• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Scaffolding - Analisis dan Desain /Perencanaan Struktur Scaffolding sebagai Alat Penyokong Bekisting Beton

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Scaffolding - Analisis dan Desain /Perencanaan Struktur Scaffolding sebagai Alat Penyokong Bekisting Beton"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengenalan Scaffolding

Menurut Permenaker & trans No.PER-01/MEN/1980 tentang keselamatan

dan kesehatan kerja konstruksi bangunan, Perancah (scaffolding) ialah bangunan

pelataran (platform) yang dibuat untuk sementara dan digunakan sebagai penyangga

tenaga kerja, bahan-bahan serta alat-alat pada setiap pekerjaan konstruksi bangunan

termasuk pekerjaan pemeliharaan dan pembongkaran.

Persyaratan – persyaratan suatu konstruksi acuan perancah adalah :

1. Kuat menahan berat beton segar, getaran vibrator, peralatan yang digunakan,

berat sendiri, berat orang yang bekerja dan pengaruh kejutan.

2. Kaku, terutama akibat dari beban horizontal yang membuat cetakan mudah

goyang atau labil. Selain itu acuan perancah tidak boleh melebihi deformasi yang

dizinkan.

3. Kokoh, sehingga mampu menghasilkan bentuk penampang beton seperti yang

diharapkan, tanpa mengalami perubahan bentuk yang berarti, oleh karena itu

maka ukuran dan kedudukan cetakan harus teliti atau sesuai dengan gambar

perencanaan.

4. Bersih, karena dalam pengecoran kotoran mungkin akan naik dan masuk ke dalam

(2)

maka akan melekat pada permukaan beton dan sulit dibersihkan.

5. Mudah dibongkar, agar tidak merusak beton yang sudah jadi dan dapat digunakan

berkali – kali.

6. Rapat, Sambungan – sambungan pada cetakan harus rapat dan lubang – lubang yang disebabkan oleh serangga harus ditutup, sehingga cairan semen dan agregat

tidak keluar dari celah – celah sambungan.

7. Material atau bahan yang digunakan harus mudah dipaku atau sekrup dan dalam

membuat bagian cetakan harus mudah dirangkai sehingga dapat dilaksanakan

dengan tenaga kerja minimal yang pada akhirnya akan memperoleh efisiensi

waktu yang maksimal.

8. Optimal, kebutuhan bahan dan tenaga kerja harus seefektif dan seefisien mungkin

yang akhirnya menguntungkan semua pihak.

2.1.1 Tipe konstruksi acuan perancah

Sejalan dengan perkembangan pemakaian beton, konstruksi acuan perancah juga

mengalami perkembangan menjadi 3 sistem:

1. Sistem Konvensional / Tradisional, Acuan perancah sistem sederhana biasanya

digunakan satu kali pakai. Bahan yang digunakan dapat berupa bahan organis,

bahan buatan, dan / atau gabungan keduanya. Depresiasi acuan perancah jenis ini

sangat tinggi, karena banyak volume bahan terbuang pada proses pembuatan serta

(3)

2. Semi Sistem Modern, Sistem ini dirancang untuk suatu pekerjaan dan ukuran – ukuran untuk komponen tertentu dengan masa penggunaan satu kali atau lebih.

Karena kemungkinan dapat digunakan secara berulang, maka biaya investasi yang

diperlukan dan upah kerja yang tidak terlalu tinggi.

3. Sistem Modern, Perkembangan terakhir dalam pemanfaatan acuan perancah adalah

perancangan acuan perancah untuk memudahkan penggunaan dalam berbagai

bentuk komponen struktur. Sistem ini dapat memudahkan dan mempercepat

proses pemasangan dan pembongkaran. Dengan kualitas hasil yang lebih baik

dibandingkan dengan sistem lain, acuan perancah dengan sistem ini dapat

dimanfaatkan untuk beberapa kali masa penggunaan. Untuk meningkatkan

kecepatan kerja, sistem ini telah dilengkapi dengan berbagai alat bantu yang

disesuaikan dengan tujuan penggunaan.

2.1.2Bahan acuan perancah

Bahan acuan perancah yang sering digunakan :

1. Kayu

Menurut PBBI tahun 1971 bab 5 ayat 1, memberikan pedoman bahwa acuan

perancah harus terbuat dari bahan – bahan baik yang tidak mudah meresap air dan direncanakan sedemikian rupa, sehingga mudah dilepas dari beton tanpa

(4)

Kayu yang akan digunakan harus memenuhi syarat – syarat sebagai berikut : a. Sebaiknya kayu yang dipergunakan dengan kadar air 10 % s/d 20 %.

b. Partikel – partikel yang dikandung kayu reaktif dan tidak merusak beton.

c. Perubahan bentuk kayu akibat temperatur maupun kelembaban udara setempat

sekecil mungkin.

d. Kuat dan ekonomis.

e. Mudah dikerjakan dan mudah dipasang alat sambung.

2. Kayu lapis (plywood)

Untuk pekerjaan yang cukup besar, kayu lapis banyak dipergunakan sebagai bahan

papan acuan (cetakan).

Pada acuan yang menggunakan kayu lapis diusahakan meminimalisir penggunaan

paku, agar pembongkarannya dapat dengan mudah dilakukan dan dapat

meminimalisir kerusakan bahan akibat metode pembongkaran yang salah.

Keuntungan dari kayu lapis adalah bahwa kayu lapis dapat dibengkokkan dan

ditempatkan pada kerangka / cetakan untuk pengecoran, dan dapat digunakan

(5)

3. Aluminium

Karena adanya sifat – sifat tertentu yang lebih menguntungkan seperti berat dan biaya pemeliharaannya yang ringan, menyebabkan aluminium cenderung lebih

digunakan pada konstruksi acuan perancah bila dibandingkan dengan logam lain.

Tetapi karena harganya yang lebih mahal, menyebabkan penggunaannya yang sangat

dibatasi.

Campuran aluminium yang paling sesuai untuk konstruksi acuan perancah adalah :

tipe Al-Mg-Si (campuran dengan kadar silisium yang rendah).

Kadar patahnya dapat dikatakan cukup baik (250 N/mm2 – 400 N/mm2) dan ketahanan terhadap korosi hamper sama dengan aluminium murni.

4. Baja

Penggunaan baja sebagai acuan perancah pada konstruksi untuk beton dengan syarat

tertentu.

Pemilihan baja sebagai acuan perancah dikarenakan oleh :

a. Pemakaian dalam jumlah yang sangat banyak.

b. Membutuhkan toleransi kesalahan yang sangat kecil.

c. Melibatkan tegangan (stress) yang tinggi.

(6)

2.1.3 ANALISIS DAN PENCEGAHAN KERUNTUHAN

Berikut analisis kemungkinan penyebab keruntuhan dari penggunaan perancah

scaffolding :

1. Ketidakmampuan acuan dalam menerima beban. Untuk mendapatkan hasil yang

maksimal sesuai dengan yang dirancang, maka penggunaan bahan baku dengan

kualitas baik menjadi mutlak diperlukan. Selain itu juga diperlukan biaya

pemeliharaan (maintenance) yang cukup, agar seluruh alat dan bahan yang

digunakan dapat sesuai dengan kualitas yang diharapkan (sesuai perancangan).

2. Kesalahan pemilihan metode kerja Pemilihan metode kerja pada proses

pelaksanaan pembangunan, juga memegang peranan penting, termasuk dalam

efisiensi dan efektifitasan waktu kerja, bahan bangunan, tenaga kerja,

penggunaan alat kerja (ringan dan berat), yang berujung pada biaya yang harus

dikeluarkan.

Hal–hal khusus yang perlu diperhatikan ketika melakukan pengecoran dengan kondisi miring adalah :

a. Pengecoran dilakukan dari bagian bawah, hal tersebut untuk menghindari

pergeseran acuan akibat beban beton saat penuangan.

b. Untuk menghindari keruntuhan guling dari konstruksi perancah, maka

penuangan beton campuran disarankan dengan cara vertical atau tegak lurus

(7)

c. Hindari adanya pembebanan titik akibat penumpukan penuangan pada satu

titik, karena dapat menyebabkan lendutan yang berujung pada keruntuhan.

d. Kondisi campuran beton lebih kental (menggunakan admixture bila

diperlukan) dari saat pengecoran biasa, hal tersebut untuk mempercepat proses

pengerasan dan menghindari kelongsoran campuran.

e. Untuk syarat–syarat campuran beton yang lain, sama dengan aturan campuran pada umumnya.

3. Kondisi lahan yang kurang mendukung juga mempengaruhi pada proses

pelaksanaan pembangunan, terutama pada pelaksanaan konstruksi perancah.

Kondisi lahan yang tidak rata, dapat mempengaruhi ketegakan, dan kesamarataan

ketinggian dari konstruksi perancah. Meskipun pada konstruksi perancah

ketinggian dapat diatur sesuai keinginan. Selain itu penggunaan tanah urug yang

belum sepenuhnya padat, juga turut mempengaruhi hasil dari pekerjaan

konstruksi perancah. Kurangnya pemadatan pada saat pengurugan tanah, akan

dapat menyebabkan keruntuhan struktur pada saat pelaksanaan pengecoran

konstruksi. Hal itu disebabkan karena tambahan beban (beban bahan dan beban

kerja) yang cukup besar dan datang secara tiba – tiba pada saat pengecoran, dapat berdampak pada penurunan ketinggian konstruksi perancah, yang kemudian

(8)

2.1.4 Tindakan Pencegahan

Beberapa tindakan yang dapat menjadi alternatif pencegahan pada pekerjaan

konstruksi perancah scaffolding :

1. Konstruksi perancah harus direncanakan dan dihitung dengan faktor keamanan

dan satu unit perancah scaffolding dengan satu kaki < 1,5 ton (spesifikasi teknis

material pabrik ).

2. Perancah harus cukup kuat dengan pemberian meja scaffolding dan bracing /

crossing dalam menerima gaya momen, lintang maupun normal (lateral).

3. Bahan – bahan perancah harus menggunakan bahan yang baik sebelum dilakukan pemasangan perancah.

4. Perancah harus diperiksa oleh seorang tenaga ahli yang berwenang.

5. Kerangka siap pasang ( Pre-fabricated frames) yang digunakan untuk perancah

harus memenuhi jepitan sambungan sempurna pada kedua muka.

6. Perancah harus diberi penguat (diagonal / horizontal) untuk memberikan kekakuan

dan kekuatan.

7. Perancah harus didirikan di dasar tumpuan yang kuat dan rata.

8. Kejutan gaya yang besar ( beban titik ) tidak boleh dibebankan pada perancah.

9. Semua perancah tempat tenaga kerja bekerja, harus dilengkapi dengan platform

untuk bekerja dan cukup kuat.

10. Setiap bagian dari tempat bekerja yang dimungkinkan tenaga kerja terjatuh dari

(9)

11. Hal – hal yang harus perhatikan bila menggunakan perancah kayu : a. Bahan yang digunakan harus baik (mutu kayu kelas II).

b. Desain dimensi, dan jarak perancah kayu harus dihitung sesuai dengan

gaya maksimum yang diterima.

c. Paku harus mempunyai panjang, dan diameter yang cukup.

d. Paku harus ditancapkan penuh pada kayu.

e. Perancah kayu harus diberi palang penguat untuk memberikan kekakuan,

dan kekuatan.

f. Dimensi, dan jarak kayu melintang harus mampu menahan beban yang

dipikulnya.

g. Pada konstruksi yang mempunyai sudut / miring, balok melintang harus

terpasang

kestabilannya pada penerimaan beban lateral / horizontal.

h. Tiang – tiang kayu yang berdiri bebas harus dikopel secara diagonal / horizontal dengan menggunakan palang penguat.

Hal–hal teknis yang dapat menyebabkan keruntuhan perancah(1) :

1. Tidak adanya tangga penghubung antara elevasi – elevasi frame scaffolding, hal itu dapat menyebabkan kesulitan bagi pekerja yang berujung pada kurang

stabilnya kondisi perancah.

2. Tata letak perancah harus diperhatikan, agar tidak mengganggu pergerakan dan

(10)

3. Penggunaan pengamanan bagi pekerja menjadi penting untuk struktur perancah

yang tinggi.

4. Masa perawatan perancah pasca pemakaian, mutlak diperlukan agar kondisi

perancah tetap terjaga baik sesuai dengan asumsi perancangan.

5. Adanya beban tambahan (beban kejut) diluar perancangan yang dapat

menyebabkan struktur kelebihan beban kerja.

6. Khusus mobile scaffolding, rasio ketinggian dengan lebar alas adalah 3 : 1.

(1) Construction Bullettin, Occupational Safety and Health Service, Department of Labour, Wellington, New Zealand, No 11

- December 1999.

2.2 Jenis-Jenis Scaffolding

Menurut Gunanusa Utama Fabricators 2010 Ada banyak jenis scaffolding yang saat

ini banyak digunakan pada pekerjaan konstruksi bangunan, antara lain :

a) Modular scaffold

Adalah scaffolding yang seluruh perlengkapannya dibuat melalui pabrukasi

termasuk rangka yang menyilang

b) Frame scaffold

Rangka scaffolding yang dibuat secara pabrikasi termasuk rangka menyilang

dan perlengkapannya

c) Independent scaffold

(11)

dihubungkan satu dengan yang lain secara melintang dan membujur

d) Hanging scaffold

Scaffolding Independent yang digantungkan pada salah satu struktur tetap dan

tidak dapat diangkat dan diturunkan

e) Mobile scaffold

Scaffolding yang berdiri sendiri dan dapat berpindah dan dilengkapi roda pada

bagian bawah tiang

f) Single pole scaffold

Scaffolding terdiridari tiang satu deret yang disambung dengan ledger, putlog

diikat pada ledger dan diperkuat pada salah satu dinding struktur tetap atau

bangunan

g) Tube scaffold

Scaffolding yang mempergunakan pipa sebagai tiang, rangka menyilang,

pengikat dan lain-lain, yang disambung dengan klamp

h) Scaffolding Overhead

Scaffolding yang dipasang disuatu ketinggian tertentu pada bagian luar suatu

bangunan yang sifatnya dibangun keatas atau kebawah yang berdii sendiri

(12)

Gambar jenis-jenis Perancah Pipa ( Single Tube Scaffolding ) :

Gambar 2.1 : Scaffolding Independent

(Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)

Gambar 2.2 : Scaffolding Modular

(13)

Gambar 2.3 : Scaffolding Hanging

(Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)

Gambar 2.4 : Scaffolding Mobile

(14)

Gambar 2.5 : Spur Scaffold

(Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)

Gambar 2.6 : Cantilever Scaffold

(15)

Gambar.2.7 : Drop Scaffold

(Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)

Gambar.2.8 : Tower Scaffold

(16)

Gambar.2.9 : Bird Cage Scaffolding

(Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)

Gambar.2.10 : Gambar Perancah Frame (Frame Scaffolding)

(17)

Gambar.2.11 : Gambar Perancah Kayu Bulat (Round Pole Scaffolding)

(Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)

Gambar.2.12 : Gambar Perancah Bamboo

(18)

Gambar.2.13 : Gambar perlengkapan perancah pipa (coupler scaffold)

(Sumber : HSE Departemen PT. Gunanusa Utama Fabricators, tahun 2011)

Gambar.2.14 : Gambar macam-macam clamp scaffolding

(19)

2.2.1 Komponen-komponen dari scaffolding

Menurut Alkon 1997 dalam struktur pendirian scaffold ada banyak macam bagian

bagian yang tidak dapat dipisahkan dari scaffold, komponen-komponen tersebut

antara lain :

1) Tiang vertical ( standart )

Adalah merupakan tiang utama dari konstruksi scaffolding, tiang vertical

harus berdiri dengan dilandasi / diatas Base plates atau Jack Base pada

dasar yang tidak rata, pipa harus lurus dengan ukuran medium (22mm X 1

ó X 6m)

2) Ledger ( Gelagar memanjang )

Ledger berfungsi sebagai pengikat antara tiang vertical dan untuk

membentuk lift pada perancah dan sebagai tumpuan transom, antara

standart dan ledger harus diikat dengan clamp mati ( right angle coupler ).

Jarak standart dengan ledger 1.60 m.

3) Transom ( Gelagar melintang )

Transom terpasang diatas ledger gunanya untuk penumpu platform /

pelataran kerja. Jarak standart dari transom adalah 3.4 feet ( 1 m ) pada

ketebalan papan 38 mm, tidak diperbolehkan memasang transom di bawah

ledger, dan harus menggunakan clamp mati ( right angle coupler ).

4) Bracing ( pipa silang )

(20)

yang berfungsi sebagai penguat / membuat kekakuan pada konstruksi

perancah. Harus diikat dengan clamp hidup ( Swivel Coupler ).

5) Guardrail / Handrail ( palang pengaman )

Handrail dipasang diatas midrail dan harus diikat dengan clamp mati (

Right angle coupler ), berfungsi sebagai palang pengaman agar orang tidak

jatuh saat berada di atas pelataran.

6) Midrail ( Palang Tengah )

Midrail terpasang pada guardrail post dibawah dari Handrail dan di atas toe

board, fungsinya adalah untuk menjaga agar orang tidak jatuh pada saat

berada di bawah handrail.

7) Toe Board ( papan kaki )

Toe Board ditempatkan diatas platform atau pelataran kerja dibawah

midrail, minimum ketinggian toe board adalah 15 cm dari lantai kerja.

Fungsinya adalah untuk menjaga agar peralatan atau material yang berada

diatas platform tidak jatuh apabila tidak sengaja tertendang.

8) Timber Sole / Sole plate ( papan Alas )

Timber sole ditempatkan dibawah dari tiang vertical, di bawah base plates

atau jack base. Fungsinya adalah untuk menahan agar tiang vertical tidak

ambles pada permukaan yang lembek, dan juga berfungsi untuk

menyalurkan beban pada tiang vertical, tersebar merata kelandasan yang

(21)

9) Base Plates ( plat dasar )

Base Plates dipasang diatas timber sole dan dibawah sebagai alas

tiangvertical. Fungsinya adalah untuk menjaga kerusakan pada ujung tiang

vertical dan menjaga agar tiang vertical tidak bergeser dan di pakukan ke

timber sole.

10) Jack Base

Jack Base digunakan untuk landasan tiang vertical apabila dasar dari

perancah / scaffolding tidak rata, karena jack base bisa diajas untuk

menaikkan dan menurunkan tiang vertical.

11) Swivel Coupler ( clamp hidup )

Swivel Coupker hanya digunakan untuk mengikat pipa silang atau

menyambung pipa, tidak diperbolehkan untuk mengikat pipa horizontal

dengan pipa vertical.

12) Right Angle Coupler ( clamp mati )

Right Angle Coupler hanya digunakan untuk mengikat pipa horizontal

dengan pipa vertical, tidak diperbolehkan untuk mengikat pipa silang.

13) Joint Pin ( penyambung )

(22)

Gambar 2.15

2.3 Beban Rancang Bangun / Desain

AS 1576-1 mengenalkan 3 ( tiga ) elemen beban dengan melibatkan perhitungan

beban desain, yaitu :

a. Beban Mati ( Dead Loads )

Beban ini adalah berat scaffolding dan perlengkapannya, seperti :

Landasan / dek, pengaman tepi landasan, tali gantungan, pegangan tangan,

tangga, jala pengaman, tali berjalan, komponen pengikat / kunci, hoist,

kabel-kabel listrik dan lain - lain yang terkait.

b. Beban Tambahan ( Environmental Loads )

Beban yang timbul akibat pengaruh dari luar terhadap scaffolding, yaitu :

(23)

c. Beban Hidup ( Live Loads )

Beban hidup yang dimaksudkan dalam penggunaan scaffolding adalah :

1) Berat pelaksana / pekerja yang tidak boleh lebih dari 80 kg setiap orang

2) Berat barang / material dan komponen yang diperlukan

3) Berat perkakas dan peralatan yang digunakan oleh pekerja

4) Berat beban tumbukan / benturan

Adapun kategori berat beban hidup yang dapat ditanggung oleh scaffolding sesuai

dengan schedule 6 AS 1575-1 ( Australia Standart ) adalah sebagai berikut :

a) scaffolding penggunaan ringan ( Light duty ) dengan beban maksimum 225

kg/bay

b) scaffolding penggunaan sedang ( medium duty ) dengan beban maksimum 450

kg/bay

c) scaffolding penggunaan berat ( heavy duty ) dengan beban maksimum 675

kg/bay

(24)

Menurut Alkon 1997 hal-hal terpenting yang harus dilakukan dalam penggunaan

scaffolding / perancah, adalah :

1) Distribusi gaya muatan untuk perancah harus merata, untuk mencegah

bahaya dan menjaga keseimbangan

2) Dalam penggunaan perancah, harus dijaga bahwa beban / gaya muatan

tidak boleh melebihi kapasitas yang ditentukan ( over loaded )

3) Perancah tidak boleh dipakai untuk menyimpan bahan-bahan ( material )

kecuali bahan-bahan yang akan segera dipakai / dipasang

4) Karyawan tidak boleh bekerja di dekat bangunan perancah sewaktu angin

kencang

5) Kejutan gaya yang besar tidak boleh dibebankan kepada perancah /

scaffolding

2.4 Prosedur keselamatan kerja scaffolding

Menurut Gunanusa Utama Fabricators 2010, Agar proses pendirian dan pemakaian

scaffolding aman dan tidak mengalami kecelakaan pada pekerja yang bekerja pada /

diatas scaffolding, maka prosedur keselamatan kerja scaffolding harus diterapkan

yaitu :

a. memakai pakaian kerja yang rapi, tidak sempit atau terlampau longgar

b. memakai topi pengaman ( safety helmet )

(25)

d. memakai sarung tangan kulit ( hand gloves )

e. memakai sarung kunci scaffolding ( scaffold key house )

f. memakai full body harness

2.5 Perundang-undangan

Banyak kecelakaan yang terjadi dalam pekerjaan konstruksi adalah karena

penggunaan scaffolding yang tidak tepat. Dan didalam peraturan pemerintah telah

disahkan undang-undang yang mengatur tentang scaffolding. diantaranya adalah :

1) Permenaker dan trans No.PER-01/MEN/1980 tentang keselamatan dan

kesehatan kerja :

a) Pasal 1 (e)

“ Perancah (scaffolding) adalah bangunan pelataran (platform) yang

dibuat untuk sementara dan digunakan sebagai penyangga tenaga kerja,

bahan-bahan, serta alat-alat pada setiap pekerjaan konstruksi bangunan

termasuk pekerjaan pemeliharaan dan pembongkaran”.

b) Bab II, Pasal 12

“Perancah yang aman harus disediakan untuk semua pekerjaan yang

tidak dapat dilakukan dengan aman oleh seorang yang berdiri diatas

konstruksi yang kuat dan permanen kecuali apabila pekerjaan tersebut

(26)

c) Bab II, Pasal 13

(1) ayat 1) “Perancah harus diberi lantai papan yang kuat dan rapat

sehingga dapat menahan dengan aman tenaga kerja, alat-alat dan

bahan-bahan yang dipergunakan”

(2) ayat 2) “Lantai perancah harus diberi pagar pengaman apabila tinggi lantai lebih dari 2 meter”

2) Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

3) Occupational Health Safety & Welfare ACT 1984 (the ACT)

4) Occupational Health Safety & Welfare Regulator ( Standart Australia )

Menurut Slamet Eko W 2010 tentang jenis perlindungan terjatuh (fall protection)

yang paling penting yaitu:

a) Sistem Pelindung Utama (Primary Fall Arrest System) adalah

pelindung sisi platform, lantai dan lorong jalan (walkways).

Pelindung jatuh jenis ini terdiri dari:

(1) Guard rails (pegangan tangan): rail atas (tinggi: 42 inchi atau sekitar

107 cm), rail tengah (tinggi 21 inchi atau sekitar 53 cm), dan toe board

(27)

(2) Floor opening atau hole covers (penutup lobang lantai): harus

betul-betul menutup bagian yang terbuka untuk mencegah accidental

displacement.

b) Sistem Pelindung Jatuh Secondary (Secondary Fall Arest System)

(1) Full Body Harness harus dilengkapi dengan D-ring mounted pada

bagian belakang dari harness.

(2) Penggunaan safety belts atau sabuk safety (bukan full body harness)

dilarang.

(3) Inspeksi dilaksanakan mengikuti cheklist yang disediakan oleh

supleyer.

(4) Pemeriksaan sebaiknya dilaksanakan oleh P2K3 atau safety atau

personil yang ditugaskan.

(5) Dokumentasi hasil pemeriksaan harus tersimpan dala file.

c) Lanyard

(1) Harus dilengkapi dengan locking snaphooks.

(2) Harus dipasangkan pada D-ring mounted di bagian belakang harness.

(28)

(4) Ujung yang lain pada lanyard harus di kaitkan pada tempat kaitan

atau gantungan atau “titik jangkar” (anchor point) pada batas atau di atas pinggang si pekerja.

(5) Snap hook dari ujung lanyard yang dikaitkan pada anchor point harus

dari jenis double-locking (double action); dalam hal ini jenis

carabiner atau karabiner dapat digunakan untuk sambungan dengan

D-ring belakang.

(6) Panjang ideal lanyard adalah 4 feet (1.24m) dan tidak melebihi 6 feet

(1.8m)

(7) Sebelum digunakan lanyards harus dicek untuk mengetahui adanya

yang rapuh, robek atau tanda-tanda kerusakan lainnya.

(8) Lanyard yang sudah terkena impact atau akibat dari jatuh sebaiknya

tidak digunakan lagi.

(9) Lanyard harus disimpan di tempat yang terjaga baik suhu serta

(29)

d) Anchor Point

(1) Harus mampu menahan berat minimal 2270 kg (500 lbs).

(2) Palang pipa pada struktur dapat digunakan sebagai anchor point,

tetapi yang berikut ini tidak diijinkan untuk digunakan sebagai

anchor point:

(a) Conduits (pipa penyalur, kabel listrik)

(b) Spouts (pipa air atau penyalur air)

(c) Pipa-pipa sprinkler (sprinkler lines) seperti pipa plastic

(plastic pipe)

(3) Sesuatu yang memiliki sisi atau pinggiran yang tajam tidak dapat

digunakan sebagai anchor point karena dapat mengakibatkan lanyard

terkoyak.

2.5.1 Perundang-Undangan Inspeksi scaffolding

Untuk ketentuan dalam pemerikasaan scafolding agar ditaati maka harus ada

Undang-undangnya, yaitu :

1) Occupational Health Safety & Welfare Regulation

“Scaffolding dan perlengkapannya harus diperiksa secara regular oleh

(30)

2) Occupational Health Safety & Welfare ACT 1984

“Inspektor memiliki wewenang terhadap pemeriksaan tempat kerja

sewaktu-waktu dan mewajibkan scaffolder untuk menjawab

pertanyaan yang di lontarkan sehubungan dengan kondisi tempat

kerja”.

2.6 Cara Pemasangan, Perawatan dan Pembongkaran Scaffolding

Proses pemasangan, perawatan dan pembongkaran di Guna nusa Fabricators

diperhatikan cara-cara atau prosedur yang harus dijalankan seorang scaffolder.

a. Pemasangan scaffolding

1) Sebelum memulai erection ( pendirian ) scaffolding, yang perlu pertama kali

diperhatikan adalah kondisi dasar ( ground ) pastikan tidak akan longsor /

tenggelam apabila kondisi dasar adalah tanah, kalau dasar konkret beton

periksa ketebalannya.

2) Periksa semua kondisi material (pipa, clamp, papan, coupler dll) sebelum

dibawa ke lapangan. Material kontrol juga ikut bertanggung jawab di dalam

pemeriksaan kondisi material.

3) Sebelum mulai mendirikan scaffolding, pastikan kondisi sekitarnya aman,

(31)

tidak ada pekerjaa-pekerjaan pengangkatan di sekitarnya (lifting) di sekitar

lokasi pemasangan perancah.

4) Petugas keselamatan kerja / safety bekerja sama dengan supervisor

sebelumnya memberikan pengarahan-pengarahan tentang peraturan-peraturan

dan cara-cara kerja yang aman (tool box meeting), juga memeriksa semua

peralatan kerja dan peralatan keselamatan kerja setiap scaffolder.

5) Lokasi sekitar pendirian perancah harus di barricade dan tempatkan papan

pemberitahuan (notice board).

6) Semua kunci-kunci perancah harus di beri tali pengaman.

7) Tidak dibenarkan melempar ke atas semua material perancah, di dalam

pemasangannya harus menggunakan tambang untuk menurunkan dan

menaikkan material.

Untuk scaffolding yang di gantung atau di atas bangunan konstruksi, misal hanging

scaffold yang harus dilakukan adalah membuat penahan atau pengikat dulu dengan

struktur konstruksi. Komponen dari scaffolding yang bisa digunakan sebagai

pengikat bisa dari hand drail, transom, ledger tergantung dari posisi scaffolding

(32)

Ketentuan penggunaan tangga portable pada scaffolding :

1) Tangga yang terbuat dari metal dengan batas ketinggian 9 meter dan 15

meter, tangga tunggal atau yang dapat disetel kepanjangan nya

2) Tidak dianjurkan penguat tangga di pasang pada lantai kerja

3) Prinsip utama dalam penggunaan tangga diatur pula sebagai berikut :

a) Tangga lipat dibuat hanya untuk tempat yang betul-betul terbuka dan

posisi tangga di kunci

b) Tangga harus diperiksa sebelum dipakai. Perhatikan kondisi tiang

samping, karet anti slip, anak tangga, tali pengikat, dll

c) Semua tangga harus bersandar di bagian atas untuk untuk menambah ke

setabilan.seorang harus memegang tangga pada waktu teman lain

mengikat bagian atasnya sampai selesai. Jadi untuk mendirikan tangga

harus dua orang

d) Ujung tangga paling tidak harus tiga anak tangga dari titik penyangga

diatas platform

e) Menghadaplah kearah tangga sewaktu naik atau turun, jangan

(33)

f) Dilarang keras untuk untuk memperggunakan tangga yang terbuat dari

logam dilingkungan suatu instalasi listrik. Gunakan tangga dari kayu

g) Setiap tangga harus memiliki spesifikasi, jangan menggunakan tangga

sembarangan untuk menjamin keselamatan pemakai

h) Tangga hanya dipasang pada jalur masuk ke lantai scaffolding

i) Hanya satu orang pekerja yang dianjurkan berada pada tangga dalam

waktu menaiki atau menuruni

j) Tangga yang sudah rusak tidak boleh di gunakan lagi, dan keluarkan

tangga yang rusak dari tempat kerja / lapangan

b. Perawatan dari Perancah

Perawatan scaffolding di Gunanusa Fabricators mutlak diperlukan guna menjaga

kondisi scaffolding agar tidak mengalami kerusakan dan senantiasa dapat dipakai

dalam kondisi aman. Perawatan scaffolding sebelum digunakan :

1) Perancah harus sebelumnya diperiksa oleh petugas yang berwenang / ahli untuk

memastikan scaffolding sudah layak pakai atau belum.

2) Perancah harus diperiksa ulang seminggu (7 hari) sekali atau sesudah angin

kencang / cuaca buruk. Agar dapat diketahui lebih dini jika mengalami

(34)

3) Perancah harus diperiksa si pemakai setiap harinya untuk memastikan kondisi

lantai kerja tetap terikat dan tidak lepas atau hilang.

4) Scaffolding yang sudah layak pakai harus di lengkapi dengan scaffold tag yang

berwarna hijau ( green tag ) yang berarti aman untuk digunakan.

5) Perancah yang belum siap pakai atau ada salah satu dari bagian scaffolding

tersebut yang hilang atau terlepas harus dilengkap dengan tanda merah ( red tag)

yang berarti tidak aman untuk digunakan.

6) Scaffolding harus dilengkapi dengan papan pemberitahuan keselamatan ( notice

board ).

7) Semua material scaffolding harus diberi tanda ( dicat ) untuk mempermudah

pengawasan dan pencarian kalau hilang.

c. Pembongkaran Scaffolding

Dalam melakukan pembongkaran kita tidak boleh asal melepas bagian-bagian

scaffolding yang terpasang, karna bila dilakukan pembongkaran tanpa / tidak sesuai

dengan ketentuan maka akan bisa terjadi kecelakaan. Yang perlu dilakukan :

1. Sebelum memulai pembongkaran scaffolding, lokasi sekitar pembongkaran

(35)

2. Pembongkaran perancah harus dilakukan oleh orang yang memasangnya, dan

harus dimulai dari atas.

3. Jangan sekali-kali membongkar perancah dimulai dari bawah atau tengah, dari

konstruksi scaffolding.

4. Perancah tidak boleh dibongkar salah satu dari konstruksinya, kecuali bila masih

tetap menjamin keselamatan pemakainya, atau atas ijin dari pengawas yang

berwenang.

5. Didalam menurunkan material perancah pada pembongkarannya harus

menggunakan tambang satu persatu diturunkan.

6. Tidak dibenarkan melemparkan kebawah semua material perancah pada

pembongkarannya.

7. Semua material yang telah dibongkar harus disusun rapi tidak boleh dibiarkan

berserakan.

2.7 Pengujian Papan Scaffold

Pengujian papan mutlak dilakukan, khususnya apabila melakukan penggantian papan

yang akan digunakan. Cara pengujian ada 2 macam cara, yaitu :

(36)

Pengujian ini dilaksanakan terhadap sebuah papan dengan jalan meletakkan ujung

papan pada dua buah tumpuan yang berjarak 1,8 meter, beban diletakkan pada

bagian tengah papan dengan beban tumpuan 300 kg

Disamping kerusakan yang mungkin terjadi, perlu pula diukur kelengkungan papan

dengan ketentuan :

a. Tebal papan 30 mm,kelengkungan max 63 mm

b. Tebal papan 32 mm, kelengkungan max 60 mm

c. Tebal papan 38 mm, kelengkungan max 44 mm

2. Pengujian Dinamis

Pada pengujian ini papan diletakkan pada dua buah tumpuan dengan jarak 3,4 meter

pada ketinggian papan 150 mm dari permukaan lantai. Beban dinamis yang

diberikan adalah loncatan satu atau dua orang pada papan dengan jarak 2,7 atau 2

meter dari masing-masing penumpu. Sehingga terjadi kelengkungan dan kemudian

diukur dengan ketentuan maximal adalah :

a. 95 mm untuk beban dua orang

Gambar

Gambar jenis-jenis Perancah Pipa ( Single Tube Scaffolding ) :
Gambar 2.3 : Scaffolding Hanging
Gambar 2.5 : Spur Scaffold
Gambar 2.15
+2

Referensi

Dokumen terkait

Mempunyai sifat ulet,elastis, tidak bereaksi dengan sebagian besar bahan kimia dan mempunyai dimensi yang lebih stabil. Dilihat dari struktur kimianya epoxy

Syukur Alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah, rahmat, dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis

Berdasarkan alur pemaparan di atas, diidentifikasi terdapat korelasi antara variabel dukungan sosial, persepsi risiko dan interaksi sosial terhadap kepercayaan dan

Bentuk kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini membantu masyarakat yang terkena dampak langsung terhadap bidang pendidikan atas pemberlakuan PSBB salah satunya adalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka permasalahan yang muncul dan perlu mendapat jawaban dalam penelitian ini adalah terdapat ketidakselarasan hukum dalam

Masli (2009) dalam jurnal penelitiannya yang berjudul “Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi dan Kesenjangan Regional antarkabupaten/kota di Provinsi

A.. Keterbatasan pengetahuan pelaksana proyek.. Alat, yang rusak Caus) sebelum waktunya... Peralatan yang tidak siap pada waktu

Melihat kedua buku tersebut di atas, penulis merasa mempunyai kewajiban untuk melanjutkan kembali penelitian tentang permintaan dan penawaran Islam, serta memposisikan diri