• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI PENYALAHGUNAAN DANA BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (StudiPutusanNomor:67/Pid.Sus-Tpk/2014/PN.Tjk)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI PENYALAHGUNAAN DANA BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (StudiPutusanNomor:67/Pid.Sus-Tpk/2014/PN.Tjk)"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI PENYALAHGUNAAN DANA BANTUAN LANGSUNG

MASYARAKAT

(StudiPutusanNomor:67/Pid.Sus-Tpk/2014/PN.Tjk)

Oleh

Ricky Indra Gunawan

Tindak pidana korupsi merupakan salah satu kejahatan yang dilakukan secara sistematis dan tidak dilakukan sendiri, melainkan dilakukan secara bersama-sama. Seperti halnya kasus korupsi dana bantuan langsung masyarakat yang terjadi di Kabupaten Lampung Utara yang dilakukan secara bersama-sama melibatkan 2 pelaku yaitu Yusniar dan Surniyati. Kajian yang menarik untuk diteliti penulis yaitu penjatuhan Pasal 3 kepada terdakwa I dan terdakwa II, dimana unsur dalam Pasal 3 yang dijatuhkan tersebut di permasalahkan. Permasalahannya apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutus perkara terhadap Pelaku tindak pidana korupsi penyalahgunaan dana bantuan langsung Masyarakat dalam putusan nomor: 67/ Pid.Sus-Tpk/2014 .PN.Tjk dan bagaimanakah pertanggung jawaban pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi penyalahgunaan dana bantuan bangsung Masyarakat dalam putusan nomor: 67/Pid.Sus-Tpk/2014 .PN.Tjk.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan secara yuridis normatif dan yuridis empiris. Metode pengumpulan data diperoleh memalui studi kepustakaan dan wawancara. Metode penyajian data dilakukan melalui proses editing, sistematis dan klasifikasi. Metode analisis data yang dipergunakan adalah metode analisi kualitatif dan menarik kesimpulan secara induktif.

(2)

memutuskan perkara di persidangan hakim juga harus mempertimbangkan keadaan yang memberatkan maupun keadaan yang meringankan bagi terdakwa. Hal ini bertujuan untuk mencapai suatu kepastian hukum dan keadilan bagi semua pihak. Kajian mengenai unsur menyalahgunakan kewenangan dan jabatan dalam Pasal 3 menjadi permasalahan karena dalam praktik nya pelaku bukan menyalahgunakan wewenang tetapi lebih kepada penggelapan dana dengan membentuk kelompok fiktif penerima dana bantuan langsung masyarakat tersebut dan jabatan dari pelaku yang tidak jelas dalam putusan karena jabatan nya bersifat adhoc atau sementara. Unsur Pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku tindak pidana korupsi dalam kasus Nomor : 67/Pid.Sus-Tpk/2014/PN.Tjk. yaitu pelaku telah memenuhi unsur melwan hukum, adanya kesalahan dan tidak ada alasan pemaaf/pembenar serta dalam hal ini ketiga unsur tersebut telah terbukti di persidangan. sehingga pelaku dikenakan pidana sesuai dengan UU No. 31 tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2001.

Saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini adalah diharapkan Hakim dalam memberi keputusan sebaiknya lebih teliti untuk mengkaji unsur-unsur dalam tindak pidana, terutama pada pasal-pasal yang akan dijatuhkan kepada terdakwa dan hakim dalam melakukan pertimbangan hukumnya harus memperhatikan peristiwa nyatanya serta pemerintahan harus meningkatkan pengawasan pada setiap bantuan yang diberikan agar tidak terjadi lagi kasus korupsi seperti halnya kasus diatas.

(3)

ANALISIS PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI PENYALAHGUNAAN DANA BANTUAN LANGSUNG

MASYARAKAT

(Studi Putusan Nomor : 67/Pid.Sus-Tpk/2014/PN.Tjk)

Oleh

RICKY INDRA GUNAWAN

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Nama lengkap penulis adalah Ricky Indra Gunawan, penulis dilahirkan di Tanjung Karang pada tanggal 13 Mei 1994. Penulis merupakan anak terakhir dari enam bersaudara, dari pasangan Bapak Drs. H. Aliudin MS dan Ibu Hj. Hafsjah, S.Pd.

Penulis mengawali pendidikan di Taman Kanak-kanak Al-Kautsar pada tahun 2000, penulis melanjutkan ke Sekolah Dasar di SD Al-Kautsar pada tahun 2000 hingga tahun 2006, penulis melanjutkan Sekolah Lanjut Tingkat Pertama ditempuh di SMP Al-Kautsar pada tahun 2006 hingga tahun 2009 dan menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Natar pada Tahun 2009 hingga tahun 2012.Penulis terdaftar sebagai mahasiwa Fakultas Hukum melalui jalur SNMPTN Tertulis pada tahun 2012 dan penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 40 hari di Desa Gunung Sari, Kecamatan Gunung Labuhan, Way Kanan.

(7)
(8)

&

&

&

&

&

&

&

&

&&&&

'

'

'

'

(

)

*

(

)

*

(

)

*

(

)

*

&&&&

(9)

SANWACANA

Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah

SWT atas limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat

menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Pemidanaan Terhadap

Pelaku Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Dana Bantuan Langsung

Masyarakat (Studi Putusan Nomor : 67/Pid.Sus-Tpk/2014/PN.Tjk). Sebagai

salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum

Universitas Lampung dibawah bimbingan dari dosen pembimbing serta atas

bantuan dari berbagai pihak lain. Shalawat serta salam semoga senantiasa

tercurahkan kepada baginda Nabi Besar Muhammad SAW beserta seluruh

keluarga dan sahabatnya.

Penyelesaian penelitian ini tidak lepas dari bantuan, bimbingan, dan saran dari

berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Hasriadi Mat Akin, M.P., sebagai Rektor Universitas

Lampung;

2. Bapak Dr. Heryandi, S.H., M.S., sebagai Dekan Fakultas Hukum Universitas

Lampung;

3. Ibu Diah Gustiniati Maulani, S.H., M.Hum., sebagai Ketua Bagian Hukum

(10)

kesediaan meluangkan waktu disela-sela kesibukannya, mencurahkan segenap

pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses

penyelesaian skripsi ini;

5. Ibu Dona Raisa Monica, S.H., M.H., sebagai Pembimbing II yang telah

bersedia untuk meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya,

memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi

ini serta sebagai Pembimbing Akademik yang telah membantu untuk

membimbing dan mengarahkan penulis selama menempuh pendidikan di

Fakultas Hukum Universitas Lampung;

6. Ibu Dr. Nikmah Rosidah, S.H., M.H., sebagai Pembahas I yang telah

memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;

7. Bapak Rinaldy Amrullah, S.H., M.H., sebagai Pembahas II yang telah

memberikan kritik, saran, dan masukan yang membangun terhadap skripsi ini;

8. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang

penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta

segala bantuan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi;

9. Bapak Mardison, S.H. dari Pengadilan Negeri Kelas I A Tanjung Karang yang

telah membantu memberikan data dan saran untuk penulisan hasil skripsi ini;

10.Bapak M. Nursaitias, S.H, M.H. yang telah membantu memberikan data dan

saran untuk penulisan hasil skripsi ini;

11.Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H. yang telah membantu memberikan data dan

(11)

penulis banggakan dan Ibu tercinta yang telah banyak memberikan dukungan,

motivasi dan pengorbanan baik secara moril maupun materil sehingga penulis

dapat menyelesaikan studi dengan baik. Terimakasih atas segalanya semoga

kelak dapat membahagiakan, membanggakan, dan selalu bisa membuat kalian

tersenyum dalam kebahagiaan;

13.Kakakku tercinta Rika, Rudi, Reny, Resi, terimakasih atas semua dukungan,

motivasi, kegembiraan, dan semangatnya yang diberikan untuk adek;

14.Kanjeng Tias, Kyai Sabda, Kak Iwan, Abang Rama dan Junjungan Fitri yang

telah memberikan dukungan moril, motivasi, dan semangatnya;

15.Anisa Harsimaya, Amd.Keb (maya) beserta keluarga yang senantiasa

menemani setiap hariku dan perjalananku dengan curahan perhatian,

dukungan, semangat, pengertian, cinta dan kasih sayang.

16.Sahabat-Sahabat terbaikku yang dari awal perkuliahan sudah memberikan

dukungan dalam perkuliahan dan kerjasama dalam menyelesaikan penulisan

skripsi ini, Obi Dermawan, Oglando Setiawan, Mas Adi Eka Nugraha, Aristyo

Wijaya, Bonifa Refsi, Agustian Sinurat, Yulinda Sari, Tiaranita, Rahmawati,

Fiona Salfadila Hasan, Nova Zolica Putri, Ayu Nadia Maryandani.

17.Sahabat-sahabat dalam penulisan Skripsi ini, Adnan Alit Suprayogi, Deni

Mareza, Yudhistira Gilang Perdana, Williyam Blasius, Sandi Handika,

Yonefki, Ryan Ramadhan, Yoga Pratama, Diaz, Fiona Salfadila Hasan, Della

Viska, Varu Nisa Arie,Tiara Erdi, yang berjuang bersama dalam penulisan

(12)

Agus, Ari, Wailim, Riki, Sutiadi, Yusuf, Wili, Tio, Rio, Ryan, Komang, Rizki,

Yuda, Fajri, Megy, Mira, Gibran, Redo, Queen, Refan, Ridwan, Raymon,

Senang, Seto, Wiwi, Ragiel dan seluruh teman-teman Hukum Pidana 2012

yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas dukungan dan kerjasamanya

semoga kita semua sukses;

19.Teman-teman KKN Gunung Sari, Way Kanan, Apriandi Prasetyo,

Andriawansyah Putra, Akbar Rulianto, Debby April, Anggi Herliani, Suci

Pebrina terimakasih atas kebersamaan selama 40 harinya;

20.Kyay-kyay Natar, Okta, Eko, Aziz, Ryan, Fery, Indra, Haris, Atrian, Panji,

Anas dan Daus yang telah memberikan semangat serta hiburan disaat penulis

sedang mengerjakan skripsi ini;

21.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

dalam penyelesaian skripsi ini, terimakasih atas semua doa, motivasi, bantuan

dan dukungannya.

Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan budi baik yang telah

diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis menyadari masih terdapat

kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan masih jauh dari kesempurnaan, akan

tetapi sedikit harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang

membacanya, khususnya bagi penulis dalam mengembangkan dan mengamalkan

(13)

Penulis,

(14)

DAFTAR ISI

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup Penelitian ... 9

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 10

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 11

E. Sistematika Penulisan ... 17

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim ... 19

B. Pengertian Umum Korupsi ... 25

C. Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) ... 30

D. Pengertian Pengertian Pertanggungjawaban Pidana ... 32

E. Dasar Pertimbangan hakim ... 35

F. Pengertian Penyertaan (Deelneming) ... 40

III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Masalah ... 47

B. Sumber dan Jenis Data ... 47

C. Penentuan Narasumber ... 49

(15)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Terhadap

Pelaku Tindak Pidana Korupsi Pada Kasus Nomor 67/Pid.

Sus Tpk/2014/PN.Tjk ... 52

B. Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana

Korupsi Penyalahgunaan Dana Bantuan Langsung Masyarakat

Dalam putusan nomor: 67/Pid.Sus-Tpk/2014.PN.Tjk ... 61

V. PENUTUP

A. Simpulan ... 74

B. Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA

(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Korupsi berasal dari bahasa latin “Corruptio” atau “Corruptus”, yang kemudian

diadopsi oleh banyak bahasa di eropa, misalnya di Inggris dan Perancis

Corruption” serta Belanda “Corruptie”, dan selanjutnya dipakai pula dalam

bahasa Indonesia “Korupsi”.1 Korupsi adalah setiap orang yang secara melawan

hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu

korupsi dengan menyalah gunakaan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada

padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara

atau perekonomian Negara .

Sejarah korupsi di Indonesia terjadi sejak zaman Hindia Belanda, pada masa

pemerintahan Orde Lama, Orde Baru dan Orde Reformasi. Pemerintah rezim

Orde baru dan Orde Reformasi. Pemerintah rezim Orde Baru yang tidak

demokratis dan militerisme menumbuh suburkan terjadinya korupsi di semua

aspek kehidupan dan seolah-olah menjadi budaya masyarakat Indonesia.2

1

Tri Andrisman, Tindak Pidana Khusus Diluar KUHP,Bandar Lampung, Universitas Lampung, 2010, hlm.37.

2

(17)

Istilah korupsi pertama hadir dalam khasanah hukum Indonesia dalam Peraturan

Penguasa Perang Nomor :23Prt/Perpu/013/1958 tentang Peraturan Pemberantasan

Korupsi. Kemudian, dimasukkan juga dalam Undang-Undang Nomor

:24/Prp/1960 tentang Pengusutan Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana

Korupsi. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan tindak

Pidana Korupsi yang kemudian sejak tanggal 16 Agustus 1999 Tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi digantikan oleh Undang-Undang Nomor

31 tahun 1999 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan kemudian di

ubah dengan Undang - Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi.3

Berdasarkan hal tersebut selain diundangkanya Undang-undang Tipikor Nomor

31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Undang-undang

Nomor 20 Tahun 2001. Pemerintah juga membentuk lembaga yang berfungsi

memonitoring keuangan negara seperti BPK dan yang lebih khusus menangani

masalah tindak pidana korupsi adalah di bentuknya lembaga Komisi Pemberantas

Korupsi sesuai Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi

Pemberantas Tindak Pidana Korupsi. 4

Korupsi di Indonesia sudah merupakan kejahatan yang sangat luar biasa

(extra ordinary crimes) sehingga tuntutan ketersediaan perangkat hukum yang

sangat luar biasa dan canggih serta kelembagaan yang menangani korupsi

tersebut tidak dapat dielakkan lagi. Korupsi harus dicegah dan dibasmi dari

tanah air karena korupsi menyengsarakan rakyat bahkan sudah merupakan

3

Darwan Prinst, Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Citra Aditya, 2002, hlm 1. 4

(18)

pelanggaran hak-hak ekonomi dan sosial rakyat Indonesia. Masyarakat kini

bersikap seakan tidak percara terhadap setiap usaha pemberantasan korupsi yang

kini yang kini sedang ditegakkan oleh pemerintah karena masyarakat sampai

saat ini belum melihat contoh yang baik dari para pemimpin pemerintahan

dan kelompok elit politik dalam menyikapi pemberantasan korupsi yang dimulai

dari pemerintahan sendiri. Pengalaman pemberantasan korupsi di Indonesia

menunjukkan kegagalan demi kegagalan, kegagalan tersebut menunjukkan

bahwa masyarakat pada strata rendah selalu menjadi korban dari ketidak

adilan dari penegakan hukum, dan keadaan yang sangat diskriminatif yang

sangat menyakitkan perasaan keadilan masyarakat luas yang dalam keadaan

kurang dan tidak mampu. Persoalan pemberantasan korupsi di Indonesia

bukanlah hanya persoalan hukum dan penegakan hukum semata-mata

melainkan persoa lan sosial yang sangat parah dan sama parahnya dengan

persoalan hukum sehingga wajib dibenahi secara bersamaan. Korupsi

juga merupakan persoalan yang mengakibatkan tidak adanya pemerataan

kesejahteraan dan merupakan persoalan psikologi sosial karena korupsi

merupakan penyakit sosial yang sangat sulit disembuhkan.5

Fenomena korupsi sudah merupakan akibat dari sistem penyelenggaraan

pemerintahan yang tidak tertera secara tertib dan tidak terawasi secara baik karena

landasan hukum yang dipergunakan juga mengandung banyak

kelemahan-kelemahan dalam implementasinya, didukung oleh sistem chek and balances

yang lemah di antara ketiga kekuasaan (Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman)maka

korupsi sudah melembaga dan mendekati suatu budaya yang hampir

(19)

sulit dihapuskan, hampir seluruh anggota masyarakat tidak dapat menghindari diri

dari kewajiban memberikan upeti manakala berhadapan dengan pejabat

pemerintahanterutama dibidang pelayanan publik. 6Tindak pidana korupsi tidak

dapat dikategorikan sebagai tindak pidana biasa karena sangat merugikan

keuangan serta perekonomian suatu negara, dan merupakan suatu pelanggaran

terhadap hak- hak sosial dan hak-hak perekonomian masyarakat, oleh karenanya

perlu adanya perhatian khusus untuk menanggulangi permasalahan ini.

Terlepas dari persoalan tersebut, terjadi kasus korupsi Penyalahgunaan anggaran

bantuan langsung masyarakat di Kecamatan Bunga Mayang Kabupaten Lampung

Utara, hal tersebut bermula dalam tahun 2009 Pemerintah Pusat melalui

Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia mengadakan Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan yang bertujuan

meningkatnya kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di

perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan

pengelolaan pembangunan sesuai program pemerintah tersebut, pada tanggal 07

Januari 2009 Pemerintah Kabupaten Lampung Utara melakukan kerjasama

dengan Pemerintah Pusat untuk melaksanakan Program Nasional Pemberdayaan

Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan.

Adapun sumber dana dalam pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan

Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan berasal dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)

sesuai dengan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Tahun Anggaran 2009

6

(20)

Nomor : 3226.1/010-05.4/-/2009 tanggal 31 Desember 2008 dan dana Program

Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan Tahun 2009

dibagikan ke seluruh Kecamatan di Kabupaten Lampung Utara, salah satunya di

Kecamatan Bunga Mayang Kabupaten Lampung Utara.

Surat Keputusan Bupati Lampung Utara Nomor : B/100/29-LU/HK/2011 tanggal

17 Maret 2011 tentang Unit Pengelola Kegiatan (UPK) dan Unit Pengelola

Kegiatan Sementara (UPKS) ditetapkan Sebagai Pengelola Dana Bantuan

Langsung Masyarakat (BLM) Kecamatan Bunga Mayang pada Tahun 2011 dan

Tahun 2012, dalam hal itu ditetapkan juga Pengurus Unit Pengelola Kegiatan

(UPK) Kecamatan Bunga Mayang yang diketuai oleh Yusniar bin Sahbar.Setelah

hal tersebut ditetapkan terjadilah penyalahgunaan anggaran yang dilakukan oleh

Ketua UPK dan Bendaharanya yang merugikan Negara berdasarkan audit

perhitungan kerugian keuangan Negara yang dilakukan oleh BPKP perwakilan

provinsi Lampung adalah sejumlah Rp 290.420.000,-

Berdasarkan hal diatas sangat di sayangkan, karena korupsi akan menjadi faktor

penghambat pembangunan di segala bidang. Uang itu yang idealnya digunakan

sebagai bantuan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat agar lebih baik lagi

dan seharusnya dana bantuan itu harus di berikan kepada masyarakat dengan

maksimal serta utuh , bukannya disalahgunakan oleh orang atau korporasi yang

tidak bertanggung jawab seperti hal nya kasus di atas. Terdapat suatu masalah

yang membuat penulis menjadikan kasus ini sebagai skripsi, dimana penjatuhan

pidana yang diputus oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang

(21)

dengan unsur yang terdapat pada Pasal 3 yang dijatuhkan oleh majelis hakim,

Pasal 3 yaitu:

Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000(satu milyar rupiah).

Artinya disini unsur dari Pasal 3 ialah menguntungkan diri sendiri atau orang

lain atau suatu korporasi ,menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau

sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukannya dan merugikan

keuangan Negara. Terdakwa dalam kasus ini dikenakan Pasal 3, padahal yang

bersangkutan tidak memenuhi semua unsur yang ada di Pasal 3 tersebut. Unsur

yang tidak dipenuhi oleh terdakwa I maupun terdakwa II yaitu menyalahgunakan

kewenangan dan unsur jabatan atau kedudukan yang ada pada terdakwa.

Menyalahgunakan kewenangan dalam kasus ini tidak terpenuhi karena terdakwa

sendiri melakukan tindak pidana korupsi itu dengan cara membentuk suatu

kegiatan simpan pinjam kelompok perempuan (SPP) fiktif sebagai penerima dana

bantuan langsung masyarakat.

Terdakwa dalam penjelasan tersebut artinya jelas bahwa bukan menyalahgunakan

kewenangan tetapi lebih kepada penggelapan dana yang dilakukan oleh terdakwa,

karena terdakwa bukan mengalihkan uang dana bantuan langsung masyarakat

tersebut ke kelompok lain yang benar adanya, melainkan mereka membentuk

suatu kegiatan simpan pinjam kelompok perempuan (SPP) fiktif seolah-olah

(22)

mendapatkan dana bantuan langsung msayarakat guna kepentingan pribadi

terdakwa. Unsur kedua yang tidak terpenuhi yaitu jabatan atau kedudukan yang

ada pada terdakwa . Dalam kasus ini terdakwa I dan terdakwa II merupakan Ketua

UPK (Unit Pengelola Kegiatan) dan Bendahara UPK, hal ini menjadi masalah

karena status dari terdakwa I dan terdakwa II mengenai jabatan atau

kedudukannya masih belum jelas, dalam putusan nomor

67/Pid.Sus-Tpk/2014/PN.Tjk hakim juga tidak merumuskan bahwa terdakwa itu termasuk

Pejabat yang mempunyai kedudukan yang dalam hal ini PNS berdasarkan UU

Tindak Pidana Korupsi atau bukan dan jabatan yang dipegang oleh terdakwa

tersebut juga merupakan jabatan swasta, karena terdakwa juga bekerja sebagai

wiraswasta sebelum menjabat menjadi Ketua UPK (Unit Pengelola Kegiatan) dan

Bendahara UPK tersebut.

Berdasarkan penjelasan diatas unsur yang terdapat dalam Pasal 3 UU Nomor 31

tahun 1999 jo UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi seharusnya tidak dikenakan kepada terdakwa ,melainkan terdakwa I dan

terdakwa II lebih tepat dikenakan Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 31 tahun 1999 jo

UU 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yaitu :

Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Unsur dari Pasal 2 ayat (1) tersebut yaitu Melawan hukum, memperkaya diri

sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dan dapat merugikan keuangan Negara

(23)

telah melanggar Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 jo UU 21 tahun 2001

tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk memperkaya diri sendiri

atau orang lain atau suatu korporasi dan merugikan keuangan Negara. Hal ini

yang menjadi perhatian penulis untuk mengkaji apa yang menjadi dasar

pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana tersebut sehingga putusan yang

diberikan hakim menimbulkan masalah karena unsur pada Pasal 3 yang dikenakan

tidak sesuai.

Majelis hakim dalam putusan tersebut semestinya memberikan hukuman sesuai

dengan peraturan yang berlaku dengan memberikan kejelasan hukuman terhadap

masyarakat, sehingga dalam putusan yang dikeluarkan oleh Majelis Hakim

tersebut tidak menimbulkan pertanyaan atau masalah dan agar pelaku tindak

pidana korupsi tersebut ada efek jera nya, karena pelaku tindak pidana korupsi itu

sendiri melakukan kejahatan yang serius dengan menyalahgunakan dana bantuan

masyarakat yang seharusnya dana tersebut jauh dari kata korupsi.

Dana itu merupakan dana bantuan dari pemerintah yang bertujuan untuk

Pembangunan desa yang dilakukan yaitu dengan cara memperbaiki fasilitas

umum, fasilitas kesehatan atau memberikan simpan pinjam kepada rakyat yang

ingin membuka usaha dan dana bantuan ini juga bertujuan untuk mensejahterakan

masyarakatnya agar bisa lebih baik lagi serta masyarakatnya bisa lebih kreatif

dalam bekerja, bukan disalahgunakan atau di korupsi seperti kasus yang terjadi di

(24)

Berdasarkan pada uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk menjadikan

masalah tersebut kedalam sebuah penelitian guna penyusunan skripsi yang diberi

judul “Analisis Putusan Terhadap Pelaku Tindak Pidana Korupsi

Penyalahgunaan Dana Bantuan Langsung Masyarakat” (Studi Putusan nomor

: 67/Pid.Sus-Tpk/2014.PN.Tjk) yang dilakukan oleh terdakwa Yusniar bin Sahbar

dan terdakwa Surniyati binti Supardi.

B. Permasalahan Dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan uraian yang diungkapkan di atas maka yang menjadi permasalahan

dalam penulisan skripsi ini adalah:

1. Apakah yang menjadi Dasar Pertimbangan hakim dalam memutus perkara

Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Dana Bantuan Langsung

Masyarakat dalam putusan Nomor: 67/Pid.Sus-Tpk/2014.PN.Tjk ?

2. Bagaimanakah Pertanggungjawaban Pidana terhadap Pelaku Tindak

Pidana Korupsi Penyalahgunaan Dana Bantuan Langsung Masyarakat

dalam putusan Nomor: 67/Pid.Sus-Tpk/2014.PN.Tjk ?

2. Ruang Lingkup Pembahasan

Agar penulisan skripsi ini lebih terarah dan tersusun sistematis maka penulis

membatasi ruang lingkup pembahasan dengan menitikberatkan pada

bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku Tindak Pidana

Korupsi Penyalahgunaan Dana Bantuan Langsung Masyarakat dan apa yang

(25)

penyalahgunaan dana bantuan langsung masyarakat, dalam hal ini sesuai dengan

ketentuan peraturan Perundang-undangan yaitu UU No. 31 tahun 1999 jo UU No.

20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan ruang

lingkup wilayah penelitan adalah Pengadilan Negeri Tanjung Karang, penelitian

dilakukan pada tahun 2015.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan dan ruang lingkup penelitian, maka penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui :

a). Untuk mengetahui Apakah yang menjadi Dasar Pertimbangan hakim dalam

memutus perkara Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Dana Bantuan

Langsung Masyarakat berdasarkan Studi Putusan nomor:

67/Pid.Sus-Tpk/2014.PN.Tjk

b). Untuk mengetahui Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap

Pelaku Tindak Pidana Korupsi Penyalahgunaan Dana Bantuan Langsung

Masyarakat berdasarkan Studi Putusan nomor: 67/Pid.Sus-Tpk/2014.PN.Tjk

2. Kegunaan Penelitian

Kegunaan Penelitian ini mencakup kegunaan teoritis dan Kegunaan praktis, yaitu:

a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis, untuk memperluas dan memperdalam pemahaman penulis tentang

perkara korupsi dan penjatuhan pidana terhadap pelaku korupsi penyalahgunaan

(26)

b. Kegunaan Praktis

Secara Praktis, menjadi bahan masukan bagi kalangan praktisi hukum, khusus

yang bergerak dalam bidang penyelenggara peradilan pidana dan kemasyarakatan

serta memberikan gambaran tentang proses hukum bagi pelaku tindak pidana

korupsi, oleh karena itu tulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan serta

kesadaran hukum baik aparat penegak hukum dan masyarakat luas.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka teoritis

Kerangka teoritis adalah susunan dari beberapa anggapan, pendapat, cara, aturan,

asas, keterangan sebagai suatu kesatuan yang logis yang menjadi landasan, acuan,

dan pedoman untuk mencapai tujuan dalam penelitian atau penulisan. Pada

umumnya, teori bersumber dari undang-undang, buku atau karya tulis bidang ilmu

dan laporan penelitian.7 Setiap penelitian akan ada kerangka teoritis yang menjadi

acuan dan bertujuan mengidentifikasi terhadap dimensi sosial yang dianggap

relevan oleh peneliti.8

a. Teori Dasar Pertimbangan Hakim

Keyakinan hakim dalam menjatuhkan putusan bukan semata-mata peranan hakim

sendiri untuk memutuskan, tetapi hakim meyakini bahwa terdakwa telah

melakukan tindak pidana yang didakwakan dan didukung oleh alat bukti yang sah

menurut Undang-undang. Sebagai bahan pertimbangan hakim, terdapat dalam

7

Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bhakti, 2004, hlm. 73.

8

(27)

Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP, menurut KUHAP harus ada alat-alat bukti yang

sah, alat bukti yang dimaksud adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat,

petunjuk, dan keterangan terdakwa. Alat bukti inilah yang nantinya menjadi dasar

pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman pidana yang didasarkan

kepada teori dan hasil penelitian yang saling berkaitan sehingga didapatkan hasil

yang maksimal dan seimbang dalam teori dan praktek. Undang-Undang Nomor 48

Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman juga menyatakan bahwa tentang dasar

pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan, yaitu dalam Pasal 8 Ayat (2) :

“Dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana, hakim wajib memperhatikan

pada sifat yang baik dan jahat dari terdakwa”.

Kebebasan hakim mutlak dibutuhkan terutama untuk menjamin keobjektifan

hakim dalam mengambil keputusan. Menurut Soedarto, hakim memberikan

keputusannya mengenai hal-hal sebagai berikut :9

1. Keputusan mengenai peristiwanya, yaitu apakah terdakwa telah melakukan

perbuatan yang dituduhkan kepadanya.

2. Keputusan mengenai hukumnya, yaitu apakah perbuatan yang dilakukan

terdakwa itu merupakan suatu tindak pidana dan apakah terdakwa bersalah dan

dapat dipidana,

3. Keputusan mengenai pidananya, apabila terdakwa dapat dipidana.

Hakim dalam putusannya harus memberikan rasa keadilan, menelaah terlebih

dahulu kebenaran peristiwa yang diajukan kepadanya kemudian

9

(28)

menghubungkannya dengan hukum yang berlaku dan hakim dalam menjatuhkan

pidana nya harus melihat terlebih dahulu syarat pemidanaan, menurut Sudarto

syarat pemidanaan yaitu harus memenuhi unsur Perbuatan dan unsur Orang,

dimana penjelasan mengenai perbuatan harus memenuhi rumusan Undang-undang

dan Bersifat melawan hukum (tidak ada alasan pembenar), sedangkan unsur orang

dalam hal ini berdasarkan dengan “Kesalahan”, yang meliputi :10

1. Kemampuan Bertanggungjawab

2. Sengaja (Dolus/Opzet) atau Lalai (Culpa/Alpa) serta tidak ada alasan pemaaf

b. Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana adalah sesuatu perbuatan pidana yang harus

dipertanggungjawabkan atas perbuatan yang dilakukan. Tindak pidana adalah

perbuatan yang dilakukan oleh suatu aturan hukum larangan mana disertai

ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa

melarang larangan tersebut.11

Berdasarkan hal tersebut maka pertanggung jawaban pidana menurut hukum

pidana, terdiri atas tiga syarat yaitu :

1. Adanya perbuatan Melawan Hukum

2. Adanya Kesalahan

3. Tidak ada alasan pemaaf dan pembenar

10

Tri Andrisman, Hukum Pidana, Lampung, Universitas Lampung, 2011, hlm, 81. 11

(29)

Perbuatan melawan hukum belumlah cukup untuk menjatuhkan hukuman,

disamping perbuatan melawan hukum harus ada seseorang pembuat (dader) yang

bertanggung jawab atas perbuatannya, pembuat haruslah terbukti bersalah (schute

hebben) terhadap tindak pidana yang dilakukan. Pertanggungjawaban pidana atau

kesalahan menurut hukum pidana (schuldin ruime zin) terdiri dari 3 (tiga) unsur,

yaitu: 12

1. Toerekening strafbaarheid (dapat dipertanggungjawabkan) pembuat,yaitu :

a. Suatu sikap psikis pembuat berhubungan dengan kelakuannya.

b. Kelakuan yang sengaja.

2. Kelakuan dengan sikap kurang berhati-hati atau lalai (unsur kealpaan, culva,

schute in enge zin).

3. Tidak ada alasan-alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban pidana

pembuat (unsur Toerekenbaar heid).

Pasal 8 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman

selanjutnya disebut Undang-undang Kekuasaan Kehakiman mengatur bahwa

setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, dan/atau dihadapkan di

depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan

yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Undang-undang Kekuasaan Kehakiman Pasal 28 menyatakan bahwa hakim wajib

menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang

hidup dalam masyarakat.

12

(30)

Berdasarkan hal tersebut dalam mempertimbangkan berat ringannya pidana,

hakim wajib memperhatikan pula sifat yang baik dan jahat dari terdakwa. Hakim

sebagai orang yang menjalankan hukum berdasarkan demi keadilan di dalam

menjatuhkan putusan terhadap perkara yang ditanganinya tetap berlandaskan

aturan yang berlaku dalam undang-undang dan memakai pertimbangan

berdasarkan data-data yang autentik serta para saksi yang dapat dipercaya. Tugas

hakim tersebut dalam memper timbangkan untuk menjatuhkan suatu putusan

bebas dapat dilihat dalam Pasal 191 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Acara

Pidana (selanjutnya disebut KUHAP) yang menyatakan :

“Jika pengadilan berpendapat bahwa dari hasil pemeriksaan di sidang, kesalahan

terdakwa atas perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbukti secara sah

dan meyakinkan, maka terdakwa diputus bebas”.

Mengenai alat bukti yang dipergunakan sebagai bahan pertimbangan hakim,

terdapat dalam Pasal 183 dan 184 KUHAP, menurut KUHAP harus ada alat -alat

bukti yang sah, dimana alat bukti tersebut berupa keterangan saksi, keterangan

ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa seperti hal ini bert ujuan untuk

mendapat keyakinan hakim bahwa suatu tindak pidana telah terjadi dan

terdakwalah yang bersalah.

2. Konseptual

Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan antara

konsep-konsep khusus yang akan diteliti, baik dalam penelitian hukum normatif

maupun empiris. Biasanya telah merumuskan dalam definisi-definisi tertentu atau

(31)

merupakan kerangka yang menghubungkan atau menggambarkan konsep-konsep

khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang berkaitan dengan istilah.

Upaya memudahkan pengertian yang terkandung dalam kalimat judul penelitian

ini, maka penulis dalam konseptual ini menguraikan pengertian-pengertian yang

berhubungan erat dengan penulisan skripsi ini, maka akan dijelaskan beberapa

istilah yang dipakai, yaitu sebagai berikut :

a. Analisis adalah proses berfikir manusia tentang sesuatu kejadian atau peristiwa

untuk memberikan suatu jawaban atas kejadian atau pristiwa tersebut. 13

b. Pemidanaan adalah suatu proses atau cara untuk menjatuhkan hukuman/sanksi

terhadap orang yang telah melakukan tindak kejahatan (rechtsdelict) maupun

pelanggaran (wetsdelict).14

c. Pelaku (Dader) adalah orang yang melakukan suatu perbuatan yang merupakan

pelaku utama dalam perubahan situasi tertentu.15 Menurut hukum pidana

pelaku dapat diartikan sebagai mereka yang melakukan dan yang turut serta

melakukan perbuatan.16

d. Tindak Pidana Korupsi menurut Undang-Undang No 31 tahun 1999 jo

Undang-Undang 20 tahun 2001 tentang pemberantasan Tindak Pidana Korupsi adalah

Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya

13

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum Cetakan 3. Jakarta, Universitas Indonesia press , 2007,hlm.129.

14

Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, Bandung Alumni, 2005, hlm 12.

15

P.A. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hlm 594.

16

(32)

diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan

keuangan Negara atau perekonomian Negara.17

e. Penyalahgunaan adalah proses, cara, perbuatan menyalahgunakan sehingga

kekayaan yang diperolehnya adalah hasil penyalahgunaan jabatannya.18

f. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri merupakan

salah satu mekanisme program pemberdayaan masyarakat yang digunakan

PNPM Mandiri dalam upaya mempercepat penanggulangan kemiskinan dan

perluasan kesempatan kerja di wilayah perdesaan.19

g. Dana Bantuan Langsung Masyarakat adalah Program pemberdayaan

masyarakat yang dapat dikatakan sebagai program pemberdayaan masyarakat

terbesar di tanah air. Dalam pelaksanaannya, program ini memusatkan kegiatan

bagi masyarakat Indonesia paling miskin di wilayah perdesaan.20

E. Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan dan memahami skripsi ini secara keseluruhan, maka

sistematika penulisannya disusun sebagai berikut :

I. PENDAHULUAN

Merupakan Bab pendahuluan yang berisikan latar belakang, permasalahan dan

ruang lingkup. Tujuan dan kegunaan penulisan, kerangka teoritis dan konseptual,

serta sistematika penulisan.

17

Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 Pasal 2 ayat (1) 18

Tri Andrisman, Hukum Pidana, Universitas Lampung, 2011, hlm 91. 19

Wikipedia,PNPM Mandiri, https://id.wikipedia.org/wiki/PNPM_Mandiri_Pedesaan, diakses pada 28 Oktober 2015 (08:30 WIB).

20

(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Merupakan Bab tinjauan Pustaka yang menguraikan mengenai pengertian pidana,

pengertian korupsi, pengertian putusan hakim, jenis-jenis putusan hakim

III. METODE PENELITIAN

Merupakan Bab yang berisi uraian mengenai pendekatan masalah, sumber dan

jenis data, penentuan populasi dan sampel, prosedur pengolahan dan pengum

pulan data, serta analisis data.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berupa hasil penelitian dan pembahasan yang terbagi dalam sub bab mengenai

Apakah yang menjadi Dasar Pertimbangan hakim dalam memutus perkara Tindak

Pidana Korupsi Penyalahgunaan Dana Bantuan Langsung Masyarakat

berdasarkan Studi Putusan nomor: 67/Pid.Sus-Tpk/2014.PN.Tjk dan

Bagaimanakah pertanggungjawaban pidana terhadap Pelaku Tindak Pidana

Korupsi Penyalahgunaan Dana Bantuan Langsung Masyarakat berdasarkan Studi

Putusan nomor: 67/Pid.Sus-Tpk/2014.PN.Tjk. serta pemaparan hasil wawancara

dengan beberapa aparat penegak hukum sebagai bahan acuan dan perbandingan.

V. PENUTUP

(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Putusan Hakim

Putusan hakim pada dasarnya mempunyai peranan yang menentukan dalam

menegakkan hukum dan keadilan, oleh karena itu didalam menjatuhkan putusan,

hakim diharapkan agar selalu berhati-hati, hal ini dimaksudkan untuk menjaga

agar putusan yang diambil tidak mengakibatkan rasa tidak puas, tidak bertumpu

pada keadilan yang dapat menjatuhkan wibawa pengadilan.21

Hakim dalam menentukan hukuman diharapkan berpandangan tidak hanya tertuju

apakah putusan itu sudah benar menurut hukum, melainkan juga terhadap akibat

yang mungkin timbul, dengan berpandangan luas seperti ini maka hakim

berkemungkinan besar mampu untuk menyelami kenyataan-kenyataan yang hidup

dalam masyarakat danjuga akan lebih dapat memahami serta meresapi makna dari

putusan yang dijatuhkan, dalam dunia peradilan dibedakan antara putusan dan

penetapan hakim. Putusan dalam bahasa Belanda disebut dengan vonnis,

sedangkan penetapan hakim dalam bahasa Belanda disebut dengan beschikking.

Putusan hakim dalam acara pidana adalah diambil untuk memutusi suatu perkara

pidana, sedangkan penetapan diambil berhubungan dengan suatu permohonan,

biasanya dalam perkara perdata seperti pengangkatan wali atau pengangkatan

(35)

anak.22 Pengertian putusan terdapat dalam sidang pengadilan terbuka, yang dapat

berupa pemidanaan atau bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum dalam hal

menurut cara yang diatur dalam undang-undang.

Menurut ketentuan Pasal 193 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), putusan pidana dijatuhkan apabila pengadilan berpendapat bahwa

terdakwa bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya.

Berdasarkan rumusan KUHAP tersebut putusan hakim dapat digolongkan ke

dalam 2 jenis yaitu:

a. Putusan Akhir

Putusan ini dapat terjadi apabila majelis hakim memeriksa terdakwa yang hadir di

persidangan sampai pokok perkaranya selesai diperiksa. Maksud dari pokok

perkaranya selesai diperiksa adalah sebelum menjatuhkan putusan telah

melakukan proses-proses berupa sidang dinyatakan dibuka dan terbuka untuk

umum, pemeriksaan identitas dan peringatan ketua majelis kepada terdakwa untuk

mendengar dan memperhatikan segala sesuatu yang terjadi di dalam persidangan

serta pembacaan putusan dalam sidang terbuka untuk umum.

b. Putusan Sela

Putusan yang bukan putusan akhir ini mangacu pada ketentuan Pasal 156 ayat (1)

KUHAP, yaitu dalam penasihat hukum mengajukan keberatan atau eksepsi

terhadap surat dakwaan jaksa/ penuntut umum. Penetapan atau putusan sela ini

mengakhiri perkara apabila terdakwadan penuntut umum menerima apa yang

22

(36)

diputuskan oleh majelis hakim tersebut. Akan tetapi, secara material perkara

tersebut dapat dibuka kembali apabila perlawanan dari penuntut umum oleh

Pengadilan Tinggi dibenarkan sehingga Pengadilan Tinggi memerintahkan

Pengadilan Negeri melanjutkan pemeriksaan perkara yang bersangkutan.

Putusan sela ini bukan putusan akhir karena disamping memungkinkan perkara

tersebut secara material dibuka kembali karena adanya perlawanan yang

dibenarkan, juga dikarenakan dalam hak ini materi pokok perkara atau pokok

perkara yang sebenarnya yaitu dari keterangan para saksi, terdakwa serta proses

berikutnya belum diperiksa oleh majelis hakim.23 Jadi, bentuk putusan yang

dijatuhkan pengadilan tergantung hasil musyawarah yang bertitik tolak dari surat

dakwaan dengan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang

pengadilan.

Menurut penilaian majelis hakim mungkin saja apa yang didakwakan dalam surat

dakwaan terbukti, mungkin juga menilai, apa yang didakwakan memang benar

terbukti akan tetapi apa yang didakwakan bukan merupakan tindak pidana, tapi

termasuk ruang lingkup perkara perdata atau termasuk ruang lingkup tindak

pidana aduan atau menurut penilaian hakim tindak pidana yang didakwakan tidak

terbukti samasekali.24Bertitik tolak dari kemungkinan-kemungkinan tersebut

putusan yang dijatuhkan pengadilan mengenai suatu perkara dapat berbentuk :

23Ibid

, hlm.47.

(37)

1) Putusan Bebas

Putusan bebas adalah putusan yang menyatakan terdakwa dinyatakan bebas dari

tuntutan hukum. Dibebaskan dari tuntutan hukum berarti terdakwa dibebaskan

dari pemidanaan atau dengankata lain tidak dipidana. Menurut Pasal 191 ayat (1)

KUHAP, terdakwa dinyatakan bebas dari tuntutan hukum apabila pengadilan

berpendapat dari hasil pemeriksaan di sidang pengadilan kesalahan terdakwa atas

perbuatan yang didakwakan kepadanya tidak terbuktisecara sah dan meyakinkan.

Putusan bebas ditinjau dari segi yuridis Menurut Yahya Harahap ialah putusan

yang dinilai oleh majelis hakim yang bersangkutan tidak memenuhi asas

pembuktian menurut undang-undang secara negatif dan tidak memenuhi asasbatas

minimum pembuktian.25Maksud tidak memenuhi asas pembuktian menurut

undang-undang secara negatif adalah bahwa pembuktian yang diperoleh

dipersidangan tidak cukup membuktikan kesalahan terdakwa. Sedangkan yang

dimaksud tidak memenuhi asas batas minimum pembuktian adalah untuk

membuktikan kesalahan terdakwa harus dengan sekurang-kurangnya dua alat

bukti.

2) Putusan Pelepasan Dari Segala Tuntutan Hukum

Putusan pelepasan dari segala tuntutan hukum diatur dalam Pasal 191 ayat (2)

KUHAP, yang berbunyi:

“Jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak

pidana maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum”.

(38)

3) Putusan Pemidanaan

Penjatuhan putusan pemidanaan terhadap terdakwa didasarkan pada penilaian

pengadilan hal ini sesuai dengan Pasal 193 ayat (1) KUHAP,26 jika pengadilan

berpendapat dan menilai terdakwa terbukti bersalah melakukan perbuatan yang

didakwakan kepadanya, pengadilan menjatuhkan hukuman pidana terhadap

terdakwa atau dengan penjelasan lain. Pengadilan berpendapat dan menilai

apabila terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan kesalahan

tindak pidana yang didakwakan kepadanya sesuai dengan sistem pembuktian dan

asas batas minimum pembuktian yang ditentukan dalam Pasal 183 KUHAP.

Kesalahan terdakwa telah cukup terbukti dengan sekurang-kurangnya dua alat

bukti yang sah yang memberi keyakinan kepada hakim, terdakwalah pelaku tindak

pidananya. Putusan hakim dapat dieksekusi bila putusan tersebut telah

mempunyai kekuatan hukum tetap, yang telah diterima oleh para pihak yang

bersangkutan. Putusan yang berupa pemidanaan berupa pidana seperti yang diatur

dalam Pasal 10 KUHP.

4) Penetapan Tidak Berwenang Mengadili Penetapan tidak berwenang mengadili

diatur dalam Pasal l84 KUHAP yang intinya adalah sebagai berikut:

a) Karena tindak pidana yang terjadi tidak dilakukan dalam daerah hukum

Pengadilan Negeri yang bersangkutan, atau

b) Sekalipun terdakwa bertempat tinggal, berdiam terakhir, diketemukan atau

ditahan berada di wilayah Pengadilan Negeri tersebut, tapi tindak pidananya

dilakukan di wilayah hukum Pengadilan Negeri yang lain, sedang saksi-saksi

26

(39)

yang dipanggilpun lebih dekat dengan Pengadilan Negeri tempat di mana tindak

pidana dilakukan dan sebagainya. Apabila terjadi hal-hal seperti yang dirumuskan

Pasal 84 KUHAP tersebut, Pengadilan Negeri yang menerima pelimpahan perkara

tersebut, tidak berwenang untuk mengadili.

5) Putusan Yang Menyatakan Dakwaan Tidak Dapat Diterima

Pasal 156 ayat (1) KUHAP, tidak menjelaskan pengertian dakwaan tidak dapat

diterima, dan tidak dijelaskan patokan yang dapat dijadikan dasar untuk

menyatakan dakwaan tidak dapat diterima. Menurut Yahya Harahap pengertian

tentang dakwaan tidak dapat diterima adalah apabila dakwaan yang diajukan

mengandung cacat formal atau mengandung kekeliruan beracara. Kekeliruan

tersebut dapat mengenai orang yang didakwa, ataupun mengenai susunan surat

dakwaan.27

6) Putusan Yang Menyatakan Dakwaan Batal Demi Hukum

Menurut Pasal 143 KUHAP syarat yang harus dipenuhi surat dakwaan adalah

harus memenuhi syarat formal dan syarat materiil.

a) Syarat formal memuat hal-hal yang berhubungan dengan:

(1) Surat dakwaan diberi tanggal dan ditandatangani oleh jaksa/ penuntut umum.

(2) Nama lengkap, tempat tinggal, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin,

kebangsaan, tempat tinggal, agama, danpekerjaan tersangka.

b) Syarat materiil

(1) Uraian cermat, jelas, dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan.

27

(40)

(2) Menyebut waktu dan tempat tindak pidana dilakukan.

Surat dakwaan yang dinyatakan batal demi hukum adalah apabila tidak memenuhi

unsur dalam Pasal 143 ayat (2) huruf b KUHAP yaitu tidak memenuhi syarat

materiil diatas.

B. Pengertian Umum Korupsi

Korupsi berasal dari kata latin “Corruptio” atau “Corruptus”, dalam bahasa

Prancis dan Inggris disebut “Corruption”, dalam bahasa Belanda disebut

Corruptie”.28Arti harfiah dari kata itu ialah kebusukan, keburukan, kebejatan,

ketidakjujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian,

kata-kataatau ucapan yang menghina atau menfitnah. Kehidupan yang buruk didalam

penjara misalnya, sering disebut sebagai kehidupan yang korup, yang segala

macam kejahatan terjadi disana.

Korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan

memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korupsi dengan menyalah

gunakaan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan

atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian

Negara (Pasal 2 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 jo

Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi).29

Memperhatikan rumusan Pasal 2 sampai dengan Pasal 17 dan Pasal 21 sampai

dengan Pasal 24 Undang-undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan

Tindak Pidana Korupsi, maka pelaku tindak pidana korupsi adalah setiap orang

28

Tri Andrisman, Tindak Pidana Khusus Diluar KUHP,Bandar Lampung, Universitas Lampung, 2010, hlm.37.

(41)

yang berarti orang perseorangan atau korporasi. Ketentuan yang tercantum dalam

dalam Undang-undang No. 31 Tahun 1999 dan Undang-undang No. 20 Tahun

2001 tentang tindak Pidana Korupsi dapat dibagi ke dalam dua segi, yaitu aktif

dan pasif. Segi aktif maksudnya pelaku tindak pidana korupsi tersebut langsung

melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi

dengan melakukan penyalahgunaan kewenangan, kesempatan atau sarana.

Sedangkan tindak pidana korupsi yang bersifat pasif yaitu yang menerima

pemberian atau janji karena berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya

yang bertentangan dengan kewajibannya.30

Korupsi merupakan31 perbuatan melawan hukum dengan cara memperkaya diri

sendiri atau orang lain. Memberantas korupsi tidak serta merta hanya sekedar

menangkap dan memenjarakan orang yang terlibat dalam korupsi, tapi bagaimana

menciptakan budaya hukum itu sendiri menjadi tanggungjawab penegak hukum ,

pemerintah ,masyarakat itu sendiri. Sehingga tercapai proses penegakan hukum

yang mampu mewujudkan nilai, ide dan cita hukum tersebut secara konkrit dan

menghasilkan keadilan secara substansial sesuai dengan apa yang menjadi tujuan

hukum.

Tujuan hukum akan tercapai apabila, fungsi hukum berjalan dengan baik.

Menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau bahkan sarana yang ada pada

dirinya karena jabatan atau kedudukanya sebagai kepala daerah atau kekuasaan

lain yang memiliki kewenangan dalam hal pemindah bukukan keuangan daerah

dan bahkan sangat merugikan keuangan negara bahkan perekonomian pun tidak

30

Ermansjah Djaja, Memberantas Korupsi Bersama KPK. Jakarta, Sinar Grafika, 2008,hlm. 13. 31

(42)

akan berjalan dengan mulus karena terhambatnya pembangunan yang

menggunakan anggaran yang dikorupsi oleh orang-orang yang berwenang untuk

mengelolanya.32 Seseorang mempunyai kesalahan apabila pada waktu melakukan

perbuatan, dilihat dari segi pandangan masyarakat menunjukan pandangan yang

normatif mengenai kesalahan yang dilakukan oleh orang tersebut. Dalam

pembicaran masalah tindak pidana korupsi yang terjadi di berbagai lini baik dari

sektor swasta maupun pemerintah tentu di dalamnya ada istilah unsur melawan

hukumnya.33 Dalam hal sifat melawan hukum ada sifat melawan hukum formal

dan sifat melawan hukum materil.

Sifat melawan hukum formal adalah hukum tertulis yaitu peraturan

Perundang-undangan. Terpenuhinya sifat melanggar hukum apabila pelaku melanggar atau

bertentangan dengan peraturan Perundang–undangan (onwetmatigedaad) dalam

sifat melawan hukum materil hukum tidak hanya hukum tertulis, tetapi juga

hukum yang tidak tertulis (unwritteen law) dan terpenuhinya sifat melawan

hukum apabila pelaku melanggar hukum (onrechtmatigedaad).34

Perbuatan yang memenuhi rumusan suatu delik diancam pidana yang dilakukan

dalam suatu proses sistem peradilan pidana (criminal justice system). Sanksi

pidana yang dijatuhkan kepada terdakwa bukanlah semata-mata merupakan

pembalasan melainkan sebagai usaha preventif dan represif agar terdakwa bisa

merenungkan perbuatan yang dilakukan dan akan menjadi pelajaran bagi

perbuatan yang dilakukan yang akan datang.

Andi Hamzah, Pemberantasan Korupsi melalui Hukum Pidana Nasional dan Internasional, Jakarta, Raja Grafindo, 2012, hlm, 34.

33

Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP. Rineka Cipta, 2005, hlm, 167. 34

(43)

Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana khusus karena dilakukan

oleh orang yang khusus maksudnya subyek atau pelakunya khusus dan

perbuatannya yang khusus akibat buruk yang ditimbulkan oleh adanya tindak

pidana korupsi harus ditangani secara khusus dan serius untuk itu perlu

dikembangkan peraturan-peraturan khusus sehingga dapat menjangkau semua

perbuatan pidana yang merupakan tindak pidana korupsi karena hukum

pidana umum tidak sanggup untuk menjangkaunya.35

Adapun mengenai pengertian tindak pidana korupsi menurut Undang-Undang

Nomor 20 Tahun 2001, yaitu:

1) Setiap orang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya

diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan

keuangan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 2 Ayat (1)).

2) Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang

lain atau suatu korporasi menyalahgunakan wewenang, kesempatan

atau sarana yang ada pasanya Karena jabatan, atau kedudukan yang

dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara (Pasal 3).

3) Setiap orang yang member hadiah atau janji kepada pegawai negeri

dengan mengingat kekuasaan dan wewenang yang melekat pada

jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji

dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut (Pasal 13).

4) Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan, atau

permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi (Pasal 15).

(44)

5) Setiap orang diluar Wilayah Negara Republik Indonesia yang

memberikan bantuan, kesempatan, sarana atau keterangan untuk terjadinya

tindak pidana korupsi (Pasal 16).

Memperhatikan Pasal 2 Ayat (1) diatas maka akan ditemukan unsur-unsur sebagai

berikut :

a. Melawan hukum.

b. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi.

c. Dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian negara.

Pasal 3 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 mempunyai unsur-unsur sebagai

berikut :

a. Dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu

korporasi.

b. Menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya

karena jabatan atau kedudukannya.

c. Dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara.

Hakim dalam hal memberikan keputusan sepenuhnya diberi kebebasan untuk

memberikan dan menentukan suatu hukuman pidana maupun putusan bebas

terhadap pelaku tindak pidana korupsi. Dengan dasar-dasar hukum yang

meringankan terdakwa bahkan membebaskanya. Maka dengan berlakunya

KUHAP peranan hakim dalam menciptakan keputusan-keputusan harus dapat

(45)

C. Bantuan Langsung Masyarakat (BLM)

Dana Bantuan Langsung Masyarakat ini merupakan bagian dari Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, PNPM Mandiri sendiri dikukuhkan

secara resmi oleh Presiden RI pada 30 April 2007 di Kota Palu, Sulawesi Tengah.

Dana Bantuan Langsung Masyarakat adalah Program pemberdayaan masyarakat

yang dapat dikatakan sebagai program pemberdayaan masyarakat terbesar di

tanah air. Dalam pelaksanaannya, program ini memusatkan kegiatan bagi

masyarakat Indonesia paling miskin di wilayah perdesaan.36

Program pemberdayaan masyarakat ini dapat dikatakan sebagai program

pemberdayaan masyarakat terbesar di tanah air. Dalam pelaksanaannya, program

ini memusatkan kegiatan bagi masyarakat Indonesia paling miskin di wilayah

perdesaan. Program ini menyediakan fasilitasi pemberdayaan masyarakat/

kelembagaan lokal, pendampingan, pelatihan, serta dana Bantuan Langsung untuk

Masyarakat (BLM) kepada masyarakat secara langsung.

Besaran dana BLM yang dialokasikan sebesar Rp750 juta sampai Rp. 3 miliar per

kecamatan, tergantung jumlah penduduk. Dalam PNPM Mandiri Perdesaan,

seluruh anggota masyarakat diajak terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara

partisipatif, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dalam

penggunaan dan pengelolaan dana sesuai kebutuhan paling prioritas di desanya,

sampai pada pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya.

36

(46)

Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan berada di bawah binaan Direktorat

Jenderal Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Kementerian Dalam

Negeri. Program ini didukung dengan pembiayaan yang berasal dari alokasi

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), alokasi Anggaran Pendapatan

dan Belanja Daerah (APBD), dana pinjaman/hibah luar negeri dari sejumlah

lembaga pemberi bantuan dibawah koordinasi Bank Dunia.37

Bahwa sesuai program Pemerintah tersebut, pada tanggal 07 Januari 2009

Pemerintah Kabupaten Lampung Utara melakukan kerjasama dengan pemerintah

pusat untuk melaksanakan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)

Mandiri Perdesaan Berdasarkan Asas Tugas Pembantuan sesuai dengan Naskah

Perjanjian Kerjasama (NPK) Nomor : 11 NPK-01-01/PNPM Mandiri Perdesaan

/I/2009. Adapun sumber dana dalam pelaksaan nya tersebut berasal dari APN dan

APBD dan dalam pelaksanaan Program Nasioal Pemberdayaan Masyarakat

(PNPM) Mandiri Perdesaan di kecamatan Bunga Mayang Kabupaten Lampung

Utara.

Berdasarkan Surat keputusan Bupati Lampung Utara nomor 300 tahun 2009

tanggal 02 Desember 2009 tentang penetapan lokasi dan unit pengelola kegiatan

(UPK) sebagai pengelola Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM)

ditentukanlah pengurus dari UPK untung kegiatan Dana Bantuan Langsung

tersebut yakni terdakwa Yusniar Bin Sahbar sebagai ketua dan terdakwa Surniyati

Binti supardi sebagai Bendahara yang telah terbukti melakukan penyalahgunaan

Dana Bantuan Langsung Masyarakat tersebut dengan cara membentuk SPP fiktif

37

Wikipedia, PNPM Mandiri, https://id.wikipedia.org/wiki/PNPM_Mandiri_Pedesaan, diakses

(47)

penerima Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) Kegiatan Simpan Pinjam

Kelompok Perempuan (SPP) yang merugikan Negara sebesar Rp. 290.420.000,

seharusnya dana bantuan tersebut tidak boleh di korupsi karena itu merupakan

solusi dari pemerintah untuk mengurangi angka kemiskinan di daerah perdesaan

yang mendapat bantuan tersebut sehingga daerah tersebut bisa lebih maju

perekonomian nya.

D. Pengertian Pertanggungjawaban Pidana

Pertanggungjawaban pidana (criminal responsibility) yang dimaksudkan untuk

menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggungjawabkan

atas suatu tindak pidana yang terjadi atau tidak. Untuk dapat dipidananya

sipelaku, diisyaratkan bahwa tindak pidana yang dilakukannya itu memenuhi

unsur-unsur yang telah ditentukan dalam undang-undang. Dilihat dari sudut

terjadinya tindakan yang dilarang, seseorang akan dipertanggungjawabkan atas

tindakan-tindakan tersebut, apabila melawan hukum serta tidak ada alasan

pembenar atau peniadaan sifat melawan hukum untuk pidana yang dilakukannya38

1) Kemampuan bertanggung jawab atau dapat di pertanggungjawabkan dari

si pembuat pidana.

2) Adanya perbuatan melawan hukum yaitu suatu sikap psikis si pelaku yang

berhubungan dengan kelakuannya,yaitu: Disengaja dan sikap kurang

hati-hati atau lalai.

3) Tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghapuskan

pertanggungjawaban pidana bagi si pembuat pidana. Kemampuan

38

(48)

bertanggung jawab merupakan unsur kesalahan, maka untuk membuktikan

adanya kesalahan,unsur tadi harus dibuktikan lagi. Mengingat halini sukar

untuk dibuktikan dan memerlukan waktu yang cukup lama, maka unsur

kemampuan bertanggung jawab dianggap diam-diam selalu ada karena

pada umumnya setiap orang normal batinnya dan mampu bertanggung

jawab, kecuali kalau ada tanda-tanda yang menunjukkan bahwa terdakwa

mungkin jiwanya tidak normal. Dalam hal ini, hakim memerintahkan

pemeriksaan yang khusus terhadap keadaan jiwa terdakwa sekalipun tidak

diminta oleh pihak terdakwa. Jika hasilnya masih meragukan hakim, itu

berarti bahwa kemampuan bertanggung jawab tidak berhenti, sehingga

kesalahan tidak ada dan pidana tidak dapat dijatuhkan berdasarkan asas

tidak dipidana jika tidak ada kesalahan.

Kemampuan untuk membedakan antara perbuatan baik dan yang buruk, adalah

merupakan faktor akal (intelektual faktor) yaitu dapat membedakan perbuatan

yang diperbolehkan atau yang tidak diperbolehkan. Kemampuan untuk

menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik buruknya perbuatan

tersebut merupakan factor perasaan (volitional factor) yaitu dapat menyesuaikan

tingkah lakunya dengan keinsyafan atas apa saja yang diperbolehkan dan apa saja

yang tidak diperbolehkan. Sebagai konsekuensi dari dua hal tadi, maka tentunya

orang tidak mampu menentukan kehendaknya menurut keinsyafan tentang baik

buruknya perbuatan, dia tidak mempunyai kesalahan jika melakukan tindak

pidana, orang yang demikian itu tidak dapat diminta pertanggungjawaban

pidananya. Masalah kemampuan bertanggung jawab ini terdapat dalam Pasal 44

(49)

“ Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan

kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu karena cacat,

tidak dipidana”

Bila tidak dipertanggungjawabkan itu disebabkan hal lain, misalnya jiwanya tidak

normal dikarenakan dia masih muda maka pasal tersebut tidak berlaku. Apabila

hakim akan menjalankan Pasal 44 KUHP, maka sebelumnya harus

memperhatikan apakah telah terpenuhinya 2 (dua) syarat sebagai berikut:

1) Syarat psikiatris yaitu pada terdakwa harus ada kurang sempurna akalnya

atau sakit berubah akal, yaitu keadaan kegilaan (idiote), yang mungkin ada

sejak kelahiran atau karena suatu penyakit jiwa dan keadaan ini terus

menerus.

2) Syarat psikologis ialah gangguan jiwa itu harus pada waktu si terdakwa

melakukan perbuatan pidana, oleh sebab itu gangguan jiwa yang timbul

sesudah peristiwa tersebut, dengan sendirinya tidak dapat menjadi sebab

terdakwa tidak dapat dikenai pidana. Dasar penghapusan pidana atau juga

dapat disebut sebagai alasan-alasan menghilangkan sifat tindak pidana ini

termuat di dalam buku 1 KUHP, selain itu ada juga dasar penghapus di

luar KUHP, yaitu:39

a) Hak mendidik orang tua atau wali terhadap anaknya atau guru terhadap

muridnya.

b) Hak jabatan atau pekerjaan.

39

(50)

Dasar pemaaf ini dalam hal semua unsur tindak pidana, termasuk sifat melawan

hukum dari suatu tindak pidana tetap ada, tetapi hal-hal khusus yang menjadikan

si pelakunya tidak dapat diminta pertanggungjawaban pidananya. Yang termasuk

dalam dasar pemaaf yaitu: kekurangan atau penyakit dalam daya berpikir, daya

paksa (overmacht), bela paksa, lampau batas (noodweerexes) dan perintah jabatan.

E. Dasar Pertimbangan Hakim

Sebagaimana diketahui bahwa dalam setiap pemeriksaan melalui proses acara

pidana, keputusan hakim haruslah selalu didasarkan atas surat pelimpahan

perkara yang memuat seluruh dakwaan atas kesalahan terdakwa. Selain itu

keputusan hakim juga harus tidak boleh terlepas dari hasil pembuktian selama

pemeriksaan dan hasil sidang pengadilan. Memproses untuk menentukan

bersalah tidaknya perbuatan yang dilakukan oleh seseorang, hal ini semata-mata

dibawah kekuasaan kehakiman, artinya hanya jajaran departemen inilah yang

diberi wewenang untuk memeriksa dan mengadili setiap perkara yang datang

untuk diadili.40

Hakim dalam menjalankan tugasnya dalam menyelesaikan suatu perkara,

khususnya perkara pidana tidak jarang kita temui bahwa untuk

menyelesaikan satu perkara tersebut memerlukan waktu yang cukup panjang,

bisa sampai berminggu-minggu atau bahkan berbulan-bulan dan mungkin

bisa sampai satu tahun lamanya baru bisa terselenggara atau selesainya satu

perkara di pengadilan. Hambatan atau kesulitan yang ditemui hakim untuk

menjatuhkan putusan bersumber dari beberapa faktor penyebab, seperti

40

Referensi

Dokumen terkait

PROGRAM/KEGIATAN : Koordinasi Kerjasama Pengembangan Peningkatan Kompetensi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Seni Budaya Region Kalimantan. TANGGAL PELAKSANAAN :

This course will cover the basic concepts of semiotics including the nature of signs, models of signs, the signification process, typology of signs, value

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, perlu dilakukan studi komparatif sekaligus korelasional untuk mengetahui sejauhmana pengaruh model pembelajaran (PBM, Inkuiri,

[r]

Namun hingga kini belum ada informasi ilmiah yang mengungkapkan kelas bahaya pelapukan kayu maupun dampaknya secara teknis dan ekonomis pada perumahan di Pulau

(2) Faktor penghambat pembelajaran PAUD di TK Dharmarini 2 Mranggen Demak dilihat dari Sumber daya manusianya, Guru kurang menguasai kelas, anak usia dini

Tahapan suksesi yang dialami Hutan Kawasan Lindung Kalung Desa Namang dan Hutan Dusun Air Pasir yang telah mengalami masa suksesi lebih lanjut, karena nilai keanekaragaman,

a. Besarnya gaji yang dibayar kepada setiap pegawai harus disesuaikan dengan prestasi kerja, jenis pekerjaan, risiko pekerjaan, tingkat pendidikan, jabatan pekerja,