EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR GEOGRAFI KELAS XI IPS
SMA NEGERI 1 GEDONG TATAAN TAHUN PELAJARAN 2013-2014
Oleh
Mide Rara Emirilda
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan
Pada
Jurusan Pendidikan IPS Program Studi Pendidikan Geografi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRAK
EFEKTIVITAS METODE PEMBELAJARAN PROBLEM SOLVING TERHADAP HASIL BELAJAR GEOGRAFI KELAS XI IPS
SMA NEGERI 1 GEDONG TATAAN TAHUN PELAJARAN 2013-2014
Oleh
Mide Rara Emirilda
Tujuan penelitian ini adalah: Untuk mengetahui perbedaan rata-rata nilai pretes mata pelajaran geografi pada kelas yang akan diberi perlakuan metode
pembelajaran Problem Solving dan kelas yang diberi metode ceramah. Untuk
mengetahui rata-rata postes hasil belajar geografi pada kelas yang akan diberi
perlakuan metode pembelajaran Problem Solving lebih tinggi dibandingkan pada
kelas yang diberi metode ceramah. Untuk mengetahui gain (peningkatan) hasil
belajar geografi pada kelas akan yang diberi metode pembelajaran Problem
Solving lebih tinggi dibandingkan pada kelas yang diberi metode ceramah. Untuk
mengetahui metode pembelajaran Problem Solving lebih efektif dibandingkan
metode ceramah pada mata pelajaran geografi kelas XI IPS SMAN I Gedong Tataan. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Eksperimen Semu (quasi eksperimen). Jumlah sampel sebanyak 45 siswa. Analisis data yang
digunakan adalah uji t independent samples test.
Hasil analisis data diperoleh kesimpulan bahwa: Terdapat perbedaan rata-rata nilai
pretes mata pelajaran geografi pada kelas yang diberi perlakuan metode Problem
Solving dan pada kelas yang diberi metode ceramah. Rata-rata postes hasil belajar
geografi pada kelas yang diberi perlakuan metode pembelajaran Problem Solving
lebih tinggi dibandingkan kelas yang diberi metode ceramah. Rata-rata gain hasil
belajar geografi pada kelas yang diberi perlakuan metode Problem Solving lebih
tinggi dibandingkan pada kelas yang diberi metode ceramah. Metode
pembelajaran Problem Solving lebih efektif dibandingkan metode ceramah pada
mata pelajaran geografi kelas XI IPS SMAN I Gedong Tataan.
DAFTAR ISI
II. TINJAUAN PUSTAKA KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka ... 11
1. Pembelajaran Geografi ... 11
2. Hakekat Belajar ... 12
3. Hakekat Pembelajaran ... 13
4. Hakekat Efektivitas pembelajaran... 14
5. Teori Belajar Yang Mendukung Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah ( Problem Solving)... 15
a. Teori Perkembangan Kognitif Piaget ... 16
b. Teori Belajar Konstruktivisme ... 17
c. Teori Bruner ... 18
7. Hasil Belajar ... 24
H. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 39
I. Teknik Pengumpulan Data dan Uji Persyaratan Instrumen ... 41
J. Teknik Analisis Data ... 41
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Beberapa prinsip pembelajaran yang dapat meningkatkan kualitas proses
pembelajaran adalah yang berpusat pada pendidik, yakni pengelolaan
pembelajaran yang membuat siswa belajar dengan gaya dan sesuai karakteristik
yang dimilikinya lalu belajar dengan melakukannya sendiri, yaitu pembelajaran
yang diupayakan bisa memberikan pengalaman nyata kepada peserta didik untuk
menerapkan konsep, kaidah, rumus, hukum, dan dalil ke dalam dunia nyata.
Untuk tercapai berhasilnya sebuah pembelajaran, pendidik memiliki peran yang
sangat penting. Pendidik harus memiliki berbagai macam kemampuan. Berkaitan
dengan penjelasan tersebut maka Yusuf & Anwar, (2005:2) menjelaskan bahwa:
“Dalam upaya pencapaian pendidikan maka setiap tenaga pendidik perlu membekali diri dengan berbagai macam ilmu pengetahuan, keterampilan, serta mengelola program belajar mengajar, mengelola kelas, penggunaan media, menguasai landasan pendidikan, mengelola interaksi belajar mengajar, menilai prestasi siswa, melayani bimbingan dan penyuluhan serta memilih metode belajar mengajar yang tepat.
Kemampuan tenaga pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran sangat
penting sebagai upaya untuk memberikan pemahaman kepada siswa, salah satu
yang dapat dilakukan tenaga pendidik adalah dengan menerapkan beberapa
satu komponen pendidikan yang sangat menentukan berhasil tidaknya suatu
pembelajaran. Oleh sebab itu diperlukan potensi dari tenaga pendidik yang
memiliki potensi yang baik dalam bidangnya, adapun faktor tersebut antara lain
adalah motivasi, konsentrasi, reaksi, organisasi, pemahaman dan ulangan.
Untuk mencapai hal tersebut, pendidik harus berusaha mengurangi metode yang
monoton yang biasa dipakai saat ini, sehingga diperlukan ide baru guna
tercapainya metode pembelajaran yang lebih efektif guna meningkatkan hasil
belajar anak didiknya. Metode yang saat ini berjalan dalam dunia pendidikan
adalah metode konvensional, sehingga diperlukan pengembangan metode lain
yang dapat melibatkan siswa secara aktif. Kegiatan belajar akan aktif apabila
peserta didik melakukan kegiatan belajar yang harus dilakukan. Mereka
menggunakan otak mereka untuk mempelajari gagasan-gagasan memecahkan
berbagai masalah dan menerapkan apa yang mereka pelajari.
Ahmadi Abu & Prasetyo, (2005:92) berpendapat bahwa:
“Belajar aktif dapat dilihat dari dua segi, yakni dari segi siswa yang berarti bahwa belajar aktif merupakan proses kegiatan yang dilakukan siswa dalam rangka belajar. Aktivitas ini dapat berupa aktivitas fisik, mental, maupun keduanya. Ada juga yang lebih menekankan pada keaktifan mental, meskipun untuk mencapai maksud ini dipersyaratkan keterlibatan langsung berbagai keaktifan fisik”.
Pembelajaran aktif merupakan suatu pembelajaran yang mengajak peserta didik
untuk belajar secara aktif sehingga melibatkan tenaga pendidik dan juga anak
didik untuk aktif dalam kegiatan belajar mengajar. Ketika peserta didik belajar
dengan aktif, berarti mereka mendominasi aktivitas pembelajaran. Dengan ini
memecahkan persoalan, atau mengaplikasikan apa yang baru mereka pelajari ke
dalam satu persoalan yang ada dalam kehidupan nyata.
Kebanyakan tenaga pendidik sudah menjalankan metode pembelajaran aktif,
inovatif kreatif, efektif, dan menyenangkan (paikem). Tenaga pendidik yang baik
adalah yang berani mencoba metode-metode yang baru, yang dapat membantu
meningkatkan kegiatan pembelajaran dan meningkatkan motivasi siswa untuk
belajar. Agar siswa belajar dengan aktif, maka metode yang digunakan harus
tepat dan seefektif mungkin.
Salah satu metode yang diperkenalkan pada dunia pendidikan adalah metode
pemecahan masalah (Problem Solving). Metode pemecahan masalah merupakan
bentuk pembelajaran berdasarkan teori pembelajaran baru (discovery learning).
Metode pemecahan masalah (Problem Solving) merupakan variasi dari
pembelajaran dengan pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam
mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu pemasalahan
(Suyatno, 2009: 66 ).
Dalam hal ini peran pendidik yang dimaksud yaitu dengan cara memperjelas
tujuan kompetensi yang ingin dicapai, membantu siswa mencari sumber-sumber
bahan, dan membangkitkan minat siswa. Bimbingan dan arahan pendidik ini juga
terkait dengan keefektifan penggunaan metode Problem Solving dalam
pembelajaran.
Objek yang dipilih pada penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS di SMA Negeri I
sedang melaksanakan proses pembelajaran untuk mata pelajaran geografi dalam
rangka menghadapi ujian semester ganjil tahun pelajaran 2013-2014. Pada
penelitian ini peneliti akan memberikan perlakukan kepada siswa tentang materi
biosfer. Berdasarkan hasil observasi didapatkan bahwa hasil belajar siswa pada
mata pelajaran geografi masih rendah karena sebagian besar nilainya berada di
bawah standar kriteria ketuntasan minimal (KKM) yaitu 78. Distribusi nilai mata
pelajaran Geografi dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 1.1. Hasil Belajar Geografi Siswa Kelas XI IPS SMAN 1 Gedong Tataan Mid Semester Genap Tahun Pelajaran 2012-2013.
No NILAI KKM Siswa
Sumber: Dokumentasi Guru Mata Pelajaran Geografi Kelas XI IPS SMAN 1 Gedong Tataan Tahun Pelajaran 2012-2013.
Tabel di atas menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam mata pelajaran
geografi secara umum tergolong rendah yaitu dari 76 siswa hanya 27 (35,5%)
siswa saja yang mendapatkan nilai ≥78 sedangkan siswa yang mendapat nilai <78
sebanyak 49 (64,5%) orang. Artinya secara persentase siswa kelas XI IPS di
SMA Negeri I Gedong Tataan lebih banyak yang mendapatkan nilai <78.
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan di SMAN 1 Gedong Tataan
untuk mata pelajaran geografi adalah sebesar 78. Berdasarkan standar tersebut
maka siswa Kelas XI IPS SMAN 1 Gedong Tataan lebih banyak yang memiliki
nilai yang tidak sesuai standar KKM dibandingkan dengan siswa yang telah
membuat hasil belajar siswa terhadap mata pelajaran geografi rendah dan siswa
belum dapat meningkatkan hasil belajarnya.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada siswa pada tanggal 15 Desember
2012 diketahui beberapa siswa menyatakan bahwa sistem pembelajaran yang
diberikan sudah menggunakan sistem pembelajaran paikem akan tetapi belum
menerapkan metode pembelajaran Problem Solving, sistem pembelajaran yang
diberikan hanya sebatas pembelajaran kelompok, ceramah dan penugasan
(resitasi). Beberapa siswa menyatakan mereka bosan dengan sistem pembelajaran
yang diberikan sehingga mereka mempelajari materi pelajaran hanya dilakukan
saat menjelang ujian saja, artinya sedikit yang mau belajar secara teratur dan
terjadwal. Siswa juga menyatakan belum pernah mendengar metode
pembelajaran Problem Solving khususnya pada mata pelajaran geografi. Metode
Probrem Solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berpikir, sebab dalam metode
Problem Solving dapat menggunakan metode-metode lainnya dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik kesimpulan (Djamarah & Zain, 2010:91).
Problem Solving adalah sebuah metode pembelajaran yang dapat dijadikan sebagai metode pembelajaran, dalam hal ini penerapan metode pembelajaran
Problem Solving dapat diterapkan dengan menggunakan lembar kerja siswa (LKS) yang membahas tentang mata pelajaran geografi pada materi biosfer
dalam berbentuk esai, dengan hal tersebut diharapkan dapat memotivasi siswa
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui lebih detail efektivitas metode
pembelajaran Problem Solving terhadap hasil belajar geografi karena menurut
Gagne dalam Suyatno (2009:9) mengatakan bahwa kemampuan pemecahan
masalah merupakan hasil belajar yang paling tinggi. Menurut penelitian, masalah
yang dipecahkan sendiri, yang ditemukan sendiri tanpa bantuan khusus, memberi
hasil yang lebih unggul, yang digunakan atau di-transfer dalam situasi-situasi lain
(Nasution, 2008:173).
Memecahkan masalah mengharuskan siswa menemukan jawabannya tanpa
bantuan khusus. Dengan memecahkan masalah siswa menemukan aturan baru
yang lebih tinggi tarafnya sekalipun ia tidak dapat merumuskan secara verbal.
Jadi, penerapan metode pemecahan masalah (Problem Solving) menurut
penelitian yang selama ini telah dilakukan ternyata terbukti efektif untuk
meningkatkan hasil belajar siswa.
Berdasarkan pembahasan dan uraian di atas, maka peneliti merasa tertarik untuk
melakukan penelitian yang mengangkat judul; ”Efektivitas Metode
Pembelajaran Problem Solving terhadap Hasil Belajar Geografi Siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1 Gedong Tataan Tahun Pelajaran 2013-2014”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan, dapat diidentifikasi
permasalahan dalam penelitian ini:
1. Guru geografi belum menggunakan metode pembelajaran Problem Solving
2. Penggunaan metode pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam
menyampaikan materi tidak dapat menarik perhatian siswa.
3. Hasil belajar geografi masih rendah, yaitu di bawah KKM.
C. Batasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian sangatlah penting hal ini dikarenakan agar
masalah yang diteliti menjadi lebih terarah sehingga kesalahan yang terjadi dapat
diminimalisir, maka dalam penelitian ini dibatasi pada hasil belajar geografi
siswa yang diberi perlakuan metode pembelajaran Problem Solving pada materi
biosfer.
D. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat perbedaan rata-rata nilai pretes mata pelajaran geografi
pada kelas yang akan diberi perlakuan metode pembelajaran Problem
Solving dan kelas yang diberi metode ceramah?
2. Apakah rata-rata postes hasil belajar geografi pada kelas yang akan diberi
perlakuan metode pembelajaran Problem Solving lebih tinggi dibandingkan
pada kelas yang diberi metode ceramah?
3. Apakah gain (peningkatan) hasil belajar geografi pada kelas yang akan
diberi metode pembelajaran Problem Solving lebih tinggi dibandingkan pada
kelas yang diberi metode ceramah?
4. Apakah metode pembelajaran Problem Solving lebih efektif dibandingkan
metode ceramah pada mata pelajaran geografi kelas XI IPS SMAN I Gedong
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui perbedaan rata-rata nilai pretes mata pelajaran geografi
pada kelas yang akan diberi perlakuan metode pembelajaran Problem
Solving dan kelas yang diberi metode ceramah.
2. Untuk mengetahui rata-rata postes hasil belajar geografi pada kelas yang
akan diberi perlakuan metode pembelajaran Problem Solving lebih tinggi
dibandingkan pada kelas yang diberi metode ceramah.
3. Untuk mengetahui gain (peningkatan) hasil belajar geografi pada kelas akan
yang diberi metode pembelajaran Problem Solving lebih tinggi dibandingkan
pada kelas yang diberi metode ceramah.
4. Untuk mengetahui metode pembelajaran Problem Solving lebih efektif
dibandingkan metode ceramah pada mata pelajaran geografi kelas XI IPS
SMAN I Gedong Tataan.
F. Kegunaan penelitian 1. Manfaat Teoritis
a. Untuk menambah pengetahuan serta lebih mendukung teori-teori yang
ada sehubungan dengan masalah yang diteliti.
b. Sebagai dasar untuk mengadakan penelitian lebih lanjut.
2. Manfaat Secara Praktis a. Bagi Siswa
1) Dengan diterapkannya metode pembelajaran Problem Solving
berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan siswa lain sehingga
meningkatkan hasil belajar siswa.
2) Siswa dapat memperoleh pengalaman belajar secara langsung
dengan metode pembelajaran Problem Solving yang diharapkan
dapat meningkatkan rasa senang, meningkatkan kemampuan
bersosialisasi, tanggung jawab, dan percaya diri.
b. Bagi Guru
Sebagai acuan dan bahan pertimbangan bagi guru mengenai variasi
metode pembelajaran yang dapat digunakan sebagai usaha untuk
meningkatkan hasil belajar siswa sesuai dengan materi pembelajaran.
c. Bagi Sekolah
Diharapkan dapat bermanfaat bagi lulusan (output) yang dihasilkan,
sehingga kualitas lulusan lebih bermutu dan meningkatkan kualitas
pembelajaran di sekolah.
G. Ruang Lingkup Penelitian
Sebagai ruang lingkup kajian penelitian ini adalah mencakup hal-hal berikut:
1. Obyek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah hasil belajar geografi dengan menggunakan
metode pembelajaran Problem Solving.
2. Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Gedong
Tataan.
Tempat penelitian ini adalah SMA Negeri 1 Gedong Tataan, dengan alamat
Jalan Swadaya, Kecamatan Gedong Tataan, Kabupaten Pesawaran.
4. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun pelajaran 2013-2014.
5. Ruang Lingkup Ilmu adalah Pendidikan Geografi
Pendidikan geografi adalah disiplin ilmu sosial yang mempelajari persamaan
dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Pembelajaran Geografi
Perkataan geografi berasal dari bahasa Yunani yaitu geo berarti bumi dan
graphein berarti tulisan. Jadi secara harfiah, geografi berarti tulisan tentang bumi. Geografi merupakan salah satu mata pelajaran yang diajarkan di tingkat sekolah
dasar maupun di tingkat sekolah menengah.
Menurut pakar geografi pada seminar dan lokakarya tahun 1988, definisi geografi
adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer
dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam konteks keruangan
(Sumaatmadja, 2001:11). Sedangkan menurut Bintarto dalam Sumarmi (2012:7)
memberikan definisi bahwa geografi adalah suatu ilmu pengetahuan yang
mempelajari kaitan sesama antara manusia, ruang, ekologi, kawasan, dan
perubahan-perubahan yang terjadi sebagai akibat dan kaitan sesama tersebut.
Berdasarkan konsep yang dikemukakan diatas, jelas bahwa geografi tidak hanya
terbatas sebagai suatu deskripsi tentang bumi atau permukaan bumi, melainkan
Adapun ruang lingkup pelajaran geografi meliputi:
a. alam lingkungan yang menjadi sumber daya bagi kehidupan manusia.
b. penyebaran umat manusia dengan variasi kehidupannya.
c. interaksi keruangan umat manusia dengan alam lingkungan yang
memberikan variasi terhadap ciri khas tempat-tempat di permukaan bumi.
d. Kesatuan regional yang merupakan perpaduan matra darat, perairan, dan
udara di atasnya (Sumaatmadja, 2001:12-13).
Dengan demikian, bidang kajian pada studi geografi tidak hanya ditujukan pada
alam lingkungan, melainkan juga berkenaan dengan umat manusia serta
hubungan diantara keduanya, sekaligus mengkaji faktor alam dan faktor manusia
yang membentuk integrasi keruangan di wilayah yang bersangkutan.
Mata pelajaran geografi membangun dan mengembangkan pemahaman peserta
didik tentang variasi dan organisasi spasial masyarakat, tempat dan lingkungan
pada muka bumi. Peserta didik didorong untuk memahami aspek dan proses fisik
yang membentuk pola muka bumi, karakteristik, dan persebaran spasial ekologis
di permukaan bumi. Selain itu peserta didik dimotivasi secara aktif dan kreatif
untuk menelaah bahwa kebudayaan dan pengalaman mempengaruhi persepsi
manusia tentang tempat dan wilayah.
2. Hakekat Belajar
Ernes ER.Hilgard dalam Riyanto (2010:4), mendefinisikan belajar sebagai
berikut: “Learning is the process by which an activity originates or is charged
throught training procedures (whetherin the laboratory or in the natural environments) as distinguished from changes by factor not attributable to training”. Artinya, seseorang dapat dikatakan belajar kalau dapat melakukan
berubah.Sedangkan menurut Hamalik (2004:154) belajar adalah perubahan
tingkah laku yang relatif mantap berkat latihan dan pengalaman.
Menurut Slameto (2010:2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
Selanjutnya Wingkel dalam Riyanto (2010:61) menyatakan bahwa belajar adalah
suatu aktivitas mental dan psikis yang berlangsung dalam interaksi dengan
lingkungan yang menghasilkan perubahan-perubahan tingkah laku pada diri
sendiri berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dengan
lingkungan.
Berdasarkan pendapat para tokoh diatas definisi belajar dapat berbeda-beda
namun memiliki esensi yang sama sehingga dapat disimpulkan bahwa belajar
adalah suatu perubahan tingkah laku akibat adanya interaksi antara individu
dengan individu dengan lingkungan berkat pengalaman dan latihan yang akan
memberi suatu dampak perubahan bagi kehidupannya.
3. Hakekat Pembelajaran
Pembelajaran adalah upaya membelajarkan siswa untuk belajar (Riyanto,2010
:131). Menurut Muhaimin dalam Riyanto (2010:131) kegiatan pembelajaran akan
melibatkan siswa mempelajari sesuatu dengan cara efektif dan efesien.
menyebutkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi siswa dengan sumber
belajar.
Selanjutnya menurut Sanjaya (2009:26) pembelajaran merupakan proses kerja
sama antara guru dan siswa dalam memanfaatkan segala potensi dan sumber yang
ada baik potensi yang bersumber dari dalam diri siswa itu sendiri seperti minat,
bakat, dan kemampuan dasar yang dimiliki termasuk gaya belajar maupun
potensi yang ada di luar diri siswa seperti lingkungan, sarana, dan sumber belajar
sebagai upaya untuk mencapai tujuan belajar tertentu.
Berdasarkan berbagai pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
pembelajaran merupakan suatu proses kegiatan yang memungkinkan guru dapat
mengajar dan siswa dapat menerima materi pelajaran yang diajarkan oleh guru
secara sistematik dan saling mempengaruhi dalam kegiatan belajar mengajar
untuk mencapai tujuan yang diinginkan pada suatu lingkungan belajar.
Tujuan pembelajaran pada hakikatnya tercapainya perubahan perilaku atau
kompetensi pada siswa setelah mengikuti kegiatan pembelajaran. Tujuan
masing-masing perilaku dalam bidang kognitif, afektif maupun psikomotorik adalah
berbeda-beda, maka selanjutnya memerlukan desain perencanaan pembelajaran
yang berbeda juga (Sanjaya, 2009:28).
4. Hakekat Efektivitas Pembelajaran
Efektif adalah pencapaian tujuan secara tepat atau memilih tujuan-tujuan yang
tepat dari serangkaian pilihan cara dan menentukan pilihan dari beberapa pilihan
pencapaian tujuan-tujuan yang telah ditentukan. Abdurahmat (2003:92)
“Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam
jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan
sejumlah pekerjaan tepat pada waktunya”. Sementara itu Sondang P. Siagian
(2001:24) memberikan definisi sebagai berikut: “Efektivitas adalah pemanfaatan
sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar
ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan
yang dijalankannya. Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai
tidaknya sasaran yang telah ditetepkan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas
dapat disimpulkan bahwa efektivitas merupakan pemanfaatan sumber daya,
sarana dan prasarana yang ditetapkan sebelumnya agar tercapai sasaran yang
telah ditetapkan.
5. Teori Belajar Yang Mendukung Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving)
Berlangsungnya bagaimana proses belajar dijelaskan dalam berbagai teori
belajar. Teori belajar pada dasarnya merupakan penjelasan bagaimana terjadinya
belajar atau bagaimana informasi di proses di dalam pikiran siswa. Tiap teori
memberi penjelasan tentang aspek belajar tertentu dan tidak sesuai dengan segala
macam bentuk belajar (Nasution, 2008:132).
Dalam penelitian ini membahas tentang metode pembelajaran Problem Solving.
Terdapat beberapa teori belajar yang mendukung metode pembelajaran Problem
a. Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Teori perkembangan kognitif dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang
psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan
banyak konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan
berpengaruh terhadap konsep kecerdasan.
Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih
mementingkan proses belajar itu sendiri (Riyanto, 2010:9). Menurut teori
ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui
proses interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan.
Menurut Piaget yang dikutip dari Trianto (2010:70), seorang anak maju
melalui empat tahap perkembangan kognitif, antara lain lahir dan dewasa,
yaitu tahap sensorimotor, pra operasional, operasi kongkrit, dan operasi
formal. Tahap-tahap perkembangan tersebut dapat dilihat di tabel 2.1
Tabel 2.1. Tahap-tahap Perkembangan Kognitif Piaget.
Tahap Perkiraan Usia Kemampuan-Kemampuan
Utama Sensorimotor Lahir sampai 2 tahun Terbentuknya konsep
“kepermanenan obyek” dan kemajuan gradual dari perilaku yang mengarah kepada tujuan
Praoperasional 2 sampai 7 tahun Perkembangan kemampuan menggunakan simbol-simbol
7 sampai 11 tahun Perbaikan dalam
yang dapat balik.Pemikiran tidak lagi sentrasi tetapi desentrasi, dan pemecahan masalah tidak begitu dibatasi oleh keegosentrisan.
Operasi formal 11 tahun sampai dewasa
Sumber : Nur, M. (1998b:1) dikutip dari Trianto (2010:71).
Dari teori di atas dapat disimpulkan bahwa guru harus dapat menciptakan
suasana belajar mandiri kepada siswa. Artinya, guru sebagai fasilitator
yang mampu membuat siswa mampu belajar dan terlibat aktif dalam
belajar, bukan hanya sekedar memberikan materi pelajaran kepada siswa
secara utuh.
b. Teori Belajar Konstruktivisme
Teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran
kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa
siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi
kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan
merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi (Trianto, 2010:74).
Tujuan pembelajaran konstruktik ini ditentukan pada bagaimana belajar,
yaitu menciptakan pemahaman baru yang menuntut aktivitas kreatif
produktif dalam konteks nyata yang mendorong si belajar untuk berpikir
dan berpikir ulang lalu mendemonstrasikan (Riyanto, 2010:144). Hal ini
agar benar-benar memahami dan dapat menerapkan pengetahuan, mereka
harus bekerja memecahkan masalah menemukan sesuatu untuk dirinya,
berusaha dengan susah payah dengan ide-ide.
Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa teori belajar
konstruktivisme yaitu guru tidak hanya sekedar memberi pengetahuan
pada siswa, tetapi siswa harus membangun sendiri pengetahuan dalam
benaknya. Guru memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengembangkan ide-ide nya untuk belajar dengan memberikan suatu
permasalahan yang kompleks untuk dipecahkan kemudian guru
memberikan bimbingan agar siswa dapat memperoleh keterampilan dasar.
Pada dasarnya ada beberapa tujuan konstruktivisme yang ingin
diwujudkan antara lain:
1) Memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri
2) Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri jawabannya
3) Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara lengkap
4) Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri (Riyanto,2010:146-147)
c. Teori Bruner
Teori Bruner merupakan teori perkembangan dari piaget. Menurut
Riyanto (2010:12-13) yang menjadi dasar ide J.Bruner ialah pendapat dari
Piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan aktif dalam belajar di
Teori Bruner yang selanjutnya disebut pembelajaran penemuan (inkuiri)
adalah suatu model pengajaran yang menekankan pentingnya pemahaman
tentang struktur materi (ide kunci) dari suatu ilmu yang dipelajari,
perlunya belajar aktif sebagai dasar dari pemahaman sebenarnya, dan nilai
dari berfikir secara induktif dalam belajar (pembelajaran yang sebenarnya
terjadi melalui penemuan pribadi) (Trianto, 2010:79).
Selain teori inkuiri teori ini disebut juga dengan Discovery Learning.
Banyak pendapat yang mendukung Discovery Learning itu diantara nya
J.Dewey(1993) dengan Art Reflective Activity atau dikenal dengan
Problem Solving. Ide Bruner ini ditulis dalam bukunya Process of Education (Riyanto, 2010:13).
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa teori Bruner
menitikberatkan bahwa siswa dapat memecahkan masalah yang dihadapi
atau menjadi problem solver, dimana siswa dapat mempelajari
konsep-konsep yang bisa dimengerti sendiri dan guru hanya memberikan
informasi yang disesuaikan dengan struktur materi yang akan dipelajari.
Aplikasi ide-ide Bruner dalam pembelajaran menurut Woolfolk,
(1997:320) dikutip dari Trianto (2010:80) digambarkan sebagai berikut:
1) Memberikan contoh dan bukan contoh dari konsep yang akan dipelajari.
2) Membantu siswa mencari hubungan antara konsep.
3) Mengajukan pertanyaan dan membiarkan siswa mencoba sendiri menemukan jawabannya.
6. Metode Pembelajaran Pemecahan Masalah (Problem Solving) a. Pengertian Problem Solving
Metode pemecahan masalah adalah suatu cara menyajikan pelajaran
dengan mendorong peserta didik untuk mencari dan memecahkan suatu
masalah/persoalan dalam rangka pencapaian tujuan pengajaran. Metode
ini diciptakan seorang ahli didik berkebangsaan Amerika yang bernama
John Dewey. Metode ini dinamakan Problem Method. Sedangkan
Crow&Crow dalam bukunya Human Development and Learning,
mengemukakan nama metode ini dengan Problem Solving Method
(Depag. RI, 2002:2).
Metode Probrem Solving (metode pemecahan masalah) bukan hanya
sekedar metode mengajar tetapi juga merupakan suatu metode berpikir,
sebab dalam metode Problem Solving dapat menggunakan
metode-metode lainya dimulai dengan mencari data sampai kepada menarik
kesimpulan (Djamarah & Zain, 2010:91).
Menurut Nasution (2008:170) memecahkan masalah dapat dipandang
sebagai proses di mana pelajar menemukan kombinasi aturan-aturan yang
telah dipelajarinya lebih dahulu yang digunakan untuk memecahkan
masalah yang baru.
Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa metode Problem
Solving merupakan metode yang mengajak siswa untuk berpikir, bukan hanya sekedar mendengarkan, tetapi mencari solusi untuk memecahkan
baik jika dilakukan secara individu tetapi juga bisa dilakukan secara
kelompok. Dengan adanya metode ini siswa akan menjadi aktif dan
termotivasi untuk melakukan suatu kegiatan di sekolah. Selain itu metode
ini juga dapat diartikan suatu metode untuk memperoleh berbagai macam
ide dari sekelompok siswa.
Untuk memecahkan suatu masalah John Dewey dalam Sumiati & Asra,
(2008:64) mengemukakan sebagai berikut:
1) Mengemukakan persoalan/masalah. Guru menghadapkan masalah yang
akan dipecahkan kepada peserta didik.
2) Memperjelas persoalan/masalah. Masalah tersebut dirumuskan oleh
guru bersama peserta didiknya.
3) Melihat kemungkinan jawaban peserta didik bersama guru mencari
kemungkinan-kemungkinan yang akan dilaksanakan dalam
memecahkan persoalan.
4) Mencobakan kemungkinan yang dianggap menguntungkan. Guru
menetapkan cara pemecahan masalah yang dianggap paling tepat.
5) Penilaian cara yang ditempuh dinilai, apakah dapat mendatangkan hasil
yang diharapkan atau tidak.
Selain itu Boud & Feletti (1991) dan Shepherd & Cosgriff (1998) dalam
Sumarmi (2012:154), menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis masalah
membuat:
1) Siswa mampu mempresentasikan problem-problem autentik
3) Siswa mempunyai keterampilan dalam mengumpulkan dan
menganalisis data.
4) Siswa dapat meringkas sekaligus menemukan segala sesuatu
kemungkinan.
b. Langkah-langkah Pelaksanaan Metode Pemecahan Masalah (Problem Solving) adalah sebagai berikut:
Tahap Persiapan
1) Bahan-bahan yang akan dibahas terlebih dahulu disiapkan oleh guru.
2) Guru menyiapkan alat-alat yang dibutuhkan sebagai bahan pembantu
dalam memecahkan persoalan.
3) Guru memberikan gambaran secara umum tentang cara-cara
pelaksanaannya.
4) Problem yang disajikan hendaknya jelas dapat merangsang peserta
didik untuk berpikir.
5) Problem harus bersifat praktis dan sesuai dengan kemampuan peserta
didik
Tahap Pelaksanaan
1) Guru menjelaskan secara umum tentang masalah yang dipecahkan.
2) Guru meminta kepada peserta didik untuk mengajukan pertanyaan
tentang tugas yang akan dilaksanakan.
3) Peserta didik dapat bekerja secara individual atau berkelompok.
4) Mungkin peserta didik dapat menemukan pemecahannya dan mungkin
5) Kalau pemecahannya tidak ditemukan oleh peserta didik kemudian
didiskusikan mengapa pemecahannya tidak ditemui.
6) Pemecahan masalah dapat dilaksanakan dengan pikiran.
7) Data diusahakan mengumpulkan sebanyak-banyaknya untuk analisa
sehingga dijadikan fakta.
8) Membuat kesimpulan (Djamarah & Zain, 2010:67).
Tabel 2.2. Keuntungan dan Kelemahan Metode Pembelajaran
Pemecahan Masalah (Problem Solving).
Sumber: Roestiyah (2008:75).
No Keuntungan Metode Pemecahan
Masalah (Problem Solving)
KelemahanMetode Pemecahan
Masalah (Problem Solving)
1
Melatih siswa untuk cepat dan tersususun logis.
7. Hasil Belajar
Hasil belajar adalah suatu usaha atau kegiatan anak untuk menguasai
bahan-bahan pelajaran yang diberikan guru di sekolah. Hasil belajar adalah istilah yang
telah dicapai individu sebagai usaha yang dialami secara langsung serta
merupakan aktivitas yang bertujuan untuk memperoleh inti pengetahuan,
ketrampilan, kecerdasan, kecakapan dalam situasi dan kondisi tertentu
(Depdikbud, 1997:209).
Hasil belajar adalah sebagai hasil atas kepandaian atau keterampilan yang dicapai
oleh individu untuk memperoleh perubahan perilaku yang baru secara
keseluruhan sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksinya dengan
lingkungan (Hamalik, 2011:152).
Menurut Suprijono dalam Thobroni & Mustofa (2011:22) hasil belajar adalah
pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan
keterampilan. Hasil belajar dan prestasi belajar adalah dua hal yang saling
berkaitan, namun memiliki makna yang berbeda. Menurut Winkel (2004:110)
berpendapat bahwa prestasi belajar adalah suatu kemampuan internal (capability)
siswa yang telah dimiliki secara pribadi dan memungkinkan siswa melakukan
sesuatu atau memperoleh prestasi tertentu.
Menurut Gagne dalam Thobroni (2011:23) menyatakan bahwa hasil belajar
terdiri dari informasi verbal, keterampilan intelektual, keterampilan motorik,
sikap, dan strategi kognitif. Berikut uraiannya :
a. Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan
secara spesifik terhadap rangsangan spesifik. Kemampuan tersebut tidak
memerlukan manipulasi simbol. Pemecahan masalah, maupun penerapan
aturan.
b. Keterampilan intelektual adalah kemampuan mempresentasikan konsep
dan lambang. Keterampilan intelektual terdiri atas kemampuan
mengategorisasi, kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep, dan
mengembangkan prinsip-prinsip keilmuan.
c. Strategi kognitif adalah kecakapan menyalurkan dan mengarahkan
aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan
konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
d. Keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
e. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan
penilaian terhadap obyek tersebut. Sikap berupa kemampuan
menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai.
Menurut Thobroni (2011:22) secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi
proses belajar bagi peserta didik, dibedakan atas dua kategori, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut saling mempengaruhi dalam
proses individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar. Adapun kedua faktor
tersebut adalah:
a. Faktor yang ada pada diri organisme atau faktor internal
Yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat
mempengaruhi hasil belajar individu. Faktor-faktor internal yang
kecerdasan atau intelegensi, faktor latihan dan ulangan, faktor motivasi,
faktor pribadi.
1) Faktor kematangan atau pertumbuhan
Faktor ini berkaitan dengan kematangan atau tingkat pertumbuhan
organ-organ tubuh manusia, misalnya anak usia enam bulan dipaksa
untuk belajar jalan, meskipun dipaksakan maka tidak akan dapat
melakukannya. Hal tersebut dikarenakan untuk dapat berjalan anak
memerlukan kematangan pada potensi jasmaniah dan rohaniahnya.
2) Kecerdasan atau Intelegensia Siswa
Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik
dalam mereaksikan rangsangan atau menyesuaikan diri dengan
lingkungan melalui cara yang tepat. Dengan demikian, kecerdasan
bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja, tetapi juga
organ-organ tubuh lainnya.
3) Faktor Ulangan dan latihan
Dengan rajin berlatih, sering melakukan hal yang berulang-ulang
kecakapan dan pengetahuan yang dimiliki menjadi semakin dikuasai
dan makin mendalam. Selain itu dengan seringnya berlatih akan timbul
minat terhadap sesuatu yang dipelajari itu. Semakin besar minat, maka
semakin besar pula perhatiannya sehingga memperbesar hasrat untuk
mempelajarinya.
4) Motivasi
Motif mendorong bagi suatu organisme untuk melakukan sesuatu.
sebaik-baiknya jika ia tidak mengetahui pentingnya dan faedahnya dari
hasil yang akan dicapai dari belajar.
5) Faktor pribadi
Setiap manusia memiliki sifat kepribadian masing-masing yang
berbeda dengan manusia yang lainnya. Ada orang yang mempunyai
sifat keras hati, halus perasaan, kemauan keras tekun dan sifat
sebaliknya sifat-sifat kepribadian tersebut turut berpengaruh dengan
hasil belajar yang dicapai termasuk kedalam sifat-sifat kepribadian ini
adalah faktor fisik kesehatan dan kondisi badan.
b. Faktor-Faktor Eksternal
Selain karakteristik siswa atau faktor-faktor eksternal juga dapat
mempengaruhi proses belajar siswa. Antara lain faktor keluarga dan
keadaan rumah, suasana keadaan keluarga, guru dan cara mengajar, alat
yang digunakan dalam belajar mengajar, lingkungan dan kesempatan yang
tersedia, faktor motivasi sosial.
1) Faktor keluarga atau keadaan rumah tangga
Faktor suasana dan keadaan keadaan keluarga yang bermacam-macam
turut menentukan bagaimana dan sampai dimana belajar dialami
anak-anak. Ada keluarga yang memiliki cita-cita tinggi bagi anak-anaknya,
tetapi ada pula yang biasa-biasa saja. Ada keluarga yang diliputi
suasana tentram dan damai, tetapi adapula yang sebaliknya. Termasuk
dalam faktor keluarga yang juga turut berperan adalah ada tidaknya
2) Faktor guru dan cara mengajarnya
Saat anak belajar di sekolah faktor guru dan cara mengajarnya sangat
penting. Sikap dan kepribadian guru, tinggi rendahnya pengetahuan
yang dimiliki guru bagaimana cara guru mengajarkan pengetahuan
tersebut kepada peserta didiknya turut menentukan hasil belajar yang
dicapai.
3) Faktor alat yang digunakan dalam belajar mengajar
Faktor guru dan cara mengajarnya berkaitan erat dengan
ketersediannya alat-alat pelajaran yang tersedia disekolah sekolah
yang memiliki perlengkapan peralatan yang diperlukan dalam belajar
ditambah dengan guru yang berkualitas akan mempermudah dan
mempercepat belajar anak-anak.
4) Faktor lingkungan dan kesempatan yang tersedia
Seorang anak yang memiliki intelegensi yang baik, dari keluarga yang
baik, di sekolah yang keadaan guru-gurunya dan fasilitasnya baik
belum tentu pula dapat belajar dengan baik. Ada faktor yang
mempengaruhi hasil belajarnya seperti kelelahan karena jarak sekolah
dengan rumah cukup jauh, tidak ada kesempatan karena sibuk bekerja,
serta pengaruh lingkungan yang terjadi diluar kemampuannya.
5) Faktor motivasi sosial.
Motivasi sosial dapat berasal dari orang tua yang selalu mendorong
anaknya untuk rajin belajar, motivasi dari orang lain, seperti dari
motivasi semacam ini diterima anak tidak dengan sengaja bahkan tidak
sadar.
Suatu proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila memenuhi tujuan
pembelajaran. Hal ini didukung oleh Djamarah & Zain (2010:105) yang
mengatakan bahwa suatu proses belajar mengajar dikatakan berhasil
apabila terjadi hal-hal sebagai berikut:
a) Daya serap terhadap bahan pengajaran yang diajarkan mencapai
prestasi tinggi, baik secara individual maupun kelompok.
b) Perilaku yang digariskan dalam tujuan pengajaran yang telah dicapai,
baik secara individual maupun kelompok.
Untuk menilai sebuah pembelajaran dapat digunakan latihan atau evaluasi
dari materi yang diajarkan dalam bentuk tes. Penilaian ini digunakan
untuk memperoleh informasi keberhasilan atau ketercapaian hasil belajar
siswa dalam mengikuti pembelajaran yang telah dilakukan. Dari proses
penilaian yang telah dilakukan ini berfungsi untuk mengetahui kualitas
pembelajaran dari apa yang telah disampaikan. Jenis-jenis tes yang biasa
digunakan dapat bervariasi sesuai dengan tujuan pembelajaran yang akan
dicapai. Beberapa contoh tes yang sering digunakan oleh guru seperti uji
blok, pretes dan postes ketika pembelajaran sedang berlangsung. Hasil
dari tes digunakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan penerapan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil belajar geografi adalah
suatu tingkat keberhasilan siswa dengan munculnya perubahan perilaku
siswa setelah mengikuti pembelajaran geografi sesuai tujuan pembelajaran
yang ingin direncanakan dan diukur dengan tes.
B. Kerangka Pikir
Kemampuan tenaga pendidik dalam melaksanakan proses pembelajaran sangat
penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya suatu pembelajaran. Untuk
mencapai hal tersebut, pendidik harus berusaha mengurangi metode konvensional
yang biasa dipakai saat ini, sehingga diperlukan ide baru guna tercapainya
metode pembelajaran yang lebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar anak
didiknya.
Dalam pembelajaran konvensional, guru menjadi sumber informasi utama dan
sebagai pusat utama dari proses pembelajaran sehingga peranan guru akan
menjadi sangat dominan dan membuat siswa menjadi obyek pembelajaran, bukan
subjek dalam proses pembelajaran. Hal ini yang menyebabkan siswa menjadi
kurang aktif dalam mengikuti proses pembelajaran sehingga dapat menyebabkan
rendahnya hasil belajar yang dicapai oleh siswa. Seharusnya pembelajaran yang
baik dapat mengajak siswa untuk belajar secara aktif dalam kegiatan belajar
mengajar.
Salah satu metode pembelajaran yang berpusat pada siswa dan tidak menjadikan
siswa menjadi objek pembelajaran serta guru sebagai sumber utama dalam proses
untuk berpikir, bukan hanya sekedar mendengarkan, tetapi mencari solusi untuk
memecahkan masalah dalam proses pembelajaran. Dengan adanya metode ini
siswa akan menjadi aktif dan termotivasi dalam kegiatan belajar mengajar guna
mencapai hasil belajar yang baik.
Dalam penerapan proses pembelajaran pada penelitian ini, dimulai dengan
menyampaikan materi biosfer, kemudian guru memberikan tes awal (pretes)
untuk mengetahui kemampuan awal siswa pada kelas yang akan diberi perlakuan
metode Problem Solving dan kelas yang diberi metode ceramah. Selanjutnya
pada kelas yang akan diberi perlakuan metode Problem Solving guru memberikan
LKS tentang materi biosfer. Sebaliknya pada kelas yang akan diberi metode
ceramah tidak digunakan LKS materi biosfer melainkan menjelaskan materi
secara lisan. Setelah itu diberikanlah tes akhir (postes) pada kelas yang diberi
perlakuan metode Problem Solving dan kelas yang diberi perlakuan metode
ceramah.
Untuk mengetahui bagaimana efektivitas metode Problem Solving akan dilihat
dari perbandingan nilai pretes dan postes hasil belajar kelas yang diberikan
perlakuan metode Problem Solving dengan kelas yang diberi perlakuan metode
ceramah. Jika pelaksanaan metode Problem Solving dalam pembelajaran geografi
baik maka kemungkinan hasil belajar siswa untuk mata pelajaran geografi juga
baik, namun jika pelaksanaan metode Problem Solving dalam pembelajaran
geografi tidak baik maka kemungkinan besar hasil belajar siswa juga tidak
Berdasarkan uraian tesebut, maka kerangka pikir dalam penelitian ini dapat
dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 2.1. Kerangka Pikir
C. Hipotesis Penelitian
Nasution (2008:38), mengatakan bahwa hipotesis adalah pernyataan tentang
suatu hal yang bersifat sementara yang belum dibuktikan kebenarannya secara
empiris. Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir diatas, maka hipotesis
penelitian yang diajukan dirumuskan sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan rata-rata nilai pretes mata pelajaran geografi pada kelas
yang akan diberi perlakuan metode pembelajaran Problem Solving dan kelas
yang diberi metode ceramah.
Kelas XI IPS 3
Pretes
Kelas XI IPS 2
Postes
Metode Ceramah (X2)
Metode Problem Solving
(X1)
Postes
Hasil Belajar (Y1)
Hasil Belajar (Y2)
2. Rata-rata postes hasil belajar geografi pada kelas yang akan diberi perlakuan
metode pembelajaran Problem Solving lebih tinggi dibandingkan pada kelas
yang diberi metode ceramah.
3. Gain (peningkatan) hasil belajar geografi pada kelas yang akan diberi
metode pembelajaran Problem Solving lebih tinggi dibandingkan pada kelas
yang diberi metode ceramah.
4. Metode pembelajaran Problem Solving lebih efektif dibandingkan metode
III. METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah Eksperimen Semu (quasi
eksperimen) yaitu metode yang membandingkan pengaruh pemberian suatu
perlakuan (treatment) pada suatu objek (kelompok eksperimen) serta melihat
besar pengaruh perlakuannya (Arikunto, 2010:47).
B. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pretest - Posttest Control
Group Design. Dalam desain ini terdapat dua kelompok, kemudian kedua
kelompok diberi pretes. Selanjutnya, kelompok eksperimen diberi perlakuan (X1)
metode Problem Solving dan kelas yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok
kontrol (X2) metode ceramah (Sugiyono, 2012:76). Bentuk desain penelitian ini
adalah tergambar pada Tabel 3.1 sebagai berikut:
Tabel 3.1. Desain Penelitian.
Kelompok Pre-Test Perlakuan
(treatmen) Post-Test
Eksperimen
Kontrol
Y1
Y1
X1
X2
Y2
Keterangan:
Y1 : Tes awal (pretes) sebelum perlakuan diberikan pada kelas
kontrol dan kelas eksperimen.
X1, : Perlakuan (treatment) pembelajaran dengan metode pembelajaran
//Problem Solving untuk kelas eksperimen
X2, : Perlakuan (treatment) pembelajaran dengan metode pembelajaran
//ceramah untuk kelas kontrol.
Y2 : Tes akhir (postes) setelah diberikan perlakuan pada kelas
kontrol dan kelas eksperimen.
C. Prosedur Penelitian
Prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Melakukan survey awal ke sekolah untuk mengetahui jumlah kelas dan siswa
yang akan dijadikan subjek penelitian.
2. Menentukan kelas belajar yang akan dijadikan subjek penelitian.
3. Memberikan (pretes) tes pada awal sebelum diberikan perlakuan.
4. Memberikan (postes) setelah diberikan perlakuan dengan menggunakan
metode pembelajaran Problem Solving.
5. Membandingkan pretes dan postes untuk menentukan seberapa besar
efektivitas yang timbul sebagai akibat dari digunakannya variabel bebas.
6. Data-data yang diperoleh dianalisis dengan statistik menggunakan uji t.
D. Rancangan Pembelajaran
1. Tahap Perencanaan
a. Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) bersama dengan
guru mata pelajaran geografi.
b. Membuat soal pretes tentang materi biosfer yang akan diberikan kepada
siswa.
c. Menyusun Lembar Kerja Siswa tentang materi biosfer yang akan
diberikan kepada siswa dalam kelas eksperimen.
d. Membuat soal postes untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi
yang diberikan.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Memberikan soal pretes kepada siswa pada kelas ekperimen dan kelas
kontrol.
b. Prosedur pelaksanaan pembelajaran diberikan perlakuan dengan
menggunakan metode pembelajaran Problem Solving di kelas XI IPS3.
c. Prosedur pelaksanaan pembelajaran diberikan perlakuan dengan
menggunakan metode pembelajaran ceramahdikelas XI IPS 2.
d. Memberikan postes pada kelas eksperimen dan kelas kontrol untuk
membandingkan nilai yang diperoleh.
3. Tahap Evaluasi
a. Mengambil nilai hasil tes pokok bahasan sebelumnya (pretes).
b. Mengambil nilai hasil tes pokok bahasan setelahnya diberikan perlakuan
c. Menyimpulkan nilai untuk mengetahui perbandingan kelas eksperimen
dan kelas kontrol.
E. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Gedong Tataan Kabupaten
Pesawaran, Lampung.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai dengan bulan Juli
2013.
F. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Sugiyono (2012:117) mendefinisikan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan. Oleh karena itu, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Gedong
Tataan Tahun Pelajaran 2013-2014 yang terdiri dari tiga (3) kelas yaitu sebanyak
Tabel 3.2. Jumlah siswa kelas XI IPS SMAN 1 Gedong Tataan Tahun Pelajaran
Sumber: Data Dokumentasi Siswa Kelas XI IPS SMAN 1 Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran tahun 2013-2014.
2. Sampel
Sampel penelitian ini menggunakan teknik random sampling yaitu pengambilan
sampel secara acak dari masing-masing kelas XI IPS di SMA Negeri 1 Gedong
Tataan dengan cara mengundi dari masing-masing kelas sehingga diperoleh kelas
XIIPS 3 sebagai kelas eksperimen dan kelas XIIPS 2 sebagai kelas kontrol di
SMA Negeri 1 Gedong Tataan Tahun Pelajaran 2013-2014.
G. Variabel Penelitian
Variabel penelitian menurut Sugiyono (2012:61) adalah suatu atribut atau sifat
atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Dalam penelitian ini terdapat dua jenis variabel, yaitu variabel bebas
(independen) dan variabel terikat (dependen).
1. Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependen atau terikat (Sugiyono,
2012:61). Variabel bebas (X) dalam penelitian ini adalah metode pembelajaran
2. Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat
karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2012:61). Variabel terikat (Y) dalam
penelitian ini adalah hasil belajar geografi kelas XI IPS SMAN 1 Gedong Tataan
Tahun Pelajaran 2013-2014.
H. Definisi Operasional Variabel Penelitian
1. Metode Pembelajaran Problem Solving
Penerapan metode Problem Solving dilakukan di kelas eksperimen yaitu kelas XI
IPS 3. Pada pertemuan pertama siswa diberi pretes. Pretes berjumlah 35 soal
pilihan jamak yang telah diuji coba sebelumnya dan telah memenuhi uji
persyaratan instrumen.
Setelah itu, guru menerapkan metode Problem Solving dengan LKS. Ada tiga
tahap dalam memberikan metode Problem Solving, pada tahap pertama siswa
dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil yang masing-masing berjumlah 4
sampai 5 orang, dan diberi LKS I yaitu mengenal biosfer kemudian perwakilan
kelompok membahas dan mempersentasikan ke depan. Tahap kedua, guru
memberikan memberikan LKS 2 yaitu persebaran flora dan fauna kemudian
perwakilan kelompok membahas dan mempersentasikan ke depan. Tahap ketiga,
guru memberikan memberikan LKS 3 yaitu upaya pelestarian flora dan fauna
kemudian perwakilan kelompok membahas dan mempersentasikan ke depan.
Pada pertemuan ketiga, guru mengulas kembali secara singkat materi yang telah
menarik kesimpulan dari keseluruhan materi biosfer, kemudian siswa diberi
postes. Soal postes berjumlah 35.
2. Metode Pembelajaran Ceramah
Pembelajaran dengan metode ceramah diterapkan selama tiga kali pertemuan di
kelas kontrol yaitu kelas XI IPS 2 yang membahas tentang persebaran biosfer.
Pada pertemuan pertama, guru memberikan pretes kepada siswa. Soal pretes
berjumlah 35.
Setelah pretes dilakukan, selanjutnya guru menjelaskan materi dengan
menggunakan metode ceramah. Pertemuan kedua pun dilaksanakan dengan
menggunakan metode ceramah. Pada pertemuan ketiga, guru mengulas kembali
secara singkat tentang materi yang telah disampaikan selama dua pertemuan
terakhir. Di akhir pembelajaran, guru memberikan postes kepada siswa. Soal
pretes dan postes yang diberikan di kelas XI IPS 3 sama dengan soal pretes dan
postes yang diberikan di kelas XI IPS 2, hal ini dilakukan untuk mengukur
perbedaan hasil belajar kedua kelas tersebut.
3. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan pencapaian dalam penguasaan kompetensi atau materi
setelah melalui proses belajar mengajar berupa nilai yang diukur menggunakan
tes. Nilai dapat diperoleh dari jawaban siswa yaitu dengan menjumlahkan
banyaknya soal yang dijawab benar dibagi dengan jumlah soal dikalikan seratus
sehingga diperoleh hasil belajar. Kriteria efektif jika ketuntasan belajar siswa
ketuntasan belajar siswa kurang dari 85% maka pembelajaran dikatakan tidak
efektif.
I. Teknik Pengumpulan Data dan Uji Persyaratan Instrumen
1. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Tes Hasil Belajar
Tes digunakan untuk mengevaluasi hasil belajar siswa setelah proses
pembelajaran. Pembelajaran berlangsung dalam tiga kali pertemuan
pembelajaran. Sedangkan tes dilakukan dua kali pada pertemuan pertama
dan pertemuan ketiga, bentuk tes dengan yang diberikan pada saat uji
coba adalah tes dalam bentuk pilihan jamak. Jumlah butir soal tes adalah
40 soal dengan materi yang diujikan adalah materi biosfer. Tes dilakukan
setelah instrumen tes diujicoba dengan menggunakan ANATES 4.0.9
sehingga diperoleh jumlah tes yang digunakan adalah sebanyak 35 soal.
b. Dokumentasi
Dokumentasi digunakan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
nilai geografi siswa kelas XI SMAN 1 Gedong Tataan Tahun Pelajaran
2013-2014.
2. Uji Persyaratan Instrumen a. Uji Validitas
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkatan-tingkatan
kevalidan atau kesahihan suatu instrumen (Arikunto, 2010:160). Sebuah
diukur. Proses input dan pengolahan data validitas uji coba soal dilakukan
menggunakan program ANATES 4.0.9.
Suatu soal dikatakan memiliki validitas yang baik apabila mempunyai
nilai korelasi yang tinggi. Untuk mengklasifikasikan tingkat validitas
maka digunakan kriteria seperti yang terdapat pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.3. Interpretasi Nilai r.
Nilai r Interpretasi
0,00-0,199 Sangat rendah
0,20-0,399 Rendah
0,40-0,599 Sedang
0,60-0,799 Tinggi
0,80-1,000 Sangat Tinggi
Sumber: Sugiono (2012:257).
b. Uji Reliabilitas
Reliabilitas alat ukur adalah ketetapan atau keajegan alat tersebut dalam
mengukur apa yang diukurnya (Sudjana & Ibrahim, 2012:120) . Suatu tes
dikatakan reliabel jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap
terhadap subjek yang sama. Proses input data menggunakan program
ANATES 4.0.9.
Untuk mengklasifikasikan tingkat reliabilitas digunakan kriteria seperti
Tabel 3.4. Kriteria Reliabilitas Soal.
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan
antara siswa yang memperoleh nilai tinggi (berkemampuan tinggi) dengan
siswa yang memperoleh nilai rendah (berkemampuan rendah) (Arikunto,
2010:211). Butir-butir soal yang baik adalah butir-butir soal yang
memiliki indeks diskriminasi 0,41 - 0,7 atau 41% sampai 70%. Proses
input data menggunakan program ANATES 4.0.9. Untuk
mengklasifikasikan tingkat daya pembeda digunakan kriteria pada tabel di
bawah ini:
Tabel 3.5. Kriteria Daya Pembeda Soal.
No Indeks Daya Pembeda Keterangan
1 < 0 Soal jelek sekali
Suatu soal yang baik adalah jika soal itu tidak terlalu mudah atau terlalu
sukar. Taraf kesukaran soal yang baik jika memiliki taraf kesukaran
adalah membagi banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan benar
dengan jumlah seluruh siswa. Proses input data menggunakan program
ANATES 4.0.9. Untuk mengklasifikasikan tingkat taraf kesukaran soal,
digunakan kriteria pada tabel di bawah ini.
Tabel 3.6. Kriteria Taraf Kesukaran Soal.
No Tingkat Kesukaran Keterangan
1 > 70% Soal mudah
2 30% - 70% Soal sedang
3 < 30% Soal sukar
Sumber: Arikunto (2010:210).
J. Teknik Analisis Data
1. Uji Normalitas
Uji normalitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah sebaran data sampel yang
akan dianalisis berdistribusi normal atau tidak. Kelompok yang akan diuji
normalisasinya berjumlah dua kelompok, yang terdiri dari kelompok siswa yang
diberi perlakuan metode Problem Solving (kelompok eksperimen) dan kelompok
siswa yang diberi perlakuan metode ceramah (kelompok kontrol). Perhitungan
mengenai normalitas yang dipakai dalam penelitian ini menggunakan program
Statistical Product and Service Solution. (SPSS -18.0).
2. Uji Homogenitas
Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah kedua data yang diperoleh
dari kedua kelompok tersebut memiliki varians yang sama atau sebaliknya
(Arikunto, 2010:136). Perhitungan mengenai homogenitas dalam penelitian ini
3. Uji Hipotesis dengan Uji t
Teknik yang digunakan untuk melihat perbedaan pembelajaran geografi dengan
menggunakan metode pembelajaran Problem Solving adalah independent sample
test dengan bantuan program Statistical Product and Service Solution (SPSS.
18.0). Untuk dapat menguji dengan uji beda mean (uji t) dilakukan dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Mengumpulkan data siswa masing-masing kelompok.
b. Menskor setiap data siswa sesuai dengan ketentuan yang telah dibuat
lebih dulu. Merangkum data siswa dalam bentuk tabel.
c. Menentukan skor rata-rata dan standar deviasi dari data yang diperoleh
dari masing-masing kelompok dalam bentuk tabel.
d. Uji hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji
beda mean (uji t) dalam perhitungan digunakan program SPSS 18.0
dengan kriteria apabila nilai thitung > nilai ttabel maka Ha diterima dan Ho
ditolak, dan sebaliknya jika thitung < nilai ttabel maka Ha tolak dan Ho
diterima.
4. Uji Gain (Peningkatan) Hasil Belajar
Uji gain adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui seberapa besar
peningkatan hasil belajar siswa sebelum dan sesudah dilaksanakan kegiatan
belajar mengajar, adapun rumus gain adalah:
Keterangan :
g = gain
= pretes
= nilai maksimum
Klasifikasi peningkatan (gain) hasil belajar siswa dapat dilihat pada tabel di
bawah ini:
Tabel 3.7. Klasifikasi Gain.
No Nilai Gain (g) Keterangan
1 > 0,7 Tinggi
2 0,3 – 0,7 Sedang
3 < 0,3 Rendah
Sumber : Meltzer dalam Nurdin (2012:54).
5. Uji Efektivitas Pembelajaran
Untuk efektivitas pembelajaran dapat dikatakan efektif jika memenuhi syarat
ketuntasan belajar (ketuntasan klasikal) yaitu jika dalam suatu kelas terdapat
≥85% yang telah tuntas belajarnya (Trianto, 2011:241).
Keterangan:
% : Persentase
n :Jumlah siswa yang tuntas belajar
N : Jumlah seluruh siswa dalam satu kelas
Dengan kriteria jika dalam suatu kelas terdapat ≥85% siswa yang telah tuntas
belajarnya maka pembelajaran tersebut dikatakan efektif. Begitu pula jika
terdapat ≤ 85% siswa yang telah tuntas belajarnya maka pembelajaran tersebut
dikatakan tidak efektif.
%
100
%
x
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan hasil pengujian hipotesis maka dapat
disimpulkan sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan rata-rata nilai pretes mata pelajaran geografi pada kelas
yang diberi perlakuan metode Problem Solving dan pada kelas yang diberi
metode ceramah.
2. Rata-rata postes hasil belajar geografi pada kelas yang diberi perlakuan
metode pembelajaran Problem Solving lebih tinggi dibandingkan kelas yang
diberi metode ceramah.
3. Rata-ratagain hasil belajar geografi pada kelas yang diberi perlakuan metode
Problem Solving lebih tinggi dibandingkan pada kelas yang diberi metode ceramah.
4. Metode pembelajaran Problem Solving lebih efektif dibandingkan metode
ceramah pada mata pelajaran geografi kelas XI IPS SMAN I Gedong Tataan.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dalam penerapan metode
pembelajaran Problem Solvingdan ceramah maka saran yang dapat dikemukakan
1. Bagi Siswa
a. Dengan diterapkannya metode pembelajaran diharapkan dapat membantu
siswa yang mengalami kesulitan untuk berbagi pengetahuan dan
pengalaman dengan siswa lain sehingga meningkatkan hasil belajar siswa.
b. Siswa dapat memperoleh pengalaman belajar secara langsung dengan
metode pembelajaran Problem Solving yang diharapkan dapat
meningkatkan rasa senang, meningkatkan kemampuan bersosialisasi,
tanggung jawab, dan percaya diri.
2. Bagi Guru
Sebagai acuan dan bahan pertimbangan bagi guru mengenai variasi metode
pembelajaran yang dapat digunakan sebagai usaha untuk meningkatkan hasil
belajar siswa sesuai dengan materi pembelajaran.
3. Bagi Sekolah
Diharapkan dapat bermanfaat bagi lulusan (output) yang dihasilkan, sehingga
kualitas lulusan lebih bermutu dan meningkatkan kualitas pembelajaran di