• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Sistem Bagi Hasil Kepada Pemodal Dalam Kegiatan Pembiayaan Koperasi Syariah (Studi BMT Al-Musabbihin Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Sistem Bagi Hasil Kepada Pemodal Dalam Kegiatan Pembiayaan Koperasi Syariah (Studi BMT Al-Musabbihin Medan)"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA A.Buku

Abdad, Zaini Lembaga Perekonomian Ummat di Dunia Islam, (Bandung, Angkasa, 2003), Cet. ke I.

Adi, Rianto Adi,Metode Penelitian Sosial dan Hukum (Jakarta: Garanit, 2004. Al Hamidi, M. Husaini, Riwayat Nabi Besar Muhammad SAW, Jakarta: Yayasan

Al-Hamidy.

Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2014)..

Andiwarwan, Karim, “Analisis Fiqih dan Keuangan Bank Islam” Jakarta: Rajawali Pers.

Anwar, M. Ibrahim, “Konsep Profit and Loss Sharing System Menurut Empat

Mahzab” Jakarta : Erlangga.

Ascarya. Akad&Produk Bank Syariah. (Semarang : Tohaputra,2008).

Ismail, Perbankan Syariah,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011). Kasani-Al, Ibnu Qudamah, “Jurnal-jurnal Islam tentang Bank Islam vol 1”. Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Islam Lainnya, Jakarta: Rajawali Pers. Kasmir, Muhammad, Manajemen Perbankan Syariah Edisi Revisi, Yogyakarta:

UII Press.

Muhammad, Teknik Perhitungan Bagi Hasil dan Pricing di Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2004).

__________, Manajemen Bank Syariah,( Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2005). (Yogyakarta: UII Press, 2004).

Nazir, M, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta,Kencana,1988).

Nurhatati, dan Ika Saniyati Rahmaniyah, Koperasi Syariah, (Surakarta: PT Era Intermedia, 2008).

Qordhawi, Yusuf, Kiat Islam dalam Mengentaskan Kemiskinan, (Jakarta : Gema Isnsani Press, 1995).

(2)

Sitio, Arifin dan Halomoan Tamba, Koperasi Teori dan Praktik, Jakarta: Erlangga, 2001.

Soemitra, Andri, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana, 2009).

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik. 2001.

Syamsudin, Nur Buchori, Koperasi Syariah Teori dan Praktik, Banten: Shuhuf Media Insani, Cet. I, 2012.

Umam, Khotibul, Trend Pembentukan Bank Umum Syariah, Yogyakarta: BPFE, Cet. I, 2009.

Warman, Adi Karim, Bank Islam Fiqih dan Keuangan, Rajawali Press, 2012. Widyaningsih DKK, Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana. ____________, et al., Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Jakarta: Kencana,

Cet. II, 2005.

Zuhaili Wahbah, Jurnal Islam : Al-fiqhu Al-Islamib wa-Adilatuhu, vol 5.

B. Peraturan Perundang-undangan

Keputusan Menteri Negera Koperasi dan Usaha Kecul Menengah Republik Indonesia Nomor : 91/Kep/M.KUKM/IX/2004, tanggal 10 Septermber 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Usaha Koperasi Jasa dan Keuangan Syariah (KJKS).

Fatwa DSN MUI. C. Hadits

(3)

D.Sumber Internet :

Sharialife.blogspot.com Ikhwan Abidin Basri, M “Pola Pembiayaan

Usaha melalui Bank Syariah Syirkah/Musyarakah” artikel di akses pada 30 juli

(4)

BAB III

KEDUDUKAN PEMODAL DALAM KEGIATAN PEMBIAYAAN KOPERASI SYARIAH

A. Tinjauan Umum Tentang Koperasi Syariah 1. Pengertian Koperasi Syariah

Koperasi Syariah secara teknis bisa dibilang sebagai koperasi yang prinsip kegiatan, tujuan dan kegiatan usahanya berdasarkan kepada syariah Islam yaitu Al-Quran dan Assunah. Pengertian umum dari Koperasi Syariah adalah badan usaha koperasi yang menjalankan usahanya dengan prinsip-prinsip syariah. Apabila koperasi memeiliki unit usahaproduktif simpan-pinjam, maka seluruh produk dan operasionalnya harus dilaksanakan dengan mengacu kepada fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia. Berdasarkan hal tersebut maka koperasi syariah tidak diperkenankan berusaha dalam bidang-bidang yang didalamnya terdapat unsure-unsur riba, maysir dan gharar. Disamping itu koperasi syariah tidak diperkenankan melakukan transaksi— transaksi derifatif sebagaimana lembaga keuangan syariah lainnya.33

Berikut beberapa hal mengenai pengertian dan ketentuan penglolaan Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) sebagai berikut :34

a. Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang atau seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya

33

34

(5)

berdasarkan Prinsip Koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas dasar kekeluargaan.

b. Koperasi Jasa Keuangan Syariah selanjutnya disebut KJKS adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan, investasi, produksi, perdagangan, dan simpanan sesuai dengan pola layanan syariah.

c. Unit Jasa Keuangan Syariah selanjutnya disebut UJKS adalah unit Koperasi yang bergerak di bidang usaha pemibiayaan, investasi dan simpanan dengan pola bagi hasil (Syariah) sebagai bagian dari kegiatan koperasi yang bersangkutan

d. Kekayaan, adalah amanah Allah SWT yang tidak dapat dimiliki oleh siapapun secara mutlak.

e. Manusia diberikan kebebasan bermuamalah (berdagang) selama bersama dengan ketentuan syariah

f. Manusia merupakan khalifah Allah dan pemakmur dimuka bumi

g. Menjunjung tinggi keadilan serta menolak setiap bentuk riba dan pemusatan sumber dana ekonomi pada segelintir orang atau sekelompok orang.35

Tujuan koperasi syariah itu sendiri adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya dan kesejahteraan masyarakat dan ikut serta dalam membangun perekonomian indonesia berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Selain itu juga koperasi syariah memiliki fingsi dan peran sebagai untuk membangun dan

35

(6)

mengembangkan potensi dan kemampuan anggota pada khususnya dan masyarakat pada umumnya guna meningkatkan kesejahteraan ekonomi nya, peran yang lain juga sebagai untuk memperkuat kualitas sumber daya insani anggota, agar menjadi lebih amanah, profesional (fathonah), konsisten, dan konsekuen (istiqomah) didalam menerapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam dan prinsip syariah islam serta berperan untuk mewujudkan dan mengembangkan perekonomian nasional yang merupakan usaha bersama berdasarkan asas kekeluargaan dan demokrasi ekonomi juga mengembangkan dan memperluas kesempatan kerja bagi masyarakat.36

2. Dasar Hukum Koperasi Syariah di Indonesia

Dalam perkembangan terakhir terhitung sejak diberlakukannya Instruksi Presiden RI No. 14 Tahun 1998, maka berbagai macam / jenis koperasi bermunculan, hal ini disesuaikan dengan Aspirasi Masyarakat, antara lain :

a. KoperasiTani(KOPTAN)

b. KoperasiPondokPesantren(KOPONTREN)

c. KoperasiWanita

d. KoperasiAgribisnis

e. KoperasiPedagangPasar

f. KoperasiIndustri

g. KoperasiSyariah

h. KoperasiSerbaUsaha

(7)

j. Koperasidikalanganprofesi(akuntan,arsitek,pengacara,dokter,dll)

k. KoperasiKelompokMasyarakat(POKMAS)

Keluarnya Keputusan Menteri Negara Koperasi dan Usaha kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor 91/kep/IV/KUKM/IX/2004 tentang petunjuk pelaksanaan kegiatan Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah merupakan menjadi sebuah sandaran baru realisasi dalam masyarakat ekonomi Indonesia terutama dalam lingkungan Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah.

Kenyataan itu membuktikan bahwa sistem ekonomi syariah dapat diterima dan diterapkan dalam masyarakat Indonesia bahkan mempunyai nilai positif membangun masyarakat Indonesia dalam kegiatan ekonomi sekaligus membuktikan kebenaran hukum ekonomi syariah mempunyai nilai lebih dibandingkan dengan sitem ekonomi komunis maupun ekonomi kapitalis.

Indonesia yang masyarakatnya mayoritas bergama Islam adalah lahan subur untuk berkembangnya ekonomi syariah. Semakin tinggi kualitas kemampuan seseorang dan integritas diniyahnya akan semakin tertarik untuk menerapkan sistem ekonomi syariah dari pada yang lain.

(8)

Berdasarkan ketentuan yang disebut Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS) adalah koperasi yang kegiatan usahanya bergerak dibidang pembiayaan, investasi dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah). Dengan demikian semua BMT yang ada di Indonesia dapat digolongkan dalam KJKS, mempunyai payung Hukum dan Legalitas kegiatan operasionalnya asal saja memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

3. Jenis-Jenis Koperasi Syariah

Dalam Fiqih Islam Koperasi / Koperasi Syariah dikenal dengan sebutan

Syirkah. Syirkah secara garis besar dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu37

1. Syirkah Amlak (Kepemilikan Bersama)

:

Syirkah Amlak adalah kepemilikan atas suatu barang dan beberapa orang

tanpa adaanya akad, baik secara sukarela maupun paksaan. Syirkah ini tidak termasuk dalam koperasi.

2. Syirkah ‘Uqud / Akad (Kontrak)

Syirkah ‘Uqud adalah akad antara dua orang atau lebih untuk bekerja sama

dalam hal harta baik keuntungan ataupun ataupun kerugian. Syirkah inilah yang para fuqoha dahulu membaginya menjadi empat macam., yakni:

(9)

Menurut madzhab Hanafi terdapat 4 (empat) bentuk-bentuk syirkah yang terdapat didalam hukum Islam yang terdiri atas, yaitu38

a. Syirkah ‘Inan

:

‘Inan artinya sama dalam menyetor kan atau menawarkan modal. Syirkah ‘Inan merupakan suatu akad dimana ada dua orang atau lebih berkongsi dalam modal dan sama-sama memperdagangkannya dan bersekutu dalam keuntungan. Hukum jenis Syirkah ini merupakan titik kesepakatan di kalangan para fukoha. Demikian juga Syirkah ini merupakan bentuk syirkah yang paling banyak di praktekkan kaum muslimin di sepanjang sejarahnya. Hal ini di sebabkan karena bentuk perkongsian ini lebih mudah dan praktis karena tidak mensyaratkan persamaan modal dan pekerjaan. Salah satu dari partner dapat memiliki modal yang lebih tinggi dari pada mitra yang lain. Begitu pula salah satu pihak dapat menjalankan perniagaan sementara yang lain tidak ikut serta. Pembagian keuntungan pun dapat di lakukan.

b. Syirkah Mufawadhoh

Mufawadhoh artiya sama-sama. Syirkah ini di namakan Syirkah mufawadhoh

karena modal yang disetor para partner dan usaha fisik yang dilakukan mereka sama atau proporsional. Jadi Syirkah mufawadhoh merupakan suatu bentuk akad dari beberapa orang yang menyetorkan modal dan usaha fisik yang sama. Masing-masing partner saling menanggung satu dengan lainnya dalam hak dan

38

. Ikhwan Abidin Basri, M “Pola Pembiayaan Usaha melalui Bank Syariah

Syirkah/Musyarakah” artikel di akses pada 30 juli 2008 dari Sharialife.blogspot.com sesuai

(10)

kewajiban. Dalam syirkah ini tidak diperbolehkan satu partner memiliki modal dan keuntungan yang lebih tinggi dari para partner lainnya. Hal yang perlu diperhatikan dalam syirkah ini adalah persamaan dalam segala hal di antara masing-masing partner.

c. Syirkah Wujuh

Syirkah ini dibentuk tanpa modal dari para partner. Mereka hanya bermodalkan nama baik yang di raihnya karena kepribadiannya dan kejujurannya dalam berniaga. Syirkah ini terbentuk manakala ada dua orang atau lebih yang memiliki reputasi yang baik dalam bisnis memesan suatu barang untuk dibeli dengan kredit (tangguh)dan kemudian menjualnya dengan kontan. Keuntungan yang di hasilkan dari usaha ini kemudian dibagi menurut persyaratan yang telah di sepakati antara mereka.

d. Syirkah Abdan (A’mal)

(11)

B. Pembiayaan Dalam Koperasi Syariah.

Gambaran umum tentang koperasi syariah merupakan akad kerjasama usaha atau perniagaan antar pihak pemilik dana sebagai pihak yang mejnyediakan modal sebesar 100 % dengan pihak pengelola modal untuk diusahakan dengan porsi keuntungan akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan diawal dari kedua belah pihak. Sedangkan kerugian yang ada akan ditanggung pemilik modal, kecuali jika ditemukan adanya kelalaian atau kesalahan oleh pihak pengelola dana seperti penyelewengan, kecurangan, dan penyalahgunaan dana.

Pembiayaan dalam mudharabah memiliki tiga rukun yaitu pihak yang berakad, objek yang diakadkan, dan sighat akad. Pembiayaan mudharabah juga memiliki tiga syarat utama yaitu yang pertama pihak yang berakad, kedua belah pihak harus mempunyai kemampuan dan kemauan untuk bekerjasama bermudharabah. Kedua, ada objek yang diakadkan dan yang ketiga adalah adanya sighat atau akad yang diperjanjikan. Ada dua akad kerjasama mudharabah yaitu, mudharabah mudlaqah dan mudharabah muqhayyadah. Adapun tata cara penyelenggaraan produk mudharabah yaitu pihak pengelola sebagai pemilik proyek dapat mengajukan permohonan pembiayaan kepada KJKS atau UJKS koperasi. Kebutuhan dana tersebut dapat dipergunakan untuk pembiayaan yang bersifat modal kerja dan atau investasi. Ada dua cara pembagian hasil dalam sistem pembiayaan mudharabah, yang pertama bagi laba atau untung/profit

sharing yang dihitung dari pendapatan setelah dikurangi beban. Yang kedua bagi

(12)

koperasi syariah sebagai pemilik dana (shabiul ma’al) akan menanggung semua kerugian. Adapun proses pembiayaan pada sistem mudharabah diantaranya yaitu:

1. Mitra/ anggota / mitra usaha

Mitra usaha menyampaikan tujuan untuk kebutuhan dana sebagai modal kerja untuk suatu proyek tertentu dengan menjelaskan proyek yang akan dijelaskan, pihak-pihak yang terlibat dan tujuan proyek. Juga pihak yang akan memanfaatkan proyek, pengalaman mitra usaha dalam melaksanakan proyek sejenis atau pengalaman mitra usaha dalam proyek lain. Keuntungan yang dapat diraih dari proyek ini dan sumber dana untuk mengembalikan modal tersebut. Mitra usaha juga menyertakan data-data perusahaan dan spesifikasi proyek. Keseluruhan proposal dapat menggambarkan kegiatan proyek secara lengkap dan akurat.

2. Account Officer

Menganalisis kelayakan mitra usaha, historis usaha mitra usaha baik dari segi kualitatif dan kuantitatifserta kelayakan proyek atau usaha yang akan dikerjakan oleh mitra usaha.

3. Unit support (administrasi pembiayaan, legal)

(13)

4. Komite pembiayaan.

Komite pembiayaan dilakukan untuk memperoleh keputusan bila permintaan mitra usaha dianggap tidak layak maka seluruh permintaan ini dapat dianggap tidak layak untuk mendapat fasilitas ijarah.

Adapun pembagian beberapa sistem pembiayaan dalam mudharabah dapat dijelaskan dari beberapa sudut pandang yaitu sebagai berikut:

1. Jenis – Jenis Pembiayaan Pada Koperasi Syariah.

Pada dasarnya koperasi syariah termasuk dalam jenis koperasi simpan pinjam seperti yang tedapat di dalam Hukum Nasional. Hal ini disimpulkan berdasarkan kegiatan usaha koperasi syariah memiliki kesamaan dengan koperasi simpan pinjam syariah. Pada dasarnya koperasi simpan pinjam syariah di Indonesia sering di sebut juga BMT (Baitul Maal wa At-tamwil). Selain itu, koperasi simpan pinjam syariah dalam istilah undang-undang perkoperasian juga disebut KJKS (Koperasi Jasa Keuangan Syariah). Koperasi simpan pinjam syariah ini koperasi yang kegiatan usahanya bergerak di bidang pembiayaan, investasi dan simpanan sesuai pola bagi hasil (syariah). Koperasi simpan pinjam syariah hampir sama dengan bank syariah. Perbedaannya yaitu, koperasi simpan pinjam di namakan simpanan sedangkan pada bank syariah di sebut tabungan.

(14)

Koperasi. Adapun beberapa jenis produk penyaluran dana pada lembaga keuangan syariah atau koperasi syariah adalah sebagai berikut :

a. Pembiayaan dengan Prinsip Jual Beli terbagi atas :

1) MUROBAHAH, adalah Pembiayaan murobahah yaitu pembiayaan berupa

talangan dana yang dibutuhkan anggota untuk membeli suatu barang dengan kewajiban mengembalikan talangan dana tersebut seluruhnya ditambah margin keuntungan koperasi pada waktu jatuh tempo. Koperasi memperoleh margin keuntungan berupa selisih harga beli dari pemasok dengan harga jual39

2) BAI’U BITSAMAN AJIL, Yaitu pembiayaan berupa talangan dana yang

dibutuhkan anggota untuk membeli suatu barang/jasa dengan kewajiban mengembalikan talangan dana tersebut ditambah margin keuntungan koperasi secara mencicil dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan kesepakatan.

. Koperasi memperoleh margin keuntungan berupa selisih harga beli dari pemasok dengan harga jual.

3) PIUTANG SALAM, Yaitu Pembiayaan salam yaitu pembiayaan berupa

(15)

memperoleh margin keuntungan berupa selisih harga beli dari pemasok dengan harga jual.

4) ISTISHNA, Yaitu akad bersama pembuat (produsen) untuk suatu pekerjaan

tertentu dalam tanggungan, atau akad jual beli suatu barang yang akan dibuat terlebih dahulu oleh pembuat (produsen) yang juga sekaligus menyediakan kebutuhan bahan baku barangnya. Jika bahan baku disediakan oleh pemesan, akad ini menjadi akad Ujrah (Upah).

b. Pembiayaan dengan Prinsip Kerja Sama adalah sebagai berikut:

1) MUSYAROKAH, Yaitu suatu bentuk akad kerjasama perniagaan antara

beberapa pemilik modal (BMT) untuk menyertakan modalnya dalam suatu usaha, di mana masing-masing pihak mempunyai hak untuk ikut serta dalam pelaksanaan manajemen usaha tersebut. Keuntungan dibagi menurut proporsi penyertaan modal atau berdasarkan kesepakatan bersama. Musyarakah dapat diartikan pula pembiayaan dengan akad kerja sama penggabungan modal antara dua pihak atau lebih (koperasi syariah dan anggota) untuk melakukan suatu usaha tertentu, dengan pembagian keuntungan berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya, sedangkan kerugian ditanggung semua pemilik modal berdasarkan porsi modal masing-masing40

2) MUDHOROBAH, Yaitu Pembiayaan mudharabah yaitu pembiayaan

dengan akad kerja sama antara dua pihak atau lebih dimana pemilik modal (shahibul maal) mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola

.

40

(16)

(mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Bentuk kerja sama ini menegaskan paduan kontribusi 100% modal kas dari shahibul maal dan keahlian dari mudharib41

c. Pembiayaan dengan Prinsip Sewa Menyewa .

1) IJARAH, Yaitu akad pemindahan barang atau jasa melalui pembayaran

upah sewa tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barang itu sendiri. Contohnya: pembiayaan sewa rumah, penyewaan tenda, sewa sound sistem dan lain - lain42

2) IJARAH MUNTAHIYA BITTAMLIK, yaitu akad pemindahan hak guna

(manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa/upah, diikuti dengan pemindahan kepemilikan barang itu sendiri

.

43

d. Pembiayaan dengan Sistem Jasa.

. Pada dasarnya akad IMBT ini sama dengan akad Ijarah biasa, tetapi perbedaannya yaitu pada Ijarah biasa barang yang disewa tetap menjadi milik koperasi syariah, sedangkan pada IMBT barang yang disewa akan menjadi milik anggota pada akhir pelunasan sewa sesuai dengan akadawal.

Pembiayaan ini disebut jasa karena pada prinsipnya dasar akadnya adalah

ta’awuni atau tabarru’i. Yakni akad yang tujuannya tolong menolong dalam

hal kebajikan. Produk dari pembiayaan dengan prinsip jasa adalah sebagai berikut:

41

Adi Warman Karim, Bank Islam Fiqih dan Keuangan, (Jakarta: Rajawali Press, 2012), hlm 93.

42

(17)

1) KAFALAH, Yaitu pemberian jaminan oleh koperasi sebagai penanggung

(kafil) kepada pihak ketiga atas kewajiban pihak kedua (yang ditanggung,

makful‘anhu atau ashil). Atas pemberian jaminan ini koperasi

memperoleh fee44

2) HIWALAH, Yaitu jasa pengalihan tanggung jawab pembayaran utang dari

seseorang yang berutang kepada orang lain. Contoh: Tuan A karena transaksi perdagangan berhutang kepada tuan C. Tuan A mempunyai simpanan di koperasi, maka atas permintaan tuan A, koperasi dapat melakukan pemindahbukuan dana pada rekening tuan A untuk keuntungan rekening B. Atas jasa pengalihan utang ini koperasi memperoleh fee

.

45

3) WAKALAH, Yaitu jasa melakukan tindakan/pekerjaan mewakili anggota

sebagai pemberi kuasa. Untuk mawakili anggota melakukan tindakan/pekerjaan tersebut, anggota diminta untuk mendepositokan dana secukupnya. Untuk menerima kuasa mewakili anggota melakukan tindakan/pekerjaan ini, koperasi memperoleh fee

.

46

4) AR RAHN (Gadai), menahan salah satu harta milik sipeminjam sebagai

jaminan atas harta yang diterimanya. Menurut Bank Indonesia Rahn adalah akad penyerahan barang/harta (marhum) dari nasabah (rahin) kepada bank (murtahin) sebagai jaminan sebagian atau seluruh hutang

.

47

5) QORDHUL HASSAN, Yaitu akad pemberian harta kepada orang lain yang

dapat ditagih kembali. Dengan kata lain, qardhul hasan adalah pemberian .

44

Wirdyaningsih, et al., Op.cit., hlm. 130.

45

Ibid, hlm. 132.

46

Ibid, Halaman 133.

47

(18)

pinjaman tanpa mengharapkan imbalan ertentu. Dalam khasanah fiqih, transaksi ini tergolong dalam transaksi kebajikan atau tabarru’ atau

ta’awuni48

2. Kedudukan Pemodal Dalam Pembiayaan Koperasi Syariah.

.

A.Struktur Pengurus dalam Koperasi Syariah.

Adapun struktur organisasi koperasi syariah terdiri dari: 1) Rapat Anggota

Rapat anggota merupakan pemegang kekuasaan tertinggi mempunyai kedudukan yang sangat menentukan, berwibawa dan menjadi sumber dari segala keputusan atau tindakan yang dilaksanakan oleh perangkat organisasi dan pengelola koperasi. Segala sesuatu yang telah diputuskan oleh rapat anggota harus ditaati dan sifatnya mengikat bagi semua anggota, pengurus, pengawas dan pengelola koperasi49

2) Pengurus.

.

Pengurus adalah perwakilan anggota koperasi yang dipilih melalui rapat anggota, yang bertugas mengelola organisasi dan usaha koperasi.Kedudukan pengurus sebagai penerima mandat dari pemilik koperasi, mempunyai fungsi dan wewenang sebagai pelaksana keputusan rapat anggota sangat strategis dan menentukan maju mundurnya koperasi. Pengurus minimal terdiri dari ketua, sekretaris dan bendahara50

48

Ibid, hlm. 32.

49

Arifin Sitio dan Halomoan Tamba, Koperasi Teori dan Praktik, (Jakarta: Erlangga, 2001),

(19)

3) Pengelola.

Pengelola adalah mereka yang diangkat atau diberhentikan oleh pengurus untuk mengembangkan usaha koperasi secara efisien dan profesional. Kedudukan pengelola sebagai pegawai atau karyawan yang diberi kuasa atau wewenang oleh pengurus maka berlaku hubungan perikatan dalam bentuk perjanjian atau kontrak kerja51

4) Dewan Pengawas Nasional.

. Pengelola koperasi syariah terdiri dari direktur, manajer, dan karyawan.

Dewan pengawas syariah adalah perangkat organisasi yang dipilih oleh anggota dalam rapat anggota dan diberi mandat untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya roda organisasi dan usaha koperasi agar sesuai dengan fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN).52

B.Kedudukan Pemodal.

Sedangkan Menurut UU No. 91 Tahun 2004 disebutkan bahwa Dewan Pengawas Syariah adalah dewan yang dipilih oleh koperasi yang bersangkutan berdasarkan keputusan rapat anggota dan beranggotakan alim ulama yang ahli dalam syariah yang menjalankan fungsi dan tugas sebagai pengawas syariah pada koperasi yang bersangkutan dan berwenang memberikan tanggapan atau penafsiran terhadap fatwa yang dikeluarkan Dewan Syariah Nasional.

Pada ketentuan hukum yang berlaku kedudukan Pemodal pada Koperasi Syariah memiliki kedudukan yang sama dengan kedudukan Pemodal pada

51

Ibid, halaman. 40.

52

(20)

Koperasi Umum. Pada Koperasi Umum dan Syriah kedudukan Pemodal disamakan dengan kedudukan Pengurus dalam artian Pemodal dalam Koperasi Umum maupun Syariah juga dianggap sebagai Pengurus Koperasi. Akan tetapi Pengurus Koperasi juga dibedakan antara yang turut serta sebagai Pemodal dan yang tidak turut serta sebagai Pemodal. Oleh karenanya Pengurus Koperasi biasanya terbagi atas 2 (dua) jenis, yaitu :

1) Dalam kedudukan sebagai pemilik, para anggota yang memiliki tugas : a) Memberikan kontribusinya terhadap pembentukan dan pertumbuhan

perusahaan koperasinnya dalam bentuk kontribusi keuangan (penyertaan modal dan saham, pembentukan cadangan, simpanan) dan

melalui usaha-usaha pribadinnya, demikian pula dengan mengambil bagian dalam penetapan tujuan, pembuatan keputusan dan dalam proses pengawasan terhadap tata kehidupan koperasinya,

2) Dalam kedudukannya sebagai pelanggan/ pemakai,

b) Para anggota memanfaatkan berbagai potensi yang disediakan oleh perusahaan koperasi dalam menunjang kepentingan-kepentigannya.

C.Hak dan Kewajiban Pemodal dalam Koperasi Syariah.

(21)

Secara langsung sampai dengan saat ini belum ada satupun ketentuan khusus yang mengatur tentang hak dan kewajiban dari Pemodal tersebut, akan tetapi apabila Pemodal tersebut disamakan dengan posisinya sebagai anggota koperasi maka Pemodal tersebut berarti dapat diartikan sebagai pemegang hak dan kewajiban yang sama dengan Rapat Anggota, Pengurus, Pengelola, Dewan Pengawas Nasional. Apabila berpedoman kepada hal tersebut diatas maka hak dan kewajiban Pemodal sama dengan hak dan kewajiban dari Rapat Anggota, Pengurus, Pengelola, Dewan Pengawas Nasional, yaitu sesuai dengan Peraturan Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah RI No. 16/Per/M.KUKM/IX/2015 tentang Pelaksaan Kegiatan Usaha Simpan Pinjam dan Pembiayaan Syariah oleh Koperasi yaitu sebagai berikut :

Hak dan Kewajiban Pengurus Pasal 12

1. Pengurus KSPPS dipilih dari dan oleh anggota Koperasi serta diangkat dalam Rapat Anggota.

2. Pengurus koperasi sekunder berasal dari perwakilan yang diusulkan koperasi primer anggotanya.

3. Persyaratan untuk dapat dipilih menjadi pengurus meliputi: a. telah menjadi anggota koperasi paling sedikit 2 (dua) tahun;

b. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan korporasi, keuangan negara dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan, dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan;

c. tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dansemenda sampai derajat kesatu dengan penguruslain, pengawas dan pengelola;

4. persyaratan lain untuk dapat dipilih menjadiPengurus diatur dalam Anggaran Dasar. Persyaratan pengurus sebagaimana dimaksud ayat (2 berlaku persyaratan sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf a, b, c, dan d 5. Pengurus bertanggungjawab mengenai segala kegiatan pengelolaan

koperasi dan usahanya kepada Rapat Anggota atau Rapat Anggota Luar Biasa.

(22)

7. Seorang pengurus KSPPS Primer dilarang merangkap sebagai pengurus atau pengawas pada KSPPS Primer lainnya.

Hak dan Kewajiban Pengawas Pasal 13

1. Pengawas dipilih dari dan oleh anggota koperasi serta diangkat pada Rapat Anggota.

2. Pengawas koperasi sekunder berasal dari perwakilan yang diusulkan koperasi primer anggotanya.

3. Persyaratan untuk dapat dipilih menjadi pengawas meliputi:

a. telah menjadi anggota koperasi paling sedikit 2 (dua) tahun;

b. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan korporasi, keuangan negara, danatau yang berkaitan dengan sektor keuangan, dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan;

c. tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dan semenda sampai derajat kesatu dengan pengawas lain, pengurus dan pengelola; d. pengawas koperasi sekunder berasal dari koperasi primer

anggotanya.

e. Persyaratan lain untuk dapat dipilih menjadi Pengawas diatur dalam Anggaran Dasar;

4. Persyaratan pengawas sebagaimana dimaksud ayat (2) berlaku persyaratan sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf a, b, c, dan d

5. Pengawas bertanggungjawab pada Rapat Anggota dan Rapat Anggota Luar Biasa.

6. Pengawas diberhentikan oleh anggota dalam rapat anggota.

7. Seorang Pengawas KSPPS Primer dilarang merangkap sebagai pengurus atau pengawas pada KSPPS Primer lainnya. Apabila ditemukan permasalahan yang berpotensi menjadi kasus hukum, pengawas dapat meminta bantuan jasa Kantor Akuntan Publik atau Kantor Jasa Audituntuk melakukan audit khusus.

Hak dan Kewajiban Dewan Pengawas Syariah Pasal 14

1. KSPPS dan koperasi yang menyelenggarakan kegiatan usaha simpan pinjam pembiayaan syariah wajib memiliki dewan pengawas syariah yang ditetapkan oleh Rapat Anggota.

2. Jumlah Dewan Pengawas Syariah paling sedikit berjumlah 2 orang dan setengahnya memiliki sertifikasi DSN-MUI.

(23)

a. Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan korporasi, keuangan negara, dan/atau yang berkaitan dengan sektor keuangan, dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatan;

b. Tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah dan semenda sampai derajat kesatu dengan pengurus.

4. Dewan pengawas syariah diutamakan dari anggota koperasidan dapat diangkat dari luar anggota koperasi untuk masa jabatan paling lama 2 (dua) tahun.

5. Dewan pengawas syariah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas: a. memberikan nasehat dan saran kepada pengurus dan pengawas

serta serta mengawasi kegiatan KSPPS agar sesuai dengan prinsip syariah;

b. menilai dan memastikan pemenuhan prinsip syariah atas pedoman operasional dan produk yang dikeluarkan oleh KSPPS;

c. mengawasi pengembangan produk baru

d. meminta fatwa kepada DSN-MUI untuk produk baru yang belum ada fatwanya;

e. melakukan review secara berkala terhadap produk- produk simpanan dan pembiayaan syariah. Bagian Keempat Pengelola

Pasal 15

1. PengurusKSPPS dan koperasi yang menjalankan kegiatan USPPS dapat mengangkat Pengelola KSPPS dan USPPS Koperasi dengan mengajukan rencana pengangkatan pada rapat anggota.

2. Pengelola KSPPS dan USPPS Koperasi diberi wewenang dan kuasa oleh pengurus untuk mengelola usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah. 3. Pengelola KSPPS dan USPPS Koperasi bertanggung jawab kepada

pengurus.

4. Pengelolaan usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah oleh pengelola tidak mengurangi tanggungjawab pengurus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (6).

5. Pengelola usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah koperasi wajib memiliki sertifikat standar kompetensi pengelola usaha simpan pinjam dan pembiayaan syariah yang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi profesi yang telah memperoleh lisensi sesuai peraturan perundangundangan. 6. Hubungan kerja antara pengelola usaha simpan pinjam dan pembiayaan

syariah dengan pengurus KSPPS adalah hubungan kerja atas dasar perikatan yang memuat paling sedikit:

a. jangka waktu perjanjian kerja;

b. wewenang, tanggungjawab, hak dan kewajiban masing-masing pihak;

(24)

BAB IV

PENERAPAN SISTEM BAGI HASIL KEPADA PEMODAL DALAM KEGIATAN PEMBIAYAAN KOPERASI SYARIAH PADA

BMT AL MUSABBIHIN MEDAN

A. Gambaran Umum Bmt Al Musabbihin Medan.

1. Riwayat Kegiatan Operasional Koperasi Syariah BMT Musabbihin.

Koperasi Syariah BMT Musyabbihin di dirikan pada bulan juni 2014 berdasarkan Akte PendidikanNo. 18 dihadapan Notaris Irwan Santoso,SH. Tanggal 17 oktober 2014. Pada awalnya koperasi syariah BMT Mussabbihin mulai usaha bergerak di bidang simpan pinjam :

a. Simpanan.

1) Simpanan dengan produk Tabungan Berkah 2) Simpanan Berjangka dengan produk Deposito b. Pinjaman

1) Pinjamanan diberikan khusus untuk golongan Mikro yang dapat digunakan untuk pedagang kecil/ golongan ekonomi lemah maupun untuk komsumtif.

(25)

fasilitas komsumtif sebanyak 143 nasabah dengan total plafond sebesar Rp.618.083.000,-.

Seiring dengan perkembangan kegiatan BMT Musabbihin, dengan pembinaan pembiayaan kepala pedagang kecil khususnya, BMT bekerja sama dengan IKMT telah mencoba memberikan fasilitas untuk peternak sapi sebanyak 40 ekor yang diprioritaskan untuk memenuhi kebutuhan hewan qurban di Masjid Al Musabbihin.

Disamping itu BMT Musabbihin akan mencoba memberikan fasilitas di sektor pertanian/petani rakyat, dan saat ini BMT musabbihin bekerjasama dengan pihak Aceh Sepakat sedang melakukan ujicoba khusus tanaman jagung seluas ± 1 (satu) hektar dengan pemenuhan syarat para petani untuk pengolahan tanah, dengan menggunakan pupuk organik.

Dengan perkembangannya informasi atas kegiatan BMT musabbihin kepala masyarakat melalui keluarga besar IKMT serta peran aktif keluarga besar pengurus Aceh Sepakat cabang III Medan dan anggotanya, BMT Musabbihin mengalami kendala/ kekurangan dana untuk memenuhi kebutuhan modal kerja para calon nasabah, khususnya nasabah retail :

a. pedagang kecil, peternakan yang berada di wilayah Medan Sunggal sekitarnya.

2. Data Perusahaan.

(26)

b. Alamat : Komplek Taman Setia Budi Indah Block C No.99 Medan.

3. Legalitas Perusahaan. a. Akte Perusahaan.

1) Nomor : 18

2) Tanggal : 17 Oktober 2014 3) Notaris : Irwan Santoso,SH.

4. Tanda Daftar Perusahaan.

a. Nomor : 02.12.264.01061/5619/6142/12/2014 b. Tanggal : 22 Desember 2014

c. Kepala Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Medan d. Surat Izin Usaha Perdagangan.

1) Nomor : 6215/6230/1.1/1902/12/2014 2) Tanggal : 22 Desember 2014

3) Kepala Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Medan e. Surat Ijin Gangguan

1) Nomor : 6969/6991/6839/2.1/1902/12/2014 2) Tanggal : 22 Desember 2014

3) Kepala Badan Pelayanan Perijinan Terpadu Kota Medan

f. Nomor Pokok Wajib Pajak

(27)

2) Tanggal : 03 Desember 2014 3) Direktorat Jenderal Pajak g. Surat Pinbuk

1) Nomor : A.058/PINBUK.INDO-SU/BP/A/RK/XI/2014 2) Tanggal : 07 Nopember 2014

3) Pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil Indonesia Perwakilan Sumatera Utara

h. Surat Ijin Dinas Koperasi

1) Nomor : 518/13/BH/II.14/XI/2014 2) Tanggal : 28 Nopember 2014

3) Kepala Dinas Koperasi UMKM Kota Medan i. Susunan Pengurus Koperasi Syariah Bmt Musabbihin

1) Terlampir

j.Neraca Laba Rugi Posisi S/D Akhir Januari 2015 1) Terlampir

k.Foto Usaha Nasabah Binaan Bmt Musabbihin 1) Terlampir

5. Susunan Pengurus. a. Pengurus :

1) Ketua : Sugiyanto

(28)

b. Pengawas :

1) Ketua : Maulana Pohan 2) Anggota : Armein Rusdin Jusuf 3) Anggota : Abikusno Dharsuky Drs.

c. Pengawas Syariah :Drs. H. Syahrul Rambe MM.

Peran, Fungsi dan Tugas Pengurus BMT Al-Musabbihin juga memiliki bagian –bagian yang tersendiri sesuai dengan Anggaran Dasar yang telah disusun sebelumnya. Adapun beberapa penjelasan tentang fungsi dan tugas Pengurus BMT Al-Musabbihin antara lain :

1. Menyusun kebijakan umum BMT yang telah dirumuskan dalam Rapat Anggota.

2. Melakukan pengawasan operasional BMT dalam bentuk : 3. Persetujuan pembiayaan untuk suatu jumlah tertentu 4. Pengawasan tugas Manager (pengelola).

5. Bersama pengelola menetapkan komite pembiayaan.

6. Melaporkan perkembangan BMT kepada Para Anggota dalam Rapat Anggota

(29)

1. Bertanggung jawab atas aktivitas BMT dan melaporkan perkembangan unit BMT kepada seluruh anggota mekanisme rapat yang disepakati.

2. Terseleksinya calon karyawan sesuai dengan formasi yang dibutuhkan dan mengeluarkan Surat Keputusan Pengangkatan/Pemberhentian Karyawan. 3. Terkendalinya aktivitas simpan pinjam di BMT.

4. Terjaganya kondisi kerja yang aman,nyaman di BMT.

5. Terbukanya hubungan kerjasama dengan pihak-pihak luar dalam rangka mengembangkan usaha BMT.

6. Menjaga BMT agar dalam aktivitasnya senantiasa tidak lari dari visi dan misinya.

7. Meningkatkan kualitas SDM BMT.

Ketua juga memiliki tugas pokok tertentu yang telah diatur dalam Anggaran Dasar BMT ialah sebagai berikut:

1. Bertanggungjawab atas aktivitas BMT dan melaporkan perkembangan unit BMT kepada seluruh anggota melalui mekanisme rapat yang disepakati. 2. Melakukan pengawasan dan pertemuan bulananan .triwulan /semester

untuk membahas capaian target BMT serta kendala-kendala yang dihadapi BMT.

3. Memberikan masukan pada pengelola mengenai strategi-strategi yang dapat dikembangkan BMT dalam pencapaian target.

(30)

5. Mendapatkan data dan mempersiapkan bahan dan agenda rapat anggota untuk melaporkan perkembangan BMT.

6. Menyelenggarakan rapat anggota dan melaporkan perkembangan BMT secara periodik (triwulan/semester/tahunan) kepada anggota BMT.

7. Mengajukan rencana kerja dan anggaran pendapatan/ belanja BMT pada musyawarah anggota.

8. Terseleksinya calon karyawan sesuai dengan formasi yang dibutuhkan dan mengeluarkan Surat Keputusan pengangkatan/pemberhentian karyawan. 9. Melakukan penilaian terhadap kinerja karyawan dan kebutuhan akan

penambahan SDM.

10.Membuka peluang kesempatan kerja secara terbuka apabila masih dibutuhkan formasi di BMT.

11.Melakukan tahap-tahap rekruitmen hingga seleksi karyawan sesuai dengan aturan yang berlaku.

12.Mengeluarkan Surat Keputusan pengangkatan atau pemberhentian karyawan.

13.Terkendalinya aktivitas simpan pimjam di BMT. 14.Mengawasi secara keseluruhan aktivitas BMT.

Dalam Anggaran Dasar Ketua memiliki wewenang yang telah diatur dalam Anggaran Dasar BMT Al-Musabbihin yang sudah tertera sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan ialah sebagai berikut:

(31)

2. Menyetujui / menolak pengajuan biaya (hasil rapat komite) apabila dianggap dapat merugikan lembaga.

3. Menyetujui / menolak pengajuan pembelian aktiva tetap.

4. Menyetujui / menolak pencairan dropping pembiayaan sesuai dengan batasan wewenang.

5. Menyetujui / menolak penggunaan keuangan yang dianjurkan yang tidak melalui prosedur.

6. Memberikan teguran dan sanksi atas pelanggaran yang dilakukan manajemen pengelola.

7. Melakukan penilaian dan evaluasi atas prestasi karyawan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

8. Memberikan keputusan promosi, rotasi dan PHK sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

9. Mengeluarkan Surat Keputusan pengangkatan dan atau pemberhentian karyawan.

10.Mengadakan kerjasama dengan pihak lain untuk kepentingan lembaga dalam upaya mencapai target proyeisi dan tidak merugikan lembaga. 11.Memutuskan menolak atau menerima kerjasama dengan pihak lain dalam

sesuai dengan kegiatan utama BMT (simpan pinjam).

(32)

1. Mengadministrasikan seluruh berkas yang menyangkut keanggotaan BMT. 2. Semua surat-surat masuk dan keluar, khususnya yang berkaitan dengan

Badan Pengurus.

3. Merencanakan rapat rutin koordinasi dan evaluasi kegiatan Badan Pengurus.

4. Mendistribusikan setiap hasil rapat Pengurus/anggota kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

Tugas tugas pokok dari Sekretaris Pengurus BMT itu sendiri juga dapat dijelaskan beberapa hal sebagai berikut:

1. Mengadministrasikan seluruh berkas yang menyangkut keangotaan BMT. 2. Melakukan pendataan ulang terhadap anggota baru BMT.

3. Melakukan penghimpunan biodata atau kelengkapan administrasi anggota BMT.

4. Melakukan registrasi keanggotaan BMT.

5. Mengadministrasikan semua surat masuk dan keluar yang berkaitan dengan aktivitas Badan Pengurus.

6. Melakukan kegiatan administrasi surat masuk dan keluar.

7. Membuat kebijakan system administrasi pada tingkat Badan Pengurus. 8. Mengadministrasikan dokumen lembaga yang sifatnya permanen, seperti

akte pendirian.

(33)

10.Mengadministrasikan seluruh Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Badan Pengurus.

11.Merencanakan rapat rutin koordinasi dan evaluasi kegiatan Badan Pengurus.

12.Menyusun kalender kerja Badan Pengurus bersama ketua dan bendahara. 13.Mengatur rencana rapat dengan agenda yang disepakati dan evaluasi

kegiatan Badan Pengurus.

14.Mendistribusikan hasil rapat pengurus kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

15.Membuat notulasi pada setiap rapat.

16.Mendokumentasikan notulasi dan mendistribusikan kepada seluruh pihak yang berkepentingan.

Sedangkan sekretaris pengurus BMT memiliki wewnang yang telah ditetapkan dalam anggaran dasar seperti: menandatangani undangan rapat, mendokumentasikan arsip penting mengenai kepengurusan, dan mendistribusikan hasil notulasi rapat pada seluruh pihak yang berkepentingan.

(34)

pokok anggota. Sedangkan tugas pokok dari bendahara pengurus BMT secara spesifik ialah sebagai berikut:

1. Mengeluarkan laporan keuangan BMT kepada pihak yang berkepentingan. 2. Membuat laporan keuangan BMT (simpan pinjam dan sektor riil).

3. Melakukan analisis bila diperlukan dan memberikan masukan pada Rapat Badan Pengurus mengenai perkembangan BMT dari hasil laporan keuangan yang ada.

4. Memberikan laporan mengenai perkembangan simpanan wajib dan simpanan pokok anggota.

5. Melakukan evaluasi terhadap perkembangan simpanan pokok dan wajib. 6. Mendata ulang anggota yang masih belum melunasi kewajibannya dalam

menyetor simpanan pokok dan simpanan wajib.

7. Melakukan koordinasi dengan sekretaris bila diperlukan mengenai kondisi anggota.

Sedangkan wewenang dari Bendahara adalah mengeluarkan laporan keuangan BMT untuk keperluan intern dan melakukan analisis keuangan BMT. BMT ZAl-Musabbihin juga memiliki struktur yang namanya Pengawas Syari’ah Koperasi yang memiliki fungsi utama untuk emberikan fatwa, penjelasan, informasi dan pandangan-pandangan yang dianggap perlu dalam hal ketepatan pola, akad, dan transaksi-transaksi lainya di BMT dengan Syari’ah Islam sebagai dasar pedoman operasional BMT.

(35)

akad-akad Syari’ah BMT. Sedangkan tugas pokok dari pengawas syariah ialah merdisposisikannya produk-produk BMT sesuai Syari’ah, mengevaluasi program-program BMT, membantu pengelola dalam rangka sosialisasi ekonomi Syari’ah kepada masyarakat.

Kewenangan dari pengawas syariah pengurus BMT AL-MUsabbihin ialah melakukan evaluasi dan monitoring terhadap operasional BMT, lalu memberikan keputusan dan pandangan terhadap ketepatan produk-produk Syari’ah BMT, dan memberikan rekomendasi terhadap kelayakan kerjasama dengan pihak ke tiga khususnya dalam hal kesesuaiannya dengan prinsip Syari’ah Islam, serta melakukan pengawasan langsung maupun berjenjang dalam hal operasional & keuangan BMT.

B. Penerapan Sistem Bagi Hasil Kepada Pemodal Koperasi Syariah Pada BMT Al Musabihin Medan ;

Berdasarkan hasil wawancara dan pengamatan Penulis dengan Pihak Pengurus BMT Musabbihin serta dengan Pihak Shahibul Maal (Nasabah yang meminjam), Sistem bagi hasil pada BMT Musabbihin yaitu dengan melakukan sistem bagi hasil mudharabah.

(36)

yaitu nasabah dan BMT Musabbihin. Dengan asumsi bahwa kerugian tersebut disebabkan oleh BMT Musabbihin sebagai mudharib dalam mengelola tabungan akan tetapi semua ada kesepakatan antara shahibul maal (nasabah) dengan mudharib BMT Musabbihin pada waktu melakukan akad (wawancara dengan Pengurus BMT Musabbihin, 26 Oktober 20015, Jam 13.00-14.30.

Sebagai Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM), BMT Musabbihin memiliki karakter tersendiri dan prosedur pembinaan tertentu. Hal ini dikarenakan BMT Musabbihin termasuk kedalam lembaga keuangan pra-koperasi yang memiliki ciri-ciri seperti dapat dilihat dari aspek-aspeknya yang meliputi:

1. Modal

BMT Musabbihin dapat didirikan dengan jumlah modal minimal Rp 20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) yang harus disetor sebagai modal BMT Musabbihin dalam jangka waktu 6 bulan. Berbeda dengan BMT-BMT lain yang terdapat di Kota Medan yang pada umumnya dapat dioperasikan dengan modal 5.000.000,- (lima juta rupiah) pada 2-3 bulan pertama sambil menanti setoran semua modal-modal, pada awal berdirinya BMT bermodalkan Rp.20.000.000,- (dua puluh juta rupiah) yang diperoleh dari sumbangan, infak, dan modal dari investor-investor lain yang berasal dari Mesjid Al Musabbihin. Anggota Pendiri 2. Simpanan.

a. Simpanan Pokok Khusus

(37)

sesuai dengnan kesanggupan anggota masing-masing. Simpanan pokok ini dapat dibayar tunai dan cicilan, sesuai dengan kesepakatan rapat anggota.

b. Simpanan Pokok

Yaitu uang yang dibayar oleh setiap anggota BMT Musabbihin kepada BMT Musabbihin dengan tanda bukti pembayaran berupa kwitansi yang jumlahnya ditentukan dalam anggaran dasar. Simpanan pokok ini merupakan tanda keanggotaan BMT Musabbihin, oleh karena itu simpanan pokok tidak dapat diambil kecuali setelah anggota yang bersangkutan memutuskan untuk keluar dari keanggotaan BMT Musabbihin.

c. Simpanan Wajib

1) Simpanan Wajib Biasa.

Yaitu uang yang dibayar oleh anggota BMT Musabbihin kepada BMT Musabbihin dengan tanda bukti pembayaran yang berupa kwitansi secara teratur dalam waktu tertentu, misalnya seminggu sekali atau sebulan sekali. Jumlahnya ditentukan dalam anggaran dasar.

2) Simpanan Wajib Pembiayaan.

Simpanan ini yaitu simpanan yang dilakukan oleh anggota setiap mendapat pembiayaan dari BMT Musabbihin. Besar simpanannya ditentukan dalam AD/ART yaitu maksimal 10% dari jumlah pembayaran.

3) Simpanan Sukarela

(38)

4) Pelayanan ZIS

Dalam mengumpulkan dana pengelolaannya, BMT Musabbihin juga menghimpun dana Zakat, Infaq dan Shodakoh (ZIS), yang mana nantinya oleh BMT Musabbihin akan diberikan pada orang-orang yang berhak menerimanya. Dalam Islam Zakat merupakan kewajiban bagi semua umat Islam. Negara diminta untuk memungut dan memembagikannya kepada mereka yang tidak berpenghasilan, atau mereka yang mempunyai penghasilan tetapi tidak mencukupi kebutuhan hidupnya.53

Terhadap modal BMT Musabbihin yang berasal dari dana ZIS, BMT Musabbihin tidak mempergunakan modal yang bersumber dari ZIS tersebut untuk

Zakat merupakan pusat keuangan negara Islam, yang meliputi moral, sosial, ekonomi. Dalam pelaksanaannya, zakat secara ekonomik dapat menghapus tingkat perbedaan kekayaan yang mencolok, serta sebaliknya dapat menciptakan redistribusi yang merata, disamping dapat pula menyokong laju inflasi. Zakat merupakan sumbangan wajib kaum muslimin untuk perbendaharaan negara.

Tidaklah mengherankan kalau zakat yang disyariatkan Allah sebagai penjamin hak fakir miskin dalam harta umat dan negara merupakan pilar pokok Islam yang ketiga, salah satu tiang dan syiar yang agung. Sebagaimana tercantum dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 11, yang artinya sebagai berikut ini :

“Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat maka (mereka

itu) adalah saudara-saudaramu seagama”

53

(39)

keperluan operasional maupun pembiayaan Mudharabah akan tetapi moda; yang bersumber dari ZIS tersebut dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan diantaranya; a) Digunakan untuk pembiayaan yang sifatnya hanya untuk membantu. b) Pemberi beasiswa bagi mereka yang kurang mampu dalam membayar SPP. c) Penutupan terhadap pembiayaan yang macet karena faktor kesulitan

pelunasan.

d) Membantu masyarakat yang memerlukan pengobatan. e) Membantu fakir miskin dan orang-orang jompo.

Perhitungan Bagi Hasil di BMT Musabbihin Medan Pada Pembiayaan Musyaraka Mekanisme perhitungan dan pembagian bagi hasil keuntungan usaha yang diterapkan oleh BMT Musabbihin Medan Sidogiri dapat dilihat seperti yang terdapat pada gambar di bawah ini:

Sebagaimana diketahui, pembiayaan musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.

Dalam pembagian keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan (tidak harus dibagi rata).Sedangkan kerugiannya, harus dibagi menurut porsi (persentase) dana masing-masing. Berikut ini akan diberikan contoh sederhana untuk perhitungan bagi hasil dari pembiayaan musyarakah:

(40)

musyarakah-nya sebagai berikut: Ibu Aisyah membutuhkan modal sebesar Rp. 2.000.000, sedangkan modal yang dimiliki hanya Rp. 1.000.000

a) BMT AL-Musabbihin Medan memberikan tambahan modal sebesar Rp. 1.000.000 dengan akad musyarakah

b) Perkiraan keuntungan yang akan diperoleh oleh ibu A sebesar Rp. 100.000 dalam masa satu bulan.

c) Kesepakatan nisbah antara ibu A dan BMT AL-Musabbihin Medan (70% : 30%), dan tidak ada campur tangan BMT dalam mengelola usahanya. d) Angsuran 5 kali = Rp. 200.000/ bulan

e) Angsuran awal dan terahir = Tgl 01/03/2006 s/d 01/07/2008

Maka perkiraan keuntungan yang akan diperoleh oleh ibu A sebagai berikut:

Kartu Angsuran Pembiayaan Musyarakah

No/ Tgl Kredit Saldo Bagi Hasil Validasi 1. 01/03/2006 200.000 800.000 30.000 4004 2. 09/04/2006 200.000 600.000 28.500 4004 3. 11/05/2006 180.000 420.000 31.500 4004 4. 05/06/2006 200.000 220.000 27.000 4004

5. 01/07/2006 220.000 - 22.500 4004

Sumber: Kartu angsuran anggota BMT Al Musabbihin Keuntungan ibu A adalah sebagai berikut:

(41)

Karena dalam pelaksanaan usaha hanya dilakukan oleh Ibu A, maka laba dari pihak BMT AL Musabbihin dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati, yaitu:

70 100

x Rp.100.000,- = Rp. 700.000,- (Ibu A)

30 100

x Rp.100.000,- = Rp. 300.000,- (BMT Al Musabbihin)

Bagian Ibu A = Laba modal sendiri + laba modal musyarakah Rp. 100.000 + Rp. 70.000 = Rp. 170.000

Laba BMT AL Musabbihin = Rp. 30.000

b) Laba untuk bulan Kedua: Rp. 190.000,- : 2 = Terbagi atas 2 yaitu : BMT AL Musabbihin Rp.95.000,- dan Ibu A Rp.95.000,-

Karena dalam pelaksanaan usaha hanya dilakukan oleh Ibu A, maka laba dari pihak BMT AL Musabbihin dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati, yaitu:

70 100

x Rp.95.000,- = Rp. 66.5000,- (Ibu A)

30 100

x Rp.95.000,- = Rp. 25.000,- (BMT Al Musabbihin)

Bagian Ibu A = Laba modal sendiri + laba modal musyarakah Rp. 95.000 + Rp. 66.500 = Rp. 161.500 Laba BMT- MMU = Rp. 28.500

(42)

Karena dalam pelaksanaan usaha hanya dilakukan oleh Ibu A, maka laba dari pihak BMT AL Musabbihin dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati, yaitu:

x Rp.55.000,- = Rp. 16.500,- (BMT Al Musabbihin)

Bagian ibu Aisyah = Laba modal sendiri + laba modal musyarakah Rp. 55.000 + Rp. 385.00= Rp. 93.500

Laba BMT- MMU = Rp. 16.500

d) Laba untuk bulan Keempat: Rp. 180.000,- : 2 = Terbagi atas 2 yaitu : BMT AL Musabbihin Rp.90.000,- dan Ibu A Rp.90.000,-

Karena dalam pelaksanaan usaha hanya dilakukan oleh Ibu A, maka laba dari pihak BMT AL Musabbihin dibagi sesuai dengan nisbah yang disepakati, yaitu:

x Rp.90.000,- = Rp. 27.000,- (BMT Al Musabbihin)

Bagian ibu Aisyah = Laba modal sendiri + laba modal musyarakah Rp. 90.000 + Rp. 63.000 = Rp. 153.000,-

Laba BMT- MMU = Rp. 27.000,-

e) Laba untuk bulan Kelima Rp. 150.000,- : 2 = Terbagi atas 2 yaitu : BMT AL Musabbihin Rp.75.000,- dan Ibu A Rp.75.000,-

(43)

70 100

x Rp.75.000,- = Rp. 52.500,- (Ibu A)

30 100

x Rp.75.000,- = Rp. 22.500,- (BMT Al Musabbihin)

Bagian ibu Aisyah = Laba modal sendiri + laba modal musyarakah Rp. 75.000 + Rp. 52.500 = Rp. 127.500

Laba BMT- MMU = Rp. 22.500

Dari tabel diatas terlihat bahwa ibu Aisyah pada bulan pertama dan ke-dua nampak konsisten dalam membayar cicilan, tetapi untuk bulan berikutnya ibu A mencicil Rp. 180.000 yang seharusnya mencicil Rp. 200.000 hal ini disebabkan berkurangnya jumlah saldo setiap bulannya. Untuk bulan ke- empat dan bulan kelima Ibu A mencicil sebagaimana mestinya. Meskipun bulan ke-tiga Ibu A mencicil Rp. 180.000 hal ini tidak menyebabkan keterlambatan cicilan akhir. Bagi BMT yang terpenting dana tersebut tidak diselewengkan, dan setiap bulannya anggota bisa melakukan bagi hasil, yang lebih penting lagi BMT AL Musabbihin mempunyai tujuan untuk saling tolong-menolong. Pembiayaan musyarakah menurut masyarakat perhitungan bagi hasil di pandang sangat sulit, selain itu anggota di tuntut untuk mempunyai modal agar bisa bersyarikat dengan menggunakan pembiayaan musyarakah, sedangkan dari masyarakat Sidogiri mayoritas dari kalangan bawah, hal inilah yang menjadi alasan masyarakat kurang tertarik terhadap pembiayaan musyarakah.

C. Kendala Dalam Penerapan Sistem Bagi Hasil Kepada Pemodal dalam kegiatan Koperasi Syariah pada BMT Musabbihin.

(44)

tidak terlepas dari berbagai faktor yang terjadi baik yang bersumber dari Internal BMT tersebut maupun yang bersumber dari eksternal BMT Musabbihin tersebut yang umumnya memberikan pengaruh terhadap modal dasar dari BMT Musabbihin. Berikut beberapa kendala yang timbul dalam pelaksanaan operasional pembiayaan bagi hasil pada BMT Musabbihin, sebagai berikut :

1. Adanya I’tikad buruk mudharib (pengelola dana) Pembiayaan mudharabah dan musyarakah merupakan jenis pembiayaan yang mengandung resiko. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan dari pihak BMT-MMU dituntut untuk lebih berhati-hati sebelum menyalurkan pembiayaan kepada calon anggota. I’tikad buruk tersebut selama ini ditunjukkan dengan melakukan keteledoran, kelalaian dan kecerobohan dalam merawat dan menjaga dananya sehingga tentu saja hal ini berpengaruh terhadap besarnya porsi bagi hasil yang seharusnya diperoleh.

2. Pemahaman masyarakat yang belum tepat mengenai perbedaan pembiayaan mudharabah dan musyaraka. Sebagian masyarakat masih ada yang menganggap pembiayaan mudharabah dan musyarakah sama saja, sehingga masyarakat cenderung lebih memilih pembiayaan mudharabah. Hal ini disebabkan rendahnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat Sidogiri (wawancara dengan Pengurus BMT Musabbihin pada tanggal 31 Oktober 2015, Pukul 10.10-11.13).

(45)

dilakukan oleh masyarakat penerima modal dari BMT Musabbihin yaitu seperti :

a. Banyaknya masyarakat penerima modal yang sering terlambat membayarkan kewajiban terhadap modal yang dipinjamkannya.

b. Pola pikir masyarakat penerima modal yang masih berfikir bahwa modal yang diperoleh dari BMT Musabbihin merupakan suatu infaq/shadaqah yang mereka peroleh secara cuma-cuma dari BMT Musabbihin.

Faktor-faktor yang menyebabkan tinbulnya tingkah laku masyarakat yang demikian dipengaruh oleh beberapa faktor baik dari masyarakat itu sendiri maupun dari eksternal, yaitu sebegai berikut :

a. Faktor Internal dari masyarakat penerima modal yaitu :

1) Faktor pola kehidupan masyarakat penerima modal yang tidak sebanding dengan pendapat yang menyebabkan modal yang diberikan oleh BMT Musabbihin dipergunakan seluruhnya bukan untuk usaha seperti yang tertera pada akad, akan tetapi dipergunakan untuk kepentingan pribadi seperti mencicil kebutuhan rumah tangga, untuk biaya sekolah anak, dan lain sebagainya

(46)

b. Faktor ekstrenal dari masyarakat penerima modal yaitu :

1) Mahalnya biaya produksi usaha yang dikelola oleh masyarakat penerima modal yang tidak diimbangi dengan pendapatan / laba untung hasil usaha yang dikelola.

2) Minimnya masyarakat yang membeli dan/atau meminati usaha masyarakat penerima modal yang menyebabkan usaha masyarakat penerima modal menjadi gulung tikar.

3) Persaingan berat dengan usaha yang lebih memiliki modal sehingga lebih memberikan kenyamanan pelayanan yang lebih baik kepada konsumen.

D. Penyelesaian Sengketa Antara Pemodal Dan Pengurus Koperasi BMT Al Musabbihin Medan Terkait Dengan Bagi Hasil Dalam Kegiatan Pembiayaannya.

Terhadap sengketa yang timbul terkait dengan pembiayaan bagi hasil dalam kegiatan pembiayaan yang timbul antara Pemodal dan Pengurus Koperasi BMT Al Musabbihin dari hasil wawancara Penulis dengan Pengurus pada tanggal sampaikan diatas maka Pengurus Koperasi BMT Al Musabbihin menerapkan beberapa langkah terlebih, yaitu sebagai berikut :

(47)

a. Koperasi BMT Al Musabbihin meningkatkan fungsi pengawasan dan pembinaan terhadap pengelola dana, sebagai upaya untuk mencegah dan

mengantisipasi adanya I’tikad buruk dari pihak pengelola dana. Upaya ini

diwujudkan dengan sering bersilaturahmi ke rumah pengelola dana dan

menanyakan usaha yang dikelola. Hal ini dilakukan untuk mencapai hasil yang

murni dalam hal pembagian hasil usaha. Selain itu fungsi pengawasan dan

pembinaan dilakukan dengan tetap menjalin kerjasama yang baik dengan pihak

pengelola dana sehingga terjalin keterbukaan antara Koperasi BMT Al

Musabbihin dan pengelola dana, terutama dalam pemakaian dan penerimaan pendapatan dari hasil usaha. Yang pada akhirnya memperlancar pembagian bagi

hasil oleh Pemodal kepada Pengurus Koperasi BMT Al Musabbihin.

b. Melaksanakan sosialisasi. Sebagian kalangan masyarakat yang masih kurang mempunyai pemahaman yang benar tentang perbedaan pembiayaan mudharabah

dan musyarakah, Koperasi BMT Al Musabbihin melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang dilakukan dengan memberikan informasi dan penjelasan yang

engkap dan benar mengenai produk yang ada di Koperasi BMT Al Musabbihin. Agar kegiatan sosialisasi tersebut berjalan dengan baik, maka pihak Koperasi BMT Al Musabbihin sering melakukan kegiatan temu anggota yang bertempat di kantor pusat Sidogiri lantai 3, atau melakukan kegiatan pengajian. Kegiatan

sosialisasi ini juga dilakukan dengan menggunakan media massa cetak, seperti

brosur tentang Koperasi BMT Al Musabbihin (Wawancara dengan Pengurus

(48)

2. Upaya Penyelesaian Sengketa, yaitu upaya yang dilakukan oleh Pihak Pemodal dengan Pengurus Koperasi BMT Al Musabbihin akibat adanya persoalan yang timbul dalam operasional Koperasi BMT Al Musabbihin, yaitu sebagai berikut: a. Upaya Mediasi / Musyawarah untuk mufakat baik melalui badan arbitrasi

maupun yang dilakukan melalui masukan dari Dewan Pengawas yang dilakukan oleh Pemodal dan Pengurus Koperasi BMT Al Musabbihin.

b. Memberikan penjelasan tentang kondisi keuangan Koperasi BMT Al Musabbihin secara riil kepada Pihak Pemodal tekait tentang laba untung yang diperoleh oleh Koperasi BMT Al Musabbihin setiap bulannya.

c. Melibatkan Pihak Pemodal dalam setiap proses penghitungan neraca keuangan Koperasi BMT Al Musabbihin untuk lebih menjamin keterbukaan antara Pihak Pemodal dengan Pengurus Koperasi BMT Al Musabbihin.

(49)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan.

Berdasarkan hasil penelitian, sebagaimana yang telah diuraikan di atas dengan mengacu kepada rumusan masalah penelitian, maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut:

(50)

2. Kendala Dalam Penerapan Sistem Bagi Hasil Kepada Pemodal dalam kegiatan Koperasi Syariah pada BMT Musabbihin sebagai berikut :

a. Adanya I’tikad buruk mudharib (pengelola dana) Pembiayaan mudharabah dan musyarakah merupakan jenis pembiayaan yang mengandung resiko.

b. Pemahaman masyarakat yang belum tepat mengenai perbedaan pembiayaan mudharabah dan musyaraka. Sebagian masyarakat masih ada yang menganggap pembiayaan mudharabah dan musyarakah sama saja, sehingga masyarakat cenderung lebih memilih pembiayaan mudharabah.

c. Banyak masyarakat penerima modal dari BMT Musabbihin yang masih sering melakukan wan prestasi terhadap kesepakatan mudharabah yang telah disepakati dengan Pihak Pengurus BMT Musabbihin. Cidera janji yang dilakukan oleh masyarakat penerima modal dari BMT Musabbihin yaitu seperti :

1) Banyaknya masyarakat penerima modal yang sering terlambat membayarkan kewajiban terhadap modal yang dipinjamkannya. 2) Pola pikir masyarakat penerima modal yang masih berfikir bahwa

modal yang diperoleh dari BMT Musabbihin merupakan suatu infaq/shadaqah yang mereka peroleh secara cuma-cuma dari BMT Musabbihin.

(51)

a. Upaya Prefentif atau Upaya Pencegahan, yaitu upaya awal yang dilakukan oleh Pengurus Koperasi BMT Al Musabbihin untuk mencegah timbulnya sengketa yang timbul antara Pemodal dan Pengurus Koperasi BMT Al Musabbihin, berupa :

1) Koperasi BMT Al Musabbihin meningkatkan fungsi pengawasan dan pembinaan terhadap pengelola dana, sebagai upaya untuk mencegah dan

mengantisipasi adanya I’tikad buruk dari pihak pengelola dana. Upaya ini

diwujudkan dengan sering bersilaturahmi ke rumah pengelola dana dan

menanyakan usaha yang dikelola.

3. Melaksanakan sosialisasi kepada sebagian kalangan masyarakat yang masih kurang mempunyai pemahaman yang benar tentang perbedaan pembiayaan mudharabah dan

musyarakah, Koperasi BMT Al Musabbihin melakukan sosialisasi kepada

masyarakat yang dilakukan dengan memberikan informasi dan penjelasan yang

engkap dan benar mengenai produk yang ada di Koperasi BMT Al Musabbihin.

Upaya Penyelesaian Sengketa, yaitu upaya yang dilakukan oleh Pihak Pemodal dengan Pengurus Koperasi BMT Al Musabbihin akibat adanya persoalan yang timbul dalam operasional Koperasi BMT Al Musabbihin, yaitu sebagai berikut: 4. Upaya Mediasi / Musyawarah untuk mufakat baik melalui badan arbitrasi

maupun yang dilakukan melalui masukan dari Dewan Pengawas yang dilakukan oleh Pemodal dan Pengurus Koperasi BMT Al Musabbihin.

(52)

6. Melibatkan Pihak Pemodal dalam setiap proses penghitungan neraca keuangan Koperasi BMT Al Musabbihin untuk lebih menjamin keterbukaan antara Pihak Pemodal dengan Pengurus Koperasi BMT Al Musabbihin.

7. Upaya yang paling akhir yang sangat dihindari timbul yaitu dengan melakukan upaya litigasi dengan mengajukan gugatan pada Pengadilan Ekonomi Syariah.

B. Saran

1. Kepada pihak BMT Al Musabbihin Medan harus mampu memberikan pemahaman terhadap masyarakat yang masih belum tepat dalam membedakan pembiayaan mudharabah dan musyarakah.

2. BMT Al Musabbihin harus meningkatkan pengawasan terhadap anggota yang melakukan pembiayaan agar pihak anggota tetap konsisten dalam membayar angsuran yang berpengarus terhadap bagi hasil dalam kegiatan pembiayaan antara Pemodal dan Pengurus BMT Al Musabbihin.

(53)

BAB II

PENGATURAN SISTEM BAGI HASIL DALAM HUKUM ISLAM A.Pengertian Dan Pengaturan Sistem Bagi Hasil Dalam Hukum Islam. 1.Sejarah Sistem Bagi Hasil

Prinsip bagi hasil (Profit-and Loss Sharing) sudah ada sebelum datangnya Islam. Di Timur Tengah Pra-Islam, kemitraan-kemitraanbisnis yang berdasarkan atas konsep mudharabah berjalanberdampingan dengan konsep sistem bunga sebagai cara membiayai berbagai aktivitas ekonomi (Crone, 1987; Kazarian, 1991; Cizaka,1995). Sistem bagi hasil dalam kerjasama untuk menjalankan usaha telah dipraktekan sejak jaman sebelum masehi. Sistem ini umum dilakukan oleh masyarakat Mekah dan Madinah jauh sebelum Islam diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW.16

lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan tertentu (persentase) dari hasil panen yang benihnya berasal penggarapnya, (Hosen dan Ali, 2007:49). Muzara’ah adalah kerja sama

Di Madinah masa itu system bagi hasil banyak diterapkan dalam kerja sama di bidang pertanian dan perdagangan serta pemeliharaan ternak. Kerja sama pertanian yang lazim dipraktekan pada masa itu adalah mukhabarah dan

muzara’ah, (An-Nadwi, 2006:131). Mukhabarah adalah kerja sama pengelolaan

pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan

16

Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik. (Jakarta : Kencana

(54)

pengelolaan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan imbalan tertentu (persentase) dari hasil panen yang benihnya berasal pemilih lahan, (Hosen dan Ali, 2007:53). Praktek bagi hasil yang dijalankan di Mekah masa itu adalah kerja sama perdagangan (usaha) dalam bentuk shirkah dan

mudharabah. Afzalurrahman dalam bukunya Muhammad sebagai Seorang

(55)
(56)

penindasan, anti kekerasan, anti kemiskinan dan anti kebodohan serta menolak ribadalam segala bentuknya.17

Di Indonesia sebagai negara yang berpenduduk muslim terbesar di dunia (201 juta jiwa, BPS:2006), dikategorikan terlambat mempraktekan sistem bagi hasil

Sistem bagi hasil dalam sektor keuangan (perbankan) pertama digunakan pada abad XX yaitu berdirinya bank Mit Ghaur tahun 1963 dan Nasir Social Bank di Mesir pada tahun 1963 (Capra, 2000:266). Pada awalnya bank ini berkembang pesat tetapi karena alasan politik dibekukan pada tahun 1967. Eksperimen lainnya adalah Bank Koperasi di Pakistan yang didirikan oleh S.A. Ishad pada bulan Juni 1965, tetapi pada perjalanan mengalami mismanajemen sehingga akhirnya tutup (Joyosumarto, 2007). Kemudian disusul bank-bank Islam lainnya yaitu: The

Islamic Development Bank (Saudi Arabia, 1975), The Dubai Islamic Bank (1975),

The Faisal Islamic Bank (Mesir, 1976), The Faisal Islamic Bank (Sudan 1977),

The Jordan Islamic Bank (1978), The Jordan Financial and Investment Bank

(1978), The Islamic Investment Company (Uni Emirat Arab, 1978), Kuwait

Finance House (1979). Pada tahun 1983, perbankan di Iran menerapkan bagi hasil

dan melarang bunga. Iran merupakan negara yang paling sukses mendorong ekonominya dengan sistem perbankan bagi hasil. Sudan menerapkan sistem bagi hasil mulai tahun 1984 tetapi karena kondisi politik maka tidak sesukses Iran. Pada bulan Juli 1985 semua bank di Pakistan dirubah dengan sistem profit sharing dan bunga dilarang. Profit sharing dalam keuangan di Malaysia pertama dipraktekan dalam pengelolaan dana haji yaitu mulai tahun1963.

(57)

khususnya pada perbankan. Bank syari’ah pertama kali berdiri pada tahun 1992 yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI). Pada Desember 2006 di Indonesia telah berdiri 3 Bank Umum Syari’ah (BUS), 20 Unit Usaha Syari’ah (UUS) dan 94 Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS). Perkembankan perbankan syari’ah ini masih dikategorikan lambat melihat potensi Indonesia sebagai negara berpenduduk Islam terbesar di dunia.

2. Pengertian Sistem Bagi Hasil

a. Pengertian Akad Bagi Hasil / Mudharabah

Prinsip bagi hasil (Profit-and Loss Sharing) sudah ada sebelum datangnya Islam. Di Timur Tengah Pra-Islam, kemitraan-kemitraan bisnis yang berdasarkan atas konsep mudharabah berjalan berdampingan dengan konsep sistem bunga sebagai cara membiayai berbagai aktivitas ekonomi. Sistem bagi hasil dalam kerjasama untuk menjalankan usaha telah dipraktekan sejak jaman sebelum masehi. Sistem ini umum dilakukan oleh masyarakat Mekah dan Madinah jauh sebelum Islam diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW.18

18

M. Anwar Ibrahim, “Konsep Profit and Loss Sharing System Menurut Empat Mahzab” (Jakarta : Erlangga, 2000), hlm 1-2.

Secara harafiah dalam konsepsi pandangan hukum Islam, bagi hasil lebih sering dikenal dengan istilah

“Mudharabah”, yang dapat disebutkan dalam sejarah merupakan akad yang telah

dikenal oleh umat muslim sejak jaman nabi. Bahkan telah dipraktikkan oleh bangsa Arab sebelum turunannya Islam. Ketika Nabi Muhammad SAW berprofesi sebagai pedagang, ia melakukan akad mudharabah dengan Siti Khadijah. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Sayyidina Abbas bin Abdul Muthalib “Jika

(58)

agar dananya tidak dibawa mengarungi lautan, menuruni lembah yang

berbahaya, atau membeli ternak. Jika menyalahi peraturan tersebut, yang

bersangkutan bertanggung jawab atas dana tersebut. Disampaikanlah

syarat-syarat tersebut kepada Rasulullah SAW, dan Rasulullah pun

membolehkannya”(HR.Thabrani)

Dari Shalih bin Shuhaib r.a bahwa Rasulullah Saw. Bersabda, “tiga hal yang di

dalamnya terdapat keberkatan: jual beli secara tangguh,

muqaradhah(mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk

keperluan rumah, bukan untuk dijual”(HR. Ibnu Majah)

Diriwayatkan dari Hakim bin Nizam, dulu beliau menyerahkan harta

untuk diusahakan sampai ajal tertentu. Beliau memberi syarat pada usahanya

agar jangan melewati dasar wadi (sungai kering), jangan membeli hewan dan

jangan dibawa diatas laut. Apabila pengusahanya melakukan satu dari ketiga hal

tersebut, maka pengusaha tersebut wajib menjamin harta tersebut. Apabila

pengusahanya menyerahkan kepada yang lain, maka dia menjamin orang yang

mengerjakannya.19 Dengan demikian, apabila ditinjau dari segi hukum Islam, maka praktik mudharabah ini dibolehkan, baik menurut Alquran, Sunnah, maupun Ijma.20

Konsep bagi hasil diterapkan dalam bank Islam, karena Islam mengharamkan bunga. Dalam sistem perbankan dengan prinsip Syariah, penghapusan riba (bunga) merupakan isinya yang paling pokok, akan dapat

19

(59)

beroperasi untuk memberikan manfaat yang lebih besar kepada ekonomi dan membantu negara Islam dalam mewujudkan tujuan-tujuan sosio ekonomi jangka pendek dan jangka panjang. Dalam praktik mudharabah antara Khadijah dengan nabi, saat itu Khadijah mempercayakan barang dagangannya untuk dijual oleh nabi ketika itu keluar negeri. Dalam hal ini Khadijah berperan sebagai pemilik modal sedangkan nabi berperan sebagai pelaksana usaha. Bentuk kontrak antara dua pihak dimana salah satu pihak berperan sebagai pemilik modal dan mempercayakan sejumlah modalnya untuk dikelola oleh pihak kedua, yakni pelaksana usaha dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan yang disebut dengan akad mudharabah.21 Akad mudharabah adalah persetujuan berbagi antara harta dari salah satu pihak dengan pekerjaan yang dilakukan oleh pihak lain.22

b. Rukun Bagi Hasil / Mudharabah

Faktor-faktor yang harus dimunculkan (ada) dalam sistem akad bagi hasil adalah:

1) Pelaku (Pemilik modal maupun pelaksana usaha)

Jelaslah bahwa rukun dalam akad mudharabah sama dengan rukun dalam akad jual-beli ditambah satu faktor tambahan, yakni nisbah keuntungan. Faktor pertama pelaku kiranya cukup jelas. Dalam hal akad pemilik modal (shahib

al-mal), sedangkan pihak kedua bertindak sebagai pelaku usaha (mudharib ‘amil).

Tanpa dua pelaku ini, maka akad mudharabah tidak akan ada. 2) Objek Mudharabah (Modal dan kerja)

21

Adiwarwan Karim, “Analisis Fiqih dan Keuangan Bank Islam” (Jakarta: Rajawali Pers, 2004), hlm 204.

22

(60)

Faktor kedua objek bagi hasil merupakan konsekuensi logis dari tindakan yang dilakukan oleh para pelaku. Pemilik modal menyerahkan modalnya sebagai objek mudharabah sedangkan pelaksana usaha menyerahkan kerjanya sebagai objek mudharabah. Modal yang diserahkan bisa bebentuk uang atau barang yang dirinci berapa nilai uangnya. Sedangkan kerjayang diserahkan bisa berbentuk keahlian, keterampilan, selling skill, managemen keahlian, dan lain-lain. Tanpa dua objek ini maka mudharabah bisa dikatakan tidak ada.

Para fuqaha sebenarnya tidak membolehkan modal mudharabah berbentuk barang, tetapi ia harus memberikan uang tunai karena barang ridak dapat dipastikan taksiran harganya dan mengakibatkan ketidakpastian besarnya modal mudharabah. Namun para ulama mahzab hanafi memperbolehkan nilai barang yang dijadikan setoran modal harus disepakati pada saat akad oleh mudharib dan

shahibul mal.

Hal yang jelas tidak boleh adalah modal mudharabah yang belum disetor. Para fuqaha tidak sepakat tidak bolehnya mudharabah dengan hutang. Tanpa adanya setoran modal, berarti shahibul ‘mal tidak memberikan kontribusi apapun padahal para mudharib telah bekerja. Para ulama Syafi’i dan Maiki melarang hal itu karena merusak sahnya akad.

3) Persetujuan kedua belah pihak / ijab Kabul

Referensi

Dokumen terkait

Penyusunan laporan hasil karya tulis ilmiah ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran

Salah satu dari ajaran yang (diyakini oleh Muhammad bin Abdul Wahab, adalah mengkufurkan Salah satu dari ajaran yang (diyakini oleh Muhammad bin Abdul Wahab, adalah mengkufurkan

Setelah tahap analisis sistem lama selesai dilakukan dan mendapat kesimpulan bahwa sistem lama masih terdapat kelemahan-kelemahan, maka diperlukan pembangunan sistem

Berdasarkan uraian maka disimpulkan pelayanan publik adalah pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada kerja itu

Secara garis besar berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dan dari hasil pengolahan data yang telah dilakukan peneliti melalui pengamatan, dokumentasi, dan nilai

1) Memperluas wawasan mengenai copula sebagai suatu metode alternative yang dapat menggabungkan beberapa distribusi marginal menjadi distribusi bersama. 2) Mengetahui salah

Secara umum sistem yang akan dibuat dalam penelitian ini adalah sistem untuk menentukan nilai akhir huruf mahasiswa dengan menggunakan perhitungan Fuzzy clustering

Penelitian ini dilaksanakan di SD Inpres Lilimori. Kelas yang dijadikan objek penelitian yaitu kelas IV. Subyek penelitian pada Penelitian Tindakan Kelas ini adalah