ANALISA DAN SIMULASI PROSES EVAPORASI
PADA PIPA-PIPA EVAPORATOR KETEL UAP PIPA
AIR DENGAN KAPASITAS 40 000 kg/Jam
SKRIPSI
Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik
PARLOT P. T. LBN GAOL NIM. 0 4 0 4 0 1 0 8 7
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
Parlot P.T LBN Gaol : Analisa Dan Simulasi Proses Evaporasi Pada Pipa-Pipa Evaporator Ketel Uap Pipa Air
ANALISA DAN SIMULASI PROSES EVAPORASI
PADA PIPA-PIPA EVAPORATOR KETEL UAP PIPA
AIR DENGAN KAPASITAS 40 000 kg/Jam
PARLOT P. T. LBN GAOL NIM. 0 4 0 4 0 1 0 8 7
Diketahui /Disyahkan : Disetujui oleh:
Departemen Teknik Mesin Dosen Pembimbing
Fakultas Teknik USU Ketua,
Dr. Ing .Ir. Ikhwansyah Isranuri
NIP. 132 018 668 NIP. 130 678 204
ANALISA DAN SIMULASI PROSES EVAPORASI
PADA PIPA-PIPA EVAPORATOR KETEL UAP PIPA
AIR DENGAN KAPASITAS 40 000 kg/Jam
PARLOT P. T. LBN GAOL NIM. 0 4 0 4 0 1 0 8 7
Telah Disetujui dari Hasil Seminar Skripsi
Periode ke-556 Pada Tanggal 02 Desember 2009
Pembanding I Pembanding II
Ir. Mulfi Hazwi, MSc Ir. Isril Amir
NIP. 130 905 356 NIP. 130 517 501
Parlot P.T LBN Gaol : Analisa Dan Simulasi Proses Evaporasi Pada Pipa-Pipa Evaporator Ketel Uap Pipa Air
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK USU M E D A N
MATA PELAJARAN : KETEL UAP
TUGAS SARJANA
N A M A : PARLOT P.T LBN GAOL
N I M : 0 4 0 4 0 1 0 8 7
SPESIFIKASI :
DIBERIKAN TANGGAL : 19 / 02 / 2009
SELESAI TANGGAL : 26 / 11 / 2009
MEDAN, 26 November 2009
KETUA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN, DOSEN PEMBIMBING,
Dr. Ing.Ir. Ikhwansyah Isranuri Ir. Tekad Sitepu NIP. 132 018 668 NIP. 130 678 204
AGENDA : 859/TS/2009
DITERIMA TGL : / /2009
PARAF :
A N A L I S A D A N S I M U L A S I
P R O S E S E V A P O R A S I P A D A P I P A
P I P A E V A P O R A T O R K E T E L U A P
P I P A A I R D E N G A N K A P A S I T A S
KARTU BIMBINGAN
NO
TUGAS SARJANA MAHASISWA
No.: 859 / TS / 2009
Sub. Program Studi : Konversi Energi
Bidang Tugas : KETEL UAP
Judul Tugas : ANALISA DAN SIMULASI PROSES EVAPORASI
PADA PIPA PIPA EVAPORATOR KETEL UAP PIPA AIR DENGAN KAPASITAS 40 000 kg/Jam
Diberikan Tgl. : 19 Februari 2009 Selesai Tgl : 26 November 2009
Dosen Pembimbing : Ir. Tekad Sitepu Nama Mhs : Parlot P T Lbn Gaol
N.I.M. : 0 4 0 4 0 1 0 8 7
Tanggal KEGIATAN ASISTENSI BIMBINGAN Tanda Tangan
Dosen Pemb.
1. 19-02-2009 Spesifikasi Tugas
2. 16-04-2009 Teruskan
3. 01-07-2009 Perbaiki, Gunakan Istilah Indonesia Teruskan
4. 05-08-2009 Sirkulasi Air Ketel
5. 26-08-2009 Perbedaan fungsi Downcomer dengan pipa
Konveksi
6. 27-10-2009 Perjelas Pencampuran Air di Drum atas
7. 10-11-2009 Perbesar hasil-hasil analisa. Teruskan
8. 17-11-2009 Selesaikan
9. 25-11-2009 ACC. Dapat Diseminarkan
10.
11.
12.
13.
14.
CATATAN :
1. Kartu ini harus diperlihatkan kepada Dosen Pembimbing setiap Asistensi 2. Kartu ini harus dijaga bersih dan rapi. 3. Kartu ini harus dikembalikan ke
jurusan. Bila kegiatan asistensi sudah
Diketahui,
Ketua Departemen Teknik Mesin F.T U.S.U
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK U.S.U
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini.
Tugas sarjana ini adalah salah satu syarat untuk dapat menjadi sarjana
teknik di Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara. Adapun
pembahasan dalam tugas akhir ini adalah mengenai mata kuliah ketel uap yaitu
Analisa dan Simulasi Proses Evaporasi Pada Pipa-Pipa Evaporator Ketel
Uap Pipa Air Dengan Kapasitas 40 000 kg/jam.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada
semua pihak yang telah membantu penyelesaian Tugas Sarjana ini, terutama
kepada:
1. Orangtua penulis yang tercinta, Ayahanda M. Lumban Gaol dan Ibunda
K. Situmorang yang senantiasa memberikan doa, nasehat dan dorongan
serta materi hingga tugas sarjana ini selesai.
2. Bapak Ir. Tekad Sitepu selaku dosen pembimbing, yang bersedia
meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan serta masukan dalam
menyelesaikan tugas sarjana ini
3. Bapak Dr. Ing. Ir Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Departemen Teknik
Mesin USU yang memberikan kesempatan kepada penulis dalam
menyelesaikan tugas sarjana ini.
4. Bapak Ir. Isril Amir selaku dosen pembanding seminar yang telah
meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan serta masukan
kepada penulis.
5. Bapak Ir. Mulfi Hazwi, Msc selaku dosen pembanding seminar yang
telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan serta masukan
kepada penulis.
6. Kakak penulis, Heldi Lumban Gaol, yang selalu memberikan semangat
7. Seluruh Dosen dan Pegawai Departemen Teknik Mesin USU yang telah
mengajari penulis selama mengikuti perkuliahan dan urusan
administrasi.
8. Kelompok Kecil “CREDO” (Mangatas, K’Riany) dan adekku Ferdinan
serta semua teman-teman di UKM KMK UP FT USU yang telah
memberikan semangat dan dorongan kepada penulis dalam
menyelesaikan tugas akhir ini
9. Kepada teman-teman pengurus PMK PERKANTAS 2007/2009 dan
seluruh TPP se-Medan yang telah memberikan dorongan kepada penulis
dalam menyelesaikan tugas akhir ini
10.Kepada teman-teman Teknik Mesin khususnya Stambuk 2004 yang
tidak dapat sebutkan satu persatu, yang banyak memberikan bantuan
serta semangat bagi penulis
Penulis menyadari Tugas Sarjana ini masih jauh dari sempurna . Untuk itu penulis
mengharapkan banyak masukan untuk penyempurnaan tugas ini. Dan atas
perhatian pembaca, penulis mengucapkan terima kasih.
Medan, 26 November 2009
Penulis,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR NOTASI ... xi
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Tujuan Dan Manfaat ... 2
1.3. Batasan Masalah ... 2
1.4. Sistematika Penulisan ... 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4
2.1. Pengertian Ketel Uap ... 4
2.2. Ketel Uap Pipa Air ... 4
2.3. Bagian-Bagian Utama Ketel Uap Pipa Air ... 5
2.3.1. Ekonomiser... 5
2.3.2. Evaporator ... 5
2.3.3. Superheater ... 5
2.3.4. Ruang bakar ... 6
2.3.5. Downcomer ... 6
2.3.6. Drum ... 7
2.4. Klasifikasi Ketel Uap Pipa Air berdasarkan susunan Pipa, Drum dan Ruang Bakar Ketel ... 9
2.4.1. Ketel Uap Tipe D ... 9
2.4.2. Ketel Uap Tipe O ... 12
2.4.3. Ketel Uap Tipe A ... 12
2.5. Proses Penguapan Pada Ketel Uap ... 13
2.5.2. Perpindahan Panas dalam Proses Penguapan Pada Pipa Vertikal
dengan Aliran keatas ... 18
2.6. Sirkulasi Alami ... 33
2.7. Visual Basic 6.0... 38
BAB 3 DATA EVAPORATOR KETEL UAP ... 39
3.1. Pipa Waterwall ... 41
3.1.1. Pipa Ruang Bakar (Furnace tube) ... 41
3.1.2. Pipa Layar Ruang Bakar (Screen Tube) ... 42
3.1.3. Pipa Sisi Ruang Bakar (Sidewall tube) ... 44
3.2. Pipa-Pipa Konveksi ... 47
BAB 4 ANALISA DAN SIMULASI PROSES EVAPORASI PADA PIPA EVAPORATOR KETEL UAP ... 51
4.1. Perpindahan Panas Pada Pipa-Pipa Evaporator Ketel Uap ... 53
4.2. Sirkulasi pada pipa pipa ketel uap ... 58
4.2.1. Sirkulasi antara Pipa downcomer dengan pipa sisi ruang bakar ... 58
4.2.2. Sirkulasi antara pipa konveksi dengan pipa ruang bakar dan layar ruang bakar ... 68
4.3. Distribusi Temperatur Pada Pipa Evaporator ... 79
4.3.1. Pipa Sisi Ruang bakar ... 79
4.3.2. Pipa layar Ruang bakar 1 ... 91
4.3.3. Pipa layar Ruang bakar 2 ... 92
4.3.4. Pipa Ruang bakar ... 92
4.4. Simulasi Proses evaporasi pada pipa evaporator Ketel uap ... 93
4.4.1. Diagram Alir Simulasi ... 93
BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 97
5.1. Hasil Analisa dan Simulasi ... 97
5.1.1. Hasil Analisa ... 97
5.1.2. Hasil simulasi dimana dalam pipa tidak terbentuk uap ... 99
5.1.3. Hasil simulasi supaya uap yang dihasilkan sesuai kapasitas ketel ... 104
5.1.5. Variasi kapasitas uap yang dihasilkan ketel mulai dari tidak
terbentuknya uap sampai menghasilkan uap sesuai kapasitas
normal ketel ... 110
5.2. Pembahasan Analisa dan simulasi ... 111
BAB 6 KESIMPULAN ... 113
6.1. Kesimpulan ... 113
6.2. Saran ... 113
DAFTAR PUSTAKA ... 115
LAMPIRAN A : TABEL DAN GRAFIK ... 116
LAMPIRAN B : GAMBAR KETEL UAP VICKERS HOSKIN DENGAN SERI TW 17/56-75 BI DRUM WATER TUBE ... 120
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Drum dengan pemisahan uap secara alami ... 7
Gambar 2. 2 Drum dengan pemisahan uap menggunakan pembatas utama ... 8
Gambar 2. 3 Jenis cyclone pada drum ketel ... 8
Gambar 2. 4 Drum dengan pemisahan uap menggunakan pemisahan mekanis (cyclone) ... 9
Gambar 2. 5 Ketel uap tipe D ... 10
Gambar 2. 6 Susunan pipa pipa ketel uap tipe D... 11
Gambar 2. 7 Ketel uap tipe O ... 12
Gambar 2. 8 Ketel uap tipe A ... 12
Gambar 2. 9 Diagram T-x proses penguapan pada ketel uap ... 13
Gambar 2. 10 Penguapan dalam pipa dengan aliran vertikal keatas ... 14
Gambar 2. 11 Peta aliran dalam pipa aliran vertikal keatas ... 15
Gambar 2. 12 Aliran Gelembung... 16
Gambar 2. 13 Aluran Sumbat (Slug) dan aliran acak (Churn) ... 17
Gambar 2. 14 Aliran Cincin (Annular) ... 17
Gambar 2. 15 Distribusi Temperatur dinding pipa dan air pada daerah subcooling ... 21
Gambar 2. 16 Grafik Flux panas permukaan dan Temperatur permukaan pada daerah subcooled boiling ... 24
Gambar 2. 17 Diagram Rasio flux panas permukaan vs ∆TSUB(z)... 25
Gambar 2. 18 Kwalitas Uap pada derah Subcooled dan Saturated boiling ... 26
Gambar 2. 19 Dryout ... 28
Gambar 2. 20 Departure Nucleat boiling (DNB) ... 28
Gambar 2. 21 Pengaruh Fluks panas pada sifat aliran dua fasa ... 29
Gambar 2. 22 Grafik Temperatur Fluida dan Dinding pipa setelah melewati Flux panas Kritis (Critical Heat Flux) ... 29
Gambar 2. 23 Proses sirkulasi alami pada ketel uap... 33
Gambar 3. 1 Susunan Pipa dan Aliran Gas Panas pada Ketel Uap tipe D Model
Vickers Hoskin dengan Seri TW 17/56-75 BI ... 40
Gambar 3. 2 Pipa ruang bakar ... 42
Gambar 3. 3 Pipa layar ruang bakar ... 43
Gambar 3. 4 Pipa sisi ruang bakar ... 45
Gambar 3. 5 Pipa-Pipa Downcomer ... 46
Gambar 3. 6 Pipa pipa konveksi ... 48
Gambar 4. 1 Diagram Sirkulasi Air/Uap Pada Ketel Uap Vickers Hoskins Tipe TW 17/56-75 ... 53
Gambar 4. 2 Persentase Penyerapaan Panas Pada Pemanasan Awal, Evaporasi dan Superheater pada ketel uap Industri dengan fungsi Tekanan Saturasi (Bobcock and wilcock) ... 54
Gambar 4. 3 Laju aliran massa dan temperatur pada pipa-pipa evaporasi ketel ... 57
Gambar 4. 4 Sirkulasi pipa downcomer dan sisi ruang bakar ... 61
Gambar 4. 5 Grafik faktor kerugian karena belokan ... 63
Gambar 4. 6 Sirkulasi antara pipa konveksi, pipa layar ruang bakar dan pipa ruang bakar... 69
Gambar 4. 7 Diagram alir simulasi ... 94
Gambar 4. 8 Diagram alir menghitung kecepatan massa ... 95
Gambar 4. 9 Diagram alir menghitung distribusi temperatur pada pipa... 96
Gambar 5. 1 Distribusi temperatur fluida, temperatur dinding dan kwalitas uap dalam pipa sisi ruang bakar ... 97
Gambar 5. 2 Distribusi temperatur fluida, temperatur dinding dan kwalitas uap dalam pipa layar ruang bakar 1 ... 98
Gambar 5. 3 Distribusi temperatur fluida, temperatur dinding dan kwalitas uap dalam pipa layar ruang bakar 2 ... 98
Gambar 5. 4 Distribusi temperatur fluida, temperatur dinding dan kwalitas uap dalam pipa ruang bakar ... 99
Gambar 5. 6 Hasil simulasi tanpa terjadi penguapan pada pipa layar ruang bakar 1 ... 101
Gambar 5. 8 Hasil simulasi tanpa terjadi penguapan pada pipa ruang bakar... 103
Gambar 5. 9 Hasil simulasi supaya kapasitas produksi uap 40000 kg/jam pada
pipa sisi ruang bakar ... 105
Gambar 5. 10 Hasil simulasi pada pipa layar ruang bakar 1 supaya kapasitas
produksi uap 40000 kg/jam ... 106
Gambar 5. 11 Hasil simulasi pada pipa layar ruang bakar 2 supaya kapasitas
produksi uap 40000 kg/jam ... 107
Gambar 5. 12 Hasil simulasi pada pipa ruang bakar supaya kapasitas produksi
uap 40000 kg/jam ... 108
Gambar 5. 13 Hasil simulasi sehingga temperatur dinding pipa mencapai batas
temperatur yang diizinkan pada pipa ... 109
Gambar 5. 14 Grafik variasi kapasitas uap yang dihasilkan mulai dari kapasitas
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Konstanta F1, F2, F3 dan F4 untuk korelasi flux panas kritis menurut
Bowring ... 31
Tabel 3.1 Hasil pengukuran belokan pada pipa ruang bakar ... 41
Tabel 3.2 Hasil pengukuran belokan pada pipa layar ruang bakar 1 ... 44
Tabel 3.3 Hasil pengukuran belokan pada pipa layar ruang bakar 2 ... 44
Tabel 3.4 Hasil pengukuran belokan pada pipa sisi ruang bakar ... 45
Tabel 3.5 Hasil pengukuran belokan pada pipa sisi ruang bakar ... 47
Tabel 3.6 Hasil pengukuran belokan pada pipa pipa konveksi ... 49
Tabel 4.1 Hasil perhitungan koefisien kerugian (K) pada pipa downcomer ... 64
Tabel 4.2 Hasil perhitungan koefisien kerugian (K) pada pipa sisi ruang bakar . 64 Tabel 4.3 Hasil iterasi untuk mendapatkan kecepatan massa (G) pada sirkulasi pipa downcomer dengan pipa sisi ruang bakar ... 68
Tabel 4.4 Hasil perhitungan koefisien Kerugian (K) pada pipa konveksi ... 71
Tabel 4.5 Hasil perhitungan koefisien kerugian (K) pada pipa layar ruang bakar 1 ... 71
Tabel 4.6 Hasil iterasi untuk mendapatkan kecepatan massa (G) pada sirkulasi konveksi dengan pipa layar ruang bakar 1... 73
Tabel 4.7 Hasil perhitungan koefisien kerugian (K) pada pipa layar ruang bakar 2 ... 74
Tabel 4.8 Hasil iterasi untuk mendapatkan kecepatan massa (G) pada sirkulasi konveksi dengan pipa layar ruang bakar 2... 76
Tabel 4.9 Hasil perhitungan koefisien kerugian (K) pada pipa ruang bakar ... 77
Tabel 4.10 Hasil iterasi untuk mendapatkan kecepatan massa (G) pada sirkulasi konveksi dengan pipa ruang bakar ... 78
Tabel 4.11 Hasil perhitungan distribusi temperatur pada pipa sampai daerah subcooled ... 81
Tabel 4.13 Hasil perhitungan distribusi temperatur pada pipa pada daerah
subcooled ... 84
Tabel 4.14 Hasil perhitungan temperatur pada pipa pada daerah
postdryout/DNB ... 87
Tabel 4.15 Hasil perhitungan distribusi kwalitas uap (x) pada daerah subcooled 88
Tabel 4.16 Hasil perhitungan jenis aliran disepanjang pipa sisi ruang bakar ... 89
Tabel 4.17 Hasil perhitungan distribusi temperatur, kwalitas uap dan jenis aliran
disepanjang pipa sisi ruang bakar ... 90
Tabel 4.18 Hasil perhitungan distribusi temperatur, kwalitas uap dan jenis aliran
disepanjang pipa layar ruang bakar 1 ... 91
Tabel 4.19 Hasil perhitungan distribusi temperatur, kwalitas uap dan jenis aliran
disepanjang pipa layar ruang bakar 2 ... 92
Tabel 4.20 Hasil perhitungan distribusi temperatur, kwalitas uap dan jenis aliran
disepanjang pipa ruang bakar ... 93
Tabel 5.1 Hasil simulasi kapasitas uap yang dihasilkan mulai dari kapasitas
DAFTAR NOTASI
Symbol Keterangan Satuan
φ Fluks panas permukaan W/m2
1
φ Fluks panas pada pipa waterwall W/m2
2
φ Fluks panas pada pipa-pipa konveksi W/m2
SPL
φ Fluks panas ke fluida cair W/m2
SCB
φ Fluks panas ke gelembung gelembung uap W/m2
( TSAT)ONB Beda temperatur dinding dengan temperatur saturasi pada saat timbulnya gelembung pada pipa
o
C
( TSUB)i Beda temperatur saturasi dengan temperatur fluida masuk ke pipa
o
C
µf Viskositas dinamik pada fasa cair Ns/m2
A Luas penampang m2
cpf Koefisien panas spesifik fluida J/kg.0C
cpg Koefisien panas spesifik gas J/kg. 0C
D Diameter pipa m
Dd Diameter pipa downcomer/pipa konveksi m
Dww Diameter pipa waterwall (pipa layar ruang bakar, pipa
ruang bakar dan pipa sisi ruang bakar)
m
fd Koefisien gesek pada pipa downcomer/pipa konveksi -
fww Koefisien gesek pada pipa waterwall -
G Kecepatan massa kg/m2s
g Gravitasi m/s2
hfo Koefisien konveksi fluida W/m20C
hg Koefisien konveksi fluida pada fasa uap W/m20C
ifg Panas laten penguapan kJ/kg
K Koefisien kerugian karena hambatan pada pipa -
Kd Koefisien kerugian karena hambatan pada pipa
downcomer/pipa konveksi
-
kf Konduktivitas thermal fluida pada fasa cair W/m0C
Symbol Keterangan Satuan
waterwall
Ld Panjang pipa downcomer/pipa konveksi m
Lww Panjang pipa waterwall m
NuD Bilangan Nusselt _
NWL Tinggi permukaan air ketel (Normal Water Level) pada
drum uap
m
P Tekanan MPa, bar
Prf Bilangan Prandle fluida pada fasa cair -
Prw Bilangan Prandle fluida pada dinding pipa -
qCONV Perpindahan panas konveksi W
R Jari-jari pipa m
Re Bilangan Reynold -
Tf(y) Distribusi temperatur kearah radial pada pipa oC
Tf(z) Temperatur fluida (temperatur bulk) pada pusat pipa di sepanjang pipa
o
C
Tfi Temperatur fluida masuk ke pipa oC
Tg(z) Distribusi Temperatur fluida pada fasa uap oC
TSAT Temperatur saturasi oC
TW Temperatur fluida pada dinding pipa oC
Wf Laju aliran massa fasa fluida kg/s
Wg Laju aliran massa fasa gas kg/s
x(z) Distribusi kwalitas uap disepanjang pipa -
x*(z) Distribusi kwalitas uap pada fasa uap -
x’(z) Distribusi kwalitas uap disepanjang pipa sebelum melewati titik Fully Development Boiling
-
xCRIT Kwalitas uap pada saat dryout/DNB -
xDO Sama dengan xCRIT. -
z Panjang pipa atau posisi tertentu disepanjang pipa m
z* Panjang pipa sehingga gelembung berkembang penuh m
zCRIT Panjang pipa hingga terjadi dryout/DNB m
zd Panjang pipa hingga gelembung terpisah dari dinding
pipa
m
Symbol Keterangan Satuan
dryout/DNB
zEQ Panjang pipa sehingga kwalitas uap mencapai 100% -
zFDB Panjang pipa hingga dimulainya daerah penguapan
daerah berkembang penuh
m
zNB Panjang pipa sampai timbulnya gelembung uap pada
dinding pipa
m
ZNWL Tinggi permukaan air ketel (Normal Water Level) pada
drum uap dengan posisi tertentu pada pipa
m
zSAT Panjang daerah pendidihan diukur mulai dari saat
kwalitas uap =0 sampai kwalitas uap =1
m
zSC Panjang pipa sampai daerah subcooled m
Koefisien Ekspansi K-1
Pa Kerugian tekanan karena percepatan fluida dalam pipa N/m2
Pf Kerugian tekanan karena gesekan-gesekan dalam pipa N/m2
Pl Kerugian tekanan karena hambatan-hambatan (belokan,
peralatan/alat ukur dll) dalam pipa
N/m2
Tf Beda temperatur fluida pada dinding dengan
temperatur fluida pada pusat pipa
o
C
TSAT Beda temperatur fluida pada dinding dengan
temperatur saturasi
o
C
TSUB(z) Beda temperatur saturasi dengan temperatur temperatur fluida pada pusat pipa pada daerah subcooled
o
C
TSUB(z)NB Beda temperatur saturasi dengan temperatur temperatur fluida pada pusat pipa pada daerah subcooled saat timbul gelembung-gelembung uap pada dinding pipa
o
C
Perbandingan flux panas ke fluida cair dengan flux panas keseluruhan
-
Kekasaran pipa m
d Kerapatan rata-rata fluida pada pipa dowcomer/pipa
konveksi
kg/m3
f Kerapatan pada fasa cair kg/m3
ww Kerapatan rata-rata fluida pada pipa waterwall kg/m3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemajuan teknologi sekarang ini, khususnya dalam bidang komputer,
telah memungkinkan permasalahan permasalahan yang rumit dapat diselesaikan
dengan cepat dan tepat menggunakan komputer. Termasuk dalam menganalisa
berbagai permasalahan dalam bidang teknik.
Proses pembentukan uap pada pipa evaporator dalam ketel uap pipa air
khususnya yang bersirkulasi secara alami, merupakan salah satu analisa yang
rumit dalam bidang teknik. Proses pembentukan uap di dalam pipa tergantung
kepada karakteristik fluida, flux panas permukaan dan kecepatan massa (G) fluida
di dalam pipa. Namun untuk ketel uap pipa air dengan sirkulasi secara alami
(Natural Circulating Water), kecepatan massa (G) dalam pipa tergantung kepada
flux panas yang diberikan kepada pipa. Dengan demikian proses pembentukan
uap dalam pipa hanya tergantung kepada karakteristik fluida dan flux panas
permukaan saja. Besarnya flux panas permukaan ini tergantung kepada bahan
bakar yang dibakar pada ruang bakar.
Namun analisa proses pembentukan uap ini sangat diperlukan dalam
perencanaan ketel uap pipa air. Seperti dalam memprediksikan flux panas
minimum dan maksimum yang dapat diberikan pada pipa pipa waterwall,
memprediksikan letak terbentuknya gelembung uap pada pipa-pipa waterwall dan
bahkan untuk mengetahui kapasitas uap yang dihasilkan jika diberikan flux panas
tertentu pada pipa pipa waterwall. Hal ini berguna untuk menentukan batas-batas
aman pada saat pengoperasian ketel uap.
Kemajuan komputer saat ini dapat mempermudah permasalahan tersebut,
yaitu dengan membuat simulasi proses pembentukan uap pada pipa pipa
evaporator. Dengan simulasi ini kita dapat mengetahui posisi penguapan dalam
pipa dengan cepat. Bahkan dengan mengubah-ubah besar flux panas yang
diberikan kepada pipa dan juga flux panas yang diberikan supaya ketel
menghasilkan uap sesuai kapasitas normalnya.
1.2. Tujuan Dan Manfaat
Tujuan analisa dan simulasi :
1. Memprediksikan proses penguapan pada pipa pipa Evaporator
2. Memprediksikan jenis-jenis aliran pada pipa pipa Evaporator
3. Menghitung besar flux panas maksimum dan minimum yang dibutuhkan
oleh ketel uap.
Manfaat Analisa dan Simulasi
1. Menghindari kerusakan pada pipa pipa evaporator ketel, akibat panas
yang terlalu besar (overheating).
2. Sebagai bahan pertimbangan untuk perencanaan ketel uap, yaitu
penempatan pipa pipa evaporasi yang tepat pada ketel uap dan
pertimbangan kapasitas bahan bakar yang dibutuhkan.
1.3. Batasan Masalah
Ketel uap yang dianalisa adalah ketel uap pipa air tipe D Vickers Hoskin
dengan nomor seri TW 17/56-75 BI-DRUM WATER TUBE dengan kapasitas
evaporasi 40 000 kg/hr dengan tekanan 2.6 MPa dan temperatur saturasi 2260C.
Analisa dibatasi hanya pada perpindahan panas dan proses pembentukan uap pada
pipa-pipa waterwall yaitu pipa sisi ruang bakar, pipa layar ruang bakar dan pipa
ruang bakar. Sedangkan simulasi dilakukan pada pipa waterwall dengan
mengandaikan flux panas yang diberikan konstan disepanjang pipa.
1.4. Sistematika Penulisan
Tugas akhir ini dibagi menjadi beberapa bab dengan garis besar tiap bab
• Bab I : Pendahuluan
Bab ini berisikan latar belakang permasalahan, tujuan dan manfaat yang
hendak dicapai, batasan masalah, dan sistematika susunan laporan.
• Bab II : Tinjauan Pustaka
Bab ini berisikan landasan teori yang digunakan yaitu mengenai teori ketel
uap, evaporasi dan perpindahan panas pada pipa vertikal dengan aliran fluida
keatas.
• Bab III : Data Evaporator Ketel Uap
Bab ini berisikan data pipa-pipa evaporator ketel uap yang diperoleh dari
lapangan.
• Bab IV : Analisa dan Simulasi Proses Evaporasi Pipa Evaporator Ketel Uap
Bab ini berisikan analisa perpindahan panas dan proses evaporasi pada
pipa-pipa konveksi dan waterwall serta diagram alir simulasi proses evaporasi pada
pipa waterwall ketel uap.
• Bab V : Hasil dan Pembahasan
Bab ini berisikan hasil analisa dan simulasi dan pembahasan hasil analisa dan
simulasi tersebut yang akan digunakan sebagai pertimbangan mengambil
kesimpulan dalam tugas akhir ini
• Bab VI : Kesimpulan dan Saran
Bab ini sebagai penutup, berisikan kesimpulan yang diperoleh dan saran saran
untuk analisa dan simulasi ketel uap berikutnya.
• Daftar Pustaka
Daftar pustaka berisikan literatur-literatur yang digunakan untuk menyusun
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Ketel Uap
Ketel uap adalah alat yang berfungsi untuk mengubah air menjadi uap air
dalam bejana tertutup dengan menggunakan panas. Panas dihasilkan dari
pembakaran bahan bakar pada ruang bakar. Selanjutnya panas tersebut dialirkan
ke dalam bejana dan selanjutnya dari bejana akan diteruskan ke air. Setelah air
mencapai titik didihnya air akan berubah menjadi uap air. Bejana terbuka yang
memproduksi uap tidak termasuk dalam ketel uap.
Berdasarkan Fluida yang mengalir dalam pipa atau bejana, ketel uap
sering diklasifikasikan dalam dua klasifikasi, yaitu ketel uap pipa api dan ketel
uap pipa air. Pada ketel uap pipa api, fluida yang mengalir dalam pipa adalah gas
nyala dari hasil pembakaran yang membawa energi panas, yang akan segera
mentransfer panas ke air ketel melalui bidang pemanas. Sebaliknya dalam ketel
uap pipa air, fluida yang mengalir dalam pipa adalah air ketel, sedangkan
pemanasan air tersebut dilakukan oleh gas-gas asap yang beredar di sekitar
pipa-pipa itu.
Dari dua klasifikasi tersebut masih banyak klasifikasi yang sering dibuat,
yaitu menurut letak dapur, jumlah lorong, bentuk drum, pabrik pembuat ketel,
sistem peredaran air ketel dan berdasarkan susunan pipa ketel.
2.2. Ketel Uap Pipa Air
Ketel uap pipa air memiliki jenis yang bervariasi. Jenis ketel uap pipa air
diantaranya : ketel Yarrow, ketel tipe-D, ketel Stirling, ketel Babcock and
Wilcock dll. Ketel pipa air masih bisa diklasifikasikan berdasarkan sistem
Dibandingkan dengan ketel pipa api, keuntungan ketel pipa air adalah :
1. Sanggup bekerja dengan tekanan tinggi
2. Berat konstruksi ketel yang relatif ringan dari ketel pipa api jika
dibandingkan dengan kapasitas ketel.
3. Kapasitas yang besar
4. Dapat dioperasikan dengan cepat, jadi dalam waktu singkat telah dapat
memproduksi uap
2.3. Bagian-Bagian Utama Ketel Uap Pipa Air
2.3.1. Ekonomiser
Pada ketel tekanan tinggi, temperatur gas keluar dari pipa penguap terakhir
masih tinggi, sehingga bila langsung dibuang, menimbulkan kerugian panas yang
relatif tinggi. Akibatnya effisiensi ketel rendah. Untuk ketel-ketel seperti ini
sering dipasang ekonomiser. Pada pipa ekonomiser gas asap sebelum dibuang
digunakan untuk memanaskan air sebelum masuk ke drum ketel. dengan turunnya
temperatur gas buang, berarti pemanfaatan kalor di dalam ketel lebih besar.
2.3.2. Evaporator
Pada evaporator air dirubah menjadi uap jenuh. Secara teoritis tekanan
dan temperatur pada saat penguapan adalah konstan. Panas yang diberikan ke air
berfungsi untuk mengubah fasa air menjadi uap. Besar panas yang diberikan ini
sering disebut dengan panas laten penguapan. Perubahan fasa dari air ke uap
terjadi dalam beberapa tahap, yaitu timbulnya gelembung-gelembung kecil pada
air setelah mencapai temperatur saturasi, lalu gelembung-gelembung tersebut
membesar hingga dan selanjutnya keluar dari evaporator dengan kwalitas uap
tertentu..
2.3.3. Superheater
Uap jenuh yang dihasilkan pada drum ketel dipanaskan kembali untuk
menaikkan temperatur uap, sehingga kandungan panasnya lebih besar. Disamping
dan sudu-sudu turbin. Dari analisa termodinamika effisiensi thermis menjadi lebih
besar karena kenaikan temperatur tersebut, sehingga pemakaian bahan bakar lebih
irit.
2.3.4. Ruang bakar
Ruang bakar berfungsi sebagai tempat pembakaran bahan bakar. Bahan
bakar dan udara dimasukkan kedalam ruang bakar sehingga terjadi pembakaran.
Dari pembakaran bahan bakar dihasilkan sejumlah panas dan nyala api/gas asap
yang berguna untuk memanasi air ketel.
Dinding ruang bakar umumnya dilapisi dengan pipa-pipa yang berisi air
ketel (waterwall). Air dalam pipa-pipa ini senantiasa bersirkulasi untuk
mendinginkan dinding pipa dan sekaligus berfungsi sebagai pipa penguap. Dari
drum atas air turun melalui pipa downcomer atau pipa-pipa konveksi dan pada
pipa-pipa water wall air naik kembali menuju drum atas. Semakin cepat laju
peredaran air, pendinginan dinding pipa bertambah baik dan kapasitas uap yang
dihasilkan bertambah besar.
Kebersihan dinding pipa waterwall sangat mempengaruhi besarnya laju
perpindahan panas. Pengotoran dinding pipa dapat terjadi pada permukaan luar
akibat jelaga atau dapat terjadi pada permukaan dalam akibat kerak ketel. Kotoran
yang melekat pada dinding pipa waterwall akan memperkecil kapasitas yang
dihasilkan ketel. Lapisan kerak pada dinding pipa sebelah dalam dapat pula
menyebabkan naiknya tekanan ketel.
2.3.5. Downcomer
Pipa Downcomer berfungsi untuk mengalirkan air ketel dari drum uap ke
drum lumpur atau ke header-header air pipa evaporator. Dalam beberapa jenis
ketel, untuk menghubungkan drum uap dengan drum lumpur digunakan pipa-pipa
2.3.6. Drum
Drum ketel berfungsi sebagai tempat penampungan air ketel dan tempat
pemisahan antara air dan gelembung-gelembung uap yang terbentuk dari pipa
pipa waterwall. Menurut konsep pemisahan uap dengan air pada drum ketel,
proses pemisahan ini terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu : pemisahan secara alami
(natural gravity-driven separation), pemisahan dengan menggunakan pembatas
(baffle-assisted primary separation) dan pemisahan secara mekanik (mechanical
primary separator) (Lit 10 hal 5-14).
a. Pemisahan secara alami
Pada proses pemisahan secara alami, air dengan uap dipisahkan karena
perbedaan massa jenis. Dimana uap memiliki massa jenis lebih kecil
dibandingkan dengan air dengan demikian uap akan menuju bagian atas drum dan
air berada dibagian bawah. Proses pemisahan ini tergantung kepada lokasi keluar
uap dan air, kecepatan dan posisi uap masuk, kwalitas uap rata-rata dan lain-lain.
Namun proses pemisahan secara alami memiliki beberapa kelemahan seperti
gambar 2.1 berikut ini.
Gambar 2. 1 Drum dengan pemisahan uap secara alami
Dalam gambar terlihat, jika uap dimasukkan dari bagian bawah drum,
uap akan bercampur dengan air ketel sehingga akan mengurangi temperatur uap
dan meningkatkan temperatur air yang akan masuk ke pipa downcomer/konveksi.
Jika kecepatan uap rendah (a), uap tidak akan mampu melewati air dan
kwalitasnya berkurang, sedangkan jika terlalu tinggi (b), sebagian uap akan masuk
ke pipa-pipa downcomer dan ketinggian air pada drum akan naik, sehingga
dimasukkan dari bagian tengah drum (c), permukaan air pada drum tidak merata
dan sebagian uap masuk ke pipa downcomer, dan jika uap dimasukkan dari
bagian atas drum(d), uap akan mempengaruhi ketinggia air pada ketel dan uap
masuk ke pipa downcomer.
b. Pemisahan dengan menggunakan pembatas
Pada pemisahan ini, campuran uap dan air yang keluar dari pipa pipa
waterwall dipisahkan menggunakan pembatas dengan cara mengarahkan aliran ke
pembatas, dengan demikian air akan terpisah dari uap, dan aliran uap akan
diarahkan, sehingga tidak bercampur dengan air pada drum seperti gambar 2.2
berikut ini.
Gambar 2. 2 Drum dengan pemisahan uap menggunakan pembatas utama
c. Pemisahan secara mekanik
Pemisahan secara mekanik menggunaka prinsip pemisahan karena gaya
sentrifugal dan gaya radial. yaitu dengan mengalirkan campuran uap dan air pada
peralatan berbentuk spiral (cyclone), sehingga akan memisahkan air dari uap
karena gaya setrifugal dan gaya radial akibat bentuk spiral tersebut. Beberapa
contoh alat pemisahan spiral (cyclone) adalah conical cyclone, curved arm
cyclone dan horizontal cyclone . seperti gambar berikut 2.3 berikut ini.
Gambar 2. 3 Jenis cyclone pada drum ketel
Gambar penggunaan cyclone pada drum adalah seperti gambar 2.4. Dimana
campuran uap dan air dibatasi dengan pembatas dari air pada drum ketel, lalu
bercampur dengan air yang dipisahkan dari uap tidak signifikan karena air yang
masuk dari pipa pengisi lebih dekat dengan bagian masuk pipa downcomer.
Gambar 2. 4 Drum dengan pemisahan uap menggunakan pemisahan mekanis (cyclone)
2.4. Klasifikasi Ketel Uap Pipa Air berdasarkan
susunan Pipa, Drum dan Ruang Bakar Ketel
Klasifikasi ketel uap pipa air berdasarkan susunan pipa, drum dan ruang
bakar ketel, dibedakan menjadi ketel uap tipe D, ketel uap tipe O dan ketel uap
tipe A. Ketel uap jenis ini sering disebut dengan Ketel industri (Industrial Boiler)
atau Ketel Paket (Package Boiler). Hal ini karena Ketel ini sering digunakan pada
industri sebagai penghasil uap untuk proses produksi pabrik atau pembakit daya
dengan kapasitas kecil dan pendistribusiannya sering dalam bentuk paket .
2.4.1. Ketel Uap Tipe D
Susunan pipa pada ketel uap tipe D dapat dilihat pada gambar 2.5.
Ketel uap tipe D memiliki dua drum yaitu drum uap (2) dan drum lumpur
(3). Air mengalir dari drum uap melalui pipa-pipa konveksi (Convection
Bank Tube) yang vertikal menghubungkan drum uap dengan drum lumpur
gas panas dari hasil pembakaran. Oleh karena itu pipa-pipa konveksi ini
berfungsi sebagai ekonomiser pada ketel uap tipe D.
Untuk memperbesar effisiensi ketel, umumnya pipa-pipa konveksi di
buat pembatas (baffles), sehingga gas panas hasil pembakaran (flue gas)
dapat melewati pipa pipa dengan lebih lama.
Air akan mengalami penambahan temperatur setelah melalui pipa
konveksi ini. Oleh karena itu, pada pipa ini dapat terjadi penguapan jika
temperatur air mencapai temperatur didihnya. Pada pipa konveksi yang dekat
dengan ruang bakar (Screen Tube), akan mengalami pemanasan yang tinggi,
yaitu pemanasan akibat radiasi dan akibat konveksi dari ruang bakar (1).
Sehingga pipa ini berfungsi juga sebagai pipa penguap.
Gambar 2. 5 Ketel uap tipe D
Selanjutnya air dari pipa konveksi akan ditampung pada Drum
Lumpur untuk selanjutnya dialirkan ke pipa-pipa evaporator. Drum
lumpur ini juga berfungsi mengendapkan kotoran atau lumpur pada air
ketel, sehingga akan mengurangi timbulnya terak pada pipa-pipa
evaporator. Lumpur yang mengendap pada bagian bawah drum lumpur
akan dibersihkan pada waktu pemeriksaan (overhaul).
Dari drum lumpur, air akan mengalir ke pipa pipa penguap. Pipa
pipa ini mengalami flux panas yang tinggi akibat konveksi dan radiasi dari
ruang bakar. Sehingga air yang telah dipanaskan pada pipa-pipa konveksi
dipanaskan pada pipa pipa ini melewati temperatur uapnya dan
Keterangan : 1 : Ruang Bakar 2 : Drum Uap 3 : Drum Lumpur 4 : Pipa-pipa Konveksi 5 : Pipa-pipa waterwall 1
3 2
4
membentuk uap sampai kwalitas uap tertentu tergantung kepada besar flux
panas yang diterima. Selanjutnya uap akan diteruskan ke drum uap. Pada
drum uap, uap dipisahkan dari air supaya menjadi uap kering dengan
menggunakan siklon atau pengering uap.
Penempatan pipa-pipa penguap sering dimodifikasi dengan
menempatkan diseluruh dinding ruang bakar (tidak hanya dalam bentuk D
seperti pada gambar 2.6). Hal ini dilakukan untuk memperbesar
penyerapan panas melalui radiasi dari ruang bakar.
Susunan Pipa-pipa ketel, ruang bakar dan drum ketel pada ketel
uap tipe D secara tiga dimensi dapat dilihat pada gambar 2.6.
Gambar 2. 6 Susunan pipa pipa ketel uap tipe D
Penempatan pembakaran (Burner) pada ketel uap tipe D tergantung
kepada jenis bahan bakarnya. Untuk jenis bahan bakar cair (minyak)
umumnya di tempatkan pada dinding ketel. Namun untuk jenis bahan
bakar padat (batubara, cangkang dll) umumnya ditempatkan dibagian
terhadap lantai. Dan biasanya bahan bakar padat dialirkan melalui
konveyor.
2.4.2. Ketel Uap Tipe O
Ketel uap tipe O memiliki 2 buah drum yaitu drum uap dan drum
lumpur. Susunan pipa-pipa konveksi dan pipa-pipa waterwall membentuk
huruf O. Ruang bakar ditempatkan pada tengah antara pipa-pipa konveksi
dan pipa-pipa waterwall (1). Seperti gambar 2.7 berikut ini.
Gambar 2. 7 Ketel uap tipe O
2.4.3. Ketel Uap Tipe A
Ketel uap tipe A memiliki 3 buah drum yaitu satu buah drum uap
[image:30.595.156.442.259.499.2]dan dua buah drum lumpur (mud drum). Seperti gambar 2.8 berikut ini.
Gambar 2. 8 Ketel uap tipe A
2
1
3 3
Keterangan : 1 : Ruang Bakar 2 : Drum Uap 3 : Drum Lumpur Keterangan : 1 : Ruang Bakar 2 : Drum Uap 3 : Drum Lumpur 2
2.5. Proses Penguapan Pada Ketel Uap
Proses penguapan pada ketel uap terjadi pada tekanan dan temperatur
fluida konstan. Tekanan dan temperatur ini dinamakan tekanan saturasi (PSAT) dan
temperatur saturasi (TSAT). Tekanan dan temperatur saturasi ini menjadi
spesifikasi dari ketel uap tersebut. Pemberian flux panas pada fluida, akan
[image:31.595.153.463.235.486.2]menambah kwalitas uap fluida tersebut.
Gambar 2. 9 Diagram T-x proses penguapan pada ketel uap
Selama proses penguapan ini aliran fluida dalam pipa berbeda-beda,
karena terbentuknya gelembung-gelembung uap dan yang akan bertambah besar
seiring dengan penambahan kwalitas uap. Aliran dan perpindahan panas pada pipa
ketel uap ini, tergantung kepada posisi pipa dan arah aliran fluida. Namun dalam
hal ini yang akan dibahas hanya pada pipa vertikal dan aliran fluida keatas.
2.5.1. Jenis-Jenis Aliran pada Proses Penguapan dengan
Arah Aliran Vertikal Keatas dalam Pipa
Pola aliran proses penguapan pada pipa vertikal dibagi dalam lima bagian
(Gambar 2.10) yaitu aliran fasa cair (single phase liquid flow), aliran gelembung
x (Kwalitas Uap)
0 1
TSAT & PSAT Konstan
T
(bubbly flow), aliran sumbat (slug flow), aliran annular (annular flow), aliran fasa
[image:32.595.158.464.144.527.2]uap (single phase vapor flow).
Gambar 2. 10 Penguapan dalam pipa dengan aliran vertikal keatas
Meskipun sulit untuk mengetahui jenis aliran didalam pipa, dan posisi
pergantian jenis aliran yang satu denagn yang lainnya, diperlukan sekali metoda
untuk memberikan gambaran posisi jenis aliran tertentu dalam pipa. Suatu metoda
untuk menggambarkan peralihan jenis aliran dalam pipa adalah dalam bentuk
pemetaan jenis aliran. Jenis aliran ini dilukiskan dalam bentuk grafik, koordinat
yang merupakan fungsi dari kecepatan superfisial fase gas ( jg) dan kecepatan
superfisial fase cairan ( jf ). Grafik jenis aliran dengan aliran fluida vertikal keatas
pada pipa vertikal yang telah dibuat oleh para peneliti (Hewit & Roberts, 1969)
Gambar 2. 11 Peta aliran dalam pipa aliran vertikal keatas
Kecepatan superfisial fase gas ( jg) dan kecepatan superfisial fase cairan ( j ) dihitung menggunakan persamaan berikut ini f
] s [kg/m x)]
-[G(1 2
f 2 2
ρ
ρf jf = [ Lit. 2. hal:15] 2- 1
] s [kg/m ]
[G x 2
g 2 2
ρ
ρg jg = [ Lit. 2. hal:15] 2- 2
2.5.1.1.
Aliran Fasa Cair (Single Phase liquid Flow)
Sebelum air mencapai temperatur saturasi, aliran didalam pipa adalah
aliran fasa cair (single Phase liquid). Batas aliran ini adalah sampai
terbentuknya gelembung (bubbly) pada dinding pipa. Dalam aliran ini fluida
dianalisa sebagai fluida incompressible. Dan perpindahan panas yang terjadi
adalah perpindahan panas secara konveksi.
g
j
f
2.5.1.2.
Aliran Gelembung (Bubbly Flow)
Setelah temperatur air dalam pipa sama dengan temperatur saturasi
air tersebut akan timbul gelembung gelembung kecil terutama pada
dinding pipa, karena air yang lebih dahulu mencapai temperatur saturasi
adalah pada dinding pipa. Aliran pada daerah gelembung-gelembung kecil
ini dinamakan aliran gelembung (Bubbly Flow).
Gambar 2. 12 Aliran Gelembung
Dalam aliran gelembung, gelembung uap pada satu sisi bisa kecil
dan berbentuk bulat dan disisi lain bisa juga besar dengan bentuk bulat dan
datar. Dalam kondisi ini ukuran gelembung tidak selalu sama persis, tetapi
diperkirakan mempunyai ukuran yang sama (uniform).
Dari gambar 2.11 diatas dapat diketahui batas aliran gelembung
(Bubbly Flow) adalah:
] s [kg/m
5124 2
2
>
f f j
ρ
] s [kg/m
168 2
2
<
g g j
ρ
2.5.1.3.
Aliran Sumbat (Slug Flow)
Seiring dengan meningkatnya kwalitas uap pada pipa,
gelembung-gelembung uap yang timbul akan bertambah besar, sehingga membentuk
sumbat – sumbat pada pipa. Aliran pada daerah ini dinamakan aliran
sumbat (Slug Flow). Namun jika pada aliran sumbat ini terdapat banyak
gelembung-gelembung kecil (bubbly), aliran pada daerah ini sering disebut
Gambar 2. 13 Aluran Sumbat (Slug) dan aliran acak (Churn)
Aliran acak dibentuk dari pecahnya gelembung uap besar dalam
aliran sumbat. Aliran ini kadang-kadang disebut sebagai aliran semi-cincin
(semi-annular) atau aliran cincin-sumbat cairan (slug-annular).
Dari gambar 2.11 diatas dapat diketahui batas aliran sumbat (Slug
Flow) adalah:
] s [kg/m
5124 2
2
<
f f j
ρ
] s [kg/m
168 2
2
<
g g j
ρ
2.5.1.4.
Aliran Cincin (Annular Flow)
Selanjutnya gelembung-gelembung besar pada aliran sumbat
tersebut akan semakin besar sehingga membentuk silinder ditengah
tengah pipa, sedangkan di dinding pipa masih berbentuk cair. Aliran pada
daerah ini dinamakan aliran annular (Annular Flow). Fasa cair pada
dinding pipa di daerah aliran annular akan semakin menipis seiring dengan
bertambahnya kwalitas uap yang terbentuk. Sehingga mencapai titik
dimana fasa cair pada dinding ini tidak ada lagi. Titik ini dinamakan titik
Dryout (Dryout Point). Namun pada titik dryout ini, kwalitas uap belum
mencapai titik jenuh uap.
[image:35.595.255.362.621.735.2]Untuk flux panas yang besar, cairan pada dinding pipa akan
mengering lebih dahulu, sementara cairan pada tengah pipa masih belum
menguap. Dengan demikian akan membentuk aliran silinder dengan cairan
ditengah pipa. Aliran ini disebut aliran wispy annular. Dan umumnya
aliran ini terjadi dalam kondisi Departure Nucleat Boiling (DNB). Karena
kwalitas uap pada aliran ini masih rendah.
Dari gambar 2.11 diatas dapat diketahui batas aliran annular
(Annular Flow) adalah:
] s [kg/m
1000 2
2
<
f f j
ρ
] s [kg/m
168 2
2
>
g g j
ρ
Dan batas aliran wispy annular adalah : ]
s [kg/m
1000 2
2 > f f j
ρ
] s [kg/m
168 2
2
>
g g j
ρ
2.5.1.5.
Aliran Fasa Uap (Single Phase Vapor Flow)
Setelah Fluida mencapai fasa uap jenuh, aliran fluida adalah aliran
fasa uap (Single Phase Vapor). Dan pada aliran ini uap akan menjadi uap
superheat.
2.5.2. Perpindahan Panas dalam Proses Penguapan Pada
Pipa Vertikal dengan Aliran keatas
Perpindahan panas pada proses penguapan pada pipa vertikal dengan
aliran ke atas dibagi dalam empat bagian yaitu : perpindahan panas konveksi pada
fasa cair (Convection Single-Phase liquid), Subcooled boiling, saturated boiling
dan perpindahan panas ponveksi pada fasa uap (Convection Single-Phase vapor).
Posisi daerah perpindahan panas ini berbeda-beda pada pipa, tergantung kepada
besar flux panas permukaan yang diberikan kepada pipa. Posisi perpindahan
2.5.2.1.
Perpindahan Panas Konveksi pada Fasa Cair
Perpindahan panas konveksi dengan flux Panas (φ) konstan dihitung dengan menggunakan persamaan 2-3 berikut ini.
A
qconv =φ. 2- 3
Dimana :
A = Luas permukaan yang dipanasi [m2]. Dalam pipa, luas penampang yang dipanasi adalah .D.z
φ = Fluks panas pada permukaan pipa [Watt/m2]
qconv = Perpindahan panas konveksi [Watt]
z = Panjang pipa [m]
Sehingga untuk pipa dengan diameter D, besar perpindahan panas yang terjadi
adalah :
z D
π φ =
conv
q 2- 4
Sedangkan perpindahan panas pada fluida didalam pipa adalah :
) ) ( ( .
. pf f fi
f
conv W c T z T
q = − 2- 5
Dimana :
Wf = laju aliran massa pada fasa cair (kg/s)
cpf = koefisien panas konveksi pada fasa cair [J/kg 0C]
Tf(z) = Temperatur lokal fluida dalam pipa [0C]
Tfi = Temperatur fluida masuk pipa [0C]
Sehingga keseimbangan panas pada pipa adalah dengan menggabungkan
persamaan 2-4 dan 2-5 diatas persamaan menjadi:
) ) ( ( . . z
D =Wf cpf Tf z −Tfi
π
φ 2- 6
Laju aliran massa Wf sering dibuat dalam kecepatan massa (G ) hubungan
antara keduanya adalah seperti persamaan 2-7.
2
4
D W
G f
π
Sehingga dengan menyusun ulang persamaan 2-6 diatas dan
menggabungkannya kedalam persamaan 2-7. didapatkan persamaan 2-8, untuk
menghitung distribusi panas lokal fluida disepanjang pipa.
D c G z T z T pf fi f φ 4 )
( = + 2- 8
Temperatur permukaan dinding pipa adalah temperatur lokal fluida
ditambah dengan perbedaan temperatur dinding dengan temperatur lokal :
) )
(
( f f
w T z T
T = +∆ [ Lit. 2. hal:145] 2- 9
Dimana :
fo f h
T =φ/
∆ [ Lit. 2. hal:145] 2- 10
Sehingga persamaan 2-9 diatas menjadi
fo f w h z T
T = ( )+ φ 2- 11
Untuk mendapatkan hfo dihitung dari bilangan Nusselt menurut persamaan
f fo D k D h
Nu = 2- 12
Dimana :
D
Nu = bilangan Nusselt
fo
h = koefisien konveksi fluida [W/m20C]
f
k = konduktivitas thermal fluida [W/m 0C]
D = diameter pipa [m]
Bilangan Nusselt untuk aliran laminar dalam pipa
1 . 0 2 2 3 25 . 0 43 . 0 33 . 0 Pr Pr Pr Re 17 . 0 ∆ = f f w f f D T g D Nu µ β ρ
[ Lit. 2. hal:146] 2- 13
berlaku untuk z/D > 50 dan Re < 2000, Sedangkan untuk aliran Turbulen dalam
pipa digunakan persamaan Dittus-Boelter, yang berlaku untuk z/D > 10 dan
Re>3000. 4 . 0 8 . 0 Pr Re 023 . 0 f D
2.5.2.2.
Subcooled boiling
Daerah subcooled boiling adalah daerah mulai timbulnya gelembung
gelembung pada dinding pipa sampai pada temperatur rata-rata fluida sama
dengan temperatur saturasi fluida. Umumnya jenis aliran yang terjadi pada daerah
[image:39.595.155.434.205.489.2]ini adalah aliran gelembung (Bubbly flow) dan aliran sumbat (Slug Flow)
Gambar 2. 15 Distribusi Temperatur dinding pipa dan air pada daerah subcooling
Temperatur fluida pada dinding pipa umumnya lebih tinggi dari
temperatur fluida di tengah pipa. Sehingga fluida yang terlebih dahulu mencapai
temperatur saturasi adalah pada dinding pipa. Oleh karena itu pembentukan
gelembung–gelembung lebih dahulu pada dinding pipa. Posisi terbentuknya
gelembung gelembung awal ini dinamakan Nucleat boiling. Gambar Posisi
Nucleat boiling dapat dilihat pada gambar 2-15 diatas [Lit 9 hal 2.7.3-5].
Pembentukan gelembung tidak terjadi saat Temperatur dinding sama
dengan temperatur saturasi, tetapi ada penambahan temperatur tertentu
ONB SAT
T )
(∆ ). Sehingga pembentukan Gelembung pada dinding pipa terjadi saat
ONB SAT SAT
W T T
pembentukan gelembung pada dinding pipa akan bergeser atau bertambah.
Pergeseran posisi ini dinamakan Onset Nucleat boiling (ONB). Temperatur fluida
( Tf ) di pusat pipa saat timbulnya gelembung pada dinding pipa dapat dihitung
menggunakan persamaan 2-8. Sehingga dengan menghubungkan kondisi Onset
Nucleat boiling ini kedalam persamaan 2-11 dan menyusun ulang kembali
persamaan, maka dapat diketahui posisi Onset Nucleat boiling (zNB) menurut
persamaan 2-15.
Untuk pipa yang dipanaskan dengan flux panas (φ) konstan dengan
kecepatan massa (G), Panjang pipa sampai timbulnya gelembung uap dihitung
dengan persamaan 2-15 dibawah ini.
− ∆
+ ∆
=
fo ONB SAT i
SUB pf
NB
h T
T D c G
z ( ) ( ) 1
4 φ [ Lit. 2. hal:146] 2- 15
Dimana :
i SUB
T )
(∆ = Beda temperatur saturasi dengan temperatur fluida masuk
pipa
ONB SAT
T )
(∆ = Beda temperatur dinding pipa saat Onset Nucleat boiling
dengan Temperatur Saturasi
fo
h = koefisien konveksi fluida
NB
z = panjang pipa sampai terjadinya nucleat boiling
pf
c = koefisien panas konveksi pada fasa cair
φ = Flux panas permukaan
Pembentukan gelembung uap pada pusat pipa akan terjadi saat temperatur
fluida pada pusat pipa sama dengan temperatur saturasi fluida ( Tf(z) = TSAT).
Posisi ini adalah batas daerah subcooled boiling sehingga sering disebut dengan
panjang subcooled boiling (z ). Dengan menyusun ulang persamaan 2-8 diatas sc
untuk menghitung jarak dari ujung masuk fluida sampai temperatur fluida sama
dengan temperatur saturasi fluida, didapatkan persamaan 2-16 berikut ini.
) (
4 SAT fi
pf
sc T T
D c G
z = −
Sehingga daerah subcooled boiling adalah mulai dari terbentuknya
gelembung pada dinding pipa (zNB) sampai terbentuknya gelembung pada pusat
pipa (zSC). Panjang daerah ini dihitung dengan persamaan 2-17 .
∆
− =
−
φ ONB
SAT fo
pf NB
SC
T h
D c G z
z 1 ( )
4 [ Lit. 2. hal:146] 2- 17
Distribusi temperatur dari dinding pipa sampai pusat pipa dapat diketahui dengan
menggunakan persamaan 2-18 berikut ini.
f W f
k y T
y
T ( )= −φ [ Lit. 2. hal:150] 2- 18
Besar harga penambahan temperatur dari temperatur saturasi pada saat
Onset Nucleat boiling (∆TSAT)ONB belum diketahui. Untuk mengetahui harga
ONB SAT
T )
(∆ harus terlebih dahulu diketahui koefisien perpindahan panas ke fluida cair (Single Phase Liquid) dan koefisien perpindahan panas ke gelembung
gelembung uap (Subcooled Boiling).
Besar flux panas permukaan yang dibutuhkan pada daerah subcooled
boiling adalah seperti gambar 2-16. Daerah ini dibagi dalam dua jenis yaitu
daerah Penguapan terpisah (Partial Boiling) dan daerah penguapan berkembang
penuh (Fully Development Boiling).
Pada daerah penguapan terpisah flux panas dibagi menjadi dua bagian
yaitu flux panas ke fluida cair (φSPL) dan flux panas ke gelembung gelembung uap
(φSCB) menurut persamaan 2-19 .
SCB SPL φ
φ
φ = + [ Lit. 2. hal:156] 2- 19 Dimana seiring dengan bertambahnya kwalitas uap mulai saat fluida
mencapai temperatur saturasi, φSPL akan berkurang karena berkurangnya fluida
cair dan φSCB akan bertambah. Namun pengurangan φSPL masih sebanding dengan
penambahan φSCB, sehingga flux panas φ masih belum berubah, dan masih
dianggap hanya flux φSPL, sampai tercapai temperatur D’. Pada gambar 2.16, pada saat temperatur dinding mencapai titik D’ temperatur akan turun menjadi
temperatur titik D. Hal ini karena terjadinya pembentukan uap pada dinding. Dan
Pada daerah penguapan berkembang penuh (fully development boiling)
flux panas ke fluida cair (φSPL) adalah nol, sehingga flux panas seluruhnya adalah
[image:42.595.124.476.169.482.2]ke gelembung gelembung uap (φSCB).
Gambar 2. 16 Grafik Flux panas permukaan dan Temperatur permukaan pada daerah subcooled boiling
Menurut Bowring, grafik rasio flux panas permukaan dengan perbedaan
temperatur saturasi dengan temperatur fluida ( T (z)
SUB
∆ ) adalah seperti gambar
Gambar 2. 17 Diagram Rasio flux panas permukaan vs ∆TSUB(z) [ Lit. 2. hal:158 ]
Untuk mencari beda temperatur saturasi dengan temperatur bulk fluida
pada saat timbulnya gelembung pada dinding pipa (Nucleat boiling)
(∆TSUB(zNB)), menurut Bowring digunakan Persamaan 2-20 berikut ini.
Ψ − =
∆ n
fo NB
SUB
h z
T ( ) φ φ [ Lit. 2. hal:149] 2- 20
Sedangkan untuk mencari beda temperatur saturasi dengan temperatur
bulk fluida pada saat gelembung berkembang penuh (Fully Development
Boiling/FDB), menurut Bowring digunakan Persamaan 2-21 berikut ini.
n
fo FDB
SUB
h z
T
−
=
4 . 1 4
. 1 )
( φ ψ φ [ Lit. 2. hal:158] 2- 21
Persamaan umum untuk ∆TSAT adalah
n SAT
T =Ψφ
∆ [ Lit. 2. hal:148] 2- 22
Menurut Jens dan Lottes untuk air, besar harga Ψ=25e−p/62 dan harga n=0.25, sehingga persamaan 22 untuk daerah subcooled boiling menjadi persamaan
2-23 berikut ini.
62 / 25 . 0
25 p
SAT e
T = −
∆ φ [ Lit. 2. hal:165] 2- 23
Point Subcooled, ∆TSUB(z)
TW=TSAT
FDB
1
ONB 0
0
Rasio flux panas permukaan
Dimana :
φ = flux panas permukaan [MW/m2]
p = Tekanan fluida [bar]
2.5.2.3.
Saturated Boiling
Setelah melewati daerah daerah berkembang penuh pada subcooled
boiling, perpindahan panas yang terjadi adalah perpindahan panas dua fasa, yaitu
fasa uap dan air. Seiring dengan itu kwalitas uap bertambah. Besarnya
penambahan kwalitas uap tersebut setelah melewati daerah berkembang penuh
berbeda dengan sebelum berkembang penuh. Hal ini karena dalam daerah
berkembang penuh perpindahan panas kepada aliran dua fasa, sedangkan sebelum
daerah berkembang penuh sebagian ke fasa cair, dan sebagian ke gelembung uap.
kwalitas uap mulai memiliki harga setelah gelembung terpisah dari dinding pipa
[image:44.595.130.492.344.740.2](zd). Grafik kwalitas uap dapat dilihat pada gambar 2.18.
Gambar 2. 18 Kwalitas Uap pada derah Subcooled dan Saturated boiling [ Lit. 2. hal:179 ]
ZSC
Z*
ZNB
Persamaan 2-24 berikut ini digunakan untuk menghitung kwalitas uap setelah
melewati daerah berkembang penuh (fully development region) atau z > z*.
) ( 4 ) ( SC fg z z i G D z
x = φ − [ Lit. 2. hal:207] 2- 24
Sedangkan kwalitas uap sebelum melewati daerah berkembang penuh (fully
development region) z < z* di hitung dengan menggunakan persamaan 2-24
berikut ini. ) ( ) 1 ( 4 ) ( ' d fg z z i G D z x − + = ε
φ [ Lit. 2. hal:207] 2- 25
Dimana :
d
z = Panjang pipa sehingga uap lepas dari dinding pipa
− ∆ = f i SUB pf d Gv T D c G z η φ ) ( 4 *
z = panjang pipa sehingga fluida mengalami penguapan berkembang
penuh
+
∆
=
f i SUB pfv
G
T
D
c
G
z
ε
η
φ
)
(
4
* ] / [ 10 ] 1 . 0 14[ + p × −6 0Cm3 J
= η
Untuk tekanan 1-9.5 bar
+ = + fg pf g f i c ρ ρ ε) 1 3.2 1
(
Untuk tekanan 9.5-50 bar (1+ε)=2.3 Untuk tekanan diatas 50 bar (1+ε)=2.6
Seiring dengan bertambahnya kwalitas uap, fluida akan mengalami titik
kritis atau sering disebut Dryout dan Departure Nucleat boiling (DNB). Istilah
Dryout digunakan untuk flux panas rendah dan kwalitas uap tinggi saat melewati
titik kritis. Departure Nucleat boiling (DNB) digunakan untuk flux panas tinggi
dan kwalitas uap rendah saat melewati titik kritis. Pada Dryout, Fluida cair sudah
setelah melewati titik kritis adalah aliran fasa uap dan sebelum melewati titik
[image:46.595.223.401.125.232.2]kritis alirannya adalah aliran cincin (Gambar 2.19).
Gambar 2. 19 Dryout
Pada DNB, dapat terjadi saat subcooled boiling dan saturasi sebelum
kwalitas uap mencapai kurang lebih 50%, umumnya aliran setelah titik kritis
adalah aliran wispy annular (Gambar 2.20)
Gambar 2. 20 Departure Nucleat boiling (DNB)
Peta untuk melihat proses penguapan dapat dilihat pada gambar 2.21.
Untuk flux panas konstan garis i, ii, iii, iv, v, vi dan vi. Untuk flux panas
permukaan rendah (i, ii), garis penguapan melewati perpindahan panas fasa cair,
lalu daerah subcooled boiling, saturated boiling, perpindahan panas dua fasa dan
melewati titik dryout. Namun untuk flux panas menengah (iii, iv, v) garis
melewati perpindahan panas fasa cair dengan singkat, lalu subcooled boiling agak
panjang dan melewati saturasi namun tidak melewati perpindahan panas dua fasa
dan langsung melewati titk kritis dengan kondisi DNB pada saturasi. Dan untuk
flux panas tinggi (vi, vii) tidak melewati perpindahan panas fasa cair tetapi
langsung ke subcooled dan melewati titik kritis dalam kondisi DNB subcooled
[image:46.595.156.441.294.494.2]Gambar 2. 21 Pengaruh Fluks panas pada sifat aliran dua fasa [ Lit. 9. hal:2.7.3-4]
Setelah melewati titik kritis temperatur akan naik secara dratis, karena
koefisien perpindahan panas turun secara drastis akibat dinding pipa dipenuhi oleh
uap (Single Phasa Vapor).
Gambar 2. 22 Grafik Temperatur Fluida dan Dinding pipa setelah melewati Flux panas Kritis (Critical Heat Flux) [ Lit. 10. hal:5-3]
Panjang Pipa (z)
T
em
p
erat
u
r (
T
Untuk flux panas yang tinggi, DNB atau dryout ini bisa mengakibatkan
kerusakan pipa karena menerima panas yang berlebihan (overheating), bahkan
dapat mengakibatkan pipa meleleh (Gambar 2.22), atau jika pipa melewati
temperatur kritis materialnya, akan mempengaruhi sifat-sifat material pipa
tersebut, dan bahkan bagian dalam pipa bisa mengalami korosi. Oleh karena itu,
analisa titik kritis sangat penting dalam perencanaan pipa ketel.
Untuk pipa yang dipanasi dengan flux panas permukaan konstan, flux
panas kritisnya adalah flux panas permukaan tersebut. Sehingga untuk mengetahui
titik kritisnya adalah dengan menghitung kwalitas uap pada saat titik kritis
tersebut. Dengan menggunakan korelasi Barnett dan Macbeth seperti pada
persamaan 2-26 berikut ini.
fg CRIT
i G D
C A
x = 4( '−φ× ') [ Lit. 2. hal:265] 2- 26
Dimana :
G D F
F DGi
A
fg
5 . 0 2
1
0143 . 0 1
4 317 . 2
'
+
=
n
G F
DG F C
) 1356 / ( 347 . 0 1
077 . 0 '
4 3
+ =
p n=2.0−0.00725 p=Tekanan [bar]
D=diameter pipa [m]
φ=Flux panas permukaan G=Kecepatan Massa [kg/m2s]
ifg= Panas Laten untuk penguapan
Tabel 2.1. Konstanta F1, F2, F3 dan F4 untuk korelasi flux panas kritis menurut Bowring
[Lit. 2. hal:215 ]
Tekanan [bar]
F1 F2 F3 F4
1 0.478 1.782 0.400 0.0004
5 0.478 1.019 0.400 0.0053
10 0.478 0.662 0.400 0.0166
15 0.478 0.514 0.400 0.0324
20 0.478 0.441 0.400 0.0521
25 0.480 0.403 0.401 0.0753
30 0.488 0.390 0.405 0.1029
35 0.519 0.406 0.422 0.1380
40 0.590 0.462 0.462 0.1885
45 0.707 0.564 0.538 0.2663
50 0.848 0.698 0.647 0.3812
60 1.043 0.934 0.890 0.7084
68.9 1.000 1.000 1.000 1.000
70 0.984 0.995 1.003 1.030
80 0.853 0.948 1.033 1.322
90 0.743 0.903 1.060 1.647
100 0.651 0.859 1.085 2.005
110 0.572 0.816 1.108 2.396
120 0.504 0.775 1.129 2.819
130 0.446 0.736 1.149 3.274
140 0.395 0.698 1.168 3.760
150 0.350 0.662 1.186 4.227
160 0.311 0.628 1.203 4.825
170 0.277 0.595 1.219 5.404
180 0.247 0.564 1.234 6.013
190 0.220 0.534 1.249 6.651
200 0.197 0.506 1.263 7.320
2.5.2.4.
Perpindahan Panas pada daerah postdryout
Daerah postdryout dimulai dari posisi dryout sampai kepada uap superheat
hingga keluar pipa penguap. Dalam daerah ini umumnya aliran fluida adalah
annular atau wispy annular. Seiring dengan bertambahnya kwalitas uap, pada titik
tertentu akan mencapai kwalitas uap 100% secara teoritis, panjang pipa hingga
fluida mencapai kwalitas uap 100% atau posisi equalibrium (zEQ) dihitung
DO DO
fg
EQ x z
i DG
z +
−
= (1 )
4φ [ Lit. 2. hal:233] 2- 27
Dimana :
EQ
z = Panjang pipa hingga mencapai kwalitas uap 100% atau posisi
equalibrium [m]
φ = flux panas permukaan [W/m2]
DO
z = Panjang pipa hingga fluida mencapai titik Dryout/kritis [m]
DO
x = kwalitas uap pada posisi dryout
G = Kecepatan massa [kg/m2s]
D = Diameter pipa [m]
fg
i = Panas laten pengupan
Distribusi kwalitas uap pada daerah postdryout dihitung dengan persamaan 2-28
− +
= 4 ( )
) (
*
DO fg
DO z z
i DG x
z
x εφ [ Lit. 2. hal:233] 2- 28
Dimana :
) (
*
z
x = Kwalitas uap pada posisi z pada pipa
z = Posisi pada pipa. Yaitu daerah antara posisi dryout hingga
kwalitas uap mencapai 100%
ε = Rasio φa/φc
Namun panjang pipa hingga fluida mencapai kwalitas uap 100% secara aktual
(z ) dihitung dengan persamaan 2-29 berikut ini. *
DO DO fg z x i DG
z +
−
= (1 )
4
*
εφ [ Lit. 2. hal:234] 2- 29
Distribusi temperatur fluida pada pipa untuk z < z*, dihitung dengan
persamaan 2-30, untuk z < z*, dihitung dengan persamaan 2-31.
− − + = D c G z z T z T pg DO SAT g ) ( ) 1 ( 4 )
( ε φ [ Lit. 2. hal:235] 2- 30
− + = D c G z z T z T pg EQ SAT g ) ( 4 )
2.6. Sirkulasi Alami
Sirkulasi air pada ketel uap dengan sikulasi alami terjadi karena perbedaan
kerapatan fluida antara pipa waterwall dengan pipa-pipa konveksi atau pipa
downcomer. Perbedaan kerapatan ini karena temperatur pada pipa waterwall lebih
besar dari pipa-pipa konveksi atau pipa downcomer.
Pipa yang dipanasi dengan flux panas tertentu akan mengalami
pengeringan saat air telah berubah menjadi uap sepenuhnya (titik Dryout),
akibatnya air akan mengalir untuk mempertahankan ketinggian statis fluida. Hal
ini terjadi pada pipa waterwall, sehingga ketinggian air pada pipa waterwall
diukur sampai titik dryout tersebut. Seperti gambar 2-23 berikut ini
Gambar 2. 23 Proses sirkulasi alami pada ketel uap [ Lit. 10. hal:5-3]
Kerugian tekanan statis pada pipa akibat pemanasan fluida, dryout dan hambatan
karena peralatan pada pipa dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini
) (
) ) ( (
0 _
l a f Z
d z dz g P P P<