• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEWENANGAN OTONOMI DESA DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA (Studi Pada Desa Pasar Baru Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KEWENANGAN OTONOMI DESA DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA (Studi Pada Desa Pasar Baru Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran)"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

THE AUTHORITY OF THE VILLAGE IN PLANNING DEVEPLOMENT OF THE VILLAGE

(The Study On Pasar Baru Village Kedondong District Pesawaran Regency) By:

Farah Zatalini

Law No. 6 of 2014 on Village brings a new paradigm in rural development planning. Currently authority rural development remains an issue, whereas rural development is under the authority of the Ministry of Rural accordance birth Act Village. The problem in this research is the authority of village autonomy in planning the field of rural development and what are the factors inhibiting the implementation of village autonomy authority in the field of construction of the village.

Approach to problem which used is the juridical approach normative and juridical empirical. Data which used is primary data and secondary. The data which already processed then presented in the form of blurb, ago dintreprestasikan or interpreted for done the discussion of and analyzed qualitatively, then for selanjutkan be drawn a conclusion.

Based on research results and of solution known that the authority of village autonomy in planning the field of village development has been done through the process of program planning of development who is participatory, transparent, accountable and detailed because of through a series of stages which covering: social preparation and design the study of, identification general condition the village, analysis asset, reflection,-depth study and plenary, Musrenbangdes, and post-Musrenbangdes. Government Market Village Baru not yet can organizes process development planning in accordance with Undang-Undang No 6 the year 2014 and article 63 of Regulation of Government Number 72 years 2005 which states that the obliging to the Government the village for draw up plan Term Development Medium-village (RPJMDes). Inhibiting factors the application of authority of village autonomy in the field of construction of Desa among others from factors fasililitas and human resources very hinder the performance of reign of village, factor of society and factors Undang-Undang enacted still weak. Village government given authority to conduct own what they need, but with ability which very marginal.

(2)

manner simpel and easily understood good by the device the village government and kecamatan nor the society with does not reduce the principle of-the principle of participative.

(3)

ABSTRAK

KEWENANGAN OTONOMI DESA DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

(Studi Pada Desa Pasar Baru Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran) Oleh:

Farah Zatalini

Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa membawa paradigma baru dalam perencanaan pembangunan desa. Saat ini kewenangan pembangunan desa masih menjadi persoalan, padahal pembangunan desa berada dibawah kewenangan Kementrian Desa sesuai lahirnya Undang-Undang Desa. Permasalahan dalam penelitian ini adalah kewenangan otonomi desa dalam perencanaan bidang pembangunan desa dan apa sajakah faktor penghambat penerapan kewenangan otonomi desa di bidang pembangunan Desa.

Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data yang sudah diolah kemudian disajikan dalam bentuk uraian, lalu dintreprestasikan atau ditafsirkan untuk dilakukan pembahasan dan dianalisis secara kualitatif, kemudian untuk selanjutkan ditarik suatu kesimpulan.

(4)

Kepada Pemerintah Desa Pasar Baru perlu penyempurnaan tahapan pelaksanaan perencanaan partisipatif agar dapat dilaksanakan secara simpel dan mudah dipahami baik oleh perangkat pemerintah desa dan kecamatan maupun masyarakat dengan tidak mengurangi prinsip-prinsip partisipatif.

(5)

KEWENANGAN OTONOMI DESA DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA

(Studi Pada Desa Pasar Baru Kecamatan Kedondong Kabupaten Pesawaran)

Oleh

FARAH ZATALINI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Administrasi Negara

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

(6)
(7)
(8)
(9)

MOTO

“Barang Siapa Menempuh Perjalanan Untuk Mencari Ilmu, Maka Allah Akan Memudahkan kepadanya Jalan Ke Surga”

( H.R. MUSLIM )

“Yakinlah Kepada Sang Pencipta , Bahwasanya Semua Segala Urusan Di

Dunia Akan Di permudah Tidak Akan Ada Beban

Jika Kita Sanggup Menjalaninya”

(10)

PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmanirrohim

Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan yang telah memberikan kesempatan sehingga

dapat ku selesaikan sebuah karya ilmiah ini dan kepada junjungan kita Nabi

Muhammad SAW yang selalu kita harapkan Syafaatnya di hari akhir kelak. Aku

persembahkan karya ini kepada:

Kedua orang tuaku:

Ayahanda H.

Pindra Tarmizi, S.Sos,. M.M. dan Ibunda Dra., Hj. Zoleha Saleh

yang selalu mencintai, menyayangi mengasihi serta mendoakanku dengan tulus

sebagai penyemangat dalam hidupku

Serta untuk adikku Muh.Al-Fani dan Sabrina Atika yang senantiasa memberikan

dukungan kepada ku sehingga skripsi ini dapat terselesaikan

Untuk sahabat dan teman-teman seperjuangan yang selalu memberikan

dukungan dan motivasi serta menemaniku dalam suka maupun duka dalam

mencapai keberhasilanku.

Almamaterku tercinta

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 5 Januari

1994. Penulis merupakan anak pertama dari tiga bersaudara

buah hati dari pasangan Bapak H. Pindra Tarmizi, S.Sos., M.M.

dan Ibu Dra., Hj. Zoleha Saleh

Penulis menempuh jenjang pendidikan pertama kali pada taman kanak-kanak

(TK) Ar-Rusdah pada tahun 1998. Sekolah Dasar (SD) Kartika II-5 Bandar

Lampung diselesaikan pada tahun 2005. Sekolah Menengah Pertama (SMP)

Kartika II-2 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2008 dan Sekolah

Menengah Atas (SMA) Negeri 5 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2011.

Pada tahun 2011 penulis terdaftar sebagai mahasiswi Fakultas Hukum Universitas

Lampung melalui jalur SNMPTN. Pada tahun 2014 penulis melaksanakan mata

Kuliah Kerja Nyata (KKN) Periode II di Kota Karang raya, Kecamatan Teluk

Betung Barat, Kelurahan Kota Karang Bandar Lampung. Kemudian pada tahun

2015 penulis menyelesaikan skripsi sebagai salah satu syarat untuk mencapai

(12)

SANWACANA

Puji syukur ku persembahkan atas kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan

Maha Penyayang yeng telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul: “Kewenangan Otonomi Desa

Dalam Perencanaan Pembangunan Desa (Studi Pada Desa Pasar Baru Kecamatan

Kedondong Kabupaten Pesawaran)”. Skripsi ini sebagai syarat untuk mencapai

gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan

bimbingan berbagai pihak, dan segala sesuatu dalam skripsi ini masih terdapat

banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna mengingat keterbatasan penulis.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Sugeng P. Harianto Selaku Rektor Universitas Lampung;

2. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S. selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung;

3. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H. selaku Ketua Bagian Hukum Administrasi

Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung;

4. Bapak Satria Prayoga, S.H.,M.H. Selaku Sekertaris Bagian Hukum

(13)

5. Ibu Nurmayani, S.H., M.H. selaku Pembimbing I yang senantiasa meluangkan

waktu untuk memberikan bimbingan kepada penulis serta memberikan saran

dan kritik dalam penulisan skripsi ini;

6. Ibu Upik Hamidah, S.H., M.H. selaku Pembimbing II yang telah memberikan

saran, arahan, dan bimbingan serta nasehat kepada penulis dengan penuh

kesabaran dalam menyelesaikan skripsi ini;

7. Bapak Elman Eddy Patra, S.H., M.H., selaku Pembahas I yang telah banyak

memberikan saran dan masukan yang sangat berharga kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini;

8. Ibu Ati Yuniati, S.H., M.H. selaku Pembahas II yang telah memberikan saran,

kritik dan arahan kepada penulis dalam perbaikan dan penyempurnaan skripsi

ini;

9. Bapak Eko Raharjo, S.H., M.H. selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberi bimbingan akademik, bantuan dan saran kepada penulis selama ini;

10.Seluruh Bapak/Ibu Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung, khususnya

di Bagian Hukum Administrasi Negara yang telah banyak memberikan bekal

ilmu pengetahuan (hukum administrasi negara) kepada penulis selama

menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

11.Seluruh Bapak/Ibu Karyawan di Fakultas Hukum Universitas Lampung;

12.Seluruh narasumber yang telah meluangkan waktu untuk memberikan

informasi berkaitan dengan penulisan skripsi ini.

13.Ayahanda H. Pindra Tarmizi S.Sos., M.M. dan Ibunda Hj.Dra Zoleha Saleh

tercinta. Terima kasih banyak atas do’a dan kasih sayang ayah dan ibu dalam

(14)

segala yang telah ayah dan ibu korbankan untuk kehidupanku dengan

kebahagiaan di dunia dan akhirat Amiin.

14.Adik-adikku Muh. Al-Fani dan Sabrina Atika yang telah memberikan

semangat serta do’a untuk kelancaran dalam penulisan skripsi ini dan seluruh

keluarga besarku yang telah menantikan kelulusanku.

15.Sahabat-sahabatku tercinta: Destry Fianica, Noni Ana Duanti, Erza

Cechelya,Gevi Ratianda Bralinza, Friska Annisa, Gesa Iasa, Mia Respani.

Serta seluruh teman-teman FH Unila 2011 yang lainnya terima kasih banyak

atas kebersamaan kita selama ini dan terima kasih atas semangat, motivasi

kalian, tanpa kalian semua tidak akan berkesan. Semoga kita semua dapat

menggapai kesuksesan di Dunia dan Akhirat Amin Ya Rabbal Alamin.

16.Keluarga dan teman-teman baruku semasa KKN: Kota Karang Raya, Shinta,

Tika, Ratih,Irma, Restu,Wawan Naw,Yipi, Satya Un, Angga,Farisi. Terima

kasih telah memberikan pengalaman yang baru, kebersamaan dan kenangan

yang amat berarti bersama kalian.

17.Semua pihak yang telah membantu penulisan skripsi ini, teman-teman di

Bagian Hukum Administrasi dan seluruh teman-teman Angkatan 2011

Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak bisa disebutkan satu persatu

atas perhatian dan bantuan yang telah diberikan selama masa pendidikan.

Semoga skripsi ini dapat berguna dan memberikan manfaat bagi kita semua dan

pihak-pihak lain yang membutuhkan terutama bagi penulis. Saran dan kritik yang

bersifat membangun akan selalu diharapkan. Akhir kata penulis ucapkan terima

(15)

semua serta semoga tali silaurahmi diantara kita tetap erat dan kita dipertemukan

kembali dalam keridhoan-Nya. Aamiin Allahumma Ya Rabbal’alamin.

Bandar Lampung, Juni 2015

Penulis,

(16)

DAFTAR ISI

1.4 Kegunaan Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Otonomi Desa ... 10

2.1.1 Desa ... 10

2.1.2 Konsep Otonomi Desa ... 14

2.2 Kewenanan Otonomi Desa ... 16

2.2.1 Adminidtrasi Desa... 16

2.2.2 Pembangunan Desa ... 19

2.2.3 Kemasyarakatan Desa ... 23

2.2.4 Perencanaan Pembangunan Desa ... 25

2.3 Teori Kewenangan... 28

2.3.1 Pelimpahan Kewenangan dengan Atribusi ... 29

2.3.2 Pelimpahan Kewenangan dengan Delegasi ... 30

2.3.3 Pelimpahan Kewenangan dengan Mandat ... 32

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Masalah ... 34

3.2 Sumber dan Jenis Data ... 34

(17)

3.3.1 Pengumpulan Data... 36 3.3.2 Pengolahan Data... 36 3.4 Analisis Data ... 37

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Kewenangan Otonomi Desa Dalam Perencanaan Bidang Pembangunan Desa ... 38 4.1.1 Kewenangan Pemerintah Desa ... 38 4.1.2 Kewenangan Otonomi Desa dalam Perencanaan

Bidang Pembangunan Desa ... 43 4.1.3 Temuan di Lapangan ... 65 4.2 Faktor Penghambat Penerapan Kewenangan Otonomi Desa

Di Bidang Pembangunan Desa ... 72

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan ... 79 5.2 Saran ... 80

(18)

DAFTAR TABEL

1. Matriks Proses Perencanaan Pembangunan di Desa Pasar Baru ... 64

2. Bangunan Fisik yang Ada di Desa Pasar Baru... 65

3. Keadaan Sarana Perhubungan (jalan) di Desa Pasar Baru ... 66

4. APBD Desa Pasar Baru Tahun Anggaran 2014 ... 67

(19)

i

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Hasil Wawancara Guru BK... 119

2. Kisi – Kisi Pedoman Observasi Penelitian... 120

3. Uji Validitas... 122

4. Uji Reabilitas………….... 125

5. Lembar Observasi Percaya Diri Siswa... 131

6. Data Penjaringan Subjek………...……... 133

7. Tabulasi preetest kelompok eksperimen... 136

8. Tabulasi postest kelompok eksperimen... 138

9. Tabulasi preetest kelompok kontrol... 140

10.Tabulasi baseline kelompok kontrol... 142

11.Uji wilcoxon pada kelompok eksperimen... 144

12.Uji wilcoxon pada kelompok kontrol... 145 13.Modul

14.Foto

(20)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Hakikat otonomi daerah adalah efisiensi dan efektifitas dalam penyelenggaraan

pemerintahan, yang ada pada akhirnya bernuansa pada pemberian pelayanan

kepada masyarakat yang hakikatnya semakin lama semakin baik, disamping untuk

memberi peluang peran serta masyarakat dalam kegiatan pemerintahan dan

pembangunan secara luas dalam konteks demokrasi.1 Jika dikaitkan dengan

pemerintah desa yang keberadaanya adalah berhadapan langsung dengan

masyarakat, maka sejalan dengan otonomi daerah yang dimaskud, upaya untuk

memberdayakan pemerintah desa harus dilaksanakan, karena posisi pemerintah

yang paling dekat masyarakat adalah pemerintah desa.

Menyadari akan pentingnya pembangunan di tingkat desa Pemerintah melakukan

berbagai bentuk dan program untuk mendorong percepatan pembangunan

kawasan pedesaan, namun hasilnya masih belum signifikan dalam meningkatkan

kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pembangunan desa

harus dilakukan secara terencana dengan baik dan harus menyentuh kebutuhan riil

masyarakat desa. Sehingga pembangunan yang dilakukan di kawasan pedesaan

dapat membumi dengan masyarakatnya.

1

Riant Nugroho., Otonomi Daerah, Desentralisasi Tanpa Revolusi Kajian dan Kritik Atas

(21)

2

Untuk mewujudkan pembangunan desa yang terencana, maka pemerintah desa

dan seluruh elemen masyarakat harus terlibat dalam proses perencanaan

pembangunan. Bentuk perencanaan pembangunan, seperti Rencana Pembangunan

Jangka Menengah (RPJM) desa dan Rencana Kerja Tahunan (RKT), merupakan

beberapa contoh perencanaan pembangunan tersebut. Sebelum diberlakukannya

Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa (selanjutnya disebut

Undang-Undang Desa), rencana pembangunan desa berdasarkan ketentuan Pasal 63

Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa, yang menyatakan

bahwa mewajibkan kepada Pemerintah Desa untuk menyusun Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes) dan Rencana Kerja

Pembangunan Desa (RKP Desa). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa

(RPJMDes) adalah dokumen perencanaan untuk periode 5 (lima) tahun yang

memuat arah kebijakan pembangunan desa, arah kebijakan keuangan desa,

kebijakan umum dan program, dengan memperhatikan RPJMD, program Satuan

Kerja Perangkat Daerah (SKPD), lintas SKPD, dan program prioritas

kewilayahan, disertai dengan rencana kerja.

Ditetapkannya Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa membawa

paradigma baru dalam perencanaan pembangunan desa. Pasal 79 undang-undang

ini menyatakan bahwa perencanaan pembangunan desa sesuai dengan

kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan pembangunan

Kabupaten/Kota. Perencanaan Pembangunan Desa disusun secara berjangka

meliputi rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 6

(22)

3

Rencana Kerja Pemerintah Desa, merupakan penjabaran dari Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.

Keberadaan Undang-undang Desa diharapkan membawa penduduk di Desa lebih

sejahtera melalui 4 (empat) aspek utama, yaitu pemenuhan kebutuhan dasar,

pembangunan sarana dan prasarana, pengembangan potensi ekonomi lokal, dan

pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan (Pasal 78 ayat 1). Untuk

menunjang Pembangunan Desa tersebut, akan ada alokasi dana cukup besar yang

mengalir ke Desa. Pada Pasal 72 ayat (4) ditetapkan paling sedikit 10% dari dana

transfer daerah dalam Anggaran Pedapatan dan Belanja Negara (APBN) akan

mengalir ke Desa. Berdasarkan simulasi anggaran, setiap Desa rata-rata akan

menerima Rp 1,44 Milyar di tahun 2014.

Agar dana tersebut bisa memberikan dampak yang signifikan terhadap

kesejahteraan penduduk Desa, perlu dibuat perencanaan yang matang untuk

penggunaannya. Rencana tanpa anggaran adalah mimpi, dan anggaran tanpa

rencana menciderai transparansi dan akuntabilitas serta rawan terjadi

penyelewengan. Oleh karenanya, perencanaan pembangunan Desa sebagaimana

dimandatkan Pasal 79 dan Pasal 80 Undang-undang Desa menjadi faktor utama

untuk dilaksanakan dengan baik, benar dan sederhana dalam prosesnya.

Perencanaan pembangunan Desa harus bisa mengatur program-program prioritas

peningkatan kesejahteraan dalam dokumen. Dengan adanya aliran dana

sedemikian besar, sudah dipastikan Desa akan menjadi sasaran menarik bagi

banyak kelompok kepentingan, baik dari internal Desa itu sendiri maupun dari

(23)

4

utama yang menjadi cita-cita dari UU Desa itu sendiri tidak tercapai.

Kelompok-kelompok ini akan saling mengklaim bahwa proposal program pembangunan

Desa yang mereka ajukan paling baik dan tepat untuk dilaksanakan.

Meskipun Pasal 80 ayat (4) sudah menetapkan prioritas, program, dan kebutuhan

Pembangunan Desa, namun jika ada upaya baru yang belum terlaksana dokumen

perencanaan desa maka perlu dilakukan forum review Musyawarah perencanaan

Pembangunan Desa (Musrenbangdes) dalam menyusun rencana pembangunan

Desa. Upaya review dilakukan dengan memperhatikan faktor kekhawatiran yang

mengancam kesejahteraan dan kerap terjadi di desa yaitu tingginya angka

kemiskinan dan pengangguran, serta rendahnya tingkat kesehatan dan pendidikan.

Dengan tujuan menekan faktor integritas dalam perencanaan, maka efek dari

perencanaan pembangunan Desa akan memberikan dampak signifikan terhadap

peningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa.

Upaya sinkronisasi rencana pembangunan Desa dengan rencana pembangunan di

tingkat yang lebih tinggi, yaitu rencana pembangunan tingkat daerah dan nasional.

Pasal 79 ayat (1) menegaskan perencanaan pembangunan Desa disusun dengan

kewenangannya pada perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota. Adanya peran

vital kabupaten/kota dalam menampung dan mencairkan dana desa setelah adanya

proposal program dari Desa akan menimbulkan tantangan tersendiri. Beragamnya

kapasitas kabupaten/kota dalam mendampingi Desa dapat berakibat pada

pemanfaatan DAD (Dana Alokasi Daerah) di desa yang tidak sesuai dengan

(24)

5

Pada kenyataan yang ada saat ini, kewenangan pembangunan desa masih menjadi

persoalan antara Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kementerian

Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi. Padahal pembangunan

desa berada dibawah kewenangan Kemendes sesuai lahirnya Undang-Undang

Desa. semangat dari lahirnya Undang-Undang Desa, adalah untuk menciptakan

kemandirian desa dalam pembangunan. Oleh karena, Perpres Nomor 165 Tahun

2014 tentang Penataan Tugas Dan Fungsi Kabinet Kerja, memberikan wewenang

sepenuhnya kepada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan

Transmigrasi untuk mengimplementasikan tentang Undang-Undang Desa.

Hal itu sudah jelas diatur dalam Keppres bahwa itu wewenang pemerintah desa.

Dalam pembangunan desa, pemerintah harus merubah paradigma dari yang dulu

menjadikan desa sebagai objek pembangunan menjadi subjek pembangunan.

Dengan adanya kementerian desa ini akan mengubah paradigma pembangunan

desa. Desa bukan hanya sebagai objek, tapi juga menjadi subjek pembangunan.

Adanya perlakuan antara Kemendagri dan Kementerian Desa, Pembangunan

Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, pemerintah harus bersikap tegas dalam

persoalan tersebut.

Desa Pasar Baru adalah sebuah desa yang berlokasi di Kecamatan Kedondong,

Kabupaten Pesawaran yang memiliki peranan yang besar dalam proses

pembangunan di tingkat desa. Sehingga Pemerintah Desa memegang suatu peran

yang penting dalam pelaksanaan pembangunan di desa Pasar Baru. Desa Pasar

Baru yang merupakan satu diantara desa yang ada di Kecamatan Kedondong,

(25)

6

wilayah 82,65 km tahun 2014. Desa Pasar Baru dalam hal perencanaa

pembangunan sudah terlihat cukup maju dibandingkan desa-desa lainnya yang ada

di Kecamatan Kedondong, yang satu diantaranya pembangunan di bidang

infrastruktur yang berupa fasilitas pelayanan publik baik sarana pendidikan,

sarana kesehatan, rumah ibadah, listrik, jalan, jembatan, transportasi dan air

bersih. ini dikarenakan letak Desa Pasar Baru seberang yang berdekatan dengan

pusat Kabupaten Pesawaran dan sekaligus menjadi ibukota dan pusat kecamatan.

Sehingga proses penyelenggaraan pembangunan cepat terlaksanakan.

Sampai saat ini, pembangunan di desa Pasar Baru masih dihadapkan banyak

kendala dan bahkan menjadi beban. Permasalahan yang ada saat ini Desa Pasar

Baru masih belum terlatih menyusun dokumen perencanaan pembangunan Desa.

Kenyataan menunjukkan bahwa desa Pasar Baru masih menghadapi keterbatasan

sumber daya manusia yang berkualitas, yang kompeten, yang baik, yang

profesional. Demikian pula sumber daya pembiayaan yang masih kurang

memadai baik yang berasal dari kemampuan desa Pasar Baru sendiri (PADesa),

yang utama maupun dari luar. Selain itu, sebagian lembaga sosial ekonomi di desa

Pasar Baru belum berjalan dengan baik.

Kondisi pemerintahan desa Pasar Baru saat ini masih kurang baik, hal ini

disebabkan sistem pembangunan pemerintah sebelumnya yang bersifat top-down,

hampir semua pembangunan direncanakan oleh pusat dan desa tinggal menerima

perintah apa yang harus dilakukan. Sehingga kemadirian aparatur desa sangat

lemah, mereka belum terbiasa menyusun perencanaan pembangunan, penggalian

(26)

7

masyarakatnya. Sebagian besar perangkat desa Pasar Baru saat ini berpendidikan

tingkat SMA/SMK bahkan masih banyak yang hanya tingkat SMP/SD, dan hanya

sebagian kecil yang berasal dari perguruan tinggi. Dari segi ketrampilan, masih

banyak perangkat desa Pasar Baru yang belum menguasai computer dan teknologi

informasi.

Dilihat dari sisi susunan organisasi pemerintah desa Pasar Baru, berdasarkan data

yang Penulis dapatkan, desa memiliki seorang Sekretaris Desa (PNS), seorang

Kepala Urusan Umum, Seorang Kepala Urusan Keuangan, Seorang Kepala Seksi

Pemerintahan dan Pembangunan, Seorang Kepala Seksi Kesejahteraan dan

Pemberdayaan Masyarakat, Beberapa Kepala Dusun, dan beberapa Pembantu

Kepala Seksi Kesejahteraan dan Pemberdayaan Masyarakat. Desa Pasar Baru

memiliki Kepala Seksi Pemerintahan dan Kepala Seksi Pembangunan secara

terpisah dan hanya sebagian kecil yang memiliki staf. Struktur ini belum cukup

untuk menjalankan tugas yang cukup besar sesuai Undang-undang Desa.

Pemerintah pusat maupun pemerintah kabupaten Pesawaran secara konsepsional

pada dasarnya telah memiliki komitmen yang kuat untuk mengotonomikan desa.

Namun secara operasional nampaknya pemerintah kabupaten Pesawaran masih

belum sepenuhmya merespons implementasi otoritas/kewenangan pengelolaan

keuangan desa. Ada kesan kalau mengotonomisasikan desa maka kabupaten

hanya akan kehilangan kewenangan dan pendapatan. Berdasarkan uraian latar

belakang di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul :

“Kewenangan Otonomi Desa Dalam Perencanaan Pembangunan Desa (Studi Pada

(27)

8

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut:

1. Bagaimanakah Kewenangan Otonomi Desa Dalam Perencanaan

Pembangunan Desa?

2. Apa sajakah faktor penghambat penerapan Kewenangan Otonomi Desa Dalam

Perencanaan Pembangunan Desa?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui kewenangan otonomi desa dalam perencanaan bidang

pembangunan desa.

2. Untuk mengetahui faktor penghambat penerapan kewenangan otonomi desa di

bidang pembangunan Desa.

1.4 Manfaat Penelitian

Kegunaan penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan kegunaan praktis, yaitu:

1. Kegunaan Teoritis

a. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap ilmu pengetahuan di bidang

hukum administrasi negara, khususnya mengenai pelaksanaan kewenangan

otonomi pemerintahan desa dalam bidang pembangunan.

b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan

(28)

9

sehingga dapat menjadi bahan acuan untuk mengadakan kajian dan

penelitian selanjutnya dengan pokok bahasan yang berkaitan satu sama

lainnya.

2. Kegunaan Praktis

a. Sebagai masukan kepada instansi-instansi terkait dalam pelaksanaan

kewenangan otonomi pemerintahan desa dalam bidang pembangunan.

b. Sebagai tambahan informasi bagi instansi dan pihak-pihak terkait

pelaksanaan kewenangan otonomi desa dalam bidang pembangunan.

c. Untuk memberikan masukan dan informasi bagi masyarakat luas tentang

pengaturan pelaksanaan kewenangan pemerintahan desa dalam bidang

(29)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Otonomi Desa

2.1.1 Desa

Secara historis, desa merupakan cikal bakal terbentuknya masyarakat politik dan

pemerintahan di Indonesia jauh sebelum negara ini terbentuk. Struktur sosial

sejenis desa, masyarakat adat dan lain sebagainya telah menjadi institusi sosial

yang mempunyai posisi yang penting. Dengan tingkat keragaman yang tinggi,

membuat desa merupakan wujud bangsa yang paling konkret.2 Pengaturan

mengenai desa di Indonesia telah ada sejak zaman kolonial. Inlandshe Gemeente

Ordonantie (IGO) diberlakukan untuk Jawa dan Madura serta Inlandshe

Gemeente Ordonantie voor Buitengewesten (IGOB) untuk daerah-daerah di luar

Jawa dan Madura.

Pemerintah desa di Pulau Jawa pada waktu itu terdiri dari lurah, bahoe, lebe,

kabayan dan kamitua. Mereka adalah golongan pendiri desa yang dikepalai oleh

lurah. Lapisan ini mendapat keistimewaan dalam penguasaan tanah. Tanah-tanah

ini biasanya disebut bebau atau desa (tanah jabatan) yang didapat selama mereka

menduduki jabatan-jabatan tersebut. Mereka juga mendapat hak-hak istimewa

dari pemerintah kolonial karena tanah perkebunan yang dipakai pemerintah

kolonial berasal dari lapisan pemerintah desa ini, selain itu pemerintah desa juga

2

(30)

11

menjadi andalan bagi perekrutan tenaga kerja perkebunan. Hak istimewa yang

diperoleh pemerintah desa misalnya seperti tanah yang dikuasainya terbebas dari

cultuurdienst (bekerja untuk menanam tanaman ekspor). Untuk menghasilkan

uang, para pamong desa tersebut mempekerjakan penduduk desanya untuk

mengolah tanah desa miliknya atau dapat juga menyewakan tanah desa kepada

orang lain.

Pola penguasaan tanah pada masa penjajahan kolonial ini sesungguhnya berbeda

dengan pranata tradisional sebelum Belanda menjejakkan kaki di Indonesia. Kala

itu, raja adalah penguasa mutlak atas tanah. Tanah desa pada masa itu merupakan

tanah gaji yang diberikan raja untuk dikelola oleh pejabat. Dari hasil bumi tanah

tersebut, sebagian hasilnya diberikan kepada kas kerajaan. Pejabat kemudian

menyuruh orang untuk mengelola tanah desa. Pengelola tanah desa ini disebut

bêkêl. Dalam perkembangannya, menjadi kepala desa yang bertindak sebagai

penghubung antara masyarakat petani dan penguasa. Bêkêl berhak mendapat 1/5

(seperlima) bagian dari hasil sawah tanah desa, sementara itu 2/5 untuk raja dan

2/5 untuk pejabat.

Seperlima bagian yang diterima bêkêl inilah yang diduga kuat berubah menjadi

tanah desa milik desa. Pengaturan IGO dan IGOB ini milik pemerintah kolonial

ini bertahan cukup lama dan baru diganti dengan terbitnya Undang-Undang

Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa Praja. Kesamaan antara IGO dan IGOB

dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965 yakni sama-sama memandang

desa sebagai sebuah kesatuan masyarakat hukum (volkgemeenschappen) memiliki

(31)

12

Pada masa pemerintahan Orde Baru, peraturan perundang-undangan mengenai

desa diubah dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 tentang

Pemerintahan Desa. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 mengadakan

penyeragaman bentuk dan susunan pemerintahan desa dengan corak nasional.

Selain itu, administrasi desa dipisahkan dari hak adat istiadat dan hak asal usul.

Desa diharuskan mengikuti pola yang baku dan seragam sedangkan hak otonomi

untuk mengatur diri sendiri ditiadakan.

Setelah terjadi reformasi, pengaturan mengenai desa diubah dengan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang secara nyata

mengakui otonomi desa dimana otonomi yang dimiliki oleh desa adalah

berdasarkan asal-usul dan adat istiadatnya bukan berdasarkan penyerahan

wewenang dari Pemerintah. Selain itu, terjadi perubahan dalam aspek

pemerintahan desa. Pemerintahan Desa terdiri dari Pemerintah Desa sebagai

unsur eksekutif dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai unsur

Legislatif. Pengaturan inilah yang tidak dikenal dalam Undang-Undang Nomor 6

Tahun 2014 tentang Desa. Dalam pelaksanaan tugasnya, Kepala Desa

bertanggungjawab kepada rakyat melalui BPD.

Pengaturan mengenai desa kembali mengalami perubahan dengan lahirnya

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Pengaturan mengenai desa di dalam Undang-Undang 23 Tahun 2014 kemudian

ditindaklanjuti oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa

(Undang-Undang Desa). Dalam hal kewenangan secara prinsipil tidak ada

(32)

13

halnya dengan peraturan sebelumnya, Undang-Undang Desa mendefinisikan desa

atau yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang

memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat

setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Perubahan mendasar tampak dalam aspek sistem pemerintahan baik pemerintahan

desa maupun terkait hubungannya dengan hierarkhis pemerintahan diatasnya.

Menurut Undang-Undang Desa, Pemerintahan Desa terdiri dari Pemerintah Desa

dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Kepala Desa mempunyai kewajiban

untuk memberikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa kepada

Bupati/Walikota, memberikan laporan keterangan pertanggungjawaban kepada

BPD, serta menginformasikan laporan penyelenggaraan pemerintahan desa

kepada masyarakat. Untuk meningkatkan pelayanan di dalam Undang-Undang

Desa ditegaskan bahwa sekretaris desa akan diisi oleh Pegawai Negeri Sipil

(PNS).

Berdasarkan Undang-Undang Desa, desa dibentuk atas prakarsa masyarakat

dengan memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat

setempat. Pembentukan desa harus memenuhi beberapa syarat, diantaranya

jumlah penduduk, luas wilayah, bagian wilayah kerja, perangkat, serta sarana dan

prasarana pemerintahan. Pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa

desa, atau bagian desa yang bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi

(33)

14

yang kondisi masyarakat dan wilayahnya tidak lagi memenuhi persyaratan dapat

dihapus atau digabung. Sementara itu, disisi lain desa juga dapat diubah statusnya

menjadi kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa bersama Badan

Permusyawaratan Desa (BPD) dengan memperhatikan saran dan pendapat

masyarakat setempat.

2.1.2 Konsep Otonomi Desa

Widjaja menyatakan bahwa otonomi desa merupakan otonomi asli, bulat, dan

utuh serta bukan merupakan pemberian daripemerintah. Sebaliknya pemerintah

berkewajiban menghormati otonomi asliyang dimiliki oleh desa tersebut. Sebagai

kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai susunan asli berdasarkan hak

istimewa, desa dapat melakukanperbuatan hukum baik hukum publik maupun

hukum perdata, memiliki kekayaan, harta benda serta dapat dituntut dan menuntut

di muka pengadilan.3

Dengan dimulai dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintahan Daerah memberikan landasan kuat bagi desa dalam mewujudkan

Development Community”dimana desa tidak lagi sebagai level administrasi atau

bawahan daerah tetapi sebaliknya sebagai “Independent Community” yaitu desa

dan masyarakatnya berhak berbicara atas kepentingan masyarakat sendiri. Desa

diberi kewenangan untuk mengatur desanya secara mandiri termasuk bidang

sosial, politik dan ekonomi. Dengan adanya kemandirian ini diharapkan akan

dapat meningkatkan partisipasi masyarakat desa dalam pembangunan sosial dan

politik.

3

(34)

15

Bagi desa, otonomi yang dimiliki berbeda dengan otonomi yang dimiliki oleh

daerah propinsi maupun daerah kabupaten dan daerah kota. Otonomi yang

dimiliki oleh desa adalah berdasarkan asal-usul dan adat istiadatnya, bukan

berdasarkan penyerahan wewenang dari Pemerintah. Desa atau nama lainnya,

yang selanjutnya disebut desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki

kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat setempat yang diakui dalam sistem

Pemerintahan Nasional dan berada di Daerah Kabupaten.

Landasan pemikiran yang perlu dikembangkan saat ini adalah keanekaragaman,

partisipasi, otonomi asli, demokrasi, dan pemberdayaan masyarakat. Pengakuan

otonomi di desa, Taliziduhu Ndraha menjelaskan sebagai berikut :

a. Otonomi desa diklasifikasikan, diakui, dipenuhi, dipercaya dan dilindungi

oleh pemerintah, sehingga ketergantungan masyarakat desa kepada

“kemurahan hati” pemerintah dapat semakin berkurang.

b. Posisi dan peran pemerintahan desa dipulihkan, dikembalikan seperti

sediakala atau dikembangkan sehingga mampu mengantisipasi masa depan.

Otonomi desa merupakan hak, wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan

mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat berdasarkan

hak asal-usul dan nilai-nilai sosial budaya yang ada pada masyarakat untuk

tumbuh dan berkembang mengikuti perkembangan desa tersebut. Urusan

pemerintahan berdasarkan asal-usul desa, urusan yang menjadi wewenang

(35)

16

Namun harus selalu diingat bahwa tiada hak tanpa kewajiban, tiada kewenangan

tanpa tanggungjawab dan tiada kebebasan tanpa batas. Olehkarena itu, dalam

pelaksanaan hak, kewenangan dan kebebasan dalampenyelenggaraan otonomi

desa harus tetap menjunjung nilai-nilaitanggungjawab terhadap Negara Kesatuan

Republik Indonesia denganmenekankan bahwa desa adalah bagian yang tidak

terpisahkan dari bangsadan negara Indonesia. Pelaksanaan hak, wewenang dan

kebebasan otonomi desa menuntut tanggungjawab untuk memelihara integritas,

persatuan dankesatuan bangsa dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia

dantanggungjawab untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat yang dilaksanakan

dalam koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku.4

2.2 Kewenangan Otonomi Desa

2.2.1 Administrasi Desa

Istilah Administrasi berhubungan dengan kegiatan kerja sama yang dilakukan

manusia atau kelompok sehingga tercapai tujuan yang diinginkan. Untuk lebih

memahami mengenai Administrasi Pemerintahan Desa, maka penulis akan

menjelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan Administrasi,

Administrasi Pemerintahan, Administrasi Pemerintahan Desa. Administrasi

merupakan penyusunan dan pencatatan data serta informasi secara sistematis

dengan maksud untuk menyediakan keterangan serta memudahkan memperoleh

kembali secara keseluruhan dan dalam hubungannya satu sama lain. Administrasi

merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan yang ditetapkan sebelumnya, apabila

4

(36)

17

administrasi ditelaah lebih dalam, terlihat bermacam-macam cara atau pekerjaan

yang dilakukan manusia untuk mencapai tujuan.

Administrasi Pemerintahan berasal dari istilah asing Administration(inggris) atau

Bestuurs Administrasi(Belanda) dapat diartikan sebagai berikut:

a. fungsi-fungsi pengendalian administrasi oleh badan-badan atau instansi

Pemerintah dari segala tingkatan guna melakukan kegiatan untuk mencapai

tujuan Pemerintah sesuai dengan wewenang masing-masing seperti ditetapkan

berdasarkan peraturan perundang-undangan.

b. Penggunaan prinsip-prinsip serta ilmu administrasi Negara oleh badan-badan

atau instasi Pemerintah agar terdapat tertib administrasi ialah kegiatan yang

berhubungan dengan penyusunan organisasi, pembagian wewenang, hubungan

kerja, koordinasi, sinkronisasi, delegasi wewenang, perencanaan, pelaksanaan,

pengawasan, dan sebagainya.

Administrasi Pemerintahan Desa adalah semua kegiatan atau proses yang

berhubungan dengan pelaksanaan dari tujuan Pemerintah Desa, di dalam

pelaksanaan administrasi Pemerintahan Desa peraturan-peraturan di dalam

IGO/IGOB tersebut merupakan landasan mengenai struktur, pembagian tugas dan

wewenang serta tanggung jawab Pemerintah Desa, Kepala Desa dan Pamong

Desa sejak tahun 1905. Seperti yang kita ketahui Administrasi merupakan

kegiatan kerja sama yang dilakukan oleh sekelompok orang/organisasi dalam

upaya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Sama halnya dengan

(37)

18

oleh Kepala Desa yang dipilih langsung oleh rakyat dan dibantu oleh

perangkat-perangkat Desa lainnya.

Menurut Supriadi dalam bukunya “Desa Kita” mengartikan tentang Administrasi

Pemerintahan Desa adalah :

“Semua kegiatan yang bersumber pada wewenang Pemerintah Desa yang terdiri

atas tugas-tugas, kewajiban, tanggung jawab dan hubungan kerja, yang

dilaksanakan dengan berlandaskan peraturan-peraturan perundang-undangan yang

berlaku, guna menjalankan Pemerintahan Desa”.5

Kegiatan Tata Usaha Keuangan Pemerintahan Desa diantaranya yaitu :

a. Kepala desa berkewajiban mengelola mengenai pendapatan dan pengeluaran

keuangan desa.

b. Mengerjakan pembukuan mengenai pendapatan dan pengeluaran keuangan

milik Pemerintah Desa.

c. Penyusunan anggaran pendapatan dan belanja Desa.

d. Membuat pertanggungjawaban keuangan desa.

e. Dan lain sebagainya.

Dari penjelasan di atas, maka penulis menarik kesimpulan Administrasi

Pemerintahan Desa adalah proses kegiatan yang dilakukan Pemerintah Desa yang

dipimpin oleh Kepala Desa dan dibantu oleh Perangkat-perangkat Desa lainnya

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.

5

(38)

19

2.2.2 Pembangunan Desa

Pembangunan adalah perubahan yang dilakukan secara terencana dan menyeluruh

yang dilakukan oleh negara-bangsa dalam rangka memperoleh kemajuan untuk

mencapai kemakmuran dan kesejahteraan. Rencana pembangunan desa pada

dasarnya merupakan pedoman bagi pemerintah desa dalam menyelenggarakan

pemerintahan desa, dan menjadi satu kesatuan dalam sistem perencanaan

pembangunan daerah kabupaten atau kota. Mengingat akan pentingnya kedudukan

rencana pembangunan desa tersebut, maka proses penyusunan perencanaan

pembangunan desa tersebut harus dilaksanakan secara demokratis dan partisipatif

dengan melibatkan seluruhstakeholdersdesa.

Menurut Kuncoro, pembangunan adalah suatu proses yangkompleks dan penuh

ketidakpastian yang tidak dapat dengan mudah dikendalikan dandirencanakan dari

pusat.6 Karena itu dengan penuh keyakinan para pelopor desentralisasi

mengajukan sederet panjang alasan dan argumen tentang pentingnya

desentralisasi dalam pembangunan.

Menurut Siagian, pembangunan adalah suatu usaha atau rangkaian usaha

pertumbuhan dan perubahan secara berencana yang dilakukan secara sadar oleh

suatu bangsa, negara dan pemerintah, menuju moderenitas dalam rangka

pembinaan bangsa. Lebih jauh lagi dia menyatakan bahwa pembangunan

mengandung aspek yang sangat luas salah satunya mencakup pembangunan di

bidang politik.7

6

Mudrajat Kuncoro,Otonomi dan Pembangunan Daerah, Erlangga, Jakarta, 2004, hlm. 3

7

Sondang P. Siagian, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Pertama, Cetakan Sepuluh,

(39)

20

Sumitro Maskun mengartikan pembangunan sebagai upaya untuk meningkatkan

kemampuan manusia untuk mempengaruhi masa depannya. Sebaliknya dia

mengatakan implikasi dari defenisi tersebut yaitu:8

1. Pembangunan berarti membangkitkan kemauan optimal manusia baik dan

kesejahteraan (Equity)

2. Menaruh kepercayaan kepada masyarakat untuk membangun dirinya sendiri

sesuai dengan kemampuan yang ada pada dirinya. Kepercayaan ini dinyatakan

dalam bentuk kesempatan yang sama kebebasan memilih dan kekuasaan untuk

memutuskan (Empowermwnt)

3. Pembangunan berarti membangkitkan kemampuan untuk membangun secara

mandiri (Sustainability)

4. Pembangunan berarti mengurangi ketergantungan negara yangsatu dengan

yang lainnyadan menciptakan hubungan yangsalingmenggantungkandan

saling menghormati (Interdependece)

Sedangkan menurut Nugroho inti dari pembangunan pada dasarnya adalah

pergerakan ekonomi rakyat. Ada pepatah mengatakan bahwa negara dalam

kondisi paling berbahaya jika rakyatnya miskin. Kemiskinan mempunyai

pengaruh paling buruk kepada setiap sisi kehidupan manusia. Oleh karena itu,

tugas pembangunan adalah menanggunglangi kemiskinan.9 Dengan pemahaman

ini dapat dikatakan bahwa inti pembangunan adalah menggerakan ekonomi agar

rakyat mempunyai kemampuan untuk tidak berada dalam kemiskinan. Dalam

bahasa politis disebut sebagai ”menggerakan ekonomi rakyat”.

8

Sumitro Maskun,Pembangunan Masyarakat Desa,Media Widya Mandala, Yogyakarta, 2000, hlm. 15

9

Randy R. Wrihatnolo, dan Riant Nugroho, Manajemen Pembangunan Indonesia: Sebuah

(40)

21

Pembangunan dapat secara efektif dicapai dengan melihat kekuatan pokok yang

harus dibangun dan mengidentifikasi tugas pokok dan fungsi dari

lembaga-lembaga strategis pembangunan. Kekuatan pokok yang dibangun oleh indonesia

adalah keunggulan bersaing. Dengan demikian, setiap bidang harus mendukung

kearah terbentuknya daya saing ekonomi. Secara khusus prioritas bagi sektor

ekonomi adalah membangun daya saing pelaku ekonomi baik secara sektoral

maupun secara regional.

Daya dukung ideologi, politik dan hukum adalah implementasi kebijakan otonomi

daerah yang taat asas dan penegakkan hukum yang konsisten. Daya dukung di

bidang sosial budaya adalah membangun paradigma pendidikan yang

mencerdaskan kehidupan bangsa. Tentu saja kesemuanya tidak akan terjadi jika

tidak didukung keamanan dan ketertiban yang mantap. Dengan melihat kondisi

tersebut, maka strategi untuk pelaku ekonomi/usaha adalah mewajibkan

implementasigood cooperate governance, dan untuk sektor bukan ekonomi bisnis

dengan mewajibkan implementasigood governance.

Visi dari pembangunan adalah terwujudnya masyarakat yang maju, mandiri,

sejatera, adil, dan setia kepada pancasila dan UUD 1945. Visi ini mempunyai

jangka waktu tak terbatas, karena sifat dari ”kemajuan” bersifat tergantung dengan

waktu. Oleh karena itu, dapat pula disusun visi lima tahunan, dan disesuaikan

dengan tantangan dan kebutuhan yang harus dijangkau dalam lima tahun kedepan.

Misi pembangunan tidak berbeda dengan misi dari Negara Indonesia, seperti yang

(41)

22

indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan

ketertiban dunia yang berdasarkan atas kemerdekaan, perdamaian abadi, dan

keadilan sosial. Dikaitkan dengan konteks kekinian, maka misi pembangunan

disempurnakan lagi dengan mencermati kondisi objektif dalam masyarakat yaitu

adanya kesenjangan sebagai tantangan pembangunan.

Fokus dari misi pembangunan ini adalah menanggulangi kesenjangan sosial,

mempersiapkan kompetisi global, dan menjaga kesinambungan hidup bangsa

dengan pola pembangunan untuk rakyat, dilaksanakan oleh rakyat sesuai aspirasi

yang tumbuh dari rakyat.Keberhasilan Pembangunan desa juga merupakan wujud

adanya efektifitas dan kemampuan serta etos kerja kepala desa dan aparatur

pemerintah desa.

Banyak realitas di desa seorang kepala desa tidak memiliki orientasi yang maju

dalam menjalankan pemrintahan desa.Hal ini banyak disebabkan banyak

pemerintah desa tidak memiliki visi dan misi serta rencana yang kurang

strategisuntuk menjalankan roda pemerintahan dan pembangunan pada

masyarakat desa dari sosial ekonomi, politik dan fisik.

Pembangunan desa adalah pemanfaatan sumber daya yang dimiliki untuk

peningkatan kesejahtraan masyarakat yang nyata baik dalam aspek pendapatan,

kesempatan kerja, lapangan usaha, akses terhadap pengambilan keputusan,

(42)

23

Pembangunan di desa menjadi tanggungjawab Kepala Desa sebagaimana diatur

dalam Pasal 26 Undang-Undang Desa ditegaskan bahwa Kepala Desa mempunyai

tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan, dan

kemasyarakatan. Kegiatan pembangunan direncanakan dalam forum

MUSRENBANGDES, dan hasil dari musyawarah tersebut ditetapkan dalam

RKPDES (Renca Kerja Pemerintah Desa) selanjutnya ditetapkan dalam APBDES.

Dalam pelaksanaan pembangunan kepala desa dibantu oleh perangkat desa dan

dapat dibantu oleh lembaga kemasyarakatan desa.

Konsep pembangunan desa menjelaskan pembangunan masyarakat adalah suatu

gerakan untuk memajukan suatu kehiduapan yang lebih baik bagi seluruh

masyarakat, dengan partisipasi aktif, bahkan jika mungkin dengan swakarsa

(inisiatif) masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu bagaimana menggugah dan

menumbuh kembangkan partisipasi sangatlah diperlukan untuk proses

pembangunan masyarakat itu sendiri (DEPDAGRI).

2.2.3 Kemasyarakatan Desa

Kebudayaan yang terdapat pada masyarakat desa masih tergolong masuk dalam

kategori yang belum maju dan masih sederhana. Kebanyakan orang menganggap

bahwa masyarakat desa khususnya masyarakat petani masih dianggap secara

umum yang mana mereka dianggap seragam atau sama antara masyarakat petani

yang satu dengan yang lain. Kenyataannya malah berbanding terbalik dimana

masing-masing petani memiliki ciri yang berbeda misalnya saja pada tingkat

perkembangan masyarakatnya, jenis tanaman yang ditanam, teknologi atau

(43)

24

juga bentuk kondisi fisik geografiknya. Masyarakat petani bisa dibagi menjadi dua

yaitu antara masyarakat petani tradisonal dan petani modern, yang membedakan

antara keduanya adalah bagi kelompok petani yang pertama mereka masih

tergantung dan ditentukan oleh alam karena masih rendahnya teknologi dan

pengetahuan mereka, produksi yang mereka hasilkan hanya untuk usaha

memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan menghidupi keluarganya, dan tidak

mengejar keuntungan sedangkan kelompok petani yang ke dua mereka lebih

mengutamakan mendapatkan keuntungan, mereka juga menggunakan teknologi

dan sistem pengelolaan yang modern dan menanam tanaman yang laku di

pasaran.10

Kebudayaan tradisional masyarakat desa merupakan suatu hasil produk dari besar

kecilnya pengaruh alam terhadap masyarakat yang bergantung pada alam itu

sendiri. Menurut P. H Landis besar kecilnya pengaruh alam terhadap pola

kebudayaan masyarakat desa ditentukan sebagai berikut :11

a. Sejauh mana ketergantungan mereka terhadap pertanian.

b. Sejauh mana tingkat teknologi yang mereka miliki.

c. Sejauh mana sistem produksi yang diterapkan.

Ke tiga faktor diatas menjadikan faktor determinan bagi terciptanya kebudayaan

tradisional masyarakat desa yang artinya kebudayaan tradisional akan tercipta

apabila masyarakatnya sangat tergantung pada pertanian, tingkat teknologi yang

rendah dan produksinya hanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

10

Rahardjo Adisasmita,Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, hlm. 63

11

(44)

25

Pola pemukiman penduduk suatu desa merupakan suatu aspek yang dapat

menggambarkan dengan jelas bagaimana keterkaitan antara struktur phisik desa

dengan pola kehidupan internal masyarakatnya. Menurut P.H Landis membagi

menjadi empat pola pemukiman penduduk yaitu :12

a. The Farm Village Type(FVT)

Pola pemukiman ini biasanya para keluarga petani atau penduduk tinggal

bersama-sama dan berdekatan di suatu tempat dengan lahan pertanian berada

di luar lokasi pemukiman.

b. The Nebulous Farm Type(NFT)

Pola ini hampir sama dengan pola FVT bedanya disamping ada yang tinggal

bersama disuatu tempat terdapat penduduk yang tinggal tersebar di luar

pemukiman itu, lahan pertanian juga berada di luar pemukiman itu.

c. The Arranged Isolated Farm Type(AIFT)

Pola pemukiman ini dimana penduduknya tinggal disekitar jalan dan

masing-masing berada di lahan pertanian mereka dengan suatu trade center di antara

mereka.

d. The Pure Isolated Farm Type(PIFT)

Pola pemukiman ini penduduknya tinggal dalam lahan pertanian mereka

terpisah dan berjauhan satu sama lain dengan suatutrade center.

2.2.4 Perencanaan Pembangunan Desa

Pembangunan berkembang sesuai dengan perkembangan pemahaman orang

tentang tujuan pembangunan. Menurut Said Zainal (2004) Secara umum

“pembangunan dimaksudkan untuk mewujudkan kondisi yang lebih baik di masa

12

(45)

26

depan dari pada kondisi yang ada pada waktu sekarang”. Ini mengandung

pengertian bahwa masyarakat selalu berada dalam kondisi yang dinamis. Dalam

masyarakat yang dinamis, kondisi masa depan itu berada dalam proses perubahan

dan perkembangan sepanjang waktu.

Pembangunan desa adalah proses kegiatan pembangunan yang berlangsung di

desa yang mencakup seluruh aspek kehidupan dan penghidupan masyarakat.

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2005 tentang

desa sebagaimana dimaksud pada Pasal 63 ayat (2) “bahwa perencanaan

pembangunan desa disusun secara partisipatif oleh pemerintahan desa sesuai

dengan kewenangan desa, dan menurut ayat (3) bahwa dalam menyusun

perencanaan pembangunan desa wajib melibatkan lembaga kemasyarakatan

desa”.

Setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,

pada Pasal 79 undang-undang ini menyatakan bahwa perencanaan pembangunan

desa sesuai dengan kewenangannya dengan mengacu pada perencanaan

pembangunan Kabupaten/Kota. Perencanaan Pembangunan Desa disusun secara

berjangka meliputi:

a. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa untuk jangka waktu 6 (enam)

tahun; dan

b. Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja

Pemerintah Desa, merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka

(46)

27

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah

Desa ditetapkan dengan Peraturan Desa. Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Desa dan Rencana Kerja Pemerintah Desa merupakan pedoman dalam

penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa yang diatur dalam Peraturan

Pemerintah. Program Pemerintah Daerah yang berskala lokal Desa

dikoordinasikan dan/atau didelegasikan pelaksanaannya kepada Desa.

Perencanaan Pembangunan Desa merupakan salah satu sumber masukan dalam

perencanaan pembangunan Kabupaten/Kota.

Perencanaan pembangunan desa diselenggarakan dengan mengikut sertakan

masyarakat Desa. Dalam menyusun perencanaan pembangunan desa, Pemerintah

Desa wajib menyelenggarakan musyawarah perencanaan pembangunan desa.

musyawarah perencanaan pembangunan desa menetapkan prioritas, program,

kegiatan, dan kebutuhan pembangunan desa yang didanai oleh Anggaran

Pendapatan dan Belanja Desa, swadaya masyarakat Desa, dan/atau Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten/Kota. Prioritas, program, kegiatan,

dan kebutuhan Pembangunan Desa dirumuskan berdasarkan penilaian terhadap

kebutuhan masyarakat Desa yang meliputi:

a. Peningkatan kualitas dan akses terhadap pelayanan dasar;

b. Pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur dan lingkungan berdasarkan

kemampuan teknis dan sumber daya lokal yang tersedia;

c. Pengembangan ekonomi pertanian berskala produktif;

d. Pengembangan dan pemanfaatan teknologi tepat guna untuk kemajuan

(47)

28

e. Peningkatan kualitas ketertiban dan ketenteraman masyarakat Desa

berdasarkan kebutuhan masyarakat Desa.

Dalam Perencanaan Pembangunan Partisipatif Desa ada beberapa Prinsip

Pembangunan yang harus dilaksanakan. Prinsip–prinsip Pembangunan Partisipatif

tersebut yaitu Pemberdayaan, Transparansi, Akuntabilitas, Berkelanjutan, dan

Partisipasi.Selain prinsip Pembangunan Partisipatif Desa ada juga harus memiliki

tujuan dalam Perencanaan Pembangunan.

2.3 Teori Kewenangan

Setiap peradilan mempunyai dua kewenangan yaitu kewenangan relatif dan

kewenangan absoulut.13 Kewenangan relatif didasarkan pada seberapa luas

wilayah jurisdiksi peradilan tersebut, biasanya diasarkan pada sebuah keputusan

pemerintah. Sebab bisa saja wilayah jurisdiksi sebuah peradilan bisa mewilayahi

satu atau dua buah kabupaten. Sedangkan kewenangan absolut adalah

kewenangan yang diberikan UU terkait dengan bidang-bidang perkara yang

disengketakan.

Telah dipahami bahwa pilar utama negara hukum adalah asas legalitas, dalam asas

tersebut tersirat wewenang pemerintahan berasal dari peraturan

perundang-undangan, artinya sumber wewenang bagi pemerintahan adalah peraturan

perundang-undangan.14 Secara teoritis, terdapat tiga cara memperoleh

kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan yaitu:

13

Ridwan HR,Hukum Administrasi Negara,RajaGrafindo, Jakarta, 2006, hlm. 103

14

(48)

29

2.3.1 Pelimpahan Kewenangan dengan Atribusi

Dalam Kamus Istiah Hukum Belanda-Indonesia dikatakan atribusi (attributie)

bermakna pembagian (kekuasaan), seperti kata attributie van rechtsmacht

mengandung arti pembagian kekuasaan kepada berbagai instansi (absolute

competentie atau kewenangan mutlak lawan dari distributie van rechtmacht).

Subtansi atribusi adalah menciptakan suatu wewenang dimaksudkan untuk

melengkapi organ pemerintahan dengan pengusa pemerintah dan

wewenang-wewenangnya.15 Pemberian kewenangan dalam bentuk atribusi dari pembuat

undang-undang kepada suatu organ pemerintah, baik organ pemerintah sudah

dibentuk maupun yang dibentuk pada kesempatan itu.

Menurut H.D. Van Wijk atribusi hanya dapat dilakukan oleh pembentuk

undang-undang. Sedangkan pembentuk undang-undang diwakilkan organ-organ

pemerintah yang berhubungan dengan kekuasaan dilaksanakan secara bersama.

Pendelegasian kekuasaan didasarkan pada amanat suatu konstitusi yang

dituangkan dalam suatu peraturan pemerintah, yang tidak didahului oleh suatu

pasal dalam undang-undang untuk diatur lebih lanjut. Dalam hal ini berbeda

dengan delegasi, kewenangan terjadi karena pendelegasian diamanatkan oleh

undang-undang atau peraturan pemerintah dan didahului oleh suatu pasal dalam

undang-undang untuk dilanjutkannya. Kewengan atribusi hanya dapat dilakukan

oleh pembentuk undang-undang (legislator) yang orsinil. Hal yang sama, seperti

tertuang dalam Algement Bepalinge van Administratief Recht, kewenangan

15

N.E. Algra, H.R.W. Gokkel, Saleh Adiwinata, Boerhanoeddin,Kamus Istilah Hukum Fockema

(49)

30

atribusi yaitu undang-undang (dalam arti material) menyerahkan

wewenang-wenang tertentu kepada organ tertentu.16

2.3.2 Pelimpahan Kewenangan dengan Delegasi

Kewenangan dengan delegasi adalah penyerahan dari pejabat yang tinggi kepada

yang lebih rendah berdasarkan ketentuan hukum. Pelimpahan kewenangan dengan

delegasi harus didasarkan pada ketentuan hukum, karena dalam keadaan tertentu

pemberi kewenangan dapat menarik kembali wewenang yang didelegasikan.

Karena pelimpahan kewenagan dengan cara delegasi bukan pembebasan

sepenuhnya, tetapi untuk peringanan dari suatu beban kerja.17

Beebeda dengan kewenangan atribusi, kewenangan dengan delegasi dituntut

adanya dasar hukum sehingga pelimpahan kewenangan itu dapat ditarik kembali

oleh pendelegans. Pelimpahan wewenang oleh organ pemerintah kepada organ

lain untuk mengambil keputusan dengan tanggung jawab sendiri. Dikonstantir

oleh Ridwan HR bahwa dalam penyerahan wewenang melalui delegasi ini,

pemberi wewenang telah lepas dari tanggung jawab hukum atau dari tuntutan

pihak ketiga jika dalam penggunaan wewenang itu menimbulkan kerugian pada

pihak lain.18

Pelipahan wewenang pemerintahan dalam bentuk delegasi terdapat syarat-syarat

sebagaimana yang dikutip oleh Ridwan HR dalam Philip M. Hajon sebagai

berikut:19

16

Ridwan HR,Op.Cit., hlm. 106

17

Agussalim Andi Gadjong,Op, Cit.,hlm. 87

18

Ridwan HR.Op.Cit.,hlm. 106

19

(50)

31

a. Delegasi harus bersifat definitif, delegans tidak dapat lagi menggunakan

wewenang yang telah dilimpahkan.

b. Delegasi hanya dimungkinkan jika ada ketentuan untuk itu dalam peraturan

perundang-undangan.

c. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hirarki kepegawaian

tidak diperkenankan adanya delegasi.

d. Kewajiban memberikan keterangan (penjelasan), artinya delegans berwenang

untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut.

e. Peraturan kebijakan (beleidstegel), artinya delegans memberikan instruksi

(petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut.

Syarat-syarat yang dikemukakan oleh Philip M. Hajon menunjukkan bahwa

pelimpahan kewenangan dengan cara delegasi hanya terbatas pada peringanan

atas suatu beban kerja. Ini berarti penerima pendelegasian bertanggung jawab atas

secara yuridis bertanggung jawab atas segala perbuatan hukum yang dilakukan.

Heinrich membedakan delegation atas primare delegation dan sekundare

deligation. Pada primare delegation berhubungan dengan keluasan keweangan

yang dapat berkurang atau bertambah, sedangkan pada sekundare delegation

berhubungan dengan bentuk kewenangan yang bisa zelfstanding atau alfhahelijk.

Pelimpahan kewenangan dengan delegasi dapat dalam bentuk pendelagasian yang

meliputi keseluruhan kompetensi tertentu dari pihak yang mendelegasikan.(totale

delegation), dapat juga dalam bentuk pendelegasian sebagian kompetensi

(partielle delegation).20

20

(51)

32

Hans Petres memberikan batas-batas yang berdasarkan atas hukum positif bagi

pendelegaisan, yaitu21(1) jika suatu kewenangan berdasarkan atas sesuatu sumber

hukum yang lebih tinggi daripada yang dikuasai oleh yang mendelegasikan, (2)

terletak dalam asas bahwa tak ada suatu organ boleh mendelegsikan kseluruhan

kompetensinya, juga tidak mengenai bagian-bagian yang pokok dari padanya

kepada lain alat perlengkapan.

2.3.3 Pelimpahan Kewenangan dengan Mandat

Pelimpahan kewenagan dengan mandat berbeda dengan kewenagan atribusi

maupun kewenangan delegasi. Mandat adalah suatu bentuk pemberi kewenangan

oleh mandans dalam pergaulan hukum besifat perintah. Menurut HD van

Wijk/Willem Konijnembelt mandat terjadi ketika organ pemerintahan

mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namnya. Sejalan

dengan pendapat van Wijk/Willem Konijnembelt tersebut menurut Henrich dalam

Agussalim Andi Gadjong, mandapat merupakan suruhan (opdrach) pada suatu

organ untuk melaksanakan kompetensinya sendiri, maupun tindakan hukum oleh

mandans memberikan kuas penuh (volmacht) kepada sesuatu subyek lain untuk

melaksanakan kompetensi atas nama mandans. Jadi penerima mandat bertindak

atas nama orang lain. Sementara Lubberdink dalam Agussalim Andi Gadjong,

pertanggungjawaban untuk pelaksanaan wewenang tetap pada mandans, sebab

pemberi kuasa yang memberikan petunjuk, baik yang umum maupun petunjuk

khusus kepada masayarakat.22

21

Ibid.

22

(52)

33

Menurut Bothlingk dalam hukum tata negara mandat dapat diartikan sebagai

perintah yang diberikan oleh seorang pejabat atas nama jabatannya atau golongan

jabatannya kepada pihak ketiga untuk melaksanakan (sebagian) tugas pejabat itu

atgas jabatan atau golongan jabatan. Dengan tidak memindah-tangankan

kewenangan, pemegang jabatan tetap berwenang bertindak atas nama jabatannya,

hanya dengan permberian mandat, ada pihak ketiga (mandataris) yang

memperoleh kewenangan yang sama.23

Pandangan yang sama dekemukakan oleh F.A.M. Stroink dan J.G. Steenbeek

dalam Ridwan HR mandat tidak terkait dengan penyerahan atau pelimpahan

wewenang. Dalam hal mandat tidak terjadi perubahan wewenang apa pun, yang

hanya adalah dalam hubungan internal. Sedangkan dalam arti yuridis wewenang

dan tanggung jawab ada ditangan mandans.24 Kedua pandangan tersebut

menunjukkan bahwa pelimpahan wewenang hanya melalui dua cara, yaitu dengan

cara atrubusi dan delegasi.

23

Harun Alrasyid, Pengesian Jabatan Presiden (Sejak Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan

Indonesia 1945 sampai Sidang Majelis Permusyawaratan 1993), Disertasi Ilmu Hukum,

Universitas Indonesia, Jakarta, 1993, hlm. 87

24

(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Masalah

Proses pengumpulan dan penyajian sehubungan dengan penelitian ini maka

digunakan pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Pendekatan

Yuridis Normatif adalah suatu pendekatanyang dilakukan dimana pengumpulan

dan penyajian data dilakukan dengan mempelajari dan menelaah konsep-konsep

dan teori-teori serta peraturan-peraturan secara kepustakaan yang berkaitan

dengan pokok bahasan penulisan skripsi ini. Sedangkan pendekatan yuridis

empiris dilakukan untuk mempelajari hukum dalam kenyataan yang ada mengenai

kewenangan otonomi desa dalam pembangunan.

3.2 Sumber data

Sumber dan jenis data dalam penelitian ini hanya menggunakan data primer dan

data sekunder, yaitu:

1. Data primer adalah data yang diperoleh dari hasil penelitian di lapangan

secara langsung pada objek penelitian (field Risearch)yang dilakukan dengan

cara observasi dan wawancara secara langsung mengenai pelaksanaan

(54)

35

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari bahan literatur kepustakaan

dengan melakukan studi dokumen, arsip yang bersifat teoritis, konsep-konsep,

doktrin dan asas-asas hukum yang

3. berkaitan dengan pokok cara membaca, mengutip dan menelaah peraturan

perundang-undangan yang berkenaan dengan permasalahan yang akan di

bahas,24

yang terdiri antara lain:

a. Bahan Hukum Primer, antara lain:

1) Undang-Undang Dasar 1945.

2) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

3) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

4) Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.

5) Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas

Dan Fungsi Kabinet Kerja.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan \bahan-bahan yang

memberikan penjelasan bahan hukum primer.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan

penjelasan bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang terdiri

dari buku-buku, Literatur, Jurnal, Kamus, Internet, surat kabar dan

lain-lain.

24

(55)

36

3.3 Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

3.3.1 Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan, dengan studi pustaka dan studi

literatur.

a. Studi Pustaka

Terlebih dahulu mencari dan mengumpulkan buku-buku dan literatur yang

erat hubungannya dengan permasalahan yang sedang dibahas sehingga dapat

mengumpulkan data sekunder dengan membaca, mencatat, merangkum, untuk

dianalisa lebih lanjut.

b. Studi lapangan

Studi lapangan dilakukan melalui wawancara dengan informan yang telah

direncanakan sebelumnya. Wawancara yaitu pengumpulan data dengan cara

melakukan wawancara secara langsung dengan alat bantu daftar pertanyaan

yang bersifat terbuka, terhadap informan/narasumber yang berkaitan dengan

pelaksanaan kewenangan pemerintahan desa dalam bidang pembangunan.

3.3.2 Pengolahan Data

Tahapan pengolahan data dalam penelitian ini meliputi kegiatan-kegiatan sebagai

berikut:

a) Identifikasi data, yaitu mencari data yang diperoleh untuk disesuaikan dengan

pembahasan yang akan dilakukan dengan menelaah peraturan, buku atau

Referensi

Dokumen terkait

Data kuantitatif adalah data yang berbentuk bilangan, atau data kualitatif yang diangkakan. Data kuantitatif dapat disebut sebagai data berupa angka dalam arti

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Untuk meningkatkan pemahaman konsep sains anak sebelum dan sesudah diberikannya kegiatan yang berhubungan dengan sains melalui model

Berdasarkan data, sebesar 75% kabupaten di Indonesia pada tahun 2005 memiliki nilai jumlah penduduk miskin dibawah 114200.. Namun di tahun 2011, 75% kabupaten di Indonesia

 Pemberian kortikosteroid sistemik dengan obat sitotoksik dan plasmaferesis mungkin dapat bermanfaat pada penderita hemoptisis masif akibat perdarahan alveolar

Nije proveravao zavoje samo zbog toga što je to bilo neophodno, već i zato što nije bio u stanju da naĊe reĉi za nešto. Posmatram ga

33 Selain itu, usus yang banyak mengabsorbsi zat-zat makanan juga mengeluarkan PYY 3-36 yang berikatan dengan reseptor Y 2 R neuron NPY/AgRP pada nukleus arkuatus

Kemudian setelah melakukan pemungutan terhadap objek pajak, maka Dinas Pendapatan Kabupaten Indragiri Hilir akan melakukan pembukuan dengan menghimpun data dari hasil

L1 Female Bahasa Inggris untuk Studi di Australia yang terdiri dari 26 pelajaran ini akan membantu anda mempersiapkan diri untuk belajar dan tinggal di Australia.. Sambil