• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gerakan Perlawanan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gerakan Perlawanan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Alisjahbana, 2005. Sisi Gelap Perkembangan Kota. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group

Faisal, Sanafiah. 2007. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Lofland, John. 2003. Protes : Studi Tentang Perilaku Kelompok dan Gerakan Sosial. Yogyakarta. Insists Press

Martono, Bambang. 2012. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada

Moyer, Bill. 2004. Merencanakan Pergerakan. Yogyakarta.Pustaka Kendi

Mustain. 20 Jakarta. Arr-Ruzz Media

Prasetyo, Bambang dan Lina, Miftahul Jannah. Metode Penelitian Kuantitatif. 2005. Jakarta. PT. Raja Grafindo Press

Pruitt, G & Jeffrey Z Rubin. 2004. Teori Konflik Sosial . Yogyakarta. Pustaka Belajar

Scott, James C. 2000. Senjatanya Orang-Orang Yang Kalah : Bentuk Perlawanan Sehari-hari Kaum Tani. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia

Singarimbun, Masri. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta : LP3ES

(2)

Suryadi, Budi. 2007. Sosiologi Politik : Sejarah, Definisi dan Perkembangan Konsep. Yogyakarta. IRCISOD

Triwibowo, Darmawan. 2006. Gerakan Sosial. Wahana Civil Society Bagi Demokrasi. Jakarta. LP3ES

Wahyudi. 2005. Formasi dan Struktur Gerakan Sosial Petani. Malang. UMM Press

Yustika, Ahmad Erani. 2000. Industrialisasi Pinggiran. Yogyakarta. Pustaka Pelajar

Zubir, Zaiyardam. 2002. Radikalisme Kaum Pinggiran

Yogyakarta.Insist Press dan Insist

Fellowship Program

Sumber Lain:

Andri. 2011. Festival Jogokali : Resistensi Terhadap Penggusuran dan Gerakan Sosial-Kebudayaan Masyarakat Urban. Jurnal Sosiologi Islam, Vol, 1. No, 2. Oktober. Surabaya. Universitas Wijaya Kesuma.

(3)

Kamaruddin, Syamsu A. 2012. Pemberontakan Petani UNRA 1943 (Studi Kasus Mengenai Gerakan Sosial di Sulawesi Selatan pada Masa Pendudukan Jepang). Makara, Sosial Humaniora, Vol. 16, No, 1, Juli. Makasar. Universitas Veteran Republik Indonesia.

Maliki, Dewi Nurrul. 2010. Resistensi Kelompok Minoritas Keagamaan Jemaat Ahmadiyah Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Vol. 14, No, 1, Juli. Yogyakarta. Universitas Gajah Mada.

Zaini, Musthofa. 2011. Evaluasi Program Relokasi Pelaksanaan Pemukiman Kumuh (Studi Kasus : Program Relokasi Pemukiman Kumuh di Kelurahan Pucangsawit Kecamatan Jebres Kota Surakarta). Skripsi. Surakarta. Universitas Sebelas Maret .

(diakses pada tanggal 24

Desember 2014)

(4)
(5)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif yang bertujuan untuk memahami secara lebih mendalam dan menggali informasi tentang permasalahan gerakan perlawanan pedagang buku P2BLM.. Metode deskriptif digunakan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi objek penelitian, Bungin (2007:68).

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di Jl. Pegadaian. Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun. Adapun yang menjadi alasan peneliti untuk memilih lokasi penelitian ini adalah dikarenakan pedagang buku bekas merupakan cagar budaya Kota Medan dan merupakan pedagang buku bekas yang terpusat di sisi timur lapangan merdeka yang sekarang berada di Jalan Pegadaian Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun.

3.3. Unit Analisis dan Informan 3.3.1. Unit Analisis

(6)

buku bekas di Jl. Pegadaian, Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun yang tergabung di dalam kelompok pedagang buku bekas P2BLM, Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan dan Lembaga Swadaya Masyarakat yang kemudian dianalisis sesuai hasil data lapangan.

3.3.2. Informan

Informan adalah subjek atau sumber informasi yang mengerti tentang permasalahan penelitian. Di dalam pemilihan informan dalam penelitian ini digunakan metode snowball. Informan dalam penelitian ini dibedakan menjadi 2 yaitu informan kunci dan informan pendukung.

1) Informan Kunci

Dalam penelitian ini yang menjadi informan kunci adalah

a) Ketua organisasi pedagang buku bekas pedagang buku bekas yaitu, ketua Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (P2BLM).

b) Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Sumatera Utara sebagai pihak Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang mengadvokasi pedagang buku bekas.

(7)

2) Informan Biasa

a) Pedagang buku bekas yang berjualan di Jl. Pegadaian. Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun dan menjadi anggota kelompok pedagang buku bekas (P2BLM)

3.4. Populasi dan Sampel 3.4.1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan gejala atau satuan yang diteliti. Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah pedagang buku bekas yang yang tergabung dalam kelompok pedagang buku bekas Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (P2BLM) yang berjualan di tempat relokasi yaitu, Jl. Pegadaian, Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun berjumlah 125 pedagang buku.

3.4.2. Sampel

(8)

sebagai teman dekat atau kerabat lainnya, kemudian teman tersebut menunjukkan teman-teman atau kerabat lainnya, sampai peneliti menemukan konstelasi persahabatan yang berubah menjadi suatu pola-pola sosial yang lengkap. Teknik penarikan sampel berdasarkan rumus adalah

�= N

n (d)2 + 1

Keterangan:

n : Jumlah sampel yang dicari N: Jumlah populasi

d : Nilai presisi (ditentukan α = 0,1 )

� = 125

125 (0,1)2 + 1

� = 125

2,25

n = 55,56

Jadi, sampel dalam penelitian ini yaitu 56 orang.

3.5 Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan maka dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik-teknik sebagai berikut:

3.5.1 Data primer

(9)

a) Observasi

Observasi adalah pengamatan secara langsung terhadap objek yang diteliti untuk mendapatkan gambaran yang tepat mengenai objek penelitian artinya disini peniliti ikut terjun ke lapangan untuk memahami fenomena yang ada di lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti langsung mengamati ke sisi timur lapangan merdeka dan Jl. Pegadaian tempat mereka berdagang sekarang. Data yang diperoleh melalui observasi ini terdiri dari rincian tentang kegiatan, perilaku, tindakan orang secara keseluruhan. Hasil observasi ini kemudian dituangkan dalam catatan lapangan.

b) Wawancara Mendalam (in-depth interview)

(10)

3.5.2 Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung dari objek penelitian atau sumber data lain:

a) Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek penelitian, namun melalui dokumen. Dokumen yang digunakan dapat berupa laporan, buku, jurnal, majalah, surat kabar, dan internet yang berkaitan langsung dan dianggap relevan dengan rumusan masalah yang diteliti.

b) Kuesioner

Kuesioner ini dilakukan untuk mengetahui strategi bertahan pedagang buku P2BLM dan kondisi pasca di relokasi oleh Pemko Medan ke Jl. Pegadaian, Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun.

3.6. Interprestasi Data

(11)

Interpretasi data merupakan proses pengolahan data dimulai dari tahap mengedit data sesuai dengan pokok permasalahan yang diteliti kemudian diolah secara deskriptif berdasarkan apa yang terjadi di lapangan.

3.7. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan dipresentasikan (Singarimbun, 1995 : 263). Dalam penelitian ini peneliti menganalisis data sebagai berikut:

1) Analisis Tabel Tunggal

(12)

3.8. Jadwal Kegiatan

Jadwal Kegiatan dan Laporan Penelitian:

No Jenis Kegiatan Bulan Ke

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1 Pra Observasi √ 2 Penyusunan Proposal Penelitian √ √ 3 Seminar Penelitian √ 4 Revisi Proposal Penelitian √

5

Penyerahan Hasil Seminar

Proposal √

6 Operasional Penelitian √

7 Bimbingan √ √ √ √

(13)

BAB IV

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Pedagang Buku Bekas 4.1.1. Sejarah Pedagang Buku Bekas

Pedagang buku bekas bermula berjualan dari tahun 1960-an, dari sekelompok masyarakat yang tinggal di Gg. Buntu yang lokasinya dekat dengan Titi Gantung. Para pedagang memanfaatkan lokasi Titi Gantung Medan untuk berjualan buku bekas yang pada awalnya berfungsi untuk menghubungkan kawasan perumahan penduduk dengan Lapangan Merdeka dan sebagai sarana penghubung untuk menuju ke stasiun kereta api. Seiring dengan bertambahnya jumlah pedagang buku bekas yang berjualan maka pedagang buku bekas pun berjualan sampai ke Jl. Irian Barat, Jl. Jawa, Jl. Veteran,dan Jl.Sutomo.

(14)

berlapis aspal sepanjang 40-50 meter berada di atas jalur rel kereta api atau di bawahnya melintas kereta api.

Alih fungsi jembatan Titi Gantung menjadi tempat penjualan buku bekas dapat terjadi dikarenakan pada tahun tersebut buku termasuk barang mewah yang sulit untuk didapat. Fungsi sebenarnya dibangun Titi gantung adalah untuk penyeberangan dan lokasi ini yang dipilih untuk bertransaksi jual buku bekas. Pada tahun 2003, semasa kepemimpinan Walikota Medan yaitu Drs. Abdillah, pedagang buku akan di relokasi dengan alasan bahwa Titi Gantung merupakan cagar budaya. Seperti yang diungkapkan Didi Siswanto sebagai berikut :

(15)

tidak digunakan sebagaimana peruntukkannya yaitu untuk kegiatan olahraga sepatu roda. Kegiatan pedagang buku di lokasi ini juga merupakan peran serta dalam membantu penyediaan buku murah bagi para pelajar dan mahasiswa serta warga Medan, di tengah-tengah harga buku–buku yang sangat tinggi. Wilayah Ini kemudian dikenal sebagai pusat buku bekas dan buku murah di Medan. Pedagang pindah ke Jl. Pegadaian dengan berbagai syarat dan tuntutan. Jl. Pegadaian ini sendiri notabene adalah lahan dari milik PT. KAI. Jl. Pegadaian. Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun merupakan kawasan jalur hijau.

4.1.2. Pedagang Buku Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.1. Jenis Kelamin

Uraian Frekuensi Persentase (%)

Laki-laki 38 orang 67.9

Perempuan 18 orang 32.1

Total 56 orang 100.0

Sumber : Data Sekunder (Kuesioner) 2015

(16)

4.1.3. Suku

Responden dalam penelitian terdiri dari beberapa suku yang berbeda yaitu, Batak. Jawa, Melayu, Minang dan suku lainnya. Jumlah persentase (%) suku responden dapat dilihat berdasarkan tabel 4.2.

Tabel 4.2 Komposisi Pedagang Buku Berdasarkan Suku

Uraian Frekuensi Persentase (%)

Batak 16 orang 28.6

Jawa 23 orang 41.1

Lainnya 6 orang 10.6

Melayu 1 orang 1.8

Minang 10 orang 17.9

Total 56 orang 100.0

Sumber : Data Sekunder (Kuesioner) 2015

(17)

4.1.4. Tingkat Pendidikan Pedagang Buku

Responden dalam pnelitian ini mememiliki beberapa jenjang pendidikan yaitu, Perguruan Tinggi, Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menegah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan tidak bersekolah. Hal ini dapat diilihat berdasarkan tabel 4.3.

Tabel 4.3 Tingkat Pendidikan

Uraian Frekuensi Persentase (%)

Perguruan Tinggi 4 orang 7.1

SD 2 orang 3.6

SMA 43 orang 76.8

SMP 6 orang 10.7

Tidak Sekolah 1 orang 1.8

Total 56 orang 100.0

Sumber : Data Sekunder (Kuesioner) 2015

(18)

4.1.5. Tingkat Pendapatan Pedagang Buku

Tingkat pendapatan responden per bulan dapat dilihat berdasarkan tabel 4.4 sebagai berikut.

Tabel 4.4 Pendapatan Per Bulan

Uraian Frekuensi Persentase (%)

Rp 500.000 - Rp 1.000.000 5 orang 8.9

Rp 1.100.000 - Rp 1.500.000 14 orang 25.0

Rp 1.600.000 - Rp 2.000.000 11 orang 19.6

Rp 2.100.000- Rp 2.500.000 12 orang 21.4

> Rp 2.600.000 14 orang 25.0

Total 56 orang 100.0

Sumber : Data Sekunder (Kuesioner) 2015

(19)

4.1.6. Lama Usaha Berjualan Buku

Mata pencaharian dengan berjualan buku bekas adalah mata pencaharian turun temurun. Usaha berjualan buku dilatarbelakangi dengan usaha sendiri ataupun dengan melanjutkan usaha orang tua. Lamanya pedagang buku berjualan secara representatif diuraikan pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Lama Berjualan di Lapangan Merdeka

Uraian Frekuensi Persentase (%)

> 8 tahun 39 orang 69.6

1-2 tahun 3 orang 5.4

3-4 tahun 1 orang 1.8

4-5 tahun 4 orang 7.1

6-7 tahun 9 orang 16.1

Total 56 orang 100.0

Sumber : Data Sekunder (Kuesioner) 2015

(20)

4.1.7. Sumber Pedagang Mendapatkan Buku

Pedagang memperoleh buku bekas dan buku baru didapatkan dari berbagai sumber. Sumber buku bekas pedagang diuraikan pada tabel 4.6 .

Tabel 4.6 Sumber Buku-Buku

Uraian Frekuensi Persentase (%)

Lainnya 3 orang 5.4

Botot 12 orang 21.4

Sesama Pedagang Buku 21 orang 37.5

Mahasiswa atau anak sekolahan 10 orang 17.9

Penerbit 10 orang 17.9

Total 56 orang 100.0

Sumber : Data Sekunder (Kuesioner) 2015

Dari Tabel 4.6 dapat dilihat bahwa, pedagang buku sebanyak 37.5% memperoleh buku dari sesama pedagang buku dan 21.4% diperoleh dari bototters. Buku yang diperoleh pedagang sedikit yang berasal dari penerbit yaitu hanya sebesar 17.9 % karena membutuhkan modal yang relatif besar untuk mengambil buku-buku dari pihak penerbit.

4.1.8. Kondisi Pasca Relokasi

(21)

Tabel 4.7 Pengaruh Lokasi Usaha Terhadap Tingkat Pendapatan

Uraian Frekuensi Persentase (%)

Sangat tidak setuju 1 orang 1.8

Tidak setuju 2 orang 3.6

Setuju 26 orang 46.4

Sangat setuju 27 orang 48.2

Total 56 orang 100.0

Sumber: Data Sekunder (Kuesioner) 2015

Dari Tabel 4.7 dapat dilihat sebanyak 48.2% pedagang buku menyatakan sangat setuju dengan lokasi usaha mempengaruhi tingkat pendapatan. Pedagang buku yang setuju sebanyak 46.4%, kondisi ini sesuai dengan apa yang dikatakan Mazumdar dalam Alisjahbana (2005:74) yaitu, faktor lokasi usaha mempunyai pengaruh yang jauh lebih besar dibandingkan dengan lamanya usaha. Lokasi yang strategis mempunyai andil yang sangat besar bagi pendapatan sektor informal.

Relokasi menurut pedagang adalah memindahkan dari satu tempat berjualan ke lokasi berjualan yang lebih baik, tetapi relokasi ini tidak ke tempat yang lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari uraian tabel 4.8

Tabel 4.8 Kondisi Lokasi Berjualan Di Jl. Pegadaian

Uraian Frekuensi Persentase (%)

Tidak layak sama sekali 34 orang 60.7

Kurang layak 20 orang 35.7

Cukup layak 2 orang 3.6

Total 56 orang 100.0

(22)

Dari Tabel 4.8 dapat diliihat bahwa pedagang buku yang tergabung dalam organisasi P2BLM sebanyak 60.7% menyatakan kondisi di Jl. Pegadaian tidak layak sama sekali digunakan untuk berjualan dan 35.7% pedagang menyatakan kurang layak.

Tabel 4.9 Kondisi Sarana dan Prasarana

Uraian Frekuensi Persentase (%)

Sangat tidak baik 21 orang 37.5

Tidak baik 27 orang 48.2

Kurang baik 8 orang 14.3

Total 56 orang 100.0

Sumber : Data Sekunder (Kuesioner) 2015

Dari Tabel 4.9, dapat dilihat bahwa salah satu alasan pedagang untuk menolak relokasi dikarenakan sebanyak 27 orang (48.2%) pedagang menganggap sarana dan prasarana yang di sediakan Pemko Medan tidak baik dan sebanyak 37.5% pedagang menganggap sangat tidak baik. Tidak adanya fasilitas musholla, toilet umum, taman bacaan, ukuran kios yang kecil serta kios yang harus diperbaiki sendiri karena kondisinya tidak memungkinkan untuk menampung buku-buku pedagang, sebagai alasan pedagang menilai sarana dan prasarana yang disediakan oleh Pemko Medan mayoritas responden mengatakan tidak baik.

(23)

Tabel 4.10 Pendapatan Setelah Di Relokasi

Uraian Frekuensi Persentase (%)

Pendapatan menurun 48 orang 85.7

Tidak ada peningkatan 3 orang 5.4

Kurang meningkat 5 orang 8.9

Total 56 orang 100.0

Sumber : Data Sekunder (Kuesioner) 2015

Dari Tabel 4.10, dapat dilihat bahwa setelah di relokasi ke Jl. Pegadaian, sebanyak 85.7% pendapatan pedagang buku menurun dan 5.4% pedagang menyatakan tidak ada peningkatan sama sekali. Berdasarkan pengamatan peneliti, karena kurangnya sosialisasi dari pihak Pemko Medan mengenai relokasi sementara pedagang buku dan tidak strategisnya lokasi usaha pedagang buku.

4.1.8.1. Komunikasi Pedagang Buku

Adanya 2 organisasi pedagang buku di lokasi yang sama, menimbulkan komunikasi antar organisasi pedagang menjadi kurang baik. Tingkatan komunikasi antar organisasi pedagang dapat dilihat pada tabel 4.11.

Tabel 4.11 Komunikasi Antar Organisasi Pedagang Buku

Uraian Frekuensi Persentase (%)

Tidak baik 8 orang 14.3

Kurang baik 26 orang 46.4

Baik 21 orang 37.5

Sangat baik 1 orang 1.8

Total 56 orang 100.0

(24)

Dari tabel 4.11, dapat dilihat dengan adanya 2 organisasi pedagang buku, komunikasi yang terjalin antara sesama organisasi pedagang sebanyak 26 orang (46.4%) menyatakan komunikasi berjalan dengan kurang baik. Pedagang buku lainnya berjumlah 21 orang (37.5%) menilai bahwa komunikasi mereka baik dengan pedagang yang berbeda organisasi. Kondisi ini disebabkan perbedaan pendapat dan pemikiran tentang perjuangan untuk tetap bertahan di sisi timur Lapangan Merdeka yang menyebabkan komunikasi antar organisasi kurang baik.

Selama proses relokasi berlangsung, pemerintah yang seakan menempuh jalur penggusuran secara paksa menimbulkan keresahan dan hubungan komunikasi dengan pemerintah yang dapat diuraikan pada tabel 4.12

Tabel 4.12 Komunikasi Dengan Pemerintah

Uraian Frekuensi Persentase (%)

sangat tidak baik 8 orang 14.3

Tidak baik 18 orang 32.1

Kurang baik 22 orang 39.3

Baik 8 orang 14.3

Total 56 orang 100.0

Sumber : Data Sekunder (Kuesioner) 2015

(25)

ini dikarenakan Pemerintah banyak menjanjikan harapan yang tidak sesuai dengan kenyataan.

Dalam proses relokasi, pedagang buku menilai pihak pemerintah tidak bisa mengakomodasi tuntutan pedagang buku dengan baik. Kondisi ini dapat dilihat pada tabel 4.13

Tabel 4.13 Kinerja Pemerintah Dalam Relokasi

Uraian Frekuensi Persentase (%)

Sangat tidak baik 7 orang 12.5

Tidak baik 30 orang 53.6

Kurang baik 18 orang 32.1

Baik 1 orang 1.8

Total 56 orang 100.0

Sumber : Data Sekunder (kuesioner) 2015

(26)

Tuntutan revitalisasi karena pedagang buku sebagai cagar budaya Kota Medan dan pedagang buku meminta seharusnya mereka di bina oleh Pemko Medan untuk mengembangkan usaha kecil.. Hal Ini berdasarkan uraian Tabel 4.14.

Tabel 4.14 Membutuhkan Mengembangkan Usaha Oleh Pemerintah

Uraian Frekuensi Persentase (%)

Sangat tidak perlu 1 orang 1.8

Tidak perlu 1 orang 1.8

Perlu 32 orang 57.1

Sangat perlu 22 orang 39.3

Total 56 orang 100.0

Sumber : Data Sekunder (Kuesioner) 2015

(27)

4.2 Profil Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (P2BLM)

P2BLM didirikan pada 01 Maret 2013, merupakan organisasi pedagang buku bekas yang menolak untuk di relokasi ke Jl. Pegadaian. Pendirian organisasi ini merupakan bentuk kekecewaan pedagang buku terhadap organisasi pedagang buku bekas sebelumnya yaitu, ASPEBLAM yang memilih sepakat untuk direlokasi ke Jl. Pegadaian oleh Pemko Medan.

Organisasi ini bersekretariat di sisi timur Lapangan Merdeka Medan sebagai wadah bagi pedagang yang menolak untuk direlokasi. Akta pendirian organisasi yaitu Nomor: 48, tanggal 29 Juni 2013.

I. ANGGARAN DASAR BAB I

NAMA, WAKTU DAN TEMPAT KEDUDUKAN NAMA

Pasal 1

Organisasi ini bernama “ Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka Medan “ (P2BLM).

WAKTU Pasal 2

(28)

TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 3

Organisasi ini berkedudukan dan berkantor pusat di Kota Medan dengan cabang- cabang dan atau perwakilan- perwakilan di tempat-tempat lain menurut anggota inti (pengurus)

CIRI Pasal 5

Organisasi ini dibentuk dari kesadaran berkumpul / berorganisasi dari pedagang buku bekas, sehingga yang menjadi ciri setiap anggota adalah pedagang buku bekas Lapangan Merdeka Kota Medan

SIFAT Pasal 7

(29)

BAB IV

MAKSUD DAN TUJUAN Pasal 8

Maksud dan tujuan organisasi ini adalah :

I. Mempererat tali silahturahmi sesama pedagang buku bekas di sisi timur Lapangan Merdeka Medan dengan memberikan sumbangan bail materiil atau immateriil dalam organisasi Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka yang kemudian berkembang sebagai bagian organisasi untuk kesehjahteraan anggota khususnya dan masyarakat umumnya sehingga bermanfaat bagi bangsa dan negara

4.2.1. Susunan Kepengurusan Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka Medan (P2BLM)

Berikut ini adalah daftar nama pengurus organisasi P2BLM periode 2013-2016.

Penasihat : Nelson Nicolas Marpaung

H.Syamsul Bahri Lubis H.Rujaya

Lunik Pasaribu Aliman Batubara Lilik S. Lubis

Ketua : Sainan

(30)

Wakil Ketua : Yuan Pasaribu Wakil Ketua : Dedi Syahputra

Sekretaris : M. Hasrah Siregar

Wakil Sekretaris : M. Lindon Simatupang Wakil Sekretaris : Lina Br. Ginting Wakil Sekretaris : Sandy Sardi

Bendahara : Arningsih

Wakil Bendahara : Didi Siswanto

Sub Bidang :

I. Bidang Diklat , Keanggotaan dan Kaderisasi 1. Manarsar Panjaitan

2. Indra Sakti Lubis

II. Bidang Ekonomi dan Koperasi 1. Agus Eko Muchtarian Lubis 2. Ilham Malagandi Batubara

III. Bidang Sosial , Politik dan Budaya 1. Alizardi

(31)

IV. Bidang Hubungan Kemasyarakatan dan Lingkungan Hidup 1. Ramot Lubis

2. Fadli Syahputra

V. Bidang Keagamaan 1. M. Yusnan 2. Lisbet Tohang

4.3 Kepentingan Dinas Perumahan dan Permukiman

Pada tahun 2012, Pemko Medan melalui Dinas Perkim sebagai pelaksana teknis berencana merelokasi kembali pedagang buku bekas dan buku murah di sisi Timur Lapangan Merdeka. Pemko Medan menjelaskan kepada pedagang bahwa pada kawasan tersebut akan dibangun proyek sky bridge, city check in dan lahan parkir yang akan terintegrasi dengan Bandara Kuala Namu. Pembangunan ini menggunakan lahan dengan panjang 244 meter dan lebar 39 meter yang saat itu masih berdiri kios pedagang buku. Hal ini seperti yang dikatakan Pak Chairul Abidin dari Dinas Perumahan dan Permukiman Kota Medan :

(32)

Pihak dari Kementrian menginstruksikan kepada Pemko Medan agar dengan segera menyelesaikan proyek Sky bridge, city check in dan lahan parkir di karenakan Bandara Kuala Namu International akan segera dioperasikan. Pedagang berjualan berdasarkan aset Pemko berdasarkan pemerintahan Walikota sebelumnya yaitu, Bapak Drs. Abdillah. Program pembangunan tersebut merupakan program dari pusat dan harus terintegrasi semua sarana transportasi untuk mendukung Bandara Kuala Namu. Sinergitas transportasi pembangunan nasional menjadi dasar bagi pihak pemerintah Kota Medan wajib melaksanakan program tersebut di sisi timur Lapangan Merdeka. Lokasi tersebut merupakan tempat berjualan pedagang buku bekas. Pemerintah memiliki design lokasi relokasi yaitu, masterplan untuk merelokasi pedagang buku awalnya ke Jl. Mandala dan merupakan tanah dari PT.KAI. Program pembangunan tersebut terkendala dengan keengganan pedagang buku untuk pindah ke lokasi tersebut. Terdapat beberapa allternatif lokasi yang juga ditawarkan kepada pedagang buku seperti ke Taman Budaya, Perisan hingga ke Jl. Pegadaian.

(33)

“Sky bridge udah dibuat di perda kita dibangun disitu masalahnya sekarang harus menelusuri Bapeda. Masterplan kereta api orang tu bangunnya dimana kadang-kadang masterplan kami disini, kereta apai disini kan kami harus bersinergi jadi bukan kitab suci yang tidak bisa dirubah, tiap saat bisa berubah namanya produk manusia, siapa bilang RTRWK gak bisa dirubah, ya boleh boleh aja. Kita kan harus ikuti orang itu kereta api. Saya sekedar melanjutkan, di dalam buku perdanya kami bangun disitu, kalo gak kami bangun ngelanggar perda, APBD Kota Medan yang harus kita kerjakan dibahas di anggota dewan. Kalo dia gak tau berarti kan dia gak baca” (Wawancara, Januari 2015)

Dinas Perkim tidak ingin menjawab pertanyaan secara detail landasan hukum pembangunan sky bridge yang seharusnya di Jl. Jawa, Kecamatan Medan Timur karena bukan merupakan bagian tugas dari mereka, Dinas Perkim ditegaskan hanya sebagai pelaksana teknis. Pemerintah melakukan pendekatan dengan cara sosialisasi dengan surat peringatan sebanyak 3 kali dan melakukan pertemuan untuk mengakomodasi keinginan pedagang. Keinginan untuk pindah ke Jl. Pegadaian adalah merupakan keinginan dari pihak pedagang melalui organisasi Asosiasi Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (ASPEBLAM). ASPEBLAM dikatakan sebagai pedagang yang menurut dan mengikuti kemauan pemerintah. Pedagang yang bertahan dan menolak relokasi diberikan label negatif oleh pihak pemerintah. Stigmatisasi ini bertujuan untuk mendiskreditkan Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (P2BLM) terisolasi secara sosial. Kekerasan kultural yang termasuk didalamnya adalah streotipe mengenai gerakan perlawanan pedagang buku bahwa ketua dari P2BLM hanya ingin mendapatkan kios yang banyak untuk keuntungan secara pribadi. Ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Pak Muhkyar:

(34)

Penggusuran secara paksa dilakukan untuk mempercepat proses pembangunan tersebut. Dinas Perkim menyatakan tidak bisa lagi melakukan penggusuran secara paksa karena melanggar Hak Asasi Manusia. Batalnya penggusuran secara paksa untuk menjadi kekondusifan masyarakat karena berkaitan dengan Pemilu Legislatif untuk menjaga keamanan masyarakat Kota Medan dan dipilih dengan cara negoisasi. Pada saat proses pembangunan pekerja proyek pembangunan dipukul oleh pedagang buku. Ini sesuai dengan apa yang dikatakan Pejabat Pembuat Komitmen Pak Mukhyar :

“Kita ajaklah berembuk, kan jamannya pemilu legislatif suasana politik kan memanas, jadi lurah camat dinas perkim satpol pp kan menjaga suasana tetap kondusif. Berapa kali kita mau menggusur gak jadi. Pedagang yang mukuli pekerja yang disitu dipukulin perempuan yang mukul diadu ke polisi asin ceritanya. Indonesia kan ini boleh petugas dipukuli tapi coba masyarakat dipukuli, ini orang gak tau hak dan kewajiban pada saat sedang dibangun. pakar-pakar hukum kita membela itu. Datang satpol pp digusur disorot media dibilang Pemerintah kejam kan jadi dilema kita antara hak dan kewajiban”.(Wawancara, januari 2015)

4.4 Proses Terbentuknya Organisasi Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (P2BLM)

Pedagang buku pada saat berjualan di Titi Gantung memiliki paguyuban sesama pedagang buku bekas. Paguyuban tersebut dibentuk dengan tujuan untuk melakukan perlawanan menolak relokasi dari Titi Gantung ke sisi timur lapangan merdeka. Pedagang buku direlokasi dikarenakan Titi Gantung merupakan cagar budaya Kota Medan yang harus dijaga dan dilestarikan keindahannya.

(35)

buku bekas yaitu Asosiasi Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (ASPEBLAM). ASPEBLAM dibentuk juga berdasarkan paguyuban yang berasal dari Titi Gantung dan merubah nama karena lokasinya yang juga sudah berbeda yaitu di sisi timur lapangan merdeka. Pedagang menolak di relokasi dengan alasan Jl. Mandala by pass bukan merupakan pusat inti kota Medan dan lokasinya sangat jauh yang dikhawatirkan akan menurunkan omset penjualan buku bekas. Sainan mengatakan :

“Di tahun 2012 itu ada respon dari Pemko Medan untuk merelokasi kami ke Jl. Mandala by pass. Kami tidak menerima relokasi tersebut. Sejak itulah kami pedagang buku melakukan musyawarah dan rembukan untuk membentuk kelompok pedagang buku yang namanya ASPEBLAM yaitu, Asosiasi Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka Medan. Itu terbentuk karena adanya Pemko Medan mau merelokasi kami ke Jl. Mandala. Tujuan dibentuknya ASPEBLAM yang itu untuk melakukan satu penelitian maksud dan tujuan Pemko Medan merelokasi apakah itu menguntungkan pedagang atau tidak”. (Wawancara, 24 Januari 2015).

ASPEBLAM adalah organisasi yang dibentuk oleh pedagang buku bekas untuk menolak relokasi yang akan dilakukan Pemerintah Kota Medan dan memiliki tugas untuk melakukan kajian apakah relokasi tersebut menguntungkan pihak pedagang atau tidak. Keinginan semua pedagang pada saat akan direlokasi yaitu, mengambil komitmen untuk tetap bertahan di sisi timur Lapangan Merdeka.

(36)

Setelah mendapatkan hasil keputusan hasil rapat di Parapat, para pedagang yang awalnya menolak relokasi, namun akhirnya pengurus menyetujui untuk di relokasi tanpa memberitahukan kepada anggota pedagang buku bekas lainnya. Dengan alasan pedagang buku harus mengikuti aturan Pemko Medan. Hal ini karena sesuai dengan aspirasi anggota ASPEBLAM dan lokasi tempat yang akan digunakan sudah representatif serta Pemko Medan menyetujui hal tersebut. Ukuran kios 2 x 2 meter lebih besar dibandingkan di Lapangan Merdeka. Ukuran tempat dan lokasi usaha sejajar, berbeda dengan yang ada di Lapangan Merdeka, kios ada yang bertempat di belakang dan ada yang berada di depan. Kesepakatan syarat yang diajukan pengurus adalah :

1) Biaya relokasi dan pembangunan kios di lokasi baru ditanggung oleh Pemko Medan atau pihak yang ditunjuk Pemko.

2) Perpindahan dilaksanakan secara bersamaan.

3) Lokasi baru bagi pedagang harus sah secara hukum.

Usulan dan syarat disepakati oleh Pemko Medan dan Dinas Perumahan dan Permukiman agar menyiapkan dengan segera alas hukum lokasi yang akan di tempati pedagang buku bekas. Kebijakan pengurus yang awalnya menolak dan tiba-tiba sepakat untuk pindah mulai menimbulkan kecurigaan dan kekecewaan dari beberapa pedagang buku karena telah mengingkari hasil keputusan di rapat. Berdasarkan penuturan Bapak Fadli Syahputra sebagai berikut :

(37)

Kesepakatan tersebut ternyata hanya janji-janji belaka, karena Pemko Medan dianggap mengingkari hasil kesepakatan dengan pedagang, dikarenakan tidak kunjung jelas alas hukum lokasi kios yang akan dipakai dan sudah diberi surat pemberitahuan untuk mengosongkan kios. Hal ini menimbulkan amarah dan kekecewaan pedagang. Realisasi dari kekecewaan pedagang buku untuk kembali menolak relokasi yaitu, adanya aksi turun ke jalan dan melakukan demonstrasi. Aksi tersebut diikuti oleh pedagang buku, agar aspirasi mereka didengarkan pedagang memblokir Jalan. Stasiun, seputaran Lapangan Merdeka, Medan. Aksi ini dengan membakar ban bekas serta kayu untuk dibakar. Aksi ini untuk menolak relokasi ke Jl. Pegadaian dan segera membuat alas hukum bagi pedagang jika akan di relokasi.

Aksi pada tanggal 29 Oktober 2012 ini mendapat perhatian dari pengguna arus lalu lintas dan mengundang perhatian media massa untuk meliput mereka. Aksi ini sempat terjadi keributan antara Satpol PP dengan pedagang, hal ini dikarenakan Satpol PP berusaha untuk memadamkan api. Untuk menghindari bentrok Satpol PP akhirnya membiarkan aksi tersebut dan tidak jadi melakukan pemadaman api tersebut. Aksi bakar ban bekas dan kayu ini berada di 3 titik sepanjang Jalan Stasiun. Tumpukan kayu dan ban bekas ditumpuk untuk dibakar hingga menciptakan asap hitam mengepul ke udara. Pedagang juga mengeluarkan spanduk bertuliskan “Kami Menolak Relokasi, Jangan Gadaikan Kami Dengan Lapangan Parkir”. Kemacetan tak terhindarkan karena lokasi pedagang buku melakukan aksi di pusat kawasan kota tepat di depan stasiun kereta api.

(38)

merdeka. Bangunan pondasi tersebut harus menghancurkan tempat pedagang sebanyak 20 kios. Pengurus pada saat itu menyepakati hak tersebut dengan syarat perusahaan pengembang menyatakan akan membayar ganti rugi biaya harian yaitu sebesar Rp.50.000, - (lima puluh ribu rupiah) perhari kepada 20 pedagang yang kiosnya akan dirusak, dan apabila pada tanggal tersebut pelaksanaan pembangunan 180 kios belum selesai maka perusahaan akan memberikan tambahan biaya harian tersebut sebanyak 10 kali lipat dari biaya harian yang telah disepakati yaitu menjadi Rp.500.000, - (lima ratus ribu rupiah) per hari.

Namun, para pedagang 20 kios tersebut hanya menerima biaya harian selama 21 hari sebanyak Rp.700.000, (tujuh ratus ribu rupiah) yaitu 19 Desember 2012 s/d 10 Januari 2013, selebihnya yaitu sampai dengan Maret 2013 para pedagang ini tidak lagi menerima uang harian tersebut. Sampai dengan 18 Maret 2013 dan lokasi berjualan mereka belum kunjung selesai juga dibangun di Jl. Pegadaian serta alas hukum yang belum jelas. Hal ini beradasarkan penuturan dari Bapak M. Hasrah Siregar yang kiosnya termasuk dihancurkan di awal menyatakan :

(39)

apabila dalam jangka waktu yang dekat tidak juga dibayar maka pedagang buku akan melakukan demonstrasi. Hal itu tidak kunjung terjadi, tuntutan ganti rugi pedagang buku berlalu begitu saja tanpa ada kejelasan dari pihak pengembang. Berdasarkan kejadian tersebut memicu pedagang buku untuk membuat organisasi baru, karena merasa aspirasi mereka sudah tidak di dengarkan lagi oleh pengurus ASPEBLAM. Awal pertemuan anggota yang tidak sepakat berawal di Taman Sri Deli dengan diam-diam tanpa diketahui oleh pengurus ASPEBLAM. Kondisi ini sesuai dengan pernyataan Bapak Didi Siswanto yang mengatakan bahwa :

“Pengurus aspeblam ini udah gak betul, karena udah melanggar kesepakatan yang ada di aspeblam itu. Berarti ini ada udang di balik peyek kan gitu istilahnya kan pada saat itulah kami dan kawan-kawan yang tidak sepaham dengan aspeblam mengadakan pertemuan di Taman Sri Deli dengan tujuan membicarakan ketidaksetujuan kami dengan keputusan ASPEBLAM tadi. Itulah awal mulanya terbentuk (Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka) P2BLM”. (Wawancara, Januari 2015).

Kondisi ini sesuai dengan apa yang dikatakan Balridge sebagai fase pragerakan (premovement stage). Pedagang buku sebagai individu merasakan adanya tekanan sruktur dari Pemko Medan dan dari pengurus ASPEBLAM agar segera setuju untuk di relokasi. Fase pragerakan ditandai dengan berkumpulnya beberapa pedagang yang memiliki minat yang sama untuk berkumpul, yang merasakan kebencian, diskriminasi dan membentuk organisasi P2BLM sebagai awal gerakan. Terdapat dua penyebab terbentuknya Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka yaitu :

(40)

2) Anggota menganggap pengurus tidak bertanggung jawab atas ganti rugi terhadap penghancuran 20 kios awal yang diperuntukkan untuk pondasi awal sky bridge.

3) Anggota pedagang buku ingin tetap berjualan di sisi timur Lapangan Merdeka

Kondisi ini di pertegas dengan pernyataan Ibu Isdawati yang mengatakan kecewa terhadap pengurus ASPEBLAM dan tidak ada tanggung jawab dari pengurus untuk mengakomodir suara anggota pedagang buku. Berikut kutipan pernyataan beliau :

“Pengurus selalu mengambil keputusan sendiri, tidak ada kompromi dengan anggota. Pengurus semacam punya ambisi dan membodohi anggota yang lainnya. Seharusnya setiap dia ketemu dengan siapapun kalo mengambil suatu keputusan dan lain-lain mereka tidak berhak mengambil keputusan sendiri harus melalui keputusan anggota kalau sudah keputusan anggota kan berarti keputusan yang akurat ketidakcocokan pemikiran. Karena kita kan organisasi, itu yang membuat kita pecah, karena sebenarnya yang anggota mau bagaimana organisasi ini berjalan dengan prosedur yang ada tanpa ada embel-embel dan maksud tertentu. Karena ada keganjalan-keganjalan dalam organisasi itu maka kami memisahkan diri. Karena kita positif kalau kita lihat (pengurus) keluar jalur kita lebih bagus membangun organisasi yang baru dari hati ke hati bukan dari ambisi. Tidak ada kecocokan pengurus dan anggota lainnya. Dibentuknya P2BLM itu adalah wadah yang betul-betul menjalankan wadah organisasi itu yang sebenarnya. ” (Wawancara, 17 Januari 2015).

4.5 Tindakan Diskriminasi Penghancuran Kios Terhadap Pedagang Buku

(41)

sejumlah alat berat lainnya. Pada hari itu pedagang buku seperti biasa sedang membuka aktifitas transaksi jual beli buku di sisi timur Lapangan Merdeka. Saat pedagang buku memulai usaha mereka, terdapat sekelompok orang yang bernama Supriadi dengan membawa cangkul, martil dan alat berat lainnya masuk ke lokasi kios pedagang buku. Pedagang pada saat itu mengira bahwa mereka adalah pekerja proyek bangunan sky bridge yang lokasinya bersebelahan dengan kios pedagang buku.

Sekitar pukul 11.36 wib, tiba-tiba Supriadi menyuruh kawan-kawan merusak salah satu kios pedagang buku, dimana peristiwa pengrusakan tersebut membuat para pedagang terkejut dan panik lalu beramai-ramai mendatangi salah satu kios yang dirusak tersebut, sehingga sejumlah orang yang diperintah oleh Supriadi tersebut berhenti menghancuri kios. Para pedagang menanyakan kenapa kalian (supriadi dan kawan-kawan) merusak kios, lantas di jawab para perusak tersebut bahwa mereka melakukan pengrusakan karena disuruh oleh Supriadi dan mereka juga menyampaikan bahwa Supriadi sebagai kordinator lapangan yang memberi perintah untuk menghancurkan kios.

(42)

Sekitar pukul 12.10 wib, Supriadi dan kawan-kawan selanjutnya mengambil posisi mundur dan mengehentikan aksi penghancuran kios milik Yuan Pasaribu, begitupun dikarenakan sikap yang sangat tidak manusiawi (melakukan pengrusakan) yang dilakukan para perusak menimbulkan perasaan yang sama dari para pedagang untuk mempertahan hak untuk mencari kehidupannya, dan selanjutnya para pedagang tetap mengawasi serta berjaga untuk menghindari aksi pengrusakan susulan.

Sekitar Pukul 14.17 wib, Supriadi dan kawan - kawan kembali melakukan penghancuran salah satu kios, hingga membuat para pedagang secara spontan mendatangi dan menghadang lalu meminta kepada Supriadi dan kawan-kawan agar supaya menghentikan pengrusakan, lalu salah seorang suruhan Supriadi memerintahkan kepada kawan-kawanya untuk masuk ke dalam proyek yang bersebelahan dengan kios para pedagang buku bekas Lapangan Merdeka Medan. Terjadi bentrok dengan aksi saling dorong antara pedagang buku dengan oknum yang mengaku dari Pemko Medan. Kejadian tersebut beradasarkan pernyataan Fadli Syahputra :

(43)

pedagang ya ributlah. Menjerit pedagang, kumpul semua pedagang, bentrok belum sempat puku-pukulan cuman tolak-tolakan aja, gak lama itu datang pihak kepolisian medan barat di tengahi sama mereka yang sedikit beratnya ke kontraktor”. (Wawancara, Januari 2015)

Berdasarkan kejadian tersebut pedagang buku membuat laporan pengaduan ke pihak kepolisian. Pihak pelapor sebagai korban pengancaman dan pengrusakan kios pedagang buku yang tergabung dalam Pesatuan Pedagang Buku Lapangan Merdeka (P2BLM) merupakan tempat korban berjualan/berdagang/jual beli buku untuk mencari nafkah. Bersama dengan Kuasa Hukum P2BLM yaitu, Taufik Umar Dhani, pedagang memberikan surat pengaduan laporan. Pedagang menyatakan bahwa mereka yang cenderung untuk diperiksa dan di proses. Pihak Kepolisian secara tidak langsung membela oknum pihak Pemko atau Kontraktor, Supriadi. Ini sesuai dengan yang dikatakan Bapak Sainan :

“Kita yang melapor malah kita yang diperiksa sama pihak kepolisian dan penyidik, kita jumpa langsung dengan Polsek Medan Barat, sewaktu jaman Pak Nico. Malah kita yang diproses dan disidik. Nah pada saat itu untungnya kita membawa tim advokasi kita yaitu bang Taufik Umar Dhani. Nah, diliiatnya pembicaraan itu sudah tidak mengarah lagi kepada kita membuat pengaduan, malah kita yang di proses, dihentikan Dia terus. Awalnya kan kita mau ngadu kios kita di rusak, lama-lama kenapa kita yang disidik, kita langsung keluar dan gak mau lagi kami buat surat laporan lagi. Nah, disitu kan nampak bahwa pihak kepolisian membantu pihak pengembang”. (Wawancara, Januari 2015)

4.6 Awal Membangun Gerakan

(44)

mereka yang memiliki tujuan yang sama dan bukanlah organisasi formal berlandaskan perjuangan. Hal ini seperti apa yang dikatakan Koordinator Kontras

“Oleh karena itu, langkah yang kita bangun pertama adalah, membenahi organisasi pedagang dari organisasi STM (serikat tolong menolong) bahasa saya itu kemudian menjadi satu organisasi perjuangan” (Wawancara, Januari 2015)

Organisasi pedagang yang awalnya tidak memiliki Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/RT) kini memiliki hal tersebut. Ini bertujuan untuk mengubah organisasi pedagang buku ke arah yang lebih formal. Inilah yang dikatakan sebagai gerakan sosial karena pedagang awalnya tidak memiliki perencanaan yang matang. Gerakan sosial yang dimaksud adalah gerakan perlawanan yang bermaksud untuk mengeliminasi perubahan sosial yang tidak dikehendaki.

(45)

mendapatkan eksistensi pedagang buku, mendapatkan perhatian publik serta mendapatkan ruang untuk tetap bertahan hidup.

Pedagang buku memiliki beberapa tuntutan terhadap Pemko Medan yaitu, Pedagang buku bekas yang tergabung dalam P2BLM memiliki beberapa tuntutan terhadap Pemko Medan, yaitu :

1. Menolak Pemko Medan melakukan relokasi terhadap pedagang buku bekas lapangan merdeka, dan menuntut Pemko Medan untuk melakukan Revitalisasi.

2. Membatalkan Keputusan Walikota Medan Nomor: 511.3/1982 K/2012 tentang Penetapan Lokasi Pemindahan Pedagang Buku dari Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Ke Lokasi Jalan Pegadaianan, Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun Milik P.T. Kereta Api Indonesia tertanggal 25 Oktober 2012.

3. Menghentikan Tahapan Pembangunan City Check In, Sky Bird, Dan City Card Bandara Internasional Kuala Namu Dengan Berdasarkan SK Walikota Medan Nomor: 511.3/1982 K/2012 Tertanggal 25 Oktober 2012. 4. Mengembalikan Lokasi Peruntukan Yang Sebenarnya Atas Pembangunan

City Check In, Sky Bridge, Dan City Card Bandara Internasional Kuala Namu diatas lahan Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Medan (Pemko Medan) Di Jalan Jawa Medan.

(46)

Pedagang Buku dari Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Ke Lokasi Jalan Pegadaianan, Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun Milik P.T. Kereta Api Indonesia tertanggal 25 Oktober 2012.

4.7 Perlawanan Secara Terang-Terangan

Gerakan perlawanan ini ditafsirkan sebagai perlawanan secara langsung dan terbuka yang ditujukkan kepada pihak Pemko Medan. Keberanian pedagang buku bekas untuk melakukan perlawanan secara terang-terangan merupakan akumulasi kekecewaan ketika tuntutan mereka tidak diakomodir dengan baik oleh pemerintah. Pedagang berani melakukan tindakan perlawanan dikarenakan yakin tidak menyalahi aturan dan di advokasi oleh Kontras yang di dukung oleh kelompok elemen masyarakat. Perlawanan ini ditujukan semata-mata kepada Pemko Medan bukan ditujukan kepada ASPEBLAM. Gerakan perlawanan yang dilakukan secara terbuka ini untuk menyampaikan aspirasi pedagang buku untuk diikutsertakan berpartisipasi dalam penyusunan konsep penataan pedagang buku.

(47)

dengan melakukan aksi terbuka secara terus menerus yang bertujuan untuk menghilangkan budaya top-down dan menganggap bahwa Pemko Medan serta pedagang harus bersatu mewujudkan pemerintahan yang adil. Perlawanan secara terang-terangan ini dimulai dengan, menolak relokasi, melakukan demonstrasi dan menerobos masuk gedung DPRD.

4.7.1. Menolak Relokasi

Pedagang buku menolak untuk direlokasi dari sisi timur Lapangan Merdeka ke Jl. Pegadaian, Keluarahan Aur, Kecamatan Medan Maimun. Hal ini beradasarkan lokasi yang tidak strategis, dan penempatan kios di Lapangan Merdeka sah secara hukum. Lokasi di Jl. Pegadaian, tidak banyak masyarakat yang tidak mengetahui tempat tersebut karena bukan berada di pusat Kota Medan. Pedagang buku memiliki kesadaran untuk menolak relokasi dibangkitkan kesadarannya oleh Bapak Lilik Sukamto Lubis dan Herdensi Adnin dari pihak Kontras yang mengadvokasi pedagang buku sebagai fase membangun kesadaran (awakening stage). Pada fase ini sesuai yang dikatakan Baldrige mereka melakukan sosialisasi untuk membawa kelompok tertindas yaitu, P2BLM untuk memahami dan menghargai kekuatan mereka sendiri sehingga tergugah untuk melakukan resistensi. Seperti yang diungkapkan Ibu Isdawati :

(48)

untuk masyarakat kok jadi beliau yang ngajari masyarakat untuk melanggar hukum”. (Wawancara, Januari 2015).

Relokasi ini tidak diinginkan oleh pedagang, yang menuntut kepastian apabila mereka dipindahkan akan ada surat Walikota dan perjanjian terhadap pemakaian kios. Kebijakan Peraturan Daerah yang tidak sesuai, melanggar kebijakan Pemko Medan itu sendiri yang menurut pedagang menolak relokasi tersebut. Kawasan Lapangan Merdeka secara lokasi lebih strategis daripada Jl. Pegadaian. Banyaknya debu dan kendaraan yang melintas di tepi jalan mengancam nyawa pembeli dan penjual. Ini dikhawatirkan akan menurunya pendapatan menjual buku. Lokasi di Pegadaian sangat tidak nyaman, kerasnya suara kereta api , kendaraan roda dua dan kendaraan roda empat yang melintas, panasnya terik matahari serta tidak ada pohon yang rindang, membuat membaca buku di lokasi tersebut tidak konsentrasi ketika hendak membeli dikeluhkan oleh pedagang buku.

Telah berdiri pusat perbelanjaan kompleks Centre Point juga menjadi alasan pedagang untuk menolak relokasi tersebut. Menurut, Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kota (RTRWK) Medan Tahun 2011-2031, pembangunan sky bridge, city check in dan lahan parkir diperuntukkan di lokasi Jl. Jawa Kecamatan Medan Timur tepat berada di lokasi kompleks Centre Point tersebut. Hal ini berdasarkan apa yang dikatakan M. Hasrah Siregar :

(49)

Kota Medan yang dianggap sebagai pasar dibangun dan dirancang untuk membangun kawasan pusat bisnis. Pembangunan pusat perbelanjaan dikembangkan untuk menumbuhkan budaya konsumtif masyarakat Kota Medan. Pembangunan kompleks Centre Point tersebut mengorbankan pedagang buku yang tidak dapat dapat porsi yang lebih dalam skala pembangunan. Penolakan relokasi dilakukan dengan cara tetap bertahan dan berjualan di sisi Timur Lapangan Merdeka dengan mengacuhkan surat pemberitahuan pengosongan kios untuk segera pindah ke Jl. Pegadaian. Kawasan sisi timur Lapangan Merdeka juga di pasangi spanduk tentang menolak relokasi oleh pedagang buku.

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Sumatera Utara dan organisasi Persatuan Pedagang Buku Bekas Lapangan Merdeka (P2BLM) menyertakan beberapa alasan dengan landasan hukum, yaitu :

1. Bahwa pedagang buku yang dimaksud adalah para pedagang buku Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan atau Lapangan Sepatu Roda di Lapangan Merdeka Medan yang tergabung dalam P2BLM dimana berdagang atau berjualan dan atau melakukan kegiatan usaha jual beli buku-buku dilokasi tersebut berdasarkan suatu kekuatan/dasar legalitas yang diterbitkan pemerintahan Kota Medan, dimana legalitas yakni:

(50)

- Surat Keputusan (SK) Walikota Medan No. : 510/1034/K/2003 Tentang Penetapan Lokasi Jalan Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Menjadi Lokasi Tempat Berjualan/ Kios-Kios Pedagang Buku Eks Titi Gantung, Jalan Irian Barat, Jalan Jawa, Jalan Veteran Dan Jalan Sutomo Medan, Tertanggal 18 Juli 2013.

- Surat Perjanjian Pemakaian Kios Tempat Berjualan Buku Jalan Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Nomor:511.3/5750.B tertanggal 22 Juli 2003 .

- Surat Penetapan hasil Pengundian Kios Tempat Berjualan Buku Jalan Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Nomor:511.3/5750. A tertanggal 16 Juli 2003.

2. Bahwa keberadaan pedang buku tersebut dalam berdagang atau berjualan dan atau melakukan kegiatan usaha jual beli buku-buku dilokasi tersebut, telah dilegalisasi oleh Pemerintah Kota Medan menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari keberadaanya sebagai cagar budaya dan sejarah Kota Medan sebagaimana termaktub dalam alasan dasar menimbang huruf (a) dalam SK Walikota Medan No. : 510/1034/K/2003 tertanggal 18 Juli 2003 tersebut.

(51)

Persetujuan DPRD Kota Medan No. : 646/624 tertanggal 11 Juli 2003, -dan selanjutnya isi petikan dari alinea ke-2 dalam Surat Persetujuan DPRD Kota Medan, adapun petikan surat berbunyi, yakni :

“Bahwa setelah mempelajari dan meneliti serta melakukan pembahasan atas permohonan tersebut diatas, pada perinsipnya Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Medan, Mendukung Sepenuhnya dan setuju untuk dilakukan Revitalisasi Cagar Budaya Titi Gantung Medan”.

4. Bahwa keberadaan pedang buku tersebut dalam berdagang atau berjualan dan atau melakukan kegiatan usaha jual beli buku-buku dilokasi tersebut merupakan cagar budaya dan sejarah Kota Medan, dimana menjadi kewajiban yang mengikat bagi Pemko Medan atas perintah peraturan untuk menjaga dan melindunginya, sebagaimana dalam Ketentuan Pasal 12 huruf (b) Peraturan Daerah Kota Medan No. : 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilyah Kota Medan Tahun 2011-2031 yang berbunyi, yakni :

“Perlindungan terhadap kota pusaka dalam rangka konservasi warisan budaya, termaksud warisan budaya yang diakui sebagai warisan dunia”

5. Bahwa Keputusan Walikota Medan Nomor: 511.3/1982 K/2012 tentang Penetapan Lokasi Pemindahan pedagang Buku dari Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Ke Lokasi Jalan Pegadaianan Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun Milik P.T. Kereta Api Indonesia tertanggal 25 Oktober 2012, telah diduga keputusan Walikota tersebut telah melawan hukum dan untuk itu harus batal demi hukum, dimana adapun alasan batal demi hukumnya keputusan Walikota Medan tersebut, yakni:

(52)

Pedagang Buku, Tertanggal 25 September 2012, dimana lokasi pemindahan (relokasi) terhadap para pedagang Lapangan Merdeka Medan tersebut ke lokasi Jalan Pegadaian tersebut dengan sampai saat ini belum mendapatkan persetujuan tertulis dalam persetujuan izin pemberian relokasi atas asset negara yang kelolaan tersebut dari Direksi P.T Kereta Api Indonesia (Persero);

- Bahwa asset negara merupakan barang milik negara atau kekayaan negara sehingga pelepasan terhadap asset negara tersebut atau peralihan peruntukan asset negera harus pesetujuan izin dari berdasarkan pemerintah pusat, sebagaiman diatur pada Pasal 2 huruf (g) Ketentuan UU No.17 tahun 2003 tentang keuang Negara, jo Pasal 46 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 merupakan perubahan dari Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah jo Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 96/PMK.06/2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtangan Barang Milik Negara, jo Surat Edaran Menteri Keuangan R.I. Nomor : SE-2/MK.1/2012 tentang Pedoman Penghapusan Barang Milik Negara di Lingkungan Kementerian Keuangan, dimana persetujuan izin tersebut, yakni :

(53)

pengalihan peruntukan tersebut dari Menteri Perhubungan Negara Republik Indonesia;

- Bahwa pengalihan peruntukan atas aset negara merupakan kekayaan negara tersebut yang dikelola oleh PT. Kereta Api Indonesia di Jalan Pegadaian tersebut sampai dengan saat belum dan atau tidak mendapatkan persetujuan dan pemberian izin pengalihan peruntukan tersebut dari Menteri Keuangan Negara Republik Indonesia;

- Bahwa pengalihan peruntukan atas aset Negara merupakan kekayaan negara tersebut yang dikelola oleh PT. Kereta Api Indonesia di Jalan Pegadaian tersebut sampai dengan saat ini juga belum dan atau mendapatkan persetujuan peralihan peruntukan tersebut dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI).

6. Bahwa Keputusan Walikota Medan Nomor: 511.3/1982 K/2012 tentang Penetapan Lokasi Pemindahan Pedagang Buku dari Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Ke Lokasi Jalan Pegadaian Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun Milik P.T. Kereta Api Indonesia tertanggal 25 Oktober 2012, dimana lokasi Jalan Pegadaian masih berada di dalam ruang manfaat jalur kereta api, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka (4) jo Pasal 37 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, adapun pasal tersebut berbunyi, yakni :

(54)

jalur kereta api, dan ruang pengawasan jalur kereta api, termasuk bagian atas dan bawahnya yang diperuntukkan bagi lalu lintas kereta api “.

Pasal 37 Ayat (1)

7. Bahwa Keputusan Walikota Medan Nomor: 511.3/1982 K/2012 tentang Penetapan Lokasi Pemindahan Pedagang Buku dari Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Ke Lokasi Jalan Pegadaian Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun Milik P.T. Kereta Api Indonesia tertanggal 25 Oktober 2012, dimana lokasi Jalan Pegadaian tersebut merupakan lokasi larangrang pembangun di sepanjang jalur hijau sesuai dengan peraturan Walikota Nomor : 09 Tahun 2009;

: “Ruang manfaat jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 huruf a dari jalan rel dan bidang tanah di kiri dan kanan jalan rel beserta ruang di kiri, kanan, atas, dan bawah yang digunakan untuk konstruksi jalan rel dan penempatan fasilitas operasi kereta api serta bangunan pelengkap lainnya “.

8. Bahwa telah diduga ada upaya dengan itikad tidak baik untuk mengkriminalisasi para pedagang buku tersebut, dimana perbuatannya dengan dugaan telah membuat suatu Keputusan Walikota Medan Nomor: 511.3/1982 K/2012 tentang Penetapan Lokasi Pemindahan Pedagang Buku dari Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Ke Lokasi Jalan Pegadaian Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun Milik P.T. Kereta Api Indonesia tertanggal 25 Oktober 2012, yang selanjutnya lokasi Jalan Pegadaian tersebut masih berada di dalam ruang manfaat jalur kereta api,

(55)

2012 tersebut, maka perbuatan para pedagang buku yang mempati lokasi tersebut merupakan perbuatan melawan hukum yang diancam pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sebagaimana diatur dalam ketentuan pidana Pasal 192 UU No. 23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian, adapun pasal tersebut berbunyi, yakni:

Pasal 192

10. Bahwa Keputusan Walikota Medan Nomor: 511.3/1982 K/2012 tentang Penetapan Lokasi Pemindahan pedagang Buku dari Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Ke Lokasi Jalan Pegadaian Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun Milik P.T. Kereta Api Indonesia tertanggal 25 Oktober 2012 telah sangat diduga sengaja melawan hukum, dimana perbuatan Pemerintah Kota Medan yang menerbitkan surat keputusan tersebut yang tidak mempunyai dasar hukum dan pijakan yang beralaskan hukum sehingga Pemko Medan diduga telah sengaja berbuat dengan kekuasaan yang sebagian dimandatkan rakyat kepadanya untuk berbuat atau bertindak secara sewenang-wenang terhadap rakyat dalam keadaan melawan hukum.

: “Setiap orang yang membangun gedung, membuat tembok, pagar, tanggul, dan bangunan lainnya, menanam jenis pohon yang tinggi, atau menempatkan barang pada jalur kereta api, yang dapat mengganggu pandangan bebas dan membahayakan keselamatan perjalanan kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah)”.

(56)

peraturan terhadap para pedagang buku tersebut sangat patut menurut hukum untuk dilindung oleh pemerintah, dimana para pedangan tersebut tetap berdagang atau berjualan dan atau melakukan kegiatan usaha jual beli buku-buku dilokasi Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Lapangan Sepatu Roda sebagaimana sesuai dengan kekuatan legalitas dan legitimasinya tersebut diatas;

12. Bahwa Pemko Medan Wajib Mengembalikan Lokasi Peruntukan Yang Sebenarnya Atas Pembangunan City Check In, Sky Bridge, dan City Card Bandara Internasional Kuala Namu Diatas Lahan Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Medan (Pemko Medan) Di Jalan Jawa Medan, dimana adapun alasannya,yakni :

- Bahwa telah terjadi Nota kesepakatan antara Departemen Perhubungan RI (Sekarang Kementrian Perhubungan RI) dengan Pemko Medan Tentang Rencana Program yang termaktub dalam dokumen perencanaan dan Design Enggineering Detail (DED), dimana isi nota kesepakat tersebut menegaskan terhadap Pembangunan City Check In, Sky Bridge, dan City Card Bandara Internasional Kuala Namu Diatas Lahan Hak Pengelolaan Pemerintah Kota Medan (Pemko Medan) yang terletak di Jalan Jawa, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan dengan luas tanah ± 2,6 ha² (dua koma enam hektar);

(57)

2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031, berbunyi :

“Angka (4) Stasiun kerata api sebagaimana yang dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi :…huruf (e) Stasiun Kereta Api City Check in di Kecamatan Medan Timur”

- Bahwa sampai dengan saat ini pihak DPRD Kota Medan dan Pemerintah Kota Medan belum melakukan perubahan terhadap Peraturan Daerah Kota Medan No. : 13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Medan Tahun 2011-2031, dimana dengan demikian tidak ada alasan hukum dan atau tidak ada alasan pembenaran hukum (kekuatan legalitas) untuk melakukan Pembangunan City Check In, Sky Bird, dan City Card dilokasi Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan, Kecamatan Medan Barat;

- Bahwa pihak pengembang telah membangun proyek jembatan layang (sky bridge) dilokasi antara Stasiun Kerata Api Medan dengan Sisi Timur lapangan Merdeka Medan, dimana proyek pembangunan tersebut tidak mempunyai dasar hukum atau kekuatan legalitas, untuk itu atas perintah kekuasaan hukum (Republik Indonesia sebagai negara hukum) dan keadilan maka proyek pembangunan tersebut wajib berhenti atau ditunda dan atau tidak dapat dilaksanakan;

(58)

Tahun 2011-2031, maka akibat berubahan Peraturan Daerah Kota Medan No. : 13 Tahun 2011 tersebut pada hakekatnya telah terjadi pemindahtangan Barang Milik Negara/ Kekayaan Negara berupa tanah dan/atau bangunan;

- Bahwa akibat hukum telah terjadi pemindahtangan Barang Milik Negara/ Kekayaan Negara berupa tanah dan/atau bangunan tersebut, dimana pemindahtangannya harus mendapatkan persetujuan dari otoritas pemerintah pusat dan DPR RI sebagaimana sesuai dengan ketentuan Pasal 2 huruf (g) Ketentuan UU No.17 tahun 2003 tentang keuang Negara, jo Pasal 46 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 merupakan perubahan dari Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah jo Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor : 96/PMK.06/2007 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan dan Pemindahtangan Barang Milik Negara, jo Surat Edaran Menteri Keuangan R.I. Nomor : SE-2/MK.1/2012 tentang Pedoman Penghapusan Barang Milik Negara di Lingkungan Kementerian Keuangan.

(59)

telah terjadinya pemindahtanganan Barang Milik Negara/ Kekayaan Negara berupa tanah dan/atau bangunan, pengalihan Barang Milik Negara/ Kekayaan Negara berupa tanah dan/atau bangunan dan perubahan peruntukan Barang Milik Negara/ Kekayaan Negara berupa tanah dan/atau bangunan tersebut diatas.

14. Bahwa Pemerintah Kota (Pemko) Medan telah menjadikan kawasan tempat berjualan buku di sisi timur lapangan merdeka menjadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dari keberadaanya sebagai cagar budaya dan sejarah Kota Medan sebagaimana termaktub dalam alasan dasar menimbang huruf (a) dalam SK Walikota Medan No. : 510/1034/K/2003 tertanggal 18 juli 2003 tersebut, namun diduga dengan sengaja untuk dinegasikan atau setidak-tidaknya diabaikan oleh Pemko Medan dengan cara melawan hukum dengan menerbitkan Surat Keputusan (SK) Walikota Medan Nomor: 511.3/1982 K/2012 tentang Penetapan Lokasi Pemindahan Pedagang Buku dari Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Ke Lokasi Jalan Pegadaian Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun Milik P.T. Kereta Api Indonesia tertanggal 25 Oktober 2012;

(60)

13 Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilyah Kota Medan Tahun 2011-2031 jo UU Nomor 5 Tahun 1992 Tentang benda Cagar Budaya jo. UU Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya Jo pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia;

16. Bahwa pemerintah wajib melakukan penghentikan tindakan diskriminasi dan perbuatan melawan hukum yang telah diduga diperbuat atau dilakukan oleh Pemerintah Kota Medan dengan sengaja menerbitkan suatu Surat Keputusan Walikota Medan Nomor: 511.3/1982 K/2012 tentang Penetapan Lokasi Pemindahan Pedagang Buku dari Sisi Timur Lapangan Merdeka Medan Ke Lokasi Jalan Pegadaianan, Kelurahan Aur, Kecamatan Medan Maimun Milik P.T. Kereta Api Indonesia tertanggal 25 Oktober 2012, dimana tindakan diskriminatif tersebut adalah dengan membiarkan pihak yang lain berusaha/berjualan disisi barat lapangan merdeka; adapun dasar dan alasan-alasan pemerintah melakukan penghentian tindakan diskriminasi tersebut, yakni :

- Bahwa perbuatan Pemko Medan dengan menerbitkan SK Wali Kota Nomor 511.3/1982 K/2012 terhadap pedagang buku yang tergabung dalam organisasi P2BLM adalah suatu perbuatan yang diduga sengaja melakukan tindakan diskriminanasi terhadap pedagang buku tersebut sebagaimana yang telah diatur dalam ketentuan pasal 1 ayat (3) jo Pasal 3 ayat (3) UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, yang berbunyi :

(61)

tak langsung didasarkan pada pembedaan manusia atas dasar agama, suku, ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, keyakinan politik, yang berakibat pengurangan, penyimpangan atau penghapusan pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan baik individual maupun kolektif dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan aspek kehidupan lainnya”.

Pasal 3 ayat (3)

- Bahwa dugaan perbuatan diskriminasi yang dilakukan oleh Pemko Medan dengan menerbitkan SK Wali Kota Nomor : 511.3/ 1982 K/ 2012 tersebut terhadap pedagang buku tersebut wajiblah dihentikan karena perbuatan tersebut telah diduga melanggar Hak Asasi Manusia (HAM), dan untuk itu menjadi kewajiban pemerintah untuk bertanggung jawab, menghormati, melindungi, menegakan dan memajukan HAM tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 71 jo. Pasal 72 UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, dimana berbunyi :

: “Setiap orang berhak atas perlindungan hak asasi manusia dan kebebasan dasar manusia, tanpa diskriminasi”

Pasal 71 : “Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh negara Republik Indonesia”.

Pasal 78 : “Kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan negara, dan bidang lain”.

(62)

- Pasal 4,6 ayat (1) dan (2) Konvenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya

Alasan di atas merupakan sudut pandang Kontras yang menonjolkan dari aspek hukum dan hak asasi manusia, seperti yang diungkapkan Bapak Herdensi Adnin :

(63)

4.7.2. Menerobos Masuk Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Medan

Aksi ini merupakan manifestasi kekecewaan pedagang terhadap aparatur negara yaitu, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan. Pedagang telah mengadukan nasib mereka kepada anggota DPRD Medan dan di terima langsung oleh ketua DPRD Medan. Pertemuan tersebut untuk memfasilitasi pedagang untuk dengar pendapat dengan pihak-pihak terkait seperti, PT.KAI dan Pemko Medan. Dalam pertemuan tersebut, DPRD Medan menetapkan keputusan untuk mendukung relokasi yang di lakukan oleh Pemko Medan, walaupun pedagang menolak keputusan tersebut Pemko Medan dan DPRD Medan tetap bersikukuh dengan keputusan mereka. Kecewa dengan hal tersebut, pedagang melakukan persiapan untuk melakukan aksi di gedung DPRD. Ketidakpuasan pedagang yang dialami diikuti dengan tindakan untuk mempolitisir ketidakpuasan tersebut. Adanya kesenjangan nilai harapan dengan kenyataan mempercepat proses perlawanan pedagang buku terhadap pihak pemerintah.

(64)

agar tidak diketahui oleh penjaga keamanan. Hal ini berdasarkan penuturaan yang diungkapkan Ketua P2BLM Bapak Sainan :

“Kami dan kawan-kawan ke DPR yang sedang melakukan sidang paripurna yang dihadiri Walikota Medan (Plt) yaitu Pak Eldin tentunya pada saat mereka sidang, kami juga udah di dalam sama pedagang buku yang udah ada di dalam gedung DPRD itu. Kami satu per satu naik ke ruangan sidang itu menerobos dan serta gulungan poster ama spanduk digulung supaya gak ketauan, meminta pada security untuk berjumpa dengan Eldin untuk melakukan audiensi akhirnya diterima juga sama pihak security kami pun tatap muka sama Walikota untuk menyampaikan aspirasi kami untuk menolak relokasi”. (Wawancara, Januari 2015)

Melihat pedagang buku berhasil masuk ke dalam gedung DPRD, Bapak Drs. H.Dzulmi Eldin terkejut mengapa mereka bisa masuk ke dalam. Bapak Eldin pada saat sedang di wawancarai di ruang sidang oleh wartawan pedagang melakukan orasi dan meneriakkan “Hidup Pedagang Buku” di hadapan para anggota DPRD. Pedagang buku juga memberikan selebaran-selebaran kepada anggota DPRD dan meminta dukungan yang isinya menolak relokasi, menuntut revitalisasi karena mereka sebagai cagar budaya Kota Medan. Pedagang buku langsung berhadapan di depan meja Bapak Plt Walikota saat itu. Dewan Pembina P2BLM yaitu, Lilik Sukamto Lubis menerangkan langsung tentang sejarah pedagang buku bekas yang dulunya berada di Titi Gantung. Menjelaskan bahwa pedagang buku ikut melestarikan nilai-nilai sejarah dari berjualan buku bekas yang sebenarnya merupakan anak angkat dari Pemko Medan. Walikota Medan sekarang Drs. H. Dzulmi Eldin menyatakan dengan jawaban normatif kepada pedagang buku. Berdasarkan rekaman video percakapan Drs. H.Dzulmi Eldin kepada pedagang buku :

(65)

maka dibatalkan lagi SK Walikota itu di Pegadaian. Saya tahu itu kesepakatan, karena ada perjanjian. Besok akan kita akan adakan pertemuan dengan PT.KAI bagaimana kesepakatannya dan nanti kalian akan diundang juga”. (Rekaman Video P2BLM)

Gerakan sosial pedagang buku ini sesuai dengan apa yang dikatakan Sujatmiko dalam buku “Gerakan Sosial” menekankan pada ranah politik dengan menerobos masuk gedung DPRD Medan untuk memaksa Pemko Medan tidak merelokasi pedagang buku melainkan melakukan revitalisasi sebagai win-win solutions antara kedua pihak. Pedagang melakukan “class actions” untuk memaksa Pemko Medan sebagai aktor yang mempunyai otoritas politik untuk menghasilkan kebijakan yang adil sesuai dengan aspirasi pedagang buku. Kebijakan SK Walikota dirubah secara sepihak tanpa ada kejelasan lokasi hak pemakaian kios di Jl. Pegadaian.

4.7.3. Demonstrasi

Aksi turun ke jalan untuk melakukan orasi dan menyampaikan aspirasi merupakan bentuk perlawanan pedagang buku terhadap Pemko Medan. Sebelum melakukan demonstrasi, pedagang melakukan diskusi dan konsolidasi bersama aliansi petani, nelayan, buruh dan organisasi kemahasiswaan yang di fasilitasi oleh Kontras. Strategi ini untuk menentang kebijakan Pemko dan merupakan aksi damai yang menolak kekerasan. Frekuensi demonstrasi dilakukan secara terus menerus untuk menekan Pemko Medan sebagai bentuk protes untuk mendapatkan posisi nilai tawar (bargainning power) dalam mendapatkan apa yang diinginkan oleh pedagang buku.

(66)

mereka menolak untuk di relokasi dan menyatakan akan tetap bertahan di sisi timur Lapangan Merdeka, walaupun akan di gusur paksa. Dinas Perkim yang mewakili Pemko Medan sudah mengirimkan surat sosialisasi terhadap pedagang buku tetapi hal tersebut diabaikan oleh pedagang buku hingga batas waktu 3 x 24 jam sampai tanggal 19 Juni 2013. Pada 20 Juni 2013 pedagang buku melakukan aksi dengan memblokir Jalan Stasiun Kereta Api. Pihak Pemko Medan melakukan eksekusi lahan secara paksa terhadap kios pedagang buku. Untuk melakukan penggusuran, sebanyak 450 petugas dikerahkan, terdiri dari kepolisian, Satpol PP, TNI. Tak hanya menggusur, Pemko Medan langsung membongkar dan meratakan kios pedagang buku di lokasi itu para petugas yang akan dikerahkan terdiri dari Polresta Medan (90 orang), Brimob (30 orang), Denpom I/5 Medan (5 orang), Kodim 0201/BS (15 orang), Yon Maharnian (30 orang), Lanud Soewondp (30 orang), Dinas TRTB Kota Medan (20 orang), Dinas Perkim Medan (5 orang), Satpol PP Medan (180 orang) dan petugas dari Pemko Medan, Kecamatan, Kelurahan dan Lingkungan (45 orang). Beberapa alat berat juga diturunkan guna membongkar kios tersebut seperti 2 buldoser dan gas air mata. Kondisi ini seperti yang diungkapkan Didi Siswanto :

“Terjadi penggusuran secara paksa , bahwasanya kami harus pindah dari lapangan merdeka dengan pemko mengerahkan tentara, brimob, marinir, angkatan laut dan angkatan udara beserta 2 buldoser. Karena kami merasa kuat kami melawan dengan cara mempertahankan lapangan merdeka”(.Wawancara, Januari 2015)

Gambar

Tabel 4.1. Jenis Kelamin
Tabel 4.2 Komposisi Pedagang Buku Berdasarkan Suku
Tabel 4.3 Tingkat Pendidikan
Tabel 4.4 Pendapatan Per Bulan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ijma>liy, yaitu penafsiran al-Qur'an dengan ringkas hanya menjelaskan sisi global dari makna ayat yang ditafsirkan. Itnabiy/ tafsiliy, yaitu penafsiran dengan cara

Hubungan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA .(Skripsi).. Jakarta: Universitas Islam

Demikian surat rekomendasi ini dibuat dengan sesungguhnya dan tanpa ada paksaan dari pihak manapun serta akan dilaksanakan dengan sebagaimana mestinya. Seberapa dekat

The geometry of a single patch antenna using two slots with different height for dual frequency operation feed by microstrip feed line can be shown in Figure 1a and 1b.. The

Studi Pertumbuhan dan Hasil Produksi Jamur Tiram Putih (Pleorotus ostreatus) Pada Media Tumbuh Jerami Padi dan Serbuk Gergaji.. Jurnal Produksi Tanaman Volume 1

[r]

Lafarge Cement Indonesia (LCI) Lhoknga, Aceh Besar, melaksanakan Program Corporate Social Responsibility (CSR) sesuai dengan Memorium of Understanding (MoU) antara

14) Peserta didik membacakan kalimat kompleks tulisan aksara Sunda dengan yang baik dan benar, dengan tanggung jawab.