• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor Yang Berperan Dalam Terjadinya Gejala Stres Kerja Pada Karyawan Service Adviser (SA) Di PT Perintis Perkasa Medan (Authorized Toyota Dealer) Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Faktor-Faktor Yang Berperan Dalam Terjadinya Gejala Stres Kerja Pada Karyawan Service Adviser (SA) Di PT Perintis Perkasa Medan (Authorized Toyota Dealer) Tahun 2013"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPERAN DALAM TERJADINYA GEJALA STRES KERJA PADA KARYAWAN SERVICE ADVISER (SA)

DI PT PERINTIS PERKASA MEDAN (AUTHORIZED TOYOTA DEALER)

TAHUN 2013

SKRIPSI

Oleh :

DEBI MAHARANI NIM. 091000063

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERPERAN DALAM TERJADINYA GEJALA STRES KERJA PADA KARYAWAN SERVICE ADVISER (SA)

DI PT PERINTIS PERKASA MEDAN (AUTHORIZED TOYOTA DEALER)

TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

DEBI MAHARANI NIM. 091000063

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)
(4)

ABSTRAK

Stres kerja merupakan suatu keadaan yang timbul dalam interaksi diantara manusia dengan pekerjaan. Karyawan Service Adviser (SA) merupakan karyawan front office yang secara langsung berhubungan dan berhadapan dengan customer, dan mempunyai tugas memberikan pelayanan semaksimal mungkin kepada customer. Hal inilah yang dapat menimbulkan terjadinya gejala stres kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja di dalam pekerjaan yang berperan dalam terjadinya gejala stres kerja pada karyawan Service Adviser (SA) di PT Perintis Perkasa Medan

Jenis penelitian ini bersifat kualitatif yaitu untuk mengetahui secara mendalam tentang faktor-faktor apa saja di dalam pekerjaan yang berperan dalam terjadinya gejala stres kerja pada karyawan Service Adviser (SA) PT Perintis Perkasa Medan (Authorized Toyota Dealer). Adapun yang menjadi informan pada penelitian ini adalah seluruh karyawan Service Adviser (SA) PT Perintis Perkasa Medan yang berjumlah 6 orang.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa melakukan beberapa pekerjaan dalam waktu tertentu (beban kerja berlebih kuantitatif), tanggung jawab terhadap pekerjaan dan juga para customer atau pelanggan, hubungan interpersonal (antarkaryawan, karyawan dengan pihak manajer, karyawan dengan para customer atau pelanggan) merupakan faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya gejala stres kerja.

Diperlukannya penyesuaian antara antara beban kerja, waktu kerja serta kapasitas kerja dari karyawan Service Adviser (SA) yaitu dengan cara sebaiknya karyawan Service Adviser (SA) memiliki asisten Service Adviser (SA) yang berguna untuk memperingan pekerjaan mereka dan asisten yang sudah ada sebaiknya ditambah lagi dan disesuaikan dengan jumlah karyawan Service Adviser (SA) yang ada, rasa tanggung jawab kerja yang sudah dimiliki sebaiknya dipertahankan agar timbul rasa loyalitas terhadap pekerjaan dan juga perusahaan, hubungan interpersonal yang terjadi antar karyawan Service Adviser (SA), karyawan dengan pihak manajer, dan juga karyawan dengan para customer atau pelanggan, yang sudah tercipta dengan bagus harus dijaga dengan baik dan dipertahankan keharmonisannya.

(5)

ABSTRACT

Job stress is an arising state in the interaction between man and work. Service Adviser (SA) employees are the front office employees that are directly related and face with the customer, and have the task of providing the service to its fullest potential. This thing can lead the occurrence of job stress symptoms. The purpose of this research is to find out the factors in a job that play a role in the occurrence of job stress symptoms on Service Adviser (SA) employees at PT.Perintis Perkasa Medan.

This type of research is a qualitative, to know deeply about what factors in a job that play a role in the occurrence of job stress symptoms on Service Adviser (SA) employees at PT Perintis Perkasa Medan (Authorized Toyota Dealer). As for the informant in this research are all Service Adviser (SA) employees at PT Perintis Perkasa Medan which totaled 6 people.

The results of this research indicate that do some work within a specified time (quantitative excess workload), the responsibility of the job and the customers, interpersonal relationship (between employees, employees with manager, employees with the customers) are all factors that play a role in the occurrence of job stress symptoms.

It is needed an adjustment between the workload, work time, and work capacity of Service Adviser (SA) employees with method the Service Adviser (SA) employees should have a Service Adviser (SA) assistant that is useful to help their jobs and the existing assistant should be added and customized by the number of existing Service Adviser (SA) employees, a sense of work responsibility already owned should be sustained in order to arise a sense of loyalty to the job and the company, the interpersonal relationships that occur between Service Adviser (SA) employees, the employees with the manager, and also the employees with the customers, which must be kept well and must be sustained the harmony.

(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Debi Maharani

Tempat/Tanggal Lahir : Medan/12 Agustus 1991

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah Nama Orang Tua

Ayah : H. Drisno Hendratmo MN Ibu : Hj. Asmawaty R Sastrowirono

Anak ke : 4 dari 4 bersaudara

Alamat Rumah : Jl. Tuar Complek Astra Blok II No.34 Medan

Riwayat Pendidikan

Tahun 1997-2003 : SD Negeri 064972, Medan Tahun 2003-2006 : SMP Negeri 15, Medan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT serta shalawat beriring salam bagi Rasulullah SAW, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor Yang Berperan Dalam Terjadinya Gejala Stres Kerja Pada Karyawan Service Adviser (SA) Di PT Perintis Perkasa Medan (Authorized Toyota Dealer) Tahun 2013”.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Banyak pengalaman yang penulis peroleh dalam menyelesaikan skripsi ini.

Dalam penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan juga dukungan dari berbagai pihak, baik moril maupun materil. Untuk itu penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih dan penghargaan yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu dr. Halinda Sari Lubis, MKKK, selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah banyak membantu dan meluangkan waktu serta pikirannya dalam membimbing penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

(8)

4. Bapak Dr. Ir. Gerry Silaban, M.Kes selaku Tim Penguji Skripsi yang telah memberikan kritik dan saran serta motivasi kepada penulis untuk perbaikan skripsi ini, dan juga selaku Kepala Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

5. Ibu Umi Salmah SKM, M.Kes selaku Tim Penguji Skripsi yang juga telah memberikan kritik dan saran serta motivasi kepada penulis untuk perbaikan skripsi ini.

6. Bapak Drs. Jemadi M.Kes selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan dukungan selama penulis menjalani perkuliahan di FKM USU.

7. Seluruh Staf Pengajar FKM USU serta Dosen Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

8. Bapak H. Amansyah selaku Kepala Bengkel PT. Perintis Perkasa Medan yang telah memberikan izin melakukan penelitian skripsi ini.

9. Seluruh Karyawan Service Adviser (SA) PT. Perintis Perkasa Medan yang telah meluangkan waktunya memberikan informasi yang dibutuhkan penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

10.Sembah sujud penulis kepada kedua orang tua terkasih dan juga teristimewa Ayahanda H. Drisno Hendratmo MN dan Ibunda Hj. Asmawaty R Sastrowirono yang senantiasa memberikan do‟a, kasih sayang, cinta, perhatian, semangat, dukungan moral, spiritual, dan

juga material. Kalian adalah My Wonderful Spirit untuk meraih kesuksesanku kelak dan You’re The Best I Ever Had in My Life.

(9)

12.Rekan-rekan Seperjuangan di Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Kak Najah, Kak Nadya, Flo, Alin, Mayan, Wita, Ojik, Bang Mulyanto, Bang Henokh, Dunter, Reza, Kak Evia, Kak Mian.

13.Teman-temanku 2 personil 3D lainnya (Dinda dan Dika), Qiqi, Ayik, Neni, Audi terima kasih untuk waktu, tenaga dan pikiran, serta motivasinya dalam pengerjaan skripsi ini.

14.Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan semangat, semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat-Nya kepada Bapak, Ibu dan teman-teman sekalian.

Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini sehingga dengan penuh kerendahan hati penulis menerima kritik dan saran dari semua pihak dalam rangka penyempurnaan skripsi ini. Akhir kata semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan karunia-Nya kepada kita semua dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, November 2013 Penulis,

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Persetujuan……….. i

Abstrak………. ii

Abstract……… iii

Daftar Riwayat Hidup………... iv

Kata Pengantar………. v

Daftar Isi……….... viii

BAB I PENDAHULUAN……….. 1

1.1Latar Belakang……… 1

1.2Perumusan Masalah……… 6

1.3Tujuan Penelitian………. 6

1.4Manfaat Penelitian………... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………. 8

2.1 Stres Kerja………. 8

2.1.1 Pengertian Stres Kerja……… 8

2.1.2 Stressor Psikologis……… 11

2.1.3. Tahapan Reaksi Tubuh Terhadap Stressor……….. 12

(11)

2.2.1 Sistem Tugas……….. 15

2.2.2 Volume Pekerjaan ……… 17

2.2.3 Kondisi Fisik atau Lingkungan Kerja………. 18

2.3 Sumber Stres……… 19

2.4Faktor–faktor Pekerjaan………... 19

2.5Faktor–faktor di Luar Pekerjaan………. 27

2.6Tanda-tanda Distress……….. 32

2.7Service Adviser (SA)……… 34

2.8Kerangka Pikir……… 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……… 36

3.1 Jenis Penelitian………. 36

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian……….. 36

3.2.1 Lokasi Penelitian……… 36

3.2.2 Waktu Penelitian………. 36

3.3 Informan Penelitian……….. 36

3.4 Metode Pengumpulan Data………... 37

3.5 Definisi Istilah………... 38

3.6 Teknik Analisis Data………... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN……….... 39

4.1 Gambaran Umum Perusahaan………. 39

(12)

4.3 Struktur Organisasi PT Perintis Perkasa………. 42

4.4 Hasil Penelitian……….. 43

4.4.1 Pernyataan Informan mengenai Tuntutan Tugas (Beban Kerja)………. 43

4.4.2 Pernyataan Informan mengenai Tanggung Jawab Kerja……….. 46

4.4.3 Pernyataan Informan mengenai Hubungan Interpersonal………. 49

BAB V PEMBAHASAN……….. 53

5.1 Beban Kerja (Tuntutan Tugas)………... 53

5.2 Tanggung Jawab Kerja ……… 55

5.3 Hubungan Interpersonal (antar sesama karyawan dan antara karyawan dengan customer atau pelanggan)………. 57

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN……… 60

6.1 Kesimpulan……… ………. 60

6.2 Saran………...………. 61

DAFTAR PUSTAKA………...………. 62

LAMPIRAN :

(13)

Lampiran 3. Surat Survei Pendahuluan Lampiran 4. Surat Izin Melakukan Penelitian

(14)

ABSTRAK

Stres kerja merupakan suatu keadaan yang timbul dalam interaksi diantara manusia dengan pekerjaan. Karyawan Service Adviser (SA) merupakan karyawan front office yang secara langsung berhubungan dan berhadapan dengan customer, dan mempunyai tugas memberikan pelayanan semaksimal mungkin kepada customer. Hal inilah yang dapat menimbulkan terjadinya gejala stres kerja. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja di dalam pekerjaan yang berperan dalam terjadinya gejala stres kerja pada karyawan Service Adviser (SA) di PT Perintis Perkasa Medan

Jenis penelitian ini bersifat kualitatif yaitu untuk mengetahui secara mendalam tentang faktor-faktor apa saja di dalam pekerjaan yang berperan dalam terjadinya gejala stres kerja pada karyawan Service Adviser (SA) PT Perintis Perkasa Medan (Authorized Toyota Dealer). Adapun yang menjadi informan pada penelitian ini adalah seluruh karyawan Service Adviser (SA) PT Perintis Perkasa Medan yang berjumlah 6 orang.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa melakukan beberapa pekerjaan dalam waktu tertentu (beban kerja berlebih kuantitatif), tanggung jawab terhadap pekerjaan dan juga para customer atau pelanggan, hubungan interpersonal (antarkaryawan, karyawan dengan pihak manajer, karyawan dengan para customer atau pelanggan) merupakan faktor-faktor yang berperan dalam terjadinya gejala stres kerja.

Diperlukannya penyesuaian antara antara beban kerja, waktu kerja serta kapasitas kerja dari karyawan Service Adviser (SA) yaitu dengan cara sebaiknya karyawan Service Adviser (SA) memiliki asisten Service Adviser (SA) yang berguna untuk memperingan pekerjaan mereka dan asisten yang sudah ada sebaiknya ditambah lagi dan disesuaikan dengan jumlah karyawan Service Adviser (SA) yang ada, rasa tanggung jawab kerja yang sudah dimiliki sebaiknya dipertahankan agar timbul rasa loyalitas terhadap pekerjaan dan juga perusahaan, hubungan interpersonal yang terjadi antar karyawan Service Adviser (SA), karyawan dengan pihak manajer, dan juga karyawan dengan para customer atau pelanggan, yang sudah tercipta dengan bagus harus dijaga dengan baik dan dipertahankan keharmonisannya.

(15)

ABSTRACT

Job stress is an arising state in the interaction between man and work. Service Adviser (SA) employees are the front office employees that are directly related and face with the customer, and have the task of providing the service to its fullest potential. This thing can lead the occurrence of job stress symptoms. The purpose of this research is to find out the factors in a job that play a role in the occurrence of job stress symptoms on Service Adviser (SA) employees at PT.Perintis Perkasa Medan.

This type of research is a qualitative, to know deeply about what factors in a job that play a role in the occurrence of job stress symptoms on Service Adviser (SA) employees at PT Perintis Perkasa Medan (Authorized Toyota Dealer). As for the informant in this research are all Service Adviser (SA) employees at PT Perintis Perkasa Medan which totaled 6 people.

The results of this research indicate that do some work within a specified time (quantitative excess workload), the responsibility of the job and the customers, interpersonal relationship (between employees, employees with manager, employees with the customers) are all factors that play a role in the occurrence of job stress symptoms.

It is needed an adjustment between the workload, work time, and work capacity of Service Adviser (SA) employees with method the Service Adviser (SA) employees should have a Service Adviser (SA) assistant that is useful to help their jobs and the existing assistant should be added and customized by the number of existing Service Adviser (SA) employees, a sense of work responsibility already owned should be sustained in order to arise a sense of loyalty to the job and the company, the interpersonal relationships that occur between Service Adviser (SA) employees, the employees with the manager, and also the employees with the customers, which must be kept well and must be sustained the harmony.

(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bisa bermacam-macam, berkembang dan berubah, bahkan seringkali tidak disadari oleh pelaku-pelakunya , dan orang berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukannya akan membawanya kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan daripada keadaan sebelumnya. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa pada diri manusia terdapat kebutuhan-kebutuhan yang pada saatnya membentuk tujuan-tujuan yang hendak dicapai dan dipenuhinya. Demi mencapai tujuan-tujuan itu, orang terdorong melakukan suatu aktivitas yang disebut kerja. Tetapi tidak semua aktivitas dapat dikatakan kerja. Pekerjaan adalah kegiatan yang direncanakan, yang dilaksanakan tidak hanya karena pelaksanaan kegiatan itu sendiri menyenangkan, melainkan karena kita mau dengan sungguh-sungguh mencapai suatu hasil yang kemudian berdiri sendiri atau sebagai benda, karya, tenaga, sebagai pelayanan terhadap masyarakat, termasuk dirinya sendiri. Kegiatan ini dapat berupa pemakaian tenaga jasmani maupun rohani (Anoraga, 1998).

(17)

pengusaha memiliki perasaan, pikiran, dan kehidupan sosial seperti itu. Kesemua hal tersebut menyebabkan pengaruh sangat dominan terhadap keadaan pekerja dalam pekerjaan dan melakukan pekerjaannya atau pengusaha dalam usaha dan menjalankan usahanya (Suma‟mur,

2009).

Sebagian besar dari waktu manusia digunakan untuk bekerja. Maka lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan seseorang yang bekerja. Hampir setiap kondisi pekerjaan bisa menyebabkan stres, tergantung dari reaksi pekerja yang bersangkutan (Nadya, 2008).

Beehr dan Newman mendefinisikan bahwa stres kerja sebagai suatu keadaan yang timbul dalam interaksi diantara manusia dengan pekerjan. Secara umum, stres didefinisikan sebagai rangsangan eksternal yang mengganggu fungsi mental, fisik, dan kimiawi dalam tubuh seseorang (Wijono, 2010).

Menurut Smith (dalam Wijono, 2010) mengemukakan bahwa konsep stres kerja dapat ditinjau dari beberapa sudut, yaitu : pertama, stres kerja merupakan hasil dari keadaan tempat kerja. Kedua, stres kerja merupakan hasil dari dua faktor organisasi yaitu keterlibatan dalam tugas dan dukungan organisasi. Ketiga, stres terjadi karena faktor workload juga faktor kemampuan melakukan tugas. Keempat, akibat dari waktu kerja yang berlebihan. Kelima adalah faktor tanggung jawab kerja. Terakhir, tantangan yang muncul dari tugas.

(18)

tidak bisa lagi mengabaikan besarnya biaya kesehatan akibat stres yang diderita karyawan. Stres dapat merugikan pekerja sendiri. Stres melahirkan pula beragam perilaku buruk, misalnya pekerja menjadi sering mangkir, rentan mengalami kecelakan, keliru membuat analisis, terlibat konflik dengan rekan sekerja hingga mudah melakukan tindak kekerasan fisik. Stres juga membuat pekerja cenderung sulit menerima perubahan dan mutu pelayanannya kepada para pelanggan akan turun (Anonim, 2008).

Stres kerja dapat menyebabkan penurunan derajat kesehatan seorang pekerja. Angka kesakitan yang disebabkan stres kerja, atau stres yang berhubungan dengan pekerjaan semakin meningkat. Bagi para pekerja, stres sering disebut sebagai faktor yang berkontribusi terhadap sakit akibat kerja seperti penyakit jantung koroner, alkoholisme, dan hipertensi (Teasdale, 2000).

Sebuah studi lain di Amerika menemukan 78% dari responden menyatakan bahwa pekerjaan adalah sumber stres mereka yang utama dan hanya 35% mengatakan bahwa mereka merasa senang dan puas terhadap pekerjaan mereka, dan setengah dari mereka merasa mengalami tekanan hidup yang semakin meningkat selama 10 tahun terakhir. Pengakuan terhadap adanya stres kerja tidak hanya merupakan sebuah fenomena di Amerika Serikat, World Health Organization (WHO) menganggapnya sebagai “penyakit abad 20-an” mengindikasikan bahwa stres kerja menjadi lebih banyak di hampir setiap pekerjaan di seluruh dunia dan telah menjadi “epidemic global “ (Greenberg, 2002).

(19)

Karena stres kerja merupakan “Penyakit Abad 20-an” dan telah menjadi “Epidemic Global” hampir di setiap pekerjaan di seluruh dunia, membuat penulis tertarik untuk meneliti

faktor-faktor di dalam pekerjaan yang berperan dalam terjadinya gejala stres kerja pada karyawan Service Adviser (SA) di PT Perintis Perkasa Medan. Hal ini disebabkan karena tugas dari karyawan Service Adviser (SA ) yaitu memberikan pelayanan semaksimal mungkin kepada customer, karena karyawan Service Adviser (SA) merupakan karyawan front office yang secara

langsung berhubungan dan berhadapan dengan customer. Selain itu, karyawan Service Adviser (SA) juga dituntut untuk selalu memberikan pelayanan secara professional kepada customer, meskipun terkadang ada beberapa customer yang complain dan marah-marah.

PT Perintis Perkasa merupakan perusahaan yang bergerak di bidang otomotif. PT Perintis Perkasa merupakan salah satu perusahaan Authorized Toyota Dealer yang ada di Medan, Sumatera Utara. PT Perintis Perkasa terletak di Jalan Adam Malik No.11 Glugur by Pass-Medan. PT Perintis Perkasa menyediakan pelayanan jasa berupa service dan suku cadang (spare part). PT Perintis Perkasa menerapkan sistem kerja 6 hari dalam seminggu, dengan jam kerja bengkel

pada hari Senin s/d Jum‟at jam 08.00-17.00 WIB, dan pada hari Sabtu jam 08.00-15.00 WIB.

Karyawan–karyawan PT Perintis Perkasa terdiri dari Kepala Bengkel, Customer Relation Coordinator (CRC), Service Adviser (SA), Foreman (FO), Pembagi Tugas Mekanik (PTM), dan

lain sebagainya.

(20)

bersaing secara sehat dengan memberikan pelayanan semaksimal mungkin kepada customer dan memberikan fasilitas yang bertaraf internasional.

Karyawan Service Adviser (SA) mempunyai peranan yang sangat penting di Toyota, karena Service Adviser (SA) merupakan karyawan yang bertugas menerima customer yang datang ke bengkel, mendiagnosa kerusakan awal mobil yang akan di servis, mengestimasi biaya dan waktu pekerjaan dan selanjutnya membuat PKB (Perintah Keja di Bengkel ). Service Adviser (SA) juga dihimbau dan diharuskan menawarkan jasa dan produk bengkel kepada customer tentang perawatan mobil yang digunakan customer. Service Adviser (SA mengestimasikan juga tentang biaya jasa perbaikan dan jasa produk yang akan digunakan baik yang SBE (Servis Berkala Eksternal), SBI (Servis Berkala Internal) maupun biaya pengganti suku cadang yang rusak. Service Adviser (SA) menjanjikan waktu proses penyerahan kendaraan yang diperbaiki dan bisa juga menunda waktu perbaikan kendaraan. Kemudian Service Adviser (SA) menghubungi customer, lalu Service Adviser (SA) menanyakan tentang kepuasan customer.

Karyawan Service Adviser (SA) setiap harinya dihadapkan pada situasi kerja menangani customer secara langsung dengan berbagai macam tingkah pola dari sifat customer, seperti

(21)

Berdasarkan survey awal yang telah peneliti lakukan, dapat diketahui bahwa karyawan Service Adviser (SA) rentan mengalami gejala stres kerja. Para karyawan Service Adviser (SA)

mengalami sakit kepala atau pusing, susah tidur, gangguan pencernaan, dan emosi tidak stabil atau mudah marah. Hal ini merupakan tanda-tanda atau gejala-gejala akibat dari stres kerja (Munandar AS, 2001).

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor di dalam pekerjaan yang berperan dalam terjadinya gejala stres kerja pada karyawan Service Adviser (SA) di PT Perintis Perkasa Medan tahun 2013.

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui faktor-faktor di dalam pekerjaan yang berperan dalam terjadinya gejala stres kerja pada karyawan Service Adviser (SA) di PT Perintis Perkasa Medan tahun 2013.

1.3.2.Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui faktor-faktor di dalam pekerjaan berupa beban kerja yang berperan dalam terjadinya gejala stres kerja pada karyawan Service Adviser (SA) di PT Perintis Perkasa Medan.

2. Untuk mengetahui faktor-faktor di dalam pekerjaan berupa tanggung jawab kerja yang berperan dalam terjadinya gejala stres kerja pada karyawan Service Adviser (SA) di PT Perintis Perkasa Medan.

(22)

1.4.Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan masukan dan informasi bagi PT Perintis Perkasa Medan, khususnya pada karyawan Service Adviser (SA) mengenai faktor-faktor di dalam pekerjaan yang berhubungan dengan stres akibat pekerjaan.

2. Sebagai bahan informasi dan pembelajaran untuk peneliti.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Stres Kerja

2.1.1.Pengertian Stres Kerja

Menurut French, Rogers dan Cobb (dalam Wijono, 2010) mendefinisikan stres kerja sebagai berikut :

a misfit between a person’s skill and abilities and demands of the job misfit in term of

person’s needs supplied by the job environment “. Kemudian bersama Van Harrison dan Pinneau

(1975) mereka mengubah definisi itu menjadi “any characteristic of the job environment which process a threat to the individual.”

Dalam suatu kesempatan berbeda, Smith (dalam Wijono, 2010) mengemukakan bahwa konsep stres kerja dapat ditinjau dari beberapa sudut, yaitu : pertama, stres kerja merupakan hasil dari keadaan tempat kerja. Contoh keadaan tempat bising dan ventilasi udara yang kurang baik. Hal ini akan mengurangi motivasi karyawan. Kedua, stres kerja merupakan hasil dari 2 faktor organisasi yaitu keterlibatan dalam tugas dan dukungan organisasi. Ketiga, stres terjadi karena faktor “workload” juga faktor kemampuan melakukan tugas. Keempat, akibat dari waktu kerja yang berlebihan. Kelima, adalah faktor tanggung jawab kerja. Terakhir, tantangan yang muncul dari tugas. Kesimpulan stres kerja merupakan hasil yang disebabkan oleh faktor-faktor di atas.

(24)

organisasi. Kemuadian, dikatakan pula bahwa stres kerja merupakan faktor-faktor yang dapat memberi tekanan terhadap produktivitas dan lingkungan kerja serta dapat mengganggu individu tersebut. Stres kerja yang dapat meningkatkan motivasi karyawan dianggap sebagai stres yang positif (eustress). Sebaliknya, “Stressor” yang dapat mengakibatkan hancurnya produktivitas kerja karyawan dapat disebut sebagai stres negatif (distress).

Sementara itu, McGee, Goodson, dan Cashman (dalam Wijono, 2010) mendapati bahwa beberapa faktor yang menyebabkan pegawai mengalami stres kerja tetapi masih merasa puas terhadap pekerjaannya. Hal ini diantaranya disebabkan oleh tugas yang mereka kerjakan penuh dengan tantangan dan menyenangkan hati mereka. Selain itu, terjadi komunikasi yang efektif diantara para anggota dalam organisasi tersebut. Mereka menunjukan bahwa ada kerja sama yang kondusif antara atasan dan karyawan. Selain itu, karyawan memandang para manajemen memberi keleluasaan yang besar terhadap diri mereka. Selanjutnya, McGee juga menemukan bahwa faktor internal individu yaitu kepribadian dan sifat yang dimiliki individu dapat memengaruhi kepuasan kerja dan stres kerja karyawan. Namun, hal tersebut ditentukan dari cara mengelola dan ditambah dengan adanya spesifikasi tugas yang jelas dapat memberi pengaruh terhadap motivasi kerja karyawan.

(25)

Selanjutnya, Caplan et al. (dalam Wijono, 2010) mengatakan bahwa stres kerja mengacu pada semua karakteristik pekerjaan yang mungkin memberi ancaman kepada individu tersebut. Dua jenis stres kerja mungkin mengancam individu yaitu baik berupa tuntutan dimana individu mungkin tidak berusaha mencapai kebutuhannya atau persediaan yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan individu tersebut.

Namun, Beehr dan Newman (dalam Wijono, 2010) mendefinisikan bahwa stres kerja sebagai suatu keadaan yang timbul dalam interaksi diantara manusia dengan pekerjan. Secara umum, stres didefinisikan sebagai rangsangan eksternal yang mengganggu fungsi mental, fisik dan kimiawi dalam tubuh seseorang. Sebaliknya, Selye (dalam Wijono, 2010) berpendapat bahwa stres kerja merupakan suatu konsep yang terus-menerus bertambah. Ini terjadi jika semakin banyak permintaan, maka semakin bertamabah munculnya potensi stres kerja dan peluang untuk menghadapi ketegangan akan ikut bertambah pula.

Seorang individu mungkin mengalami gejala stres kerja positif seandainya mendapat kesempatan untuk naik jabatan atau menerima ganjaran (reward). Tetapi sebaliknya, jika dia merasa dihambat oleh berbagai sebab di luar control dalam mencapai tujuannya, maka dia akan mengalami gejala stres yang negative. Kemudian, Kahn dan Quin (dalam Wijono, 2010) mendefinisikan bahwa stres kerja merupakan faktor-faktor lingkungan kerja yang negatif seperti konflik peran, kekaburan peran, dan beban kerja yang berlebihan dalam pekerjaan. Selanjutnya, Rubin dan McNeil (dalam Wijono, 2010) berpendapat bahwa rangsangan negatif dari lingkungan kerja dianggap sebagai penyebab stres eksternal dan tindakan secara emosional dan fisik sebagai penyebab stres internal.

(26)

selanjutnya akan dapat mengganggu prestasi dan kemampuan individu untuk bekerja. Ivanceviech et al, (dalam Wijono, 2010) mengatakan bahwa pengalaman individu mengalami stres kerja dapat digambarkan melalui perbedaan antara faktor-faktor stres dari lingkungan eksternal yang disebabkan faktor internal, yaitu tingkah laku tipe A. Menurut Kavaganh, Hust dan Rose (dalam Wijono, 2010) stres kerja juga merupakan suatu ketidakseimbangan persepsi individu tersebut terhadap kemampuannya untuk melakukan tindakan.

Kemudian stres kerja dapat disimpulkan sebagai suatu kondisi dari hasil penghayatan subjektif individu yang dapat berupa interaksi antara individu dan lingkungan kerja yang dapat mengancam dan memberi tekanan secara psikologis, fisiologis dan sikap individu (Wijono, 2010).

2.1.2.Stressor Psikologis

(27)

terlalu banyak tugas, atau sebaliknya tidak diberi tugas, tidak memiliki kekuasaan untuk melaksanakan tugas, atau atasan yang tidak menyokong dalam pelaksanakan tugas juga menjadi sumber konflik di tempat kerja.

Stressor bersifat progresif. Respons individu dlam menghadapi stressor pun bergantung

pada potensi pemahaman tentang nilai-nilai pemecahan masalah, pengalaman, dan daya penyesuaian dirinya. Suatu stressor tunggal dapat menjadi majemuk jika terjadi kegagalan elemen-elemen dari sistem menyokong emosi, misalnya jika mobil mogok di jalan pada saat menuju tempat rapat.

2.1.3.Tahapan Reaksi Tubuh Terhadap Stressor

Dalam menghadapi stressor, manusia mengalami 3 tahap reaksi tubuh, yaitu : 1. Reaksi Alarm (Tanda Bahaya)

Reaksi merupakan respons yang datang dengan cepat ketika manusia menghadapi suatu tantangan atau ancaman. Pada tahap ini, tubuh belum dapat beradaptasi terhadap pajanan ancaman bahaya. Terjadi mobilisasi dari sistem saraf otonom yang mencetuskan respons stres dalam bentuk respons perlawanan (fight) atau respons menghindar (flight). Bermacam-macam sistem tubuh menurut mengoordinasi kesiapsiagaan untuk bereaksi, memengaruhi kejiwaan (sistem limbik), pengaturan sistem kardiovaskular, pernapasan, ketegangan otot, dan aktivitas motorik yang halus.

2. Tahap Kebal (Resisten)

(28)

respon stressor yang telah dimulai pada tahap sebelumnya. Mekanisme penanggulangan ini ternyata dapat menguntungkan dan dapat pula merugikan bagi perkembangan mental individu. Kenyataannya, individu cenderung untuk lebih baik dalam melaksanakan penanggulangan dengan cara yang cepat daripada cara yang lebih lama dan mencoba melarikan diri dari kondisi yang kurang menyenangkan. Sayangnya, cara penanggulangan yang cepat, walaupun paling mudah, biasanya tidak memadai karena dengan cara ini biasanya akan timbul masalah-masalah sekunder pada jangka panjang dalam bentuk menurunnya penampilan diri. Pada tahap ini, individu sungguh-sungguh membutuhkan pertolongan untuk mengidentifikasi cara-cara penanggulangan yang dapat menolong dirinya untuk memahami keuntungan dari cara penanggulangan yang lebih lama.

3. Tahap Kelelahan

Respons terhadap stres pada dasarnya sehat dan penting untuk menimbulkan daya motivasi dan adaptasi seseorang. Bila beban mental terlalu berat atau tidak dapat menemukan solusi yang memadai, individu tersebut akan menanggung banyak kesukaran. Stres yang lama dan berkelanjutan dapat menimbulkan masalah-masalah yang menahun, sehingga individu akan menderita suatu kelelahan yang berat seakan-akan semua cadangan energi menghilang dan menimbulkan depresi.

(29)

bahkan menjadi kurus, perubahan pola makan dalam bentuk berkurangnya nafsu makan atau nafsu makan malah menjadi lebih besar, atau menurutkan hati untuk makan cokelat secara berlebihan, dan lain-lain. Individu yang berada dalam tahap kelelahan biasanya dapat menyembunyikan gejalanya jika berada di tempat kerja, kecuali kalau terasa sangat lelah maka individu tersebut cenderung untuk bolos kerja. Namun, sayangnya gejala ini tidak hanya timbul di tempat kerja, dapat juga muncul saat individu berada di rumah atau dimana saja, sehingga individu menjadi sangat menderita.

Gejala emosi saat stres pada tahap kelelahan berhubungan dengan sindrom depresi dan frustasi, manifestasinya dalam bentuk tangisan yang tak terkontrol, perasaan takut mati, tidak berani bicara di depan publik, mudah terkejut, tidak suka berteman atau bertemu keluarga atau menyalurkan hobinya, kurang perhatian pada hal-hal personal seperti olahraga, pakaian dan makan. Pada kasus-kasus yang ekstrem, individu dapat merusak diri atau percobaan bunuh diri, mudah marah, dingin dan kaku pada orang lain, serta diiringi perasaan bersalah yang berlebihan. Serangan panik dan gelisah dapat mengakibatkan kesulitan dalam melaksanakan pekerjaan sehingga akan menambah stres di tempat kerja karena gejala tersebut terlihat oleh temen-temen kerjanya.

(30)

langsung dengan penampilan kerja dan dapat dirasakan dengan jelas oleh teman sekerja. Hal ini mengakibatkan hilangnya rasa percaya diri dan gangguan kontrol individu sehingga makin mendorong penurunan penampilan dirinya. Penyalahgunaan alkohol dan obat-obat penenang serta obat-obat yang lain, merokok berlebihan sering kali menjadi solusi yang diambil oleh individu tersebut.

2.2.Stressor Dan Hubungannya Dengan Spesifikasi Pekerjaan 2.2.1.Sistem Tugas

Terdapat beberapa macam sistem tugas yang menjadi stressor, yaitu : 1. Kerja Lembur

Menurut beberapa penelitian, kerja lembur yang terlalu sering, apalagi bila jumlah jam kerja menjadi berlebihan, ternyata tidak hanya mengurangi kuantitas dan kualitas hasil kerja, tetapi juga sering meningkatkan jumlah absensi dengan alasan sakit atau kecelakan kerja. Hal ini biasanya terjadi pada pekerja di industri pengalengan buah yang biasanya banyak berhubungan dengan musim buah.

2. Tugas Kerja Malam

Kerja malam merupakan tugas yang berat bagi pekerja, dan sering mengakibatkan timbulnya gangguan fisik akibat kurang tidur serta perubahan tingkah laku yang dapat mendorong individu untuk penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang serta perubahan kebiasaan makan. Pekerjaan yang dimiliki stressor tersebut misalnya polisi, perawat, satpam, anggota pemadam kebakaran, dan pekerja di industri jasa (hotel, transportasi, dan lain-lain).

(31)

hari kerja dari total 25.433 hari kerja akibat jadwal kerja malam yang terlalu sering di rumah sakit.

3. Kecepatan Mesin

Kecepatan kerja yang hanya berdasarkan pada kapasitas kecepatan mesin, sangat menguras energi fisik dan psikologis pekerja karena harus terpaku untuk menyesuaikan kecepatan mesin, ban berjalan, atau proses produksi sehingga pekerja tidak mungkin meninggalkan tempatnya sedetik pun tanpa digantikan atau ditolong temannya. Hal ini terjadi pada pekerja di tempat yang produknya dikontrol oleh mesin-mesin yang berkecepatan tinggi, atau produksi produk berdasarkan jadwal yang ketat.

4. Gerakan Tangan yang Berulang secara Monoton

Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan dengan menggerakan anggota badan secara berulang dan monoton, terkadang juga disertai posisi kerja yang janggal, atau sambil membawa atau menahan beban sering kali sangat memberatkan pekerja. Hal ini biasanya terjadi pada pekerjaan di industri penggergajian kayu, pengemasan, pemilihan, dan perakitan yang menggunakan ban berjalan.

Johansson (dalam Harianto, 2008) menyimpulkan dalam penelitiannya bahwa pekerjaan yang banyak menggerakkan tangan secara berulang dan membosankan, seperti pada para pekerja penggergajian kayu, menimbulkan lebih banyak penyakit psikosomatik dan gejala stres mental lainnya sehingga meningkatkan frekuensi cuti sakit.

5. Kekangan

(32)

bekerja berdasarkan “checklist” yang ketat, pekerjaan mencocokkan atau memasang atau

merakit elemen-elemen jadi bangunan rumah atau mesin, dan pekerjaan akunting. 6. Komunikasi yang Menjemukan atau Membebankan

Pekerjaan yang memerlukan kontak yang memberatkan karena harus bernegosiasi untuk perihal yang sulit diterima atau tidak selaras dengan kehendak lawan bicara. Pekerjaan yang memiliki stressor tersebut misalnya manajer pemasaran, personil promosi obat-obatan. 2.2.2.Volume Pekerjaan

Volume pekerjaan juga dapat menjadi stressor, yaitu : 1. Volume Pekerjaan yang Berlebihan

Volume pekerjaan yang terlalu banyak dan dibatasi oleh waktu, antara lain :

a. Pekerjaan yang dilakukan dengan tergesa-gesa karena waktu yang terbatas. Misalnya petugas customer service yang harus melayani pelanggan dengan antrian yang panjang untuk menunggu pelayanan, sekretaris dengan tugas yang menumpuk.

b. Permintaan untuk pengambilan keputusan yang rumit. Misalnya petugas kendali mutu atau pekerjaan yang membutuhkan banyak masukan informasi.

2. Volume Pekerjaaan Yang Sangat Kurang

Volume pekerjaan yang sangat kurang menyebabkan kurangnya rangsangan untuk bekerja, kurangnya variasi, tidak ada kreativitas atau tuntunan untuk mengatasi masalah. Termasuk jenis pekerjaan misalnya :

(33)

seperti tugas pengawasan mesin dan peralatan yang digunakan secara regular, tugas menjaga pintu kereta api, dan lain-lain.

b. Pekerjaan yang menuntut kejelian biasanya membutuhkan konsentrasi, perasaan, dan penglihatan yang intens.

c. Tidak diberi tugas karena atasan pilih kasih atau kemampuan pekerja kalah bersaing dengan yang lain.

2.2.3.Kondisi Fisik atau Lingkungan Kerja

Adanya ancaman terpajan kondisi fisik tempat kerja yang kurang menyenangkan atau kontak dengan bahan-bahan beracun, misalnya :

1. Bekerja pada Tempat yang Sunyi atau Terpencil, seperti pekerjaan yang membutuhkan kesendirian dan tak memiliki kesempatan berkomunikasi dengan orang lain atau pekerjaan pada situasi yang sulit atau terancam bahaya sehingga tidak memungkinkan pekerja untuk mencari pertolongan dari teman kerja atau siapapun, misalnya tugas pengawasan atau penjagaan yaitu penjaga mercu suar, tugas jaga malam, operator telegraf, pekerjaan yang tidak mengharuskan untuk kontak langsung dengan langganan.

2. Tempat Kerja yang Jauh atau Sulit Dijangkau. 3. Pajanan di Tempat Kerja

(34)

2.3.Sumber Stres

Sumber stres (stressors) adalah suatu kondisi, situasi atau peristiwa yang dapat menyebabkan

stres. Dalam hal Newstrom dan Davis (dalam Wijono, 2010) mengatakan “conditions that tend

to cause stress are called stressors”.

Ada berbagai sumber stress yang dapat menyebabkan stres di perusahan diantaranya adalah faktor pekerjaan itu sendiri dan di luar pekerjaan itu. Pendapat ini sejalan dengan Tosi (dalam Wijono, 2010) yang menyebutkan bahwa ada 5 macam faktor yang menyebabkan stres dan berhubungan dengan pekerjaan individu, tekanan peran, kesempatan pelibatan diri dalam tugas, tanggung jawab individu, dan faktor organisasi.

Pada dasarnya, sumber stres merupakan hasil interaksi dan transaksi antara seseorang individu dengan lingkungannya. Dalam pembahasan ini lingkungan individu tersebut dalam digolongkan menjadi 2 faktor sebagai sumber stress, yaitu faktor pekerjaan dan faktor-faktor di luar pekerjaan itu sendiri (Wijono, 2010).

2.4.Faktor-faktor Pekerjaan

Dalam suatu kesempatan berbeda, Cooper (dalam Munandar, 2001) secara perinci menemukan bahwa ada 5 macam faktor pekerjaan yang menyebabkan stres, yaitu :

1. Faktor-faktor Intrinsik dalam Pekerjaan a. Tuntutan Fisik

(35)

kondisi kerja fisik seperti bising, vibrasi (getaran) dan hygiene, dapat merupakan pembangkit stres (stressor).

b. Tuntunan Tugas

Kerja Shift/Kerja Malam : Penelitian menunjukan bahwa kerja shift merupakan sumber utama dari stres bagi para pekerja pabrik. Para pekerja shift lebih sering mengeluh tentang kelelahan dan gangguan perut daripada para pekerja pagi/ siang dan dampak dari kerja shift terhadap kebiasaan makan yang mungkin menyebabkan gangguan-gangguan perut. Pengaruhnya adalah emosional dan biological, karena gangguan ritme circadian dari tidur/daur keadaan bangun (wake cycle), pola suhu, dan ritme pengeluaran adrenalin. Beban Kerja : beban kerja berlebih dan beban kerja terlalu sedikit merupakan pembangkit stres. Beban Kerja dapat dibedakan lebih lanjut kedalam beban kerja berlebih/terlalu

sedikit “kuantitatif”, yang timbul sebagai akibat dari tugas-tugas yang terlalu banyak/

sedikit diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu, dan beban kerja berlebih/ terlalu sedikit “kualitatif “, yaitu jika orang merasa tidak mampu untuk

melakukan suatu tugas, atau tugas tidak menggunakan keterampilan dan atau potensi dari tenaga kerja.

Dalam rangka ini teknologi baru dapat menimbulkan baik beban kerja berlebih maupun beban kerja terlalu sedikit. Di samping itu beban kerja berlebih kuantitatif dan kualitatif dapat menimbulkan kebutuhan untuk bekerja selama jumlah jam yang sangat banyak yang merupakan sumber tambahan dari stres.

(36)

kemungkinan sumber stres kerja. Unsur yang menimbulkan beban berlebih kuantitatif ialah desakan waktu, yaitu setiap tugas diharapkan dapat diselesaikan secepat mungkin secara tepat dan cermat. Pada saat tertentu, dalam hal tertentu seperti waktu akhir (deadline) justru dapat meningkatkan motivasi dan menghasilkan prestasi kerja yang tinggi. Namun, bila desakan waktu menyebabkan timbulnya banyak kesalahan atau menyebabkan kondisi kesehatan seseorang berkurang, maka ini merupakan cerminan adanya beban berlebih kuantitatif.

Beban kerja terlalu sedikit kuatitatif juga dapat mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang. Pada pekerjaan yang sederhana, dimana banyak terjadi pengulangan gerak akan timbul rasa bosan karena pekerjaan yang monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari, sebagai hasil dari terlampau sedikitnya tugas yang harus dilakukan, dapat menghasilkan berkurangnya perhatian. Hal ini secara potensial membahayakan jika tenaga kerja gagal untuk bertindak tepat dalam keadaan darurat.

(37)

Beban terlalu sedikit kualitatif merupakan keadaan dimana tenaga kerja tidak diberi peluang untuk menggunakan keterampilan yang diperolehnya, atau untuk mengembangkan kecakapan potensialnya secara penuh. Beban terlalu sedikit disebabkan kurang adanya rangsangan akan mengarah ke semangat dan motivasi yang rendah untuk

kerja. Tenaga kerja akan merasa bahwa ia “tidak maju-maju”, dan merasa tidak berdaya

untuk memperlihatkan bakat dan keterampilannya (Munandar, 2001). 2. Pengembangan Karier (Career Development)

Everly dan Girdano (dalam Munandar, 2010) menganggap bahwa untuk menghasilkan kepuasaan pekerjaan dan mencegah timbulnya frustasi pada para tenaga kerja (yang merupakam bentuk reaksi terhadap stres), perlu diperhatikan 3 unsur yang penting dalam pengembangan karier, yaitu :

1. Peluang untuk menggunakan keterampilan jabatan sepenuhnya 2. Peluang mengembangkan keterampilan yang baru

3. Penyuluhan karier untuk memudahkan keputusan-keputusan yang menyangkut karier. Pengembangan karier merupakan pembangkit stres potensial yang mencakup ketidakpastian pekerjaan, promosi berlebih, dan promosi yang kurang.

a. Job Insecurity

(38)

pekerjaan yang ada. Dapat terjadi bahwa pekerjaan-pekerjaan yang baru memerlukan keterampilan yang baru. Setiap reorganisasi menimbulkan ketidakpastian pekerjaan, yang merupakan sumber stres yang potensial.

b. Over dan Under Promotion

Stres yang timbul karena over promotion memberikan kondisi yang sama seperti beban kerja berlebihan, harga diri yang rendah dihayati oleh seseorang tenaga kerja yang mendapatkan promosi terlalu dini, atau yang dipromosikan ke jabatan yang menuntut pengetahuan dan keterampilan yang tidak sesuai dengan bakatnya.

Brook (dalam Munandar, 2001) mengajukan kajian-kajian kasus tenaga kerja yang menunjukkan gangguan perilaku yang merentang dari gejala-gejala psikologikal minor dan keluhan-keluhan psikosomatik sampai ke gangguan-gangguan mental yang lebih parah sebagai hasil dari over dan under promotion.

Promosi sendiri dapat merupakan sumber stres, jika peristiwa tersebut dirasakan sebagai perubahan drastis yang mendadak, misalnya jika tenaga kerjanya kurang dipersiapkan untuk promosi. Everly dan Girdano (dalam Munandar, 2001) mengajukan 3 faktor yang menyebabkan promosi dirasakan sebagai stress, yaitu :

 Perubahan-perubahan nyata dari fungsi pekerjaan, misalnya menjadi fungsi

pemantau, penyelia

 Penambahan tanggung jawab terhadap manusia, produksi dan uang

 Perubahan dalam peran sosial yang „menemani‟ promosinya, misalnya menjadi ketua

(39)

3. Hubungan dalam Pekerjaan

Menurut Selye (dalam Munandar , 2001), merupakan salah satu aspek dari kehidupan yang penuh stres. Hubungan yang baik antar anggota dari satu kelompok kerja dianggap sebagai faktor utama dalam kesehatan individu dan organisasi.

Hubungan kerja yang tidak baik terungkap dalam gejala-gejala adanya kepercayaan yang rendah, taraf pemberian support yang rendah, dan minat yang rendah dalam pemecahan masalah dalam organisasi. Ketidakpercayaan secara positif berhubungan dengan ketaksaan peran yang tinggi, yang mengarah ke komunikasi antarpribadi yang tidak sesuai antara para tenaga kerja dan ketegangan psikologikal dalam bentuk kepuasan pekerjaan yang rendah, penurunan dari kondisi kesehatan, dan rasa diancam oleh atasan dan rekan-rekan kerjanya (Munandar, 2001).

4. Sruktur

Bagaimana para tenaga kerja mempersepsikan kebudayaan, kebiasaan dan iklim dari organisasi adalah penting dalam memahami sumber-sumber stres potensial sebagai hasil dari beradanya mereka dalam organisasi. Kepuasan dan ketidakpuasan kerja berkaitan dengan penilaian dari struktur dan iklim organisasi (Munandar, 2001).

5. Iklim Organisasi

Faktor stres yang ditemukan dalam kategori ini terpusat pada sejauh mana tenaga kerja dapat terlibat atau berperan serta dan pada support sosial.

(40)

Mengikuti Tosi (dalam Wijono, 2010) yang mengatakan bahwa ada 5 faktor yang dapat menjadi sumber stres dalam organisasi, yaitu :

1. Faktor-faktor yang Berkaitan dengan Pekerjaan Seseorang Individu

Ada beberapa tugas yang cenderung menunjukkan lebih banyak berhubungan dengan stres daripada tugas-tugas lain. Hal ini terbukti dari beberapa contoh hasil penelitian yang dilakukan oleh beberapa ahli, yaitu :

Karyawan-karyawan yang berkolaret biru lebih memungkinkan menghadapi resiko pekerjaan yang mengancam kesehatan, tugas-tugas yang dilakukan berhubungan dengan bahan-bahan yang beracun. Peneliti-peneliti yang lain menunjukkan bahwa orang yang bekerja pada pekerjaan rutin mengalami tingkat keengganan, kebosanan dan bekerja dengan kecepatan gerakan mempunyai hubungan signifikan dengan ketegangan, kecemasan, kemarahan, dan tugas yang ada dalam pekerjaan tersebut.

2. Stres Peran

Dalam suatu kesempatan, Kahn (dalam Wijono, 2010) telah melakukan penelitian tentang konflik peran dan ketidakjelasan peran dalam suatu organisasi. Tujuan mereka melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tingkat ketegangan peran dan penyesuaian diri. Penelitian ini didasarkan pada premis bahwa individu-individu lebih efektif dalam memainkan peranya ketika ia memahami tentang peran yang dimainkannya, sehingga mereka tidak stress atau tekanan-tekanan peran yang menimbulkan konflik peran yang tinggi.

3. Peluang Partisipasi

(41)

Sebaliknya, tingkat kecemasan terhadap tugas dan ancaman terhadap tugas dirasakan rendah oleh manajer yang partisipasinya terhadap tugasnya rendah. Partisipasi adalah penting untuk 2 alasan, yaitu :

1. Partisipasi dihubungkan dengan konflik peran yang rendah dan ketidakjelasan peran yang rendah

2. Partipasi yang tinggi (keputusan-keputusannya lebih berpengaruh) dapat membuat seseorang merasa dapat mengendalikan lingkungan sekitarnya.

Beberapa hasil penelitian yang dilaporkan menunjukkan bahwa pengendalian individu terhadap tekanan-tekanan lingkungannya tidak akan lebih berpengaruh terhadap dirinya untuk memperoleh peluang partisipasi ketika tidak ada pengendalian yang secara nyata atau dapat dilihat hasilnya (Wijono, 2010).

4. Tanggung Jawab

Tanggung jawab yang lain mungkin dapat mempengaruhi stres yang sedang bekerja. Sebagai seorang manajer keefektifannya tergantung pada siapa yang bekerja untuknya, seandainya manajer mempunyai alasan bahwa dirinya tidak mempunyai kepercayan terhadap mereka, atau kemampuannya kurang dapat mengendalikan mereka, maka manajer akan mengalami stres karena dirinya tidak dapat mengendalikan situasi tersebut (Wijono, 2010).

5. Faktor-faktor Organisasi

(42)

untuk mewujudkan potensi & produktivitas individu (Wijono, 2010). Di bawah ini ada 4 ciri-ciri organisasi yang dapat menyebabkan stres, yaitu :

1. Tingkat organisasi

2. Keadaan yang sulit dalam organisasi 3. Taraf perubahan organisasi

4. Batas Peran

2.5.Faktor-faktor Di Luar Pekerjaan

Menurut Tosi (dalam Wijono, 2010) ada beberapa faktor di luar pekerjaan yang dapat menjadi sumber stres, terutama yang berhubungan dengan faktor-faktor lingkungan di luar pekerjaan, seperti:

1. Perubahan Struktur Kehidupan

Ada 3 dimensi struktur kehidupan yang dapat menyebabkan stres, yaitu :

a. Dimensi budaya sosial yang dilakukan bersama keluarga, religius, keturunan, struktur pekerjaan, dan faktor-faktor sosial yang luas lainnya.

b. Hubungan dengan orang-orang lain dalam dunia budaya sosial, seperti seorang pribadi berperan sebagai suami/istri, rekan kerja, orang tua, rakyat sebuah Negara, dan sebagainya.

c. Aspek dari individu sendiri. Individu mempunyai kecenderungan ciri-ciri yang tidak tahan terhadap tekanan, ancaman, mudah dan cemas.

2. Dukungan Sosial

(43)

dinetralisir melalui salah satu cara yaitu menggunakan sistem dukungan sosial. Dukungan sosial merupakan salah satu cara komunikasi yang positif karena berisi tentang perasaan suka, keyakinan, penghargaan, penerimaan diri dan kepercayaan diri seseorang terhadap kepentingan orang lain.

3. Locus of Control

(44)

4. Tipe A & Tipe B

Setiap individu mempunyai ciri-ciri kepribadian yang berbeda satu dengan yang lainnya. Secara umum, kepribadian individu digolongkan kedalam 2 sifat, yaitu : Introvert dan Ekstrovert. Individu yang mempunyai sifat introvert akan cenderung mengalami stres bila dihadapkan pada persoalan-persoalan yang membuat dirinya terancam atau tertekan dalam kaitannya dengan hubungan antar manusia dibandingkan dengan individu yang mempunyai sifat ekstrovert. Sementara itu, Friedman dan Rosenman (dalam Wijono, 2010) yang telah mengelompokkan kepribadian kedalam 2 tipe yang berbeda yaitu Tipe A dan Tipe B. Kedua tipe kepribadian tersebut akan berbeda, dalam mengatasi perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan mereka.

Tabel Ciri-ciri Kepribadian Tipe A dan Kepribadian Tipe B

Tipe A Tipe B

Kompetitif Rileks

Berorientasi pada prestasi Tidak menyukai kesulitan

Agresif Jarang marah

Cepat/tangkas Menggunakan banyak waktunya untuk kegiatan-kegiatan yang disenangi

Mudah stres Tidak mudah stres

Tidak sabar Tidak mudah iri

Mudah gelisah Bekerja terus menerus Selalu siap siaga Jarang kekurangan waktu Berbicara dengan semangat

(Explosive)

(45)

Dari hasil penelitian menunjukan bahwa tipe A mengalami stres yang lebih tinggi yang berhubungan dengan sakit jamtung koroner dibandingkan dengan individu yang mempunyai kepribadian tipe B. Meskipun demikian tipe A mempunyai perbedaan dalam mengatasi stres kerja dibandingkan dengan tipe B, terutama jika harga diri tipe A terancam, cenderung akan menunjukan sikap melawan karena tekanan darahnya naik. 5. Harga Diri

Harga diri setiap individu berbeda, terutama dalam menghadapi stres di lingkungannya. Ada orang yang merasa mempunyai kemampuan untuk mengatasi stres kerja tetapi ada juga orang yang tidak mempunyai kemampuan mengatasi stres kerjanya. Hal tersebut sangat tergantung dari konsep dirinya terhadap harga diri yang dimiliki oleh setiap orang berbeda-beda. Harga diri merupakan cara penerimaan seseorang dan usaha untuk melakukan evaluasi terhadap diri sendiri atau disebut sebagai konsep diri. Jika seseorang mempunyai konsep diri positif, maka ia mempunyai harga diri yang tinggi sehingga ia dapat mengembangkan diri dalam menghadapi kondisi, situasi atau peristiwa yang mengganggu, menekan atau mengancam dirinya, akibatnya ia akan mengalami stres kerja yang rendah. Sebaliknya, jika ia mempunyai haraga diri yang rendah dalam menghadapi kondisi, situasi atau peristiwa yang mengganggu, menekan atau mengancam dalam pekerjaannya, maka ia akan mengalami stres kerja yang tinggi karena rasa percaya dirinya rendah.

6. Fleksibilitas atau Kaku

(46)

menyesuaikan diri secara fleksibel terhadap tuntutan–tuntutan dalam situasi tertentu dan menunjukkan prestasi yang baik, maka ia dapat mengurangi tekanan-tekanan karena dirinya dapat menyelesaikan tugas sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Sebaliknya, orang yang kaku adalah orang yang menunjukkan sikap tertutup, berorientasi pada dogma-dogma yang sifatnya umum, cenderung ingin kelihatan rapi, tidak toleran dan senang mengkritik orang lain dan mudah mengalami tekanan-tekanan atau stres dalam pekerjaannya. Orang yang kaku dalam menghadapi stres kerja akan mempunyai kecenderungan respons :

a. Menyangkal atau menolak tekanan atau dapat juga tidak memiliki reaksi apapun terhadap tekanan peran bahkan memedulikannya.

b. Menolak orang yang menekan dirinya

c. Menjadi semakin tergantung kepada atasannya bila mendapat tekanan yang berkaitan dengan beban peran, konflik, ataupun ketidakjelasan peran dalam pekerjaannya. d. Bila mendapat tekanan ia akan keras bekerja melebihi orang lain pada umumnya, ia

memedulikannya pandangan orang lain dengan terus memyempurnakan tugas/menyelesaikan tugas-tugasnya sehingga mempunyai nilai yang lebih dalam organisasi.

7. Kemampuan

(47)

bahwa individu yang mempunyai kemampuan tinggi mungkin akan lebih baik caranya dalam menghadapi stres.

1. Dengan kemampuanya yang lebih tinggi dari orang lain, memungkinkan ia dapat mengerjakan tugas-tugasnya yang sarat dengan peran secara kuantitatif maupun kualitatif.

2. Orang yang mempunyai kemampuan yang tinggi ada kecenderungan mengetahui batas akhir kemampuannya untuk melaksanakan tugas-tugasnya. Ia akan lebih mampu menilai keberhasilannya dalam menghadapi situasi-situasi yang menyebabkan stres dibandingkan orang yang mempunyai kemampuan rendah.

3. Orang yang mempunyai kemampuan yang tinggi dalam pekerjaannya cenderung mempunyai pengendalian diri yang lebih terhadap kondisi, situasi, atau peristiwa yang menimbulkan stres kerja dibandingkan dengan orang yang mempunyai kemampuan rendah dalam memberi respons terhadap stres kerja.

2.6.Tanda-tanda Distress

Everly dan Girdano (dalam Munandar, 2001) mengajukan daftar „tanda-tanda adanya

distress‟. Menurut mereka, stres mempunyai dampak pada suasana hati (mood), otot kerangka (musculoskeletal) dan organ-organ dalam badan (visceral).

Tanda-tanda distress-nya sebagai berikut : 1. Tanda-tanda Suasana hati (Mood)

 Menjadi overexcited

 Cemas

 Merasa tidak pasti

(48)

 Menjadi mudah bingung dan lupa

 Menjadi sangat tidak-enak (uncomfortable) dan gelisah (ill at ease)

 Menjadi gugup (nervous)

2. Tanda-tanda Otot Kerangka (Musculoskeletal)  Jari-jari dan tangan gemetar

 Tidak dapat duduk diam atau berdiri di tempat

 Mengembangkan tic (gerakan tidak sengaja)  Kepala mulai sakit

 Merasa otot menjadi tegang atau kaku  Menganggap jika berbicara

 Leher menjadi kaku

3. Tanda-tanda Organ-organ Dalam Badan (Visceral)  Perut terganggu

 Merasa jantung berdebar

 Banyak berkeringat  Tangan berkeringat

 Merasa kepala ringan atau akan pingsan

 Mengalami kedinginan (cold chills)

 Wajah menjadi „panas‟

 Mulut menjadi kering

 Mendengar bunyi berdering dalam kuping

(49)

2.7.Service Adviser (SA)

Service Adviser (SA) merupakan karyawan yang bertugas menerima customer yang datang ke

bengkel, mendiagnosa kerusakan awal mobil yang akan di servis, mengestimasi biaya dan waktu pekerjaan dan selanjutnya membuat PKB (Perintah Kerja Bengkel) . Service Adviser (SA) juga dihimbau dan diharuskan menawarkan jasa dan produk bengkel kepada customer tentang perawatan mobil yang digunakan customer. Service Adviser (SA) mengestimasikan juga tentang biaya jasa perbaikan dan jasa produk yang akan digunakan baik yang SBE (Service Berkala Eksternal ), SBI (Service Berkala Internal) maupun biaya penggantian suku cadang yang rusak. Service Adviser (SA) menjanjikan waktu proses penyerahan kendaraan yang diperbaiki dan bisa

juga menunda waktu perbaikan kendaraan. Kemudian Service Adviser (SA) menghubungi customer, lalu Service Adviser (SA) menanyakan tentang kepuasan customer.

(50)

2.8.Kerangka Pikir

Beban Kerja  Tuntutan Tugas

Tanggung Jawab Kerja

Hubungan Interpersonal  Antar Karyawan Service

Adviser (SA)

 Karyawan Service Adviser (SA) dengan manajer

 Karyawan Service Adviser (SA) dengan Customer

(51)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat kualitatif yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian (Moleong, 2010). Adapun alasan peneliti menggunakan penelitian kualitatif adalah untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang faktor-faktor di dalam pekerjaan yang berperan dalam terjadinya gejala stres kerja pada karyawan Service Adviser (SA) PT Perintis Perkasa Medan (Authorized Toyota Dealer).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT Perintis Perkasa (Authorized Toyota Dealer) yang terletak di jalan H. Adam Malik No 11 Glugur by Pass-Medan. Dipilihnya perusahan ini sebagai lokasi penelitiann karena alasan sebagai berikut :

1. Belum pernah dilakukan penelitian tentang faktor-faktor di dalam pekerjaan yang berperan dalam terjadinya gejala stres kerja pada karyawan Service Adviser (SA).

2. Adanya kemudahan dan dukungan dari pihak PT Perintis Perkasa Medan (Authorized Toyota Dealer).

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Oktober tahun 2013. 3.3.Informan Penelitian

(52)

3.4.Metode Pengumpulan Data 1. Pengumpulan Data Primer

Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara baku terbuka, yaitu wawancara yang menggunakan seperangkat pertanyaan baku. Urutan pertanyaan, kata-katanya, dan cara penyajiannya pun sama untuk setiap responden. Wawancara jenis ini bermanfaat pula dilakukan apabila responden cukup banyak jumlahnya (Moleong, 2010). Data primer yang akan digali dalam teknik wawancara baku terbuka ini adalah faktor-faktor di dalam pekerjaan yang berperan dalam terjadinya gejala stres kerja dengan menggunakan panduan wawancara tentang gejala stres kerja yang diambil dari buku Tarwaka tahun 2010 terhadap para informan yaitu karyawan Service Adviser (SA). Selain itu teknik wawancara ini dilakukan dengan metode pendekatan STAR, yaitu Situation or Task, Action, dan Result. Dimana Situation adalah pada saat situasi atau lingkungan kerja yang bagaimana yang menyebabkan gejala stres kerja yang dialami para karyawan Service Adviser (SA). Task adalah pada saat apa yang akan atau ingin dicapai dari situasi yang menyebabkan gejala stres kerja yang dialami para karyawan Service Adviser (SA). Action adalah aksi atau reaksi dari apa yang dilakukan para karyawan Service Adviser (SA) pada saat mengalami gejala stres kerja. Result adalah hasil atau sesuatu dari tindakan yang dilakukan para karyawan Service Adviser (SA) pada saat mengalami gejala stres kerja. Adapun media atau alat bantu berupa sound recorder.

2. Pengumpulan Data Sekunder

(53)

3.5.Definisi Istilah

1. Pekerja merupakan orang yang bekerja sebagai Service Adviser (SA) PT Perintis Perkasa Medan.

2. Beban Kerja merupakan sesuatu yang dirasakan pekerja dalam menyelesaikan pekerjaan, termasuk di dalamnya berupa tuntutan tugas dan target kerja.

3. Tanggung Jawab Kerja merupakan semua pekerjaan yang harus diselesaikan atau dipenuhi sesuai dengan tugasnya.

4. Hubungan Interpersonal merupakan hubungan interaksi antarkaryawan Service Adviser (SA), karyawan Service Adviser (SA) dengan pihak manajer, dan juga karyawan Service Adviser (SA) dengan para customer atau pelanggan.

5. Stres Kerja merupakan respon yang timbul dalam diri seseorang akibat dari pekerjaannya yang dapat diketahui melalui panduan wawancara tentang gejala stres kerja.

3.6.Teknik Analisis Data

(54)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

4.1.Gambaran Umum Perusahaan

PT Perintis Perkasa merupakan perusahaan yang bergerak di bidang otomotif. PT Perintis Perkasa merupakan salah satu perusahaan Authorized Toyota Dealer yang ada di Medan, Sumatera Utara. PT Perintis Perkasa didirikan pada tanggal 10 Januari 1979 di Medan. PT Perintis Perkasa beralamat di Jalan H.Adam Malik No.11 Glugur by Pass-Medan. PT Perintis Perkasa bergerak di bidang penjualan suku cadang (Spare part) dan pelayanan jasa Service.

PT Perintis Perkasa menerapkan sistem kerja 6 hari dalam seminggu, dengan jam kerja

bengkel pada hari Senin s/d Jum‟at pukul 08.00-17.00 WIB dan hari Sabtu pukul 08.00-15.00

WIB. Karyawan-karyawan PT Perintis Perkasa terdiri dari Kepala Bengkel. Customer Relation Coordinator (CRC), Service Adviser (SA), Foreman (FO), Pembagi Tugas Mekanik (PTM), dan

lain sebagainya. Adapun spesifikasi pekerjaan dari masing-masing karyawan tersebut adalah sebagai berikut :

 Kepala Bengkel

(55)

Customer Relation Coordinator (CRC)

Customer Relation Coordinator (CRC) mempunyai peran memfasilitasi penanganan keluhan,

mengelola data pelanggan, menyelenggarakan atau meningkatkan skill tentang customer service bagi karyawan.

Service Adviser (SA)

Service Adviser (SA) mempunyai peranan yang sangat penting di Toyota, karena Service

Adviser (SA) merupakan karyawan yang bertugas menerima customer yang datang ke bengkel, mendiagnosa kerusakan awal mobil yang akan diservis, mengestimasi biaya dan waktu pekerjaan dan selanjutnya membuat PKB (Perintah Kerja Bengkel). Service Adviser (SA) juga dihimbau dan diharuskan menawarkan jasa dan produk bengkel kepada customer. Service Adviser (SA) mengestimasikan juga tentang biaya jasa perbaikan dan jasa produk yang akan digunakan baik yang SBE (Servis Berkala Eksternal), SBI (Servis Berkala Internal) maupun biaya penggantian suku cadang yang rusak. Service Adviser (SA) menjanjikan waktu proses penyerahan kendaraan yang diperbaiki dan bisa juga menunda waktu perbaikan kendaraan. Kemudian Service Adviser (SA) menghubungi customer, lalu Service Adviser (SA) menanyakan bagaimana tentang kepuasaan customer.

Foreman (FO)

Foreman (FO) mempunyai peran menjamin hasil perawatan dan perbaikan dengan

(56)

 Pembagi Tugas Mekanik (PTM)

Pembagi Tugas Mekanik (PTM) mempunyai peran mengkoordinir dan mengoptimalkan jalannya papan control berdasarkan perkembangan order dari booking ataupun non booking sampai kendaraannya selesai, persiapan dan menuliskan chip pada JPCB, membagi dan memonitor tugas harian mekanik, mencatat produktiviti mekanik, memonitoring pekerjaan pada JPCB dan melaporkan pada SA jika ada penambahan pekerjaan dan perubahan waktu penyerahan, serta mengkoordinir dan mengoptimalkan jalannya kerja mekanik dalam menangani pekerjaan berdasarkan perintah kerja bengkel (PKB) untuk mencapai kepuasan pelanggan bengkel.

4.2.Visi dan Misi Perusahaan

Adapun Visi Perusahaan dari PT Perintis Perkasa, yaitu : a) Menjadi mitra usaha yang terpercaya bagi seluruh stakeholder b) Professional dalam menjalankan kegiatan usaha

c) Menjadi dealer utama otomotif kendaraan pada roda empat nomor satu di Indonesia yang berkompeten dan mampu bersaing secara sehat

d) Memberikan pelayanan semaksimal mungkin kepada pelanggan (customer) dan memberikan fasilitas yang bertaraf Internasional.

Adapun Misi Perusahaan dari PT Perintis Perkasa, yaitu :

a) Menjadi dealer utama otomotif roda empat nomor satu di Indonesia yang berkompeten dan mampu bersaing secara sehat.

(57)

Gambar

Tabel Ciri-ciri Kepribadian Tipe A dan Kepribadian Tipe B
Tabel 4.3 Matriks Pernyataan Informan mengenai Hubungan Interpersonal
Gambar 1. Beberapa orang customer yang sedang menunggu antrian

Referensi

Dokumen terkait

9 yang telah dibuat oleh guru dalam pembelajaran,. sehingga diperoleh data bahwa semua guru

Page | i KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) UPT Loka Pengembangan Signal & Navigasi Tahun 2013 memuat informasi yang

Dengan website profil kesehatan yang disajikan secara online, lewat koneksi ke internet, maka diharapkan dapat dinikmati oleh setiap masyarakat dan juga dapat menjadi pembanding

Sebagai konsep, active learning adalah suatu proses kegiatan belajar mengajar yang subyek didiknya terlibat secara intelektual dan emosional sehingga ia betul-betul

Hal lain yang perlu dipertimbangkan untuk penelitian selanjutnya yaitu akibat lain dari budaya organisasi misalnya terhadap kinerja organisasi, pengaruh terhadap motivasi kerja,

Demikian juga dalam membangun hubungan yang harmonis dengan masyarakat sekitarnya, tetap menjadi prioritas utama adalah dimulai dari lingkungan kampus itu sendiri

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh stimulus iklan melalui format media audio-visual, animasi gambar, dan teks gambar secara online dan teks gambar