• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFIKASI HERBISIDA AMETRIN UNTUK MENGENDALIKAN GULMA PADA PERTANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) LAHAN KERING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFIKASI HERBISIDA AMETRIN UNTUK MENGENDALIKAN GULMA PADA PERTANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) LAHAN KERING"

Copied!
44
0
0

Teks penuh

(1)

EFIKASI HERBISIDA GLIFOSAT UNTUK MENGENDALIKAN GULMA PADA PERTANAMAN KOPI (Coffea canephora) MENGHASILKAN

Oleh

DEBORA ROSALYN SIGALINGGING

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

EFIKASI HERBISIDA GLIFOSAT UNTUK MENGENDALIKAN GULMA PADA PERTANAMAN KOPI (Coffea canephora) MENGHASILKAN

Oleh

Debora Rosalyn Sigalingging

Salah satu usaha pertanian yang banyak dikembangkan di Indonesia yaitu

perkebunan kopi, karena kopi merupakan komoditas ekspor yang memiliki nilai

jual yang cukup tinggi. Dalam usaha peningkatan produksi tanaman kopi salah

satu faktor yang perlu diperhatikan adalah pemeliharaan tanaman khususnya

pengendalian gulma. Pengendalian gulma pada perkebunan kopi yang dinilai

cukup efektif dan efisien yaitu dengan pengendalian secara kimiawi menggunakan

herbisida berbahan aktif glifosat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui kinerja herbisida glifosat dalam mengendalikan gulma pada

pertanaman kopi menghasilkan, mengetahui perubahan komposisi gulma yang

tumbuh akibat perlakuan herbisida glifosat dan mengetahui tingkat toksisitas

herbisida glifosat terhadap tanaman kopi menghasilkan. Penelitian ini

dilaksanakan di Balai Pengkajian dan Teknologi Pertanian Kecamatan Natar

Lampung Selatan dan Laboratorium Ilmu Gulma Fakultas Pertanian Universitas

Lampung. Perlakuan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 6

(3)

Debora Rosalyn Sigalingging

dosis 1,08 kg/ha, 1,44 kg/ha, 1,80 kg/ha, 2,16 kg/ha, pengendalian mekanis, dan

kontrol. Homogenitas ragam diuji dengan uji Bartlet, aditivitas diuji dengan uji

Tukey, dan perbedaan nilai tengah diuji dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)

pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) herbisida glifosat pada

dosis 1,08 kg/ha – 2,16 kg/ha mampu menekan penutupan gulma total,

pertumbuhan gulma total, pertumbuhan gulma golongan daun lebar dan rumput

serta pertumbuhan gulma dominan Asystasia gangetica dan Ottochloa nodosa

hingga 12 MSA, sedangkan gulma Arachis pintoi pada pertanaman kopi hingga 4

MSA; (2) seluruh perlakuan herbisida glifosat menyebabkan terjadinya perubahan

komposisi gulma di perkebunan kopi yaitu dengan terjadinya pengurangan jumlah

spesies gulma; (3) seluruh perlakuan herbisida glifosat yang digunakan untuk

mengendalikan gulma tidak meracuni tanaman kopi hingga 6 MSA.

(4)
(5)
(6)
(7)

3.5.3 Jenis Gulma Dominan. ... 23

3.5.4 Persentase Penutupan Gulma. ... 24

3.5.5 Fitotoksisitas Tanaman. ... 25

IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 4.1Persen Penutupan Gulma Total. ... 26

4.2Bobot Kering Gulma Total. ... 27

4.3Bobot Kering Gulma Pergolongan. ... 29

4.3.1 Bobot Kering Gulma Golongan Daun Lebar. ... 29

4.3.2 Bobot Kering Gulma Golongan Rumput. ... 30

4.4Bobot Kering Gulma Dominan. ... 31

4.4.1 Bobot Kering Gulma Asystasia gangetica. ... 32

4.4.2 Bobot Kering Gulma Ottochloa nodosa. ... 33

4.4.3 Bobot Kering Gulma Arachis pintoi. ... 35

4.5Jenis dan Tingkat Dominansi Gulma. ... 37

4.6Koefisien komunitas. ... 41

4.7Fitotoksisitas Tanaman. ... 43

V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan. ... 44

5.2Saran. ... 44

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Perlakuan dan Dosis Herbisida. ... 21

2. Kinerja herbisida glifosat dalam menekan % penutupan gulma total. ... 26

3. Kinerja herbisida glifosat dalam menekan bobot kering gulma total. ... 28

4. Kinerja Herbisida Glifosat dalam Menekan Bobot Kering Gulma Golongan Daun Lebar. ... 29

5. Kinerja Herbisida Glifosat dalam Menekan Bobot Kering Gulma Golongan Rumput. ... 31

6. Jenis dan Tingkat Dominansi Gulma Awal ( 0 MSA ). ... 32

7. Kinerja Herbisida Glifosat dalam Menekan Bobot Kering Asystasia gangetica . ... 32

8. Kinerja Herbisida Glifosat dalam Menekan Bobot Kering Ottochloa nodosa. ... 34

9. Kinerja Herbisida Glifosat dalam Menekan Bobot Kering Arachis pintoi. ... 36

10. Jenis dan tingkat dominansi gulma pada 4 MSA. ... 39

11. Jenis dan tingkat dominansi gulma pada 8 MSA. ... 40

12. Jenis dan tingkat dominansi gulma pada 12 MSA. ... 41

(9)

14. Penutupan gulma total (%) pada 4 MSA. ... 49

15. Transformasi arcsin √(x+0,5) penutupan gulma total (%)

pada 4 MSA. ... 49

16. Analisis ragam penutupan gulma total pada 4 MSA. ... 49

17. Penutupan gulma total (%) pada 8 MSA. ... 50

18. Transformasi arcsin √√√(x+0,5) penutupan gulma total (%)

pada 8 MSA. ... 50

19. Analisis ragam penutupan gulma total pada 8 MSA. ... 50

20. Penutupan gulma total (%) pada 12 MSA. ... 51

21. Transformasi arcsin √(x+0,5) penutupan gulma total (%)

pada 12 MSA. ... 51

22. Analisis ragam penutupan gulma total pada 12 MSA. ... 51

23. Bobot kering gulma total (g/0,5 m2) pada 4 MSA. ... 52

24. Transformasi √(x+0,5) bobot kering gulma total (g/0,5m2)

pada 4 MSA. ... 52

32. Bobot kering gulma golongan daun lebar (g/0,5 m2)

pada 4 MSA. ... 55

33. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma golongan

(10)

34. Analisis ragam bobot kering gulma golongan daun lebar

pada 4 MSA. ... 55

35. Bobot kering gulma golongan daun lebar (g/0,5 m2)

pada 8 MSA. ... 56

36. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma golongan

daun lebar (g/0,5m2) pada 8 MSA. ... 56

37. Analisis ragam bobot kering gulma golongan daun lebar

pada 8 MSA. ... 56

38. Bobot kering gulma golongan daun lebar (g/0,5 m2)

pada 12 MSA. ... 57

39. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma golongan

daun lebar (g/0,5m2) pada 12 MSA. ... 57

40. Analisis ragam bobot kering gulma golongan daun lebar pada 12 MSA. ... 57

41. Bobot kering gulma golongan rumput (g/0,5 m2) pada 4 MSA. ... 58 42. Transformasi √√√(x+0,5) Bobot kering gulma golongan rumput

(g/0,5 m2) pada 4 MSA. ... 58 43. Analisis ragam bobot kering gulma golongan rumput

pada 4 MSA. ... 58

44. Bobot kering gulma golongan rumput (g/0,5 m2)

pada 8 MSA. ... 59

45. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma golongan

rumput (g/0,5 m2) pada 8 MSA. ... 59

46. Analisis ragam bobot kering gulma golongan rumput

pada 8 MSA. ... 59

47. Bobot kering gulma golongan rumput (g/0,5 m2)

pada 12 MSA. ... 60

48. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma golongan

rumput (g/0,5 m2) pada 12 MSA. ... 60

49. Analisis ragam bobot kering gulma golongan rumput

(11)

50. Bobot kering gulma Asystasia gangetica (g/0,5 m2)

pada 4 MSA. ... 61

51. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Asystasia gangetica

(g/0,5 m2) pada 4 MSA. . ... 61

52. Analisis ragam bobot kering gulma Asystasia gangetica

pada 4 MSA. ... 61

53. Bobot kering gulma Asystasia gangetica (g/0,5 m2)

pada 8 MSA. ... 62

54. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Asystasia gangetica

(g/0,5 m2) pada 8 MSA. ... 62

55. Analisis ragam bobot kering gulma Asystasia gangetica

pada 8 MSA. ... 62

56. Bobot kering gulma Asystasia gangetica (g/0,5 m2)

pada 12 MSA. ... 63

57. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Asystasia gangetica

(g/0,5 m2) pada 12 MSA. ... 63

58. Analisis ragam bobot kering gulma Asystasia gangetica

pada 12 MSA. ... 63

59. Bobot kering gulma Ottochloa nodosa (g/0,5 m2)

pada 4 MSA. ... 64

60. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Ottochloa nodosa

(g/0,5 m2) pada 4 MSA. ... 64

61. Analisis ragam bobot kering gulma Ottochloa nodosa

pada 4 MSA. ... 64

62. Bobot kering gulma Ottochloa nodosa (g/0,5 m2)

pada 8 MSA. ... 65

63. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Ottochloa nodosa

(g/0,5 m2) pada 8 MSA. ... 65

64. Analisis ragam bobot kering gulma Ottochloa nodosa

pada 8 MSA. ... 65

65. Bobot kering gulma Ottochloa nodosa (g/0,5 m2)

(12)

66. Transformasi √√√(x+0,5) Bobot kering gulma Ottochloa nodosa

(g/0,5 m2) pada 12 MSA. ... 66

67. Analisis ragam bobot kering gulma Ottochloa nodosa

pada 12 MSA. ... 66

68. Bobot kering gulma Arachis pintoi (g/0,5 m2)

pada 4 MSA. ... 67

69. Transformasi √√√(x+0,5) bobot kering gulma Arachis pintoi

(g/0,5 m2) pada 4 MSA. ... 67

70. Analisis ragam bobot kering gulma Arachis pintoi

pada 4 MSA. ... 67

71. Bobot kering gulma Arachis pintoi (g/0,5 m2)

pada 8 MSA. ... 68

72. Transformasi √√√(x+0,5) Bobot kering gulma Arachis pintoi

(g/0,5 m2) pada 8 MSA. ... 68

73. Analisis ragam bobot kering gulma Arachis pintoi

pada 8 MSA. ... 68

74. Bobot kering gulma Arachis pintoi (g/0,5 m2)

pada 12 MSA. ... 69

75. Transformasi √√√(x+0,5) Bobot kering gulma Arachis pintoi

(g/0,5 m2) pada 12 MSA. ... 69

76. Analisis ragam bobot kering gulma Arachis pintoi

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Rumus Bangun Herbisida Glifosat. ... 17

2. Tata Letak Percobaan. ... 22

3. Gulma Asystasia gangetica. ... 33

4. Gulma Ottochloa nodosa. ... 35

(14)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Indonesia merupakan negara agraris atau merupakan negara yang sebagian besar

penduduknya bermatapencaharian sebagai petani, sehingga sektor pertanian

merupakan sektor yang penting dalam pembangunan dan menjadi sumber

kehidupan yang utama. Salah satu komoditas pertanian yang banyak

dikembangkan adalah tanaman kopi yang banyak dikembangkan dalam bentuk

perkebunan oleh pihak perorangan maupun perusahaan swasta.

Produksi kopi nasional mencapai 633.991 ton tahun 2011, dengan produktivitas

rata-rata nasional 672 kg/ha. Luas areal perkebunan kopi Indonesia pada tahun

2011 mencapai 1,29 juta ha atau 96,3 % yakni sebesar 1.24 juta ha merupakan

perkebunan rakyat, terdiri atas 1,04 juta ha kopi robusta dan 251 ribu ha kopi

arabika. Berkaitan dengan prospek tanaman kopi yang cukup bagus di pasar

dunia, maka pemerintah melaksanakan kegiatan intensifikasi dan perluasan areal

pertanaman kopi (Direktorat Jenderal Perkebunan Kementrian Pertanian RI,

2012). Salah satu bentuk kegiatan intensifikasi yang dapat dilakukan yaitu

pengendalian gulma di areal pertanaman kopi yang merupakan kompetitor

(15)

2

Gulma dapat memberikan pengaruh negatif pada tanaman budidaya karena

kompetisi (nutrisi, air, cahaya dan CO2), produksi senyawa penghambat

pertumbuhan (alelopati), sebagai inang jasad pengganggu tanaman lain (serangga

hama atau patogen penyakit), serta menurunkan kualitas hasil karena adanya

kontaminasi dari bagian-bagian gulma. Dalam hal kompetisi, daya kompetisi

gulma ditentukan oleh jenis, densitas, distribusi, umur atau lamanya gulma

tumbuh bersama tanaman budidaya, kultur teknik yang ditetapkan pada tanaman

budidaya dan jenis atau varietas tanaman (Tjitrosoedirdjo dkk., 1984).

Pengendalian gulma dapat didefenisikan sebagai proses membatasi infestasi

gulma sedemikian rupa sehingga tanaman bisa dibudidayakan secara produktif

dan efisien. Dalam pengendalian gulma tidak ada keharusan untuk mengendalikan

seluruh gulma, melainkan cukup menekan pertumbuhan atau mengurangi

populasinya. Dengan kata lain pengendalian hanya bertujuan untuk menekan

populasi gulma sampai tingkat yang tidak merugikan secara ekonomi (Sukman

dan Yakup, 2002). Saat ini, terdapat berbagai macam metode pengendalian gulma

yang dikenal secara luas, seperti pengendalian mekanis dan kimiawi.

Pengendalian kimiawi, dengan menggunakan herbisida, merupakan metode yang

paling banyak digunakan karena tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi.

Glifosat adalah salah satu jenis bahan aktif herbisida yang sangat sering

digunakan dibandingkan bahan aktif lainnya dan digunakan secara luas dalam

bidang pertanian karena efisiensi dan efektivitasnya (Cox, 2004). Glifosat

termasuk herbisida non selektif, yang artinya mengendalikan secara luas semua

(16)

3

diaplikasikan lewat tanah. Translokasi glifosat terjadi ke seluruh bagian tumbuhan

termasuk bagian tumbuhan yang ada di dalam tanah karena glifosat merupakan

herbisida sistemik (Tomlin, 2009).

Herbisida berbahan aktif glifosat merupakan herbisida yang telah umum

digunakan pada aktivitas pertanian. Herbisida GrindUp 480 SL yang berbahan

aktif glifosat perlu diuji efektivitasnya dalam berbagai dosis untuk mengendalikan

gulma pada pertanaman kopi menghasilkan. Hal ini dikarenakan herbisida

tersebut merupakan formulasi baru dan belum terdaftar pada Komisi Pestisida

untuk digunakan pada budidaya kopi. Melalui penelitian ini dapat diketahui daya

kerja herbisida glifosat terhadap gulma pada kopi, perubahan komposisi gulma

akibat aplikasi herbisida glifosat dan tingkat toksisitas pada tanaman kopi

menghasilkan.

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan pertanyaan untuk menjawab

permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah herbisida glifosat mampu mengendalikan gulma pada

pertanaman kopi menghasilkan ?

2. Apakah terjadi perubahan komposisi gulma yang tumbuh akibat perlakuan

herbisida glifosat?

3. Bagaimana tingkat toksisitas herbisida glifosat terhadap tanaman kopi

(17)

4

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, tujuan penelitian dirumuskan

sebagai berikut:

1. Mengetahui kinerja herbisida glifosat dalam mengendalikan gulma pada

pertanaman kopi menghasilkan.

2. Mengetahui perubahan komposisi gulma yang tumbuh akibat perlakuan

herbisida glifosat

3. Mengetahui tingkat toksisitas herbisida glifosat terhadap tanaman kopi

menghasilkan.

1.3 Landasan Teori

Dalam rangka menyusun penjelasan teoritis terhadap pertanyaan yang telah

dikemukakan, penulis menggunakan landasan teori sebagai berikut:

Gulma atau sering juga disebut tumbuhan pengganggu selalu dikendalikan oleh

petani atau pekebun karena mengganggu kepentingan petani/pekebun tersebut.

Gulma dianggap mengganggu karena bersaing dengan tanaman utama terhadap

kebutuhan sumberdaya (resources) yang sama yaitu unsur hara, air, cahaya, dan

ruang tumbuh. Sebagai akibat dari persaingan tersebut produksi tanaman menjadi

tidak optimal atau dengan kata lain ada kehilangan hasil dari potensi hasil yang

dimiliki tanaman. Kehilangan hasil tanaman sangat bervariasi, dipengaruhi oleh

sejumlah faktor, antara lain kemampuan tanaman berkompetisi (beda

(18)

5

dan umur gulma, teknik budidaya, dan durasi mereka berkompetisi. (Purba,

2009).

Kemampuan gulma menekan pertumbuhan tanaman budidaya sangat ditentukan

oleh jenisnya, kepadatan, dan lamanya gulma tumbuh di pertanaman. Ketiga

faktor tersebut menentukan derajat persaingan gulma dalam memperoleh

sumberdaya yang tersedia. Pengendalian gulma dilakukan dengan tujuan untuk

membatasi investasi gulma sedemikian rupa sehingga tanaman dapat

dibudidayakan secara produktif dan efisien. Namun, dalam pengendaliannya

diperlukan pengetahuan yang cukup tentang gulma yang bersangkutan dan teknik

penanggulangannya dan salah satu perbaikan teknik budidaya adalah usaha

pengelolaan gulma dengan tidak merusak lingkungan (Froud-Williams, 2002

dalam Mas’ud, 2009).

Pengendalian gulma pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai teknik

pengendalian termasuk diantaranya pengendalian secara manual (tenaga manusia

dilengkapi dengan peralatan kecil), memanfaatkan tanaman penutup tanah

(leguminous cover crop), mekanis, ekologis, biologis, menggunakan bahan kimia

(herbisida) dan teknik budidaya lainnya. Teknik pengendalian secara kimia

(dengan menggunakan herbisida) cenderung mengalami peningkatan (kualitas dan

kuantitas) dari tahun ke tahun di banyak negara (Purba, 2009).

Herbisida merupakan suatu bahan atau senyawa kimia yang digunakan untuk

menghambat pertumbuhan atau mematikan gulma. Herbisida ini dapat

mempengaruhi satu atau lebih proses-proses (seperti pada proses pembelahan sel,

(19)

6

metabolisme nitrogen, aktivitas enzim dan sebagainya) yang sangat diperlukan

tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya (Riadi, 2011).

Herbisida memiliki efektivitas yang beragam. Herbisida sistemik bekerja setelah

diserap dan ditranslokasikan ke seluruh bagian gulma. Menurut jenis gulma yang

dikendalikan ada herbisida selektif yang mematikan gulma tertentu atau spektrum

sempit, dan herbisida non selektif yang mematikan banyak jenis gulma atau

spektrum lebar (Fadhly dan Tabri, 2007). Herbisida memiliki kandungan bahan

aktif yang berbeda-beda sehingga akan menghasilkan efek yang berbeda juga

terhadap gulma. Salah satu bahan aktif herbisida yang banyak digunakan yaitu

glifosat.

Herbisida berbahan aktif N-phosphonomethyl glycine (glyphosate) adalah suatu

herbisida non-selektif yang diserap oleh daun yang di angkut perlahan-lahan ke

seluruh bagian tumbuhan. Jadi, herbisida ini dapat mengendalikan berbagai jenis

gulma, seperti Imperata cylindrica, Cynodon dactylon, Cyperus rotundus, dan

Chromolaena odorata (Riadi, 2011).

Hasil penelitian Febriyani (2002), menunjukkan bahwa herbisida berbahan aktif

glifosat 16% yang diuji pada areal tanaman kopi menghasilkan, efektif

mengendalikan gulma pada 4, 8, dan 12 minggu setelah aplikasi (MSA). Selain

itu, herbisida glifosat juga menyebabkan terjadinya perubahan komposisi gulma

pada 4, 8, 12 MSA pada perlakuan kontrol umumnya didominasi oleh gulma

golongan rumput, sedangkan petak perlakuan herbisida glifosat didominasi oleh

gulma golongan daun lebar. Di samping itu herbisida glifosat tidak meracuni

(20)

7

Menurut Ashton dan Craft (1981), aplikasi glifosat pada dedaunan tanaman

tahunan dapat menyebabkan klorosis pada apeks pucuk, melemahkan daun baru,

menghambat pertumbuhan pucuk, nekrosis pada pucuk, nekrosis dan keretakan

pada batang, dan bahkan kematian pada cabang.

1.4 Kerangka Pemikiran

Gulma merupakan tumbuhan yang keberadaannya dianggap mengganggu bahkan

merugikan jika kepadatan populasinya melebihi ambang batas kerusakan

tanaman. Gulma dapat menghambat pertumbuhan dan produksi dengan menjadi

kompetitor tanaman kopi. Persaingan antara gulma dan tanaman kopi meliputi

air, cahaya matahari, unsur hara dan ruang tumbuh yang merupakan unsur

esensial dalam pertumbuhan tanaman. Sebagai akibat adanya hambatan dari

gulma, maka tanaman kopi akan mengalami kehilangan hasil dalam bentuk

produktivitas yang kurang maksimal.

Dalam menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi, gulma

dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kepadatan gulma dan jenis gulma yang

muncul pada tanaman budidaya. Dengan mengetahui faktor-faktor tersebut serta

melakukan pengamatan, maka kita dapat menentukan jenis atau metode

pengendalian yang paling tepat dalam menanggulangi keberadaan gulma. Namun,

tiap-tiap metode pengendalian mempunyai kekurangan dan kelebihan sehingga

kita memerlukan pengetahuan yang lebih baik sebelum melakukan aplikasi.

Berbagai metode pengelolaan gulma telah banyak diterapkan secara luas, seperti

pengendalian mekanis, pengendalian kimiawi, pengendalian hayati dan secara

(21)

8

metode yang paling banyak digunakan oleh petani pada umumnya. Pengendalian

secara kimiawi memiliki beberapa kelebihan seperti efisiensi dalam tenaga kerja,

biaya dan waktu, hasil yang terlihat lebih cepat dan efektif dalam mengendalikan

gulma.

Herbisida merupakan bahan kimia yang digunakan untuk mengendalikan gulma

dengan cara menghambat proses-proses kimia yang terjadi dalam jaringan

tumbuhan. Proses-proses tersebut antara lain fotosintesis, pembentukan klorofil,

respirasi, pembentukan asam amino, dll. Saat ini berbagai macam merek dagang

serta formulasi herbisida yang telah beredar secara luas. Dalam pemilihan

herbisida yang tepat diperlukan pengetahuan dan informasi yang tepat mengenai

klasifikasi herbisida, kondisi dan jenis gulma yang ingin dikendalikan serta jenis

tanaman budidaya.

Herbisida dapat dikelompokkan menjadi beberapa kategori diklasifikasikan

berdasarkan cara kerja maupun gulma sasarannya. Herbisida sistemik gejalanya

terlihat di seluruh bagian gulma. Menurut gulma sasarannya, herbisida dapat

dikelompokkan menjadi herbisida selektif dan non selektif. Herbisida juga

memiliki kandungan bahan aktif yang berbeda, dimana tiap bahan aktif

mempunyai reaksi yang berbeda dalam menghambat pertumbuhan gulma.

Perbedaan bahan aktif tersebut dapat diidentifikasi melalui perbedaan gejala yang

timbul pada gulma setelah dilakukan aplikasi herbisida.

Salah satu jenis bahan aktif yang banyak digunakan oleh petani yaitu glifosat.

Glifosat dapat mengganggu proses pembentukan asam amino (protein) yang

(22)

9

Glifosat yang terkena pada gulma akan diangkut ke seluruh jaringan tanaman

melalui jaringan hidup. Dengan demikian, seluruh jaringan tanaman akan

mengalami kerusakan dan akhirnya dapat mematikan gulma. Herbisida berbahan

aktif glifosat juga bersifat non selektif sehingga dapat mengendalikan gulma

golongan rumput, teki maupun daun lebar.

Herbisida glifosat merupakan herbisida yang telah umum digunakan pada

pertanaman kopi. Penggunaan herbisida berbahan aktif glifosat mampu

mengendalikan berbagai jenis gulma dalam jangka waktu yang cukup panjang

namun tidak meracuni tanaman kopi yang telah menghasilkan. Selain itu

penggunaan herbisida glifosat juga mampu mengubah komposisi gulma pada

areal pertanaman kopi yang dilakukan aplikasi herbisida.

Aplikasi herbisida glifosat yang terkena tanaman kopi dapat menyebabkan

berbagai gejala kerusakan tanaman yang dapat berujung pada kematian tanaman

budidaya. Berdasarkan hal tersebut sangat diperlukan ketelitian serta kehati-hatian

dalam pengaplikasiannya agar tidak menimbulkan keracunan pada tanaman kopi.

Berbagai herbisida baru berbahan aktif glifosat saat ini telah digunakan secara

luas, salah satunya adalah GrindUp 480 SL. Oleh karena itu herbisida ini akan

diuji efektivitasnya dalam mengendalikan gulma pada tanaman kopi

(23)

10

1.5 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dikemukakan dapat disimpulkan

hipotesis sebagai berikut:

1. Herbisida glifosat mampu mengendalikan gulma di perkebunan kopi

menghasilkan.

2. Terjadi perubahan komposisi gulma akibat aplikasi herbisida glifosat pada

tanaman kopi menghasilkan

3. Herbisida glifosat yang digunakan untuk mengendalikan gulma tidak meracuni

(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Informasi Umum Tanaman Kopi

Tanaman kopi termasuk dalam famili Rubiaceae dan terdiri atas banyak

jenis, yakni Coffea arabica, Coffea robusta dan Coffea liberica. Tanaman kopi

Robusta tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian sekitar 1000 m di

atas permukaan laut dan daerah-daerah dengan suhu sekitar 20o C. Untuk

tanaman kopi arabika tumbuh di daerah-daerah yang lebih tinggi sampai

ketinggian sekitar

1700 m di atas permukaan laut dan daerah-daerah yang umumnya dengan

suhu sekitar 10-16°C. Sedangkan tanaman kopi liberika dapat tumbuh di

dataran rendah.

Tanaman kopi dalam sistematikanya dalam dunia botani dapat diklasifikasi

sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Gentianales

(25)

12

Genus : Coffea canephora (Andrifah, 2012).

Tanaman kopi (Coffea canephora) sebagian besar merupakan perkebunan

rakyat dengan penerapan teknologi budidaya yang masih terbatas. Bila

penerapan teknologi budidaya di perkebunan k opi rakyat tersebut

diperbaiki, produksinya bisa ditingkatkan. Teknologi yang dianjurkan untuk

diterapkan adalah teknologi budidaya kopi poliklonal. Ada empat faktor

yang menentukan keberhasilan budidaya kopi, yaitu: (1) teknik penyediaan

sarana produksi, (2) proses produksi/budidaya, (3) teknik penanganan pasca

panen dan pengolahan (agroindustri), dan (4) sistem pemasarannya.

Keempat-empatnya merupakan kegiatan yang berkesinambungan yang

harus diterapkan dengan baik dan benar (Badan Penelitian dan

Pengembangan Pertanian, 2008).

2.2 Agroekosistem Tanaman Kopi

Pertumbuhan dan produksi tanaman kopi sangat tergantung pada atau

dipengaruhi oleh keadaan iklim dan tanah. Tanah yang dibutuhkan untuk

tanaman kopi berbeda‐beda menurut keadaan dari mana asal tanaman itu.

Pada umumnya tanaman kopi menghendaki tanah yang lapisan atasnya

dalam, gembur, subur, banyak mengandung humus, dan permeable, atau

dengan kata lain tekstur tanah harus baik. Akar tanaman kopi

membutuhkan oksigen yang tinggi, yang berar ti tanah dengan sistem

drainase yang kurang baik dan tanah liat berat tidak cocok untuk

pertumbuhan tanaman kopi. Selain itu tanaman kopi menghendaki kondisi

(26)

13

lebih optimum sering kali diperoleh pada tanaman yang lebih asam dengan

keadaan fisik yang baik (Rumah Kopi, 2012).

Suhu mempunyai korelasi yang erat dengan ketinggian tempat, sehingga

pengembangan tanaman kopi yang menghendaki suhu tertentu untuk

masing-masing jenis tanaman kopi perlu diketahui dengan baik. Kopi jenis robusta

menghendaki tumbuh pada daerah dengan suhu rata-rata tahunan sekitar 21-240C.

Faktor suhu berperan penting terhadap masa pertumbuhan vegetatif, makin tinggi

elevasi akan makin lambat pertumbuhan kopi yang pada akhirnya akan

mempengaruhi umur tanaman kopi saat produktif.

Tanaman kopi akan tumbuh baik bila suplai air cukup tersedia, walaupun

kelembaban nisbi yang rendah. Udara yang sangat kering selama periode

pertumbuhan dan perkembangan tanaman kopi akan menyebabkan penurunan

hasil. Sebaliknya kelembaban nisbi yang berlebihan akan merangsang

pertumbuhan jamur yang serius bagi tanaman kopi. Untuk itu upaya pengaturan

kelembaban nisbi perlu dilakukan dengan mengatur naungan (Syamsulbahri,

1996).

2.3 Masalah Gulma di Perkebunan Kopi

Masalah gulma di perkebunan kopi selalu dijumpai baik pada saat tanaman

kopi masih muda (TBM) maupun pada saat tanaman kopi sudah dewasa

(TM). Pekerjaan pengendalian gulma di perkebunan kopi menempati

presentase cukup besar dibandingkan dengan seluruh volume pekerjaan di

(27)

14

dewasa berkisar antara 15 – 30 % dari biaya pemeliharaan tanaman. Gulma

yang dominan di perkebunan kopi antara lain alang-alang (Imperata

cylindrica), grinting (Cynodon dactylon), Ottochloa nodusa dari golongan rumput-rumputan, Cyperus rotundus, C. kyllingia dari golongan teki, dan

Mikania micrantha dari golongan berdaun lebar. Pengendalian gulma dapat dilakukan secara mekanis, biologis, kimia ataupun secara terpadu (Bina

UKM, 2010). Gulma penting pada pertanaman kopi menurut Tim Dosen IPB

(2011) antara lain Imperata cylindrica, Mikania micrantha, Chromolaena

odorata, Mimosa pudica, Borreria alata, Setaria plicata, dan Ageratum conyzoidesSedangkan menurut penelitian yang dilakukan Syawal (2006) gulma yang dominan pada awal maupun akhir penelitiannya adalah

Borreria alata, Euphorbia hirta dan Cleome rutidospermae.

Pada umumnya, kerugian akibat gulma lebih dirasakan pada perkebunan

besar seperti perkebunan kopi. Hal ini erat kaitannya dengan faktor tenaga

kerja dan mekanisasi yang terbatas yang menggunakan alat-alat pertanian.

Kehadiran gulma pada suatu lahan pertanian menyebabkan berbagai

kerugian di antaranya adalah (1) menurunkan angka hasil, akibat timbulnya

persaingan, (2) menurunkan mutu hasil, bercampurnya biji gulma dengan

biji tanaman, (3) menjadi inang alternatif hama atau patogen, (4)

mempersulit pengolahan dan mempertinggi biaya produksi dan (5)

mengandung zat beracun fenol yang membahayakan bagi tanaman budidaya

(28)

15

Secara kualitatif, Suprapto dan Yufdy (1987) dalam Daud (2008)

menyatakan bahwa pengaruh buruk dari gulma pada tanaman yang kurang

mendapat perawatan yang teratur adalah pertumbuhan ta naman terhambat,

cabang produksi kurang dan pertumbuhan tanaman muda tidak normal

serta daunnya benwarna kuning. Selain faktor kompetisi dan alelopati,

keberadaan gulma di pertanaman dapat merupakan inang patogen atau

hama bagi tanaman. Selain itu, tanaman kopi relatif kalah bersaing dengan

gulma dalam mendapatkan unsur hara dari dalam tanah karena

perakarannya dangkal (Zaenudin 1998 dalam Mahfud 2012). Gulma

menurunkan laju pertumbuhan dan hasil kopi sampai 30% (Zaenudin 1987

dalam Mahfud 2012).

2.4 Pengendalian Gulma di Perkebunan Kopi

Pada areal pertanaman kopi yang tumbuh tanpa naungan, maka akan

didapati gulma golongan rumput dan herba yang tumbuh dengan cepat dan

tinggi sehingga sulit untuk dikendalikan. Banyak pengelola kebun kopi di

Amerika mengkombinasikan aplikasi herbisida dengan pengendalian

mekanis untuk menekan gulma pada areal pertanaman (Nelson, 2008).

Untuk mengendalikan gulma di perkebunan kopi dapat dilakukan

penyiangan tiga kali (dua kali pada saat pemupukan dan sekali sesuai

keadaan) (Puslit Koka, 1998b dalam Mahfud, 2012). Pengendalian kimia

dilakukan dengan frekuensi 1-5 kali/tahun. Herbisida yang digunakan

adalah herbisida glifosat. Untuk mengendalikan alang-alang digunakan dosis

(29)

16

yang umumnya direkomendasikan untuk pertanaman kopi yaitu herbisida

berbahan aktif glifosat, paraquat, sulfosat, dan amonium glufosinat (Komisi

Pestisida, 2011).

Pengendalian gulma dengan menggunakan senyawa kimia sangat diminati,

terutama untuk lahan pertanian yang cukup luas. Senyawa kimia yang

digunakan sebagai pengendalian gulma dikenal dengan nama herbisida.

Penggunaan herbisida diupayakan agar tidak memberi pengaruh negatif

pada tanaman budidaya, karena itulah diupayakan mencari

senyawa-senyawa yang bersifat selektif dan cara serta waktu pengaplikasian yang

tepat (Sukman dan Yakup, 1995 dalam Nasution, 2009).

Herbisida memiliki efektivitas yang beragam. Berdasarkan cara kerjanya,

herbisida kontak mematikan bagian tumbuhan yang terkena herbisida, dan

herbisida sistemik mematikan setelah diserap dan ditranslokasikan ke

seluruh bagian gulma. Menurut jenis gulma yang dimatikan ada herbisida

selektif yang mematikan gulma tertentu atau spektrum sempit, dan herbisida

non selektif yang mematikan banyak jenis gulma atau spektrum lebar

(Fadhly dan Tabri, 2007).

Praktek penggunaan herbisida di lokasi pertanian terjadi karena

kemampuan herbisida pada umumnya untuk mematikan beberapa jenis

tumbuhan (gulma) tanpa menggangu jenis lain atau tanaman lain (tanaman

pokok). Jika dibandingkan dengan pengendalian secara manual, biaya

(30)

17

herbisida dapat ditingkatkan, maka akan mempermudah pengendalian

gulma di lapangan (Muliyadi, 2005 dalam Ba rus, 2012).

Djojosoemarto (2008) menyatakan bahwa pemilihan jenis herbisida dan

waktu aplikasi sangat menentukan keberhasilan pengendalian gulma,

dimana sifat herbisida yang mematikan gulma adalah gabu ngan dari

toksisitas dan persistensinya. Respon pertumbuhan tanaman terhadap

herbisida berbeda-beda. Faktor yang harus diperhatikan ketika aplikasi

herbisida adalah suhu, angin, dan kelembaban udara.

2.5 Herbisida glifosat

Herbisida berbahan aktif glifosat merupakan herbisida yang bersifat non

selektif dan memiliki spketrum pengendalian yang luas. Gifosat juga bersifat

sistemik sehingga akan ditanslokasikan ke seluruh bagian tanaman ketika

diabsorbsi melalui daun. Senyawa glifosat sangat cepat ditranslokasikan dan

bersifat tidak aktif di dalam tanah. Mekanisme kerja glifosat yaitu

mempengaruhi aktivitas enzim EPSP sehingga menghambat sintesis asam

aromatik penting yang diperlukan untuk biosintesis protein (Djojosumarto,

2008; Nelson, 2008; Tomlin, 2009 ). Tanpa asam amino tersebut, tumbuhan

tidak dapat mensintesis protein yang dibutuhkan untuk proses biologi yang

dapat menyebabkan kematian tumbuhan. Glifosat tergolong pestisida yang

resisten di alam, dan membutuhkan waktu yang cukup lama untuk dapat

(31)

18

P

O

HO

CH

2

NHCH

2

CO

2

H

HO

Penelitian Girsang (2005) menyatakan bahwa pengaplikasian herbisida

isospropilamina glifosat tidak efektif untuk mengendalikan gulma jenis

pakisan (Nephrolepis biserrata), dan lebih efektif dalam mengendalikan

gulma golongan graminae yakni Cyrtococcum acrescens dan Imperata

cylindrica.

Gambar 1. Rumus Bangun Herbisida Glifosat (Tomlin, 2009).

Glifosat efektif dalam mengendalikan berbagai gulma, termasuk rumput ,

berdaun lebar, dan tanaman berkayu. Hal ini memiliki efek yang relatif kecil

pada beberapa spesies semanggi. Glifosat tersedia dalam beberapa formulasi

untuk kegunaan yang berbeda, yaitu amonium garam, isopropil amina

garam, glifosat

asam - mandiri, sebagai garam amonium atau garam isopropil, kalium

garam (Riadi, 2011).

Glifosat merupakan herbisida yang termasuk dalam kelompok asam amino

tersubstitusi dengan mekanisme kerja menghambat kerja enzim dan sintesis

asam amino. Glifosat diabsorbsi oleh daun dan ditranslokasikan melalui

floem ke jaringan meristem secara lambat, namun pada dosis yang tepat

glifosat dapat mencapai organ tumbuhan bagian bawah seperti akar, umbi

dan rimpang, sehingga efektif untuk mengendalikan gulma tahunan. Glifosat

(32)

19

gugus yang dapat terionisasi. Gejala keracunan pada gulma yaitu daun

menjadi layu, menguning, menjadi cokelat, mengering dan kemudian mati.

Metabolisme atau degradasi glifosat dalam tumbuhan sangat lambat dan

kecil, tetapi degradasi dalam tanah oleh mik roba sangat penting (Sriyani,

2012).

Ketika aplikasi herbisida glifosat terkena tanaman kopi, timbulnya

kerusakan atau luka dapat terjadi. Kerusakan tersebut secara signifikan

dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman kopi dan mengurangi potensi

hasil produksi. Hal tersebut juga dapat menyebabkan tanaman kopi terkena

penyakit, termasuk kekurangan nutrisi, bercak daun Cercospora dan busuk

akar. Kerusakan akibat glifosat dapat meluas dan seringkali menyebabkan

masalah di perkebunan kopi (Nelson, 2008).

Herbisida glifosat yang berspektrum pengendalian luas dapat

mengendalikan gulma dari golongan daun lebar seperti Ageratum conyzoides, Borreria alata, Chromolaena odorata, Mikania michranta, Synedrella nodiflora dan Melastoma affiane serta gulma golongan rumput seperti Ottochloa nodosa,

(33)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada areal perkebunan kopi menghasilkan milik Balai

Pengkajian dan Teknologi Pertanian di Kecamatan Natar Lampung Selatan dan

Laboratorium Gulma Universitas Lampung dari bulan November 2012 sampai

bulan Februari 2013.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan antara lain klon/jenis kopi robusta, tanaman kopi

berumur 5 tahun, pupuk, herbisida yang berbahan aktif isopropilamina glifosat

(GrindUp 480 SL) dan air.

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah knapsack sprayer, gelas

ukur, pipet, timbangan, oven, kuadran berukuran 0,5 m x 0,5 m, cutter/pisau,dan

(34)

21

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari enam perlakuan yang disusun dalam rancangan acak

kelompok dengan empat ulangan. Pengolahan data dilakukan dengan

menggunakan analisis ragam. Homogenitas ragam dengan uji Bartlet, aditivitas

data diuji dengan uji Tukey, perbedaan nilai tengah perlakuan diuji dengan uji

BNT pada taraf 5% .

Tabel 1. Perlakuan dan Dosis Herbisida

No Perlakuan

Dosis/Ha

Formulasi (l/ha) Bahan Aktif (kg/ha)

1 Glifosat 2,25 1,08

2 Glifosat 3,00 1,44

3 Glifosat 3,75 1,80

4 Glifosat 4,50 2,16

5 Penyiangan Mekanis - -

6 Kontrol (tanpa pengendalian gulma)

- -

3.4 Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pembuatan Petak Percobaan

Petak percobaan dibuat dengan ukuran 3m x 15m sebanyak 24 petak dan tiap

(35)

22

U

Gambar 2. Tata Letak Percobaan

3.4.2 Aplikasi Herbisida

Aplikasi herbisida dilakukan dengan cara menggunakan sprayer punggung semi

otomatis dengan nozle warna biru. Aplikasi herbisida dilakukan pada saat kondisi

penutupan gulma tidak kurang dari 75% dan dilakukan pada sebelah kanan dan

kiri baris tanaman kopi.

3.4.3 Penyiangan Mekanis

Penyiangan mekanis dilakukan pada saat 0, 4 dan 8 minggu setelah aplikasi

(MSA) dengan menggunakan cangkul, sedangkan untuk kontrol tidak dilakukan

aplikasi herbisida dan penyiangan mekanis.

Ul 1 1 2 3 4 5 6

Ul 2 3 4 5 6 1 2

Ul 3 2 3 4 5 6 1

(36)

23

Frekuensi mutlak suatu spesies

Frekuensi mutlak semua spesies x 100% dominansi mutlak suatu spesies

dominansi mutlak semua spesies x 100% 3.5 Pengamatan

3.5.1 Waktu Pengambilan Contoh

3.5.1.1 Sebelum Aplikasi

Pengambilan contoh gulma untuk data biomasa dilakukan sebelum aplikasi

herbisida. Data tersebut digunakan untuk menentukan gulma dominan

berdasarkan nilai nisbah jumlah dominanansi (SDR).

3.5.1.2 Setelah aplikasi

Pengambilan contoh gulma untuk data biomasa gloma dilakukan pada 4, 8,

dan 12 minggu setelah aplikasi (MSA).

3.5.2 Bobot Kering Gulma Total dan Dominan

Pengamatan bobot kering gulma dilakukan dengan mengambil 2 contoh per petak

percobaan. Pengambilan contoh menggunakan kuadran berukuran 0,5m x 0,5m

dengan cara memotong gulma setinggi permukaan tanah. Gulma dipilah

berdasarkan spesiesnya dan dikeringkan dalam oven pada suhu 80OC selama 48

jam hingga bobot keringnya konstan, kemudian ditimbang.

3.5.3 Jenis Gulma Dominan

Dari komposisi jenis gulma dapat ditentukan jenis gulma dominan yang dihitung

berdasarkan nilai SDR masing-masing spesies dengan rumus:

Dominansi Nisbi (DN) :

(37)

24

Nilai Penting (NP) : DN + FN

SDR : NP/2

Dominansi nisbi dihitung dari jumlah nilai bobot kering gulma setiap pengamatan,

sedangkan frekuensi nisbi dihitung dari jumlah petak contoh yang berisi jenis

gulma.

Nilai SDR yang didapatkan akan digunakan untuk menghitung nilai koefisien

komunitas (C) yang dihitung dengan rumus:

C = (2W)/(a+b) x 100 %

Keterangan :

C = koefisien komunitas

W = jumlah komunitas dari dua nilai terendah yang dibandingkan untuk

masing-masing komunitas

a = jumlah dari seluruh nilai SDR pada komunitas I

b = jumlah dari seluruh nilai SDR pada komunitas II (kontrol)

Jika nilai C lebih dari 75% maka dua komunitas yang dibandingkan dianggap

memiliki tingkat kesamaan komposisi (Tjitrosoedirdjo dkk, 1984). Perubahan

komunitas terjadi pada lahan penelitian diketahui dengan membandingkan tiap

petak percobaan yang diaplikasi herbisida dengan petak kontrol.

3.5.4 Persentase Penutupan Gulma

Persentase penutupan gulma pada setiap petak contoh diamati dengan metode

visual yang dilakukan oleh dua orang. Pengamatan persentase penutupan gulma

(38)

25

3.5.5 Fitotoksisitas Tanaman

Tingkat keracunan dinilai secara visual terhadap tanaman contoh dalam petak

perlakuan yang dinyatakan dalam skoring. Pengamatan dilakukan 2, 4, dan 6

minggu setelah aplikasi (MSA) dengan skoring sebagai berikut:

0 = tidak ada keracunan, 0 – 5% bentuk daun atau warna daun muda

pertumbuhan tanaman tidak normal

1 = keracunan ringan, >5% - 20% bentuk daun atau warna daun muda

pertumbuhan tanaman tidak normal

2 = keracunan sedang, >20% - 50% bentuk daun atau warna daun muda

pertumbuhan tanaman tidak normal

3 = keracunan berat, >50% - 75% bentuk daun atau warna daun muda

pertumbuhan tanaman tidak normal

4 = keracunan sangat berat, >75% bentuk daun atau warna daun muda

pertumbuhan tanaman tidak normal.

Skoring dilakukan dengan cara membandingkan kondisi tanaman pada petak yang

diperlakukan dengan herbisida dengan tanaman sehat dari petak yang disiang

(39)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Herbisida glifosat pada dosis 1,08 kg/ha – 2,16 kg/ha mampu menekan

penutupan gulma total, pertumbuhan gulma total, pertumbuhan gulma

golongan daun lebar dan rumput serta pertumbuhan gulma dominan

Aystasia gangetica dan Ottochloa nodosa hingga 12 MSA, sedangkan gulma Arachis pintoi hingga 4 MSA pada pertanaman kopi menghasilkan.

2. Seluruh perlakuan herbisida glifosat menyebabkan terjadinya perubahan

komposisi gulma di perkebunan kopi yaitu dengan terjadinya

pengurangan jumlah spesies gulma.

3. Seluruh perlakuan herbisida glifosat yang digunakan untuk

mengendalikan gulma tidak meracuni tanaman kopi hingga 6 MSA.

5.2 Saran

Dosis yang direkomendasikan berdasarkan penelitian ini adalah glifosat 1,08

kg/ha. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan mengurangi dosis

(40)

46

pada dosis rekomendasi mampu menekan pertumbuhan gulma total dengan

(41)

PUSTAKA ACUAN

Adnan. 2012. Aplikasi Beberapa Dosis Herbisida Glifosat dan Paraquat pada Sistem Tanpa Olah Tanah (Tot) serta Pengaruhnya terhadap Sifat Kimia Tanah, Karakteristik Gulma dan Hasil Kedelai. J. Agrista 16 (3) : 135-145

Andrifah, A. 2012. Tanaman Kopi.

http://agzik.blogspot.com/2012/01/tanaman-kopi.html. Diakses 2 September 2012.

Ashton,F.M. and S. Craft. 1981. Mode of Action Herbicides. A Wiley-Interscience Publication. 525 hlm.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2008. Teknologi Budidaya Kopi Poliklonal. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Barus, N. 2012. Pengaruh Herbisida terhadap Perkecambahan Biji Gulma. http://novalindabarus.blogspot.com/2012/01/pengaruh-herbisida-terhadap.html. Diakses 3 September 2012.

BinaUKM. 2010. Jenis Ganguan dan Penyakit dalam Usaha Budidaya Tanaman Kopi. http://binaukm.com/2010/05/jenis-ganguan-dan-penyakit-dalam-usaha-budidaya-tanaman-kopi/. Diakses pada tanggal 6 Oktober 2012.

Cox, C. 2004. Glyphosate Factsheet. J. of Pesticides Reform 24 (4) : 10-13

Daud, D. 2008. Uji Efikasi Herbisida Glifosat, Sulfosat dan Paraquat pada Systim Tanpa Olah Tanah (TOT) Jagung.Prosiding Seminar Ilmiah dan Pertemuan Tahunan PEI PFI XIX Komisariat Daerah Sulawesi Selatan, 5 Nopember 2008. hlm 317.

(42)

46

Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. PT Agromedia Pustaka. Jakarta. 340 hlm.

Fadhly, A. F. dan F. Tabri. 2007. Pengendalian Gulma pada Pertanaman Jagung.

http://pustaka.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/bpp10243.pdf. Diakses pada tanggal 1 September 2012. hlm 240-249.

Febriyani, D. 2002. Efikasi Herbisida Glifosat 16% terhadap Pertumbuhan Gulma pada Tanaman Kopi (Coffea sp.) Telah Menghasilkan. Skripsi. Universitas Lampung.

Girsang, W. 2005. Pengaruh Tingkat Dosis Herbisida Isopropilamina Glifosat dan Selang Waktu Terjadinya Pencucian Setelah Aplikasi Terhadap Efektivitas Pengendalian Gulma pada Perkebunan Karet (Hevea brasiliensis) TBM. J. Penelitian Bidang Ilmu Pertanian 3 (2): 31-36. Universitas Sumatera Utara.

Johal, G.S dan D.M. Huber. 2009. Glyphosate effects on diseases of plants. Europ. J. Agronomy 31 (1) : 144–152

Komisi Pestisida. 2011. Pestisida untuk Pertanian dan Kehutanan. Departemen Pertanian. Jakarta. 879 hm.

Mahfud, M.C. 2012. Teknologi dan Strategi Pengendalian Penyakit Karat Daun untuk Meningkatkan Produksi Kopi Nasional. Pengembangan Inovasi Pertanian 5 (1) : 44-57.

Mas’ud, H. 2009. Komposisi dan Efisiensi Pengendalian Gulma pada

Pertanaman Kedelai dengan Penggunaan Bokashi. J. Agroland 16 (2) : 118 – 123.

Moenandir, J. 1988 . Pengantar Ilmu dan Pengendalian Gulma. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Nasution, D.P. 2009. Pengaruh Sistem Jarak Tanam dan Metode

Pengendalian Gulma terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays L.) Varietas DK3. Skripsi. Universitas Sumatera Utara.

Nelson, S. 2008. Glyphosate Herbicide Injury to Coffee.Cooperative Extension Service. College of Tropical Agriculture and Human

Resource. University of Hawai’i at Manoa. hlm 1-5.

(43)

47

Purba, E. 2009. Keanekaragaman Herbisida dalam Pengendalian Gulma Mengatasi Populasi Gulma Resisten dan Toleran Herbisida. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Gulma pada Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera Utara.

Putri, M. 2012. Fotosintesis Tumbuhan C3, C4 dan CAM.

http://agronomilicious.blogspot.com/2012/12/fotosintesis-tumbuhan-c3-c4-dan-cam.html. Diakses pada tanggal 12 Maret 2013.

Riadi, M. 2011. Mata Kuliah: Herbisida dan Aplikasinya. Bahan Ajar. Universitas Hasanuddin. 138 hlm.

Rumah Kopi. 2012. Iklim dan Kondisi Tempat Penanaman Kopi.

http://www.rumahkopi.com/2012/02/iklim-dan-kondisi-tempat-penanaman-kopi.html. Diakses pada tanggal 15 September 2013.

Sembodo, D.R.J. 1999. Kinerja herbisida baru Imazapik (Cadre 240 AS) untuk mengendalikan gulma tebu lahan kering. Prosoding II, Konfrensi nasional XIV HIGI, Medan 20-22 Juli. hlm 331-333.

Sembodo, D.R.J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Bandar Lampung. 166 hlm.

Sriyani, N. 2012. Herbisida dalam Tumbuhan. Bahan Ajar. Universitas Lampung. 50 hlm.

Sudiyarti, L. 2005. Efikasi Herbisida Glifosat (Supremo 480 AS) untuk

Mengendalikan Gulma pada Persiapan Tanam Budidaya Jagung (Zea mays [L.]). Skripsi. Universitas Lampung.

Sukman, Y dan Yakup. 2002. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. 131 hlm.

Syamsulbahri. 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. UGM Press. Yogyakarta.

Syawal, Y. 2006. Pertumbuhan Bibit Kopi Robusta (Coffea canephora Pierre) dan Gulma yang Bermanfaat pada Tanah yang Dipupuk Urea. J.Agrivor 5 (3) : 293-299.

Tesfamariama,T., S. Botta, I. Cakmakb, V. Römhelda, dan G. Neumanna. 2009.Glyphosate in the rhizosphere-Role of waiting times and different glyphosate binding forms in soils for phytotoxicity to non-target plants. Europ. J. Agronomy 31 (1) : 126–132

Tim Dosen IPB. 2011. Gulma Perkebunan. Bahan Kuliah Pengendalian Gulma.

(44)

48

Tjitrosoedirdjo, S., I.H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. PT. Gramedia. Jakarta. 209 hlm.

Tomlin, C.D.S. 2004. The Pesticides Manual version 5.0 (fifthteen edition). British Crop Protection Council. 589 hlm.

Gambar

Tabel 1. Perlakuan dan Dosis Herbisida
Gambar 2.  Tata Letak Percobaan

Referensi

Dokumen terkait

Herbisida ametrin, diuron, dan 2,4-D merupakan herbisda pratumbuh yang sering digunakan untuk mengendalikan gulma pada pertanaman tebu sedangkan metil metsulfuron lebih

Efikasi Herbisida Pratumbuh Metil Metsulfuron Tunggal dan Kombinasinya dengan 2,4-D, Ametrin, atau Diuron terhadap Gulma pada Pertanaman Tebu (Saccharum officinarum L.) Lahan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis herbisida campuran glifosat, mesotrion dan metolaklor yang efektif dalam mengendalikan gulma pada tanaman jagung (Zea mays L.)

mampu menekan penutupan dan bobot kering gulma total, bobot kering gulma golongan daun lebar dan golongan rumput hingga 12 MSA dan (2) perlakuan herbisida glifosat yang digunakan

Hal ini disebabkan karena terjadi pertumbuhan gulma baru (new-growth) pada petak herbisida isopropilamina glifosat. Bobot Kering Gulma Golongan Teki. Sementara pada

Rata-rata tinggi tanaman padi menunjukkan bahwa perlakuan pengendalian gulma dengan herbisida Oksifluorfen 240 g/l dosis 2.4–3.6 l/ha pada pengamatan 3 MSA menunjukkan tinggi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis herbisida campuran glifosat, mesotrion dan metolaklor yang efektif dalam mengendalikan gulma pada tanaman jagung (Zea mays L.)

Diuron 50 % dengan dosis 2 l/ha dan 3l/ha kurang menunjukkan hasil bobot kering gulma total yang lebih baik dari diuron 80 % kecuali pada 2 MSA, diuron 50 % pada taraf dosis 2 l/ha