban kritis yang diperoleh dengan bantuan program FEMOOP.

1.3.Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam pembuatan tugas akhir ini adalah bagaimana cara untuk mengetahui stabilitas dan kapasitas beban maksimum yang dapat dipikul scaffolding, dengan cara scaffolding dapat diuji di laboratorium. Akan tetapi, pengujian di laboratorium memerlukan biaya serta alat untuk menguji scaffolding bertingkat masih belum ada. Sehingga perhitungan secara analitis dengan program SAP dapat lebih mempermudah dalam memperkirakan kapasitas maksimum scaffolding tersebut agar tidak terjadi keruntuhan.

1.4. Maksud dan Tujuan

(18)

1.5. Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah yang diambil dalam pengerjaan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:

1. Gaya akibat gempa diabaikan .

2. Beban vertikal pada scaffolding yang diperhitungkan : pekerja , peralatan konstruksi , bekisting , dan material konstruksi.

3. Perhitungan menggunakan program SAP.

4. Spesifikasi ukuran scaffolding dapat dilihat pada gambar dibawah ini. 5. Scaffolding yang dihitung adalah 1 lantai.

6. Material yang digunakan adalah baja yang bersifat isotropik

1.6. Metodologi Penulisan

(19)

literatur dan hasil eksperimental yang berhubungan dengan pembahasan tugas akhir ini serta masukan – masukan dari dosen pembimbing.

Hasil dari perhitungan yang dihasilkan akan dicantumkan dan hasil eksperimen yang telah dilakukan akan dibahas sedemikian, sehingga didapat perbandingan rasio yang akan dijadikan sebagai suatu cara menguji

scaffolding tanpa harus melakukan uji laboratorium dimana laboratorium

memiliki keterbatasan alat bila scaffolding yang hendak diuji disusun bertingkat-tingkat.

1.7. Sistematika Penulisan

Gambaran garis besar penulisan tugas akhir ini adalah sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN, terdiri dari latar belakang, studi literatur, perumusan masalah, tujuan penulisan, maksud dan tujuan, pembatasan masalah, metodologi penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA, berisi tentang penjelasan umum yang berhubungan dengan tugas akhir.

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN, berisi tentang teori - teori yang mendukung dalam perhitungan serta cara perhitungan dalam menganalisis tugas akhir ini.

BAB IV : ANALISIS DAN PEMBAHASAN , berisi perhitungan analisis yang dilakukan berdasarkan pada pemodelan yang diilustrasikan.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengenalan Scaffolding

Menurut Permenaker & trans No.PER-01/MEN/1980 tentang keselamatan dan kesehatan kerja konstruksi bangunan, Perancah (scaffolding) ialah bangunan pelataran (platform) yang dibuat untuk sementara dan digunakan sebagai penyangga tenaga kerja, bahan-bahan serta alat-alat pada setiap pekerjaan konstruksi bangunan termasuk pekerjaan pemeliharaan dan pembongkaran.

Persyaratan – persyaratan suatu konstruksi acuan perancah adalah :

1. Kuat menahan berat beton segar, getaran vibrator, peralatan yang digunakan, berat sendiri, berat orang yang bekerja dan pengaruh kejutan.

2. Kaku, terutama akibat dari beban horizontal yang membuat cetakan mudah goyang atau labil. Selain itu acuan perancah tidak boleh melebihi deformasi yang dizinkan.

3. Kokoh, sehingga mampu menghasilkan bentuk penampang beton seperti yang diharapkan, tanpa mengalami perubahan bentuk yang berarti, oleh karena itu maka ukuran dan kedudukan cetakan harus teliti atau sesuai dengan gambar perencanaan.

(21)

maka akan melekat pada permukaan beton dan sulit dibersihkan.

5. Mudah dibongkar, agar tidak merusak beton yang sudah jadi dan dapat digunakan berkali – kali.

6. Rapat, Sambungan – sambungan pada cetakan harus rapat dan lubang – lubang yang disebabkan oleh serangga harus ditutup, sehingga cairan semen dan agregat tidak keluar dari celah – celah sambungan.

7. Material atau bahan yang digunakan harus mudah dipaku atau sekrup dan dalam membuat bagian cetakan harus mudah dirangkai sehingga dapat dilaksanakan dengan tenaga kerja minimal yang pada akhirnya akan memperoleh efisiensi waktu yang maksimal.

8. Optimal, kebutuhan bahan dan tenaga kerja harus seefektif dan seefisien mungkin yang akhirnya menguntungkan semua pihak.

2.1.1 Tipe konstruksi acuan perancah

Sejalan dengan perkembangan pemakaian beton, konstruksi acuan perancah juga mengalami perkembangan menjadi 3 sistem:

1. Sistem Konvensional / Tradisional, Acuan perancah sistem sederhana biasanya

(22)

2. Semi Sistem Modern, Sistem ini dirancang untuk suatu pekerjaan dan ukuran – ukuran untuk komponen tertentu dengan masa penggunaan satu kali atau lebih. Karena kemungkinan dapat digunakan secara berulang, maka biaya investasi yang diperlukan dan upah kerja yang tidak terlalu tinggi.

3. Sistem Modern, Perkembangan terakhir dalam pemanfaatan acuan perancah adalah

perancangan acuan perancah untuk memudahkan penggunaan dalam berbagai bentuk komponen struktur. Sistem ini dapat memudahkan dan mempercepat proses pemasangan dan pembongkaran. Dengan kualitas hasil yang lebih baik dibandingkan dengan sistem lain, acuan perancah dengan sistem ini dapat dimanfaatkan untuk beberapa kali masa penggunaan. Untuk meningkatkan kecepatan kerja, sistem ini telah dilengkapi dengan berbagai alat bantu yang disesuaikan dengan tujuan penggunaan.

2.1.2Bahan acuan perancah

Bahan acuan perancah yang sering digunakan : 1. Kayu

(23)

Kayu yang akan digunakan harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut : a. Sebaiknya kayu yang dipergunakan dengan kadar air 10 % s/d 20 %. b. Partikel – partikel yang dikandung kayu reaktif dan tidak merusak beton.

c. Perubahan bentuk kayu akibat temperatur maupun kelembaban udara setempat sekecil mungkin.

d. Kuat dan ekonomis.

e. Mudah dikerjakan dan mudah dipasang alat sambung.

2. Kayu lapis (plywood)

Untuk pekerjaan yang cukup besar, kayu lapis banyak dipergunakan sebagai bahan papan acuan (cetakan).

Pada acuan yang menggunakan kayu lapis diusahakan meminimalisir penggunaan paku, agar pembongkarannya dapat dengan mudah dilakukan dan dapat meminimalisir kerusakan bahan akibat metode pembongkaran yang salah.

(24)

3. Aluminium

Karena adanya sifat – sifat tertentu yang lebih menguntungkan seperti berat dan biaya pemeliharaannya yang ringan, menyebabkan aluminium cenderung lebih digunakan pada konstruksi acuan perancah bila dibandingkan dengan logam lain. Tetapi karena harganya yang lebih mahal, menyebabkan penggunaannya yang sangat dibatasi.

Campuran aluminium yang paling sesuai untuk konstruksi acuan perancah adalah : tipe Al-Mg-Si (campuran dengan kadar silisium yang rendah).

Kadar patahnya dapat dikatakan cukup baik (250 N/mm2 – 400 N/mm2) dan ketahanan terhadap korosi hamper sama dengan aluminium murni.

4. Baja

Penggunaan baja sebagai acuan perancah pada konstruksi untuk beton dengan syarat tertentu.

Pemilihan baja sebagai acuan perancah dikarenakan oleh : a. Pemakaian dalam jumlah yang sangat banyak.

b. Membutuhkan toleransi kesalahan yang sangat kecil. c. Melibatkan tegangan (stress) yang tinggi.

(25)

2.1.3 ANALISIS DAN PENCEGAHAN KERUNTUHAN

Berikut analisis kemungkinan penyebab keruntuhan dari penggunaan perancah scaffolding :

1. Ketidakmampuan acuan dalam menerima beban. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal sesuai dengan yang dirancang, maka penggunaan bahan baku dengan kualitas baik menjadi mutlak diperlukan. Selain itu juga diperlukan biaya pemeliharaan (maintenance) yang cukup, agar seluruh alat dan bahan yang digunakan dapat sesuai dengan kualitas yang diharapkan (sesuai perancangan).

2. Kesalahan pemilihan metode kerja Pemilihan metode kerja pada proses pelaksanaan pembangunan, juga memegang peranan penting, termasuk dalam efisiensi dan efektifitasan waktu kerja, bahan bangunan, tenaga kerja, penggunaan alat kerja (ringan dan berat), yang berujung pada biaya yang harus dikeluarkan.

Hal–hal khusus yang perlu diperhatikan ketika melakukan pengecoran dengan kondisi miring adalah :

a. Pengecoran dilakukan dari bagian bawah, hal tersebut untuk menghindari pergeseran acuan akibat beban beton saat penuangan.

(26)

c. Hindari adanya pembebanan titik akibat penumpukan penuangan pada satu titik, karena dapat menyebabkan lendutan yang berujung pada keruntuhan. d. Kondisi campuran beton lebih kental (menggunakan admixture bila

diperlukan) dari saat pengecoran biasa, hal tersebut untuk mempercepat proses pengerasan dan menghindari kelongsoran campuran.

e. Untuk syarat–syarat campuran beton yang lain, sama dengan aturan campuran pada umumnya.

(27)

2.1.4 Tindakan Pencegahan

Beberapa tindakan yang dapat menjadi alternatif pencegahan pada pekerjaan konstruksi perancah scaffolding :

1. Konstruksi perancah harus direncanakan dan dihitung dengan faktor keamanan dan satu unit perancah scaffolding dengan satu kaki < 1,5 ton (spesifikasi teknis material pabrik ).

2. Perancah harus cukup kuat dengan pemberian meja scaffolding dan bracing / crossing dalam menerima gaya momen, lintang maupun normal (lateral).

3. Bahan – bahan perancah harus menggunakan bahan yang baik sebelum dilakukan pemasangan perancah.

4. Perancah harus diperiksa oleh seorang tenaga ahli yang berwenang.

5. Kerangka siap pasang ( Pre-fabricated frames) yang digunakan untuk perancah harus memenuhi jepitan sambungan sempurna pada kedua muka.

6. Perancah harus diberi penguat (diagonal / horizontal) untuk memberikan kekakuan dan kekuatan.

7. Perancah harus didirikan di dasar tumpuan yang kuat dan rata.

8. Kejutan gaya yang besar ( beban titik ) tidak boleh dibebankan pada perancah. 9. Semua perancah tempat tenaga kerja bekerja, harus dilengkapi dengan platform

untuk bekerja dan cukup kuat.

(28)

11. Hal – hal yang harus perhatikan bila menggunakan perancah kayu : a. Bahan yang digunakan harus baik (mutu kayu kelas II).

b. Desain dimensi, dan jarak perancah kayu harus dihitung sesuai dengan gaya maksimum yang diterima.

c. Paku harus mempunyai panjang, dan diameter yang cukup. d. Paku harus ditancapkan penuh pada kayu.

e. Perancah kayu harus diberi palang penguat untuk memberikan kekakuan, dan kekuatan.

f. Dimensi, dan jarak kayu melintang harus mampu menahan beban yang dipikulnya.

g. Pada konstruksi yang mempunyai sudut / miring, balok melintang harus terpasang

kestabilannya pada penerimaan beban lateral / horizontal.

h. Tiang – tiang kayu yang berdiri bebas harus dikopel secara diagonal / horizontal dengan menggunakan palang penguat.

Hal–hal teknis yang dapat menyebabkan keruntuhan perancah(1) :

1. Tidak adanya tangga penghubung antara elevasi – elevasi frame scaffolding, hal itu dapat menyebabkan kesulitan bagi pekerja yang berujung pada kurang stabilnya kondisi perancah.

(29)

3. Penggunaan pengamanan bagi pekerja menjadi penting untuk struktur perancah yang tinggi.

4. Masa perawatan perancah pasca pemakaian, mutlak diperlukan agar kondisi perancah tetap terjaga baik sesuai dengan asumsi perancangan.

5. Adanya beban tambahan (beban kejut) diluar perancangan yang dapat menyebabkan struktur kelebihan beban kerja.

6. Khusus mobile scaffolding, rasio ketinggian dengan lebar alas adalah 3 : 1. (1) Construction Bullettin, Occupational Safety and Health Service, Department of Labour, Wellington, New Zealand, No 11

- December 1999.

2.2 Jenis-Jenis Scaffolding

Menurut Gunanusa Utama Fabricators 2010 Ada banyak jenis scaffolding yang saat ini banyak digunakan pada pekerjaan konstruksi bangunan, antara lain :

a) Modular scaffold

Adalah scaffolding yang seluruh perlengkapannya dibuat melalui pabrukasi termasuk rangka yang menyilang

b) Frame scaffold

Rangka scaffolding yang dibuat secara pabrikasi termasuk rangka menyilang dan perlengkapannya

c) Independent scaffold

(30)

dihubungkan satu dengan yang lain secara melintang dan membujur

d) Hanging scaffold

Scaffolding Independent yang digantungkan pada salah satu struktur tetap dan tidak dapat diangkat dan diturunkan

e) Mobile scaffold

Scaffolding yang berdiri sendiri dan dapat berpindah dan dilengkapi roda pada bagian bawah tiang

f) Single pole scaffold

Scaffolding terdiridari tiang satu deret yang disambung dengan ledger, putlog diikat pada ledger dan diperkuat pada salah satu dinding struktur tetap atau bangunan

g) Tube scaffold

Scaffolding yang mempergunakan pipa sebagai tiang, rangka menyilang, pengikat dan lain-lain, yang disambung dengan klamp

h) Scaffolding Overhead

(31)
[image:31.612.179.465.139.338.2]

Gambar jenis-jenis Perancah Pipa ( Single Tube Scaffolding ) :

Gambar 2.1 : Scaffolding Independent

[image:31.612.178.465.430.623.2]

(Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)

(32)
[image:32.612.180.463.139.349.2]

Gambar 2.3 : Scaffolding Hanging

(Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)

Gambar 2.4 : Scaffolding Mobile

[image:32.612.186.463.418.631.2]
(33)
[image:33.612.183.448.108.335.2]

Gambar 2.5 : Spur Scaffold

(Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)

Gambar 2.6 : Cantilever Scaffold

[image:33.612.173.454.431.637.2]
(34)
[image:34.612.167.454.113.339.2]

Gambar.2.7 : Drop Scaffold

(Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)

Gambar.2.8 : Tower Scaffold

[image:34.612.187.468.432.645.2]
(35)
[image:35.612.186.471.112.335.2]

Gambar.2.9 : Bird Cage Scaffolding

(Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)

[image:35.612.186.468.426.645.2]
(36)
[image:36.612.171.459.69.264.2]

Gambar.2.11 : Gambar Perancah Kayu Bulat (Round Pole Scaffolding) (Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)

Gambar.2.12 : Gambar Perancah Bamboo

[image:36.612.182.469.379.620.2]
(37)
[image:37.612.180.455.120.320.2]

Gambar.2.13 : Gambar perlengkapan perancah pipa (coupler scaffold) (Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)

Gambar.2.14 : Gambar macam-macam clamp scaffolding

[image:37.612.173.458.417.620.2]
(38)

2.2.1 Komponen-komponen dari scaffolding

Menurut Alkon 1997 dalam struktur pendirian scaffold ada banyak macam bagian bagian yang tidak dapat dipisahkan dari scaffold, komponen-komponen tersebut antara lain :

1) Tiang vertical ( standart )

Adalah merupakan tiang utama dari konstruksi scaffolding, tiang vertical harus berdiri dengan dilandasi / diatas Base plates atau Jack Base pada dasar yang tidak rata, pipa harus lurus dengan ukuran medium (22mm X 1 ó X 6m)

2) Ledger ( Gelagar memanjang )

Ledger berfungsi sebagai pengikat antara tiang vertical dan untuk membentuk lift pada perancah dan sebagai tumpuan transom, antara standart dan ledger harus diikat dengan clamp mati ( right angle coupler ). Jarak standart dengan ledger 1.60 m.

3) Transom ( Gelagar melintang )

Transom terpasang diatas ledger gunanya untuk penumpu platform / pelataran kerja. Jarak standart dari transom adalah 3.4 feet ( 1 m ) pada ketebalan papan 38 mm, tidak diperbolehkan memasang transom di bawah ledger, dan harus menggunakan clamp mati ( right angle coupler ).

4) Bracing ( pipa silang )

(39)

yang berfungsi sebagai penguat / membuat kekakuan pada konstruksi perancah. Harus diikat dengan clamp hidup ( Swivel Coupler ).

5) Guardrail / Handrail ( palang pengaman )

Handrail dipasang diatas midrail dan harus diikat dengan clamp mati ( Right angle coupler ), berfungsi sebagai palang pengaman agar orang tidak jatuh saat berada di atas pelataran.

6) Midrail ( Palang Tengah )

Midrail terpasang pada guardrail post dibawah dari Handrail dan di atas toe board, fungsinya adalah untuk menjaga agar orang tidak jatuh pada saat berada di bawah handrail.

7) Toe Board ( papan kaki )

Toe Board ditempatkan diatas platform atau pelataran kerja dibawah midrail, minimum ketinggian toe board adalah 15 cm dari lantai kerja. Fungsinya adalah untuk menjaga agar peralatan atau material yang berada diatas platform tidak jatuh apabila tidak sengaja tertendang.

8) Timber Sole / Sole plate ( papan Alas )

(40)

9) Base Plates ( plat dasar )

Base Plates dipasang diatas timber sole dan dibawah sebagai alas tiangvertical. Fungsinya adalah untuk menjaga kerusakan pada ujung tiang vertical dan menjaga agar tiang vertical tidak bergeser dan di pakukan ke timber sole.

10) Jack Base

Jack Base digunakan untuk landasan tiang vertical apabila dasar dari perancah / scaffolding tidak rata, karena jack base bisa diajas untuk menaikkan dan menurunkan tiang vertical.

11) Swivel Coupler ( clamp hidup )

Swivel Coupker hanya digunakan untuk mengikat pipa silang atau menyambung pipa, tidak diperbolehkan untuk mengikat pipa horizontal dengan pipa vertical.

12) Right Angle Coupler ( clamp mati )

Right Angle Coupler hanya digunakan untuk mengikat pipa horizontal dengan pipa vertical, tidak diperbolehkan untuk mengikat pipa silang.

13) Joint Pin ( penyambung )

(41)
[image:41.612.165.452.93.296.2]

Gambar 2.15

2.3 Beban Rancang Bangun / Desain

AS 1576-1 mengenalkan 3 ( tiga ) elemen beban dengan melibatkan perhitungan beban desain, yaitu :

a. Beban Mati ( Dead Loads )

Beban ini adalah berat scaffolding dan perlengkapannya, seperti :

Landasan / dek, pengaman tepi landasan, tali gantungan, pegangan tangan, tangga, jala pengaman, tali berjalan, komponen pengikat / kunci, hoist, kabel-kabel listrik dan lain - lain yang terkait.

b. Beban Tambahan ( Environmental Loads )

(42)

c. Beban Hidup ( Live Loads )

Beban hidup yang dimaksudkan dalam penggunaan scaffolding adalah : 1) Berat pelaksana / pekerja yang tidak boleh lebih dari 80 kg setiap orang 2) Berat barang / material dan komponen yang diperlukan

3) Berat perkakas dan peralatan yang digunakan oleh pekerja 4) Berat beban tumbukan / benturan

Adapun kategori berat beban hidup yang dapat ditanggung oleh scaffolding sesuai dengan schedule 6 AS 1575-1 ( Australia Standart ) adalah sebagai berikut :

a) scaffolding penggunaan ringan ( Light duty ) dengan beban maksimum 225 kg/bay

b) scaffolding penggunaan sedang ( medium duty ) dengan beban maksimum 450 kg/bay

[image:42.612.124.535.499.663.2]

c) scaffolding penggunaan berat ( heavy duty ) dengan beban maksimum 675 kg/bay

(43)

Menurut Alkon 1997 hal-hal terpenting yang harus dilakukan dalam penggunaan scaffolding / perancah, adalah :

1) Distribusi gaya muatan untuk perancah harus merata, untuk mencegah bahaya dan menjaga keseimbangan

2) Dalam penggunaan perancah, harus dijaga bahwa beban / gaya muatan tidak boleh melebihi kapasitas yang ditentukan ( over loaded )

3) Perancah tidak boleh dipakai untuk menyimpan bahan-bahan ( material ) kecuali bahan-bahan yang akan segera dipakai / dipasang

4) Karyawan tidak boleh bekerja di dekat bangunan perancah sewaktu angin kencang

5) Kejutan gaya yang besar tidak boleh dibebankan kepada perancah / scaffolding

2.4 Prosedur keselamatan kerja scaffolding

Menurut Gunanusa Utama Fabricators 2010, Agar proses pendirian dan pemakaian scaffolding aman dan tidak mengalami kecelakaan pada pekerja yang bekerja pada / diatas scaffolding, maka prosedur keselamatan kerja scaffolding harus diterapkan yaitu :

a. memakai pakaian kerja yang rapi, tidak sempit atau terlampau longgar b. memakai topi pengaman ( safety helmet )

(44)

d. memakai sarung tangan kulit ( hand gloves )

e. memakai sarung kunci scaffolding ( scaffold key house ) f. memakai full body harness

2.5 Perundang-undangan

Banyak kecelakaan yang terjadi dalam pekerjaan konstruksi adalah karena penggunaan scaffolding yang tidak tepat. Dan didalam peraturan pemerintah telah disahkan undang-undang yang mengatur tentang scaffolding. diantaranya adalah :

1) Permenaker dan trans No.PER-01/MEN/1980 tentang keselamatan dan kesehatan kerja :

a) Pasal 1 (e)

“ Perancah (scaffolding) adalah bangunan pelataran (platform) yang

dibuat untuk sementara dan digunakan sebagai penyangga tenaga kerja, bahan-bahan, serta alat-alat pada setiap pekerjaan konstruksi bangunan

termasuk pekerjaan pemeliharaan dan pembongkaran”.

b) Bab II, Pasal 12

“Perancah yang aman harus disediakan untuk semua pekerjaan yang

(45)

c) Bab II, Pasal 13

(1) ayat 1) “Perancah harus diberi lantai papan yang kuat dan rapat

sehingga dapat menahan dengan aman tenaga kerja, alat-alat dan

bahan-bahan yang dipergunakan”

(2) ayat 2) “Lantai perancah harus diberi pagar pengaman apabila tinggi

lantai lebih dari 2 meter”

2) Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja 3) Occupational Health Safety & Welfare ACT 1984 (the ACT)

4) Occupational Health Safety & Welfare Regulator ( Standart Australia )

Menurut Slamet Eko W 2010 tentang jenis perlindungan terjatuh (fall protection) yang paling penting yaitu:

a) Sistem Pelindung Utama (Primary Fall Arrest System) adalah pelindung sisi platform, lantai dan lorong jalan (walkways).

Pelindung jatuh jenis ini terdiri dari:

(46)

(2) Floor opening atau hole covers (penutup lobang lantai): harus betul-betul menutup bagian yang terbuka untuk mencegah accidental displacement.

b) Sistem Pelindung Jatuh Secondary (Secondary Fall Arest System)

(1) Full Body Harness harus dilengkapi dengan D-ring mounted pada bagian belakang dari harness.

(2) Penggunaan safety belts atau sabuk safety (bukan full body harness) dilarang.

(3) Inspeksi dilaksanakan mengikuti cheklist yang disediakan oleh supleyer.

(4) Pemeriksaan sebaiknya dilaksanakan oleh P2K3 atau safety atau personil yang ditugaskan.

(5) Dokumentasi hasil pemeriksaan harus tersimpan dala file.

c) Lanyard

(1) Harus dilengkapi dengan locking snaphooks.

(2) Harus dipasangkan pada D-ring mounted di bagian belakang harness.

(47)

(4) Ujung yang lain pada lanyard harus di kaitkan pada tempat kaitan atau gantungan atau “titik jangkar” (anchor point) pada batas atau di atas pinggang si pekerja.

(5) Snap hook dari ujung lanyard yang dikaitkan pada anchor point harus dari jenis double-locking (double action); dalam hal ini jenis carabiner atau karabiner dapat digunakan untuk sambungan dengan D-ring belakang.

(6) Panjang ideal lanyard adalah 4 feet (1.24m) dan tidak melebihi 6 feet (1.8m)

(7) Sebelum digunakan lanyards harus dicek untuk mengetahui adanya yang rapuh, robek atau tanda-tanda kerusakan lainnya.

(8) Lanyard yang sudah terkena impact atau akibat dari jatuh sebaiknya tidak digunakan lagi.

(48)

d) Anchor Point

(1) Harus mampu menahan berat minimal 2270 kg (500 lbs).

(2) Palang pipa pada struktur dapat digunakan sebagai anchor point, tetapi yang berikut ini tidak diijinkan untuk digunakan sebagai anchor point:

(a) Conduits (pipa penyalur, kabel listrik)

(b) Spouts (pipa air atau penyalur air)

(c) Pipa-pipa sprinkler (sprinkler lines) seperti pipa plastic (plastic pipe)

(3) Sesuatu yang memiliki sisi atau pinggiran yang tajam tidak dapat digunakan sebagai anchor point karena dapat mengakibatkan lanyard terkoyak.

2.5.1 Perundang-Undangan Inspeksi scaffolding

Untuk ketentuan dalam pemerikasaan scafolding agar ditaati maka harus ada Undang-undangnya, yaitu :

1) Occupational Health Safety & Welfare Regulation

“Scaffolding dan perlengkapannya harus diperiksa secara regular oleh

(49)

2) Occupational Health Safety & Welfare ACT 1984

“Inspektor memiliki wewenang terhadap pemeriksaan tempat kerja

sewaktu-waktu dan mewajibkan scaffolder untuk menjawab pertanyaan yang di lontarkan sehubungan dengan kondisi tempat

kerja”.

2.6 Cara Pemasangan, Perawatan dan Pembongkaran Scaffolding

Proses pemasangan, perawatan dan pembongkaran di Guna nusa Fabricators diperhatikan cara-cara atau prosedur yang harus dijalankan seorang scaffolder.

a. Pemasangan scaffolding

1) Sebelum memulai erection ( pendirian ) scaffolding, yang perlu pertama kali diperhatikan adalah kondisi dasar ( ground ) pastikan tidak akan longsor / tenggelam apabila kondisi dasar adalah tanah, kalau dasar konkret beton periksa ketebalannya.

2) Periksa semua kondisi material (pipa, clamp, papan, coupler dll) sebelum dibawa ke lapangan. Material kontrol juga ikut bertanggung jawab di dalam pemeriksaan kondisi material.

(50)

tidak ada pekerjaa-pekerjaan pengangkatan di sekitarnya (lifting) di sekitar lokasi pemasangan perancah.

4) Petugas keselamatan kerja / safety bekerja sama dengan supervisor sebelumnya memberikan pengarahan-pengarahan tentang peraturan-peraturan dan cara-cara kerja yang aman (tool box meeting), juga memeriksa semua peralatan kerja dan peralatan keselamatan kerja setiap scaffolder.

5) Lokasi sekitar pendirian perancah harus di barricade dan tempatkan papan pemberitahuan (notice board).

6) Semua kunci-kunci perancah harus di beri tali pengaman.

7) Tidak dibenarkan melempar ke atas semua material perancah, di dalam pemasangannya harus menggunakan tambang untuk menurunkan dan menaikkan material.

(51)

Ketentuan penggunaan tangga portable pada scaffolding :

1) Tangga yang terbuat dari metal dengan batas ketinggian 9 meter dan 15 meter, tangga tunggal atau yang dapat disetel kepanjangan nya

2) Tidak dianjurkan penguat tangga di pasang pada lantai kerja

3) Prinsip utama dalam penggunaan tangga diatur pula sebagai berikut :

a) Tangga lipat dibuat hanya untuk tempat yang betul-betul terbuka dan posisi tangga di kunci

b) Tangga harus diperiksa sebelum dipakai. Perhatikan kondisi tiang samping, karet anti slip, anak tangga, tali pengikat, dll

c) Semua tangga harus bersandar di bagian atas untuk untuk menambah ke setabilan.seorang harus memegang tangga pada waktu teman lain mengikat bagian atasnya sampai selesai. Jadi untuk mendirikan tangga harus dua orang

d) Ujung tangga paling tidak harus tiga anak tangga dari titik penyangga diatas platform

(52)

f) Dilarang keras untuk untuk memperggunakan tangga yang terbuat dari logam dilingkungan suatu instalasi listrik. Gunakan tangga dari kayu

g) Setiap tangga harus memiliki spesifikasi, jangan menggunakan tangga sembarangan untuk menjamin keselamatan pemakai

h) Tangga hanya dipasang pada jalur masuk ke lantai scaffolding

i) Hanya satu orang pekerja yang dianjurkan berada pada tangga dalam waktu menaiki atau menuruni

j) Tangga yang sudah rusak tidak boleh di gunakan lagi, dan keluarkan tangga yang rusak dari tempat kerja / lapangan

b. Perawatan dari Perancah

Perawatan scaffolding di Gunanusa Fabricators mutlak diperlukan guna menjaga kondisi scaffolding agar tidak mengalami kerusakan dan senantiasa dapat dipakai dalam kondisi aman. Perawatan scaffolding sebelum digunakan :

1) Perancah harus sebelumnya diperiksa oleh petugas yang berwenang / ahli untuk memastikan scaffolding sudah layak pakai atau belum.

(53)

3) Perancah harus diperiksa si pemakai setiap harinya untuk memastikan kondisi lantai kerja tetap terikat dan tidak lepas atau hilang.

4) Scaffolding yang sudah layak pakai harus di lengkapi dengan scaffold tag yang berwarna hijau ( green tag ) yang berarti aman untuk digunakan.

5) Perancah yang belum siap pakai atau ada salah satu dari bagian scaffolding tersebut yang hilang atau terlepas harus dilengkap dengan tanda merah ( red tag) yang berarti tidak aman untuk digunakan.

6) Scaffolding harus dilengkapi dengan papan pemberitahuan keselamatan ( notice board ).

7) Semua material scaffolding harus diberi tanda ( dicat ) untuk mempermudah pengawasan dan pencarian kalau hilang.

c. Pembongkaran Scaffolding

Dalam melakukan pembongkaran kita tidak boleh asal melepas bagian-bagian scaffolding yang terpasang, karna bila dilakukan pembongkaran tanpa / tidak sesuai dengan ketentuan maka akan bisa terjadi kecelakaan. Yang perlu dilakukan :

(54)

2. Pembongkaran perancah harus dilakukan oleh orang yang memasangnya, dan harus dimulai dari atas.

3. Jangan sekali-kali membongkar perancah dimulai dari bawah atau tengah, dari konstruksi scaffolding.

4. Perancah tidak boleh dibongkar salah satu dari konstruksinya, kecuali bila masih tetap menjamin keselamatan pemakainya, atau atas ijin dari pengawas yang berwenang.

5. Didalam menurunkan material perancah pada pembongkarannya harus menggunakan tambang satu persatu diturunkan.

6. Tidak dibenarkan melemparkan kebawah semua material perancah pada pembongkarannya.

7. Semua material yang telah dibongkar harus disusun rapi tidak boleh dibiarkan berserakan.

2.7 Pengujian Papan Scaffold

Pengujian papan mutlak dilakukan, khususnya apabila melakukan penggantian papan yang akan digunakan. Cara pengujian ada 2 macam cara, yaitu :

(55)

Pengujian ini dilaksanakan terhadap sebuah papan dengan jalan meletakkan ujung papan pada dua buah tumpuan yang berjarak 1,8 meter, beban diletakkan pada bagian tengah papan dengan beban tumpuan 300 kg

Disamping kerusakan yang mungkin terjadi, perlu pula diukur kelengkungan papan dengan ketentuan :

a. Tebal papan 30 mm,kelengkungan max 63 mm

b. Tebal papan 32 mm, kelengkungan max 60 mm

c. Tebal papan 38 mm, kelengkungan max 44 mm

2. Pengujian Dinamis

Pada pengujian ini papan diletakkan pada dua buah tumpuan dengan jarak 3,4 meter pada ketinggian papan 150 mm dari permukaan lantai. Beban dinamis yang diberikan adalah loncatan satu atau dua orang pada papan dengan jarak 2,7 atau 2 meter dari masing-masing penumpu. Sehingga terjadi kelengkungan dan kemudian diukur dengan ketentuan maximal adalah :

a. 95 mm untuk beban dua orang

(56)

BAB III

METODE ELEMEN HINGGA

3.1 Pendahuluan

Perkembangan dunia komputer yang sangat pesat telah mempengaruhi bidang-bidang penelitian dan industri, sehingga impian para ahli dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan industri telah menjadi kenyataan. Pada saat sekarang ini, metode dan analisa desain telah banyak menggunakan perhitungan metematis yang rumit dalam penggunaan sehari-hari. Metode elemen hingga adalah suatu metode pemaparan bagaimana perjalanan aksi hingga timbul reaksi dalam materi, atau metode untuk memperkirakan besar reaksi dan reaksi apa yang timbul dari materi tersebut. Metode elemen hingga (finite element method) banyak memberikan andil dalam melahirkan penemuan-penemuan bidang riset dan industri, hal ini dikarenakan dapat berperan sebagai research tool pada eksperimen numerik. Aplikasi banyak dilakukan pada problem kompleks diselesaikan dengan metode elemen hingga seperti rekayasa struktur, steady state dan time dependent heat transfer, fluid flow, dan electrical potential problem, aplikasi bidang medikal.

Aplikasi dari Metode Elemen Hingga. :

1. Pada masalah struktur:

 Analisa Tegangan: pada struktur rangka, balok dan frame; pada struktur

(57)

 Kejadian Tekuk (Buckling): pada kolom dan shell.  Analisa Getaran.

2. Pada masalah non-struktur:

 Kejadian Transfer panas (Heat Transfer).

 Aliran Fluida (Fluid Flow), termasuk aliran dalam media berpori (tanah).  Distribusi dari potensi magnetik atau elektrik.

3. Aplikasi pada Bioengineering.

Konsep Dasar Metode Elemen Hingga:

1. Menjadikan elemen-elemen diskrit untuk memperoleh simpangan-simpangan dan gaya-gaya anggota dari suatu struktur.

2. Menggunakan elemen-elemen kontinu untuk memperoleh solusi pendekatan terhadap permasalahan-permasalahan perpindahan panas, mekanika fluida dan mekanika solid.

Dua karakteristik yang membedakan metode elemen hingga dengan metode numeric yang lain yaitu:

1. Metode ini menggunakan formulasi integral untuk menghasilkan sistem persamaan aljabar.

(58)

Keuntungan dari Metode Elemen Hingga antara lain :

a. Memodelkan bentuk yang kompleks b. Menyelesaikan kondisi pembebanan umum

c. Memodelkan objek/struktur dengan jenis material yang banyak d. Memodelkan banyak macam syarat batas

e. Dengan mudah menggunakan bermacam ukuran elemen dalam meshing/diskritisasi

f. Menyelesaikan model dengan mudah dan murah g. Dapat memodelkan efek dimanis

h. Menyelesaikan kelakuan tidak linier dari geometri dan material

3.2 Elemen Segitiga Linear

(59)
[image:59.595.229.394.173.283.2]

segitiga dan Gambar 3.3 menunjukkan elemen segitiga hasil mesh dengan jumlah noda dan derajat kebebasan (degree of freedom).

Gambar 3.2 Objek segiempat dibagi menjadi elemen segitiga

Gambar 3.3 Elemen segitiga linear

Pada metode elemen hingga, terdapat persamaan dasar untuk menentukan perpindahan perkiraan (approximate displacement) dengan formula pada persamaan (3.2.1)

 

x y N

 

x y de

Uh ,  , (3.2.1)

Dimana N adalah persamaan bentuk elemen dengan persamaan berupa matriks:

   

  

3 2

1

3 2

1

0 0

0

0 0

0

N N

N

N N

N N

node1 node2 node3

[image:59.595.208.409.341.463.2]
(60)

Sedangkan nilai de adalah vector perpindahan noda dengan susunan matriks sebagai berikut:                      3 3 2 2 1 1 v u v u v u de node1 node2 node3 (3.2.3)

Sehingga persamaan 3.2.1 dapat dituliskan sebagai berikut:

 

 

 

 

 

, 11

 

, 11 22

 

, 22 33

 

, 33 , , , , v y x N v y x N v y x N y x v u y x N u y x N u y x N y x u h h       (3.2.4)

3.2.1 Pembentukan Persamaan Bentuk Elemen Segitiga

(61)
[image:61.595.151.519.591.731.2]

Gambar 3.4 Koordinat area

 

 

x y x y y y x x x y

y x y x y x

A 2 3 3 2 2 3 3 2

3 3 2 2 1 2 1 1 1 1 2 1        (3.2.1.1)

Sehingga nilai perbandingan A1 dengan Luas total dinyatakan sebagai berikut:

e

A A

L 1

1  (3.2.1.2)

Begitu juga dengan nilai A2 dan nilai A3 dengan nilai sebagai berikut:

 

 

x y x y y y x x x y

y x y x y x

A 3 1 1 3 3 1 1 3

1 1 3 3 2 2 1 1 1 1 2 1        (3.2.1.3)

 

 

x y x y y y x x x y

y x y x y x

A 1 2 2 1 1 2 2 1

(62)

Dengan nilai L2 dan L3 sebagai berikut:

e

A A

L 2

2  (3.2.1.5)

e

A A

L 3

3  (3.2.1.6)

Dan ketiga nilai tersebut harus memenuhi:

1

3 2 1 3 2

1     

e e

e A

A A A A A L L

L (3.2.1.7)

Dan ketiga nilai L1, L2, L3, merupakan nilai untuk persamaan bentuk yaitu:

N1 = L1, N2 = L2, N3 = L3 (3.2.1.8)

3.2.2 Matriks Regangan

Langkah kedua setelah kita mendapatkan persamaan matriks bentuk dari elemen segitiga maka selanjunya kita menentukan matriks regangan yang nantinya akan digunakan untuk menentukan persamaan matriks kekakuan. Pada elemen segitiga 2 dimensi, komponen tegangan utama berupa

xx yy xy

T   

  untuk benda 2D dan regangan utama pada benda 2

dimensi solid berupa T

xxyyxy

, sehingga dengan tengangan dan
(63)

y v x u y v x u xx yy xx                (3.2.2.1)

Dan jika dibentuk dalam bentuk matriks, didapat persamaan:

LU

 (3.2.2.2)

Dimana L didapat dari persamaan (3.2.2.1) dan dituliskan dalam persamaan matriks yaitu:                x y y x L         0 0 (3.2.2.3)

Dengan mensubstitusikan persamaan (3.2.1) dengan persamaan (3.2.2.2) didapat:

Bde LNde

LU 

 (3.2.2.4)

Nilai B pada persamaan (3.2.2.4) merupakan matriks regangan yang akan dicari dimana: N x y y x LN B                         0 0 (3.2.2.5)

Dengan mensubstitusikan persamaan bentuk elemen segitiga pada persamaan (3.2.2) , (3.2.1.8) dengan persamaan (3.2.2.5) maka akan didapat:

(64)

Dengan nilai: e A y x y x a 2 2 3 3 2 1   , e A y x y x a 2 3 1 1 3 2   , e A y x y x a 2 1 1 2 1 3   (3.2.2.7) e A y y b 2 3 2 1   , e A y y b 2 1 3 1   , e A y y b 2 2 1 1   (3.2.2.8)

3.2.3 Elemen Matriks

Langkah selanjutnya adalah menentukan matriks kekakuan, matriks massa, dan matriks gaya. Matriks kekakuan didapatkan dengan menggunakan persamaan berikut:

 

         Ae T T Ae h Ve T

e B cBdV dz B cBdA hB cBdA

k

0

(3.2.3.1)

Nilai c pada persamaan (3.3.1) adalah sebagai berikut:

1

2 ( )

0 0 0 1 0 1

1 2 PlaneStress

v v v v E c              (3.2.3.2)



1 2

 

21

( )

0 0 0 1 1 0 1 1 2 1 1 1 n PlaneStrai v v v v v v v v v E c                   (3.2.3.3)

Kemudian matriks massa diperoleh dengan menggunakan persamaan di bawah ini:



  Ae T Ae Ae h T T NdA N h NdA N dx NdV N

me   

0

(65)

Maka matriks me selanjutnya disubstituasikan dengan matriks bentuk elemen sehingga dapat dituliskan sebagai berikut:

dA N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N N h me Ae

                     3 3 2 3 1 3 3 3 2 3 1 3 3 2 2 2 1 2 3 2 2 2 1 2 3 1 2 1 1 1 3 1 2 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0  (3.2.3.5)

Nilai integrasi pada persamaan matriks di atas dapat diselesaikan dengan menggunakan formula matematika yang dikembangkan Eisenberg dan Malvern (1973)

A

p n m p n m dA L L

L n p

A m 2 ! 2 ! ! ! 3 2 1    

(3.2.3.6)

Maka nilai matriks massa dapat dituliskan ulang sebagai berikut:

                     2 0 1 0 1 0 0 2 0 1 0 1 1 0 2 0 1 0 0 1 0 2 0 1 1 0 1 0 2 0 0 1 0 1 0 2 2 hA

me  (3.2.3.7)

Kemudian matriks gaya didapat dengan mengasumsi adanya gaya merata pada bagian sisi segitiga misalkan sisi antara titik 2 dan titik 3 dari segitiga sehingga persamaan gaya dapat dituliskan sebagai berikut:

 

dl
(66)

Dikarenakan beban dianggap merata, maka persamaan di atas dapat dituliskan sebagai berikut:                      f y f x f y f x l xfe 0 0 2 1 3 2 (3.2.3.9)

Dimana l23 merupakan panjang sisi dari titik 2 ke titik 3 sebuah segitiga. Setelah

matriks gaya, kekakuan dan massa diperoleh maka matriks global dapat diperoleh dengan menggabungkan per elemen dari suatu objek.

3.3 Elemen Segiempat Linear

Elemen segitiga jarang digunakan dalam mesh objek metode elemen hingga. Alasan utama mengapa elemen segitiga lebih jarang digunakan dibanding dengan elemen segiempat dan elemen lainnya adalah pada matriks regangan elemen segitiga, nilainya konstan namun untuk elemen segiempat, nilainya tidaklah konstan

3.3.1 Pembentukan Persamaan Bentuk Elemen Segiempat

Diasumsikan sebuah objek dengan domain segiempat seperti pada Gambar 3.5 kemudian, objek tersebut dibagi menjadi elemen segiempat kecil (mesh), dimana tiap elemen segiempat terdapat empat noda dengan 2 DOF

(67)
[image:67.595.229.387.117.233.2]

Gambar 3.5 Domain segiempat dipotong menjadi elemen segiempat

Sama dengan persamaan elemen segitiga sebelumnya, persamaan vector perpindahan pada elemen segitiga juga berlaku untuk elemen segiempat dimana:

 

x y N

 

x y de

Uh ,  , (3.2.1)

Dengan perpindahan tiap noda berupa:

                           4 4 3 3 2 2 1 1 v u v u v u v u de node1 node2 node3 node4 (3.3.1.1) Namun pada elemen segiempat, terdapat dua jenis koordinat yg akan digunakan dalam menyelesaikan persamaan fungsi bentuk elemen, yaitu koordinat natural

,

dan koordinat lokal elemen (x,y) seperti pada Gambar 3.6 dengan

hubungan antara koordinat lokal dan koordinat natural adalah sebagai berikut:

(68)
[image:68.595.140.477.126.272.2]

Gambar 3.6 Koordinat elemen segiempat (a) Koordinat lokal elemen, (b) koordinat natural elemen

Maka persamaan matriks untuk fungsi bentuk elemen segiempat dapat dituliskan sebagai berikut:        4 3 2 1 4 3 2 1 0 0 0 0 0 0 0 0 N N N N N N N N N

Node1 Node2 Node3 Node4 (3.3.1.3)

Dengan nilai Ni( i= 1, 2, 3, 4) dapat diperoleh dengan cara yang sama untuk elemen segitiga sehingga didapat:

(69)

3.3.2 Matriks Regangan Elemen Segiempat

Dengan cara yang sama untuk Elemen segitiga, matriks regangan didapat dengan persamaan sebelumnya B=LN sehingga didapat:

                                        a b a b a b a b b b b b a a a a                 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 0 1 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 (3.3.2.1)

Terlihat bahwa matriks regangan untuk elemen segiempat memiliki nilai yang tidak konstan seperti elemen segitiga.

3.3.3 Elemen Matriks

Setelah mendapatkan nilai matriks regangan, sama seperti prosedur sebelumnya, nilai matriks kekakuan didapat dengan persamaan berikut:

 

      1 1 1 1  d cBd abhB cBdA hB ke T A T (3.3.2.2)

Untuk matriks massa,diperoleh dengan cara yang sama sehingga dihasilkan persamaan:              

i j j

ij

hab

m    1

3 1 1 3 1 1

4 (3.3.2.3)

Sebagai contoh,

  

  

9 4 1 1 3 1 1 1 1 3 1 1 4 33 hab hab

m   

(70)

Sehingga didapat matriks massa sebagai berikut:                            4 0 2 0 1 0 2 0 0 4 0 2 0 1 0 2 2 0 4 0 2 0 1 0 0 2 0 4 0 2 0 1 1 0 2 0 4 0 2 0 0 1 0 2 0 4 0 2 2 0 1 0 2 0 4 0 0 2 0 1 0 2 0 4 9 hab

me  (3.3.2.5)

Dan persamaan matriks gaya yang bekerja pada objek didapat dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

                           0 0 0 0 f y f y f x f x b

f e (3.3.2.6)

3.4 Elemen Cangkang (Shell Element)

(71)

3.4.1 Elemen pada Sistem Koordinat Lokal

Elemen Cangkang biasanya memiliki bentuk lengkung namun pada penurunan persamaan ini, kita mengasumsi elemen cangkang memiliki permukaan yang datar. Pada elemen cangkang, terdapat enam derajat kebebasan untuk setiap noda

               4 3 2 1 de de de de de (3.4.1.1)

Dengan dei (i = 1, 2, 3, 4) merupakan perpindahan tiap noda dan tiap noda memiliki derajat kebebasan seperti pada Gambar 3.7

                     zi yi xi i i i ei w v u d    (3.4.1.2)

Dimana nilai u, v, dan w adalah perpindahan secara translasi dan x, y, z

(72)
[image:72.595.221.396.119.241.2]

Gambar 3.7 Elemen segiempat dari elemen cangkang

Metode Elemen Hingga yang digunakan untuk struktur cangkang menggunakan penggabungan matriks dari elemen segiempat dengan elemen pelat sehingga setiap matriks menggunakan penjumlahan dari matriks hasil elemen segiempat dengan matriks hasil elemen pelat. Untuk mencari matriks kekakuan, digunakan penggabungan antara matriks kekakuan elemen segiempat (3.4.1.3) dengan matriks kekakuan elemen pelat (3.4.1.4) sehingga didapat matriks gabungan yang merupakan matriks kekakuan elemen cangkang (3.4.1.5)

(73)

                                       0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 44 43 42 41 44 43 42 41 34 33 32 31 34 33 32 31 24 23 22 21 24 23 22 21 14 13 12 11 14 13 12 11 m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k k ke (3.4.1.5)

(74)

                                       0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 44 43 42 41 44 43 42 41 34 33 32 31 34 33 32 31 24 23 22 21 24 23 22 21 14 13 12 11 14 13 12 11 m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m m me (3.4.1.5)

3.4.2 Elemen pada Sistem Koordinat Global

Matriks elemen lokal yang didapat pada sub bab sebelumnya dapat diubah menjadi koordinat global dengan menggunakan persamaan berikut:

keT T

KeT (3.4.2.1)

meT T

MeT (3.4.2.2)

fe T

FeT (3.4.2.3)

Dimana Matriks T adalah sebagai berikut:

(75)

  

 

  

  

z z z

y y y

x x x

n m l

n m l

n m l

T3 (3.4.2.5)

(76)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL PERHITUNGAN KEKUATAN PER TITIK PADA BATANG 1-4

Data :

Berat Jenis Beton = 2400 Kg/m3 Jarak Scaffolding = 1.80 m Tebal Plat Lantai = 0.25 m

(77)

Asumsi :

Dead Load (Beton) = 2,400 kg/m3 x 1.8 m x 0.25m = 1,080 kg/m Live Load = 350 kg/m

Total beban = 1,430 kg/m Kombinasi Beban :

DL = 1.2 1,080 = 1,296 kg/m LL = 1.6 350 = 560 kg/m

Total = 1,856 kg/m (sepanjang 1,80 m untuk 4 titik)

Material Diameter Tebal E Fy Vertikal + Palang Q235 42 1.8 2100000 2520

Besar beban titik (beban struktur) yang harus dipikul oleh tiap tiang adalah :

P = 1,856 1.80 = 3,341 kg Jumlah Titik yg memikul = 4 titik

P titik = 835 kg P awal = 835 kg

(78)

Akibat kondisi lapangan yang sulit diprediksi, maka nilai reduksi dari kekuatan scaffolding yang digunakan sebesar 0,6.

Maka besar kekuatan tiap tiang scaffolding untuk menahan beban adalah : P = 2,743 0.6 = 1,646 kg > 855 kg ….. (Aman)

Dengan kondisi demikian, maka dapat disimpulkan bahwa konstruksi perancah (scaffolding) yang ada, KUAT untuk menahan beban struktur yang ada.

4.1.2 PERHITUNGAN GAYA AKSIAL (Pa)

K = 1

L = 150 cm r = Rotate Radius

Cc = π. √ 2E/fy

KL/r < Cc --- Fa = (1-0,5R2) x fy

R = (KL/r)/Cc FS

Fs = (5/3)+ (3R/8-R3/8)

Cek Bearing Load Scaffolding --- 1.43 < 2.74 ton --- Ok

Material

r1

r2

r

L

KL/r

Cc

R

FS

Fa

Pa (ton)

Kaki + Palang Atas

A

4.2

3.84

1.95

170

87.40

128.19

0.68

1.836 1,208.24

2.74

Palang Lengkung

B

2.5

0.17

2.16

1.24

1.32

t

A

(79)

4.2Hasil Analisis Beban Maksimum Scaffolding

[image:79.612.116.526.256.635.2]

Perhitungan untuk mendapatkan beban maksimum scaffolding secara manual memerlukan waktu yang lama dan perhitungan yang panjang. Oleh karena itu, untuk memverifikasi hasil analisis dari beban maksimum yang dapat dipikul oleh scaffolding dengan menggunakan bantuan perangkat lunak SAP dan dianalisis dengan menggunakan metode statik analitis.

(80)
[image:80.612.114.547.88.387.

Gambar

Gambar jenis-jenis Perancah Pipa ( Single Tube Scaffolding ) :
Gambar 2.3 : Scaffolding Hanging
Gambar 2.5 : Spur Scaffold
Gambar.2.8 : Tower Scaffold
+7

Referensi

Dokumen terkait

mendefinisikan bahwa upah adalah penerimaan sebagai suatu imbalan dari pemberi kerja kepada penerima kerja untuk pekerja / jasa yang telah dan akan dilakukan, berfungsi sebagai

Keluhan musculoskeletal dapat terjadi kerena melakukan pekerjaan dengan postur tubuh yang tidak baik, sikap kerja yang statis, alat kerja yang tidak sesuai, beban kerja

Pada mulanya laporan keuangan bagi suatu perusahaan hanyalah sebagai alat penguji dari pekerjaan bagian pembukuan, tetapi untuk selanjutnya laporan keuangan tidak hanya sebagai

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui scheduling yang tepat dalam perencanaan dan pengawasan sebagai upaya dalam memprediksi kebutuhan waktu, biaya, dan ketepatan

Jika nilai koefisien tenaga kerja untuk pekerjaan pembesian, bekisting, dan pengecoran pada bangunan Hotel CordelaYogyakarta dan Apartement Uttara Yogyakarta tersebut digunakan

Anggaran sebagai alat pengawasan kerja berfungsi sebagai alat banding untuk menilai realisasi kegiatan perusahaan, yaitu membandingkan apa yang terutang dalam budget dan apa

Hasil yang didapatkan dari perbandingan momen dan gaya geser balok di atas adalah momen dan gaya geser balok akibat beban gempa repons spektrum nilainya cenderung

Delay time merupakan salah satu faktor yang mengurangi produktivitas alat gali muat. Nilai delay time ini akan mempengaruhi nilai efisiensi kerja dari alat