commit to user
i
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)
UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP BILANGAN PECAHAN PADA SISWA KELAS III
SDN I PENGKOL JATIROTO WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2010/2011
SKRIPSI
Oleh:
RISCHA FERDY NURSITA X7109090
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
ii
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)
UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP BILANGAN PECAHAN PADA SISWA KELAS III
SDN I PENGKOL JATIROTO WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2010/2011
Oleh:
RISCHA FERDY NURSITA X7109090
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Jurusan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
commit to user
iii
PERSETUJUAN
Skripsi dengan judul: Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Student Team Achievement Divisions (STAD) Untuk Meningkatkan Penguasaan
Konsep Bilangan Pecahan Pada Siswa Kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri Tahun Pelajaran 2010/2011.
Disusun Oleh :
Nama : Rischa Ferdy Nursita
Nim : X7109090
Telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Pada Hari : Tanggal :
Persetujuan Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Dra.Yulianti, M.Pd Drs. Hasan Mahfud, M.Pd NIP. 19541116 198203 2 002 NIP.19590515 198703 1 002
Ketua Program S1 PGSD
commit to user
iv
PENGESAHAN
Skripsi dengan judul: Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Student Team Achievement Divisions (STAD) Untuk Meningkatkan Penguasaan
Konsep Bilangan Pecahan Pada Siswa Kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri Tahun Pelajaran 2010/2011.
Disusun Oleh :
Nama : Rischa Ferdy Nursita
Nim : X7109090
Telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Hari :
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Drs. Sukarno, M.Pd ____________ Sekretaris : Drs. Kartono, M.Pd ____________ Anggota I : Dra. Yulianti, M.Pd ____________ Anggota II : Drs. Hasan Mahfud, M.Pd ____________
Disahkan oleh:
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Dekan
Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd
commit to user
v ABSTRAK
Rischa Ferdy Nursita. PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS
(STAD) UNTUK MENINGKATKAN PENGUASAAN KONSEP
BILANGAN PECAHAN PADA SISWA KELAS III SDN I PENGKOL JATIROTO WONOGIRI TAHUN PELAJARAN 2010/2011, Skripsi. Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Mei 2011.
Tujuan penelitian adalah (1) Meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011 melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD). (2) Mendiskripsikan proses penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) untuk meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011.
Penelitian ini berupa penelitian tindakan kelas yang terdiri dari dua siklus, dimana setiap siklus terdiri dari empat tahapan yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian ini yaitu siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto pada tahun pelajaran 2010/2011. Jumlah siswa kelas III adalah 13 orang yang terdiri dari 5 orang siswa putra dan 8 orang siswa putri. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan observasi, tes, dan dokumentasi. Analisis data dalam penelitian ini menggunakan model Miles dan Huberman yang terdiri dari reduksi data, display data/ penyajian data, dan mengambil kesimpulan/ verifikasi data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketuntasan belajar siswa yang pada awalnya hanya 38,46% (5 dari 13 siswa), pada siklus I ketuntasan belajar meningkat menjadi 69,23% (9 dari 13 siswa), dan pada siklus II ketuntasan belajar meningkat menjadi 84,61% (11 dari 13 siswa). Sedangkan nilai rata-ratanya yang semula 55,38, pada siklus I meningkat menjadi 65,38, dan pada siklus II meningkat menjadi 80,38.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) dapat meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto tahun pelajaran 2010/2011 dan di dalam proses penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD) untuk meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011 ada beberapa hal yang peneliti temui selama penelitian.
commit to user
vi ABSTRACT
Rischa Ferdy Nursita. THE APPLICATION OF THE COOPERATIVE LEARNING MODEL STUDENT TEAM ACHIEVEMENT DIVISIONS
(STAD) TO IMPROVE THE MASTERY OF FRACTAL NUMBER CONCEPT OF THE STUDENTS IN GRADE III OF STATE PRIMARY SCHOOL I OF PENGKOL, JATIROTO, WONOGIRI IN THE ACADEMIC YEAR OF 2010/2011. Skripsi, Surakarta: The Faculty of Teacher Training and Education, Sebelas Maret University, Surakarta, May 2011.
The objective of the research are: (1) to improve the mastery of fractal number concept of the students in Grade III of State Primary School I of Pengkol, Jatiroto, Wonogiri in the academic year of 2010/2011 through the application of the cooperative learning model (STAD); and (2) to describe the process of the application of the cooperative learning model (STAD) to improve the mastery of fractal number concept of the students in Grade III of State Primary School I of Pengkol, Jatiroto, Wonogiri in the academic year of 2010/2011.
This research used a classroom action research method with two cycles consisting of four phases, namely: planning, implementation, observation, and reflection. The subjects of the research were the students in Grade III of State Primary School I of Pengkol, Jatiroto, Wonogiri in the academic year of 2010/2011 as many as 13 students comprising 5 male students and 8 female students. The data of the research were gathered through observation, test, and documentation. The data were then analyzed by using an interactive technique of analysis claimed by Miles and Huberman, consisting of data reduction, data display, and conclusion drawing/ data verification.
commit to user
vii MOTTO
Langkah kakiku ini terus berjalan, kulangkahkan dengan pasti untuk
melihat secercah harapan di depan mataku ini, walau banyak halangan
dan rintangan kusiap melewatinya, harus slalu semangat, tekun,
berusaha, dan slalu berdoa itulah kuncinya.
(Penulis)
Berjuang untuk hidup dan hidup butuh pengorbanan. (Penulis)
Kesabaran adalah kunci keberhasilan.
commit to user
viii
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan skripsiku ini untuk:
Bapak dan ibu tersayang, terimakasih atas doa dan dukungan yang
senantiasa kalian berikan dalam menyelesaikan skripsiku ini.
Kakakku, Luchy Hendra Wiputra, terimakasih atas motivasinya.
commit to user
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student
Team Achievement Divisions (STAD) Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep
Bilangan Pecahan Pada Siswa Kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri Tahun
Pelajaran 2010/2011”. Skripsi ini disusun guna memenuhi persyaratan
mendapatkan gelar Sarjana pada program PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penyusunan skripsi ini, tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini:
1. Prof. Dr. H. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd, selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan izin
penulisan skripsi;
2. Drs. Rusdiana Indianto, M.Pd, selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah
memberikan izin skripsi;
3. Drs. Kartono, M.Pd, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Guru Sekolah
Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan izin skripsi;
4. Dra. Yulianti, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing I, yang telah memberikan
arahan dan bimbingan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan lancar;
5. Drs. Hasan Mahfud, M.Pd, selaku Dosen Pembimbing II, yang telah
memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan dengan lancar;
6. Rukayah, M.Hum, selaku Pembimbing Akdemik, yang telah memberikan
bimbingan selama menjadi mahasiswa di Program Studi Pendidikan Guru
commit to user
x
7. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar, yang
telah memberikan ilmu kepada penulis;
8. Kepala Sekolah, Bapak/ Ibu Guru, dan murid-murid SDN I Pengkol, yang
telah membantu dalam penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini;
9. Berbagai pihak yang telah membantu penulis, yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan dan jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran guna penyempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi
ini memberikan manfaat baik bagi penulis maupun pembaca yang budiman.
Surakarta, Mei 2011
commit to user
xi DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL... i
PENGAJUAN SKRIPSI... ii
PERSETUJUAN... iii
PENGESAHAN... iv
ABSTRAK... v
MOTTO... vii
PERSEMBAHAN... viii
KATA PENGANTAR... ix
DAFTAR ISI... xi
DAFTAR TABEL... xiii
DAFTAR GAMBAR... xiv
DAFTAR LAMPIRAN... xv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Rumusan Masalah... 4
C. Tujuan Penelitian... 4
D. Manfaat Penelitian... 5
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka... 6
B. Penelitian yang Relevan... 29
C. Kerangka Berpikir... 31
D. Hipotesis Penelitian... 32
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian... 33
B. Subjek Penelitian... 33
C. Sumber Data... 33
D. Teknik dan Alat Pengumpulan Data... 34
E. Validitas Data... 35
commit to user
xii
G. Indikator Kerja... 39
H. Prosedur Penelitian... 39
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian... 46
B. Deskripsi Kondisi Awal... 46
C. Deskripsi Data Tindakan... 48
D. Pembahasan Hasil Penelitian... 65
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan... 70
B. Implikasi... 71
C. Saran... 72
DAFTAR PUSTAKA... 73
commit to user
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Skor Kemajuan Individu... 24
Tabel 2. Frekuensi Nilai Siswa Sebelum Tindakan... 47
Tabel 3. Aktivitas Siswa Pada Siklus I Pertemuan 1... 54
Tabel 4. Aktivitas Siswa Pada Siklus I Pertemuan 2... 55
Tabel 5. Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 1... 62
Tabel 6. Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 2... 63
Tabel 7. Frekuensi Nilai Siswa Siklus I... 76
Tabel 8. Frekuensi Nilai Siswa Siklus II... 78
commit to user
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Alur Kerangka Berpikir... 31
Gambar 2. Analisis Model Melis dan Huberman... 38
Gambar 3. Model Penelitian... 40
Gambar 4. Grafik Nilai Sebelum Tindakan... 48
Gambar 5. Grafik Nilai Siklus I... 66
Gambar 6. Grafik Nilai Siklus II...67
commit to user
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Kriteria Ketuntasan Minimal Matematika... 76
Lampiran 2. Silabus Kelas III Semester 2... 77
Lampiran 3. RPP Siklus I Pertemuan 1... 78
Lampiran 4. LKS Siklus I Pertemuan 1... 87
Lampiran 5. RPP Siklus I Pertemuan 2... 89
Lampiran 6. LKS Siklus I Pertemuan 2... 99
Lampiran 7. RPP Siklus II Pertemuan 1... 101
Lampiran 8. LKS Siklus II Pertemuan 1... 110
Lampiran 9. RPP Siklus II Pertemuan 2... 111
Lampiran 10. LKS Siklus II Pertemuan 2... 120
Lampiran 11. Daftar Nilai Sebelum Tindakan... 121
Lampiran 12. Pembagian Kelompok Siklus I... 122
Lampiran 13. Nilai Kuis Siklus I... 123
Lampiran 14. Penghargaan Tim Siklus I... 124
Lampiran 15. Nilai Rata-rata Siklus I... 126
Lampiran 16. Pembagian Kelompok Siklus II... 127
Lampiran 17. Nilai Kuis Siklus II... 128
Lampiran 18. Penghargaan Tim Siklus II... 129
Lampiran 19. Nilai Rata-rata Siklus I... 131
Lampiran 20. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan 1... 132
Lampiran 21. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus I Pertemuan 2... 133
Lampiran 22. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 1...134
Lampiran 23. Lembar Observasi Aktivitas Siswa Siklus II Pertemuan 2...135
Lampiran 24. Indikator Penilaian Aktivitas Sisw... 136
Lampiran 25. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus I Pertemuan 1... 138
Lampiran 26. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus I Pertemuan 2... 139
Lampiran 27. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus II Pertemuan 1... 140
Lampiran 28. Lembar Observasi Kinerja Guru Siklus II Pertemuan 2... 141
commit to user
xvi
Lampiran 30. Dokumentasi Siklus I Pertemuan 1... 145
Lampiran 31. Dokumentasi Siklus I Pertemuan 2... 146
Lampiran 32. Dokumentasi Siklus II Pertemuan 1... 147
Lampiran 33. Dokumentasi Siklus II Pertemuan 2... 148
commit to user
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembelajaran merupakan proses interaksi dengan pendidik dan sumber
belajar pada suatu lingkungan belajar. Interaksi antara guru dan peserta didik
memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif.
Dalam proses pengajaran atau interaksi belajar mengajar yang menjadi persoalan
utama ialah adanya proses belajar pada siswa yakni proses berubahnya tingkah
laku siswa melalui berbagai pengalaman yang diperolehnya. Melalui proses
pembelajaran tersebut siswa memperoleh hasil belajar yang merupakan hasil dari
interaksi tindak belajar. Dari hasil belajar tersebut keberhasilan pengajaran dapat
dilihat. Karena menurut Nana Sudjana (2005:37) kriteria keberhasilan pengajaran
itu dapat ditinjau dari hasil. Asumsi dasarnya adalah proses pengajaran yang
optimal memungkinkan hasil belajar yang optimal pula. Ada korelasi antara
proses pengajaran dengan hasil yang dicapai. Makin besar usaha untuk
menciptakan kondisi proses pengajaran, makin tinggi pula hasil/produk dari
pengajaran itu.
Hasil belajar merupakan hasil kegiatan setelah anak didik mengalami
pembelajaran dalam kompetensi tertentu. Menurut Nana Sudjana (2005:39), hasil
belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama antara lain faktor
dari dalam diri siswa yaitu kemampuan yang dimilikinya dan faktor yang datang
dari luar diri siswa atau faktor lingkungan yaitu berkaitan dengan kualitas
pengajaran. Kualitas pengajaran merupakan tinggi rendahnya atau efektif tidaknya
proses belajar mengajar dalam mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itu, dalam
pembelajaran guru hendaknya memilih suatu pendekatan yang sesuai dengan
kompetensi yang telah ditetapkan sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai
secara efektif.
Ada beberapa model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam kegiatan
pembelajaran. Menurut Winataputra dalam Sugiyanto (2009:3), model
commit to user
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu,
dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para
pengajar dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Setiap
model pembelajaran memberikan tekanan pada aspek tertentu dibandingkan
model pembelajaran lainnya. Oleh karena itu, guru dapat memilih model
pembelajaran sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapainya. Misalnya
saja memilih model pembelajaran kooperatif, menurut Sugiyanto (2009:37)
pembelajaran kooperatif (Cooperatif Learning) merupakan pendekatan
pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk
bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan
belajar. Untuk itu di dalam kegiatan pembelajaran diutamakan pada kerja sama
diantara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Model pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam
kelompok. Ada unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif. Menurut Anita
Lie (2008:31), unsur-unsur model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan
antara lain saling ketergantungan positif, tanggung jawab perseorangan, tatap
muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok. Dengan
menerapkan kelima unsur tersebut, diharapkan siswa dapat saling bekerja sama,
saling membantu menguasai materi yang disampaikan oleh guru, sehingga tujuan
pembelajaran dapat tercapai secara efektif.
Dalam kenyataannya, di kelas III SDN I Pengkol Jatiroto banyak siswa
yang belum menguasai konsep bilangan pecahan. Hal ini ditunjukkan dari
keseluruhan jumlah peserta didik yang memperoleh nilai di atas kriteria
ketuntasan minimal (KKM) baru 30,76% sedangkan 69,23% belum mencapai
kriteria ketuntasan minimal (KKM). Rendahnya penguasaan konsep bilangan
pecahan disebabkan karena guru masih bersifat dominan dalam pembelajaran atau
guru masih menggunakan pembelajaran yang konvensional. Guru belum
mengutamakan kerja sama di antara anak untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Guru hanya menyampaikan materi sedangkan peserta didik hanya mendengar dan
mencatat apa yang disampaikan oleh guru. Sehingga peserta didik tidak terlibat
commit to user
mudah merasa jenuh dan tidak tertarik dalam pembelajaran. Apabila masalah
tersebut tidak teratasi maka akan berdampak lebih luas lagi yaitu siswa sulit
memahami bilangan pecahan yang lebih kompleks.
Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dibutuhkan suatu pendekatan
yang dapat membuat peserta didik aktif dalam pembelajaran, sehingga peserta
didik mudah memahami materi tentang bilangan pecahan dan dapat meningkatkan
penguasaan konsep bilangan pecahan. Maka dipilihlah model pembelajaran
kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions (STAD), karena penerapan
model pembelajaran kooperatif (STAD) sangat tepat digunakan untuk
mengajarkan materi bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol,
Jatiroto. Dalam (http://www.trisnimath.blogspot.com/ diakses tanggal
26-12-2010) dijelaskan bahwa materi matematika yang relevan dengan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah materi-materi yang hanya untuk
memahami fakta-fakta, konsep-konsep dasar, dan tidak memerlukan penalaran
yang tinggi dan juga hafalan. Sehingga penerapan model pembelajaran kooperatif
(STAD) tersebut diharapkan dapat meningkatkan penguasaan konsep bilangan
pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol, Jatiroto.
STAD merupakan tipe pembelajaran dalam model pembelajaran
kooperatif yang akan mendorong siswa saling berdiskusi, saling membantu
menyelesaikan tugas, menguasai dan pada akhirnya menerapkan keterampilan
yang diberikan. Untuk itu dalam penerapannya, peserta didik perlu dibekali
berbagai keterampilan-keterampilan agar pembelajaran menjadi efektif. Dalam
(http://xpresiriau.com/artikel-tulisan-pendidikan/karakteristik-stad/diakses tanggal
26-12-2010) keterampilan yang terdapat dalam STAD antara lain melakukan kerja
sama seperti berani bicara dan mengemukakan pendapat, bertanya, menghargai
pendapat teman, memberi semangat pada teman untuk berbicara, tidak
mendominasi pembicaraan kelompok, dan mempunyai kemampuan
berargumentasi. Dengan dibekalinya berbagai keterampilan tersebut maka akan
mendorong peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran, sehingga peserta didik
commit to user
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti terdorong untuk melakukan
penelitian dengan judul ’’Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Student
Team Achievement Divisions (STAD) Untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep
Bilangan Pecahan Pada Siswa Kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri Tahun Pelajaran 2010/2011”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team
Achievement Divisions (STAD) dapat meningkatkan penguasaan konsep
bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri Tahun
Pelajaran 2010/2011?
2. Bagaimana proses penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student Team
Achievement Divisions (STAD) dalam meningkatkan penguasaan konsep
bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri Tahun
Pelajaran 2010/2011?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
1. Meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN
I Pengkol Jatiroto Wonogiri tahun pelajaran 2010/2011 melalui penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe Student Team Achievement Divisions
(STAD).
2. Mendiskripsikan proses penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Student
Team Achievement Divisions (STAD) untuk meningkatkan penguasaan konsep
bilangan pecahan pada siswa kelas III SDN I Pengkol Jatiroto Wonogiri tahun
commit to user
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoretis
Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai
bahan pertimbangan dalam meningkatkan hasil pembelajaran dan sebagai
referensi bagi peneliti yang akan datang, yang akan melakukan penelitian
berkenaan dengan penerapan model pembelajaran kooperatif STAD untuk
meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Guru
1) Bertambahnya wawasan guru untuk lebih inovatif dalam melakukan
kegiatan pembelajaran metematika.
2) Memberikan masukan bagi guru, bahwa model pembelajaran kooperatif
STAD dapat digunakan sebagai metode pembelajaran untuk
meningkatkan penguasaan konsep bilangan pecahan.
b. Bagi Siswa
1) Meningkatnya penguasaan konsep bilangan pecahan.
2) Mempermudah siswa dalam memahami bilangan pecahan.
c. Bagi Sekolah
1) Meningkatnya mutu pendidikan melalui penerapan pembelajaran yang
inovatif.
commit to user
6 BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Tentang Penguasaan Konsep Bilangan Pecahan a. Pengertian Penguasaan Konsep
Penguasaan merupakan pemahaman/ kesanggupan untuk menggunakan
pengetahuan dan kepandaian. Dalam
(http://www.artikata.com/arti-369095-penguasaan.php, diakses tanggal 26 Januari 2010), penguasaan didefinisikan
sebagai suatu proses, cara, perbuatan menguasai atau menguasakan.
Secara sederhana konsep dapat diartikan sebagai langkah untuk
memberikan label kepada sesuatu, yang dapat membantu seseorang untuk
mengenal, mengerti, dan memahami terhadap sesuatu tersebut. Slameto
(1991:135), menjelaskan bahwa pada waktu orang belajar nama-nama atau
perkataan-perkataan, mengasosiasikan perkatan-perkataan itu dengan
obyek-obyek atau peristiwa-peristiwa, dengan demikian perkataan-perkataan itu
menunjukkan konsep yang dimilikinya. Ada empat dasar untuk mendefinisikan
perkataan yang menunjuk konsep. Dirangkum dari Slameto (1991:135) dapat
diuraikan sebagai berikut:
1) Sifat-sifat yang dapat diukur atau dapat diamati. Misalnya semangka dan
pepaya adalah buah-buahan yang sama-sama memberi rasa segar, tetapi
berbeda bentuknya, besarnya, dan kulitnya.
2) Sinonim, antonim, dan makna semantik lain.
3) Hubungan-hubungan logis dan aksioma/definisi dari sudut ini secara
langsung menunjuk sifat-sifat tertentu. Misalnya garis lurus dibatasi sebagai
jarak terdekat antara dua titik.
4) Manfaat dan gunanya. Misalnya pensil untuk menulis, palu untuk memukul.
Moore dalam (Tim Dosen PGSD, 2002:2), berpendapat bahwa konsep
merupakan sesuatu yang tersimpan dalam pikiran yang berupa suatu pemikiran,
ide atau gagasan. Menurut Parker dalam (Tim Dosen PGSD, 2002:2), konsep
commit to user
contoh. Dalam (http://id.wikipedia.org/wiki/Konsep, diakses tanggal 24 Januari
2011), konsep adalah abstrak, entitas mental yang universal yang menunjuk
pada kategori atau kelas dari suatu entitas, kejadian atau hubungan. Menurut
Ruminiati (2007: 1-28), konsep merupakan suatu pernyataan yang masih
bersifat abstrak/ pemikiran untuk mengelompokkan ide-ide atau peristiwa yang
masih dalam angan-angan seseorang. Sedangkan menurut Bruner dalam
Ruminiati (2007:1-28), konsep adalah suatu kata yang bernuansa abstrak dan
dapat digunakan untuk mengelompokkan ide, benda, atau peristiwa.
Penguasaan konsep merupakan long term memory yang dituangkan
dalam bentuk jawaban atas pertanyaan untuk beberapa waktu ke depan. Dalam
(http://webcache.googleusercontent.com/search=cache:+Wv7zVQ25HYJ:kary
ailmiah-ardhiprabowo.blogspot.com/2010/06/penguasaan-konsep-matematika.
html diakses tanggal 26 Januari 2011), Artigue (2001:57) menjelaskan bahwa
ingatan jangka panjang yang baik artinya konsep yang diterima telah masuk ke
dalam ranah psikologis siswa. Akibatnya kapanpun siswa ditanya mengenai
konsep yang telah diberikan, diyakini bahwa siswa tersebut dapat menjawab
pertanyaan konsep.
Jadi dapat peneliti simpulkan bahwa penguasaan konsep merupakan
suatu proses untuk menguasai atau memahami suatu gagasan/ pengertian/
kesimpulan dari sesuatu yang tersimpan/ yang ada dari berbagai/ sekelompok
data/ fakta yang memiliki ciri yang sama.
b. Pengertian Bilangan Pecahan
Bilangan pecahan dapat diragakan dengan suatu bagian dari
keseluruhan suatu himpunan ataupun suatu benda. Menurut Heruman
(2007:43), pecahan dapat diartikan sebagai bagian dari sesuatu yang utuh.
Dalam arsiran gambar, bagian yang dimaksud adalah bagian yang diperhatikan,
yang biasanya ditandai dengan arsiran. Bagian inilah yang dinamakan
pembilang. Adapun bagian yang utuh adalah bagian yang dianggap sebagai
satuan, dan dinamakan penyebut.
Jika kita membagi suatu daerah persegi panjang menjadi delapan bagian
commit to user
maka setiap bagian mempunyai luas seperdelapan dari luas daerah persegi
panjang seluruhnya. Luas bagian yang diblok adalah seperdelapan dari luas
daerah seluruhnya dan ditulis dengan lambang 1/8. Sedangkan luas bagian yang
tidak diblok adalah tujuh perdelapan dari luas daerah seluruhnya dan ditulis
dengan lambang 7/8. Bentuk penulisan dan seperti di atas disebut pecahan.
Cholis Sa’dijah (1999:148) menerangkan bahwa bentuk penulisan a/b disebut pecahan dengan a dan b bilangan cacah b ≠ 0. Dalam hal ini a disebut
pembilang dan b disebut penyebut. Darhim (1991:163), berpendapat bahwa
bilangan pecahan adalah bilangan yang lambangnya dapat ditulis dengan bentuk
a/b di mana a dan b bilangan bulat dan b ≠ 0. Pada pecahan a/b, a disebut
pembilang dan b disebut penyebut pecahan tersebut.
Pecahan digunakan apabila membicarakan bagian-bagian benda atau
bagian-bagian himpunan atas beberapa bagian yang sama. Oleh karena itu,
bilangan pecahan dapat diragakan dengan suatu bagian dari keseluruhan suatu
himpunan ataupun suatu benda.
Dirangkum dari Darhim (1991:163), peragaan bilangan pecahan dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1) Pecahan didasarkan atas pembagian benda
Lingkaran di atas dianggap satuan. Artinya lingkaran itu menunjukkan atau
mewakili bilangan satu. Apabila lingkaran itu dipotong menjadi dua bagian
yang sama panjang, maka tiap-tiap bagian itu menunjukkan pecahan setengah
commit to user
Apabila lingkaran tadi dibagi menjadi empat bagian yang sama, maka setiap
bagian menunjukkan pecahan seperempat. Gambarnya sebagai berikut:
2) Pecahan didasarkan atas himpunan bagian.
Banyak anggota himpunan di atas ada 4. Yang hitam adalah satu perempat
bagian dari seluruhnya, dengan lambang 1/4.
Himpunan gambar segitiga di atas dianggap menunjukkan bilangan 1.
Himpunan itu dapat dianggap menjadi 3 himpunan bagian yang sama banyak.
Salah satu himpunan bagian itu adalah segitiga hitam. Maka himpunan segitiga
hitam itu menunjukkan pecahan 1/3.
Dari pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pecahan merupakan
bagian dari sesuatu yang utuh dan dinyatakan dalam bentuk a/b dengan a dan b
bilangan cacah, b ≠ 0.
c. Macam-macam Pecahan
Pecahan ada beberapa macam, dirangkum dari buku Cholis Sa’dijah (1999:149-151), peneliti menguraikan bahwa macam-macam pecahan antara
lain:
commit to user
1) Pecahan yang Ekuivalen
= = merupakan pecahan yang ekuivalen, artinya ketiga pecahan tersebut
menyatakan bilangan yang sama. Pecahan ekuivalen juga disebut pecahan
senilai atau pecahan seharga atau pecahan yang sama.
2) Pecahan Paling Sederhana
Bentuk pecahan paling sederhana, jika pembilang dan penyebut tidak
mempunyai faktor persekutuan.
Contoh pecahan paling sederhana: , , , dan .
3) Pecahan Senama
Dinamakan pecahan senama, jika mempunyai penyebut yang sama.
Contoh: , , .
4) Pecahan Campuran
Pecahan campuran adalah pecahan yang pembilangnya lebih besar dari
penyebutnya, sehingga jika disederhanakan akan menghasilkan bentuk bulat
dan pecahan.
Contoh: = , =
d. Membandingkan Dua Pecahan
Dalam membandingkan pecahan, kita dapat menggunakan pembanding “lebih dari” atau tanda pembanding “>” jika lebih besar dan dapat menggunakan pembanding “kurang dari” atau tanda pembanding “<” jika lebih kecil. Dirangkum dari Khafid Kasri (2004:156), berikut ini peneliti
menguraikan cara membandingkan bilangan pecahan:
1) Menggunakan pembanding “lebih dari” atau tanda pembanding “>” jika
lebih besar
Contoh:
commit to user
1/3 lebih dari 1/4 atau 1/3 > 1/4
2) Mengunakan pembanding “kurang dari” atau tanda pembanding “<” jika lebih
kecil
Contoh:
1/6 kurang dari 1/3 atau 1/6 < 1/3
1/4 kurang dari 1/3 atau 1/4 < 1/3
3) Menggunakan perbandingan dalam kehidupan sehari-hari
Dirangkum dari Nur Fajariyah (2008:143), berikut ini peneliti memberikan
contoh cara menggunakan perbandingan dalam kehidupan sehari-hari.
Contoh:
a) Ibu membeli kue. Bagian yang 1/4 dimakan Kak Jo dan yang 2/4 dimakan
Ayah. Siapakah yang makan kue lebih banyak?
Jawab:
Bagian yang dimakan Kak Jo adalah1/4.
Bagian yang dimakan Ayah adalah 2/4.
Jadi, Ayah makan bagian kue lebih banyak atau lebih besar daripada Kak Jo. (Lebih banyak dapat berarti lebih besar daripada atau dengan simbol “>”).
b) Kakek mempunyai semangka bagian. Nenek mempunyai semangka bagian.
commit to user
Jawab:
Bagian semangka kakek = .
Bagian semangka nenek = .
Jadi, kakek mempunyai semangka lebih sedikit daripada nenek.
e. Pengertian Matematika
Pada pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara
pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan.
Menurut Gagne dalam Nyimas Aisyah (2007:3-2) objek belajar matematika
terdiri dari objek langsung dan objek tak langsung. Dari pendapat tersebut,
peneliti menguraikan bahwa objek langsung dalam matematika itu terdiri dari
fakta, keterampilan, konsep, dan prinsip. Fakta merupakan
perjanjian-perjanjian dalam metematika seperti simbol-simbol matematika. Keterampilan
adalah kemampuan memberikan jawaban yang benar dan cepat. Konsep
merupakan ide abstrak yang memungkinkan kita mengelompokkan objek ke
dalam contoh dan bukan contoh. Prinsip adalah sederetan konsep beserta
dengan hubungan di antara konsep-konsep tersebut. Sedangkan objek tak
langsung itu meliputi transfer belajar, kemampuan menyelidiki, kemampuan
memecahkan masalah, disiplin pribadi dan apresiasi pada struktur matematika.
Matematika adalah terjemahan dari Mathematics. Namun arti atau
definisi yang tepat dari matematik tidak dapat diterapkan secara pasti dan
singkat. Ada pendapat yang mengatakan bahwa metematika itu timbul karena
pikiran-pikiran manusia yang berhubungan dengan ide, proses dan penalaran
yang terbagi menjadi empat wawasan yang luas, yaitu aritmatika, aljabar,
geometri dan analisis, dengan aritmatika mencakup teori bilangan dan statistik.
Menurut Ruseffendi dalam Heruman (2007:1), matematika adalah
bahasa simbol, ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif,
ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur
yang tidak terdefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma, dan
akhirnya ke dalil. Soedjadi (2000:11) berpendapat bahwa matematika
commit to user
pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi, pengetahuan tentang penalaran
logik dan berhubungan dengan bilangan, pengetahuan tentang fakta-fakta
kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk, dan pengetahuan tentang
struktur-struktur yang logik. Sutawijaya dalam Nyimas Aisyah (2001:1)
berpendapat bahwa matematika mengkaji benda abstrak yang disusun dalam
suatu sistem aksiomatis dengan menggunakan simbol dan penalaran deduktif.
Sedangkan menurut Hudoyo dalam Nyimas Aisyah (2001:1), berpendapat
bahwa matematika berkenaan dengan ide, aturan-aturan, hubungan-hubungan
yang diatur secara logis sehingga matematika berkaitan dengan konsep-konsep
abstrak.
Berdasarkan pendapat di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
matematika merupakan ilmu yang mempelajari tentang bilangan, kalkulasi,
penalaran logik, fakta-fakta kuantitatif, dan struktur-struktur yang logik.
f. Bilangan Pecahan dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Pada pembelajaran metematika harus terdapat keterkaitan antara
pengalaman belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan.
Dalam metematika, setiap konsep berkaitan dengan konsep lain dan suatu
konsep menjadi prasyarat bagi konsep lain. Oleh karena itu, siswa harus lebih
banyak diberi kesempatan untuk melakukan keterkaitan tersebut. Nyimas
Aisyah (2007:9-20) menjelaskan bahwa konsep matematika tidak dipandang
sebagai barang jadi yang hanya menjadi bahan informasi bagi siswa. Namun,
guru diharapkan merancang pembelajaran matematika, sehingga memberikan
kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa untuk berperan aktif dalam
membangun konsep secara mandiri atau bersama-sama. Jadi di dalam
pembelajaran matematika itu, siswa diharapkan dapat menemukan kembali
akan konsep, aturan, ataupun algoritma.
Menurut Heruman (2007:2) konsep-konsep pada kurikulum matematika
SD dapat dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu penanaman konsep dasar,
pemahaman konsep, dan pembinaan keterampilan. Dari berbagai konsep
tersebut, peneliti dapat menguraikan bahwa penanaman konsep merupakan
commit to user
mempelajari konsep tersebut. Pembelajaran penanaman konsep dasar
merupakan jembatan yang harus dapat menghubungkan kognitif siswa yang
konkret dengan konsep baru matematika yang abstrak. Pemahaman konsep
merupakan pembelajaran yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu
konsep matematika. Pemahaman konsep terdiri dari dua pengertian. Pertama,
merupakan kelanjutan dari pembelajaran penanaman konsep dalam satu
pertemuan. Kedua, pembelajaran penanaman konsep dilakukan pada
pertemuan yang berbeda, tetapi masih merupakan lanjutan dari penanaman
konsep. Sedangkan pembinaan keterampilan yaitu pembelajaran lanjutan dari
penanaman konsep dan pemahaman konsep yang bertujuan agar siswa lebih
terampil dalam menggunakan berbagai konsep matematika.
Konsep bilangan pecahan masuk dalam pembelajaran matematika
dengan tujuan agar siswa dapat mendiskripsikan pecahan, menyebutkan
macam-macam pecahan, membandingkan pecahan, mengurutkan pecahan,
menghitung pecahan, dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan
pecahan dalam kehidupan sehari-hari. Akbar Sutawijaya (1992:152),
menjelaskan siswa akan mudah memahami konsep bilangan pecahan jika
menggunakan daerah geometris yang dapat dipisahkan menjadi bagian-bagian
pecahan yang kita kehendaki dengan jalan melipat. Misalnya saja jika suatu
lingkaran dilipat menurut garis tengahnya, maka garis lipatnya akan membagi
daerah lingkaran menjadi dua bagian yang sama dan masing-masing
merupakan setengah daerah dari keseluruhan yang utuh.
Berdasarkan pendapat di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
dalam pembelajaran konsep matematika harus ada keterkaitan antara
pengalaman belajar anak sebelumnya dengan konsep yang akan diajarkan,
siswa diberi kesempatan untuk berperan aktif dalam membangun konsep
sehingga siswa akan terampil dalam menggunakan berbagai konsep. Untuk itu
peneliti hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun
konsep bilangan pecahan, sehingga siswa akan terampil dalam menggunakan
commit to user
2. Tinjauan Tentang Model Pembelajaran Kooperatif (STAD) a. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk
membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan atau nilai yang baru. Di
dalam pembelajaran guru tentu saja mendidik siswa untuk menguasai suatu
bahan ajar. Sardiman (1992:53) menjelaskan bahwa kegiatan mendidik
merupakan usaha membina diri anak didik secara utuh, baik kognitif,
psikomotorik maupun afektif, agar tumbuh sebagai manusia-manusia yang
berpribadi. Sedangkan Nabisi Lapono (2008:44) menjelaskan bahwa proses
pembelajaran yang mendidik adalah proses pembelajaran yang dilaksanakan
untuk membantu peserta didik berkembang secara utuh, baik dalam dimensi
kognitif maupun dalam dimensi afektif dan psikomotorik.
Asep Jihad (2010:11) menjelaskan, bahwa di dalam proses
pembelajaran terdiri dari kombinasi dua aspek, yaitu belajar tertuju kepada apa
yang harus dilakukan oleh siswa, mengajar berorientasi pada apa yang harus
dilakukan oleh guru sebagai pemberi pelajaran. Proses pembelajaran pada
awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh
siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar belakang
akademisnya, latar belakang sosial ekonominya, dan lain sebagainya. Kesiapan
guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan
modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya
pelaksanaan pembelajaran.
Menurut Syaiful Sagala (2010:61), pembelajaran merupakan proses
komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik,
sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid. Proses
pembelajaran pada awalnya meminta guru untuk mengetahui kemampuan dasar
yang dimiliki oleh siswa meliputi kemampuan dasarnya, motivasinya, latar
belakang akademisnya, latar belakang sosial ekonominya, dan lain sebagainya.
Oemar Hamalik (2009:57) berpendapat bahwa pembelajaran merupakan suatu
kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,
commit to user
pembelajaran. Nana Sudjana (2005:43), berpendapat bahwa pembelajaran
merupakan suatu proses, terjadinya interaksi guru dan siswa melalui kegiatan
terpadu dari dua bentuk kegiatan, yakni kegiatan belajar siswa dengan kegiatan
mengajar guru.
Menurut Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No 20 Tahun
2003 dalam Syaiful Sagala (2010:62), pembelajaran adalah proses interaksi
peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar. Dalam (http://id.wikipedia.org/wiki/pembelajaran, diakses tanggal 26
Januari 20011), pembelajaran adalah setiap perubahan perilaku yang relatif
permanen, terjadi sebagai hasil dari pengalaman. Sedangkan menurut Usman
dalam Asep Jihad (2010:12), pembelajaran merupakan suatu proses yang
mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal
balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu.
Dari berbagai pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa
pembelajaran merupakan interaksi dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.
b. Pengertian Model Pembelajaran
Pembelajaran merupakan interaksi antara pendidik dengan peserta didik
dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Ada banyak hal yang dapat guru
lakukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai secara efektif. Salah satunya
dengan pemilihan model pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran. Ada
beberapa model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran. Di
dalam memilih model pembelajaran, guru perlu memperhatikan beberapa hal
agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Sebaiknya model pembelajaran yang
dipilih dapat menumbuhkan motivasi siswa, membuat siswa aktif dalam
pembelajaran, dan pembelajaran yang dilakukan dapat membekas dalam benak
anak. Isjoni (2008:146) berpendapat bahwa model pembelajaran merupakan
strategi yang digunakan guru untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap
belajar di kalangan siswa, mampu berpikir kritis, memiliki keterampilan sosial,
dan pencapaian hasil pembelajaran yang lebih optimal. Menurut Winataputra
commit to user
yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan
pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi
sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam
merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Dalam
(http://akhmad sudrajat.
wordpress.com/2008/09/12/pendekatan-strategi-metode-teknik-dan-model-pembelajaran/, diakses tanggal 13 Pebruari 2011),
model pembelajaran merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal
sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru.
Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model
pembelajaran merupakan prosedur dan pedoman bagi guru dalam mencapai
tujuan pembelajaran.
c. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif
Ada beberapa model atau strategi pembelajaran yang dapat diterapkan
dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Diantaranya adalah model
pembelajaran kontekstual, model pembelajaran kooperatif, model pembelajaran
kuantum, model pembelajaran terpadu, dan model pembelajaran berbasis
masalah.
Model pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan
sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya
berbeda. Pembelajaran kooperatif berasal dari kata cooperative yang artinya
mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama
lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Dalam menyelesaikan tugas
kelompoknya setiap anggota kelompok harus saling bekerjasama dan saling
membantu untuk memahami materi pelajaran. Slavin (2010:33), menjelaskan
bahwa model pembelajaran kooperatif bertujuan untuk memberikan para siswa
pengetahuan, konsep, kemampuan, dan pemahaman yang mereka butuhkan
supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan memberikan
kontribusi.
Anita Lie (2008:28), berpendapat bahwa model pembelajaran gotong
royong didasari oleh falsafah homo homini socius. Falsafah ini menekankan
commit to user
penting, tanpa ada kerja sama tidak ada individu, keluarga, organisasi, atau
sekolah. Nur dalam Isjoni (2008:153), menjelaskan bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan model pembelajaran yang mengelompokkan siswa untuk
tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang berhasil mengintegrasikan
keterampilan sosial yang bermuatan akademik. Menurut Abdulhak dalam
Isjoni (2008:154), menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan
melalui berbagai proses antara peserta belajar sehingga dapat mewujudkan
pemahaman bersama di antara peserta belajar itu sendiri. Sedangkan Sugiyanto
(2009:37), menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif (Cooperative
Learning) adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan
kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi
belajar untuk mencapai tujuan belajar.
Berdasarkan pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran yang mengutamakan
kerja sama di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran.
d. Ciri-ciri Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya
terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Ada beberapa ciri dalam model
pembelajaran kooperatif. Menurut Lie dalam Sugiyanto (2009:40-42)
elemen-elemen dalam model pembelajaran kooperatif antara lain: saling
ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individual, dan
keterampilan untuk menjalin hubungan antarpribadi atau keterampilan sosial
yang secara sengaja diajarkan.
Elemen-elemen dalam model pembelajaran kooperatif dapat peneliti
uraikan sebagai berikut:
1) Saling ketergantungan positif
Dalam model pembelajaran kooperatif, guru menciptakan suasana yang
mendorong agar siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang
saling membutuhkan inilah yang dimaksud dengan saling ketergantungan
commit to user
2) Interaksi tatap muka
Interaksi tatap muka akan memaksa siswa saling tatap muka dalam kelompok
sehingga mereka dapat berdialog.
3) Akuntabilitas individual
Model pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam belajar
kelompok. Penilaian ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap
materi pelajaran secara individual. Penilaian kelompok yang didasarkan atas
rata-rata penguasaan semua anggota kelompok secara individual ini yang
dimaksud dengan akuntabilitas individual.
4) Keterampilan menjalin hubungan antar pribadi
Keterampilan sosial seperti tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman,
mengkritik ide dan bukan mengkritik teman, berani mempertahankan pikiran
logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan berbagai sifat lain yang
bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi tidak hanya diasumsikan
tetapi secara sengaja diajarkan.
Dari uraian di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa elemen-elemen
dalam model pembelajaran kooperatif antara lain: mendorong agar siswa
merasa saling membutuhkan, menumbuhkan siswa untuk saling berinteraksi,
memberikan penilaian kelompok yang didasarkan atas rata-rata penguasaan
semua anggota kelompok, dan menumbuhkan keterampilan sosial seperti sikap
sopan kepada teman, sikap berani menyampaikan pendapat, dan sikap saling
menghargai.
e. Beberapa Tipe Model Pembelajaran Kooperatif
Model pembelajaran kooperatif merupakan suatu pembelajaran yang
mengutamakan kerja sama di antara siswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Ada beberapa tipe dalam model pembelajaran kooperatif.
Menurut Sugiyanto (2009:44), tipe-tipe dalam model pembelajaran kooperatif
antara lain: Student Teams Achievement Divisions (STAD), Jigsaw, Group
Investigasion, dan Struktural.
Berbagai tipe model pembelajaran kooperatif tersebut dapat peneliti
commit to user
1) Student Teams Achievement Divisions (STAD)
Model pembelajaran kooperatif tipe Student Teams Achievement Divisions
(STAD) merupakan model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana.
Dalam pelaksanaannya siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, tiap anggota
tim saling membantu untuk menguasai bahan ajar, tiap minggu atau dua
minggu guru memberikan evaluasi, tiap tim diberi skor atas penguasaannya
terhadap bahan ajar, dan tim yang terbaik diberi penghargaan.
2) Jigsaw
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam pelaksanaanya kelas dibagi
menjadi beberapa tim, bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk
teks, para anggota dari beberapa tim membentuk kelompok baru, kelompok
baru tersebut dinamakan kelompok pakar. Kelompok pakar berkumpul untuk
saling membantu mengkaji bahan tersebut, selanjutnya siswa yang berada
dalam kelompok pakar kembali ke kelompok semula untuk mengajar materi
yang telah dipelajari dalam kelompok pakar. Setelah berdiskusi, siswa
dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari.
3) Group Investigation
Model pembelajaran kooperatif tipe Group Investigation merupakan model
pembelajaran kooperatif yang paling kompleks dan paling sulit untuk
dilaksanakan dalam pembelajaran kooperatif. Dalam Group Investigation
melibatkan siswa sejak perencanaan, baik dalam menentukan topik maupun
cara untuk mempelajarinya melalui investigasi. Selain itu menuntut siswa
untuk memiliki kemampuan yang baik dalam berkomunikasi maupun
ketrampilan proses memiliki kelompok.
4) Struktural
Model pembelajaran kooperatif tipe struktural menekankan pada
struktur-struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa.
Berbagai struktur tersebut dikembangkan dengan maksud menjadi alternatif
dari berbagai struktur kelas yang lebih tradisional. Ada struktur yang memiliki
tujuan umum untuk meningkatkan penguasaan isi akademik dan ada pula
commit to user
Dari berbagai tipe-tipe model pembelajaran kooperatif di atas, di dalam
penelitian ini, peneliti cenderung menerapkan model pembelajaran kooperatif
Student Teams Achievement Divisions (STAD) dengan dasar pertimbangan bahwa
melalui model pembelajaran kooperatif (STAD) akan membuat peserta didik
aktif dalam pembelajaran. Karena dalam model pembelajaran kooperatif (STAD)
akan mendorong siswa untuk saling berdiskusi dan saling membantu menguasai
bahan ajar yang diberikan oleh guru. Sehingga dengan penerapan model
pembelajaran kooperatif (STAD), peserta didik akan mudah memahami materi
bilangan pecahan dan pada akhirnya menguasai konsep bilangan pecahan. Di
samping itu, penerapan model pembelajaran kooperatif (STAD) memiliki banyak
keuntungan. Menurut Sugiyanto (2009:43-44), keuntungan penggunaan model
pembelajaran kooperatif (STAD) antara lain:
a) Meningkatkan kepekaan dan kesetiakawanan sosial.
b) Memungkinkan para siswa saling belajar mengenai sikap, keterampilan informasi, perilaku sosial, dan pandangan-pandangan.
c) Memudahkan siswa melakukan penyesuaian sosial.
d) Memungkinkan terbentuk dan berkembangnya nilai-nilai sosial dan komitmen. e) Menghilangkan sifat mementingkan diri sendiri atau egois.
f) Membangun persahabatan yang dapat berlanjut hingga masa dewasa.
g) Berbagai keterampilan sosial yang diperlukan untuk memelihara hubungan saling membutuhkan dapat diajarkan dan dipraktekkan.
h) Meningkatkan rasa saling percaya kepada sesama manusia.
i) Meningkatkan kemampuan memandang masalah dan situasi dari berbagai persfektif.
j) Meningkatkan kesediaan menggunakan ide orang lain yang dirasakan lebih baik.
k) Meningkatkan kegemaran berteman tanpa memandang perbedaan kemampuan, jenis kelamin, normal atau cacat, etnis, kelas sosial, agama, dan orientasi tugas.
Dari uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa keuntungan penggunaan
model pembelajaran kooperatif (STAD) antara lain: dengan siswa saling
berdiskusi dapat meningkatkan kesetiakawaan sosial, dapat menumbuhkan sikap
saling menghargai, menghilangkan sifat egois, menumbuhkan sikap persahabatan,
dan menumbuhkan sikap keberanian untuk menyampaikan pendapat di hadapaan
commit to user
f. Pengertian Model Pembelajaran Kooperatif Student Team Achievement Divisions (STAD)
Pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru, siswa, dan
sumber belajar di dalam suatu lingkungan belajar. Di dalam pembelajaran, guru
dapat menerapkan berbagai model pembelajaran. Misalnya saja model
pembelajaran konstekstual, model pembelajaran kooperatif, model
pembelajaran kuantum, model pembelajaran terpadu, maupun model
pembelajaran berbasis masalah.
Dari berbagai model pembelajaran tersebut, misalnya guru memilih
menerapkan model pembelajaran kooperatif. Di dalam pembelajaran kooperatif
ada beberapa tipe yang dapat diterapkan. Misalnya saja guru memilih untuk
menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe STAD. Model pembelajaran
kooperatif tipe STAD pada dasarnya untuk memotivasi siswa agar saling
mendukung dan membantu satu sama lain dalam menguasai materi yang
diajarkan guru. Slavin (2010:11) bependapat bahwa Student Team Avhievement
Divisions (STAD) adalah salah satu tipe dalam model pembelajaran kooperatif
yang paling sederhana. Para siswa dibagi dalam tim belajar yang terdiri atas
empat orang yang berbeda-beda tingkat kemampuan, jenis kelamin, dan latar
belakang etniknya. Guru menyampaikan pelajaran, lalu siswa bekerja dalam
tim mereka untuk memastikan bahwa semua anggota tim telah menguasai
pelajaran. Selanjutnya, semua siswa mengerjakan kuis mengenai materi secara
sendiri-sendiri, di mana saat itu mereka tidak diperbolehkan untuk saling bantu.
Kemudian memberikan penghargaan kepada tim yang memperoleh skor
rata-rata dengan kriteria tertentu. Menurut Nurhadi (2004:65) dalam http:// biology
education research. blogspot. com/2009/11 pembelajaran-kooperatif
-stad-student.html, diakses tanggal 08 Pebruari 2011, pembelajaran kooperatif STAD
dipandang sebagai metode paling sederhana dan paling langsung dalam
pembelajaran kooperatif, metode STAD lebih menekankan pada berbagai ciri
pengajaran langsung yaitu siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk berlatih
commit to user
Berdasarkan pendapat di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa model
pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan model pembelajaran kooperatif di
mana siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang heterogen dengan tujuan
agar mereka saling berdiskusi untuk menyelesaikan tugas, dan saling membantu
dalam menguasai materi yang diberikan.
g. Komponen dalam Student Team Achievement Divisions (STAD)
Ada beberapa komponen dalam model pembelajaran kooperatif
(STAD). Menurut Slavin (2010:143), ada lima komponen dalam STAD antara
lain presentasi kelas, tim, kuis, skor kemajuan individual, dan rekognisi tim.
Kelima komponen tersebut dapat peneliti uraikan sebagai berikut:
1) Presentasi Kelas
Presentasi kelas merupakan tahap awal dalam memperkenalkan materi
dalam STAD. Dalam presentasi kelas harus berfokus pada unit STAD. Hal
ini dilakukan agar siswa menyadari bahwa mereka harus benar-benar
memberi perhatian penuh selama presentasi kelas, karena dengan demikian
akan sangat membantu mereka mengerjakan kuis-kuis, dan skor kuis mereka
menentukan skor tim mereka.
2) Tim
Tim adalah bagian yang penting dalam STAD. Tim terdiri dari empat atau
lima siswa yang mewakili seluruh bagian dari kelas dalam hal kinerja
akademik, jenis kelamin, ras, dan etnisitas. Tujuan dibentuknya tim yaitu
agar siswa saling membantu dalam menyelesaikan tugas dan pada akhirnya
dapat menguasai materi yang diajarkan.
3) Kuis
Setelah sekitar satu atau dua periode guru memberikan presentasi dan
sekitar satu atau dua periode praktik tim, para siswa akan mengerjakan kuis
individual. Dalam kuis siswa tidak diperbolehkan untuk saling membantu
dalam mengerjakan kuis.
4) Skor Kemajuan Individu
commit to user
siswa tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat
dan memberikan kinerja yang lebih baik daripada sebelumnya. Tiap siswa dapat
memberikan kontribusi poin yang maksimal kepada timnya dalam sistem skor ini,
tetapi tak ada siswa yang dapat melakukannya tanpa memberikan usaha mereka
yang terbaik. Skor kemajuan individu tertera pada tabel 1:
Tabel 1. Skor Kemajuan Individu
Skor Kuis Poin Kemajuan
Lebih dari 10 poin di bawah skor awal 5
10-1 poin di bawah skor awal 10
Skor awal sampai 10 poin di atas skor awal 20
Lebih dari 10 poin di atas skor awal 30
Kertas jawaban sempurna (terlepas dari skor awal) 30
5) Rekognisi Tim
Tim akan mendapatkan sertifikat atau bentuk penghargaan yang lain apabila
skor rata-rata mereka mencapai kriteria tertentu. Skor tim siswa dapat juga
digunakan untuk menentukan dua puluh persen dari peringkat mereka.
Dari uraian di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa ada beberapa
komponen dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif (STAD) antara lain
presentasi kelas yang merupakan tahap awal dalam memperkenalkan materi dalam
STAD, membentuk tim yang bertujuan agar siswa saling membantu dalam
menyelesaikan tugas, memberikan kuis untuk mengetahui penguasaan terhadap
bahan ajar, memberikan skor kemajuan untuk memberikan kepada tiap siswa
tujuan kinerja yang akan dapat dicapai apabila mereka bekerja lebih giat, dan
merekognisi tim yaitu tim akan mendapat penghargaan apabila skor rata-rata
mereka mencapai kriteria tertentu.
h. Langkah-langkah dalam Pelaksanaan Student Team Achievement Divisions
Sebelum melaksaakan model pembelajaran kooperatif Student Team
Achievement Divisions (STAD) ada beberapa hal yang perlu disiapkan.
Menurut Slavin (2010:147-151), persiapan dalam penggunaan STAD antara
commit to user
dan membangun tim. Berbagai persiapan dalam penggunaan STAD, dapat
peneliti uraikan sebagi berikut:
1) Materi
Materi yang digunakan dapat diadaptasi dari buku teks atau sumber-sumber
terbitan lainnya atau bisa juga materi yang dibuat oleh guru.
2) Membagi para Siswa ke dalam Tim
Langkah-langkah dalam membentuk tim STAD antara lain:
a) Memfotokopi lembar rangkuman tim.
b) Menyusun peringkat siswa dari tertinggi sampai yang terendah.
c) Membagi tim berdasarkan jumlah siswanya.
d) Membagi siswa ke dalam tim yaitu setiap tim terdiri atas level yang
kinerjanya berkisar dari yang rendah, sedang, dan tinggi. Level kinerja
yang sedang dari semua tim yang ada di kelas hendaknya setara.
3) Menentukan Skor Awal Pertama
Skor awal mewakili skor rata-rata siswa pada kuis-kuis sebelumnya.
4) Membangun Tim
Membangun tim berguna untuk memberi kesempatan kepada anggota tim
untuk saling mengenal satu sama lain.
Sedangkan pelaksanaan model pembelajaran kooperatif Student Team
Achievement Divisions (STAD) terdiri dari beberapa langkah. Menurut Sugiyanto
(2009:44-45) langkah-langkah dalam pelaksanaan STAD dapat peneliti uraikan
sebagai berikut:
1) Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, yang terdiri atas 4 atau 5 anggota
kelompok. Tiap tim memiliki anggota yang heterogen baik jenis kelamin
maupun kemampuannya.
2) Tiap anggota tim menggunakan lembar kerja untuk saling membantu dan
menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi sesama anggota tim.
3) Secara individual atau tim, tiap minggu atau dua minggu guru mengadakan
evaluasi untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan yang telah
commit to user
4) Tiap siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar,
dan kepada siswa secara individu atau tim yang meraih prestasi tinggi atau
memperoleh skor sempurna akan mendapat penghargaan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat peneliti simpulkan bahwa ada beberapa
hal yang harus disiapkan dalam melaksanakan model pembelajaran kooperatif
(STAD) antara lain: mempersiapkan materi, membagi para siswa ke dalam tim,
menentukan skor awal pertama, dan membangun tim. Selanjutnya
langkah-langkah dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif (STAD) antara lain
siswa dibagi menjadi beberapa kelompok yang heteregon baik kemampuan
maupun jenis kelaminnya, dimana tiap-tiap kelompok terdiri dari 4-5 anggota
kelompok, tiap anggota menggunakan lembar kerja untuk saling membantu dan
diskusi dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru. Kemudian guru
memberikan evaluasi untuk mengetahui penguasaan terhadap bahan ajar, tiap
siswa dan tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar dan kepada tim
yang meraih prestasi tertinggi diberi penghargaan.
3. Tinjauan Tentang Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Pembelajaran merupakan interaksi antara peserta didik dan pendidik pada
suatu lingkungan belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Di dalam proses
pembelajaran, pendidik harus mengembangkan pembelajaran yang sesuai dengan
karakteristik siswa. Hal ini diperlukan agar peserta didik merasa senang, tanggung
jawab, dan konsentrasi selama mengikuti proses pembelajaran. Dengan mengenali
karakteristik siswa, ada beberapa manfaat yang dapat diperoleh. Dirangkum dari
Martinis Yamin (2007:32-36), manfaat tersebut antara lain:
a. Memperoleh gambaran yang lengkap dan terperinci tentang kompetensi/
kemampuan awal para siswa, yang berfungsi sebagai prerequisite/ kelanjutan
bagi bahan/ materi baru yang akan disampaikan. Diharapkan bahan baru tidak
terlalu mudah dan tidak terlalu sulit. Sebaiknya materi itu merupakan
kelanjutan yang telah dimiliki siswa sebelumnya.
b. Memperoleh gambaran tentang luas dan jenis pengalaman yang telah dimiliki
commit to user
tepat, mantap, dan memberi contoh yang akurat beserta elaborasi yang menarik
kepada siswa, sehingga siswa lebih mudah menyerap bahan-bahan yang
disajikan oleh guru.
c. Mengetahui latar belakang sosial dan kultur para siswa. Dengan demikian guru
dapat memberikan bahan yang sesuai dengan metode yang efisien.
d. Mengetahui tingkat pertumbuhan dan perkembangan siswa, baik jasmani
maupun rohaniah. Tingkat perkembangan ini besar pengaruhnya terhadap
keberhasilan dan cara belajar siswa. Dengan mengetahui tingkat perkembangan
siswa, guru dapat menyesuaikan pelajaran yang akan diberikan kepada siswa.
e. Mengetahui aspirasi dan kebutuhan para siswa. Dengan cara ini guru dapat
merancang strategi yang lebih tepat dan akurat untuk memenuhi kebutuhan dan
aspirasi itu, baik secara individual maupun kelompok.
f. Mengetahui tingkat penguasaan pengetahuan yang telah diperoleh siswa
sebelumnya. Perkembangan aspek kognitif dan intelektual tersebut dijadikan
sebagai dasar dalam merencanakan pengetahuan baru, yang dirancang secara
tepat.
g. Mengetahui tingkat bahasa siswa, baik lisan maupun tulisan. Dengan cara ini
guru dapat menyesuaikan kemampuan berbahasa siswa agar terjadi komunikasi
yang seimbang dan berhasil.
h. Mengetahui sikap dan nilai yang menjiwai siswa. Hal ini dapat dijadikan dasar
pertimbangan dalam perencanaan pembelajaran.
Siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai
12 atau 13 tahun. Menurut Supandi (1992:44) dalam http://www.google.co.id/#hl
=id&source=hp&biw=1366&bih=580&q=karakteristik+siswa+sd&aq=o&aqi=&a
ql=&oq=&fp=65637c177da1b125, diakses tanggal 13 Pebruari 2011, tingkatan
kelas di sekolah dasar dapat dibagi dua yaitu kelas rendah dan kelas tinggi. Kelas
rendah terdiri dari kelas satu, dua dan tiga yang kisaran umurnya antara 6 atau 7
tahun. Sedangkan kelas tinggi terdiri dari kelas empat, lima, dan enam yang
kisaran umurnya 9 atau 10 tahun sampai 12 atau 13 tahun. Makmun (1995:50)
dalam http://www.google.co.id/#hl =id&source=hp&biw=1366&bih=580&q=