• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KEBIASAAN OLAHRAGA DENGAN KELUHAN DISMENORE PADA SISWI SMA NEGERI 2 BANDAR LAMPUNG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN KEBIASAAN OLAHRAGA DENGAN KELUHAN DISMENORE PADA SISWI SMA NEGERI 2 BANDAR LAMPUNG"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

(Skripsi)

Oleh

FARAHDIBA CITRA OLIVIA 0818011059

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)

Penulis dilahirkan di Metro, Lampung pada tanggal 2 november 1990, sebagai anak pertama dari 4 bersaudara yang merupakan anak dari Bapak H.Bambang Waluyo Utomo dan Ibu Lily Eryanti.

Penulis menempuh pendidikan taman kanak-kanak di TK aisyiyah bustanul athfal Waringin Sari Barat, Pringsewu, Lampung di selsaikan pada tahun 1995. Selanjutnya Penulis

menyelsaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2002 di SD Negeri 2 Waringin Sari Barat, Pringsewu, Lampung. Kemudian penulis menyelsaikan pendidikan sekolah menengah

pertama pada tahun 2005 di SMP Negeri 1 Pringsewu, Lampung. Penulis menyelsaikan pendidikan sekolah menengah atas pada tahun 2008 di SMA Negeri 2 Bandar Lampung, Lampung.

(9)

sebaik apapun kita merencanakan, Allah mempunyai rencana yang jauh lebih

baik, yang terpenting adalah kita telah berusaha untuk melalukan dan memberikan

yang terbaik disetiap langkah yang kita lakukan.

Tuhan..

Terimakasih atas segala nikmat yang telah Engkau berikan hingga hari ini,

jadikanlah aq insan yang selalu bersyukur atas segala nikmat yang telah engkau

berikan.

Papa dan Mama

Kupersempahkan skripsi karyaku ini sebagai salah satu ucapan terimaksihku atas

kasih sayang yang tak ternilai yang telah papa dan mama berikan kepadaku, serta

(10)

Alhamdulilahirobilalamin puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayahnya, tidak lupa penulis sanjungkan shalawat serta salam kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW karena rahmat dan hidayahnya lah penulis dapat menyelsaikan skripsi ini tepat waktu.

Skripsi dengan judul “Hubungan Kebiasaan Olahraga Dengan Keluhan Dismenore Pada Siswi SMA Negeri 2 Bandar Lampung” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Prof.Dr.Ir. Sugeng P.Hariyanto selaku Rektor Universitas Lampung

2. Dr. Drs. Sutyarso, M.Biomed selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

3. dr. Masykur Berawi, Sp. A selaku pembimbing utama atas kesediaannya memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelsaian skripsi ini.

4. dr. Roro Rukmi Windi selaku pembimbing kedua atas kesediaan waktunya untuk memberikan bimbingan, kritik serta saran dalam proses penyelsaian skripsi ini. 5. dr. Reni Zuraida, M. Si., selaku penguji utama pada ujian skripsi ini, terimakasih atas

perhatian, masukan-masukan serta saran yang diberikan selama proses penyusunan skripsi ini.

(11)

sebutkan satu persatu.

8. Papaku H.Bambang Waluyo Utomo dan mamaku Lily eryanti tersayang, terimakasih atas kasih sayang, mendidik, merawat dan mendoakan aku dengan tulus serta

perhatian yang telah diberikan selama ini.

9. Uwo tersayang, terimakasih atas kasih sayang dan doa yang begitu tulus yang telah diberikan kepadaku.

10. Adik-adikku tersayang Gladdays Naurah, Haikal Fadel Muhammad, Ivan Fadilah Danendra terimakasih untuk tawa dan senyuman manis kalian yang selalu menjadi semangatku.

11. Saudara-saudaraku tersayang Cindy Almira SH. Tutut Pusparini SE. Debby claudia, yang sudah membantu aku dan menyemangati aku selama ini.

12. My Hero Ardian Saputra terimakasih untuk perhatian, kasih sayang, bimbingan serta dukungannya selama ini, terimakasih telah memberikan aku keluarga baru Ayah, Umi, Icha, Via dan Gadri.

13. My Best Friend Karina Permatasari, terimakasih untuk bantuan, doa, dukungan serta waktunya selama ini.

14. Teman-temanku Linda, Eki, idhar, indah, lina, reisha, anna, rifki, dodi, yogi, wilhan,togar dan teman-teman lainnya yang tidak bisa disebutkan satu persatu. 15. Teman-teman seperjuangan angkatan 2008, dan kakak-kakak 2002, 2003, 2004, 2005,

2006, 2007, serta adik-adik 2009, 2010, 2011 yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

16. Teman-teman d’kost yang hampir 3 tahun ini sudah saya anggap seperti saudara

(12)

Halaman

DAFTAR TABEL... iv

DAFTAR GAMBAR... v

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang .. ………... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ……….. ... 4

1. Tujuan Umum ... 4

2. Tujuan Khusus ... 4

D. Manfaat Penelitian………... ... 4

E. Kerangka Pemikiran... 5

F. Hipotesa... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Menstruasi ...……… 9

1. Definisi... 9

2. Fisiologi Menstruasi... 9

B. Dismenore………...………. 13

C. Nyeri ... 31

D. Olahraga ... 38

III. METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian………... 43

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 43

D. Identifikasi Variabel ... 44

E. Definisi Operasiona... 45

F. Metode Pengumpulan Data ... 46

G. Prosedur Penelitian... 46

H. Pengolahan dan Analisis Data... 46

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 49

(13)
(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1. Perbandingan Gejala Dismenore Primer dan Sekunder ... 25

Tabel 2. Definisi Operasional ... 45

Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan Keluhan Dismenore ... 50

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan Kebiasaan Olahraga... 50

(15)

DAFTAR GAMBAR

(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Menstruasi merupakan perubahan fisiologis dalam tubuh wanita yang terjadi secara berkala yang dipengaruhi oleh hormon reproduksi. Periode ini penting dalam hal reproduksi. Pada wanita, hal ini biasanya terjadi setiap bulan antara usia pubertas dan menopause (Hanafiah, 2006).

Olahraga diyakini mampu meminimalkan keluhan dismenore dengan beberapa cara yaitu dengan menekan produksi prostaglandin, memberikan respon dan adaptasi terhadap regulasi hormon, membuat tubuh memproduksi endorfin, reaksi kimia yang berfungsi sebagai pereda nyeri alami pada pelvis, tercapainya rasio estron-estradiol yang bisa menurunkan proliferasi endometrium, dan melancarkan peredaran darah dalam uterus, menurunkan tekanan darah, menurunkan resiko serangan jantung, membakar kalori, pencegah penuaan,membantu

(17)

Prevalensi dismenore primer di Indonesia cukup tinggi yaitu 60-70% dan 15 % diantaranya mengalami nyeri yang hebat, pada umumnya terjadi pada usia remaja dan dewasa. Keadaan tersebut menyebabkan menurunnya kualitas hidup wanita sebagai contoh siswi atau mahasiswi yang mengalami dismenore primer mereka tidak dapat melakukan kegiatan olah raga atau berkonsentrasi dalam belajar karena rasa nyeri yang mereka rasakan begitu hebat. Penurunan kualitas hidup ini juga dapat dirasakan oleh wanita yang sudah bekerja karena nyeri haid yang hebat aktifitas kerja mereka jadi terganggu sehingga mereka tidak dapat melakukan tugas mereka dengan maksimal. Masalah ini biasanya tidak terdiagnosa dan tidak diberikan perawatan. Adanya pendapat bahwa dengan melakukan dismenore ringan namun rutin sepertiolahragapada saat sebelum dan selama menstruasi, dapat membuat aliran darah pada otot sekitar rahim menjadi lancar, sehingga rasa nyeri menstruasi tersebut dapat teratasi (Taber, 1994).

SMA Negeri 2 adalah salah satu SMA di Bandar Lampung yang memiliki program olahraga bervariasi dan ada pada setiap angkatan yang dilakukan seminggu sekali. SMA Negeri 2 juga memiliki kegiatan eksrakulikuler berupa olahraga yang beraneka ragam, beberapa diantaranyasoftball,aerobic, renang, basket dan tenis. Peneliti melakukan survey awal pada 15 siswi dan ditemukan 9 siswi yang rutin berolahraga yang semuanya tidak mengalami dismenore,

(18)

Prevalensi dismenore masih tinggi di dunia dan di Indonesia, namun belum banyak yang meneliti tentang dismenore di Indonesia, khususnya di Lampung, terutama pada kalangan remaja usia 15-17 tahun. Penelitian dilakukan pada siswi SMA karena diharapkan seluruh siswi SMA sudah mengalami menstruasi, apabila penelitian dilakukan pada siswi SMP dikhawatirkan ada siswi yang belum

menstruasi karena sedang berada dalam masa awal pubertas dimana menarch masing individu berbeda-beda dan dipengaruhi karakteristik masing-masing individu. Penelitian dilakukan di SMA Negeri 2 Bandar Lampung karena selain untuk memudahkan peneliti mendapatkan akses untuk melakukan

penelitian, di SMA Negeri 2 Bandar Lampung juga rutin dilakukan olahraga seminggu sekali dan banyak terdapat banyak kegiatan ekstrakulikuler olahraga yang dapat di ikuti oleh siswi di SMA tersebut contohnya renang, aerobik, basket, tenis, softball dan olahraga lainnya.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Dismenore merupakan keluhan nyeri pada saat menstruasi, yang prevalensinya tinggi, terutama pada remaja dan dapat mengganggu aktifitas sehari hari. Olahraga diyakini mampu menekan produksi prostaglandin dan membuat tubuh

menghasilkan endorfin yang berfungsi sebagai pereda nyeri alami pada pelvis sehingga keluhan dismenore dapat diminimalisir. Penelitian tentang dismenore di Lampung masih sangat jarang terutama pada remaja, karena alasan tersebut

(19)

C. Tujuan Penilitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan kebiasaan olahraga dengan keluhan dismenore pada siswi SMA Negeri 2 Bandar Lampung.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui distribusi kebiasaan olahraga pada siswi SMA NEGERI 2 Bandar Lampung.

b. Mengetahui distribusi keluhan dismenore pada siswi SMA NEGERI 2 Bandar Lampung

c. Menganalisis hubungan kebiasaan plahraga dengan keluhan dismenore

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi: 1. Penulis

Untuk memenuhi syarat memperoleh gelar sarjana dan menambah wawasan mengenai hubungan kebiasaan olahraga dengan keluhan dismenore pada siswi SMA Begeri 2 Bandar Lampung

2. Masyarakat

(20)

3. Instansi Terkait

Informasi yang terdapat dalam penilitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi instansi-instansi terkait,khususnya Bagian Obstetri dan Ginekologi dan Bagian Fisiologi Fakultas Kedokteran Universitas Lampung mengenai gambaran kejadian dismenorea

4. Peniliti selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang perbedaan keluhan dismenorea pada wanita yang memiliki kebiasaan olahraga dan yang tidak memiliki kebiasaan olahraga di kalangan masyarakat pada umumnya dan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung pada khususnya.

E. Kerangka Pemikiran

1. Kerangka Teori

Dismenore berasal dari bahasa Yunani,dysyang berarti sulit, nyeri, abnormal,menoberarti bulan, danrrheaberarti aliran (Shanty, 2005). Berdasarkan ada-tidaknya kelainan ginekologis, dismenorea dibagi

(21)

Beberapa faktor diduga berperan dalam timbulnya dismenore primer yaitu: produksi prostagladin yang dapat memicu kontraksi miometrium, faktor hormonal, faktor neurologis, kadar vasopresin dan leukotrien yang tinggi, faktor alergi dan faktor psikis (Pickless, 1999). Faktor yang berperan dalam timbulnya dismenore sekunder adalah kondisi patologi pelvik (Jeffcoate, 2002).

Olahraga diyakini mampu meminimalkan kelubhan dismenore dengan beberapa cara yaitu olahraga dapat mengurangi stress dengan menekan produksi prostaglandin, memberikan respon dan adaptasi terhadap regulasi hormon, membuat tubuh memproduksi endorfin, reaksi kimia yang

(22)

Gambar 1. Kerangka Teori

(23)

2. Kerangka Konsep

Olahraga

Gambar 2. Kerangka Konsep

Didalam penelitian peneliti hanya meneliti salah satu faktor predisposisi yaitu olahraga dan tidak meneliti penyebab langsung dismenore. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan peneliti dan waktu yang tersedia untuk melakukan penelitian.

F. Hipotesis

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Menstruasi

1. Definisi

Menstruasi adalah perdarahan periodik pada uterus yang dimulai sekitar 14 hari setelah ovulasi (Bobak, 2004). Menstruasi adalah perdarahan vagina secara berkala akibat terlepasnya lapisan endometrium uterus. Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus, hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada jaringan sasaran pada saluran reproduksi normal, ovarium memainkan peranan penting dalam proses ini, karena tampaknya bertanggung jawab dalam pengaturan perubahan-perubahan siklus maupun lama siklus menstruasi (Greenspan, 1998).

2. Fisiologi Menstruasi

Pada setiap siklus menstruasi, FSH yang dikeluarkan oleh hipofisis

(25)
(26)

Gambar 1. Fase Menstruasi (Greenspan, 1998)

Menurut Novaks Gynecology (1996), dapat dibedakan 4 fase endometrium dalam siklus haid, yaitu :

1. Fase menstruasi atau deskuamasi

(27)

2. Fase pasca haid atau fase regenerasi

Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan sebagian besar berangsur-angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru yang tumbuh dari sel-sel epitel endometrium. Pada waktu ini tebal endometrium + 0,5 mm. Fase ini telah mulai sejak fase menstruasi berlangsung + 4 hari. Masa proliferasi dari berhenti darah menstruasi sampai hari ke-14. Setelah

menstruasi berakhir, dimulailah fase proliferasi dimana terjadi pertumbuhan dari desidua fungsionalis untuk mempersiapkan rahim untuk perlekatan janin. Pada fase ini endometrium tumbuh kembali. Antara hari ke-12 sampai 14 dapat terjadi pelepasan sel telur dari indung telur (disebut ovulasi).

3. Fase intermenstruum atau fase proliferasi

Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal + 3,5 mm. Fase ini berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-4 dari siklus haid. Fase

profilerasi dapat dibagi atau 3 subfase, yaitu : Fase proliferasi dini (early proliferation phase); Fase proliferasi madya (midproliferation phase); Fase

proliferasi akhir (late proliferation phase).

4. Fase prahaid atau fase sekresi

(28)

kapur yang kelak diperlukan sebagai makanan untuk telur yang dibuahi. Memang tujuan perubahan ini adalah untuk mempersiapkan endometrium menerima telur yang dibuahi. Fase sekresi dibagi atas: 1) fase sekresi dini; dan 2) fase sekresi lanjut.

B. Dismenorea

1. Definisi

Dismenorea berasal dari bahasa Yunani,dysyang berarti sulit, nyeri, abnormal,menoberarti bulan, danrrheaberarti aliran (Shanty, 2005). Dismenorea merupakan gejala yang timbul menjelang dan selama mentruasi ditandai dengan gejala kram pada abdomen bagian bawah (Djuanda dan Adhi, 2008).

Dismenorea adalah nyeri haid yg merupakan suatu gejala dan bukan suatu penyakit. Timbul akibat kontraksi disritmik miometrium yg menampilkan satu atau lebih gejala mulai dari nyeri yg ringan sampai berat pd perut bagian bawah, bokong, dan nyeri spasmodik pada sisi medial paha (Novak’s Gynecology, 1996).

(29)

menstruasi mungkin menyebabkan nyeri karena obstruksi aliran dan tekanan intra uterin meningkat (Shanty, 2005).

2. Klasifikasi Dismenorea

Berdasarkan ada-tidaknya kelainan ginekologis, dismenorea dibagi

menjadi dismenorea primer dan dismenorea sekunder. Dismenorea primer (esensial, intrinsik, idiopatik), adalah dismenore yang terjadi tanpa disertai adanya kelainan ginekologis. Dismenorea sekunder (ekstrinsik,aquaired), yaitu dismenorea yang berkaitan dengan kelainan ginekologis, baik kelainan anatomi maupun proses patologis pada pelvis (Oktaparasta, 2003).

3. Dismenorea Primer

3.1 Definisi

Dismenorea primer adalah nyeri menstruasi yang terjadi tanpa adanya kelainan ginekologik yang nyata. Dismenorea primer terjadi beberapa waktu setelahmenarche, biasanya sesudahmenarche, umumnya sesudah 12 bulan atau lebih, oleh karena siklus-siklus menstruasi pada bulan-bulan pertama setelah menarke biasanya bersifat anovulatoir yang tidak disertai nyeri. Biasanya terjadi pada usia antara 15-25 tahun dan kemudian hilang pada usia akhir 20-an atau 30-an. Nyeri biasanya terjadi beberapa jam sebelum atau setelah periode

(30)

(area suprapubik) dan dapat menjalar ke paha dan pinggang bawah (Shanty, 2005).

Dapat disertai dengan mual, muntah, diare, nyeri kepala, nyeri pinggang bawah, iritabilitas, rasa lelah dan sebagainya (Hanafiah, 2002).

Tingkatan dismenorea menurut Anderson dan Milson (1990) ada 4 yaitu:

a. Derajat 0, tanpa rasa nyeri, aktivitas sehari-hari tidak terpengaruh. b. Derajat I, nyeri ringan, jarang memerlukan analgesik, aktivitas

sehari-hari jarang terpengaruh.

c. Derajat II, nyeri sedang, memerlukan analgesik, aktivitas sehari-hari terganggu.

d. Derajat III, nyeri berat, nyeri tidak banyak berkurang dengan anlgesik, timbul keluhan, nyeri kepala, kelelahan, mual, muntah dan diare.

3.2 Etiologi

Etiologi terjadinya dismenorea hingga kini masih belum jelas.

Beberapa faktor diduga berperan dalam timbulnya dismenorea primer yaitu:

1. Prostaglandin

(31)

dismenorea. Prostaglandin yang berperan di sini yaitu prostaglandin E2 (PGE2) dan F2α (PGF2α). Pelepasan prostaglandin di induksi oleh adanya lisis endometrium dan rusaknya membran sel akibat pelepasan lisosim (Pickles, 1999).

Jeffcoate (2002) berpendapat bahwa terjadinya spasme miometrium dipacu oleh zat dalam darah haid, mirip lemak

alamiah yang kemudian diketahui sebagai prostaglandin, kadar zat ini meningkat pada keadaan dismenorea dan ditemukan di dalam otot uterus.

Prostagladin menyebabkan peningkatan aktivitas uterus dan serabut-serabut syaraf terminal rangsang nyeri. Kombinasi antara peningkatan kadar prostaglandin dan peningkatan kepekaan miometrium menimbulkan tekanan intrauterus hingga 400 mmHg dan menyebabkan kontraksi miometrium yang hebat. Selanjutnya, kontraksi miometrium yang disebabkan oleh prostaglandin akan mengurangi aliran darah, sehingga terjadi iskemia sel-sel

(32)

2. Faktor hormonal

Dismenorea primer hanya terjadi pada siklus ovulatorik. Artinya, dismenore hanya timbul bila uterus berada di bawah pengaruh progesteron. Sedangkan sintesis PG berhubungan dengan fungsi ovarium. Umumnya kejang yang terjadi pada dismenore primer dianggap terjadi akibat kontraksi uterus yang berlebihan (Jeffcoate, 2002).

Dalam penelitian Novak dan Reynolds (2000) terhadap uterus kelinci didapatkan kesimpulan bahwa hormon estrogen merangsang kontraktilitas uterus, sedang hormon progesteron menghambatnya. Tetapi teori ini tidak menerangkan mengapa dismenorea tidak terjadi pada perdarahan disfungsi anovulatoar, yang biasanya disertai tingginya kadar estrogen tanpa adanya progesteron. Kadar progesteron yang rendah menyebabkan terbentuknya PGF2αdalam jumlah banyak. Kadar progesteron yang rendah akibat regresi korpus luteum menyebabkan

(33)

3. Faktor neurologis

Uterus dipersyarafi oleh sistem syaraf otonom yang terdiri dari syaraf simpatis dan parasimpatis (Novaks dan Renolds, 2000). Jeffcoate (2002) mengemukakan bahwa dismenorea ditimbulkan oleh ketidakseimbangan pengendalian sistem syaraf otonom terhadap miometrium.

Pada keadaan ini terjadi perangsangan yang berlebihan oleh syaraf simpatis sehingga serabut-serabut sirkuler pada istmus dan ostium uteri internum menjadi hipertonik. Nyeri pada dismenorea primer diakibatkan adanya kontraksi uterus disritmik, dilatasi tidak sempurna sfinkter fungsional pada istmus uteri serta vasokontriksi pembuluh darah uterus dengan akibat timbulnya nyeri iskemik (Jacoeb, 1993)

Estradiol meningkatkan aktivitas sel-sel saraf, sedangkan progesteron menurunkan aktivitas tersebut. Selain itu melalui penurunan kadar estradiol yang cepat semasa prahaid memberikan reaksi simpatikotonik trehadap ambang rangsang, sehingga

rangsangan sensibel berkembang menjadi nyeri (Jacoeb, 1993).

4. Vasopresin

(34)

tanpa dismenorea. Ini menunjukkan bahwa vasopresin dapat merupakan faktor etiologi yang penting pada dismenorea primer. Pemberian vasopresin pada saat haid menyebabkan meningkatnya kontraksi uterus, menurunnya aliran darah pada uterus, dan menimbulkan nyeri Namun, hingga kini peranan pasti vasopresin dalam mekanisme terjadinya dismenorea masih belum jelas.

5. Leukotren

Leukotren meningkatkan sensitivitas serabut nyeri pada uterus. Leukotren dalam jumlah besar ditemukan dalam uterus wanita dengan dismenorea primer yang tidak memberi respon terhadap pemberian antagonis prostaglandin (Smith, 2004).

6. Faktor alergi

Menurut Smith (2004), penyebab alergi adalah toksin haid. Teori ini dikemukakan setelah memperhatikan adanya hubungan antara dismenorea dengan urtikaria, migrain atau asma bronkiale.

7. Faktor psikis

(35)

keadaan psikis penderita. Seringkali segera setelah perkawinan dismenore hilang, dan jarang masih menetap setelah melahirkan. Mungkin kedua keadaan tersebut ( perkawinan dan melahirkan ) membawa perubahan fisiologik pada genitalia maupun perubahan psikis (Shanty, 2005).

3.3 Patogenesis

(36)

konstitusi dan faktor alergi. Dari faktor kejiwaan dinyatakan bahwa gadis remaja yang secara emosional belum stabil jika tidak mendapat penjelasan yang baik dan benar tentang menstruasi mudah untuk timbul dismenore. Sedangkan dari faktor konstitusi dinyatakan bahwa faktor ini dapat menurunkan ketahanan terhadap nyeri, seperti kondisi fisik lemah, anemia, penyakit menahun dan lain sebagainya

(Wiknjosastro, 2005). Teori dari faktor alergi dikemukakan setelah adanya hubungan antara dismenore dengan urtikaria, migren atau asma bronkiale.

Menurut Wiknjosastro (2005), teori lain penyebab dismenore selain teori kejiwaan, konstitusi, alergi dan endokrin (PGF2α) adalah teori obstruksi kanalis servikalis, yang merupakan salah satu teori paling tua untuk menjelaskan terjadinya dismenore primer yaitu karena terjadinya stenosis servikalis. Hubungan antara dismenore dengan endometriosis masih tidak jelas. Endometriosis mungkin asimtomatik, atau mungkin bersamaan dengan nyeri pelvik yang tidak terbatas pada masa menstruasi dan pada bagian pelvik anterior bawah. Pada suatu studi dari wanita yang mengalami sterilisasi efektif, tidak terdapat perbedaan antara wanita dengan maupun wanita tanpa endometriosis. Meskipun begitu, suatu studi observasional pada wanita yang

(37)

3.4 Faktor Resiko

Faktor resiko dismenorea primer antara lain pubertas dini, riwayat keluarga, siklus menstruasi yang memanjang, obesitas, cemas, pemakaian IUD(intrauterine device), alkohol, rokok, nullipara, riwayat kekerasan seksual dan fisik, penggunaan tampon, infeksi jamur, infeksi kandung kemih, dan postur tubuh yang tidak baik (Tomasulo, 2006). Pada wanita yang jarang berolah raga akan lebih berisiko untuk mengalami dismenorea dikarenakan adanya penurunan oksigenase dan sirkulasi darah (Purba, 2003).

Pengaruh psikis sangat berperan dalam timbulnya dismenorea.

Dismenorea ditemukan pada wanita yang mengalami gangguan psikis berupa ansietas umum, tegang, ketidakstabilan emosi yang semuanya amat sering terjadi semasa remaja. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa ketidakmatangan psikis dan keterlambatan psikoseksual

mengarahkannya pada dismenorea. Pertambahan umur dan kehamilan akan menyebabkan menghilangnya dismenorea primer. Hal ini diduga terjadi karena adanya kemunduran saraf rahim akibat penuaan dan hilangnya sebagian saraf pada akhir kehamilan (Tomasulo, 2006).

4. Dismenorea Sekunder

(38)

Sejumlah faktor yang terlibat dalam patogenesis dismenorea sekunder. Kondisi patologis pelvis berikut ini dapat memicu atau mencetuskan dismenorea sekunder yaitu Endometriosis, Pelvic inflammatory disease, Tumor dan kista ovarium, Oklusi atau stenosis servikal, Adenomyosis, polip uterus, mioma uteri dan radang pelvis (Shanty, 2005).

Dismenorea sekunder dapat terjadi kapan saja setelah menarche, namun paling sering muncul di usia 20-an atau 30-an, setelah tahun-tahun normal, siklus tanpa nyeri (relatively painless cycles) , menyerang wanita yang semula bebas dari dismenorea. Nyeri dimulai sejak 1-2 minggu sebelum menstruasi dan berlangsung hingga beberapa hari setelah menstruasi. Jika ditemukan nyeri haid tiba-tiba setelah masa tanpa nyeri sebelumnya, maka seringkali penyebabnya adalah organic. Peningkatan prostaglandin dapat berperan pada dismenorea sekunder, namun, secara pengertian penyakit pelvis yang menyertai (concomitant pelvic

pathology) haruslah ada. Pada dismenorea sekunder, nyeri iskhemi

(39)

Dismenorea sekunder dapat disalahartikan sebagai dismenorea primer atau dapat rancu dengan komplikasi kehamilan dini, terapi harus

ditunjukkan untuk mengobati penyakit dasar . Dapat pula disertai dengan kemandulan, dan perdarahan yang abnormal. Dismenorea sekunder, biasanya baru muncul kemudian, yaitu jika ada penyakit atau kelainan yang menetap seperti infeksi rahim, kista atau polip, tumor sekitar kandungan, kelainan kedudukan rahim yang mengganggu organ dan jaringan di sekitarnya (Bobak, 2000).

Pada dismenorea sekunder pengobatan terutama ditujukan mencari dan menghilangkan penyebabnya, disamping pemberian obat-obat yang bersifat simptomatik. Namun, pemberian obat anti inflamasi nonsteroid dan kontrasepsi oral untuk mengatasi dismenorea sekunder kurang memberi respon yang memuaskan (Smith, 2004).

5. Gejala Klinis

(40)

bulan setelah menarche, nyeri pelvis atau perut bawah dimulai dengan onset haid dan berakhir selama 8-72 jam (Smith, 2004).

Nyeri dengan pola yang berbeda didapatkan pada dismenorea sekunder yang terbatas pada onset haid. Ini biasanya berhubungan dengan perut besar/kembung (abdominal bloating), pelvis terasa berat , dan nyeri punggung. Secara khas, nyeri meningkat secara progresif selama fase luteal sampai memuncak sekitar onset haid (Smith, 2004).

Tabel 1. Perbandingan Gejala Dismenore Primer dan Dismenore Sekunder (Smith, 2004)

Dismenore Primer Dismenore Sekunder • Usia lebih muda

• Timbul setelah terjadinya siklus haid yg teratur • Sering pada nullipara • Nyeri sering terasa sebagai

kejang uterus dan spastic • Nyeri timbul mendahului haid dan meningkat pada hari pertama atau kedua haid • Tidak ada patologik pelvis

• Terjadi pada siklus haid ovulatorik

• Sering memberikan respon terhadap pengobatan medikamentosa

• Pemeriksaan Pelvis normal • Sering disertai mual,muntah

diare, kelelahan, dan nyeri kepala

• Usia lebih tua

• Cenderung mulai setelah 2 tahun siklus haid teratur.

• Tidak berhubungan dengan paritas • Nyeri sering terasa terus-menerus

dan tumpul

• Nyeri mulai pada saat haid dan meningkat bersamaan dengan keluarnya darah.

• Berhubungan dengan kelainan pelvis

• Tidak berhubungan dengan adanya ovulasi.

• Pengobatan operatif

(41)

6. Diagnosa

Diagnosa dismenorea didasari atas ketidaknyamanan saat menstruasi. Perubahan apapun pada kesehatan reproduksi, perubahan pada jumlah dan lama menstruasi, membutuhkan pemeriksaan ginekologis, perubahan -perubahan seperti itu dapat menandakan sebab dari dismenorea sekunder. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. (Bobak, 2000). Menurut Junizar (2007), untuk menyingkirkan sebab lain, dan mencari penyebab terjadinya dismenorea, seorang dokter dapat merekomendasikan pemeriksaan sebagai berikut:

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Tidak ada tes spesifik untuk diagnosis dismenorea primer. Diagnosis ditegakkan berdasarkanclinical findings.

b. Pemeriksaan berikut ini dapat dilakukan untuk menyingkirkan penyebab organik dismenorea:

• Cervical culture untuk menyingkirkansexually transmitted

diseases.

• Hitung leukosit untuk menyingkirkan infeksi.

• Kadar human chorionic gonadotropin untuk menyingkirkan

kehamilan ektopik.

• Cancer antigen 125 (CA-125) assay: ini memiliki nilai

(42)

2. Imaging test

Imaging test merupakan pemeriksaan noninvasive untuk mengetahui kelainan yang ada di rongga panggul,seperti :

1. Ultrasound

Tes ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambar dan bentuk berbagai jaringan dan organ yang ada dalam tubuh. Dengan ultrasound .dapat diketahui adanya kista ovarii atau kelainan system reproduksi wanita. Untuk pemeriksaan lebih lanjut, dapat dilakukan ultrasound transvaginal.

2. Pelvic ultrasound scandiindikasikan untuk mengevaluasi keadaan seperti: kehamilan ektopik, kista ovarium, dan fibroid. Ini adalah tes yang sensitivitasnya tinggi untuk mendeteksi massa pada pelvis.

3. Hysterosalpingogramdigunakan untuk menyingkirkan dugaan polip endometrium, leiomyoma, dan abnormalitas kongenital pada uterus.

4. cIntravenous pyelogramsdiindikasikan jika uterine malformation dikonfirmasikan sebagai penyebab atau kontributor untuk

dismenorea.

3. Prosedur Pemeriksaan Lainnya

(43)

2. Pemeriksaan laparoskopik merupakan proseur tunggal yang paling bermanfaat. Ini meliputi survei diagnostik yang lengkap pada pelvis dan organ reproduktif untuk memastikan adnya proses patologi apapun yang bermakna secara klinis atau menimbulkan gejala-gejala klinis.

3. Hysteroscopy,dilatation,curettagedapat diindikasikan untuk mengevaluasi patologi intrauterine yang ditemukan pada imaging studies.

4. Suatu biopsi endometrum diindikasikan jika ada pertimbangan disertai endometritis.

7. Pencegahan

Pencegahan yang utama dalam mengantisipasi timbulnya dismenorea primer adalah dengan memberikan pengertian yang baik dan benar terhadap wanita, khususnya remaja wanita mengenai menstruasi, pendidikan seks, dan kesehatan secara umum (Sarwono, 2005).

Menurut Sarwono (2005), pencegahan untuk dismenorea, sebagai berikut : 1. Keperawatan

a. Kompres bagian bawah abdomen dengan botol berisi air panas atau bantal pemanas khusus untuk meredakan nyeri.

(44)

c. Olahraga secara teratur bermanfaat untuk membantu mengurangi dismenore karena akan memicu keluarnya hormon endorfin yang dinilai sebagai pembunuh alamiah untuk rasa nyeri.

d. Makan makanan yang bergizi, kaya akan zat besi, kalsium. Konsumsi vitamin. Vitamin E sebanyak 400 mg bisa mencegah peradangan dan meningkatkan respon kekebalan tubuh. Atau gunakan juga vitamin B6 untuk mengurangi penerimaan estrogen. Lebih baiknya minum juga minyak ikan yang bisa mengurangi radang. Selain itu, minyak ikan ini juga berguna untuk

menghambat pertumbuhan tidak normalnya jaringan endometrial. e. Istirahat dan relaksasi dapat membantu meredakan nyeri.

f. Lakukan aktivitas yang dapat meredakan stres, misalnya pijat,yoga, atau meditasi, untuk membantu meminimalkan rasa nyeri.

g. Pada saat berbaring terlentang, tinggikan posisi pinggul melebihi posisi bahu untuk membantu meredakan gejala dismenorea.

8. Terapi

Menurut Sarwono (2005), terapi medis dengan keberhasilan cukup baik dalam terapi dismenorea, antara lain :

1. Pemberian obat analgetik

(45)

Obat analgetik yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fena setin dan kafein.Obat–obat paten yang beredar di pasaran adalah antara lain novalgin, ponstan, acetaminophen, dsb. 2. Terapi Hormonal

Tujuan terapi hormonal ialah menekan ovulasi. Tindakan ini bersifat sementara dengan maksud untuk mrmbuktikan bahwa gangguan benar –benar dismenorea primer atau memungkinkan penderita

melaksanakan pekerjaan penting pada waktu haid tanpa gangguan. Tujuan ini dapat dicapai denagn pemberian salah satu jenis pil kombinasi kontrasepsi.

3. Terapi dengan obat non steroid anti prostaglandin

Terapi ini memegang peranan yang makin penting terhadap dismenorea primer. Termasuk disini indo metasin, ibu profen, dan naproksen; dalam kurang lebih 70% penderita dapat disembuhkan atau mengaami banyak perbaikan. Hendaknaya pengobatan diberikan sebelum haid mulai; 1–3 hari sebelum haid dan pada hari pertama haid.

4. Dilatasi kanalis servikalis

(46)

C. Nyeri

1. Definisi

Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007).

MenurutInternational Association for Study of Pain(IASP) (1996) nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak

menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Rasa nyeri merupakan mekanisme pertahanan tubuh, rasa nyeri timbul bila ada jaringan tubuh yang rusak, dan hal ini akan menyebabkan individu bereaksi dengan cara memindahkan stimulus nyeri (Snell, 1996)

2. Reseptor Nyeri dan Stimulasinya

(47)

timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan

inflamasi (Tamsuri, 2007).

Saraf perifer terdiri dari akson tiga tipe neuron yang berlainan: neuron aferen atau sensorik primer, neuron motorik, dan neuron

pascaganglion simpatis. Serat pascaganglion simpatis dan motorik adalah serat eferen (membawa impuls dari medulla spinalis ke jaringan dan organ efektor). Badan sel dari neuron aferen primer terletak di akar dorsal (posterior) nervus spinalis. Setelah keluar dari badan selnya di ganglion akar dorsal, akson saraf aferen primer terbagi menjadi dua prosesus: satu masuk ke kornu dorsalis medulla spinalis, dan yang lain mempersarafi jaringan (Hartwig, 2001).

Serat aferen primer yang menghantarkan nyeri menstruasi adalah serat aferen primer C yang memiliki karakteristik berukuran 0,4-1,2 Mm, tidak bermielin dengan kecepatan hantaran 0,5 sampai 2 m perdetik, nyeri di rasakan selama 1 (satu) detik atau lebih, bersifat nyeri tumpul, berdenyut atau terbakar (Nurhadi, 2005).

(48)

Ada empat proses yaitu:

1. Proses Transduksi(transduction)

Merupakan proses di mana suatu rangsang nyeri(noxious stimuli)diubah menjadi suatu aktifitas listrik, yang akan diterima oleh ujung-ujung saraf (nerve endings). Rangsang ini dapat berupa rangsang fisik, suhu, ataupun kimia.

2. Proses Transmisi(transmission)

Dimaksudkan sebagai perambatan rangsang melalui saraf sensoris menyusul proses transduksi. Dalam proses ini terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer yang

meneruskan impuls ke medulla spinalis, kemudian jaringan

saraf yang meneruskan impuls yang menuju ke atas

(ascendens), dari medula spinalis ke batang otak dan thalamus.

Yang terakhir hubungan timbal balik antara thalamus dan

cortex.

3. Proses Modulasi(modulation)

Proses dimana terjadi interaksi antara sistem analgesik endogen dengan asupan nyeri yang masuk ke kornu posterior.

(49)

seseorang. Analgesik endogen ini meliputi endorfin, serotonin, dan noradrenalin yang memiliki kemampuan menekan asupan nyeri pada kornu posterior. Kornu posterior ini dapat

diibaratkan sebagai pintu gerbang yang dapat tertutup atau terbuka dalam menyalurkan asupan nyeri. Peristiwa terbuka dan tertutupnya pintu gerbang tersebut diperankan oleh sistem analgesik endogen di atas. Proses modulasi inilah yang

menyebabkan persepsi nyeri menjadi sangat pribadi dan subjektif pada setiap orang. Hal ini sangat dipengaruhi oleh latar belakang budaya, pendidikan, atensi, serta makna atau arti dari suatu rangsang.

4. Persepsi(perception)

Adalah hasil akhir dari proses interaksi yang kompleks dan unik yang dimulai dari proses transduksi, transmisi, dan modulasi yang menghasilkan suatu perasaan yang subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri.

3. Patofisologi Nyeri

Prostaglandin yang dihasilkan akibat penurunan kadar

(50)

Nyeri diawali sebagai sebagai pesan diterima oleh serat aferen C. Prostagladin dilepaskan, kemudian menstimulasi serat aferen C dan membantu mengantarkan pesan nyeri dari daerah yang terluka ke otak. Sinyal nyeri dari daerah yang terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia di sepanjang nervus ke bagian dorsal medula spinalis, dimana bagian ini merupakan daerah pada spinal yang menerima sinyal dari seluruh tubuh (Hartwig, 2001).

Saat memasuki medula spinalis, serabut-serabut saraf sensorik dengan berbagai ukuran dan fungsi di pilah-pilah dan dipisahkan menjadi berkas-berkas atau tractus-tractus saraf di substansia alba. Beberapa serabut saraf berperan untuk menghubungkan segmen-segmen medula spinalis yang berbeda, sedangkan serabut lain dari medula spinalis ke pusat-pusat yang lebih tinggi sehingga

menghubungkan medula spinalis dengan otak. Berkas-berkas serabut yang berjalan ke atas ini disebuttractus ascendens(Snell, 1996).

(51)

perifer berhubungan dengan ujung reseptor sensorik, sedangkan prosesus sentral masuk ke medula spinalis melalui radix posterior dan bersinaps dengan neuron tingkat dua. Neuron tingkat kedua memiliki akson yang menyilang garis tengah (menyilang ke sisi kontralateral) dan naik ke tingkat susunan saraf yang lebih tinggi, yaitu tempat dimana akson tersebut bersinaps dengan neuron tingkat ketiga. Neuron tingkat ketiga biasanya berada di talamus dan memiliki tonjolan serabut yang berjalan ke area sensorikcortex cerebri(Snell, 1996).

Impuls nyeri ditransmisikan ke arah medula spinalis, yaitu di dalam serat aferen primer C. Akson-akson yang masuk ke dalam medulla spinalis dari ganglion radix posterior langsung menuju ujungcolumna grisea posteriordan terbagi menjadi cabang

ascendens dan descenden. Cabang-cabang tersebut berjalan dengan jarak satu atau dua segmen medula spinalis dan membentuk tractus posterolateral Lissauer. Serabut-serabut neuron tingkat pertama ini berakhir dengan membentuk sinaps dengan sel-sel di dalam

columna grisea posterior, termasuk sel-sel di dalam substansia gelatinosa. Substansi P, yaitu suatu peptida yang diduga

merupakan neurotransmitter pada sinaps-sinaps ini (Snell, 1996).

(52)

columna alba kontralateralsebagaitractus spinothalamicus lateralis. Serabut-serabut yang membawa sensasi nyeri terletak sedikit anterior dari serabut-serabut yang membawa sensasi suhu (Snell, 1996).

Ketikatractus spinothalamicus lateralisnaik melalui medula oblongata, tractus ini terletak dekat permukaan lateral. Di sini, tractus spinothalamicus lateralisdisertai olehtractus

spinothalamicus anteriordantractus spinotectalis akan

membentuklemniscus spinalis.Lemniscus spinalisterus berjalan ke atas melalui bagian posterior pons, lemniscus terletak dalam tegmentum dilateral lemniscus medialis. Banyak serabuttractus spinothalamicus lateralisberakhir dan bersinaps dengan neuron tingkat ketiga di dalamneclues ventroposterolateralis thalami. Hal ini diduga bahwa di sini terjadi apresiasi sensasi nyeri serta

dimulainya reaksi emosional (Snell, 1996).

Akson-akson neuron tingkat ketiga di dalamnucleus

ventroposterolateral thalamiberjalan melaluicrus posterius capsula internadancorona radiatauntuk mencapai area

(53)

cerebriadalah menginterpretasikan kualitas informasi sensorik pada tingkat kesadaran (Snell, 1996).

Gambar 2. Jaras Nyeri (Snell, 1996)

D. Olahraga

1. Definisi

Kata olahraga merupakan terjemahan dari kata “sport”. Kata “sport”

berasal dari bahasa Latin “disportare” atau dalam bahasa Itali menjadi

(54)

untuk bergembira. Jadi dapat dikatakan bahwa “sport” atau olahraga adalah kegiatan manusia untuk menggembirakan diri sambil memelihara kesehatan jasmaniah (Kosasih, 1993).

Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur yang melibatkan gerakan tubuh yang berulang-ulang dan ditujukan untuk meningkatkan kebugaran jasmani (Karim, 2002).

Sedangkan berdasarkan atas Pedoman Pokok tentang Pembinaan Gerakan Olah Raga Indonesia, Keputusan Direktur Jendral Olah Raga No. 57 tahun 1968, yang dimaksud dengan olahraga adalah kegiatan manusia yang wajar sesuai dengan kodrat Ilahi intuk mendorong, mengembangkan, dan membina potensi-potensi fisik, mental, dan rohaniah manusia demi kebahagiaan dan kesejahteraan pribadi dan masyarakat.

2. Klasifikasi

Karim (2002) membagi olahraga menjadi 2 jenis, yaitu aerobik dan

(55)

3. Fakta dan Pendapat Para Ahli

Wanita yang jarang atau tidak berolahraga seringkali menderita dismenorea (Bernes, 1983). Nyeri ini disebabkan oleh penurunan

progesterone pada paruh kedua siklus menstruasi (Broome, 1984). Selama lima tahun telah diteliti bahwa terdapat gangguan menstruai pada atlit wanita, dua hal yang utama adalah amenorrhea dan oligomenorea, hal ini disebabkan oleh aktivitas fisik yang sangat berat mempengaruhi

ketidakteraturan siklus mentruasi. Bukti didapat ketika aktivitas fisik itu diturunkan intensitasnya menjadi lebih ringan menunjukan perbaikan dalam siklus menstruasi menjadi normal kembali. Namun perlulah diingat bahwa olahraga bukanlah satu-satunya faktor dalam menunjang perbaikan dari gangguan menstruasi. Hal lain juga berpengaruh terhadap

keberhasilan terapi gangguan menstruasi yatu faktor emosional dan diet (Ashton, 1986).

4. Respon dan Adaptasi Endokrin Terhadap Olahraga

(56)

5. Respon Prostagladin dan Endorfin Terhadap Olahraga

Prostaglandin yang dihasilkan akibat penurunan kadar progesterone dalam uterus bisa meningkatkan kontraksi uterus dan juga meningkatkan

kepekaan serabut-serabut saraf terminal rangsang nyeri (Guyton, 1997). Adaptasi endokrin terhadap olahraga, salah satunya adalah melalui

pelepasan prostaglandin seperti yang dihasilkan oleh pembuluh darah, otot dan jaringan lainnya. Prostaglandin dalam hal ini dapat meningkatkan vasodilatsi, mengatur frekuensi denyut jantung dan mengatur pembekuan darah (Purba, 2003).

(57)

Dua jenis komponen yang berhubungan erat dengan kerja seperti morfin, dinamai enkefalin (leu-enkefalin, met-enkefalin) dan endorphin telah diisolasi dari area otak yang terutama berhubungan dengan pengaturan nyeri, termasuk kornu dorsalis medulla spinalis, sehingga sekarang

(58)

III.METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional yaitu jenis penelitian yang pengukuran variabel-variabelnya dilakukan sekaligus pada saat yang bersamaan (Notoadmodjo, 2005).

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat penelitian

Penelitian dilakukan di SMA Negeri 2 Bandar Lampung. 2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan November hingga Februari 2012.

C. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi penelitian

(59)

2. Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah siswi SMA N 2 Bandar Lampung yang masuk kedalam kriteria inklusi. Sampel diambil dengan cara total sampling dengan kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi:

1. Seluruh siswi yang hadir pada saat penelitian

2. Bersedia untuk menjadi subjek penelitian yang dinyatakan dengan mengisiinformed consent.

Kriteria eksklusi:

1. Siswi yang belum menstruasi

D. Identifikasi Variabel

Dalam penelitian ini variabel yang akan diteliti adalah : 1. Variabel bebas (independent variable)

Kebiasaan Olahraga

(60)

E. Definisi Operasional

Tabel 2. Definisi Operasional Definisi

operasional

(61)

F. Metode Pengumpulan Data

Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data primer. Data primer yaitu data yang diperoleh dengan mengisi angket. Data primer diperoleh dari kuisioner yang dibagikan kepada responden yaitu siswi SMA N 2 Bandar Lampung, Tanjung Karang.

G. Prosedur Penelitian

1. Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti meminta surat pengantar dari Fakultas Kedokteran Universitas Lampung untuk tembusan kepada SMA N 2 Bandar Lampung sebagai permohonan izin untuk melakukan penelitian pada siswi SMA N 2 Bandar Lampung.

2. Penulis memberikan kuesioner kepada siswi SMA N 2 Bandar Lampung untuk di isi.

3. Setelah kuesioner diisi oleh responden, kuesioner dikumpulkan lagi untuk dilakukan pengolahan data dan analisis data.

H. Pengolahan dan Analisis Data

1. Pengolahan Data

(62)

1. Editing, untuk melakukan pengecekan isian formulir atau kuesioner apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan, dan konsisten.

2. Coding, untuk mengkonversikan (menerjemahkan) data yang dikumpulkan selama penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis

3. Entry, merupakan suatu kegiatan memasukkan data ke dalam komputer.

4. Verifikasi, melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data yang telah dimasukan ke komputer.

2. Analisis data

Untuk analisis data digunakan analisis data univariat dan analisis bivariat. Analisis data univariat yaitu analisis yang digunakan dengan menjelaskan secara deskriptif untuk melihat distribusi variabel – variabel yang diteliti, baik variabeldependentmaupunindependent.

(63)

Pada penelitian ini pengolahan data menggunakan progam SPSS for windows ver 17.00, yang nantinya akan diperoleh nilai p. Nilai p akan

dibandingkan dengan nilai α. Dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Jika nilai p≤ α(p≤0,05), maka hipotesis (H0) ditolak, artinya terdapat

perbedaan yang signfikan terhadap timbulnya keluhan dismenore antara olahraga rutin dan olahraga tidak rutin.

b. Jika nilai p > α (p > 0,05), maka hipotesis (H0) diterima, artinya tidak

(64)

Akarluad. 2009.Obstetric and Genecologiy for Medical Student.Baltimore, Maryland. William Wilkins. Hal 187–193

American College of Obstetricians and Gynecologists, 2009.Dysmenorrhea. Washington D.C.: American College of Obstetricians and Gynecologists. Available from:

http://www.acog.org/publications/patient_education/bp046.cfm. [Accessed 27 Februari 2012].

Andika, Oktaprasta. 2003.Klasifikasi Dismenore. Diakses pada tanggal 28 September 2011. http/www.aaf.org/apf/9908ap/489.html

Ayu, Mia. 2009.Perbedaan Keluhan Dismenorea Pada Wanita Yang Rutin Mengikuti Senam Aerobik Dan Yang Tidak Rutin Di Pusat Kkebugaran Sonia. Tanjung Karang. Fakultas Kedokteran Unila Lampung

Burnes, Josephine. 1983.Menstruation and it’s Disorders Spasmodik

Dysmenorrhea.Lecture Notes on Genecology. 5th Edittion. Diakses pada tanggal 28 September 2011.

http://www.BlackwelscientificPublication.org/library/educational_informa tion/mal.htm

Bobak. 2004.Konsep dasar menstruasi.Diakses pada tanggal 28 September 2011. http://www. Medicoholistic.com/2003/200411/28/medica.htm.

Broome, Annabel. ,Louise, Wallace. 1984.Physycology Aspec of The Menstrum and Premenstrum:Physycology and Gynecological Problems. USA. Tavistoc. Diakses tanggal 28 September 2011.

http//www.nebi.nlm.nih./8051544?dopt=abstrac

Chandran, Lahta, 2008.Menstruation Disorders: Overview.E-medicine Obstetrics and Gynecology. Available from:

http://emedicine.medscape.com/article/953945-overview/ [Accessed 27 Februari 2012].

(65)

Family Nurse Practisioner Program. 2000.Recommendation For The Treatment of Dysmenorrhea. University of Texas at Austin School Of Nurshing.

Diakses pada tanggal 29 September 2011. http//www.nci.edu.eg/journal/ Fox. 1998.Physiology Basic For Exercise and Sport. Edisi 6. USA: The Mc.Graw

Hill Companies Inc. Medscape. Diakses pada tanggal 3 November 2011. http//www.medscape.com/viewarticle/47689

French, Linda, 2005. Dysmenorrhea.American Family Physician71(2): 285-291. Greenspan. 1989.Fisiology Of Menstrual.Year Book Medical Publishers.inc.

Chicago London. Diakses pada tanggal 2 november 2011

Gfmer.nj/selected_images_v2/detail_list.php?cati=2&cat2=7&uat=3= Guyton dan Hall, 1996.Fisiologi Kedokteran.Edisi 9. EGC. Jakarta. Hal 338–

402

Hanafiah.Siklus dan Kelainan Menstruasi. Yogyakarta : Gajah Mada. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2011.

www.med.ugm.ac.id/idnex2.php?option=com_content&do_pdf=1&id= Hartwig, Mary. 2001.Patofisiologi. Edisi 9. EGC. Jakarta. Hal 1064-1076. Jacoeb,T. dkk. 1993.Aspek Patofisiologi Dysmenorrhea dan Penatalaksanaanya.

Kelompok Studi Reproduksi Endokrinologi Indonesia. Diakses pada tanggal 7 Oktober 2011.

http:/library.usu.ac.id?index.php/componenet/journals/index/php?option=c om_journal_review&id=11187&task=view.

Jeffcoate. 2002.Dysmenorrhea. St. John Regional Health Center, Springfield, Missouri.

Diakses pada tanggal 28 September 2011.

http://www.eMedicine.org./docroot/CRI/content_3_5_IX_Specialities_Ob stetric_Gynecology

Junizar. 2007.Pengobatan Dismenore. Jurnal Penelitian 2007. Tufts U.27 Februari 2007.

Diakses pada tanggal 8 Oktober 2011.

http://www.kalbefarma.com/files/cdk.16_PengobatanDismenorea.pdf/16_ Pengobatan Dismenore.html

Karim. 2002.Olahraga dan Kesehatan dari A Sampai Dengan Z. Pustaka Kartini. Jakarta. Hal 35.

(66)

http://www.researchgate.net/publication/5901375_Nonsteroidal_antiinflam matory_drugs_for_heavy_menstrual_bleeding/ [Accessed 27 Februari 2012].

McArdle, W.D., Katch, V.L. 2001.Exercise physicology, Energy, Nutrion and Human Perfomance 5thEdition. Pubmed. Lippicont Williams and Wilkins. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2011.

http://www.nebi.nlm.nih.gov/pubmed/6896858?dobt=abstrack

Dinata, Martha. 2008.Langsing Dengan Aerobik. Cerdas Jaya. Jakarta. Indonesia Notoadmojo,S. 2002.Metodologi Penelitian Kesehatan.Rineka Cipta. Jakarta. Novak’s. 1961.Text Book of Gynecology. William and Wilkins. Baltimore. Nurhadi, Ibrahim. 2004.Konsep Dasar Nyeri. Jakarta. Indonesia Universitiy

Press. Diakses pada tanggal 28 September 2011.

http://konsultasikesehatan.epajak.org/konsep-dasar-nyeri-789

Pickless. 1999.Current Therapy in Obstetric and Gynecology 4thed. Zulpan-Quiligan Inc. New York. Diakses pada tanggal 22 Oktober 2011. http://www.compment.uedavis.edu/GynecologyTherapy/433 hlm. Sarwono. 2005.Terapi Dismenore. 2005. Tuft U. Maret 2005.

http://www.healtycare.aapf.org/knh/7689800/980htm Shanty.Menstrual Cramp? (dismenore). Oktober 2005. Tufts U.

Diakses pada tanggal 22 Oktober 2011.

http://www.Medicinet.com/menstrual_cramps/article.html Smith.What Are Menstrual Cramp?. 2004. Tutfs U. 26 Mei 2004.

Diakses pada tanggal 22 Oktober 2011.

http://www.healthy.net/scr/Article.asp.?Id=1374-69k

Snell, Richard. 1996.Neuroanatomi.Edisi 3. Jakarta. Penerbit uku Kedokteran. EGC.

Tamsuri. 2007.Patofisiologi Nyeri. Tufts U. 15 Maret 2007. Diakses pada tanggal 28 September 2011.

http://www.Aaf.org/aby/6578076ap/467.html

Tim Universitas Lampung. 2010.Format Penulisan Karya Ilmiah Universitas Lampung Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Tamasulo. 2007.Dysmenore Scunder?. 2007. Tufts U. 3 oktober 2007. Diakses pada tanggal 28 September 2011.

(67)

kesehatan-manusia.html

Gambar

Gambar 1. Kerangka Teori
Gambar 1. Fase Menstruasi (Greenspan, 1998)
Tabel 1. Perbandingan Gejala Dismenore Primer dan DismenoreSekunder (Smith, 2004)
Gambar 2. Jaras Nyeri (Snell, 1996)
+2

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Jenis yang kedua adalah living walls, merupakan jenis taman vertikal yang terdiri dari dinding yang diberikan media tanam untuk tempat tanaman dapat.. berdiri dan

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam mengembangkan motorik halus anak melalui pemanfaatan media Koran bekas di TK Kartika guru tidak mengajak anak

Telah dikembangkan media buku bergambar tema alat transportasi untuk mestimulasi aspek bahasa anak usia dini, buku cerita ini dibuat menggunakan Software

Dengan demikian pendekatan pembelajaran kontekstual bertujuan untuk membantu para guru agar dapat mengaitkan pelajaran dengan kenyataan peserta didik, untuk mendorong

Kepercayaan masyarakat Gampong Meunasah Baroh menurut hasil observasi lapangan masih mempercayai hal yang didasarkan pada adat yang telah dilakukan oleh nenek moyang,

Sistem Transmisi berfungsi menyalurkan tenaga listrik dari pusat-pusat pembanngkit tenaga listrik yang jauh dari pusat-pusat beban, dan juga untuk saluran interkoneksi antara

Berdasarkan temuan dan pembahasan pada bab IV sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa minat siswa SD N 24 Sungai Jaring Kecamatan