• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sense Sebagai Experiental Marketing Dalam Pengaruhnya Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada Restoran Sambara Cabang Trunojoyo Bandung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sense Sebagai Experiental Marketing Dalam Pengaruhnya Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada Restoran Sambara Cabang Trunojoyo Bandung"

Copied!
150
0
0

Teks penuh

(1)

131

DAFTAR PUSTAKA

Akbar Ibrahim.2009. Analisis Pengaruh Experiential Marketing Terhadap Loyalitas Pelanggan. http://digilib.unnes.ac.id/gsdl/collect/p/index/assoc/ HASH7d60.dir/doc.pdf.

Amir Hamzah. 2007. Analisis Experiential Marketing, Emotional Branding, dan Brand Trust Terhadap Loyalitas Merek Mentari. Usahawan No 06 tahun XXXVI Juni 2007 hal 22-28.

Bigham. 2005. “Experiential Marketing: New Customer Research” http://www.jackmorton.com/360/industry_ nsight/ jun05_industryin.asp.

Husein Umar. 2002. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Cetakan ke dua. Gramedia. Pustaka Utama.

Sarwono, Jonathan. 2006. SPSS Teori dan Latihan. Yogyakarta: CV Andi Offset. Kertajaya, Hermawan. 2007. Bosting Loyalty Marketing Performance.

Jakarta:Mark Plus.

Kotler, Philip. 2002. Manajemen Pemasaran, Analisa perencanaan, Implementasi dan control, Edisi Kesembilan, Jilid 1 dan jilid 2, Jakarta, Prehalindo, alih bahasa oleh Hendra Teguh S.E.,A.K., dan Ronny A. Rusli, S.E.

Kotler, Philip. 2002. Marketing Management, Millenium Edition North Western University New Jersey, Prentice Hall Inc.

Kotler, Philip. 2005 Manajemen Pemasaran edisi kesebelas. Alih bahasa Benyamin Molan. Jakarta:indeks.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatis, dan R&D. Bandung: Alvabeta.

Schmitt Bernd H.1999.Experiential Marketing. http://pioneer.netserv.chula.ac.th/-ckieatvi/Fathom_Exp_Marketing.htm.

(2)

Wolfe. 2005. “Exactly What Is “Experiential Marketing?”,Ageless Marketing http://agelessmarketing.typepad.com/ageless_marketing/2005/01/exactly_w hat_is.html.

Umi Narimawati, 2007. Riset Manajemen Sumber Daya Manusia: Aplikasi Contohi dan Perhitungannya. Agung Media:Jakarta.

(3)

Nama Lengkap : Rinawati

Tempat / Tgl. Lahir : Cirebon / 22 Maret 1986 Jenis Kelamin : Wanita

Golongan Darah : A

Agama : Islam

Kebangsaan : Indonesia

Alamat : Jl. Kubang Sari 1 No. 32 Rt 006 Rw 006 Bandung No. Telepon : 022.7644.6886

Data Pendidikan

No Keterangan Tahun

1 SD Santa Maria Yogyakarta 1993–1999

2 SLTP Santa Maria Yogyakarta 1999–2002

3 SMU Negeri 4 Cirebon 2002–2005

4

Universitas Komputer Indonesia Fakultas Ekonomi Program Studi Manajemen Pemasaran (DII1)

2005-2008

5 Universitas Komputer Indonesia Fakultas Ekonomi Program Studi Manajemen (S1)

(4)

1.1Latar Belakang Penelitian

Persaingan bisnis jasa saat ini sedang ketat-ketatnya, berbagai macam

perusahaan jasa menjamur dimana-mana dan saling bersaing satu sama lain.

Untuk menghadapi persaingan itu setiap perusahaan dituntut harus selalu peka

terhadap perubahan - perubahan yang terjadi pada pasar dan harus mampu

menciptakan ide-ide yang kreatif agar jasa yang ditawarkannya dapat menarik

bagi konsumen, sehingga apa yang diinginkan oleh konsumen dapat dipenuhi

dengan baik dan perusahaan dapat bertahan ditengah-tengah badai persaingan.

Restoran sebagai salah satu perusahaan jasa yang menawarkan berbagai

macam menu kreatifitas dituntut untuk dapat menyajikan menu yang berbeda dari

yang sudah ada, hal tersebut agar dapat memberikan nilai lebih dari sekedar

mengkonsumsi produk yang ditawarkan restoran, sehingga konsumen tertarik

untuk membeli produk dari restoran tersebut dan konsumennya dapat merasakan

pengalaman (experience) baru yang menyentuh emosi melalui pengalaman

tersebut yang diperolehnya lewat panca indera, dan hal tersebut dalam

experiential marketing disebut sense. Hal ini sesuai dengan pendapat Schmitt yang mengutif dari Amir Hamzah (2007:23) bahwa: “Sense merupakan tipe

experience yang muncul untuk menciptakan pengalamam panca indera melalui mata, telinga, kulit, lidah, dan hidung”. Dengan adanya pengalaman tersebut

(5)

pendapat Schmitt (1999:26), yang menyatakan bahwa: “Sense sangat berpengaruh

bagi konsumen dalam mengambil tindakan pada saat akan melakukan pembelian”.

Restoran Sambara merupakan salah satu jenis restoran Sunda yang

menampilkan suasana yang berbeda dengan kuliner Sunda ditempat lain, karena

disini tidak hanya menampilakan cita rasa kulinernya saja tetapi juga identitas

“Urang Sunda” dalam kesehariannya sebagai wujud pelayanan dan penampilan Restoran Sambara, dari pelayanan tersebut terbentuklah sebuah penggambaran

melalui panca indera.

Restoran Sembara menampilkan konsep gaya arsitektur modern tradisional

Sunda yang merupakan ciri khas dari Restoran Sambara. Restoran Sambara

memadukan etnis Sunda minimalis menyatu selaras dengan keindahan interior

kerajinan Jawa Barat yang sederhana namun elegan. Keindahan-keindahan

interior tersebut diharapkan dapat menarik pandangan mata konsumen, sehingga

mereka merasa dimanjakan oleh keindahan-keindahan interior tersebut, dan

akhirnya tertarik memutuskan untuk makan di restoran tersebut.

Menurut informasi dari Manager Restoran Sambara bahwa, Restoran

Sambara tidak hanya sebatas memiliki keindahan interior, namun juga memiliki

masakan khas Sunda yang disajikan secara prasmanan dengan tampilan menarik

menggunakan wadah tembikar dan anyaman bambu yaitu anglo, tetenong, cireng,

dan besek, sehingga akan mengingatkan kita pada tradisi masyarakat Sunda ketika

menyajikan makanan untuk keluarga. Aroma dari pewangi ruangan tercium harum

begitu konsumen masuk ke Restoran Sambara, begitu pula halnya dengan aroma

(6)

masuk ke Restoran Sambara. Masakan di Restoran Sambara mempunyai rasa yang

pas dilidah karena diracik dengan rempah-rempah pilihan dan bumbu rahasia dari

Restoran Sambara, yang akhirnya timbul keinginan konsumen untuk mencoba

masakan tersebut. Namun saat ini menurut Manager Restoran Sambara Bandung,

terjadi kecenderungan berkurangnya jumlah konsumen yang berkunjung dan

makan di restoran tersebut, sebagaimana yang terjadi antara tahun 2007 sampai

dengan 2009, jumlah konsumen Restoran Sambara mengalami penurunan sebesar

28 %. Hal ini diduga adanya tarik-menarik konsumen, karena banyak restoran

yang merancang desain yang sama dengan ciri khas aroma dan masakan khas

Sunda.

Berdasarkan Survey awal yang dilakukan oleh penulis pada 30 konsumen,

diperoleh bahwa berdasarkan penglihatan konsumen, 65% menyatakan desain

interior Restoran Sambara terlihat biasa-biasa saja, dan sebanyak 35%

menyatakan menarik terhadap desain eksteriornya, namun berdasarkan penciuman

konsumen sebanyak 57% menyatakan aroma masakannya harum, sedangkan

sebesar 43% menyatakan cukup harum. Berdasarkan indera perasa konsumen,

77% menyatakan rasa masakan di Restoran Sambara biasa-biasa saja, namun

sebesar 23% menyatakan rasa masakannya pas dilidah. Untuk lebih jelasnya dapat

(7)

p t u b h s m t S P Berd

penurunan j

tersebut. Sed untuk meran berdasarkan harum ketik saja. Berd melakukan terhadap ke

Sebagai Ex Pembelian K dasarkan ura jumlah kon dangkan per ngsang kon survey awa a memasuki dasarkan ura

penelitian l

eputusan pe

xperiential M

Konsumen 65% aian diatas sumen yang rusahaan ter nsumen data al mengataka

i restoran, te

aian yang

lebih dalam

embelian. U

Marketing D Pada Resto 77% 57%

Gam

menunjukka g memutusk

sebut telah b

ang dan ma

an bahwa aro

tapi rasa dan

disampaikan

m tentang se

Untuk itu p

Dalam Pen oran Samba

35%

mbar

 

1.1

an bahwa t

kan makan

berusaha me

akan di rest

oma masaka

n desain inte

n diatas, p

eberapa bes

penulis men

garuhnya T ra Cabang

 

Survey

 

terjadi kece

di Restoran

erancang stra

oran tersebu

an di Restora

erior dinilai b

penulis terta

sar sense be ngambil jud

Terhadap K Trunojoyo

Awal

Rasa Masaka Saja Desain Interio Saja Aroma Masak Desain Exteri Dipandang M enderungan n Sambara ategi sense ut. Namun an Sambara biasa-biasa arik untuk erpengaruh

dul: Sense

(8)

1.2Identifikasi dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, bahwa masalah yang terjadi di

Restoran Sambara adalah:

a. Banyak restoran bermunculan termasuk restoran yang bernuansa Sunda,

sehingga terjadi persaingan tarik-menarik konsumen.

b. Restoran Sambara mengalami kecenderungan penurunan jumlah konsumen

yang berkunjung dan makan di restoran tersebut.

c. Restoran Sambara merancang strategi sense dengan memadukan etnis Sunda

selaras dengan karajinan Jawa Barat yang sederhana dan elegan, serta

memberikan tampilan masakan khas Sunda, sehingga mencirikan masakan

Sunda dan aroma masakan Sunda namun berdasarkan survey awal mengatakan

aroma masakan Restoran Sambara harum tetapi rasa dan desain interiornya

biasa-biasa saja.

1.2.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah yaitu

sebagai berikut:

a. Bagaimana tanggapan responden terhadap sense pada Restoran Sambara

Cabang Trunojoyo Bandung.

b. Bagaimana keputusan pembelian konsumen pada Restoran Sambara Cabang

Trunojoyo Bandung.

c. Seberapa besar sense berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen

(9)

1.3Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitian

Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data dan informasi,

mengumpulkan, serta menganalisis sense berpengaruh terhadap keputusan

pembelian konsumen.

1.3.2 Tujuan Penelitian

Dengan memperhatikan rumusan masalah, maka yang menjadi tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Untuk mengetahui tanggapan responden terhadap sense pada Restoran

Sambara Cabang Trunojoyo Bandung.

b. Untuk mengetahui keputusan pembelian konsumen pada Restoran Sambara

Cabang Trunojoyo Bandung.

c. Untuk mengetahui besarnya sense berpengaruh terhadap keputusan pembelian

konsumen pada Restoran Sambara Cabang Trunojoyo Bandung.

1.4Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Praktis a. Bagi Perusahaan.

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi bagi perusahaan

untuk mengetahui kondisi konsumen yang sebenarnya, dan sebagai bahan

evaluasi bagi perusahaan, untuk melihat sudah efektif atau tidaknya penerapan

(10)

d. Bagi Pihak Terkait.

Penulis berharap hasil penelitian ini dapat berguna dalam memberikan

informasi dan masukan bagi peneliti, khususnya bagi mahasiswa yang hendak

membuat skripsi dalam bidang yang sama sebagaimana yang ditulis dalam

penelitian ini.

1.4.2 Kegunaan Akademis

a. Bagi Pengembangan Ilmu Manajemen.

Dari hasil penelitian ini diharapkan menjadi perbandingan antara ilmu

manajemen (teori) dengan keadaan yang terjadi langsung di lapangan (praktek)

sehingga dengan adanya perbandingan tersebut akan lebih memajukan ilmu

manajemen yang sudah ada untuk ditempatkan pada dunia nyata dan dapat

menguntungkan berbagi pihak Manajemen Pemasaran.

b. Bagi Peneliti Lain

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran

terutama bagi yang akan mengadakan penelitian tentang sense.

c. Bagi Peneliti Sendiri

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan penulis terutama

mengenai pengaruh sense terhadap keputusan pembelian dan sebagai sarana

untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh dibangku

(11)

1.5Lokasi dan Waktu Penelitian 1.5.1 Lokasi Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh penulis yaitu di Restoran Sambara

Jl. Trunojoyo No. 64 Bandung, e-mail: mail@sajiansambara.com Penelitian

dilakukan dari bulan Februari 2010 sampai dengan bulan Juni 2010.

1.5.2 Waktu Penelitian

Tabel 1.1 Waktu Penelitian

Keterangan

Bulan

Februari Maret April Mei Juni

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Pengajuan

Proposal Pelaksanaan Penelitian Pengumpulan dan Pengolahan Data

(12)

9  BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Jasa

2.1.1.1 Pengertian Jasa

Menurut Kotler yang diterjemahkan oleh Benyamin Molan (2005:111)

definisi jasa adalah sebagai berikut:

Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh salah satu pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud (Tangible) dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun, produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik.

Dari definisi jasa yang tersebut diatas pada dasarnya menekankan bahwa

jasa dapt berupa tindakan apa saja yang bersifat tidak berwujud (Tangible) dan

tidak menghasilkan kepemilikan bagi penggunanya, setra dirancang untuk

memuaskannya. Disamping itu, jasa mempunyai dua pengertian yaitu sebagai

bagian dari suatu produk dan sebagai produk itu sendiri.

2.1.1.2 Karakteristik Jasa

Secara umum ada empat karakteristik pokok yang membedakan antara

barang dan jasa. Menurut Philip Kotler (2002:488), jasa memiliki empat cirri

utama yang mempengaruhi rancangan program pemasaran yaitu:

1. Tidak berwujud (Tangibility)

Jasa mempunyai sifat tidak berwujud karena tidak dapat dilihat, dirasakan,

disentuh atau diraba sebelum dilakukan transaksi pembelianuntuk mengurangi

(13)

jasa tersebut sebelum melakukan transaksi pembelian. Pembeli akan

mengambil kesimpulan mengenai kualitas jasa dengan mempertimbangkan

tempatnya (Place), manusia (people), peralatan (Equipment), alat komunikasi

(Communication Material), simbol – simbol (Symbol), dan harga (Price).

2. Tidak terpisahkan (Inspirability)

Jasa pada umumnya diproduksi secara khusus dan dikonsumsi pada waktu

yang bersamaan. Jika jasa diberikan untuk seseorang, maka orang tersebut

merupakan bagian dari jasa yang diberikan, karena pembeli juga hadir pada

saat jasa disampaikan sehingga interaksi penyedia merupakan ciri khusus dari

pemasaran jasa.

3. Bervariasi (Variability)

Jasa sangat bervariasi karena bergantung kepada yang menyediakannya

dan kapan serta dimana disediakan. Sering kali pembeli jasa menyadari akan

keanekaragaman dan membicarakannya dengan orang lain utamanya kepada

orang yang pernah menggunakan jasa tersebut. Sebelum mengambil keputusan

untuk menggunakan jasa yang akan memenuhi kebutuhannya.

4. Mudah lenyap atau tidak terpisahkan (Perishability)

Jasa tidak dapat disimpan, keadaan tidak tahan lama dan jasa bukanlah

masalah bila permintaan stabil, karena mudah untuk dilakukan persiapan dalam

pelayanannya. Jika permintaan berfluktasi maka perusahaan jasa mengalami

kesulitan yang cukup rumit terutama yang memiliki kapasitas yang terbatas.

Oleh karena itu perusahaan harus mengevaluasi kapasitas guna

(14)

analisis terhadap biaya dan pendapatan bilakapasitas yang ditetapkan terlalu

tinggi atau terlalu rendah.

2.1.1.3 Jasa Restoran

Definisi restoran menurut Soekresno (2000, p.16) “restoran ialah usaha

komersial yang menyediakan pelayanan makan dan minuman bagi umum dan

dikelola secara professional”. Jika restoran didefinisikan dari jenis barang dan jasa

ialah suatu badan usaha yang dikategorikan hybrid atau campuran karena

produknya merupakan kombinasi antara barang (good) dan jasa (service) (Palmer,

1998, p.77). Mengacu pada pengertian diatas, berarti jasa restoran adalah usaha

yang menawarkan jenis jasa campuran karena produk yang dijual berupa produk

makanan (barang) dan jasa pelayanan dengan proporsi yang sama. Sedangkan

Elemen-elemen yang menjadi bagian dari produk restoran yang juga

mempengaruhi pengalaman makan (meal experience) antara lain:

1. Food and Drink

Elemen ini meliputi makanan dan minuman, pilihan, ketersediaan, dan

fleksibilitas untuk permintaan menu khusus (special request) serta kualitas dari

makanan minuman yang ditawarkan. Makanan dan inuman ini sendiri, dalam

bentuk menu atau daftar makanannya harus terfokus pada kebutuhan dan

permintaan pengunjung. Banyak pengusaha rumah makan yang membedakan

tipe makanan dan minuman yang disajikan untuk menawarkan sesuatu yang

lain dari pesaingnya, contohnya: masakan khas Sunda, makanan khas oriental,

(15)

2. Atmosphere

Faktor atmosfir ruangan berpengaruh pada faktor emosional / perasaan

yang dapat muncul. Hal ini dibentuk dari kombinasi dari beberapa unsur

seperti rancangan (design), tata ruang (setting), dekorasi, suhu, perlengkapan

dan tingkat suara ruangan. Dekorasi ruangan seharusnya lain dari yang

umumya sehingga dapat menimbulkan perasaan menyenangkan dan rileksasi.

Dekorasi dan tata ruang juga berperan penting dalam hal meal experience,

sedangkan tata pencahayaan ruang berhubungan dengan dekorasi ruangan.

3. Cleanliness

Masalah kebersihan dan kehigienisan erat hubungannya dengan peralatan

yang digunakan, karyawan, dan merupakan dasar dari kerapian, seragam yang

sesuai, dan penggunaan sarung tangan contohnya yang dapat memberikan nilai

positif dalam hal ini.

4. Level of Service

Service atau pelayanan ialah bagian dari produk dan bisa dianggap sebagai

hubungan antar produk dengan pelanggan. Pada intinya, pelayananmelibatkan

interaksi antara pelanggan dengan karyawan yang melayani.

5. Price

Harga merupakan faktor yang mempengaruhi meal experience yang juga

berhubungan pada nilai dan juga manfaat dan keuntungan setelah mengunjungi

(16)

2.1.2 Experiential Marketing

2.1.2.1 Pengertian Experiential Marketing

Beberapa definisi mengenai experiential marketing antara lain:

experiential marketing defined as "a fusion of non-traditional modern marketing

practices integrated to enhance a consumer's personal andemotional association

with a brand”. Wolfe (2005:01).

Inti kutipan diatas adalah experiential marketing merupakan perpaduan

praktek antara pemasaran non tradisional yang terintegrasi untuk meningkatkan

pengalaman pribadi dan emosional yang berkaitan dengan merek.

Experiential marketing menurut Schmitt (1999:22), experiential marketing

adalah suatu usaha yang digunakan oleh perusahaan atau pemasar untuk

mengemas produk sehingga mampu menawarkan pengalaman emosi hingga

menyentuh hati dan perasaan konsumen. Persfektif experiential menyadari bahwa

konsumen bertindak sebagai “feelers” atau “thinkers”. Sehingga diasumsikan

bahwa para konsumen menggunakan produk untuk memperoleh sensations,

feelings, images, dan emotions ( Mowen, 1995 : 353 ).

Selain itu persfektif experiential marketing menyadari bahwa banyak

produk merupakan suatu ungkapan simbolik bagi para konsumennya. Experiential

marketing menawarkan pemahaman baru tentang hubungan antara produk dan

konsumennya. Demi mendekati, mendapatkan, dan mempertahankan konsumen

produsen melalui produknya perlu menawarkan pengalaman-pengalaman unik,

(17)

Saat ini terdapat lima tingkatan pemasaran. Pertama pemasaran komoditas

yang tidak ada pembeda antara produk satu dengan yang lainnya. Harga pun tidak

dapat ditentukan sendiri karena tergantung pada permintaan dan penawaran.

Kedua goods marketing, yang sudah memperhatikan diferensiasi antara produk

dan bisa menentukan harga sendiri. Ketiga service marketing, yakni konsumen

telah membeli produk/jasa dalam satu paket lain, apakah itu layanan sesudah atau

sebelum penjualan sehingga konsumen bisa mempertimbangkan tingkat kepuasan

mereka. Keempat experiential marketing, yakni tahapan pemasaran dilingkungan

pasar yang sudah paham dengan service marketing. Tujuannya bukan hanya untuk

memuaskan konsumen tetapi membuat mereka tertarik dan konsumen mempunyai

ingatan yang mengesankan dan berumur panjang. Kelima transformation

marketing, pada tingkat ini bukan hanya menciptakan ingatan jangka panjang,

tetapi juga bisa melakukan perubahan transformasi secara lebih permanen

(Hermawan Kertajaya, SWA SEMBADA No: 24/XVII/2001 ).

2.1.2.2 Unsur Experiential Marketing

Schmitt (1999:64), mengemukakan bahwa strategi experiential marketing

terdiri dari lima unsur penting, yaitu : senseatau panca indera, feel atau perasaan,

think atau pikiran, lalu act atau tindakan, serta relate atau kaitan.

1. Sense

‘Sense’ berkaitan dengan gaya (styles) dan symbol-simbol verbal dan

visual yang mampu menciptakan keutuhan sebuah kesan. Untuk menciptakan

kesan yang kuat, baik melalui iklan, packaging ataupun website, seorang pemasar

(18)

harus menarik untuk membangkitkan perhatian pelanggannya. Sebagai contoh

warna kuning atau merah biasanya lebih baik daripada biru atau abu-abu.

Meskipun kedua warna terakhir ini merupakan warna yang umum dalam sebuah

perusahaan karena merupakan simbol daerah yang ‘aman’, tetapi warna ini

bukanlah warna yang sangat baik untuk menarik perhatian pelanggan. Pemilihan

warna harus sesuai dengan kriteria dan image perusahaan. Selain itu pilihan gaya

(styles) yang tepat juga tak kalah pentingnya. Perpaduan antara bentuk, warna dan

elemen-elemen yang lain membentuk berbagai macam gaya (styles) antara lain

minimalis, ornamentalis, dinamis dan statis. Sebagai contoh adanya hotel dengan

bermacam-macam gaya. Business hotel tentunya berbeda dengan resorthotel dari

pemilihan warna, lokasi, furniture maupun gaya arsitekturnya.

2. Feel

Perasaan di sini sangatlah berbeda dengan kesan sensorik karena hal ini

berkaitan dengan suasana hati dan emosi jiwa seseorang. Ini bukan sekedar

menyangkut keindahan, tetapi suasana hati dan emosi jiwa yang mampu

membangkitkan kebahagiaan atau bahkan kesedihan. Perusahaan Hallmark adalah

contohnya. Pada saat menjelang Natal, Hallmark meluncurkan iklan TV yang

menceritakan tentang seorang anak laki-laki yang hampir tidak dapat pulang

berkumpul dengan keluarganya di hari Natal karena kendala salju yang tebal. Dia

akhirnya dapat mewujudkan keinginannya pada saat adik laki-lakinya mulai

menyanyikan Christmas Carols sehingga seluruh keluarga merasa bahagia dapat

berkumpul bersama. Hallmark mampu menyampaikan ‘feel’ Natal sebagai

(19)

3. Think

Dengan berpikir (think) dapat merangsang kemampuan intelektual dan

kreativitas seseorang. Sebagai contoh, perusahaan komputer Apple melakukan

kampanye iklan komputer yang tidakumum. Iklan ini tidak menampilkan adanya

komputer tetapi menampilkan tokoh-tokoh heroikabad 20 mulai dari Einstein

hingga John Lennon. Hal ini dilakukan Apple untuk memperbaiki kinerja

pemasarannya disamping untuk menarik pelanggannya agar berpikir lebih luas

dan berbeda mengenai perusahaan dan produknya. Contoh lainnya adalah

Benetton yang menampilkan serangkaian iklan foto jurnalistik yang berupa

foto-foto sederetan orang yang meninggal. Iklan ini terlalu mengejutkan. Oleh karena

itu pemasar perlu berhati-hati dalam melakukan pendekatan ‘Think’ dan tidak

terlalu provokatif serta berlebihan karena dapat merugikan. Dengan membuat

pelanggan berpikir beda hal ini akan berakibat mereka mengambil posisi yang

berbeda pula. Kadangkala posisi yang diambil ini bertentangan dengan harapan

pemasar.

4. Act

‘Act’ berkaitan dengan perilaku yang nyata dan gaya hidup seseorang. Hal

ini berhubungan dengan bagaimana membuat orang berbuat sesuatu dan

mengekspresikan gaya hidupnya.Riset pasar menunjukkan banyak orang membeli

Volkswagen Beetle sebagai mobil kedua setelah BMW atau Lexus. Mereka

mempunyai gaya hidup tertentu; mereka ingin mengendarai mobil yang lebih enak

untuk dikendarai daripada mobil pertama mereka yang lebih profesional. Jadi

‘Act’ di sini meliputi perilaku yang nyata atau gaya hidup yang lebih luas. Ada

(20)

menggunakan flash animations; di TV dengan iklan pendek. Sedangkan di

lingkungan sosial dapat dilakukan dengan gambar hidup yang dapat bergerak

dengan cepat. Media cetak bukanlah pilihan yang baik untuk ini. Pemilihan

sarananya harus hati-hati dan tepat sehingga dapat membangkitkan pengalaman

yang diinginkan.

5. Relate

Relate’ berkaitan dengan budaya seseorang dan kelompok referensinya

yang dapat menciptakan identitas sosial. Seorang pemasar harus mampu

menciptakan identitas sosial (generasi, kebangsaan, etnis) bagi pelanggannya

dengan produk atau jasa yang ditawarkan. Pemasar dapat menggunakan simbol

budaya dalam kampanye iklan dan desain Web yang mampu mengidentifikasikan

kelompok pelanggan tertentu. Harley-Davidson merupakan contoh kampanye

‘Relate’ yang mampu menarik beribu-ribu pengendara motor besar di Amerika

dalam rally di penjuru negara itu. Pelanggannya kebanyakan mempunyai tattoo

berupa logo Harley-Davidson di lengan atau bahkan di seluruh tubuhnya. Mereka

menunjukkan kelompok referensi tertentu dengan apa yang dimilikinya..

Berdasarkan riset, dalam prakteknya ‘Relate’ selalu berhubungan dengan keempat

aspek sebelumnya. ‘Sense’ biasanya berkaitan dengan ‘Relate’, ‘Feel’ dengan

Relate’, atau ‘Act’ dengan ‘Relate’–tetapi ‘Relate’ hampir selalu ada dimanapun.

Seorang pemasar harus hati-hati dalam menentukan pendekatan yang akan

dipilihnya karena masing-masing pendekatan mempunyai dampak yang berbeda.

Dengan pilihan pendekatan yang tepat atas produk dan jasa yang dijual, pelanggan

(21)

2.1.2.3 Tujuan Experiential Marketing

Experiential Marketing menurut Kertajaya (2004:163) adalah suatu konsep

pemasaran yang bertujuan untuk membentuk pelanggan-pelanggan yang setia

dengan menyentuh emosi mereka dan memberikan suatu feeling yang positif

terhadap produk dan service. Sedangkan Experiential Marketing menurut Schmitt

(dalam Amir Hamzah, 2007:22) menyatakan bahwa pemasar menawarkan produk

dan jasanya dengan merangsang unsur-unsur emosi konsumen yang menghasilkan

berbagai pengalaman bagi konsumen.

Pendekatan pemasaran Experiential Marketing merupakan pendekatan yang

mencoba menggeser pendekatan pemasaran tradisional, pendekatan tradisional ini

menurut Schmitt (dalam Rahmawati, 2003: 111) memiliki 4 (empat) karakteristik

yaitu:

1. Fokus pada fitur dan benefit dari produk / jasa.

2. Kategori produk dan persaingan didefinisikan secara sempit yaitu hanya pada

perusahaan sejenis.

3. Konsumen dianggap sebagai pembuat keputusan yang rasional.

4. Metode dan alat yang digunakan bersifat analitikal, kuantitatif, dan verbal.

Pendekatan Experiential Marketing juga terdapat karakteristik yang

menonjol yaitu:

1. Mengutamakan pengalaman konsumen, baik pengalaman panca indera,

pengalaman perasaan, dan pengalaman pikiran.

2. Memperhatikan situasi pada saat mengkonsumsi seperti keunikan lay out,

(22)

3. Menyadari bahwa konsumen adalah mahkluk rasional dan sekaligus emosional,

maksudnya bahwa konsumen tidak hanya menggunakan rasio tetapi juga

mengikutsertakan emosi dalam melakukan keputusan pembelian.

Adapun pergeseran dari pendekatan pemasaran tradisional ke pendekatan

pemasaran experiential terjadi menurut Schmitt (dalam Rahmawati, 2003:112)

karena adanya perkembangan tiga faktor di dunia bisnis, yaitu:

1. Teknologi informasi yang dapat diperoleh di mana-mana sehingga

kecanggihan-kecanggihan teknologi akibat revolusi teknologi informasi dapat

menciptakan suatu pengalaman dalam diri seseorang dan membaginya dengan

orang lain dimanapun berada.

2. Keunggulan dari merek, melalui kecanggihan teknologi informasi maka

informasi mengenai brand dapat tersebar luas melalui berbagai media dengan

cepat dan global, dimana brand atau merek memegang kendali, suatu produk

atau jasa tidak lagi sekelompok fungsional tetapi lebih berarti sebagai alat

pencipta experience bagi konsumen.

3. Komunikasi dan banyaknya hiburan yang ada dimana-mana yang

mengakibatkan semua produk dan jasa saat ini cenderung bermerek dan

jumlahnya banyak.

2.1.2.4 Unsur Strategi Experiential (Strategic Experiential Modules)

Modul Strategi Experintial merupakan modul yang dapat digunakan untuk

menciptakan berbagai jenis pengalaman bagi konsumen. Hal ini juga diperkuat

oleh pendapat Schmitt (dalam Kertajaya, 2006: 228) bahwa Experiential

(23)

(sense), perasaan (feel), cara berpikir (think), kebiasaan (act) dan pertalian atau

relasi (relate).

2.1.3 Sense (Panca Indera)

2.1.3.1 Pengertian Sense

Menurut Schmitt (dalam Amir Hamzah, 2007:23). “Sense merupakan tipe

experience yang muncul untuk menciptakan pengalaman panca indera melalui

mata, telinga, kulit, lidah dan hidung”. Menurut Kertajaya (dalam Amir Hamzah,

2007:24), “Sense marketin merupakan salah satu cara untuk menyentuh emosi

konsumen melalui pengalaman yang dapat diperoleh konsumen lewat panca

indera (mata, telinga, lidah, kulit dan hidung) yang mereka miliki melalui produk

dan servis”. Menurut Kertajaya (2006:228,), “Sense merupakan panca indera yang

merupakan pintu masuk ke seorang manusia harus dirangsang secara benar

dengan menggunakan teknik multy-sensory, yang penting harus dijaga konsistensi

pesan yang ingin disampaikan.

Pada dasarnya sense marketing yang diciptakan oleh pelaku usaha dapat

berpengaruh positif maupun negatif terhadap keputusan pembelian. Mungkin saja

suatu produk dan jasa yang ditawarkan oleh produsen tidak sesuai dengan selera

konsumen atau mungkin juga konsumen menjadi sangatsetia, dan akhirnya harga

yang ditawarkan oleh produsen tidak menjadi masalah bagi konsumen. Kelima

indera yang dirangsang ini diharapkan bisa membawa masuk suatu pesan yang

solid dan terintegrasi. Pada saat konsumen datang ke rsetoran, mata melihat

desain yang menarik, hidung mencium aroma terapi dan aroma masakan, telinga

(24)

Dilihat dari pengertian di atas, dalam penelitian ini sense marketing yaitu

emosi / pengalaman yang didapat oleh konsumen setelah mengkonsumsi produk

atau service yang dilihat dari aspek atau hal-hal yang dapat ditangkap dan

dirasakan kemudian merangsang panca indera untuk menerima pesan yang

disampaikan oleh produsen.

2.1.3.2 Tujuan Strategi Sense

Sense / Sensory Experience Sense Experience didefinisikan sebagai usaha

penciptaan pengalaman yang berkaitan dengan panca indra melalui penglihatan,

suara, sentuhan, rasa dan bau. Di mana digunakan untuk mendiferensiasikan

badan usaha dan produknya di market, memotivasi konsumen untuk mau membeli

produk tersebut dan menyampaikan value pada konsumennya. Oleh karena itu

dapat dikelompokkan 3 buah strategic objectives, yaitu:

1. Sense Experience sebagai differensiator

Dapat dibedakan dengan cara menampilkan identitas atau ciri khas yang

tampak melalui stimulus yakni dengan memberikan perhatian dan menjadikan

informasi agar lebih menarik dari biasanya bisa melalui musik, warna atau

tampilan agar tetap up todate. Empat hal penting yang menunjukkan ciri atau

identitas suatu produk menurut Schmitt (1999, p.110) antara lain: properties

(gedung, bangunan, pabrik, kantor dan mesin pabrik), products (fisik produk

dan aspek utama jasa), presentation (tampilan kemasan) dan publications

(25)

2. Sense Experience sebagai motivator

Dapat memotivasi konsumen untuk mencoba produk dan membelinya. Di

mana diterapkan dalam 3 level yaitu:

a. Acrossmodalities

Penggunaan multi media yaitu bagaimana mengkombinasikan penampilan,

pendengaran, penciuman dalam menyampaikan informasi

b. Across expres

Kesan yang timbul adalah berhubungan dengan tingkat konsistensi elemen

yang berkaitan panca indra

c. Across space and time

Kunci utamanya cognitive consistency / sensory variety, di mana mengacu

pada pemahaman intelektual terhadap ide utama yang meliputi gaya, tema,

slogan, warna, orang yang digunakan dalam iklan, pencahayaan dan struktur

organisasi.

3. Sense Experience sebagai value provider

Dengan menyediakan value yang unik pada konsumen, setiap perusahaan

harus dapat memahami tipe dari sense yang diinginkan oleh konsumen.

Adapun tujuan dari Sense Experience adalah untuk menggabungkan

komponen-komponen yang berkaitan dengan panca indra (primary attributes,

style and themes) sebagai bagian dari sense strategies (cognitive consistency /

(26)

2.1.3.3 Faktor-Faktor Sense

Adapun fator-faktor dalam sense menurut Schmitt dalam Amir Hamzah

(2007:23) mencakup indera penglihatan, indera pendengaran, indera peraba,

indera perasa dan indera pencium.

a. Indera Penglihatan

Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya. Yang dilakukan

mata yang paling sederhana tak lain hanya mengetahui apakah lingkungan

sekitarnya adalah terang atau gelap. Mata yang lebih kompleks dipergunakan

untuk memberikan pengertian visual.

b. Indera Pendengaran

Telinga merupakan sebuah organ yang mampu mendeteksi/mengenal suara &

juga banyak berperan dalam keseimbangan dan posisi tubuh.

c. Indera Peraba

Kulit manusia terdiri atas epidermis dan dermis. Kulit berfungsi sebagai alat

ekskresi karena adanya kelenjar keringat (kelenjar sudorifera) yang terletak di

lapisan dermis.

d. Indera Perasa

Lidah adalah kumpulan otot rangka pada bagian lantai mulut yang dapat

membantu pencernaan makanan dengan mengunyah dan menelan.

e. Indera Pencium

Hidung adalah penonjolan pada vertebrata yang mengandung nostril, yang

(27)

2.1.4 Keputusan Pembelian Konsumen

2.1.4.1 Pengertian Keputusan Pembelian Konsumen

Salah satu pokok bahasan yang sangat penting bagi perusahaan mengenai

perilaku konsumen adalah keputusan pembelian konsumen. Seperti yang

dikemukakan oleh Sumarwan yang mengutip dari Shciffman dkk (2004:289)

bahwa “keputusan pembelian konsumen adalah pemilihan suatu tindakan dari dua

atau lebih pilihan alternatif”. Sedangkan menurut Kotler (2005:204) keputusan

pembelian adalah serangkaian proses yang dilalui konsumen dalam memutuskan

tindakan pembelian

2.1.4.2 Peranan Membeli (Buying Roles)

Menurut Djaslim Saladin (2006:58), ada lima peranan dalam keputusan

membeli, yaitu:

1. Pengambil inisiatif (initiator), ialah orang yang pertama menyarankan gagasan

membeli.

2. Orang yang mempengaruhi (Influences), ialah seseorang yang memberikan

pengaruh yang diperhitungkan nasihatnya.

3. Pembuat keputusan (decider’s), seseorang yang menentukan sebagian atau

keseluruhan pengambilan keputusan.

4. Pembeli (buyers), yaitu mereka yang melakukan, yaitu mereka yang

melakukan pembelian yang sebenarnya

5. Pemakai (user), yaitu seseorang atau beberapa orang yang menikmati atau

(28)

2.1.4.3 Tipe – Tipe Perilaku Membeli

Menurut Djaslim Saladin (2006:58), ada empat tipe perilaku pembeli yaitu

sebagai berikut:

Tabel 2.1

Tipe – Tipe Perilaku Membeli

KETERLIBATAN TINGGI

KETERLIBATAN RENDAH Perbedaan nyata antara

merek-merek perdagangan

Perilaku membeli yang kompleks

Perilaku pembeli yang mencari keragaman

Sedikit perbedaan antara merek-merek

perdagangan

Perilaku membeli yang mengurangi kebiasaan

Perilaku membeli yang berdasarkan kebiasaan

Penjelasan dari keempat tipe pembelian yaitu sebagai berikut:

1. Perilaku pembelian yang kompleks:

Konsumen mengakui keterkaitanyang tinggi dalam proses pembeliannya, harga

produk tinggi, jarang dibeli, memiliki resiko yang tinggi. Perilaku konsumen

melalui proses tiga langkah, yaitu pertama mengembangkan keyakinan akan

produk tersebut. Kedua, membangun sikap, dan ketiga melakukan pilihan

(dibeli/tidak).

2. Perilaku pembelian yang mengurangi ketidakefisienan:

Konsumen mengalami keterlibatan tinggi akan tetapi melihat sedikit

perbedaan, diantara merek-merek. Disini konsumen mengunjungi beberapa

tempat (toko) untuk mencari yang lebih cocok.

3. Perilaku pembelian karena kebiasaan:

Keterlibatan konsumen rendah skali dalam proses pembelian karena tidak ada

(29)

4. Perilaku pembelian yanga mencari keragaman:

Keterlibatan konsumen rendah akan dihadapkan berbagai pilihan merek.

2.1.4.4 Tahap – Tahap Proses Keputusan Pembelian Konsumen

Dalam proses pembelian, konsumen melalui beberapa tahap yang harus

dilalui. Menurut Kotler diterjemahkan oleh Benyamin Molan ( 2005 : 223 )

tahap–tahap proses pembelian adalah sebagai berikut :

Sumber :Kotler diterjemahkan oleh Benyamin Molan ( 2005 : 223 )

Gambar 2.1

Tahap – tahap proses Keputusan Pembelian Konsumen

1. Pengenalan Masalah

Sebagaimana telah dikemukakan oleh Sumarwan yang mengutip dari

Engel, Blackwell dan Miniard ( 2004 : 294 ) bahwa pengenalan kebutuhan atau

aktivasi kebutuhan terdiri dari beberapa faktor, antara lain:

a. Waktu

Berlalunya waktu akan menyebabkan teraktifkannya kebutuhan fisiologis

seseorang. Waktu juga akan mendorong pengenalan kebutuhan lain yang

diinginkan oleh seorang konsumen.

b. Perubahan Situasi

Perubahan situasi akan mengaktifkan kebutuhan, misalnya saja konsumen

remaja akan cenderung menghabiskan pengeluarannya untuk hal-hal yang  

Pengenalan masalah

  Pencarian informasi

Evaluasi alternatif

Keputusan pembelian

(30)

bersifat hiburan sedangkan konsumen yang sudah menikah akan cenderung

menabungkan uangnya untuk kebutuhan dimasa yang akan datang.

c. Pemilikan Produk

Memiliki sebuah produk seringkali mengaktifkan kebutuhan yang lain.

d. Konsumsi Produk

Kebiasaan mengkonsumsi produk akan memicu konsumen untuk membeli

produk kembali jika persediaan produk tersebut habis.

e. Perbedaan Individu

Dalam hal ini konsumen dibedakan kedalam dua tipe, yang pertama konsumen

yang membeli berdasarkan fungsi produk dan yang kedua konsumen yang

membeli produk berdasarkan prestise atau karena ia ingin kelihatan trendi

didepan orang lain.

f. Pengaruh Pemasaran

Program pemasaran tersebut akan mempengaruhi konsumen untuk menyadari

akan kebutuhannya. Produk yang dikomunikasikan menarik akan memicu

seorang konsumen untuk menyadari akan kebutuhannya dan merasakan bahwa

produk tersebutlah yang bisa memenuhi kebutuhannya tersebut.

2. Pencarian Informasi

Aktivasi termotivasi dari pengetahuan yang tersimpan didalam ingatan atau

pemerolehan informasi dari lingkungan. Sebagaimana telah dikemukakan oleh

Sumarwan yang mengutip dari Engel, Blackwell dan Miniard (2004 : 296) bahwa

(31)

a. Pencarian Internal

Pengetahuan yang telah melekat didalam ingatan konsumen.

b. Pencarian Eksternal

Pengetahuan atau informasi tambahan mengenai produk, atau disebut juga

pencarian terus-menerus.

3. Evaluasi Alternatif

Proses dimana suatu alternatif pilihan dievaluasi dan dipilih untuk memenuhi

kebutuhan konsumen. Sebagaimana telah dikemukakan oleh Sumarwan yang

mengutip dari Engel, Blackwell dan Miniard (2004 : 301) bahwa evaluasi

alternatif terdiri dari beberapa faktor, antara lain :

a. Harga

Harga merupakan kriteria evaluasi yang paling penting, oleh karena itu

kepekaan harga konsumen kerap digunakan sebagai dasar untuk pemangsaan

pasar.

b. Nama Merek

Nama merek berfungsi sebagai indikator pengganti dari mutu produk, dan

kepentingannya tampak bervariasi dengan kemudahan dimana kualitas dapat

dinilai secara objektif.

c. Negara Asal

Dalam abad persaingan internasional yang semakin hebat dan hilangnya

banyak pekerjaan manufaktur ke tangan tenaga kerja asing yang lebih murah,

maka tidak mengherankan bahwa negara dimana suatu produk dihasilkan

(32)

4. Keputusan Pembelian

Sebagaimana telah dikemukakan oleh Sumarwan yang mengutip dari Engel,

Blackwell dan Miniard (2004 : 310) bahwa keputusan pembelian terdiri dari

beberapa jenis, antara lain:

a. Pembelian yang Terencana Sepenuhnya

Pembelian yang dilakukan jika konsumen telah menentukan pilihan produk dan

merek jauh sebelum pembelian dilakukan.

b. Pembelian yang Separuh Terencana

Pembelian yang dilakukan ketika konsumen ingin membeli suatu produk

sebelum masuk ke swalayan, namun konsumen tidak tahu merek yang akan

dibelinya sehingga konsumen akan mencari informasi yang lengkap mengenai

merek dari pramuniaga atau display di swalayan.

c. Pembelian yang Tidak Terencana

Konsumen seringkali membeli suatu produk tanpa direncanakan terlebih

dahulu. Keinginan untuk membeli seringkali muncul di toko atau di mal.

5. Perilaku Pasca Pembelian

Suatu tahap dimana konsumen akan mengevaluasi alternatif sesudah

pembelian. Sebagaimana telah dikemukakan oleh Sumarwan yang mengutip

dari Engel, Blackwell dan Miniard (2004 : 294) bahwa perilaku pasca

pembelian terdiri dari beberapa faktor, antara lain:

a. Kepuasan

Evaluasi pasca konsumsi yang menyatakan bahwa suatu alternatif yang

(33)

b. Ketidakpuasan

Evaluasi pasca konsumsi yang menyatakan bahwa suatu alternatif yang

dipilih tidak memenuhi harapan konsumen.

2.1.5 Hubungan Sense Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen

Experiential marketing menurut Schmitt (1999:22), “Experiential marketing

adalah suatu usaha yang digunakan oleh perusahaan atau pemasar untuk

mengemas produk sehingga mampu menawarkan pengalaman emosi hingga

menyentuh hati dan perasaan konsumen”. Experiential marketing terdiri dari lima

unsur, yaitu sense (panca indera), feel (perasaan), think (pikiran), act (tindakan),

dan relate (kaitan).

Adapun dalam penelitian ini hanya unsur sense yang diteliti. Sense yang

baik akan membuat konsumen berhenti sejenak dalam mengkonsumsi sebuah

produk yang biasa mereka beli, dengan adanya sense membuat mereka berfikir

tentang sebuah pengalaman yang dapat diperoleh konsumen lewat panca indera,

bila pengaruh dari sense tepat, maka akan membuat konsumen mengambil

keputusan pembelian dari suatu produk atau jasa. Konsumen melakukan

pembelian merupakan hasil dari rangsangan sebuah sense yang ditawarkan oleh

perusahaan.

Menurut Scmitt (1999:26), mengemukakan bahwa:

“Sense menawarkan pemahaman baru tentang hubungan antara produk

perusahaan dengan konsumennya, dan sense juga sangat berpengaruh bagi

(34)

Dengan demikian sense dapat membantu konsumen dalam membuat

keputusan pembelian, sehingga konsumen dapat tertarik terhadap suatu produk

yang ditawarkan oleh perusahaan dan secara tidak langsung akan mendorong

konsumen untuk melakukan pembelian secara berulang-ulang.

[image:34.612.87.561.277.707.2]

2.1.6 Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu

Tabel 2.2

Persamaan dan Perbedaan Penelitian Terdahulu

NO NAMA TAHUN JUDUL PERSAMAAN PERBEDAAN

1 Ulhaq 2004 Pengaruh Sense dan Feel dalam Experiential Marketing terhadap Brand Identity Serta Implikasinya pada Customer Brnad Relationship

- Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Ulhaq dengan penulis yaitu pada variabel X1: Sense.

- Sama-sama

menggunakan metode analisis deskriptif dan verifikatif.

- Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Ulhaq dengan penulis yaitu pada variabel X2: Feel, sedangkan penulis tidak menggunakan variabel ke 2. - Teknik yang

digunakan adalah analisis multivariant 2 Boy

Arief Rochman

2006 Pengaruh Sense Dan Feel Pada Experiential Marketing Terhadap Keputusan Pembelian Produk Kaset Audio (Studi Pada Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri Jenjang S1 Di Kota Bandung)

- Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Boy Arief Rochman dengan penulis yaitu pada variabel X1 dan Y:Sense dan Keputusan Pembelian.

- Perbedaan penelitian yang dilakukan oleh Boy Arief Rochman dengan penulis yaitu pada variabel X2 dengan judul: Feel, sedangkan penulis tidak menggunakan variabel ke 2. -  survey eksplanatori - teknik analisis data

menggunakan Analisis Jalur (path analysis)

3 Naiya 2004 Pengaruh Promosi Penjualan Dan Periklanan Melalui Media Televisi Terhadap Proses Keputusan Pembelian

- Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Naiya dengan penulis yaitu pada variabel Y Keputusan

Pembelian.

(35)

2.2 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

2.2.1 Kerangka Pemikiran

Dari sekian banyak faktor-faktor yang dipandang sebagai pendorong

pesatnya perkembangan sektor jasa, perlu diketahui mengenai pengertian jasa.

Menurut Kotler diterjemahkan oleh Benyamin Molan (2005:111) definisi jasa

adalah sebagai berikut:

Jasa adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan oleh salah satu pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud (Tangible) dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun, produksinya dapat dikaitkan atau tidak dikaitkan dengan suatu produk fisik.

Definisi restoran menurut Soekresno (2000, p.16) “Restoran adalah usaha

komersial yang menyediakan pelayanan makan dan minuman bagi umum dan

dikelola secara professional”. Jika restoran didefinisikan dari jenis barang dan jasa

ialah suatu badan usaha yang dikategorikan hybrid atau campuran karena

produknya merupakan kombinasi antara barang (good) dan jasa (service) (Palmer,

1998, p.77). Mengacu pada pengertian diatas berarti jasa restoran merupakan Sabun Deterjen So Klin - Sama-sama

menggunakan metode analisis deskriptif dan verifikatif.

dan Periklanan Melalui Media Televisi

-  Teknik Cluster dan stratified random sampling

4 Erik Purnama Sigit

2007 Pengaruh Persepsi Tentang Promosi Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada Toserba Surya Kuningan

- Persamaan penelitian yang dilakukan oleh Erik Purnama Sigit dengan penulis yaitu pada variabel Y: Keputusan Pembelian Konsumen.

- Sama-sama

menggunakan metode analisis uji validitas dan reliabilitas

(36)

usaha yang menawarkan jenis jasa campuran karena produk yang dijual berupa

produk makanan (barang) dan jasa pelayanan dengan proporsi yang sama.

Untuk itu perusahaan dalam menjalankan aktivitas-aktivitas pemasarannya

yang semula terfokus pada produk harus diganti dengan lebih memfokuskan pada

konsumen karena pada kenyataanya terdapat faktor emosi yang mempengaruhi

konsumen dalam mengkonsumsi suatu produk, baik itu emosi positif maupun

emosi negatif yang dapat menjadi pengalaman yang menyenangkan. Pola

komunikasi pemasaran yang melibatkan emosi konsumen melalui pengalaman

yang dapat diperoleh konsumen tersebut dikenal dengan experiential marketing.

Oleh karena itu Restoran Sambara menggunakan experiential marketing dalam

menawarkan produknya, menurut Schmitt (1999:64) “experiential marketing

terdiri atas sense, feel, think, act dan relate”. Dalam pembentukan keputusan

pembelian maka penggunaan sense merupakan faktor yang paling relevan

digunakan.

Sense menawarkan pemahaman baru tentang hubungan antara produk dan

konsumennya. Demi mendekati, mendapatkan, dan mempertahankan konsumen,

maka produk perusahaan perlu menawarkan pengalaman-pengalaman yang unik,

positif, dan mengesankan kepada konsumen.

Dimana “sense adalah emosi atau pengalaman yang didapat pelanggan

setelah mengkonsumsi produk atau servis yang dilihat dari aspek yang dapat

dirasakan kemudian merangsang panca indera untuk menerima pesan yang

diberikan oleh produsen” (Kertajaya, 2005). Sedangkan menurut Kertajaya (2005)

(37)

untuk menyentuh emosi konsumen melalui pengalaman yang dapat diperoleh

konsumen lewat panca indera (mata, telinga, lidah, kulit dan hidung) yang mereka

miliki melalui produk dan servis”. Menurut Schmitt yang mengutif dari Amir

Hamzah (2007:23) “Sense merupakan tipe experience yang muncul untuk

menciptakan pengalaman panca indera melalui mata, telinga, kulit, lidah dan

hidung”. Berdasarkan pengertian diatas, maka menurut Schmitt dalam Amir

Hamzah (2007:23) bahwa faktor-faktor sense adalah:

a. Indera Penglihatan

Mata adalah organ penglihatan yang mendeteksi cahaya. Yang dilakukan

mata yang paling sederhana tak lain hanya mengetahui apakah lingkungan

sekitarnya adalah terang atau gelap. Mata yang lebih kompleks dipergunakan

untuk memberikan pengertian visual.

b. Indera Pendengaran

Telinga merupakan sebuah organ yang mampu mendeteksi/mengenal suara &

juga banyak berperan dalam keseimbangan dan posisi tubuh.

c. Indera Peraba

Kulit manusia terdiri atas epidermis dan dermis. Kulit berfungsi sebagai alat

ekskresi karena adanya kelenjar keringat (kelenjar sudorifera) yang terletak di

lapisan dermis.

d. Indera Perasa

Lidah adalah kumpulan otot rangka pada bagian lantai mulut yang dapat

(38)

e. Indera Pencium

Hidung adalah penonjolan pada vertebrata yang mengandung nostril, yang

menyaring udara untuk pernapasan.

Seperti yang telah dikemukakan oleh Schmitt (1999:26):

Sense menawarkan pemahaman baru tentang hubungan antara produk

perusahaan dengan konsumennya, dan sense juga sangat berpengaruh bagi

konsumen dalam mengambil tindakan pada saat akan melakukan pembelian“.

Keputusan pembelian timbul karena adanya penilaian objektif atau karena

adanya emosi. Keputusan untuk bertindak adalah hasil dari rangkaian aktivitas

dan rangsangan mental dan emosional. Menurut Sumarwan yang mengutip dari

Shciffman dkk (2004:289) definisi keputusan pembelian adalah sebagai berikut:

“keputusan pembelian konsumen adalah pemilihan suatu tindakan dari dua atau

lebih pilihan alternatif”. Sedangkan menurut Kotler (2005:204) keputusan

pembelian adalah Serangkaian proses yang dilalui konsumen dalam memutuskan

tindakan pembelian.

Dalam proses pembelian, konsumen melalui beberapa tahap yang harus

dilalui. Menurut Kotler (2005:204) tahap–tahap proses pembelian adalah sebagai

berikut:

1. Pengenalan Masalah

2. Pencarian Informasi

3. Evaluasi Alternatif

4. Keputusan Pembelian

(39)

Berdasarkan hal-hal diatas maka dapat dibuat paradigm sebagai berikut:

Schmitt (1999 : 26)

[image:39.612.126.514.130.383.2]

Gambar 2.2

Paradigma Pemikiran

2.2.2 Hipotesis

Bertitik tolak dari identifikasi masalah dan kerangka pemikiran yang telah

dikemukakan, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut: “Sense Sebagai

Experiential Marketing Berpengaruh Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen

Pada Restoran Sambara Cabang Trunojoyo Bandung”. Sense

a. Indera Penglihatan

b. Indera Pendengaran

c. Indera Peraba

d. Indera Perasa

e. Indera Pencium

Schmitt dalam Amir Hamzah (2007:23)

Keputusan Pembelian Konsumen

Pengenalan Masalah

Pencarian Informasi

Evaluasi Alternatif

Keputusan Pembelian

Perilaku Pasca Pembelian

(40)

37 

BAB III

OBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Objek yang akan diteliti yaitu mengenai Sense Sebagai Experiential

Marketing Dalam Pengaruhnya Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen Pada

Restoran Sambara. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu sebagai

berikut:

1. IndependentVariable (Variabel Bebas)

Menurut Sugiyono (2009:61), Variabel independen adalah merupakan variabel

yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya

variabel dependen (terikat). Variabel independen dalam penelitian ini adalah

Sense.

2. DependentVariable (Variabel Terikat)

Menurut Sugiyono (2009:61), Variabel dependen adalah merupakan variabel

yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat variabel independen dalam

penelitian ini adalah Keputusan Pembelian Konsumen.

3.2 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode survey yaitu penelitian

yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai

alat pengumpulan data yang pokok (Singarimbun,1995:3). Dalam pengambilan

sampel, penulis menggunakan random sampling, menurut Sugiyono (2009:120)

(41)

secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu”. Metode

penelitian yang digunakan adalah deskriptif dan verifikatif. Menurut Sugiyono

(2009:207) “penelitian deskriptif adalah untuk menganalisis data dengan cara

mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana

adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum”.

Sedangkan penelitian verifikatif menurut Sugiyono (2009: 14), penelitian

verifikatif adalah merupakan metode analisis yang berlandaskan pada filsafat

positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi dan sampel tertentu. Analisis

data bersifat kuantitatif atau lebih dikenal dengan statistik dilakukan dengan

tujuan menguji hipotesis yang telah ditetapkan.

3.2.1 Desain Penelitian

Desain penelitian merupakan rancangan penelitian yang digunakan sebagai

pedoman dalam melakukan proses penelitian. Desain penelitian akan berguna bagi

semua pihak yang terlibat dalam proses penelitian.

Menurut Sugiyono (2008:13) proses penelitian dapat disimpulkan seperti

(42)
[image:42.612.256.383.116.483.2]

Gambar 3.1

Desain Penelitian

Berdasarkan proses penelitian yang dijelaskan di atas, maka desain pada

penelitian ini dijelaskan sebagai berikut:

1. Sumber Masalah

Peneliti melakukan survei awal untuk menentukan fenomena yang terjadi

untuk dijadikan sebagai sumber masalah sebagai dasar penelitian. Fenomena

dalam penelitian ini adalah Restoran Sambara mengalami kecenderungan

penurunan jumlah konsumen yang berkunjung dan makan di restoran tersebut. Sumber Masalah 

Rumusan Masalah 

Konsep dan Teori Yang Relevan dan Penemuan Yang Relevan 

Metode penelitian 

Menyusun instrument

(43)

2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah merupakan suatu pertanyaan yang akan dicari jawabannya

melalui pengumpulan data. Proses penemuan masalah merupakan tahap

penelitian yang paling sulit karena tujuan penelitian ini adalah menjawab

masalah penelitian sehingga suatu penelitian tidak dapat dilakukan dengan baik

jika masalahnya tidak dirumuskan secara jelas. Masalah dalam penelitian ini

meliputi :

1. Bagaimana tanggapan responden terhadap sense pada Restoran Sambara

Cabang Trunojoyo Bandung.

2. Bagaimana keputusan pembelian konsumen pada Restoran Sambara

Cabang Trunojoyo Bandung.

3. Seberapa besar sense berpengaruh terhadap keputusan pembelian

konsumen pada Restoran Sambara Cabang Trunojoyo Bandung. 

3. Konsep dan Teori yang relevan

Untuk menjawab rumusan masalah yang sifatnya sementara (berhipotesis)

maka, peneliti dapat membaca referensi teoritis yang relevan dengan masalah

dan berpikir. Selain itu penemuan penelitian sebelumnya yang relevan juga

dapat digunakan sebagai bahan untuk memberikan jawaban sementara terhadap

masalah penelitian (hipotesis). Telaah teoritis mempunyai tujuan untuk

menyusun kerangka teoritis yang menjadi dasar untuk menjawab masalah atau

pertanyaan penelitian yang merupakan tahap penelitian dengan menguji

(44)

4. Pengajuan Hipotesis

Jawaban terhadap rumusan masalah yang baru didasarkan pada teori dan

didukung oleh penelitian yang relevan, tetapi belum ada pembuktian secara

empiris (faktual) maka jawaban itu disebut hipotesis. Hipotesis yang dibuat

pada penelitian ini adalah Sense Sebagai Experiential Marketing Berpengaruh

Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen.

5. Metode Penelitian

Untuk menguji hipotesis tersebut peneliti dapat memilih metode penelitian

yang sesuai, pertimbangan ideal untuk memilih metode itu adalah tingkat

ketelitian data yang diharapkan dan konsisten yang dikehendaki. Sedangkan

pertimbangan praktis adalah, tersedianya dana, waktu, dan kemudahan yang

lain. Pada penelitian kali ini metode penelitian yang digunakan adalah metode

survey dengan teknik analisis data menggunakan metode analisis kualitatif dan

metode kuantitatif.

6. Menyusun Instrumen Penelitian

Setelah metode penelitian yang sesuai dipilih, maka peneliti dapat menyusun

instrumen penelitian. Instrumen ini digunakan sebagai alat pengumpul data.

Instrumen pada penelitian ini berbentuk kuesioner dan data dari perusahaan

terkait. Sebelum instrumen digunakan untuk pengumpulan data, maka

instrumen penelitian harus terlebih dulu diuji validitas dan reliabilitasnya.

Dimana validitas digunakan untuk mengukur kemampuan sebuah alat ukur dan

reliabilitas digunakan untuk mengukur sejauh mana pengukuran tersebut dapat

(45)

rumusan masalah dan menguji hipotesis yang diajukan dengan teknik statistik

tertentu. Selanjutnya peneliti menganalisis dan mengambil sampel untuk

melakukan penelitian mengenai:

a. Pengaruh Sense yang diperoleh dari data kuesioner yang akan diisi oleh

konsumen.

b. Keputusan Pembelian Konsumen yang ukurannya diperoleh dari data

kuesioner yang akan diisi oleh konsumen Restoran Sambara Cabang

Trunojoyo Bandung.

Selanjutnya penulis mulai menggunakan perhitungan dengan

menggunakan MSI ( Method Succesive Interval ) untuk menaikkan skala

ordinal menjadi interval, regresi linear sederhana untuk membuktikan sejauh

mana pengaruh yang diperlihatkan antara sense sebagai experiential marketing

berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen, Korelasi Pearson

Product Moment untuk meneliti erat tidaknya sense sebagai experiential

marketing berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen, koefisien

determinasi untuk menilai besarnya sense sebagai experiential marketing

berpengaruh terhadap keputusan pembelian konsumen dan t hitung untuk

menguji tingkat signifikan

7. Kesimpulan

Kesimpulan adalah langkah terakhir dari suatu periode penelitian yang berupa

jawaban terhadap rumusan masalah. Dengan menekankan pada pemecahan

masalah berupa informasi mengenai solusi masalah yang bermanfaat sebagai

(46)

3.2.2 Operasionalisasi Variabel

Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah Sense sebagai

variabel X yang merupakan variabel bebas (independent variable) dan Keputusan

Pembelian Konsumen sebagai variabel Y yang merupakan variabel terikat

(dependent variable). Penjelasan operasionalisasi variabel dapat dilihat pada tabel

[image:46.612.81.561.289.706.2]

3.1 dibawah ini

Tabel 3.1

Operasionalisasi Variabel

Variabel Konsep Variabel Indikator Ukuran Sumber Skala No Kuesioner Sense

(Variabel X)

adalah emosi atau pengalaman yang didapat pelanggan setelah

mengkonsumsi produk atau servis yang dilihat dari aspek yang dapat dirasakan kemudian

merangsang panca indera untuk menerima pesan yang diberikan oleh produsen

(Hermawan Kertajaya, 2005)

1. Indera Penglihatan - Desain interior

menarik dipandang mata

- Desain eksterior menarik

dipandang mata

- Seragam pegawai terlihat menarik -Tingkat kesetujuan -Tingkat kesetujuan -Tingkat kesetujuan Konsumen Restoran Sambara Cabang Trunojoyo Bandung Ordinal 1-3

2.Indera Peraba - Kesesuaian udara

diruangan - Kesesuaian makanan dan minuman dikulit -Tingkat Kesetujuan -Tingkat kesetujuan 4-5

3. Indera Pencium - Kesesuaian aroma

ruangan

(47)

-Aroma masakan tercium sedap -Tingkat kesetujuan Konsumen Restoran Sambara Cabang Trunojoyo Bandung 6-7 4. Perasa

- Kesesuaian rasa makanan dan minuman

-Tingkat

kesetujuan 8-9

5. Indera Pendengaran

-Musik terdengar nyaman

- Bahasa terdengar sopan -Tingkat kesetujuan -Tingkat kesetujuan 10-11 Keputusan Pembelian (Variabel Y) Serangkaian proses yang dilalui konsumen dalam memutuskan tindakan pembelian Philip Kotler (2005:223) 1. Pengenalan Masalah

- Terdorong ingin memenuhi kebutuhan - Membutuhkan produk sesuai dengan harapan -Tingkat Kesetujuan -Tingkat kesetujuan Ordinal   12-13 2.Pencarian Informasi

-Terdorong mencari informasi lebih lanjut

-Kemudahan dalam mencari informasi -Tingkat kesetujuan - Tingkat kemudahan 14-15 3. Evaluasi Alternatif

-Alternatif utama dalam memenuhi kebutuhan

-Tempat alternatif dalam memenuhi kebutuhan -Tingkat kesetujuan -Tingkat kesetujuan 16-17 4. Keputusan Pembelian - Keyakinan untuk

membeli produk Restoran Sambara

-Tingkat keyakinan

(48)

- Frekuensi berkunjung ke Restoran Sambara

-Tingkat Keseringan

5. Perilaku Pasca Pembelian - Perasaan setelah

melakukan pembelian

- Datang kembali ke Restoran Sambara

-Tingkat kepuasan

-Tingkat Kesetujuan

20-21

3.2.3 Metode Penarikan Sampel

3.2.3.1 Populasi

“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek dan subjek

yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk diteliti dan ditarik kesimpulan”. (Sugiono, 2002: 57).

Pada penelitian ini populasi yang diambil adalah konsumen pada Restoran

Sambara Cabang Trunojoyo Bandung. Menurut keterangan dari pihak Restoran

Sambara diketahui bahwa populasi rata–rata jumlah pengunjung pada setiap

bulannya mencapai ±15.000 orang.

3.2.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi tersebut (Sugiyono, 2009:118). Dalam penelitian ini metode

pengambilan sampel yang digunakan adalah metode Probability Sampling dengan

teknik pengambilan sampel Random Sampling. Menurut Sugiyono (2009:120),

(49)

dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam

populasi itu”.

Untuk mengambil jumlah sampel, penulis menggunakan rumus Slovin

(Husein Umar, 2001: 78), yaitu sebagai berikut:

Keterangan:

n = Ukuran sampel

N = Ukuran populasi

e = Kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan

sampel yang dapat ditolerir, yaitu 10%.

Sehingga diperoleh jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah :

15000 n =

1 + 15000 x (10%²)

15000 n =

1 + 15000 x (0,01)

15000 n = 151

n = 99,3

Jadi dalam penelitian ini besarnya sampel yang akan diambil adalah 99 orang atas

pembulatan. Agar diketahui validitasnya maka dibulatkan menjadi 100 orang.        N 

n =  

(50)

3.2.4 Jenis dan Metode Pengumpulan Data

3.2.4.1 Jenis Data

Prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan melakukan pengelompokkan ke dalam dua golongan yaitu:

1. Data Primer

Data primer adalah sumber data yang yang langsung memberikan data kepada

pengumpul data, misalnya observasi, wawancara dan menyebarkan kuesioner

(Sugiyono,2009:308).

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah sumber yang tidak langsung memberikan data kepada

pengumpul data, misalnya lewat dokumentasi (Sugiyono,2009:308).

3.2.4.2 Metode Pengumpulan Data

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan beberapa metode

pengumpulan data. Adapun metode pengumpulan data adalah sebagai berikut:

1. Studi Lapangan ( Field Research )

Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh data primer yang akurat, dimana

data yang diperlukan diperoleh secara langsung oleh penulis dengan

menggunakan usaha – usaha khusus, diantaranya dengan terjun langsung ke

perusahaan melalui:

a. Observasi

Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara terjun langsung pada bagian

kegiatan yang dihadapi melalui pengamatan dan pencatatan sehingga

(51)

b. Wawancara

Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab secara lisan dengan

pihak – pihak yang berkaitan dengan penelitian ini.

c. Kuesioner

Kuesioner yaitu teknik pengumpulan data dengan menyebarkan daftar

pertanyaan untuk diisi oleh sejumlah responden. Untuk mendapatkan data

yang diperoleh bagi pencapaian sasaran penelitian ini maka digunakan

pengukuran melalui sejumlah responden.

2. Studi Kepustakaan ( Library Research )

Yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara mempelajari buku-buku

(literature) dan pemilihan teori-teori yang ada hubungannya dengan masalah

yang akan dibahas. Cara ini dilakukan untuk memperoleh data sekunder yang

menjadi landasan teori guna mendukung data yang diperoleh selama penelitian:

a. Studi Dokumentasi

Yaitu mempelajari dokumen-dokumen yang ada di perusahaan yang

berkenan dengan masalah yang diteliti, seperti dokumen mengenai sejarah

perkembangan perusahaan, struktur organisasi perusahaan dan sebagainya

yang menunjang penelitian.

b. Studi Literatur

Yaitu mengumpulkan data dengan cara mempelajari buku-buku, makalah

dan skripsi untuk memperoleh informasi yang berhubungan dengan teori

dan konsep yang sedang dibahas, yaitu tentang sense sebagai experiential

(52)

3.2.5 Metode Analisis dan Perancangan Hipotesis

3.2.5.1 Metode Analisis

Mengingat pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner.

Dimana responden mengisi sendiri kuesioner tersebut dengan menggunakan skala

likert (lima skala), yaitu 5, 4, 3, 2, 1. Menurut Sugiyono (2000;86), skala likert

digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau

kelompok orang tentang fenomena sosial, maka kesungguhan responden dalam

menjawab pertanyaan-pertanyaan merupakan hal yang sangat penting dalam

penelitian. Keabsahan atau kesahihan suatu hasil penelitian sosial sangat

ditentukan oleh alat ukur yang digunakan. Apabila alat ukur yang dipakai valid

dan atau tidak dapat dipercaya, maka hasil penelitian yang dilakukan tidak akan

menggambarkan keadaan yang sesungguhnya.

Dalam mengatasi hal tersebut diperlukan dua macam pengujian, yaitu uji

validitas ( test of validity ) dan uji keandalan ( test of reliability ). Jika validitas

dan reliabilitas tidak diketahui, maka akibatnya menjadi fatal dalam memberikan

kesimpulan ataupun dalam memberi alasan terhadap hubungan-hubungan antar

variabel, bahkan secara luas validitas dan reliabilitas mencakup mutu seluruh

proses pengambilan data sejak konsep disiapkan sampai data siap untuk dianalisis.

Adapun dua macam pengujian tersebut adalah sebagai berikut:

3.2.5.1.1 Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan

(53)

menunjukkan kesesuaian atau kecocokkan antara alat ukur dengan apa yang

diukur (Umi Narimawati, 2008:22).

Validitas menunjukkan sejauh mana alat pengukur itu mengukur apa yang

ingin di ukur, atau sejauh mana alat ukur yang digunakan mengenai sasaran.

Semakin tinggi validitas suatu alat test, maka alat tersebut semakin mengen

Gambar

Tabel 2.2
Gambar 2.2
Gambar 3.1 Desain Penelitian
Tabel 3.1 Operasionalisasi Variabel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keanekaragaman jenis adalah segala perbedaan yang ditemui pada makhluk segala perbedaan yang ditemui pada makhluk hidup antar jenis atau antar spesies.. hidup antar jenis atau

Hal tersebut merujuk pada banyaknya tweeps yang men-tweetkan segala informasi yang berkaitan dengan kejadian erupsi Gunung Kelud yang dapat diidentifikasi melalui

Hamalik (2001) menjelaskan bahwa pada garis besarnya perencanaan pembelajaran berfungsi sebagai sarana untuk (a) memberikan pemahaman yang lebih jelas kepada guru

K oMISI Pemberantasan Korupsi memanggil man- tan anggota Komisi VIII DPR, nurul Iman Mustofa seba- gai saksi kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji 2012-2013

Penggunaan amylum sebagai penghancur harus dikombinasikan dengan bahan lain apabila akan digunakan dalam konsentrasi yang tinggi karena dapat menyebabkan hasil

Pada penelitian ini, percobaan untuk meningkatkan kadar nikel dalam bijih nikel laterit jenis limonit telah dilakukan dengan cara membuat pelet dari campuran bijih nikel laterit jenis

Pada  saat  ini  Provinsi  Kalimantan  Timur  sedang  mengalakan  program  pengembangan  tanaman  hortikultura  salah  satunya  adalah  pengembangan  budidaya 

Dan sebaliknya ketika target sistem mempunyai nilai input dan nilai output yang tidak sesuai, maka komputer user yang ditanam algoritma fuzzy logic akan mengolah