BEDAH HUKUM UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG
PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP
Pengertian Lingkungan Hidup
Kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (ps 1 (1) UU No. 32 PPLH 2009).
Pengertian Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
Adalah upaya sistimatis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum (ps 1 (2) UU No. 32 PPLH 2009).
Ruang Lingkup Perencanaan
Pemanfaatan
Pengendalian
Pemeliharaan
Pengawasan
Penegakan Hukum
Tujuan
Melindungi wilayah NKRI dari pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan
Menjamin keselamatan, kesehatan, & kehidupan manusia
Menjamin kelangsungan hidup makhluk hidup & kelestarian ekosistem
Menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup
Mencapai keserasian, keselarasan, dan keseimbangan lingkungan hidup
Menjamin terpenuhinya keadilan generasi masa kini & generasi masa depan
Menjamin pemenuhan & perlindungan hak atas lingkungan hidup sebagai bagian dari hak asasi manusia
Mengendalikan pemanfaatan sumber daya alam secara bijaksana
Pengendalian
Pengendalian pencemaran/kerusakan LH dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi LH.
Pengendalian pencemaran/kerusakan LH meliputi:
Pencegahan
Penanggulangan
Pemulihan.
Pengendalian pencemaran/kerusakan LH dilaksanakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dan penanggung jawab usaha/kegiatan sesuai dengan kewenangan, peran, dan tanggung jawab masing-masing.
Pengertian Pencemaran Lingkungan Hidup
sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan LH tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
Berdasarkan UU No.32 Tahun 2009 adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/ atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan.
Pengertian Perusakan Lingkungan Hidup
Berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997 adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik dan/atau hayatinya yang mengakibatkan LH tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangu nan berkelanjutan.
Berdasarkan UU No.32 Tahun 2009 adalah tindakan orang yang menimbulkan perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat fisik, kimia dan/atau hayati lingkungan sehingga melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.
Pembahasan beberapa pasal Undang-Undang No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH )
Instrumen Pencegahan berdasarkan Ps. 14, UU PPLH
1. KLHS 2. Tata ruang
3. Baku mutu lingkungan hidup
4. Kriteria Baku kerusakan lingkungan hidup 5. AMDAL
6. UKL-UPL 7. Perizinan
8. Instrumen ekonomi lingkungan hidup
9. Peraturan Perundang-undangan berbasis lingkungan hidup 10. Anggaran berbasis lingkungan hidup
11. Analisis resiko lingkungan hidup 12. Audit lingkungan hidup, dan
13. Instrumen lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.
Kajian Lingungan Hidup Strategis (KLHS) berdasarkan Ps. 15, UU PPLH
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintregasi dalam pembangunan wilayah/ kebijakan, rencana/ program
Pemerintah dan pemerintah daerah wajib melaksanakan KLHS kedalam penyusunan atau evaluasi;
Rencana tata ruang wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) Nasional, Provinsi, Dan Kabupaten/Kota; Dan
Kebijakan, rencana/program yang berpotensi menimbulkan dampak/resiko lingkungan.
KLHS dilaksanakan dengan mekanisme
Perumusan alternatif penyempurnaan kebijakan, rencana/program dan
Rekomendasi perbaikan untuk pengambilan keputusan kebijakan, rencana/ program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Tata Ruang berdasarkan Ps. 19, UU PPLH
Untuk menjaga kelestarian fungsi LH dan keselamatan masyarakat, setiap perencanaan tata ruang wilayah wajib didasarkan pada KLHS.
Perencanaan tata ruang wilayah ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan daya tampung LH
Baku Mutu Lingkungan Hidup berdasarkan Ps. 20, UU PPLH
Penentuan terjadinya pencemaran LH diukur melalui baku mutu lingkungan hidup
Baku mutu lingkungan hidup meliputi:
Baku mutu air
Baku mutu air limbah
Baku mutu air laut
Baku mutu udara ambien
Baku mutu emisi
Baku mutu gangguan;
dan baku mutu lain sesui dengan perkembangan ilmu pengetahuandan teknologi
Setiap orang diperbolehkan membuang limbah ke media LH dengan persyaratan :
Memenuhi baku mutu lingkungan hidup, dan
Mendapatkan izin dari Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya.
Peraturan-Peraturan Baku Mutu Limbah Cair
PP No. 82 Tahun 2001 Ttg Pengelolaan Kualitas Air dan Pengelolaan Pencemaran Air
Kep.Men LH :
No. 51/MenLH/10/95 Ttg Baku Mutu Libah air Bagi Kegiatan Industri
No. 52/MenLH/10/95 Ttg Baku Mutu Libah air Bagi Kegiatan Hotel
No. 58/MenLH/10/95 Ttg Baku Mutu Libah air Bagi Kegiatan Rumah Sakit
No. 42/MenLH/10/96 Ttg Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi
No. 09/MenLH/4/97 Ttg Perubahan KepMenLH No. 42/MenLH/10/96 Tentang Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Minyak dan Gas serta Panas Bumi
No. 03/MenLH/1/98 Ttg Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kawasan Industri
No. 112 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik
No. 113 Tahun 2003 Tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan atau Kegiatan Pertambangan Batu Bara dan Pertambangan Bijih Emas rakyat
No. 202 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan atau kegiatan Pertambangan Bijih Emas atau Tembaga
No. 02 Tahun 2006 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Kegiatan Rumah Potong Hewan
Dsb
Persyaratan Pembuangan Emisi Ke Udara Bagi Sumber Tidak Bergerak
2. Melakukan pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran sebagai akibat usaha dan/atau kegiatan yang dilakukan
3. Membuat cerobong emisi yg dilengkapi dengan sarana pendukung dan alat pengaman
4. Memasang alat ukur pemantauan yg meliputi kadar dan laju alir volume untuk setiap cerobong emisi
5. Melakukan pencatatan hasil uji emisi yg dikeluarkan dari setiap cerobong emisi 6. Melaporkan hasil pemeriksaan dan laporan kondisi tdk normal yg mengakibatkan
baku mutu emisi dilampoi
7. Penanggung jawab usaha/kegiatan yang menyebab kan terjadinya pencemaran udara/gangguan wajib melakukan penanggulangan dan pemulihan
Persyaratan Pembuangan Air Limbah
Setiap penanggung jawab usaha/kegiatan yg membuang air limbah ke air atau badan air wajib mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemran (ps 37 PP 82 Tahun 2001)
Setiap penanggung jawab usaha/kegiatan yg membuang air limbah ke air atau badan air wajib mentaati persyaratan yg ditetapkan dalam izin (ps 38 PP 82 Tahun 2001)
Persyaratan izin pembuangan air limbah, wajib mencantumkan :
Kewajiban untuk mengolah limbah
Persyaratan mutu dan kualitas air limbah yg boleh dibuang ke media lingkungan
Persyaratan cara pembuangan air limbah
Persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur penanggulangan keadaan darurat
Persyaratan untuk melakukan pemantauan mutu dan debit air limbah
Persyaratan lain yg ditentukan dalam AMDAL
Larangan membuang secara sekaligus dalam satu saat atau pelepasan dadakan
Larangan untuk melakukan pengenceran air limbah dalam upaya penaatan batas kadar yang dipersyaratkan
Kewajiban melakukan swapantau dan melaporkan hasilnya
Peraturan-peraturan Baku Mutu Udara
PP No. 41 Tahun 1999 Ttg Pengendalian Pencemaran Udara
Kep.MenLH/PermenLH :
No.13/MenLH/10/95 Ttg Baku Mutu Emisi Sumber tidak bergerak
No.48/MenLH/10/96 Ttg Baku Tingkat Kebisingan
No.49/MenLH/10/96 Ttg Baku Tingkat Getaran
No.50/MenLH/10/96 Ttg Baku Tingkat Kebauan
No.129/MenLH/2003 Ttg Baku Mutu Emisi Usaha dan/atau Kegiatan Minyak dan Gas Bumi
No. 141/MenLH/2003 Ttg Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru dan Kendaraan Bagi Kegiatan Bermotor yang sedang diproduksi
No. 133 Th 2004 Ttg Baku Mutu Bagi Kegiatan Industri Pupuk
No. 05 Th 2006 Ttg Ambang Batas Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Lama
No. 07 Th 2007 Ttg Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak Bagi Ketel Uap
No. 04 Th 2009 Ttg Ambang Batas Emisi Sumber Gas Buang Kendaraan Bermotor Tipe Baru
Persyaratan Pembuangan Emisi Ke Udara Bagi Sumber Tidak Bergerak
1. Mentaati baku mutu udara ambien, emisi dan baku tingkat gangguan yang telah ditetapkan
2. Melakukan pencegahan dan/atau penanggulangan pencemaran sebagai akibat usaha dan/atau kegiatan yang dilakukan
3. Membuat cerobong emisi yg dilengkapi dengan sarana pendukung dan alat pengaman
4. Memasang alat ukur pemantauan yg meliputi kadar dan laju alir volume untuk setiap cerobong emisi
5. Melakukan pencatatan hasil uji emisi yg dikeluarkan dari setiap cerobong emisi 6. Melaporkan hasil pemeriksaan dan laporan kondisi tdk normal yg mengakibatkan
baku mutu emisi dilampoi
7. Penanggung jawab usaha/kegiatan yang menyebab kan terjadinya pencemaran udara/gangguan wajib melakukan penanggulangan dan pemulihan
Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup
Untuk menentukan terjadinya kerusakan lingkungan hidup ditetapkan kriteria baku kerusakan lingkungan hidup
Kriteria baku kerusakan lingkungan hidup meliputi kriteria baku kerusakan ekosistem dan kriteria baku kerusakan akibat perubahan iklim
Kriteria baku kerusakan ekosistem meliputi:
Kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa
Kriteria baku kerusakan terumbu karang
Kriteria baku kerusakan LH yang berkaitan dengan kebakaran hutan/lahan
Kriteria baku kerusakan mangrove
Kriteria baku kerusakan padang lamun
Kriteria baku kerusakan gambut
Kriteria baku kerusakan kars,
Kriteria baku kerusakan ekosistem lainnya Sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Kriteria baku akibat perubahan iklim didasarkan pada parameter antara lain:
Kenaikan temperatur
Kenaikan muka air laut
Badai, dan
Kekeringan
AMDAL berdasarkan Ps. 22-35, UU PPLH
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki AMDAL
Jenis kegiatan wajib AMDAL diatur dengan Peraturan menteri
Dokumen AMDAL merupakan dasar penetapan keputusan kelayakan lingkungan hidup.
Dokumen AMDAL disusun oleh pemrakarsa dengan melibatkan masyarakat
Pelibatan masyarakat harus dilakukan berdasarkan prinsip pemberian informasi yang transparan dan lengkap serta diberitahukan sebelum kegiatan dilaksnakan
Masyarakat sebagaimana dimaksud meliputi :
yang terkena dampak
Pemerhati lingkungan hidup, dan
Masyarakat sebagaimana dimaksud dapat mengajukan keberatan terhadap dokumen AMDAL
Dalam menyusun dokumen AMDAL, pemrakarsa dapat minta bantuan kepada pihak lain
Penyusun AMDAL wajib memiliki sertifikat kopetensi penyusun AMDAL
Kriteria untuk memperoleh sertifikat, melalui:Penguasaan metodologi penyusunan AMDAL
Kemampuan melakukan pelingkupan, prakiraan, dan evaluasi dampak serta pengambilan keputusan; dan
Kemampuan menyusun rencana pengelolan dan pemantauan lingkungan hidup.
Dokumen AMDAL dinilai oleh komisi penilai AMDAL yang dibentuk oleh menteri, gubernur atau bupati/ walikota sesuai dengan kewenangannya
Komisi penilai wajib memiliki lisensi
Persyaratan lisensi diatur dengan Peraturan Menteri
Keanggotaan Komisi Penilai AMDAL terdiri atas wakil dari unsur:
Instansi LH
instansi teknis terkait
Pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan usaha/kegiatan yang sedang dikaji
Pakar di bidang pengetahuan yang terkait dengan dampak yang timbul dari suatu usaha/ kegiatan yang sedang dikaji
Wakil dari masyarakat yang berpotensi terkena dampak, dan
Organisasi lingkungan hidup
Dalam melaksanakan tugasnya, komisi penilai AMDAL dibantu oleh Tim Teknis yang terdiri atas pakar independen yang melakukan kajian teknis dan sekretariat
Berdasarkan hasil penilaian Komisi Penilai AMDAL, menteri, gubernur, atau bupati/walikota menetapkan keputusan kelayakan atau ketidaklayakan LH sesuai dengan kewenangannya.
Pemerintah dan pemerintah daerah membantu penyusunan AMDAL bagi usaha/kegiatan golongan ekonomi lemah yang berdampak penting terhadap LH
Bantuan penyusunan AMDAL sebagaimana dimaksud berupa fasilitasi, biaya, dan/atau penyusunan AMDAL
Kriteria mengenai usaha/kegiatan golongan ekonomi lemah diatur dengan peraturan perundang-undangan
Peraturan-peraturan AMDAL UUPLH No 23 Tahun 1997
PP No 27 Tahun 1999 Ttg AMDAL
PerMen LH No. 08 Tahun 2006 Ttg Pedoman Penyusunan AMDAL
PerMen LH No.11 Tahun 2006 Ttg Jenis Rencana Usaha dan/ atau Kegiatan Yang Wajib dilengkapi Dengan AMDAL
PerMen LH No. 05 Tahun 2008 Ttg Tata Kerja Komisi Penilai AMDAL sebagai pengganti Kep.Men LH No.40 Tahun 2000 Ttg Pedoman Tata Kerja Komisi Penilai AMDAL
PerMen LH No. 06 Tahun 2008 Ttg Tata Laksana Lisensi Komisi Penilai AMDAL Kab/Kota sebagai pengganti Kep.Men LH No.41Tahun 2000 Ttg Pedoman Pembentukan Komisi Penilai AMDAL Kab/Kota
KepMen LH No.42 Tahun 1994 Ttg Pedoman Umum Pelaksanaan Audit Lingkungan
KepMen LH No.56 Tahun 1994 Ttg Pedoman Mengenai Ukuran dampak Penting
KepMen LH No.4 Tahun 2000 Ttg Panduan Penyusunan AMDAL Kegiatan Pemukiman Terpadu
KepMen LH No.5 Tahun 2000 Ttg Panduan Penyusunan AMDAL Kegiatan Pembangunan di Daerah lahan Basah
KepMen LH No.42 Tahun 2000 Ttg Susunan Keanggotaan Komisi Penilai dan Tim Teknis AMDAL Pusat
KepMen LH No.30 Tahun 2001 Ttg Pedoman Pelaksanaan Audit Lingkungan Hidup yang di Wajibkan
KepMen LH No. 45 tahun 2005 tentang Pedoman Penyussunan Laporan RKL dan RPL
Kepka Bapedal No. 08 Tahun 2000 Ttg Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi Dalam Proses AMDAL
UKL-UPL berdasarkan Ps 34-35, UU PPLH
Setiap usaha/kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib AMDAL wajib memiliki UKL-UPL.
Gubernur atau bupati/walikota menetapkan jenis usaha/kegiatan yang wajib dilengkapi dengan UKL-UPL.
Usaha/kegiatan yang tidak wajib dilengkapi UKL-UPL wajib membuat surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup.
Penetapan jenis usaha/kegiatan wajib membuat surat pernyataan dilakukan berdasarkan kriteria:
Tidak termasuk dalam katagori berdampak penting;
Kegiatan usaha mikro dan kecil
Ketentuan lebih lanjut mengenai UKL-UPL dan surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup. diatur dengan peraturan Menteri
Perizinan berdasarkan ps 36-41, UU PPLH
Setiap usaha/kegiatan yang wajib memiliki AMDAL atau UKL-UPL wajib memiliki izin lingkungan
Izin lingkungan diterbitkan berdasarkan keputusan kelayakan lingkungan dan rekomendasi UKL-UPL
Izin lingkungan wajib mencantumkan persyaratan yang dimuat dalam keputusan kelayakan LH atau rekomendasi UKL-UPL.
Izin lingkungan diterbitkan oleh menteri, gubernur atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya wajib menolak permohonan izin lingkungan apabila permohonan izin tidak dilengkapi dengan AMDAL atau UKL-UPL.
Izin lingkungan dapat dibatalkan apabila:
Persyaratan yang diajukan dalam permohonan izin mengandung cacat hukum, kekeliruan, penyalahgunaan, serta ketidakbenaran/pemalsuan data, dokumen/ informasi.
Penerbitannya tanpa memenuhi syarat sebagaimana tercantum dalam keputusan komisi tentang kelayakan lingkungan hidup atau rekomendasi UKL-UPL.
Kewajiban yang ditetapkan dalam dokumen AMDAL atau UKL-UPL tidak dilaksanakan oleh penanggung jawab usaha/kegiatan.
Selain ketentuan sebagaimana dimaksud, izin lingkungan dapat dibatalkan melalui keputusan pengadilan tata usaha negara.
Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesui dengan kewenangannya wajib mengumkan setiap permohonan dan keputusan izin lingkungan.
Pengumuman sebagaimana dimaksud dilakukan dengan cara yang mudah diketahui oleh masyarakat.
Izin lingkungan merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha/kegiatan
dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha/kegiatan dibatalkan
dalam hal usaha/kegiatan mengalami perubahan, penanggung jawab usaha/kegiatan wajib memperbaharui izin lingkungan
ketentuan lebih lanjut mengenai izin lingkungan diatur dalam peraturan pemerintah
Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup berdasarkan Ps 42-43, UU PPLH
Dalam rangka melestarikan fungsi LH, pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengembangkan dan menerapkan instrumen ekonomi LH
Instrumen ekonomi LH sebagaimana dimaksud, meliputi:
Perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi;
Pendanaan LH;
Insentif dan/atau disinsentif
Instrumen perencanaan pembangunan dan kegiatan ekonomi, meliputi;
Neraca SDA dan LH
Penyusunan produk domestik bruto dan produk domestik regional bruto yang mencakup penyusunan SDA dan kerusakan LH
Mekanisme kompensasi/imbal jasa LH antar daerah, dan
Internalisasi biaya LH
Instrumen pendanaan LH, meliputi:
Dana jaminan pemulihan LH
Dana penanggulangan pencemaran/kerusakan dan pemulihan LH
insentif/ disinsentif antara lain diterapkan dalam bentuk:Pengadaan barang dan jasa yang ramah LH
Penerapan pajak, retribusi, dan subsidi LH
Pengembangan sistem lembaga keuangan dan pasar modal yang ramah LH
Pengembangan sistem perdagangan izin pembuangan dan/atau emisi
Pengembangan sistem pembayaran jasa LH
Pengembangan asuransi LH
Pengemabangan sistem label ramah LH
Sistem penghargaan kinerja dibidang perlindungan dan pengelolaan LH
Ketentuan lebih lanjut mengenai instrumen ekonomi LH diatur dalam Peraturan Pemerintah
Peraturan Per-UU an berbasis Lingkungan Hidup berdasarkan ps 44, UU PPLH
Setiap penyusunan peraturan perundang-undangan pada tingkat nasional dan daerah wajib memperhatikan perlindungan fungsi LH dan prinsip perlindungan dan pengelolaan LH sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU ini
Anggaran Berbasis Lingkungan Hidup berdasarkan ps 45, UU PPLH
Pemerintah dan DPR RI serta pemerintah daerah dan DPRD wajib mengalokasikan anggaran yang memadai untuk membiayai:
Kegiatan perlindungan dan pengelolaan LH,
Program pembangunan yang berwawasan LH
Pemerintah wajib mengalokasikan anggaran dana alokasi khusus LH yang memadai untuk diberikan kepada daerah yang memiliki kinerja perlindungan dan pengelolaan LH yang baik
Selain ketentuan tersebut dalam rangka pemulihan kondisi LH yang kualitasnya telah mengalami pencemaran/kerusakan pada saat UU ini ditetapkan, pemerintah dan pemerintah daerah wajib mengalokasikan anggaran untuk pemulihan LH.
Analisis Resiko Lingkungan berdasarkan ps 47, UU PPLH
Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak penting terhadap LH, ancaman terhadap ekosistem dan kehidupan, dan/atau kesehatan dan keselamatan manusia wajib melakukan analisis risiko LH;
Analisis risiko LH sebagaimana dimaksud meliputi:
Pengkajian resiko;
Pengelolaan resiko; dan/atau
Komunikasi resiko.
Ketentuan lebih lanjut mengenai analisis risiko LH diatur dalam Peraturan Pemerintah
Audit Lingkungan Hidup berdasarkan ps 48-52, UU PPLH
Pemerintah mendorong penanggungjawab usaha / kegiatan untuk melakukan audit LH dalam rangka meningkatkan kinerja LH
Menteri mewajibkan audit LH kepada:
usaha/kegiatan tertentu yang berisiko tinggi terhadap LH, dan/atau
Penanggung jawab usaha/kegiatan yang menunjukkan ketidak taatan terhadap peraturan perundang-undangan
Pelaksanaan audit LH terhadap kegiatan tertentu yang berisiko tinggi dilakukan secara berkala.
Penanggulangan berdasarkan ps 53, UU PPLH
Setiap orang yang melakukan pencemaran/ perusakan LH wajib melakukan penanggulangan pencemaran/kerusakan LH;
Penanggulangan pencemaran/kerusakan LH dilakukan dengan:Pemberian informasi peringatan pencemaran/ kerusakan LH kpd masyarakat;
Pengisolasian pencemaran/kerusakan LH
Penghentian sumber pencemar/kerusakan LH
Cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
Pemulihan berdasarkan ps 54-56, UU PPLH
Setiap orang yang melakukan pencemaran/ perusakan LH wajib melakukan pemulihan fungsi LH;
Pemulihan fungsi LH dilakukan dengan:
Penghentian sumber pencemar dan Pembersihan unsur pencemar;
Remediasi;
Rehabilitasi;
Restorasi; dan/atau
Cara lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi;
Pemegang izin lingkungan wajib menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi LH;
Dana penjaminan disimpan di bank pemerintah yang ditunjuk oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya;
Menteri, gubernur, bapati/walikota sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan pemulihan fungsi LH dengan menggunakan dana penjaminan;
Ketentuan lebih lanjut diatur dengan PP
Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun serta Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun berdasarkan UU PPLH
1. Setiap orang yang memasukkan ke dalam wilayah Negara Kesatuan RI, menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, memanfaatkan, membuang, mengolah, dan/atau menimbun B3 wajib melakukan pengolahan B3;
2. Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 wajib melakukan pengelolaan limbah B3 yang dihasilkannya;
3. Dalam hal B3 sbgmana dimaksud angka (1) telah kadaluwarso, pengelolaannya mengikuti ketentuan pengelolaan limbah B3;
4. Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri pengelolaan limbah B3, pengelolaannya diserahkan kepada pihak lain;
5. Pengelolaan limbah B3 wajib mendapatan izin dari menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya;
6. Menteri, gubernur, bupat/walikota wajib mencantumkan persyaratan LH yng harus dipenuhi dan kewajiban yang harus dipatuhi pengelola limbah B3 dalam izin;
7. Ketentuan pemberian izin wajib diumumkan;
8. Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan limbah B3 diatur dalam PP
PP No 85 Tahun 1999 jo PP No 18 Tahun 1999 Ttg Limbah B3
PP No 74 Tahun 2001 Ttg Bahan Berbahaya dan Beracun
KepKa Bapedal No.68/BAPEDAL/05/1994 Ttg Tata Cara Memperoleh Izin Penyimpanan, Pengumpulan, Pengoperassian alat Pengolahan, Pengolahan dan Penimbunan Akhir Limbah B3
KepKa Bapedal No.01/BAPEDAL/09/1995 Ttg Tata Cara dan Persyaratan Teknis Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3
KepKa Bapedal No.02/BAPEDAL/09/1995 Ttg Dokumen Limbah B3
KepKa Bapedal No.03/BAPEDAL/09/1995 Ttg Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah B3
KepKa Bapedal No.04/BAPEDAL/09/1995 Ttg Tata Cara Persyaratan Penimbunan Hasil Pengolahan, Persyaratan Lokasi bekas Pengolahan, dan Lokasi Bekas Penimbunan Limbah B3
KepKa Bapedal No.05/BAPEDAL/09/1995 Ttg Simbul dan Label Limbah B3
KepKa Bapedal No.255/BAPEDAL/08/1996 Ttg Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan dan pengumpulan Minyak Pelumas Bekas
Persyaratan Pengelolaan Limbah B3
Setiap orang yang melakukan usaha/kegiatan yang menghasilkan libah B3 dilarang membuang limbah B3 yang dihasilkannya itu secara langsung ke dalam media lingkungan hidup, tanpa pengolahan terlebih dahulu
Pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun meliputi, penghasil, pengumpul, pengangkut, pemanfaat, pengolah, penimbun;
Penghasil limbah B3 wajib mengolah limbahnya sesuai teknologi yang ada, jika tidak mampu dapat bekerja sama dengan pihak ke tiga yang meemenuhi syarat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pengumpul limbah B3 wajib membuat catatan tentang jenis, karakteristik, jumlah dan waktu diterimanya limbah B3 dari penghasil limbah B3, dan membuat catatan penyerahan limbah B3 kepada pemanfaat, pengolah dan/atau penimbun
Pengangkutan limbah B3 wajib dilengkapi dokumen limbah B3
Pemanfaat, pengolah dan penimbun limbah B3 wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai, sumber limbah, jenis, karakteristik dan jumlah limbah yang dikumpulkan dan dimanfaatkan serta nama pengangkut yang melakukan pengangkutan dari penghasil atau pengumpul limbah B3
Ketentuan mengenai pengelolaan bahan berbahaya dan beracun di atur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Dumping
Setiap orang dilarang melakukan damping limbah dan/atau bahan kemedia lingkungan tanpa izin;
Damping hanya dapat dilakukan dengan izin dari menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya;
Damping hanya dapat dilakukan dilokasi yang telah ditentukan
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara dan persyaratan dumping diatur dengan PP.
Ketentuan Pidana UU PPLH
tahun dan denda paling sedikit 1 (satu) miliar dan paling banyak 3 (tiga) miliar rupiah
Setiap orang yang menyusun AMDAL tanpa memiliki sertifikat Kompetensi penyusun AMDAL dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak 3 (tiga) miliar rupiah.
Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa dilengkapi dengan AMDAL atau UKL-UPL dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak 3 (tiga) miliar rupiah.
Pejabat pemberi izin usaha/kegiatan yang menerbitkan izin usaha/kegiatan tanpa dilengkapi dengan izin lingkungan dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak 3 (tiga) miliar rupiah.
Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan terhadap ketaatan penanggung jawab usaha/kegiatan terhadap peraturan per-UUan dan izin lingkungan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran/ kerusakan lingkungan yang mengakibatkan hilangnya nyawa manusia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling lama Rp 500.000.000 (lima ratus juta rupiah)
Selain pidana sebagaimana dimaksud dalam UU ini, terhadap badan usaha dapat dikenai pidana tambahan atau tindakan tata tertib berupa:
Perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana;
Penutupan seluruh atau sebagian tempat usaha/kegiatan;
Perbaikan akibat tindak pidana;
Pewajiban mengerjakan apa yang dilalaikan tanpa hak, dan/atau
Penempatan perusahaan di bawah pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Di Luar Pengadilan Dampak akibat perbuatannya bersifat keperdataan
Mencapai kesepakatan mengenai bentuk dan besarnya ganti rugi dan/atau tindakan pemulihan fungsi LH yang telah tercemar/ rusak
Tindakan tertentu guna menjamin tidak akan terjadi atau terulangnya dampak negatif terhadap LH
Merupakan keinginan para pihak
Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup Melalui Pengadilan Dampak akibat perbuatannya mengandung unsur pidana
Penyelesaian diluar pengadilan tidak mem- peroleh kata sepakat
Dilakukan dengan mengajukan gugatan ganti rugi dan/atau tuntutan melakukan tindakan tertentu atas kerugian yang diderita manusia dan lingkungan yang tercemar/rusak
Merupakan keinginan para pihak
Ketentuan Peralihan berdasarkan UU PPLH
Pada saat berlakunya UU ini, dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun, setiap usaha/kegiatan yang telah memiliki izin usaha/kegiatan tetapi belum memiliki dokumen AMDAL wajib menyelesaikan audit lingkungan hidup; ( diundangkan 3 Okt 2009 )
Pada saat berlakunya UU ini, dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun, setiap usaha/kegiatan yang telah memiliki izin usaha/kegiatan tetapi belum memiliki UKL-UPL wajib membuat dokumen pengelolaan lingkungan hidup;
Pada saat berlakunya UU ini, dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun, setiap penyusun AMDAL wajib memiliki sertifikat kompetensi penyusun AMDAL;