• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Dan Simulasi Proses Evaporasi Pada Pipa-Pipa Evaporator Ketel Uap Pipa Air Dengan Kapasitas 40 000 kg/Jam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Dan Simulasi Proses Evaporasi Pada Pipa-Pipa Evaporator Ketel Uap Pipa Air Dengan Kapasitas 40 000 kg/Jam"

Copied!
179
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA DAN SIMULASI PROSES EVAPORASI

PADA PIPA-PIPA EVAPORATOR KETEL UAP PIPA

AIR DENGAN KAPASITAS 40 000 kg/Jam

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

PARLOT P. T. LBN GAOL NIM. 0 4 0 4 0 1 0 8 7

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

Parlot P.T LBN Gaol : Analisa Dan Simulasi Proses Evaporasi Pada Pipa-Pipa Evaporator Ketel Uap Pipa Air

ANALISA DAN SIMULASI PROSES EVAPORASI

PADA PIPA-PIPA EVAPORATOR KETEL UAP PIPA

AIR DENGAN KAPASITAS 40 000 kg/Jam

PARLOT P. T. LBN GAOL NIM. 0 4 0 4 0 1 0 8 7

Diketahui /Disyahkan : Disetujui oleh:

Departemen Teknik Mesin Dosen Pembimbing

Fakultas Teknik USU Ketua,

Dr. Ing .Ir. Ikhwansyah Isranuri

NIP. 132 018 668 NIP. 130 678 204

(3)

ANALISA DAN SIMULASI PROSES EVAPORASI

PADA PIPA-PIPA EVAPORATOR KETEL UAP PIPA

AIR DENGAN KAPASITAS 40 000 kg/Jam

PARLOT P. T. LBN GAOL NIM. 0 4 0 4 0 1 0 8 7

Telah Disetujui dari Hasil Seminar Skripsi

Periode ke-556 Pada Tanggal 02 Desember 2009

Pembanding I Pembanding II

Ir. Mulfi Hazwi, MSc Ir. Isril Amir

NIP. 130 905 356 NIP. 130 517 501

(4)

Parlot P.T LBN Gaol : Analisa Dan Simulasi Proses Evaporasi Pada Pipa-Pipa Evaporator Ketel Uap Pipa Air

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK USU M E D A N

MATA PELAJARAN : KETEL UAP

TUGAS SARJANA

N A M A : PARLOT P.T LBN GAOL

N I M : 0 4 0 4 0 1 0 8 7

SPESIFIKASI :

DIBERIKAN TANGGAL : 19 / 02 / 2009

SELESAI TANGGAL : 26 / 11 / 2009

MEDAN, 26 November 2009

KETUA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN, DOSEN PEMBIMBING,

Dr. Ing.Ir. Ikhwansyah Isranuri Ir. Tekad Sitepu NIP. 132 018 668 NIP. 130 678 204

AGENDA : 859/TS/2009

DITERIMA TGL : / /2009

PARAF :

A N A L I S A D A N S I M U L A S I

P R O S E S E V A P O R A S I P A D A P I P A

P I P A E V A P O R A T O R K E T E L U A P

P I P A A I R D E N G A N K A P A S I T A S

(5)

KARTU BIMBINGAN

NO

TUGAS SARJANA MAHASISWA

No.: 859 / TS / 2009

Sub. Program Studi : Konversi Energi

Bidang Tugas : KETEL UAP

Judul Tugas : ANALISA DAN SIMULASI PROSES EVAPORASI

PADA PIPA PIPA EVAPORATOR KETEL UAP PIPA AIR DENGAN KAPASITAS 40 000 kg/Jam

Diberikan Tgl. : 19 Februari 2009 Selesai Tgl : 26 November 2009

Dosen Pembimbing : Ir. Tekad Sitepu Nama Mhs : Parlot P T Lbn Gaol

N.I.M. : 0 4 0 4 0 1 0 8 7

Tanggal KEGIATAN ASISTENSI BIMBINGAN Tanda Tangan

Dosen Pemb.

1. 19-02-2009 Spesifikasi Tugas

2. 16-04-2009 Teruskan

3. 01-07-2009 Perbaiki, Gunakan Istilah Indonesia Teruskan

4. 05-08-2009 Sirkulasi Air Ketel

5. 26-08-2009 Perbedaan fungsi Downcomer dengan pipa

Konveksi

6. 27-10-2009 Perjelas Pencampuran Air di Drum atas

7. 10-11-2009 Perbesar hasil-hasil analisa. Teruskan

8. 17-11-2009 Selesaikan

9. 25-11-2009 ACC. Dapat Diseminarkan

10.

11.

12.

13.

14.

CATATAN :

1. Kartu ini harus diperlihatkan kepada Dosen Pembimbing setiap Asistensi 2. Kartu ini harus dijaga bersih dan rapi. 3. Kartu ini harus dikembalikan ke

jurusan. Bila kegiatan asistensi sudah

Diketahui,

Ketua Departemen Teknik Mesin F.T U.S.U

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK U.S.U

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas

berkat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan tugas sarjana ini.

Tugas sarjana ini adalah salah satu syarat untuk dapat menjadi sarjana

teknik di Departemen Teknik Mesin, Universitas Sumatera Utara. Adapun

pembahasan dalam tugas akhir ini adalah mengenai mata kuliah ketel uap yaitu

Analisa dan Simulasi Proses Evaporasi Pada Pipa-Pipa Evaporator Ketel

Uap Pipa Air Dengan Kapasitas 40 000 kg/jam.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih banyak kepada

semua pihak yang telah membantu penyelesaian Tugas Sarjana ini, terutama

kepada:

1. Orangtua penulis yang tercinta, Ayahanda M. Lumban Gaol dan Ibunda

K. Situmorang yang senantiasa memberikan doa, nasehat dan dorongan

serta materi hingga tugas sarjana ini selesai.

2. Bapak Ir. Tekad Sitepu selaku dosen pembimbing, yang bersedia

meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan serta masukan dalam

menyelesaikan tugas sarjana ini

3. Bapak Dr. Ing. Ir Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Departemen Teknik

Mesin USU yang memberikan kesempatan kepada penulis dalam

menyelesaikan tugas sarjana ini.

4. Bapak Ir. Isril Amir selaku dosen pembanding seminar yang telah

meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan serta masukan

kepada penulis.

5. Bapak Ir. Mulfi Hazwi, Msc selaku dosen pembanding seminar yang

telah meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan serta masukan

kepada penulis.

6. Kakak penulis, Heldi Lumban Gaol, yang selalu memberikan semangat

(7)

7. Seluruh Dosen dan Pegawai Departemen Teknik Mesin USU yang telah

mengajari penulis selama mengikuti perkuliahan dan urusan

administrasi.

8. Kelompok Kecil “CREDO” (Mangatas, K’Riany) dan adekku Ferdinan

serta semua teman-teman di UKM KMK UP FT USU yang telah

memberikan semangat dan dorongan kepada penulis dalam

menyelesaikan tugas akhir ini

9. Kepada teman-teman pengurus PMK PERKANTAS 2007/2009 dan

seluruh TPP se-Medan yang telah memberikan dorongan kepada penulis

dalam menyelesaikan tugas akhir ini

10.Kepada teman-teman Teknik Mesin khususnya Stambuk 2004 yang

tidak dapat sebutkan satu persatu, yang banyak memberikan bantuan

serta semangat bagi penulis

Penulis menyadari Tugas Sarjana ini masih jauh dari sempurna . Untuk itu penulis

mengharapkan banyak masukan untuk penyempurnaan tugas ini. Dan atas

perhatian pembaca, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, 26 November 2009

Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR NOTASI ... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Dan Manfaat ... 2

1.3. Batasan Masalah ... 2

1.4. Sistematika Penulisan ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1. Pengertian Ketel Uap ... 4

2.2. Ketel Uap Pipa Air ... 4

2.3. Bagian-Bagian Utama Ketel Uap Pipa Air ... 5

2.3.1. Ekonomiser... 5

2.3.2. Evaporator ... 5

2.3.3. Superheater ... 5

2.3.4. Ruang bakar ... 6

2.3.5. Downcomer ... 6

2.3.6. Drum ... 7

2.4. Klasifikasi Ketel Uap Pipa Air berdasarkan susunan Pipa, Drum dan Ruang Bakar Ketel ... 9

2.4.1. Ketel Uap Tipe D ... 9

2.4.2. Ketel Uap Tipe O ... 12

2.4.3. Ketel Uap Tipe A ... 12

2.5. Proses Penguapan Pada Ketel Uap ... 13

(9)

2.5.2. Perpindahan Panas dalam Proses Penguapan Pada Pipa Vertikal

dengan Aliran keatas ... 18

2.6. Sirkulasi Alami ... 33

2.7. Visual Basic 6.0... 38

BAB 3 DATA EVAPORATOR KETEL UAP ... 39

3.1. Pipa Waterwall ... 41

3.1.1. Pipa Ruang Bakar (Furnace tube) ... 41

3.1.2. Pipa Layar Ruang Bakar (Screen Tube) ... 42

3.1.3. Pipa Sisi Ruang Bakar (Sidewall tube) ... 44

3.2. Pipa-Pipa Konveksi ... 47

BAB 4 ANALISA DAN SIMULASI PROSES EVAPORASI PADA PIPA EVAPORATOR KETEL UAP ... 51

4.1. Perpindahan Panas Pada Pipa-Pipa Evaporator Ketel Uap ... 53

4.2. Sirkulasi pada pipa pipa ketel uap ... 58

4.2.1. Sirkulasi antara Pipa downcomer dengan pipa sisi ruang bakar ... 58

4.2.2. Sirkulasi antara pipa konveksi dengan pipa ruang bakar dan layar ruang bakar ... 68

4.3. Distribusi Temperatur Pada Pipa Evaporator ... 79

4.3.1. Pipa Sisi Ruang bakar ... 79

4.3.2. Pipa layar Ruang bakar 1 ... 91

4.3.3. Pipa layar Ruang bakar 2 ... 92

4.3.4. Pipa Ruang bakar ... 92

4.4. Simulasi Proses evaporasi pada pipa evaporator Ketel uap ... 93

4.4.1. Diagram Alir Simulasi ... 93

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 97

5.1. Hasil Analisa dan Simulasi ... 97

5.1.1. Hasil Analisa ... 97

5.1.2. Hasil simulasi dimana dalam pipa tidak terbentuk uap ... 99

5.1.3. Hasil simulasi supaya uap yang dihasilkan sesuai kapasitas ketel ... 104

(10)

5.1.5. Variasi kapasitas uap yang dihasilkan ketel mulai dari tidak

terbentuknya uap sampai menghasilkan uap sesuai kapasitas

normal ketel ... 110

5.2. Pembahasan Analisa dan simulasi ... 111

BAB 6 KESIMPULAN ... 113

6.1. Kesimpulan ... 113

6.2. Saran ... 113

DAFTAR PUSTAKA ... 115

LAMPIRAN A : TABEL DAN GRAFIK ... 116

LAMPIRAN B : GAMBAR KETEL UAP VICKERS HOSKIN DENGAN SERI TW 17/56-75 BI DRUM WATER TUBE ... 120

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Drum dengan pemisahan uap secara alami ... 7

Gambar 2. 2 Drum dengan pemisahan uap menggunakan pembatas utama ... 8

Gambar 2. 3 Jenis cyclone pada drum ketel ... 8

Gambar 2. 4 Drum dengan pemisahan uap menggunakan pemisahan mekanis (cyclone) ... 9

Gambar 2. 5 Ketel uap tipe D ... 10

Gambar 2. 6 Susunan pipa pipa ketel uap tipe D... 11

Gambar 2. 7 Ketel uap tipe O ... 12

Gambar 2. 8 Ketel uap tipe A ... 12

Gambar 2. 9 Diagram T-x proses penguapan pada ketel uap ... 13

Gambar 2. 10 Penguapan dalam pipa dengan aliran vertikal keatas ... 14

Gambar 2. 11 Peta aliran dalam pipa aliran vertikal keatas ... 15

Gambar 2. 12 Aliran Gelembung... 16

Gambar 2. 13 Aluran Sumbat (Slug) dan aliran acak (Churn) ... 17

Gambar 2. 14 Aliran Cincin (Annular) ... 17

Gambar 2. 15 Distribusi Temperatur dinding pipa dan air pada daerah subcooling ... 21

Gambar 2. 16 Grafik Flux panas permukaan dan Temperatur permukaan pada daerah subcooled boiling ... 24

Gambar 2. 17 Diagram Rasio flux panas permukaan vs ∆TSUB(z)... 25

Gambar 2. 18 Kwalitas Uap pada derah Subcooled dan Saturated boiling ... 26

Gambar 2. 19 Dryout ... 28

Gambar 2. 20 Departure Nucleat boiling (DNB) ... 28

Gambar 2. 21 Pengaruh Fluks panas pada sifat aliran dua fasa ... 29

Gambar 2. 22 Grafik Temperatur Fluida dan Dinding pipa setelah melewati Flux panas Kritis (Critical Heat Flux) ... 29

Gambar 2. 23 Proses sirkulasi alami pada ketel uap... 33

(12)

Gambar 3. 1 Susunan Pipa dan Aliran Gas Panas pada Ketel Uap tipe D Model

Vickers Hoskin dengan Seri TW 17/56-75 BI ... 40

Gambar 3. 2 Pipa ruang bakar ... 42

Gambar 3. 3 Pipa layar ruang bakar ... 43

Gambar 3. 4 Pipa sisi ruang bakar ... 45

Gambar 3. 5 Pipa-Pipa Downcomer ... 46

Gambar 3. 6 Pipa pipa konveksi ... 48

Gambar 4. 1 Diagram Sirkulasi Air/Uap Pada Ketel Uap Vickers Hoskins Tipe TW 17/56-75 ... 53

Gambar 4. 2 Persentase Penyerapaan Panas Pada Pemanasan Awal, Evaporasi dan Superheater pada ketel uap Industri dengan fungsi Tekanan Saturasi (Bobcock and wilcock) ... 54

Gambar 4. 3 Laju aliran massa dan temperatur pada pipa-pipa evaporasi ketel ... 57

Gambar 4. 4 Sirkulasi pipa downcomer dan sisi ruang bakar ... 61

Gambar 4. 5 Grafik faktor kerugian karena belokan ... 63

Gambar 4. 6 Sirkulasi antara pipa konveksi, pipa layar ruang bakar dan pipa ruang bakar... 69

Gambar 4. 7 Diagram alir simulasi ... 94

Gambar 4. 8 Diagram alir menghitung kecepatan massa ... 95

Gambar 4. 9 Diagram alir menghitung distribusi temperatur pada pipa... 96

Gambar 5. 1 Distribusi temperatur fluida, temperatur dinding dan kwalitas uap dalam pipa sisi ruang bakar ... 97

Gambar 5. 2 Distribusi temperatur fluida, temperatur dinding dan kwalitas uap dalam pipa layar ruang bakar 1 ... 98

Gambar 5. 3 Distribusi temperatur fluida, temperatur dinding dan kwalitas uap dalam pipa layar ruang bakar 2 ... 98

Gambar 5. 4 Distribusi temperatur fluida, temperatur dinding dan kwalitas uap dalam pipa ruang bakar ... 99

Gambar 5. 6 Hasil simulasi tanpa terjadi penguapan pada pipa layar ruang bakar 1 ... 101

(13)

Gambar 5. 8 Hasil simulasi tanpa terjadi penguapan pada pipa ruang bakar... 103

Gambar 5. 9 Hasil simulasi supaya kapasitas produksi uap 40000 kg/jam pada

pipa sisi ruang bakar ... 105

Gambar 5. 10 Hasil simulasi pada pipa layar ruang bakar 1 supaya kapasitas

produksi uap 40000 kg/jam ... 106

Gambar 5. 11 Hasil simulasi pada pipa layar ruang bakar 2 supaya kapasitas

produksi uap 40000 kg/jam ... 107

Gambar 5. 12 Hasil simulasi pada pipa ruang bakar supaya kapasitas produksi

uap 40000 kg/jam ... 108

Gambar 5. 13 Hasil simulasi sehingga temperatur dinding pipa mencapai batas

temperatur yang diizinkan pada pipa ... 109

Gambar 5. 14 Grafik variasi kapasitas uap yang dihasilkan mulai dari kapasitas

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Konstanta F1, F2, F3 dan F4 untuk korelasi flux panas kritis menurut

Bowring ... 31

Tabel 3.1 Hasil pengukuran belokan pada pipa ruang bakar ... 41

Tabel 3.2 Hasil pengukuran belokan pada pipa layar ruang bakar 1 ... 44

Tabel 3.3 Hasil pengukuran belokan pada pipa layar ruang bakar 2 ... 44

Tabel 3.4 Hasil pengukuran belokan pada pipa sisi ruang bakar ... 45

Tabel 3.5 Hasil pengukuran belokan pada pipa sisi ruang bakar ... 47

Tabel 3.6 Hasil pengukuran belokan pada pipa pipa konveksi ... 49

Tabel 4.1 Hasil perhitungan koefisien kerugian (K) pada pipa downcomer ... 64

Tabel 4.2 Hasil perhitungan koefisien kerugian (K) pada pipa sisi ruang bakar . 64 Tabel 4.3 Hasil iterasi untuk mendapatkan kecepatan massa (G) pada sirkulasi pipa downcomer dengan pipa sisi ruang bakar ... 68

Tabel 4.4 Hasil perhitungan koefisien Kerugian (K) pada pipa konveksi ... 71

Tabel 4.5 Hasil perhitungan koefisien kerugian (K) pada pipa layar ruang bakar 1 ... 71

Tabel 4.6 Hasil iterasi untuk mendapatkan kecepatan massa (G) pada sirkulasi konveksi dengan pipa layar ruang bakar 1... 73

Tabel 4.7 Hasil perhitungan koefisien kerugian (K) pada pipa layar ruang bakar 2 ... 74

Tabel 4.8 Hasil iterasi untuk mendapatkan kecepatan massa (G) pada sirkulasi konveksi dengan pipa layar ruang bakar 2... 76

Tabel 4.9 Hasil perhitungan koefisien kerugian (K) pada pipa ruang bakar ... 77

Tabel 4.10 Hasil iterasi untuk mendapatkan kecepatan massa (G) pada sirkulasi konveksi dengan pipa ruang bakar ... 78

Tabel 4.11 Hasil perhitungan distribusi temperatur pada pipa sampai daerah subcooled ... 81

(15)

Tabel 4.13 Hasil perhitungan distribusi temperatur pada pipa pada daerah

subcooled ... 84

Tabel 4.14 Hasil perhitungan temperatur pada pipa pada daerah

postdryout/DNB ... 87

Tabel 4.15 Hasil perhitungan distribusi kwalitas uap (x) pada daerah subcooled 88

Tabel 4.16 Hasil perhitungan jenis aliran disepanjang pipa sisi ruang bakar ... 89

Tabel 4.17 Hasil perhitungan distribusi temperatur, kwalitas uap dan jenis aliran

disepanjang pipa sisi ruang bakar ... 90

Tabel 4.18 Hasil perhitungan distribusi temperatur, kwalitas uap dan jenis aliran

disepanjang pipa layar ruang bakar 1 ... 91

Tabel 4.19 Hasil perhitungan distribusi temperatur, kwalitas uap dan jenis aliran

disepanjang pipa layar ruang bakar 2 ... 92

Tabel 4.20 Hasil perhitungan distribusi temperatur, kwalitas uap dan jenis aliran

disepanjang pipa ruang bakar ... 93

Tabel 5.1 Hasil simulasi kapasitas uap yang dihasilkan mulai dari kapasitas

(16)

DAFTAR NOTASI

Symbol Keterangan Satuan

φ Fluks panas permukaan W/m2

1

φ Fluks panas pada pipa waterwall W/m2

2

φ Fluks panas pada pipa-pipa konveksi W/m2

SPL

φ Fluks panas ke fluida cair W/m2

SCB

φ Fluks panas ke gelembung gelembung uap W/m2

( TSAT)ONB Beda temperatur dinding dengan temperatur saturasi pada saat timbulnya gelembung pada pipa

o

C

( TSUB)i Beda temperatur saturasi dengan temperatur fluida masuk ke pipa

o

C

µf Viskositas dinamik pada fasa cair Ns/m2

A Luas penampang m2

cpf Koefisien panas spesifik fluida J/kg.0C

cpg Koefisien panas spesifik gas J/kg. 0C

D Diameter pipa m

Dd Diameter pipa downcomer/pipa konveksi m

Dww Diameter pipa waterwall (pipa layar ruang bakar, pipa

ruang bakar dan pipa sisi ruang bakar)

m

fd Koefisien gesek pada pipa downcomer/pipa konveksi -

fww Koefisien gesek pada pipa waterwall -

G Kecepatan massa kg/m2s

g Gravitasi m/s2

hfo Koefisien konveksi fluida W/m20C

hg Koefisien konveksi fluida pada fasa uap W/m20C

ifg Panas laten penguapan kJ/kg

K Koefisien kerugian karena hambatan pada pipa -

Kd Koefisien kerugian karena hambatan pada pipa

downcomer/pipa konveksi

-

kf Konduktivitas thermal fluida pada fasa cair W/m0C

(17)

Symbol Keterangan Satuan

waterwall

Ld Panjang pipa downcomer/pipa konveksi m

Lww Panjang pipa waterwall m

NuD Bilangan Nusselt _

NWL Tinggi permukaan air ketel (Normal Water Level) pada

drum uap

m

P Tekanan MPa, bar

Prf Bilangan Prandle fluida pada fasa cair -

Prw Bilangan Prandle fluida pada dinding pipa -

qCONV Perpindahan panas konveksi W

R Jari-jari pipa m

Re Bilangan Reynold -

Tf(y) Distribusi temperatur kearah radial pada pipa oC

Tf(z) Temperatur fluida (temperatur bulk) pada pusat pipa di sepanjang pipa

o

C

Tfi Temperatur fluida masuk ke pipa oC

Tg(z) Distribusi Temperatur fluida pada fasa uap oC

TSAT Temperatur saturasi oC

TW Temperatur fluida pada dinding pipa oC

Wf Laju aliran massa fasa fluida kg/s

Wg Laju aliran massa fasa gas kg/s

x(z) Distribusi kwalitas uap disepanjang pipa -

x*(z) Distribusi kwalitas uap pada fasa uap -

x’(z) Distribusi kwalitas uap disepanjang pipa sebelum melewati titik Fully Development Boiling

-

xCRIT Kwalitas uap pada saat dryout/DNB -

xDO Sama dengan xCRIT. -

z Panjang pipa atau posisi tertentu disepanjang pipa m

z* Panjang pipa sehingga gelembung berkembang penuh m

zCRIT Panjang pipa hingga terjadi dryout/DNB m

zd Panjang pipa hingga gelembung terpisah dari dinding

pipa

m

(18)

Symbol Keterangan Satuan

dryout/DNB

zEQ Panjang pipa sehingga kwalitas uap mencapai 100% -

zFDB Panjang pipa hingga dimulainya daerah penguapan

daerah berkembang penuh

m

zNB Panjang pipa sampai timbulnya gelembung uap pada

dinding pipa

m

ZNWL Tinggi permukaan air ketel (Normal Water Level) pada

drum uap dengan posisi tertentu pada pipa

m

zSAT Panjang daerah pendidihan diukur mulai dari saat

kwalitas uap =0 sampai kwalitas uap =1

m

zSC Panjang pipa sampai daerah subcooled m

Koefisien Ekspansi K-1

Pa Kerugian tekanan karena percepatan fluida dalam pipa N/m2

Pf Kerugian tekanan karena gesekan-gesekan dalam pipa N/m2

Pl Kerugian tekanan karena hambatan-hambatan (belokan,

peralatan/alat ukur dll) dalam pipa

N/m2

Tf Beda temperatur fluida pada dinding dengan

temperatur fluida pada pusat pipa

o

C

TSAT Beda temperatur fluida pada dinding dengan

temperatur saturasi

o

C

TSUB(z) Beda temperatur saturasi dengan temperatur temperatur fluida pada pusat pipa pada daerah subcooled

o

C

TSUB(z)NB Beda temperatur saturasi dengan temperatur temperatur fluida pada pusat pipa pada daerah subcooled saat timbul gelembung-gelembung uap pada dinding pipa

o

C

Perbandingan flux panas ke fluida cair dengan flux panas keseluruhan

-

Kekasaran pipa m

d Kerapatan rata-rata fluida pada pipa dowcomer/pipa

konveksi

kg/m3

f Kerapatan pada fasa cair kg/m3

ww Kerapatan rata-rata fluida pada pipa waterwall kg/m3

(19)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemajuan teknologi sekarang ini, khususnya dalam bidang komputer,

telah memungkinkan permasalahan permasalahan yang rumit dapat diselesaikan

dengan cepat dan tepat menggunakan komputer. Termasuk dalam menganalisa

berbagai permasalahan dalam bidang teknik.

Proses pembentukan uap pada pipa evaporator dalam ketel uap pipa air

khususnya yang bersirkulasi secara alami, merupakan salah satu analisa yang

rumit dalam bidang teknik. Proses pembentukan uap di dalam pipa tergantung

kepada karakteristik fluida, flux panas permukaan dan kecepatan massa (G) fluida

di dalam pipa. Namun untuk ketel uap pipa air dengan sirkulasi secara alami

(Natural Circulating Water), kecepatan massa (G) dalam pipa tergantung kepada

flux panas yang diberikan kepada pipa. Dengan demikian proses pembentukan

uap dalam pipa hanya tergantung kepada karakteristik fluida dan flux panas

permukaan saja. Besarnya flux panas permukaan ini tergantung kepada bahan

bakar yang dibakar pada ruang bakar.

Namun analisa proses pembentukan uap ini sangat diperlukan dalam

perencanaan ketel uap pipa air. Seperti dalam memprediksikan flux panas

minimum dan maksimum yang dapat diberikan pada pipa pipa waterwall,

memprediksikan letak terbentuknya gelembung uap pada pipa-pipa waterwall dan

bahkan untuk mengetahui kapasitas uap yang dihasilkan jika diberikan flux panas

tertentu pada pipa pipa waterwall. Hal ini berguna untuk menentukan batas-batas

aman pada saat pengoperasian ketel uap.

Kemajuan komputer saat ini dapat mempermudah permasalahan tersebut,

yaitu dengan membuat simulasi proses pembentukan uap pada pipa pipa

evaporator. Dengan simulasi ini kita dapat mengetahui posisi penguapan dalam

pipa dengan cepat. Bahkan dengan mengubah-ubah besar flux panas yang

(20)

diberikan kepada pipa dan juga flux panas yang diberikan supaya ketel

menghasilkan uap sesuai kapasitas normalnya.

1.2. Tujuan Dan Manfaat

Tujuan analisa dan simulasi :

1. Memprediksikan proses penguapan pada pipa pipa Evaporator

2. Memprediksikan jenis-jenis aliran pada pipa pipa Evaporator

3. Menghitung besar flux panas maksimum dan minimum yang dibutuhkan

oleh ketel uap.

Manfaat Analisa dan Simulasi

1. Menghindari kerusakan pada pipa pipa evaporator ketel, akibat panas

yang terlalu besar (overheating).

2. Sebagai bahan pertimbangan untuk perencanaan ketel uap, yaitu

penempatan pipa pipa evaporasi yang tepat pada ketel uap dan

pertimbangan kapasitas bahan bakar yang dibutuhkan.

1.3. Batasan Masalah

Ketel uap yang dianalisa adalah ketel uap pipa air tipe D Vickers Hoskin

dengan nomor seri TW 17/56-75 BI-DRUM WATER TUBE dengan kapasitas

evaporasi 40 000 kg/hr dengan tekanan 2.6 MPa dan temperatur saturasi 2260C.

Analisa dibatasi hanya pada perpindahan panas dan proses pembentukan uap pada

pipa-pipa waterwall yaitu pipa sisi ruang bakar, pipa layar ruang bakar dan pipa

ruang bakar. Sedangkan simulasi dilakukan pada pipa waterwall dengan

mengandaikan flux panas yang diberikan konstan disepanjang pipa.

1.4. Sistematika Penulisan

Tugas akhir ini dibagi menjadi beberapa bab dengan garis besar tiap bab

(21)

Bab I : Pendahuluan

Bab ini berisikan latar belakang permasalahan, tujuan dan manfaat yang

hendak dicapai, batasan masalah, dan sistematika susunan laporan.

Bab II : Tinjauan Pustaka

Bab ini berisikan landasan teori yang digunakan yaitu mengenai teori ketel

uap, evaporasi dan perpindahan panas pada pipa vertikal dengan aliran fluida

keatas.

Bab III : Data Evaporator Ketel Uap

Bab ini berisikan data pipa-pipa evaporator ketel uap yang diperoleh dari

lapangan.

Bab IV : Analisa dan Simulasi Proses Evaporasi Pipa Evaporator Ketel Uap

Bab ini berisikan analisa perpindahan panas dan proses evaporasi pada

pipa-pipa konveksi dan waterwall serta diagram alir simulasi proses evaporasi pada

pipa waterwall ketel uap.

Bab V : Hasil dan Pembahasan

Bab ini berisikan hasil analisa dan simulasi dan pembahasan hasil analisa dan

simulasi tersebut yang akan digunakan sebagai pertimbangan mengambil

kesimpulan dalam tugas akhir ini

Bab VI : Kesimpulan dan Saran

Bab ini sebagai penutup, berisikan kesimpulan yang diperoleh dan saran saran

untuk analisa dan simulasi ketel uap berikutnya.

Daftar Pustaka

Daftar pustaka berisikan literatur-literatur yang digunakan untuk menyusun

(22)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Ketel Uap

Ketel uap adalah alat yang berfungsi untuk mengubah air menjadi uap air

dalam bejana tertutup dengan menggunakan panas. Panas dihasilkan dari

pembakaran bahan bakar pada ruang bakar. Selanjutnya panas tersebut dialirkan

ke dalam bejana dan selanjutnya dari bejana akan diteruskan ke air. Setelah air

mencapai titik didihnya air akan berubah menjadi uap air. Bejana terbuka yang

memproduksi uap tidak termasuk dalam ketel uap.

Berdasarkan Fluida yang mengalir dalam pipa atau bejana, ketel uap

sering diklasifikasikan dalam dua klasifikasi, yaitu ketel uap pipa api dan ketel

uap pipa air. Pada ketel uap pipa api, fluida yang mengalir dalam pipa adalah gas

nyala dari hasil pembakaran yang membawa energi panas, yang akan segera

mentransfer panas ke air ketel melalui bidang pemanas. Sebaliknya dalam ketel

uap pipa air, fluida yang mengalir dalam pipa adalah air ketel, sedangkan

pemanasan air tersebut dilakukan oleh gas-gas asap yang beredar di sekitar

pipa-pipa itu.

Dari dua klasifikasi tersebut masih banyak klasifikasi yang sering dibuat,

yaitu menurut letak dapur, jumlah lorong, bentuk drum, pabrik pembuat ketel,

sistem peredaran air ketel dan berdasarkan susunan pipa ketel.

2.2. Ketel Uap Pipa Air

Ketel uap pipa air memiliki jenis yang bervariasi. Jenis ketel uap pipa air

diantaranya : ketel Yarrow, ketel tipe-D, ketel Stirling, ketel Babcock and

Wilcock dll. Ketel pipa air masih bisa diklasifikasikan berdasarkan sistem

(23)

Dibandingkan dengan ketel pipa api, keuntungan ketel pipa air adalah :

1. Sanggup bekerja dengan tekanan tinggi

2. Berat konstruksi ketel yang relatif ringan dari ketel pipa api jika

dibandingkan dengan kapasitas ketel.

3. Kapasitas yang besar

4. Dapat dioperasikan dengan cepat, jadi dalam waktu singkat telah dapat

memproduksi uap

2.3. Bagian-Bagian Utama Ketel Uap Pipa Air

2.3.1. Ekonomiser

Pada ketel tekanan tinggi, temperatur gas keluar dari pipa penguap terakhir

masih tinggi, sehingga bila langsung dibuang, menimbulkan kerugian panas yang

relatif tinggi. Akibatnya effisiensi ketel rendah. Untuk ketel-ketel seperti ini

sering dipasang ekonomiser. Pada pipa ekonomiser gas asap sebelum dibuang

digunakan untuk memanaskan air sebelum masuk ke drum ketel. dengan turunnya

temperatur gas buang, berarti pemanfaatan kalor di dalam ketel lebih besar.

2.3.2. Evaporator

Pada evaporator air dirubah menjadi uap jenuh. Secara teoritis tekanan

dan temperatur pada saat penguapan adalah konstan. Panas yang diberikan ke air

berfungsi untuk mengubah fasa air menjadi uap. Besar panas yang diberikan ini

sering disebut dengan panas laten penguapan. Perubahan fasa dari air ke uap

terjadi dalam beberapa tahap, yaitu timbulnya gelembung-gelembung kecil pada

air setelah mencapai temperatur saturasi, lalu gelembung-gelembung tersebut

membesar hingga dan selanjutnya keluar dari evaporator dengan kwalitas uap

tertentu..

2.3.3. Superheater

Uap jenuh yang dihasilkan pada drum ketel dipanaskan kembali untuk

menaikkan temperatur uap, sehingga kandungan panasnya lebih besar. Disamping

(24)

dan sudu-sudu turbin. Dari analisa termodinamika effisiensi thermis menjadi lebih

besar karena kenaikan temperatur tersebut, sehingga pemakaian bahan bakar lebih

irit.

2.3.4. Ruang bakar

Ruang bakar berfungsi sebagai tempat pembakaran bahan bakar. Bahan

bakar dan udara dimasukkan kedalam ruang bakar sehingga terjadi pembakaran.

Dari pembakaran bahan bakar dihasilkan sejumlah panas dan nyala api/gas asap

yang berguna untuk memanasi air ketel.

Dinding ruang bakar umumnya dilapisi dengan pipa-pipa yang berisi air

ketel (waterwall). Air dalam pipa-pipa ini senantiasa bersirkulasi untuk

mendinginkan dinding pipa dan sekaligus berfungsi sebagai pipa penguap. Dari

drum atas air turun melalui pipa downcomer atau pipa-pipa konveksi dan pada

pipa-pipa water wall air naik kembali menuju drum atas. Semakin cepat laju

peredaran air, pendinginan dinding pipa bertambah baik dan kapasitas uap yang

dihasilkan bertambah besar.

Kebersihan dinding pipa waterwall sangat mempengaruhi besarnya laju

perpindahan panas. Pengotoran dinding pipa dapat terjadi pada permukaan luar

akibat jelaga atau dapat terjadi pada permukaan dalam akibat kerak ketel. Kotoran

yang melekat pada dinding pipa waterwall akan memperkecil kapasitas yang

dihasilkan ketel. Lapisan kerak pada dinding pipa sebelah dalam dapat pula

menyebabkan naiknya tekanan ketel.

2.3.5. Downcomer

Pipa Downcomer berfungsi untuk mengalirkan air ketel dari drum uap ke

drum lumpur atau ke header-header air pipa evaporator. Dalam beberapa jenis

ketel, untuk menghubungkan drum uap dengan drum lumpur digunakan pipa-pipa

(25)

2.3.6. Drum

Drum ketel berfungsi sebagai tempat penampungan air ketel dan tempat

pemisahan antara air dan gelembung-gelembung uap yang terbentuk dari pipa

pipa waterwall. Menurut konsep pemisahan uap dengan air pada drum ketel,

proses pemisahan ini terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu : pemisahan secara alami

(natural gravity-driven separation), pemisahan dengan menggunakan pembatas

(baffle-assisted primary separation) dan pemisahan secara mekanik (mechanical

primary separator) (Lit 10 hal 5-14).

a. Pemisahan secara alami

Pada proses pemisahan secara alami, air dengan uap dipisahkan karena

perbedaan massa jenis. Dimana uap memiliki massa jenis lebih kecil

dibandingkan dengan air dengan demikian uap akan menuju bagian atas drum dan

air berada dibagian bawah. Proses pemisahan ini tergantung kepada lokasi keluar

uap dan air, kecepatan dan posisi uap masuk, kwalitas uap rata-rata dan lain-lain.

Namun proses pemisahan secara alami memiliki beberapa kelemahan seperti

gambar 2.1 berikut ini.

Gambar 2. 1 Drum dengan pemisahan uap secara alami

Dalam gambar terlihat, jika uap dimasukkan dari bagian bawah drum,

uap akan bercampur dengan air ketel sehingga akan mengurangi temperatur uap

dan meningkatkan temperatur air yang akan masuk ke pipa downcomer/konveksi.

Jika kecepatan uap rendah (a), uap tidak akan mampu melewati air dan

kwalitasnya berkurang, sedangkan jika terlalu tinggi (b), sebagian uap akan masuk

ke pipa-pipa downcomer dan ketinggian air pada drum akan naik, sehingga

(26)

dimasukkan dari bagian tengah drum (c), permukaan air pada drum tidak merata

dan sebagian uap masuk ke pipa downcomer, dan jika uap dimasukkan dari

bagian atas drum(d), uap akan mempengaruhi ketinggia air pada ketel dan uap

masuk ke pipa downcomer.

b. Pemisahan dengan menggunakan pembatas

Pada pemisahan ini, campuran uap dan air yang keluar dari pipa pipa

waterwall dipisahkan menggunakan pembatas dengan cara mengarahkan aliran ke

pembatas, dengan demikian air akan terpisah dari uap, dan aliran uap akan

diarahkan, sehingga tidak bercampur dengan air pada drum seperti gambar 2.2

berikut ini.

Gambar 2. 2 Drum dengan pemisahan uap menggunakan pembatas utama

c. Pemisahan secara mekanik

Pemisahan secara mekanik menggunaka prinsip pemisahan karena gaya

sentrifugal dan gaya radial. yaitu dengan mengalirkan campuran uap dan air pada

peralatan berbentuk spiral (cyclone), sehingga akan memisahkan air dari uap

karena gaya setrifugal dan gaya radial akibat bentuk spiral tersebut. Beberapa

contoh alat pemisahan spiral (cyclone) adalah conical cyclone, curved arm

cyclone dan horizontal cyclone . seperti gambar berikut 2.3 berikut ini.

Gambar 2. 3 Jenis cyclone pada drum ketel

Gambar penggunaan cyclone pada drum adalah seperti gambar 2.4. Dimana

campuran uap dan air dibatasi dengan pembatas dari air pada drum ketel, lalu

(27)

bercampur dengan air yang dipisahkan dari uap tidak signifikan karena air yang

masuk dari pipa pengisi lebih dekat dengan bagian masuk pipa downcomer.

Gambar 2. 4 Drum dengan pemisahan uap menggunakan pemisahan mekanis (cyclone)

2.4. Klasifikasi Ketel Uap Pipa Air berdasarkan

susunan Pipa, Drum dan Ruang Bakar Ketel

Klasifikasi ketel uap pipa air berdasarkan susunan pipa, drum dan ruang

bakar ketel, dibedakan menjadi ketel uap tipe D, ketel uap tipe O dan ketel uap

tipe A. Ketel uap jenis ini sering disebut dengan Ketel industri (Industrial Boiler)

atau Ketel Paket (Package Boiler). Hal ini karena Ketel ini sering digunakan pada

industri sebagai penghasil uap untuk proses produksi pabrik atau pembakit daya

dengan kapasitas kecil dan pendistribusiannya sering dalam bentuk paket .

2.4.1. Ketel Uap Tipe D

Susunan pipa pada ketel uap tipe D dapat dilihat pada gambar 2.5.

Ketel uap tipe D memiliki dua drum yaitu drum uap (2) dan drum lumpur

(3). Air mengalir dari drum uap melalui pipa-pipa konveksi (Convection

Bank Tube) yang vertikal menghubungkan drum uap dengan drum lumpur

(28)

gas panas dari hasil pembakaran. Oleh karena itu pipa-pipa konveksi ini

berfungsi sebagai ekonomiser pada ketel uap tipe D.

Untuk memperbesar effisiensi ketel, umumnya pipa-pipa konveksi di

buat pembatas (baffles), sehingga gas panas hasil pembakaran (flue gas)

dapat melewati pipa pipa dengan lebih lama.

Air akan mengalami penambahan temperatur setelah melalui pipa

konveksi ini. Oleh karena itu, pada pipa ini dapat terjadi penguapan jika

temperatur air mencapai temperatur didihnya. Pada pipa konveksi yang dekat

dengan ruang bakar (Screen Tube), akan mengalami pemanasan yang tinggi,

yaitu pemanasan akibat radiasi dan akibat konveksi dari ruang bakar (1).

Sehingga pipa ini berfungsi juga sebagai pipa penguap.

Gambar 2. 5 Ketel uap tipe D

Selanjutnya air dari pipa konveksi akan ditampung pada Drum

Lumpur untuk selanjutnya dialirkan ke pipa-pipa evaporator. Drum

lumpur ini juga berfungsi mengendapkan kotoran atau lumpur pada air

ketel, sehingga akan mengurangi timbulnya terak pada pipa-pipa

evaporator. Lumpur yang mengendap pada bagian bawah drum lumpur

akan dibersihkan pada waktu pemeriksaan (overhaul).

Dari drum lumpur, air akan mengalir ke pipa pipa penguap. Pipa

pipa ini mengalami flux panas yang tinggi akibat konveksi dan radiasi dari

ruang bakar. Sehingga air yang telah dipanaskan pada pipa-pipa konveksi

dipanaskan pada pipa pipa ini melewati temperatur uapnya dan

Keterangan : 1 : Ruang Bakar 2 : Drum Uap 3 : Drum Lumpur 4 : Pipa-pipa Konveksi 5 : Pipa-pipa waterwall 1

3 2

4

(29)

membentuk uap sampai kwalitas uap tertentu tergantung kepada besar flux

panas yang diterima. Selanjutnya uap akan diteruskan ke drum uap. Pada

drum uap, uap dipisahkan dari air supaya menjadi uap kering dengan

menggunakan siklon atau pengering uap.

Penempatan pipa-pipa penguap sering dimodifikasi dengan

menempatkan diseluruh dinding ruang bakar (tidak hanya dalam bentuk D

seperti pada gambar 2.6). Hal ini dilakukan untuk memperbesar

penyerapan panas melalui radiasi dari ruang bakar.

Susunan Pipa-pipa ketel, ruang bakar dan drum ketel pada ketel

uap tipe D secara tiga dimensi dapat dilihat pada gambar 2.6.

Gambar 2. 6 Susunan pipa pipa ketel uap tipe D

Penempatan pembakaran (Burner) pada ketel uap tipe D tergantung

kepada jenis bahan bakarnya. Untuk jenis bahan bakar cair (minyak)

umumnya di tempatkan pada dinding ketel. Namun untuk jenis bahan

bakar padat (batubara, cangkang dll) umumnya ditempatkan dibagian

(30)

terhadap lantai. Dan biasanya bahan bakar padat dialirkan melalui

konveyor.

2.4.2. Ketel Uap Tipe O

Ketel uap tipe O memiliki 2 buah drum yaitu drum uap dan drum

lumpur. Susunan pipa-pipa konveksi dan pipa-pipa waterwall membentuk

huruf O. Ruang bakar ditempatkan pada tengah antara pipa-pipa konveksi

dan pipa-pipa waterwall (1). Seperti gambar 2.7 berikut ini.

Gambar 2. 7 Ketel uap tipe O

2.4.3. Ketel Uap Tipe A

Ketel uap tipe A memiliki 3 buah drum yaitu satu buah drum uap

[image:30.595.156.442.259.499.2]

dan dua buah drum lumpur (mud drum). Seperti gambar 2.8 berikut ini.

Gambar 2. 8 Ketel uap tipe A

2

1

3 3

Keterangan : 1 : Ruang Bakar 2 : Drum Uap 3 : Drum Lumpur Keterangan : 1 : Ruang Bakar 2 : Drum Uap 3 : Drum Lumpur 2

(31)

2.5. Proses Penguapan Pada Ketel Uap

Proses penguapan pada ketel uap terjadi pada tekanan dan temperatur

fluida konstan. Tekanan dan temperatur ini dinamakan tekanan saturasi (PSAT) dan

temperatur saturasi (TSAT). Tekanan dan temperatur saturasi ini menjadi

spesifikasi dari ketel uap tersebut. Pemberian flux panas pada fluida, akan

[image:31.595.153.463.235.486.2]

menambah kwalitas uap fluida tersebut.

Gambar 2. 9 Diagram T-x proses penguapan pada ketel uap

Selama proses penguapan ini aliran fluida dalam pipa berbeda-beda,

karena terbentuknya gelembung-gelembung uap dan yang akan bertambah besar

seiring dengan penambahan kwalitas uap. Aliran dan perpindahan panas pada pipa

ketel uap ini, tergantung kepada posisi pipa dan arah aliran fluida. Namun dalam

hal ini yang akan dibahas hanya pada pipa vertikal dan aliran fluida keatas.

2.5.1. Jenis-Jenis Aliran pada Proses Penguapan dengan

Arah Aliran Vertikal Keatas dalam Pipa

Pola aliran proses penguapan pada pipa vertikal dibagi dalam lima bagian

(Gambar 2.10) yaitu aliran fasa cair (single phase liquid flow), aliran gelembung

x (Kwalitas Uap)

0 1

TSAT & PSAT Konstan

T

(32)

(bubbly flow), aliran sumbat (slug flow), aliran annular (annular flow), aliran fasa

[image:32.595.158.464.144.527.2]

uap (single phase vapor flow).

Gambar 2. 10 Penguapan dalam pipa dengan aliran vertikal keatas

Meskipun sulit untuk mengetahui jenis aliran didalam pipa, dan posisi

pergantian jenis aliran yang satu denagn yang lainnya, diperlukan sekali metoda

untuk memberikan gambaran posisi jenis aliran tertentu dalam pipa. Suatu metoda

untuk menggambarkan peralihan jenis aliran dalam pipa adalah dalam bentuk

pemetaan jenis aliran. Jenis aliran ini dilukiskan dalam bentuk grafik, koordinat

yang merupakan fungsi dari kecepatan superfisial fase gas ( jg) dan kecepatan

superfisial fase cairan ( jf ). Grafik jenis aliran dengan aliran fluida vertikal keatas

pada pipa vertikal yang telah dibuat oleh para peneliti (Hewit & Roberts, 1969)

(33)
[image:33.595.127.495.101.485.2]

Gambar 2. 11 Peta aliran dalam pipa aliran vertikal keatas

Kecepatan superfisial fase gas ( jg) dan kecepatan superfisial fase cairan ( j ) dihitung menggunakan persamaan berikut ini f

] s [kg/m x)]

-[G(1 2

f 2 2

ρ

ρf jf = [ Lit. 2. hal:15] 2- 1

] s [kg/m ]

[G x 2

g 2 2

ρ

ρg jg = [ Lit. 2. hal:15] 2- 2

2.5.1.1.

Aliran Fasa Cair (Single Phase liquid Flow)

Sebelum air mencapai temperatur saturasi, aliran didalam pipa adalah

aliran fasa cair (single Phase liquid). Batas aliran ini adalah sampai

terbentuknya gelembung (bubbly) pada dinding pipa. Dalam aliran ini fluida

dianalisa sebagai fluida incompressible. Dan perpindahan panas yang terjadi

adalah perpindahan panas secara konveksi.

g

j

f

(34)

2.5.1.2.

Aliran Gelembung (Bubbly Flow)

Setelah temperatur air dalam pipa sama dengan temperatur saturasi

air tersebut akan timbul gelembung gelembung kecil terutama pada

dinding pipa, karena air yang lebih dahulu mencapai temperatur saturasi

adalah pada dinding pipa. Aliran pada daerah gelembung-gelembung kecil

ini dinamakan aliran gelembung (Bubbly Flow).

Gambar 2. 12 Aliran Gelembung

Dalam aliran gelembung, gelembung uap pada satu sisi bisa kecil

dan berbentuk bulat dan disisi lain bisa juga besar dengan bentuk bulat dan

datar. Dalam kondisi ini ukuran gelembung tidak selalu sama persis, tetapi

diperkirakan mempunyai ukuran yang sama (uniform).

Dari gambar 2.11 diatas dapat diketahui batas aliran gelembung

(Bubbly Flow) adalah:

] s [kg/m

5124 2

2

>

f f j

ρ

] s [kg/m

168 2

2

<

g g j

ρ

2.5.1.3.

Aliran Sumbat (Slug Flow)

Seiring dengan meningkatnya kwalitas uap pada pipa,

gelembung-gelembung uap yang timbul akan bertambah besar, sehingga membentuk

sumbat – sumbat pada pipa. Aliran pada daerah ini dinamakan aliran

sumbat (Slug Flow). Namun jika pada aliran sumbat ini terdapat banyak

gelembung-gelembung kecil (bubbly), aliran pada daerah ini sering disebut

(35)
[image:35.595.254.367.87.211.2]

Gambar 2. 13 Aluran Sumbat (Slug) dan aliran acak (Churn)

Aliran acak dibentuk dari pecahnya gelembung uap besar dalam

aliran sumbat. Aliran ini kadang-kadang disebut sebagai aliran semi-cincin

(semi-annular) atau aliran cincin-sumbat cairan (slug-annular).

Dari gambar 2.11 diatas dapat diketahui batas aliran sumbat (Slug

Flow) adalah:

] s [kg/m

5124 2

2

<

f f j

ρ

] s [kg/m

168 2

2

<

g g j

ρ

2.5.1.4.

Aliran Cincin (Annular Flow)

Selanjutnya gelembung-gelembung besar pada aliran sumbat

tersebut akan semakin besar sehingga membentuk silinder ditengah

tengah pipa, sedangkan di dinding pipa masih berbentuk cair. Aliran pada

daerah ini dinamakan aliran annular (Annular Flow). Fasa cair pada

dinding pipa di daerah aliran annular akan semakin menipis seiring dengan

bertambahnya kwalitas uap yang terbentuk. Sehingga mencapai titik

dimana fasa cair pada dinding ini tidak ada lagi. Titik ini dinamakan titik

Dryout (Dryout Point). Namun pada titik dryout ini, kwalitas uap belum

mencapai titik jenuh uap.

[image:35.595.255.362.621.735.2]
(36)

Untuk flux panas yang besar, cairan pada dinding pipa akan

mengering lebih dahulu, sementara cairan pada tengah pipa masih belum

menguap. Dengan demikian akan membentuk aliran silinder dengan cairan

ditengah pipa. Aliran ini disebut aliran wispy annular. Dan umumnya

aliran ini terjadi dalam kondisi Departure Nucleat Boiling (DNB). Karena

kwalitas uap pada aliran ini masih rendah.

Dari gambar 2.11 diatas dapat diketahui batas aliran annular

(Annular Flow) adalah:

] s [kg/m

1000 2

2

<

f f j

ρ

] s [kg/m

168 2

2

>

g g j

ρ

Dan batas aliran wispy annular adalah : ]

s [kg/m

1000 2

2 > f f j

ρ

] s [kg/m

168 2

2

>

g g j

ρ

2.5.1.5.

Aliran Fasa Uap (Single Phase Vapor Flow)

Setelah Fluida mencapai fasa uap jenuh, aliran fluida adalah aliran

fasa uap (Single Phase Vapor). Dan pada aliran ini uap akan menjadi uap

superheat.

2.5.2. Perpindahan Panas dalam Proses Penguapan Pada

Pipa Vertikal dengan Aliran keatas

Perpindahan panas pada proses penguapan pada pipa vertikal dengan

aliran ke atas dibagi dalam empat bagian yaitu : perpindahan panas konveksi pada

fasa cair (Convection Single-Phase liquid), Subcooled boiling, saturated boiling

dan perpindahan panas ponveksi pada fasa uap (Convection Single-Phase vapor).

Posisi daerah perpindahan panas ini berbeda-beda pada pipa, tergantung kepada

besar flux panas permukaan yang diberikan kepada pipa. Posisi perpindahan

(37)

2.5.2.1.

Perpindahan Panas Konveksi pada Fasa Cair

Perpindahan panas konveksi dengan flux Panas (φ) konstan dihitung dengan menggunakan persamaan 2-3 berikut ini.

A

qconv =φ. 2- 3

Dimana :

A = Luas permukaan yang dipanasi [m2]. Dalam pipa, luas penampang yang dipanasi adalah .D.z

φ = Fluks panas pada permukaan pipa [Watt/m2]

qconv = Perpindahan panas konveksi [Watt]

z = Panjang pipa [m]

Sehingga untuk pipa dengan diameter D, besar perpindahan panas yang terjadi

adalah :

z D

π φ =

conv

q 2- 4

Sedangkan perpindahan panas pada fluida didalam pipa adalah :

) ) ( ( .

. pf f fi

f

conv W c T z T

q = − 2- 5

Dimana :

Wf = laju aliran massa pada fasa cair (kg/s)

cpf = koefisien panas konveksi pada fasa cair [J/kg 0C]

Tf(z) = Temperatur lokal fluida dalam pipa [0C]

Tfi = Temperatur fluida masuk pipa [0C]

Sehingga keseimbangan panas pada pipa adalah dengan menggabungkan

persamaan 2-4 dan 2-5 diatas persamaan menjadi:

) ) ( ( . . z

D =Wf cpf Tf zTfi

π

φ 2- 6

Laju aliran massa Wf sering dibuat dalam kecepatan massa (G ) hubungan

antara keduanya adalah seperti persamaan 2-7.

2

4

D W

G f

π

(38)

Sehingga dengan menyusun ulang persamaan 2-6 diatas dan

menggabungkannya kedalam persamaan 2-7. didapatkan persamaan 2-8, untuk

menghitung distribusi panas lokal fluida disepanjang pipa.

D c G z T z T pf fi f φ 4 )

( = + 2- 8

Temperatur permukaan dinding pipa adalah temperatur lokal fluida

ditambah dengan perbedaan temperatur dinding dengan temperatur lokal :

) )

(

( f f

w T z T

T = +∆ [ Lit. 2. hal:145] 2- 9

Dimana :

fo f h

T =φ/

[ Lit. 2. hal:145] 2- 10

Sehingga persamaan 2-9 diatas menjadi

fo f w h z T

T = ( )+ φ 2- 11

Untuk mendapatkan hfo dihitung dari bilangan Nusselt menurut persamaan

f fo D k D h

Nu = 2- 12

Dimana :

D

Nu = bilangan Nusselt

fo

h = koefisien konveksi fluida [W/m20C]

f

k = konduktivitas thermal fluida [W/m 0C]

D = diameter pipa [m]

Bilangan Nusselt untuk aliran laminar dalam pipa

1 . 0 2 2 3 25 . 0 43 . 0 33 . 0 Pr Pr Pr Re 17 . 0               = f f w f f D T g D Nu µ β ρ

[ Lit. 2. hal:146] 2- 13

berlaku untuk z/D > 50 dan Re < 2000, Sedangkan untuk aliran Turbulen dalam

pipa digunakan persamaan Dittus-Boelter, yang berlaku untuk z/D > 10 dan

Re>3000. 4 . 0 8 . 0 Pr Re 023 . 0 f D

(39)

2.5.2.2.

Subcooled boiling

Daerah subcooled boiling adalah daerah mulai timbulnya gelembung

gelembung pada dinding pipa sampai pada temperatur rata-rata fluida sama

dengan temperatur saturasi fluida. Umumnya jenis aliran yang terjadi pada daerah

[image:39.595.155.434.205.489.2]

ini adalah aliran gelembung (Bubbly flow) dan aliran sumbat (Slug Flow)

Gambar 2. 15 Distribusi Temperatur dinding pipa dan air pada daerah subcooling

Temperatur fluida pada dinding pipa umumnya lebih tinggi dari

temperatur fluida di tengah pipa. Sehingga fluida yang terlebih dahulu mencapai

temperatur saturasi adalah pada dinding pipa. Oleh karena itu pembentukan

gelembung–gelembung lebih dahulu pada dinding pipa. Posisi terbentuknya

gelembung gelembung awal ini dinamakan Nucleat boiling. Gambar Posisi

Nucleat boiling dapat dilihat pada gambar 2-15 diatas [Lit 9 hal 2.7.3-5].

Pembentukan gelembung tidak terjadi saat Temperatur dinding sama

dengan temperatur saturasi, tetapi ada penambahan temperatur tertentu

ONB SAT

T )

(∆ ). Sehingga pembentukan Gelembung pada dinding pipa terjadi saat

ONB SAT SAT

W T T

(40)

pembentukan gelembung pada dinding pipa akan bergeser atau bertambah.

Pergeseran posisi ini dinamakan Onset Nucleat boiling (ONB). Temperatur fluida

( Tf ) di pusat pipa saat timbulnya gelembung pada dinding pipa dapat dihitung

menggunakan persamaan 2-8. Sehingga dengan menghubungkan kondisi Onset

Nucleat boiling ini kedalam persamaan 2-11 dan menyusun ulang kembali

persamaan, maka dapat diketahui posisi Onset Nucleat boiling (zNB) menurut

persamaan 2-15.

Untuk pipa yang dipanaskan dengan flux panas (φ) konstan dengan

kecepatan massa (G), Panjang pipa sampai timbulnya gelembung uap dihitung

dengan persamaan 2-15 dibawah ini.

    

  

− ∆

+ ∆

=

fo ONB SAT i

SUB pf

NB

h T

T D c G

z ( ) ( ) 1

4 φ [ Lit. 2. hal:146] 2- 15

Dimana :

i SUB

T )

(∆ = Beda temperatur saturasi dengan temperatur fluida masuk

pipa

ONB SAT

T )

(∆ = Beda temperatur dinding pipa saat Onset Nucleat boiling

dengan Temperatur Saturasi

fo

h = koefisien konveksi fluida

NB

z = panjang pipa sampai terjadinya nucleat boiling

pf

c = koefisien panas konveksi pada fasa cair

φ = Flux panas permukaan

Pembentukan gelembung uap pada pusat pipa akan terjadi saat temperatur

fluida pada pusat pipa sama dengan temperatur saturasi fluida ( Tf(z) = TSAT).

Posisi ini adalah batas daerah subcooled boiling sehingga sering disebut dengan

panjang subcooled boiling (z ). Dengan menyusun ulang persamaan 2-8 diatas sc

untuk menghitung jarak dari ujung masuk fluida sampai temperatur fluida sama

dengan temperatur saturasi fluida, didapatkan persamaan 2-16 berikut ini.

) (

4 SAT fi

pf

sc T T

D c G

z = −

(41)

Sehingga daerah subcooled boiling adalah mulai dari terbentuknya

gelembung pada dinding pipa (zNB) sampai terbentuknya gelembung pada pusat

pipa (zSC). Panjang daerah ini dihitung dengan persamaan 2-17 .

    

 

− =

φ ONB

SAT fo

pf NB

SC

T h

D c G z

z 1 ( )

4 [ Lit. 2. hal:146] 2- 17

Distribusi temperatur dari dinding pipa sampai pusat pipa dapat diketahui dengan

menggunakan persamaan 2-18 berikut ini.

f W f

k y T

y

T ( )= −φ [ Lit. 2. hal:150] 2- 18

Besar harga penambahan temperatur dari temperatur saturasi pada saat

Onset Nucleat boiling (∆TSAT)ONB belum diketahui. Untuk mengetahui harga

ONB SAT

T )

(∆ harus terlebih dahulu diketahui koefisien perpindahan panas ke fluida cair (Single Phase Liquid) dan koefisien perpindahan panas ke gelembung

gelembung uap (Subcooled Boiling).

Besar flux panas permukaan yang dibutuhkan pada daerah subcooled

boiling adalah seperti gambar 2-16. Daerah ini dibagi dalam dua jenis yaitu

daerah Penguapan terpisah (Partial Boiling) dan daerah penguapan berkembang

penuh (Fully Development Boiling).

Pada daerah penguapan terpisah flux panas dibagi menjadi dua bagian

yaitu flux panas ke fluida cair (φSPL) dan flux panas ke gelembung gelembung uap

SCB) menurut persamaan 2-19 .

SCB SPL φ

φ

φ = + [ Lit. 2. hal:156] 2- 19 Dimana seiring dengan bertambahnya kwalitas uap mulai saat fluida

mencapai temperatur saturasi, φSPL akan berkurang karena berkurangnya fluida

cair dan φSCB akan bertambah. Namun pengurangan φSPL masih sebanding dengan

penambahan φSCB, sehingga flux panas φ masih belum berubah, dan masih

dianggap hanya flux φSPL, sampai tercapai temperatur D’. Pada gambar 2.16, pada saat temperatur dinding mencapai titik D’ temperatur akan turun menjadi

temperatur titik D. Hal ini karena terjadinya pembentukan uap pada dinding. Dan

(42)

Pada daerah penguapan berkembang penuh (fully development boiling)

flux panas ke fluida cair (φSPL) adalah nol, sehingga flux panas seluruhnya adalah

[image:42.595.124.476.169.482.2]

ke gelembung gelembung uap (φSCB).

Gambar 2. 16 Grafik Flux panas permukaan dan Temperatur permukaan pada daerah subcooled boiling

Menurut Bowring, grafik rasio flux panas permukaan dengan perbedaan

temperatur saturasi dengan temperatur fluida ( T (z)

SUB

∆ ) adalah seperti gambar

(43)
[image:43.595.128.487.87.335.2]

Gambar 2. 17 Diagram Rasio flux panas permukaan vs TSUB(z) [ Lit. 2. hal:158 ]

Untuk mencari beda temperatur saturasi dengan temperatur bulk fluida

pada saat timbulnya gelembung pada dinding pipa (Nucleat boiling)

(∆TSUB(zNB)), menurut Bowring digunakan Persamaan 2-20 berikut ini.

    

  

Ψ − =

n

fo NB

SUB

h z

T ( ) φ φ [ Lit. 2. hal:149] 2- 20

Sedangkan untuk mencari beda temperatur saturasi dengan temperatur

bulk fluida pada saat gelembung berkembang penuh (Fully Development

Boiling/FDB), menurut Bowring digunakan Persamaan 2-21 berikut ini.

n

fo FDB

SUB

h z

T

     −     

   =

4 . 1 4

. 1 )

( φ ψ φ [ Lit. 2. hal:158] 2- 21

Persamaan umum untuk ∆TSAT adalah

n SAT

T =Ψφ

[ Lit. 2. hal:148] 2- 22

Menurut Jens dan Lottes untuk air, besar harga Ψ=25ep/62 dan harga n=0.25, sehingga persamaan 22 untuk daerah subcooled boiling menjadi persamaan

2-23 berikut ini.

62 / 25 . 0

25 p

SAT e

T = −

∆ φ [ Lit. 2. hal:165] 2- 23

Point Subcooled, ∆TSUB(z)

TW=TSAT

FDB

1

ONB 0

0

Rasio flux panas permukaan

(44)

Dimana :

φ = flux panas permukaan [MW/m2]

p = Tekanan fluida [bar]

2.5.2.3.

Saturated Boiling

Setelah melewati daerah daerah berkembang penuh pada subcooled

boiling, perpindahan panas yang terjadi adalah perpindahan panas dua fasa, yaitu

fasa uap dan air. Seiring dengan itu kwalitas uap bertambah. Besarnya

penambahan kwalitas uap tersebut setelah melewati daerah berkembang penuh

berbeda dengan sebelum berkembang penuh. Hal ini karena dalam daerah

berkembang penuh perpindahan panas kepada aliran dua fasa, sedangkan sebelum

daerah berkembang penuh sebagian ke fasa cair, dan sebagian ke gelembung uap.

kwalitas uap mulai memiliki harga setelah gelembung terpisah dari dinding pipa

[image:44.595.130.492.344.740.2]

(zd). Grafik kwalitas uap dapat dilihat pada gambar 2.18.

Gambar 2. 18 Kwalitas Uap pada derah Subcooled dan Saturated boiling [ Lit. 2. hal:179 ]

ZSC

Z*

ZNB

(45)

Persamaan 2-24 berikut ini digunakan untuk menghitung kwalitas uap setelah

melewati daerah berkembang penuh (fully development region) atau z > z*.

) ( 4 ) ( SC fg z z i G D z

x = φ − [ Lit. 2. hal:207] 2- 24

Sedangkan kwalitas uap sebelum melewati daerah berkembang penuh (fully

development region) z < z* di hitung dengan menggunakan persamaan 2-24

berikut ini. ) ( ) 1 ( 4 ) ( ' d fg z z i G D z x − + = ε

φ [ Lit. 2. hal:207] 2- 25

Dimana :

d

z = Panjang pipa sehingga uap lepas dari dinding pipa

        − ∆ = f i SUB pf d Gv T D c G z η φ ) ( 4 *

z = panjang pipa sehingga fluida mengalami penguapan berkembang

penuh

+

=

f i SUB pf

v

G

T

D

c

G

z

ε

η

φ

)

(

4

* ] / [ 10 ] 1 . 0 14

[ + p × −6 0Cm3 J

= η

Untuk tekanan 1-9.5 bar

        + = + fg pf g f i c ρ ρ ε) 1 3.2 1

(

Untuk tekanan 9.5-50 bar (1+ε)=2.3 Untuk tekanan diatas 50 bar (1+ε)=2.6

Seiring dengan bertambahnya kwalitas uap, fluida akan mengalami titik

kritis atau sering disebut Dryout dan Departure Nucleat boiling (DNB). Istilah

Dryout digunakan untuk flux panas rendah dan kwalitas uap tinggi saat melewati

titik kritis. Departure Nucleat boiling (DNB) digunakan untuk flux panas tinggi

dan kwalitas uap rendah saat melewati titik kritis. Pada Dryout, Fluida cair sudah

(46)

setelah melewati titik kritis adalah aliran fasa uap dan sebelum melewati titik

[image:46.595.223.401.125.232.2]

kritis alirannya adalah aliran cincin (Gambar 2.19).

Gambar 2. 19 Dryout

Pada DNB, dapat terjadi saat subcooled boiling dan saturasi sebelum

kwalitas uap mencapai kurang lebih 50%, umumnya aliran setelah titik kritis

adalah aliran wispy annular (Gambar 2.20)

Gambar 2. 20 Departure Nucleat boiling (DNB)

Peta untuk melihat proses penguapan dapat dilihat pada gambar 2.21.

Untuk flux panas konstan garis i, ii, iii, iv, v, vi dan vi. Untuk flux panas

permukaan rendah (i, ii), garis penguapan melewati perpindahan panas fasa cair,

lalu daerah subcooled boiling, saturated boiling, perpindahan panas dua fasa dan

melewati titik dryout. Namun untuk flux panas menengah (iii, iv, v) garis

melewati perpindahan panas fasa cair dengan singkat, lalu subcooled boiling agak

panjang dan melewati saturasi namun tidak melewati perpindahan panas dua fasa

dan langsung melewati titk kritis dengan kondisi DNB pada saturasi. Dan untuk

flux panas tinggi (vi, vii) tidak melewati perpindahan panas fasa cair tetapi

langsung ke subcooled dan melewati titik kritis dalam kondisi DNB subcooled

[image:46.595.156.441.294.494.2]
(47)

Gambar 2. 21 Pengaruh Fluks panas pada sifat aliran dua fasa [ Lit. 9. hal:2.7.3-4]

Setelah melewati titik kritis temperatur akan naik secara dratis, karena

koefisien perpindahan panas turun secara drastis akibat dinding pipa dipenuhi oleh

uap (Single Phasa Vapor).

Gambar 2. 22 Grafik Temperatur Fluida dan Dinding pipa setelah melewati Flux panas Kritis (Critical Heat Flux) [ Lit. 10. hal:5-3]

Panjang Pipa (z)

T

em

p

erat

u

r (

T

(48)

Untuk flux panas yang tinggi, DNB atau dryout ini bisa mengakibatkan

kerusakan pipa karena menerima panas yang berlebihan (overheating), bahkan

dapat mengakibatkan pipa meleleh (Gambar 2.22), atau jika pipa melewati

temperatur kritis materialnya, akan mempengaruhi sifat-sifat material pipa

tersebut, dan bahkan bagian dalam pipa bisa mengalami korosi. Oleh karena itu,

analisa titik kritis sangat penting dalam perencanaan pipa ketel.

Untuk pipa yang dipanasi dengan flux panas permukaan konstan, flux

panas kritisnya adalah flux panas permukaan tersebut. Sehingga untuk mengetahui

titik kritisnya adalah dengan menghitung kwalitas uap pada saat titik kritis

tersebut. Dengan menggunakan korelasi Barnett dan Macbeth seperti pada

persamaan 2-26 berikut ini.

fg CRIT

i G D

C A

x = 4( '−φ× ') [ Lit. 2. hal:265] 2- 26

Dimana :

G D F

F DGi

A

fg

5 . 0 2

1

0143 . 0 1

4 317 . 2

'

+ 

 

 =

n

G F

DG F C

) 1356 / ( 347 . 0 1

077 . 0 '

4 3

+ =

p n=2.0−0.00725 p=Tekanan [bar]

D=diameter pipa [m]

φ=Flux panas permukaan G=Kecepatan Massa [kg/m2s]

ifg= Panas Laten untuk penguapan

(49)

Tabel 2.1. Konstanta F1, F2, F3 dan F4 untuk korelasi flux panas kritis menurut Bowring

[Lit. 2. hal:215 ]

Tekanan [bar]

F1 F2 F3 F4

1 0.478 1.782 0.400 0.0004

5 0.478 1.019 0.400 0.0053

10 0.478 0.662 0.400 0.0166

15 0.478 0.514 0.400 0.0324

20 0.478 0.441 0.400 0.0521

25 0.480 0.403 0.401 0.0753

30 0.488 0.390 0.405 0.1029

35 0.519 0.406 0.422 0.1380

40 0.590 0.462 0.462 0.1885

45 0.707 0.564 0.538 0.2663

50 0.848 0.698 0.647 0.3812

60 1.043 0.934 0.890 0.7084

68.9 1.000 1.000 1.000 1.000

70 0.984 0.995 1.003 1.030

80 0.853 0.948 1.033 1.322

90 0.743 0.903 1.060 1.647

100 0.651 0.859 1.085 2.005

110 0.572 0.816 1.108 2.396

120 0.504 0.775 1.129 2.819

130 0.446 0.736 1.149 3.274

140 0.395 0.698 1.168 3.760

150 0.350 0.662 1.186 4.227

160 0.311 0.628 1.203 4.825

170 0.277 0.595 1.219 5.404

180 0.247 0.564 1.234 6.013

190 0.220 0.534 1.249 6.651

200 0.197 0.506 1.263 7.320

2.5.2.4.

Perpindahan Panas pada daerah postdryout

Daerah postdryout dimulai dari posisi dryout sampai kepada uap superheat

hingga keluar pipa penguap. Dalam daerah ini umumnya aliran fluida adalah

annular atau wispy annular. Seiring dengan bertambahnya kwalitas uap, pada titik

tertentu akan mencapai kwalitas uap 100% secara teoritis, panjang pipa hingga

fluida mencapai kwalitas uap 100% atau posisi equalibrium (zEQ) dihitung

(50)

DO DO

fg

EQ x z

i DG

z +

  

= (1 )

[ Lit. 2. hal:233] 2- 27

Dimana :

EQ

z = Panjang pipa hingga mencapai kwalitas uap 100% atau posisi

equalibrium [m]

φ = flux panas permukaan [W/m2]

DO

z = Panjang pipa hingga fluida mencapai titik Dryout/kritis [m]

DO

x = kwalitas uap pada posisi dryout

G = Kecepatan massa [kg/m2s]

D = Diameter pipa [m]

fg

i = Panas laten pengupan

Distribusi kwalitas uap pada daerah postdryout dihitung dengan persamaan 2-28

        − +

= 4 ( )

) (

*

DO fg

DO z z

i DG x

z

x εφ [ Lit. 2. hal:233] 2- 28

Dimana :

) (

*

z

x = Kwalitas uap pada posisi z pada pipa

z = Posisi pada pipa. Yaitu daerah antara posisi dryout hingga

kwalitas uap mencapai 100%

ε = Rasio φac

Namun panjang pipa hingga fluida mencapai kwalitas uap 100% secara aktual

(z ) dihitung dengan persamaan 2-29 berikut ini. *

DO DO fg z x i DG

z +

  

= (1 )

4

*

εφ [ Lit. 2. hal:234] 2- 29

Distribusi temperatur fluida pada pipa untuk z < z*, dihitung dengan

persamaan 2-30, untuk z < z*, dihitung dengan persamaan 2-31.

        + = D c G z z T z T pg DO SAT g ) ( ) 1 ( 4 )

( ε φ [ Lit. 2. hal:235] 2- 30

        − + = D c G z z T z T pg EQ SAT g ) ( 4 )

(51)

2.6. Sirkulasi Alami

Sirkulasi air pada ketel uap dengan sikulasi alami terjadi karena perbedaan

kerapatan fluida antara pipa waterwall dengan pipa-pipa konveksi atau pipa

downcomer. Perbedaan kerapatan ini karena temperatur pada pipa waterwall lebih

besar dari pipa-pipa konveksi atau pipa downcomer.

Pipa yang dipanasi dengan flux panas tertentu akan mengalami

pengeringan saat air telah berubah menjadi uap sepenuhnya (titik Dryout),

akibatnya air akan mengalir untuk mempertahankan ketinggian statis fluida. Hal

ini terjadi pada pipa waterwall, sehingga ketinggian air pada pipa waterwall

diukur sampai titik dryout tersebut. Seperti gambar 2-23 berikut ini

Gambar 2. 23 Proses sirkulasi alami pada ketel uap [ Lit. 10. hal:5-3]

Kerugian tekanan statis pada pipa akibat pemanasan fluida, dryout dan hambatan

karena peralatan pada pipa dihitung dengan menggunakan persamaan berikut ini

) (

) ) ( (

0 _

l a f Z

d z dz g P P P<

Gambar

Gambar 2. 8 Ketel uap tipe A
Gambar 2. 9 Diagram T-x  proses penguapan pada ketel uap
Gambar 2. 10 Penguapan dalam pipa dengan aliran vertikal keatas
Gambar 2. 11 Peta aliran dalam pipa aliran vertikal keatas
+7

Referensi

Dokumen terkait

yang ada berdasarkan fluida yang mengalir dalam pipa yaitu ketel uap Lancashire. Ketel uap Lancashire ini termasuk jenis ketel uap yang bertekanan sedang

uap jenuh/jam Tekanan 15 Kg/cm 2 ”, penyusun mendapatkan masukan yang menunjang dari berbagai pihak, sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan

Sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul “PERANCANGAN KETEL UAP PIPA AIR KAPASITAS 150 TON/JAM” yang diajukan untuk memperoleh gelar sarjana S1 pada Jurusan Teknik

Seperti ampas tebu yang digunakan untuk bahan bakar ketel uap, yang terdapat pada industri – industri gula yang ada negara Indonesia.. Dalam perencanaan ini berisi

PERENCANAAN KETEL UAP PIPA API DENGAN KAPASITAS UAP HASIL 21 TON/JAM TEKANAN KERJA 1,45 N/mm 2 BAHAN BAKAR RESIDU DAN SUHU UAP HASIL 5 O C DI ATAS SUHU UAP

suatu operasi industri ketel uap yang berfungsi sebagai penggerak. mula dalam sudu-sudu turbin dan pemanas nira

Drum air merupakan bagian dari ketel yang berisi air, air dalam drum ini selain untuk mendapatkan uap panas juga berguna untuk mencegah terjadinya kenaikan temperatur yang

Dalam dapur boiler atau ketel uap terjadi perpindahan panas radiasi atau hantaran kalor (heat transfer) dari sumber panas yaitu hasil pembakaran suatu bahan