• Tidak ada hasil yang ditemukan

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR GEOGRAFI KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 GEDONG TATAAN TAHUN PELAJARAN 2013-2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR GEOGRAFI KELAS XI IPS SMA NEGERI 1 GEDONG TATAAN TAHUN PELAJARAN 2013-2014"

Copied!
186
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR GEOGRAFI KELAS XI IPS

SMA NEGERI 1 GEDONG TATAAN TAHUN PELAJARAN 2013-2014

Oleh

Mide Rara Emirilda

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Pada

Jurusan Pendidikan IPS Program Studi Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRAK

EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR GEOGRAFI KELAS XI IPS

SMA NEGERI 1 GEDONG TATAAN TAHUN PELAJARAN 2013-2014

Oleh

Mide Rara Emirilda

Tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui perbedaan rata-rata nilai pretes mata pelajaran geografi pada kelas yang akan diberi perlakuan metode

pembelajaran Problem Solving dan kelas yang diberi metode ceramah. Untuk

mengetahui rata-rata postes hasil belajar geografi pada kelas yang akan diberi

perlakuan metode pembelajaran Problem Solving lebih tinggi dibandingkan pada

kelas yang diberi metode ceramah. Untuk mengetahui gain (peningkatan) hasil

belajar geografi pada kelas akan yang diberi metode pembelajaran Problem

Solving lebih tinggi dibandingkan pada kelas yang diberi metode ceramah. Untuk

mengetahui metode pembelajaran Problem Solving lebih efektif dibandingkan

metode ceramah pada mata pelajaran geografi kelas XI IPS SMAN I Gedong Tataan. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Eksperimen Semu (quasi eksperimen). Jumlah sampel sebanyak 45 siswa. Analisis data yang

digunakan adalah uji t independent samples test.

Hasil analisis data diperoleh kesimpulan bahwa: Terdapat perbedaan rata-rata nilai

pretes mata pelajaran geografi pada kelas yang diberi perlakuan metode Problem

Solving dan pada kelas yang diberi metode ceramah. Rata-rata postes hasil belajar

geografi pada kelas yang diberi perlakuan metode pembelajaran Problem Solving

lebih tinggi dibandingkan kelas yang diberi metode ceramah. Rata-rata gain hasil

belajar geografi pada kelas yang diberi perlakuan metode Problem Solving lebih

tinggi dibandingkan pada kelas yang diberi metode ceramah. Metode

pembelajaran Problem Solving lebih efektif dibandingkan metode ceramah pada

mata pelajaran geografi kelas XI IPS SMAN I Gedong Tataan.

(3)
(4)
(5)
(6)

DAFTAR ISI

II. TINJAUAN PUSTAKA KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 11

1. Pembelajaran Geografi ... 11

2. Hakekat Belajar ... 12

3. Hakekat Pembelajaran ... 13

4. Hakekat Efektivitas pembelajaran... 14

5. Teori Belajar Yang Mendukung Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah ( Problem Solving)... 15

a. Teori Perkembangan Kognitif Piaget ... 16

b. Teori Belajar Konstruktivisme ... 17

c. Teori Bruner ... 18

(7)

7. Hasil Belajar ... 24

H. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 39

I. Teknik Pengumpulan Data dan Uji Persyaratan Instrumen ... 41

J. Teknik Analisis Data ... 41

(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Beberapa prinsip pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas proses

pembelajaran adalah yang berpusat pada pendidik, yakni pengelolaan

pembelajaran yang membuat siswa belajar dengan gaya dan sesuai karakteristik

yang dimilikinya lalu belajar dengan melakukannya sendiri, yaitu pembelajaran

yang diupayakan bisa memberikan pengalaman nyata kepada peserta didik untuk

menerapkan konsep, kaidah, rumus, hukum, dan dalil ke dalam dunia nyata.

Untuk tercapai berhasilnya sebuah pembelajaran, pendidik memiliki peran yang

sangat penting. Pendidik harus memiliki berbagai macam kemampuan. Berkaitan

dengan penjelasan tersebut maka Yusuf & Anwar, (2005:2) menjelaskan bahwa:

“Dalam upaya pencapaian pendidikan maka setiap tenaga pendidik perlu membekali diri dengan berbagai macam ilmu pengetahuan, keterampilan, serta mengelola program belajar mengajar, mengelola kelas, penggunaan media, menguasai landasan pendidikan, mengelola interaksi belajar mengajar, menilai prestasi siswa, melayani bimbingan dan penyuluhan serta memilih metode belajar mengajar yang tepat.

Kemampuan tenaga pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran sangat

penting sebagai upaya untuk memberikan pemahaman kepada siswa, salah satu

yang dapat dilakukan tenaga pendidik adalah dengan menerapkan beberapa

(9)

satu komponen pendidikan yang sangat menentukan berhasil tidaknya suatu

pembelajaran. Oleh sebab itu diperlukan potensi dari tenaga pendidik yang

memiliki potensi yang baik dalam bidangnya, adapun faktor tersebut antara lain

adalah motivasi, konsentrasi, reaksi, organisasi, pemahaman dan ulangan.

Untuk mencapai hal tersebut, pendidik harus berusaha mengurangi metode yang

monoton yang biasa dipakai saat ini, sehingga diperlukan ide baru guna

tercapainya metode pembelajaran yang lebih efektif guna meningkatkan hasil

belajar anak didiknya. Metode yang saat ini berjalan dalam dunia pendidikan

adalah metode konvensional, sehingga diperlukan pengembangan metode lain

yang dapat melibatkan siswa secara aktif. Kegiatan belajar akan aktif apabila

peserta didik melakukan kegiatan belajar yang harus dilakukan. Mereka

menggunakan otak mereka untuk mempelajari gagasan-gagasan memecahkan

berbagai masalah dan menerapkan apa yang mereka pelajari.

Ahmadi Abu & Prasetyo, (2005:92) berpendapat bahwa:

“Belajar aktif dapat dilihat dari dua segi, yakni dari segi siswa yang berarti bahwa belajar aktif merupakan proses kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka belajar. Aktivitas ini dapat berupa aktivitas fisik, mental, maupun keduanya. Ada juga yang lebih menekankan pada keaktifan mental, meskipun untuk mencapai maksud ini dipersyaratkan keterlibatan langsung berbagai keaktifan fisik”.

Pembelajaran aktif merupakan suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik

untuk belajar secara aktif sehingga melibatkan tenaga pendidik dan juga anak

didik untuk aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Ketika peserta didik belajar

dengan aktif, berarti mereka mendominasi aktivitas pembelajaran. Dengan ini

(10)

memecahkan persoalan, atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari ke

dalam satu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata.

Kebanyakan tenaga pendidik sudah menjalankan metode pembelajaran aktif,

inovatif kreatif, efektif, dan menyenangkan (paikem). Tenaga pendidik yang baik

adalah yang berani mencoba metode-metode yang baru, yang dapat membantu

meningkatkan kegiatan pembelajaran dan meningkatkan motivasi siswa untuk

belajar. Agar siswa belajar dengan aktif, maka metode yang digunakan harus

tepat dan seefektif mungkin.

Salah satu metode yang diperkenalkan pada dunia pendidikan adalah metode

pemecahan masalah (Problem Solving). Metode pemecahan masalah merupakan

bentuk pembelajaran berdasarkan teori pembelajaran baru (discovery learning).

Metode pemecahan masalah (Problem Solving) merupakan variasi dari

pembelajaran dengan pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam

mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu pemasalahan

(Suyatno, 2009: 66 ).

Dalam hal ini peran pendidik yang dimaksud yaitu dengan cara memperjelas

tujuan kompetensi yang ingin dicapai, membantu siswa mencari sumber-sumber

bahan, dan membangkitkan minat siswa. Bimbingan dan arahan pendidik ini juga

terkait dengan keefektifan penggunaan metode Problem Solving dalam

pembelajaran.

Objek yang dipilih pada penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS di SMA Negeri I

(11)

sedang melaksanakan proses pembelajaran untuk mata pelajaran geografi dalam

rangka menghadapi ujian semester ganjil tahun pelajaran 2013-2014. Pada

penelitian ini peneliti akan memberikan perlakukan kepada siswa tentang materi

biosfer. Berdasarkan hasil observasi didapatkan bahwa hasil belajar siswa pada

mata pelajaran geografi masih rendah karena sebagian besar nilainya berada di

bawah standar kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 78. Distribusi nilai mata

pelajaran Geografi dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1.1. Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas XI IPS SMAN 1 Gedong Tataan Mid Semester Genap Tahun Pelajaran 2012-2013.

No NILAI KKM Siswa

Sumber: Dokumentasi Guru Mata Pelajaran Geografi Kelas XI IPS SMAN 1 Gedong Tataan Tahun Pelajaran 2012-2013.

Tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam mata pelajaran

geografi secara umum tergolong rendah yaitu dari 76 siswa hanya 27 (35,5%)

siswa saja yang mendapatkan nilai ≥78 sedangkan siswa yang mendapat nilai <78

sebanyak 49 (64,5%) orang. Artinya secara persentase siswa kelas XI IPS di

SMA Negeri I Gedong Tataan lebih banyak yang mendapatkan nilai <78.

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan di SMAN 1 Gedong Tataan

untuk mata pelajaran geografi adalah sebesar 78. Berdasarkan standar tersebut

maka siswa Kelas XI IPS SMAN 1 Gedong Tataan lebih banyak yang memiliki

nilai yang tidak sesuai standar KKM dibandingkan dengan siswa yang telah

(12)

membuat hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran geografi rendah dan siswa

belum dapat meningkatkan hasil belajarnya.

Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada siswa pada tanggal 15 Desember

2012 diketahui beberapa siswa menyatakan bahwa sistem pembelajaran yang

diberikan sudah menggunakan sistem pembelajaran paikem akan tetapi belum

menerapkan metode pembelajaran Problem Solving, sistem pembelajaran yang

diberikan hanya sebatas pembelajaran kelompok, ceramah dan penugasan

(resitasi). Beberapa siswa menyatakan mereka bosan dengan sistem pembelajaran

yang diberikan sehingga mereka mempelajari materi pelajaran hanya dilakukan

saat menjelang ujian saja, artinya sedikit yang mau belajar secara teratur dan

terjadwal. Siswa juga menyatakan belum pernah mendengar metode

pembelajaran Problem Solving khususnya pada mata pelajaran geografi. Metode

Probrem Solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam metode

Problem Solving dapat menggunakan metode-metode lainnya dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan (Djamarah & Zain, 2010:91).

Problem Solving adalah sebuah metode pembelajaran yang dapat dijadikan sebagai metode pembelajaran, dalam hal ini penerapan metode pembelajaran

Problem Solving dapat diterapkan dengan menggunakan lembar kerja siswa (LKS) yang membahas tentang mata pelajaran geografi pada materi biosfer

dalam berbentuk esai, dengan hal tersebut diharapkan dapat memotivasi siswa

(13)

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lebih detail efektivitas metode

pembelajaran Problem Solving terhadap hasil belajar geografi karena menurut

Gagne dalam Suyatno (2009:9) mengatakan bahwa kemampuan pemecahan

masalah merupakan hasil belajar yang paling tinggi. Menurut penelitian, masalah

yang dipecahkan sendiri, yang ditemukan sendiri tanpa bantuan khusus, memberi

hasil yang lebih unggul, yang digunakan atau di-transfer dalam situasi-situasi lain

(Nasution, 2008:173).

Memecahkan masalah mengharuskan siswa menemukan jawabannya tanpa

bantuan khusus. Dengan memecahkan masalah siswa menemukan aturan baru

yang lebih tinggi tarafnya sekalipun ia tidak dapat merumuskan secara verbal.

Jadi, penerapan metode pemecahan masalah (Problem Solving) menurut

penelitian yang selama ini telah dilakukan ternyata terbukti efektif untuk

meningkatkan hasil belajar siswa.

Berdasarkan pembahasan dan uraian di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk

melakukan penelitian yang mengangkat judul; ”Efektivitas Metode

Pembelajaran Problem Solving terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Gedong Tataan Tahun Pelajaran 2013-2014”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, dapat diidentifikasi

permasalahan dalam penelitian ini:

1. Guru geografi belum menggunakan metode pembelajaran Problem Solving

(14)

2. Penggunaan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam

menyampaikan materi tidak dapat menarik perhatian siswa.

3. Hasil belajar geografi masih rendah, yaitu di bawah KKM.

C. Batasan Masalah

Pembatasan masalah dalam penelitian sangatlah penting hal ini dikarenakan agar

masalah yang diteliti menjadi lebih terarah sehingga kesalahan yang terjadi dapat

diminimalisir, maka dalam penelitian ini dibatasi pada hasil belajar geografi

siswa yang diberi perlakuan metode pembelajaran Problem Solving pada materi

biosfer.

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah terdapat perbedaan rata-rata nilai pretes mata pelajaran geografi

pada kelas yang akan diberi perlakuan metode pembelajaran Problem

Solving dan kelas yang diberi metode ceramah?

2. Apakah rata-rata postes hasil belajar geografi pada kelas yang akan diberi

perlakuan metode pembelajaran Problem Solving lebih tinggi dibandingkan

pada kelas yang diberi metode ceramah?

3. Apakah gain (peningkatan) hasil belajar geografi pada kelas yang akan

diberi metode pembelajaran Problem Solving lebih tinggi dibandingkan pada

kelas yang diberi metode ceramah?

4. Apakah metode pembelajaran Problem Solving lebih efektif dibandingkan

metode ceramah pada mata pelajaran geografi kelas XI IPS SMAN I Gedong

(15)

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata nilai pretes mata pelajaran geografi

pada kelas yang akan diberi perlakuan metode pembelajaran Problem

Solving dan kelas yang diberi metode ceramah.

2. Untuk mengetahui rata-rata postes hasil belajar geografi pada kelas yang

akan diberi perlakuan metode pembelajaran Problem Solving lebih tinggi

dibandingkan pada kelas yang diberi metode ceramah.

3. Untuk mengetahui gain (peningkatan) hasil belajar geografi pada kelas akan

yang diberi metode pembelajaran Problem Solving lebih tinggi dibandingkan

pada kelas yang diberi metode ceramah.

4. Untuk mengetahui metode pembelajaran Problem Solving lebih efektif

dibandingkan metode ceramah pada mata pelajaran geografi kelas XI IPS

SMAN I Gedong Tataan.

F. Kegunaan penelitian 1. Manfaat Teoritis

a. Untuk menambah pengetahuan serta lebih mendukung teori-teori yang

ada sehubungan dengan masalah yang diteliti.

b. Sebagai dasar untuk mengadakan penelitian lebih lanjut.

2. Manfaat Secara Praktis a. Bagi Siswa

1) Dengan diterapkannya metode pembelajaran Problem Solving

(16)

berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan siswa lain sehingga

meningkatkan hasil belajar siswa.

2) Siswa dapat memperoleh pengalaman belajar secara langsung

dengan metode pembelajaran Problem Solving yang diharapkan

dapat meningkatkan rasa senang, meningkatkan kemampuan

bersosialisasi, tanggung jawab, dan percaya diri.

b. Bagi Guru

Sebagai acuan dan bahan pertimbangan bagi guru mengenai variasi

metode pembelajaran yang dapat digunakan sebagai usaha untuk

meningkatkan hasil belajar siswa sesuai dengan materi pembelajaran.

c. Bagi Sekolah

Diharapkan dapat bermanfaat bagi lulusan (output) yang dihasilkan,

sehingga kualitas lulusan lebih bermutu dan meningkatkan kualitas

pembelajaran di sekolah.

G. Ruang Lingkup Penelitian

Sebagai ruang lingkup kajian penelitian ini adalah mencakup hal-hal berikut:

1. Obyek Penelitian

Obyek penelitian ini adalah hasil belajar geografi dengan menggunakan

metode pembelajaran Problem Solving.

2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Gedong

Tataan.

(17)

Tempat penelitian ini adalah SMA Negeri 1 Gedong Tataan, dengan alamat

Jalan Swadaya, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran.

4. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2013-2014.

5. Ruang Lingkup Ilmu adalah Pendidikan Geografi

Pendidikan geografi adalah disiplin ilmu sosial yang mempelajari persamaan

dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau

(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS

A. Tinjauan Pustaka

1. Pembelajaran Geografi

Perkataan geografi berasal dari bahasa Yunani yaitu geo berarti bumi dan

graphein berarti tulisan. Jadi secara harfiah, geografi berarti tulisan tentang bumi. Geografi merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di tingkat sekolah

dasar maupun di tingkat sekolah menengah.

Menurut pakar geografi pada seminar dan lokakarya tahun 1988, definisi geografi

adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer

dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam konteks keruangan

(Sumaatmadja, 2001:11). Sedangkan menurut Bintarto dalam Sumarmi (2012:7)

memberikan definisi bahwa geografi adalah suatu ilmu pengetahuan yang

mempelajari kaitan sesama antara manusia, ruang, ekologi, kawasan, dan

perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat dan kaitan sesama tersebut.

Berdasarkan konsep yang dikemukakan diatas, jelas bahwa geografi tidak hanya

terbatas sebagai suatu deskripsi tentang bumi atau permukaan bumi, melainkan

(19)

Adapun ruang lingkup pelajaran geografi meliputi:

a. alam lingkungan yang menjadi sumber daya bagi kehidupan manusia.

b. penyebaran umat manusia dengan variasi kehidupannya.

c. interaksi keruangan umat manusia dengan alam lingkungan yang

memberikan variasi terhadap ciri khas tempat-tempat di permukaan bumi.

d. Kesatuan regional yang merupakan perpaduan matra darat, perairan, dan

udara di atasnya (Sumaatmadja, 2001:12-13).

Dengan demikian, bidang kajian pada studi geografi tidak hanya ditujukan pada

alam lingkungan, melainkan juga berkenaan dengan umat manusia serta

hubungan diantara keduanya, sekaligus mengkaji faktor alam dan faktor manusia

yang membentuk integrasi keruangan di wilayah yang bersangkutan.

Mata pelajaran geografi membangun dan mengembangkan pemahaman peserta

didik tentang variasi dan organisasi spasial masyarakat, tempat dan lingkungan

pada muka bumi. Peserta didik didorong untuk memahami aspek dan proses fisik

yang membentuk pola muka bumi, karakteristik, dan persebaran spasial ekologis

di permukaan bumi. Selain itu peserta didik dimotivasi secara aktif dan kreatif

untuk menelaah bahwa kebudayaan dan pengalaman mempengaruhi persepsi

manusia tentang tempat dan wilayah.

2. Hakekat Belajar

Ernes ER.Hilgard dalam Riyanto (2010:4), mendefinisikan belajar sebagai

berikut: “Learning is the process by which an activity originates or is charged

throught training procedures (whetherin the laboratory or in the natural environments) as distinguished from changes by factor not attributable to training”. Artinya, seseorang dapat dikatakan belajar kalau dapat melakukan

(20)

berubah.Sedangkan menurut Hamalik (2004:154) belajar adalah perubahan

tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman.

Menurut Slameto (2010:2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan

lingkungannya.

Selanjutnya Wingkel dalam Riyanto (2010:61) menyatakan bahwa belajar adalah

suatu aktivitas mental dan psikis yang berlangsung dalam interaksi dengan

lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan tingkah laku pada diri

sendiri berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dengan

lingkungan.

Berdasarkan pendapat para tokoh diatas definisi belajar dapat berbeda-beda

namun memiliki esensi yang sama sehingga dapat disimpulkan bahwa belajar

adalah suatu perubahan tingkah laku akibat adanya interaksi antara individu

dengan individu dengan lingkungan berkat pengalaman dan latihan yang akan

memberi suatu dampak perubahan bagi kehidupannya.

3. Hakekat Pembelajaran

Pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa untuk belajar (Riyanto,2010

:131). Menurut Muhaimin dalam Riyanto (2010:131) kegiatan pembelajaran akan

melibatkan siswa mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efesien.

(21)

menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan sumber

belajar.

Selanjutnya menurut Sanjaya (2009:26) pembelajaran merupakan proses kerja

sama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang

ada baik potensi yang bersumber dari dalam diri siswa itu sendiri seperti minat,

bakat, dan kemampuan dasar yang dimiliki termasuk gaya belajar maupun

potensi yang ada di luar diri siswa seperti lingkungan, sarana, dan sumber belajar

sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu.

Berdasarkan berbagai pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

pembelajaran merupakan suatu proses kegiatan yang memungkinkan guru dapat

mengajar dan siswa dapat menerima materi pelajaran yang diajarkan oleh guru

secara sistematik dan saling mempengaruhi dalam kegiatan belajar mengajar

untuk mencapai tujuan yang diinginkan pada suatu lingkungan belajar.

Tujuan pembelajaran pada hakikatnya tercapainya perubahan perilaku atau

kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Tujuan

masing-masing perilaku dalam bidang kognitif, afektif maupun psikomotorik adalah

berbeda-beda, maka selanjutnya memerlukan desain perencanaan pembelajaran

yang berbeda juga (Sanjaya, 2009:28).

4. Hakekat Efektivitas Pembelajaran

Efektif adalah pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang

tepat dari serangkaian pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan

(22)

pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Abdurahmat (2003:92)

“Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam

jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan

sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya”. Sementara itu Sondang P. Siagian

(2001:24) memberikan definisi sebagai berikut: “Efektivitas adalah pemanfaatan

sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar

ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan

yang dijalankannya. Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai

tidaknya sasaran yang telah ditetepkan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas

dapat disimpulkan bahwa efektivitas merupakan pemanfaatan sumber daya,

sarana dan prasarana yang ditetapkan sebelumnya agar tercapai sasaran yang

telah ditetapkan.

5. Teori Belajar Yang Mendukung Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving)

Berlangsungnya bagaimana proses belajar dijelaskan dalam berbagai teori

belajar. Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan bagaimana terjadinya

belajar atau bagaimana informasi di proses di dalam pikiran siswa. Tiap teori

memberi penjelasan tentang aspek belajar tertentu dan tidak sesuai dengan segala

macam bentuk belajar (Nasution, 2008:132).

Dalam penelitian ini membahas tentang metode pembelajaran Problem Solving.

Terdapat beberapa teori belajar yang mendukung metode pembelajaran Problem

(23)

a. Teori Perkembangan Kognitif Piaget

Teori perkembangan kognitif dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang

psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan

banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan

berpengaruh terhadap konsep kecerdasan.

Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih

mementingkan proses belajar itu sendiri (Riyanto, 2010:9). Menurut teori

ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui

proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan.

Menurut Piaget yang dikutip dari Trianto (2010:70), seorang anak maju

melalui empat tahap perkembangan kognitif, antara lain lahir dan dewasa,

yaitu tahap sensorimotor, pra operasional, operasi kongkrit, dan operasi

formal. Tahap-tahap perkembangan tersebut dapat dilihat di tabel 2.1

Tabel 2.1. Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Piaget.

Tahap Perkiraan Usia Kemampuan-Kemampuan

Utama Sensorimotor Lahir sampai 2 tahun Terbentuknya konsep

“kepermanenan obyek” dan kemajuan gradual dari perilaku yang mengarah kepada tujuan

Praoperasional 2 sampai 7 tahun Perkembangan kemampuan menggunakan simbol-simbol

7 sampai 11 tahun Perbaikan dalam

(24)

yang dapat balik.Pemikiran tidak lagi sentrasi tetapi desentrasi, dan pemecahan masalah tidak begitu dibatasi oleh keegosentrisan.

Operasi formal 11 tahun sampai dewasa

Sumber : Nur, M. (1998b:1) dikutip dari Trianto (2010:71).

Dari teori di atas dapat disimpulkan bahwa guru harus dapat menciptakan

suasana belajar mandiri kepada siswa. Artinya, guru sebagai fasilitator

yang mampu membuat siswa mampu belajar dan terlibat aktif dalam

belajar, bukan hanya sekedar memberikan materi pelajaran kepada siswa

secara utuh.

b. Teori Belajar Konstruktivisme

Teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran

kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa

siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi

kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan

merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi (Trianto, 2010:74).

Tujuan pembelajaran konstruktik ini ditentukan pada bagaimana belajar,

yaitu menciptakan pemahaman baru yang menuntut aktivitas kreatif

produktif dalam konteks nyata yang mendorong si belajar untuk berpikir

dan berpikir ulang lalu mendemonstrasikan (Riyanto, 2010:144). Hal ini

(25)

agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka

harus bekerja memecahkan masalah menemukan sesuatu untuk dirinya,

berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.

Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa teori belajar

konstruktivisme yaitu guru tidak hanya sekedar memberi pengetahuan

pada siswa, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuan dalam

benaknya. Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk

mengembangkan ide-ide nya untuk belajar dengan memberikan suatu

permasalahan yang kompleks untuk dipecahkan kemudian guru

memberikan bimbingan agar siswa dapat memperoleh keterampilan dasar.

Pada dasarnya ada beberapa tujuan konstruktivisme yang ingin

diwujudkan antara lain:

1) Memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri

2) Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri jawabannya

3) Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara lengkap

4) Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri (Riyanto,2010:146-147)

c. Teori Bruner

Teori Bruner merupakan teori perkembangan dari piaget. Menurut

Riyanto (2010:12-13) yang menjadi dasar ide J.Bruner ialah pendapat dari

Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di

(26)

Teori Bruner yang selanjutnya disebut pembelajaran penemuan (inkuiri)

adalah suatu model pengajaran yang menekankan pentingnya pemahaman

tentang struktur materi (ide kunci) dari suatu ilmu yang dipelajari,

perlunya belajar aktif sebagai dasar dari pemahaman sebenarnya, dan nilai

dari berfikir secara induktif dalam belajar (pembelajaran yang sebenarnya

terjadi melalui penemuan pribadi) (Trianto, 2010:79).

Selain teori inkuiri teori ini disebut juga dengan Discovery Learning.

Banyak pendapat yang mendukung Discovery Learning itu diantara nya

J.Dewey(1993) dengan Art Reflective Activity atau dikenal dengan

Problem Solving. Ide Bruner ini ditulis dalam bukunya Process of Education (Riyanto, 2010:13).

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa teori Bruner

menitikberatkan bahwa siswa dapat memecahkan masalah yang dihadapi

atau menjadi problem solver, dimana siswa dapat mempelajari

konsep-konsep yang bisa dimengerti sendiri dan guru hanya memberikan

informasi yang disesuaikan dengan struktur materi yang akan dipelajari.

Aplikasi ide-ide Bruner dalam pembelajaran menurut Woolfolk,

(1997:320) dikutip dari Trianto (2010:80) digambarkan sebagai berikut:

1) Memberikan contoh dan bukan contoh dari konsep yang akan dipelajari.

2) Membantu siswa mencari hubungan antara konsep.

3) Mengajukan pertanyaan dan membiarkan siswa mencoba sendiri menemukan jawabannya.

(27)

6. Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving) a. Pengertian Problem Solving

Metode pemecahan masalah adalah suatu cara menyajikan pelajaran

dengan mendorong peserta didik untuk mencari dan memecahkan suatu

masalah/persoalan dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran. Metode

ini diciptakan seorang ahli didik berkebangsaan Amerika yang bernama

John Dewey. Metode ini dinamakan Problem Method. Sedangkan

Crow&Crow dalam bukunya Human Development and Learning,

mengemukakan nama metode ini dengan Problem Solving Method

(Depag. RI, 2002:2).

Metode Probrem Solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya

sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berpikir,

sebab dalam metode Problem Solving dapat menggunakan

metode-metode lainya dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik

kesimpulan (Djamarah & Zain, 2010:91).

Menurut Nasution (2008:170) memecahkan masalah dapat dipandang

sebagai proses di mana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang

telah dipelajarinya lebih dahulu yang digunakan untuk memecahkan

masalah yang baru.

Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa metode Problem

Solving merupakan metode yang mengajak siswa untuk berpikir, bukan hanya sekedar mendengarkan, tetapi mencari solusi untuk memecahkan

(28)

baik jika dilakukan secara individu tetapi juga bisa dilakukan secara

kelompok. Dengan adanya metode ini siswa akan menjadi aktif dan

termotivasi untuk melakukan suatu kegiatan di sekolah. Selain itu metode

ini juga dapat diartikan suatu metode untuk memperoleh berbagai macam

ide dari sekelompok siswa.

Untuk memecahkan suatu masalah John Dewey dalam Sumiati & Asra,

(2008:64) mengemukakan sebagai berikut:

1) Mengemukakan persoalan/masalah. Guru menghadapkan masalah yang

akan dipecahkan kepada peserta didik.

2) Memperjelas persoalan/masalah. Masalah tersebut dirumuskan oleh

guru bersama peserta didiknya.

3) Melihat kemungkinan jawaban peserta didik bersama guru mencari

kemungkinan-kemungkinan yang akan dilaksanakan dalam

memecahkan persoalan.

4) Mencobakan kemungkinan yang dianggap menguntungkan. Guru

menetapkan cara pemecahan masalah yang dianggap paling tepat.

5) Penilaian cara yang ditempuh dinilai, apakah dapat mendatangkan hasil

yang diharapkan atau tidak.

Selain itu Boud & Feletti (1991) dan Shepherd & Cosgriff (1998) dalam

Sumarmi (2012:154), menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis masalah

membuat:

1) Siswa mampu mempresentasikan problem-problem autentik

(29)

3) Siswa mempunyai keterampilan dalam mengumpulkan dan

menganalisis data.

4) Siswa dapat meringkas sekaligus menemukan segala sesuatu

kemungkinan.

b. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving) adalah sebagai berikut:

Tahap Persiapan

1) Bahan-bahan yang akan dibahas terlebih dahulu disiapkan oleh guru.

2) Guru menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan sebagai bahan pembantu

dalam memecahkan persoalan.

3) Guru memberikan gambaran secara umum tentang cara-cara

pelaksanaannya.

4) Problem yang disajikan hendaknya jelas dapat merangsang peserta

didik untuk berpikir.

5) Problem harus bersifat praktis dan sesuai dengan kemampuan peserta

didik

Tahap Pelaksanaan

1) Guru menjelaskan secara umum tentang masalah yang dipecahkan.

2) Guru meminta kepada peserta didik untuk mengajukan pertanyaan

tentang tugas yang akan dilaksanakan.

3) Peserta didik dapat bekerja secara individual atau berkelompok.

4) Mungkin peserta didik dapat menemukan pemecahannya dan mungkin

(30)

5) Kalau pemecahannya tidak ditemukan oleh peserta didik kemudian

didiskusikan mengapa pemecahannya tidak ditemui.

6) Pemecahan masalah dapat dilaksanakan dengan pikiran.

7) Data diusahakan mengumpulkan sebanyak-banyaknya untuk analisa

sehingga dijadikan fakta.

8) Membuat kesimpulan (Djamarah & Zain, 2010:67).

Tabel 2.2. Keuntungan dan Kelemahan Metode Pembelajaran

Pemecahan Masalah (Problem Solving).

Sumber: Roestiyah (2008:75).

No Keuntungan Metode Pemecahan

Masalah (Problem Solving)

KelemahanMetode Pemecahan

Masalah (Problem Solving)

1

Melatih siswa untuk cepat dan tersususun logis.

(31)

7. Hasil Belajar

Hasil belajar adalah suatu usaha atau kegiatan anak untuk menguasai

bahan-bahan pelajaran yang diberikan guru di sekolah. Hasil belajar adalah istilah yang

telah dicapai individu sebagai usaha yang dialami secara langsung serta

merupakan aktivitas yang bertujuan untuk memperoleh inti pengetahuan,

ketrampilan, kecerdasan, kecakapan dalam situasi dan kondisi tertentu

(Depdikbud, 1997:209).

Hasil belajar adalah sebagai hasil atas kepandaian atau keterampilan yang dicapai

oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku yang baru secara

keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksinya dengan

lingkungan (Hamalik, 2011:152).

Menurut Suprijono dalam Thobroni & Mustofa (2011:22) hasil belajar adalah

pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan

keterampilan. Hasil belajar dan prestasi belajar adalah dua hal yang saling

berkaitan, namun memiliki makna yang berbeda. Menurut Winkel (2004:110)

berpendapat bahwa prestasi belajar adalah suatu kemampuan internal (capability)

siswa yang telah dimiliki secara pribadi dan memungkinkan siswa melakukan

sesuatu atau memperoleh prestasi tertentu.

Menurut Gagne dalam Thobroni (2011:23) menyatakan bahwa hasil belajar

terdiri dari informasi verbal, keterampilan intelektual, keterampilan motorik,

sikap, dan strategi kognitif. Berikut uraiannya :

a. Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan

(32)

secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak

memerlukan manipulasi simbol. Pemecahan masalah, maupun penerapan

aturan.

b. Keterampilan intelektual adalah kemampuan mempresentasikan konsep

dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri atas kemampuan

mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep, dan

mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan.

c. Strategi kognitif adalah kecakapan menyalurkan dan mengarahkan

aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan

konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

d. Keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak

jasmani dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan

penilaian terhadap obyek tersebut. Sikap berupa kemampuan

menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai.

Menurut Thobroni (2011:22) secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi

proses belajar bagi peserta didik, dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor

internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dalam

proses individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar. Adapun kedua faktor

tersebut adalah:

a. Faktor yang ada pada diri organisme atau faktor internal

Yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat

mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal yang

(33)

kecerdasan atau intelegensi, faktor latihan dan ulangan, faktor motivasi,

faktor pribadi.

1) Faktor kematangan atau pertumbuhan

Faktor ini berkaitan dengan kematangan atau tingkat pertumbuhan

organ-organ tubuh manusia, misalnya anak usia enam bulan dipaksa

untuk belajar jalan, meskipun dipaksakan maka tidak akan dapat

melakukannya. Hal tersebut dikarenakan untuk dapat berjalan anak

memerlukan kematangan pada potensi jasmaniah dan rohaniahnya.

2) Kecerdasan atau Intelegensia Siswa

Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik

dalam mereaksikan rangsangan atau menyesuaikan diri dengan

lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan

bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga

organ-organ tubuh lainnya.

3) Faktor Ulangan dan latihan

Dengan rajin berlatih, sering melakukan hal yang berulang-ulang

kecakapan dan pengetahuan yang dimiliki menjadi semakin dikuasai

dan makin mendalam. Selain itu dengan seringnya berlatih akan timbul

minat terhadap sesuatu yang dipelajari itu. Semakin besar minat, maka

semakin besar pula perhatiannya sehingga memperbesar hasrat untuk

mempelajarinya.

4) Motivasi

Motif mendorong bagi suatu organisme untuk melakukan sesuatu.

(34)

sebaik-baiknya jika ia tidak mengetahui pentingnya dan faedahnya dari

hasil yang akan dicapai dari belajar.

5) Faktor pribadi

Setiap manusia memiliki sifat kepribadian masing-masing yang

berbeda dengan manusia yang lainnya. Ada orang yang mempunyai

sifat keras hati, halus perasaan, kemauan keras tekun dan sifat

sebaliknya sifat-sifat kepribadian tersebut turut berpengaruh dengan

hasil belajar yang dicapai termasuk kedalam sifat-sifat kepribadian ini

adalah faktor fisik kesehatan dan kondisi badan.

b. Faktor-Faktor Eksternal

Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor eksternal juga dapat

mempengaruhi proses belajar siswa. Antara lain faktor keluarga dan

keadaan rumah, suasana keadaan keluarga, guru dan cara mengajar, alat

yang digunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang

tersedia, faktor motivasi sosial.

1) Faktor keluarga atau keadaan rumah tangga

Faktor suasana dan keadaan keadaan keluarga yang bermacam-macam

turut menentukan bagaimana dan sampai dimana belajar dialami

anak-anak. Ada keluarga yang memiliki cita-cita tinggi bagi anak-anaknya,

tetapi ada pula yang biasa-biasa saja. Ada keluarga yang diliputi

suasana tentram dan damai, tetapi adapula yang sebaliknya. Termasuk

dalam faktor keluarga yang juga turut berperan adalah ada tidaknya

(35)

2) Faktor guru dan cara mengajarnya

Saat anak belajar di sekolah faktor guru dan cara mengajarnya sangat

penting. Sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan

yang dimiliki guru bagaimana cara guru mengajarkan pengetahuan

tersebut kepada peserta didiknya turut menentukan hasil belajar yang

dicapai.

3) Faktor alat yang digunakan dalam belajar mengajar

Faktor guru dan cara mengajarnya berkaitan erat dengan

ketersediannya alat-alat pelajaran yang tersedia disekolah sekolah

yang memiliki perlengkapan peralatan yang diperlukan dalam belajar

ditambah dengan guru yang berkualitas akan mempermudah dan

mempercepat belajar anak-anak.

4) Faktor lingkungan dan kesempatan yang tersedia

Seorang anak yang memiliki intelegensi yang baik, dari keluarga yang

baik, di sekolah yang keadaan guru-gurunya dan fasilitasnya baik

belum tentu pula dapat belajar dengan baik. Ada faktor yang

mempengaruhi hasil belajarnya seperti kelelahan karena jarak sekolah

dengan rumah cukup jauh, tidak ada kesempatan karena sibuk bekerja,

serta pengaruh lingkungan yang terjadi diluar kemampuannya.

5) Faktor motivasi sosial.

Motivasi sosial dapat berasal dari orang tua yang selalu mendorong

anaknya untuk rajin belajar, motivasi dari orang lain, seperti dari

(36)

motivasi semacam ini diterima anak tidak dengan sengaja bahkan tidak

sadar.

Suatu proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila memenuhi tujuan

pembelajaran. Hal ini didukung oleh Djamarah & Zain (2010:105) yang

mengatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dikatakan berhasil

apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:

a) Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai

prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok.

b) Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran yang telah dicapai,

baik secara individual maupun kelompok.

Untuk menilai sebuah pembelajaran dapat digunakan latihan atau evaluasi

dari materi yang diajarkan dalam bentuk tes. Penilaian ini digunakan

untuk memperoleh informasi keberhasilan atau ketercapaian hasil belajar

siswa dalam mengikuti pembelajaran yang telah dilakukan. Dari proses

penilaian yang telah dilakukan ini berfungsi untuk mengetahui kualitas

pembelajaran dari apa yang telah disampaikan. Jenis-jenis tes yang biasa

digunakan dapat bervariasi sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan

dicapai. Beberapa contoh tes yang sering digunakan oleh guru seperti uji

blok, pretes dan postes ketika pembelajaran sedang berlangsung. Hasil

dari tes digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan penerapan

(37)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar geografi adalah

suatu tingkat keberhasilan siswa dengan munculnya perubahan perilaku

siswa setelah mengikuti pembelajaran geografi sesuai tujuan pembelajaran

yang ingin direncanakan dan diukur dengan tes.

B. Kerangka Pikir

Kemampuan tenaga pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran sangat

penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran. Untuk

mencapai hal tersebut, pendidik harus berusaha mengurangi metode konvensional

yang biasa dipakai saat ini, sehingga diperlukan ide baru guna tercapainya

metode pembelajaran yang lebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar anak

didiknya.

Dalam pembelajaran konvensional, guru menjadi sumber informasi utama dan

sebagai pusat utama dari proses pembelajaran sehingga peranan guru akan

menjadi sangat dominan dan membuat siswa menjadi obyek pembelajaran, bukan

subjek dalam proses pembelajaran. Hal ini yang menyebabkan siswa menjadi

kurang aktif dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga dapat menyebabkan

rendahnya hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Seharusnya pembelajaran yang

baik dapat mengajak siswa untuk belajar secara aktif dalam kegiatan belajar

mengajar.

Salah satu metode pembelajaran yang berpusat pada siswa dan tidak menjadikan

siswa menjadi objek pembelajaran serta guru sebagai sumber utama dalam proses

(38)

untuk berpikir, bukan hanya sekedar mendengarkan, tetapi mencari solusi untuk

memecahkan masalah dalam proses pembelajaran. Dengan adanya metode ini

siswa akan menjadi aktif dan termotivasi dalam kegiatan belajar mengajar guna

mencapai hasil belajar yang baik.

Dalam penerapan proses pembelajaran pada penelitian ini, dimulai dengan

menyampaikan materi biosfer, kemudian guru memberikan tes awal (pretes)

untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada kelas yang akan diberi perlakuan

metode Problem Solving dan kelas yang diberi metode ceramah. Selanjutnya

pada kelas yang akan diberi perlakuan metode Problem Solving guru memberikan

LKS tentang materi biosfer. Sebaliknya pada kelas yang akan diberi metode

ceramah tidak digunakan LKS materi biosfer melainkan menjelaskan materi

secara lisan. Setelah itu diberikanlah tes akhir (postes) pada kelas yang diberi

perlakuan metode Problem Solving dan kelas yang diberi perlakuan metode

ceramah.

Untuk mengetahui bagaimana efektivitas metode Problem Solving akan dilihat

dari perbandingan nilai pretes dan postes hasil belajar kelas yang diberikan

perlakuan metode Problem Solving dengan kelas yang diberi perlakuan metode

ceramah. Jika pelaksanaan metode Problem Solving dalam pembelajaran geografi

baik maka kemungkinan hasil belajar siswa untuk mata pelajaran geografi juga

baik, namun jika pelaksanaan metode Problem Solving dalam pembelajaran

geografi tidak baik maka kemungkinan besar hasil belajar siswa juga tidak

(39)

Berdasarkan uraian tesebut, maka kerangka pikir dalam penelitian ini dapat

dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 2.1. Kerangka Pikir

C. Hipotesis Penelitian

Nasution (2008:38), mengatakan bahwa hipotesis adalah pernyataan tentang

suatu hal yang bersifat sementara yang belum dibuktikan kebenarannya secara

empiris. Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir diatas, maka hipotesis

penelitian yang diajukan dirumuskan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan rata-rata nilai pretes mata pelajaran geografi pada kelas

yang akan diberi perlakuan metode pembelajaran Problem Solving dan kelas

yang diberi metode ceramah.

Kelas XI IPS 3

Pretes

Kelas XI IPS 2

Postes

Metode Ceramah (X2)

Metode Problem Solving

(X1)

Postes

Hasil Belajar (Y1)

Hasil Belajar (Y2)

(40)

2. Rata-rata postes hasil belajar geografi pada kelas yang akan diberi perlakuan

metode pembelajaran Problem Solving lebih tinggi dibandingkan pada kelas

yang diberi metode ceramah.

3. Gain (peningkatan) hasil belajar geografi pada kelas yang akan diberi

metode pembelajaran Problem Solving lebih tinggi dibandingkan pada kelas

yang diberi metode ceramah.

4. Metode pembelajaran Problem Solving lebih efektif dibandingkan metode

(41)

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Eksperimen Semu (quasi

eksperimen) yaitu metode yang membandingkan pengaruh pemberian suatu

perlakuan (treatment) pada suatu objek (kelompok eksperimen) serta melihat

besar pengaruh perlakuannya (Arikunto, 2010:47).

B. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pretest - Posttest Control

Group Design. Dalam desain ini terdapat dua kelompok, kemudian kedua

kelompok diberi pretes. Selanjutnya, kelompok eksperimen diberi perlakuan (X1)

metode Problem Solving dan kelas yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok

kontrol (X2) metode ceramah (Sugiyono, 2012:76). Bentuk desain penelitian ini

adalah tergambar pada Tabel 3.1 sebagai berikut:

Tabel 3.1. Desain Penelitian.

Kelompok Pre-Test Perlakuan

(treatmen) Post-Test

Eksperimen

Kontrol

Y1

Y1

X1

X2

Y2

(42)

Keterangan:

Y1 : Tes awal (pretes) sebelum perlakuan diberikan pada kelas

kontrol dan kelas eksperimen.

X1, : Perlakuan (treatment) pembelajaran dengan metode pembelajaran

//Problem Solving untuk kelas eksperimen

X2, : Perlakuan (treatment) pembelajaran dengan metode pembelajaran

//ceramah untuk kelas kontrol.

Y2 : Tes akhir (postes) setelah diberikan perlakuan pada kelas

kontrol dan kelas eksperimen.

C. Prosedur Penelitian

Prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Melakukan survey awal ke sekolah untuk mengetahui jumlah kelas dan siswa

yang akan dijadikan subjek penelitian.

2. Menentukan kelas belajar yang akan dijadikan subjek penelitian.

3. Memberikan (pretes) tes pada awal sebelum diberikan perlakuan.

4. Memberikan (postes) setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan

metode pembelajaran Problem Solving.

5. Membandingkan pretes dan postes untuk menentukan seberapa besar

efektivitas yang timbul sebagai akibat dari digunakannya variabel bebas.

6. Data-data yang diperoleh dianalisis dengan statistik menggunakan uji t.

(43)

D. Rancangan Pembelajaran

1. Tahap Perencanaan

a. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) bersama dengan

guru mata pelajaran geografi.

b. Membuat soal pretes tentang materi biosfer yang akan diberikan kepada

siswa.

c. Menyusun Lembar Kerja Siswa tentang materi biosfer yang akan

diberikan kepada siswa dalam kelas eksperimen.

d. Membuat soal postes untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi

yang diberikan.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Memberikan soal pretes kepada siswa pada kelas ekperimen dan kelas

kontrol.

b. Prosedur pelaksanaan pembelajaran diberikan perlakuan dengan

menggunakan metode pembelajaran Problem Solving di kelas XI IPS3.

c. Prosedur pelaksanaan pembelajaran diberikan perlakuan dengan

menggunakan metode pembelajaran ceramahdikelas XI IPS 2.

d. Memberikan postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk

membandingkan nilai yang diperoleh.

3. Tahap Evaluasi

a. Mengambil nilai hasil tes pokok bahasan sebelumnya (pretes).

b. Mengambil nilai hasil tes pokok bahasan setelahnya diberikan perlakuan

(44)

c. Menyimpulkan nilai untuk mengetahui perbandingan kelas eksperimen

dan kelas kontrol.

E. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Gedong Tataan Kabupaten

Pesawaran, Lampung.

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan bulan Juli

2013.

F. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Sugiyono (2012:117) mendefinisikan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi

yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik

tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulan. Oleh karena itu, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa populasi

dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Gedong

Tataan Tahun Pelajaran 2013-2014 yang terdiri dari tiga (3) kelas yaitu sebanyak

(45)

Tabel 3.2. Jumlah siswa kelas XI IPS SMAN 1 Gedong Tataan Tahun Pelajaran

Sumber: Data Dokumentasi Siswa Kelas XI IPS SMAN 1 Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran tahun 2013-2014.

2. Sampel

Sampel penelitian ini menggunakan teknik random sampling yaitu pengambilan

sampel secara acak dari masing-masing kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Gedong

Tataan dengan cara mengundi dari masing-masing kelas sehingga diperoleh kelas

XIIPS 3 sebagai kelas eksperimen dan kelas XIIPS 2 sebagai kelas kontrol di

SMA Negeri 1 Gedong Tataan Tahun Pelajaran 2013-2014.

G. Variabel Penelitian

Variabel penelitian menurut Sugiyono (2012:61) adalah suatu atribut atau sifat

atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.

Dalam penelitian ini terdapat dua jenis variabel, yaitu variabel bebas

(independen) dan variabel terikat (dependen).

1. Variabel Bebas

Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab

perubahannya atau timbulnya variabel dependen atau terikat (Sugiyono,

2012:61). Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah metode pembelajaran

(46)

2. Variabel Terikat

Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat

karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2012:61). Variabel terikat (Y) dalam

penelitian ini adalah hasil belajar geografi kelas XI IPS SMAN 1 Gedong Tataan

Tahun Pelajaran 2013-2014.

H. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Metode Pembelajaran Problem Solving

Penerapan metode Problem Solving dilakukan di kelas eksperimen yaitu kelas XI

IPS 3. Pada pertemuan pertama siswa diberi pretes. Pretes berjumlah 35 soal

pilihan jamak yang telah diuji coba sebelumnya dan telah memenuhi uji

persyaratan instrumen.

Setelah itu, guru menerapkan metode Problem Solving dengan LKS. Ada tiga

tahap dalam memberikan metode Problem Solving, pada tahap pertama siswa

dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil yang masing-masing berjumlah 4

sampai 5 orang, dan diberi LKS I yaitu mengenal biosfer kemudian perwakilan

kelompok membahas dan mempersentasikan ke depan. Tahap kedua, guru

memberikan memberikan LKS 2 yaitu persebaran flora dan fauna kemudian

perwakilan kelompok membahas dan mempersentasikan ke depan. Tahap ketiga,

guru memberikan memberikan LKS 3 yaitu upaya pelestarian flora dan fauna

kemudian perwakilan kelompok membahas dan mempersentasikan ke depan.

Pada pertemuan ketiga, guru mengulas kembali secara singkat materi yang telah

(47)

menarik kesimpulan dari keseluruhan materi biosfer, kemudian siswa diberi

postes. Soal postes berjumlah 35.

2. Metode Pembelajaran Ceramah

Pembelajaran dengan metode ceramah diterapkan selama tiga kali pertemuan di

kelas kontrol yaitu kelas XI IPS 2 yang membahas tentang persebaran biosfer.

Pada pertemuan pertama, guru memberikan pretes kepada siswa. Soal pretes

berjumlah 35.

Setelah pretes dilakukan, selanjutnya guru menjelaskan materi dengan

menggunakan metode ceramah. Pertemuan kedua pun dilaksanakan dengan

menggunakan metode ceramah. Pada pertemuan ketiga, guru mengulas kembali

secara singkat tentang materi yang telah disampaikan selama dua pertemuan

terakhir. Di akhir pembelajaran, guru memberikan postes kepada siswa. Soal

pretes dan postes yang diberikan di kelas XI IPS 3 sama dengan soal pretes dan

postes yang diberikan di kelas XI IPS 2, hal ini dilakukan untuk mengukur

perbedaan hasil belajar kedua kelas tersebut.

3. Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan pencapaian dalam penguasaan kompetensi atau materi

setelah melalui proses belajar mengajar berupa nilai yang diukur menggunakan

tes. Nilai dapat diperoleh dari jawaban siswa yaitu dengan menjumlahkan

banyaknya soal yang dijawab benar dibagi dengan jumlah soal dikalikan seratus

sehingga diperoleh hasil belajar. Kriteria efektif jika ketuntasan belajar siswa

(48)

ketuntasan belajar siswa kurang dari 85% maka pembelajaran dikatakan tidak

efektif.

I. Teknik Pengumpulan Data dan Uji Persyaratan Instrumen

1. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Tes Hasil Belajar

Tes digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar siswa setelah proses

pembelajaran. Pembelajaran berlangsung dalam tiga kali pertemuan

pembelajaran. Sedangkan tes dilakukan dua kali pada pertemuan pertama

dan pertemuan ketiga, bentuk tes dengan yang diberikan pada saat uji

coba adalah tes dalam bentuk pilihan jamak. Jumlah butir soal tes adalah

40 soal dengan materi yang diujikan adalah materi biosfer. Tes dilakukan

setelah instrumen tes diujicoba dengan menggunakan ANATES 4.0.9

sehingga diperoleh jumlah tes yang digunakan adalah sebanyak 35 soal.

b. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui

nilai geografi siswa kelas XI SMAN 1 Gedong Tataan Tahun Pelajaran

2013-2014.

2. Uji Persyaratan Instrumen a. Uji Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkatan-tingkatan

kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2010:160). Sebuah

(49)

diukur. Proses input dan pengolahan data validitas uji coba soal dilakukan

menggunakan program ANATES 4.0.9.

Suatu soal dikatakan memiliki validitas yang baik apabila mempunyai

nilai korelasi yang tinggi. Untuk mengklasifikasikan tingkat validitas

maka digunakan kriteria seperti yang terdapat pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.3. Interpretasi Nilai r.

Nilai r Interpretasi

0,00-0,199 Sangat rendah

0,20-0,399 Rendah

0,40-0,599 Sedang

0,60-0,799 Tinggi

0,80-1,000 Sangat Tinggi

Sumber: Sugiono (2012:257).

b. Uji Reliabilitas

Reliabilitas alat ukur adalah ketetapan atau keajegan alat tersebut dalam

mengukur apa yang diukurnya (Sudjana & Ibrahim, 2012:120) . Suatu tes

dikatakan reliabel jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap

terhadap subjek yang sama. Proses input data menggunakan program

ANATES 4.0.9.

Untuk mengklasifikasikan tingkat reliabilitas digunakan kriteria seperti

(50)

Tabel 3.4. Kriteria Reliabilitas Soal.

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan

antara siswa yang memperoleh nilai tinggi (berkemampuan tinggi) dengan

siswa yang memperoleh nilai rendah (berkemampuan rendah) (Arikunto,

2010:211). Butir-butir soal yang baik adalah butir-butir soal yang

memiliki indeks diskriminasi 0,41 - 0,7 atau 41% sampai 70%. Proses

input data menggunakan program ANATES 4.0.9. Untuk

mengklasifikasikan tingkat daya pembeda digunakan kriteria pada tabel di

bawah ini:

Tabel 3.5. Kriteria Daya Pembeda Soal.

No Indeks Daya Pembeda Keterangan

1 < 0 Soal jelek sekali

Suatu soal yang baik adalah jika soal itu tidak terlalu mudah atau terlalu

sukar. Taraf kesukaran soal yang baik jika memiliki taraf kesukaran

(51)

adalah membagi banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar

dengan jumlah seluruh siswa. Proses input data menggunakan program

ANATES 4.0.9. Untuk mengklasifikasikan tingkat taraf kesukaran soal,

digunakan kriteria pada tabel di bawah ini.

Tabel 3.6. Kriteria Taraf Kesukaran Soal.

No Tingkat Kesukaran Keterangan

1 > 70% Soal mudah

2 30% - 70% Soal sedang

3 < 30% Soal sukar

Sumber: Arikunto (2010:210).

J. Teknik Analisis Data

1. Uji Normalitas

Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data sampel yang

akan dianalisis berdistribusi normal atau tidak. Kelompok yang akan diuji

normalisasinya berjumlah dua kelompok, yang terdiri dari kelompok siswa yang

diberi perlakuan metode Problem Solving (kelompok eksperimen) dan kelompok

siswa yang diberi perlakuan metode ceramah (kelompok kontrol). Perhitungan

mengenai normalitas yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan program

Statistical Product and Service Solution. (SPSS -18.0).

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah kedua data yang diperoleh

dari kedua kelompok tersebut memiliki varians yang sama atau sebaliknya

(Arikunto, 2010:136). Perhitungan mengenai homogenitas dalam penelitian ini

(52)

3. Uji Hipotesis dengan Uji t

Teknik yang digunakan untuk melihat perbedaan pembelajaran geografi dengan

menggunakan metode pembelajaran Problem Solving adalah independent sample

test dengan bantuan program Statistical Product and Service Solution (SPSS.

18.0). Untuk dapat menguji dengan uji beda mean (uji t) dilakukan dengan

langkah-langkah sebagai berikut:

a. Mengumpulkan data siswa masing-masing kelompok.

b. Menskor setiap data siswa sesuai dengan ketentuan yang telah dibuat

lebih dulu. Merangkum data siswa dalam bentuk tabel.

c. Menentukan skor rata-rata dan standar deviasi dari data yang diperoleh

dari masing-masing kelompok dalam bentuk tabel.

d. Uji hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji

beda mean (uji t) dalam perhitungan digunakan program SPSS 18.0

dengan kriteria apabila nilai thitung > nilai ttabel maka Ha diterima dan Ho

ditolak, dan sebaliknya jika thitung < nilai ttabel maka Ha tolak dan Ho

diterima.

4. Uji Gain (Peningkatan) Hasil Belajar

Uji gain adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar

peningkatan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah dilaksanakan kegiatan

belajar mengajar, adapun rumus gain adalah:

Keterangan :

g = gain

(53)

= pretes

= nilai maksimum

Klasifikasi peningkatan (gain) hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel di

bawah ini:

Tabel 3.7. Klasifikasi Gain.

No Nilai Gain (g) Keterangan

1 > 0,7 Tinggi

2 0,3 – 0,7 Sedang

3 < 0,3 Rendah

Sumber : Meltzer dalam Nurdin (2012:54).

5. Uji Efektivitas Pembelajaran

Untuk efektivitas pembelajaran dapat dikatakan efektif jika memenuhi syarat

ketuntasan belajar (ketuntasan klasikal) yaitu jika dalam suatu kelas terdapat

≥85% yang telah tuntas belajarnya (Trianto, 2011:241).

Keterangan:

% : Persentase

n :Jumlah siswa yang tuntas belajar

N : Jumlah seluruh siswa dalam satu kelas

Dengan kriteria jika dalam suatu kelas terdapat ≥85% siswa yang telah tuntas

belajarnya maka pembelajaran tersebut dikatakan efektif. Begitu pula jika

terdapat ≤ 85% siswa yang telah tuntas belajarnya maka pembelajaran tersebut

dikatakan tidak efektif.

%

100

%

x

(54)

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan hasil pengujian hipotesis maka dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan rata-rata nilai pretes mata pelajaran geografi pada kelas

yang diberi perlakuan metode Problem Solving dan pada kelas yang diberi

metode ceramah.

2. Rata-rata postes hasil belajar geografi pada kelas yang diberi perlakuan

metode pembelajaran Problem Solving lebih tinggi dibandingkan kelas yang

diberi metode ceramah.

3. Rata-ratagain hasil belajar geografi pada kelas yang diberi perlakuan metode

Problem Solving lebih tinggi dibandingkan pada kelas yang diberi metode ceramah.

4. Metode pembelajaran Problem Solving lebih efektif dibandingkan metode

ceramah pada mata pelajaran geografi kelas XI IPS SMAN I Gedong Tataan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam penerapan metode

pembelajaran Problem Solvingdan ceramah maka saran yang dapat dikemukakan

(55)

1. Bagi Siswa

a. Dengan diterapkannya metode pembelajaran diharapkan dapat membantu

siswa yang mengalami kesulitan untuk berbagi pengetahuan dan

pengalaman dengan siswa lain sehingga meningkatkan hasil belajar siswa.

b. Siswa dapat memperoleh pengalaman belajar secara langsung dengan

metode pembelajaran Problem Solving yang diharapkan dapat

meningkatkan rasa senang, meningkatkan kemampuan bersosialisasi,

tanggung jawab, dan percaya diri.

2. Bagi Guru

Sebagai acuan dan bahan pertimbangan bagi guru mengenai variasi metode

pembelajaran yang dapat digunakan sebagai usaha untuk meningkatkan hasil

belajar siswa sesuai dengan materi pembelajaran.

3. Bagi Sekolah

Diharapkan dapat bermanfaat bagi lulusan (output) yang dihasilkan, sehingga

kualitas lulusan lebih bermutu dan meningkatkan kualitas pembelajaran di

Gambar

Tabel 1.1. Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas XI IPS SMAN 1  Gedong  Tataan  Mid Semester Genap Tahun Pelajaran 2012-2013
Tabel 2.1. Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Piaget.
Tabel 2.2.  Keuntungan dan Kelemahan Metode Pembelajaran
Gambar 2.1. Kerangka Pikir
+7

Referensi

Dokumen terkait

Yahudi dari al-Aws, orang-orang merdeka (di kalangan) mereka dan mereka sendiri, mempunyai kedudukan yang sama dengan orang- orang yang terikat dengan piagam ini dalam loyalitas

[r]

Oleh karena itu, pada penelitian ini dilakukan inovasi penggunaan tanaman biofarmaka yaitu rimpang jeringau sebagai bahan baku pada pembuatan lotion penolak

Untuk mengatasi permasalahan tersebut mitra menggandeng tim peneliti untuk menghasilkan alat pendeteksi aliran darah dengan prinsip Doppler untuk keperluan operasi

• Risiko yang timbul akibat perubahan suku bunga dan nilai pasar surat berharga yang terjadi pada saat bank.

Gambar 1. Hubungan Tanda Kepertamaan pada Representamen Tahap Kepertamaan dengan Objek Ikonik... Mie Sedaap untuk penerima tanda individu target sebagai konsumen. Bentuk

Untuk Kegiatan Non Fisik Pada Kantor Sekretariat Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya

[r]