• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP BILANGAN PECAHAN PADA SISWA KELAS III SDN I PENGKOL JATIROTO WONOGIRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP BILANGAN PECAHAN PADA SISWA KELAS III SDN I PENGKOL JATIROTO WONOGIRI"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

i

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)

UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP BILANGAN PECAHAN PADA SISWA KELAS III

SDN I PENGKOL JATIROTO WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2010/2011

SKRIPSI

Oleh:

RISCHA FERDY NURSITA X7109090

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(2)

commit to user

ii

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE

STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)

UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP BILANGAN PECAHAN PADA SISWA KELAS III

SDN I PENGKOL JATIROTO WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2010/2011

Oleh:

RISCHA FERDY NURSITA X7109090

Skripsi

Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Jurusan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

(3)

commit to user

iii

PERSETUJUAN

Skripsi dengan judul: Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Student Team Achievement Divisions (STAD) Untuk Meningkatkan Penguasaan

Konsep Bilangan Pecahan Pada Siswa Kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri Tahun Pelajaran 2010/2011.

Disusun Oleh :

Nama : Rischa Ferdy Nursita

Nim : X7109090

Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Pada Hari : Tanggal :

Persetujuan Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Dra.Yulianti, M.Pd Drs. Hasan Mahfud, M.Pd NIP. 19541116 198203 2 002 NIP.19590515 198703 1 002

Ketua Program S1 PGSD

(4)

commit to user

iv

PENGESAHAN

Skripsi dengan judul: Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Student Team Achievement Divisions (STAD) Untuk Meningkatkan Penguasaan

Konsep Bilangan Pecahan Pada Siswa Kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri Tahun Pelajaran 2010/2011.

Disusun Oleh :

Nama : Rischa Ferdy Nursita

Nim : X7109090

Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.

Hari :

Tanggal :

Tim Penguji Skripsi

Nama Terang Tanda Tangan

Ketua : Drs. Sukarno, M.Pd ____________ Sekretaris : Drs. Kartono, M.Pd ____________ Anggota I : Dra. Yulianti, M.Pd ____________ Anggota II : Drs. Hasan Mahfud, M.Pd ____________

Disahkan oleh:

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Dekan

Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd

(5)

commit to user

v ABSTRAK

Rischa Ferdy Nursita. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS

(STAD) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP

BILANGAN PECAHAN PADA SISWA KELAS III SDN I PENGKOL JATIROTO WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2010/2011, Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Mei 2011.

Tujuan penelitian adalah (1) Meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011 melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD). (2) Mendiskripsikan proses penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) untuk meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011.

Penelitian ini berupa penelitian tindakan kelas yang terdiri dari dua siklus, dimana setiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian ini yaitu siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto pada tahun pelajaran 2010/2011. Jumlah siswa kelas III adalah 13 orang yang terdiri dari 5 orang siswa putra dan 8 orang siswa putri. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi, tes, dan dokumentasi. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan Huberman yang terdiri dari reduksi data, display data/ penyajian data, dan mengambil kesimpulan/ verifikasi data.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketuntasan belajar siswa yang pada awalnya hanya 38,46% (5 dari 13 siswa), pada siklus I ketuntasan belajar meningkat menjadi 69,23% (9 dari 13 siswa), dan pada siklus II ketuntasan belajar meningkat menjadi 84,61% (11 dari 13 siswa). Sedangkan nilai rata-ratanya yang semula 55,38, pada siklus I meningkat menjadi 65,38, dan pada siklus II meningkat menjadi 80,38.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) dapat meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto tahun pelajaran 2010/2011 dan di dalam proses penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) untuk meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011 ada beberapa hal yang peneliti temui selama penelitian.

(6)

commit to user

vi ABSTRACT

Rischa Ferdy Nursita. THE APPLICATION OF THE COOPERATIVE LEARNING MODEL STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS

(STAD) TO IMPROVE THE MASTERY OF FRACTAL NUMBER CONCEPT OF THE STUDENTS IN GRADE III OF STATE PRIMARY SCHOOL I OF PENGKOL, JATIROTO, WONOGIRI IN THE ACADEMIC YEAR OF 2010/2011. Skripsi, Surakarta: The Faculty of Teacher Training and Education, Sebelas Maret University, Surakarta, May 2011.

The objective of the research are: (1) to improve the mastery of fractal number concept of the students in Grade III of State Primary School I of Pengkol, Jatiroto, Wonogiri in the academic year of 2010/2011 through the application of the cooperative learning model (STAD); and (2) to describe the process of the application of the cooperative learning model (STAD) to improve the mastery of fractal number concept of the students in Grade III of State Primary School I of Pengkol, Jatiroto, Wonogiri in the academic year of 2010/2011.

This research used a classroom action research method with two cycles consisting of four phases, namely: planning, implementation, observation, and reflection. The subjects of the research were the students in Grade III of State Primary School I of Pengkol, Jatiroto, Wonogiri in the academic year of 2010/2011 as many as 13 students comprising 5 male students and 8 female students. The data of the research were gathered through observation, test, and documentation. The data were then analyzed by using an interactive technique of analysis claimed by Miles and Huberman, consisting of data reduction, data display, and conclusion drawing/ data verification.

(7)

commit to user

vii MOTTO

Langkah kakiku ini terus berjalan, kulangkahkan dengan pasti untuk

melihat secercah harapan di depan mataku ini, walau banyak halangan

dan rintangan kusiap melewatinya, harus slalu semangat, tekun,

berusaha, dan slalu berdoa itulah kuncinya.

(Penulis)

Berjuang untuk hidup dan hidup butuh pengorbanan. (Penulis)

Kesabaran adalah kunci keberhasilan.

(8)

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan skripsiku ini untuk:

Bapak dan ibu tersayang, terimakasih atas doa dan dukungan yang

senantiasa kalian berikan dalam menyelesaikan skripsiku ini.

Kakakku, Luchy Hendra Wiputra, terimakasih atas motivasinya.

(9)

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student

Team Achievement Divisions (STAD) Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep

Bilangan Pecahan Pada Siswa Kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri Tahun

Pelajaran 2010/2011”. Skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan

mendapatkan gelar Sarjana pada program PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penyusunan skripsi ini, tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh

karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah

membantu dalam penyusunan skripsi ini:

1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan

dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan izin

penulisan skripsi;

2. Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah

memberikan izin skripsi;

3. Drs. Kartono, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah

Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang telah memberikan izin skripsi;

4. Dra. Yulianti, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing I, yang telah memberikan

arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan lancar;

5. Drs. Hasan Mahfud, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah

memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis, sehingga penulis dapat

menyelesaikan dengan lancar;

6. Rukayah, M.Hum, selaku Pembimbing Akdemik, yang telah memberikan

bimbingan selama menjadi mahasiswa di Program Studi Pendidikan Guru

(10)

commit to user

x

7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, yang

telah memberikan ilmu kepada penulis;

8. Kepala Sekolah, Bapak/ Ibu Guru, dan murid-murid SDN I Pengkol, yang

telah membantu dalam penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi ini;

9. Berbagai pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak

kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat

mengharapkan kritik dan saran guna penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi

ini memberikan manfaat baik bagi penulis maupun pembaca yang budiman.

Surakarta, Mei 2011

(11)

commit to user

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

PENGAJUAN SKRIPSI... ii

PERSETUJUAN... iii

PENGESAHAN... iv

ABSTRAK... v

MOTTO... vii

PERSEMBAHAN... viii

KATA PENGANTAR... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR... xiv

DAFTAR LAMPIRAN... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 4

C. Tujuan Penelitian... 4

D. Manfaat Penelitian... 5

BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka... 6

B. Penelitian yang Relevan... 29

C. Kerangka Berpikir... 31

D. Hipotesis Penelitian... 32

BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian... 33

B. Subjek Penelitian... 33

C. Sumber Data... 33

D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data... 34

E. Validitas Data... 35

(12)

commit to user

xii

G. Indikator Kerja... 39

H. Prosedur Penelitian... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian... 46

B. Deskripsi Kondisi Awal... 46

C. Deskripsi Data Tindakan... 48

D. Pembahasan Hasil Penelitian... 65

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan... 70

B. Implikasi... 71

C. Saran... 72

DAFTAR PUSTAKA... 73

(13)

commit to user

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Skor Kemajuan Individu... 24

Tabel 2. Frekuensi Nilai Siswa Sebelum Tindakan... 47

Tabel 3. Aktivitas Siswa Pada Siklus I Pertemuan 1... 54

Tabel 4. Aktivitas Siswa Pada Siklus I Pertemuan 2... 55

Tabel 5. Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 1... 62

Tabel 6. Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 2... 63

Tabel 7. Frekuensi Nilai Siswa Siklus I... 76

Tabel 8. Frekuensi Nilai Siswa Siklus II... 78

(14)

commit to user

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir... 31

Gambar 2. Analisis Model Melis dan Huberman... 38

Gambar 3. Model Penelitian... 40

Gambar 4. Grafik Nilai Sebelum Tindakan... 48

Gambar 5. Grafik Nilai Siklus I... 66

Gambar 6. Grafik Nilai Siklus II...67

(15)

commit to user

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kriteria Ketuntasan Minimal Matematika... 76

Lampiran 2. Silabus Kelas III Semester 2... 77

Lampiran 3. RPP Siklus I Pertemuan 1... 78

Lampiran 4. LKS Siklus I Pertemuan 1... 87

Lampiran 5. RPP Siklus I Pertemuan 2... 89

Lampiran 6. LKS Siklus I Pertemuan 2... 99

Lampiran 7. RPP Siklus II Pertemuan 1... 101

Lampiran 8. LKS Siklus II Pertemuan 1... 110

Lampiran 9. RPP Siklus II Pertemuan 2... 111

Lampiran 10. LKS Siklus II Pertemuan 2... 120

Lampiran 11. Daftar Nilai Sebelum Tindakan... 121

Lampiran 12. Pembagian Kelompok Siklus I... 122

Lampiran 13. Nilai Kuis Siklus I... 123

Lampiran 14. Penghargaan Tim Siklus I... 124

Lampiran 15. Nilai Rata-rata Siklus I... 126

Lampiran 16. Pembagian Kelompok Siklus II... 127

Lampiran 17. Nilai Kuis Siklus II... 128

Lampiran 18. Penghargaan Tim Siklus II... 129

Lampiran 19. Nilai Rata-rata Siklus I... 131

Lampiran 20. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan 1... 132

Lampiran 21. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan 2... 133

Lampiran 22. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 1...134

Lampiran 23. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 2...135

Lampiran 24. Indikator Penilaian Aktivitas Sisw... 136

Lampiran 25. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus I Pertemuan 1... 138

Lampiran 26. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus I Pertemuan 2... 139

Lampiran 27. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus II Pertemuan 1... 140

Lampiran 28. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus II Pertemuan 2... 141

(16)

commit to user

xvi

Lampiran 30. Dokumentasi Siklus I Pertemuan 1... 145

Lampiran 31. Dokumentasi Siklus I Pertemuan 2... 146

Lampiran 32. Dokumentasi Siklus II Pertemuan 1... 147

Lampiran 33. Dokumentasi Siklus II Pertemuan 2... 148

(17)

commit to user

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran merupakan proses interaksi dengan pendidik dan sumber

belajar pada suatu lingkungan belajar. Interaksi antara guru dan peserta didik

memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif.

Dalam proses pengajaran atau interaksi belajar mengajar yang menjadi persoalan

utama ialah adanya proses belajar pada siswa yakni proses berubahnya tingkah

laku siswa melalui berbagai pengalaman yang diperolehnya. Melalui proses

pembelajaran tersebut siswa memperoleh hasil belajar yang merupakan hasil dari

interaksi tindak belajar. Dari hasil belajar tersebut keberhasilan pengajaran dapat

dilihat. Karena menurut Nana Sudjana (2005:37) kriteria keberhasilan pengajaran

itu dapat ditinjau dari hasil. Asumsi dasarnya adalah proses pengajaran yang

optimal memungkinkan hasil belajar yang optimal pula. Ada korelasi antara

proses pengajaran dengan hasil yang dicapai. Makin besar usaha untuk

menciptakan kondisi proses pengajaran, makin tinggi pula hasil/produk dari

pengajaran itu.

Hasil belajar merupakan hasil kegiatan setelah anak didik mengalami

pembelajaran dalam kompetensi tertentu. Menurut Nana Sudjana (2005:39), hasil

belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama antara lain faktor

dari dalam diri siswa yaitu kemampuan yang dimilikinya dan faktor yang datang

dari luar diri siswa atau faktor lingkungan yaitu berkaitan dengan kualitas

pengajaran. Kualitas pengajaran merupakan tinggi rendahnya atau efektif tidaknya

proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itu, dalam

pembelajaran guru hendaknya memilih suatu pendekatan yang sesuai dengan

kompetensi yang telah ditetapkan sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai

secara efektif.

Ada beberapa model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam kegiatan

pembelajaran. Menurut Winataputra dalam Sugiyanto (2009:3), model

(18)

commit to user

mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,

dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para

pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Setiap

model pembelajaran memberikan tekanan pada aspek tertentu dibandingkan

model pembelajaran lainnya. Oleh karena itu, guru dapat memilih model

pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapainya. Misalnya

saja memilih model pembelajaran kooperatif, menurut Sugiyanto (2009:37)

pembelajaran kooperatif (Cooperatif Learning) merupakan pendekatan

pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk

bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan

belajar. Untuk itu di dalam kegiatan pembelajaran diutamakan pada kerja sama

diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam

kelompok. Ada unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif. Menurut Anita

Lie (2008:31), unsur-unsur model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan

antara lain saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap

muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok. Dengan

menerapkan kelima unsur tersebut, diharapkan siswa dapat saling bekerja sama,

saling membantu menguasai materi yang disampaikan oleh guru, sehingga tujuan

pembelajaran dapat tercapai secara efektif.

Dalam kenyataannya, di kelas III SDN I Pengkol Jatiroto banyak siswa

yang belum menguasai konsep bilangan pecahan. Hal ini ditunjukkan dari

keseluruhan jumlah peserta didik yang memperoleh nilai di atas kriteria

ketuntasan minimal (KKM) baru 30,76% sedangkan 69,23% belum mencapai

kriteria ketuntasan minimal (KKM). Rendahnya penguasaan konsep bilangan

pecahan disebabkan karena guru masih bersifat dominan dalam pembelajaran atau

guru masih menggunakan pembelajaran yang konvensional. Guru belum

mengutamakan kerja sama di antara anak untuk mencapai tujuan pembelajaran.

Guru hanya menyampaikan materi sedangkan peserta didik hanya mendengar dan

mencatat apa yang disampaikan oleh guru. Sehingga peserta didik tidak terlibat

(19)

commit to user

mudah merasa jenuh dan tidak tertarik dalam pembelajaran. Apabila masalah

tersebut tidak teratasi maka akan berdampak lebih luas lagi yaitu siswa sulit

memahami bilangan pecahan yang lebih kompleks.

Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dibutuhkan suatu pendekatan

yang dapat membuat peserta didik aktif dalam pembelajaran, sehingga peserta

didik mudah memahami materi tentang bilangan pecahan dan dapat meningkatkan

penguasaan konsep bilangan pecahan. Maka dipilihlah model pembelajaran

kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD), karena penerapan

model pembelajaran kooperatif (STAD) sangat tepat digunakan untuk

mengajarkan materi bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol,

Jatiroto. Dalam (http://www.trisnimath.blogspot.com/ diakses tanggal

26-12-2010) dijelaskan bahwa materi matematika yang relevan dengan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah materi-materi yang hanya untuk

memahami fakta-fakta, konsep-konsep dasar, dan tidak memerlukan penalaran

yang tinggi dan juga hafalan. Sehingga penerapan model pembelajaran kooperatif

(STAD) tersebut diharapkan dapat meningkatkan penguasaan konsep bilangan

pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol, Jatiroto.

STAD merupakan tipe pembelajaran dalam model pembelajaran

kooperatif yang akan mendorong siswa saling berdiskusi, saling membantu

menyelesaikan tugas, menguasai dan pada akhirnya menerapkan keterampilan

yang diberikan. Untuk itu dalam penerapannya, peserta didik perlu dibekali

berbagai keterampilan-keterampilan agar pembelajaran menjadi efektif. Dalam

(http://xpresiriau.com/artikel-tulisan-pendidikan/karakteristik-stad/diakses tanggal

26-12-2010) keterampilan yang terdapat dalam STAD antara lain melakukan kerja

sama seperti berani bicara dan mengemukakan pendapat, bertanya, menghargai

pendapat teman, memberi semangat pada teman untuk berbicara, tidak

mendominasi pembicaraan kelompok, dan mempunyai kemampuan

berargumentasi. Dengan dibekalinya berbagai keterampilan tersebut maka akan

mendorong peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran, sehingga peserta didik

(20)

commit to user

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti terdorong untuk melakukan

penelitian dengan judul ’’Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student

Team Achievement Divisions (STAD) Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep

Bilangan Pecahan Pada Siswa Kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri Tahun Pelajaran 2010/2011”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team

Achievement Divisions (STAD) dapat meningkatkan penguasaan konsep

bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri Tahun

Pelajaran 2010/2011?

2. Bagaimana proses penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team

Achievement Divisions (STAD) dalam meningkatkan penguasaan konsep

bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri Tahun

Pelajaran 2010/2011?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:

1. Meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN

I Pengkol Jatiroto Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011 melalui penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions

(STAD).

2. Mendiskripsikan proses penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student

Team Achievement Divisions (STAD) untuk meningkatkan penguasaan konsep

bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri tahun

(21)

commit to user

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai

bahan pertimbangan dalam meningkatkan hasil pembelajaran dan sebagai

referensi bagi peneliti yang akan datang, yang akan melakukan penelitian

berkenaan dengan penerapan model pembelajaran kooperatif STAD untuk

meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Guru

1) Bertambahnya wawasan guru untuk lebih inovatif dalam melakukan

kegiatan pembelajaran metematika.

2) Memberikan masukan bagi guru, bahwa model pembelajaran kooperatif

STAD dapat digunakan sebagai metode pembelajaran untuk

meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan.

b. Bagi Siswa

1) Meningkatnya penguasaan konsep bilangan pecahan.

2) Mempermudah siswa dalam memahami bilangan pecahan.

c. Bagi Sekolah

1) Meningkatnya mutu pendidikan melalui penerapan pembelajaran yang

inovatif.

(22)

commit to user

6 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Tinjauan Tentang Penguasaan Konsep Bilangan Pecahan a. Pengertian Penguasaan Konsep

Penguasaan merupakan pemahaman/ kesanggupan untuk menggunakan

pengetahuan dan kepandaian. Dalam

(http://www.artikata.com/arti-369095-penguasaan.php, diakses tanggal 26 Januari 2010), penguasaan didefinisikan

sebagai suatu proses, cara, perbuatan menguasai atau menguasakan.

Secara sederhana konsep dapat diartikan sebagai langkah untuk

memberikan label kepada sesuatu, yang dapat membantu seseorang untuk

mengenal, mengerti, dan memahami terhadap sesuatu tersebut. Slameto

(1991:135), menjelaskan bahwa pada waktu orang belajar nama-nama atau

perkataan-perkataan, mengasosiasikan perkatan-perkataan itu dengan

obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa, dengan demikian perkataan-perkataan itu

menunjukkan konsep yang dimilikinya. Ada empat dasar untuk mendefinisikan

perkataan yang menunjuk konsep. Dirangkum dari Slameto (1991:135) dapat

diuraikan sebagai berikut:

1) Sifat-sifat yang dapat diukur atau dapat diamati. Misalnya semangka dan

pepaya adalah buah-buahan yang sama-sama memberi rasa segar, tetapi

berbeda bentuknya, besarnya, dan kulitnya.

2) Sinonim, antonim, dan makna semantik lain.

3) Hubungan-hubungan logis dan aksioma/definisi dari sudut ini secara

langsung menunjuk sifat-sifat tertentu. Misalnya garis lurus dibatasi sebagai

jarak terdekat antara dua titik.

4) Manfaat dan gunanya. Misalnya pensil untuk menulis, palu untuk memukul.

Moore dalam (Tim Dosen PGSD, 2002:2), berpendapat bahwa konsep

merupakan sesuatu yang tersimpan dalam pikiran yang berupa suatu pemikiran,

ide atau gagasan. Menurut Parker dalam (Tim Dosen PGSD, 2002:2), konsep

(23)

commit to user

contoh. Dalam (http://id.wikipedia.org/wiki/Konsep, diakses tanggal 24 Januari

2011), konsep adalah abstrak, entitas mental yang universal yang menunjuk

pada kategori atau kelas dari suatu entitas, kejadian atau hubungan. Menurut

Ruminiati (2007: 1-28), konsep merupakan suatu pernyataan yang masih

bersifat abstrak/ pemikiran untuk mengelompokkan ide-ide atau peristiwa yang

masih dalam angan-angan seseorang. Sedangkan menurut Bruner dalam

Ruminiati (2007:1-28), konsep adalah suatu kata yang bernuansa abstrak dan

dapat digunakan untuk mengelompokkan ide, benda, atau peristiwa.

Penguasaan konsep merupakan long term memory yang dituangkan

dalam bentuk jawaban atas pertanyaan untuk beberapa waktu ke depan. Dalam

(http://webcache.googleusercontent.com/search=cache:+Wv7zVQ25HYJ:kary

ailmiah-ardhiprabowo.blogspot.com/2010/06/penguasaan-konsep-matematika.

html diakses tanggal 26 Januari 2011), Artigue (2001:57) menjelaskan bahwa

ingatan jangka panjang yang baik artinya konsep yang diterima telah masuk ke

dalam ranah psikologis siswa. Akibatnya kapanpun siswa ditanya mengenai

konsep yang telah diberikan, diyakini bahwa siswa tersebut dapat menjawab

pertanyaan konsep.

Jadi dapat peneliti simpulkan bahwa penguasaan konsep merupakan

suatu proses untuk menguasai atau memahami suatu gagasan/ pengertian/

kesimpulan dari sesuatu yang tersimpan/ yang ada dari berbagai/ sekelompok

data/ fakta yang memiliki ciri yang sama.

b. Pengertian Bilangan Pecahan

Bilangan pecahan dapat diragakan dengan suatu bagian dari

keseluruhan suatu himpunan ataupun suatu benda. Menurut Heruman

(2007:43), pecahan dapat diartikan sebagai bagian dari sesuatu yang utuh.

Dalam arsiran gambar, bagian yang dimaksud adalah bagian yang diperhatikan,

yang biasanya ditandai dengan arsiran. Bagian inilah yang dinamakan

pembilang. Adapun bagian yang utuh adalah bagian yang dianggap sebagai

satuan, dan dinamakan penyebut.

Jika kita membagi suatu daerah persegi panjang menjadi delapan bagian

(24)

commit to user

maka setiap bagian mempunyai luas seperdelapan dari luas daerah persegi

panjang seluruhnya. Luas bagian yang diblok adalah seperdelapan dari luas

daerah seluruhnya dan ditulis dengan lambang 1/8. Sedangkan luas bagian yang

tidak diblok adalah tujuh perdelapan dari luas daerah seluruhnya dan ditulis

dengan lambang 7/8. Bentuk penulisan dan seperti di atas disebut pecahan.

Cholis Sa’dijah (1999:148) menerangkan bahwa bentuk penulisan a/b disebut pecahan dengan a dan b bilangan cacah b ≠ 0. Dalam hal ini a disebut

pembilang dan b disebut penyebut. Darhim (1991:163), berpendapat bahwa

bilangan pecahan adalah bilangan yang lambangnya dapat ditulis dengan bentuk

a/b di mana a dan b bilangan bulat dan b ≠ 0. Pada pecahan a/b, a disebut

pembilang dan b disebut penyebut pecahan tersebut.

Pecahan digunakan apabila membicarakan bagian-bagian benda atau

bagian-bagian himpunan atas beberapa bagian yang sama. Oleh karena itu,

bilangan pecahan dapat diragakan dengan suatu bagian dari keseluruhan suatu

himpunan ataupun suatu benda.

Dirangkum dari Darhim (1991:163), peragaan bilangan pecahan dapat

dijelaskan sebagai berikut:

1) Pecahan didasarkan atas pembagian benda

Lingkaran di atas dianggap satuan. Artinya lingkaran itu menunjukkan atau

mewakili bilangan satu. Apabila lingkaran itu dipotong menjadi dua bagian

yang sama panjang, maka tiap-tiap bagian itu menunjukkan pecahan setengah

(25)

commit to user

Apabila lingkaran tadi dibagi menjadi empat bagian yang sama, maka setiap

bagian menunjukkan pecahan seperempat. Gambarnya sebagai berikut:

2) Pecahan didasarkan atas himpunan bagian.

Banyak anggota himpunan di atas ada 4. Yang hitam adalah satu perempat

bagian dari seluruhnya, dengan lambang 1/4.

Himpunan gambar segitiga di atas dianggap menunjukkan bilangan 1.

Himpunan itu dapat dianggap menjadi 3 himpunan bagian yang sama banyak.

Salah satu himpunan bagian itu adalah segitiga hitam. Maka himpunan segitiga

hitam itu menunjukkan pecahan 1/3.

Dari pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pecahan merupakan

bagian dari sesuatu yang utuh dan dinyatakan dalam bentuk a/b dengan a dan b

bilangan cacah, b ≠ 0.

c. Macam-macam Pecahan

Pecahan ada beberapa macam, dirangkum dari buku Cholis Sa’dijah (1999:149-151), peneliti menguraikan bahwa macam-macam pecahan antara

lain:

(26)

commit to user

1) Pecahan yang Ekuivalen

= = merupakan pecahan yang ekuivalen, artinya ketiga pecahan tersebut

menyatakan bilangan yang sama. Pecahan ekuivalen juga disebut pecahan

senilai atau pecahan seharga atau pecahan yang sama.

2) Pecahan Paling Sederhana

Bentuk pecahan paling sederhana, jika pembilang dan penyebut tidak

mempunyai faktor persekutuan.

Contoh pecahan paling sederhana: , , , dan .

3) Pecahan Senama

Dinamakan pecahan senama, jika mempunyai penyebut yang sama.

Contoh: , , .

4) Pecahan Campuran

Pecahan campuran adalah pecahan yang pembilangnya lebih besar dari

penyebutnya, sehingga jika disederhanakan akan menghasilkan bentuk bulat

dan pecahan.

Contoh: = , =

d. Membandingkan Dua Pecahan

Dalam membandingkan pecahan, kita dapat menggunakan pembanding “lebih dari” atau tanda pembanding “>” jika lebih besar dan dapat menggunakan pembanding “kurang dari” atau tanda pembanding “<” jika lebih kecil. Dirangkum dari Khafid Kasri (2004:156), berikut ini peneliti

menguraikan cara membandingkan bilangan pecahan:

1) Menggunakan pembanding “lebih dari” atau tanda pembanding “>” jika

lebih besar

Contoh:

(27)

commit to user

1/3 lebih dari 1/4 atau 1/3 > 1/4

2) Mengunakan pembanding “kurang dari” atau tanda pembanding “<” jika lebih

kecil

Contoh:

1/6 kurang dari 1/3 atau 1/6 < 1/3

1/4 kurang dari 1/3 atau 1/4 < 1/3

3) Menggunakan perbandingan dalam kehidupan sehari-hari

Dirangkum dari Nur Fajariyah (2008:143), berikut ini peneliti memberikan

contoh cara menggunakan perbandingan dalam kehidupan sehari-hari.

Contoh:

a) Ibu membeli kue. Bagian yang 1/4 dimakan Kak Jo dan yang 2/4 dimakan

Ayah. Siapakah yang makan kue lebih banyak?

Jawab:

Bagian yang dimakan Kak Jo adalah1/4.

Bagian yang dimakan Ayah adalah 2/4.

Jadi, Ayah makan bagian kue lebih banyak atau lebih besar daripada Kak Jo. (Lebih banyak dapat berarti lebih besar daripada atau dengan simbol “>”).

b) Kakek mempunyai semangka bagian. Nenek mempunyai semangka bagian.

(28)

commit to user

Jawab:

Bagian semangka kakek = .

Bagian semangka nenek = .

Jadi, kakek mempunyai semangka lebih sedikit daripada nenek.

e. Pengertian Matematika

Pada pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara

pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan.

Menurut Gagne dalam Nyimas Aisyah (2007:3-2) objek belajar matematika

terdiri dari objek langsung dan objek tak langsung. Dari pendapat tersebut,

peneliti menguraikan bahwa objek langsung dalam matematika itu terdiri dari

fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip. Fakta merupakan

perjanjian-perjanjian dalam metematika seperti simbol-simbol matematika. Keterampilan

adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar dan cepat. Konsep

merupakan ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan objek ke

dalam contoh dan bukan contoh. Prinsip adalah sederetan konsep beserta

dengan hubungan di antara konsep-konsep tersebut. Sedangkan objek tak

langsung itu meliputi transfer belajar, kemampuan menyelidiki, kemampuan

memecahkan masalah, disiplin pribadi dan apresiasi pada struktur matematika.

Matematika adalah terjemahan dari Mathematics. Namun arti atau

definisi yang tepat dari matematik tidak dapat diterapkan secara pasti dan

singkat. Ada pendapat yang mengatakan bahwa metematika itu timbul karena

pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran

yang terbagi menjadi empat wawasan yang luas, yaitu aritmatika, aljabar,

geometri dan analisis, dengan aritmatika mencakup teori bilangan dan statistik.

Menurut Ruseffendi dalam Heruman (2007:1), matematika adalah

bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif,

ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur

yang tidak terdefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma, dan

akhirnya ke dalil. Soedjadi (2000:11) berpendapat bahwa matematika

(29)

commit to user

pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi, pengetahuan tentang penalaran

logik dan berhubungan dengan bilangan, pengetahuan tentang fakta-fakta

kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk, dan pengetahuan tentang

struktur-struktur yang logik. Sutawijaya dalam Nyimas Aisyah (2001:1)

berpendapat bahwa matematika mengkaji benda abstrak yang disusun dalam

suatu sistem aksiomatis dengan menggunakan simbol dan penalaran deduktif.

Sedangkan menurut Hudoyo dalam Nyimas Aisyah (2001:1), berpendapat

bahwa matematika berkenaan dengan ide, aturan-aturan, hubungan-hubungan

yang diatur secara logis sehingga matematika berkaitan dengan konsep-konsep

abstrak.

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa

matematika merupakan ilmu yang mempelajari tentang bilangan, kalkulasi,

penalaran logik, fakta-fakta kuantitatif, dan struktur-struktur yang logik.

f. Bilangan Pecahan dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Pada pembelajaran metematika harus terdapat keterkaitan antara

pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan.

Dalam metematika, setiap konsep berkaitan dengan konsep lain dan suatu

konsep menjadi prasyarat bagi konsep lain. Oleh karena itu, siswa harus lebih

banyak diberi kesempatan untuk melakukan keterkaitan tersebut. Nyimas

Aisyah (2007:9-20) menjelaskan bahwa konsep matematika tidak dipandang

sebagai barang jadi yang hanya menjadi bahan informasi bagi siswa. Namun,

guru diharapkan merancang pembelajaran matematika, sehingga memberikan

kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa untuk berperan aktif dalam

membangun konsep secara mandiri atau bersama-sama. Jadi di dalam

pembelajaran matematika itu, siswa diharapkan dapat menemukan kembali

akan konsep, aturan, ataupun algoritma.

Menurut Heruman (2007:2) konsep-konsep pada kurikulum matematika

SD dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu penanaman konsep dasar,

pemahaman konsep, dan pembinaan keterampilan. Dari berbagai konsep

tersebut, peneliti dapat menguraikan bahwa penanaman konsep merupakan

(30)

commit to user

mempelajari konsep tersebut. Pembelajaran penanaman konsep dasar

merupakan jembatan yang harus dapat menghubungkan kognitif siswa yang

konkret dengan konsep baru matematika yang abstrak. Pemahaman konsep

merupakan pembelajaran yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu

konsep matematika. Pemahaman konsep terdiri dari dua pengertian. Pertama,

merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu

pertemuan. Kedua, pembelajaran penanaman konsep dilakukan pada

pertemuan yang berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari penanaman

konsep. Sedangkan pembinaan keterampilan yaitu pembelajaran lanjutan dari

penanaman konsep dan pemahaman konsep yang bertujuan agar siswa lebih

terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika.

Konsep bilangan pecahan masuk dalam pembelajaran matematika

dengan tujuan agar siswa dapat mendiskripsikan pecahan, menyebutkan

macam-macam pecahan, membandingkan pecahan, mengurutkan pecahan,

menghitung pecahan, dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan

pecahan dalam kehidupan sehari-hari. Akbar Sutawijaya (1992:152),

menjelaskan siswa akan mudah memahami konsep bilangan pecahan jika

menggunakan daerah geometris yang dapat dipisahkan menjadi bagian-bagian

pecahan yang kita kehendaki dengan jalan melipat. Misalnya saja jika suatu

lingkaran dilipat menurut garis tengahnya, maka garis lipatnya akan membagi

daerah lingkaran menjadi dua bagian yang sama dan masing-masing

merupakan setengah daerah dari keseluruhan yang utuh.

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa

dalam pembelajaran konsep matematika harus ada keterkaitan antara

pengalaman belajar anak sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan,

siswa diberi kesempatan untuk berperan aktif dalam membangun konsep

sehingga siswa akan terampil dalam menggunakan berbagai konsep. Untuk itu

peneliti hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun

konsep bilangan pecahan, sehingga siswa akan terampil dalam menggunakan

(31)

commit to user

2. Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Kooperatif (STAD) a. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk

membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan atau nilai yang baru. Di

dalam pembelajaran guru tentu saja mendidik siswa untuk menguasai suatu

bahan ajar. Sardiman (1992:53) menjelaskan bahwa kegiatan mendidik

merupakan usaha membina diri anak didik secara utuh, baik kognitif,

psikomotorik maupun afektif, agar tumbuh sebagai manusia-manusia yang

berpribadi. Sedangkan Nabisi Lapono (2008:44) menjelaskan bahwa proses

pembelajaran yang mendidik adalah proses pembelajaran yang dilaksanakan

untuk membantu peserta didik berkembang secara utuh, baik dalam dimensi

kognitif maupun dalam dimensi afektif dan psikomotorik.

Asep Jihad (2010:11) menjelaskan, bahwa di dalam proses

pembelajaran terdiri dari kombinasi dua aspek, yaitu belajar tertuju kepada apa

yang harus dilakukan oleh siswa, mengajar berorientasi pada apa yang harus

dilakukan oleh guru sebagai pemberi pelajaran. Proses pembelajaran pada

awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh

siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang

akademisnya, latar belakang sosial ekonominya, dan lain sebagainya. Kesiapan

guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan

modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya

pelaksanaan pembelajaran.

Menurut Syaiful Sagala (2010:61), pembelajaran merupakan proses

komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik,

sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Proses

pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar

yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar

belakang akademisnya, latar belakang sosial ekonominya, dan lain sebagainya.

Oemar Hamalik (2009:57) berpendapat bahwa pembelajaran merupakan suatu

kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,

(32)

commit to user

pembelajaran. Nana Sudjana (2005:43), berpendapat bahwa pembelajaran

merupakan suatu proses, terjadinya interaksi guru dan siswa melalui kegiatan

terpadu dari dua bentuk kegiatan, yakni kegiatan belajar siswa dengan kegiatan

mengajar guru.

Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun

2003 dalam Syaiful Sagala (2010:62), pembelajaran adalah proses interaksi

peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan

belajar. Dalam (http://id.wikipedia.org/wiki/pembelajaran, diakses tanggal 26

Januari 20011), pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang relatif

permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Sedangkan menurut Usman

dalam Asep Jihad (2010:12), pembelajaran merupakan suatu proses yang

mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal

balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.

Dari berbagai pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa

pembelajaran merupakan interaksi dengan pendidik dan sumber belajar pada

suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.

b. Pengertian Model Pembelajaran

Pembelajaran merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik

dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Ada banyak hal yang dapat guru

lakukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif. Salah satunya

dengan pemilihan model pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran. Ada

beberapa model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran. Di

dalam memilih model pembelajaran, guru perlu memperhatikan beberapa hal

agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Sebaiknya model pembelajaran yang

dipilih dapat menumbuhkan motivasi siswa, membuat siswa aktif dalam

pembelajaran, dan pembelajaran yang dilakukan dapat membekas dalam benak

anak. Isjoni (2008:146) berpendapat bahwa model pembelajaran merupakan

strategi yang digunakan guru untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap

belajar di kalangan siswa, mampu berpikir kritis, memiliki keterampilan sosial,

dan pencapaian hasil pembelajaran yang lebih optimal. Menurut Winataputra

(33)

commit to user

yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan

pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi

sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam

merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Dalam

(http://akhmad sudrajat.

wordpress.com/2008/09/12/pendekatan-strategi-metode-teknik-dan-model-pembelajaran/, diakses tanggal 13 Pebruari 2011),

model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal

sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model

pembelajaran merupakan prosedur dan pedoman bagi guru dalam mencapai

tujuan pembelajaran.

c. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif

Ada beberapa model atau strategi pembelajaran yang dapat diterapkan

dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Diantaranya adalah model

pembelajaran kontekstual, model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran

kuantum, model pembelajaran terpadu, dan model pembelajaran berbasis

masalah.

Model pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan

sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya

berbeda. Pembelajaran kooperatif berasal dari kata cooperative yang artinya

mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama

lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Dalam menyelesaikan tugas

kelompoknya setiap anggota kelompok harus saling bekerjasama dan saling

membantu untuk memahami materi pelajaran. Slavin (2010:33), menjelaskan

bahwa model pembelajaran kooperatif bertujuan untuk memberikan para siswa

pengetahuan, konsep, kemampuan, dan pemahaman yang mereka butuhkan

supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan memberikan

kontribusi.

Anita Lie (2008:28), berpendapat bahwa model pembelajaran gotong

royong didasari oleh falsafah homo homini socius. Falsafah ini menekankan

(34)

commit to user

penting, tanpa ada kerja sama tidak ada individu, keluarga, organisasi, atau

sekolah. Nur dalam Isjoni (2008:153), menjelaskan bahwa pembelajaran

kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk

tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang berhasil mengintegrasikan

keterampilan sosial yang bermuatan akademik. Menurut Abdulhak dalam

Isjoni (2008:154), menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan

melalui berbagai proses antara peserta belajar sehingga dapat mewujudkan

pemahaman bersama di antara peserta belajar itu sendiri. Sedangkan Sugiyanto

(2009:37), menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif (Cooperative

Learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan

kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi

belajar untuk mencapai tujuan belajar.

Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model

pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran yang mengutamakan

kerja sama di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.

d. Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya

terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Ada beberapa ciri dalam model

pembelajaran kooperatif. Menurut Lie dalam Sugiyanto (2009:40-42)

elemen-elemen dalam model pembelajaran kooperatif antara lain: saling

ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individual, dan

keterampilan untuk menjalin hubungan antarpribadi atau keterampilan sosial

yang secara sengaja diajarkan.

Elemen-elemen dalam model pembelajaran kooperatif dapat peneliti

uraikan sebagai berikut:

1) Saling ketergantungan positif

Dalam model pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang

mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang

saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan

(35)

commit to user

2) Interaksi tatap muka

Interaksi tatap muka akan memaksa siswa saling tatap muka dalam kelompok

sehingga mereka dapat berdialog.

3) Akuntabilitas individual

Model pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar

kelompok. Penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap

materi pelajaran secara individual. Penilaian kelompok yang didasarkan atas

rata-rata penguasaan semua anggota kelompok secara individual ini yang

dimaksud dengan akuntabilitas individual.

4) Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi

Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman,

mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran

logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang

bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya diasumsikan

tetapi secara sengaja diajarkan.

Dari uraian di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa elemen-elemen

dalam model pembelajaran kooperatif antara lain: mendorong agar siswa

merasa saling membutuhkan, menumbuhkan siswa untuk saling berinteraksi,

memberikan penilaian kelompok yang didasarkan atas rata-rata penguasaan

semua anggota kelompok, dan menumbuhkan keterampilan sosial seperti sikap

sopan kepada teman, sikap berani menyampaikan pendapat, dan sikap saling

menghargai.

e. Beberapa Tipe Model Pembelajaran Kooperatif

Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran yang

mengutamakan kerja sama di antara siswa untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Ada beberapa tipe dalam model pembelajaran kooperatif.

Menurut Sugiyanto (2009:44), tipe-tipe dalam model pembelajaran kooperatif

antara lain: Student Teams Achievement Divisions (STAD), Jigsaw, Group

Investigasion, dan Struktural.

Berbagai tipe model pembelajaran kooperatif tersebut dapat peneliti

(36)

commit to user

1) Student Teams Achievement Divisions (STAD)

Model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions

(STAD) merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana.

Dalam pelaksanaannya siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, tiap anggota

tim saling membantu untuk menguasai bahan ajar, tiap minggu atau dua

minggu guru memberikan evaluasi, tiap tim diberi skor atas penguasaannya

terhadap bahan ajar, dan tim yang terbaik diberi penghargaan.

2) Jigsaw

Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam pelaksanaanya kelas dibagi

menjadi beberapa tim, bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk

teks, para anggota dari beberapa tim membentuk kelompok baru, kelompok

baru tersebut dinamakan kelompok pakar. Kelompok pakar berkumpul untuk

saling membantu mengkaji bahan tersebut, selanjutnya siswa yang berada

dalam kelompok pakar kembali ke kelompok semula untuk mengajar materi

yang telah dipelajari dalam kelompok pakar. Setelah berdiskusi, siswa

dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari.

3) Group Investigation

Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation merupakan model

pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk

dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Dalam Group Investigation

melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun

cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Selain itu menuntut siswa

untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun

ketrampilan proses memiliki kelompok.

4) Struktural

Model pembelajaran kooperatif tipe struktural menekankan pada

struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa.

Berbagai struktur tersebut dikembangkan dengan maksud menjadi alternatif

dari berbagai struktur kelas yang lebih tradisional. Ada struktur yang memiliki

tujuan umum untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan ada pula

(37)

commit to user

Dari berbagai tipe-tipe model pembelajaran kooperatif di atas, di dalam

penelitian ini, peneliti cenderung menerapkan model pembelajaran kooperatif

Student Teams Achievement Divisions (STAD) dengan dasar pertimbangan bahwa

melalui model pembelajaran kooperatif (STAD) akan membuat peserta didik

aktif dalam pembelajaran. Karena dalam model pembelajaran kooperatif (STAD)

akan mendorong siswa untuk saling berdiskusi dan saling membantu menguasai

bahan ajar yang diberikan oleh guru. Sehingga dengan penerapan model

pembelajaran kooperatif (STAD), peserta didik akan mudah memahami materi

bilangan pecahan dan pada akhirnya menguasai konsep bilangan pecahan. Di

samping itu, penerapan model pembelajaran kooperatif (STAD) memiliki banyak

keuntungan. Menurut Sugiyanto (2009:43-44), keuntungan penggunaan model

pembelajaran kooperatif (STAD) antara lain:

a) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.

b) Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan.

c) Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.

d) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen. e) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois.

f) Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.

g) Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.

h) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.

i) Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai persfektif.

j) Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik.

k) Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama, dan orientasi tugas.

Dari uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa keuntungan penggunaan

model pembelajaran kooperatif (STAD) antara lain: dengan siswa saling

berdiskusi dapat meningkatkan kesetiakawaan sosial, dapat menumbuhkan sikap

saling menghargai, menghilangkan sifat egois, menumbuhkan sikap persahabatan,

dan menumbuhkan sikap keberanian untuk menyampaikan pendapat di hadapaan

(38)

commit to user

f. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Student Team Achievement Divisions (STAD)

Pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru, siswa, dan

sumber belajar di dalam suatu lingkungan belajar. Di dalam pembelajaran, guru

dapat menerapkan berbagai model pembelajaran. Misalnya saja model

pembelajaran konstekstual, model pembelajaran kooperatif, model

pembelajaran kuantum, model pembelajaran terpadu, maupun model

pembelajaran berbasis masalah.

Dari berbagai model pembelajaran tersebut, misalnya guru memilih

menerapkan model pembelajaran kooperatif. Di dalam pembelajaran kooperatif

ada beberapa tipe yang dapat diterapkan. Misalnya saja guru memilih untuk

menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Model pembelajaran

kooperatif tipe STAD pada dasarnya untuk memotivasi siswa agar saling

mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai materi yang

diajarkan guru. Slavin (2010:11) bependapat bahwa Student Team Avhievement

Divisions (STAD) adalah salah satu tipe dalam model pembelajaran kooperatif

yang paling sederhana. Para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas

empat orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar

belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam

tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai

pelajaran. Selanjutnya, semua siswa mengerjakan kuis mengenai materi secara

sendiri-sendiri, di mana saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk saling bantu.

Kemudian memberikan penghargaan kepada tim yang memperoleh skor

rata-rata dengan kriteria tertentu. Menurut Nurhadi (2004:65) dalam http:// biology

education research. blogspot. com/2009/11 pembelajaran-kooperatif

-stad-student.html, diakses tanggal 08 Pebruari 2011, pembelajaran kooperatif STAD

dipandang sebagai metode paling sederhana dan paling langsung dalam

pembelajaran kooperatif, metode STAD lebih menekankan pada berbagai ciri

pengajaran langsung yaitu siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk berlatih

(39)

commit to user

Berdasarkan pendapat di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa model

pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran kooperatif di

mana siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang heterogen dengan tujuan

agar mereka saling berdiskusi untuk menyelesaikan tugas, dan saling membantu

dalam menguasai materi yang diberikan.

g. Komponen dalam Student Team Achievement Divisions (STAD)

Ada beberapa komponen dalam model pembelajaran kooperatif

(STAD). Menurut Slavin (2010:143), ada lima komponen dalam STAD antara

lain presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim.

Kelima komponen tersebut dapat peneliti uraikan sebagai berikut:

1) Presentasi Kelas

Presentasi kelas merupakan tahap awal dalam memperkenalkan materi

dalam STAD. Dalam presentasi kelas harus berfokus pada unit STAD. Hal

ini dilakukan agar siswa menyadari bahwa mereka harus benar-benar

memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian

akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka

menentukan skor tim mereka.

2) Tim

Tim adalah bagian yang penting dalam STAD. Tim terdiri dari empat atau

lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja

akademik, jenis kelamin, ras, dan etnisitas. Tujuan dibentuknya tim yaitu

agar siswa saling membantu dalam menyelesaikan tugas dan pada akhirnya

dapat menguasai materi yang diajarkan.

3) Kuis

Setelah sekitar satu atau dua periode guru memberikan presentasi dan

sekitar satu atau dua periode praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis

individual. Dalam kuis siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu

dalam mengerjakan kuis.

4) Skor Kemajuan Individu

(40)

commit to user

siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat

dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa dapat

memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam sistem skor ini,

tetapi tak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa memberikan usaha mereka

yang terbaik. Skor kemajuan individu tertera pada tabel 1:

Tabel 1. Skor Kemajuan Individu

Skor Kuis Poin Kemajuan

Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5

10-1 poin di bawah skor awal 10

Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal 20

Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30

Kertas jawaban sempurna (terlepas dari skor awal) 30

5) Rekognisi Tim

Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila

skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa dapat juga

digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.

Dari uraian di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa ada beberapa

komponen dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif (STAD) antara lain

presentasi kelas yang merupakan tahap awal dalam memperkenalkan materi dalam

STAD, membentuk tim yang bertujuan agar siswa saling membantu dalam

menyelesaikan tugas, memberikan kuis untuk mengetahui penguasaan terhadap

bahan ajar, memberikan skor kemajuan untuk memberikan kepada tiap siswa

tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat, dan

merekognisi tim yaitu tim akan mendapat penghargaan apabila skor rata-rata

mereka mencapai kriteria tertentu.

h. Langkah-langkah dalam Pelaksanaan Student Team Achievement Divisions

Sebelum melaksaakan model pembelajaran kooperatif Student Team

Achievement Divisions (STAD) ada beberapa hal yang perlu disiapkan.

Menurut Slavin (2010:147-151), persiapan dalam penggunaan STAD antara

(41)

commit to user

dan membangun tim. Berbagai persiapan dalam penggunaan STAD, dapat

peneliti uraikan sebagi berikut:

1) Materi

Materi yang digunakan dapat diadaptasi dari buku teks atau sumber-sumber

terbitan lainnya atau bisa juga materi yang dibuat oleh guru.

2) Membagi para Siswa ke dalam Tim

Langkah-langkah dalam membentuk tim STAD antara lain:

a) Memfotokopi lembar rangkuman tim.

b) Menyusun peringkat siswa dari tertinggi sampai yang terendah.

c) Membagi tim berdasarkan jumlah siswanya.

d) Membagi siswa ke dalam tim yaitu setiap tim terdiri atas level yang

kinerjanya berkisar dari yang rendah, sedang, dan tinggi. Level kinerja

yang sedang dari semua tim yang ada di kelas hendaknya setara.

3) Menentukan Skor Awal Pertama

Skor awal mewakili skor rata-rata siswa pada kuis-kuis sebelumnya.

4) Membangun Tim

Membangun tim berguna untuk memberi kesempatan kepada anggota tim

untuk saling mengenal satu sama lain.

Sedangkan pelaksanaan model pembelajaran kooperatif Student Team

Achievement Divisions (STAD) terdiri dari beberapa langkah. Menurut Sugiyanto

(2009:44-45) langkah-langkah dalam pelaksanaan STAD dapat peneliti uraikan

sebagai berikut:

1) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, yang terdiri atas 4 atau 5 anggota

kelompok. Tiap tim memiliki anggota yang heterogen baik jenis kelamin

maupun kemampuannya.

2) Tiap anggota tim menggunakan lembar kerja untuk saling membantu dan

menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi sesama anggota tim.

3) Secara individual atau tim, tiap minggu atau dua minggu guru mengadakan

evaluasi untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan yang telah

(42)

commit to user

4) Tiap siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar,

dan kepada siswa secara individu atau tim yang meraih prestasi tinggi atau

memperoleh skor sempurna akan mendapat penghargaan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa ada beberapa

hal yang harus disiapkan dalam melaksanakan model pembelajaran kooperatif

(STAD) antara lain: mempersiapkan materi, membagi para siswa ke dalam tim,

menentukan skor awal pertama, dan membangun tim. Selanjutnya

langkah-langkah dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif (STAD) antara lain

siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang heteregon baik kemampuan

maupun jenis kelaminnya, dimana tiap-tiap kelompok terdiri dari 4-5 anggota

kelompok, tiap anggota menggunakan lembar kerja untuk saling membantu dan

diskusi dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Kemudian guru

memberikan evaluasi untuk mengetahui penguasaan terhadap bahan ajar, tiap

siswa dan tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar dan kepada tim

yang meraih prestasi tertinggi diberi penghargaan.

3. Tinjauan Tentang Karakteristik Siswa Sekolah Dasar

Pembelajaran merupakan interaksi antara peserta didik dan pendidik pada

suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Di dalam proses

pembelajaran, pendidik harus mengembangkan pembelajaran yang sesuai dengan

karakteristik siswa. Hal ini diperlukan agar peserta didik merasa senang, tanggung

jawab, dan konsentrasi selama mengikuti proses pembelajaran. Dengan mengenali

karakteristik siswa, ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh. Dirangkum dari

Martinis Yamin (2007:32-36), manfaat tersebut antara lain:

a. Memperoleh gambaran yang lengkap dan terperinci tentang kompetensi/

kemampuan awal para siswa, yang berfungsi sebagai prerequisite/ kelanjutan

bagi bahan/ materi baru yang akan disampaikan. Diharapkan bahan baru tidak

terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Sebaiknya materi itu merupakan

kelanjutan yang telah dimiliki siswa sebelumnya.

b. Memperoleh gambaran tentang luas dan jenis pengalaman yang telah dimiliki

(43)

commit to user

tepat, mantap, dan memberi contoh yang akurat beserta elaborasi yang menarik

kepada siswa, sehingga siswa lebih mudah menyerap bahan-bahan yang

disajikan oleh guru.

c. Mengetahui latar belakang sosial dan kultur para siswa. Dengan demikian guru

dapat memberikan bahan yang sesuai dengan metode yang efisien.

d. Mengetahui tingkat pertumbuhan dan perkembangan siswa, baik jasmani

maupun rohaniah. Tingkat perkembangan ini besar pengaruhnya terhadap

keberhasilan dan cara belajar siswa. Dengan mengetahui tingkat perkembangan

siswa, guru dapat menyesuaikan pelajaran yang akan diberikan kepada siswa.

e. Mengetahui aspirasi dan kebutuhan para siswa. Dengan cara ini guru dapat

merancang strategi yang lebih tepat dan akurat untuk memenuhi kebutuhan dan

aspirasi itu, baik secara individual maupun kelompok.

f. Mengetahui tingkat penguasaan pengetahuan yang telah diperoleh siswa

sebelumnya. Perkembangan aspek kognitif dan intelektual tersebut dijadikan

sebagai dasar dalam merencanakan pengetahuan baru, yang dirancang secara

tepat.

g. Mengetahui tingkat bahasa siswa, baik lisan maupun tulisan. Dengan cara ini

guru dapat menyesuaikan kemampuan berbahasa siswa agar terjadi komunikasi

yang seimbang dan berhasil.

h. Mengetahui sikap dan nilai yang menjiwai siswa. Hal ini dapat dijadikan dasar

pertimbangan dalam perencanaan pembelajaran.

Siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai

12 atau 13 tahun. Menurut Supandi (1992:44) dalam http://www.google.co.id/#hl

=id&source=hp&biw=1366&bih=580&q=karakteristik+siswa+sd&aq=o&aqi=&a

ql=&oq=&fp=65637c177da1b125, diakses tanggal 13 Pebruari 2011, tingkatan

kelas di sekolah dasar dapat dibagi dua yaitu kelas rendah dan kelas tinggi. Kelas

rendah terdiri dari kelas satu, dua dan tiga yang kisaran umurnya antara 6 atau 7

tahun. Sedangkan kelas tinggi terdiri dari kelas empat, lima, dan enam yang

kisaran umurnya 9 atau 10 tahun sampai 12 atau 13 tahun. Makmun (1995:50)

dalam http://www.google.co.id/#hl =id&source=hp&biw=1366&bih=580&q=

Gambar

Tabel 1. Skor Kemajuan Individu.................................................................
Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir..............................................................
Tabel 1. Skor Kemajuan Individu
Gambar 1. Alur Kerangka Berpikircommit to user
+7

Referensi

Dokumen terkait

Gunasti Hudiwinarsih, Ak.,M.Si yang selalu sabar dalam membimbing dan selalu memberikan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi tepat waktu1. Ibu

Bagi para pengusaha kecil dan menengah yang memiliki keterbatasan dalam modal usaha untuk promosi dan menjual produk dapat memanfaatkan teknologi e-Commece ini, karena tidak

Sehubungan dengan telah dilakukannya evaluasi dokumen penawaran paket pekerjaan Peningkatan Jalan Dengan Konstruksi HRS-Base dalam kawasan Perumahan RSS Oesapa dan

16: Perbandingan Pernyataan Pengertian Ecotourism Menurut Responden 3 (Wisatawan Lokal) dengan Konsep Baku Internasional .... 17: Pemahaman Pengertian Ecotourism pada

Penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan sediaan gel penyembuh luka dengan ekstrak daun mengkudu dan gelling agent karbopol 940 yang dapat memiliki sifat fisik dan

elemen menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok kartu yang terurut berada di tangan pemain, dan kelompok kartu sumber yang akan6. diambil untuk disisipkan secara urut ke dalam kelompok

Gambar 4.3 Kebutuhan Waktu Keselu Dari gambar 4.3 diatas ini merupakan cycle time proses produksi block kapal, dimana menunjukkan bahwa dalam proses produksi konstruksi

MENYELESAIKAN SOAL MATERI PELUANG DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF PADA SISWA KELAS XI MA AT-.. THOHIRIYAH NGANTRU TULUNGAGUNG TAHUN