• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Peningkatan Status Hak Dari Hak Pakai Yang Terikat Jaminan Di Atas Hak Pengelolaan Menjadi Hak Milik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Peningkatan Status Hak Dari Hak Pakai Yang Terikat Jaminan Di Atas Hak Pengelolaan Menjadi Hak Milik"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Oleh

MUHLIS FAHDIAR SEMBIRING

107011011/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara

Oleh

MUHLIS FAHDIAR SEMBIRING

107011011/M.Kn

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Program Studi : Kenotariatan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN)

Pembimbing Pembimbing

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS) (Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum)

Ketua Program Studi, Dekan,

(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN) (Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)

(4)

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN Anggota : 1. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS

2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 3. Dr. Syahril Sofyan, SH, MKn

(5)

Nama : MUHLIS FAHDIAR SEMBIRING

Nim : 107011011

Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU

Judul Tesis : ANALISIS PENINGKATAN STATUS HAK DARI HAK PAKAI YANG TERIKAT JAMINAN DI ATAS HAK PENGELOLAAN MENJADI HAK MILIK

Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun oleh Program Studi Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.

Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan sehat.

Medan,

Yang membuat Pernyataan

(6)

i

hari terus meningkat, searah dengan lajunya pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia. Dengan demikian fungsi tanahpun mengalami perkembangan sehingga kebutuhan masyarakat akan hak atas tanah juga terus mengalami perkembangan yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan yang beranekaragam. Luas tanah yang tersediapun relatif terbatas, tidak seimbangnya antara persediaan tanah dengan kebutuhan akan tanah itu dapat memacu timbulnya berbagai persoalan. Kebutuhan atas tanah untuk keperluan pembangunan harus pula mendapat perhatian dalam rangka mencapai masyarakat adil dan makmur, oleh karena itu harus pula diusahakan adanya keseimbangan antara keperluan tanah untuk keperluan pribadi atau perorangan dan kepentingan banyak pihak atau masyarakat pada umumnya. Selain permasalahan di atas, masih terdapat permasalahan-permasalahan di bidang pertanahan yang diakibatkan belum diperolehnya jaminan dan kepastian hak atas tanah yang dikuasai oleh perorangan atau keluarga dan masyarakat pada umumnya, sebagai akibat tidak mempunyai bukti tertulis.

Spesifikasi penelitian dalam penulisan bersifat deskriptif analitis. Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif. Dalam mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan dalam penulisan tesis ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum skunder, bahan hukum tertier.

(7)

ii

Tanggungannya tidak berlaku karena tetap ada jaminan utang. Perubahan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan menjadi Hak Milik selain memberi kepastian hukum kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan juga menguntungkan pemegang Hak Tanggungan.

(8)

iii

of people for land is increasing from day to day which is in line with the overall development conducted by the Indonesian people. Therefore, the function of land becomes more developed so that the people’s needs for land will continuously develop which is in accordance with the various needs of the people. Since the area of land is relatively limited compared to the need for it, it can arise variously problems. The need for land should be considered seriously for the benefit of the people; therefore, the balance between the need for land by individuals and by the public. Besides the problem above, there are still many other problems related to land which are caused by the lack of legal guarantee or legal certainty of the land rights which are controlled by individuals, by families, and by the public since there is no written record.

The specification of the research was descriptive analytic and it was conducted by using judicial normative approach. The data were gathered by using primary, secondary, and tertiary legal materials.

Based on the result of the research, it can be concluded that with the registration of the land rights by individuals and by legal entity legally, and the publication of land certificates, the government will guarantee the security of the land ownership. In order to be used optimally and to fulfill the public need for land, the government has applied one of the philosophical elements of the Agrarian Law that says: “the National Agrarian Law should provide the possibility for the realization of the functions of land, water, and air for the benefit of the Indonesian people and should be appropriate for the progress of time in the agrarian problems.” This statement becomes the reason for the request for the land rights (escalation process). The legal problem of the escalation status of the right of use of the guarantee from the cultivating right to the property right is the lack of information about the benefit of the escalation of the rights, the lack of education and knowledge of the people, and the incompleteness of dossier to fulfill the administrative requirements in the process of the escalation of the rights. The protection for creditors toward the escalation of rights from the right of use to cultivate to the property rights is by anticipating the legal cases related to hypothecation in the escalation of the status of the rights. Therefore, SKMHT (proxy letter of burdening hypothecation) and APHT (official document of burdening hypothecation) further say:”New certificate with any number and to what extent the area, the rights are binding as a document for guaranteeing the credit contract of the party concerned with the Bank…” This statement is attached in the supplementary article so that the Bank does not necessarily worry about whether the SKMHT is valid or not since there is the guarantee for the credit. The change from the Building Rights or the Right of Use to the Land Rights will eventually give the benefit to hypothecation holders.

(9)

iv

dengan berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul “ANALISIS PENINGKATAN STATUS HAK DARI HAK PAKAI YANG TERIKAT JAMINAN DI ATAS HAK PENGELOLAAN MENJADI HAK MILIK”. Juga tidak lupa Shalawat beriring salam penulis hadiahkan kepada Rasulullah SAW yang selalu menjadi suri tauladan dan yang syafa’atnya selalu diharapkan seluruh umatnya.

Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang Ilmu Kenotariatan (M.Kn) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dorongan moril berupa masukan dan saran, sehingga penulisan tesis dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN,BapakProf. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS,dan ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, M.Hum, selaku Komisi Pembimbing yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan demi tercapainya hasil yang terbaik dalam penulisan tesis ini. Kemudian juga, kepada Dosen Penguji BapakDr. Syahril Sofyan, SH, MKndan Ibu Chairani Bustami, SH, SpN, MKn yang telah berkenan memberi masukan dan arahan sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.

Selanjutnya ucapan terima kasih penulis yang sebesar-besarnya kepada : 1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K), selaku

(10)

v

Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,., atas segala dedikasi dan pengarahan serta masukan yang diberikan kepada penulis selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Kedua orangtua, Ayahanda Drs. Muslim Sembiring, MH dan Ibunda Dra. Ulfah Hanum Arrasyiddan adinda sayaMuhsin Fahreza Sembiring, SH, dan Muhammad Ramadhan Sembiring, terima kasih atas dukungan dan doanya selama ini.

5. Paman Kandung saya,Prof. Chainur Arrasyid, SH,terima kasih atas dukungan dan doanya selama ini.

6. Sahabat-sahabatku seperjuangan,Bang M. Erwin Radityo, Joel Kaban, Wilson S. Widjono, Bang Rahmat P. Siregar, Bang Adam S, Bang Ali Adnan, Bang Tuah Bangun, Bang Ferymensen Bangun, M. Milsa, Bang Didit, Fauzi, Ferykiandi, Bang Sangana Timor L. Siantar, Bang Panji Harahap, Bang Carolla Sembiring, Kak Nadia Akass, Kak Dinda, Kak Henny, Kak Noni, Kak Lila Ginting, Linawaty, Almaysita, Julia, Kak Ika, Kak Nur Milis Ginting dan teman-teman Magister Kenotariatan Angkatan 2010 lainnya, terima kasih atas doa dan dukungannya selama ini.

7. Kepada Kekasihku tercintaSahrani Sihotang S.Psi,terima kasih yang tulus atas doa, semangat, kasih sayang, serta dukungannya selama ini.

(11)

vi

namun tak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.

Medan, Februari 2013 Penulis,

(12)

vii

Nama Lengkap : Muhlis Fahdiar Sembiring Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 17 Oktober 1987

Status : Belum Menikah

Alamat : Jl. Meranti No. 100 Jatinegara Binjai

II. KELUARGA

Nama Ayah : Drs. Muslim Sembiring, MH Nama Ibu : Dra. Ulfah Hanum Arrasyid

III. PENDIDIKAN

SD : Tahun 1993 s/d 1999

SD TAMAN SISWA Binjai SMP : Tahun 1999 s/d 2002

SLTP Negeri 2 Binjai SMA : Tahun 2002 s/d 2005

SMA Negeri 5 Binjai Perguruan Tinggi/S1 : Tahun 2005 s/d 2019

Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan Perguruan Tinggi/S2 : Tahun 2010 s/d 2013

(13)

viii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR... iv

RIWAYAT HIDUP ... vii

DAFTAR ISI... viii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 14

C. Tujuan Penelitian ... 15

D. Manfaat Penelitian ... 15

E. Keaslian Penelitian ... 16

F. Kerangka Teori dan Konsepsi ... 17

G. Metodologi Penelitian ... 22

BAB II DASAR DAPAT DIKABULKANNYA PENINGKATAN STATUS HAK DARI HAK PAKAI YANG TERIKAT JAMINAN DI ATAS HAK PENGELOLAAN MENJADI HAK MILIK ... 26

A. Tinjauan Umum Mengenai Hak Pakai ... 26

B. Tinjauan Umum Mengenai Hak Milik... 34

C. Tinjauan Umum Tentang Hak Pengelolaan ... 39

(14)

ix

Hak Pakai Yang Terikat Jaminan Di Atas Hak Pengelolaan Menjadi Hak Milik... 59

BAB III KENDALA HUKUM YANG TIMBUL DALAM PROSES

PENINGKATAN STATUS HAK DARI HAK PAKAI

YANG TERIKAT JAMINAN DI ATAS HAK

PENGELOLAAN MENJADI HAK MILIK ... 64

A. Pendaftaran Tanah Sebagai Tertib Administrasi Aspek Kepastian Hukum ... 64 B. Kendala Hukum Yang Timbul Dalam Proses Peningkatan

Status Hak Dari Hak Pakai Yang Terikat Jaminan Di Atas Hak Pengelolaan Menjadi Hak Milik... 73 C. Upaya Yang Dilakukan Untuk Mengatasi Kendala Hukum

Yang Timbul Dalam Proses Peningkatan Status Hak Dari Hak Pakai Yang Terikat Jaminan Di Atas Hak Pengelolaan Menjadi Hak Milik... 78 D. Kedudukan Hak Pengelolaan Terhadap Peningkatan Hak

Pakai Yang Terikat Jaminan Diatasnya Menjadi Hak Milik . 79

BAB IV PERLINDUNGAN KREDITUR TERHADAP

PENINGKATAN HAK YANG DILAKUKAN DARI HAK PAKAI YANG TERIKAT JAMINAN DI ATAS HAK PENGELOLAAN MENJADI HAK MILIK ... 88 A. Pelaksanaan Perubahan Hak ... 88 B. Perlindungan Kreditur Terhadap Peningkatan Hak Yang

Dilakukan Dari Hak Pakai Yang Terikat Jaminan Di Atas Hak Pengelolaan Menjadi Hak Milik ... 94 C. Akibat Hukum Peningkatan Hak Pakai Yang Terikat

(15)
(16)

i

hari terus meningkat, searah dengan lajunya pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia. Dengan demikian fungsi tanahpun mengalami perkembangan sehingga kebutuhan masyarakat akan hak atas tanah juga terus mengalami perkembangan yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan yang beranekaragam. Luas tanah yang tersediapun relatif terbatas, tidak seimbangnya antara persediaan tanah dengan kebutuhan akan tanah itu dapat memacu timbulnya berbagai persoalan. Kebutuhan atas tanah untuk keperluan pembangunan harus pula mendapat perhatian dalam rangka mencapai masyarakat adil dan makmur, oleh karena itu harus pula diusahakan adanya keseimbangan antara keperluan tanah untuk keperluan pribadi atau perorangan dan kepentingan banyak pihak atau masyarakat pada umumnya. Selain permasalahan di atas, masih terdapat permasalahan-permasalahan di bidang pertanahan yang diakibatkan belum diperolehnya jaminan dan kepastian hak atas tanah yang dikuasai oleh perorangan atau keluarga dan masyarakat pada umumnya, sebagai akibat tidak mempunyai bukti tertulis.

Spesifikasi penelitian dalam penulisan bersifat deskriptif analitis. Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif. Dalam mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan dalam penulisan tesis ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum skunder, bahan hukum tertier.

(17)

ii

Tanggungannya tidak berlaku karena tetap ada jaminan utang. Perubahan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai atas tanah yang dibebani Hak Tanggungan menjadi Hak Milik selain memberi kepastian hukum kepada pemegang hak atas tanah yang bersangkutan juga menguntungkan pemegang Hak Tanggungan.

(18)

iii

of people for land is increasing from day to day which is in line with the overall development conducted by the Indonesian people. Therefore, the function of land becomes more developed so that the people’s needs for land will continuously develop which is in accordance with the various needs of the people. Since the area of land is relatively limited compared to the need for it, it can arise variously problems. The need for land should be considered seriously for the benefit of the people; therefore, the balance between the need for land by individuals and by the public. Besides the problem above, there are still many other problems related to land which are caused by the lack of legal guarantee or legal certainty of the land rights which are controlled by individuals, by families, and by the public since there is no written record.

The specification of the research was descriptive analytic and it was conducted by using judicial normative approach. The data were gathered by using primary, secondary, and tertiary legal materials.

Based on the result of the research, it can be concluded that with the registration of the land rights by individuals and by legal entity legally, and the publication of land certificates, the government will guarantee the security of the land ownership. In order to be used optimally and to fulfill the public need for land, the government has applied one of the philosophical elements of the Agrarian Law that says: “the National Agrarian Law should provide the possibility for the realization of the functions of land, water, and air for the benefit of the Indonesian people and should be appropriate for the progress of time in the agrarian problems.” This statement becomes the reason for the request for the land rights (escalation process). The legal problem of the escalation status of the right of use of the guarantee from the cultivating right to the property right is the lack of information about the benefit of the escalation of the rights, the lack of education and knowledge of the people, and the incompleteness of dossier to fulfill the administrative requirements in the process of the escalation of the rights. The protection for creditors toward the escalation of rights from the right of use to cultivate to the property rights is by anticipating the legal cases related to hypothecation in the escalation of the status of the rights. Therefore, SKMHT (proxy letter of burdening hypothecation) and APHT (official document of burdening hypothecation) further say:”New certificate with any number and to what extent the area, the rights are binding as a document for guaranteeing the credit contract of the party concerned with the Bank…” This statement is attached in the supplementary article so that the Bank does not necessarily worry about whether the SKMHT is valid or not since there is the guarantee for the credit. The change from the Building Rights or the Right of Use to the Land Rights will eventually give the benefit to hypothecation holders.

(19)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam rangka Pembangunan Nasional, tanah juga merupakan salah satu modal utama sebagai wadah pelaksanaan pembangunan untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Kebutuhan masyarakat akan tanah dari hari ke hari terus meningkat, searah dengan lajunya pembangunan di segala bidang yang dilaksanakan oleh bangsa Indonesia.

Dengan demikian fungsi tanahpun mengalami perkembangan sehingga kebutuhan masyarakat akan hak atas tanah juga terus mengalami perkembangan yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan yang beranekaragam. Luas tanah yang tersediapun relatif terbatas, tidak seimbangnya antara persediaan tanah dengan kebutuhan akan tanah itu dapat memacu timbulnya berbagai persoalan.

Hubungan hukum antara manusia dengan tanah di Indonesia telah lama mendapat perhatian. Sifat hubungan itu berkembang menurut berkembangnya budaya terutama oleh pengaruh sosial, politik, dan ekonomi. Kuatnya sistem penguasaan tanah oleh masyarakat merupakan cermin dari sistem budaya dan perekonomian tradisional yang ada di Indonesia. Masalah tanah merupakan masalah yang senantiasa menarik perhatian dikarenakan tanah adalah sumber kehidupan selain air.

Dalam kehidupan ini tidak ada manusia yang tidak membutuhkan tanah, apalagi Negara-negara yang masih agraris. Oleh karena itu, masalah pertanahan

(20)

masih merupakan masalah yang utama yang masih dihadapi oleh negara yang penghidupan ekonominya masih ditunjang dari sektor pertanian. Indonesia, sebagian besar penghidupan masyarakatnya masih mengandalkan ekonomi mereka di sektor pertanahan.

Banyak sekali usaha yang berkaitan dengan pertanahan. Kondisi tata kota yang berubah-ubah di Indonesia menyebabkan banyaknya masalah pertanahan, seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia. Kecenderungan berkurangnya tanah untuk digarap dan juga kondisi sosial yang kurang seimbang dikarenakan keadaan perekonomian masyarakatnya yang tidak merata dan juga diperparah dengan kondisi tata kota yang kurang terencana dengan baik akan menimbulkan masalah-masalah pertanahan yang nantinya dapat mengakibatkan permasalahan di bidang politik, ekonomi dan sosial.

(21)

yang berupa sengketa, baik dalam hal batas tanah maupun sengketa dalam hal siapakah yang sebenarnya berhak atas tanah tersebut.1

Peningkatan hak dalam hal ini adalah kebalikan dari penurunan hak, yakni perubahan hak dari hak yang statusnya lebih rendah (misalnya dengan melihat jangka waktunya) menjadi hak atas tanah yang lebih tinggi, misalnya Hak Pakai menjadi Hak Guna Bangunan atau Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik. Peningkatan hak atau yang masuk dalam kelompok perubahan hak ini adalah penetapan pemerintah mengenai penegasan bahwa sebidang tanah yang semula dipunyai dengan Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai, atas permohonan pemegang haknya menjadi tanah negara dan sekaligus memeriksa tanah tersebut kepadanya dengan Hak Milik.2

Menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), Hukum Agraria Nasional harus didasarkan pada hukum adat atas tanah yang sederhana, menjamin kepastian hukum serta tidak mengabaikan unsur-unsur yang bersandarkan hukum agama. Tujuan pokok diadakannya UUPA adalah:3

1. Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan hukum agraria nasional, yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagiaan dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat tani, dalam rangka masyarakat adil dan makmur;

1

Sri Wjijayanti, “KEPASTIAN HUKUM SERTIPIKAT HAK ATAS TANAH SEBAGAI BUKTI HAK KEPEMILIKAN TANAH (Studi Kasus Putusan MA Tentang Sengketa Tanah Meruya Selatan), http://eprints.undip.ac.id/23929/1/Sri_Wijayanti.pdf, diakses tanggal 7 Mei 2012.

2 Muhammad Yamin,Hukum Pendaftaran Tanah, CV Mandar Maju, Bandung, 2008, hlm. 300. 3

(22)

2. Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam hukum pertanahan;

3. Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.

Dalam tataran ilmu hukum, yang dimaksud dengan hak pada hakekatnya adalah suatu kekuasaan yang diberikan oleh hukum kepada seseorang terhadap sesuatu benda maupun orang, sehingga diantaranya menimbulkan hukum. Satjipto Rahardjo memberikan pengertian hak sebagai pengalokasian suatu kekuasaan kepada seseorang untuk bertindak dalam rangka kepentingannya tersebut. Pengalokasian kekuasaan ini dilakukan secara terukur, dalam arti ditentukan keluasannya dan kedalamannya. Jika dikaitkan dengan pengertian hak atas tanah, maka bila seseorang memperoleh hak atas tanah tersebut dengan dibatasi oleh kewajiban yang diperintahkan oleh hukum. Dengan demikian Hak Atas Tanah adalah hak yang diterima oleh perseorangan atau badan hukum selaku pemegang kuasa atas tanah. Hak atas tanah memberikan wewenang kepada yang mempunyai untuk mempergunakan tanah yang bersangkutan.

(23)

tinggi. Macam-macam hak atas tanah yaitu hak milik, hak guna bangunan, hak pakai dan hak pengelolaan.

Hal yang umum dari perubahan hak terutama dalam hal peningkatan hak, sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 dikatakan bahwa Kepala Kantor Pertanahan diberikan kewenangan untuk melaksanakan perubahan semua hak atas tanah kecuali Hak Guna Usaha. Namun sesuai dengan surat edaran Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 500-049 tanggal 6 Januari 2005 ditentukan bahwa penggunaan kewenangan perubahan hak tersebut dibatasi pada kewenangan-kewenangan yang telah diberikan oleh Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional yang pemberian hak atas tanahnya ditetapkan dalam suatu surat keputusan secara umum.4

Pembahasan tentang akibat hukum perubahan kebijakan peningkatan hak atas tanah, tidak dapat dilepaskan dari pembahasan tentang perspektif historis kebijakan pertanahan yang regulatif, proses perumusan dan implementasi kebijakan, serta implikasi hukum yang ditimbulkan atau ekspektasi yang hendak dicapai atas diberlakukannya kebijakan deregulatif yang menjadi concern dan political will

pemerintah menjelang reformasi.5

4Muhammad Yamin,Op. cit., hlm, 314.

5 Tamsil Rahman, “AKIBAT HUKUM KEBIJAKAN DEREGULASI PENINGKATAN HAK

(24)

Hak Pakai adalah Hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang Pokok Agraria. Jangka waktu hak pakai pada Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria tidak menentukan secara tegas berapa lama jangka waktu hak pakai. Pasal ini hanya menentukan bahwa hak pakai dapat diberikan selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, jangka waktu hak pakai diatur pada Pasal 45 sampai dengan Pasal 49. Jangka waktu hak pakai ini berbeda-beda sesuai dengan asal tanahnya, yaitu pada tanah Negara dan tanah atas hak pengelolaan hak pakai mempunyai jangka waktu 25 tahun, kemudian dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, serta dapat diperbaharui selama 25 tahun. Sedangkan pada tanah hak milik, hak pakai diberikan jangka waktu 25 tahun dan tidak dapat diperpanjang. Namun atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang hak pakai dapat diperbaharui dengan pemberian hak pakai baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan wajib didaftarkan kepada Kantor Pertanahan setempat untuk dicatat dalam Buku Tanah.6

(25)

Setelah jangka waktunya habis, hak pakai dapat diperpanjang, diperbaharui atau ditingkatkan haknya menjadi hak milik. Dengan meningkatnya status hak pakai menjadi hak milik, maka pemegang hak akan memperoleh 2 keuntungan sekaligus, yaitu kepastian hak tanpa batas waktu dan peningkatan manfaat ekonomis nilai tanah (land value) maupun harga tanah (land price).7

Dengan demikian, terhadap permohonan perubahan hak tersebut kewenangan pemberian/penetapan haknya disesuaikan dengan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999, sehingga Kantor Pertanahan tidak dapat dengan serta merta melakukan perubahan hak atas semua hak atas tanah yang diajukan kepadanya, tetapi dengan memperhatikan luasan dan ketentuan kewenangannya.8

Berdasarkan ketentuan Pasal 132 Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 diatur bahwa pendaftaran perubahan hak pada dasarnya merupakan pendaftaran hapusnya hak yang dilakukan bersamaan pendaftaran hak baru yang diberikan atas tanah yang sama kepada bekas pemegang hak. Dalam pendaftaran perubahan hak ini, buku tanah dan sertifikat lama dinyatakan tidak berlaku dan diganti dengan buku tanah dan sertifikat baru dengan nomor hak baru.9

Namun dalam hal pendaftaran perubahan hak untuk melaksanakan kebijaksanaan tertentu khususnya yang bersifat massal, buku tanah dan sertifikat lama

7Tamsil Rahman,Op. cit.

(26)

dapat terus dipergunakan dengan mencoret ciri-ciri hak semula yang tidak sesuai lagi dan menggantinya dengan ciri-ciri hak yang baru, dengan ketentuan bahwa kemudian atas permohonan pemegang hak buku tanah dan sertifikat tersebut dapat diganti dengan yang baru.10

Ditambahkan apabila surat ukur masih dapat dipergunakan, pengukuran ulang tidak dilakukan, juga ditentukan bahwa apabila pemegang hak melepaskan haknya dalam rangka perubahan hak, maka permohonan dari pemegang untuk memperoleh perubahan hak tersebut berlaku sebagai surat keterangan melepaskan hak yang dapat dijadikan dasar pendaftaran hapusnya hak. Hak Milik merupakan hak atas tanah yang mempunyai status tertinggi diantara hak–hak atas tanah yang lain, karena mempunyai sifat terkuat dan terpenuh.

Dengan demikian status hak atas tanah dari hak lain, misalnya dari Hak Guna Bangunan menjadi Hak Milik, maka seseorang tidak perlu lagi memperpanjang haknya. Peningkatan status hak atas tanah ini memberikan kedudukan hukum yang lebih tinggi kepada pemiliknya sehingga kemungkinan timbulnya sengketa di kemudian hari sangat kecil. Dalam praktek, perubahan hak khususnya peningkatan hak ini hanya dengan melakukan pencoretan nama hak lama dan ditulis menjadi nama Hak Milik dengan mencantumkan dasar hukum dimungkinkannya dilakukan peningkatan hak tersebut.11

(27)

Berdasarkan Pasal 125 sampai 128 Peraturan Menteri Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 ditentukan bahwa pencatatan perubahan data pendaftaran tanah berdasarkan putusan pengadilan atau penetapan Hakim / Ketua Pengadilan oleh Kepala Kantor Pertanahan dalam daftar buku Tanah yang bersangkutan dan daftar umum lainya dilakukan setelah diterimanya Penetapan Hakim/Ketua Pengadilan atau putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dan salinan berita acara eksekusi dari Panitera Pengadilan Negeri yang bersangkutan.12

Pencatatan tersebut dapat pula dilakukan atas permohonan pihak yang berkepentingan dengan melampirkan :13

a. Salinan resmi penetapan atau putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dab salinan Berita Acara Eksekusi.

b. Sertifikat hak atas tanah atau Hak Milik atas satuan rumah susun yang bersangkutan.

c. Identitas Pemohon.

Pendaftaran pencatatan hapusnya suatu hak atas tanah berdasarkan putusan pengadilan dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pertanahan setelah diterimanya salinan keputusan mengenai hapusnya hak bersangkutan dari menteri atau pejabat yang ditunjuk.14

12Ibid, hlm. 357. 13Ibid.

(28)

AP. Parlindungan berkomentar bahwa dilaksanakannya perubahan data pendaftaran tanah karena putusan atau penetapan pengadilan tersebut karena segala masalah yang menyangkut pertanahan, maka instansi Badan Pertanahan Nasional wajib tunduk kepada putusan pengadilan tentang hak dan kewajiban maupun kebenaran dari sesuatu hak.15

Dalam kegiatan peningkatan hak ini tidak terlepas dari kegiatan Pendaftaran Tanah salah satunya ialah Pemanfaatan Tanah atau Land tenure , dimaksud adalah kegiatan aktivitas tanah bagi pemiliknya. Sering juga disebut memfungsikan peruntukkan tanah dalam kegiatan sehari-hari dari pemiliknya. Fokus kegiatan bukan ada pada haknya tetapi ada pada fungsi haknya.16

Dengan dilakukannya pendaftaran tanah maka akan terlindunglah hak pemilik hak itu digunakan pemiliknya sebatas isi dan sifat dari status tanah itu oleh pemilik hak. Pemilik hak yang terdaftar akan dapat menggunakan dan memanfatkan tanah tersebut untuk kepentingan apa saja di atas tanah tersebut. Untuk digunakan sebatas hak miliknya itu, asal tidak dilarang oleh aturan atau ketentuan lainnya. Begitu juga misalnya bila status hak itu adalah Hak Guna Usaha maka sipemegang Hak Guna Usaha akan dapat menggunakan hak tersebut sebagaimana yang ditetapkan oleh Undang-Undang (untuk pertanian, perikanan, dan peternakan).

Bila pemegang Hak Guna Usaha menggunakan tanahnya diluar dari pemberian haknya, misalnya sipemilik membangun hotel di atasnya, sudah pasti

15

AP. Parlindungan,Pendaftaran Tanah Di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 2009, hlm. 155. 16

(29)

bertentangan dengan penggunaan tanahnya dan pembangunan hotel ini jelas tidak lagi dilindungi oleh hukum.17

Bila dikaji lebih jauh dari sudut land tenure maka jelaslah nampak bahwa peruntukannya terhadap hak milik akan lebih sempurna dibanding dengan hak-hak lain, seperti Hak Guna Usaha dan Hak Guna Bangunan. Hak Milik dapat digunakan untuk pertanian, non pertanian dan kegunaan lain, dan kegunaan apa saja tanpa melanggar Undang-Undang.18

Namun Hak Pakai atau hak-hak lainnya hanya digunakan sesuai peruntukan hak itu saja, jelas tidak seluas peruntukan Hak Milik atas tanah. Maka dengan adanya pendaftaran tanah atau dengan didaftarkannya tanah itulah maka seseorang pemegang hak itu leluasa dan dilindungi hukum untuk menggunakannya. Bila tidak didaftar penggunaan tanah itu bisa tidak teratur malah sering menyalahi penatagunaan tanah yang direncanakan sebelumnya.19

Ketentuan mengenai Hak Pakai disebutkan pada Pasal 16 ayat (1) huruf d Undang-Undang Pokok Agraria. Secara khusus diatur dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 43 Undang-Undang Pokok Agraria. Menurut Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria, ketentuan lebih lanjut mengenai Hak Pakai diatur dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah Nomor

17Ibid,hlm 123. 18Ibid.

(30)

40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai, secara khusus diatur dalam Pasal 39 sampai dengan Pasal 58.20

Menurut Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria, yang dimaksud dengan Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-Undang ini.21

Sementara Hak Milik menurut Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah dengan mengingat ketentuan Pasal 6 . Hak Milik atas tanah demikian pula setiap peralhan, pembebanan dengan hak-hak lain, dan hapusnya hak milik atas tanah harus didaftarkan ke Kantor Pertanahan kabupaten / kota setempat. Pendaftaran ini merupakan alat bukti yang kuat (Pasal 23 Undang-Undang Pokok Agraria). Pendaftaran untuk pertama kalinya atas hak milik diterbitkan tanda bukti hak berupa sertifikat.22

Sertifikat menurut Pasal 1 angka 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud

20Urip Santoso,Op. cit. 21Ibid.

(31)

dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Pokok Agraria untuk hak atas tanah, hak pengelolaan ,tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukandalam buku tanah yang bersangkutan.23

Hak-hak atas tanah yang dikeluarkan terbatas pada jenis hak atas tanah tersebut. Kewenangan atas pemberian sebatas pada peruntukannya, oleh karenanya terlihatlah kesempurnaan bagi sipemegang hak milik atas pemanfaatan haknya, seperti boleh menggunakan untuk apa saja di atas hak milknya, sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang sudah ditetapkan seperti fungsi sosial dan tata guna ruang kota.24

Seseorang boleh menanami di atas hak milik dan boleh membangun gedung di atas hak miliknya dan boleh menyewakannya pada pihak lain baik sebagian atau sepenuhnya. Dengan kewenangan si pemilik atas jenis hak yang ada menandakan bahwa hak-hak atas tanah tersebur memiliki batasan masing-masing hak yang diakui atau yang ditentukan oleh hukum.25

Semua jenis hak atas tanah, baik hak-hak atas tanah yang sifatnya publik, maupun hak-hak yang sifatnya privat sesuai dengan kewenangan untuk menggunakan dan memanfaatkan hak itu sebatas jenis hak tersebut dimiliki sipemilik.26

23Ibid, hlm 96. 24Ibid.

25Ibid,hlm. 130.

(32)

Dalam hal ini pemilik haknya memiliki kewenangan untuk menggunakan dan memanfaatkan hak tersebut sebatas isi dan muatan yang ada pada hak itu sendiri. Muatan dan isi hak ini diperoleh bila tanah itu terdaftar atau ada status haknya. Hal ini memang sejalan dengan makna hak itu sendiri. Hak-hak itu dalam hukum adalah kewenangan yang diberikan hukum bagi sipemilik atau pemegangnya, untuk berkuasa dan berhak menikmati dan mengambil hasilnya. Namun yang dinikmati dan diambil hasilnya itu hanya bisa sebesar isi haknya tersebut.27

Peningkatan atas tanah ini juga dilakukan untuk mempermudah pemerintah dalam hal ini Badan Pertanahan Nasional (BPN), untuk melakukan pendataan terhadap tanah–tanah masyarakat, dan juga merupakan cita–cita dari Badan Pertanahan Nasional dalam reformasi agraria, yaitu untuk mensejahterakan kehidupan bangsa dan negara.

Disinilah dapat dilihat nantinya hak milik berbeda dengan hak guna usaha, hak pakai, hak guna bangunan, dan hak lainnya atas tanah tersebut. Kewenangannya pun berlainan sesuai dengan jenis dan hak apa yang diberikan hukum kepada seorang pemegangnya. Perbedaan hak itu ada karena ada pendaftaran atasnya. Jika seseorang mendaftar hak itu sama dengan membatasi dirinya untuk dilindungsebesar haknya.28 B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan gambaran latar belakang tersebut di atas, maka dirumuskan permasalahan-permasalahan sebagai berikut :

(33)

1. Apakah yang menjadi dasar dapat dikabulkannya peningkatan status hak dari hak pakai yang terikat jaminan di atas hak pengelolaan menjadi hak milik? 2. Kendala Hukum apakah yang timbul dalam proses peningkatan status hak dari

hak pakai yang terikat jaminan di atas hak pengelolaan menjadi hak milik? 3. Bagaimana perlindungan kreditur terhadap peningkatan hak yang dilakukan

dari hak pakai yang terikat jaminan di atas hak pengelolaan menjadi hak milik?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan judul dan permasalahan maka dapat dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui apa yang menjadi dasar dapat dikabulkannya peningkatan status hak dari hak pakai yang terikat jaminan di atas hak pengelolaan menjadi hak milik.

2. Untuk mengetahui kendala hukum apa yang timbul dalam proses peningkatan status hak dari hak pakai yang terikat jaminan di atas hak pengelolaan menjadi hak milik.

3. Untuk mengetahui bagaimana perlindungan kreditur terhadap peningkatan hak yang dilakukan dari hak pakai yang terikat jaminan di atas hak pengelolaan menjadi hak milik.

D. Manfaat Penelitian

(34)

1. Kegunaan Teoritis

Dari hasil penelitian ini diharapkan menjadi suatu yang bermanfaat sebagai sumbangsih dalam perkembangan ilmu hukum, khususnya perkembangan hukum agrarian.

2. Kegunaan Praktis

Dengan penelitian ini diharapkan dapat memberikan suatu gambaran mengenai proses pelaksanaan peningkatan status hak dari Hak Pakai Terikat Jaminan Di Atas Hak Pengelolaan menjadi Hak Milik serta memberikan gambaran mengenai proses peningkatan status hak yang dimaksud dan dapat juga berguna bagi masyarakat yang ingin meningkatkan status hak atas tanahnya dari Hak Pakai Yang Terikat Jaminan Di Atas Hak Pengelolaan Menjadi Hak Milik. E. Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelitian pada kepustakaan, khususnya di lingkungan perpustakaan Univesitas Sumatera Utara, belum ada penelitian yang membahas dan mengambil objek penelitian menyangkut masalah : “Analisis Peningkatan Status Hak Dari Hak Pakai Yang Terikat Jaminan Di Atas Hak Pengelolaan Menjadi Hak Milik”. Dengan demikian penelitian ini adalah asli dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara ilmiah.

Adapun judul tesis yang mendekati mengenai pembahasan dengan penelitian ini antara lain :

(35)

Guna Bangunan Menjadi Hak Milik Pada Perumahan Nasional Martubung Medan.

2. Catur Muhammad Sarjono, Nomor Induk Mahasiswa 097011059, Magister Kenotariatan USU, dengan judul Analisis Hukum Putusan Pengadilan Agama Yang Memutuskan Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Tidak Berkekuatan Hukum (Studi Kasus : Putusan Pengadilan Agama Tebing Tinggi No. 52/PDT.G/PA-TTD Jo.Putusan Pengadilan Tinggi Agama Sumatera Utara No. 145/PDT.G/2008/PTA-MDN).

F. Kerangka Teori dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

Teori adalah untuk menerangkan atau menjelaskan mengapa gejala spesifik atau proses tertentu terjadi dan suatu teori harus diuji dengan menghadapkannya pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidakbenarannya.29

Seiring dengan perkembangan masyarakat, hukum pun mengalami perkembangan. Bahkan hukum selalu tertatih-tatih mengikuti perkembangan masyarakat. Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, aktivitas penelitian dan imajinasi social sangat ditentukan oleh teori.30

Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan

29M.Hisyam,Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Jilid I, FE UI, Jakarta, 1996, hlm. 203.

30 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia-Press, Jakarta,

(36)

perbandingan, pegangan teoritis.31 Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberika arahan atau petunjuk dan pemikiran serta menjelaskan gejala yang diamati.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum yang diarahkan secara khas pada ilmu hukum. Maksudnya adalah penelitian ini berusaha untuk memahami jalannya sengketa waris yang diatur dalam Undang-Undang. Teori yang dipakai dalam penulisan tesis ini adalah teori sistem hukum dari Lawrence M. Friedman, yang menyatakan bahwa sebagai suatu sistem hukum dari sistem kemasyarakatan, maka hukum mencakup tiga komponen, yaitu legal substance (substansi hukum), legal structure(struktur hukum), danlegal culture(budaya hukum).

Substansi hukum merupakan aturan-aturan, norma-norma, dan pola perilaku nyata manusia yang berada dalam sistem itu termasuk produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum itu, mencakup keputusan yang mereka keluarkan atau aturan baru yang mereka susun.

Struktur hukum merupakan kerangka atau bagian yang tetap bertahan, bagman yang memberikan semacam bentuk dan batasan terhadap keseluruhan instansi-instansi penegak hukum. Sedangkan budaya hukum merupakan suasana pikiran sistem dan kekuatan sosial yang menentukan bagaimana hukum itu digunakan, dihindari atau disalahgunakan oleh masyarakat.

Sistem hukum mempunyai dua pengertian yang penting untuk dikenali, sekalipun dalam pembicaraan-pembicaraan keduanya sering dipakai secara tercampur

(37)

begitu saja. Pertama adalah pengertian sistem sebagai jenis satuan yang mempunyai tatanan tertentu. Tatanan tertentu menunjuk kepada suatu struktur yang tersusun dari bagian-bagian. Kedua adalah pengertian sistem sebagai suatu rencana, metode, atau prosedur untuk melakukan sesuatu.

Sistem hukum sebagai bagian dari sistem sosial harus dapat memenuhi harapan sosial. Oleh karena itu maka sistem hukum harus menghasilkan sesuatu yang bercorak hukum (output of law) yang pada dirinya berkaitan dengan harapan sosial. Ada empat hal yang harus dihasilkan atau dipenuhi oleh suatu sistem hukum yaitu :32

1. Sistem hukum secara umum harus dapat mewujudkan apa yang menjadi harapan masyarakat atas sistem tersebut.

2. Harus dapat menyediakan skema normatif, walaupun fungsi penyelesaian konflik tidak semata-mata menjadi monopoli sistem hukum, dimana sistem hukum harus dapat menyediakan mekanisme dan tempat dimana orang dapat membawa kasusnya untuk diselesaikan.

3. Sistem hukum sebagai kontrol sosial yang esensinya adalah aparatur hukum, polisi, dan hakim misalnya harus menegakkan hukum.

4. Dalam kaitannya dengan fungsi kontrol sosial, desakan kekuatan sosial untuk membuat hukum harus direspon oleh institusi hukum, mengkristalkannya, menuangkannya kedalam aturan hukum, dan menentukan prinsipnya. Dalam konteks ini, sistem dapat dikatakan sebagai instrumen perubahan tatanan sosial atau rekayasa sosial.

(38)

Fungsi teori dalam penelitian ini adalah untuk memberikan arahan dan memprediksi serta menjelaskan gejala yang terjadi. Penelitian ini berusaha memahami sertifikat yang berstatus Hak Pakai secara yuridis, artinya memahami objek penelitian sebagai hukum yakni sebagai kaidah hukum atau sebagai isi kaidah hukum sebagaimana yang ditentukan dalam yurisprudensi dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan masalah hukum pokok agraria.

2. Konsepsi

Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsep dari penelitian adalah untuk menghubungkan dunia teori dan observasi, antara abstraksi dan realitas.33 Konsep diartikan sebagai kata yang menyatakan abstraksi yang digeneralisasi dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan definisi operasional.34 Pentingnya definisi operasional adalah untuk menghindarkan perbedaan, pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai.

Konsepsi merupakan unsur pokok dalam usaha penelitian atau untuk membuat karya ilmiah. Yang dimaksud konsepsi adalah suatu pengertian mengenai suatu fakta atau dapat berbentuk batasan atau definisi tentang sesuatu yang dikerjakan. Jadi jika teori berhadapan dengan sesuatu hasil kerja yang telah selesai, sedangkan konsepsi masih merupakan permulaan dari suatu karya yang setelah diadakan pengolahan akan dapat menjadikan suatu teori.35

(39)

Kegunaan dari konsepsi agar ada pegangan dalam melakukan penelitian atau penguraian, sehingga dengan demikian memudahkan bagi orang lain untuk memahami batasan-batasan atau pengertian-pengertian yang dikemukakan. Dalam hal ini seolah-olah konsepsi tidak berbeda dari suatu teori, tetapi letak perbedaannya ada pada latar belakangnya.

Suatu teori pada umumnya merupakan gambaran dari apa yang sudah dilakukan penelitian atau diuraikan, sedangkan suatu konsepsi lebih bersifat subjektif dari konseptornya untuk suatu penelitian atau penguraian yang akan dirampungkan. Oleh karena itu untuk dapat menjawab permasalahan dalam penelitian ini perlu didefinisikan beberapa konsep dasar dalam rangka menyamakan persepsi atas judul tersebut yaitu :

1. Peningkatan Hak adalah perubahan hak yaitu Penetapan Pemerintah mengenai penegasan bahwa sebidang tanah yang semula dipunyai dengan sesuatu hak atas tanah tertentu atas permohonan pemegang haknya menjadi tanah negara dan sekaligus memberikan tanah tersebut kepadanya dengan hak atas tanah baru yang lain jenisnya.36

2. Hak Pakai adalah Hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam

36Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun

(40)

perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan-ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria.37 3. Hak Milik adalah Hak turun temurun, terkuat dan terpenuh yang dipunyai

orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan Pasal 6.38

4. Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.39

5. Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberi kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur yang lain.40

G. Metodologi Penelitian

1. Sifat Penelitian

Spesifikasi penelitian dalam penulisan bersifat deskriptif analitis, yaitu data hasil penelitian baik yang berupa data hasil studi dokumen yang menggambarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan teori-teori hukum dan praktek pelaksanaan hukumin concreto.

2. Jenis Penelitian

Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian terhadap asas-asas hukum.41 Penelitian ini menggunakan metode

37Urip Santoso,Op.cit., hlm. 114. 38Ibid, hlm. 90.

39Ibid. hlm. 273.

(41)

pendekatan yuridis normatif, yaitu penelitian hukum kepustakaan. Dalam menggunakan pendekatan yuridis normatif oleh karena sasaran penelitian ini adalah hukum atau kaedah (norm). Pengertian kaedah meliputi asas hukum, kaedah dalam arti sempit (value), peraturan hukum konkrit. Penelitian yang berobjekan hukum normatif berupa asas-asas hukum, sistem hukum, taraf sinkronisasi vertikal dan horizontal.42

Penelitian ini sering disebut juga penelitian dokumenter untuk memperoleh data skunder dibidang hukum. Penelitian lebih meliputi penelitian asas-asas hukum, sumber-sumber hukum, peraturan perundang-undangan, literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan. Titik berat penelitian tertuju pada penelitian documenter, yang berarti lebih banyak menelaah dan mengkaji data sekunder yang diperoleh dari penelitian.

Sedikitnya ada tiga alasan penggunaan penelitian hukum normatif yang bersifat kualitatif. Pertama, analisis kualitatif didasarkan pada paradigma hubungan dinamis antara teori, konsep-konsep dan data yang merupakan umpan balik atau modifikasi yang tetap dari teori dan konsep yang didasarkan pada data yang dikumpulkan. Kedua, data yang akan dianalisis beraneka ragam, memliki sifat dasar yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, serta tidak mudah untuk dikuantifisir. Ketiga, sifat dasar data yang akan dianalisis dalam penelitian adalah bersifat menyeluruh dan merupakan satu kesatuan yang integral holistic, dimana hal itu

41Bambang Sunggono,Metodologi Penelitian Hukum, Raja Grafindo, Jakarta, 2005, hlm. 184. 42

(42)

menunjukkan adanya keanekaragaman data serta memerlukan informasi yang mendalam atauindepth information.43

3. Metode Pengumpulan Data

Sebagai penelitian hukum normatif, penelitian ini menitikberatkan pasa studi kepustakaan. Dalam mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan dalam penulisan tesis ini adalah :

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan yang mengikat yakni Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Peraturan Pemerintah Nomor 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, b. Bahan hukum skunder, yaitu berupa bahan-bahan yang memberikan

penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti hasil penelitian para ahli, hasil karya ilmiah, buku-buku ilmiah, ceramah atau idato yang berhubungan dengan penelitian ini.

c. Bahan hukum tertier, seperti kamus hukum, kamus bahasa asing, dan artikel lainnya yang bertujuan untuk mendukung bahan hukum primer dan skunder. 4. Analisis Data

Semua data yang diperoleh dari bahan pustaka serta data yang diperoleh dilapangan dianalisa secara kualitatif. Metode analisa yang dipakai adalah metode

43Bismar Nasution,Metode Penelitian Hukum Normatif Dan Perbandingan Hukum, Makalah

(43)

deduktif. Melalui metode deduktif ini data skunder yang telah diuraikan dalam ti njauan pustaka secara komparatif akan dijadikan pedoman dan dilihat pelaksanaannya mengenai peningkatan status hak dari hak pakai menjadi hak milik.

Analisis data merupakan suatu proses mengorganisasikan atau mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan suatu hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data.44

Penelitian ini bersifat deskriptif. Data hasil penelitian yang berupa data hasil studi dokumen (data sekunder), data hasil pengamaytan dan wawancara dianalisis dengan metode kualitatif,45dengan maksud untuk memaparkan apa yang di deskriptif analitis.

Kegiatan analisis dimulai dengan dilakukan pemeriksaan terhadap data yang terkumpul baik melalui inventarisasi karya ilmiah, peraturan perundang-undangan, yang berkaitan dengan judul penelitian baik media cetak dan laporan-laporan hasil penelitian lainnya untuk mendukung studi kepustakaan.

Kemudian baik data primer maupun data skunder dilakukan analisis penelitian secara kuantitatif dan untuk membahas lebih mendalam dilakukan secara kualitatif. Sehingga dengan demikian diharapkan dapat menjawab segala permasalahan hukum yang ada dalam tesis ini.

44

Lexy J. Moleong,Metode Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002, hlm 103. 45

(44)

BAB II

DASAR DAPAT DIKABULKANNYA PENINGKATAN STATUS HAK DARI HAK PAKAI YANG TERIKAT JAMINAN DI ATAS HAK PENGELOLAAN

MENJADI HAK MILIK

A. Tinjauan Umum Mengenai Hak Pakai

Ketentuan mengenai hak pakai disebutkan dalam Pasal 16 ayat (1) huruf d Undang-Undang Pokok Agraraia. Secara khusus diatur dalam Pasal 41 sampai dengan Pasal 43 Undang Pokok Agraria. Menurut Pasal 50ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria, ketentuan lebih lanjut mengenai hak pakai diatur dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang dimaksudkan disini adalah Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, secara khusus diatur dalam Pasal 39 sampai dengan Pasal 58.46

Menurut Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria, yang dimaksud dengan hak pakai adalah hak untuk menggunakan atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa-menyewa atau perjanjian pengolahan tanah, segala sesuatu asal tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan Undang-Undang Pokok Agraria.47

46 Urip Santoso,Op. cit., hlm. 114. 47 Ibid,hlm. 115.

(45)

Perkataan “menggunakan” dalam hak pakai menunjuk pada pengertian bahwa hak pakai digunakan untuk kepentingan mendirikan bangunan, sedangkan perkataan “memungut hasil” dalam hak pakai menunjuk pada pengertian bahwa hak pakai digunakan untuk kepentingan selain mendirikan bangunan, misalnya pertanian, perikanan, peternakan, perkebunan.48

Subjek hak pakai dalam Pasal 42 Undang-Undang Pokok Agraria menentukan bahwa yang dapat mempunyai hak pakai, adalah :49

1. Warga Negara Indonesia.

2. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia.

3. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

4. Badan hukum asing yang mempunyai prewakilan di Indonesia.

Pasal 39 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 lebih merinci yang dapat mempunyai hak pakai, yaitu :50

1. Warga Negara Indonesia.

2. Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia.

3. Departemen, Lembaga Pemerintah Non-Departemen, dan Pemerintah Daerah.

4. Badan-badan keagamaan dan sosial.

(46)

5. Orang asaing yang berkedudukan di Indonesia.

6. Badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia. 7. Perwakilan negara asing dan perwakilan badan internasional.

Bagi Pemegang Hak Pakai yang tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak pakai, maka dalam waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan hak pakainya kepada pihak lain yang memenuhi syarat. Kalau hal ini tidak dilakukan, maka hak pakainyahapus karena hukum dengan ketentuan hak-hak pihak lain yang terkait dengan hak pakai tetap diperhatikan (Pasal 40 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996).51

Menurut A.P. Parlindungan, Hak Pakai yang dipunyai oleh dan badan hukum public merupakan Hak Pakai yang adaright to use, yaitu menggunakan untuk waktu yang tidak terbatas selama pelaksaan tugas, namun tidak ada right to disposal, yaitu tidak dapat dialihkan dalam bentuk apapun kepada pihak ketiga dan tidak dapat dijadikan objek hak tanggungan.52

Dalam hal asal dari tanah hak pakai , dalam Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria menyebutkan bahwa asala tanah hak pakai adalah tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah milik orang lain, sedangkan Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 lebih tegas menyebutkan bahwa tanah yang dapat

51Ibid, hlm. 116.

52A.P. Parlindungan,Beberapa Konsep tentang Hak-hak Atas Tanah, Majalah CSIS Edisi

(47)

diberikan dengan hak pakai adalah tanah negara, tanah hak pengelolaan, atau tanah hak milik.53

Terjadinya hak pakai berdasarkan asal tanahnya yakni sebagai berikut :54 1. Hak Pakai Atas Tanah Negara.

Hak pakai ini diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Badan Pertanahan Nasional. Hak pakai ini terjadi sejak keputusan pemberian hak pakai didaftarkan kepada Kepala Kantor Pertanahan kabupaten atau kota setempat untuk dicata dalam buku tanah dan diterbitkan sertifikat sebagai tanda bukti haknya.

2. Hak Pakai Atas Tanah Hak Pengelolaan.

Hak Pakai ini diberikan dengan keputusan pemberian hak oleh Badan Pertanahan Nasional berdasarkan usul pemegang hak pengelolaan. Hak pakai ini terjadi sejak keputusan pemberian hak pakai didaftarkan kepada Kepala Kantor Pertanahan kabupaten atau kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan diterbitkan sertifikat sebagai tanda bukti haknya. 3. Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik.

Hak pakai ini terjadi dengan pemberian tanah oleh pemilik tanah dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah. Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah ini wajib didaftarkan ke Kantor Pertanahan kabupaten atau kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah. Bentuk akta Pejabat

53Ibid.

(48)

Pembuat Akta Tanah ini dimuat dalam lampiran Peraturan Menteri Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997. Mengenai jangka waktu hak pakai, dalam Pasal 41 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria tidak menentukan secara tegas berapa lama jangka waktu hak pakai. Pasal ini hanya menentukan bahwa hak pakai dapat diberikan selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu. Dalam Peraturan Pemerintah Nomot 40 Tahun 1996, jangka waktu hak pakai diatur pada Pasal 45 sampai dengan Pasal 49. Jangka waktu hak pakai ini berbeda-beda sesuai dengan asal tanahnya, yaitu :55

1. Hak Pakai Atas Tanah Negara.

Hak Pakai ini berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun,dan dapat diperbaharui untuk jangka waktu paling lama 25 tahun.

Khusus hak pakai yang dipunyai Departemen, Lembaga Pemerintah Non-Departemen, Pemerintah Daerah, badan-badan keagamaan dan sosial, perwakilan negara asing, dan perwakilan badan internasional diberikan jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk tertentu. Syarat-syarat hak atas tanah yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan dikemukakan oleh I. Soegiarto, yaitu :56

a. Dapat dinilai dengan uang (karena utang yang dijamin berupa uang)

55 Ibid.

56 I. Soegiarto,Hak Pakai Atas Tanah Negara, Jurnal Hukum Bisnis, Volume I, Yayasan

(49)

b. Merupakan hak yang telah didaftarkan (daftar umum pendaftaran tanah sebagai syarat untuk memenuhi asas publisitas)

c. Bersifat dapat dipindahtangankan 9 dalam hal debitur cedera janji benda tersebut dapat dijual di muka umum)

d. Memerlukan penunjukan dengan peraturan perundang-undangan. 2. Hak Pakai Atas Tanah Hak Pengelolaan.

Hak pakai ini berjangka waktu untuk pertama kali paling lama 25 tahun, dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan dapat diperbaharui untuk jangka waktu paling lama 25 tahun. Perpanjangan jangka waktu atau pembaharuan hak pakai ini dapat dilakukan atas usul pemegang hak pengelolaan.

3. Hak Pakai Atas Tanah Hak Milik.

Hak pakai ini diberikan untuk jangka waktu paling lama 25 tahun dan tidak dapat diperpanjang. Namun atas kesepakatan antara pemilik tanah dengan pemegang hak pakai dapat diperbarui dengan pemberian hak pakai baru dengan akta yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah dan wajib didaftarkan kepada Kantor Pertanahan kabupaten atau kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah.

Dalam hak pakai ini yang merupakan kewajiban dari pemegang hak pakai berdasarkan Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, ialah :57

(50)

1. Membayar uang pemasukan yang jumlah dan cara pembayarannya ditetapkan dalam keputusan pemberian haknya, perjanjanjian penggunaan tanah hak pengelolaan atau dalam perjanjian pemberian hak pakai atas tanah hak milik. 2. Menggunakan tanah sesuai dengan peruntukkannya dan persyaratan

sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberiannya, atau perjanjian penggunaan tanah hak pengelolaan atau perjanjian pemberian hak pakai atas tanah hak milik.

3. Memelihara dengan baik tanah dan bangunan yang ada di atasnya serta menjaga kelestarian lingkungan hidup.

4. Menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan hak pakai kepada negara, pemegang hak pengelolaan atau pemilik tanah sesudah hak pakai tersebut hapus.

5. Menyerahkan sertifikat hak pakai yang telah hapus kepad Kepala Kantor Pertanahan kabupaten atau kota setempat.

6. Memberikan jalan keluar atau jalan air atau kemudahan lain bagi pekarangan atau bidang tanah yang terkurung oleh tanah hak pakai.

Sementara yang menjadi hak pemegang hak pakai berdasarkan Pasal 52 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, ialah :58

1. Menguasai dan mempergunakan tanah selama waktu tertentu untuk keperluan pribadi atau usahanya.

2. Memindahkan hak pakai kepada pihak lain.

(51)

3. Membebaninya dengan hak tanggungan.

4. Menguasai dan Mempergunakan tanah untuk jangka waktu yang tidak ditentukan selama tanahnya dipergunakan untuk keperluan tertentu.

Undang-Undang Pokok Agraria tidak mengatur bahwa hak pakai dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan. Pembebanan hak pakai dengan hak tanggungan diatur dalam Pasal 53 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996, yaitu hak pakai atas tanah negara dan hak pakai atas tanah hak pengelolaan dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani dengan hak tanggungan.59

Hak tanggungan hapus dengan hapusnya hak pakai, semua hak pakai wajib didaftarkan kepada Kantor Pertanahan kabupaten atau kota setempat, namun ada hak pakai yang tidak dapat dipindahtangankan sehingga tidak dapat dibebani hak tanggungan, yaitu hak pakai yang dipunyai oleh Departemen, Lembaga Pemerintah Non-Departemen, Pemerintah Daerah, Badan-Badan keagamaan dan sosial, perwakilan negara asing, dan perwakilan badan internasional.60

Kebutuhan praktek menghendaki agar Hak Pakai dapat dibebani juga dengan Hipotik (pada saat ini Hak Tanggungan). Hal ini ternyata telah diakomodir oleh Undang-Undang Hak Tanggungan, tetapi hanya Hak Pakai atas tanah Negara saja yang dapat dibebani dengan Hak Tanggungan, sedangkan Hak Pakai atas tanah Hak Milik masih akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.61

59Ibid, hlm. 121 60Ibid.

(52)

Berdasarkan Pasal 55 Peraturan PemerintahNomor 40 Tahun 1996, faktor-faktor penyebab hapusnya hak pakai, yaitu :62

1. Berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan pemberian atau perpanjangan atau dalam perjanjian pemberiannya.

2. Dibatalkan oleh pejabat yang berwenang, pemegang hak pengelolaan atau pemilik tanah sebelum jangka waktunya berakhir, karena :

a. Tidak dipenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak pakai dan atau dilanggarnya ketentuan-ketentuan dalam hak pakai.

b. Tidak dipenuhinya syarat-syarat atau kewajiban-kewajiban yang tertuang dalam perjanjian pemberian hak pakai antara pemegang hak pakai dengan pemilik tanah atau perjanjian penggunaan hak pengelolaan.

c. Putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

3. Dilepaskannya secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka waktunya berakhir.

4. Hak pakainya dicabut. 5. Ditelantarkan.

6. Tanahnya musnah.

7. Pemegang hak pakai tidak memenuhi syarat sebagai pemegang hak pakai. B. Tinjauan Umum Mengenai Hak Milik

Salah satu hak atas tanah yang termasuk dalam kategori bersifat primer adalah hak milik. Sebab hak milik merupakan hak primer yang paling utama, terkuat

(53)

dan terpenuh, dibandingkan dengan hak-hak primer lainnya, seperti hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, atau hak-hak lainnya.63Hal ini sesuai ketentuan Pasal 20 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Pokok Agraria yang berbunyi sebagai berikut : ‘Hak Milik adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6. Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain”.64

Menurut A.P. Parlindungan,65 kata-kata terkuat dan terpenuh itu bermaksud untuk membedakannya dengan hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan hak-hak lainnya, yaiyu untuk menunjukkan bahwa diantara hak-hak atas tanah yang dapat dipunyai orang, hak miliklah yang terkuat dan terpenuh. Begitu pentingnya hak milik, pemerintah memberikan perhatian yang sangat serius terhadap persoalan hak milik atas tanah tersebut.66

Hal ini dapat terlihat dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1972 tentang Wewenang Pemberian Hak Atas Tanah. Namun demikian, pada tahun 1999 pemerintah mengganti Peraturan tersebut dengan Peraturan Menteri Agraria atau Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1999 tentang Pelimpahan Kewenangan Pemberian dan Pembatalan Keputusan Pemberian Hak Atas Tanah Negara. Dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Agraria Nomor

63Supriadi,Hukum Agraria, Sinar Grafika, Jakarta, 2009, hlm. 64. 64Ibid, hlm. 65.

65 A.P. Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju,

Bandung, 1993, hlm. 124.

(54)

3 Tahun 1999 dinyatakan bahwa : Kepala Kantor Pertanahan kabupaten atau kota member keputusan mengenai :67

1. Pemberian hak milik atas tanah pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2 ha ( dua hektar).

2. Pemberian hak milik atas tanah non pertanian yang luasnya tidak lebih dari 2.000 m2 (dua ribu meter persegi), kecuali mengenai tanah bekas hak guna usaha.

3. Pemberian hak milik atas tanah dalam rangka peaksanaan program : a. Transmigrasi.

b. Redistribusi tanah. c. Konsolidasi tanah.

d. Pendaftaran tanah secara missal baik dalam rangka pelaksanaan pendaftaran tanah secara sistematik maupun sporadik.

Memperhatikan beberapa ketentuan mengenai pemilikan hak atas tanah, terdapat gambaran bahwa hak milik atas tanah merupakan persoalan yang perlu mendapat perlindungan yang sangat ketat. Perlindungan ini dimaksudkan agar pemberian status hak kepada perorangan harus dilakukan dengan seleksi yang ketat, agar betul-betul terjadi pemerataan atas status hak tersebut.68Pemerintah menaruh perhatian serius terhadap pemilikan atas tanah tersebut sehingga pemerintah tidak

67Ibid.

(55)

memperkenankan hak milik atas tanah itu beralih kepada orang asing karena perkawinan.

Dalam hal subjek dari hak milik adalah :69 1. Perseorangan.

Hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hak milik ( Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Pokok Agraria). Ketentuan ini menentukan perseorangan yang hanya berkewarganegaraan Indonesia yang dapat mempunyai tanah hak milik.

2. Badan Hukum.

Pemerintah menetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik dan syarat-syaratnya (Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Pokok Agraria). Hak milik atas tanah dapat terjadi melalui 3 cara sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 22 Undang-Undang Pokok Agraria yaitu :

1. Hak milik atas tanah yang terjadi menurut hukum adat.

Hak milik atas tanah terjadi dengan jalan pembukaan tanah (pembukaan hutan) atau terjadi karena timbulnya lidah tanah (aanslibbing).

Pembukaan tanah ini diartikan melalui kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama dengan masyarakat hukum adat yang dipimpin oleh ketua adat melalui 3 sistem penggarapan, yaitu matok sirah matok galeng, matok sirah gilir galeng, dan system bluburan.

(56)

Lidah tanah yang dimaksud adalah pertumbuhan tanah di tepi sungai, danau atau laut, tanah yang tumbuh demikian itu dianggap menjadi kepunyaan orang memiliki tanah yang berbatasan, karena biasanya pertumbuhan itu sedikit banyak terjadi karena usahanya. Dengan sendirinya terjadinya hak milik secara demikian itu juga melalui suatu proses pertumbuhan yang memakan waktu.70

Hak milik atas tanah terjadi disini dapat didaftarkan pada kantor pertanahan kabupaten atau kota setempat untuk mendapatkan sertifikat hak milik atas tanah. Hak milik atas tanah yang terjadi menurut hukum adat akan diatur dengan peraturan pemerintah, namum hingga saat ini peraturan tersebut belum terbentuk.71

2. Hak milik atas tanah terjadi karena penetapan pemerintah.

Hak milik atas tanah yang terjadi disini semula berasal dari tanah negara. Hak milik atas tanah ini terjadi karena permohonan hak milik atas tanah oleh pemohon dengan memenuhi prosedur dan persyaratan yang telah ditentukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN).

3. Hak milik atas tanah terjadi karena undang-undang.

Hak milik atas tanah ini terjadi karena undang-undanglah yang menciptakannya, sebagaimana yang diatur dalam Pasal I, Pasal II, dan Pasal VII ayai (1) Ketentuan-Ketentuan Konversi Undang-Undang Pokok Agraria.

70Boedi Harsono II, Undang-Undang Pokok Agraria Sedjarah Penjusunan Isi dan

Pelaksanaannja, Djambatan, Jakarta, 1970, hlm. 145.

(57)

Sejak berlakunya Undang-Undang Pokok Agraria pada tanggal 24 September 1960, semua hak atas tanah yang ada harus diubah menjadi salah satu hak atas tanah yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria.

Pasal 27 Undang-Undang Pokok Agraria menetapkan faktor-faktor penyebab hapusnya hak milik atas tanah dan tanahnya jatuh kepada negara, yaitu :72

1. Karena pencabutan hak berdasarkan Pasal 18.

2. Karena penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya. 3. Karena ditelantarkan.

4. Karena subjek haknya tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak milik atas tanah.

5. Karena peralihan yang mengakibatkan tanahnya berpindah kepada pihak lain tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak milik atas tanah.

Hak milik atas tanah juga dapat hapus karena tanahnya musnah, misalnya karena terjadinya bencana alam.

C. Tinjauan Umum Tentang Hak Pengelolaan

Hak Pengelolaan adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya.73 Hak pengelolaan adalah hak untuk menguasai atas tanah yang langsung dikuasai oleh Negara yang memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk merencanakan peruntukan dan penggunaan tanah yang bersangkutan, menggunakan tanah tersebut untuk keperluan

72Ibid,hlm. 98.

73Lihat Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna

(58)

pelaksanaan tugasnya, menyerahkan bagian-bagian dari tanah itu kepada pihak ketiga dengan hak pakai dengan jangka waktu 6 tahun serta menerima uang pemasukan dan/atau uang wajib tahunan.74

Menurut A.P. Parlindungan, yang dimaksud dengan konversi adalah penyesuaian hak-hak atas tanah yang pernah tunduk kepada sistem hukum yang lama, yaitu hak-hak atas tanah menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan tanah-tanah yang tunduk pada Hukum Adat untuk masuk dalam sistem hak-hak atas tanah-tanah menurut Undang-Undang Pokok Agraria.75

Effendi Perangin-angin menyatakan bahwa Undang-Undang Pokok Agraria tidak mengatur, bahwa menyebutkan pun tidak mengenai hak pengelolaan. Hanya dalam Penjelasan Umum Undang-undang Pokok Agraria ada perkataan “pengelolaan” (bukan Hak Pengelolaan), yaitu dalam Angka II/2.76

Cikal bakal Hak Pengelolaan telah ada semenjak sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 yang dikenal dengan Hak Penguasaan yang diatur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1953 tentang Penguasaan Tanah-Tanah Negara. Hak Penguasaaan ini kemudian oleh Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun 1965 Tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan Atas Tanah Negara dan Kbijaksanaannya selajutnya, dikonversi menjadi Hak Pengelolaan.77

74Muhammad Yamin,Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, Medan, Pustaka Bangsa

Press, 2003, hlm. 33.

75A.P. Parlindungan (Selanjutnya disebut A.P.Parlindungan III), Hak Pengelolaan Menurut

Sistem Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung, 1989, hlm.5.

76 Effendi Perangin-angin, Hukum Agraria Indonesia Suatu Telaah dari Sudut Pandang

Praktisi Hukum, Rajawali, Jakarta, 1989, hlm. 311.

Referensi

Dokumen terkait

1) Anggota Polri yang melakukan tindak pidana diadukan/dilaporkan oleh masyarakat, anggota Polri lain atau sumber lain yang dapat dipertanggungjawabkan. 2) Setelah

Salah satu upaya yang dilakukan untuk mewujudkan komitmen itu yakni melalui ujian sertifikasi pengadaan barang/jasa instansi pemerintah, sesuai amanat Perpres No.70

PROFIL PENDERITA LESI JINAK DAN GANAS PADA TIROID BERDASARKAN DIAGNOSA HISTOPATOLOGI.. DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK PADA

Saat ini ubi kayu baru diolah menjadi opak, tape dan getuk bahkan hanya sekedar direbus ataupun digoreng untuk langsung dikonsumsi sehingga tidak memberikan nilai tambah

Selama waktu percepatan ini adalah merupakan proses ‘run up’darimotor induksi dan selama ini torsi yang dihasilkan oleh motor adalah merupakan penjumlahan dari torsi lawan beban

Hasil penelitian berdasarkan analisis data yang didapat dari teks kalimat dalam novel “Orang Miskin Dilrang Sekolah” merupakan konotoasi-konotasi yang sengaja dibuat pengarang

Pilihan yaitu Urusan Pertanian. Pencapaian Kinerja Pelayanan.. Renstra Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan Kab. Tantangan dan Peluang Pengembangan Pelayanan

Dari pengamatan ini terlihat rerata persentase kehilangan berat pada hasil cetakan dari bahan cetak alginat yang dibiarkan di udara terbuka berkisar antara 64,51- 67,88% dengan