• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Model Pembelajaran Koperatif Tipe Two Stay Two Stray Ditinjau dari Pemahaman Konsep Matematis Siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Model Pembelajaran Koperatif Tipe Two Stay Two Stray Ditinjau dari Pemahaman Konsep Matematis Siswa"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP

MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 26 Bandar Lampung Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013)

Oleh

I MADE MAHARDIKA

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu yang bertujuan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray dengan pembelajaran konvensional ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa. Desain penelitian ini adalah posttest only control group design, dengan populasi penelitian adalah siswa kelas VII SMPN 26 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 dan sampel penelitian adalah kelas VII A dan VII D yang dipilih dari enam kelas secara purposive sampling. Analisis data memperoleh

rata-rata pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih tinggi daripada yang mengikuti pembelajaran konvensional dan 70% atau lebih siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TSTS tuntas belajar. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih efektif diterapkan ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa.

(2)

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TSTS DITINJAU DARI PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIS SISWA

(Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 26 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)

(Skripsi)

Oleh

I MADE MAHARDIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(3)

PERNYATAAN SKRIPSI MAHASISWA

Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : I Made Mahardika

NPM : 0853021027

Program studi : Pendidikan Matematika Jurusan : Pendidikan MIPA

Dengan ini menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang telah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Bandar Lampung, Mei 2013 Yang Menyatakan

(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama I Made Mahardika dilahirkan di Seputih Raman pada Tanggal 15 Desember 1989, merupakan anak kedua dari empat bersaudara buah hati dari hasil pernikahan ayah yang bernama I Wayan Suparna, S.Pd. dengan ibu yang bernama I Made Sanita.

Penulis telah menamatkan pendidikan Taman Kanak-Kanak di TK Pertiwi pada

tahun 1996, pendidikan dasar di SD Negeri 1 Rama Dewa pada tahun 2002, pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 1 Seputih Raman pada tahun 2005, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Kotagajah pada tahun 2008.

Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi

Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung melalui jalur penerimaan Ujian Masuk (UM) Universitas Lampung 2008, S1 Mandiri.

(5)

Motto

Tak Tahu, Belajarlah.

(6)

PERSEMBAHAN

Dengan mengucap syukur kepada Ide Shang Yhang Widhi Wasa

atas limpahan nikmat, dan kemudahan yang diberikan-Nya,,,

Ku persembahkan karya ini kepada:

Ayah dan Bunda tercinta atas doa, kesabaran, perjuangan, dan jerih

payah dalam mendidik ananda…

Kakak dan adik-adikku untuk setiap motivasi dan keceriaan yang

tercipta…

Sahabat dan rekan-rekan seperjuangan…

Para pendidik yang telah mendidik dan memberikan ilmu kepadaku…

(7)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray ditinjau dari Pemahaman Konsep Matematis (Studi pada Siswa Kelas VII Semester Genap SMP Negeri 26 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013)” sebagai syarat untuk mencapai gelar sarjana pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung.

Penulis menyadari skripsi ini dapat diselesaikan atas dorongan, bantuan, arahan, bimbingan, dan masukan dari berbagai pihak. Untuk itu perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ayahanda I Wayan Suparna, S.Pd., Ibunda Ni Made Sanita, Ayunda Ni Putu Winda Sari, Adinda Ni Komang Dewi Handriyani dan Ni Ketut Nanda Yani, serta keluarga besarku, terima kasih atas doa, semangat, dan dukungannya. 2. Ibu Dra. Arnelis Jalil, M. Pd., selaku dosen pembimbing akademik dan dosen

pembimbing I yang telah bersedia meluangkan waktu untuk membimbing, memberikan perhatian, motivasi, dan semangat kepada penulis demi terselesaikannya skripsi ini.

(8)

iii

sumbangan pemikiran, kritik, dan saran selama penyusunan skripsi, sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

4. Ibu Dr. Sri Hastuti Noer, M.Pd., selaku dosen pembahas yang telah memberikan masukan, kritik, dan saran kepada penulis, sehingga skripsi ini menjadi lebih baik.

5. Bapak Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas Lampung, beserta staf dan jajarannya

6. Bapak Dr. Caswita, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Lampung.

7. Ibu Dra. Nurhanurawati, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan MIPA Universitas Lampung.

8. Bapak dan Ibu dosen pendidikan matematika di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan kepada penulis. 9. Ibu Tugiyati, S.Pd., selaku guru mitra dan Siswa-Siswi Kelas VII SMP

Negeri 26 Bandar Lampung yang telah banyak membantu penulis selama melakukan penelitian.

10. Bapak Hi. Zamhasri, S.Pd, MM.Pd. selaku Kepala SMP Negeri 26 Bandar Lampung beserta Wakil, staff, dan karyawan yang telah memberikan izin dan kemudahan selama penelitian.

11. Siska Puspita Sari, S. Pd. yang telah membantu, memberikan semangat dan motivasi sampai terselesaikannya skripsi ini

(9)

iv

Kahepi, Kiki, Rico, Agung, Riko, Angge, Dila, Amel, Elva, Ratna, Eka, Lina, Martina, Helda, Tutik, Dewi, Susi, Sri Ari, Endah, Ferny, Cici, Nay, Nia, Fepy, Yuni, Evi, Yeni, Meta, Qori, Savitri, Wahidin, Mete, dan Alvi.

13. Teman-teman seperjuangan matematika 2008 Reg : Fenty, Nicky, Aan, Sudirman, yunita, Arifan, Umi, Rizki, Yayan, dan lainnya atas kebersamaan dan bantuannya selama ini.

14. Kakak tingkat 2006, dan 2007, serta adik tingkat 2009, 2010, 2011, dan 2012 atas kebersamaannya.

15. Anggota tim futsal K – POP : Rahmat, Ryo, Kak Woro, Kak Lukman, Dirgan, Kak Beni, Kulkid, Hardian, Satria, Sapura, Bahrul, dan Leo.

16. Rekan-rekan KKN Tematik Unila dan PPL SMA Negeri 2 Tumi Jajar Kabupaten Tulang Bawang Barat tahun 2011 : Jainal, Gusti, Orin, Meri, Restu, Ela, Uni, Cahya, Selvi dan Wina atas persaudaraannya selama ini, dan semoga tali persaudaraan ini tetap terjaga selamanya.

17. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga dengan kebaikan, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan pada penulis mendapat balasan pahala yang setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa dan semoga skripsi ini bermanfaat.

Bandar Lampung, Mei 2013 Penulis,

(10)

v VAFTAR ISI

VAFTAR TABEL ... xiv

VAFTAR LAMPIRAN ... xvi

I. PENVAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektivitas Pembelajaran ... 10

B. Pembelajaran Matematika ... 11

C. Pembelajaran Kooperatif tipe Two Stay Two Stray ... 13

D. Pemahaman Konsep Matematis ... 17

E. Pembelajaran Konvensional... 20

F. Kerangka Pikir ... 21

(11)

vi III. METOVE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel ... 24

B. Desain Penelitian ... 24

C. Data Penelitian ... 26

D. Teknik Pengumpulan Data ... 26

E. Instrumen Penelitian ... 26

F. Analisis data ... 32

IV. HASIL PENELITIAN VAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 36

B. Pembahasan ... 41

V. SIMPULAN VAN SARAN A. Simpulan ... 45

B. Saran ... 45 VAFTAR PUSTAKA

(12)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Desain Penelitian ... 25

3.2 Interpretasi Nilai Koefisien Reliabilitas ... 28

3.3 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran ... 29

3.4 Interpretasi Nilai Daya Pembeda ... 31

3.5 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba Posttest ... 32

4.1 Rekapitulasi Hasil Posttest Pemahaman Konsep Matematis Siswa ... 36

4.2 Rekapitulasi Uji Normalitas Data Posttest ... 37

4.3 Rekapitulasi Uji Homogenitas data Posttest ... 37

4.4 Rekapitulasi Uji Ketaksamaan Dua Rata-Rata Data Posttest ... 38

4.5 Rekapitulasi uji Proporsi Kelas Eksperimen ... 49

4.6 Rekapitulasi Data Posttest Pencapaian Indikator Pemahaman Konsep Matematis Siswa Kelas yang Mengikuti Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TSTS ... 49

4.7 Rekapitulasi Data Post-test Pencapaian Indikator Pemahaman Konsep

(13)

viii

C.10 Pencapaian Indikator Pemahaman Konsep Matematis Siswa Posttest Kelas Eksperimen ... 137

(14)

ix D.Lain-lain

D.1 Surat Kesediaan Membimbing Skripsi ... 142

D.2 Daftar Hadir Seminar Proposal ... 146

D.3 Surat Izin Penelitian Pendahuluan ... 148

D.4 Surat Izin Penelitian ... 149

D.5 Surat Keterangan Penelitian ... 150

(15)

1

I. PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang penting. Kualitas

pendi-dikan suatu bangsa mempengaruhi kemajuan bangsa tersebut. Tanpa pendipendi-dikan,

suatu bangsa tidak dapat mengalami perubahan dan kemajuan. Pendidikan juga

dapat membantu mengarahkan seseorang menjalani kehidupan sebagai makhluk

beragama dan makhluk sosial dengan baik. Kehidupan yang demikian dapat

me-wujudkan peradaban bangsa yang cerdas dan bermartabat. Hal tersebut sangat

berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia. Undang-Undang Sistem

Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan

adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suatu proses pembelajaran

agar peserta didik secara aktif dapat mengembangkan potensi dirinya untuk

memi-liki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara.

Namun, kualitas pendidikan di Indonesia khususnya pendidikan matematika masih

relatif rendah. Salah satu indikator masih rendahnya kualitas pendidikan Indonesia

(16)

2 ke-34 dalam bidang matematika dari 38 negara peserta. Salah satu penyebab

masih rendahnya kemampuan siswa dalam bidang matematika terjadi karena siswa

kurang memahami yang dipelajari sebagaimana yang diungkapkan oleh Depdiknas

(2007) bahwa proses belajar mengajar di sekolah sering kali membuat kecewa, apabila dikaitkan dengan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran, hal ini

dapat dilihat dari:

1. Banyak siswa mampu menyajikan tingkat hafalan yang baik terhadap materi

ajar yang diterimanya, tetapi pada kenyataannya mereka tidak memahami

kon-sep dari bahan ajar tersebut.

2. Sebagian besar dari siswa tidak mampu menghubungkan antara apa yang

me-reka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut digunakan atau

diman-faatkan.

3. Siswa memiliki kesulitan untuk memahami konsep akademik sebagaimana

mereka biasa diajarkan yaitu dengan menggunakan sesuatu yang abstrak dan

metode ceramah.

Berdasarkan hal tersebut, siswa masih berada pada kemampuan menghafal atau

berada pada tahap pemahaman instrumental sehingga apabila konteks soal dirubah

siswa mengalami kesulitan. Kemampuan menghafal saja tidak cukup, tetapi siswa

juga harus memiliki kemampuan lain sebagaimana dalam draf panduan KTSP mata

pelajaran matematika Depdiknas (2007), mata pelajaran matematika bertujuan agar

peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan

(17)

3 tepat dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matema-tika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan

dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

meran-cang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang

diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain

untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

me-miliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,

serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika yang telah diungkapkan di atas,

ke-mampuan dasar yang harus dimiliki siswa adalah pemahaman konsep. Menurut

Rohana (dalam Harja, 2011), dalam memahami konsep matematika diperlukan

kemampuan generalisasi serta abstraksi yang cukup tinggi. Saat ini penguasaan

peserta didik terhadap materi konsep-konsep matematika masih lemah bahkan

di-pahami dengan keliru, sebagaimana yang dikemukakan Ruseffendi (dalam Harja,

2011) bahwa terdapat banyak peserta didik yang setelah belajar matematika, tidak

mampu memahami bahkan pada bagian yang paling sederhana sekalipun, banyak

konsep yang dipahami secara keliru sehingga matematika dianggap sebagai ilmu

yang sukar, ruwet, dan sulit. Padahal pemahaman konsep merupakan bagian yang

paling penting dalam pembelajaran matematika seperti yang dinyatakan Zulkardi

(18)

4 Artinya dalam mempelajari matematika peserta didik harus memahami konsep

matematika terlebih dahulu agar dapat menyelesaikan soal-soal dan mampu

mengaplikasikan pembelajaran tersebut di dunia nyata. Konsep-konsep dalam

matematika terorganisasikan secara sistematis, logis, dan hirarkis dari yang paling

sederhana hingga yang paling kompleks. Pemahaman terhadap konsep-konsep

matematika merupakan dasar untuk belajar matematika secara bermakna.

Secara global, banyak siswa yang memiliki pemahaman konsep matematis yang

masih rendah, terutama pada siswa setingkat SMP. Hal ini dapat dilihat dari hasil

studi Programme for International Student Assessment (PISA). Kemampuan yang diujikan dalam soal-soal PISA adalah mampu merumuskan masalah secara

matematis sebanyak 25%, mampu menggunakan konsep, fakta, prosedur dan

penalaran dalam matematika sebanyak 50%, serta menafsirkan, menerapkan dan

mengevaluasi hasil sebanyak 25%. Hasil survei PISA tahun 2009 Indonesia

hanya menduduki rangking 61 dari 65 peserta dengan rata-rata skor 371,

sementara rata-rata skor internasional adalah 496. Dari hasil studi ini

menun-jukkan bahwa kemampuan siswa SMP di Indonesia dalam penguasaan konsep

masih sangat rendah (Balitbang, 2011).

Rendahnya pemahaman konsep matematis siswa ini sebenarnya dapat diatasi oleh

guru dengan baik melalui pembelajaran secara konvensional. Namun dengan

pembelajaran konvensional ini siswa akan sulit berkembang, karena proses

pembelajaran yang bersifat monoton. Selain itu, pengetahuan yang didapat siswa

akan mudah dilupakan. Akibatnya, selain rendahnya pemahaman konsep

(19)

5

Salah satu sekolah yang siswanya memiliki pemahaman konsep matematis yang

masih rendah adalah siswa di SMP Negeri 26 Bandar Lampung. Berdasarkan

ha-sil wawancara dengan guru matematika SMP Negeri 26 Bandar Lampung

dipero-leh informasi bahwa tingkat pemahaman konsep mata pelajaran matematika siswa

masih rendah, terutama pada siswa kelas VII. Ini diketahui dari rata-rata nilai

uji-an semester siswa kelas VII semester guji-anjil Tahun Pelajaruji-an 2012/2013, kelas VII

hanya 44,41 dan hanya 42% siswa yang tuntas belajar dengan Kriteria Ketuntasan

Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah tersebut untuk mata pelajaran

matemati-ka adalah 70. Ini menunjukmatemati-kan bahwa pemahaman konsep pada pembelajaran

matematika belum tercapai secara optimal. Hal ini dikarenakan model

pembela-jaran yang diterapkan guru kurang sesuai atau kurang efektif bagi siswa, sehingga

mengakibatkan rendahnya kemampuan siswa dalam memahami materi pelajaran.

Agar tercapai kemampuan pemahaman konsep diperlukan suatu model

pembela-jaran yang dapat melibatkan siswa aktif sepenuhnya pada saat pembelapembela-jaran.

Sela-in itu perasaan senang dan nyaman ketika siswa mempelajari matematika harus

miliki agar proses belajar terlaksana dengan optimal, karena sebagaimana yang

di-ungkapkan oleh Ruseffendi (dalam Harja, 2011), bahwa matematika bagi

anak-anak bukanlah pelajaran yang disenangi, melainkan pelajaran yang ditakuti dan

dibenci. Oleh karena itu proses belajar yang dibutuhkan siswa adalah proses

bela-jar yang melibatkan fisik dan psikis.

Banyak model maupun strategi pembelajaran yang sudah dikembangkan oleh para

(20)

6 yang memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi

dengan kelompok lain, dalam satu kelompok dibagi menjadi dua bagian yang

nan-tinya sebagian siswa bertugas sebagai pemberi informasi, dan siswa lainnya

berta-mu ke kelompok lain secara terpisah.

Pembelajaran kooperatif memberikan pengalaman bagi siswa untuk dapat belajar

dengan cara bekerja sama dengan teman. Teman yang lebih mampu dapat

meno-long teman yang lemah. Lie (2008 : 61) menggungkapkan bahwa struktur TSTS

memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi

de-ngan kelompok lain. Hal ini menunjukkan bahwa lima unsur proses belajar

koo-peratif yang terdiri atas: saling ketergantungan positif, tanggung jawab

perseo-rangan, tatap muka, komunikasi antar kelompok dan evaluasi proses kelompok

dapat terlaksana. Pada saat anggota kelompok bertamu ke kelompok lain maka

akan terjadi proses pertukaran informasi yang bersifat saling melengkapi, terjadi

proses tatap muka antar siswa dan terjadi komunikasi baik dalam kelompok

mau-pun antar kelompok sehingga siswa tetap memmau-punyai tanggung jawab

perseorang-an.

Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui

efektivi-tas model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray ditinjau dari pema-haman konsep matematis siswa kelas VII SMP Negeri 26 Bandar Lampung

se-mester genap tahun pelajaran 2012/2013.

B.Rumusan Masalah

(21)

7 adalah “Apakah model pembelajaran Two Stay Two Stray efektif ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa?”

Berdasarkan rumusan masalah diatas, dapat dijabarkan pertanyaan penelitian

secara rinci sebagai berikut:

1. Apakah rata-rata pemahaman konsep metematis siswa yang menggunakan

model pembelajaran Two Stay Two Stray lebih tinggi daripada rata-rata nilai pemahaman konsep matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran

konvensional?

2. Apakah banyak siswa yang tuntas belajar setelah mengikuti pembelajaran

kooperatif tipe TSTS mencapai 70% atau lebih?

C.Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran

koope-ratif tipe Two Stay Two Stray ditinjau dari pemahaman konsep matematis siswa.

D.Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian yang dilakukan antara lain,

1. Bagi guru, memberikan masukan tentang efektivitas model pembelajaran pada

mata pelajaran matematika guna meningkatkan pemahaman konsep siswa.

2. Bagi sekolah, menjadi informasi dan sumbangan pemikiran dalam upaya

meni-ngkatkan mutu pembelajaran matematika di sekolah.

E.Ruang Lingkup Penelitian

(22)

8 masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini, maka ruang lingkup dalam

pene-litian ini adalah sebagai berikut:

1. Efektivitas Pembelajaran

Efektivitas dapat dinyatakan sebagai tingkat keberhasilan dalam mencapai

tuju-an dtuju-an sasartuju-annya. Pembelajartuju-an efektif merupaktuju-an suatu pembelajartuju-an ytuju-ang

memungkinkan siswa untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan

yang diharapkan. Pembelajaran dikatakan efektif apabila rata-rata pemahaman

konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model

pembela-jaran kooperatif tipe TSTS lebih tinggi daripada rata-rata pemahaman konsep

matematis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional dan 70% atau

le-bih siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif

tipe TSTS tuntas belajar

2. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray

Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray adalah salah satu mo-del pembelajaran kooperatif yang memberi kesempatan kepada kelompok

un-tuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain, dimana dalam satu

ke-lompok terdiri dari empat atau lebih siswa yang nantinya sebagian siswa

bertu-gas sebagai pemberi informasi dari tamunya, dan siswa lainnya bertamu ke

ke-lompok yang lain secara terpisah.

3. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh

gu-ru seperti ceramah, tanya jawab, dan latihan soal.

4. Pemahaman Konsep Matematis

(23)

9 menafsirkan, dan menyimpulkan suatu konsep matematika berdasarkan

pembentukan pengetahuannya sendiri bukan sekedar menghafal dan sesuai

de-ngan indikator-indikator pemahaman konsep. Pemahaman konsep siswa harus

mencapai indikator yang telah ditentukan. Indikator pemahaman konsep

terse-but adalah:

a. Menyatakan ulang suatu konsep.

b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu.

c. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika.

d. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.

e. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi

terten-tu.

(24)

10

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Efektivitas Pembelajaran

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektivitas berasal dari kata efektif yang

berarti dapat membawa hasil atau berdaya guna. Atau bisa diartikan sebagai

kegi-atan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan. Efektivitas menunjukkan

de-rajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai.

Hamalik (2004 : 171) menyatakan bahwa “pengajaran yang efektif adalah

penga-jaran yang menyediakan kesempatan belajar sendiri atau melakukan aktivitas

sen-diri”. Hal ini berarti, dengan adanya penyediaan kesempatan belajar sendiri dan

melakukan aktivitas sendiri, diharapkan dapat membantu siswa dalam

pembelajar-an agar siswa mudah memahami konsep ypembelajar-ang diberikpembelajar-an.

Trianto (2011 : 20) menyatakan bahwa keefektifan pembelajaran adalah hasil

gu-na yang diperoleh setelah pelaksagu-naan proses belajar mengajar. Menurut Uno

(2011:29), pada dasarnya efektivitas ditunjukkan untuk menjawab pertanyaan

se-berapa jauh tujuan pembelajaran telah dapat dicapai oleh peserta didik. Untuk

mengukur efektivitas dari suatu tujuan pembelajaran dapat dilakukan dengan

me-nentukan seberapa jauh konsep-konsep yang telah dipelajari dapat dipindahkan ke

dalam mata pelajaran selanjutnya atau penerapan secara praktis dalam kehidupan

(25)

11 Pembelajaran menjadi efektif jika peserta didik dapat belajar dengan mudah,

me-nyenangkan, dan dapat mencapai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang

diha-rapkan. Efektivitas pembelajaran dapat dilihat dari aktivitas siswa selama

pembe-lajaran berlangsung yang menyebabkan adanya peningkatan frekuensi bertanya,

menjawab dan menanggapi, serta hasil belajar siswa yang terukur dari nilai tes.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa efektivitas berarti

membawa hasil atau berdaya guna, efektivitas yang dimaksud dalam penelitian ini

adalah efektivitas pembelajaran. Efektivitas pembelajaran adalah tingkat

keberha-silan suatu metode atau model pembelajaran dalam kegiatan pembelajaran dalam

mencapai tujuan dan sasarannya.

B. Pembelajaran Matematika

Slameto (2003: 2), mengungkapkan bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang

dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru

secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya. Perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang terjadi secara

sadar, bersifat kontinu dan fungsional, bersifat positif dan aktif, bukan bersifat

se-mentara, bertujuan dan terarah, dan mencakup seluruh aspek tingkah laku.

Perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat dari hasil perbuatan belajar

sese-orang dapat berupa kebiasaan-kebiasaan, kecakapan, atau dalam bentuk

pengeta-huan, sikap, dan keterampilan. Pembelajaran harus mempunyai tujuan yang jelas

untuk memberikan arah dan menuntun siswa dalam mencapai prestasi yang

(26)

12

Suyitno (2004:2), menyatakan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu

pro-ses atau kegiatan guru mata pelajaran matematika dalam mengajarkan matematika

kepada para peserta didik, yang di dalamnya terkandung upaya guru untuk

men-ciptakan iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan

ke-butuhan peserta didik tentang matematika yang beragam agar terjadi interaksi

op-timal antara guru dengan peserta didik serta antara peserta didik dengan peserta

didik dalam mempelajari matematika tersebut.

Matematika memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan dengan disiplin ilmu

yang lain. Soedjadi (2000:13) mengemukakan karakteristik matematika yakni,

miliki objek kajian abstrak, bertumpu pada kesepakatan, berpola pikir deduktif,

memiliki simbol yang kosong dari arti, memperhatikan semesta pembicaraan, dan

konsisten dalam sistemnya.

Pemahaman akan karakteristik-karakteristik matematika dapat membantu siswa

dalam mempelajari matematika yang sedang dipelajari. Pemahaman ini

dimak-sudkan untuk mencapai tujuan pembelajaran matematika yang diharapkan. Dalam

Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP) matematika, tujuan pengajaran

matematika di sekolah lanjutan pertama (dalam Soedjadi, 2000 : 44):

1. Memiliki kemampuan yang dapat dialihgunakan melalui kegiatan

matema-tika.

2. Memiliki pengetahuan matematika sebagai bekal untuk melanjutkan

ke-pendidikan menengah.

3. Memiliki keterampilan matematika sebagai peningkatan dan perluasan

(27)

13

4. Mempunyai pandangan yang cukup luas dan memiliki sikap logis, kritis,

cermat, kreatif, dan disiplin serta menghargai kegunaan matematika.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, pada intinya pembelajaran matematika

adalah suatu proses guru mata pelajaran matematika dalam mengajarkan

matema-tika sehingga dapat melatih penalaran dan logika berpikir para siswa, sehingga

siswa memiliki pola pikir yang sistematis, rasional, logis, kritis, kreatif dan

inova-tif dalam kehidupan sehari-hari.

C. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray

Menurut Eggen dan Kauchak (dalam Trianto, 2011:58) pembelajaran kooperatif

adalah pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja secara berkalaborasi untuk

mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha

untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan pengalaman

si-kap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta memberikan

kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama yang berbeda

latar belakangnya. Dalam pembelajaran kooperatif siswa bekerja secara

kolabo-ratif untuk mencapai sebuah tujuan bersama dalam mengembangkan ketrampilan

berhubungan dengan sesama manusia yang bermanfaat bagi kehidupan di luar

sekolah.

Menurut Sanjaya (2006:249), manfaat pembelajaran kooperatif adalah sebagai

berikut:

a. Menambah kepercayaan siswa dalam kemampuan berfikir sendiri,

(28)

14

b. Mengembangkan kemampuan ide atau gagasan dengan kata-kata secara

ver-bal.

c. Membantu siswa untuk tanggap pada orang lain dan menyadari akan segala

keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.

d. Membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab

da-lam belajar.

e. Meningkatkan prestasi akademik sekaligus kemampuan sosial, termasuk

ngembangkan hubungan interpersonal yang positif dengan yang lain, dan

me-ngembangkan keterampilan menggunakan waktu.

f. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya

sendiri, serta menerima umpan balik.

g. Meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan

belajar abstrak secara nyata.

h. Meningkatkan motivasi dan memberikan rangsangan untuk berfikir, dan hal

ini berguna untuk proses pendidikan jangka panjang.

Berdasarkan uraian di atas, pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran

yang dilakukan dengan cara siswa berkelompok yang didasarkan atas kerjasama

untuk mencapai tujuan belajar yang optimal.

Menurut Lie (2008), pembelajaran dengan strategi kooperatif terbukti sangat

efek-tif dalam meningkatkan hubungan antar siswa. Dalam pembelajaran kooperaefek-tif

terdapat banyak macam model pembelajaran, diantaranya Two Stay Two Stray

(TSTS) atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan sebagai Dua Tinggal Dua

(29)

15 digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak

didik.

Pembelajaran kooperatif memberikan pengalaman bagi siswa untuk dapat belajar

dengan cara bekerja sama dengan teman. Teman yang lebih mampu dapat

meno-long teman yang lemah. Lie (2008 : 61) menggungkapkan bahwa struktur TSTS

memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi

de-ngan kelompok lain. Hal ini menunjukkan bahwa lima unsur proses belajar

koo-peratif yang terdiri atas: saling ketergantungan positif, tanggung jawab

perseora-ngan, tatap muka, komunikasi antar kelompok dan evaluasi proses kelompok

da-pat terlaksana. Pada saat anggota kelompok bertamu ke kelompok lain maka akan

terjadi proses pertukaran informasi yang bersifat saling melengkapi, terjadi proses

tatap muka antar siswa dan terjadi komunikasi baik dalam kelompok maupun

an-tar kelompok sehingga siswa tetap mempunyai tanggung jawab perseorangan.

Menurut Lie (2008 : 62), tahap-tahap dalam model TSTS:

1. Siswa bekerja sama dalam kelompok seperti biasa dan dalam satu kelompok

tersebut dibagi menjadi dua bagian.

2. Setelah selesai, sebagian siswa dari masing-masing kelompok akan

meninggal-kan kelompoknya dan masing-masing bertamu ke kelompok lain.

3. Siswa yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan

in-formasi mereka ke tamu mereka.

4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan

hasil temuan mereka dari kelompok lain.

(30)

16 Menurut Santoso (2011) model pembelajaran kooperatif tipe TSTS terdiri dari

be-berapa tahapan sebagai berikut. (1) persiapan, (2) presentasi guru, (3) kegiatan

ke-lompok, (4) formalisasi, dan (5) evaluasi kelompok dan penghargaan.

Berikut disajikan gambar skema penerapan model pembelajaran TSTS

Gambar 2.1 model pembelajaran kooperatif tipe TSTS

Gambar 1. skema penerapan model pembelajaran TSTS

Keterangan:

: siswa yang bertamu ke kelompok lain

: siswa yang tinggal / tuan rumah dalam kelompok

Menurut Daryono (2011) manfaat model pembelajaran kooperatif tipe TSTS

antara lain:

a. Siswa dalam setiap kelompok mendapatkan informasi sekaligus dari dua

ke-lompok yang berbeda.

b. Siswa belajar untuk mengungkapkan pendapat kepada siswa lain.

c. Siswa dapat meningkatkan prestasi dan daya ingatnya.

d. Siswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis.

e. Siswa dapat meningkatkan kemampuan berkomunikasi dengan siswa lainnya.

(31)

17

f. Siswa dapat meningkatkan hubungan persahabatan.

Adapun kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe TSTS antara lain:

1. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan konsep sendiri

de-ngan cara memecahkan masalah.

2. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menciptakan kreativitas dalam

melakukan komunikasi dengan teman sekelompoknya.

3. Membiasakan siswa untuk bersikap terbuka terhadap teman, menambah

ke-kompakan serta rasa percaya diri siswa.

4. Meningkatkan motivasi, minat dan prestasi belajar siswa.

5. Membantu guru dalam pencapaian pembelajaran, karena langkah

pembelajar-an kooperatif mudah diterapkpembelajar-an di sekolah.

Berdasarkan uraian di atas, model pembelajaran kooperatif model Two Stay Two

Stray adalah salah satu model pembelajaran kooperatif yang memberi kesempatan

kepada kelompok untuk membagi hasil dan informasi dengan kelompok lain,

di-mana dalam satu kelompok terdiri dari empat atau lebih siswa yang nantinya

seba-gian siswa bertugas sebagai pemberi informasi dari tamunya, dan siswa lainnya

bertamu ke kelompok yang lain secara terpisah.

D. Pemahaman Konsep Matematis

Pemahaman berasal dari kata paham yang dalam kamus besar bahasa Indonesia

berarti mengerti atau mengetahui. Sedangkan konsep berarti rancangan atau ide

yang abstrak. Menurut Soedjadi (2000 : 13) konsep merupakan ide abstrak yang

(32)

18 yang biasanya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata. Jadi,

pema-haman konsep adalah cara untuk memahami atau mengerti suatu rancangan atau

ide abstrak.

Pemahaman merupakan aspek yang sangat penting dalam pembelajaran

matema-tika, karena dengan memahami konsep, siswa dapat mengembangkan

kemam-puannya dalam pembelajaran matematika dan siswa dapat menerapkan konsep

yang telah dipelajari untuk menyelesaikan permasalahan sederhana sampai

de-ngan yang kompleks. Pemahaman konsep merupakan salah satu aspek dalam

ra-nah kognitif dari tujuan pembelajaran. Sesuai dengan yang dikemukakan Bloom

(dalam Uno, 2008 : 35), ranah kognitif ini meliputi pengetahuan (knowledge),

pe-mahaman (comprehension), penerapan (application), analisis (analysis), sintesis

(synthesis), dan penilaian (evaluation).

Pembelajaran matematika berkaitan dengan konsep-konsep abstrak, yang berarti

konsep-konsep matematika tersusun secara hierarkis, terstruktur, logis, dan

sis-tematis, mulai dari konsep paling sederhana hingga konsep yang paling kompleks.

Menurut Syarifudin (2009) penjabaran pembelajaran yang ditekankan pada

konsep-konsep matematika adalah sebagai berikut:

1. Penanaman konsep dasar (penanaman konsep), yaitu pembelajaran suatu

konsep baru matematika.

2. Pemahaman konsep, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep

yang bertujuan agar siswa lebih memahami suatu konsep matematika.

3. Pembinaan ketrampilan, yaitu pembelajaran lanjutan dari penanaman konsep

(33)

19 menggunakan berbagai konsep matematika.

Skemp (dalam Muaddab, 2010) membedakan pemahaman menjadi dua. Pertama,

pemahaman instruksional (instructional understanding) yaitu siswa hanya sekedar

tahu mengenai suatu konsep. Siswa pada tahapan ini belum bisa menerapkan hal

tersebut pada keadaan baru yang berkaitan. Kedua, pemahaman reliasional

(relational understanding) yaitu siswa telah memahami mengapa hal tersebut bisa

terjadi. Siswa pada tahapan ini sudah dapat menggunakan konsep dalam

meme-cahkan masalah-masalah sesuai dengan kondisi yang ada.

Kemampuan pemahaman matematis adalah salah satu tujuan penting dalam

pem-belajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan kepada

siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu dengan pemahaman

sis-wa dapat lebih mengerti akan konsep materi pelajaran itu sendiri. Pemahaman

matematis juga merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang disampaikan

oleh guru, sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang

diharapkan.

Dalam penelitian ini, hasil belajar siswa diperoleh berdasarkan hasil tes evaluasi

pemahaman konsep. Peraturan Dirjen Dikdasmen Nomor 506/C/Kep/PP/2004

(dalam Wardhani 2008) tentang indikator pemahaman konsep matematika adalah:

a. Menyatakan ulang suatu konsep.

b. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu.

c. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika.

d. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.

e. Menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu.

f. Mengaplikasikan konsepatau algoritma pemecahan masalah.

(34)

20 siswa dalam menerjemahkan, menafsirkan, dan menyimpulkan suatu konsep

matematika berdasarkan pembentukan pengetahuannya sendiri bukan sekedar

menghafal.

E. Pembelajaran Konvensional

Sistem pembelajaran yang selama ini dilakukan mayoritas masih menggunakan

sistem pembelajaran konvensional yang biasa disebut ceramah murni atau

cera-mah dengan menggunakan alat bantu papan tulis, yang kental dengan suasana

instruksional dan dirasa kurang sesuai dengan dinamika perkembangan ilmu

pe-ngetahuan dan teknologi yang demikian pesat.

Burrowes (dalam Juliantara, 2009 : 7) menyampaikan bahwa pembelajaran konvensional menekankan pada resitasi konten, tanpa memberikan waktu yang cukup kepada siswa untuk merefleksi materi-materi yang dipresentasi-kan, menghubungkannya dengan pengetahuan sebelumnya, atau mengapli-kasikannya kepada situasi kehidupan nyata.Lebih lanjut dinyatakan bahwa pembelajaran konvensional memiliki ciri-ciri, yaitu: (1) pembelajaran

berpu-sat pada guru, (2) terjadi passive learning, (3) interaksi di antara siswa

ku-rang, (4) tidak ada kelompok-kelompok kooperatif, dan (5) penilaian bersifat sporadis.

Wallace (dalam Sunartombs 2009) mengemukakan bahwa pendekatan konservatif

memandang bahwa proses pembelajaran yang dilakukan guru yaitu mentransfer

ilmu pengetahuan kepada siswa, sedangkan siswa lebih banyak sebagai penerima.

Metode yang biasa digunakan dalam pembelajaran konvensional adalah metode

ekspositori. Menurut Suyitno (2004 : 2) metode ekspositori adalah cara

penyampaian pelajaran dari seorang guru kepada siswa di dalam kelas dengan

ca-ra berbicaca-ra di awal pelajaca-ran, meneca-rangkan materi dan contoh soal disertai tanya

jawab.

(35)

21 kegiatan guru yang utama adalah menerangkan sehingga membuat siswa kurang

aktif karena siswa hanya mendengarkan penjelasan guru dan mencatatnya. Jadi,

pembelajaran konvensional adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru

seperti ceramah, tanya jawab, dan latihan soal.

F. Kerangka Pikir

Prinsip dasar proses pembelajaran adalah terpusat pada siswa, mengembangkan

kreativitas siswa, menciptakan kondisi menyenangkan, dan menyediakan

pengala-man belajar yang beragam bagi siswa sehingga memudahkan siswa dalam

mema-hami konsep-konsep pelajaran yang akan dicapai, sedangkan guru berperan

seba-gai fasilitator dengan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, serta

mem-berikan bimbingan agar siswa dapat belajar dengan mudah, aktif, dan

menyenang-kan sehingga tujuan pembelajaran yang diinginmenyenang-kan dapat tercapai. Salah satunya

dengan memilih dan menerapkan model pembelajaran yang tepat dan efektif.

Sa-lah satu model yang dapat diterapkan adaSa-lah model pembelajaran kooperatif tipe

TSTS.

Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS adalah suatu model pembelajaran yang

memberikan kesempatan kepada siswa dalam kelompok untuk membagi hasil

ker-ja kelompok kepada kelompok lain, dan dalam satu kelompok terdiri dari empat

anggota yang nantinya dua anggota bertugas mencari informasi dari hasil diskusi

kelompok yang dikunjungi dan dua anggota lainya bertugas membagi informasi

kepada kelompok yang berkunjung. Pada saat anggota kelompok bertamu ke

kelompok lain maka akan terjadi proses pertukaran informasi yang bersifat saling

(36)

22 untuk terlibat aktif, baik dalam menggali dan berbagi pengetahuan, tanya jawab,

bertukar pikiran, mencari jawaban, menjelaskan dan juga menyimak informasi

yang dijelaskan oleh teman, serta menyampaikan pendapat dan memberi

tang-gapan.

Dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS ini seluruh siswa di kelas

diarahkan untuk terlibat aktif dalam diskusi baik dengan teman satu kelompok

maupun dengan kelompok lain. Dengan demikian, model pembelajaran

kooperatif tipe TSTS efektif dalam proses pembelajaran matematika untuk

meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa.

Dalam pembelajaran dengan pembelajaran kooperatif tipe TSTS, siswa diberi

ke-sempatan untuk menggali dan menemukan sendiri konsep-konsep matematika

me-lalui masalah-masalah yang disajikan meme-lalui lembar kerja kelompok (LKK) yang

harus mereka kerjakan dengan cara bekerja sama dalam kelompok. Hal ini dapat

memotivasi siswa untuk terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran.

Meningkat-nya aktivitas siswa dalam pembelajaran, memudahkan siswa memperoleh

penge-tahuan, keterampilan belajar melalui penyajian informasi, dan meningkatkan

kete-rampilan berpikir siswa, sehingga akan berdampak pada meningkatnya

pema-haman konsep matematis siswa. Dengan demikian, model pembelajaran

kooperatif tipe TSTS efektif pada pembelajaran matematika dalam meningkatkan

pemahaman konsep matematis siswa.

G. Hipotesis

(37)

23 dalam penelitian ini, yaitu:

1. Hipotesis Umum

Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray efektif ditinjau dari

pemahaman konsep matematis siswa.

2. Hipotesis Kerja

a. Rata-rata pemahaman konsep metematis siswa yang menggunakan

mo-del Two Stay Two Stray lebih tinggi daripada rata-rata nilai pemahaman

konsep matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran

konven-sional.

b. Persentase ketuntasan belajar siswa pada kelas yang mengikuti model

pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih dari atau sama dengan 70% dari

(38)

24

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII semester genap

SMPN 26 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 yang terdiri dari enam

ke-las yaitu keke-las VII-A sampai dengan VII-F. Pengambilan sampel dilakukan

de-ngan menggunakan teknik purposive sampling. Tahap-tahap pengambilan sampel

sebagai berikut.

1. Menentukan dua kelas yang memiliki kemampuan awal yang relatif sama

ber-dasarkan data nilai ujian semester dengan melihat nilai rata-rata pada kelas

VII-A sampai VII-F dan diperoleh kelas yang memiliki kemampuan awal yang

relatif sama adalah kelas VII-A dan VII-D.

2. Dari dua kelas terpilih, kelas yang memiliki rata-rata lebih rendah sebagai kelas

eksperimen dan kelas yang memiliki rata-rata lebih tinggi sebagai kelas

kon-trol. diperoleh kelas VII-A yang berjumlah 32 siswa dengan nilai rata-rata

ke-mampuan awal 40,1 sebagai kelas eksperimen dan kelas VII-D yang

berjum-lah 31 siswa dengan rata-rata kemampuan awalnya 42,3 sebagai kelas kontrol.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen dengan menggunakan desain

(39)

25 eksperimen diberikan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran

koo-peratif tipe TSTS dan pada kelas kontrol diberikan perlakuan dengan

mengguna-kan pembelajaran konvensional. Di akhir pembelajaran siswa diberi posttest

untuk mengetahui pemahaman konsep matematis siswa.

Tabel 3.1. Desain Penelitian

Kelas Perlakuan Pos-tes

E X Y

K C Y

Keterangan:

E : kelas eksperimen K : kelas kontrol

X : perlakuan pada kelas eksperimen dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS

C : Perlakuan pada kelas kontrol yang mengikuti pembelajaran konvensional

Y : Nilai posttest

Adapun langkah-langkah penelitian adalah sebagai berikut:

1. Orientasi sekolah, untuk melihat kondisi lapangan seperti banyak kelas yang

ada, jumlah siswanya, serta cara mengajar guru matematika selama

pembela-jaran

2. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk kelas eksperimen

dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan untuk

kelas kontrol dengan menggunakan pembelajaran konvensional.

3. Menyiapkan instrumen penelitian berupa tes pemahaman konsep sekaligus

aturan penskorannya.

4. Melakukan validasi instrumen.

5. Melakukan uji coba instrumen

(40)

26 7. Melaksanakan penelitian pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

8. Mengadakan post test pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

9. Menganalisis data

10. Membuat kesimpulan

C. Data Penelitian

Data dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu data berupa nilai yang

di-peroleh dari tes pemahaman konsep matematis pada kelas yang menggunakan

mo-del pembelajaran kooperatif tipe TSTS dan kelas yang menggunakan

pembelajar-an konvensional. Pengumpulpembelajar-an data ini dilakukpembelajar-an setelah materi selesai dengpembelajar-an

diadakan posttest.

D. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan yaitu metode tes.

Tes yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes pemahaman konsep berbentuk

esai. Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam memahami

materi yang diberikan. Tes diberikan sesudah pembelajaran (posttest) pada kelas

eksperimen dan kelas kontrol. Tes yang diberikan sesudah pembelajaran

dimak-sudkan untuk melihat efektivitas model pembelajaran terhadap pemahaman

kon-sep siswa.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini adalah perangkat tes pemahaman konsep siswa

berupa butir soal berbentuk uraian. Materi yang diteskan adalah pokok bahasan

(41)

27 Indikator pemahaman konsep tersebut antara lain:

1. Menyatakan ulang suatu konsep.

2. Mengklasifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu.

3. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematika.

4. Mengembangkan syarat perlu dan syarat cukup suatu konsep.

5. Menggunakan, memanfaatkan, dan memilih prosedur atau operasi tertentu.

6. Mengaplikasikan konsep.

Untuk mengetahui apakah butir soal telah memenuhi kualifikasi soal yang layak

digunakan untuk tes, maka harus memenuhi kriteria tes yang baik diantaranya:

1. Validitas Isi

Validitas tes ini dikonsultasikan dengan dosen pembimbing terlebih dahulu

kemudian kepada guru mata pelajaran matematika kelas VII SMP Negeri 26

Bandar Lampung.

Penilaian terhadap kesesuaian isi tes dengan isi kisi-kisi tes yang diukur dan

kese-suaian bahasa yang digunakan dalam tes dengan kemampuan bahasa siswa

dilaku-kan dengan menggunadilaku-kan daftar check list (√) oleh guru. Hasil penilaian

terha-dap tes untuk mengambil data penelitian telah memenuhi validitas isi (Lampiran

B.5).

Selanjutnya instrumen tes diujicobakan pada kelompok siswa yang berada di luar

sampel penelitian. Uji coba dilakukan pada siswa kelas VII B. Uji coba

instru-men tes dimaksudkan untuk instru-mengetahui tingkat reliabilitas tes, tingkat kesukaran

(42)

28 2. Reliabilitas

Uji reliabilitas tes digunakan untuk mengetahui tingkat keterandalan suatu tes.

Suatu tes dikatakan reliabel jika hasil pengukuran yang dilakukan dengan

meng-gunakan tes tersebut berulang kali terhadap subjek yang sama senantiasa

menun-jukkan hasil yang tetap sama (konsisten) atau bersifat ajeg (stabil). Untuk

meng-ukur reliabilitas dalam penelitian ini digunakan rumus Alpha dalam Arikunto

(2011: 109), yaitu:

= − 1 1 −

keterangan:

= koefisien reliabilitas tes

n = banyaknya item tes yang digunakan dalam tes ∑ = jumlah varians skor tiap-tiap item

Harga r11yang diperoleh diimplementasikan dengan kriteria sebagai berikut: Tabel 3.2 Interpretasi Nilai Koefisien Reliabilitas

Nilai Interpretasi

0,00 ≤ r11 <0,20 Reliabilitas sangat rendah 0,20≤ r11 <0,40 Reliabilitas rendah 0,40 ≤ r11 <0,70 Reliabilitas sedang 0,70≤ r11 <0,90 Reliabilitas tinggi 0,90≤ r11 <1,00 Reliabilitas sangat tinggi

(43)

29 Setelah menghitung reliabilitas instrumen tes, diperoleh nilair11= 0,72 (Lampiran

C.1) untuk soal posttest. Berdasarkan pendapat Ruseffendi (dalam Noer, 2010),

harga kedua r11tersebut telah memenuhi kriteria tinggi karena koefisien reliabili-tasnya 0,70≤ r11<0,90. Oleh karena itu, kedua instrumen tes matematika tersebut

sudah layak digunakan untuk mengumpulkan data.

3. Tingkat Kesukaran

Tingkat kesukaran digunakan untuk menentukan derajat kesukaran suatu butir

soal. Untuk menghitung tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan rumus:

keterangan:

TK :tingkat kesukaran suatu butir soal

JT : jumlah skor yang diperoleh siswa pada butir soal yang diperoleh

IT :jumlah skor maksimum yang dapat diperoleh siswa pada suatu butir soal Noer (2010: 23)

Untuk menginterpretasi tingkat kesukaran suatu butir soal digunakan kriteria

in-deks kesukaran sebagai berikut:

Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran

Nilai Interpretasi

Kriteria yang akan digunakan dalam instrumen tes pemahaman konsep matematis

adalah 0,31 <TK ≤ 0,85 , yaitu soal memiliki indeks kesukaran yang sedang atau

(44)

30

Setelah menghitung tingkat kesukaran soal. Untuk soal posttest diperoleh hasil

bahwa soal nomor 1 memiliki interpretasi indeks kesukaran 0,78 sehingga

terma-suk kategori soal yang mudah, soal nomor 2 memiliki interpretasi indeks

kesukar-an 0,80 sehingga termasuk kategori soal yang mudah, soal nomor 3 memiliki

in-terpretasi indeks kesukaran 0,50 sehingga termasuk kategori soal yang sedang,

so-al nomor 4 memiliki interpretasi indeks kesukaran 0,56 sehingga termasuk

kate-gori soal yang sedang, dan soal nomor 5 memiliki interpretasi indeks kesukaran

0,63 sehingga termasuk kategori soal yang sedang. Dari 5 soal tersebut, dapat

di-ketahui bahwa 2 soal memiliki tingkat kesukaran dengan kategori mudah yaitu

butir soal nomor 1 dan 2, serta 3 soal dengan kategori sedang yaitu butir soal

no-mor 3, 4, dan 5 (Lampiran C.2).

4. Daya Pembeda

Untuk menghitung daya pembeda, data terlebih dahulu diurutkan dari siswa yang

memperoleh nilai tertinggi sampai siswa yang memperoleh nilai terendah.

Kemu-dian dibagi dua sama besar, yaitu diambil 27% siswa yang memperoleh nilai

terti-nggi (disebut kelompok atas) dan 27% siswa yang memperoleh nilai terendah

(disebut kelompok bawah). Karno To dalam Noer (2010: 23) mengungkapkan

menghitung daya pembeda ditentukan dengan rumus:

= −

keterangan:

DP: indeks daya pembeda satu butri soal tertentu

(45)

31 Hasil perhitungan daya pembeda diinterpretasi berdasarkan klasifikasi yang

ter-tera dalam tabel 3.4 berikut:

Tabel 3.4 Interpretasi Nilai Daya Pembeda

Nilai Interpretasi

Negatif ≤ DP <0,10 Sangat Buruk 0,10 ≤ DP < 0,20 Buruk

0,20 ≤ DP < 0,30 Agar Baik, perlu Revisi 0,30 ≤ DP < 0,50 Baik

DP ≥0,50 Sangat Baik

Kriteria yang digunakan dalam instrumen tes pemahaman konsep matematis

adalah 0,30 < DP ≤ 0,49 dan DP ≥ 50, yaitu soal memiliki daya pembeda yang

baik dan sangat baik.

Setelah menghitung daya pembeda soal. Untuk soal posttest diperoleh hasil

bah-wa soal nomor 1 memiliki interpretasi daya beda 0,37 sehingga termasuk soal

de-ngan kategori baik, soal nomor 2 memiliki interpretasi daya beda 0,31 sehingga

termasuk soal dengan kategori baik, soal nomor 3 memiliki interpretasi daya beda

0,33 sehingga termasuk soal dengan kategori baik, soal nomor 4 memiliki

inter-pretasi daya beda 0,55 sehingga termasuk soal dengan kategori sangat baik, dan

soal nomor 5 memiliki interpretasi daya beda 0,62 sehingga termasuk soal dengan

kategori sangat baik. Dari 5 soal tersebut, dapat diketahui bahwa 3 soal yang daya

pembeda dengan kategori baik yaitu butir soal nomor 1, 2, dan 3, serta 2 soal

de-ngan kategori sangat baik yaitu butir soal nomor 4 dan 5 (Lampiran C.2).

Berdasarkan hasil uji coba validitas butir soal, reliabilitas tes, daya pembeda, dan

tingkat kesukaran setiap butir soal yang telah diuraikan di atas, maka hasil tes uji

(46)

32 Tabel 3.5 Rekapitulasi Hasil Tes Uji Coba PostTest

No Soal Reliabilitas Tingkat Kesukaran Daya Pembeda

1

komponen tersebut telah memenuhi kriteria yang ditentukan, sehingga kelima

bu-tir soal tersebut dapat digunakan untuk mengukur pemahaman konsep matematis

siswa.

F. Analisis Data

Data skor posttest kelas eksperimen dan kelas kontrol dianalisis menggunakan uji

ketaksamaan dua rata-rata untuk mengetahui perlakuan mana yang lebih tinggi

an-tara pembelajaran kooperatif tipe TSTS dengan pembelajaran konvensional.

Sebelum melakukan analisis ketaksamaan dua rata-rata perlu dilakukan uji

prasya-rat, yaitu uji normalitas dan homogenitas data.

1. Uji Normalitas

Setelah dilakukan perhitungan data posttest, pada kelas eksperimen diperoleh

x2hitung = 2,09 dan pada kelas kontrol x2hitung = 2,55 dengan taraf nyata α = 0,05 dan

dk = k - 3, dari tabel chi kuadrat diperoleh x² tabel = 9,49. Berdasarkan kriteria

pe-ngujian, maka terima Ho karena x2hitung < x²tabel, yaitu data posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal

(47)

33 2. Uji Homogenitas Varians

Setelah dilakukan perhitungan data posttest, diperoleh nilai Fhitung= 1,38 dan nilai

( , )= 1,84 dengan taraf nyata α = 0,10. Berdasarkan kriteria pengujian,

maka terima Ho karena Fhitung < ( , ), yaitu kedua populasi memiliki

varians yang homogen (Lampiran C.7).

3. Uji Hipotesis

Berdasarkan hasil uji prasyarat, data posttest berasal dari populasi yang

berdistri-busi normal dan homogen. Oleh sebab itu, uji ketaksamaan dua rata-rata dapat

dilakukan menggunakan uji-t.

Adapun uji-t menurut Sugiyono (2012: 164-165) sebagai berikut:

a. Hipotesis uji:

H0 :

1

2 (Rata-rata pemahaman konsep matematis siswa yang meng-gunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS kurang

dari atau sama dengan rata-rata pemahaman konsep

mate-matis siswa yang menggunakan pembelajaran

konvensio-nal)

H1 : 1 2 (Rata-rata pemahaman konsep matematis siswa yang

meng-gunakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih

dari rata-rata pemahaman konsep matematis siswa yang

me-nggunakan pembelajaran konvensional)

b. Taraf signifikansi:  = 5%

(48)

34

thit = dengan: = ( )

Keterangan :

i

x : rata-rata pemahaman konsep pada kelas eksperimen

2

x : rata-rata pemahaman konsep dari kelas kontrol

2 1

s : varians sampel kelas eksperimen

2 2

s : varians sampel kelas kontrol n1 : banyaknya subjek kelas eksperimen n2 : banyaknya subjek kelas kontrol

d. Keputusan uji: terima H0 jika thitungt1dengan dk = (n1 + n2 – 2). Pada

taraf nyata α = 0,05. Dari daftar distribusi t, diperoleh nilai, =

( , )( ) = 1,67. Dari hasil perhitungan, diperoleh nilai thitung = 3,03 >

1,67. Karena t berada pada daerah penolakan H0 (3,03 > 1,67), maka dapat

disimpulkan bahwa rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematis

siswa yang mengikuti pembelajaran kooperatif tipe TSTS lebih tinggi dari

rata-rata kemampuan pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti

pembelajaran konvensional.

4. Uji Proporsi

Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah sebagai berikut:

H0 :

< 0,70 (Persentase siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model

pembelajaran kooperatif tipe TSTS tuntas belajar kurang dari

70%)

H1 :

≥ 0,70 (Persentase siswa yang mengikuti pembelajaran dengan model

pembelajaran kooperatif tipe TSTS tuntas belajar lebih besar

(49)

35 Statistik uji yang digunakan adalah:

n

X : banyaknya siswa yang tuntas belajar

n : jumlah sampel

0,70 : proporsi siswa tuntas belajar yang diharapkan

Kriteria uji: tolak H0 jika zhitungz0,5 dengan taraf nyata 0,05. Nilai z0,5

dipilih dari daftar normal baku dengan peluang (0,5–α) (Sudjana, 2005: 235).

Setelah dilakukan perhitungan data posttest, diperoleh nilai Zhitung = 1,87 dan nilai

Z0,5 - α = 1,64 dengan taraf nyata α = 0,05. Berdasarkan kriteria pengujian, maka

tolak Ho karena zhitungz0,5 dan terima H1, yaitu persentase siswa yang

mengi-kuti pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS tuntas belajar

lebih besar atau sama dengan 70% dari jumlah siswa dengan KKM ≥ 70

(50)

45

. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan mengenai efektivitas model

pem-belajaran kooperatif tipe TSTS terhadap pemahaman konsep matematis siswa

da-pat diperoleh simpulan bahwa model pembelajaran koopertif tipe TSTS efektif

terhadap pemahaman konsep matematis siswa dalam hal berikut ini:

1. Rata-rata pemahaman konsep matematis siswa yang mengikuti pembelajaran

kooperatif tipe TSTS lebih tinggi daripada rata-rata pemahaman konsep

mate-matis siswa yang mengikuti pembelajaran konvensional.

2. Persentase ketuntasan belajar siswa pada kelas yang mengikuti model

pembe-lajaran kooperatif tipe TSTS lebih dari atau sama dengan 70% dari jumlah

siswa.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut, penulis mengemukakan saran-saran sebagai

berikut:

1. Bagi Guru

a. Model pembelajaran kooperatif tipe TSTS dapat digunakan sebagai salah

satu alternatif pembelajaran di kelas untuk meningkatkan kemampuan

(51)

46

b. Dalam menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS agar

men-dapatkan hasil yang optimal hendaknya mempersiapkan pengelolaan

ke-las yang baik, terutama pada saat perpindahan kelompok keke-las menjadi

gaduh dan tidak terkendali, sehingga guru harus dapat mengelola kelas

seefektif mungkin agar pembelajaran dapat berjalan sesuai dengan apa

yang diharapkan dan juga dapat lebih mengefisienkan waktu belajar.

2. Bagi rekan-rekan mahasiswa yang ingin mengembangkan penelitian

menge-nai pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TSTS disarankan

menggu-nakan waktu yang lebih lama, sehingga dalam pelaksanaan pembelajarannya

siswa telah mampu beradaptasi dengan baik. Dengan demikian,

Gambar

Gambar 1. skema penerapan model pembelajaran TSTS
Tabel 3.1. Desain Penelitian
Tabel 3.2 Interpretasi Nilai Koefisien Reliabilitas
Tabel 3.3 Interpretasi Nilai Tingkat Kesukaran
+3

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini disebabkan oleh penilaian yang dilakukan pendukung kebudayaan terhadap nilai tradisinya merupakan suatu yang lumrah terjadi dalam masyarakat Bali yang sedang

ABSTRAK : Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui biaya dan keuntungan usaha (2) mengetahui efisiensi, rentabilitas, likuiditas, dan solvabilitas usaha (3)

Tujuan penelitian ini adalah untuk menghasilkan media pendidikan atau pembelajaran dalam hal pendidikan karakter berlandasan falsafah Jawa dengan tujuan membentuk karakter

Berdasarkan masalah tersebut maka penulis membuat makalah yang berjudul “Pemanfaatan Perpustakaan Sekolah Dalam Kegiatan Sekolah”..

Hal ini menunjukkan bahwa metabolit sekunder buah ranti hitam ( S. blumei Nees Ex Blume) paling banyak terdapat pada fraksi polar dan senyawa-senyawa yang paling banyak

Berdasarkan Tabel 5, mengenai penerapan HACCP pada proses produksi, proses produksi yang menjadi titik kritis adalah penerimaan bahan baku, pemanggangan, dan pengemasan.

vulva hygiene saat menstruasi sebelum diberikan pendidikan kesehatan dengan metode ceramah didapatkan parameter cara membersihkan vulva , remaja yang menjawab “Ya”

Peneliti mengambil sampel dengan memilih beberapa perangkat Kelurahan Bulukerto, Ketua Panitia Pemungutan Suara (PPS) Kelurahan Bulukerto, Kepala Komisi Pemilihan