STUDI PERBANDINGAN PENJADWALAN PROYEK METODE
LINE OF BALANCE (LoB) DAN PRECEDENCE DIAGRAM
METHOD (PDM) PADA PEKERJAAN BERULANG (REPETITIF)
(Studi Kasus Proyek Perumahan Maysa Tamansari Residence)
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Penyelesaian Pendidikan Sarjana Teknik Sipil
Disusun Oleh:
DEKO SANJAYA
09 0404 105
BIDANG STUDI STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
LEMBAR PENGESAHAN
STUDI PERBANDINGAN PENJADWALAN PROYEK METODE
LINE OF BALANCE (LoB) DAN PRECEDENCE DIAGRAM
METHOD (PDM) PADA PEKERJAAN BERULANG (REPETITIF)
(Studi Kasus Proyek Perumahan Maysa Tamansari Residence)
TUGAS AKHIR
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Syarat Untuk Menempuh Ujian Sarjana Teknik Sipil NIP. 19611231 198111 1 001
Penguji I Penguji II
Ir. BESMAN SURBAKTI, MT M. AGUNG P. HANDANA, ST. MT
19541012 198003 1 004 19821206 201012 1 005
Mengesahkan:
Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara
Prof. Dr. -Ing. JOHANNES TARIGAN NIP. 19561224 198103 1 002
BIDANG STUDI STRUKTUR
DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
ABSTRAK
Pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan yang berulang (repetitif) pada proyek
perumahan, tidak selalu harus diselesaikan untuk satu unit rumah terlebih dahulu
baru kemudian untuk unit kedua, ketiga dan seterusnya. Hal ini pasti tidak efektif
dalam penggunaan sumber daya, durasi proyek, dan berimbas pada membengkaknya
biaya proyek. Pelaksanaan proyek multi unit yang ditandai dengan adanya
pekerjaan-pekerjaan yang berulang sebaiknya direkayasa dalam penggunaan sumber daya yang
lebih efektif dengan cara perpindahan kelompok pekerja setiap item pekerjaan dari
unit yang satu ke unit yang lainnya (kontinyu). Penggunaan metode penjadwalan
proyek line of balance (LoB) dan precedence diagram method (PDM) ternyata mampu memberikan penjadwalan proyek dengan penggunaan sumber daya tenaga
kerja yang tak terputus (kontinyu). Pada proyek perumahan Maysa Tamansari
Residence yang menjadi studi kasus pada menelitian ini diperoleh durasi waktu
untuk 3 unit rumah couple adalah 58 minggu dengan penggunaan sumber daya yang tak terputus. Kelemahan dari metode LoB adalah tidak terlihatnya hubungan
ketergantungan yang jelas antar pekerjaan. Maka metode precedence diagram method (PDM) dapat digunakan untk mengatasi hal tersebut. Perpaduan kedua metode dapat memberikan penjadwalan yang efektif baik dari kontinyuitas
penggunaan sumber daya maupun hubungan ketergantungan antar pekerjaan.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Allah SWT, atas rahmat-Nya, sehingga
saya dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik. Shalawat dan salam tidak lupa
saya curahkan untuk Rasullullah Muhammad SAW, atas kerasulan beliau ilmu
pengetahuan dapat berkembang seperti sekarang ini.
Tugas akhir ini berjudul “STUDI PERBANDINGAN PENJADWALAN
PROYEK METODE LINE OF BALANCE (LOB) DAN PRECEDENCE
DIAGRAM METHOD (PDM) PADA PEKERJAAN BERULANG
(REPETITIF)”. Tugas akhir ini merupakan suatu persyaratan bagi setiap mahasiswa
Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara untuk mendapatkan gelar
Sarjana Teknik Sipil.
Dalam penyelesaian tugas akhir ini maupun selama saya menempuh
pendidikan Sarjana Teknik Sipil di Universitas Sumatera Utara, tidak terlepas dari
dukungan, saran, dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu secara khusus
saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Ir. Syahrizal, MT, selaku dosen pembimbing akademik, dosen
pembimbing skripsi, dan sekretaris Departemen Teknik Sipil, Fakultas
Teknik, Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr.-Ing. Johannes Tarigan, selaku ketua Departemen Teknik
Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak/ Ibu dosen dan staff tata usaha Departemen Teknik Sipil, Fakultas
Teknik, Universitas Sumatera Utara.
4. Teristimewa ayah saya Jailani, ibu saya Indrawati, adik-adik saya Fathin
Fazira, Amita Mastura, Agil Imam Alhafizi, yang selalu memberikan
dukungan, motivasi, dan doa.
5. Teristimewa Martina Asti Rahayu, yang selalu membuat saya termotivasi,
pantang menyerah, bersemangat, dan menjadi lebih baik dari waktu ke
waktu.
6. Gustina Arifin Prawira dan Muhamad Rizki Ridho, atas dukungan dan
7. Teman-teman seperjuangan teknik sipil angkatan 2009, Fathoni Tamara
Gusty, Arief Mayriza, Aulia Rahman, Irwan Sakti, Muhammad Ryan
Syahputra, Muhammad Khairul Syahputra, Teuku Diputra Kerliansyah,
Arlia Fachreny, Eviroza Indah Savitri, Firdha Aulia Ariyani, Mia Karlina
Mierza, Putri Mutia Hafni, Afriyansyah, Khairun Nazli, Muhammad
Fandhu Al’adiat, Perkasa, Agus Budiman, Benny Pradana, Dewi, Kevin, Hana Maulana, Muhammad Multazam, dan lainnya yang tidak bisa saya
sebutkan namanya satu persatu.
8. Abang/ kakak/ adek seperjuangan teknik sipil angkatan 2006, 2007, 2008,
2010, sedikit banyak telah membantu saya dalam menyelesaikan
pendidikan di Departemen Teknik Sipil FT USU.
Akhir kata semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Wassallam.
Medan, Oktober 2013
Penulis
Deko Sanjaya
DAFTAR ISI
1.4.Manfaat Penelitian 05
1.5.Batasan Masalah 05
1.6.Sistematika Penulisan 06
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 08
2.1.Manajemen Proyek 08
2.2.Proyek Konstruksi 09
2.2.1.Jenis-jenis Proyek Konstruksi 11
2.2.2.Tahap Kegiatan Dalam Proyek Konstruksi 12
2.3.Perencanaan Proyek 18
2.3.1.Work Breakdown Structure (WBS) 19
2.3.2.Perencanaan Sumber Daya 22
2.4.Penjadwalan Proyek 25
2.4.1.Metode Penjadwalan Proyek 28
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 51
3.1.Lokasi Proyek Penelitian 51
3.3.Metode Analisis Penelitian 52
BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN 54
4.1.Umum 54
4.2.Analisis Data Proyek 54
4.3.Penjadwalan Proyek Metode LoB 55
4.3.1.WBS Proyek 56
4.3.2.Logika Ketergantungan Pekerjaan 61
4.3.3.Penggambaran Diagram LoB 63
4.4.Penjadwalan Proyek Metode PDM 71
4.4.1.Logika Ketergantungan Pekerjaan 71
4.4.2.Pehitungan Kedepan ES dan EF 72
4.4.3.Perhitungan Kebelakang LS dan LF 75
4.4.4.Hitungan Pekerjaan Kritis 78
4.4.5.Penggambaran Diagram Preseden 79
4.5.Perbandingan Penjadwalan Proyek Metode LoB dan PDM 83
4.6.Pengaturan Tenaga Kerja 83
4.7.Paradoksal LoB 84
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 85
5.1.Kesimpulan 85
5.2.Saran 86
DAFTAR PUSTAKA 87
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1.1. Contoh penjadwalan proyek multi unit (repetitif) 04
Gambar 2.1. Three dimentional objective 10
Gambar 2.2. Triple constrain 10
Gambar 2.3. Komponen harga satuan 24
Gambar 2.4. Contoh penjadwalan proyek metode barchart 31 Gambar 2.5. Contoh penjadwalan proyek metode barchart – kurva S 34
Gambar 2.6. Contoh interupsi 36
Gambar 2.7. Contoh restraint 37
Gambar 2.8. Buffer lokasi dan buffer waktu 37
Gambar 2.9. Barchart untuk 3 unit berulang 39
Gambar 2.10. Diagram LoB transfer barchart untuk 3 unit berulang 39 Gambar 2.11. Diagram loB untuk 3 unit berulang 39
Gambar 2.12. Node PDM 42
Gambar 2.13. Hubungan kegiatan I dan J 43
Gambar 2.14. Hubungan kegiatan I dan J 44
Gambar 2.15. Hitungan kedepan dan kebelakang kegiatan splitable 45 Gambar 2.16. Hitungan kedepan dan kebelakang kegiatan non-splitable 45
Gambar 2.17. Hubungan FS 47
Gambar 2.18. Hubungan SS 48
Gambar 2.19. Hubungan FF 48
Gambar 2.20. Hubungan SF 49
Gambar 2.21. Contoh penjadwalan proyek metode PDM 50
Gambar 3.1. Bagan alir penelitian 53
Gambar 4.1. Time schedule project 65
Gambar 4.2. Diagram garis transfer dari data time schedule project 66 Gambar 4.3. Logika ketergantungan pekerjaan dan aliran tenaga kerja 62
Gambar 4.4. Time schedule project dengan penyederhanaan WBS 67 Gambar 4.5. Rescheduling dengan penyederhanaan WBS 67
Gambar 4.7. Line of balance (LoB) untuk 1 unit rumah 67
Gambar 4.8. Barchart untuk 3 unit rumah 68
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1. Tahap pengadaan/ pelelangan 16
Tabel 2.2. Hitungan kedepan dan kebelakang kegiatan splitable 45 Tabel 2.3. Hitungan kedepan dan kebelakang kegiatan non-splitable 46
Tabel 4.1. Daftar pekerjaan proyek 56
Tabel 4.2. Data WBS dan data durasi waktu pekerjaan 60
Tabel 4.3. Logika ketergantungan 71
Tabel 4.4 Perhitungan ke depan ES dan EF 74
Tabel 4.5. Perhitungan ke belakang LS dan LF 77
Tabel 4.6. Hitungan kegiatan kritis 78
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Gambar kerja (shop drawing) Lampiran 2 Rencana anggaran biaya (RAB)
ABSTRAK
Pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan yang berulang (repetitif) pada proyek
perumahan, tidak selalu harus diselesaikan untuk satu unit rumah terlebih dahulu
baru kemudian untuk unit kedua, ketiga dan seterusnya. Hal ini pasti tidak efektif
dalam penggunaan sumber daya, durasi proyek, dan berimbas pada membengkaknya
biaya proyek. Pelaksanaan proyek multi unit yang ditandai dengan adanya
pekerjaan-pekerjaan yang berulang sebaiknya direkayasa dalam penggunaan sumber daya yang
lebih efektif dengan cara perpindahan kelompok pekerja setiap item pekerjaan dari
unit yang satu ke unit yang lainnya (kontinyu). Penggunaan metode penjadwalan
proyek line of balance (LoB) dan precedence diagram method (PDM) ternyata mampu memberikan penjadwalan proyek dengan penggunaan sumber daya tenaga
kerja yang tak terputus (kontinyu). Pada proyek perumahan Maysa Tamansari
Residence yang menjadi studi kasus pada menelitian ini diperoleh durasi waktu
untuk 3 unit rumah couple adalah 58 minggu dengan penggunaan sumber daya yang tak terputus. Kelemahan dari metode LoB adalah tidak terlihatnya hubungan
ketergantungan yang jelas antar pekerjaan. Maka metode precedence diagram method (PDM) dapat digunakan untk mengatasi hal tersebut. Perpaduan kedua metode dapat memberikan penjadwalan yang efektif baik dari kontinyuitas
penggunaan sumber daya maupun hubungan ketergantungan antar pekerjaan.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Proyek konstruksi merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam jangka
waktu tertentu dengan sumber daya yang terbatas dan dituntut untuk dapat
menyelesaikan suatu pekerjaan sesuai waktu, mutu, dan biaya yang dialokasikan.
Seiring dengan perkembangan dunia konstruksi yang begitu pesat,
pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan juga akan semakin komplek. Untuk mengatur dan
mengelola serangkaian pekerjaan proyek konstruksi tersebut maka diperlukan suatu
manajemen yang baik. Salah satu cara yang dilakukan adalah membuat penjadwalan
proyek secara sistematis.
Dewasa ini sering kita temukan proyek konstruksi yang melakukan
pekerjaan-pekerjaan yang sama dan berkelanjutan pada satu proyek. Sehingga kebutuhan akan
pemakaian sumber daya juga berkelanjutan, seperti pembangunan rumah-rumah pada
proyek-proyek perumahan, ruas-ruas jalan pada proyek jalan raya, proyek
pemasangan pipa dan sebagainya.
Proyek multi unit ini digolongkan sebagai pekerjaan-pekerjaan yang berulang
(repetitif). Dalam banyak kasus muncul sebagai hasil pemecahan atau penguraian
dari suatu pekerjaan umum menjadi beberapa pekerjaan khusus. Penjadwalan proyek
yang tidak memperhitungkan pekerjaan-pekerjaan yang berulang ini akan
menyebabkan unit pekerjaan yang berulang tersebut mengalami penundaan (lag), hal ini akan berpengaruh pada lamanya durasi dari proyek tersebut serta
Untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada proyek-proyek seperti
ini diperlukan metode penjadwalan proyek yang dapat mengakomodir permasalahan
tersebut, yaitu mampu memfasilitasi aliran sumber daya yang tak terputus dari satu
unit ke unit berikutnya. Karena itu seringkali persyaratan ini yang menjadi tolak ukur
penentuan waktu mulai pekerjaan, dan menentukan seluruh durasi proyek.
Merencanakan jadwal proyek multi unit dengan pengulangan pekerjaan berarti sama
dengan meminimalkan durasi proyek dengan memperhatikan batasan-batasan
kontinyuitas sumber daya.
Ada beberapa metode penjadwalan proyek yang berkembang pada saat ini,
seperti metode bagan balok (barchart), metode kurva S (Hanumm curve), metode penjadwalan linear line of balance (LoB), dan metode jaringan kerja (network planning) yang terdiri dari critical path method (CPM), precedence diagram method
(PDM) dan sebagainya. Metode-metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan
masing-masing. Pemilihan penggunaan metode penjadwalan tersebut didasarkan atas
kebutuhan dan hasil yang ingin dicapai terhadap kinerja penjadwalan.
Proyek perumahan Maysa Tamansari Residence yang berlokasi di jalan Setia
Budi Pasar 2 Tanjung Sari, Medan, penjadwalan proyek dilakukan dengan
menggunakan kurva S, penjadwalan proyek dengan metode ini paling sering
digunakan pada proyek konstruksi, karena dapat menunjukkan kemajuan proyek
berdasarkan pekerjaan, waktu dan bobot pekerjaan yang direpresentasikan dalam
bentuk kurva.
Namun, metode ini kurang efektif jika digunakan dalam proyek-proyek yang
mengerjakan pekerjaan yang berulang karena tidak bisa mengoptimalkan
mempertahankan kontinyuitas pekerjaan sehingga penggunaan sumber daya menjadi
tak terputus. Selain itu metode ini juga tidak dapat memberikan informasi yang
mendetail hanya terbatas untuk menilai kemajuan proyek saja.
Untuk proyek konstruksi yang melakukan pekerjaan berulang, metode line of balance (LoB) dikenal lebih efektif digunakan terutama pada proyek dengan jumlah pekerjaan yang relatif sedikit, begitu juga dengan precedence diagram method
(PDM), merupakan metode jaringan kerja yang penyajiannya relatif lebih sederhana
jika diterapkan pada proyek-proyek dengan pekerjaan-pekerjaan yang berulang serta
Gambar 1.1. Contoh penjadwalan proyek multi unit (repetitif) dengan menggunakan metode Barchart, LoB, PDM pada konstruksi perumahan untuk 3 unit berulang
(Sumber: Jurnal Media Teknik Sipil, Budi Laksito, 2005).
1.2.Rumusan Masalah
Dengan memperhatikan hal-hal yang telah dipaparkan dalam latar belakang,
maka muncul permasalahan sebagai berikut:
1. Seberapa efektif metode line of balance (LoB) dan precedence diagram method (PDM) mampu merencanakan jadwal proyek pada pekerjaan yang berulang dengan tetap mempertahankan kontinyuitas pekerjaan sehingga
penggunaan sumber daya menjadi tak terputus.
2. Apakah kelebihan dan kelemahan metode line of balance (LoB) dan
precedence diagram method (PDM) jika digunakan pada proyek konstruksi yang melakukan pekerjaan berulang, dalam hal ini yang
menjadi objek studi adalah proyek perumahan Maysa Tamansari
Residence, yang berlokasi di jalan Setia Budi Pasar 2 Tanjung Sari,
1.3.Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan penjadwalan proyek
menggunakan line of balance (LoB) dan precedence diagram method (PDM) pada proyek yang melakukan pekerjaan berulang (repetitif), serta mengetahui kelebihan
dan kekurangan masing-masing metode jika diterapkan pada proyek konstruksi yang
melakukan pekerjaan berulang.
1.4.Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis, menjadi sarana untuk menerapkan ilmu pengetahuan yang
diperoleh dari bangku perkuliahan yang dituangkan dalam suatu penelitian
terhadap studi kasus dilapangan.
2. Bagi akademisi, dapat menjadi bahan bacaan dan literatur untuk penulisan
karya ilmiah yang berhubungan dengan manajemen konstruksi khususnya
penjadwalan proyek.
3. Bagi pelaku konstruksi, dapat menjadi bahan bacaan dalam
mempertimbangkan metode penjadwalan proyek yang akan digunakan
terhadap kasus yang sama.
1.5.Batasan Masalah
Penelitian ini akan dibatasi pada:
1. Penerapan teknik-teknik penjadwalan yang dibahas dalam proyek ini
2. Penelitian ini tidak merencanakan ulang struktur, desain ataupun arsitektur
dari proyek.
3. Sumber daya dalam hal ini tenaga kerja, bekerja sesuai dengan bidang
pekerjaannya saja, tidak ada tenaga kerja serba guna yang mampu
mengerjakan beberapa jenis pekerjaan yang berbeda.
4. Durasi pengerjaan setiap item pekerjaan yang digunakan dalam membuat
penjadwalan proyek berasal dari data yang dibuat oleh pihak kontraktor/
developer tanpa adanya perhitungan ulang.
1.6.Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan laporan penelitian ini terdiri dari lima bab.
Masing-masing bab dibagi dalam sub bab mengenai pokok pembahasan, kemudian diuraikan
dengan tujuan dapat diketahui permasalahan yang dibicarakan. Adapun sistematika
penulisan penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN, terdiri dari latar belakang, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penulisan, batasan masalah dan sistematika
penulisan.
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA, terdiri dari uraian tentang teori dasar yang
digunakan dalam mendukung penelitian ini.
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN, terdiri dari kerangka pemecahan
masalah dan gambaran umum dalam pengumpulan data, pengolahan data
BAB IV: ANALISIS DAN PEMBAHASAN, terdiri dari pembahasan mengenai
penyelesaian masalah dikaitkan dengan teori maupun literatur secara
sistematis.
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN, terdiri dari kesimpulan hasil penelitian
dan saran yang diperlukan atas pembahasan dan penyelesaian masalah
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Manajemen Proyek
Manajemen proyek terdiri dari dua kata yaitu “Manajemen” dan “Proyek”.
Menurut Husen (2009:2), manajemen adalah suatu ilmu pengetahuan tentang seni
memimpin organisasi yang terdiri atas kegiatan perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengendalian terhadap sumber-sumber daya terbatas dalam usaha
mencapai tujuan dan sasaran yang efektif dan efisien.
Manajemen merupakan proses terpadu dimana individu-individu sebagai
bagian dari organisasi dilibatkan untuk memelihara, mengembangkan,
mengendalikan, dan menjalankan program-program yang kesemuanya diarahkan
pada sasaran yang telah ditetapkan dan berlangsung terus menerus seiring dengan
berjalannya waktu (Dipohusodo, 1996:2).
Sedangkan proyek adalah upaya yang diorganisasikan untuk mencapai tujuan,
sasaran dan harapan-harapan penting dengan menggunakan anggaran dana serta
sumber daya yang tersedia, yang harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu
(Dipohusodo, 1996:9).
Menurut Husen (2009:4), proyek adalah gabungan dari sumber-sumber daya
seperti manusia material, peralatan, dan modal/ biaya yang dihimpun dalam suatu
wadah organisasi sementara untuk mencapai sasaran dan tujuan.
Sebuah proyek adalah usaha yang kompleks, tidak rutin, yang dibatasi oleh
waktu, anggaran, sumber daya, dan spesifikasi kinerja yang dirancang untuk
Berdasarkan definisi tersebut dapat disimpukan beberapa pengertian dari
manajemen proyek. Manajemen proyek adalah penerapan ilmu pengetahuan,
keahlian dan keterampilan, cara teknis yang terbaik dan dengan sumber daya yang
terbatas, untuk mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditentukan agar mendapatkan
hasil yang optimal dalam hal kinerja biaya, mutu dan waktu serta keselamatan kerja
(Husen 2009:4).
Menurut Ervianto (2005:21), manajemen proyek adalah semua perencanaan,
pelaksanaan, pengendalian, dan koordinasi suatu proyek dari awal (gagasan) hingga
berakhirnya proyek untuk menjamin pelaksanaan proyek secara tepat waktu, tepat
biaya dan tepat mutu.
2.2.Proyek Konstruksi
Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya dilaksanakan
satu kali dan umumnya mempunyai waktu yang pendek dimana awal dan akhir proyek
relatif pasti.
Menurut Dipohusodo (1996:69), proyek konstruksi adalah proyek yang
berkaitan dengan upaya pembangunan sesuatu bangunan infrastruktur, yang
umumnya mencakup pekerjaan pokok yang termasuk dalam bidang teknik sipil dan
arsitektur.
Karakteristik proyek konstruksi dapat dipandang dalam tiga dimensi yaitu unik,
membutuhkan sumber daya, dan membutuhkan organisasi (Ervianto, 2005:12).
Bersifat unik: tidak pernah terjadi rangkaian kegiatan yang sama persis
(tidak ada proyek yang identik, yang ada adalah proyek sejenis), proyek
Membutuhkan sumber daya (resources): sumber daya yang terlibat di proyek, yaitu pekerja (men), uang (money), mesin (manchines), metode (methods) dan bahan(materialis).
Membutuhkan organisasi: setiap organisasi mempunyai beragam tujuan
dimana didalamnya terlibat sejumlah individu dengan keahlian yang
bervariasi, perbedaan ketertarikan, kepribadian yang bervariasi dan
ketidakpastian.
Gambar 2.1. Three dimentional objective
Kemudian kinerja proyek konstruksi dapat diukur berdasarkan tiga kendala
(triple constrain): sesuai spesifikasi yang ditetapkan (tepat mutu), sesuai time schedule (tepat waktu), dan sesuai biaya yang direncanakan (tepat biaya).
Gambar 2.2. Triple constrain
Rangkaian kegiatan yang dilakukan pada proyek konstruksi dapat dibedakan
atas dua jenis, yaitu kegiatan rutin dan kegiatan proyek. Kegiatan rutin adalah suatu
lama, sedangkan kegiatan proyek adalah rangkaian kegiatan yang hanya satu kali
dilaksanakan dan umumnya berlangsung dalam jangka waktu yang pendek dengan
jangka waktu yang relatif pasti. Oleh karena itu, suatu kegiatan proyek mempunyai
awal dan akhir yang jelas serta hasil kegiatan yang bersifat unik (Ervianto, 2005:13).
2.2.1.Jenis-Jenis Proyek Konstruksi
Menurut Ervianto (2005:14), proyek konstruksi dapat dibedakan menjadi dua
jenis kelompok bangunan, yaitu:
Bangunan gedung: rumah, kantor, pabrik dan lain-lain. Ciri-ciri dari
kelompok bangunan ini adalah:
1. Proyek konstruksi menghasilkan tempat orang bekerja atau tinggal.
2. Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang relatif sempit dan kondisi
pondasi umumnya sudah diketahui.
3. Manajemen dibutuhkan, terutama untuk progressing pekerjaan.
Bangunan sipil: jalan, jembatan, bendungan, dan infrastruktur lainnya.
Ciri-ciri dari kelompok bangunan ini adalah:
1. Proyek konstruksi dilaksanakan untuk mengendalikan alam agar
berguna bagi kepentingan manusia.
2. Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang luas atau panjang dan
kondisi pondasi yang sangat berbeda satu sama lain dalam suatu
proyek.
Kedua kelompok bangunan tersebut sebenarnya saling tumpang tindih, tetapi
pada umumnya direncanakan dan dilaksanakan oleh disiplin ilmu perencana dan
pelaksanaan yang berbeda.
2.2.2.Tahap Kegiatan Dalam Proyek Konstruksi
Kegiatan konstruksi adalah kegiatan yang harus melalui suatu proses yang
panjang dan didalamnya dijumpai banyak masalah yang harus diselesaikan.
Disamping itu, di dalam kegiatan konstruksi terdapat suatu rangkaian kegiatan yang
berurutan dan berkaitan. Biasanya rangkaian kegiatan tersebut dimulai dari lahirnya
suatu gagasan yang muncul dari suatu kebutuhan (need), pemikiran kemungkinan keterlaksanaannya (feasibility study), keputusan untuk membangun dan pembuatan penjelasan (penjabaran) yang lebih rinci tentang rumusan kebutuhan tersebut
(briefing), penuangan dalam bentuk rancangan awal (preliminary design), pembuatan rancangan yang lebih rinci dan pasti (design development dan detail design), persiapan administrasi untuk pelaksanaan pembangunan dengan memilih caoln
pelaksana (procurement), kemudian pelaksanaan pembangunan pada lokasi yang telah disediakan (construction), serta pemeliharaan dan persiapan penggunaan bangunan tersebut (maintenance, start-up, dan implementation). Kegiatan membangun berakhir pada saat bangunan tersebut mulai digunakan (Ervianto,
2005:15).
Lagi menurut Ervianto (2005:16), beberapa aspek yang harus dikaji dalam
setiap tahapan merupakan kerangka dasar dari proses konstruksi. Aspek ini terbagi
Aspek fungsional: konsep umum, pola operasional, program tata ruang,
dan lain sebagainya.
Aspek lokasi dan lapangan: iklim, topografi, jalan masuk, prasarana,
formalitas hukum, dan lain sebagainya.
Aspek konstruksi: prinsip rancangan, standar teknis, ketersediaan bahan
bangunan, metoda membangun dan keselamatan operasi.
Aspek operasional: adminstrasi proyek, arus kas, kebutuhan perawatan,
kesehatan dan keselamatan kerja.
2.2.2.1. Tahap Studi Kelayakan
Studi kelayakan proyek merupakan studi awal yang dilakukan terhadap suatu
rencana proyek. Pada tahap ini akan dilakukan studi apakah suatu proyek tersebut
layak atau tidak untuk dilaksanakan, baik dari aspek perencanaan dan perancangan,
aspek ekonomi (biaya dan sumber pendanaan), maupun aspek lingkungan. Jadi studi
kelayakan ini bertujuan untuk meyakinkan pemilik proyek (owner) bahwa proyek konstruksi yang diusulkannya layak untuk dilaksanakan.
Menurut Ervianto (2005:16), kegiatan yang dilaksanakan pada tahap studi
kelayakan (feasibility study) adalah:
1. Menyusun rancangan proyek secara kasar dan membuat estimasi biaya
yang diperlukan untuk menyelesaikan proyek tersebut.
2. Meramalkan manfaat yang akan diperoleh jika proyek tersebut
dilaksanakan, baik manfaat langsung (manfaat ekonomis) maupun
3. Menyusun analisa kelayakan proyek, baik secara ekonomis maupun
finansial.
4. Menganalisis dampak lingkungan yang mungkin terjadi apabila proyek
tersebut dilaksanakan.
2.2.2.2. Tahap Penjelasan
Setelah studi kelayakan proyek dilaksanakan dan dinyatakan layak untuk
dilanjutkan, pemilik proyek (owner) melakukan penjelasan (briefing) kepada konsultan perencana proyek. Hal yang disampaikan mengenai fungsi proyek dan
biaya yang diizinkan sehingga konsultan perencana dapat secara tepat menafsirkan
keinginan pemilik proyek dan membuat taksiran biaya yang diperlukan.
Menurut Ervianto (2005:17), kegiatan yang dilaksanakan pada tahan
penjelasan (briefing) adalah:
1. Menyusun rencana kerja dan menunjuk para perencana dan tenaga ahli.
2. Mempertimbangkan kebutuhan pemakai, keadaan lokasi dan lapangan,
merencanakan rancangan, taksiran biaya, persyaratan mutu.
3. Mempersiapkan ruang lingkup kerja, jadwal waktu, taksiran biaya dan
implikasinya, serta rencana pelaksanaan.
4. Mempersiapkan sketsa dengan skala tertentu sehingga dapat memberikan
gambaran berupa denah dan batas-batas proyek.
2.2.2.3. Tahap Perancangan
agar mendapatkan persetujuan dari pemilik proyek dan pihak berwenang yang
terlibat. Tahap ini juga mempersiapkan informasi pelaksanaan yang diperlukan,
termasuk gambar rencana dan spesifikasi, serta melengkapi semua dokumen tender.
Menurut Ervianto (2005:17), kegiatan yang dilaksanakan pada tahap
perancangan (design) adalah:
1. Mengembangkan ikhtisar proyek menjadi penyelesaian akhir.
2. Memeriksa masalah teknis.
3. Meminta persetujuan akhir ikhtisar dari pemilik proyek.
4. Mempersiapkan:
a. Rancangan skema (perancangan) termasuk taksiran biaya.
b. Rancangan terinci.
c. Gambar kerja, spesifikasi dan jadwal.
d. Daftar kuantitas.
e. Taksiran biaya akhir.
f. Program pelaksanaan pendahuluan, termasuk jadwal waktu.
2.2.2.4. Tahap Pengadaan/ Pelelangan
Setelah tahap perancangan diselesaikan oleh konsultan perencana, maka tahap
selanjutnya adalah mencari penyedia jasa yang akan menjadi pelaksana konstruksi.
Proses ini disebut procurement. Salah satu cara untuk mencari penyedia jasa adalah dengan pelelangan atau tender. Pelelangan didefinisikan sebagai berikut.
Serangkaian kegiatan untuk menyediakan barang/ jasa dengan cara menciptakan
persaingan yang sehat diantara penyedia barang/ jasa yang setara dan memenuhi
syarat, berdasarkan metode dan tata cara tertentu yang telah ditetapkan dan diikutioleh
Pelaksanaan pelelangan di Indonesia diatur oleh Keputusan Presiden Republik
Indonesia tentang Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Keppres
tentang Pelaksanaan APBN). Keppres yang mengatur pengadaan barang dan jasa
telah beberapa kali mengalami penyempurnaan, yang terbaru adalah Keppres No. 80
Tahun 2003.
Secara umum kegiatan yang dilakukan dalam tahap pengadaan/ pelelangan
adalah sebagai berikut.
Tahap Kegiatan Dokumen
Prakualifikasi Dokumen Disain
Gambar rencana, anggaran biaya, syarat lelang,
spesifikasi, bill of quantity (BOQ) Waktu penyesuaian
Pengumuman lelang
Dokumen Lelang
Gambar rencana, spesifikasi, bill of quantity Pendaftara lelang
Pelaksanaan konstruksi Dokumen Kontrak
Gambar rencana, anggaran biaya, spesifikasi,
bill of quantity, persyaratan kontrak, berita
acara penjelasan pekerjaan, bentuk surat
penawaran, bentuk kontrak addendum, change order
Pemeliharaan
2.2.2.5. Tahap Pelaksanaan
Tahap pelaksanaan (construction) ini bertujuan mewujudkan bangunan yang dibutuhkan oleh pemilik proyek yang telah dirancang oleh konsultan perencana
dalam batasan biaya (tepat biaya), waktu yang telah disepakati (tepat waktu), dan
dengan mutu yang telah disyaratkan (tepat mutu).
Menurut Ervianto (2005:18), kegiatan yang dilakukan adalah merencanakan,
mengoordinasi, mengendalikan semua operasional dilapangan.
Kegiatan perencanaan dan pengendalian adalah:
1. Perencanaan dan pengendalian jadwal waktu pelaksanaan.
2. Perencanaan dan pengendalian organisasi lapangan.
3. Perencanaan dan pengendalian tenaga kerja.
4. Perencanaan dan pengendalian peralatan dan material.
Kegiatan koordinasi adalah:
1. Mengoordinasikan seluruh kegiatan pembangunan, baik untuk bangunan
sementara maupun bangunan permanen, serta semua fasilitas dan
perlengkapan yang terpasang.
2. Mengoordinasikan para subkontraktor.
3. Penyeliaan umum.
2.2.2.6. Tahap Pemeliharaan dan Persiapan Penggunaan
Tahap pemeliharaan dan persiapan penggunaan (maintenance and start up) ini bertujuan untuk menjamin kesesuaian bangunan yang telah selesai dilaksanakan
dengan dokumen kontrak yang telah ditetapkan serta peruntukan fasilitas yang ada
dibuat suatu catatan mengenai konstruksi berikut petunjuk operasinya dan melatih
staf dalam menggunakan fasilitas yang tersedia.
Menurut Ervianto (2005:19), kegiatan yang dilakukan pada tahap maintenance and start up ini adalah:
1. Mempersiapkan catatan pelaksanaan, baik berupa data-data selama
pelaksanaan maupun gambar pelaksanaan (as built drawing).
2. Meneliti bangunan secara cermat dan memperbaiki kerusakan-kerusakan
yang terjadi.
3. Mempersiapkan petunjuk operasional/ pelaksanaan serta pedoman
pemeliharaannya.
4. Melatih staf untuk melaksanakan pemeliharaan.
2.3.Perencanaan Proyek
Perencanaan merupakan salah satu fungsi vital dalam kegiatan manajemen
proyek. Menurut Soeharto (1997), Perencanaan adalah suatu proses yang mencoba
meletakkan dasar tujuan dan sasaran termasuk menyiapkan segala sumber daya
untuk mencapainya. Perencanaan memberikan pegangan bagi pelaksanaan mengenai
alokasi sumber daya untuk melaksanakan kegiatan.
Adapun tujuan perencanaan adalah melakukan usaha untuk memenuhi
persyaratan spesifikasi proyek yang ditentukan dalam batasan biaya, mutu, dan
waktu ditambah dengan terjaminnya faktor keselamatan kerja (Husen, 2009:77).
Dari pengertian diatas menekankan bahwa perencanaan merupakan suatu
proses, yang berarti bahwa perencanaan mengalami tahap-tahap pengerjaan tertentu.
1. Penentuan tujuan: sesuatu yang memberikan arah gerak kegiatan yang
akan dilakukan.
2. Penentuan sasaran: sasaran adalah titik-titik tertentu yang perlu dicapai
bila organisasi tersebut ingin memenuhi tujuannya.
3. Pengkajian posisi awal terhadap tujuan: untuk mengetahui sejauh mana
kesiapan dan posisi perencanaan saat awal terhadap sasaran.
4. Pemilihan alternatif: dalam mencapai tujuan dan sasaran terdapat berbagai
alternatif, umumnya dipilih alternatif yang paling efisien dan ekonomis.
5. Penyusunan rangkaian langkah untuk mencapai tujuan: proses ini
menetapkan langkah yang terbaik yang mungkin dapat dilaksanakan
setelah memperhatikan berbagai batasan.
Empat hal yang menjadi filosofi dari sebuah perencanaan yaitu:
Aman, keselamatan terjamin.
Efektif, produk perencanaan berfungsi sesuai yang diharapkan.
Efisien, produk yang dihasilkan hemat biaya.
Mutu terjamin, tidak menyimpang dari spesifikasi yang ditentukan.
Aspek perencanaan yang paling penting dalam menyusun penjadwalan proyek
adalah struktur atau hierarki proyek (Work Breakdown Structure) dan perencanaan sumber daya.
2.3.1.Work Breakdown Structure (WBS)
WBS merupakan diagram terstruktur atau hierarki yang berbentuk diagram
cara top down, dengan tujuan agar komponen-komponen kegiatan tetap berorientasi ke tujuan proyek. WBS juga memudahkan penjadwalan dan pengendalian karena
merupakan elemen perencanaan.
Menurut Husen (2009:96), kerangka perencanaan terdiri atas
kerangka-kerangka seperti dibawah ini:
Kerangka penjabaran program.
Kerangka perencanaan detail.
Kerangka pembiayaan.
Kerangka penjadwalan.
Kerangka cara pelaporan.
Kerangka penyusunan organisasi
Dari kerangka-kerangka tersebut, WBS dapat membantu proses penjadwalan
dan pengendalian dalam suatu sistem yang terstruktur menurut hierarki yang makin
terperinci, sampai pada lingkup yang makin kecil berupa paket-paket pekerjaan
dengan aktivitas yang jelas. Paket-paket pekerjaan ini nantinya dapat dikelola
sebagai unit kegiatan yang diberi kode identifikasi yang kinerja biaya, mutu, dan
waktunya dapat diukur. Oleh karena itu, penyempurnaan dan tindakan koreksi dapat
dilakukan bila terdapat penyimpangan-penyimpangan selama pelaksanaan proyek.
Oleh karena itu, WBS dapat dipakai untuk membagi seluruh level proyek
menjadi elemen-elemen kerja, menjelaskan proyek dalam satu format struktur level,
fasilitas, dan mencakup seluruh item pekerjaan hingga selesai, pemecahan level
sampai pada paket pekerjaan terakhir dengan kegiatan yang jelas dan cukup untuk
Menurut Husen (2009:97), faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam
menentukan WBS secara umum disusun berdasarkan klasifikasi sebagai berikut:
Pembagian berdasarkan area/ lokasi yang berbeda.
Pembagian kategori yang berbeda untuk tenaga kerja, peralatan, dan
material.
Pembagian subdivisi pekerjaan berdasarkan spesifikasi pekerjaan.
Pembagian pihak, seperti kontraktor utama, subkontraktor, dan pemasok.
Klasifikasi diatas dapat membantu menentukan tingkatan WBS untuk
memudahkan monitoring terhadap bagian-bagiannya. Serta menentukan penanggung jawab masing-masing elemen pada setiap tingkatan.
Berikut ini merupakan contoh struktur WBS dengan kegiatan dan identitas
kode yang digunakan:
WBS (Work Breakdown Structure) 1. Proyek rumah 2 lantai
1.1. Lantai 1
1.1.1.Pekerjaan persiapan
1.1.2.Pekerjaan tanah
1.1.3.Pekerjaan pondasi
1.1.4.Pekerjaan beton
1.1.5.Pekerjaan dinding
1.1.6.Pekerjaan penggantung
1.1.7.Pekerjaan plafond
1.1.8.Pekerjaan Pengecatan
1.1.10.Pekerjaan lantai
1.1.11.Pekerjaan sanitasi
1.1.12.Pekerjaan instalasi listrik
1.1.13.Pekerjaan halaman
1.2. Lantai 2
1.2.1.Pekerjaan beton
1.2.2.Pekerjaan dinding
1.2.3.Pekerjaan penggantung
1.2.4.Pekerjaan plafond
1.2.5.Pekerjaan lantai
1.2.6.Pekerjaan pengecatan
1.2.7.Pekerjaan atap
1.2.8.Pekerjaan sanitasi
1.2.9.Pekerjaan instalasi listrik
2.3.2.Perencanaan Sumber Daya
Perencanaan sumber daya yang matang dan cermat sesuai kebutuhan logis
proyek akan membantu pencapaian sasaran dan tujuan proyek secara maksimal,
dengan tingkat efektivitas dan efisiensi tinggi. Kebutuhan sumber daya pada tiap-tiap
proyek tidak selalu sama, bergantung pada skala, lokasi, serta tingkat keunikan
masing-masing proyek. Namun demikian, perencanaan sumber daya dapat dihitung
dengan pendekatan matematis yang memberikan hasil optimal dibandingkan hanya
Pendekatan matematis menghasilkan tingkat penyimpangan yang minimal serta
perkiraan yang mendekati kondisi sebenarnya.
Dalam menentukan alokasi sumber daya untuk proyek, beberapa aspek yang
perlu diperhatikan dan dipertimbangkan adalah sebagai berikut:
Jumlah sumber daya yang tersedia dengan kebutuhan maksimal proyek.
Kondisi keuangan untuk membayar sumber daya yang akan digunakan.
Produktivitas sumber daya.
Kemampuan dan kapasitas sumber daya yang akan digunakan.
Efektivitas dan efisiensi sumber daya yang akan digunakan.
2.3.2.1. Perencanaan Biaya Proyek
Biaya yang diperlukan untuk suatu proyek dapat mencapai jumlah yang sangat
besar dan tertanam dalam kurun waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, perlu
dilakukan identifikasi biaya proyek.
Menurut Husen (2009:101), tahapan identifikasi perencanaan biaya proyek
adalah sebagai berikut:
1. Tahapan pengembangan konseptual, biaya dihitung secara global berdasarkan informasi desain yang minim. Dipakai perhitungan
berdasarkan unit biaya bangunan berdasarkan harga per meter persegi.
2. Tahapan desain konstruksi, biaya proyek dihitung secara agak detail berdasarkan volume pekerjaan dan informasi harga satuan.
3. Tahap pelelangan, biaya proyek dihitung oleh beberapa kontraktor agar didapat penawaran terbaik, berdasarkan spesifikasi teknis dan gambar
4. Komponen biaya total proyek biasanya terdiri dari:
a. Biaya langsung (direct cost), merupakan biaya tetap selama proyek berlangsung, terdiri atas biaya tenaga kerja, material, dan peralatan.
b. Biaya tak langsung (indirect cost), merupakan biaya tidak tetap selama proyek berlangsung, yang dibutuhkan guna penyelesaian
proyek. Yang termasuk dalam biaya ini adalah biaya manajemen
proyek, tagihan pajak, biaya perizinan, asuransi, administrasi, ATK,
keuntungan/ profit.
Untuk menentukan biaya suatu unit pekerjaan sebagai bagian dari kegiatan
proyek, dilakukan estimasi biaya berdasarkan analisis harga satuan yang terdiri dari
komponen-komponen biaya cukup banyak seperti dalam Gambar 2.3.
Gambar 2.3. Komponen harga satuan
2.3.2.2. Perencanaan Tenaga Kerja
Sumber daya manusia atau tenaga kerja, sebagai penentu keberhasilan proyek,
untuk mencapai keberhasilan suatu proyek. Perencanaan SDM dalam suatu proyek
mempertimbangkan juga perkiraan jenis, waktu dan lokasi proyek, baik secara
kualitas maupun kuantitas. Proyek yang secara geografis berbeda biasanya
membutuhkan pengelolaan dan ketersediaan tenaga kerja yang juga berbeda.
Menurut Husen (2009:105), Faktor lain yang harus dipertimbangkan dalam
merencanakan tenaga kerja adalah:
Produktivitas tenaga kerja.
Jumlah tenaga kerja pada periode yang paling maksimal.
Jumlah tenaga kerja tetap dan tidak tetap.
Biaya yang dimiliki.
Jenis pekerjaan.
Produktivitas kelompok pekerja adalah kemampuan tenaga kerja dalam
menyelesaikan pekerjaan (satuan volume pekerjaan) yang dibagi dalam satuan
waktu, jam atau hari. Produktivitas dapat digunakan untuk menentukan jumlah
tenaga kerja beserta upah yang harus dibayarkan (Husen, 2005:105).
2.4.Penjadwalan Proyek
Perencanaan merupakan bagian terpenting untuk mencapai keberhasilan
proyek konstruksi. Pengaruh perencanaan terhadap proyek konstruksi akan
berdampak pada pendapatan dalam proyek itu sendiri. Hal ini dikuatkan dengan
berbagai kejadian dalam proyek konstruksi yang menyatakan bahwa perencanaan
yang baik dapat menghemat ± 40% dari biaya proyek, sedangkan perencanaan yang
kurang baik dapat menimbulkan kebocoran anggaran sampai ± 400% (Ervianto,
Penjadwalan dalam pengertian proyek konstruksi merupakan perangkat untuk
menentukan aktivitas yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu proyek dalam
urutan serta kerangka waktu tertentu, dalam mana setiap aktivitas harus dilaksanakan
agar proyek selesai tepat waktu dengan biaya yang ekonomis (Callahan, 1992).
Menurut Clough (1979:86), pengertian penjadwalan proyek adalah sebagai
berikut:
“A project schedule is a projected timetable of construction operations that will serve as the principal guideline for project execution.”
Secara umum dapat diartikan bahwa penjadwalan proyek merupakan sebuah
jadwal proyeksi dari suatu proyek yang akan berfungsi sebagai pedoman utama
dalam pelaksanaan proyek.
Penjadwalan proyek merupakan salah satu elemen hasil perencanaan, yang
dapat memberikan informasi tentang jadwal rencana dan kemajuan proyek dalam hal
kinerja sumber daya berupa biaya, tenaga kerja, peralatan, dan material serta rencana
durasi proyek dan progres waktu untuk penyelesaian proyek. Dalam proses
penjadwalan, penyusunan kegiatan dan hubungan antar kegiatan dibuat lebih
terperinci dan sangat detail. Hal ini dimaksudkan untuk membantu pelaksanaan
evaluasi proyek.
Selama proses pengendalian proyek, penjadwalan mengikuti perkembangan
proyek dengan berbagai permasalahannya. Proses monitoring yang berkala selalu
dilakukan untuk mendapatkan penjadwalan yang paling realistis agar alokasi sumber
daya dan penetapan durasinya sesuai dengan sasaran dan tujuan proyek.
Menurut Husen (2009:133), secara umum penjadwalan mempunyai
1. Memberikan pedoman terhadap unit pekerjaan/ kegiatan mengenai
batas-batas waktu untuk mulai dan akhir dari masing-masing tugas.
2. Memberikan sarana bagi manajemen untuk koordinasi secara sistematis
dan relistis dalam penentuan alokasi prioritas terhadap sumber daya dan
waktu.
3. Memberikan saran untuk menilai kemajuan pekerjaan.
4. Menghindari pemakaian sumber daya yang berlebihan, dengan harapan
proyek dapat selesai sebelum waktu yang di tetapkan.
5. Memberikan kepastian waktu pelaksanaan pekerjaan.
6. Merupakan sarana penting dalam pengendaliaan proyek.
Lagi menurut Husen (2009:134), tingkat kompleksitas penjadwalan proyek
sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:
1. Sasaran dan tujuan proyek.
2. Keterkaitan dengan proyek lain agar terintegrasi dengan master schedule. 3. Dana yang di perlukan dan dana yang tersedia.
4. Waktu yang di perlukan, waktu yang tersedia, serta perkiraan waktu yang
hilang dan hari-hari libur.
5. Susunan dan jumlah kegiatan proyek serta keterkaitan di antaranya.
6. Kerja lembur dan pembagian shift kerja untuk mempercepat proyek.
7. Sumber daya yang di perlukan dan sumber daya yang tersedia.
8. Keahlian tenaga kerja dan kecepatan mengerjakan tugas.
Makin besar skala proyek, semakin kompleks pengelolaan penjadwalan karena
dana yang di kelolah sangat besar, kebutuhan dan penyediaan sumber daya juga
panjang. Oleh karena itu, agar penjadwalan dapat diimplementasikan, digunakan
cara-cara atau metode teknis yang sudah digunakan seperti metode penjadwalan
proyek. Kemampuan scheduler yang memadai dan bantuan software komputer untuk penjadwalan dapat membantu memberikan hasil yang optimal.
2.4.1.Metode Penjadwalan Proyek
Ada beberapa metode penjadwalan proyek konstruksi yang sering digunakan
untuk mengelola waktu dan sumber daya proyek. Masing-masing metode
mempunyai kelebihan dan kekurangannya. Pertimbangan penggunaan
metode-metode tersebut didasarkan atas kebutuhan dan hasil yang ingin dicapai terhadap
kinerja penjadwalan. Kinerja waktu akan berimplikasi terhadap kinerja biaya,
sekaligus kinerja proyek secara keseluruhan. Oleh karena itu, variabel–variabel yang
mempengaruhinya juga harus di monitor, misalnya mutu, keselamatan kerja,
ketersediaan peralatan dan material, serta stakeholder yang terlibat. Bila terjadi
penyimpangan terhadap rencana semula, maka dilakukan evaluasi dan tindakan
koreksi agar proyek tetap pada kondisi yang di inginkan.
2.4.1.1. Bagan Balok (Barchart)
Barchart ditemukan oleh Gantt dan Fredick W. Taylor pada tahun 1917. Sampai diperkenalkannya metode ini dianggap belum pernah ada prosedur yang
sistematis analitis dalam aspek perencanaan dan pengendalian proyek. Metode ini
telah digunakan secara luas dalam proyek konstruksi karena sederhana, mudah
Barchart adalah sekumpulan daftar kegiatan yang disusun dalam kolom arah vertikal. Kolom arah horizontal menunjukkan waktu. Saat mulai dan akhir
dari sebuah kegiatan dapat terlihat dengan jelas, sedangkan durasi kegiatan
digambarkan oleh panjangnya diagram batang (Ervianto, 2005:162).
Menyusun Barchart
Barchart dapat dibuat secara manual atau dengan menggunakan komputer. Bagan ini tersusun pada koordinat X dan Y. Pada sumbu tegak lurus X, dicatat
pekerjaan atau elemen atau paket kerja dari hasil penguraian lingkup suatu
proyek, dan digambar sebagai balok. Sedangkan pada sumbu horizontal Y,
tertulis satuan waktu, misalnya hari, minggu atau bulan. Disini, waktu mulai dan
waktu akhir masing-masing pekerjaan adalah ujung kiri dan kanan dari
balok-balok yang bersangkutan.
Pada waktu membuat barchart telah diperhatikan urutan kegiatan, meskipun belum terlihat hubungan ketergantungan antara satu dengan yang lain. Format
penyajian bagan balok yang lengkap berisi perkiraan urutan pekerjaan, skala
waktu, dan analisis kemajuan pekerjaan pada saat pelaporan.
Langkah-langkah membuat barchart:
1. Daftar item kegiatan, yang berisi seluruh jenis kegiatan pekerjaan yang
ada dalam rencana pelaksanaan pembangunan.
2. Urutan kegiatan, dari daftar kegiatan tersebut diatas, disusun urutan
pelaksanaan pekerjaan berdasarkan prioritas item kegiatan yang akan
dilaksanakan kemudian, dan tidak mengesampingkan kemungkinan
3. Waktu pelaksanaan pekerjaan, adalah jangka waktu pelaksanaan dari
seluruh kegiatan yang dihitung dari permulaan kegiatan sampai seluruh
kegiatan berakhir. Waktu pelaksanaan pekerjaan diperoleh dari
penjumlahan waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan setiap
BARCHART
PROYEK: CONTOH
LOKASI: XYZ
No. Deskripsi Kegiatan
Nilai Durasi Bobot Minggu
Rupiah Minggu % 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Pekerjaan persiapan 1.000.000 2 2,22 1,11 1,11
2 Pekerjaan galian tanah 500.000 2 1,11 0,56 0,56
3 Pekerjaan pondasi 1.500.000 3 3,33 1,11 1,11 1,11
4 Pekerjaan beton bertulang 10.000.000 2 22,22 11,11 11,11
5 Pekerjaan pasangan/ plesteran 2.000.000 3 4,44 1,48 1,48 1,48
6 Pekerjaan pintu, jendela 6.000.000 2 13,33 6,67 6,67
7 Pekerjaan atap 7.000.000 2 15,56 7,78 7,78
8 Pekerjaan langit-langit 2.000.000 2 4,44 2,22 2,22
9 Pekerjaan lantai 5.000.000 2 11,11 5,56 5,56
10 Pekerjaan finishing 10.000.000 2 22,22 11,11 11,11
NILAI NOMINAL 45.000.000 100,00
PRESTASI PERMINGGU 1,11 1,67 1,67 12,22 13,70 8,15 15,93 15,56 18,89 11,11
PRESTASI KUMULATIF 1,11 2,78 4,44 16,67 30,37 38,52 54,44 70,00 88,89 100,00
2.4.1.2. Kurva S (Hanumm Curve)
Kurva S adalah sebuah grafik yang dikembangkan oleh Warren T. Hanumm
atas pengamatan terhadap sejumlah besar proyek sejak awal hingga akhir proyek.
Kurva S dapat menunjukkan kemajuan proyek berdasarkan kegiatan, waktu dan
bobot pekerjaan yang dipresentasikan sebagai persentase kumulatif dari seluruh
kegiatan proyek. Visualisasi kurva S dapat memberikan informasi mengenai
kemajuan proyek dengan membandingkannya terhadap jadwal rencana. Dari sinilah
diketahui apakah ada keterlambatan atau percepatan proyek.
Indikasi tersebut dapat menjadi informasi awal guna melakukan tindakan
koreksi dalam pengendalian proses pengendalian proyek. Tetapi informasi tersebut
tidak detail dan hanya terbatas untuk menilai kemajuan proyek. Perbaikan lebih
lanjut dapat menggunakan metode lain yang dikombinasikan, misalnya metode
barchart atau network planning dengan memperbaharui sumber daya maupun waktu pada masing-masing pekerjaan.
Menyusun Kurva S
Untuk membuat kurva S, jumlah persentase kumulatif bobot masing-masing
kegiatan pada suatu metode diantara durasi proyek diplotkan terhadap sumbu vertical
sehingga bila hasilnya dihubungkan dengan garis, akan membentuk kurva S. Bentuk
demikian terjadi karena volume kegiatan pada bagian awal biasanya masih sedikit,
kemudian pada pertengahan meningkat dalam jumlah cuku besar, lalu pada akhir
proyek volume kegiatan kembali mengecil. Untuk menentukan bobot pekerjaan,
pekerjaan/ kegiatan dibagi total anggaran atau berdasarkan volume rencana dari
komponen kegiatan terhadap volume total kegiatan.
Secara umum langkah-langkah menyusun kurva S adalah sebagai berikut:
1. Melakukan pembobotan pada setiap item pekerjaan.
2. Bobot item pekerjaan dihitung berdasarkan biaya item pekerjaan dibagi
biaya total pekerjaan dikalikan 100%.
3. Setelah bobot masing-masing item dihitung, lalu distribusikan bobot
pekerjaan selama durasi masing-masing aktivitas.
4. Setelah itu jumlah bobot dari aktivitas tiap periode waktu tertentu,
dijumlahkan secara kumulatif.
5. Angka kumulatif pada setiap periode ini diplot pada sumbu y (ordinat)
dalam grafik dan waktu pada sumbu x (absis).
6. Dengan menghubungkan semua titik didapat kurva S.
Pada umumnya kurva S diplot pada barchart, dengan tujuan untuk mempermudah melihat kegiatan-kegiatan yang masuk dalam suatu jangka waktu
BARCHART – KURVA S PROYEK: CONTOH
LOKASI: XYZ
No. Deskripsi Kegiatan
Nilai Durasi Bobot Minggu
Rupiah Minggu % 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Pekerjaan persiapan 1.000.000 2 2,22 1,11 1,11
2 Pekerjaan galian tanah 500.000 2 1,11 0,56 0,56
3 Pekerjaan pondasi 1.500.000 3 3,33 1,11 1,11 1,11
4 Pekerjaan beton bertulang 10.000.000 2 22,22 11,11 11,11
5 Pekerjaan pasangan/ plesteran 2.000.000 3 4,44 1,48 1,48 1,48
6 Pekerjaan pintu, jendela 6.000.000 2 13,33 6,67 6,67
7 Pekerjaan atap 7.000.000 2 15,56 7,78 7,78
8 Pekerjaan langit-langit 2.000.000 2 4,44 2,22 2,22
9 Pekerjaan lantai 5.000.000 2 11,11 5,56 5,56
10 Pekerjaan finishing 10.000.000 2 22,22 11,11 11,11
NILAI NOMINAL 45.000.000 100,00
PRESTASI PERMINGGU 1,11 1,67 1,67 12,22 13,70 8,15 15,93 15,56 18,89 11,11
PRESTASI KUMULATIF 1,11 2,78 4,44 16,67 30,37 38,52 54,44 70,00 88,89 100,00
2.4.1.3. Line of Balance (LoB)
Line of Balance (LoB) adalah metode penjadwalan menggunakan sumbu koordinat, yaitu absis dan ordinat, absis menunjukkan waktu kerja dan ordinat
menunjukkan jumlah unit pekerjaan atau lokasi kegiatan yang dilaksanakan.
Sedangkan garis miring menyatakan jenis kegiatan sekaligus menunjukkan
kecepatan dari kegiatan tersebut. Kemiringan dari setiap garis alir kegiatan
menunjukkan tingkat produktifitas dari kegiatan tersebut. Semakin tegak garis alir
tersebut maka semakin tinggi tingkat produktifitasnya.
Line of Balance (LoB) merupakan metode penjadwalan proyek yang ditujukan untuk perencanaan proyek yang memiliki kegiatan-kegiatan yang berulang (repetitif).
Seperti pada proyek perumahan, konstruksi jalan raya, pemasangan pipa dan lain
sebagainya. Untuk proyek dengan jumlah kegiatan relatif sedikit dengan kegiatan
yang berulang, metode ini sangat efektif untuk digunakan.
Dalam berbagai literatur penggunaan istilah metode penjadwalan yang
digunakan untuk kegiatan yang berulang ini berbeda-beda. Dalam Robert B. Harris
and Photios G. Ioannou (1998:3), dikatakan bahwa untuk proyek dengan unit yang
dipisahkan (discrete units) misalnya perumahan, apartemen dan sebagainya, digunakan istilah penjadwalan berupa: Line of Balance (LoB) (O’Brien 1969, Carr and Meyer 1974, Halpin and Woodhead 1976, Harris and Evans 1977); Construction Planning Technique (CPT) (Peer 1974, Selinger 1980); Vertical Production Method
(VPM) (O’Brien 1975, Barrie and Paulson 1978); Time-Location Matrix Model
(Birrell 1980); Time Space Scheduling Method (Stradal and Cacha 1982);
Untuk proyek jalan raya, pemasangan pipa, terowongan, dan sebagainya dimana
progress proyek diukur berdasarkan panjang horizontalnya, istilah penjadwalan
berupa: Time Versus Distance Diagrams (Gorman 1972); Linear Balance Charts
(Barrie and Paulson 1978); Velocity Diagrams (Dressler 1980); or Linear Scheduling Method (LSM) (Johnston 1981, Chrzanowski and Johnston 1986, Russell and Casselton 1988).
LoB juga berfungsi sebagai media control dan monitoring, karena bisa digunakan untuk menunjukkan jumlah pekerjaan yang sudah selesai dalam kurun
waktu tertentu, sehingga tingkat produksi bisa selalu dikontrol apakah sesuai dengan
rencana awal. Hal ini ditunjukkan oleh lead times. Lead times adalah waktu yang harus dilalui suatu pekerjaan sampai seluruh kegiatan selesai.
Interupsi
Interupsi adalah adanya penghentian atau penundaan kegiatan untuk suatu
waktu tertentu yang ditunjukkan dengan garis mendatar pada garis alir kegiatan.
Banyak penyebab terjadinya interupsi, antara lain: sumber daya yang terhenti,
kesulitan teknis dan sebagainya.
Gambar 2.6. Contoh interupsi
Restraint
Restranint adalah waktu tunggu antara selesainya suatu kegiatan dengan
mulainya kegiatan yang lain. Hal ini terjadi antara lain karena kedua kegiatan
mempunyai sumber daya yang sama dan jumlahnya terbatas sehingga diperlukan
waktu transfer sumber daya dari kegiatan sebelumnya.
Gambar 2.7. Contoh restraint
Keterangan: = Restraint
Buffer
Buffer adalah jarak yang diperlukan antara dua kegiatan. Jarak dapat berupa
lokasi (buffer lokasi) maupun waktu (buffer waktu). Buffer waktu mempunyai
duakonsep yaitu: buffer waktu minimum dan buffer waktu maksimum.
Gambar 2.8. Buffer lokasi dan buffer waktu
Menyusun Line of Balance (LoB)
Menurut Uher (1996), ada beberapa tahapan atau standar dalam perencanaan
dengan metode line of balance, yaitu sebagai berikut:
1. Perencanaan urutan pelaksanaan masing-masing pekerjaan dalam bentuk
diagram lengkap dengan estimasi waktu (single network planning) untuk satu putaran kegiatan repetitif.
2. Menentukan lead times untuk masing-masing pekerjaan. 3. Menghitung target penyelesaian proyek.
4. Menggambarkan target penyelesaian proyek dalam bentuk diagram sesuai
dengan kurun waktu yang diharapkan.
5. Mempersiapkan jadwal line of balance.
6. Menentukan buffer times atau waktu jagaan untuk menghindari resiko keterlambatan suatu kegiatan.
7. Menggambarkan grafik line of balance.
Gambar 2.10. Diagram LoBtransfer dari barchart untuk 3 unit berulang Gambar 2.9. Barchart untuk 3 unit berulang
2.4.1.4. Metode Jaringan Kerja (Network Planning)
Jaringan proyek adalah suatu alat yang digunakan untuk merencanakan,
menjadwalkan, dan memonitor kemajuan proyek. Jaringan menggambarkan berbagai
aktivitas yang harus diselesaikan, urutan logis, kesalingketergantungan antar
aktivitas, serta waktu aktivitas tersebut dimulai dan berakhir (Larson, 2006:140).
Network planning diperkenalkan pada tahun 1950-an oleh tim perusahaan Dupont dan Rand Corporation untuk mengembangkan sistem kontrol manajemen.
Metode ini dikembangkan untuk mengendalikan sejumlah besar kegiatan yang
memiliki ketergantungan yang kompleks. Metode ini relatif lebih sulit, hubungan
antar kegiatan jelas, dan dapat memperlihatkan kegiatan kritis. Dari informasi
network planning-lah monitoring serta tindakan koreksi kemudian dapat dilakukan, yakni dengan memperbaharui jadwal. Akan tetapi, metode ini perlu dikombinasikan
dengan metode lainnya.
Menurut Husen (2009:138), ada beberapa tahapan penyusunan network scheduling yaitu sebagai berikut:
1. Menginventarisasi kegiatan-kegiatan dari paket terakhir WBS berdasarkan
item pekerjaan, lalu diberi kode kegiatan untuk mempernudahkan
identifikasi.
2. Memperkirakan durasi setiap kegiatan dengan mempertimbangkan jenis
pekerjaan, volume pekerjaan, jumlah sumber daya, lingkungan kerja, serta
produktivitas pekerja.
3. Penentuan logika ketergantungan antar kegiatan dilakukan dengan tiga
4. Perhitungan analisis waktu serta alokasi sumber daya, dilakukan setelah
langkah-langkah diatas dilakukan dengan akurat dan teliti.
Manfaat penerapan network scheduling menurut Husen (2009:138) adalah sebagai berikut:
1. Penggambaran logika hubungan antar kegiatan (kesalingketergantungan
antar kegiatan), membuat perencanaan proyek menjadi lebih rinci dan
detail.
2. Dengan memperhitungkan dan mengetahui waktu terjadinya setiap
kejadian yang ditimbulkan oleh satu atau beberapa kegiatan,
kesukaran-kesukaran yang bakal timbul dapat diketahui jauh sebelum terjadi sehingga
tindakan pencegahan yang diperlukan dapat dilakukan.
3. Dalam network dapat terlihat jelas waktu penyelesaian yang dapat ditunda atau ditepati.
4. Membantu mengomunikasikan hasil network yang dtampilkan.
5. Memungkinkan dicapainya hasil proyek yang lebih ekonomis dari segi
biaya langsung (direct cost) serta penggunaan sumber daya.
6. Berguna untuk menyelesaikan legal claim yang diakibatkan oleh keterlambatan dalam menentukan pembayaran kemajuan pekerjaan,
menganalisis cahsflow, dan pengendalian biaya.
7. Menyediakan kemampuan analisis untuk mencoba mengubah sebagian
dari proses, lalu mengamati efek terhadap proyek secara keseluruhan.
2.4.1.5. Precedence Diagram Method (PDM)
Kegiatan dalam Precedence Diagram Method (PDM) digambarkan oleh sebuah lambang segi empat karena letak kegiatan ada dibagian node maka sering disebut juga Activity On Node (AON). Kegiatan dalam PDM diwakili oleh sebuah lambang yang mudah diidentifikasi, bentuk umum yang sering digunakan adalah
sebagai berikut:
Gambar 2.12. Node PDM
Keterangan:
ES = Earliest Start, waktu mulai paling awal suatu kegiatan.
EF = Earliest Finish, waktu selesai paling awal suatu kegiatan. Jika hanya ada
satu kegiatan terdahulu, maka EF suatu kegiatan terdahulu adalah ES
kegiatan berikutnya.
LS = Latest Start, waktu paling akhir kegiatan boleh mulai. Yaitu waktu paling
akhir kegiatan boleh dimulai tanpa memperlambat proyek secara
keseluruhan.
LF = Latest Finish, waktu paling akhir kegiatan boleh selesai.
Hubungan antar kegiatan dalam metoda ini ditunjukkan oleh sebuah garis
penghubung, yang dapat dimulai dari kegiatan kiri ke kanan atau dari kegiatan atas
ke bawah. Jika kegaitan awal terdiri dari sejumlah kegiatan dan diakhiri oleh
keduanya merupakan kegiatan fiktif. Misalnya untuk kegiatan awal ditambahkan
kegaitan START dan kegiatan akhir ditambahkan kegiatan FINISH.
Jalur Kritis
Untuk menentukan kegiatan yang bersifat kritis dan kemudian menentukan
jalur kritis dapat dilakukan perhitungan kedepan (forward analysis) dan perhitungan kebelakang (backward analysis). Perhitungan kedepan (forward analysis) dilakukan untuk mendapatkan besarnya Earliest Start dan Earliest Finish. Yang merupakan
predecessor adalah kegiatan I, sedangkan kegiatan yang dianalisis adalah kegiatan J.
Gambar 2.13. Hubungan kegiatan I dan J
Besarnya nilai ESj dan EFj dihitung sebagai berikut:
ESj = ESi + SSij atau ESj = EFi + FSij
EFj = ESi + SFij atau EFj = EFi + FFij atau ESj + Dj
Catatan:
Jika ada lebih dari satu anak panah yang masuk dalam suatu kegiatan maka
diambil nilai terbesar
Perhitungan kebelakang (backward analysis) dilakukan untuk mendapatkan besarnya Latest Start dan Latest Finish. Sebagai kegiatan successor adalah kegiatan J, sedangkan kegiatan yang dianalisis adalah kegiatan I.
Gambar 2.14. Hubungan kegiatan I dan J
Besarnya nilai LSj dan LFj dihitung sebagai berikut:
LFi = LFj + FFij atau LFi = LSj + FSij
LSi = LSj + SSij atau LSi = LFj + SFij atau LFi + Di
Catatan:
Jika ada lebih dari satu anak panah yang masuk dalam suatu kegiatan maka
diambil nilai terkecil
Jika tidak ada/ diketahui FFij atau FSij dan kegiatan non-splitable maka LFj dihitung dengan cara berikut: LFj = LSi + Di
Jalur kritis ditandai oleh beberapa keadaan sebagai berikut:
Earliest Start (ES) = Latest Start (LS)
Earliest Finish (EF) = Latest Finish (LF)
Kegiatan Splitable
Sebuah kegiatan yang dapat atau harus dihentikan untuk sementara pada suatu
saat dan kemudian dilanjutkan kembali beberapa saat kemudian dinamakan kegiatan
splitable. Contoh kegiatan ini adalah pengecoran beton untuk elemen structural bangunan gedung (balok, kolom, plat lantai).
Gambar 2.15. Hitungan kedepan dan kebelakang kegiatan splitable
Kegiatan Splitable
Hitungan kedepan (forward analysis) Hitungan kebelakang (backward analysis)
ESj = EFj – Dj – interupsi LSi = LFi – Di – interupsi
EFj = ESj – Dj + interupsi LFi = LSi – Di + interupsi EFj – ESj = Dj + interupsi LFi – LSi = Di + interupsi
Tabel 2.2. Hitungan kedepan dan kebelakang kegiatan splitable
Adapun kegiatan non-splitable adalah kegiatan yang harus dilaksanakan dan tidak diizinkan untuk berhenti ditengah pelaksanaannya.