SKRIPSI
ANALISIS EFISIENSI PRODUKSI PADA USAHA KERIPIK UBI SEBAGAI MAKANAN KHAS LANGSA DI KOTA LANGSA, PROVINSI
ACEH
OLEH
Nana Purnama Sari 110501050
PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
PERSETUJUAN
Nama : Nana Purnama Sari
NIM : 110501050
Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan
JudulSkripsi : Analisis Efisiensi Produksi Pada Usaha Keripik Ubi Sebagai Makanan Khas Langsa Di Kota Langsa, Provinsi Aceh
Tanggal Pembimbing,
NIP. 19530412 198103 1 006 Dr. Hasan Basri Tarmizi, SU
Penguji I, Penguji II,
Drs. Rahmad Sumanjaya Hasibuan, M.Si.Dra.Raina Linda Sari, M.S
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN
PERSETUJUAN PENCETAKAN
Nama : Nana Purnama Sari
NIM : 110501050
Departemen : Ekonomi Pembangunan Konsentrasi : Ekonomi Perencanaan
JudulSkripsi : Analisis Efisiensi Produksi Pada Usaha Keripik Ubi Sebagai Makanan Khas Langsa Di Kota Langsa, Provinsi Aceh
Tanggal Ketua Program Studi
NIP. 19710503 200312 1 003
Irsyad Lubis, S.E., M.Soc.Sc., Ph.D
Tanggal Ketua Departemen
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya
bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Efisiensi Produksi Pada Usaha
Keripik Ubi Sebagai Makanan Khas Langsa Di Kota Langsa, Provinsi Aceh”
adalah benar hasil karya tulis saya sendiri yang disusun sebagai tugas akademik
guna menyelesaikan beban akademik pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Sumatera Utara.
Bagian atau data tertentu yang saya peroleh dari perusahaan atau lembaga,
dan/atau saya kutip dari hasil karya orang lain telah mendapat izin, dan/atau
dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika
penulisan ilmiah.
Apabila kemudian hari ditemukan adanya kecurangan dan plagiat dalam
skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, 05 Februari 2015 Penulis
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usaha keripik ubi dan mengetahui efisiensi penggunaan faktor produksi dalam usaha keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro.
Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data sekunder dengan metode pengumpulan data melalui wawancara, kuesioner dan studi kepustakaan yang ditujukan kepada 30 responden yang memiliki usaha keripik ubi. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Fungsi Produksi Cobb Douglas, dan Efisiensi Ekonomi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro adalah jumlah bahan baku (input) dan modal kerja (capital). Berdasarkan analisis fungsi produksi Cobb Douglas, faktor produksi yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi keripik ubi pada taraf signifikan 5 persen adalah modal kerja. Namun, jumlah bahan baku berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap produksi keripik ubi. Sedangkan, tenaga kerja berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap produksi keripik ubi.Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usaha keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro tidak efisien, dikarenakan bahwa penjumlahan dari masing-masing koefisien elastisitas faktor produksi bersifat Decreasing Return to Scale.
ABSTRACT
This study aims to determine the factors that affect the business production of cassava chips and determine the efficiency of using production factors in cassava chips business in Langsa Baro district.
This study used primary data and secondary data by the collecting method of data such as interviews , questionnaires and literature study that aimed to 30 respondents who have a cassava chipsbusiness. The analysis technique that used in this research was the analysis of Cobb Douglas Production Function and Economic Efficiency.
The results showed that the factors which affected the production of cassava chips in Langsa Baro district was the amount of raw material ( input ) and capital working. Based on the analysis of the Cobb Douglas production function , the factors of production were positive and significant effect on the production of cassava chips on a significant level of 5 percent was capital working. However , the amount of raw materials had positive effect but no significant on the production of cassava chips. Whereas, labor had negative effect and no significant on the production of cassava chips. The factors of production were used in cassava chips business in Langsa Baro district had not efficient, because the sum of each elasticity coefficient of production factors wereDecreasing Return to Scale.
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmanirrahim,
Dengan mengucap rasa syukur yang tak terhingga atas nikmat, karunia dan
rahmat Allah SWT sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang merupakan
syarat untuk menempuh ujian Sarjana Ekonomi di Universitas Sumatera Utara,
dengan judul “Analisis Efisiensi Produksi Pada Usaha Keripik Ubi Sebagai
Makanan Khas Langsa di Kota Langsa,Provinsi Aceh”.
Dalam tulisan ini penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak
baik berupa dorongan semangat dan sumbangan pikiran. Pada kesempatan ini
penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dan membimbing penulis terutama kepada:
1. Secara khusus, skripsi ini penulis persembahkan buat kedua orang tua
tercinta Naar Bahrum Ms dan Sulasmiserta saudara penulis Dewi Minarti
Syahfitri dan Andi Minarta Syahputra.
2. Bapak Prof. Dr.Azhar Maksum, S.E., M.Ec., Ak. selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E., M.Ec. selaku Ketua Departemen dan
Bapak Drs. Syahrir Hakim Nasution, M.Si. selaku Sekretaris Departemen
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Sumatera Utara.
4. Bapak Irsyad Lubis, S.E.,M.Soc.Sc.,Ph.Dselaku Ketua Program Studi S1
Ekonomi Pembangunan dan Bapak Paidi Hidayat, S.E., M.Si. selaku
Sekretaris Program Studi S1 Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.
5. Bapak Dr. Hasan Basri Tarmizi, SU selaku Dosen Pembimbing yang telah
memberikan masukan, saran, dan bimbingan yang baik kepada penulis
hingga selesainya penulisan skripsi ini.
6. Bapa
dosen pembanding yang telah memberikan bimbingan selama masa
7. Ibu Dra. Raina Linda Sari, M.Si selaku dosen pembanding yang telah
memberikan saran yang sangat bermanfaat bagi penulis.
8. Terima Kasih kepada Fanny Elvina, S.E yang telah membantu dan
memberi saran dalam penyelesaian skripsi ini. Dan teman terdekat saya
Yagi Jayagiri, Adit, Naya, Meli, Naqiya, Ade, Ari, Rayna dan Maya yang
sudah memberi semangat kepada saya.
9. Seluruh teman-teman serta pihak yang telah membantu baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih belum sempurna. Oleh
karena itu, saran dan kritik yang sifatnya sangat membangun sehingga penulis
dapat memperbaiki kesalahan di lain kesempatan.
Semoga kiranya skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua
Medan, Februari 2015
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 4
1.3.Tujuan Penelitian ... 5
1.4.Manfaat Penelitian... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis ... 6
2.1.1. Pembangunan Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi ... 6
2.1.2. Teori Produksi dan Produk Marjinal ... 8
2.1.3. Fungsi Produksi Cobb-Douglas ... 12
2.1.4. Return to Scale ... 14
2.1.5. Fungsi Produksi Frontier ... 14
2.1.6. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) ... 17
2.1.6.1. Batasan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah ... 17
2.1.6.2. Perkembangan, Prospek, dan Permasalahan ... Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMK) ... 19
2.1.6.3. Ciri Umum Usaha Kecil Menengah (UKM) ... 20
2.1.7. Efisiensi ... 22
2.1.7.1. Efisiensi Teknis ... 22
2.1.7.2. Efisiensi Ekonomis ... 23
2.1.8. Produk Olahan Ubi Kayu ... 25
2.2.Penelitian Terdahulu ... 26
2.3. Kerangka Konseptual ... 28
2.4. Hipotesis ... 28
3.2. Lokasi Penelitian ... 29
3.3. Batasan Operasional ... 29
3.4. Definisi Operasional ... 30
3.5. Populasi dan Sampel ... 30
3.5.1. Populasi ... 30
3.5.2. Sampel ... 31
3.6. Jenis dan Metode Pengumpulan Data ... 31
3.6.1. Jenis Data ... 31
3.6.2. Metode Pengumpulan Data ... 32
3.7. Teknik Analisis Data ... 33
3.7.1. Analisis Fungsi Produksi Cobb Douglass ... 33
3.7.2. Uji Asumsi Klasik ... 34
3.7.2.1. Uji Normalitas ... 34
3.7.2.2. Uji Multikoleniaritas ... 34
3.7.2.3. Uji Heteroskedastisitas ... 35
3.7.3. Uji Hipotesis ... 36
3.7.3.1. Uji t-Statistik ... 36
3.7.3.2. Uji F-Statistik ... 36
3.7.3.3. Koefisien Determinasi (R2) ... 37
3.7.4. Uji Efisiensi ... 38
3.7.4.1. Efisiensi Ekonomi ... 38
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Daerah Penelitian ... 40
4.2. Karakteristik Responden ... 42
4.2.1. Umur Responden ... 42
4.2.2. Jenis Kelamin ... 43
4.2.3. Tingkat Pendidikan ... 43
4.2.4. Lama Usaha ... 44
4.3.Hasil Analisis ... 45
4.3.1. Analisis Fungsi Produksi Cobb Douglas ... 45
4.3.2. Uji Asumsi Klasik ... 47
4.3.2.1.Uji Normalitas ... 47
4.3.2.2.Uji Multikolinearitas ... 48
4.3.2.3.Uji Heteroskedastisitas ... 49
4.3.3. Uji Hipotesis ... 50
4.3.3.1.Uji t-statistik ... 50
4.3.3.2.Uji F ... 51
4.3.3.3.Koefisien Determinasi (R2) ... 52
4.3.4. Uji Efisiensi Ekonomi ... 53
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan ... 54
5.2.Saran ... 54
DAFTAR TABEL
No. Tabel Judul Halaman
4.1. Potensi Ubi Kayu dan Ubi Jalar di Aceh
pada Tahun 2008-2012 ... 2
2.1. Penjabaran Kategori Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah ... 18
4.1. Jumlah Penduduk Kecamatan Langsa Baro di Masing-masing Desa ... 40
4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Umur ... 41
4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 42
4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 42
4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Lama Usaha ... 43
4.6. Hasil Regresi Fungsi Cobb Douglas ... 44
4.7. Hasil Uji Multikolinearitas ... 47
4.8. Hasil Uji Multikolinearitas dengan Dua Variabel Bebas ... 48
4.9. Hasil Uji Glejser ... 48
4.10. Hasil Uji Glejser Dalam Bentuk Transformasi Logaritma Natural ... 48
4.11. Hasil Regresi Linear Berganda ... 49
4.12. Koefisien Fhitung... 50
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar Judul Halaman
2.1. Fungsi Produksi Total, Rata-Rata dan
Marjinal ... 10 2.2. Kurva Isokuan ... 15
2.3. Batas Kemungkinan Produksi dan Efisiensi
Teknis ... 16 2.4. Kerangka Pemikiran Teoritis ... 28
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usaha keripik ubi dan mengetahui efisiensi penggunaan faktor produksi dalam usaha keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro.
Penelitian ini menggunakan jenis data primer dan data sekunder dengan metode pengumpulan data melalui wawancara, kuesioner dan studi kepustakaan yang ditujukan kepada 30 responden yang memiliki usaha keripik ubi. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis Fungsi Produksi Cobb Douglas, dan Efisiensi Ekonomi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi produksi keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro adalah jumlah bahan baku (input) dan modal kerja (capital). Berdasarkan analisis fungsi produksi Cobb Douglas, faktor produksi yang berpengaruh positif dan signifikan terhadap produksi keripik ubi pada taraf signifikan 5 persen adalah modal kerja. Namun, jumlah bahan baku berpengaruh positif tetapi tidak signifikan terhadap produksi keripik ubi. Sedangkan, tenaga kerja berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap produksi keripik ubi.Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usaha keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro tidak efisien, dikarenakan bahwa penjumlahan dari masing-masing koefisien elastisitas faktor produksi bersifat Decreasing Return to Scale.
ABSTRACT
This study aims to determine the factors that affect the business production of cassava chips and determine the efficiency of using production factors in cassava chips business in Langsa Baro district.
This study used primary data and secondary data by the collecting method of data such as interviews , questionnaires and literature study that aimed to 30 respondents who have a cassava chipsbusiness. The analysis technique that used in this research was the analysis of Cobb Douglas Production Function and Economic Efficiency.
The results showed that the factors which affected the production of cassava chips in Langsa Baro district was the amount of raw material ( input ) and capital working. Based on the analysis of the Cobb Douglas production function , the factors of production were positive and significant effect on the production of cassava chips on a significant level of 5 percent was capital working. However , the amount of raw materials had positive effect but no significant on the production of cassava chips. Whereas, labor had negative effect and no significant on the production of cassava chips. The factors of production were used in cassava chips business in Langsa Baro district had not efficient, because the sum of each elasticity coefficient of production factors wereDecreasing Return to Scale.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perindustrian saat ini sedang mengalami perkembangan yang sangat pesat
dan harus menghadapi persaingan yang sangat ketat mengingat akan
terlaksananya Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) tahun 2015. Seiring dengan
perkembangan berbagai industri, suatu industri dituntut untuk dapat
mengembangkan produktivitas, efisiensi, dan daya saing untuk dapat berkompetisi
dalam pasar lokal, regional, nasional maupu n internasional.
Dewasa ini banyak usaha mikro yang berkembang terutama di
daerah-daerah, salah satu jenis produk yang banyak dikembangkan oleh usaha kecil
adalah makanan ringan, sebagai salah satu altenatif pengembangan produk yang
praktis. Permintaan terhadap makanan ringan mulai meningkat hal ini dapat
dilihat dari banyaknya produk-produk hasil olahan pertanian khususnya tanaman
pangan untuk meningkatkan nilai jual atau nilai tambah, mengingat sektor
pertanian merupakan sektor yang sangat dominan untuk dikembangkan.
Struktur perekonomian Aceh berdasarkan PDRB (Produk Domestik
Regional Bruto) pada tahun 2008-2010 masih di dominasi oleh sektor pertanian,
sektor ini memberikan kontribusi sebesar 26-29% dengan kecenderungan terus
meningkat tiap tahunnya. Tahun 2011 menunjukkan dua sektor yang merupakan
leading sector bagi perekonomian aceh ialah sektor pertanian 27,89% dan sektor
perdagangan, hotel dan restoran sebesar 16,03% serta pada tahun 2012 PDRB
Aceh Atas Dasar Harga Berlaku dengan menyertakan migas dua sektor yang
untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran (BPS, Aceh dalam angka 2011, 2012
dan 2013). Melihat peranan sektor pertanian yang besar merupakan peluang yang
cukup menarik untuk meningkatkan harga jual hasil pertanian melalui industri
pengolahan bahan pangan yang tidak tahan lama menjadi hasil olahan yang siap
dikonsumsi dan tahan lama.
Bagi kota Langsa yang merupakan bagian dari provinsi Aceh, peranan
sektor pertanian sendiri sangat penting dalam perkembangan perekonomian.
Hasil pertanian seperti pada komoditas ubi, yaitu ubi kayu dan ubi jalar dijadikan
produk olahan yang memiliki nilai tambah. Nilai tambah merupakan penambahan
nilai suatu produk sebelum dan sesudah dilakukannya proses produksi. Potensi
ubi kayu dan ubi jalar di provinsi Aceh dapat dilihat pada Tabel 1.1, sehingga
perlu mendapat perhatian dan pengolahan lebih lanjut.
Tabel 1.1
Potensi Ubi Kayu dan Ubi Jalar Di Aceh Pada Tahun 2008-2012 Potensi Ubi Kayu dan Ubi Jalar di Aceh
Tahun Produksi (Ton) Ubi Kayu Ubi Jalar
Produksi 2012 (Ton) 38.257 13.356
Produksi 2011 (Ton) 39.384 11.843
Produksi 2010 (Ton) 43.810 11.095
Produksi 2009 (Ton) 49.839 15.298
Produksi 2008 (Ton) 38.403 13.172
Sumber Data: BPS Provinsi Aceh, Aceh dalam angka 2013.
Berdasarkan tabel diatas, potensi produksi ubi kayu lebih banyak daripada
produksi ubi jalar walaupun produksi ubi kayu pada tahun 2010-2012 mengalami
dibandingkan 2011 sebesar 10,10%, sedangkan luas panen ubi jalar tahun 2012
mengalami peningkatan 11,7% dibandingkan 2011 sebesar 6,75%. (BPS, Aceh
dalam angka 2012 dan 2013).
Daerah kota Langsa sendiri, pada tahun 2012 luas panen ubi kayu sebesar 17
ha, dengan produksi 203 ton dan produktivitas 11,91 ton/ha, sedangkan ubi jalar
tidak memiliki hasil panen (BPS, Aceh dalam angka 2013). Melihat kondisi ini,
akan lebih efektif dan efisien apabila produksi ubi ini diolah menjadi makanan
siap konsumsi yaitu keripik, untuk meningkatkan harga jual dan meningkatkan
nilai tambah dari harga baku.
Keripik ubi di kota Langsa merupakan salah satu makanan khas setelah
pisang sale, bolu ikan, timpan, kopi ulee kareng, kopi gayo, rencong Aceh dan
lain sebagainya. Permintaan akan keripik ubi di kota Langsa sendiri relatif besar,
dapat terlihat dari banyak berdirinya usaha kecil dengan skala industri rumah
tangga yang mengusahakan keripik ubi. Di Kecamatan Langsa Baro merupakan
daerah berdirinya beberapa usaha kecil keripik ubi.
Usaha keripik ubi yang masih berskala rumah tangga di Kecamatan Langsa
Baro tentunya mengalami beberapa kendala. Keterbatasan modal menjadi faktor
utama. Selain itu proses produksi produk ini masih menggunakan teknologi
sederhana. Bahan baku ubi juga dipengaruhi oleh musim. Harga bahan baku ubi
kayu dan ubi jalar dalam pengolahan keripik ubi berbeda. Perbedaan proses
pembuatan dan jenis ubi yang digunakan akan menyebabkan perbedaan harga jual
masing-masing produk.
Kecamatan Langsa Baro memiliki potensi pada industri keripiknya,
pemanfaatan bahan baku ubi untuk meningkatkan nilai jual. Saat ini usaha keripik
ubi sebagai salah satu makanan khas kota Langsa masih kecil dan belum
terintegrasi, sehingga diperlukan beberapa usaha untuk mencapai economic of
scale. Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti
dengan judul “Analisis Efisiensi Produksi pada Usaha Keripik Ubi sebagai Makanan Khas Langsa di Kota Langsa, Provinsi Aceh”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, mendorong peneliti untuk mengetahui lebih lanjut
mengenai efesiensi produksi pada usaha keripik ubi sebagai makanan khas kota
Langsa. Maka akan diajukan pertanyaan sebagai berikut :
1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi produksi usaha keripik ubi di
Kecamatan Langsa Baro?
2. Apakah penggunaan faktor produksi dalam usaha keripik ubi di Kecamatan
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usaha keripik ubi di
Kecamatan Langsa Baro.
2. Mengetahui efisiensi penggunaan faktor produksi dalam usaha keripik ubi di
Kecamatan Langsa Baro.
1.4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Dapat memberikan manfaat bagi pemerintah kota Langsa dalam menentukan
kebijakan ekonomi, terutama dalam pembangunan sektor pertanian dan
perkembangan usaha industri rumah tangga.
2. Dapat memberikan informasi sebagai peluang usaha yang lebih besar bagi
industri rumah tangga.
3. Dapat digunakan sebagai bahan referensi dan masukan bagi peneliti pada
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis
2.1.1. Pembangunan Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi
Kebijakan pembangunan pertanian diharapkan mempunyai kontribusi
dalam mendorong pembangunan ekonomi. Ada beberapa teori dalam ekonomika
pembangunan seperti merkantilisme, klasik, Karl Max, Shumpeter, neo-klasik,
dan Post-Keynesian. Aliran klasik menekankan adanya sistem liberal dan
perkembangan teknologi yang disebabkan oleh adanya akumulasi pembentukan
modal dan spesialisasi. Tokoh utama aliran klasik adalah Adam Smith, David
Ricardo, dan Thomas Robert Malthus. Ada kesamaan pandangan dari mereka
yang pesimistik karena adanya thelaw of the diminishing return (Adam Smith),
ketersediaan lahan yang terbatas (Ricardo), dan pertambahan penduduk yang lebih
besar daripada pertambahan produksi (Malthus).
Sejak merkantilisme, ilmu ekonomi pembangunan sudah menaruh
perhatian pada pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, tetapi ekonomika
pembangunan sebagai cabang terpisah dari ilmu ekonomi baru sejak tahun 1950
(Staatz & Eicher dalam Yuwono dkk, 2011). Baru sejak dasawarsa 1970-an
pembangunan pertanian diartikan sebagai pertumbuhan dengan pemerataan
mencakup distribusi pendapatan, kesempatan kerja, kemiskinan, gizi dan
sebagainya.
Pada dasawarsa 1950-an dan 1960-an pertanian dalam pembangunan
ekonomi dipandang berperan pasif. Pandangan ini sangat dipengaruhi oleh W.
Arthur Lewis (1954) dalam tulisannya “Economic Development with Unlimited
menyebabkan banyak pakar ekonomika pembangunan memusatkan pada peranan
industri dalam pembangunan ekonomi (Yuwono dkk, 2011).
Hal kedua yang penting pengaruhnya pada pandangan peranan penting
dalam pembangunan adalah tulisan Albert Hirchman (1958) yang berjudul The
Strategy of Ecnomic Development yang memperkenalkan konsepsi linkage(kaitan)
bahwa investasi dalam suatu kegiatan ekonomi akan mendorong investasi pada
kegiatan ekonomi lain yang akan meningkatkan pendapatan melalui hubungan
input-output baik backward linkage (kaitan ke belakang) pada penghasilan input
maupun forward linkage (kaitan ke depan) pada pengolah output. Hirchman
mengatakan bahwa investasi pemerintah sebaiknya dipusatkan pada kegiatan yang
mempunyai linkage effect terbesar, yang dimaksud sektor industry (Yuwono dkk,
2011).
Sebenarnya dalam dasawarsa 1960-an beberapa pakar dalam teori
dualisme sudah menyatakan pentingnya investasi di pertanian untuk mempercepat
pertumbuhan surplus produksi pertanian agar tidak terperangkap pada
keseimbangan pendapatan rendah (low income-equilibrium trap) pada tahap
permulaan pembangunan (Fei&Ranis, Jorgenson dan Johnston&Mellor dalam
Yuwono dkk, 2011) menekankan pentingnya pertanian sebagai pendorong
2.1.2. Teori Produksi dan Produk Marjinal
Produksi adalah suatu kegiatan yang dikerjakan untuk menambah nilai
guna suatu benda atau menciptakan benda baru sehingga lebih bermanfaat dalam
memenuhi kebutuhan. Kegiatan menambah daya guna suatu benda tanpa
mengubah bentuknya dinamakan produksi jasa. Sedangkan kegiatan menambah
daya guna suatu benda dengan mengubah sifat dan bentuknya dinamakan
produksi barang. Produksi tidak hanya terbatas pada pembuatannya saja tetapi
juga proses penyimpanan, distribusi, pengangkutan, pengeceran, dan pengemasan
kembali, atau yang lainnya (Millers dan Meiners dalam Togatorop, 2010).
Produksi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan manusia untuk mencapai
kemakmuran. Kemakmuran dapat tercapai jika tersedia barang dan jasa dalam
jumlah yang mencukupi.
Fungsi produksi merupakan hubungan antara jumlah output maksimum
yang bisa diproduksi dan input yang diperlukan guna menghasilkan output
tersebut, dengan tingkat pengetahuan teknik tertentu. Dalam teori ekonomi,
menganalisis mengenai produksi selalu dimisalkan bahwa tiga faktor produksi
(tanah, modal, keahlian keusahawan) adalah tetap jumlahnya. Hanya tenaga kerja
yang dipandang sebagai faktor produksi yang berubah-ubah jumlahnya.
Hubungan antara faktor-faktor produksi dengan tingkat output yang dihasilkan
apabila input yang digunakan adalah tenaga kerja, modal, dan kekayaan alam
dapat dirumuskan melalui persamaan berikut ini :
Dimana :
Q = Jumlah produksi K = Jumlah modal
L = Jumlah tenaga kerja dan ini meliputi berbagai jenis tenaga kerja dan keahlian keusahawan
R = Kekayaan alam
T = Selera komsumen
Soekartawi (2003) menyatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan
fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X).
Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan
berupa input. Secara matematis, hubungan ini dapat ditulis sebagai berikut:
Q = f ( X1, X2, X3,….., Xn )………2.2
Dimana:
Q = Tingkat produksi (output) dipengaruhi oleh faktor X
X = Berbagai input yang digunakan atau variabel yang mempengaruhi Q.
Dalam kenyataannya pengusaha harus menentukan berapa banyak input
yang perlu digunakan untuk memproduksi output yang maksimum. Untuk
membuat keputusan, pengusaha akan memperhitungkan seberapa besar dampak
penambahan input variabel terhadap produksi total. Bermula dari fungsi produksi
inilah kita dapat menghitung tiga konsep produksi yang penting, yaitu produk
total, produk rata-rata, dan produk marjinal (Paul A. Samuelson dalam Togatorop,
2010).
Produk total adalah produk yang menunjukkan total output yang
diproduksi dalam unit fisik, misalnya segantang gandum atau satu barel minyak.
Produk marjinal adalah tambahan produk atau output karena tambahan input
(tenaga kerja) sebanyak satu satuan.
Produk rata-rata yaitu total output dibagi dengan unit total input.
APL = Q/L………2.4
Secara grafis hubungan fungsi dari produksi total, produksi rata-rata, dan produksi
marjinal dapat dilihat pada gambar 2.1 berikut ini :
Gambar 2.1
Fungsi produksi total, rata-rata dan marjinal
Sumber : Dominic Salvatore dalam Togatorop, 2010
Gambar 2.1 tersebut menunjukkan hubungan antara TPL, MPL dan APL.
Gambar tersebut menunjukkan bahwa apabila tenaga kerja (input) yang
dipergunakan mula-mula adalah sebanyak nol, produksi juga sama dengan nol.
Apabila jumlah tenaga kerja yang dipergunakan semakin banyak, maka output
akan meningkat. Mula-mula produksi total tambahan yang semakin tinggi (mulai
melampaui L1 dan seterusnya). Setelah L2, penambahan tenaga kerja justru
menurunkan tingkat output yang dihasilkan. Pola seperti ini merupakan pola
umum proses produksi. pola tersebut dicerminkan oleh kurva AP dan MP. MP
melukiskan perubahan total output akibat perubahan input. MP mula-mula
menaik, kemudian menurun sampai akhirnya negatif apabila jumlah input variabel
digunakan terus bertambah. Demikian pula dengan AP, mula-mula naik
kemudian turun (Miller dan Meiners dalam Togatorop,2010).
MP terlihat menaik ketika TP naik dengan laju yang semakin tinggi, MP
menurun ketika TP naik dengan laju yang semakin rendah, MP sama dengan nol
ketika TP mencapai maksimum dan MP negatif ketika TP menurun. MP
mencapai maksimum lebih dulu daripada AP. Selama AP menaik, MP lebih
tinggi daripada AP. Dan ketika AP menurun, MP lebih rendah daripada AP. AP
mencapai maksimum ketika MP = AP ( Miller dan Meiners dalam Togatorop,
2010).
Menurut Sukirno dalam Togatorop (2010), pola produksi seperti Gambar
2.1 diatas disebut kondisi “Law of Diminishing Return”. Hukum ini menyatakan
bahwa apabila faktor produksi yang dapat diubah jumlahnya (tenaga kerja) terus
menerus ditambah sebanyak satu unit, pada mulanya produksi total akan semakin
banyak pertambahannya, tetapi sesudah mencapai suatu tingkat tertentu produksi
tambahan akan semakin berkurang dan akhirnya akan mencapai nilai negatif.
Berdasarkan gambar diatas kondisi “Law of Diminishing Return” ini berlaku
mulai L1 ke kanan yaitu saat TP meningkat semakin lambat dan MP pun
Berdasarkan kurva TP, AP dan MP diatas kita bisa membagi proses
produksi menjadi tiga tahapan yaitu tahap I, tahap II dan tahap III. Tahap I, kurva
APL dan MPL terus meningkat. Makin banyak penggunaan faktor produksi maka
semakin tinggi produksi rata-ratanya. Tahap ini disebut tahap tidak rasional
karena jika penggunaan faktor produksi ditambah maka penambahan output total
yang dihasilkan akan lebih besar dari penambahan faktor produksi itu sendiri.
Seorang produsen yang rasional akan memproduksi output pada tahap yang
kedua. Dalam tahap ini terjadi perpotongan antara kurva MPL dan kurva APL
pada saat APL mencapai titik optimal. Pada tahap ini masih dapat meningkatkan
output walaupun dalam presentasi kenaikan yang sama atau lebih kecil dari
kenaikan jumlah faktor produksi yang digunakan. Penambahan satu unit faktor
produksi maka akan memberikan tambahan produksi total (TP), walaupun
produksi rata-rata (AP) dan marginal produk (MP) menurun tetapi masih dalam
daerah yang positif.
2.1.3. Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Fungsi produksi Cobb-Douglas adalah suatu fungsi atau persamaan yang
melibatkan dua atau lebih variabel, dimana variabel yang satu disebut dengan
variabel dependen, yang dijelaskan (Y), dan yang lain disebut variabel
independen, yang menjelaskan (X) (Soekartawi, 2003).
Bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas secara matematis adalah sebagai
berikut:
Untuk memudahkan pandangan terhadap persamaan tersebut maka
persamaan diubah dalam bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan
persamaan tersebut menjadi persamaan berikut ini:
LnY = Lnb0 + b1LnX1 + b2LnX2 + … + bnLnXn + u ……… (2.6)
Dimana:
Y = output
Xi = input
Lnb0 = intercept
b1 = parameter fungsi, juga merupakan elastisitas produksi
u = kesalahan karena faktor acak
Fungsi produksi Cobb-Douglas harus dilogaritmakan dan diubah bentuk
fungsinya menjadi bentuk fungsi linear dalam penggunaannya dalam penyelesaian
analisis produksi, dengan syarat sebagai berikut:
1. Tidak ada pengamatan variabel penjelas (X) yang bersifat nol sebab logaritma
dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite).
2. Dalam fungsi produksi, diasumsikan tidak terdapat perbedaan teknologi pada
setiap pengamatan (non-neutral difference in the respective technologies).
Dalam artian bahwa kalau fungsi produksi Cobb-Douglas yang dipakai
sebagai model dalam suatu pengamatan dan bila diperlukan analisis yang
memerlukan lebih dari satu model, maka perbedaan model tersebut terletak
pada intercept dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut.
3. Tiap variabel X adalah perfect competition.
4. Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah mencakup
pada faktor kesalahan.
2.1.4. Return to Scale
Return to scale (RTS) atau hasil terhadap skala merupakan pengaruh
peningkatan skala input terhadap kuantitas yang diproduksi. Dengan kata lain,
return to scale mencerminkan keresponsifan produk total bilamana semua input
ditingkatkan secara proporsional. Ada tiga kasus penting yang harus dibedakan:
1. Constant return to scale, menunjukkan kasus bilamana perubahan semua input
menyebabkan peningkatan output dengan jumlah yang sama (b1 + b2 + … +
bn) = 1.
2. Decreasing return to scale, timbul bilamana peningkatan semua input dengan
jumlah yang sama menyebabkan peningkatan total output yang kurang
proporsional (b1 + b2 + … + bn) < 1.
3. Increasing return to scale, terjadi bilamana peningkatan semua input
menyebabkan peningkatan output yang lebih besar (b1 + b2 + … + bn) > 1
2.1.5. Fungsi Produksi Frontier
Fungsi frontier adalah hubungan teknis antara faktor-faktor produksi dan
produksi pada frontier yang posisinya terletak pada garis isokuan. Menurut
Roger Le Rey Miller dan Roger E. Meiners dalam Togatorop, 2010), garis
isokuan adalah sebuah garis dalam ruang input yang memperlihatkan semua
kemungkinan kombinasi dua macam input yang secara fisik dapat menghasilkan
Gambar 2.2 Kurva Isokuan
Sumber: Roger Le Rey Miller dan Roger E. Meiners dalam Togatorop, 2010
Suatu kurva isokuan menunjukkan kombinasi yang berbeda dari tenaga
kerja dan barang modal yang memungkinkan dalam suatu proses produksi untuk
menghasilkan jumlah output tertentu. Masing-masing kurva isokuan diatas
mencerminkan kombinasi input yang berbeda. Semakin jauh letak kurva isokuan
dari titik nol (semakin ke kanan) menunjukkan tingkat produksi yang semakin
tinggi. Demikian pula sebaliknya, semakin ke kiri bawah maka semakin rendah
tingkat outputnya. Apabila isokuan produsen bergerak ke kanan atas berarti
produsen menaikkan skala produksinya atau melakukan perluasan usaha
(ekspansi).
Dengan ditentukannya kombinasi input maka diperlukan suatu batas
kemungkinan produksi (production possibility frontier) agar produksi yang
dilakukan dapat dicapai dengan optimal. Menurut Nicholson (2002), batas
kemungkinan produksi (production possibility frontier) merupakan suatu grafik
yang menunjukkan semua kemungkinan kombinasi barang-barang yang dapat
diproduksi dengan sejumlah sumber daya tertentu seperti ditunjukkan pada
Gambar 2.3
Batas Kemungkinan Produksi dan Efisiensi Teknis
Sumber: Nicholson, 2002
Pada gambar 2.3, garis batas PP’ memperlihatkan seluruh kombinasi dari
dua barang (barang X dan Y) yang dapat diproduksi dengan sejumlah sumber
daya yang tersedia dalam suatu perekonomian. Kombinasi keduanya pada PP’
dan didalam kurva cembung adalah output yang mungkin diproduksi. Alokasi
sumber daya yang dicerminkan oleh titik A adalah alokasi yang tidak efisien
secara teknis karena produksi dapat ditingkatkan. Titik B contohnya, berisi lebih
2.1.6. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) 2.1.6.1.Batasan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
Berbagai literature yang menjabarkan kategori usaha didasarkan pada
asset, jumlah pekerja dan omset. Terdapat lima sumber yang dapat dipakai
sebagai acuan yaitu, UU No. 9095 Tentang Usaha Kecil, BPS, Menteri Negara
Koperasi dan UKM, Bank Indonesia, dan Bank Dunia.
Pada UU No. 9/1995 terdapat defenisi untuk usaha kecil dan cenderung
mengabaikan usaha mikro dan usaha menengah. Undang-Undang tersebut
membuat klasifikasi sederhana dengan mengelompokkan dua dunia usaha, yaitu
usaha kecil dan usaha besar. Bank Indonesia membuat definisi yang lebih
kualitatif untuk usaha mikro. Lebih jelas mengenai penjabaran kategori usaha
Tabel 2.1
Penjabaran Kategori Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah
Lembaga Usaha Mikro Usaha Kecil Usaha Menengah UU No 9 Tahun
1995
Aset = Rp 200 juta di luar tanah dan bangunan. Omset = Rp 1 milyar setahun
BPS Pekerja < 5 orang, termasuk tenaga kerja keluarga
Pekerja 5-9 orang Pekerja 20-99 orang
Menteri Negara Koperasi dan UKM
Aset < Rp 200 juta di luar tanah dan bangunan. Omset < Rp 1 milyar /tahun.
Independen
Aset > Rp 200 juta. Omset antara Rp 1 milyar–Rp 10 milyar/tahun
Bank Indonesia Dijalankan oleh rakyat miskin atau mendekati miskin, bersifat usaha keluarga,
menggunakan sumber daya lokal, menerapkan
teknologi
sederhana dan mudah keluar masuk industri.
Aset < Rp 200 juta. Omset < Rp 1 milyar
Untuk kegiatan industri, aset < Rp 5 milyar, untuk lainnya (termasuk jasa) asset < Rp 600 juta di luar
tanah dan bangunan. Omset
< Rp 3 milyar per tahun.
Bank Dunia Pekerja < 10 orang. Aset < $100 ribu. Omset < $100 ribu per tahun
Pekerja < 50 orang. Aset < $3 juta. Omset < $3 juta per tahun
Pekerja < 300 orang. Aset < $ 15 juta. Omset < $ 15 juta per tahun.
Sumber : Data diolah
Dalam penelitian ini yang digunakan adalah batasan kategori usaha kecil
menurut Badan Pusat Statistik (BPS). Berdasarkan kategori BPS tersebut usaha
2.1.6.2.Perkembangan, Prospek, dan Permasalahan Usaha Mikro Kecil dan Menengah ( UMKM )
Berdasarkan berbagai studi diketahui bahwa dalam mengembangkan
usahanya UMKM menghadapi berbagai kendala baik yang bersifat internal
maupun eksternal, permasalahan-permasalahan tersebut antara lain :
1. Manajemen
2. Permodalan
3. Teknologi
4. Bahan baku
5. Informasi dan pemasaran
6. Infrastruktur
7. Birokrasi dan pungutan
8. Kemitraan
Dari beragamnya permasalahan yang dihadapi UMKM, nampaknya
permodalan tetap menjadi salah satu kebutuhan penting guna menjalankan
usahanya, baik kebutuhan modal kerja maupun investasi.
Pengembangan sektor UMKM bertumpu pada mekanisme pasar yang
sehat dan adil. Langkah strategis yang perlu ditempuh demi keunggulan UMKM
adalah sebagai berikut: Pertama, sumberdaya lokal (local resources) harus
dijadikan basis utama, Karena salah satu karakter UMKM adalah melakukan
proses efisiensi dengan mendekatkan sumber bahan baku. Kedua, pembentukan
infrastruktur pendamping yang dapat membantu pelaku UMKM menghadapi
inkubasi bisnis dapat dimulai masyarakat, tetapi harus didukung penuh
pemerintah.
Ketiga, hadirnya lembaga penjamin kredit merupakan pilihan tepat, karena
rendahnya aksesibilitas UMKM terhadap lembaga pembiayaan berpangkal dari
ketiadaan agunan. Keempat, penggunaan teknologi yang berbasis pengetahuan
lokal (indigenous knowledge) dilakukan pemerintah bekerja sama dengan
perguruan tinggi. Ketergantungan terhadap teknologi asing yang berbiaya tinggi
harus segera diakhiri. Kelima, penyediaan informasi bagi pelaku UMKM terkait
dengan peluang pasar dan pemanfaatan teknologi. Keenam, meningkatkan
promosi produk dalam negeri di arena perdagangan lintas Negara. Pelaku
UMKM yang terdiri dari kelompok pengrajin, pengusaha tekstil, pengolah bahan
pangan, pedagang eceran sampai asongan telah membuktikan diri mampu
bertahan dimasa krisis.
2.1.6.3. Ciri Umum Usaha Kecil Menengah ( UKM )
Ada beberapa hal yang merupakan ciri UKM dan usaha mikro. Menurut
Mintzberg dan Husen dalam Siregar, 2010) bahwa sektor UKM sebagai organisasi
ekonomi/bisnis mempunyai beberapa karakter seperti: 1) Struktur organisasi yang
sangat sederhana; 2) Mempunyai kekhasan; 3) Tidak mempunyai staf yang
berlebihan; 4) Pembagian kerja yang lentur; 5) Memiliki hierarki manajemen yang
sederhana; 6) Tidak terlalu formal; 7) Proses perencanaan sederhana; 8) Jarang
mengadakan pelatihan untuk karyawan; 9) Jumlah karyawan sedikit; 10) Tidak
ada pembedaan aset pribadi dan aset perusahaan; 11) Sistem akuntansi kurang
Menurut Prawirokusumo dalam Siregar, 2010, jika dilihat dari
kontribusinya terhadap PDB dan penyerapan tenaga kerja, UKM secara umum
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Fleksibel, dalam arti jika menghadapi hambatan dalam menjalankan usaha
akan mudah berpindah ke usaha lain.
2. Dari sisi permodalan, tidak selalu tergantung pada modal dari luar, UKM bisa
berkembang dengan kekuatan modal sendiri.
3. Dari sisi pinjaman (terutama pengusaha kecil sektor tertentu seperti pedagang)
sanggup mengembalikan pinjaman dengan bunga yang cukup tinggi
4. UKM tersebar diseluruh Indonesia dengan kegiatan usaha di berbagai sektor,
merupakan sarana distributor barang dan jasa dalam rangka melayani
kebutuhan masyarakat.
Berdasarkan penjabaran diatas UKM merupakan suatu unit organisasi
yang sederhana. Karena lingkup usahanya terbatas maka UKM tidak
menggunakan tenaga kerja secara berlebihan. Tenaga yang ada sering
dimanfaatkan secara maksimal. Hal ini dilihat bahwa tenaga di UKM dapat
mengerjakan beberapa jenis pekerjaan yang berlainan. Dengan demikian mereka
dapat menekan biaya tenaga kerja. Biasanya tenaga kerja yang terlibat di UKM
bisa bertahan lama karena hubungan yang dikembangkan di sana adalah pola
kekeluargaan. Ini menjadi karakteristik UKM di mana hubungan antara pengusaha
dan pekerja besifat tidak formal.
2.1.7. Efisiensi
Efisiensi tertumpu pada hubungan antara output dan input. Efisiensi
tinggi rasio output terhadap input maka semakin tinggi tingkat efisiensi yang
dicapai (Widyananto, 2010). Dikatakan efektif bila produsen dapat
mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya. Dikatakan
efisien bila tidak ada barang yang terbuang percuma atau penggunaannya
seefektif mungkin untuk memenuhi keinginan masyarakat (Paul Samuelson
dalam Togatorop, 2010).
Miller dan Meiners dalam Banjarnahor, 2013) memperjelas konsep
efisiensi dengan membaginya ke dalam dua jenis yaitu efisiensi teknis dan
efisiensi ekonomis.
2.1.7.1.Efisiensi Teknis
Alokasi sumber daya yang efisien secara teknis adalah suatu
pengalokasian sumber daya yang tersedia sedemikian rupa, sehingga untuk
memproduksi satu atau lebih produk menyebabkan pengurangan produksi
barang-barang lainnya (Nicholson, 2002). Menurut Miller dan Meiners dalam
Togatorop, 2010) efisien teknis (technical efficiency) mensyaratkan adanya
proses produksi yang dapat memanfaatkan input yang sedikit demi menghasilkan
output dalam jumlah yang sama.
Efsiensi teknis didalam usaha keripik ubi ini dipengaruhi oleh kuantitas
penggunaan faktor-faktor produksi. Proporsi penggunaan masing-masing faktor
produksi berbeda-beda pada setiap pedagang, sehingga masing-masing faktor
produksi memiliki tingkat efisiensi yang berbeda-beda. Seorang pengusaha dapat
dikatakan lebih efisien dari pengusaha lain jika pengusaha tersebut mampu
lainnya, namun dapat menghasilkan tingkat produksi yang sama atau bahkan
lebih tinggi dari pengusaha lainnya.
2.1.7.2.Efisiensi Ekonomis
Secara implisit, dalam konsep efisiensi ekonomis (economy efficiency),
terkandung gagasan bahwa yang terbaik adalah yang paling hemat biaya
(least-cost). Pada setiap tingkatan output, suatu perusahaan akan memiliki proses
produksi secara ekonomis efisien jika perusahaan itu memanfaatkan sumber daya
dan biaya paling murah / rendah untuk setiap unit outputnya (berapa pun total
outputnya). Konsep efisiensi ekonomis juga diperjelas oleh Nicholcon (2002),
dengan mendefinisikan bahwa alokasi sumber daya yang efisien secara ekonomis
adalah sebuah alokasi sumber daya yang efisien secara teknis dimana kombinasi
output yang diproduksi juga mencerminkan preferensi masyarakat.
Menurut Soekartawi (2003), dalam terminologi ilmu ekonomi, maka
pengertian efisiensi dibedakan menjadi tiga yaitu: efisiensi teknis, efisiensi harga
dan efisiensi ekonomis. Penggunaan faktor produksi dikatakan efisien secara
teknis (efisiensi teknis) jika faktor produksi yang dipakai menghasilkan produksi
yang maksimum. Dikatakan efisiensi harga atau efisiensi alokatif jika nilai
produk marginal sama dengan harga faktor produksi yang bersangkutan dan
dikatakan efisiensi ekonomis jika usaha pertanian tersebut mencapai kedua
efisiensi yaitu efisiensi teknis dan efisiensi harga atau alokatif. Untuk
menghitung efisiensi harga maka fungsi produksi yang digunakan adalah :
Y = AXb ……… (2.7)
Atau
Maka kondisi produksi marginal adalah :
��
�� = b (koefisien regresi)
b adalah koefisien regresi yang sekaligus menggambarkan elastisitas produksi.
Dengan demikian, maka nilai produksi marginal (NPM) faktor produksi X, dapat
ditulis sebagai berikut :
NPM = bYPy / X ……… (2.8)
Dimana :
b = elastisitas produksi
Y = produksi
Py = harga produksi
X = jumlah faktor produksi X
Kondisi efisiensi harga menghendaki NPMx sama dengan harga faktor produksi
X, atau dapat dituliskan sebagai berikut :
bYPy / X = Px ………... (2.9)
atau
bYPy / XPx = 1
Dimana :
Px = harga faktor produksi X
Dalam praktek, nilai dari Y, Py, X dan Px adalah diperoleh dari nilai
rata-ratanya, sehingga persamaan ialah:
bYPy / XPx = 1 ……… (2.10)
Jika (bYpy / XPx) > 1, hal ini berarti penggunaan faktor produksi X belum
efisien. Agar bisa mencapai efisien, maka penggunaan faktor produksi X perlu
Jika (NPM / XPx ) < 1, hal ini berarti penggunaan faktor produksi X tidak efisien,
sehingga perlu dilakukan pengurangan faktor produksi X agar dapat tercapai
efisiensi.
Nicholson (2002), mengatakan bahwa alokasi sumber daya disebut efisien
secara teknis jika alokasi tersebut tidak mungkin meningkatkan output suatu
produk tanpa menurunkan produksi jenis barang lainnya.
2.1.8. Produk Olahan Ubi Kayu
Ubi kayu merupakan jenis bahan makanan yang memiliki rasa yang enak,
mudah diolah, serta awet. Oleh karena itu, ubi kayu bisa diolah menjadi berbagai
macam produk olahan. Produk olahan olahan ubi kayu diantaranya adalah tepung
tapioka, peuyeum, keripik, tape, donat, tiwul dan sebagainya. Tepung tapioka
telah banyak dimanfaatkan untuk bahan makanan, antara lain berbagai macam
gorengan dan kue. Peuyeum dan tape dibuat dari ubi kayu yang dikukus,
kemudian diberi ragi, makanan ini memiliki rasa asam manis. Produk olahan ubi
kayu yang paling terkenal adalah keripik ubi kayu, yang dibuat dengan cara
dipotong-potong, dikeringkan lalu digoreng.
2.2. Penelitian Terdahulu
Pada penelitian ini, terdapat beberapa penelitian terdahulu yang digunakan
sebagai referensi.
Amri (2011), dengan judul penelitian “Analisis Efisiensi Produksi dan
Pendapatan Usahatani Ubi Kayu (Studi Kasus Desa Pasirlaja, Kecamatan
Sukaraja, Kabupaten Bogor)”. Menganalisis penerapan pedoman usahatani ubi
kayu, pendapatan dan efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi usahatani ubi
dan analisis kuantitatif. Analisis kualitatif meliputi keadaan umum usahatani ubi
kayu serta penerapan pedoman usahatani ubi kayu. Sedangkan analisis
kuantitatif berupa analisis pendapatan usahatani menggunakan R/C rasio dan
analisis efisiensi produksi dengan model Cobb-Douglas. Berdasarkan
pengolahan data diperleh hasil bahwa petani ubi kayu Desa Pasirlaja belum
sepenuhnya menerapkan pedoman usahatani ubi kayu, usahatani ubi kayu Desa
Pasirlaja memberikan keuntungan secara ekonomi bagi petani, penggunaan input
pada usahatani ubi kayu Desa Pasirlaja belum optimal, dan terdapat
ketidaksesuaian antara hasil analisis dengan literatur, dalam hal penggunaan
input optimal untuk pupuk urea dan pupuk kandang.
Banjarnahor (2013), dengan judul penelitian “Analisis Efisiensi
Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Pada Tanaman Kopi Di Kabupaten Dairi”.
Yang menganalisis pengaruh faktor produksi luas lahan, tenaga kerja, umur
pohon, pupuk dan jenis kopi terhadap jumlah produksi kopi di kabupaten Dairi
dan menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi dalam produksi
kopi di Kabupaten Dairi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis
fungsi produksi Cobb-Douglas dan uji efisiensi. Berdasarkan pengolahan data
diperoleh hasil bahwa faktor produksi yang berpengaruh positif dan signifikan
terhadap produksi kopi pada taraf signifikan 1% adalah luas lahan, tenaga kerja
dan jenis kopi. Sedangkan faktor produksi umur pohon berpengaruh negatif
tetapi signifikan terhadap produksi kopi. Faktor produksi pupuk berpengaruh
positif tetapi tidak signifikan terhadap produksi kopi. Faktor produksi pupuk,
Sinurat (2011), dengan judul penelitian “Analisis Peranan Sektor Industri
Kecil Kacang Sihobuk Dalam Meningkatkan Pendapatan Masyarakat Di
Kecamatan Sipoholon Tapanuli Utara”. Menganalisis pengaruh jumlah produksi,
lama usaha dan modal awal usaha terhadap pendapatan pedagang kacang sihobuk
di Kecamatan Sipoholon, dan menganalisis pengaruh industri kecil kacang
sihobuk terhadap pendapatan masyarakat di Kecamatan Sipoholon. Metode
analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan
metode analisis regresi linear berganda. Dari pengolahan data maka diperoleh
hasil bahwa jumlah produksi, lama usaha, dan modal usaha memberikan
pengaruh terhadap pendapatan pedagang kacang sihobuk di kecamatan
Sipoholon, jumlah produksi dan lama usaha mempunyai pengaruh nyata terhadap
pendapatan pedagang kacang sihobuk, tetapi modal awal tidak berpengaruh
secara nyata terhadap pendapatan pedagang kacang sihobuk.
2.3. Kerangka Konseptual
Beberapa variabel yang diperkirakan dapat menjelaskan produksi usaha
keripik ubi yaitu: bahan baku yang tersedia, jumlah tenaga kerja, dan modal
kerja. Variabel-variabel tersebutlah yang akan diteliti untuk membuktikan
keefisienan usaha keripik ubi di daerah penelitian. Keterkaitan antar variabel
[image:41.595.119.496.622.738.2]tersebut digambarkan dalam kerangka konseptual pada gambar 2.4
Gambar 2.4 Kerangka Konseptual
Usaha Keripik
Ubi
Produksi
• Jumlah Tenaga Kerja • Bahan Baku • Modal Kerja
2.4. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
1. Jumlah tenaga kerja berpengaruh positif terhadap jumlah produksi dalam
usaha keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro.
2. Bahan Baku berpengaruh positif terhadap jumlah produksi dalam usaha
keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro.
3. Modal kerja berpengaruh positif terhadap jumlah produksi dalam usaha
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan
dalam mengumpulkan data atau informasi empiris guna memecahkan
permasalahan dan menguji hipotesis pada penelitian. Adapun metode penelitian
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini menggunakan metode deskriptif. Metode deskriptif yaitu
suatu metode dimana data yang diperoleh, disusun, dikelompokkan, dianalisis,
kemudian diinterpretasikan sehingga diperoleh gambaran tentang masalah yang
dihadapi dan untuk menjelaskan hasil perhitungan (Sinurat, 2011). Data yang
diperoleh adalah data primer berupa kuesioner yang telah di isi oleh sejumlah
responden penelitian.
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian efisiensi produksi usaha keripik ubi yang menjadi topik utama
pada penelitian ini akan dilakukan pada salah satu daerah penghasil keripik ubi
yang berada di Daerah Istimewa Aceh. Penelitian dilakukan di Kecamatan
Langsa Baro, Kota Langsa.
3.3. Batasan Operasional
Untuk menghindari cakupan pembahasan yang terlalu luas, maka penelitian
ini diperlukan adanya batasan-batasan pembahasan yang diteliti agar sasaran
yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang dimaksud. Adapun batasan pada
penelitian ini:
b. Bahan baku (Input)
c. Modal kerja (Capital)
3.4. Definisi Operasional
1. Produksi yaitu proses mengubah input (bahan baku) menjadi output (barang
jadi).
2. Jumlah tenaga kerja yaitu jumlah tenaga kerja yang dipakai dalam pembuatan
keripik ubi dinyatakan dalam satuan jumlah tertentu (orang).
3. Bahan baku yaitu input yang digunakan untuk memproduksi keripik ubi (kg).
4. Modal kerja yaitu sumber pembiayaan yang digunakan pedagang untuk
mendanai proses produksi (Rp).
5. Efisiensi yaitu penggunaan faktor produksi untuk menghasilkan produksi yang
maksimal.
3.5. Populasi dan Sampel 3.5.1.Populasi
Populasi adalah kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa
orang, objek, transaksi, atau kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajari atau
menjadi objek penelitian (Kuncoro, 2001). Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh pedagang atau pemilik usaha keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro.
Adapun alasan mengapa Kecamatan Langsa Baro dijadikan sebagai daerah
penelitian yaitu karena Kecamatan ini merupakan salah satu Kecamatan Langsa
daerah istimewa Aceh yang memproduksi keripik ubi yang menjadi komoditas
dagang. Produksi keripik ubi yang terdapat pada Kecamatan Langsa Baro
merupakan salah satu produksi usaha kecil yang utama pada Kecamatan tersebut.
3.5.2. Sampel
Sampel adalah suatu himpunan bagian (subset) dari unit populasi.
(Kuncoro, 2009), atau merupakan bagian dari populasi yang diteliti secara rinci.
Dalam penelitian yang dilakukan, ditetapkan sampel sebanyak 30 orang. Adapun
alasan penarikan sampel tersebut dengan pertimbangan:
a. Dilihat dari kondisi dan situasi perdagangan keripik ubi di Langsa, sekitar 30
pedagang yang masih aktif dalam menjalankan usaha industri rumah tangga
ini.
b. Dilihat dari keterbatasan waktu yang tersedia penulis hanya mampu
mengambil sampel sebanyak 30 pedagang, demi kelangsungan penelitian
untuk selesai tepat waktu.
Sedangkan dalam penelitian ini, teknik yang digunakan adalah Simple
Random Sampling. Teknik ini digunakan karena prinsip pemilihan sampel dalam
desain ini adalah setiap elemen dalam populasi mempunyai kesempatan yang
sama untuk dipilih (Kuncoro, 2009).
3.6. Jenis dan Metode Pengumpulan Data 3.6.1.Jenis Data
Data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah:
1. Data Primer merupakan data yang diperoleh dengan survey lapangan atau
yang diperoleh secara langsung dari produsen keripik ubi dengan
menggunakan daftar pertanyaan atau kuesioner yang sudah disiapkan
sebelumnya.
2. Data Sekunder merupakan data yang telah dikumpulkan oleh lembaga
(Kuncoro, 2009). Data sekunder dalam penelitian ini di peroleh dari Badan
Pusat Statistik (BPS), instansi terkait lainnya, berbagai media cetak dan media
online (internet) beserta dari berbagai jurnal, literatur dan buku yang berkaitan
dengan penelitian ini.
3.6.2. Metode Pengumpulan Data
Agar diperoleh data yang objektif, maka metode yang digunakan oleh
penulis adalah:
1. Wawancara
Yaitu wawancara antara peneliti dengan responden yang diarahkan oleh
pewawancara untuk tujuan memperoleh informasi yang relevan (Kuncoro,
2009).
2. Kuesioner
Data primer yang diperoleh dengan cara terjun langsung ke lapangan terhadap
objek yang telah dipilih, yaitu dengan mengedarkan kuesioner. Kuesioner
yaitu suatu rangkaian pertanyaan yang dibuat secara relevan untuk
memperoleh jawaban dari para responden.
3. Studi Kepustakaan
Yakni data yang didapat melalui kepustakaan dengan mempelajari buku-buku,
jurnal, literatur dan bahan perkuliahan yang kiranya punya relevansi langsung
dengan masalah skripsi penulis.
3.7. Teknik Analisis Data
3.7.1.Analisis Fungsi Produksi Cobb Douglas
Analisis fungsi produksi adalah analisis yang menjelaskan hubungan
produksi dengan hasil produksi sangat kompleks. Sulit untuk mengetahui secara
pasti pengaruh faktor-faktor produksi terhadap hasil produksi. Oleh karena itu,
model yang digunakan untuk penelitian ini adalah fungsi produksi Cobb Douglas.
Secara matematik, fungsi Cobb-Douglas dapat ditulis sebagai berikut:
Y = aX1b1X2b2X3b3X4b4…..Xnbneu………... (3.1)
Dimana:
Y = Jumlah produksi keripik ubi ( Kg/Bulan )
X1 = Jumlah Tenaga Kerja (Orang/Bulan)
X2 = Bahan Baku (Ubi Kayu) (Kg/Bulan)
X3 = Modal Kerja ( Rp/Bulan)
bi = Besaran parameter, elastisitas masing-masing faktor produksi
a = Konstanta, intersep, besaran parameter
e = Bilangan natural ( 2,781 )
u = Sisa ( residual )
i = 1,2,3….n
Jika ditransformasikan dalam bentuk logaritma maka:
LnY = Lnα + β1LnX1 + β2LnX2 + β3LnX3+ u ……….. (3.2)
Dimana :
Y = Jumlah Produksi (Kg/Bulan)
X1 = Jumlah Tenaga Kerja (Orang/Bulan)
X2 = Bahan Baku (Ubi Kayu) (Kg/Bulan)
X3 = Modal Kerja ( Rp/Bulan)
α = Intercept
βi = Koefisien Regresi Faktor Produksi Ke-i
3.7.2. Uji Asumsi Klasik
Persamaan yang didapat dari sebuah estimasi dapat dioperasikan secara
statistik jika persamaan tersebut telah memenuhi asumsi klasik, yaitu bebas dari
multikolinearitas, dan heteroskedastisitas.
3.7.2.1.Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah distribusi sebuah data
mengikuti atau mendekati distribusi normal, yakni distribusi data dengan bentuk
lonceng (Syafrizal Situmorang dkk, 2010). Dengan adanya tes normalitas maka
hasil penelitian bisa digeneralisasikan pada populasi. Pada penelitian ini, uji
normalitas dilakukan dengan pendekatan histogram.
3.7.2.2.Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas berarti ada hubungan linear yang “sempurna” atau pasti,
di antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan dari model regresi
(Syafrizal Situmorang, 2008). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi di antara variabel independen. Untuk mengetahui keberadaan variabel
independen berkorelasi kuat dapat dilihat dengan cara uji Tolerance dan uji
Variance Inflations Factor (VIF).
Pengambilan Keputusan:
1. VIF > 5 maka diduga mempunyai persoalan multikolinearitas
2. VIF < 5 maka tidak terdapat multikolinearitas
3. Tolerance < 0,1 maka diduga mempunyai persoalan multikolinearitas
4. Tolerance > 0,1 maka tidak terdapat multikolinearitas
Uji heteroskedastisitas pada prinsipnya ingin menguji apakah sebuah grup
mempunyai varians yang sama di antara anggota grup tersebut. Jika varians sama,
dan ini yang seharusnya terjadi maka dikatakan ada homoskedastisitas.
Sedangkan jika varians tidak sama dikatakan terjadi heteroskedastisitas. Alat
untuk menguji heteroskedastisitas bisa dibagi dua, yakni dengan alat analisis
grafik atau dengan analisis residual yang berupa statistik. Model regresi yang
baik adalah homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.
Heteroskedastisitas lazim juga disebut sebagai ketimpangan data yang besar antar
variabel. Untuk mendeteksi ada tidaknya gejala heteroskedastisitas maka
dilakukan uji Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan melihat tingkat signifikansi
masing-masing variabel. Jika nilai signifikansi lebih besar dari alpha toleransi
maka variabel tersebut tidak memiliki gejala heteroskedastisitas namun
sebaliknya, jika nilai signifikansi lebih kecil dari alpha toleransi maka variabel
tersebut mengandung heteroskedastisitas.
3.7.3. Uji Hipotesis
3.7.3.1. Uji t-statistik (Partial Test)
Uji t-statistik merupakan suatu pengujian secara partial yang bertujuan
untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak
terhadap variabel dependen (variabel terikat), dengan menganggap variabel
lainnya konstan. Dalam uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut :
Ho : b1 = b
Ha : b1 ≠ b
Dimana b1 adalah koefisien independen ke-i nilai parameter hipotesis, biasanya b
dependen. Bila thitung ≥ ttabel pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal
ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata atau
signifikan terhadap variabel dependen.
Kriteria pengambilan keputusan :
1. Ho : β = 0 : Ho diterima jika thitung< ttabel, artinya variabel independen
secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap
variabel dependen.
2. Ha : β ≠ 0 : Ha diterima jika thitung> ttabel, artinya variabel independen
secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel
independen.
3.7.3.2.Uji F-Statistik
Uji F dilakukan untuk menilai pengaruh variabel independen secara
keseluruhan atau bersama-sama terhadap variabel dependen.
Pengujian ini menggunakan hipotesa sebagai berikut:
Ho : b1 = b2 = bk………..bk = 0 ( tidak ada pengaruh )
Ha : b1 ≠ b2 ≠ bk ………... bk ≠ 0 ( ada pengaruh )
Kriteria pengambilan keputusan:
1. Ho : β1 = β2 = β3 = 0
Ho diterima : jika F hitung < F tabel, artinya variabel independen secara
bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap variabel
2. Ha : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠ 0
Ha diterima : jika F hitung > F tabel, artinya variabel independen secara
bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel
independen.
3.7.3.3.Koefisien Determinasi (R2)
Dalam suatu penelitian atau observasi, perlu dilihat seberapa jauh model
yang terbentuk dapat menerangkan kondisi yang sebenarnya. Koefisien
determinasi pada intinya mengukur seberapa kemampuan model dalam
menerangkan variabel terikat. Jika R2 semakin besar (mendekati satu), maka
dapat dikatakan bahwa pengaruh variabel bebas (X1, X2, X3,X4) adalah besar
terhadap variabel terikat (Y). Hal ini berarti model yang digunakan semakin kuat
untuk menerangkan pengaruh variabel bebas yang diteliti terhadap variabel
terikat. Sebaliknya, jika R2 semakin kecil (mendekati nol) maka dapat dikatakan
bahwa pengaruh variabel bebas terhadap bariabel terikat (Y) semakin kecil. Hal
ini berarti model yang digunakan tidak kuat untuk menerangkan pengaruh
variabel bebas yang diteliti terhadap variabel terikat.
3.7.4. Uji Efisiensi
Uji efisiensi digunakan untuk melihat apakah input atau faktor produksi
yang digunakan pada usaha keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro sudah efisien
atau belum.
3.7.4.1.Efisiensi Ekonomi
Efisiensi merupakan upaya pengunaan input sekecil-kecilnya untuk
mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya. Untuk menganalisis uji efisiensi
fungsi Cobb Douglas, koefisien pangkatnya sekaligus menunjukkan besarnya
elastisitas produks i dari masing-masing faktor produksi yang digunakan dalam
produksi. Hasil penjumlahan koefisien elastisitas masing-masing faktor produksi
pada fungsi tersebut dapat menunjukkan skala usaha atau return to scale atas
perubahan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi yang
sedang berlangsung.
Return to scale merupakan pengaruh peningkatan skala input terhadap
kuantitas yang diproduksi. Ada tiga hal penting yang harus dibedakan dalam
menentukan return to scale yaitu bila perubahan semua input menyebabkan
peningkatan output dengan jumlah yang sama (b1+b2+…+bn) = 1 berarti constant
return to scale, bila (b1+b2+…+bn) < 1 disebut decreasing return to scale, dan
apabila (b1+b2+…+bn) > 1 maka disebut increasing return to scale.
Usaha keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro dipengaruhi oleh beberapa
faktor produksi. Faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi
keripik ubi adalah persediaan bahan baku, jumlah tenaga kerja, dan modal kerja.
Variabel-variabel tersebut kemudian akan diestimasi kedalam model fungsi
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Daerah Penelitian
Kecamatan Langsa Baro merupakan salah satu nama kecamatan di kota
Langsa dengan ibukota Geudubang Aceh. Kecamatan ini mempunyai luas 6,168
Ha atau 61,686 Km2 dengan jumlah desa sebanyak 12 desa. Adapun 12 desa
tersebut yaitu Desa Timbang Langsa, Alue Dua, Birem Puntong, PB. Seulemak,
Pondok Kelapa, Karang Anyar, PB. Tunong, Geudubang Jawa, Geudubang Aceh,
Alue Dua Bakaran Batee, Lengkong dan Desa Sukajadi Makmur.
Kecamatan Langsa Baro terletak antara 04’26”53 – 04’32”07 LU dan
97’53”15 – 97’58”13 BT. Enam desa di Kecamatan Langsa Baro berada < 10
meter diatas permukaan laut yaitu Desa Alue Dua, Birem Puntong, PB. Seulemak,
Karang Anyar, Alue Dua Bakaran Batee dan Lengkong. Dan sisanya enam desa
lagi berada pada 10 m s/d 50 m di atas permukaan laut. (BPS Kota Langsa, 2014).
Adapun batas-batas Kecamatan Langsa Baro sebagai berikut :
Sebelah Utara : Kabupaten Aceh Timur
Sebelah Selatan : Kabupaten Aceh Timur dan Kecamatan LangsaLama
Sebelah Barat : Kabupaten Aceh Timur
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Kecamatan Langsa Baro di Masing-masing Desa
No Desa Jumlah Penduduk
1 Timbang Langsa 1.631
2 Alue Dua 2.609
3 Birem Puntong 3.685
4 PB. Seulemak 11.475
5 Pondok Kelapa 2.277
6 Karang Anyar 3.827
7 PB. Tunong 6.543
8 Geudubang Jawa 3.124
9 Geudubang Aceh 2.981
10 Alue Dua Bakaran Batee 3.042
11 Lengkong 2.205
12 Sukajadi Makmur 696
Jumlah 44.095
Sumber : BPS Kota Langsa
Berdasarkan tabel diatas, jumlah penduduk Kecamatan Langsa Baro tahun
2013 adalah 44.095 jiwa. Penduduk di Kecamatan Langsa Baro lebih
mendominasi pada suku Jawa dan Aceh. Berdasarkan jenis kelamin, maka
penduduk di Kecamatan Langsa Baro pada tahun 2013 adalah sebanyak 44.095
jiwa yang terdiri dari 21.953 jiwa laki-laki dan 22.142 jiwa perempuan. Selisih
rumah tangga sebanyak 1804 jiwa merupakan rumah tangga usaha pertanian.
(BPS Kota Langsa, 2014)
4.2. Karakteristik Responden
Keseluruhan pengusaha keripik ubi yang menjadi responden dalam
penelitian ini berjumlah 30 orang yang tinggal di Kecamatan Langsa Baro.
Kegiatan usaha keripik ubi yang dijalankan dipengaruhi oleh beberapa
faktor-faktor sebagai berikut:
4.2.1.Umur Responden
Faktor umur merupakan salah satu faktor yang berpengaruh dalam
mempengaruhi tingkat produktivitas seseorang. Berdasarkan hasil tabulasi
[image:55.595.131.508.438.512.2]kuesioner pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel 4.2 dibawah ini:
Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Umur
No Umur Responden (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 31-40 2 6,7%
2 41-50 19 63,3%
3 >51 9 30,0%
Jumlah 30 100,0%
Sumber: Data diolah
Berdasarkan data pada tabel 4.2, dapat dilihat bahwa sebagian besar
pedagang keripik ubi di Kecamatan Langsa Baro memiliki usia sekitar 41-50
tahun yaitu sebesar 63,3%. Sedangkan, pada usia diatas 50 tahun pedagang
keripik ubi yang menjadi responden sebesar 30% dan sisanya 6,7% berada di usia
4.2.2.Jenis Kelamin
Berdasarkan kuesioner, jenis kelamin dari responden yang diteliti dapat
[image:56.595.128.507.211.272.2]dilihat pada tabel 4.3 dibawah ini:
Tabel 4.3
Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 Laki-laki 8 26,7%
2 Perempuan 22 73,3%
Jumlah 30 100,0%
Sumber: Data diolah
Berdasarkan data pada tabel 4.3 di atas, pedagang keripik ubi di Kecamatan
Langsa Baro didominasi oleh pedagang yang berjenis kelamin perempuan dengan
persentase sebesar 73,3% atau sebanyak 22 orang dan sisanya sebanyak 8 orang
atau sebesar 26,7% berjenis kelamin laki-laki.
4.2.3.Tingkat Pendidikan Responden
Berdasarkan kuesioner, tingkat pendidikan terakhir dari responden yang
diteliti dapat dilihat dari tabel 4.4 dibawah ini:
Tabel 4.4
Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%)
1 Tidak Tamat SD 0 0%
2 Tamat SD 2 6,7%
3 Tamat SMP 12 40,0%