UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM Srata-1 REGULER MEDAN
ANALISIS PERBANDINGAN ECONOMIC VALUE ADDED
(EVA) DAN FINANCIAL VALUE ADDED (FVA) SEBAGAI
ALAT UKUR PENILAIAN KINERJA KEUANGAN
PADA PT. SUMBETRI MEGAH
DRAFT SKRIPSI
OLEH :
FIKA AMELIA NAPITUPULU 050502195
MANAJEMEN
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Universitas Sumatera Utara Medan
ABSTRAK
Fika Amelia Napitupulu (2009), Analisis Perbandingan Economic Value
Added (EVA) dan Financial Value Added (FVA) Sebagai Alat Ukur Penilaian
Kinerja Keuangan Pada PT. Sumbetri Megah. Pembimbing, Ibu Dra. Nisrul Irawati, MBA. Ketua Departemen Manajemen, Ibu Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE. MSi. Penguji I, Bapak Drs. Syahyunan, MSi. Penguji II, Bapak Drs. Liasta Ginting, MSi.
Economic Value Added (EVA) dan Financial Value Added (FVA)
merupakan konsep penilaian kinerja manajemen berdasarkan besar kecilnya nilai tambah yang diciptakan perusahaan selama periode tertentu. EVA mengukur laba ekonomi perusahaan dengan memperhitungkan biaya modal perusahaan, sedangkan FVA mengukur laba perusahaan dengan memperhitungkan kontribusi dari fixed assets dalam menghasilkan keuntungan bersih perusahaan.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui perbandingan Economic Value
Added (EVA) dan Financial Value Added (FVA) sebagai alat ukur penilaian
kinerja keuangan pada PT. Sumbetri Megah untuk periode tahun 2003 sampai dengan tahun 2007. Metode penelitian yang digunakan adalah metode analisis deskriptif dengan menggunakan data time series. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dengan menggunakan EVA perusahaan mampu menciptakan nilai tambah ekonomi dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007. Sedangkan dengan menggunakan FVA, perusahaan juga mampu menciptakan nilai tambah finansial yang positif dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007.
Kata Kunci : Net Operating Profit After Tax I(NOPAT), Weighted Average Cost
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada TuhAN yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat dan berkatnya kepada kita semua, khususnya kepada bagi penulis sehingga
dapat menyelesaikan skripsi ini guna memenuhi salah satu syarat-syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana ekonomi pada Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera
Utara.
Penulis dalam penulisan skripsi ini, mengangkat masalah Economic Value
Added (EVA) dan Financial Value Added (FVA) pada PT. Sumbetri Megah,
kemudian membandingkan kedua analisis tersebut untuk mengetahui analisis yang
terbaik. Tujuan dari penulisan skripsi ini, tidak lain untuk berbagi pengetahuan
terutama untuk mahasiswa Universitas Sumatera Utara, Departemen Manajemen
khususnya.
Skripsi ini semoga nantinya dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya
bagi penulis sendiri. Namun demikian penulis meyadari bahwa skripsi ini masih
jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis mengharapkan sekali masukan dan
kritik dari mahaiswa dan dosen-dosen yang dapat membangun kreatifitas penulis
untuk penulisan berikutnya.
Penulis telah banyak mendapat berbagai bantuan dan masukan dari
berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Pada kesempatan ini dengan rasa
tulus dan ikhlas hati penulis ingin menghaturkan rasa hormat dan terima kasih
kepada:
2. Ibu Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE. MSi, sebagai Ketua Departemen
Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Ibu Dra. Nisrul Irawati, MBA, sebagai dosen pembimbing yang telah
menyediakan waktu dan perhatiannya dalam memberikan bimbingan dan
masukan kepada penulis.
4. Bapak Drs. Syahyunan, MSi, sebagai dosen penguji I yang telah menyediakan
waktu, memberikan bimbingan dan perhatiannya dalam penulisan skripsi ini.
5. Bapak Drs. Liasta Ginting, MSi, sebagai dosen penguji II yang telah
menyediakan waktu, memberikan bimbingan dan perhatiannya dalam
penulisan skripsi ini.
6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
7. Ayahanda Ir. B. Thomson Napitupulu dan Ibunda Farida Aruan tercinta yang
telah memberikan cinta, kasih saying, doa, serta semangat dalam penyelesaian
skripsi ini hingga selesai.
8. Saudara-saudaraku tercinta, Abang Ferdinand Napitupulu, kakak Fersisca
Napitupulu, dan adik Franscius Napitupulu yang selalu mendoakan penulis
serta memberikan semangat dan dorongan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita semua bisa sukses dan selalu saling
membantu dalam kehidupan ini.
9. Daniel Tolhas Simamora terkasih, yang selalu mendoakan dan membantu
10.My best friend, Rene, Ula, Lidya, Hanny, Ester Hutagalung dan Ester Siahaan
tercinta. Terima kasih atas kasih saying, perhatian, dorongan, semangat, dan
doa dari kalian semua.
11.Saudara-saudaraku di PS. Sola Gratia SMU N 1 Medan,kak Dewi, kak Joseph,
Enni, Rika, Mary, Hesty, dan anggota G-toe. Terima kasih atas masa-masa
SMA yang telah membuat penulis menjadi kuat dan tegar.
12. Teman-teman seperjuangan di kampus, Rina, Rumiris, Cory, Nila, Putri,
Clara, Elmo, Asrani, Anri, Hari, dan semua teman-teman di Manajemen 05.
Akhirnya penulis memohon kehadirat Tuhan yang Maha Esa agar senantiasa
member rahmat dan berkatNya kepada kita semua.
Medan, Maret 2009 Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian……… 1
B. Perumusan Masalah………. 7
C. Kerangka Konseptual……… 7
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian………. 9
1. Tujuan Penelitian……… 9
2. Manfaat Penelitian………. 9
E. Metode Penelitian……… 10
1. Batasan Operasional………... 10
2. Definisi Operasional……….. 10
3. Waktu dan Tempat Penelitian……….. 13
4. Jenis Data………. 13
5. Teknik Pengumpulan Data………. 14
6. Metode Analisis Data……….. 14
BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu……… 15
B. Economic Value Added (EVA)……… 15
1.Pengertian Economic Value Added (EVA)……… 15
2.Metode Perhitungan EVA………. 18
a. Net Operating Profit After Tax (NOPAT) ……….. … 19
b. Weighted Average Cost of Capital (WACC) ………. 20
c. Modal yang Diinvestasikan ………. 22
3.Tujuan dan Manfaat Penerapan EVA……… 22
4.Keunggulan dan Kelemahan EVA……… 24
C. Financial Value Added (FVA)………. 26
1.Pengertian Financial Value Added (FVA)……… 26
2.Metode Perhitungan FVA ……… 26
a. Equivalent Depreciation ……… 27
b. Depreciation (Penyusutan) ……… 28
3.Keunggulan dan Kelemahan Konsep FVA……… 28
BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A. Sejarah Perusahaan ………. 33
B. Stuktur Organisasi Perusahaan ……… 35
BAB IV ANALISIS DATA
A. Economic Value Added (EVA) ……… 38
B. Financial Value Added (FVA) ………. 49
C. Perbandingan Economic Value Added (EVA) dan
Financial Value Added (FVA) ……… 57
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ……… 62
B. Saran ……… 63
DAFTAR PUSTAKA ………. ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Kinerja Keuangan PT. Sumbetri Megah Berdasarkan
Rasio-Rasio Keuangan ….……….. 4
Tabel 1.2 Langkah-Langkah Perhitungan EVA ………. 11
Tabel 1.3 Langkah-Langkah Perhitungan FVA ……….. 13
Tabel 4.1 Perhitungan NOPAT Tahun 2003 – 2007 ………. 39
Tabel 4.2 Perhitungan WACC Tahun 2003 – 2007 ………... 42
Tabel 4.3 Perhitungan Modal yang Diinvestasikan Tahun 2003 – 2007 … 44 Tabel 4.4 Perhitungan EVA Tahun 2003 – 2007 ……….… 46
Tabel 4.5 Perhitungan NOPAT Tahun 2003 – 2007 ………. 50
Tabel 4.6 Perhitungan Equivalent Depreciation Tahun 2003 – 2007 ….….. 51
Tabel 4.7 Perhitungan FVA Tahun 2003 – 2007 ……….. 54
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Kerangka Konseptial……… 8
Gambar 2.1 Pengambilan Keputusan Dalam Perusahaan Dengan
Menggunakan EVA ……… 30 Gambar 2.2 Pengambilan Keputusan Dalam Perusahaan Dengan
Menggunakan FVA ……… 31
Gambar 3.1 Struktur Organisasi ……… 36
Gambar 4.1 Grafik EVA, NOPAT, dan Biaya Modal pada
PT. Sumbetri Megah periode 2003 sampai 2007 ………… 48 Gambar 4.2 Grafik FVA, NOPAT, dan Equivalent Depreciation (ED)
pada PT. Sumbetri Megah periode 2003 sampai 2007 .56
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Tujuan perusahaan hanya untuk menghasilkan laba yang sebesar-besarnya
sudah kurang relevan lagi di masa sekarang ini sebab tanggung jawab perusahaan
tidak hanya kepada pemilik saja. Tanggung jawab kepada seluruh stakeholder
menjadi sangat penting sehingga hal ini menuntut perusahaan untuk menimbang
semua strategi yang diambil dan dampaknya kepada stakeholder tersebut.
Berdasarkan hal ini maka tujuan perusahaan yang sesuai adalah untuk
memaksimalkan nilai suatu perusahaan. Pada kasus perusahaan publik nilai
perusahaan dikaitkan dengan nilai saham yang beredar di pasar. Penetapan tujuan
yang benar akan sangat berpengaruh pada proses pencapaian tujuan dan
pengukuran kinerja nantinya. Karena kesalahan menentukan tujuan akan berakibat
pada kesalahan strategi yang diambil. Kesalahan pengukuran kinerja akan
mengakibatkan kesalahan dalam memberi imbalan atas prestasi yang ada.
Persaingan global dan resesi di seluruh dunia menunjukkan adanya
kelemahan dari berbagai pendekatan keuangan tradisional yang biasa digunakan
untuk mengukur kinerja suatu perusahaan. Kinerja dan prestasi manajemen yang
diukur dengan rasio-rasio keuangan tidak dapat dipertanggungjawabkan karena
rasio keuangan yang dihasilkan sangat bergantung pada metode atau perlakuan
akuntansi yang digunakan. Dengan adanya distorsi akuntansi ini maka
pertumbuhan laba (earning growth), dan tingkat pengembalian (rate of return)
tidak efektif lagi.
Salah satu cara untuk mengatasi berbagai permasalahan yang timbul dalam
pengukuran kinerja keuangan berdasarkan data akuntansi, maka dapat
dipergunakan pengukuran kinerja berdasarkan nilai (Value Based). Pengukuran
tersebut dapat dijadikan dasar bagi manajemen perusahaan dalam pengendalian
modalnya, rencana pembiayaan, wahana komunikasi dengan pemegang saham,
serta dapat dipergunakan sebagai dasar dalam menentukan insentif bagi karyawan.
Dengan value based sebagai alat pengukur kinerja perusahaan, manajemen
dituntut untuk meningkatkan nilai perusahaan.
Adanya Economic Value Added (EVA) menjadi relevan untuk mengukur
kinerja yang berdasarkan nilai (value) karena EVA adalah ukuran nilai tambah
ekonomis yang dihasilkan oleh perusahaan sebagai akibat dari aktivitas atau
strategi manajemen. Dengan adanya EVA, maka pemilik perusahaan hanya akan
memberi imbalan (reward) aktivitas yang menambah nilai dan membuang
aktivitas yang merusak atau mengurangi nilai keseluruhan suatu perusahaan.
Diharapkan pemilik perusahaan dapat mendorong manajemen untuk mengambil
actions atau strategi yang value added karena hal ini memungkinkan perusahaan
untuk beroperasi lebih baik.
EVA atau nilai tambah ekonomis (NITAMI) adalah suatu sistem
manajemen keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan,
yang menyatakan bahwa kesejahteraan hanya dapat tercipta jika perusahaan
meningkatkan value added dari modal yang telah ditanamkan pemegang saham
dalam operasi perusahaan. Oleh karenanya, EVA merupakan selisih laba operasi
setelah pajak (Net Operating Cost After Tax) dengan biaya modal (Cost of
Capital).
Selisih antara laba setelah pajak dengan biaya modal disebut spread EVA.
Hasil perhitungan EVA yang positif menunjukkan tingkat pengembalian atas
modal yang lebih tinggi daripada tingkat biaya modal. Hal ini berarti bahwa
perusahaan mampu menciptakan nilai tambah bagi pemilik perusahaan berupa
tambahan kekayaan.
Paradigma value added yang belum begitu banyak dikemukakan adalah
Financial Economic Value Added atau lebih singkat disebut Financial Value
Added (FVA) yang merupakan metode baru dalam mengukur kinerja dan nilai
tambah perusahaan. Metode ini mempertimbangkan kontribusi dari fixed assets
dalam menghasilkan keuntungan bersih perusahaan (Iramani, 2005:7).
Financial Value Added (FVA) adalah selisih antara laba operasi setelah
pajak (NOPAT) dengan equivalent depreciation yang telah dikurangi dengan
penyusutan (Iramani, 2005:7). Hasil perhitungan FVA yang positif menunjukkan
bahwa keuntungan bersih dan penyusutan dapat menutupi equivalent
depreciation. Jika hal ini terjadi maka perusahaan akan dapat meningkatkan
pengembalian atas modal yang telah ditanamkan di dalam perusahaan sehingga
akan dapat meningkatkan kekayaan pemegang sahamnya.
PT. Sumbetri Megah merupakan anak perusahaan dari PT. PLN (Persero)
Wilayah Sumatera Utara Medan. Ruang lingkup kegiatan produksinya yaitu
seperti tiang transmisi listrik, telekomunikasi cerocok untuk fondasi,
gorong-gorong, pipa air, dan bahan bangunan lain dari beton. Seluruh kegiatan produksi
dilakukan di pabrik yang terletak di daerah Besitang, sedangkan untuk kegiatan
administrasi dan pemasaran dilakukan di kantor pusat, yaitu di Kantor PLN
Wilayah Sumut Gedung C Lantai 2.
PT. Sumbetri Megah hanya menggunakan rasio-rasio keuangan dalam
pengukuran kinerja keuangan perusahaan. Kinerja keuangan PT. Sumbetri Megah
berdasarkan rasio-rasio keuangan dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007
adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1
Kinerja Keuangan PT. Sumbetri Megah Berdasarkan Rasio-Rasio Keuangan
Uraian/Tahun 2003 2004 2005 2006 2007
Current Ratio (%) 193% 412,8% 597% 546,6% 373,4%
Debt Ratio (%) 31,7% 14% 9,9% 11,2% 17,55%
ROA (%) 5,8% 6,5% 6,9% 14% 16,1%
ROE (%) 13,8% 13,2% 13,6% 30,6% 39,8%
Sumber : Laporan Keuangan PT. Sumbetri Megah (2008) diolah.
Berdasarkan Tabel 1.1 terlihat bahwa terjadi fluktuasi dalam kinerja
keuangan PT. Sumbetri Megah jika dilihat dari rasio-rasio keuangan. Rasio
likuiditas diwakili oleh current ratio, ratio solvabilitas diwakili oleh debt ratio,
dan rasio profitabiltas diwakili oleh ROA dan ROE.
Kelebihan pengukuran perhitungan dengan menggunakan rasio keuangan
metode, namun pedoman rasio keuangan tidak memberikan indikator yang
sebenarnya tentang keberhasilan manajemen.
Current ratio atau rasio lancar dihitung dengan membagi aktiva lancar
dengan kewajiban lancar. Rasio lancar memberikan indikator atas besarnya klaim
kreditor jangka pendek yang dapat ditutup oleh aktiva yang diharapkan akan
dikonversi menjadi kas dalam jangka pendek. Namun, bila rasio lancar sangat
besar hal ini mencerminkan investasi dalam modal kerja yang cukup tinggi, yang
berakibat biaya modal juga tinggi (Astuti, 2004:31). Rasio lancar yang tinggi
mungkin menunjukkan posisi likuiditas yang kuat, yang tampak bagus, namun kas
yang berlebihan dapat menjadi sesuatu yang buruk karena kelebihan kas di bank
bukan merupakan aktiva yang menghasilkan laba. Selain itu, kelemahan dari rasio
lancar ini adalah rasio lancar tidak dapat memberikan informasi mengenai
kemampuan likuiditas perusahaan timbul karena prestasi perusahaan yang sehat,
atau karena dilakukannya berbagai jalan pintas yang tidak sehat untuk sekedar
menunjukkan posisi yang likuid (Kuswadi, 2004:198).
Debt ratio atau rasio hutang adalah ratio yang mengukur persentase dana
yang disediakan oleh kreditur. Rumus perhitungannya adalah total hutang dibagi
dengan total aktiva. Total hutang mencakup hutang lancar dan hutang jangka
panjang. Kreditur lebih menyukai rasio total hutang yang rendah karena semakin
rendah rasio ini semakin besar perlindungan terhadap kerugian kreditur dalam
peristiwa likuidasi (Astuti, 2004:35). Namun, jika rasio hutang yang rendah dapat
juga mengindikasikan bahwa perusahaan kesulitan dalam memperoleh suntikan
Return on Asset ratio (ROA) mengukur pengembalian atas total aktiva
setelah bunga dan pajak. Hasil pengembalian total aktiva atau total investasi
menunjukkan kinerja manajemen dalam menggunakan aktiva perusahaan untuk
menghasilkan laba. Perusahaan mengharapkan adanya hasil pengembalian yang
sebanding dengan dana yang digunakan. Semakin tinggi hasil pengembalian,
maka semakin efektiflah perusahaan (Astuti, 2004:37).
Return on Equity (ROE) mengukur tingkat pengembalian atas investasi
pemegang saham. Rumus untuk menghitung ROE adalah laba bersih yang tersedia
bagi pemegang saham biasa dibagi jumlah ekuitas saham biasa. Rasio ini ini
menunjukkan keberhasilan atau kegagalan pihak manajemen dalam
memaksimumkan tingkat hasil pengembalian investasi pemegang saham dan
menekankan pada hasil pendapatan sehubungan dengan jumlah yang
diinvestasikan (Astuti, 2004:37). Namun, peningkatan ROA dan ROE dapat
disebabkan oleh pengurangan biaya yang agresif dan peningkatan efisiensi,
sehingga hanya sedikit ruang untuk peningkatan. Oleh karena itu, ROE belum
cukup baik untuk menggambarkan kondisi keuangan perusahaan yang
sesungguhnya.
Adanya distorsi akuntansi dimana manajemen mempunyai kontrol penuh
atas metode penilaian yang digunakan untuk menyusun laporan keuangan,
menyebabkan pengukuran kinerja berdasarkan laporan keuangan tidak dapat
diandalkan. Selama ini perhitungan kinerja keuangan konvensional lebih
mengandalkan laba semu perusahaan. Tindakan ini tidak menunjukkan
dibutuhkan alat pengukur kinerja keuangan lainnya yang dapat menggambarkan
kondisi keuangan perusahaan dengan lebih akurat, yaitu dengan menggunakan
metode Economic Value Added (EVA) dan Financial Value Added (FVA). Hal ini
dikarenakan EVA dan FVA memfokuskan penilaian pada nilai tambah dengan
memperhitungkan beban sebagai konsekuensi investasi.
PT. Sumbetri Megah belum pernah mengukur kinerja keuangannya dengan
menggunakan metode Economic Value Added (EVA) dan Financial Value Added
(FVA). Perusahaan hanya menggunakan rasio-rasio keuangan dalam pengukuran
kinerja keuangan. Hal ini mendorong penulis tertarik untuk melakukan penelitian
pada PT. Sumbetri Megah dengan judul “Analisis Perbandingan Economic
Value Added (EVA) dan Financial Value Added (FVA) Sebagai Alat Ukur
Penilaian Kinerja Keuangan Pada PT. Sumbetri Megah”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka
dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah perbandingan Economic
Value Added (EVA) dan Financial Value Added (FVA) sebagai alat ukur
penilaian kinerja keuangan pada PT. Sumbetri Megah untuk periode tahun
2003 sampai dengan 2007?
C. Kerangka Konseptual
Economic Value Added (EVA) merupakan selisih dari laba operasi bersih
setelah pajak (Net Operating Profit After Tax) atau disingkat NOPAT dikurangi
pajak. Weighted Average Cost of Capital (WACC) adalah biaya ekuitas dan biaya
hutang masing-masing dikalikan dengan presentasi ekuitas dan hutang dalam
struktur modal perusahaan. Sedangkan modal yang diinvestasikan adalah jumlah
ekuitas pemegang saham, seluruh utang jangka pendek dan jangka panjang yang
menanggung bunga, utang, dan kewajiban lainnya.
Financial Value Added (FVA) adalah selisih antara laba operasi setelah
pajak (NOPAT) dengan equivalent depreciation (ED) yang telah dikurangi
dengan penyusutan. Equivalent Depreciation (ED) adalah jumlah biaya-biaya
yang sederajat dengan beban penyusutan yang sebenarnya yang mana diberikan
kepada perusahaan berdasarkan penerimaan output untuk investasi aset.
Sedangkan depresiasi atau penyusutan adalah pengalokasian harga perolehan
aktiva secara sistematik dan rasional selama masa manfaat dari aktiva yang
bersangkutan.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka penulis menetapkan
kerangka konseptual (Gambar 1.1) sebagai berikut:
EVA
1. NOPAT
2. WACC
3. Modal yang
diinvestasikan NILAI
TAMBAH PERUSAHAAN FVA
1. NOPAT
2. Depreciation
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan
menganalisis perbandingan Economic Value Added (EVA) dan Financial Value
Added (FVA) sebagai alat ukur penilaian kinerja keuangan pada PT. Sumbetri
Megah untuk periode tahun 2003 sampai dengan 2007.
2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Bagi Perusahaan
Sebagai bahan masukan/acuan dalam membuat kebijakan keuangan khususnya
kebijakan yang berorientasi pada peningkatan nilai perusahaan di masa yang
akan datang.
b. Bagi Penulis
Untuk menambah pengembangan wawasan, pandangan, dan pengembangan
ilmu pengetahuan dalam bidang manajemen keuangan, khususnya mengenai
EVA dan FVA, baik dari segi teoritis maupun aplikasinya secara nyata dalam
dunia bisnis.
c. Bagi pihak lain
Memberikan sumbangan pemikiran dalam melakukan penelitian di masa yang
akan mendatang khususnya penelitian yang berkaitan dengan penciptaan nilai
E. Metode Penelitian
1. Batasan Operasional
Penelitian agar lebih terarah dan tidak menyimpang dari pembahasan dan
analisis, penulis membatasi pada hal-hal sebagai berikut:
a. Analisis yang digunakan hanya terbatas pada perbandingan EVA dan FVA
pada PT. Sumbetri Medan periode tahun 2003 sampai dengan 2007.
b.Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah Laporan Laba/Rugi dan
Neraca PT. Sumbetri Medan periode tahun 2003 sampai dengan 2007.
c. Laporan keuangan yang digunakan berupa laporan keuangan konsolidasi.
d.Komponen perhitungan EVA yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Net Operating Profit After Tax (NOPAT), Weighted Average Cost of
Capital (WACC), dan Modal yang Diinvestasikan pada PT. Sumbetri
Megah periode tahun 2003 sampai dengan 2007.
e. Komponen perhitungan FVA yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Net Operating Profit After Tax (NOPAT), Equivalent Depreciation (ED),
dan Depreciation atau penyusutan pada PT. Sumbetri Megah periode tahun
2003 sampai dengan 2007.
2. Definisi Operasional
a. Economic Value Added (EVA)
Young & O’Byrne (2001:32) menyatakan bahwa EVA merupakan selisih
antara laba operasi perusahaan setelah pajak (NOPAT) dengan biaya modal. Biaya
(WACC). Adapun langkah-langkah perhitungan Economic Value Added (EVA)
adalah sebagai berikut:
Tabel 1.2
Langkah-langkah Perhitungan EVA Komponen
EVA
Rumus Perhitungan Masing-masing Komponen EVA
NOPAT EBIT (1 – Tarif Pajak)
WACC Wd.Kd (1 – T) + Wp.Kp + Ws.Ks
Modal yang
Diinvestasikan
Utang Jangka Pendek + Utang Jangka Panjang + Kewajiban
Jangka Panjang Lainnya + Ekuitas Pemegang Saham
EVA NOPAT – (WACC x Modal yang Diinvestasikan)
Sumber: Sartono (2001:100), Atmaja (1994:140), Young & O’Byrne (2001:50), Young & O’Byrne (2001:32).
Keterangan:
NOPAT = Net Operating Profit After Taxes (Laba Operasi Bersih Setelah Pajak)
EBIT = Earning Before Interest and Taxes (Laba Sebelum Pajak)
WACC = Weighted Average Cost of Capital (Biaya Modal Rata-rata Tertimbang)
Wd = Persentase Hutang dari Modal
Kd = Biaya Hutang
Wp = Persentase Saham Preferen dari Modal
Kp = Biaya Saham Preferen
Ws = Persentase Saham Biasa atau Laba Ditahan dari modal
Ks = Biaya Laba Ditahan
T = Tarif Pajak
b. Financial Value Added (FVA)
Financial Value Added (FVA) merupakan metode untuk mengukur kinerja
dan nilai tambah perusahaan yang mana metode ini mempertimbangkan kontribusi
dari fixed assets dalam menghasilkan keuntungan bersih perusahaan. Adapun
langkah-langkah perhitungan Financial Value Added (FVA) adalah sebagai
berikut:
Tabel 1.3
Langkah-langkah Perhitungan FVA
Komponen FVA Rumus Perhitungan Masing-masing Komponen FVA
NOPAT EBIT (1 – Tarif Pajak)
ED Q x m (1 – T) – FC (1 – T) + (T x D)
D Depresiasi
FVA NOPAT – (ED – D)
Sumber: Sartono (2001 : 100), Sandias (2002 : 8).
Keterangan:
NOPAT = Net Operating Profit After Taxes (Laba Operasi Bersih Setelah Pajak)
EBIT = Earning Before Interest and Taxes (Laba Sebelum Pajak)
ED = Equivalent Depreciation
Q = Jumlah Unit yang Terjual
m = Unit Margin
T = Tingkat pajak
FC = Fixed Cost
D = Depresiasi
3. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada PT. Sumbetri Megah, Jl. K.L. Yos Sudarso
No. 284 Medan (Kantor PT. PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara Gedung C
Lantai 2). Penelitian dilakukan dari bulan September 2008 sampai Februari 2009.
4. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Data primer, diperoleh dengan melakukan wawancara langsung atau tanya
wajab dengan staf keuangan PT. Sumbetri Megah.
b. Data sekunder, yaitu data yang diperoleh untuk melengkapi data primer
yang meliputi:
1. Sejarah ringkas PT. Sumbetri Megah
2. Struktur Organisasi PT. Sumbetri Megah
3. Laporan Laba/Rugi PT. Sumbetri Megah periode tahun 2003
sampai dengan 2007
4. Laporan Neraca PT. Sumbetri Megah periode tahun 2003 samapi
dengan 2007
5. Hasil publikasi, buku-buku ilmiah dan literatur lainnya yang
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis dalam penelitian ini
adalah:
a. Teknik wawancara, yaitu mengadakan tanya jawab dengan pihak
perusahaan di bagian keuangan yang berwenang memberikan informasi
mengenai keuangan perusahaan.
b. Studi dokumentasi, dilakukan dengan meneliti dokumen-dokumen dan
bahan tulisan dari perusahaan, serta jurnal-jurnal ilmiah dan buku-buku
yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan.
6. Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan penulis untuk menganalisis data yang
telah dikumpulkan adalah metode analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif
merupakan cara untuk merumuskan dan menafsirkan data yang ada sehingga
memberikan gambaran nyata mengenai keadaan perusahaan melalui
pengumpulan, menyusun, dan menganalisis data tentang masalah yang ada.
Dalam menganalisis perbandingan nilai Economic Value Added (EVA)
dan nilai Financial Value Added (FVA), penulis menggunakan analisis tren
(Trend Analysis). Analisis tren mampu menggambarkan tingkat kecenderungan
dalam suatu perusahaan yang digunakan untuk mengestimasikan kondisi
perusahaan akan membaik atau memburuk. Analisis tren dapat dilakukan dengan
memplot rasio selama suatu waktu. Hasil dari analisis berupa grafik yang
BAB II
URAIAN TEORITIS
A. Penelitian Terdahulu
Junianthy Mandasari Hasibuan (2006) melakukan penelitian dengan judul
penelitian “Analisis perbandingan Economic Value Added (EVA) dan Financial
Value Added (FVA) pada PT. PUSRI MEDAN”. Metode penelitian yang dipakai
adalah metode analisis deskriptif. Kesimpulan dari hasil penelitian adalah bahwa
PT. PUSRI MEDAN mampu meningkatkan nilai tambah perusahaan atau para
pemegang sahamnya yang dilihat dari nilai EVA dan FVA perusahaan yang terus
meningkat dari tahun 2000 sampai 2004.
Rr. Iramani, Staf Pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas
Surabaya (2005) juga melakukan penelitian dengan judul “Financial Value Added
suatu paradigma dalam pengukuran kinerja dan nilai tambah perusahaan”.
Kesimpulan dari hasil penelitian adalah bahwa kinerja FVA lebih baik
dibandingkan EVA, terutama dalam hal sinkronisasi hasil pengukurannya dengan
Net Present Value (NPV).
B. Economic Value Added (EVA)
1. Pengertian Economic Value Added (EVA)
Metode EVA pertama kali dikembangkan oleh Stewart & Stern seorang
analis keuangan dari perusahaan Stern Stewart & Co pada tahun 1993. Di
Indonesia metode tersebut dikenal dengan metode NITAMI (Nilai Tambah
Ekonomi). Menurut Tunggal (2001:1) EVA/NITAMI adalah metode manajemen
menyatakan bahwa kesejahteraan hanya dapat tercipta manakala perusahaan
mampu memenuhi semua biaya operasi (operating cost) dan biaya modal (cost of
capital). Adapun beberapa pengertian Economic Value Added (EVA) menurut
beberapa ahli adalah sebagai berikut:
a. Utomo (1999:36)
EVA adalah nilai tambah ekonomis yang diciptakan perusahaan dari kegiatan
atau strateginya selama periode tertentu. Prinsip EVA memberikan sistem
pengukuran yang baik untuk menilai suatu kinerja dan prestasi keuangan
manajemen perusahaan karena EVA berhubungan langsung dengan nilai pasar
sebuah perusahaan.
b. Anjar V. Thakor (dalam Tunggal, 2001:1)
Economic Value (also Economic Value Added) = Revenue – Direct Cost
(Including Taxes) – Opportunity cost of using capital = After tax profit –
Opportunity cost of using capital.
c. Glen Arnold (dalam Tunggal, 2001:2)
Economic Value Added (EVA was trademarked by Stern Stewart & Co) is a
variant of economic profit, which is the modern term for residual income.
Economic profit for a period is the amount earned by business after deducting
all operating expenses and a charge for the opportunity cost of capital
employed.
Dari definisi EVA yang telah dijabarkan dapat disimpulkan bahwa EVA
merupakan tujuan perusahaan untuk meningkatkan nilai atau value added dari
karenanya EVA merupakan selisih laba operasi setelah pajak (Net Operating
Profit After Tax atau NOPAT) dengan biaya modal (cost of capital).
Terdapat beberapa manfaat yang dapat diperoleh perusahaan dalam
menggunakan EVA sebagai alat ukur kinerja dan nilai tambah perusahaan.
Menurut Utama (1997:10) beberapa manfaat EVA dalam mengukur kinerja
perusahaan antara lain:
a. EVA dapat digunakan sebagai penilaian kinerja keuangan perusahaan karena
penilaian kinerja tersebut difokuskan pada penciptaan nilai (value creation).
b. EVA akan menyebabkan perusahaan lebih memperhatikan kebijakan struktur
modal.
c. EVA membuat manajemen berpikir dan bertindak seperti halnya pemegang
saham yaitu memilih investasi yang memaximumkan tingkat pengembalian
dan meminimumkan tingkat biaya modal sehingga nilai perusahaan dapat
dimaksimalkan.
d. EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasi kegiatan atau proyek yang
memberikan pengembalian lebih tinggi daripada biaya-biaya modalnya.
Selain manfaat yang telah dijelaskan, EVA juga merupakan pengukuran
yang sangat penting karena dapat digunakan sebagai signal Financial Distress
pada suatu perusahaan. Jika suatu perusahaan tidak dapat memperoleh profit di
atas required of return, maka EVA akan menjadi negatif, dan hal ini merupakan
warning akan terjadinya Financial Distress bagi perusahaan tersebut.
Manajemen dapat melakukan banyak hal untuk menciptakan nilai tambah,
tetapi pada prinsipnya EVA akan meningkat jika manajemen melakukan satu dari
a. Meningkatkan laba operasi tanpa adanya tambahan modal.
b. Menginvestasikan modal baru ke dalam project yang mendapat return lebih
besar dari biaya modal yang ada.
c. Menarik modal dari aktivitas-aktivitas usaha yang tidak menguntungkan.
Meningkatkan laba operasi tanpa adanya tambahan modal berarti
manajemen dapat menggunakan aktiva perusahaan secara efisien untuk
mendapatkan keuntungan yang optimal. Selain itu, dengan berinvestasi ke
project-project yang menerima return lebih besar daripada biaya modal (cost of capital)
yang digunakan berarti manajemen hanya mengambil project yang bermutu dan
meningkatkan nilai perusahaan. Economic Value Added (EVA) juga mendorong
manajemen untuk berfokus pada proses dalam perusahaan yang menambah nilai
dan mengeliminasi aktivitas atau proses yang tidak menambah nilai. Perhitungan
EVA suatu perusahaan merupakan proses yang kompleks dan terpadu karena
perusahaan harus menentukan terlebih dahulu biaya modalnya.
2. Metode Perhitungan EVA
Apabila dalam struktur modal perusahaan terdiri dari hutang dan modal
sendiri, secara sistematis EVA dapat dirumuskan sebagai berikut:
EVA = NOPAT – (WACC x TA)
Keterangan:
NOPAT= Net Operating Profit After Taxes
WACC = Weighted Average Cost of Capital
Dari perhitungan akan diperoleh kesimpulan dengan interpretasi hasil sebagai
berikut:
a. Jika EVA > 0 hal ini menunjukkan terjadi nilai tambah ekonomis bagi
perusahaan.
b. Jika EVA < 0 hal ini menunjukkan tidak terjadi nilai tambah ekonomis bagi
perusahaan.
c. Jika EVA = 0 hal ini menunjukkan posisi impas karena laba telah digunakan
untuk membayar kewajiban kepada penyandang dana baik kreditur maupun
pemegang saham.
Menurut Young & O’Byrne (2001:39), EVA sama dengan NOPAT
dikurangi biaya modal. NOPAT merupakan laba operasi perusahaan setelah pajak
dan mengukur laba yang diperoleh perusahaan dari operasi berjalan. Biaya modal
yaitu modal yang diinvestasikan perusahaan (juga disebut modal atau modal yang
dipakai) dikalikan rata-rata tertimbang (weighted average) dari biaya modal
(WACC). WACC sama dengan utang jangka pendek, utang jangka panjang, dan
ekuitas pemegang saham yang ditimbang berdasarkan proporsi relatifnya dalam
struktur modal perusahaan pada nilai pasar.
a. Net Operating Profit After Tax (NOPAT)
Net Operating Profit After Tax (NOPAT) atau laba operasi bersih setelah
pajak merupakan sejumlah laba perusahaan yang akan dihasilkan jika perusahaan
tersebut tidak memiliki utang dan tidak memiliki aset finansial. NOPAT dapat
dihitung dengan menggunakan rumus (Sartono, 2001:100):
Keterangan:
NOPAT= Net Operating Profit After Taxes
EBIT = Earning Before Interest and Tax
Faktor yang non operasional dan laba rugi luar biasa, seperti laba/rugi dari
penghentian unit usaha serta beberapa akun rugi lain-lain yang sama sekali tidak
berhubungan dengan kegiatan operasional rutin perusahaan dan tidak ada
keterangan yang jelas dalam catatan laporan keuangan perusahaan, tidak
diikutsertakan dalam perhitungan NOPAT.
b. Weighted Average Cost of Capital (WACC)
Weighted Average Cost of Capital (WACC) atau biaya modal rata-rata
tertimbang adalah biaya ekuitas dan biaya hutang masing-masing dikalikan
dengan presentasi ekuitas dan hutang dalam struktur modal perusahaan. WACC
dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Atmaja, 1994:140):
WACC = Wd.Kd (1 – T) + Wp.Kp + Ws.Ks
Keterangan:
WACC = Weighted Average Cost of Capital (Biaya Modal Rata-rata Tertimbang)
Wd = Persentase Hutang dari Modal
Kd = Biaya Hutang
Wp = Persentase Saham Preferen dari Modal
Kp = Biaya Saham Preferen
Ws = Persentase Saham Biasa atau Laba Ditahan dari modal
Biaya hutang (Kd) yang relevan dalam menghitung WACC merupakan
biaya hutang setelah pajak (After-tax cost of debt). Hal ini didasarkan pada
kenyataan bahwa hutang menimbulkan biaya bunga yang akan menurunkan
penghasilan yang dikenai pajak. Biaya hutang sesudah pajak dapat dihitung
dengan menggunakan rumus (Atmaja, 2004:138):
Biaya Hutang Sesudah Pajak = Biaya Hutang sebelum Pajak x (1 –
Tingkat Pajak)
Biaya saham preferen (Kp) adalah sama dengan tingkat keuntungan yang
dinikmati pembeli saham preferen. Biaya saham preferen dapat dihitung dengan
menggunakan rumus (Atmaja, 2004:139):
Kp =
Pn Dp
Keterangan:
Kp = Biaya saham preferen
Dp = Deviden saham preferen tahunan
Pn = Harga saham preferen bersih yang diterima perusahaan penerbit (setelah
dikurangi biaya peluncuran saham atau flotation cost)
Biaya laba ditahan (Ks) yaitu tingkat keuntungan yang diisyaratkan
investor pada saham biasa perusahaan yang bersangkutan. Jika laba tidak ditahan,
laba tersebut akan dibagi dalam deviden. Namun, jika laba tersebut ditahan berarti
pemegang saham menginvestasikan kembali laba yang menjadi hak-nya ke
perusahaan (plow back fund). Oleh sebab itu pemegang saham mengisyaratkan
bahwa perusahaan harus dapat memberikan keuntungan paling tidak sebesar
yang memiliki risiko yang sama dengan risiko perusahaan. Biaya laba ditahan
dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Atmaja, 2004:139):
Ks =
Po D1
+ g
Keterangan:
Ks = Biaya laba ditahan
D1 = Deviden akhir periode
P0 = Hargasaham pada awal periode
g = Tingkat pertumbuhan deviden
c. Modal yang Diinvestasikan
Menurut Young & O’Byrne (2001:39), modal yang diinvestasikan adalah
jumlah seluruh keuangan perusahaan, terlepas dari kewajiban jangka pendek,
pasiva tidak menanggung bunga (non interest bearing liabilities) seperti utang,
upah yang akan jatuh tempo (accrued wages), dan pajak yang akan jatuh tempo
(accured taxes). Modal yang diinvestasikan sama dengan jumlah ekuitas
pemegang saham, seluruh utang jangka pendek dan jangka panjang yang
menanggung bunga, utang, dan kewajiban jangka panjang lainnya.
Modal yang Diinvestasikan = Utang Jangka Pendek + Utang Jangka
Panjang +Kewajiban Jangka Panjang
Lainnya + Ekuitas Pemegang Saham
a. Tujuan Penerapan Model EVA
Dengan perhitungan EVA diharapkan akan mendapatkan hasil perhitungan
nilai ekonomis perusahaan yang lebih realistis. Hal ini disebabkan oleh EVA
dihitung berdasarkan perhitungan biaya modal (cost of capital) yang
menggunakan nilai pasar berdasarkan kepentingan kreditur terutama para
pemegang saham dan bukan berdasarkan nilai buku yang bersifat histories.
Perhitungan EVA ini juga diharapkan dapat mendukung penyajian laporan
keuangan sehingga akan mempermudah bagi para pengguna laporan keuangan
diantaranya para investor, kreditur, karyawan, pemerintah, pelanggan, dan
pihak-pihak yang berkepentingan lainnya.
b. Manfaat Penerapan Model EVA
Manfaat yang diperoleh dari penerapan Economic Value Added (EVA) di
dalam suatu perusahaan adalah:
1. Penerapan model EVA sangat bermanfaat untuk digunakan sebagai
pengukur kinerja perusahaan dimana focus penilaian kinerja adalah
penciptaan nilai (value creation).
2. Penilaian kinerja keuangan dengan menggunakan pendekatan EVA
menyebabkan perhatian manajemen sesuai dengan kepentingan pemegang
saham. Dengan EVA para manajer akan berpikir dan bertindak seperti
halnya pemegang saham yaitu memilih investasi yang memaksimumkan
tingkat pengembalian dan meminimumkan tingkat biaya modal sehingga
3. EVA mendorong perusahaan untuk lebih memperhatikan kebijakan
struktur modalnya.
4. EVA dapat digunakan untuk mengidentifikasi proyek atau kegiatan yang
memberikan pengembalian yang lebih tinggi daripada biaya modalnya.
Kegiatan atau proyek yang memberikan nilai sekarang dari total EVA
yang positif menunjukkan adanya penciptaan nilai dari proyek tersebut
dengan demikian sebaiknya diambil, begitu pula sebaliknya.
4. Keunggulan dan Kelemahan EVA
Salah satu keunggulan EVA sebagai penilaian kinerja perusahaan adalah
dapat digunakan sebagai penciptaan nilai (value creation). Keunggulan EVA yang
lain adalah (Iramani, 2001:6):
a. EVA memfokuskan penilaian pada nilai tambah dengan memperhitungkan
beban sebagai konsekuensi investasi.
b. Konsep EVA adalah alat perusahaan dalam mengukur harapan yang dilihat
dari segi ekonomis dalam pengukurannya yaitu dengan memperhatikan
harapan para penyandang dana secara adil dimana derajat keadilan dinyatakan
dengan ukuran tertimbang dari struktur modal yang ada dan berpedoman pada
nilai pasar dan bukan pada nilai buku.
c. Perhitungan EVA dapat dipergunakan secara mandiri tanpa memerlukan data
pembanding seperti standar industri atau data perusahaan lain sebagai konsep
d. Konsep EVA dapat digunakan sebagai dasar penilaian pemberian bonus pada
karyawan terutama pada divisi yang memberikan EVA lebih sehingga dapat
dikatakan bahwa EVA menjalankan stakeholders satisfaction concepts.
e. Pengaplikasian EVA yang mudah menunjukkan bahwa konsep tersebut
merupakan ukuran praktis, mudah dihitung, dan mudah digunakan sehingga
merupakan salah satu bahan pertimbangan dalam mempercepat pengambilan
keputusan bisnis.
Metode Economic Value Added (EVA) selain memiliki keunggulan, EVA
juga memiliki kelemahan. Beberapa kelemahan EVA diantaranya adalah sebagai
berikut (Abdullah, 2003:143):
a. Secara konseptual EVA memang lebih unggul daripada pengukur tradisional
akuntansi, namun secara praktis belum tentu dapat diterapkan dengan mudah.
Penentuan biaya modal saham cukup rumit sehingga diperlukan analisis yang
lebih mendalam tentang tehnik-tehnik menaksir biaya modal saham.
b. EVA adalah alat ukur semata dan tidak bisa berfungsi sebagai cara mencapai
sasaran perusahaan sehingga diperlukan suatu cara bisnis tertentu untuk
mencapai sasaran.
c. Masih mengandung unsur keberuntungan (tinggi rendahnya EVA dapat
dipengaruhi oleh gejolak di pasar modal).
d. EVA hanya menggambarkan penciptaan nilai pada suatu tahun tertentu.
e. EVA mendorong pengalokasian dana perusahaan untuk investasi dengan biaya
modal rendah. Investasi yang demikian umumnya memiliki risiko yang kecil
sehingga secara tidak langsung EVA mendorong perusahaan untuk
memiliki risiko yang sangat tinggi terutama dalam era pasar bebas yang penuh
dengan ketidakpastian.
C. Financial Value Added (FVA)
1. Pengetian Financial Value Added (FVA)
Financial Economic Value Added atau lebih singkat disebut Financial
Value Added (FVA) merupakan metode baru dalam mengukur kinerja dan nilai
tambah perusahaan. Metode ini mempertimbangkan kontribusi dari fixed asset
dalam menghasilkan keuntungan bersih perusahaan (Iramani, 2001:7).
Financial Value Added (FVA) adalah selisih antara laba operasi setelah
pajak (NOPAT) dengan equivalent depreciation yang telah dikurangi dengan
penyusutan. Hasil perhitungan FVA yang positif menunjukkan bahwa keuntungan
bersih dan penyusutan dapat menutupi equivalent depreciation. Jika hal ini terjadi
maka perusahaan akan dapat meningkatkan pengembalian atas modal yang telah
ditanamkan di dalam perusahaan sehingga akan dapat meningkatkan kekayaan
pemegang sahamnya.
2. Metode Perhitungan FVA
Secara matematis pengukuran FVA dinyatakan sebagai berikut (Sandias,
2002:8):
FVA = NOPAT – (ED – D)
Keterangan:
ED = Equivalent Depreciation
D = Depresiasi
Dari perhitungan akan diperoleh kesimpulan dengan interpretasi hasil
sebagai berikut:
a. Jika FVA > 0 hal ini menunjukkan terjadi nilai tambah finansial bagi
perusahaan.
b. Jika FVA < 0 hal ini menunjukkan tidak terjadi nilai tambah finansial bagi
perusahaan.
c. Jika FVA = 0 hal ini menunjukkan posisi impas.
Perusahaan tentunya akan berusaha untuk memiliki nilai tambah finansial
bagi perusahaan dimana FVA bernilai positif atau lebih besar dari nol, hal ini
terjadi manakala keuntungan bersih perusahaan dan penyusutan dapat menutupi
equivalent depreciation atau (NOPAT + D) lebih besar dari ED. Jika ini tercapai
maka perusahaan dapat meningkatkan kekayaan pemegang saham.
a. Equivalent Depreciation
Equivalent Depreciation adalah jumlah biaya-biaya yang sederajat dengan
beban penyusutan yang sebenarnya yang mana diberikan kepada perusahaan
berdasarkan penerimaan output untuk investasi aset. Rumus untuk menghitung
equivalent depreciation (ED) adalah sebagai berikut (Sandias, 2002:7):
ED = Q x m (1 – t) – FC (1 – t) + (t x D)
Keterangan:
ED = Equivalent Depreciation
FC = Fixed Cost (Biaya Tetap)
t = tingkat pajak
m = Unit Margin (Harga jual produk per unit dikurang biaya variabel per unit)
D = Depresiasi
b. Depreciation (Penyusutan)
Menurut Astuti (2004:21), depresiasi atau penyusutan adalah
pengalokasian harga perolehan aktiva secara sistematik dan rasional selama masa
manfaat dari aktiva yang bersangkutan. Akan tetapi ada kecenderungan di
kalangan pembaca laporan keuangan untuk menafsirkan penyusutan akuntansi
sebagai pengumpulan dana untuk mengganti aktiva tersebut kelak. Akan tetapi ini
tidak berarti bahwa dana kas yang besarnya sama dengan penyusutan yang tercatat
akan disisihkan untuk penggantian aktiva tetap. Pendapatan mungkin saja
digunakan untuk berbagai keperluan seperti meningkatkan persediaan,
meningkatkan piutang, dan pos-pos modal kerja lainnya, untuk perolehan aktiva
tetap atau pos-pos tidak lancar lain yang baru, untuk melunasi utang atau
menembus saham atau untuk membayar deviden. Bila suatu dana khusus
disisihkan untuk mengganti aktiva tetap, diperlukan persetujuan dari manajemen,
walaupun demikian dana semacam itu sulit ditemukan. Beban penyusutan
merupakan pengakuan atas penurunan nilai pelayanan aktiva.
3. Keunggulan dan Kelemahan FVA
a. Jika ditilik ulang konsep NOPAT, FVA melalui defenisi equivalent
depreciation mengintegrasikan seluruh kontribusi asset bagi kinerja
perusahaan, demikian juga opportunity cost bagi pembiayaan perusahaan.
Kontribusi ini konstan selama umur proyek investasi.
b. FVA secara jelas mengakomodasikan kontribusi konsep value growth
duration (durasi proses penciptaan nilai) sebagai unsur penambah nilai. Unsur
ini merupakan hasil pengurangan nilai equivalent depreciation akibat
bertambah panjangnya umur aset dimana aset bisa terus berkontribusi bagi
kinerja perusahaan. Dalam konsep EVA, proses ini tidak secara jelas
dijabarkan.
c. FVA mengedepankan konsep equivalent depreciation dan accumulated
equivalent tampaknya lebih akurat menggambarkan financing costs. Lebih
lanjut, FVA mampu mengharmonisasikan hasilnya dengan konsep Net Present
Value (NPV) tahun per tahun, dimana NPV setidaknya saat ini dianggap
sukses mengukur proses penciptaan nilai.
d. Dengan berbasis pada definisi EVA yang sudah dikenal luas, FVA memberi
solusi terhadap mekanisme kontrol dalam periode tahunan, yang selama ini
merupakan kendala bagi konsep NPV. EVA dan FVA sama-sama mampu
menyelaraskan output-nya dengan hasil NPV, dalam bentuk periode yang
terdiskonto, namun FVA memberi output lebih maju dengan berhasil
melakukan harmonisasi hasil dengan NPV dalam ukuran tahunan. Oleh karena
itu, FVA menjadi lebih bermanfaat sebagai alat kontrol.
Menurut Shrieves dan Wachowicz (dalam Iramani, 2005:10), kelemahan
dalam mengantisipasi fenomena bila perusahaan (proyek) menjalankan investasi
baru di tengah-tengah masa investasi yang diperhitungkan. EVA akan
merefleksikan situasi ini melalui peningkatan aset dan sumber daya yang terlibat
dalam perusahaan atau proyek.
D. Hubungan EVA dan FVA dengan Keputusan Dalam Manajemen
Keuangan
Gambar 2.1 dan Gambar 2.2 akan menunjukkan pengukuran nilai EVA
dan FVA dalam menggambarkan keputusan dengan memisahkan keputusan
operasi dari keputusan investasi, FVA menjelaskan penciptaan nilai dan
menjelaskan cara untuk menentukan faktor mana yang bertanggungjawab atas
keuntungan dan kerugian dari nilai.
Gambar 2.1 Pengambilan keputusan dalam perusahaan dengan menggunakan EVA
Sumber: Sandias (2002:10) Keterangan:
NOPAT= Net Operating Profit After Taxes
WACC = Weighted Average Cost of Capital
NOPAT
WACC x TA
Gambar 2.2 Pengambilan keputusan dalam perusahaan dengan menggunakan FVA
Sumber: Sandias (2002 : 10)
Pengukuran FVA sangatlah membantu perusahaan dalam kaitannya
dengan keputusan-keputusan yang harus dilakukan oleh perusahaan. Terdapat tiga
keputusan dalam manajemen keuanganyang akan menjadi value drivers bagi
terciptanya Financial Value Added. Tiga keputusan tersebut adalah:
a. Operating Decision adalah suatu keputusan yang harus diambil perusahaan
dalam menghasilkan volume penjualan dan mengelola biaya-biaya yang
timbul baik variable cost maupun fixed cost sedemikian rupa sehingga
menghasilkan operating profit margin bagi perusahaan. Pertumbuhan volume
penjualan (sales growth) merupakan indikator dari pertumbuhan perusahaan
yang ini merupakan value drivers bagi terciptanya FVA. Dengan sales growth
yang tinggi dan income tax rate tertentu akan meningkatkan operating profit
margin yang pada akhirnya FVA diharapkan juga akan meningkat.
b. Financing Decision adalah suatu keputusan pembiayaan perusahaan dimana
perusahaan harus menentukan sumber dana yang paling efisien, yang
direfleksikan oleh cost of capital yang dibayarkan selama periode n.
FVA
NOPAT
Equivalent
Depreciation
c. Investment Decision adalah keputusan manajemen terhadap pilihan-pilihan
investasi yang secara normatif harus mampu memaksimalkan nilai
perusahaan. Proses pemilihan alternatif investasi harus mempertimbangkan
sumber-sumber pendanaan yang terlibat, karena akan mempengaruhi struktur
modal perusahaan. Hal ini secara intuitif juga mempengaruhi komposisi
working capital dan fixed capital yang merupakan komponen pengubah nilai
dalam konteks pengukuran FVA di atas. Manajemen harus bisa
mengoptimalkan pengelolaan working capital dan fixed capital-nya agar tidak
tercipta idle capital atau capital yang kirang efektif dalam proses peningkatan
BAB III
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
A. Sejarah Perusahaan
Perusahaan PT. Sumbetri Megah dimiliki oleh beberapa pemegang saham
berdasarkan akte pendirian nomor 9,10,11, dan 12 pada tanggal 12 April 1995
dihadapan pejabat notaris yang bernama Munir Nasution di Medan. Perusahaan
ini beralamat di Jl. Kolonel Laut Yos Sudarso No.284 Gedung C Lantai 2 PT.
PLN Wilayah Sumatera Utara di Medan. Sementara pabriknya sendiri berada di
Jl. Medan – Besitang Km. 91, Besitang.
Ruang lingkup kegiatan perusahaan berdasarkan Anggaran Dasar
Perusahaan yaitu menjalankan kegiatan yang memproduksi segala macam
pembuatan bahan-bahan konstruksi dari beton yang meliputi:
a. Tiang transmisi listrik
b. Telekomunikasi cerocok untuk fondasi
c. Gorong-gorong
d. Pipa air
e. Bahan bangunan lain dari beton
Sampai saat ini produk keluaran perusahaan baru hanya satu macam, yaitu
tiang listrik beton pra-tekan (Pre-stressted Concrete Poles), tetapi tidak tertutup
kemungkinan bagi perusahaan untuk memperoduksi jenis yang lain seperti tiang
telepon, bantalan kereta api, dan lain sebagainya yang masih dalam tahap
penjajakan.
Produk tersebut diserap untuk kepentingan pelaksanaan proyek-proyek
dihasilkan, perusahaan ini tercatat sebagai anggota APTI (Asosiasi Produsen
Tiang Beton Indonesia).
Sistem produksi yang dianut perusahaan adalah Job Order System. Tingkat
produksi dan standar kualifikasi produknya didasarkan pada permintaan pasar
yang sudah tertentu secara terikat kepada spesifikasi menurut kontrak perjanjian
dengan pelanggan. Produk tiang listrik yang diproduksi sesuai dengan standar
permintaan PLN. Walaupun perusahaan berproduksi sesuai dengan pesanan,
namun kenyataannya proses produksi juga dapat berlangsung sepanjang tahun.
Untuk menghasilkan produk diperlukan proses produksi khusus dengan
memanfaatkan elemen-elemen industri semi modern. Pabrik sebagai pelaksana
fungsi produk telah dilengkapi dengan fasilitas laboratorium beton, pengawasan
mutu total sebelum, selama, dan sesudah proses produksi berlangsung dan
peralatan produksi semi modern.
Adsministrasi pabrik, gedung, perawatan dan perbaikan, dan berbagai
fungsi jasa lainnya dalam mencatat dan melaporkan aktivitas-aktivitas produksi
khususnya yang berkaitan dengan persediaan dilaksanakan secara mutual dan
dilaporkan secara regular ke kantor pusat.
Perusahaan berusaha untuk terus memperbaharui cara-cara pengolahan dan
manajemennya sesuai dengan perkembangan tehnologi. Keberadaan
elemen-elemen sistem industri semi modern seperti itu selain bertujuan untuk memperkuat
posisi dalam suasana kompetitif melalui keunggulan kualitas, juga dikarenakan
produk beton dalam hal ini tiang listrik itu sendiri merupakan produk khusus yang
B. Struktur Organisasi Perusahaan
Struktur organisasi memberikan gambaran tentang garis kekuasaan,
tanggungjawab, dan kesatuan komando yang dikoodinir oleh setiap atasan, dan
selanjutnya setiap atasan akan memberikan pertanggungjawabannya kepada pucuk
pimpinan organisasi. Dengan adanya struktur organisasi, maka pembagian tudas
dalam perusahaan dapat diselesaikan dengan struktur yang ada.
Pada PT. Sumbetri Megah, manajemen perusahaan dipimpin oleh direktur
yang berada di bawah pengawasan Dewan Komisaris. Dewan komisaris dalam hal
ini adalah pemegang saham yang terdiri dari tiga orang. Dalam melaksanakan
tugasnya, direktur dibantu oleh wakil direktur. Direktur dan wakil direktur secara
langsung membawahi lima bagian bawahannya, yaitu: bagian akuntansi, bagian
keuangan, bagian Adm & SDM, bagian Wasdal, dan bagian pemasaran.
Untuk bagian pabrik, PT. Sumbetri Megah mempunyai management
representative yang secara langsung menanggungjawabi kegaiatan produksi di
pabrik yang membawahi empat bagian, yaitu: bagian produksi, bagian Tata Usaha
dan Adm, bagian QC, dan bagian pemeliharaan.
Untuk mengetahui lebih jelas struktur organisasi PT. Sumbetri Megah
TUGAS MANAGEMENT REPRESENTATIVE :
a. Mengawasi secara terus-menerus penerapan sistem standar mutu yang
digunakan oleh perusahaan (ISO 9001:200).
b. Mengawasi kebijakan mutu badan usaha serta menjalankan operasinya.
c. Memastikan penetapan sasaran mutu yang dijalankan secara konsisten.
d. Memastikan tersedianya atau terpenuhinya sumber daya yang dibutuhkan.
TUGAS WASDAL (PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN) :
a. Membuat perintah produksi sesuai volume penjualan yang diterima dari
bagian marketing.
b. Menerbitkan perintah pengiriman barang jadi ke pelangan.
c. Mengendalikan seluruh proses awal produksi sampai selesai dan seterusnya
mengawasi setiap produk sampai ke tangan pelanggan.
d. Selalu mengutamakan kepuasan pelanggan akan produk yang dihasilkan.
TUGAS QC :
a. Memeriksa mutu bahan baku saat diterima dan saat dipergunakan.
b. Memeriksa akurasi mix design.
c. Memeriksa mutu barang jadi.
BAB IV ANALISIS DATA
A. Economic Value Added (EVA)
Economic Value Added (EVA) mengukur laba ekonomi perusahaan
dengan memperhitungkan biaya modal perusahaan. Perhitungan dan analisis EVA
didasarkan pada Laporan Keuangan PT. Sumbetri Megah dari tahun 2003 sampai
dengan tahun 2007.
EVA merupakan metode pengukuran laba ekonomi suatu perusahaan
dengan memperhitungkan biaya modal. EVA merupakan tujuan perusahaan untuk
menciptakan nilai tambah dari modal yang ditanamkan pemegang saham dalam
operasi perusahaan. EVA dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
EVA = NOPAT – (WACC x Total Modal yang Diinvestasikan)
Berikut ini merupakan langkah-langkah perhitungan EVA pada PT.
Sumbetri Megah dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007:
Langkah 1 : Menghitung Net Operating Profit After Tax (NOPAT)
Langkah pertama untuk menghitung EVA adalah menghitung besarnya
laba usaha sesudah pajak (NOPAT). Rumus untuk menghitung NOPAT adalah:
NOPAT = EBIT – (1 – Tax)
Keterangan:
NOPAT = Net Operating Profit After Tax
Tabel 4.1
Perhitungan NOPAT PT. Sumbetri Megah tahun 2003 – 2007 (dalam ribuan Rupiah)
Komponen
NOPAT
2003 2004 2005 2006 2007
EBIT 941.697 941.900 967.648 2.109.557 2.775.432
Tax 23,72% 26,69% 26,42% 24,34% 25,30%
1 – Tax 76,28% 73,31% 73,58% 75,66% 74,70%
NOPAT 718.360 690.584 712.004 1.596.222 2.073.248
Sumber : Laporan Laba Rugi PT. Sumbetri Megah (2008) diolah.
Berdasarkan perhitungan NOPAT pada tabel 4.1 dapat dilihat bahwa nilai
NOPAT pada tahun 2003 adalah Rp 718.360.000. Pada tahun 2004 terjadi
penurunan nilai NOPAT sebesar 3,8% yaitu turun menjadi Rp 690.584.000
walaupun pada tahun 2004 terjadi kenaikan nilai EBIT. Penurunan ini
dikarenakan terjadinya kenaikan tingkat pajak pada tahun 2004 sebesar 2.97%
yaitu dari 23,72% pada tahun 2003 naik menjadi 26,69% pada tahun 2004.
Kenaikan pajak ini terjadi seiring dengan terjadinya kenaikan EBIT.
Pada tahun 2005 terjadi peningkatan nilai NOPAT sebesar 3,10% yaitu
naik menjadi Rp 712.004.000 dari Rp 690.584.000 pada tahun 2004. Peningkatan
ini terjadi akibat peningkatan nilai EBIT sebesar 2,733% yaitu dari Rp
941.900.000 pada tahun 2004 naik menjadi Rp 967.648.000 pada tahun 2005.
Kenaikan NOPAT ini juga dipicu dengan adanya kenaikan EBIT dan adanya
penurunan tingkat pajak sebesar 0,27% yaitu dari 26,69% pada tahun 2004 turun
menjadi 26,42 pada tahun 2005.
Pada tahun 2006 terjadi peningkatan nilai NOPAT sebesar 124,18% yaitu
Peningkatan nilai NOPAT ini terjadi seiring dengan peningkatan nilai EBIT
sebesar 118% yaitu dari Rp 967.648.000 pada tahun 2005 naik menjadi Rp
2.109.557.000. Peningkatan nilai NOPAT ini juga dipengaruhi oleh penurunan
tingkat pajak sebesar 2,08% yaitu dari 26,42% pada tahun 2005 turun menjadi
24,34% pada tahun 2006.
Pada tahun 2007 terjadi kembali peningkatan nilai NOPAT yaitu sebesar
29,88% yaitu dari Rp 1.596.222.000 pada tahun 2006 naik menjadi Rp
2.073.248.000 pada tahun 2007. Peningkatan nilai NOPAT ini terjadi seiring
dengan peningkatan nilai EBIT sebesar 31,56% yaitu dari Rp 2.109.557.000 pada
tahun 2006 naik menjadi Rp 2.775.432.000 pada tahun 2007. Namun pada tahun
2007 terjadi pula kenaikan tingkat pajak sebesar 0.96% yaitu naik dari 24,34%
pada tahun 2006 menjadi 25,30% pada tahun 2007. Kenaikan tingkat pajak ini
dipengaruhi oleh peningkatan nilai EBIT.
Langkah 2 : Menghitung WACC (Weighted Average Cost of Capital atau
Biaya Modal Rata-Rata Tertimbang)
Langkah kedua dalam perhitungan EVA adalah menghitung WACC.
Adapun rumus untuk menghitung Weighted Average Cost of Capital (WACC)
adalah:
WACC = Wd.Kd (1 – T) + Wp.Kp + Ws.Ks
Keterangan:
WACC = Weighted Average Cost of Capital (Biaya Modal Rata-rata Tertimbang)
Wp = Persentase Saham Preferen dari Modal
Kp = Biaya Saham Preferen
Ws = Persentase Saham Biasa atau Laba Ditahan dari modal
Ks = Biaya Laba Ditahan
T = Tarif Pajak
PT. Sumbetri Megah dalam struktur modalnya tidak memiliki saham
preferen. Oleh karena itu, komponen yang digunakan dalam perhitungan WACC
pada PT. Sumbetri Megah hanya memperhitungkan presentase hutang dari modal
dan presentase laba ditahan dari modal. Hutang memiliki beban berupa biaya
hutang (Kd) dan laba ditahan memiliki beban berupa biaya laba ditahan (Ks). PT.
Sumbetri Megah hanya memiliki hutang pada tahun 2005. Oleh karena tahun dari
tahun 2003 sampai dengan 2004 dan dari tahun 2005 sampai dengan 2007,
perusahaan tidak memiliki biaya hutang. Perhitungan WACC PT. Sumbetri
Tabel 4.2
Perhitungan WACC PT. Sumbetri Megah Tahun 2003 – 2007 Komponen
WACC
2003 2004 2005 2006 2007
Wd - - 0,02 - -
Kd - - 13% - -
Tax - - 26,42% - -
Kd x (1 –
Tax)
- - 9,56% - -
Wd x Kd
(1- Tax)
- - 0,19% - -
Wp - - - - -
Kp - - - - -
Wp x Kp - - - - -
Ws 0,29 0,34 0,35 0,32 0,31
Ks 13,26% 3,78% 17% 9,17% 27,9%
Ws x Ks 3,8% 1,2% 5,95% 2,93% 8,64%
WACC 3,8% 1,2% 6,14% 2,93% 8,64%
Sumber: Laporan Keuangan PT. Sumbetri Megah (2008) diolah.
Berdasarkan perhitungan WACC pada tabel 4.2, terlihat bahwa pada tahun
2003 Weighted Average Cost of Capital (WACC) atau biaya modal rata-rata
tertimbang perusahaan adalah sebesar 3,8%. Pada tahun 2004 terjadi penurunan
WACC sebesar 2,6% yaitu dari 3,8% pada tahun 2003 turun menjadi 1,2% pada
menjadi 3,78% pada tahun 2004. Sedangkan Ws (persentase laba ditahan dari
modal) naik sebesar 5% yaitu dari 0,29 pada tahun 2003 naik menjadi 0,34 pada
tahun 2004.
Pada tahun 2005 terjadi kenaikan tingkat WACC sebesar 4,94% yaitu dari
1,2% pada tahun 2004 naik menjadi 6,14% pada tahun 2005. Kenaikan ini terjadi
akibat adanya proporsi hutang dalam modal pada perusahaan yang menyebabkan
timbulnya biaya modal yaitu sebesar 0,19%. Ditambah lagi dengan kenaikan Ws
dan Ks selama tahun 2005. Ws naik sebesar 1% yaitu dari 0,34 pada tahun 2004
naik menjadi 0,35 pada tahun 2005. Sedangkan Ks naik sebesar 13,22% yaitu dari
3,78% pada tahun 2004 naik menjadi 17% pada tahun 2005.
Pada tahun 2006 terjadi penurunan nilai WACC sebesar 3,21% yaitu dari
6,14% pada tahun 2005 turun menjadi 2,93 pada tahun 2006. Penurunan ini terjadi
akibat penurunan nilai Ws dan Ks pada tahun 2006. Ws turun sebesar 3% yaitu
dari 0,35 pada tahun 2005 turun menjadi 0,32 pada tahun 2006. Sedangkan Ks
turun sebesar 7,83% yaitu dari 17% pada tahun 2005 turun menjadi 9,17% pada
tahun 2006.
Pada tahun 2007 terjadi kenaikan nilai WACC sebesar 5,71% yaitu dari
2,93% pada tahun 2006 naik menjadi 8,64% pada tahun 2007. Kenaikan ini terjadi
akibat kenaikan tingkat Ks sebesar 18,73% yaitu dari 9,17% pada tahun 2006 naik
menjadi 27,9% pada tahun 2007. Sedangkan dari sisi Ws terjadi penurunan
Langkah 3 : Menghitung Modal yang Diinvestasikan
Langkah ketiga dalam perhitungan EVA adalah menghitung modal yang
diinvestasikan. Adapun rumus untuk menghitung modal yang diinvestasikan
adalah:
Modal yang Diinvestasikan = Utang Jangka Pendek + Utang Jangka
Panjang +Kewajiban Jangka Panjang
Lainnya + Ekuitas Pemegang Saham
PT. Sumbetri Megah tidak memiliki utang jangka panjang dan kewajiban
jang panjang lainnya selama periode tahun 2003 sampai dengan 2007. Oleh
karena itu, komponen yang digunakan untuk menghitung Modal yang
Diinvestasikan pada PT. Sumbetri Megah adalah hutang jangka pendek dan
ekuitas pemegang saham. Perhitungan modal yang diinvestasikan pada PT.
Sumbetri Megah untuk tahun 2003 sampai dengan tahun 2007 adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.3
Perhitungan Modal yang Diinvestasikan PT. Sumbetri Megah Tahun 2003 -2007
(dalam ribuan Rupiah) Komponen Modal
Diinvestasikan
2003 2004 2005 2006 2007
Hutang Jangka Pendek 3.877.435 1.475.581 1.016.229 1.279.338 2.254.932
Ekuitas Pemegang
Saham
5.200.000 5.200.000 5.200.000 5.200.000 5.200.000
Modal yang
Diinvestasikan
Berdasarkan tabel 4.3 terlihat bahwa total modal yang diinvestasikan pada
tahun 2003 adalah sebesar Rp 9.077.435.000 pada tahun 2003. Pada tahun 2004
terjadi penurunan total modal yang diinvestasikan sebesar 26,45% yaitu dari Rp
9.077.435.000 pada tahun 2003 turun menjadi Rp 6.675.581.000 pada tahun 2004.
Penurunan ini terjadi akibat penurunan hutang jangka pendek sebesar 61,9% yaitu
dari Rp 3.877.435.000 pada tahun 2003 turun menjadi Rp 1.475.581.000 pada
tahun 2004.
Pada tahun 2005 terjadi penurunan total modal yang diinvestasikan sebesar
6,88% yaitu dari Rp 6.675.581.000 pada tahun 2004 turun menjadi Rp
6.216.229.000 pada tahun 2005. Penurunan ini terjadi akibat penurunan total
hutang jangka pendek sebesar 31,13% yaitu dari Rp 1.475.581.000 pada tahun
2004 turun menjadi Rp 1.016.229.000 pada tahun 2005.
Pada tahun 2006 terjadi kenaikan total modal yang diinvestasikan sebesar
4,23% yaitu dari Rp 6.216.229.000 pada tahun 2005 naik menjadi Rp
6.479.338.000 pada tahun 2006. Kenaikan ini terjadi akibat adanya kenaikan total
hutang jangka pendek sebesar 25,89% yaitu dari Rp 1.016.229.000 pada tahun
2005 naik menjadi Rp 1.279.338.000 pada tahun 2006.
Pada tahun 2007 terjadi kenaikan total modal yang diinvestasikan sebesar
15% yaitu dari Rp 6.479.338.000 pada tahun 2006 naik menjadi Rp 7.454.932.000
pada tahun 2007. Kenaikan ini terjadi akibat adanya kenaikan hutang jangka
pendek sebesar 76,25% yaitu dari Rp 1.279.338.000 pada tahun 2006 naik
menjadi Rp 2.254.932.000 pada tahun 2007.
Berdasarkan hasil perhitungan NOPAT, WACC, dan total modal yang
perusahaan dari tahun 2003 sampai dengan tahun 2007. Tabel 4.4 berikut ini
menunjukkan hasil perhitungan EVA pada PT. Sumbetri Megah untuk tahun 2003
sampai 2007:
Tabel 4.4
Perhitungan EVA pada PT. Sumbetri Megah Tahun 2003 – 2007 (dalam ribuan Rupiah)
Komponen
EVA
2003 2004 2005 2006 2007
NOPAT 718.360 690.584 712.004 1.596.222 2.073.248
WACC 3,8% 1,2% 6,14% 2,93% 8,64%
Modal yang
Diinvestasikan
9.077.435 6.675.581 6.216.229 6.479.338 7.454.932
Biaya Modal 344.943 80.107 381.676 189.844 644.106
EVA 373.417 610.477 330.328 1.406.378 1.429.142
Sumber: Laporan Keuangan PT. Sumbetri Megah (2008) diolah.
Berdasarkan hasil perhitungan EVA pada tabel 4.4, nilai EVA perusahaan
pada tahun 2003 adalah Rp 373.417.000. Nilai EVA yang positif ini menunjukkan
bahwa tahun 2003 manajemen perusahaan telah mampu menciptakan nilai tambah
bagi perusahaan bagi pemegang sahamnya, karena laba usaha setelah pajak
(NOPAT) lebih besar dari biaya modal (WACC x Modal yang Diinvestasikan)
sehingga mengakibatkan nilai EVA yang positif.
Pada tahun 2004 terjadi kenaikan nilai EVA sebesar 63,48% yaitu dari Rp
373.417.000 pada tahun 2003 naik menjadi Rp 610.477.000 pada tahun 2004.