• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBANDINGAN PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN LERARNING CYCLE 5 FASE (LC) MODEL STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)TERHADAP AKTIVITAS DAN PENGUASAAN MATERI PADA MATERI SISTEM PENCERNAAN (Kuasai Eksperimental Pada Siswa Kelas VIII IPA Semester Ganjil SM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBANDINGAN PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN LERARNING CYCLE 5 FASE (LC) MODEL STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)TERHADAP AKTIVITAS DAN PENGUASAAN MATERI PADA MATERI SISTEM PENCERNAAN (Kuasai Eksperimental Pada Siswa Kelas VIII IPA Semester Ganjil SM"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PERBANDINGAN PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN LERARNING CYCLE 5 FASE (LC) MODEL STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)TERHADAP

AKTIVITAS DAN PENGUASAAN MATERI PADA MATERI SISTEM PENCERNAAN

(Kuasai Eksperimental Pada Siswa Kelas VIII IPA Semester Ganjil SMP Negeri 4 Padang Cermin

Tahun Pelajaran 2013/2014)

Oleh :

I Nyoman Tri Bayu T

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan penggunaan model

pembelajaran kooperatif tipe Learning Cycle 5 Fase dengan STAD dalam meningkatkan aktivitas belajar dan penguasaan materi siswa. Desain penelitian

adalah desain pretes postes kelompok tak ekuivalen. Sampel penelitian adalah

siswa kelas VIIIA dan VIIIC yang dipilih secara purposive sampling. Data penelitian ini berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif berupa

deskripsi aktivitas belajar siswa dan angket tanggapan siswa terhadap penggunaan

model pembelajaran kooperatif tipe Learning Cycle 5 Fase dengan STAD yang dianalisis secara deskriptif. Data kuantitatif diperoleh dari rata-rata nilai pretes,

(2)

iii

Hasil penelitian menunjukan terjadi peningkatan penguasan materi siswa pada

kelas STAD dengan rata-rata pretest sebesar 34,22 ± 10.56; nilai posttest sebesar

73,43 ± 5,96; dan gain yaitu 0,61 ± 0,093 dengan kriteria sedang. Peningkatan Penguasaan materi juga terjadi pada indikator aspek kognitif (C2 dan C4) dengan

rata-rata gain pada indikator C2 0,52 ± 0,51 dan indikator C4 sebesar 0,55 ± 0,14. Sedangkan rata-rata aktivitas belajar siswa dalam semua aspek yang diamati pada

kelas STAD yaitu 73,42 % yang berkriteria sedang. Selain itu, seluruh siswa (100

%) memberikan tanggapan positif terhadap penggunaan model STAD. Dengan

demikian, bahwa penerapan Model STAD lebih berpengaruh dalam meningkatkan

aktivitas dan penguasaan materi siswa secara signifikan dibandingkan dengan

model LC 5 Fase.

(3)

PERBANDINGAN PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5 FASE (LC) DENGAN MODEL STUDENT

TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) TERHADAP AKTIVITAS DAN PENGUASAAN MATERI

PADA MATERI SISTEM PENCERNAAN

(Kuasai Eksperimental Pada Siswa Kelas VIII IPA Semester Ganjil SMP Negeri 4 Padang Cermin

Tahun Pelajaran 2013/2014)

Oleh

I NYOMAN TRI BAYU T

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Biologi

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)
(7)

vii

Penulis dilahirkan di Mulyosari pada 29 April 1991, yang

merupakan anak ketiga dari empat bersaudara pasangan

Bapak I Ketut Natra dan Ibu Ni Wayan Supartin. Alamat

penulis yaitu RT 03/RW 03 Desa Mulyosari, Kecamatan Pasir

Sakti, Kabupaten Lampung Timur. Nomor HP penulis

085769520690.

Pendidikan yang ditempuh penulis adalah SD Negeri 1 Mulyosari (1997-2003),

SMP 1 Pasir Sakti (2003-2006), SMA Negeri 1 Pasir Sakti (2006-2009). Pada

tahun 2009, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Pendidikan Biologi FKIP Unila

melalui jalur Mandiri.

Selama kuliah penulis melaksanakan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di

SMP Negeri 4 Padang Cermin, dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Tematik di Desa

Padang Cermin, Kecamatan Padang Cermin (Tahun 2012), dan penelitian

pendidikan di SMP Negeri 4 Padang Cermin untuk meraih gelar sarjana

(8)

ix

MOTO

Orang yang kurang dalam harta benda, bukanlah orang miskin

Sebaliknya orang kaya adalah orang yang memiliki ilmu pengetahuan

Dia yang kurang dalam ilmu pengetahuan, sesunguhnya dalam segala

keadaan ia disebut orang miskin

-Nitisastra, III. bait 1-

Hidup adalah perjuangan, bekerja adalah kemenangan, ikhlas adalah

keharusan (pepatah kuno)

Impian, ilmu pengetahuan dan pengorbanan adalah jalan untuk meraih

sukses

(9)

viii

Om Swastyastu, Om Awigenam Astu Namosidam

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur atas Asung Kerta Wara Nugraha Ida Sang

Hyang Widhi Wasa, sehingga karya ini dapat diselesaikan,

Kupersembahkan karya ini teruntuk:

Yang tercinta ibu dan bapakku, yang telah mendidik dan membesarkanku dengan segala doa terbaik mereka, kesabaran dan limpahan kasih sayang, selalu menguatkanku,

mendukung segala langkah ku menuju kesuksesan dan kebahagian.

Ni Putu Wahyu Ningsih, I Made Satya Mana , I Ketut Sastra Gama dan keluarga besarku yang selalu memberikan dukungan, kebersamaan dengan kalianlah yang menjadi salah

satu motivasi hidupku.

(10)

x SANWACANA

Puji Syukur kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, atas segala karunia dan

anugrah-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat

dalam meraih gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Biologi

Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Unila. Skripsi ini berjudul “PERBANDINGAN PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN LEARNING CYCLE 5 FASE DENGAN MODEL STUDEN TEAM ACHIEVENT DIVISIONS TERHADAP AKTIVITAS DAN PENGUASAAN MATERI PADA MATERI POKOK

SISTEM PENCERNAAN (Studi Eksperimen Pada Siswa Kelas VIII Semester

Ganjil SMP Negeri 4 Padang Cermin Kabupaten Pesawaran Tahun Pelajaran

2013/2014)”.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari peranan

dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung;

2. Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan PMIPA FKIP Universitas Lampung;

3. Pramudiyanti, S.Si., M.Si., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Biologi;

4. Dr. Tri Jalmo M.Si., selaku Pembimbing I sekaligus Pembimbing Akademik

yang telah yang telah memberikan bimbingan dan motivasi hingga skripsi ini

dapat selesai;

5. Berti Yolida S.Pd, M.Pd., selaku Pembimbing II yang telah memberikan

(11)

xi

6. Drs. Darlen Sikumbang, M.Biomed., selaku Pembahas atas saran-saran

perbaikan dan motivasi yang sangat berharga;

7. Rita Rita T. Marpaung S.Pd, M.Pd., selaku pembimbing akademik yang slalu

memberikan motivasi.

8. Bambang Suhendi, S.P.d selaku Kepala SMP Negeri 4 Padang Cermin dan

Lita Anistya, S. Pd. selaku guru mitra, yang telah memberikan izin dan

bantuan selama penelitian serta motivasi yang sangat berharga;

9. Seluruh dewan guru, staf, dan siswa-siswi kelas VIII A dan VIII C SMP

Negeri 4 Padang Cermin atas kerjasama yang baik selama penelitian;

10.Ibu dan Bapak keluargaku tercinta, terima kasih untuk setiap doa, motivasi,

kasih sayang, materi, dan tetes keringat yang menjadi semangat dalam hidup;

11.Teman-teman seperjuangan: (Vera Yuliana, Hamimatussa’adah, Ades Pangestu,

Karina Pratiwi, Nurlaila Kurniawati, Sri Wirahayu, Rio Afrian , Imron Rosadi, Retna

Ayu Utari, Melita Harleyani, Dias Ambarsari, Yunistia Wilman, Sefty Goestira,

Trisnawati), tutorial Tomi Arifin, keluarga Permata Hijau (Om Hendrik,

Marcelinus, Soma Romadoni, Firmansyah) terima kasih untuk semua

kebersamaan, keceriaan, saran, perhatian dan semangat yang kalian berikan;

12.Rekan-rekan Pendidkan Biologi Unila 2009, kakak dan adik tingkat

Pendidikan Biologi FKIP UNILA atas persahabatan yang kalian berikan;

13.Semua pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga skripsi yang sederhana ini bermanfaat dan berguna bagi pembaca.

Bandar Lampung, Mei 2014 Penulis

(12)

xii DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

I. PENDAHULUAN

IV.HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 51

(13)

xiv V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 68 B. Saran ... 68

(14)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif ... 16

2. Fase-fase pembelajaran STAD ... 21

3. Lembar observasi aktivitas belajar siswa ... 42

4. Item pernyataan pada angket ... 44

5. Kriteria % peningkatan Penguasaan materi siswa ... 46

6. Klasifikasi indeks aktivitas siswa ... 49

7. Skor setiap jawaban angket ... 49

8. Tanggapan siswa terhadap terhadap model pembelajaran ... 50

9. Kriteria persentase tanggapan siswa terhadap penerapan model pembelajaran LC 5 Fase dan STAD ... 50

10.Hasil uji obsesrvasi aktivitas belajar siswa kelas eksperimen I dan eksperimen II ... 51

11.Hasil uji normalitas pretest, postest, dan gain, hasil uji homogenitas, uji t, uji U dan kriteria gain penguasaan materi pada kelas eksperimen I dan kelas eksperimen II ... 53

12.Hasil uji normalitas, homogenitas dan uji t nilai gain untuk setiap indikator penguasaan materi oleh siswa pada kelas eksperimen I dan eksperimen II ... 54

13.Nilai pretes-postes dan gain kelas eksperimen I ... 144

14.Nilai pretes, postes, dan N-gain kelas eksperimen II ... 145

15.Analisis data aktivitas belajar siswa pada kelas eksperimen I ... 146

(15)

xvi

18.Analisis data angket tanggapan siswa terhadap penggunaan model

STAD ... 150

19.Analisis butir soal pretes dan postes kelas ekperimen I ... 151

20.alisis butir soal pretes dan postes kelas ekperimen II ... 153

21.Hasil uji normalias pretes kelas eksperimen I dan eksperimen II ... 155

22.Hasil uji Mann-Withney U pretest kelas eksperimen I dan eksperimen II ... 156

23.Hasil uji normalitas postest kelas eksperimen I dan eksperimen II ... 156

24.Hasil uji Mann-Withney U postest kelas eksperimen I dan eksperimen II ... 156

25.Hasil uji normalitas Gain kelas eksperimen I dan eksperimen II ... 157

26.Hasil uji kesamaan dua varian dan dua rata-rata Gain eksperimen I dan eksperimen II ... 157

27.Hasil uji satu pihak Gain Kelas eksperimen I dan eksperimen II ... 158

28.Hasil uji normalitas Gain aspek kognitif tingkat C2 kelas eksperimen I dan eksperimen II ... 159

29.Hasil uji Mann-Withney U gain aspek kognitif tingkat C2 kelas eksperimen I dan eksperimen II ... 159

30.Hasil uji normalitas Gain aspek kognitif tingkat C4 kelas eksperimen I dan eksperimen ... 160

31.Hasil uji kesamaan dua varians & kesamaan dua rata-rata Gain aspek kognitif tingkat C4 Kelas eksperimen I dan eksperimen II. ... 160

(16)

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Diagram hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat ... 9

2. Desain penelitian pretes-postes kelompok tak ekuivalen... 32

3. Tanggapan siswa eksperimen I ... 55

4. Tanggapan siswa eksperimen II ... 56

5. Contoh jawaban siswa indikator C2 (LKK LC 5 fase) ... 62

6. Contoh jawaban siswa indikator C2 (LKK STAD) ... 62

7. Contoh jawaban siswa untuk indikator C4 (LKS model LC 5 Fase) ... 64

8. Contoh jawaban siswa untuk indikator C4 (LKK model STAD) ... 64

9. Contoh jawaban siswa untuk pertanyaan no. 5 pada soal pretest dan posttest kelas LC 5 Fase ... 65

10.Contoh jawaban siswa untuk pertanyaan no. 5 pada soal pretest dan posttest kelas STAD ... 65

11.Contoh jawaban siswa untuk indikator C4 ( LKK model STAD) ... 66

12.Siswa memperhatikan apersepsi dan motivasi dari guru ( kelas STAD) ... 162

13.Siswa sedang melakukan berdiskusi kelompok ( kelas STAD) ... 162

14.Siswa sedang mempresentasikan hasil diskusi (kelas STAD) ... 163

15.kelompok menerima penghargaan kelompok (kelas STAD) ... 163

16.Siswa sedang melakukan berdiskusi kelompok (kelas LC) ... 164

17.Guru membimbing siswa dalam mengerjakan LKS (kelas LC) ... 164

18.Siswa sedang mempresentasikan hasil diskusi (Kelas LC) ... 165

(17)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peningkatan kualitas pendidikan, khususnya pada jenjang Sekolah Menengah

Pertama (SMP) tetap menjadi prioritas utama pemerintah Indonesia saat ini.

BSNP (2006: 1) mengungkapkan bahwa dalam proses pembelajaran

sangatlah penting bagi guru dalam menciptakan suasana belajar yang

bermakna sehingga dapat merangsang dan mendukung aktivitas siswa untuk

mendapakatkan penguasaan materi yang optimal. Hal ini sesuai dengan

pendapat Rohani (2004: 6), pembelajaran yang berhasil adalah pembelajaran

yang didalamnya melalui berbagai macam aktivitas, baik aktivitas fisik

maupun psikis.

Kenyataan yang ada dalam dunia pendidikan nasional saat ini, ketuntasan

penguasaan bahan pelajaran oleh siswa di Indonesia masih rendah, khususnya

dalam pendidikan sains. Hal ini dibuktikan dengan hasil Programme for International Student Assessment tahun2012 dalam matematika, sains, dan membaca yang diselenggarakan Organisationfor Economic Cooperation and Development baru saja dirilis. Hasilnya Indonesia di peringkat ke-64 dari 65 negara yang disurvei. Asesmen internasional tersebut mengukur kecakapan

(18)

dimilikinya untuk menyelesaikan masalah-masalah dunia nyata. Tahun ini,

siswa dari 65 negara, dengan ukuran sampel antara 4.500 dan 10.000

berpartisipasi dalam PISA (Driana dan Hamka, 2013: 1 ). Hasil kajian Trends in International Mathematics and Science Study(TIMSS) 2012, yang menilai kemampuan siswa kelas VIII di bidang Matematika, menempatkan Indonesia

di urutan ke-38 dari 42 negara. Malaysia, Thailand, dan Singapura berada di

atas Indonesia. Hasil sains pun sungguh mengecewakan, yakni Indonesia di

urutan ke-40 dari 42 negara. Yang mencengangkan adalah nilai matematika

dan sains siswa kelas VIII Indonesia berada di bawah Palestina yang

negaranya didera konflik berkepanjangan (Yusro, 2012: 3).

Trianto (dalam Fauzi, 2013: 2) menyatakan bahwa masalah utama pendidikan

formal (sekolah) saat ini adalah masih rendahnya penguasaan materi peserta

didik yang merupakan hasil kondisi pembelajaran konvensional yang dalam

proses pembelajaran memberikan dominasi guru dan tidak memberikan akses

bagi siswa untuk mengembangkan pengetahuannya secara mandiri. Guru

belum menerapkan pembelajaran yang melibatkan aktivitas siswa ikut aktif

dalam memperoleh pengetahuan yang bermakna.

Hasil observasi awal dan wawancara dengan guru SMPN 4 Padang cermin

dalam pembelajaran biologi khususnya pada materi sistem pencernaan

menunjukkan pembelajaran yang dilakukan di kelas sampai saat ini masih

menemukan rendahnya aktivitas dan penguasaan materi siswa. Pada materi

pokok sistem pencernaan yang diketahui dari hasil observasi bahwa

(19)

tahun pelajaran 2011/2012 masih sangat rendah, yaitu rata-rata 60. Nilai

tersebut belum mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang telah

ditetapkan sekolah yaitu ≥ 70. Siswa yang telah mencapai KKM hanya 47% dari jumlah siswa kelas VII. Diketahui bahwa selama proses pembelajaran

guru belum menggunakan model pembelajaran yang berpusat pada siswa,

sehingga kurang merangsang aktivitas siswa. Selama proses pembelajaran guru

sering menggunakan metode diskusi sehingga pembelajaran membuat siswa

bosan dan akhirnya penguasaan materi siswa tidak optimal.

Diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat mengatasi masalah tersebut.

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang

mengutamakan adanya kerjasama, yakni kerjasama antar siswa dalam

kelompok untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif

tidak hanya unggul dalam membantu siswa untuk memahami materi, tetapi

juga membantu siswa menumbuhkan kemampuan kerjasama dan

mengembangkan sikap sosial siswa. Banyak model pembelajaran yang

menarik sehingga siswa tidak bosan, serta dapat meningkatkan aktivitas dan

solidaritas sosial siswa dalam belajar yang dapat memberikan dampak positif

terhadap penguasaan materi siswa, Learning Cycle 5 Fase dan STAD (Student Team Achievement Divisions) keduanya adalah model pembelajaran yang cocok digunakan untuk pembelajar kelompok, mengajarkan materi yang

banyak melibatkan aktivitas, pengusaan materi, konsep, prinsip, aturan serta

perhitungan secara matematis sehingga sesuai jika diterapkan pada pokok

(20)

Penelitian Hidayati (2008: 79) di SMP Muhammadiyah 5 Surakarta tahun

2007/2008 pada aktivitas dan penguasaan siswa materi pokok sistem

pencernaan dengan model LC 5 Fase meningkat dibandingkan dengan yang

tidak menggunakan LC 5 Fase. Begitu juga dengan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD, Penelitian Sari (2007: 28) menemukan bahwa

penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat meningkatkan

hasil belajar biologi siswa. Dari hasil penelitian itu, terlihat bahwa kedua

model pembelajaran kooperatif tersebut apabila diterapkan pada siswa yang

sebelumnya masih menggunakan pembelajaran yang bersifat konvensional,

efek yang diberikan adalah sama-sama dapat meningkatkan penguasaan materi

siswa. Namun dari kedua tipe pembelajaran kooperatif tersebut belum

diketahui yang lebih baik apabila diterapkan pada siswa SMP Negeri 4 Padang

Cermin dengan karakteristik tersendiri yang mengutamakan pembelajaran

berbasis kekeluargaan sehingga pembelajaran menjadi efektif, hal ini belum

terlihat karena sumberdaya sekolah dan kedekatan pendidik dengan peserta

didik belum di kembangakan secara maksimal.

Berdasarkan masalah dan pernyataan yang telah diuraikan, maka perlu

dilakukan penelitian mengenai model pembelajaran yang diterapkan pada

konsep sistem penecernaan dengan judul: “Perbandingan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe LC 5 Fase Dengan Tipe Kooperatif Tipe STAD Terhadap

Penguasaan Materi Pokok Sistem Pencernann Kelas VIII SMP N 4 Padang

(21)

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

(1) adakah perbedaan yang signifikan penguasaan materi siswa pada

pembelajaran menggunakan modelLC 5 Fase dan STAD?

(2) adakah perbedaan aktivitas siswa pada pembelajaraan menggunakan

model LC 5 Fase dan STAD?.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui:

(1) perbedaan yang signifikan penguasaan materi siswa pada pembelajaraan

mengggunakan model LC 5 Fase dan STAD

(2) perbedaan aktivitas siswa pada pembelajaraan menggunakan model LC 5

Fase dan STAD .

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

a. Peneliti

Memberikan wawasan serta pengalaman baru dalam melaksanakan proses

pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe LC 5

Fase dan tipe STAD.

b. Guru

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe LC 5 Fase dan tipe

(22)

meningkatkan penguasaan materi siswa khususnya pada materi pokok

sistem pencernaan.

c. Siswa

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe LC 5 Fase dan tipe

STAD, diharapkan dapat memberikan pengalaman belajar yang berkesan

bagi siswa, sehingga mampu meningkatkan penguasaan materi dan

aktivitas siswa khususnya pada materi biologi.

d. Sekolah

Model pembelajaran kooperatif tipe LC 5 Fase dan tipe STAD,

diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi dan pemikiran dalam

upaya peningkatan mutu pembelajaran di sekolah yang bersangkutan.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. LC 5 Fase merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan yang diorganisasi

sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai kompetensi-kompetensi

yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif ,

dengan langkah-langkah LCterdiri dari lima fase yaitu: (1) fase to engage

(fase mengundang), (2) fase to explore (fase menggali), (3) fase to explain

(fase menjelaskan), (4) fase to elaborate (fase penerapan konsep) dan (5) fase to evaluate (fase evaluasi).

2. STAD merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan

bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang

(23)

kelompok yang bersifat heterogen, dengan angkah-langkah pembelajaran

STAD: (1)Penyampaian tujuan dan motivasi, (2) pembagian kelompok, (3)

presentasi guru, (4) kegiatan belajar dalam tim, (5) evaluasi dan (6)

penghargaan prestasi tim.

3. Aktivitas siswa dalam penelitian ini adalah aktivitas siswa selama proses

pembelajaran yang meliputi kemampuan mengemukakan pendapat,

kemampuan bertanya, bekerjasama dengan teman dalam menyelesaikan

tugas kelompok, bertukar informasi, presentasi dan membuat kesimpulan.

4. Penguasaan materi diukur berdasarkan nilai yang diperoleh dari hasil

pretes, postes dan gain pada materi sistem pencernaan.

5. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII A sebagai kelompok

eksperimen I dan kelas VIII C sebagai kelas eksperimen II SMPN 4

Padang Cermin tahaun pelajaran 2013/2014.

6. Materi pokok yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sistem

pencernaan. SK 1 . “memahami berbagai sistem dalam kehidupan manusia”. KD 1.4. “mendeskripsikan sistem pencernaan pada manusia dan hubungannya dengan kesehatan”.

E. Kerangka Pikir

Aktivitas siswa dalam pembelajaran memiliki peranan penting dalam

perolehan pengetahuan siswa dan penguasan materi. Pada kenyataannya

dalam proses pembelajaran guru belum melibatkan siswa untuk aktif

memperoleh dan mengembangkan pengetahuannya, sehingga menyebabkan

(24)

merangsang aktivitas siswa dalam mengembangkan pengetahuannya tersebut

sehingga meningkatkan penguasaan materi adalah model pembelajaran LC 5

Fase dan STAD.

Model LC 5 Fase menyarankan agar proses pembelajaran dapat melibatkan

siswa dalam kegiatan belajar yang aktif sehingga proses sehingga proses

asimilasi, akomodasi dan organisasi dalam struktur kognitif siswa. Bila terjadi

proses konstruksi pengetahuan dengan baik maka siswa akan dapat

meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang dipelajari. LC 5 Fase

merupakan model pembelajaran yang menggunakan tahapan belajar

sistematis yang diorganisir secara baik sehingga pembelajaran di kelas akan

menjadi aktif, LC 5 Fase diawali dengan fase mengundang, fase menggali,

fase menjelaskan, fase penerapkan dan fase evaluasi.Tahapan pertama dengan

memberikan pembelajaran yang , menarik oleh guru kemudian siswa

diberikan kemandirian untuk mengeksplorasi materi dengan berbagai sumber,

siswa dituntut untuk manpu menjelaskan dan menemukan konsep nyata

dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman belajar yang berkesan pada model

LC 5 Fase diberikan oleh siswa akan mampu meningkatkan aktivitas dan

penguasaan materi siswa.

STAD merupakan model pembelajaran yang mengutamakan kerja kelompok

dalam belajar yang mengandalkan siswa untuk berinteraksi secara aktif dalam

kelompok dengan demikian akan membangkitkan potensi siswa untuk aktif

dalam kegiatan pembelajaran di kelas sehingga penguasaan materi siswa akan

(25)

merupakan pembelajaran kooperatif dengan membuat kelompok dimana setiap

kelompok beranggotakanenam sampai tujuh orang siswa secara heterogen.

Tipe STAD diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran dan motivasi,

penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis dan penghargaan kelompok.

Dalam pembelajaran kelompok siswa dituntut berkomunikasi dan

bersosialisasi dalam anggota kelompok, ini akan merangsang aktivitas siswa

dalam pembelajaran, tanggung jawab yang diberikan oleh guru dalam seiap

kelompok mengharuskan siswa untuk menyelesaiakan tugas dengan materi

yang harus dicari dan dijadikan informasi untuk pertanggungjawaban pada

masing-masing kelompok, ini akan merangsang siswa untuk menguasai materi

pada tugas yang diberikan oleh guru. Dengan membandingkan kedua model

pembelajaran kooperatif di atas dapat diketahui manakah yang paling cocok

digunakan pada siswa SMPN 4 Padang Cermin yang mempunyai karakteristik

tersendiri.

Adapun variabel bebas dari penelitian ini adalah model pembelajaran

kooperatif tipe LC 5 Fase dan tipe STAD, sedangkan variabel terikatnya

adalah aktivitas siswa dan penguasaan materi siswa. Hubungan antara variabel

bebas dengan variabel terikat dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Diagram Hubungan variabel bebas dengan variabel terikat. X1

Y

(26)

(Keterangan: X1 = Pembelajaran kooperatif dengan model tipe LC 5 fase, X2 = Pembelajaran kooperatif dengan model tipe STAD, Y = Penguasaan materi siswa dan Aktivitas siswa)

F. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. H0 : Tidak ada perbedaan yang signifikan dari penerapan pembelajaran

kooperatif tipe LC 5 Fase dan tipe STAD terhadap penguasaan

materi siswa pada materi pokok sistem pencernaan.

H1 : Ada perbedaan yang signifikan dari penerapan pembelajaran

kooperatif LC 5 Fase dan tipe STAD terhadap penguasaan materi

oleh siswa pada materi pokok sistem pencernaan.

2. Model Pembelajaran kooperatif tipe LC 5 Fase dan tipe STAD

meningkatkan aktivitas belajar siswa pada materi pokok sistem

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A.Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)

Banyak ahli yang telah mencoba mengemukakan pengertian pembelajaran

kooperatif. Pembelajaran kooperatif berdasarkan pendapat Rusman (2010:

202) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja

dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri

dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat

heterogen. Pengelompokan heterogenitas bersarkan pendapat Lie (2008: 41)

merupakan ciri yang menonjol dalam model pembelajaran kooperatif.

Kelompok heterogenitas bisa dibentuk dengan memperhatikan jenis kelamin,

latar belakang, agama, sosial-ekonomi, etnik, dan keterampilan akademis.

Kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling mengajar, saling

mendukung, meningkatkan relasi, interaksi antar ras, agama, etnik, jenis

kelamin dan memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu

orang yang berketerampilan akademis tinggi guru mendapatkan satu asisten

untuk setiap tiga orang.

Berdasarkan pendapat Sanjaya (dalam Nugraheni, 2011: 14) bahwa

pembelajaran kooperatif merupakan kegiatan belajar siswa yang dilakukan

(28)

kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa dalam kelompok-kelompok

tertentu untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan. Lie

(2008: 12) mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif atau pembelajaran

gotong royong adalah sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada

siswa untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang

terstruktur, dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator.

Slavin (dalam Rusman, 2010: 201)berpendapat bahwa pembelajaran

kooperatif dapat menggalakan siswa berinteraksi secara aktif dan positif dalam

kelompok. Ini membolehkan pertukaran ide dan pemeriksaan ide sendiri

dalam suasana yang tidak terancam, sesuai dengan falsafah konstruktivisme.

Dengan demikian, pendidikan hendaknya mampu mengondisikan dan

memberikan dorongan untuk dapat mengoptimalkan dan membangkitkan

potensi siswa, menumbuhkan aktivitas serta daya cipta (kreativitas), sehingga

akan menjamin terjadinya dinamika di dalam proses pembelajaran.

pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok strategi pengajaran

yang melibatkan siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai tujuan

bersama. Johnson (dalam Nugraheni, 2011: 15) mengungkapkan bahwa tujuan

pokok belajar kooperatif adalah memaksimalkan belajar siswa untuk

peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik secara individu maupun

secara kelompok.

Lie (2008: 31)berpendapat bahwa tidak semua kerja kelompok bisa dianggap

(29)

positif, (2) Tanggung jawab perseorangan, (3) tatap muka, (4) komunikasi

antaranggota dan (5) evaluasi proses kelompok.

Salah satu model pembelajaran yang telah berkembang saat ini yaitu model

pembelajaran kooperatif, yang memberi kesempatan kepada siswa untuk

melakukan sesuatu dan guru hanya bertindak sebagai fasilitator, bukan

mendominasi pembelajaran di kelas. Seperti yang dikemukakan Lie (2004: 12)

bahwa pembelajaran kooperatif adalah sistem pengajaran yang memberikan

kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama dengan sesama siswa dalam

tugas-tugas yang terstruktur, dimana dalam sistem ini guru bertindak sebagai

fasilitator. Berdasarkan pendapat Sanjaya (2009: 194) pembelajaran kooperatif

merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem kelompokkan

atau tim kecil, yaitu antara empat sampai enam orang yang mempunyai latar

belakang kemampuan akademis, jenis kelamin, ras, atau suku yang berbeda

(heterogen). Sistem penilaian dilakukan terhadap kelompok. Setiap kelompok

akan memperoleh penghargaan (reward), jika kelompok mampu menunjukkan prestasi yang dipersyaratkan.

Setiap anggota kelompok akan memiliki ketergantungan positif,

ketergantungan semacam itulah yang selanjutnya akan memunculkan tanggung

jawab individu terhadap kelompok dan keterampilan interpersonal dari setiap

anggota kelompok. Setiap individu akan saling membantu, mereka akan

memiliki motivasi untuk keberhasilan kelompok, sehingga setiap individu akan

memiliki kesempatan yang sama untuk memberikan kontribusi dan

(30)

Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan

partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan

dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada

siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar

belakangnya. Jadi dalam pembelajaran kooperatif siswa berperan ganda yaitu

sebagai siswa ataupun sebagai guru. Dengan bekerja secara berkolaboratif

untuk mencapai sebuah tujuan bersama, maka siswa akan mengembangkan

keterampilan berhubungan dengan sesama manusia yang akan sangat

bermanfaat bagi kehidupan di luar sekolah (Trianto 2010: 58).

Pembelajaran kooperatif menekankan pembentukan suatu kelompok kecil

siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan sebuah masalah,

menyelesiakan suatu tugas, atau untuk mengerjakan sesuatu untuk mencapai

tujuan bersama lainnya. Keberhasilan dalam sebuah kerja dipengaruhi oleh

keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Seperti yang

dikemukakan oleh Slavin (2010: 4) bahwa pembelajaran kooperatif merujuk

pada berbagai macam metode pengajaran dimana para siswa bekerja dalam

kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam

mempelajari materi pelajaran. Kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat

saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi untuk mengasah

pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam

pemahaman masing-masing. Cara pembelajaran kooperatif jarang sekali

menggantikan pengajaran yang diberikan oleh guru, tetapi lebih seringnya

menggantikan pengaturan tempat duduk yang individual, cara belajar

(31)

siswa-siswa dalam kelompok kooperatif akan belajar satu sama lain untuk

memastikan bahwa tiap orang dalam kelompok telah menguasai konsep-konsep

yang telah dipikirkan.

Selain lima unsur penting yang terdapat dalam model pembelajaran kooperatif,

model pembelajaran mengandung prinsip-prinsip yang membedakan dengan

model pembelajaran lainnya. Slavin (dalam Suwanti, 2011: 16)

mengungkapkan bahwa konsep utama dari belajar kooperatif sebagai berikut:

1. Penghargaan kelompok, yang akan diberikan jika kelompok mencapai

kriteria yang ditentukan.

2. Tanggung jawab individual, bermakna bahwa khususnya kelompok

tergantung pada belajar individual semua anggota kelompok.

3. Kesempatan yang sama untuk sukses, bermakna bahwa siswa telah

membantu kelompok dengan cara meningkatkan belajar mereka sendiri.

Pembelajaran kooperatif mempunyai bebarapa kelebihan yaitu dapat

memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan

pemahaman baik secara individu maupun secara kelompok. Tujuan-tujuan

pembelajaran kooperatif mencakup tiga jenis tujuan penting, yaitu hasil belajar

akademik, penerimaan terhadap keragaman dan pengembangan keterampilan

sosial. Berdasarkan pendapat Slavin (2010: 100) pembelajaran kooperatif

bukan hanya sebuah teknik pengajaran yang ditujukan untuk meningkatkan

pencapaian prestasi para siswa, pembelajaran kooperatif juga merupakan cara

untuk menciptakan keceriaan, lingkungan yang pro-sosial di dalam kelas, yang

merupakan salah satu manfaat untuk memperluas perkembangan interpersonal

(32)

Terdapat enam fase atau langkah utama dalam pembelajaran kooperatif, table

berikut:

Tabel 1. langkah-langkah model pembelajaran kooperatif

Langkah Indikator Tingkah laku guru Langkah 1 Menyampaikan tujuan

dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pem-belajaran dan mengomunikasikan kompetensi dasar yang akan di-capai serta memotivasi siswa. Langkah 2 Menyajikan informasi Guru menyajikan informasi

ke-pada siswa Langkah 3 Mengorganisasikan

siswa dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menginformasikan penge-lompokan siswa

Langkah 4 Membimbing belajar kelompok

Guru memotivasi serta memfa-silitasi kerja siswa untuk materi pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar.

Langkah 5 Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Langkah 6 Pemberian Penghargaan Guru memberi penghargaan hasil belajar individual dan kelompok. (Dimodifikasi dari Arends dalam Suyatna (2008: 96)

Berdasarkan uraian di atas model pembelajaran kooperatif merupakan

pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok kecil secara

kolaboratif, saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi yang

diberikan guru dalam rangka memperoleh hasil yang optimal dalam belajar.

B. Model Learning Cycle 5 Fase

Perubahan paradigma pendidikan dari behavioristik menuju konstruktivistik

melahirkan model, metode, pendekatan dan strategi-strategi baru dalam

sistem pembelajaran khususnya dalam pembelajaran biologi. Salah satu

(33)

belajar. LC adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada siswa

(student centered). LCmerupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan (fase) yang diorganisasi sedemikian rupa sehingga siswa dapat menguasai

kompetensi-kompetensi yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan

aktif. Model LC dikembangkan dari teori perkembangan kognitif Piaget.

Model belajar ini menyarankan agar proses pembelajaran dapat melibatkan

siswa dalam kegiatan belajar yang aktif sehingga proses asimilasi, akomodasi

dan organisasi dalam struktur kognitif siswa. Bila terjadi proses konstruksi

pengetahuan dengan baik maka siswa akan dapat meningkatkan

pemahamannya terhadap materi yang dipelajari

Pandangan ini berpendapat bahwa dalam proses belajar anak membangun

pengetahuannya sendiri dan memperoleh banyak pengetahuan di luar sekolah

(Dahar, 1989: 3). Model pembelajaran yang dilakukan dalam Learning cycle

atau siklus belajar, seperti yang telah dijelaskan oleh (Herron, 1988: 14) yaitu

salah satu strategi mengajar untuk menerapkan model konstruktivis adalah

penggunaan siklus belajar.

Learning cycle merupakan rangkaian tahap-tahap kegiatan yang

terorganisasi sedemikian rupa, sehingga siswa dapat menguasai kompetensi

yang harus dicapai dalam pembelajaran dengan jalan berperan aktif.

Kelebihan model learning cycle 5 Fase dibandingkan dengan model pembelajaran lain yaitu pembelajaran berpusat pada siswa (student-centered), proses pembelajaran menjadi lebih bermakna karena

mengutamakan pengalaman nyata, menghindarkan siswa dari cara belajar

(34)

meningkatkan motivasi belajar karena siswa dilibatkan secara aktif dalam

proses pembelajaran (Fajaroh & Dasna, 2004: 4) Learning cycle perlu dikedepankan karena sesuai dengan teori belajar Piaget banyak versi yang

bermunculan dalam kurikulum sains mengenai model pembelajaran learning cycle yaitu fase 3E, 5E, dan 7E (Rahayu, 2009: 15).

Learning cycle adalah sebuah model pembelajaran yang terencana dan pembelajaran berpusat pada siswa (student centered). Learning cycle

merupakan sebuah rangkaian tahapan-tahapan atau fase yang disusun secara

terorganisir sehingga siswa dapat menguasai kompetensi- kompetensi yang

harus dicapai dengan cara berperan aktif dalam pembelajaran (Fajaroh dan

Dasna dalam Utami, 2012: 3). Untuk itu, dipilihlah model pembelajaran

learning cycle dalam mengajarkan materi biologi.

Learning cycle pada mulanya terdiri atas tiga fase, yaitu eksplorasi

(exploration), pengenalan konsep (concept introduction) dan aplikasi konsep (concept application) (Karplus dan Their dalam Utami, 2012: 3 ). Learning cycle tiga fase saat ini telah dikembangkan menjadi 5 fase. Pada learning cycle 5 fase, ditambahkan tahap engagement sebelum exploration dan ditambahkan pula tahap evaluation pada bagian akhir siklus. Pada model ini, tahap concept introduction dan concept application masing-masing

diistilahkan menjadi explanation dan elaboration.

Lorsbach (dalam Dasna, 2006: 79-84) mengungkapkan bahwa LCterdiri dari

(35)

penerapan konsep) dan (5) fase to evaluate (fase evaluasi). Kelima fase tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Fase Pendahuluan (Engagement)

Kegiatan pada fase ini bertujuan untuk mendapatkan perhatian siswa, mendorong kemampuan berpikirnya, dan membantu mereka mengakses pengetahuan awal yang telah dimilikinya. Pada fase ini pula siswa diajak membuat prediksi-prediksi tentang fenomena yang akan dipelajari dan dibuktikan dalam fase eksplorasi. Fase ini dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi siswa.

2. Fase Eksplorasi (Exploration)

Pada fase eksplorasi siswa diberi kesempatan untuk bekerja baik secara mandiri maupun secara berkelompok tanpa instruksi atau pengarahan secara langsung dari guru. Dalam kegiatan ini guru sebaiknya berperan sebagai fasilitator membantu siswa agar bekerja pada lingkup

permasalahan (hipotesis yang dibuat sebelumnya). 3. Fase Penjelasan (Explaination)

Kegiatan belajar pada fase penjelasan ini bertujuan untuk melengkapi, menyempurnakan, dan mengembangkan konsep yang diperoleh siswa. Guru mendorong siswa untuk menjelaskan konsep yang dipahaminya dengan kata-katanya sendiri, menunjukkan contoh-contoh yang berhubungan dengan konsep untuk melengkapi penjelasannya. 4. Fase Penerapan Konsep (Elaborate)

Kegiatan belajar pada fase ini mengarahkan siswa menerapkan konsep-konsep yang telah dipahami dan keterampilan yang dimiliki pada situasi baru. Guru dapat memulai dengan mengajukan masalah baru yang memerlukan pengujian lewat ekplorasi dengan melakukan praktikum, pengamatan, pengumpulan data, analisis data sampai membuat kesimpulan.

5. Fase Evaluasi (Evaluation)

Kegiatan belajar pada fase evaluasi, guru ingin mengamati perubahan pada siswa sebagai akibat dari proses belajar pada fase ini guru dapat

mengajukan pertanyaan terbuka yang dapat dijawab dengan menggunakan lembar observasi, fakta atau data dari penjelasan dari sebelumnya yang dapat diterima.

Dalam konteks ini, Lorsbach dalam (Dasna, 2006:79-84) mengungkapkan

bahwa penerapan LC5 Fase dilihat dari segi guru memberi keuntungan karena

memperluas wawasan dan meningkatkan kreativitas guru dalam merancang

pembelajaran. Sedangkan ditinjau dari dimensi siswa, penerapan strategi ini

(36)

siswa dilibatkan secara aktif dalam proses pembelajaran, (2) membantu

mengembangkan sikap ilmiah siswa dan (3) pembelajaran menjadi lebih

bermakna.

C. Model STAD (STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS)

Model pembelajaran STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan teman

temannya, model ini merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling

sederhana. Guru yang menggunakan model pembelajaran STAD mengacu

pada kelompok belajar siswa, menyajikan informasi akademik baru kepada

siswa setiap minggu menggunakan presentasi verbal atau teks. Siswa dalam

satu kelas dipecah menjadi kelompok dengan anggota empat sampai lima

orang. Setiap kelompok haruslah heterogen yang terdiri dari laki-laki dan

perempuan, berasal dari berbagai suku, memiliki kemampuan tinggi, sedang

dan rendah (Ibrahim, 2000: 20).

Slavin (dalam Rusman, 2010: 213) berpendapat bahwa tipe STAD merupakan

variasi pembelajaran kooperatif yang paling banyak diteliti. Tipe ini juga

sangat mudah diadaptasi, telah digunakan dalam matematika, IPA, IPS, bahasa

inggris, teknik dan banyak subjek lainnya, pada tingkat sekolah dasar sampai

perguruan tinggi.

Berbagai model pembelajaran kooperatif sudah banyak digunakan dalam

proses pembelajaran. Salah satu model pembelajaran kooperatif yang paling

sederhana dan umum digunakan adalah STAD. Slavin (2005:143)

mengemukakan bahwa STAD merupakan salah satu metode pembelajaran

(37)

untuk permulaan bagi para guru yang baru menggunakan pendekatan

kooperatif. Berkaitan dengan hal tersebut, Slavin (dalam Eggen dan Kauchak,

2012: 144) telah mengungkapkan bahwa STAD adalah sebuah strategi

pembelajaran kooperatif yang memberi tim berkemampuan majemuk latihan

untuk mempelajari konsep dan keahlian. Eggen dan Kauchak (2012: 148),

menyatakan model pembelajaran kooperatif STAD memiliki beberapa fase.

Fase-fase tersebut ditunjukkan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Fase-fase dalam menerapkan pelajaran STAD

Fase Tujuan

Fase 1: Instruksi/Pengajaran Keterampilan dijelaskan dan dimodelkan di dalam lingkungan kelompok utuh

1. Mengembangkan pemahaman siswa tentang keahlian

2. Memberi siswa latihan untuk menggunakan keterampilan

Fase 2: Transisi menuju tim Siswa berpindah dari pengajaran kelompok utuh dan bersiap untuk studi tim

1. Membuat transisi dari pengajaran kelompok utuh ke kerja kelompok 2. Memberi siswa pengalaman

bekerja sama dengan rekan kelompok dari kemampuan dan latar belakang berbeda

Fase 3: Studi Tim

Tim-tim siswa berlatih melakukan keterampilan akademik

1. Memberikan latihan keterampilan akademis

2. Mendorong perkembangan sosial Fase 4: Mengakui prestasi

Nilai perbaikan dan penghargaan tim diberikan

1. Mengakui prestasi

2. Meningkatkan motivasi siswa untuk belajar

Slavin (dalam Trisnawati, 2013: 15) mengemukakan beberapa tahapan yang

harus dilakukan dalam model pembelajaran STAD sebagai berikut:

1. Presentasi Kelas

Materi yang disampaikan pada saat persentasi kelas biasa menggunakan

(38)

kelas ini sama dengan pembelajaran biasa hanya berbeda pada pemfokusan

terhadap model pembelajaran kooperatif tipe STAD.

2. Belajar Kelompok

Siswa belajar dalam kelompok untuk menyelesaikan tugas-tugas yang

diberikan guru dan untuk lebih memantapkan pemahaman terhadap materi

yang telah diberikan oleh guru.

3. Kuis

Kuis atau tes diberikan setelah melaksanakan satu atau dua kali pertemuan

(satu atau dua kali kegiatan kelompok). Pada saat kuis atau tes siswa tidak

boleh saling membantu satu sama lain dan harus mengerjakan soal secara

individu.

4. Skor Peningkatan Individu

Hasil tes setiap siswa diberi skor peningkatan yang ditentukan berdasarkan

selisih skor tes terdahulu (skor tes awal dan skor tes akhir). Skor individu

setiap anggota kelompok memberi sumbangan kepada skor kelompok.

5. Penghargaan Kelompok

Penghargaan kelompok diberikan berdasarkan poin peningkatan kelompok.

Skor kelompok adalah rata-rata dari peningkatan individu dalam kelompok

tersebut

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD sering digunakan guru dalam

pembelajaran di kelas. Zulhartati (2012: 7)model ini memiliki kelebihan dan

kekurangan sebagai berikut:

(39)

a) Siswa dapat belajar dari siswa lainnya yang lebih mengerti, sehingga rasa

malu untuk bertanya terhadap materi yang belum dimengerti siswa dapat

berkurang.

b) Siswa dapat saling aktif dalam memecahkan masalah yang diberikan oleh

guru.

c) Siswa menjadi harus merasa siap, karena akan mendapatkan tes oleh guru

bidang studi.

d) Di dalam penilaian, guru dapat melihat kemampuan dari masing-masing

individu siswa terhadap pemahaman materi.

2. Kelemahan model pembelajaran kooperatif tipe STAD

a) Bagi siswa yang belum dapat bekerja sama dengan kelompoknya dan

tidak dapat mengerjakan soal yang diberikan oleh guru, maka siswa

tersebut akan tertinggal dari siswa yang lainnya.

b) Apabila didalam kelompok tersebut tidak terdapat siswa yang mengerti

akan soal atau materi yang diberikan oleh guru, maka seluruh anggota

kelompok akan kesulitan dalam memecahkan masalah.

D. Aktivitas Belajar Siswa

Aktivitas dalam proses belajar mengajar merupakan salah satu faktor penting

yang dapat mendukung ketercapaian kompetensi pembelajaran. Pengajaran

yang efektif adalah pengajaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri

atau melakukan aktivitas sendiri. Sardiman (2003:100) mengungkapkan

bahwa belajar sangat diperlukan adanya aktivitas. Tanpa adanya aktivitas,

belajar tidak mungkin berlangsung dengan baik. Aktivitas dalam proses

(40)

siswa dalam mengikuti pelajaran, bertanya hal-hal yang belum jelas, mencatat,

mendengar, berpikir, membaca dan segala kegiatan yang dilakukan dapat

menunjang prestasi belajar. Siswa yang beraktivitas akan memperoleh

pengetahuan, pemahaman dan aspek-aspek tingkah laku lainnya, serta

mengembangkan keterampilan yang bermakna untuk hidup di masyarakat.

Rohani ( 2004: 6-7)mengungkapkan bahwa terdapat dua jenis aktivitas dalam

pembelajaran yaitu aktivitas fisik ialah peserta didik giat aktif dengan anggota

badan, membuat sesuatu, bermain atau bekerja, ia tidak hanya duduk dan

mendengarkan, melihat atau hanya pasif. Aktivitas psikis (kejiwaan) adalah

jika daya jiwanya bekerja sebanyak-banyaknya atau banyak berfungsi dalam

rangka pembelajaran. Seluruh peranan dan kemauan dikerahkan dan

diarahkan supaya daya itu tetap aktif untuk mendapatkan hasil pembelajaran

yang optimal sekaligus mengikuti proses pengajaran secara aktif. Siswa

mendengarkan, mengamati, menyelidiki, mengingat, menguraikan dan

mengasosiasikan ketentuan satu dengan lainnya. Hamalik (2009: 175)

mengungkapkan bahwa penggunaan asas aktivitas besar nilainya bagi

pengajaran para siswa, oleh karena:

1. Para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri.

2. Berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara

integral.

3. Memupuk kerja sama yang harmonis di kalangan siswa.

4. Para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri.

(41)

6. Mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, dan hubungan antara orang

tua dengan guru.

7. Pengajaran diselenggarakan secara realistis dan konkret sehingga

mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan

verbalistis.

8. Pengajaran di sekolah menjadi hidup sebagaimana aktivitas dalam

kehidupan di masyarakat.

Sekolah adalah salah satu tempat berlangsungnya aktivitas belajar siswa.

Aktivitas siswa disekolah tidak hanya sekedar duduk, mendengarkan

penjelasan guru, ataupun mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru.

Diedrich (dalam Sardiman, 2008: 101)mengemukakan membuat suatu daftar

yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang antara lain dapat digolongkan

sebagai berikut:

1. Visual activities misalnya: membaca, memperhatikan gambar demontrasi, percobaan, dan pekerjaan orang lain.

2. Oral activities seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, dan interupsi.

3. Listeningactivities sebagai contoh: mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, dan pidato.

4. Writing activities misalnya: menulis cerita, karangan, laporan, angket, menyalin dan membuat rangkuman.

(42)

6. Motor activities misalnya: melakukan percobaan, membuat kontruksi, model mereparasi, bermain, berkebun, dan beternak.

7. Mental activities misalnya: mencari informasi, menganggap, mengingat, memecahkan soal, menganalisa, melihat hubungan dan mengambil

keputusan.

8. Emosional activities misalnya: menaruh minat, merasa bosan, gembira, semangat, bergairah, berani, tegang dan gugup.

D. Penguasaan Materi Siswa

Penguasaan materi merupakan salah satu aspek dalam ranah kognitif dari

tujuan kegiatan belajar mengajar. Ranah kognitif meliputi berbagai tingkah

laku dari tingkatan terendah sampai tertinggi, yaitu pengetahuan, pemahaman,

penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Penguasaan merupakan

kemampuan menyerap arti dari materi suatu bahan yang dipelajari.

Penguasaan bukan hanya sekedar mengingat mengenai apa yang pernah

dipelajari, tetapi menguasai lebih dari itu, yakni memperlihatkan bebagai

proses kegiatan mental sehingga lebih bersifat dinamis (Rohamah, 2006: 2).

Materi pelajaran merupakan bahan ajar utama minimal yang harus dipelajari

oleh siswa untuk menguasai kompetensi dasar yang sudah dirumuskan dalam

kurikulum (Muhammad, 2003: 17). Dengan materi pelajaran siswa dapat

mempelajari suatu kompetensi atau kompetensi dasar secara runtut dan

sistematis, secara akumulatif mampu menguasai semua kompetensi secara

(43)

yang diperlukan guru untuk perencanaan dan penelaahan implementasi

pembelajaran (Awaluddin, 2008: 1).

Arikunto (2003: 115) mengungkapkan bahwa penguasaan materi merupakan

kemampuan menyerap arti dari materi suatu bahan yang dipelajari.

Penguasaan materi bukan hanya sekedar mengingat mengenai apa yang pernah

dipelajari tetapi menguasai lebih dari itu, yakni melibatkan berbagai proses

kegiatan mental sehingga lebih bersifat dinamis. Sedangkan materi

pembelajaran merupakan informasi, alat dan teks yang diperlukan guru untuk

perencanaan dan penelaahan implementasi pembelajaran (Awaluddin,

2008:1).

Penguasaan materi siswa merupakan hasil belajar dalam kecakapan kognitif.

Anderson (2000: 67-68) mengemukakan ranah kognitif terdiri dari 6 jenis

perilaku (1) Remember mencakup kemampuan ingatan tentang hal yang telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu meliputi fakta,

peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip dan metode, (2) Understand

mencakup kemampuan menangkap arti dan makna hal yang dipelajari, (3)

Apply mencakup kemampuan menerapkan metode dan kaidah untuk

menghadapi masalah yang nyata, (4) Analyze mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat

dipahami dengan baik. Misalnya: mengurai masalah menjadi bagian yang

telah kecil, (5) Evaluate mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu dan (6) Create mencakup

(44)

Penguasaan materi pelajaran oleh siswa dapat diukur dengan mengadakan

evaluasi. Thoha (1994: 1) menyatakan bahwa evaluasi merupakan kegiatan

yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan

instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh

kesimpulan. Instrumen atau alat ukur yang biasa digunakan dalam evaluasi

adalah tes. Tes merupakan alat atau prosedur yang digunakan untuk

mengetahui atau mengukur sesuatu dengan cara dan aturan-aturan yang sudah

ditentukan (Arikunto 2001: 53). Fathurrohman dan Sutikno (2009: 174)

mengemukakan bahwa tes adalah pengukuran berupa pertanyaan perintah dan

petunjuk yang ditunjukan kapan test untuk mendapatkan respon sesuai dengan

petunjuk itu. Tes untuk mengukur berapa banyak atau berapa persen tujuan

pembelajaran dicapai setelah satu kali mengajar atau satu kali pertemuan

adalah postes atau tes akhir. Disebut tes akhir karena sebelum memulai

pelajaran guru mengadakan tes awal atau pretes. Kegunaan tes ini ialah

terutama untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam memperbaiki rencana

pembelajaran. Dalam hal ini, hasil tes tersebut dijadikan umpan balik dalam

meningkatkan mutu pembelajaran (Daryanto, 1999: 195-196).

Penguasaan materi merupakan hasil belajar dari ranah kognitif. Seorang siswa

dikatakan telah menguasai materi pelajaran yang telah diajarkan oleh guru jika

dia mampu menyelesaikan soal-soal tes yang diberikan dan mencapai target

penguasaan materi yang telah ditentukan. Anderson (dalam Khoerul, 2012: 1)

menguraikan dimensi proses kognitif pada taksonomi Bloom revisi yang

(45)

1. Menghafal (remember), yaitu menarik kembali informasi yang tersimpan dalam memori jangka panjang, yang mencakup dua macam proses kognitif mengenali dan mengingat.

2. Memahami (understand), yaitu mengkonstruk makna atau pengertian berdasarkan pengetahuan awal yang dimiliki, atau mengintegrasikan pengetahuan yang baru ke dalam skema yang ada dalam pemikiran siswa, yang mencakup tujuh proses kognitif: menafsirkan

(interpreting), memberikan contoh (exemplifying),

mengklasifikasikan (classifying), meringkas (summarizing), menarik inferensi (inferring), membandingkan (comparing), dan menjelaskan (explaining).

3. Mengaplikasikan (apply), yaitu penggunaan suatu prosedur guna meyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas, yang mencakup dua proses kognitif: menjalankan (executing) dan mengimplementasikan (implementing).

4. Menganalisis (analyze), yaitu menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsur-unsurnya dan menentukan bagaimana saling

keterkaitan antar unsur-unsur tersebut, yang mencakup tiga proses kognitif: menguraikan (differentiating), mengorganisir (organizing), dan menemukan pesan tersirat (attributing).

5. Mengevaluasi (evaluate), yaitu membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada, yang mencakup dua proses kognitif: memeriksa (checking) dan mengkritik (critiquing). 6. Membuat (create), yaitu menggabungkan beberapa unsur menjadi

suatu bentuk kesatuan, yang mencakup tiga proses kognitif:

membuat (generating), merencanakan (planning), dan memproduksi (producing).

Penguasaan materi dapat diukur dengan mengadakan evaluasi. Sanjaya (2009:

243) mengemukakan evaluasi merupakan proses yang sangat penting dalam

kegiatan pendidikan formal. Adapun fungsi evaluasi sebagai berikut:

1. Evaluasi merupakan alat yang penting sebagai umpan balik bagi

siswa.

2. Evaluasi merupakan alat yang penting untuk mengetahui bagaimana

ketercapaian siswa dalam menguasai tujuan yang telah ditentukan.

3. Evaluasi dapat memberikan informasi untuk mengembangkan

(46)

4. Informasi dari hasil evaluasi dapat digunakan oleh siswa secara

individual dalam mengambil keputusan, khususnya untuk

menentukanl masa depan sehubungan dengan pemilihan bidang

pekerjaan serta pengembangan karier.

5. Evaluasi berguna untuk para pengembang kurikulum khususnya

dalam menentukan kejelasan tujuan khusus yang ingin dicapai.

6. Evaluasi berfungsi sebagai umpan balik bagi semua pihak yang

(47)

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Desember 2013 di SMP Negeri 4

Padang Cermin.

B. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 4

Padang Cermin semester ganjil tahun pelajaran 2013/2014, pengambilan

sampel dipilih dengan teknik porpusive sampling dengan mengambil dua kelas dari empat kelas yang ada dan diperoleh kelas VIII C sebagai kelas

eksperimen I dan kelas VIII A sebagai kelas eksperimen II.

C. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain pretes-postes

kelompok tak ekuivalen. Kelas eksperimen I diberi perlakuan dengan model

(48)

Struktur desainnya adalah sebagai berikut:

Kelas pretes perlakuan postes

I O1 X1 O2

II O1 X2 O2

Gambar 2. Desain pretest-postest tak ekuivalen

Keterangan:

I = Kelas eksperimen I LC 5 Fase II = Kelas eksperimen II STAD O1 = Pretest

O2 = Postest

X1 = Perlakuan eksperimen I X2 = Perlakuan eksperimen II (Dimodifikasi dari Riyanto, 2001:43)

D. Prosedur Penelitian

Penelitian ini terdiri dari dua tahap, yaitu prapenelitian dan pelaksanaan

penelitian. Adapun langkah-langkah dari tahap tersebut yaitu sebagai berikut:

1. Prapenelitian

Kegiatan yang dilakukan pada prapenelitian sebagai berikut:

a. Membuat surat izin penelitian pendahuluan ke sekolah tempat

diadakannya penelitian.

b. Mengadakan observasi ke sekolah tempat diadakannya penelitian,

untuk mendapatkan informasi tentang keadaan kelas yang diteliti.

c. Menetapkan sampel penelitian untuk kelas eksperimen dan kelas

kontrol.

d. Membuat perangkat pembelajaran yang terdiri dari Silabus, Rencana

(49)

e. Membuat instrumen evaluasi yaitu soal pretes atau postes berupa soal

pilihan jamak untuk setiap pertemuan.

2. Pelaksanaan Penelitian

Kegitan penelitian ini menggunakan dua kelas eksperimen sebagai

perbandingan , yaitu kelas eksperimen dengan model pembelajaran LC 5

Fase dan model pembelajaran STAD dengan langkah- langkah sebagai

berikut:

1) Kelas eksperimen I (Pembelajaran menggunakan model LC 5 Fase)

Mengadakan kegiatan pembelajaran dengan menerapkan model LC 5

Fase. Penelitian ini dilaksanakan sebanyak tiga pertemuan. Pertemuan

I membahas submateri pokok komponen zat makanan, sumber, dan

fungsinya, Pertemuan II membahas submateri pokok sistem

pencernaan pada manusia, dan Pertemuan III membahas submateri

pokok gangguan sistem pencernaan. Langkah-langkah

pembelajarannya sebagai berikut:

a) Kegiatan awal Engagement

1. Siswa menjawab pretes berupa soal uraian untuk mengukur

kemampuan akademik awal siswa.

2. Siswa mendengarkan tujuan pembelajaran yang harus dicapai

(50)

3. Siswa membentuk kelompok terdiri dari empat sampai lima

orang.

4. Siswa digali kemampuan awal oleh guru dengan pertanyaan:

Pertemuan I : ”Sebutkan alat-alat pencernaan pada manusia!” Pertemuan II : “Coba berikan contoh makanan yang

dibutuhkan oleh tubuh kita!”

Pertemuan III : ”Sebutkan gangguan sistem pencernaan yang terjadi pada manusia!”

5. Siswa diberi motivasi oleh guru dengan cara mengajukan

pertanyaan dan penegasan:

Pertemuan I : Guru memberikan motivasi berupa manfaat

mepelajari sistem pencernaan pada manusia: ”setelah kalian mempelajari sistem pencernaan pada manusia kalian dapat

mengetahui bahwa manusia memiliki organ-organ pencernaan

yang berfungsi untuk menyerap zat-zat makanan yang di

butuhkan oleh tubuh”.

Pertemuan II : Guru memberikan motivasi berupa manfaat

mepelajari zat makanan, sumber dan fungsinya: setelah kalaian

mempelajari zat makanan, sumber dan fungsinya kalian dapat

mengetahui bahwa makronutrien dan mikronutrien dibutuhkan

oleh tubuh serta makakan berfungsi sebagai sumber energi bagi

manusia.

Petemuan III : Guru memberikan motivasi berupa manfaat

(51)

kalian mempelajari gangguan sistem pencernaan kalaian dapat

mengetahui bahwa gangguan pencernaan pada manusia

disebabkan oleh beberpa faktor antara lain infeksi bakteri,

kelainan dan penyakit pada sistem pencernaan , serta pola

makan yang salah.

6. Siswa diminta guru untuk membuat hipotesis.

b) Kegiatan Inti Explore

1. Siswa mengambil LKK yang diberikan oleh guru mengenai

pertemuan I membahas submateri pokok sistem pencernaan

pada manusia, Pertemuan II submateri pokok komponen zat

makanan, sumber, dan fungsinya dan Pertemuan III membahas

submateri pokok gangguan sistem pencernaan.

2. Siswa dalam kelompok menjawab pertanyaan-pertanyaan yang

terdapat dalam LKK dengan berdiskusi (Pertemuan I - III).

3. Siswa bekerja dalam kelompok, jika siswa mengalami kesulitan

guru melakukan intervensi terbatas pada kelompok, jika

seluruh kelompok mengalami kesulitan maka guru memberi

intervensi kelas.

Explain

Pertemuan I - III

1. Siswa mempresentasikan hasil diskusi.

2. Siswa lain memperhatikan, memberi tanggapan, atau

(52)

3. Siswa diberi kesempatan untuk bertanya.

4. Siswa mendengar penjelasan guru.

Elaborate

1. Siswa menjawab pertanyaan guru, dengan pertanyaan: “Sistem pencernaan manusia meliputi alat-alat pencernaan dan kelenjar

pencernaan . Alat pencernaan berupa saluran pencernaan.

Sebutkan alat-alat pencernaan pada manusia dan fungsinya.” (Pertemuan I).

2. Siswa menyebutkan fungsi zat makanan. Kemudian memberi

contoh zat makan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia sebagai

penghasil energi, sebagai pembangun dan sebagai pelindung.

Dapatkah kalian memberikan contoh zat makanan apa sajakah

yang manusia butuhkan dan apa fungsinya?” (Pertemuan II). 3. Siswa menjawab pertanyan guru, dengan pertanyaan: “berikan

contoh gangguan sistem pencernaan pada manusia dan

sebutkan penyebabnya?” (Pertemuan III).

4. Siswa diminta guru untuk menyimpulkan hasil pembelajaran

pada setiap pertemuan.

c) Penutup Evaluate

1. Siswa diminta guru untuk mengumpulkan LKK yang telah

dikerjakan.

2. Siswa mendengarkan penguatan guru dan mengerjakan tugas

(53)

3. Guru bersama siswa membuat kesimpulan dan memberi tugas

untuk materi selanjutnya.

4. Siswa diberikan postest oleh guru untuk mengukur kemampuan

akademik siswa pada akhir pelajaran (Pertemuan III).

5. Siswa menjawab salam guru pada akhir kegiatan pembelajaran.

2) Kelas eksperimen II (Pembelajaran menggunakan model STAD) Mengadakan kegiatan pembelajaran yang menggunakan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD. Penelitian ini dilakukan tiga kali

pertemuan Pertemuan I membahas submateri pokok sistem pencernaan

pada manusia, Pertemuan II membahas submateri pokok komponen zat

makanan, sumber dan fungsinya dan Pertemuan III membahas

submateri pokok gangguan sistem pencernaan. Langkah-langkah

pembelajarannya sebagai berikut:

1) Pendahuluan

a) Siswa mendengarkan Standar Kompetensi (SK), Kompetensi

Dasar (KD), indikator pembelajaran dan tujuan pembelajaran

yang dibacakan oleh guru.

b) Siswa menjawab pretes pada pertemuan I (satu) mengenai

sistem pencernaan.

c) Siswa diberikan apersepsi oleh guru:

” sistem pencernaan manusia terdiri atas saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan. Sebutkan organ saluran pencernaan

(54)

atas dua kelompok berdasarkan nutrisi yang dikandungnya

yaitu makronutrien dan mikronutrien. Sebutkan jenis-jenis dari

makronutrien!” (Pertemuan II) , Sebutkan gangguan sistem pencernaan yang terjadi pada manusia (pertemuan III).

d) Siswa diberikan motivasi oleh guru:

Pertemuan I : Guru memberikan motivasi berupa manfaat

mepelajari sistem pencernaan pada manusia: ”setelah kalian mempelajari sistem pencernaan pada manusia kalian dapat

mengetahui bahwa manusia memiliki organ-organ pencernaan

yang berfungsi untuk menyerap zat-zat makanan yang di

butuhkan oleh tubuh”.

Pertemuan II : Guru memberikan motivasi berupa manfaat

mepelajari zat makanan, sumber dan fungsinya: ”setelah kalian mempelajari zat makanan, sumber dan fungsinya kalian dapat

mengetahui bahwa makronutrien dan mikronutrien dibutuhkan

oleh tubuh serta makakan berfungsi sebagai sumber energi bagi

manusia”.

Petemuan III : Guru memberikan motivasi berupa manfaat

mepelajari gangguan sistem pencernaan manusia: ”setelah kalian mempelajari gangguan sistem pencernaan kalaian dapat

mengetahui bahwa gangguan pencernaan pada manusia

disebabkan oleh beberapa faktor antara lain infeksi bakteri,

kelainan dan penyakit pada sistem pencernaan, serta pola

(55)

2) Kegiatan inti

a) Pengelompokkan

Siswa membentuk kelompok heterogen berdasarkan nilai

akademik, jenis kelamin dan ras. Setiap kelompok

beranggotakan empat sampai lima siswa dan siswa

mendengarkan petunjuk guru dengan seksama.

b) Siswa mendengarkan instruksi dari guru.

c) Siswa medengarkan penjelasan materi oleh guru yang akan

didiskusikan secara umum pada pertemuan I membahas

submateri pokok sistem pencernaan pada manusia. Pertemuan

II submateri pokok komponen zat makanan, sumber dan

fungsinya dan Pertemuan III membahas submateri pokok

gangguan sistem pencernaan.

d) Siswa mengambil LKK yang diberikan oleh guru mengenai

pertemuan I membahas submateri pokok sistem pencernaan

pada manusia, Pertemuan II submateri pokok komponen zat

makanan, sumber dan fungsinya dan Pertemuan III membahas

submateri pokok gangguan sistem pencernaan. Pada tahap ini

terjadi kerja sama antar anggota kelompok, pemahaman tiap

anggota kelompok dalam memahami materi pembelajaran

menjadi tanggung jawab kelompok karena akan menentukan

perkembangan skor kelompok.

(56)

f) Presentasi LKK

Setelah LKK selesai dikerjakan, siswa diminta guru

mengumpulkan LKK. Selanjutnya, diadakan presentasi LKK.

g) Siswa dari kelompok lain memberikan sangahan atas jawaban

soal yang dibahas oleh kelompok tersebut.

h) Siswa mendengarkan dan memahami penjelasan dari guru.

3) Penutup

a) Penghargaan kelompok

Siswa menerima penghargaan yang diberikan oleh guru pada

kelompok seperti Super Team, Great Team dan Good Team. Penghargaan ini berdasarkan prestasi belajar yang dicapai

anggota kelompoknya dan menjadi motivator siswa untuk

mendapatkan nilai yang lebih baik.

b) Siswa bersama guru membuat kesimpulan pembelajaran dan

mendengar informasi materi yang dipelajari selanjutnya.

c) Siswa mengerjakan evaluasi postes pada akhir pembelajaran di

pertemuan III berupa soal uraian yang sama dengan soal

pretes.

D.Jenis dan Teknik Pengambilan Data

Jenis dan teknik pengumpulan data sebagai berikut:

1. Jenis Data

Terdapat dua jenis data yang diperoleh dari penelitian ini yaitu data

(57)

a. Data Kuantitatif

Data kuantitatif yaitu berupa penguasaan materi pada materi pokok

sistem pencernaan yang diperoleh dari nilai pretest dan postest.

Kemudian dihitung nilai gain, lalu dianalisis secara statistik dengan bantuan program SPSS 17.

b. Data Kualitatif

Data kualitatif berupa data aktivitas siswa selama proses pembelajaran

dan data angket tanggapan siswa, baik pada kelas eksperimen I yang

menggunakan model pembelajaran LC 5 Fase dan pada kelas

eksperimen II yang menggunakan model STAD.

2. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Lembar Observasi Aktivitas Siswa

Lembar observasi aktivitas siswa berisi semua aspek kegiatan yang

diamati pada saat proses pembelajaran. Setiap siswa diamati point

kegiatan yang dilakukan secara langsung maupun melalui catatan

aktivitas siswa kemudian melakukan penilaian dengan cara memberi

Gambar

Gambar 1.  Diagram Hubungan variabel bebas dengan variabel terikat.
Tabel 1. langkah-langkah model pembelajaran kooperatif
Tabel 2. Fase-fase dalam menerapkan pelajaran STAD
Tabel 4.  Item pernyataan pada angket.
+4

Referensi

Dokumen terkait

Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad (Student Teams Achievement Devision) Dalam Meningkatkan Penguasaan Huruf Hiragana Bagi Pembelajar Sma Universitas

Dengan penerapan strategi pembelajaran Group Investigation (GI) dengan Student Team Achievement Divisions (STAD) dapat menumbuhkan keaktifan siswa serta mempermudah siswa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : (1) Hasil belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD)

Pengaruh Model Pembelajaran Koopertif Tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) dan Group Investigation (GI) Terhadap Hasil Belajar dan Kecakapan Sosial

Penerapan Model Pembelajaran Student Team Achievement Divisions ( STAD ) untuk Meningkatkan Prestasi Belajar SiswapadaMata Pelajaran Menerapkan Ilmu StatikadanTegangan (MIST)

Henny Ekana Chrisnawati, Pengaruh Penggunaan Metode Pembelajaran Kooperatif tipe STAD Student Teams Achievement Divisions )Terhadap Kemampuan Problem Solving Siswa SMK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD ( STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DEVISION ) DALAM MENINGKATKAN. PENGUASAAN HURUF HIRAGANA BAGI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions