ABSTRAK
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP
MATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 26 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)
Oleh
I MADE MAHARDIKA
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray dengan pembelajaran konvensional ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa. Desain penelitian ini adalah posttest only control group design, dengan populasi penelitian adalah siswa kelas VII SMPN 26 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 dan sampel penelitian adalah kelas VII A dan VII D yang dipilih dari enam kelas secara purposive sampling. Analisis data memperoleh
rata-rata pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih tinggi daripada yang mengikuti pembelajaran konvensional dan 70% atau lebih siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TSTS tuntas belajar. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih efektif diterapkan ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa.
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TSTS DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA
(Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 26 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)
(Skripsi)
Oleh
I MADE MAHARDIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
PERNYATAAN SKRIPSI MAHASISWA
Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : I Made Mahardika
NPM : 0853021027
Program studi : Pendidikan Matematika Jurusan : Pendidikan MIPA
Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang telah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Bandar Lampung, Mei 2013 Yang Menyatakan
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama I Made Mahardika dilahirkan di Seputih Raman pada Tanggal 15 Desember 1989, merupakan anak kedua dari empat bersaudara buah hati dari hasil pernikahan ayah yang bernama I Wayan Suparna, S.Pd. dengan ibu yang bernama I Made Sanita.
Penulis telah menamatkan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Pertiwi pada
tahun 1996, pendidikan dasar di SD Negeri 1 Rama Dewa pada tahun 2002, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Seputih Raman pada tahun 2005, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Kotagajah pada tahun 2008.
Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi
Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur penerimaan Ujian Masuk (UM) Universitas Lampung 2008, S1 Mandiri.
Motto
Tak Tahu, Belajarlah.
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap syukur kepada Ide Shang Yhang Widhi Wasa
atas limpahan nikmat, dan kemudahan yang diberikan-Nya,,,
Ku persembahkan karya ini kepada:
Ayah dan Bunda tercinta atas doa, kesabaran, perjuangan, dan jerih
payah dalam mendidik ananda…
Kakak dan adik-adikku untuk setiap motivasi dan keceriaan yang
tercipta…
Sahabat dan rekan-rekan seperjuangan…
Para pendidik yang telah mendidik dan memberikan ilmu kepadaku…
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray ditinjau dari Pemahaman Konsep Matematis (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 26 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)” sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.
Penulis menyadari skripsi ini dapat diselesaikan atas dorongan, bantuan, arahan, bimbingan, dan masukan dari berbagai pihak. Untuk itu perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ayahanda I Wayan Suparna, S.Pd., Ibunda Ni Made Sanita, Ayunda Ni Putu Winda Sari, Adinda Ni Komang Dewi Handriyani dan Ni Ketut Nanda Yani, serta keluarga besarku, terima kasih atas doa, semangat, dan dukungannya. 2. Ibu Dra. Arnelis Jalil, M. Pd., selaku dosen pembimbing akademik dan dosen
pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan perhatian, motivasi, dan semangat kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini.
iii
sumbangan pemikiran, kritik, dan saran selama penyusunan skripsi, sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
4. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku dosen pembahas yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran kepada penulis, sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.
5. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung, beserta staf dan jajarannya
6. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Lampung.
7. Ibu Dra. Nurhanurawati, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan MIPA Universitas Lampung.
8. Bapak dan Ibu dosen pendidikan matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 9. Ibu Tugiyati, S.Pd., selaku guru mitra dan Siswa-Siswi Kelas VII SMP
Negeri 26 Bandar Lampung yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian.
10. Bapak Hi. Zamhasri, S.Pd, MM.Pd. selaku Kepala SMP Negeri 26 Bandar Lampung beserta Wakil, staff, dan karyawan yang telah memberikan izin dan kemudahan selama penelitian.
11. Siska Puspita Sari, S. Pd. yang telah membantu, memberikan semangat dan motivasi sampai terselesaikannya skripsi ini
iv
Kahepi, Kiki, Rico, Agung, Riko, Angge, Dila, Amel, Elva, Ratna, Eka, Lina, Martina, Helda, Tutik, Dewi, Susi, Sri Ari, Endah, Ferny, Cici, Nay, Nia, Fepy, Yuni, Evi, Yeni, Meta, Qori, Savitri, Wahidin, Mete, dan Alvi.
13. Teman-teman seperjuangan matematika 2008 Reg : Fenty, Nicky, Aan, Sudirman, yunita, Arifan, Umi, Rizki, Yayan, dan lainnya atas kebersamaan dan bantuannya selama ini.
14. Kakak tingkat 2006, dan 2007, serta adik tingkat 2009, 2010, 2011, dan 2012 atas kebersamaannya.
15. Anggota tim futsal K – POP : Rahmat, Ryo, Kak Woro, Kak Lukman, Dirgan, Kak Beni, Kulkid, Hardian, Satria, Sapura, Bahrul, dan Leo.
16. Rekan-rekan KKN Tematik Unila dan PPL SMA Negeri 2 Tumi Jajar Kabupaten Tulang Bawang Barat tahun 2011 : Jainal, Gusti, Orin, Meri, Restu, Ela, Uni, Cahya, Selvi dan Wina atas persaudaraannya selama ini, dan semoga tali persaudaraan ini tetap terjaga selamanya.
17. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan pada penulis mendapat balasan pahala yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa dan semoga skripsi ini bermanfaat.
Bandar Lampung, Mei 2013 Penulis,
v VAFTAR ISI
VAFTAR TABEL ... xiv
VAFTAR LAMPIRAN ... xvi
I. PENVAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Ruang Lingkup Penelitian ... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran ... 10
B. Pembelajaran Matematika ... 11
C. Pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray ... 13
D. Pemahaman Konsep Matematis ... 17
E. Pembelajaran Konvensional... 20
F. Kerangka Pikir ... 21
vi III. METOVE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel ... 24
B. Desain Penelitian ... 24
C. Data Penelitian ... 26
D. Teknik Pengumpulan Data ... 26
E. Instrumen Penelitian ... 26
F. Analisis data ... 32
IV. HASIL PENELITIAN VAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 36
B. Pembahasan ... 41
V. SIMPULAN VAN SARAN A. Simpulan ... 45
B. Saran ... 45 VAFTAR PUSTAKA
vii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
3.1 Desain Penelitian ... 25
3.2 Interpretasi Nilai Koefisien Reliabilitas ... 28
3.3 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran ... 29
3.4 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ... 31
3.5 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba Posttest ... 32
4.1 Rekapitulasi Hasil Posttest Pemahaman Konsep Matematis Siswa ... 36
4.2 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Posttest ... 37
4.3 Rekapitulasi Uji Homogenitas data Posttest ... 37
4.4 Rekapitulasi Uji Ketaksamaan Dua Rata-Rata Data Posttest ... 38
4.5 Rekapitulasi uji Proporsi Kelas Eksperimen ... 49
4.6 Rekapitulasi Data Posttest Pencapaian Indikator Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas yang Mengikuti Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS ... 49
4.7 Rekapitulasi Data Post-test Pencapaian Indikator Pemahaman Konsep
viii
C.10 Pencapaian Indikator Pemahaman Konsep Matematis Siswa Posttest Kelas Eksperimen ... 137
ix D.Lain-lain
D.1 Surat Kesediaan Membimbing Skripsi ... 142
D.2 Daftar Hadir Seminar Proposal ... 146
D.3 Surat Izin Penelitian Pendahuluan ... 148
D.4 Surat Izin Penelitian ... 149
D.5 Surat Keterangan Penelitian ... 150
1
I. PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting. Kualitas
pendi-dikan suatu bangsa mempengaruhi kemajuan bangsa tersebut. Tanpa pendipendi-dikan,
suatu bangsa tidak dapat mengalami perubahan dan kemajuan. Pendidikan juga
dapat membantu mengarahkan seseorang menjalani kehidupan sebagai makhluk
beragama dan makhluk sosial dengan baik. Kehidupan yang demikian dapat
me-wujudkan peradaban bangsa yang cerdas dan bermartabat. Hal tersebut sangat
berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia. Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suatu proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk
memi-liki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Namun, kualitas pendidikan di Indonesia khususnya pendidikan matematika masih
relatif rendah. Salah satu indikator masih rendahnya kualitas pendidikan Indonesia
2 ke-34 dalam bidang matematika dari 38 negara peserta. Salah satu penyebab
masih rendahnya kemampuan siswa dalam bidang matematika terjadi karena siswa
kurang memahami yang dipelajari sebagaimana yang diungkapkan oleh Depdiknas
(2007) bahwa proses belajar mengajar di sekolah sering kali membuat kecewa, apabila dikaitkan dengan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran, hal ini
dapat dilihat dari:
1. Banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi
ajar yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahami
kon-sep dari bahan ajar tersebut.
2. Sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang
me-reka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut digunakan atau
diman-faatkan.
3. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana
mereka biasa diajarkan yaitu dengan menggunakan sesuatu yang abstrak dan
metode ceramah.
Berdasarkan hal tersebut, siswa masih berada pada kemampuan menghafal atau
berada pada tahap pemahaman instrumental sehingga apabila konteks soal dirubah
siswa mengalami kesulitan. Kemampuan menghafal saja tidak cukup, tetapi siswa
juga harus memiliki kemampuan lain sebagaimana dalam draf panduan KTSP mata
pelajaran matematika Depdiknas (2007), mata pelajaran matematika bertujuan agar
peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan
3 tepat dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matema-tika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan
dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,
meran-cang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang
diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu
me-miliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika yang telah diungkapkan di atas,
ke-mampuan dasar yang harus dimiliki siswa adalah pemahaman konsep. Menurut
Rohana (dalam Harja, 2011), dalam memahami konsep matematika diperlukan
kemampuan generalisasi serta abstraksi yang cukup tinggi. Saat ini penguasaan
peserta didik terhadap materi konsep-konsep matematika masih lemah bahkan
di-pahami dengan keliru, sebagaimana yang dikemukakan Ruseffendi (dalam Harja,
2011) bahwa terdapat banyak peserta didik yang setelah belajar matematika, tidak
mampu memahami bahkan pada bagian yang paling sederhana sekalipun, banyak
konsep yang dipahami secara keliru sehingga matematika dianggap sebagai ilmu
yang sukar, ruwet, dan sulit. Padahal pemahaman konsep merupakan bagian yang
paling penting dalam pembelajaran matematika seperti yang dinyatakan Zulkardi
4 Artinya dalam mempelajari matematika peserta didik harus memahami konsep
matematika terlebih dahulu agar dapat menyelesaikan soal-soal dan mampu
mengaplikasikan pembelajaran tersebut di dunia nyata. Konsep-konsep dalam
matematika terorganisasikan secara sistematis, logis, dan hirarkis dari yang paling
sederhana hingga yang paling kompleks. Pemahaman terhadap konsep-konsep
matematika merupakan dasar untuk belajar matematika secara bermakna.
Secara global, banyak siswa yang memiliki pemahaman konsep matematis yang
masih rendah, terutama pada siswa setingkat SMP. Hal ini dapat dilihat dari hasil
studi Programme for International Student Assessment (PISA). Kemampuan yang diujikan dalam soal-soal PISA adalah mampu merumuskan masalah secara
matematis sebanyak 25%, mampu menggunakan konsep, fakta, prosedur dan
penalaran dalam matematika sebanyak 50%, serta menafsirkan, menerapkan dan
mengevaluasi hasil sebanyak 25%. Hasil survei PISA tahun 2009 Indonesia
hanya menduduki rangking 61 dari 65 peserta dengan rata-rata skor 371,
sementara rata-rata skor internasional adalah 496. Dari hasil studi ini
menun-jukkan bahwa kemampuan siswa SMP di Indonesia dalam penguasaan konsep
masih sangat rendah (Balitbang, 2011).
Rendahnya pemahaman konsep matematis siswa ini sebenarnya dapat diatasi oleh
guru dengan baik melalui pembelajaran secara konvensional. Namun dengan
pembelajaran konvensional ini siswa akan sulit berkembang, karena proses
pembelajaran yang bersifat monoton. Selain itu, pengetahuan yang didapat siswa
akan mudah dilupakan. Akibatnya, selain rendahnya pemahaman konsep
5
Salah satu sekolah yang siswanya memiliki pemahaman konsep matematis yang
masih rendah adalah siswa di SMP Negeri 26 Bandar Lampung. Berdasarkan
ha-sil wawancara dengan guru matematika SMP Negeri 26 Bandar Lampung
dipero-leh informasi bahwa tingkat pemahaman konsep mata pelajaran matematika siswa
masih rendah, terutama pada siswa kelas VII. Ini diketahui dari rata-rata nilai
uji-an semester siswa kelas VII semester guji-anjil Tahun Pelajaruji-an 2012/2013, kelas VII
hanya 44,41 dan hanya 42% siswa yang tuntas belajar dengan Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah tersebut untuk mata pelajaran
matemati-ka adalah 70. Ini menunjukmatemati-kan bahwa pemahaman konsep pada pembelajaran
matematika belum tercapai secara optimal. Hal ini dikarenakan model
pembela-jaran yang diterapkan guru kurang sesuai atau kurang efektif bagi siswa, sehingga
mengakibatkan rendahnya kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran.
Agar tercapai kemampuan pemahaman konsep diperlukan suatu model
pembela-jaran yang dapat melibatkan siswa aktif sepenuhnya pada saat pembelapembela-jaran.
Sela-in itu perasaan senang dan nyaman ketika siswa mempelajari matematika harus
miliki agar proses belajar terlaksana dengan optimal, karena sebagaimana yang
di-ungkapkan oleh Ruseffendi (dalam Harja, 2011), bahwa matematika bagi
anak-anak bukanlah pelajaran yang disenangi, melainkan pelajaran yang ditakuti dan
dibenci. Oleh karena itu proses belajar yang dibutuhkan siswa adalah proses
bela-jar yang melibatkan fisik dan psikis.
Banyak model maupun strategi pembelajaran yang sudah dikembangkan oleh para
6 yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi
dengan kelompok lain, dalam satu kelompok dibagi menjadi dua bagian yang
nan-tinya sebagian siswa bertugas sebagai pemberi informasi, dan siswa lainnya
berta-mu ke kelompok lain secara terpisah.
Pembelajaran kooperatif memberikan pengalaman bagi siswa untuk dapat belajar
dengan cara bekerja sama dengan teman. Teman yang lebih mampu dapat
meno-long teman yang lemah. Lie (2008 : 61) menggungkapkan bahwa struktur TSTS
memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi
de-ngan kelompok lain. Hal ini menunjukkan bahwa lima unsur proses belajar
koo-peratif yang terdiri atas: saling ketergantungan positif, tanggung jawab
perseo-rangan, tatap muka, komunikasi antar kelompok dan evaluasi proses kelompok
dapat terlaksana. Pada saat anggota kelompok bertamu ke kelompok lain maka
akan terjadi proses pertukaran informasi yang bersifat saling melengkapi, terjadi
proses tatap muka antar siswa dan terjadi komunikasi baik dalam kelompok
mau-pun antar kelompok sehingga siswa tetap memmau-punyai tanggung jawab
perseorang-an.
Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
efektivi-tas model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray ditinjau dari pema-haman konsep matematis siswa kelas VII SMP Negeri 26 Bandar Lampung
se-mester genap tahun pelajaran 2012/2013.
B.Rumusan Masalah
7 adalah “Apakah model pembelajaran Two Stay Two Stray efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa?”
Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat dijabarkan pertanyaan penelitian
secara rinci sebagai berikut:
1. Apakah rata-rata pemahaman konsep metematis siswa yang menggunakan
model pembelajaran Two Stay Two Stray lebih tinggi daripada rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran
konvensional?
2. Apakah banyak siswa yang tuntas belajar setelah mengikuti pembelajaran
kooperatif tipe TSTS mencapai 70% atau lebih?
C.Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran
koope-ratif tipe Two Stay Two Stray ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa.
D.Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian yang dilakukan antara lain,
1. Bagi guru, memberikan masukan tentang efektivitas model pembelajaran pada
mata pelajaran matematika guna meningkatkan pemahaman konsep siswa.
2. Bagi sekolah, menjadi informasi dan sumbangan pemikiran dalam upaya
meni-ngkatkan mutu pembelajaran matematika di sekolah.
E.Ruang Lingkup Penelitian
8 masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka ruang lingkup dalam
pene-litian ini adalah sebagai berikut:
1. Efektivitas Pembelajaran
Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai
tuju-an dtuju-an sasartuju-annya. Pembelajartuju-an efektif merupaktuju-an suatu pembelajartuju-an ytuju-ang
memungkinkan siswa untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan
yang diharapkan. Pembelajaran dikatakan efektif apabila rata-rata pemahaman
konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model
pembela-jaran kooperatif tipe TSTS lebih tinggi daripada rata-rata pemahaman konsep
matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional dan 70% atau
le-bih siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif
tipe TSTS tuntas belajar
2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray
Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray adalah salah satu mo-del pembelajaran kooperatif yang memberi kesempatan kepada kelompok
un-tuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain, dimana dalam satu
ke-lompok terdiri dari empat atau lebih siswa yang nantinya sebagian siswa
bertu-gas sebagai pemberi informasi dari tamunya, dan siswa lainnya bertamu ke
ke-lompok yang lain secara terpisah.
3. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh
gu-ru seperti ceramah, tanya jawab, dan latihan soal.
4. Pemahaman Konsep Matematis
9 menafsirkan, dan menyimpulkan suatu konsep matematika berdasarkan
pembentukan pengetahuannya sendiri bukan sekedar menghafal dan sesuai
de-ngan indikator-indikator pemahaman konsep. Pemahaman konsep siswa harus
mencapai indikator yang telah ditentukan. Indikator pemahaman konsep
terse-but adalah:
a. Menyatakan ulang suatu konsep.
b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu.
c. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika.
d. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.
e. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi
terten-tu.
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Efektivitas Pembelajaran
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektivitas berasal dari kata efektif yang
berarti dapat membawa hasil atau berdaya guna. Atau bisa diartikan sebagai
kegi-atan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan. Efektivitas menunjukkan
de-rajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai.
Hamalik (2004 : 171) menyatakan bahwa “pengajaran yang efektif adalah
penga-jaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas
sen-diri”. Hal ini berarti, dengan adanya penyediaan kesempatan belajar sendiri dan
melakukan aktivitas sendiri, diharapkan dapat membantu siswa dalam
pembelajar-an agar siswa mudah memahami konsep ypembelajar-ang diberikpembelajar-an.
Trianto (2011 : 20) menyatakan bahwa keefektifan pembelajaran adalah hasil
gu-na yang diperoleh setelah pelaksagu-naan proses belajar mengajar. Menurut Uno
(2011:29), pada dasarnya efektivitas ditunjukkan untuk menjawab pertanyaan
se-berapa jauh tujuan pembelajaran telah dapat dicapai oleh peserta didik. Untuk
mengukur efektivitas dari suatu tujuan pembelajaran dapat dilakukan dengan
me-nentukan seberapa jauh konsep-konsep yang telah dipelajari dapat dipindahkan ke
dalam mata pelajaran selanjutnya atau penerapan secara praktis dalam kehidupan
11 Pembelajaran menjadi efektif jika peserta didik dapat belajar dengan mudah,
me-nyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang
diha-rapkan. Efektivitas pembelajaran dapat dilihat dari aktivitas siswa selama
pembe-lajaran berlangsung yang menyebabkan adanya peningkatan frekuensi bertanya,
menjawab dan menanggapi, serta hasil belajar siswa yang terukur dari nilai tes.
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas berarti
membawa hasil atau berdaya guna, efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah efektivitas pembelajaran. Efektivitas pembelajaran adalah tingkat
keberha-silan suatu metode atau model pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran dalam
mencapai tujuan dan sasarannya.
B. Pembelajaran Matematika
Slameto (2003: 2), mengungkapkan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang
dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru
secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang terjadi secara
sadar, bersifat kontinu dan fungsional, bersifat positif dan aktif, bukan bersifat
se-mentara, bertujuan dan terarah, dan mencakup seluruh aspek tingkah laku.
Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat dari hasil perbuatan belajar
sese-orang dapat berupa kebiasaan-kebiasaan, kecakapan, atau dalam bentuk
pengeta-huan, sikap, dan keterampilan. Pembelajaran harus mempunyai tujuan yang jelas
untuk memberikan arah dan menuntun siswa dalam mencapai prestasi yang
12
Suyitno (2004:2), menyatakan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu
pro-ses atau kegiatan guru mata pelajaran matematika dalam mengajarkan matematika
kepada para peserta didik, yang di dalamnya terkandung upaya guru untuk
men-ciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan
ke-butuhan peserta didik tentang matematika yang beragam agar terjadi interaksi
op-timal antara guru dengan peserta didik serta antara peserta didik dengan peserta
didik dalam mempelajari matematika tersebut.
Matematika memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan dengan disiplin ilmu
yang lain. Soedjadi (2000:13) mengemukakan karakteristik matematika yakni,
miliki objek kajian abstrak, bertumpu pada kesepakatan, berpola pikir deduktif,
memiliki simbol yang kosong dari arti, memperhatikan semesta pembicaraan, dan
konsisten dalam sistemnya.
Pemahaman akan karakteristik-karakteristik matematika dapat membantu siswa
dalam mempelajari matematika yang sedang dipelajari. Pemahaman ini
dimak-sudkan untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika yang diharapkan. Dalam
Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) matematika, tujuan pengajaran
matematika di sekolah lanjutan pertama (dalam Soedjadi, 2000 : 44):
1. Memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan
matema-tika.
2. Memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan
ke-pendidikan menengah.
3. Memiliki keterampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan
13
4. Mempunyai pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis, kritis,
cermat, kreatif, dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, pada intinya pembelajaran matematika
adalah suatu proses guru mata pelajaran matematika dalam mengajarkan
matema-tika sehingga dapat melatih penalaran dan logika berpikir para siswa, sehingga
siswa memiliki pola pikir yang sistematis, rasional, logis, kritis, kreatif dan
inova-tif dalam kehidupan sehari-hari.
C. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray
Menurut Eggen dan Kauchak (dalam Trianto, 2011:58) pembelajaran kooperatif
adalah pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkalaborasi untuk
mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha
untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman
si-kap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan
kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama yang berbeda
latar belakangnya. Dalam pembelajaran kooperatif siswa bekerja secara
kolabo-ratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama dalam mengembangkan ketrampilan
berhubungan dengan sesama manusia yang bermanfaat bagi kehidupan di luar
sekolah.
Menurut Sanjaya (2006:249), manfaat pembelajaran kooperatif adalah sebagai
berikut:
a. Menambah kepercayaan siswa dalam kemampuan berfikir sendiri,
14
b. Mengembangkan kemampuan ide atau gagasan dengan kata-kata secara
ver-bal.
c. Membantu siswa untuk tanggap pada orang lain dan menyadari akan segala
keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
d. Membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab
da-lam belajar.
e. Meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk
ngembangkan hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, dan
me-ngembangkan keterampilan menggunakan waktu.
f. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya
sendiri, serta menerima umpan balik.
g. Meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan
belajar abstrak secara nyata.
h. Meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berfikir, dan hal
ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang.
Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran
yang dilakukan dengan cara siswa berkelompok yang didasarkan atas kerjasama
untuk mencapai tujuan belajar yang optimal.
Menurut Lie (2008), pembelajaran dengan strategi kooperatif terbukti sangat
efek-tif dalam meningkatkan hubungan antar siswa. Dalam pembelajaran kooperaefek-tif
terdapat banyak macam model pembelajaran, diantaranya Two Stay Two Stray
(TSTS) atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Dua Tinggal Dua
15 digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak
didik.
Pembelajaran kooperatif memberikan pengalaman bagi siswa untuk dapat belajar
dengan cara bekerja sama dengan teman. Teman yang lebih mampu dapat
meno-long teman yang lemah. Lie (2008 : 61) menggungkapkan bahwa struktur TSTS
memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi
de-ngan kelompok lain. Hal ini menunjukkan bahwa lima unsur proses belajar
koo-peratif yang terdiri atas: saling ketergantungan positif, tanggung jawab
perseora-ngan, tatap muka, komunikasi antar kelompok dan evaluasi proses kelompok
da-pat terlaksana. Pada saat anggota kelompok bertamu ke kelompok lain maka akan
terjadi proses pertukaran informasi yang bersifat saling melengkapi, terjadi proses
tatap muka antar siswa dan terjadi komunikasi baik dalam kelompok maupun
an-tar kelompok sehingga siswa tetap mempunyai tanggung jawab perseorangan.
Menurut Lie (2008 : 62), tahap-tahap dalam model TSTS:
1. Siswa bekerja sama dalam kelompok seperti biasa dan dalam satu kelompok
tersebut dibagi menjadi dua bagian.
2. Setelah selesai, sebagian siswa dari masing-masing kelompok akan
meninggal-kan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok lain.
3. Siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan
in-formasi mereka ke tamu mereka.
4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan
hasil temuan mereka dari kelompok lain.
16 Menurut Santoso (2011) model pembelajaran kooperatif tipe TSTS terdiri dari
be-berapa tahapan sebagai berikut. (1) persiapan, (2) presentasi guru, (3) kegiatan
ke-lompok, (4) formalisasi, dan (5) evaluasi kelompok dan penghargaan.
Berikut disajikan gambar skema penerapan model pembelajaran TSTS
Gambar 2.1 model pembelajaran kooperatif tipe TSTS
Gambar 1. skema penerapan model pembelajaran TSTS
Keterangan:
: siswa yang bertamu ke kelompok lain
: siswa yang tinggal / tuan rumah dalam kelompok
Menurut Daryono (2011) manfaat model pembelajaran kooperatif tipe TSTS
antara lain:
a. Siswa dalam setiap kelompok mendapatkan informasi sekaligus dari dua
ke-lompok yang berbeda.
b. Siswa belajar untuk mengungkapkan pendapat kepada siswa lain.
c. Siswa dapat meningkatkan prestasi dan daya ingatnya.
d. Siswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis.
e. Siswa dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan siswa lainnya.
17
f. Siswa dapat meningkatkan hubungan persahabatan.
Adapun kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe TSTS antara lain:
1. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep sendiri
de-ngan cara memecahkan masalah.
2. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menciptakan kreativitas dalam
melakukan komunikasi dengan teman sekelompoknya.
3. Membiasakan siswa untuk bersikap terbuka terhadap teman, menambah
ke-kompakan serta rasa percaya diri siswa.
4. Meningkatkan motivasi, minat dan prestasi belajar siswa.
5. Membantu guru dalam pencapaian pembelajaran, karena langkah
pembelajar-an kooperatif mudah diterapkpembelajar-an di sekolah.
Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran kooperatif model Two Stay Two
Stray adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang memberi kesempatan
kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain,
di-mana dalam satu kelompok terdiri dari empat atau lebih siswa yang nantinya
seba-gian siswa bertugas sebagai pemberi informasi dari tamunya, dan siswa lainnya
bertamu ke kelompok yang lain secara terpisah.
D. Pemahaman Konsep Matematis
Pemahaman berasal dari kata paham yang dalam kamus besar bahasa Indonesia
berarti mengerti atau mengetahui. Sedangkan konsep berarti rancangan atau ide
yang abstrak. Menurut Soedjadi (2000 : 13) konsep merupakan ide abstrak yang
18 yang biasanya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata. Jadi,
pema-haman konsep adalah cara untuk memahami atau mengerti suatu rancangan atau
ide abstrak.
Pemahaman merupakan aspek yang sangat penting dalam pembelajaran
matema-tika, karena dengan memahami konsep, siswa dapat mengembangkan
kemam-puannya dalam pembelajaran matematika dan siswa dapat menerapkan konsep
yang telah dipelajari untuk menyelesaikan permasalahan sederhana sampai
de-ngan yang kompleks. Pemahaman konsep merupakan salah satu aspek dalam
ra-nah kognitif dari tujuan pembelajaran. Sesuai dengan yang dikemukakan Bloom
(dalam Uno, 2008 : 35), ranah kognitif ini meliputi pengetahuan (knowledge),
pe-mahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis
(synthesis), dan penilaian (evaluation).
Pembelajaran matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak, yang berarti
konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis, dan
sis-tematis, mulai dari konsep paling sederhana hingga konsep yang paling kompleks.
Menurut Syarifudin (2009) penjabaran pembelajaran yang ditekankan pada
konsep-konsep matematika adalah sebagai berikut:
1. Penanaman konsep dasar (penanaman konsep), yaitu pembelajaran suatu
konsep baru matematika.
2. Pemahaman konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep
yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika.
3. Pembinaan ketrampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep
19 menggunakan berbagai konsep matematika.
Skemp (dalam Muaddab, 2010) membedakan pemahaman menjadi dua. Pertama,
pemahaman instruksional (instructional understanding) yaitu siswa hanya sekedar
tahu mengenai suatu konsep. Siswa pada tahapan ini belum bisa menerapkan hal
tersebut pada keadaan baru yang berkaitan. Kedua, pemahaman reliasional
(relational understanding) yaitu siswa telah memahami mengapa hal tersebut bisa
terjadi. Siswa pada tahapan ini sudah dapat menggunakan konsep dalam
meme-cahkan masalah-masalah sesuai dengan kondisi yang ada.
Kemampuan pemahaman matematis adalah salah satu tujuan penting dalam
pem-belajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada
siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu dengan pemahaman
sis-wa dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri. Pemahaman
matematis juga merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang disampaikan
oleh guru, sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang
diharapkan.
Dalam penelitian ini, hasil belajar siswa diperoleh berdasarkan hasil tes evaluasi
pemahaman konsep. Peraturan Dirjen Dikdasmen Nomor 506/C/Kep/PP/2004
(dalam Wardhani 2008) tentang indikator pemahaman konsep matematika adalah:
a. Menyatakan ulang suatu konsep.
b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu.
c. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika.
d. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.
e. Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu.
f. Mengaplikasikan konsepatau algoritma pemecahan masalah.
20 siswa dalam menerjemahkan, menafsirkan, dan menyimpulkan suatu konsep
matematika berdasarkan pembentukan pengetahuannya sendiri bukan sekedar
menghafal.
E. Pembelajaran Konvensional
Sistem pembelajaran yang selama ini dilakukan mayoritas masih menggunakan
sistem pembelajaran konvensional yang biasa disebut ceramah murni atau
cera-mah dengan menggunakan alat bantu papan tulis, yang kental dengan suasana
instruksional dan dirasa kurang sesuai dengan dinamika perkembangan ilmu
pe-ngetahuan dan teknologi yang demikian pesat.
Burrowes (dalam Juliantara, 2009 : 7) menyampaikan bahwa pembelajaran konvensional menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasi-kan, menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengapli-kasikannya kepada situasi kehidupan nyata.Lebih lanjut dinyatakan bahwa pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) pembelajaran
berpu-sat pada guru, (2) terjadi passive learning, (3) interaksi di antara siswa
ku-rang, (4) tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, dan (5) penilaian bersifat sporadis.
Wallace (dalam Sunartombs 2009) mengemukakan bahwa pendekatan konservatif
memandang bahwa proses pembelajaran yang dilakukan guru yaitu mentransfer
ilmu pengetahuan kepada siswa, sedangkan siswa lebih banyak sebagai penerima.
Metode yang biasa digunakan dalam pembelajaran konvensional adalah metode
ekspositori. Menurut Suyitno (2004 : 2) metode ekspositori adalah cara
penyampaian pelajaran dari seorang guru kepada siswa di dalam kelas dengan
ca-ra berbicaca-ra di awal pelajaca-ran, meneca-rangkan materi dan contoh soal disertai tanya
jawab.
21 kegiatan guru yang utama adalah menerangkan sehingga membuat siswa kurang
aktif karena siswa hanya mendengarkan penjelasan guru dan mencatatnya. Jadi,
pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru
seperti ceramah, tanya jawab, dan latihan soal.
F. Kerangka Pikir
Prinsip dasar proses pembelajaran adalah terpusat pada siswa, mengembangkan
kreativitas siswa, menciptakan kondisi menyenangkan, dan menyediakan
pengala-man belajar yang beragam bagi siswa sehingga memudahkan siswa dalam
mema-hami konsep-konsep pelajaran yang akan dicapai, sedangkan guru berperan
seba-gai fasilitator dengan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, serta
mem-berikan bimbingan agar siswa dapat belajar dengan mudah, aktif, dan
menyenang-kan sehingga tujuan pembelajaran yang diinginmenyenang-kan dapat tercapai. Salah satunya
dengan memilih dan menerapkan model pembelajaran yang tepat dan efektif.
Sa-lah satu model yang dapat diterapkan adaSa-lah model pembelajaran kooperatif tipe
TSTS.
Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS adalah suatu model pembelajaran yang
memberikan kesempatan kepada siswa dalam kelompok untuk membagi hasil
ker-ja kelompok kepada kelompok lain, dan dalam satu kelompok terdiri dari empat
anggota yang nantinya dua anggota bertugas mencari informasi dari hasil diskusi
kelompok yang dikunjungi dan dua anggota lainya bertugas membagi informasi
kepada kelompok yang berkunjung. Pada saat anggota kelompok bertamu ke
kelompok lain maka akan terjadi proses pertukaran informasi yang bersifat saling
22 untuk terlibat aktif, baik dalam menggali dan berbagi pengetahuan, tanya jawab,
bertukar pikiran, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak informasi
yang dijelaskan oleh teman, serta menyampaikan pendapat dan memberi
tang-gapan.
Dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS ini seluruh siswa di kelas
diarahkan untuk terlibat aktif dalam diskusi baik dengan teman satu kelompok
maupun dengan kelompok lain. Dengan demikian, model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS efektif dalam proses pembelajaran matematika untuk
meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa.
Dalam pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe TSTS, siswa diberi
ke-sempatan untuk menggali dan menemukan sendiri konsep-konsep matematika
me-lalui masalah-masalah yang disajikan meme-lalui lembar kerja kelompok (LKK) yang
harus mereka kerjakan dengan cara bekerja sama dalam kelompok. Hal ini dapat
memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Meningkat-nya aktivitas siswa dalam pembelajaran, memudahkan siswa memperoleh
penge-tahuan, keterampilan belajar melalui penyajian informasi, dan meningkatkan
kete-rampilan berpikir siswa, sehingga akan berdampak pada meningkatnya
pema-haman konsep matematis siswa. Dengan demikian, model pembelajaran
kooperatif tipe TSTS efektif pada pembelajaran matematika dalam meningkatkan
pemahaman konsep matematis siswa.
G. Hipotesis
23 dalam penelitian ini, yaitu:
1. Hipotesis Umum
Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray efektif ditinjau dari
pemahaman konsep matematis siswa.
2. Hipotesis Kerja
a. Rata-rata pemahaman konsep metematis siswa yang menggunakan
mo-del Two Stay Two Stray lebih tinggi daripada rata-rata nilai pemahaman
konsep matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran
konven-sional.
b. Persentase ketuntasan belajar siswa pada kelas yang mengikuti model
pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih dari atau sama dengan 70% dari
24
III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII semester genap
SMPN 26 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 yang terdiri dari enam
ke-las yaitu keke-las VII-A sampai dengan VII-F. Pengambilan sampel dilakukan
de-ngan menggunakan teknik purposive sampling. Tahap-tahap pengambilan sampel
sebagai berikut.
1. Menentukan dua kelas yang memiliki kemampuan awal yang relatif sama
ber-dasarkan data nilai ujian semester dengan melihat nilai rata-rata pada kelas
VII-A sampai VII-F dan diperoleh kelas yang memiliki kemampuan awal yang
relatif sama adalah kelas VII-A dan VII-D.
2. Dari dua kelas terpilih, kelas yang memiliki rata-rata lebih rendah sebagai kelas
eksperimen dan kelas yang memiliki rata-rata lebih tinggi sebagai kelas
kon-trol. diperoleh kelas VII-A yang berjumlah 32 siswa dengan nilai rata-rata
ke-mampuan awal 40,1 sebagai kelas eksperimen dan kelas VII-D yang
berjum-lah 31 siswa dengan rata-rata kemampuan awalnya 42,3 sebagai kelas kontrol.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan desain
25 eksperimen diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran
koo-peratif tipe TSTS dan pada kelas kontrol diberikan perlakuan dengan
mengguna-kan pembelajaran konvensional. Di akhir pembelajaran siswa diberi posttest
untuk mengetahui pemahaman konsep matematis siswa.
Tabel 3.1. Desain Penelitian
Kelas Perlakuan Pos-tes
E X Y
K C Y
Keterangan:
E : kelas eksperimen K : kelas kontrol
X : perlakuan pada kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS
C : Perlakuan pada kelas kontrol yang mengikuti pembelajaran konvensional
Y : Nilai posttest
Adapun langkah-langkah penelitian adalah sebagai berikut:
1. Orientasi sekolah, untuk melihat kondisi lapangan seperti banyak kelas yang
ada, jumlah siswanya, serta cara mengajar guru matematika selama
pembela-jaran
2. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk kelas eksperimen
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan untuk
kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensional.
3. Menyiapkan instrumen penelitian berupa tes pemahaman konsep sekaligus
aturan penskorannya.
4. Melakukan validasi instrumen.
5. Melakukan uji coba instrumen
26 7. Melaksanakan penelitian pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
8. Mengadakan post test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol
9. Menganalisis data
10. Membuat kesimpulan
C. Data Penelitian
Data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu data berupa nilai yang
di-peroleh dari tes pemahaman konsep matematis pada kelas yang menggunakan
mo-del pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan kelas yang menggunakan
pembelajar-an konvensional. Pengumpulpembelajar-an data ini dilakukpembelajar-an setelah materi selesai dengpembelajar-an
diadakan posttest.
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan yaitu metode tes.
Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes pemahaman konsep berbentuk
esai. Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami
materi yang diberikan. Tes diberikan sesudah pembelajaran (posttest) pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Tes yang diberikan sesudah pembelajaran
dimak-sudkan untuk melihat efektivitas model pembelajaran terhadap pemahaman
kon-sep siswa.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah perangkat tes pemahaman konsep siswa
berupa butir soal berbentuk uraian. Materi yang diteskan adalah pokok bahasan
27 Indikator pemahaman konsep tersebut antara lain:
1. Menyatakan ulang suatu konsep.
2. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu.
3. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika.
4. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.
5. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu.
6. Mengaplikasikan konsep.
Untuk mengetahui apakah butir soal telah memenuhi kualifikasi soal yang layak
digunakan untuk tes, maka harus memenuhi kriteria tes yang baik diantaranya:
1. Validitas Isi
Validitas tes ini dikonsultasikan dengan dosen pembimbing terlebih dahulu
kemudian kepada guru mata pelajaran matematika kelas VII SMP Negeri 26
Bandar Lampung.
Penilaian terhadap kesesuaian isi tes dengan isi kisi-kisi tes yang diukur dan
kese-suaian bahasa yang digunakan dalam tes dengan kemampuan bahasa siswa
dilaku-kan dengan menggunadilaku-kan daftar check list (√) oleh guru. Hasil penilaian
terha-dap tes untuk mengambil data penelitian telah memenuhi validitas isi (Lampiran
B.5).
Selanjutnya instrumen tes diujicobakan pada kelompok siswa yang berada di luar
sampel penelitian. Uji coba dilakukan pada siswa kelas VII B. Uji coba
instru-men tes dimaksudkan untuk instru-mengetahui tingkat reliabilitas tes, tingkat kesukaran
28 2. Reliabilitas
Uji reliabilitas tes digunakan untuk mengetahui tingkat keterandalan suatu tes.
Suatu tes dikatakan reliabel jika hasil pengukuran yang dilakukan dengan
meng-gunakan tes tersebut berulang kali terhadap subjek yang sama senantiasa
menun-jukkan hasil yang tetap sama (konsisten) atau bersifat ajeg (stabil). Untuk
meng-ukur reliabilitas dalam penelitian ini digunakan rumus Alpha dalam Arikunto
(2011: 109), yaitu:
= − 1 1 −∑
keterangan:
= koefisien reliabilitas tes
n = banyaknya item tes yang digunakan dalam tes ∑ = jumlah varians skor tiap-tiap item
Harga r11yang diperoleh diimplementasikan dengan kriteria sebagai berikut: Tabel 3.2 Interpretasi Nilai Koefisien Reliabilitas
Nilai Interpretasi
0,00 ≤ r11 <0,20 Reliabilitas sangat rendah 0,20≤ r11 <0,40 Reliabilitas rendah 0,40 ≤ r11 <0,70 Reliabilitas sedang 0,70≤ r11 <0,90 Reliabilitas tinggi 0,90≤ r11 <1,00 Reliabilitas sangat tinggi
29 Setelah menghitung reliabilitas instrumen tes, diperoleh nilair11= 0,72 (Lampiran
C.1) untuk soal posttest. Berdasarkan pendapat Ruseffendi (dalam Noer, 2010),
harga kedua r11tersebut telah memenuhi kriteria tinggi karena koefisien reliabili-tasnya 0,70≤ r11<0,90. Oleh karena itu, kedua instrumen tes matematika tersebut
sudah layak digunakan untuk mengumpulkan data.
3. Tingkat Kesukaran
Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir
soal. Untuk menghitung tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan rumus:
keterangan:
TK :tingkat kesukaran suatu butir soal
JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh
IT :jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal Noer (2010: 23)
Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria
in-deks kesukaran sebagai berikut:
Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran
Nilai Interpretasi
Kriteria yang akan digunakan dalam instrumen tes pemahaman konsep matematis
adalah 0,31 <TK ≤ 0,85 , yaitu soal memiliki indeks kesukaran yang sedang atau
30
Setelah menghitung tingkat kesukaran soal. Untuk soal posttest diperoleh hasil
bahwa soal nomor 1 memiliki interpretasi indeks kesukaran 0,78 sehingga
terma-suk kategori soal yang mudah, soal nomor 2 memiliki interpretasi indeks
kesukar-an 0,80 sehingga termasuk kategori soal yang mudah, soal nomor 3 memiliki
in-terpretasi indeks kesukaran 0,50 sehingga termasuk kategori soal yang sedang,
so-al nomor 4 memiliki interpretasi indeks kesukaran 0,56 sehingga termasuk
kate-gori soal yang sedang, dan soal nomor 5 memiliki interpretasi indeks kesukaran
0,63 sehingga termasuk kategori soal yang sedang. Dari 5 soal tersebut, dapat
di-ketahui bahwa 2 soal memiliki tingkat kesukaran dengan kategori mudah yaitu
butir soal nomor 1 dan 2, serta 3 soal dengan kategori sedang yaitu butir soal
no-mor 3, 4, dan 5 (Lampiran C.2).
4. Daya Pembeda
Untuk menghitung daya pembeda, data terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang
memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang memperoleh nilai terendah.
Kemu-dian dibagi dua sama besar, yaitu diambil 27% siswa yang memperoleh nilai
terti-nggi (disebut kelompok atas) dan 27% siswa yang memperoleh nilai terendah
(disebut kelompok bawah). Karno To dalam Noer (2010: 23) mengungkapkan
menghitung daya pembeda ditentukan dengan rumus:
= −
keterangan:
DP: indeks daya pembeda satu butri soal tertentu
31 Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang
ter-tera dalam tabel 3.4 berikut:
Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Daya Pembeda
Nilai Interpretasi
Negatif ≤ DP <0,10 Sangat Buruk 0,10 ≤ DP < 0,20 Buruk
0,20 ≤ DP < 0,30 Agar Baik, perlu Revisi 0,30 ≤ DP < 0,50 Baik
DP ≥0,50 Sangat Baik
Kriteria yang digunakan dalam instrumen tes pemahaman konsep matematis
adalah 0,30 < DP ≤ 0,49 dan DP ≥ 50, yaitu soal memiliki daya pembeda yang
baik dan sangat baik.
Setelah menghitung daya pembeda soal. Untuk soal posttest diperoleh hasil
bah-wa soal nomor 1 memiliki interpretasi daya beda 0,37 sehingga termasuk soal
de-ngan kategori baik, soal nomor 2 memiliki interpretasi daya beda 0,31 sehingga
termasuk soal dengan kategori baik, soal nomor 3 memiliki interpretasi daya beda
0,33 sehingga termasuk soal dengan kategori baik, soal nomor 4 memiliki
inter-pretasi daya beda 0,55 sehingga termasuk soal dengan kategori sangat baik, dan
soal nomor 5 memiliki interpretasi daya beda 0,62 sehingga termasuk soal dengan
kategori sangat baik. Dari 5 soal tersebut, dapat diketahui bahwa 3 soal yang daya
pembeda dengan kategori baik yaitu butir soal nomor 1, 2, dan 3, serta 2 soal
de-ngan kategori sangat baik yaitu butir soal nomor 4 dan 5 (Lampiran C.2).
Berdasarkan hasil uji coba validitas butir soal, reliabilitas tes, daya pembeda, dan
tingkat kesukaran setiap butir soal yang telah diuraikan di atas, maka hasil tes uji
32 Tabel 3.5 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba PostTest
No Soal Reliabilitas Tingkat Kesukaran Daya Pembeda
1
komponen tersebut telah memenuhi kriteria yang ditentukan, sehingga kelima
bu-tir soal tersebut dapat digunakan untuk mengukur pemahaman konsep matematis
siswa.
F. Analisis Data
Data skor posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol dianalisis menggunakan uji
ketaksamaan dua rata-rata untuk mengetahui perlakuan mana yang lebih tinggi
an-tara pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan pembelajaran konvensional.
Sebelum melakukan analisis ketaksamaan dua rata-rata perlu dilakukan uji
prasya-rat, yaitu uji normalitas dan homogenitas data.
1. Uji Normalitas
Setelah dilakukan perhitungan data posttest, pada kelas eksperimen diperoleh
x2hitung = 2,09 dan pada kelas kontrol x2hitung = 2,55 dengan taraf nyata α = 0,05 dan
dk = k - 3, dari tabel chi kuadrat diperoleh x² tabel = 9,49. Berdasarkan kriteria
pe-ngujian, maka terima Ho karena x2hitung < x²tabel, yaitu data posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal
33 2. Uji Homogenitas Varians
Setelah dilakukan perhitungan data posttest, diperoleh nilai Fhitung= 1,38 dan nilai
( , )= 1,84 dengan taraf nyata α = 0,10. Berdasarkan kriteria pengujian,
maka terima Ho karena Fhitung < ( , ), yaitu kedua populasi memiliki
varians yang homogen (Lampiran C.7).
3. Uji Hipotesis
Berdasarkan hasil uji prasyarat, data posttest berasal dari populasi yang
berdistri-busi normal dan homogen. Oleh sebab itu, uji ketaksamaan dua rata-rata dapat
dilakukan menggunakan uji-t.
Adapun uji-t menurut Sugiyono (2012: 164-165) sebagai berikut:
a. Hipotesis uji:
H0 :
1
2 (Rata-rata pemahaman konsep matematis siswa yang meng-gunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS kurangdari atau sama dengan rata-rata pemahaman konsep
mate-matis siswa yang menggunakan pembelajaran
konvensio-nal)
H1 : 1 2 (Rata-rata pemahaman konsep matematis siswa yang
meng-gunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih
dari rata-rata pemahaman konsep matematis siswa yang
me-nggunakan pembelajaran konvensional)
b. Taraf signifikansi: = 5%
34
thit = dengan: = ( ) –
Keterangan :
i
x : rata-rata pemahaman konsep pada kelas eksperimen
2
x : rata-rata pemahaman konsep dari kelas kontrol
2 1
s : varians sampel kelas eksperimen
2 2
s : varians sampel kelas kontrol n1 : banyaknya subjek kelas eksperimen n2 : banyaknya subjek kelas kontrol
d. Keputusan uji: terima H0 jika thitung t1dengan dk = (n1 + n2 – 2). Pada
taraf nyata α = 0,05. Dari daftar distribusi t, diperoleh nilai, =
( , )( ) = 1,67. Dari hasil perhitungan, diperoleh nilai thitung = 3,03 >
1,67. Karena t berada pada daerah penolakan H0 (3,03 > 1,67), maka dapat
disimpulkan bahwa rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematis
siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih tinggi dari
rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti
pembelajaran konvensional.
4. Uji Proporsi
Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah sebagai berikut:
H0 :
< 0,70 (Persentase siswa yang mengikuti pembelajaran dengan modelpembelajaran kooperatif tipe TSTS tuntas belajar kurang dari
70%)
H1 :
≥ 0,70 (Persentase siswa yang mengikuti pembelajaran dengan modelpembelajaran kooperatif tipe TSTS tuntas belajar lebih besar
35 Statistik uji yang digunakan adalah:
n
X : banyaknya siswa yang tuntas belajar
n : jumlah sampel
0,70 : proporsi siswa tuntas belajar yang diharapkan
Kriteria uji: tolak H0 jika zhitung ≥z0,5 dengan taraf nyata 0,05. Nilai z0,5
dipilih dari daftar normal baku dengan peluang (0,5–α) (Sudjana, 2005: 235).
Setelah dilakukan perhitungan data posttest, diperoleh nilai Zhitung = 1,87 dan nilai
Z0,5 - α = 1,64 dengan taraf nyata α = 0,05. Berdasarkan kriteria pengujian, maka
tolak Ho karena zhitung ≥z0,5 dan terima H1, yaitu persentase siswa yang
mengi-kuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS tuntas belajar
lebih besar atau sama dengan 70% dari jumlah siswa dengan KKM ≥ 70
45
. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan mengenai efektivitas model
pem-belajaran kooperatif tipe TSTS terhadap pemahaman konsep matematis siswa
da-pat diperoleh simpulan bahwa model pembelajaran koopertif tipe TSTS efektif
terhadap pemahaman konsep matematis siswa dalam hal berikut ini:
1. Rata-rata pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran
kooperatif tipe TSTS lebih tinggi daripada rata-rata pemahaman konsep
mate-matis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.
2. Persentase ketuntasan belajar siswa pada kelas yang mengikuti model
pembe-lajaran kooperatif tipe TSTS lebih dari atau sama dengan 70% dari jumlah
siswa.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis mengemukakan saran-saran sebagai
berikut:
1. Bagi Guru
a. Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dapat digunakan sebagai salah
satu alternatif pembelajaran di kelas untuk meningkatkan kemampuan
46
b. Dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS agar
men-dapatkan hasil yang optimal hendaknya mempersiapkan pengelolaan
ke-las yang baik, terutama pada saat perpindahan kelompok keke-las menjadi
gaduh dan tidak terkendali, sehingga guru harus dapat mengelola kelas
seefektif mungkin agar pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan apa
yang diharapkan dan juga dapat lebih mengefisienkan waktu belajar.
2. Bagi rekan-rekan mahasiswa yang ingin mengembangkan penelitian
menge-nai pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TSTS disarankan
menggu-nakan waktu yang lebih lama, sehingga dalam pelaksanaan pembelajarannya
siswa telah mampu beradaptasi dengan baik. Dengan demikian,