• Tidak ada hasil yang ditemukan

Resensi Buku Folklore Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Resensi Buku Folklore Indonesia"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Resensi Buku Folklore Indonesia, karya James

Danandjaja

Buku   yang   berjudul   Folklore   Indonesia   ini   adalah   karya   James Danandjaja, buku ini membahas tentang Ilmu Gosip, Dongeng, merupakan terbitan   PT.   Pustaka   Utama   Grafiti,   Cetakan   VII   tahun   2007.   James Danadjaja   memulai   buku   ini   (bab   pendahuluan)   dengan   menguraikan pengertian   dan   penjelasan   kata   folklor.   Menurutnya   folklor   adalah pengindonesia kata Inggris folklore, yang berasal dari dua kata dasar folk dan lore. Folk (James mengutip pendapat Alan Dunkes), adalah sekolompok orang   yang   memiliki   ciri­ciri   pengenal   fisik,   sosial,   dan   kebudayaan, sehingga dapat dibedakan dari kelompok­kelompok lainnya. Sedangkan lore adalah tradisi folk, yaitu sebagian kebudayaannya, yang diwariskan secara turun­temurun secara lisan atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat (mnemonic device). Sehingga James   menarik   kesimpulan   folklor   adalah   sebagian   kebudayaan   suatu kolektif,  yang  tersebar  dan  diwariskan  turun­temurun,   di  antara kelektif macam apa saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat.

Kegiatan­kegiatan yang mencakup pengumpulan folklor iu luas sekali karena mencakup pengumpulan semua bentuk­bentuk folklor dari semua suku bangsa yang ada di Indonesia. Pengumpulan atau interventarisasi ada dua   macam,   yakni:   (a).   Pengumpulan   semua   judul   karangan   (buku   dan artikel)   yang   pernah   ditulis   orang   mengenai   folklor   Indonesia   untuk kemudian diterbitkan berupa buku bibliografi folklor Indonesia (baik yang beranotasi maupun tidak), (b). Pengumpulan bahan­bahan folklor langsung dari tutur kata orang­orang anggota kelompok yang empunya folklor dan hasilnya   kemudian   diterbitkan   atau   diarsipkan.   Metode   pengumpulan untuk   interventarisasi   macam   pertama   adalah   penelitian   diperpustakaan

(2)

(library   research).   Sedangkan   macam   kedua   adalah   penelitian   ditempat (field research).

Sebagian orang berpendapat folklor sama halnya dengan tradisi lisan, namun tidak bagi Prof. James, baginya cakupan tradisi lisan sangat kecil hanya   berupa   cerita   rakyat,   teka­teki,   peribahasa,   dan   nyanyian   rakyat, sedangkan   folklor   mencakup   lebih   dari   itu,   yang   di   dalamnya   termasuk tarian rakyat dan arsitektur rakyat. Disamping itu, alasan lain kenapa Prof. James   tetap   mempertahankan   pengggunaan   istilah   folklor   karena   kata folklor sudah menjadi istilah internasional, dan bagi ahli folklor kata folklor merupakan   dwitunggal   yang   harus   mendapat   perhatian   yang   sama beratnya dalam penelitian folklor, hal ini disebabkan seorang ahli folklor modern ketika melakukan penelitian tentang folklor bukan hanya terbatas pada tradisinya saja (lore), melainkan juga manusianya (folk).

Pada Bab II Setelah menjelaskan sejarah dan perkembangan folklor di Indonesia yang dibagi yang ke dua periode, masa dahulu dan masa kini, Prof.   James  kemudian   mengajak   kita   untuk   memahami   kegunaan penelitian folklor di Indonesia, menurutnya salah satu kegunaan penelitian folklor adalah mengabadikan apa­apa yang dirasakan penting (dalam suatu masa)   oleh   folk   pendukungnya.   Prof.   James   memberi   contoh   tantang pribahasa   Minangkabau   yang   berlaku   pada   suatu   masa,   dan   kita   dapat mengetahui  norma­norma   hidup   mereka   pada  waktu  itu,  contoh  lainnya adalah   dengan   mempelajari   lelucon   yang   sedang   beredar   di   antara   para mahasiswa pada masa orde lama, kita dapat mengetahui kepincangan apa yang sangat mengganggu perasaan mahasiswa pada waktu itu.

Penelitian   folklor   di   Indonesia   sangat   berguna   bagi   persatuan   dan kesatuan   bangsa   Indonesia,   yang   pada   dewasa   ini   masih   lebih   berat bhinekanya   daripada   tunggal   ekanya;   karena   dengan   mengetahui   lebih mendalam  folklor  kolektifnya  sendiri  maupun  kolektif  lain,   kita  sebagian bangsa Indonesia dapat mewujudkan kebenaran ungkapan tradisional yang mengatakan. “karena kenal timbullah cinta”.

(3)

Selanjutnya (Bab III), Prof. James mulai mengajak untuk memahami folklor   di   Indonesia  lebih   dalam,   pada   bab   ini  Prof.   James   menguraikan pembagian folklor yang mengutip pendapat Jan Harold Brunvand, seorang ahli folklor dari AS, yang membagi folklor berdasarkan tipenya menjadi tiga kelompok besar yaitu folklor lisan (verbal folklore). Folklor sebagian lisan (partly verbal folklore), dan folklor bukan lisan (non verbal folklore). Folklor lisan   adalah   folklor   yang   bentuknya   murni   lisan.   Bentuk­bentuk   (genre) folklor yang termasuk ke dalam kelompok besar ini antara lain: 

 Bahasa   rakyat   (folk   speech)   seperti   logat,   julukan,   pangkat tradisional, dan titel kebangsawanan.

 Ungkapan tradisional, seperti bahasa, pepatah, dan pameo.

 Pertanyaan tradisional, seperti teka­teki. 

 Puisi rakyat, seperti pantun, gurindam, dan syair.

 Cerita prosa rakyat, seperti legenda, dan dongeng, dan   Nyanyian rakyat.

Yang kedua adalah folklor sebagian lisan yaitu folklor yang bentuknya merupakan campuran unsur lisan dan unsur bukan lisan. Contoh folklor  sebagian   lisan   ini   adalah   kepercayaan   rakyat,   permainan   rakyat,   teater rakyat, tari rakyat, adat­istiadat, upacara, pesta rakyat, dan lain­lain. Dan yang ketiga adalah folklor bukan lisan, yaitu folklor yang bentuknya bukan lisan, walaupun cara pembuatannya diajarkan secara lisan. Folklor yang bukan   lisan   dapat   dibagi   menjadi   dua   sub   kelompok   material   dan   dari genre makanan rakyat. Pertama yang material yang di dalamnya mencakup arsitektur   rakyat,   kerajinan   tangan   rakyat,   dan   pakaian   dan   perhiasan tubuh   adat,   kedua   yang   bukan   material   di   dalamnya   mencakup   gerak isyarat tradisional (gesture), bunyi isyarat untuk komunikasi rakyat, musik rakyat.

Membaca buku ini seperti menikmati ‘tradisi’ yang banyak di jumpai didaerah­daerah   yang   belum   “terbelenggu”   oleh   informasi   dan   budaya global seperti kampung­kampung yang ada di Indonesia. Kelebihan utama buku ini, Prof. James menguraikan secara urut dan rinci tentang folklor mulai   dari   sejarah   perkembangan,   hingga   menjadi   sebuah   disiplin   ilmu

(4)

seperti yang dikenal saat ini. Selain itu, Prof. James menguraikan dengan lengkap   dan  mudah  dimengerti  disertai   dengan   contoh,   analis,   dan  cara menganalisis sebuah folklor. Contoh folklor dan analisis yang dipaparkan tidak semuanya berasal dari “koleksi” Prof. James sendiri, tetapi ada juga yang dilakukan ahli folklor lain (dalam maupun luar negeri). Sehingga akan menambah   wawasan   untuk   melakukan   analisis   serupa   ketika   ingin melakukan   analisis   kepada   sebuah   folklor.   Kelebihan   lainnya,   contoh­ contoh yang dipaparkan Prof. James juga tidak hanya folklor­folklor yang berkembang di pulau Jawa, tetapi juga folklor yang ada di luar Pulau Jawa, walaupun mayoritas contoh dan analisis tersebut kebanyakan berasal dari Pulau Jawa. Selain itu, membaca buku ini sama hal juga dengan membaca semacam kumpulan cerita rakyat atau kumpulan cerita­cerita populer yang berkembang di tengah­tengah masyarakat.

Tetapi buku ini juga mempunyai kelemahan, yaitu kelemahanannya adalah   pembagian   tipe   folklor   yang   digunakan   Prof.   James   terlalu mengadopsi   klasifikasi   yang   disusun   ahli   folklor   Amerika,   William   R. Bascom,   padahal   Bascom   menyusun   klasifikasi   tersebut   berdasarkan dengan   apa   yang   ditemukannya   di   Amerika.   Padahal   budaya   Amerika sangat jauh berbeda dengan budaya Indonesia. Lebih baik jika Prof. James membuat klasifikasi tersendiri untuk folklor­folklor di Indonesia, sehingga bisa  dijadikan  sebagai  acuan   dalam  mengkaji  dan  meneliti  folklor­folklor Indonesia. 

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil temuan dalam kegiatan tersebut, kami menemukan beberapa berkas peserta yang kurang lengkap, sehingga memerlukan klarifikasi dari peserta.. Untuk itu kami

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketersediaan fasilitas pendidikan yang dilihat dari segi satuan pendidikan, luas lahan dan prasarana Sekolah Dasar

In other words, with morphological awareness learners are able to learn morphemes and morphemic boundaries by disassembling complex words into meaningful parts

Nya penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik yang berjudul “Perkembangan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Medan (1950-2014) ”.. Penulisan skripsi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar siswa yang diajar dengan model pembelajaran Inquiry Training dan pembelajaran konvensional, aktivitas siswa

Kepala adat harus bersikap netral dan tidak bersifat berat sebelah, kedudukan kepala adat ini bukan sebagai pemberi keputusan (Decision maker). b.) Perkara dinaikkan

Nilai maksimum yang mungkin untuk bilangan terbesar dari lima bilangan tersebut adalah .... Ketika suatu segitiga siku-siku diputar pada salah satu sisi siku-sikunya, maka

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia. Mata