• Tidak ada hasil yang ditemukan

KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU DENGAN SISWA TUNARUNGU DI SEKOLAH LUAR BIASA IDAYU – PAKIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU DENGAN SISWA TUNARUNGU DI SEKOLAH LUAR BIASA IDAYU – PAKIS"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU DENGAN SISWA

TUNARUNGU DI SEKOLAH LUAR BIASA IDAYU – PAKIS

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik

Universitas Muhammadiyah Malang

Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana (S -1)

Komunikasi

Disusun Oleh : DEWI PUSPITA SARI

08220137

JURUSAN ILMU KOMUNIKSI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(2)

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI

Nama

: DEWI PUSPITA SARI

NIM

: 08220137

Jurusan

: Ilmu Komunikasi

Fakultas

: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Judul Skripsi

: Komunikasi Interpersonal Guru Dengan Siswa

Tunarungu di Sekolah Luar Biasa Idayu

Pakis

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Nasrullah, M.Si

Dr. Tri Sulistyaningsih, M.Si

Mengetahui,

Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : Dewi Puspita Sari NIM : 08220137

Jurusan : Ilmu Komunikasi

Fakultas : Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Judul Skripsi : Komunikasi Interpersonal Guru Dengan Siswa Tunarungu di Sekolah Luar Biasa Idayu – Pakis. Telah dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Skripsi

Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Imu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang

dan Dinyatakan LULUS

Pada Hari : Rabu Tanggal : 31 Juli 2013 Tempat : Ruang 607

Mengesahkan, Dekan FISIP UMM

Dr. Wahyudi, M.Si

Dewan Penguji

(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama

: Dewi Puspita Sari

Tempat, tanggal lahir

: Malang, 20 Agustus 1990

Nomor Induk Mahasiswa

: 08220137

Fakultas

: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Jurusan

: Ilmu Komunikasi

Menyatakan bahwa karya ilmiah (skripsi ) dengan judul:

Komunikasi Interpersonal Guru Dengan Siswa Tunarungu di Sekolah

Luar Biasa Idayu

Pakis

Adalah bukan karya tulis ilmiah (skripsi) orang lain, baik sebagian

ataupun seluruhnya, kecuali dalam bentuk kutipan yang telah saya

sebutkan sumbernya dengan benar.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan

apabila pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi

sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Malang, 24 Juli 2013

Yang Menyatakan,

(5)

BERITA ACARA BIMBINGAN SKRIPSI

1) Nama

: Dewi Puspita Sari

2) NIM

: 08220137

3) Fakultas

: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

4) Jurusan

: Ilmu Komunikasi

5) Konsentrasi

: Jurnalistik

6) Judul Skripsi : Komunikasi Interpersonal Guru Dengan Siswa

Tunarungu di Sekolah Luar Biasa Idayu

Pakis

7) Pembimbing

: 1. Nasrullah, M.Si.

2. Dr. Tri Sulistyaningsih, M.Si.

8) Kronologi Bimbingan

Tanggal

Paraf Pembimbing

Keterangan

Pembimbing I

Pembimbing II

25-07-2012

Acc Judul

21-01-2013

Acc Proposal

23-01-2013

Seminar Proposal

19-04-2013

Acc BAB I

07-05-2013

Acc BAB II

11-06-2013

Dst

17-07-2013

Acc Seluruh Naskah

Malang, 24 Juli 2013

Disetujui,

Pembimbing I

Pembimbing II

(6)

KATA PENGANTAR

Bismillahaahir Rahmaanir Rahiim

Assalamu’alaikum, Wr. Wb.

Alhamdulillahirobbil

alamin

, segala puji bagi Allah SWT yang

telah memberikan berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul ”

Komunikasi

Interpersonal Guru Dengan Siswa Tunarungu di Sekolah Luar Biasa

Idayu -

Pakis”.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis memperoleh banyak

bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan segala kerendahan

hati, penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih kepada :

1. Bapak Nasrullah, M.Si dan Ibu Dr. Tri Sulistyaningsih, M.Si

selaku dosen pembimbing, berkat arahan/petunjuk/bimbingan

dari beliau skripsi ini dapat terselesaikan, dan semoga semua

arahan/petunjuk/bimbingan beliau berdua dapat bermanfaat bagi

kehidupan penulis selanjutnya.

2.

Bapak Farid Rusman Drs, M.Si Selaku Dosen Wali Jurusan Ilmu

Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang

3. Seluruh Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas

Muhammadiyah Malang.

4. Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah dan Guru SLB Idayu,

yang sudah melancarkan penelitian saya disana mengenai

Komunikasi Interpersonal Guru Dengan Siswa Tunarungu .

5. Untuk kedua orang tua, Ayah Sugianto dan Ibu Sri Sustiani, saya

(7)

beliau berdua karena dukungan beliau berdualah saya dapat

melanjutkan pendidikan saya hingga perguruan tinggi. Terima

kasih untuk doa dan supportnya. Saya menyadari, tanpa beliau

berdua, mustahil saya bisa menjadi sekarang. Begitu banyak

pengorbanan yang beliau berikan kepada saya, dari kecil hingga

dewasa.

6. Untuk Mama Anik, terima kasih atas bimbingan dan nasehatnya,

sepupu saya Anggra yang sudah bersedia membantu

penyelesaian skripsi ini serta supportnya, serta untuk adik saya

Dita, mereka yang selalu mendukung saya untuk menyelesaikan

skripsi ini.

7. Untuk keluarga besar saya yang sudah mendoakan dan

mendukung saya, mengucapkan banyak terimakasih untuk kalian

semua.

8. Untuk R. Moh. Rifki Fanani terima kasih atas kesabaran, nasehat,

waktu, perhatian, dukungan serta doanya yang selalu membuat

saya selalu semangat. Yang menemani setiap proses penyelesaian

skripsi ini. Semoga hal ini menjadi barokah untuk cita

cita kita.

Amin

(8)

Malang, 24 Juli 2013

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ... i

Lembar Persetujuan ... ii

Lembar Pengesahan ... iii

Berita Acara Bimbingan Skripsi ... iv

Lembar Pernyataan Orisinalitas ... v

ABSTRAKSI ... vi

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xviii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. RUMUSAN MASALAH ... 8

C. TUJUAN PENELITIAN ... 8

D. MANFAAT PENELITIAN ... 8

1. Manfaat Akademis ... 8

2. Manfaat Praktis ... 9

E. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

E.1. Komunikasi ... 9

E.2. Komunikasi Interpersonal ... 11

E.3. Tujuan Komunikasi Interpersonal ... 12

E.4. Ciri-ciri Komunikasi Interpersonal ... 13

E.5. Proses Komunikasi Interpersonal ... 14

E.6. Fungsi Komunikasi Interpersonal ... 15

E.7. Komunikasi Efektif Dalam Pembelajaran ... 16

E.8. Anak Berkebutuhan Khusus ... 18

E.8.1 Anak Tunarungu ... 19

(10)

E.9.1 Fungsi Komunikasi Non Verbal... 22

E.9.2 Pesan Non Verbal Sangat Penting ... 22

E.10. Teori 24 E.10.1 Teori Penetrasi Sosial 24 E.11. Interaksionisme Simbolis 28 E.11.1. Definisi Interaksionisme Simbolis 28 E.11.2. Istilah Pokok Teori Interaksionisme Simbolis 34 E.12. Penelitian Terdahulu 36 F. METODE PENELITIAN ... 40

F.1 Jenis Penelitian ... 40

F.2 Definisi Konseptual ... 41

F.3 Subyek Penelitian ... 45

F.4 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 46

F.5 Teknik Pengumpulan Data ... 46

F.6 Teknik Analisis Data ... 47

F.7 Uji Validitas Data ... 59

BAB II GAMBARAN UMUM SLB IDAYU ... 52

A. SEJARAH BERDIRI SLB IDAYU ... 52

B. LOKASI PENELITIAN ... 53

C. LAMBANG DAN MAKNA “IDAYU” ... 53

D. VISI DAN MISI IDAYU ... 54

E. RAGAM KEGIATAN SISWA ... 54

(11)

BAB III PENYAJIAN DATA DAN PEMBAHASAN ... 63

A. INTERAKSI GURU DAN SISWA ... 63

a. Interaksi akrab yang terjadi di luar kelas ... 63

b. Interaksi yang kurang akrab ... 66

c. Interaksi yang terjadi di dalam kelas ... 68

d. Interaksi antar siswa tunarungu di SLB Idayu ... 71

B. NON VERBAL ... 73

a. Bahasa Non Verbal Siswa Tunarungu dan Guru di Kelas ... 73

b. Pesan Non Verbal Siswa Tunarungu ... 76

C. KEDEKATAN ... 78

a. Kedekatan Siswa Tunarungu dan Guru di SLB Idayu ... 78

b. Kedekatan Antar Siswa Tunarungu ... 81

D. PENANGANAN KONFLIK ... 83

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN... 90

A. KESIMPULAN ... 90

B. SARAN ... 91

B.1 Saran Akademis ... 91

B.2 Saran Praktis ... 92

DAFTAR PUSTAKA

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Data Guru SLB IDAYU ... 61

(13)

DAFTAR GAMBAR

BAB I

Gambar 1.1 Penetrasi Sosial Analogi Bawang Merah ... 27

Gambar 1.2 Empat Komponen Bahasa... 36

BAB II Gambar 2.1 Logo SLB IDAYU ... 53

Gambar 2.2 Gedung SLB IDAYU ... 56

Gambar 2.3 Mushollah SLB IDAYU ... 57

Gambar 2.4 Ruang Terapi SLB IDAYU ... 58

Gambar 2.5 Struktur Organisasi SLB IDAYU ... 60

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Tabel Hasil Observasi

Lampiran 2 Hasil Wawancara

(15)

Daftar Pustaka

Alwasilah, A. Chaedar. 2000. Pokoknya kualitatif: Dasar – dasar merancang dan melakukan penelitian kualitatif. Jakarta: PT Dunia Pustaka Jaya

Delphie, Bandi. (2006). Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus, Bandung: Refika Aditama.

Effendi, Onong Uchjana. (1981). Dimensi – dimensi Komunikasi, Bandung: Alumni.

Hamidi, Dr. (2007). Metode Penelitian dan Teori Komunikasi, Malang:UMM Press.

Hidayat, Dasrun.(2012). Komunikasi Antarpribadi dan Medianya, Yogyakarta: Graha Ilmu.

LittleJhon, Stephen dan Foss, Karen.(2009). Teori Komunikasi theories of human communication, Jakarta : Salemba Humanika.

M. Hardjana. (2003). Komunikasi interpersonal dan intrapersonal. Yogyakarta: Kanisius.

Moleong, (2010). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Rosdakarya. Mufid. Muhammad.2009. etika dan Filsafat Komunikasi. Jakarta : Kencana Mulyana , Deddy. 2007 . Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung : PT

Remaja Rosdakarya.

Muslimin, (2010). Komunikasi Pembangunan. Malang : Departemen Ilmu Komunikasi.

Naim, Ngainun. (2011). Dasar – dasar Komunikasi Pendidikan. Yogyakarta : AR- RUZZ Media.

Rakhmat, Jalaluddin. (2005). Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Sugiyono, (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :Alfabeta.

(16)

Somantri, Sutjihati. (2006). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung : Refika Aditama.

West, Richard dan Turner, Lynn. (2008). Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Humanika.

Wiryanto,Dr. (2004). Pengantar Ilmu Komunikasi. Jilid 1. Jakarta: PT. Gramedia widiasarana Indonesia.

Non buku:

http://scribd.com/doc/1723077/Teori–Interaksionisme–Simbolic.html

diakses tanggal 17 januari 2013. Pukul :08.45

http://komunitaspr.wordpress.com/2009/06/03/teori-teori-produksi-pesan/

diakses 22 januari 2013. Pukul :16.15

http://berita.upi.edu/2011/07/28/belajar–bahasa–berbantuan–audio–

visual-tingkatkan–kemampuan–siswa–luar–biasa/

diakses 11 April 2013 pukul:07.48

http://jahidinjayawinata61.wordpress.com/2012/04/19/inspirasi–diri–

seorang–tunarungu/ diakses 11 april 2013 pukul 08.45

http://eprints.unika.ac.id/2045/1/04.04.0141julianti Margareta.pdf

diakses 11 april 2013 pukul 10.20

http://umm.ac.id/files/disk 1/52/jiptumm pp-gdl-sl–2005–Sriwahyuni–

2590–isi.pdf

diakses 8 april 2013 pukul 11.30

http://ta.umm.ac.id/dgl.php/mod=browse&op=read&id=jiptummpp–gdl–sl–

2005–alfandwipu–396&9=tunarungu

(17)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi merupakan proses interaksi untuk berhubungan dari pihak satu ke pihak lainnya, yang dilakukan secara sederhana dimulai dengan sejumlah ide – ide yang abstrak atau pikiran seseorang untuk mencari data atau menyampaikan informasi yang kemudian dikemas menjadi sebentuk pesan yang disampaikan secara langsung atau tidak langsung, baik secara lisan maupun tulisan. Dilakukan dengan menggunakan media atau sistem yang beragam, yang dapat memberikan pengertian dan pengetahuan timbal balik kepada pelaku komunikasi. Dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka”. Menurut Everett M. Rogers

(Wiryanto, 2004:6)

Dilihat dari jenis interaksi dalam komunikasi, komunikasi dapat dibedakan atas tiga kategori yaitu yang salah satunya adalah komunikasi interpersonal. Yang mana komunikasi interpersonal adalah proses pertukaran informasi diantara seseorang dengan paling kurang seorang lainnya atau biasanya diantara dua orang yang dapat langsung diketahui timbal baliknya. Menurut Devito (1989), komunikasi interpersonal adalah penyampaian pesan satu orang dan penerima pesan oleh orang lain atau sekelompok kecil orang, dengan berbagai dampaknya dan dengan peluang untuk memberikan umpan balik segera (Effendy, 2003:30).

(18)

2

lain secara langsung, baik secara verbal atau nonverbal. Komunikasi interpersoanl ini adalah komunikasi yang hanya dua orang, seperti suami istri, dua sejawat, dua sahabat dekat, guru – murid dan sebagainya (Mulyana, 2000:73).

Komunikasi interpersonal juga umumnya digunakan guru untuk melakukan pendekatan secara personal dengan muridnya yang kurang cakap berkomunikasi, yaitu penyandang tuna rungu. Tuna rungu adalah mereka yang mengalami gangguan pada indra pendengarannya, sehingga pendengarannya rendah sekali bahkan sama sekali tidak bisa mendengar apa yang dibicarakan atau apa yang disampaikan kepadanya. Selain itu, mereka umumnya mempunyai kesulitan melakukan komunikasi secara lisan dengan orang lain, sehingga proses komunikasi yang dilakukan oleh penyandang tuna rungu sulit dipahami oleh lawan bicaranya. (Effendi, 2006:56)

Aktivitas komunikasi penyandang tuna rungu lebih kepada tanda – tanda, simbol – simbol yang digunakan untuk meluapkan atau mengekspresikan segala emosi yang mereka alami. Sebagai contoh apabila mereka lapar, mereka hanya bisa mengungkapkan dengan memukul – mukul perut mereka. Untuk mempermudah melakukan proses komunikasi, salah satu cara yang dilakukan adalah mempelajari bahasa nonverbal yang diajarkan di sekolah.

(19)

3

sebenarnya penggunaan isyarat nonverbal itu hanya sebatas mengulang dan menegaskan apa yang telah dikatakannya.

Tuna rungu merupakan salah satu jenis kelainan yang terkadang di pandang sebagai suatu hambatan dalam berbagai segi kehidupan. Kesulitan demi kesulitan yang ada dihadapannya. Mulai dari masalah pendidikan sampai masalah kemandirian dan kekreativitasannya sering disangsikan. Pendidikan bagi anak tuna rungu memang memerlukan khe – khususan, tetapi bukan berarti tidak mampu mengikuti pendidikan. Pada saat ini perhatian pemerintah kepada Anak Berkebutuhan Khusus (termasuk anak tuna rungu) khususnya bidang pendidikan sudah berkembang cukup bagus.(Jahidin Jaya W, 2012)

(20)

4

Dibutuhkan kemampuan secara khusus seorang guru tentang bagaimana mengajar dan mendekatkan diri pada siswa penyandang tuna rungu, guru berperan memberikan instruksi dalam upaya memberikan pengetahuan sesuai kurikulum yang ada. Kemampuan berdialog seorang guru mendorong terjadinya komunikasi yang efektif. Untuk dapat berkomunikasi dengan mereka, intonasi dan artikulasi harus jelas terucap dengan fokus mata harus tertuju kepada mereka.

Keterbatasan kemampuan mendengar pada penyandang tuna rungu yang menjadi hambatan dalam perkembangan bahasa atau bicaranya, dan dampak inipun membawa dampak – dampak lainnya yang meminta perhatian, pelayanan, pengertian dan kesempatan sebaik – baiknya yang diberikan kepada anak tunarungu. Secara nyata nampak dalam aspek bahasanya, intelegensi (kecerdasan), dan sosialnya. (Jahidin Jaya W, 2012)

Jadi jelaslah bahwa kerusakan pendengaran mengakibatkan dampak – dampak yang saling mengait antara dampak pada perkembangan aspek bahasa, motorik dan intelegensi. Selanjutnya bisa saja hal tersebut membawa dampak tehadap perkembangan emosi, dan sosial yang akhirnya berdampak pada keseluruhan pibadinya.

(21)

5

pendidikan sekolah normal, apalagi dikalangan anak sekolah luar biasa. Salah satu indikatornya adalah perencanaan pembelajaran yang dibuat guru, pada umumnya lebih banyak mengacu pada buku paket.

Kegiatan belajar mengajar yang dilaksanakan guru belum menyentuh ketrampilan berbahasa dan tata bahasa dalam satu rangkaian pembelajaran secara utuh. Akibatnya, aktivitas belajar dan kemampuan berbahasa siswa SLB Tuna rungu kurang berkembang secara optimal. Hasil penelitian yang dikembangkan oleh (Sumarna) dengan judul “Pengembangan Model Pembelajaran Bahasa

Indonesia Berbantuan Media Audio Visual untuk meningkatkan Kemampuan Berbahasa Siswa Tunarungu”. (Jahidin Jaya W, 2012)

Dapat di simpulkan, model pembelajaran bahasa Indonesia berbantuan media audio-visual terbukti mampu meningkatkan kemampuan berbahasa siswa SLB Tunarungu, terdapat sembilan langkah yang harus dilakukan guru dalam melakukan teori Pemrosesan Informasi, diantaranya guru melakukan tindakan untuk menarik perhatian siswa, memberikan informasi mengenai tujuan pembelajaran dan topik yang akan dibahas. Guru merangsang siswa untuk memulai aktivitas pembelajaran, menyampaikan isi pembelajaran sesuai dengan topik yang telah direncanakan, memberikan bimbingan bagi aktivitas siswa dalam pembelajaran, dan memberikan penguatan pada perilaku pembelajaran.(Jahidin Jaya W, 2012)

(22)

6

Kauffman,1986). Anak luar biasa disebut sebagai anak berkebutuhan khusus, karena dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, anak ini membutuhkan bantuan layanan pendidikan, layanan pendidikan, layanan social, layanan bimbingan dan konseling, dan berbagai jenis layanan lainnya yang bersifat khusus membutuhkan perlakuan tersendiri sesuai dengan kebutuhan masing – masing (Bandi, 2006: 30)

Keberadaan anak berkebutuhan khusus pasti ada dalam sebuah Negara, menurut WHO sebagai organisasi kesehatan dunia, jumlah kaum disabilitas dalam sebuah Negara itu setidaknya sebesar 10% dari total keseluruhan penduduk. Menurut data yang di peroleh dari pengawas SLB di kabupaten Malang, jumlah penyandang tuna rungu yang terdaftar dari seluruh SLB di kabupaten Malang yaitu berjumlah 165 orang. (sumber: data dari pengawas SLB Kab. Malang)

Alasan peneliti memilih siswa yang menderita tunarungu, karena sejak kecil bagi anak yang dapat mendengar, ia mampu belajar bahasa atau bicara dengan cara meniru kata – kata sebagai hasil dari kemampuan mendengar dari lingkungannya. Anak mampu menangkap dan meniru sederetan bunyi yang berarti (bermakna) yaitu berupa kata – kata, kalimat, bentuk gagasan ataupun iramanya dan ia berupaya untuk memperbaiki ucapannya sampai ucapan kata – katanya sama benar dengan kata – kata yang didengarnya, dan ia mencoba mengucapkan kembali ucapannya.

(23)

7

atau menutupi hal – hal yang kurang yang tidak didapat melalui pendengarannya. Dengan kata lain, ketunarunguan membawa implikasi terhadap hal- hal yang khas dan komplek, sehingga mempengaruhi pendidikan dan kehidupannya.

Latar belakang peneliti memilih Sekolah Luar Biasa (SLB) IDAYU yang berada di Jalan Dr. Idayu no.1 Asrikaton – kec. Pakis. Mereka mendidik anak – anak berkebutuhan khusus, sekolah ini menggunakan system belajar setiap hari Senin - Sabtu, dimulai pukul 08.00 sampai dengan 12.00.

Sekolah ini dipilih untuk dijadikan objek karena metode pembelajaran yang diterapkan menggambarkan hubungan kasih sayang antara guru dengan murid. Kepedulian terhadap anak – anak yang memiliki kebutuhan khusus tidak terbatas, SLB IDAYU merupakan sekolah yang sangat memperhatikan pada ABK yang memiliki keterbatasan dalam hal keuangan, karena Idayu merupakan SLB yang biayanya terjangkau untuk golongan yang kurang beruntung, dan memiliki guru yang berkualitas dalam proses belajar mengajar yang mampu memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak didiknya.

SLB Idayu menerapkan hubungan interpersonal yaitu hubungan yang terjalin antara guru dan ABK sangatlah dekat satu sama lain. Disamping itu, kegiatan belajar mengajar di Idayu cukup variatif untuk memberikan pemahan secara materi dikelas maupun diluar kelas guna mengenal, dan menerapkan metode yang telah diberikan oleh guru sebelumnya.

(24)

8

Saat penelitian berlangsung penulis juga melakukan observasi dalam kegiatan belajar mengajar di Idayu. Diketahui setelah melakukan observasi, perkembangan dari segi pendidikan pada siswa dan siswi di kelas B ini sedikit terlambat. Maka dari itu peneliti ingin melakukan penelitian ini, untuk mengetahui bagaimana komunikasi interpersonal yang terjalin antara siswa dan guru di SLB IDAYU.

Berdasarkan pembahasan diatas maka akan dilakukan penelitian, yaitu tentang “KOMUNIKASI INTERPERSONAL GURU DENGAN SISWA TUNARUNGU di SEKOLAH LUAR BIASA IDAYU”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan oleh peneliti diatas, maka rumusan masalah yang dapat ditarik adalah “Bagaimana komunikasi interpersonal guru dengan siswa tunarungu?"

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui “Komunikasi interpersonal guru dengan siswa tuna rungu”.

D. Manfaat penelitian

Adapun manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat akademis

(25)

9

Komunikasi, khususnya kajian komunikasi interpersonal guru dengan siswa tuna rungu.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan kepada pembaca skripsi mengenai komunikasi interpersonal dan masukan kepada guru SLB Idayu agar dapat meningkatkan komunikasi secara interpersonal guru dengan siswa tuna rungu.

E. TINJAUAN PUSTAKA

E.1. KOMUNIKASI

Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Komunikasi melibatkan perilaku dan memungkinkan individu untuk dapat saling berhubungan dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya. Komunikasi adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, sejak pertama manusia itu dilahirkan manusia sudah melakukan proses komunikasi. Manusia adalah makhluk social, artinya makhluk itu hidup dengan manusia lainnya yang satu sama lain saling membutuhkan, untuk melangsungkan kehidupannya manusia berhubungan dengan manusia lain. Hubungan antar manusia akan tercipta melalui komunikasi, baik secara verbal, maupun non verbal (symbol, gambar,atau media komunikasi lainnya).

Kata komunikasi atau communication dalam bahasa Inggris berasal dari kata communis yang berarti “sama”, communico, communication, communicare yang berarti “membuat sama” (to make common). Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson

(26)

10

kelangsungan hidup diri sendiri yang meliputi:keselamatan fisik, meningkatkan kesadaran pribadi. Kedua, untuk kelangsungan hidup masyarakat, tepatnya untuk memperbaiki hubungan social dan mengembangkan keberadaan masyarakat. (Mulyana, 2002:41-42).

Setiap pelaku komunikasi dengan demikian akan melakukan empat tindakan, membentuk, menyampaikan, menerima, dan mengolah pesan. Keempat tindakan tersebut, lazimnya terjadi secara berurutan. Membentuk pesan yang artinya membentuk idea atau gagasan. Komunikasi dapat terjadi dalam diri seseorang, antara dua orang, diantara beberapa orang atau banyak orang. Komunikasi mempunyai tujuan tertentu. Artinya komunikasi yang dilakukan sesuai dengan keinginan dan kepentingan para pelakunya.

Dalam “bahasa komunikasi” komponen – komponen yang meliputi komunikator atau penyampai pesan, pesan yang merupakan pernyataan yang didukung oleh lambang, komunikan yaitu orang yang menerima pesan, media atau saluran yang merupakan sarana atau alat yan mendukung pesan bila komunikan jauh tempatnya atau banyak jumlahnya, efek atau hasil yang merupakan dampak sebagai pengaruh dari pesan, umpan balik, serta bagian yang ikut berpengaruh dalam proses komunikasi yakni aspek lingkungan.

(27)

11

E.2. KOMUNIKASI INTERPERSONAL

Dalam kehidupan sehari – hari komunikasi interpersonal atau antarpribadi tidak bisa dihindari. Komunikasi yang terjadi antara dua orang atau lebih, baik dalam kelompok kecil maupun kelompok besar ini mutlak dilakukan. Sama seperti bentuk komunikasi yang lain, komunikasi interpersonal juga beresiko dalam terjadinya kesalahpahaman antara sesama peserta komunikasi.

Pada persepsi interpersonal, kita mencoba memahami apa yang tidak tampak pada alat indera. Tidak hanya melihat perilakunya, tetapi juga melihat alasan mengapa ia berperilaku seperti itu. Mencoba memahami, bukan saja tindakan, tetapi juga motif tindakan tersebut. Dengan demikian, stimuli seseorang menjadi sangat kompleks. Kita tidak akan mampu “menangkap” seluruh sifat

orang lain dan berbagai dimensi perilakunya. Kita cenderung memilih stimuli tertentu saja. Dan hal ini, jelas membuat persepsi interpersonal lebih sulit, ketimbang persepsi objek. (Jalaluddin, 2005:81)

Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang berbentuk tatap muka,yang disampaikan secara verbal dan non verbal, serta saling berbagi informasi dan perasaan antara individu dengan individu atau antarindividu didalam kelompok kecil menurut Indriyo Gitosudarmo dan Agus Mulyono. (Suranto, 2011: 37)

(28)

12

E.3. TUJUAN KOMUNIKASI INTERPERSONAL

Komunikasi Interpersonal merupakan suatu action oriented, ialah suatu tindakan yang berorientasi pada tujuan tertentu. Tujuan komunikasi interpersonal itu bermacam – macam, beberapa diantaranya dipaparkan berikut ini:

a) Mengungkapkan perhatian kepada orang lain

Pada prinsipnya komunikasi interpersonal hanya dimaksudkan untuk menujukkan adanya perhatian kepada orang lain, dan untuk menghindari kesan dari orang lain sebagai pribadi yang tertutup, dingin, dan cuek.

b) Menentukan diri sendiri

Artinya, seseorang melakukan komunikasi interpersonal karena ingin mengetahui dan mengenali karakteristik diri pribadi berdasarkan informasi dari orang lain.

c) Menemukan dunia luar

Dengan komunikasi interpersonal diperoleh kesempatan untuk mendapatkan berbagai informasi dari orang lain, termasuk informasi penting dan actual.

d) Membangun dan memelihara hubungan yang harmonis

Semakin makhluk social, salah satu kebutuhan setiap orang yang paling besar adalah membentuk memlihara hubungan baik dengan orang lain.

e) Mempengaruhi sikap dan tingkah laku

(29)

13

pendapat, atau perilaku baik secara langsung maupun tidak langsung (dengan menggunakan media).

f) Mencari kesenangan atau sekedar menghabiskan waktu

Ada kalanya, seseorang melakukan komunikasi interpersonal sekedar mencari kesenangan atau hibur.

g) Menghilangkan kerugian akibat salah komunikasi

Komunikasi interpersonal dapat menghilangkan kerugian akibat salah komunikasi (mis communication) dan salah interpretasi yang terjadi antara sumber dan penerimaan pesan. (Effendy, 2005:55)

E.4. CIRI – CIRI KOMUNIKASI INTERPERSONAL

Menurut (Suranto, 2011:14) Komunikasi Interpersonal, merupakan jenis komunikasi yang frekuensi terjadinya cukup tinggi dalam kehidupan sehari – hari. Apabila diamati dan dikomparasikan dengan jenis komunikasi lainnya, maka dapat dikemukakan ciri – ciri komunikasi interpersonal, antara lain:

(30)

14

b. Suasana nonformal. Komunikasi interpersonal biasa berlangsung dalam suasana nonformal, dan tidak berada pada suasana dalam rapat dan sebagainya.

c. Umpan balik segera. Oleh karena komunikasi interpersonal biasanya mempertemukan para pelaku komunikasi secara tatap muka, maka umpan balik dapat diketahui segera. Seorang komunikator dapat segera memperoleh respon atas pesan yang disampaikan dari komunikan, baik secara verbal maupun non verbal.

d. Peserta komunikasi berada dalam jarak yang dekat. Komunikasi interpersonal merupakan metode komunikasi antarindividu yang menuntut agar peserta komunikasi berada dalam jarak dekat, baik jarak dalam arti fisik maupun psikologis.

e. Peserta komunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan, baik non verbal maupun verbal. Untuk meningkatkan keefektifan komunikasi interpersonal, peserta komunikasi dapat memberdayakan pemanfaatan kekuatan pesan verbal maupun non verbal secara simultan.

E.5. PROSES KOMUNIKASI INTERPERSONAL

(31)

15

a. Keinginan berkomunikasi. Seorang komunikator mempunyai keinginan untuk berbagai gagasan dengan orang lain.

b. Encoding oleh komunikator. Encoding merupakan tindakan memformulasikan isi pikiran atau gagasan ke dalam symbol – symbol, kata – kata, dan sebagainya sehingga komunikator merasa yakin dengan pesan yang disusun dan cara penyampaiannya.

c. Pengirim pesan . untuk mengirim pesan kepada orang yang dikehendaki. Pilihan atas saluran yang akan digunakan tersebut bergantung pada karakteristik pesan, lokasi penerima, media yang tersedia, kebutuhan tentang kecepatan penyampaian pesan, karakteristik komunikan.

d. Decoding oleh komunikan. Decoding merupakan kegiatan internal dalam diri penerima. Melalui indera, penerima mendapatkan macam – macam data berupa symbol dan kata – kata yang harus diubah kedalam pengalaman – pengalaman yang mengandung makna. Dengan demikian, decoding adalah proses memahami pesan.

e. Umpan balik. Setelah menerima pesan dan memahaminya, komunikan memberikan respon atau umpan balik. Dengan umpan balik, seorang komunikator dapat mengevaluasi efektivitas komunikasi.

E.6. FUNGSI KOMUNIKASI INTERPERSONAL

(32)

16

kita inginkan. Dan Komunikasi Interpersonal yang efektif berfungsi untuk membantu kita dalam:

a. Menyampaikan informasi / pengetahuan. Memberikan informasi kepada masyarakat, karena perilaku menerima merupakan perilaku alamiah masyarakat dengan informasi yang benar, masyarakat akan aman dan tentram, informasi disampaikan pada masyarakat melalui tatanan komunikasi, tetapi lebih banyak melalui kegiatan masyarakat komunikasi

b. Mengubah sikap dan perilaku seseorang. Adalah mempengaruhi masyarakat , memberikan berbagai informasi, dapat juga sebagai sarana untuk mempengaruhi masyarakat tersebut kearah yang diharapkan.

c. Pemecahan masalah hubungan antarmanusia.

d. Mendidik. Adalah untuk mendidik masyarakat menjadi lebih baik, lebih maju, dan lebih berkembang dalam kebudayaannya. (Effendy, 2005:56)

E.7. KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM PEMBELAJARAN

Dalam proses belajar mengajar disekolah, berbagai pendekatan yang digunakan oleh guru dalam mendidik para pelajar. Dan, terdapat minimal lima strategi yang dapat dikembangkan dalam upaya untuk menciptakan atau membangun komunikasi efektif, seperti disebutkan yaitu:

(33)

17

Komunikasi harus diawali dengan rasa saling menghargai. Adanya penghargaan biasanya akan menimbulkan kesan serupa dari si penerima pesan. Guru akan sukses berkomunikasi dengan peserta didik bila ia melakukannya dengan penuh respek. Bila ini dilakukan maka peserta didik pun akan melakukan hal yang sama ketika berkomunikasi dengan guru.

b. Empati.

Empati merupakan kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang lain. Guru yang baik tidak akan menuntut peserta didiknya untuk mengerti keinginannya, tetapi ia akan berusaha memahami peserta didiknya terlebih dahulu, melibatkan mata hati dan perasaannya dalam memahami pelbagai perihal yang ada pada peserta didiknya.

c. Jelas maknanya.

Pesan yang disampaikan harus jelas maknanya dan tidak menimbulkan banyak pemahaman, selain harus terbuka dan transparan. Ketika berkomunikasi dengan peserta didik, seorang guru harus berusaha agar pesan yang disampaikan bisa jelas maknanya. Salah satu caranya adalah berbicara sesuai bahasa yang mereka pahami.

d. Rendah hati

(34)

18

E.8. ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Anak berkebutuhan khusus, merupakan seseorang yang memiliki kekurangan ataupun kelebihan dalam hal fisik maupun mental, dan mereka memerlukan suatu tindakan dan perhatian yang khusus guna penangan dan pengarahan lebih dari seseorang yang dinilai memiliki fisik dan mental yang sempurna. Dan anak didik yang demikianlah, yang memang seharusnya paling banyak mendapat perhatian guru menurut Kuffman & Hallahan (2005:28-45), antara lain sebagai berikut:

a. Tunagrahita (mental retardation) atau disebut sebagai anak dengan hendaya perkembangan (child with development impairment).

b. Kesulitan belajar (learning disabilities) atau anak yang berprestasi rendah (specific learning disability).

c. Hyperactive (Attention deficit disorder with hyperactive). d. Tunalaras (emotion or behavioral disorder).

e. Tunarungu wicara (communication disorder and deafness).

f. Tunanetra (partially seing and legally blind) atau disebut dengan anak yang mengalami hambatan dalam penglihatan.

g. Anak autistic (autistic chlidren). h. Tunadaksa (physical disability). i. Tunaganda (multiple handicapped).

(35)

19

E.8.1. ANAK TUNARUNGU

Tuna rungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya sehingga mengalami gangguan berkomunikasi secara verbal. Walaupun telah diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar, mereka masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

Hendaya pendengaran merupakan hambatan yang dianggap cukup besar bagi perkembangan berbahasa seseorang secara normal, sehingga akan berpengaruh terhadap perkembangan social dan intelekual seseorang (Hallahan & Kauffman, 1991:264). Menurut Piaget (1967) bahwa intelegensi merupakan kognisi seorang anak yang sangat tergantung pada tindakan – tindakannya. Hal tersebut berkaitan dengan yang bersangkutan dalam mengadaptasi lingkungannya dan sikapnya untuk mampu mengambil konsekuensi – konsekuensi dari tindakan yang ia ambil. Secara garis besar hambatan yang dihadapi oleh anak – anak dengan hendaya pendengaran meliputi hal – hal sebagai berikut:

a. Hasil penelitian para ahli di Amerika Serikat menyatakan bahwa satu di antara tujuh anak yang mempunyai hendaya pendengaran mempunyai permasalahan berkaitan dengan kesehatan mental. Kesehatan mental ini mengarah pada schizophrenia atau kelainan psikis, paranoid atau kelainan psikis karena selalu dihantui rasa takut, affective psychosis atau kelainan emosi secara psikis, dan depression attau kemuraman (the Departemen of Health of USA,1995 dalam Gregory,et al.,1999:17).

(36)

20

seperti:kurangnya bimbingan bantuan orang tua dan keluarga, kesadaran orang – orang di sekitarnya terhadap permasalahan anak dengan hendaya pendengaran, lingkunga, budaya, dan model peran dari anak – anak dengan hendaya pendengaran (Gregory,et al., 1999:19).

c. Dalam ketrampilan kognitif berkaitan dengan prestasi akademik pada umumnya kemampuan mengingat dari anak hendaya pendengaran sangat singkat, hanya hitungan beberapa detik tidak sampai menit (Lewis, V., 2003:136). Karena itu mereka memerlukan suatu metode pembelajaran yang lebih menekankan pada pengucapan bahasa.

d. Perkembangan bahasa dan komunikasi anak – anak dengan hendaya pendengaran secara umum kurang sempurna, khususnya saat menggunakan bahasa seperti pada kemampuan pemahaman bahasa, berbahasa dan berbicara (Hallahan & Kauffman, 1986:251 dan 1991:274).

e. Prestasi akademik anak – anak dengan hendaya pendengaran khususnya dalam kemampuan membaca sangat berkurang (Hallahan & Kauffman, 1991:276).

(37)

21

g. Kesulitan gerak keseimbangan dan koordinasi gerak tubuh pada anak dengan hendaya pendengaran merupakan salah satu alas an utama diperlukannya pendekatan pembelajaran dengan meggunakan permainan terapeutik dan pola dengan gerak irama.

Hambatan yang dihadapi oleh anak – anak dengan hendaya berbicara, secara garis besar disimpulkan sebagai berikut:

a. Anak – anak dengan hendaya berbicara mempunyai komunikasi yang kurang baik (defective in communication) seperti berbicara menganggap, bicara pelat atau terbata – bata, ucapan yang membingungkan, dan bicara sulit dipahami (Ashman & Elkins, 1994:172).

b. Pada umumnya mereka memiliki hambatan dalam perkembangan bahasa, khususnya dalam struktur kalimat kompleks (Ashman & Elkins, 1994:172).

c. Terdapatnya kelemahan pada otot – otot alat bicara atau motor speech disorder (kelumpuhan alat bicara) yang mengakibatkan artikulasi bicara kurang baik, karena adanya kerusakan pada saraf pusat.

d. Adanya ketidakteraturan dalam koordinasi neurological sehingga saat berbicara terlihat kacau walaupun otot- otot pada organ bicara masih dapat bekerja dengan baik.

(38)

22

E.9. KOMUNIKASI NON VERBAL

E.9.1. Fungsi Komunikasi Non Verbal

a. Repetisi, mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara verbal. Misalnya, setelah saya menjelaskan penolakan saya, kemudian saya ambil menggeleng – gelengkan kepala berkali – kali.

b. Substitusi, menggantikan lambang – lambang verbal. Misalnya, tanpa sepatah katapun anda berkata, anda dapat menunjukkan persetujuan dengan mengangguk – angguk.

c. Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberikan makna yang lain terhadap pesan verbal. Misalnya, anda memuji prestasi kawan anda dengan mencibirkan bibir anda, “Hebat, kau memang hebat”.

d. Komplemen, melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal. misalnya, air muka anda menunjukkan tingkat penderitaan yang tidak terungkap dengan kata – kata.

e. Aksentuasi, menegaskan pesan verbal atau menggarisbawahinya. Misalnya, anada mengungkapkan betapa jengkelnya anda dengan memukul meja. (Jalaluddin, 2005:287)

E.9.2. Pesan NonVerbal Sangat Penting

(39)

23

pesan non verbal. Pada gilirannya orang lain pun lebih banyak membaca, pikiran kita lewat petunjuk – petunjuk nonverbal.

Kedua, perasaan dan emosi lebih cermat disampaikan lewat pesan non verbal daripada pesan verbal. Anda boleh menulis surat kepada pacar anda dan mengungkapkan gelora kerinduan anda. Anda akan tertegun, anda tidak menemukan kata – kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu yang begitu mudah dungkapkan melalui pesan nonverbal.

Ketiga, pesan non verbal menyampaikan makna dan maksud yang relative bebas dari penipuan, distorsi dan kerancuan. Pesan non verbal jarang dapat diatur oleh komunikator secara sadar. Sejak zaman Prasejarah, wanita selalu mengatakan “ tidak” dengan lambing verbal, tetapi pria jarang tertipu. Mereka tahu ketika “tidak” diucapkan, seluruh anggota tubuhnya

mengatakan “ya”. Dalam situasi ini komunikasi yang disebut “double

binding” ketika pesan nonverbal bertentangan dengan pesan verbal – orang bersandar pada pesan non verbal.

Keempat, pesan nonverbal mempunyai fungsi metakomunikatif yang sangat diperlukan untuk mencapai komunikasi yang berkualitas tinggi. Fungsi metakomunikatif artinya memberikan informasi tambahan yang memperjelas maksud dan makna pesan.

(40)

24

Keenam, pesan nonverbal merupakan sarana sugesti yang paling tepat. Ada situasi komunikasi yang menuntut kita untuk mengungkapkan gagasan atau emosi secara tidak langsung. Sugesti disiini dimaksudkan menyarankan sesuatu kepada orang lain secara implicit (tersirat).

E.10. TEORI

E.10.1. TEORI PENETRASI SOSIAL

Penetrasi sosial, hadir untuk mengidentifikasi proses peningkatan pengungkapan dan keintiman dalam sebuah hubungan serta menghadirkan sebuah teori formatif dalam sejarah teori tentang hubungan. Teori ini di konseptualisasikan oleh Irwin Altman dan Dalmas Taylor (1978), yang mana teori ini menggambarkan suatu pola pengembangan hubungan, sebuah proses yang mereka identifikasi sebagai penetrasi sosial. Penetrasi Sosial

merujuk pada sebuah proses ikatan hubungan dimana individu – individu bergerak dari komunikasi superficial menuju ke komunikasi yang lebih intim.

(41)

25

Teori ini menyatakan bahwa berkembangnya hubungan, bergerak dari mulai tingkatan yang paling dangkal, mulai dari tingkatan yang bersifat inti menuju ke tingkatanyang terdalam, atau lebih pribadi. Dengan kata lain, teori ini dapat diartikan juga sebagai sebuah model yang menunjukkan perkembangan hubungan, yaitu proses di mana orang saling mengenal satu sama lain melalui tahapan pengungkapan informasi.

Altman dan Taylor mengibaratkan manusia seperti bawang merah. Yang maksudnya adalah pada hakikatnya, manusia memiliki beberapa layer atau lapisan kepribadian, bagaimana orang melalui interaksi saling mengelupasi lapisan – lapisan informasi mengenai diri masing – masing.

[image:41.595.176.454.387.540.2]

Lapisan yang pertama, atau kulit terluar dari kepribadian manusia adalah apa yang terbuka bagi public, apa yang biasa kita perlihatkan kepada orang lain tidak ditutup – tutupi. Dan jika kita mampu melihat lapisan yang sedikit lebih dalam lagi, maka di sana ada lapisan yang terbuka bagi semua orang, lapisan kepribadian yang lebih bersifat semiprivate. Lapisan ini

Gambar 1.1 Penetrasi Sosial Analogi Bawang Merah

(42)

26

biasanya hanya terbuka bagi orang – orang tertentu saja, orang terdekat misalnya. Maka untuk informasi superficial seperti nama, alamat, umur, suku dan lain sebagainya. Biasanya mengalir saat kita berkomunikasi dengan orang yang baru kita kenal. Tahapan ini sering disebut dengan tahapan orientasi.

Lapisan kedua, disebut dengan tahap pertukaran afektif. Pada tahap ini merupakan tahap ekspansi awal dari informasi dan ke tingkat pengungkapan yang lebih dalam dari tahap pertama. Dalam tahap tersebut, diantara dua orang yang berkomunikasi, misalnya mulai bergerak mengeksplorasi ke soal informasi yang berupaya menjajagi apa kesenangan masing – masing. Misalnya kesenangan dari segi makanan, music, lagu, hobi, dan lain jenisnya.

Lapisan ketiga adalah, pertukaran afektif. Pada tahap ini terjadi peningkatan informasi yang lebih bersifat pribadi, misalnya tentang informasi menyangkut pengalama privacy masing – masing. Jadi, di sini masing – masing sudah mulai membuka diri dengan informasi diri yang sifatnya lebih pribadi, misalnya kesediaan menceritaka tentang problem pribadi. Dengan kata lain, pada tahap ini sudag mulai berani “curhat”.

(43)

27

inti dari pribadi masing – amsing pasangan, misalnya soal nilai, konsep diri, atau perasaan emosi terdalam.

(Lynn dan Richard, 2008:197-200)

Teori penetrasi sosial memiliki suatu kedalaman hubungan yang sangat penting. Tapi, keluasan ternyata juga sama pentingnya. Yang mana, di dalam beberapa hal tertentu yang bersifat pribadi kita bisa sangat terbuka kepada seseorang yang dekat dengan kita. Akan tetapi bukan berarti juga kita dapat membuka diri dalam hal pribadi yang lainnya. Mungkin kita bisa terbuka dalam urusan asmara, namun kita tidak dapat terbuka dalam urusan pengalaman di masa lalu, atau yang lainnya.

Keputusan tentang seberapa dekat suatu hubungan menurut teori penetrasi sosial ditentukan oleh prinsip untung – rugi (reward-cost analysis). Setelah perkenalan dengan seseorang pada prinsipnya kita menghitung factor untung – rugi dalam hubungan kita denagn orang tersebut, atau disebut dengan indeks kepuasan dalam hubungan (index of relation satisfaction). Begitu juga yang orang lain tersebut terapkan ketika berhubungan dengan kita. Jika hubungan tersebut sama – sama menguntungkan maka kemungkinan untuk berlanjut akan lebih besar, dan proses penetrasi sosial akan terus berkelanjutan.

(44)

28

Kita tahu dari pengalaman sebelumnya bahwa hubungan berkembang dalam berbagai cara, seringkali bergerak maju dan mundur dari berbagi hingga pribadi. Versi teori yang ada saat ini menyatakan bahwa penetrasi sosial adalah sebuah proses yang berputar dan dialektis. Disebut berputar karena proses ini bekerja dalam siklus maju mundur, dan disebut dialektis karena melibatkan pengaturan tekanan yang tidak pernah habis antara yang umum dan yang pribadi. (Little john, 2009:291).

E.11. INTERAKSIONISME SIMBOLIS

E.11.1. Definisi Interaksionisme Simbolis

Dalam setiap penelitian, dibidang komunikasi atau disiplin ilmu lain harus didukung dengan teori. Karena teori lahir dari suatu penelitian, dan karena itu fenomena komunikasi tertentu akan dapat dianalisa atau dijelaskan melalui alur pikir teori komunikasi yang relevan. Dan teori tersebut bisa menjelaskan mengapa suatu peristiwa komunikasi tertentu bisa terjadi. (Hamidi, 2007:18)

Interaksionisme simbolis didefinisikan sebagai “cara kita menginterpretasikan dan memberi makna pada lingkungan disekitar kita melalui cara kita berinteraksi dengan orang lain” teori ini berfokus pada cara

orang berinterkasi melalui simbol yang berupa gerak tubuh, peraturan, dan peran.

(45)

29

Mead (Lynn H. Turner, 2008 Pengantar TEORI KOMUNIKASI) yang menyatakan bahwa individu membentuk makna melalui proses komunikasi karena tidak bersifat instrinsik terhadap apa pun. Dibutuhkan konstruksi interpretative di antara orang – orang untuk menciptakan makna. Bahkan tujuan dari interaksi, adalah untuk menciptakan makna yang sama. Hal ini penting karena tanpa makna yang sama berkomunikasi akan menjadi sangat sulit, atau bahkan tidak mungkin.

Makna yang kita berikan pada simbol merupakan produk dari interaksi sosial dan menggambarkan kesepakatan kita untuk menerapkan makna tertentu pada simbol tertentu pula. Manusia bertindak terhadap manusia lainnya berdasarkan makna yang diberikan orang lain kepada mereka. Asumsi ini menjelaskan perilaku sebagai suatu rangkaian pemikiran dan perilaku yang dilakukan secara sadar antara rangsangan dan respon orang berkaitan dengan rangsangan tersebut.

Makna diciptakan dalam interaksi antarmanusia Mead menekankan dasar intersubjektif dari makna. Makna dapat ada, hanya ketika orang – orang memiliki interpretasi yang sama mengenai simbol yang mereka pertukarkan dalam interaksi.

Interaksionisme Simbolik mengambil pendekatan ketiga terhadap makna, melihat makna sebagai sesuatu yang terjadi di antara orang – orang. Makna adalah “produk social” atau “ciptaan yang dibentuk dalam dan

(46)

30

Dalam bentuknya yang paling mendasar, sebuah tindak social melibatkan sebuah hubungan dari tiga bagian: gerak tubuh awal dari salah satu individu, respon dari orang lain terhadap gerak tubuh tersebut, dan sebuah hasil. Hasilnya adalah arti tindakan tersebut bagi pelaku komunikasi. Gerak tubuh sebagai simbol signifikan. Di sini, kata gerak tubuh (gesture)

mengacu pada setiap tindakan yang dapat memiliki makna. Biasanya, hal ini bersifat verbal atau berhubungan dengan bahasa, tetapi dapat juga berupa gerak tubuh non verbal. (Little Jhon, 2009:231 - 232)

Perspektif interaksionisme simbolis mendasarkan pandangannya pada asumsi bahwa manusia mengembangkan satu set simbol yang komplek untuk member makna terhadap dunia. Karenanya makna muncul melalui interaksi manusia dengan lingkungannya. Lingkungan pertama yang mempengaruhi pembentukan makna adalah kelurga. Keluarga adalah kelompok social terkecil individu mengembangkan konsep diri identitas melalui interkasi social tersebut.

Berdasarkan premis tersebut, maka cara terbaik untuk memahami seseorang adalah dengan memperhatikan lingkungan sekitarnya, yakni dimana ia tinggal dan dengan siapa ia berinteraksi.

Asumsi pokok interaksionisme simbolis:

a. Individu dilahirkan tanpa punya konsep diri. Konsep diri di bentuk dan berkembang melalui persepsi atas perilaku tersebut.

(47)

31

c. Konsep diri, setelah mengalami perubahan, menjadi motif dasar dari tingkah laku.

d. Manusia adalah makhluk yang unik karena kemampuan menggunakan dan mengembangkan simbol untuk keperluan hidupnya. Binatang menggunakan simbol dalam taraf terbatas, sedangkan manusia selain menggunakan simbol, juga menciptakan dan mengembangkan simbol. e. Manusia berintekasi terhadap segala sesuatu tergantung bagaimana ia

mendefinisikan sesuatu tersebut. Misalnya, bila kita sudah memandang si A sebagai pembohong, maka kita tidak akan percaya apa yang dikatakan si A walaupun benar.

f. Makna merupakan kesepakatan bersama di lingkungan social sebagai hasil interaksi. Sebagai contoh, suatu produk media tersebut didistribusikan dan dikonsumsi. Maka dengan demikian, bisa jadi suatu produk media dianggap porno di suatu kelompok masyarakat dan tidak porno bagi kelompok masyarakat lain.

(Muhammad Mufid, 2009:149 - 151)

Barbara Ballis Lal meringkas dasar – dasar pemikiran interaksionisme simbolis:

a. Manusia membuat keputusan dan bertindak sesuai dengan pemahaman subjektif mereka terhadap situasi ketika mereka menemukan diri mereka.

(48)

32

c. Manusia memahami pengalaman mereka melalui makna – makna yang ditemukan dalam simbol – simbol dari kelompok utama mereka dan bahsa merupakan bagian penting dalam kehidupan social.

d. Dunia terbentuk dari objek – objek social yang memiliki nama dan makna yang ditemukan secara social.

e. Tindakan manusia didasarkan pada penafsiran mereka, dimana objek dan tindakan yang berhubungan dalam situasi yang dipertimbangkan dan diartikan

f. Diri seseorang merupakan objek yang signifikan dan layaknya semua objek social, dikenalkan melalui interaksi social dengan orang lain. George Herbet Mead dianggap sebagai pendiri gerakan interaksionisme simbolis. Tiga konsep utama tepri Mead yaitu pikiran, diri dan masyarakat.

a. Masyarakat (society) atau kehidupan kelompok, terdiri atas perilaku – perilaku kooperatif anggotanya. Kerjasama manusia mengharuskan kita untuk mengetahui apa yang kita lakukan selanjutnya. Jadi, kerjasama terdiri dari “membaca” tindakan dan maksud orang lain

(49)

33

yang orang lain lakukan pada kita karena adanya kemampuan menyuarakan simbol. Kegiatan saling mempengaruhi antara merespon orang lain dn diri sendiri adalah sebuah konsep penting teori mead dan hal ini memberikan peralihan yang baik ke konsep keduanya.

b. Diri. Memiliki diri karena dapat merespon diri sendiri sebagai objek. Kadang – kadang berekasi dengan baik pada diri sendiri serta merasakan kebanggan, kebahagiaan dan keberanian. Namun, terkadang merasa jijik pada diri sendiri. Cara utama dalam melihat diri sendiri adalah melalui pengabilan peran atau menggunakan sudut pandang orang lain dan inilah yang kemudian menjadikan memiliki konsep diri. Istilah lain dari konsep diri adalah refleksi umum orang lain (generalized other), semacam gabungan yang memandang diri sendiri. Refleksi umum orang lain merupakan keseluruhan persepsi diri dari orang lain melihat kita. Diri memiliki dua sisi segi, masing – masing mejalankan fungsi yang penting. I adalah bagian diri yang menurut kata hati, tidak teratur, tidak terarah, dan tidak dapat ditebak.

Me adalah refleksi umum orang lain yang terbentuk dari pola – pola yang terartur dan tetap, yang dibagi dengan orang lain. Setiap tindakan dimulai dengan sebuah dorongan dari I dan selanjutnya dikendalikan oleh Me. I adalah tenaga penggerak dalam tindakan, sedangkan me

(50)

34

c. Pikiran, berpikir adalah konsep ketiga Mead atau disebut pikiran. Pikiran bukanlah sebuah benda, tetapi merupakan sebuah proses. Hal ini tidak lebih sekedar berinteraksi dengan diri sendiri. Kemampuan ini, berkembang sejalan dengan diri, sangat penting bagi kehidupan manusia karena merupakan bagian dari setiap tindakan manusia. Berfikir melibatkan keraguan (menunda tindakan yang jelas) ketika diri menafsirkan situasi. Disini, kita berfikir melalui situasi dan merencanakn tindakan selanjutnya. Kita membayangkan beragam hasil dan memilih serta menguji alternative – alternative yang mungkin ada. Manusia menggunakan simbol – simbol yang berbeda untuk menamai objek. Kita selalu mengartikan sesuatu berhubungan dengan bagaimana kita bertindak dengan hal tersebut. Objek menjadi objek melalui proses pemikiran simbolis kita, ketika kita membayangkan tindakan yang baru atau yang berbeda terhadap sebuah objek, objek itu sendiri berubah karena kita melihatnya melalui sudut pandang yang berbeda. (Little jhon, 231 - 235)

E.11.2.

Istilah Pokok Teori Interaksionisme Simbolis

1) Identities (identitas), yakni pemaknaan diri dalam suatu pengambilan peran. Bagaimana kita memaknai diri kita itulah proses pembentukan identitas, yang kemudian disinergikan dengan lingkungan sosial. 2) Language (bahasa), yakni suatusistem simbol yang digunakan

(51)

35

empat komponen, yakni subyek, obyek, symbol, dan referen yang berkorelasi sebagai berikut:

Simbol adalah rangkaian bunyi yang menunjuk sesuatu. Subyek adalah pengguna dari simbol. Obyek adalah sesuatu yang di tunjuk oleh simbol. Referen adalah penghubung dari simbol, subyek, dan obyek.

3) Looking glass self (cara melihat diri), yakni gambaran mental sebagai hasil dari mengambil peran orang lain. Misalnya kita berbicara dengan atasan atau orang tua kita, maka kita juga harus bisa memposisikan diri kita pada posisi atasan atau orang tua kita tersebut. Sehingga, dengan demikian kita memperoleh gambaran tentang apa yang orang lain nilai tentang diri kita.

4) Meaning (makna), yakni tujuan dan atribut bagi sesuatu. Makna ditentukan oleh bagaimana kita merespon dan menggunakannya.

5) Mind (pikiran), yakni proses mental yang terdiri dari self, interaksi, dan refleksi, berdasarkan simbol sosial yang didapat

simbol

Subyek

Objek

[image:51.595.174.443.155.316.2]

Referen

(52)

36

6) Role taking (bermain peran), yakni kemampuan untuk melihat diri seseorang sebagai objek, sehingga diperoleh gambaran bagaimana dia melihat orang lain tersebut. Ketika kita bermain peran dengan memerankan lawan bicara misalnya, maka kita akan memperoleh gambaran seperti apa yang diharapkan oleh lawan bicara kita tersebut.

7) Self – concept (konsep diri), yakni gambaran yng kita punya tentang siapa dan bagaimana diri kita yang dibentuk sejak kecil melalui interaksi dengan orang lain. Konsep diri bukanlan sesuatu yang tetap. Misalnya jika seorang anak dicap sebagai orang yang bodoh oleh gurunya, maka begitulah konsep dirinya berkembang, kemudian apabila dikemudian hari guru dan teman – temannya mengatakan bahwa ia orang yang pintar, maka konsep dirinya pun akan berubah.

8) Self-fulfilling prophecy (harapan untuk pemenuhan diri), yakni tendensi bagi ekspektasi untuk memunculkan respon bagi orang lain yang diatisipasi oleh kita, masing – masing dari kita memberi pengaruh bagi orang lain dalam hal bagaimana mereka melihat diri mereka. (LittleJhon dan Karen, 2009 : 231)

E.12. PENELITIAN TERDAHULU

1. Sri wahyuni Universitas Muhammadiyah Malang 2005, judul skripsi “Hubungan Interpersonal Remaja Tuna Rungu (sebuah penelitian

interaksionisme simbolik terhadap remaja Tuna Rungu)”. Tujuan

(53)

37

untuk menjalin hubungan interpersonal dengan seseorang, dan ingin mengetahui bagaimana kepercayaan dirinya dalam menjalin hubungan interpersoanal.

Metode peneletian kualitatif deskriptif digunakan dengan cara yakni teknik observasi dan wawancara. Bahasa yang dipergunakan subyek sebagai alat komunikasinya dalam menjalin hubungan interpersonal dengan kelompok teman sebayanya, adalah melalui bahasa isyarat, atau bahasa bibir, namun jika teman yang di ajak untuk berbicara tidak juga mengerti bahasa isyarat yang di sampaikan, subyek memilih untuk mengkomunikasikan obrolannya lewat tulisan. (Sriwahyuni , 1-52, 2005)

2. Alfan Dwi Putranto, Universitas Muhammadiyah Malang 2005, judul skripsi “Proses Pendidikan Ketrampilan Penderita Cacat Tuna Rungu dan Kesempatan Kerja di Malang (studi di Yayasan Pendidikan Tunas Bangsa / YTB Malang). Tujuan penelitian untuk mengetahui bagaimana proses pendidikan ketrampilan dan jenis ketrampilan yang di ajarkan dengan kesempatan kerja, jika para siswa lulus nanti.

Metode penelitian menggunaka deskriptif kualilatif. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa yang masi aktif, alumni yang sudah memiliki pekerjaan tetap, dan para tenaga kerja. Teknik pengambilan sample yang digunakan adalah purposive samling dan data – data yang di kumpulkan di analisa secara deskriptif.

(54)

38

keterangan 40% , dan untuk prakteknya 60%. Adapun jenis pendidikan ketrampilan computer, menjahit, dan tata boga. Dalam pelaksanaanya pendidikan ketrampilan ini tidak semua siswa putra / putrid mendapat semua pendidikan ketrampilan tersebut.

(Alfan Dwi, 396-399, 2005)

3. Sarah Nurtyasrini, Universitas Padjadjaran, 2011, judul skripsi “Pemaknaan Simbol – symbol Komunikasi Interpersonal oleh Guru Anak Tuna Rungu dalam Proses Belajar Mengajar di SLB – B Pembina Tingkat Provinsi Jawa Barat”. Tujuan penelitian ini adalah

untuk mengertahui bagaimana pemaknaan komunikasi interpersonal oleh guru anak tuna rungu, proses komunikasi, dan gangguan komunikasi dalam proses belajar mengajar. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara mendalam, observasi, dan studi pustaka. Hasil dari penelitian ini adalah symbol bagi anak tunarungu lebih mudah menangkap maksud pesan yang ditujukan dalam berkomunikasi. Proses belajar mengajar antara guru dan anak tunarungu mengharuskan mereka saking menukarkan makna pada saat teradi komunikasi interpersonal secara tatap muka. (Sarah nurtyasrini, 2011)

4. Khalimatus Sa’diyah Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 2005, judul penelitian “ Hubungan Antara Kepercayaan Dengan Kecemasan

(55)

39

keoercayaan diri dengan kecemasan komunikasi penyandang cacat tunarungu. Penelitian yang diajukan adalah ada hubungan negatif antara kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal pada penyandang cacat tunarungu maka kecemasan komunikasi interpersonal semakin rendah. Sebaliknya, semakin rendah kepercayaan diri para penyandang cacat tunarungu maka kecemasan komunikasi interpersonal semakin tinggi. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan fasilitas program SPSS versi 12.0 untuk menguji apakan terdapat hubungan antara kepercayaan diri dengan kecemasan komunikasi interpersonal pada penyandang cacat tunarungu. Subyek penelitian adalah penyandang tunarungu yang bersekolah di SLB Negeri 3 Yogyakarta, SLB Negeri 4 Yogyakarta, SLB Wiyata Dharma II dan SLB Tunas Kasih pada bagian tunarungu tingkat SMPLB dan SMLB di Yogyakarta.

(Khalimatus, 2005)

5. Julianti Margareta, Universitas Katolik Soegijapranata 2008, judul skripsi “Efektivitas Komunikasi Antara Guru Dengan Siswa Tuna

Rungu Ditinjau Dari Empati”. Tujuan penelitian ini adalah untuk

(56)

40

tentang pernyataan – pernyataan yang ditujukan kepadanya adalah sama seperti yang di kehendaki peneliti. (Julianti Margaretha, 2008)

Perbedaan Penelitian ini dengan penelitian terdahulu, pada penelitian terdahulu kebanyakan fokus pembahasan di lihat dari aspek psikologis subjek (tunarungu) yang mengarah pada kepercayaan diri dan keterbukaan untuk berhubungan dengan orang lain di luar maupun dalam lingkungan subjek, penerimaan dalam suatu lingkungan profesionalisme yang masih menjadi suatu keraguan untuk mengikutsertakan penderita tunarungu. Pada penelitian ini aspek komunikasi secara interpersonal, pembahasan bahasa nonverbal yang dijelaskan agar pemahaman subjek tentang hal yang dikomunikasikan dapat tersampaikan dengan baik dan dapat dimengerti. Metode deskriptif kualitatif, yaitu yang mana ditujukan untuk dapat memaparkan situasi yang didalamnya terjalin interaksi antara seseorang dengan orang lain dengan menggunakan simbol – simbol untuk mempertegas bahasa yang diutarakan. Wawancara mendalam untuk menggali data dan mengetahui lebih lagi tentang subjek, kendala, hal yang menjadi aktifitas.

F. METODE PENELITIAN

F.1. Jenis Penelitian

(57)

41

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu observasi, wawancara dan penelaahan dokumen sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata – kata tertulis atau lisan dari pihak – pihak yang berhubungan dengan penelitian.

F.2. Definisi Konseptual

a. Komunikasi Interpersonal (interpersonal communication) merujuk padas komunikasi yang terjadi secara langsung antara dua orang. Konteks interpersonal banyak membahas tentang bagaimana suatu hubungan dimulai, bagaimana mempertahankan suatu hubungan, dan keretakan suatu hubungan (Berger, 1979: Dainton & Stafford, 2000). Mempelajarai relasi adalah karena relasi merupakan hal yang sangat kompleks dan beragam. Relasi yang terjadi antara pasien – dokter, guru – murid, orang tua – anak, dan lain sebagainya. Berinteraksi dalam tiap hubungan ini memberikan kesempatan kepada komunikator untuk memaksimalkan fungsi berbagai macam saluran (penglihatan, pendengaran, sentuhan, penciuman) untuk digunakan dalam sebuah interaksi (Richard & Lynn, 2008:36).

(58)

42

perilakunya. Kita lebih memilih stimuli tertentu saja (Jalaluddin, 2005:81).

b. Non verbal, pesan yang diekspresikan dengan sengaja atau tidak sengaja melalui gerakan – gerakan, tindakan – tindakan, perilaku atau suaru – suara atau vocal yang berbeda dari penggunaan kata – kata dalam bahasa verbal. Komunikasi nonverbal adalah penyampaian pesan tanpa kata – kata dan komunikasi nonverbal memberikan arti pada komunikasi verbal. Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang menggunakan pesan – pesan nonverbal. istilah nonverbal biasanya digunakan untuk melukiskan semua peristiwa komunikasi diluar kata – kata terucap dan tertulis. Secara teoritis, komunikasi nonverbal dan komunikasi verbal dapat dipisahkan. Namun, dalam kenyataanya, kedua jenis komunikasi ini saling menjalin, saling melengkapi dalam komunikasi yang kita lakukan sehari – hari. Dan pesan – pesan nonverbal meliputi :

(59)

43

dengan ekspresi senang dan tak senang, yang menunjukkan apakah komunikator memandang objek penelitiannya baik atau buruk; 2. Wajah mengkomunikasikan berminat atau tak berminat pada orang lain atau lingkungan; 3.wajah mengkomunikasikan intensitas keterlibatan dalam situasi; 4. Wajah mengkomunikasikan tingkat pengendalian individu terhadap pernyataan sendiri dan wajah barangkali mengkomunikasikan adanya atau kurang pengertian. 2. Pesan gestural menunjukkan gerakan sebagian anggota badan

(60)

44

3. Pesan Proksemik disampaikan melalui pengaturan jarak dan ruang. Umumnya dengan mengatur jarak kita mengungkapkan keakraban kita dengan orang lain.

4. Pesan Arifaktual diungkapkan melalui penampilan tubuh, pakaian, dan kosmetik. Walaupun bentuk tubuh relative menetap, orang sering berperilaku dalam hubungan dengan orang lain sesuai dengan persepsinya tentang tubuhnya (body image). Erat kaitannya dengan tubuh ialah upaya kita membentuk citra tubuh dengan pakaian, kosmetik, serta postur tubuh dan gaya berjalan. Cara seseorang berjalan, duduk, berdiri, dan bergerak memperlihatkan ekspresi dirinya. Postur dan gaya berjalan merefleksikan emosi, konsep diri, dan tingkat kesehatannya.

5. Pesan paralinguistic adalah pesan nonverbal yang berhubungan dengan cara mengucapkan pesan verbal. Satu pesan verbal yang sama dapat menyampaikan arti yang berbeda bila diucapkan secara berbeda. Rintihan, menarik nafas panjang, tangisan juga salah satu ungkapan perasaan dan pikiran seseorang yang dapat dijadikan komunikasi.

(61)

45

juga untuk menyampaikan pesan – menandai wilayah mereka, mengidentifikasikan keadaan emosional, pencitraan, dan menarik lawan jenis. Sentuhan adalah bentuk komunikasi personal mengingat sentuhan lebih bersifat spontan daripada komunikasi verbal. Beberapa pesan, seperti perhatian yang bersungguh – sungguh, dukungan emosional, kasih saying atau simpati dapat dilakukan melalui sentuhan. Gerak isyarat adalah yang dapat mempertegas pembicaraan. Menggunaka isyarat sebagai bagian total dari komunikasi, seperti mengetuk – ngetukkan kaki atau menggerakkan tangan selama berbicara menunjukkan seseorang dalam keadaan sters, bingung atau sebagai upaya untuk menghilangkan stress (Dasrun Hidayat, 2012:15).

F.3. Subyek Penelitian

Subyek penelitian adalah “sesuatu hal baik makhluk hidup, sebuah benda

atau lembaga (instansi) yang sifat dan keadaannya akan diteliti terkandung objek penelitian” (Tatang M : 2009). Dalam penelitian ini ini peneliti menggunakan

teknik purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu.

Dengan subyek dan kategori yaitu:

1. Guru pembimbing kelas B, yang menjadi guru satu – satunya pendamping.

(62)

46

3. Orang tua siswa, yang selalu berada di area SLB Idayu untuk mendampingi siswa, yang sering berinteraksi dengan guru, dan orang tua yang bersedia di wawancarai oleh peneliti.

F.4. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah di SLB Idayu yang berada di Jalan Raya Asrikaton no 1, kecamatan Pakis, kabupaten Malang. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan April – Mei 2013.

F.5. Teknik Pengumpulan Data

a. Wawancara mendalam

Teknik wawancara dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam

(indepth interview) dengan menggunakan panduan wawancara yang telah dipersiapkan sebelumnya. Pada tahap ini, peneliti melakukan wawancara mendalam dengan para pengajar SLB Idayu untuk mendapatkan data primer dari subyek peneliti, data primer. Peneliti memilih guru pendamping siswa tuna rungu wicara, karena mereka yang lebih memahami, dan setiap hari berinteraksi dengan para siswa.

Menurut (Sugiyono, 2005 : 73), tujuan dari wawancara mendalam ini adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide – idenya. Dalam proses wawancara, penulis perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh informan (Pawito, 2008:74).

(63)

47

Dalam observasi ini, peneliti terlibat dengan kegiatan sehari – hari orang yang sedang diamati atau yang digunakan sebagai sumber data penelitian, menggunakan teknik observasi partisipatif (Sugiyono,2011:227).

Observasi partisipatif adalah keterlibatan peneliti dengan kegiatan sehari – hari orang yang sedang diamati at

Gambar

Gambar 1.1 Penetrasi Sosial Analogi Bawang Merah Sumber : www.google.com
Gambar 1.2 Empat Komponen Bahasa

Referensi

Dokumen terkait

Hasil : Pengambilan sampel di Puskesmas Sigaluh 2 sudah tepat untuk alat pengambilan, waktu, petugas, cara penilaian, besar sampel dan kategori strata

Pengaruh Penerapan Sistem Akuntansi Pemerintahan dan Pengendalian Intern terhadap Good Governance dan Dampaknya pada Kualitas Laporan Keuangan (Studi pada SKPA Pemerintah

Manajer dan analis sistem mengembangkan suatu daftar tujuan sistem yang dipenuhi oleh sistem untuk memuaskan pemakai. Pada titik ini, tujuan hanya dinyatakan

Untuk itu, maka dirancang sebuah aplikasi dengan konsep data mining menggunakan algoritma K-Means (Clustering) untuk mengelompokkan data pelanggan dan data produk

(alam dan dari dirinya sendiri , gondok  multinodular cukup umum. 0enurut definisi , nodul tiroid indi*idu hadir dalam goiter multinodular adalah jinak. idak ada

Dan mengetahui serta memahami bahwa saya dapat mengundurkan diri dalam keikutsertaan penelitian ini dan tetap menerima pembiusan spinal selama waktu pembedahan,

Pada tabel 1.1 menyimpulkan bahwa kinerja dari index di atas setiap tahunnya mengalami peningkatan khususnya JII pada tahun 2008 ke 2009 pengalami peningkatan

Pembuatan celengan dari barang bekas untuk anak-anak Gampong Jeumpa dilaksanakan oleh Fadhlul Husni dibantu oleh kawan-kawan Mahasiswa KKN. Acara ini dilaksanakan satu kali