• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Penanggulangan Kejahatan Kekerasan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kebijakan Penanggulangan Kejahatan Kekerasan"

Copied!
583
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEJAHATAN KEKERASAN

(STUDI DI KOTA PALEMBANG)

INTISARI

Angka Kejahatan kekerasan yang terjadi di kota Palembang dalam kurun

waktu lima tahun masih relatif tinggi yaitu sebesar 6.813 kasus. Jumlah ini

merupakan 6

%

dari jumlah keseluruhan kejahatan kekerasan yang dilaporkan di

Indonesia

(115.238

kasus). Jumlah di atas belum sebanding dengan keberhasilan

aparat penegak hukum dalam mengungkap kasus kejahatan kekerasan di Kota

Palembang, yaitu hanya sebesar 45

%

(3.049 kasus). Di samping itu, terdapat

adagium-adagium di masyarakat Kota Palembang dan budaya membawa senjata

tajam yang cenderung dapat melahirkan kejahatan kekerasan. 11ngginya angka

kejahatan kekerasan di Kota Patemmbang ini pada akhirnya dapat menimbulkan

akibat yang merugikan masyarakat, balk korban harta dan jiwa serta kehormatan,

maupun rusaknya tatanan kehidupan sosial yang selama ini dijunjung tinggi. Oleh

karena itu perlu kebijakan penanggulangan kejahatan di masa depan untuk

menjamin keamanan dan ketertiban kehidupan masyarakat Kota Palembang.

Permasalahan yang ingin dijawab dalam penellnan ini adalah: (1)

Faktor-faktor apakah yang memiliki korelasi dengan tingginya kejahatan kekerasan di kota

Palembang; (2) Pola kebijakan penanggulangan kejahatan kekerasan bagaimanakah

yang selama ini

dilaksanakan di kota Palembang dan apa implikasinya: dan (3)

Kebijakan penanggulangan kejahatan kekerasan bagaimanakah yang sebaiknya

dilaksanakan di kota Palembang di masa depan. Untuk menjawab permasalahan dl

atas, maka penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dan yuridis

sosiologis. Jenis data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh melalui

studi lapangan dan data sekunder yang diperoleh rnelalul studi pustaka. Informan

dalam penelitian ini terdiri atas kepolisian Kota Besar Palembang dan lima Polsekta

yang paling rawan di jajaran Poltabes Palembang, kejaksaan negeri Palembang,

Pengadilan Negeri Palembang, Pengadilan 11nggi Sumatera Selatan, petugas

Lemabaga

Pemasyarakatan

Klas I

Palembang,

narapidana di Lapas Klas I

Palembang, Pemerintah Kota Palembang, DPRD Kota Palembang, pakar hukum

pidana, antropoloq, sosloloq, psikolog, LBH Palembang, tokoh agama, dan tokoh

masyarakat. Keseluruhan data dianalisa secara kualitatif.

Temuan dalam penelitian ini menunjukan bahwa faktor korelatif kejahatan

kekerasan di Kota Palembang berkaitan dengan faktor emosional (ketersinggungan),

faktor kebutuhan ekonomi, faktor mtnuman keras dan pornografi. Faktor emosional

(ketersinggungan) dominan berpengaruh untuk terjadinya kejahatan penganiayaan

berat dan pembunuhan. Faktor kebutuhan ekonomi dominan berpengaruh terjadinya

kejahatan pencurian dengan kekerasan. Sedangkan faktor minuman keras dan

pornografi dominan mempengaruhi terjadinya kejahatan perkosaan. Kebijakan

penanggutangan kejahatan kekerasan yang dilaksanakan selama ini di Kota

v

(7)

palembang menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan

non penal policy dan

pendekatan

penal policy. Kedua pendekatan ini belum dilaksanakan secara terpadu

dan

belum

adanya visi

bersama mengenai

Criminal Policy dalam

upaya

penanggulangan kejahatan kekerasan di Kota Palembang. Program penanggulangan

kejahatan masih berjalan parsial tanpa adanya koordinasi yang intensif antara

aparat penegak hukum dengan instansi pemerintah

kota

lainnya.

Kebijakan penanggulangan kejahatan kekerasan di Kota Palembang di masa

depan diawali dengan perumusan visi bersama mengenai

criminal policy di Kota

Palembang. Perumusan visi bersama ini harus bertitik tolak dari faktor -faktor

korelatifnya terjadinya kejahatan kekerasan di Kota Palembang. Khusus untuk

kondisi bangsa Indonesia, terutama masyarakat Kota Palembang yang punya

nilai-nilai komunal religius, maka pendekatan

non penal poffcy perlu diutamakan dan

diintesifkan dari pendekatan

penal policy. Pengutamaan pendekatan non penal

policy ini dimaksudkan untuk mendorong dan menciptakan prakondisi kehidupan

masyarakat Palembang yang kondusif bagi upaya penanggulangan kejahatan

kekerasan di masa depan. Seiring dengan upaya

non penal policy lnl, maka upaya

penal policyterus berjalan melalui mekanisme peradilan pidana. Secara keseluruhan

kedua pendekatan int tetap terpadu di bawah payung visi

criminal policy.

Rekomendasi dalam penelitian ini adalah Pemerintah Kota Palembang dan

pengambil kebijakan lainnya perlu memperhatikan faktor-faktor korelatif dan

nilai-nilai kearifan lokal

(local wisdom)

dalam upaya penanggulangan kejahatan

kekerasan di Kota Palembang. Di samping itu perlu dibangun kerjasama antar

disiplin ilmu dalam mengkaji dan memberikan masukan bagi upaya penanggulangan

kejahatan kekerasan di Kota Palembang. Oleh karena itu perlu juga penelitian lebih

lanjut dari berbagai disiplin i1mu ini untuk mengungkap secara komprehensif akar

kejahatan yang terjadi di tengah kehidupan masyarakat.

Kata kunci:

Kebijakan

Penanggulangan

Kejahatan Kekerasan

vi

(8)

CRIMINAL POUCY OF VIOLENT CRIME

(A STUDY CASE OF PALEMBANG)

ABSTRACT

The rate

of

violent crime occurred in Palembang in the period of five years is

still relatively high (6.813 cases). This number makes 6% of all reported violent

crimes happened in Indonesia (115.238 cases). The above number is not yet

comparable

to

the success of law upholders in revealing only 45

%

(3.049) of the.

cases of violent crimes in Palembang. Besides, iJdagiums and tradition of bringing

sharp weapon existing In the soclety of Palembang tend

to

generate violent crime.

In the end, this high rate of violent crime in Palembangcan inflict loss either"in

terms of property, lives or dignity

to

the soclety. Therefore, criminal policy is needed

to

guarantee the security and order for the people of Palembang.

Through normative juridical and sociological juridical approaches, this study

examines (1) the factors correlated

to

the high level of violent crime in Palembang;

(2) the pattern of criminal policy which have been being implemented In Palembang

and its implication In the soclety; and (3) the pattern of criminal policy which is

appropriate

to

be implemented In Palembang in future. The primary data were

obtained through Interviews (field work) and the secondary data were collected

through library research. The informants for this study are the police officers

assigned at Palembang Pollee Department (Kepolisian Kota Besar Palembang) and its

five most dangerous precincts (Polsekta), the officers of Palembang State

Prosecution Judidary, Pafembang State Court of Justice, Sumatera Selatan Appellate

Court, and Palembang Penitentiary, the inmates of Pafembang Penitentiary, the

officers of City Government of Palembang,

the

members of Palembang House of

Representatives,

the experts in criminal

law,

anthropologists,

sociologists,

psychologists, the lawyers of Palembang Legal Aids, Religious Prominent Leaders

and Public Prominent Figures. All the data obtained were qualitatively analyzed.

The finding of this study reveals that the correlative factor of violent crime In

Palembang is related to the factors of emotion (being easily offended), economic

need, strong drinks (alcohol) and pornography. TIle factor of emotion (being easily

offended) has a dominant Influence In generating aggravated assault and murder.

The factor of economic

need

has a dominant Influence in generating robbery. The

factors of alcohol and pornography have dominant influence in generating raping.

The criminal policy

of

violent crime being Implemented in Palembang uses two

approaches - non penal policy and penal policy. These two approaches have not

been Implemented in an Integrative way and the mutual vision on Criminal Policy In

the attempt of coping with violent crime in Palembang Is not yet available. The

program

of

criminal policy Implementation Is partially implemented without any

intensive coordination between

law

upholders and other dty government agencies.

vii

(9)

The criminal policy of violent crime to be implemented in Palembang in the

future should be initiated by formulating the mutual vision on criminal policy.

Formulating this mutual vision should start with the correlative factors of the

incidence of violent crime in Palembang. For the people of Indonesia, especially

those of Palembang who practice the religious communal values in their daily lives,

the non penal policy needs to be prioritized and more intensified than penal policy.

This prioritization of non penal policy approach is intended

to

encourage and create

a conducive pre-condition of life of the people of Palembang in coping with violent

crime in the future. In line with the implementation of non penal policy approach,

the implementation of penal policy approach is still going on through the mechanism

of criminal judicature. In general, these two approaches remain integrated under the

vision of

criminal policy.

It is recommended that the

City

Government of Palembang and the other

policy makers need to pay a good attention

to

the correlative factors and local

wisdom in their attempt of coping with violent crime in Palembang.

In addition,

interdisciplinary cooperation in studying and providing insights of how

to

cope with

violent crime in Palembang also needs

to

be

developed. Therefore, a further

interdisciplinary study also needs

to

be

carried out to comprehensively reveal the

root of crime occurring in the life of society.

Key words:

Criminal Policy

Violent Crime

viii

(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)
(98)
(99)
(100)
(101)
(102)
(103)
(104)
(105)
(106)
(107)
(108)
(109)
(110)
(111)
(112)
(113)
(114)
(115)
(116)
(117)
(118)
(119)
(120)
(121)
(122)
(123)
(124)
(125)
(126)
(127)
(128)
(129)
(130)
(131)
(132)
(133)
(134)
(135)
(136)
(137)
(138)
(139)
(140)
(141)
(142)
(143)
(144)
(145)
(146)
(147)
(148)
(149)
(150)
(151)
(152)
(153)
(154)
(155)
(156)
(157)
(158)
(159)
(160)
(161)
(162)
(163)
(164)
(165)
(166)
(167)
(168)
(169)
(170)
(171)
(172)
(173)
(174)
(175)
(176)
(177)
(178)
(179)
(180)
(181)
(182)
(183)
(184)
(185)
(186)
(187)
(188)
(189)
(190)
(191)
(192)
(193)
(194)
(195)
(196)
(197)
(198)
(199)
(200)

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan pembelajaran dengan bermain peran atau role play ini mengalami peningkatan pada setiap tahapannya, hal ini menandakan berarti bahwa semakin sering anak

Untuk menganalisis variabel independen (X) yang terdiri dari variabel suku bunga kredit, kualitas pelayanan, terhadap variabel dependen (Y) yakni loyalitas nasabah maka

tempat (place), promosi (promotion), orang (people), bukti fisik (physical evidence), dan proses (process) secara parsial berpengaruh signifikan terhadap

Setelah menonton video , siswa mampu menyusun informasi dalam bentuk tabel tentang peran Indonesia dalam berbagai bentuk kerja sama di bidang sosial budaya bersama teman

Jawab : Visi ini muncul, waktu itu saya sebagai Ketua Departemen Anak, berpikir bahwa untuk menangani anak bukan hanya di sekolah minggu tetapi juga dengan

Oleh karena itu, persoalan pokok dalam kajian ini adalah bagaimana para cendekiawan Kalbar merespon dan memformulasikan pemikiran perdamaian yang kemudian dituangkan dalam

Adapun multimedia yang dikembangkan memenuhi karakteristik: (1) Tidak bergantung pada kehadiran guru sehingga guru berubah fungsi dari sumber belajar satu-satunya

Nilai dan persentase masyarakat pesisir terhadap kualitas lingkungan pantai di kepulauan Sadulang yang paling banyak bermanfaat untuk penghasilan adalah pulau