• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDIDIKAN AKHLAK MELALUI KISAH TELADAN IMAM SYAFI`I (STUDI ANALISIS TERHADAP KITAB SIYAR A`LAM AN-NUBALA` KARYA IMAM ADZ-DZAHABI)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENDIDIKAN AKHLAK MELALUI KISAH TELADAN IMAM SYAFI`I (STUDI ANALISIS TERHADAP KITAB SIYAR A`LAM AN-NUBALA` KARYA IMAM ADZ-DZAHABI)"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

ii SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I) strata satu pada Program Studi Pendidikan Agama Islam (Tarbiyah)

Fakultas Agama Islam

Universitas Muhammadiah Yogyakarta

Oleh:

M. Ilham Eko Armanto NPM: 20120720212 FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(2)

i SKRIPSI

Oleh:

M. Ilham Eko Armanto NPM: 20120720212

FAKULTAS AGAMA ISLAM

PROGRAM PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

vi MOTTO

(6)

vii Skripsi ini kupersembahkan teruntuk:

1. Ibunda terkasih (Milatul Lathifah) dan ayahanda (Aminudin) yang tak pernah lelah mendo’akanku sehingga menjadi peneguh disetiap

langkahku.

2. Istri tercinta (Afiq Ihsanti) yang senantiasa mendukung, semoga menjadi istri yang sholehah, dan Adik (M. Nafis Andana) yang selalu mendorongku untuk terus berjuang.

3. Ustadz/ah di Pendidikan Ulama Tarjih Muhammadiyah Yogyakarta. 4. Sahabat-sahabatku seperjuangan di Pendidikan Ulama Tarjih

Muhammadiyah, Yogyakarta.

(7)

viii

اف ْللْضي ْ م ل َلضم اف ه ْ ي ْ م ، ل ْعأ ت ِيس ْ م سفْ أ

كْيرش ا ْح ه َاإ لإ ا َ أ ْشأ . ل يد

ً َ حم َ أ ْشأ ل

لْ سر ْبع

.

ْعب َمأ

Puji syukur senantiasa tercurah kepada Allah, Tuhan semesta alam yang telah menganugerahkan rahmat serta nikmatNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang selalu gigih mengemban dan membumikan risalah-Nya.

Dalam proses penulisan skripsi ini yang berjudul Pendidikan Akhlak Melalui Kisah Teladan Imam Syafi`i (Studi Analisis Terhadap Kitab Siyar A`Lam An-Nubala`

Karya Imam Adz-Dzahabi), penyusun menyadari bahwa skripsi ini tidak mungkin dapat selesai dengan baik tanpa dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penyusun mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. H. Mahli Zainuddin Tago, M.Si. selaku Dekan Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Dr. H. Abd. Madjid, M.Ag., selaku Ketua Program StudiPendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

(8)

ix

dorongan serta do’a dengan segenap jiwa dan raga demi kesuksesan penyusun

selama menempuh pendidikan di UMY.

6. Almamaterku yang kubanggakan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta khususnya FakultasAgamaIslamProgram Studi PendidikanAgamaIslam.

7. Semua pihak yang tidak bisa penyusun sebutkan satu persatu, tiada lagi kata yang bisa penyusun ucapkan selain terima kasih dan semoga Allah SWT membalas dengan cintaNya serta kebaikan yang berlipat ganda.

Penelitian ini belum dapat dikatakan sempurna karena keterbatasan pengetahuan dan waktu yang penyusun miliki. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak sangat diharapkan guna perbaikan penelitian ini. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat.

Yogyakarta, 11 Agustus 2016 Peneliti

(9)

x

HALAMAN NOTA DINAS ... iii

LEMBAR PENGESAHAN... iv

PERNYATAAN KEASLIAN... v

MOTTO... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... x

ABSTRAK... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian... 6

E. Sistematika Pembahasan... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 8

B. Kerangka Teori ... 11

1. Pendidikan Islam... 11

2. Pendidikan Akhlak... 19

(10)

xi

B. Pendekatan Penelitian... 35

C. Teknik Pengumpulan Data... 35

D. Sumber data... 36

E. Metode Analisis Data... 37

BAB IV ANALISIS TENTANG PENDIDIKAN AKHLAK MELALUI KISAH TELADHAN IMAM SYAFI’I(STUDI ANALISIS TERHADAP KITAB SIYAR A’LAM AN-NUBALA KARYA IMAMAD-DZAHABI)... 38

A. Profil Kitab Siyar A’lam an-Nubala’dan Imam Adz-Dzahabi... 38

B. Biografi Imam Syafi’I... 41

C. Keteladanan Akhlak Imam Syafi’I... 59

D. Faktor yang Mempengaruhi Akhlak Mulia... 76

BAB V PENUTUP... 82

A. Kesimpulan... 82

B. Saran... 82

C. Penutup... 83

(11)
(12)

xii

kisah kehidupan Imam Syafi’i dalam kitab Siyar A’lam an-Nubala`, dan mengetahui apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi Imam Syafi`i memiliki akhlak mulia.

Adapun jenis penelitian ini adalah kualitatif bersifat kepustakaan (Library research). Adapun sumber data yang dipakai adalah kitab Siyar A’lam an-Nubala’ karya Adz-Dzahabi dan buku-buku yang relevan, sedangkan metode analisis data yang digunakan aalah analisis isi atau (content analysis)

Berdasarkan hasil penelitian, teladan akhlak dari kisah Imam Syafi’i dalam kitab Siyar A’lam an-Nubala` meliputi: Akhlak terhadap Allah SWT, di antaranya : (1) Takwa, (2) Cinta, (3) Khauf dan Raja`,(4) Taubat ; Akhlak terhadap Rasulullah SAW ; Akhlak Terhadap Diri Sendiri, meliputi : (1) Shidiq , (2) Istiqomah, (3) Syaja’ah, (4) Tawadhu’, (5) Sabar. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi Imam Syafi’i memiliki akhlak yang mulia di antaranya: (1) pendidikan orang tua, (2) lingkungan, dan (3) guru.

(13)

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sarana untuk mengadakan perubahan secara mendasar, karena membawa perubahan individu sampai ke akar-akarnya. Pendidikan kembali akan merobohkan tumpukan pasir jahiliyah (kebodohan), membersihkan, kemudian menggantikannya dengan bangunan nilai-nilai baru yang lebih baik, dewasa, dan bertanggung jawab (Zuriah, 2015: 5-6). Pendidikan merupakan sarana paling strategis untuk membesarkan, mendorong, dan mengembangkan warga negara untuk memiliki keadaban (Sanaky, 2015: 6-7). Pendidikan tidak hanya sekedar pengembangan intelektualitas manusia, artinya tidak hanya meningkatkan kecerdasan, melainkan mengembangkan seluruh aspek kepribadian manusia (Basri, 2014: 53-54).

Dalam konteks Pendidikan Islam, tujuan yang diutamakan adalah menyempurnakan pembentukan akhlak yang mulia, baik vertikal yaitu mengabdi pada Rabbnya meupun horizontal yaitu sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dengan manusia lainnya. Masalah akhlak ini mendapatkan perhatian yang utama dalam ajaran Islam. Untuk tujuan inilah Nabi Muhammad Saw. diutus. Makna ini tersurat dalam sabda beliau,

قاخّاَﺫراكمَمََّتثعبَاما

Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak” (HR. Ahmad)

(14)

xi

َاقلخَمكنسحا

“Maukah kalian aku beritahukan siapa di antara kalian yang paling aku

cintai dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat nanti?” Lalu

parasahabat menjawab, “Tentu ya Rasulallah” Nabi bersabda, “Yaitu orang yang

paling baik akhlaknya”. (HR. Ahmad)

Hadits-hadits di atas menunjukkan betapa pentingnya akhlak, salah satu tugas Nabi Saw adalah untuk memperbaiki akhlak manusia, supaya manusia memiliki perilaku yang baik dalam menjalani kehidupan di dunia. Namun, orang yang memperhatikan kondisi kehidupan -terutama dimasa akhir-akhir ini- akan dapat melihat kesanjangan antara sisi teori dengan sisi penerapan dalam wujud tingkah laku(Al-Julayyil, 2014: 4). Masih banyak umat Islam atau masyarakat yang masih mengalami krisis akhlak, hal ini terlihat dari banyaknya kasus yang dilakukan sebagian masyarakat dimuat di media cetak maupun media elektronik. Berbeda dengan generasi Islam terdahulu, semakin bertambah ilmu mereka, akhlaknya semakin mulia, maka menjadi suatu kebutuhan untuk menyajikan teladan akhlak dari generasi terdahulu.

Bila seseorang menengok biografi generasi Islam terdahulu, akan didapati sosok yang berilmu sekaligus memiliki teladan akhlak yang mulia. Diantara sosok yang dapat menjadi teladan adalah Imam Syafi’i.Hampir semua orang mengenal

sosok Imam Syafi`i, terlebih umat Islam di Indonesia.

Dalam kisah Imam Syafi’i terkandung nilai yang tinggi, penuh dengan

(15)

xi

maka dia menjawab,’Asy-Syafi`i paling faqih di antara mereka’”(Farid, 2013: 421).

Namun, kehebatan Imam Syafi’i tidak terbatas pada bidang tersebut. Beliau adalah seorang sastrawan, ahli syair (asy-Syinawi, 2013: 15), ahli bahasa, sejarah, ilmu falak, ilmu kedokteran, dan juga terampil dalam bidang berkuda dan memanah (adz-Dzahabi, tt: II: 336). Di dusun Hudzail, Syafi`i belajar teknik memanah dan ia sangat menyukainya hingga sangat piawai dalam melakukannya (Suwaidan, 2015: 31). Bahkan jika Syafi`i melesatkan 10 anak panah hanya satu yang meleset (Adz-Dzahabi, 2015: II: 663). Demikianlah ilmu Imam Syafi’i yang membuat banyak orang terkagum-kagum.

Namum jika kita teliti lebih mendalam, disamping berilmu ternyata akhlak dan keteladanan Imam Syafi’i tidak kalah menawan. Dia dikenal sebagai orang yang

zuhud, bertaqwa, dan Imam Syafi’i juga ahli sedekah. Seluruh harta yang diperolehnya segera ia sedekahkan kepada orang yang membutuhkan. Al-Rabi` berkata, “Suatu ketika, Asy-Syafi`i melewati para pedagang sepatu, kemudian benang

yang manyerupai pecut jatuh darinya. Maka seorang anak kecil meloncat dan mengambilnya, kemudian Imam Syafi`i memberikan tujuh dinar kepada anak tersebut (adz-Dzahabi, tt: II: 347).”Karenanya ia tidak hanya dimuliakan oleh orang-orang yang berilmu, tetapi juga dicintai oleh masyarakat umum.

Allah telah memberikan taufik-Nya untuk mengkaji, meneliti hal ihwal dan akhlak para generasi Islam terdahulu, yaitu upaya yang dilakukan oleh Imam Adz-Dzahabi dalam kitabnya yang lengkap Siyar A’lam an-Nubala’. Kitab Siyar A’lam

(16)

xi

dalamnya(Adz-Dzahabi, 2015: II: 6-7). Dalam penyusunan kitab ini, adz-Dzahabi melakukan kajian kritis. Ia seringkali tidak membiarkan peristiwa sejarah berjalan tanpa kritik jika menurutnya perlu dikritik dan dijelaskan. Oleh karena itu, ia terkadang menolak peristiwa yang dinilainya mungkar atau mengoreksi peristiwa yang masih sebatas asumsi atau mendukung pendapat penulis lain atau menjelaskan pendapatnya dalam masalah yang perlu dijelaskan. Metode kritis inilah yang sering ditinggalkan oleh buku-buku sejarah dan biografi lainnya(Adz-Dzahabi, 2015: II: 8). Maka penulis menganggap sangat bermanfaat untuk meneliti nilai-nilai teladan akhlak Imam Syafi`i dalam kitab Siyar A’lam an-Nubala`, sehingga melalui tulisan ini setiap

muslim dapat menelaah teladan akhlak mulia untuk ditiru dan diteladani. B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan di atas dapat dirumuskan rumusan masalah yaitu,

1. Akhlak mulia apa saja yang dapat diteladani dari Imam Syafi’i yang terdapatdalam kitab Siyar A’lam an-Nubala`

2. Faktor apa saja yang mempengaruhi Imam Syafi`i memiliki akhlak yang mulia. C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

(17)

xi D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah dalam bidang pendidikan untuk meningkatkan akhlak atau moral anak didik sehingga dapat melahirkan generasi yang berakhlak mulia.

2. Manfaat Praktis

Dapat berguna bagi para orang tua dan guru untuk dijadikan salah satu referensi dalam mengetahui teladan akhlak dari kisah kehidupan Imam Syafi’i

dalam kitab Siyar A’lam an-Nubala’dan menanamkan pendidikan akhlak kepada

anak didiknya.

E. Sistematika Pembahasan

Dalam penulisan skripsi ini, untuk lebih jelasnya isi pembahasan sekaligus hubungan pokok-pokok masalah, maka bab – babnya akan diuraikan sebagai berikut:

Bab I berisi pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, landasan teori, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab II memaparkan tentang biografi Imam Syafi’i, meliputi sejarah kehidupan

Imam Syafi’i dan kisah teladan akhlak Imam Syafi’i dalam kitab Siyar A’lam an

(18)

xi Asy-Syafi’i memiliki akhlak yang mulia.

(19)

BAB II A. Tinjauan Pustaka

Penelitian yang berkenaan dengan pendidikan akhlak bukanlah hal yang baru dalam dunia pendidikan. Penelitian-penelitian tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

Penelitian Prasojo Dwi Utomo (2013) dengan judul Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Mulia dalam Film Serdadu Kumbang. Penelitian ini menggunakan metode penelitian dokumentasi (Documentary Research), sedangkan metode analisis data yang digunakan adalah analisis isi (content analisis. Adapun hasil penelitian nilai-nilai akhlak dalam film serdadu kumbang adalah akhlak kepada Allah, akhlak kepada Rasulullah, akhlak terhadap diri sendiri, dkhlak dalam keluarga, akhlak kepada masyarakat dan akhlak dalam bernegara.

(20)

Penelitian Hariyono (2014) dengan judul Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Pada Sejarah Muhammad Al-Fatih Menurut Prof. DR. Ali Muhammad Ash-Shalabi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang bersifat penelitian kepustakaan (library research), sedangkan metode analisis data yang digunakan adalah analisis isi (content analisis). Adapaun hasil penelitian nilai-nilai akhlak dalam sejarah Muhammad Al-Fatih manurue Prof. DR. Ali Muhammad as-Shahabi yaitu berupa akhlak syukur, akhlak keimanan, akhlak ikhtiar, akhlak teguh pendirian, akhlak toleransi, akhlak kasih sayang, akhlak tawakal, dan akhlak musyawarah.

Penelitian Nuruni`mah (2013) dengan judul Konsep Pendidikan Karakter Menurut Al-Ghazali dalam Kitab Ihya Ulumuddin. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan karakter yang terkandung dalam kitab Ihya Ulumuddin karya Imam Ghazali yaitu, sabar, mensyukuri nikmat, penyayang, tidak tergoda pada hal-hal yang bersifat duniawi, rendah hati (tidak sombong), ikhlas, kesederhanaan, tidak bakhil/ kikir (pemurah/dermawan), menghindari pujian (tidak riya), jujur, tidak banyak bicara, dan cinta damai.

(21)

Penelitian Hajarwati (2011) dengan judul Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Novel Sang Pencerah Karya Akmal Nasery Basral. Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam novel Sang Pencerah karya Akmal Nasery Basral yaitu a) Akhlak kepada Allah SWT., yang meliputi taqwa ikhlas, raja`, tawakal, syukur, dan taubat; b) akhlak kepada Rasulullah Saw., yaitu mengikuti dan menaati Rasul, tidak melakukan perbuatan yang tidak dicontohkan Rasul, c) Akhlak Pribadi, meliputi shiddiq, syaja`ah, iffah, istiqomah, tawadlu, sabar, amanah, d) akhlak dalam keluarga, yang meliputi birrul walidain, hak, kewajiban, dan kasih sayang suami istri, kasih sayang dan tanggung jawab orang tua terhadap anak, silaturrahmi dengan karib kerabat.

Selanjutnya penelitian Wahyuni (2008), Yang berjudul Studi Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak Dalam Novel Langit-Langit Cinta Karya Najib Kailany. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pendidikan akhlak dalam novel tersebut di antaranya, akhlak kepada Allah, akhlak kepada diri sendiri, akhlak pada keluarga dan akhlak terhadap sesama.

(22)

B. Kerangka Teoritik 1. Pendidikan Islam

Teori tentang Pendidikan Islam sangat luas dan umum. Pada kesempatan kali ini penulis hanya membatasi ruang lingkup teori Pendidikan yang terdiri dari tujuan Pendidikan Islam, metode Pendidikan Islam dan meteri Pendidikan Islam. Kajian teori Pendidikan Islam ini nantinya akan digunakansebagai acuan utama dalam mencari relevansi atau keterkaitan antara nilai-nilai Pendidikan Akhlak melaui Kisah teladan Imam Syafi`i dalam Kitab Siyar A`lam an-Nubaladengan teori Pendidikan Islam tersebut.

a. Pengertian Pendidikan Islam

Pendidikan Islam dalam bahasa Arab disebut tarbiyah islamiyah. Tarbiyah berasal dari tiga kata : raba’, yarbu’, artinya bertambah dan tumbuh; rabia’, yarba’, berarti menjadi besar; dan

rabba’,yarubbu, memperbaiki, menuntun, menjaga, dan memelihara.

Dari tiga asal kata tersebut Abdurrahman Al- Baniy menyimpulkan,

(23)

Sedangkan menurut Syech Muhammad Naqib Al-„Attas, dalam bukunya berjudul, “ Islam dan Sekularisme” menyebutkan

bahwa pendidikan adalah menyerapkan dan menanamkan adab pada manusia adalah ta’dib. Lebih lanjut, Al-Attas menuliskan dalam buku tersebut:

...saya menggunakan konsep (ma’na) adab disini dalam pengertianya yang paling awal di istilah itu, sebelum mnculnya inovasi yang dibuat oleh para jenius kesusastraan. Pengrtian adab pada asalnya adalah undangan kepada suatu jamuan. Konsep jamuan ini membawa makna bahwa tuan rumah adalah seorang yang mulia dan terhormat, dan ramai orang yang hadir; para hadirin adalah mereka yang dalam penilaian tuan rumah patut mendapatkan penghormatan atas undangan itu. Oleh karena itu mereka adalah orang budiman dan terhormat yang diharapkan berperilaku sesuai dengan kedudukan mereka, dalam percakapan, tingkah laku, dan etiket. Dalam pengertian yang sama bahwa kenikmatan makanan lezat dalam suatu jamuan itu makin bertanbah dengan kehadiran orang-orang yang terhormat serta ramah, dan bahwa hidangan tersebut disantap dengan tata cara, perilaku, dan etiket yang penuh dengan kesopanan. Demkian pula halnya ilmu harus disanjung dan dinikmati serta didekati dengan cara yang sama sesuai dengan ketinggian yang dimilikinya. Dan inilah sebabnya kita mengatakan bahwa analogi ilmu adalah hidangan dan kehidupan hagi jiwa itu. Berdasarkan pengertian ini maka adab juga berarti mendisiplinkan fikiran dan jiwa (Al- „Attas, 2010: 189-190).

Secara istilah, Pendidikan Islam diartikan sebagai “ segala

(24)

Pendidikan Islam memiliki landasan nilai-nilai dasar Islami yang bersumber dari wahyu (dalam hal ini, wahyu dibarengi dengan akal sebagai alat untuk memahami maksudnya). Pendidikan Islam memandang: orientasi menumbuhkembangkan potensi peserta didik serta mengarahkannya sesuai dengan arah dan tujuan Pendidikan Islam dengan nilai-nilai yang dibawanya sebagai dua orientasi yang harus diuasahakan terintegrasi, sama-sama urgen dan tidak ada dikotomi antara keduanya.

Relitas manusia memiliki potensi baik dan buruk/jahat, yang baik mesti dipupuk disiangi hingga tumbuh subur dan berkembang hingga optimal dalam pribadi peserta didik, sedangkan potensi buruk diusahakan terkendali. Di sini, perlu diwaspadai, pengembangan potensi yang bila tidak terkendali, cebderung menjadi negatif seperti pergaulan muda- mudi, semangat mengejar materi, persaingan dan siebagainya. Potensi demikian tidak dipatahkan melainkan diarahkan hingga proporsional.

b. Tujuan Pendidikan Islam

(25)

muslim (Azra, 1999: 7). Maka pandangan Islam tentang manusia dan agama yang bersumber dari wahyu dapat dijadikan sumber rujukan dan masukan yang sangat dalam membangun tujuan Pendidikan Islam. Menurut Ahmad Tafsir tujuan Pendidikan Islam sebagai berikut:

1) Muslim yang sehat, kuat, dan berketrampilan;

2) Mempunyai kecerdasan dan kepandaian dengan ciri mampu menyelesaikan masalah secara cepat dan tepat;

3) Memiliki hati yang bertaqwa kepada Alloh, tanda-tandanya melaksanakan perintah Alloh dan meninggalkan larangannya dengan suka rela. Dalam pada itu hatinya terpaut pada yang gaib.

Sedangkan menurut Ja’far Siddik dalam disertasinya, seluruh

aktivitas Pendidikan Islam mesti ditunjukan pada dua hal:

Pertama, memberikan pengajaran dan pendidikan keagamaan kepada peserta didik hingga memiliki kompetensi umum yang mesti dimiliki oleh setiap orang Islam, hingga keimanan serta seluruh ibadahnya terselenggara secara baik sesuai dengan tuntunan ajaran yang disyariatkan. Hal itu sesuai dengan hikmah diciptakanya manusia hanya untuk beribadah kepada-Nya., seperti tersebut dalam QS. Adz-Dzariyat: 56 ,

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya

(26)

Kedua, membekali peserta didik dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi guna melaksanakan tugas sebagai khalifah di bumi dan memakmurkannya. Dua tujuan tersebut menurut ja’far

merupakan kesatuan tidak terpisahkan ( Siddik, 1997: 125-126).

Pada dasarnya tujuan Pendidikan Islam ialah selalu berupaya untuk membentuk insan yang bertakwa, membentuk kepribadian muslim yang mampu menguasai ketrampilan hidup, cakap dan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga dapat memperoleh kebahaagiaan dunia akhirat.

c. Metode Pendidikan Islam

Kata metode dapat diartikan sebagai jalan untuk menanamkan pengetahuan agama pada diri seorang dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari sehinggga menjadikannya sebagai pribadi yang islami. Menurut Muhammad Qutub ada beberapa metode Pendidikan Islam yang sering dipergunakan dalam pembelajaran sebagaimana dikutip oleh Hamruni:

1) Pendidikan melalui teladan

(27)

2) Pendidikan melalui nasihat.

Di dalam jiwa seorang terdapat pembawaan untuk terpengaruh oleh kata-kata yang didengar. Pembawaan itu biasanya tidak tetap dan oleh karena itu kata-kata harus diulang-ulang. Nasihat yang berpengaruh membuka jalannya kedalam jiwa langsung melalui perasaan.

3) Pendidikan melalui hukuman

Pendidikan melalui hukuman Sesungguhnya tidak mutlak diperlukan. Karena ada orang-orang yang cukup dengan teladan dan nasihat saja, akan tetapi manusia itu tidak sama seluruhnya, ada diantara yang perlu sikap keras dan menerima hukuman untuk memberikan efek jera.

4) Pendidikan melalui cerita

Cerita mempunyai daya tarik yang menyentuh perasaan. Cerita bisa merajut hati manusia dan akan mempengaruhi kehidupan mereka, meskipun pembaca atau pendengar cerita tidak langsung terlibat dengan orang-orang atau tokoh-tokoh ceritanya. Sadar atau tidak pendengar sering tergiring diri dan perasaannya untuk mengikuti alur dan jalan cerita yang mengakibatkan ia senang, benci atau kagum.

5) Pendidikan melalui pembiasaan.

(28)

karena sudah menjadi kebiasaan yang melekat dan spontan. Bila pembawaan seperti itu tidak diberikan tuhan kepada manusia, maka tentu mereka akan menghabiskan hidup mereka hanya untuk berjalan-berjalan, berbicara dan berhitung. Islam mempergunakan kebiasaan sebagai salah satu teknik pendidikan, sehingga setiap orang mengubah sifat baik menjadi kebiasaan.

d. Materi Pendidikan Islam

Materi pendidikan Islam didasarkan pada pokok ajaran Islam yeng meliputi, aqidah, syariah, akhlak. Tiga hal ini sering juga disebt dengan tiga ruang lingkup pokok ajaran Islam atau trilogi ajaran Islam (Marzuqi, 2009: 2)

1) Aqidah

Secara etimologis, aqidah berarti ikatan, sangkutan, keyakinan. Aqidah secara teknis juga berarti keyakinan atau iman. Aqidah merupakan asas tempat mendirikan seluruh bangunan (ajaran ) Islam dan menjadi sangkutan semua ajaran dalam Islam. Aqidah juga merupakan sistem keyakinan Islam yang mendasari seluruh aktifitas umat Islam dalam kehidupannya. Aqidah atau sistem kayakinan Islam dibangun atas dasar enam keyakinan atau bisa disebut rukun iman.

2) Syari’ah

Secara etimologis, syari’ah berarti jalan yang harus diikuti,

(29)

syariah berarti semua peraturan agama yang ditetpkan oleh Alloh untuk kaum muslim baik yang ditetapkan Al-Qur’an maupun sunnah rasul. Kajian syari’ah tertumpu pada masalah aturan dari Alloh dan

Rasul-Nya atau masalah hukum. Aturan hukum ini mengatur manusia dalam berhubungan dengan Tuhannya (ibadah) dan dalam hubungan dengan sesamanya (mu’amalah)

3) Akhlak

Secara bahasa (etimologis) akhlak berasal dari bahasa arab adalah bentuk masdar dari kata khulk. Khulk di dalam kamus Al-Munjid berarti budi pekerti, perangai tingkah laku atau tabiat (Asmaran, 2002: 1). Sedangkan secara istilah (terminologi) definisi akhlak yang dikutip oleh Dr. Asmaran dalam buku Pengantar Studi Akhlak yaitu:

a) Menurut Prof. Dr. Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak ialah kebiasaan kehendak. Ini berarti bahwa kehendak itu bila dibiasakan akan menjadi sesuatu maka kebiasaannya itu disebut akhlak.

b) Di dalam ensiklopedi pendidikan dikatan bahwa akhlak ialah budi pekerti, watak, kesusilaan (kesadaran etik dan moral) yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa benar terhadap khaliknya dan terhadap sesama manusia.

(30)

gampang dan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan. Akhlak pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbulah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran.Apabila dari kondisi tadi timbul kelakuan yang baik dan terpuji menurut pandangan syari’at dan akal pikiran, maka itu

dinamakn akhlak mulia dan sebaliknya apabila yang lahir kelakuan buruk, maka disebut akhlak tercela (Teguh Purnomo, 2012: 25).

2.Pendidikan Akhlak

a. Pengertian Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak adalah suatau proses belajar yang bertujuan untuk membekali orang dengan pengetahuan dan ketrampilan. Dengan bekal pengetahuan dan ketrampilan tersebut memungkinkan mereka untuk hidup dengan baik. Dengan adanya pendidikan maka manusia mampu menjalankan fungsinya sebagai hamba Allah dan khalifah di muka bumi (Quraish Shihab, 1994:137)

Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa:

(31)

mngembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperluukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan akhlak adalah pendidikan yang berusaha mengenalkan, menanamkan serta menghayati anak akan adanya sistem nilai yang mengatur pola, sikap dan tindakan manusia atas isi bumi, pola sikap dan tindakan yang dimaksud mencakup pola-pola hubungan dengan Allah, sesama manusia (termasuk dengan dirinya sendiri dan dengan alam sekitar (Nurdin, 1993: 205)

Pendidikan akhlak merupakan pendidikan yang sangat mendasar karena merupakan alat untuk membentuk watak / kepribadian seseorang yang kuat. Pendidikan Akhlak adalah proses belajar untuk mengubah budi pekerti atau akhlak manusia agar menjadi lebih baik dan sempurna yakni mampu manjalankan tugasnya sebagai hamba Allah SWT dan sebagai khalifah di muka bumi. Alih kata pendidikan akhlak adalah suatu pendidikan yang berusaha mengimplementasikan nilai keimanan seseorang dalam bentuk perilaku (Daradjat, 1995: 58)

(32)

seseorang secara otomatis, tanpa berpikir dan tanpa keraguan (Miqdan, 2003: 19)

Pendidikan akhlak Islam juga diartikan sebagai latihan mental dan fisik yang menghasilkan manusia berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas dan kewajiban dalam masyarakat selaku hamba Allah. Pendidikan akhlak Islam berarti juga menumbuhkan kepribadian dan menanamkan landsan tanggung jawab. Oleh karena itu jika berpredikat muslim, benar-benar menjadi penganut agama yang baik, maka harus menaati ajaran Islam dan menjaga agar rahmat Allah tetap pada dirinya. Setiap muslim harus mampu memahami, mengahayati dan mengamalkan ajarannya yangg didorong oleh iman sesuai dengan akidah Islamiyah.untuk tujuan itulah manusia harus dididik melalui proses Pendidikan Islam.

(33)

yang memberikan dampak positif dan yang memberikan dampak negatif (Fauziana, 2011: 16-17)

b. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak

Menurut Yunahar Ilyasdalam buku kuliah akhlak, secara garis besar,pokok-pokok ajaran akhlak Islam terbagi menjadi enam bidang penerapan, yaitu:

1) Akhlak terhadap Allah a) Takwa

Definisi takwa yang paling populer adalah memelihara dari siksaan Allah dengan mengikuti segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Lebih lanjut definisi takwa menurut Thabarah yang dikutip oleh Yunahar Ilyas mengatakan bahawa makna asal dari kata takwa adalah pemeliharaan diri terhadap apa ang ditakuti yaitu Allah SWT. b) Cinta dan Ridha

Cinta adalah kesadaran diri, perasaan jiwa dan dorongan hati yang menyebabkan seseorang terpaut hatinya kepada apa yang dicintainya dengan penuh semnagt dan rasa kasih sayang (Ilyas, 2008: 24). Cinta dengan pengertian demikian sudah menjadi fitrah bagi semua manusia.

(34)

hakikatnya bersumber dari iman. Semakin tebal iman seseorang semakin tinggi pula cintanya kepada Allah SWT. Artinya dia harus dapat menerima dengan sepenuh hati tanpa penolakan sedikitpun, segala sesuatu yang datang dari Allah dan Rasul-Nya, baik berupa perintah, larangan atau petunjuk-petunjuk lainnya.

Disamping itu secara khusus dijelaskan oleh Allah SWT dalam beberapa ayat AL-Qur’an bahwa dia mencintai orang -orang dengan sifat dan amal tertentu. Misalnya Allah mencintai orang-orang yang : bertaubat (QS. Al-Baqarah 2: 222), bertakwa (QS. „Ali Imron 3: 76)

c) Khauf dan Raja’

Khauf dan raja’ atau takut dan harap adalah sepasang sikap batin yang harus dimiliki secara seimbang oleh setiap Muslim. Khauf adalah kegalauan hati membayangkan sesuatu yang tidak disukai yang akan menimpanya, atau membayangkan hilangnya sesuatu yang disukainya. Dalam Islam semua rasa takut harus bersumber dari rasa takut karena Allah SWT. Menurut Sayyid Sabiq sebagaimana dikutip oleh Yunahar Ilyas ada dua sebab kenapa seseorang takut kepada Allah SWT:

(35)

Sedangkan raja’ atau harap adalah memautkan hati kepada sesuatu yang disukai pada masa yang akan datang. Raja

harus didahului oleh usaha yang sungguh-sungguh. Dalam hal ini seperti dalam firman Allah SWT. menyatakan bahwa orang-orang yang beriman, hujrah dan berjihad dijalan Allah mengharapkan rahmat dari Allah SWT.

Sesungguhnya orang yang beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu mengharapkan rahmat Allah, dan Allah

Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS.

Al-Baqarah: 218)

d) Tawakal

Tawakal adalah salah satu buah keimanan. Setiap orang yang beriman yakin bahwa semua urusan kehidupan semua manfaat serta madharat ada ditangan Allah, akan menyerahkan sesgala sesuatunya kepadanya dan akan ridha dengan segala kehendaknya.

(36)

hamba-hamba-Nya, tentu saja orang yang tidak bertawakal sepenuhnya kepada Allah memiliki hati yang lemah (Ilyas, 2008 : 45). e) Taubat

Taubat berakar dari kata taba’ yang berarti

kembali.orang bertaubat kepada Allah yaitu orang yang kembali dari sifat tercela menuju sifat-sifat yang terpuji, kembali dari larang Allah SWT menuju yang diridhainya. 2) Akhlak Terhadap Rasulullah

Akhlak terhadap Rasulaullah adalah meneladani Rasulullah dalam setiap perilakunya. Dalam hal Rasulullah dalam setiap perilakunya. Dalam hal ini Rasulullah sebagai pembawa ajaran Allah agar dapat sampai dan dimengerti oleh manusia sebagai panganut agama wahyu yang diturunkan oleh Allah. Akhlak terhadap Rasulullah meliputi mencintai dan memuliakan Rasul, mengikuti dan menaati Rasul, mengucapkan shalawat dan salam. 3) Akhlak terhadap diri sendiri

Artinya menjauhkan diri dari sifat tercela seperti berdusta, khianat, berburuk sangka, sombong, iri, dengki dan akhlak terhadap diri sendiri meliputi:

a) Shidiq

(37)

benar perkataan dan benar perbuatan. Bentuk-bentuk shidiq ada lima diantaranya:

(1) Benar perkataan. Dalam keadaan apapun seorang muslim akan selalu berkata yang benar, baik dalam menyampaikan atau menjawab pertanyaan, melarang dan memerintah ataupun yang lainnya.

(2) Benar pergaulan. Seorang muslim akan selalu bermu’amalah dengan benar, tidak menipu, tidak khianat,

dan tidak memalsu, sekalipun kepada non muslim.

(3) Benar kemauan. Sebelum memutuskan untuk melakukan sesuatu, seorang muslim harus memprtimbangkan dan menilai terlebih dahulu apakah yang dilakukannya benar dan bermanfaat.

b) Istiqomah

Secara etimologis, istiqomah berasal dari kata

istiqama-yastaqimu yang berarti tegak lurus. Dalam terminologi akhlak istiqomah adalah sikap teguh dalam mempertahankan keimannan dan keislaman sekalipun menghadapi berbagai godaan.

c) Syaja’ah

Syaja’ah artinya berani, tapi bukan berani tanpa

(38)

akantetapi berani yang berlandaskan kebenran dan dilakukan dengan penuh pertimbangan.

Bentuk-bentuk keberanian di antaranya:

(1) Keberanian mengahadapi musuh / jihad dijalan Allah SWT.

(2) Keberanian menyatakan kebenaran. d) Tawadhu’

Tawadhu’ artinya rendah hati lawan sombong atau

takabur. Orang yang rendah hati tidak memandang dirinya lebih dari orang, sementara orang yang sombong menghargai dirinya secara berlebihan. Rendah hati tidak sama dengan rendah diri, karena rendah diri berarti kehilangan kepercayaan diri. Sekalipun dalam prakteknya orang yang rendah hati cenderung merendahkan dirinya dihadapan orang lain, tapi sikap tersebut bukan lahir dari rasa tidak percaya diri.

Orang tawadhu’ menyadari bahwa apa saja yang dia

(39)

ragu bergaul dengannya, bahkan lebih dari itu derajatnya dihadapkan Allah semakin tinggi (Ilyas, 2008: 123).

e) Sabar

Sabar secara etimologis, berarti menahan dan mengekang. Secara terminologi sabar berarti menahn diri dari segala sesuatu yang tidak disukai karena mengharap ridha Allah. Dalam menghadapi kehiduan ini, Allah selalu memberikan cobaan kepada manusia. Baik berupa kenikmatan, kesenangan, maupun cobaan yang berupa penderitaan.

Sikap sabar sangat dibutuhkanoleh setiap orang. Setiap orang pasti merasakan pahit getirnya kehidupan. Di saat berbagai kesulotan dan kesukaran menimpa seseorang, maka hanya ketabahanlah yang mampu menerangi hati untuk menjaga dari keputusan sehingga mampu menyelamatkan diri dari patah semangat. Bahkan hanya dalam keadaan susah kita harus bersabar, peristiwa yang menyenangkan pun harusdisikapi dengan sabar dalam bentuk kehati-hatian agar tidak terlalu gembira dan lepas kontrol.

c. Nilai-nilai Akhlak 1) Pengertian Nilai

(40)

objek keinginan, mempunyai kualitas yang menyebabkan orang dapat mengambil sikap menyetuji atau mempunyai sifat tertentu (Louis O. Kattsoff, 1987: 332).

2) Pengertian Akhlak

Dari segi bahasa (etimologi) akhlak berasal dari bahasa Arab “khuluq”, jamaknya “khuluqun” yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Sedangkan menurut istilah (terminologi) definisi akhlak yang dikutip oleh Zahruddin dan Hasanudin Sinaga dalam buku Pengantar Studi Akhlak yaitu: a) Menurut ibu Miskawaih, akhlak adalah keadaan jiwa seseorang

yang mendorong untuk melakukan perbuatan-perbuatan tanpa melalui pertimbangan pemikiran (terlebih dahulu).

b) Menurut Imam Al-Ghazali, akhlak ialah sesuatu sifat yang tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pemikiran (lebih dahulu) (Zahrudin, 2004: 4).

Selanjutnya, menurut Abdullah Dirroz yang dikutip oleh Zahrudin dan Hasanudin Sinaga dalam bukunya Pengantar Studi Akhlak, perbuatan manusia dapat dianggap sebagi menifestasi dari akhlaknya apabila dipenuhi dua syarat, yaitu :

(41)

b) Perbuatan-perbuatan karena dorongan-dorongan emosi-emosi jiwanya. Bukan karena adanya tekanan-tekanan ynag datang dari luar. Seperti paksaan yang datang dari orang lain yang menimbulkan ketakutan atau bujukan dengan harapan yang indah-indah dan lain sebagainya.

Akhlak adalah suatu kondisi yang terbentuk dalam jiwa manusia, yang lekat dan mendalam di dalam lubuk hati manusia, sehingga dari kondisi yang telah terbentuk tersebut dapat menimbulkan berbagai bentuk perilaku baik ucapan maupun tindakan yang mudah dengan tanpa berpikir penjang. Dengan kata lain akhlak adalah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan kepribadian. Dari inilah timbul berbagai macam perbuatan dengan cara spontan tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Bilamana perbuatan-perbuatan yang timbul dari jiwa itu baik maka disebut akhlak yang baik, jika sebaliknya maka disebut akhlak yang burk (Teguh Purnomo, 2012: 13).

(42)

a) Ridha Allah SWT

Orang yang berakhlak sesuai ajaran Islam, senantiasa melaksanakan segala perbuatannya dengan hati ikhlas, semata-mata karena mengharap ridha Allah.

b) Kepribadian muslim

Segala perilaku muslim, baik ucapan, perbuatan, pikiran maupun kata hatinya mencerminkan sikap ajaran Islam.

(1) Perbuatan yang mulia dan terhindar dari perbuatan tercela Dengan bimbingan hati yang diridhai Allah, dengan keikhlasan akan terwujud perbuatan-perbuatan yang terpuji, yang seimbang antara kepentingan dunia dan akhirat serta terhindardari perbuatan tercela (Anwar, 2008: 211-212) 1. Kisah sebagai metode penanaman akhlak

a. Pengertian Metode Kisah

Dari segi asal usul katanya metode berasal dari dua kata, yaitu metha dan hodos yang berarti jalan atau cara. Dengan demikian maeode dapat bebrati jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan (Abudin Nata, 1997: 91). Metode juga berarti cara dan prosedur melakukan suatau kegiatan untuk mencapai tujuan secara efektif ( St. Vembrianto, 1994: 37) khusus dalam istilah pendidikan menurut jalaludin bahwa : “ Metode adalah suatu cara untuk menyampaikan

(43)

Jadi yang dimaksud metode dalam hal ini adalah jalan atau cara yang dilalui untuk menyampaikan materi pelajaran kepada anak didik, sehingga tercapai tujuan pendidikan. Dengan kata lain metode dapat diartikan sebagai jalan atau cara yang digunakan untuk menyampaikan dan menjelaskan materi pendidikan kepada anak didik, sehingga ia memperoleh pengetahuan atau wawasan, atau untuk mengembangkan sikap-sikap dan ketrampilannya agar mampu mandiri dan bertanggungjawab sesuai dengan norma atau ajaran Islam.

Sedangkan kata kisah atau cerita berarti tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal (peristiwa, kejadian, dan sebagainya) dan karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, atau penderitaan orang, kejadian dan sebagainya (baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun hanya rekaan belaka) (Moeliono, et al.1993: 165).

Dengan demikian metode kisah mengandung arti suatu cara dalam menyampaikan materi pelajaran dengan menceritakan secara kronologis tentang bagaimana terjadinya suatu hal, yang menuturkan perbuatan, pengalaman atau penderitaan orang lain baik sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan saja. Metode kisah merupakan salah satu metode pendidikan.

(44)

metode pendidikan yang harus mempertimbangkan berbagai hal sehingga tujuan pendidikan agama Islam dapat terwujud dengan baik, ada beberapa metode pendidikan Islam salah satunya adalah metode kisah. Pentingya metode kisah jika dibandingkan metode lain adalah selain kemampuannya menyentuh aspek kognitif, afektif, hal tersebut berpotensi membentuk aspek psikomotorik.

Metode kisah sebagai salah satu metode pilihan yang digunakan dalam proses pendidikan Islam dengan harapan dapat untuk menyampaikan materi sesuai dengan kemampuan dan perkembangan anak. Sehingga dapat dicapai tujuan yang dikehandaki yaitu:

1. Metode kisah menyentuh aspek kognitif.

Dengan mendengarkan kisah anak menjadi faham isi kisah yang disampaikan, anak merasa senang sekaligus dapat menyerap nilai-nilai pendidikan, tanpa merasa dijejali. Cara seperti ini telah dicontohkan oleh Rosulloh SAW sejak dulu. Beliau sering sekali bercerita tentang kaum-kaum terdahulu agar dapat diambil hikmah dan pelajarannya.

2. Metode kisah menyentuh aspek afektif

(45)

kendati pun cerita itu telah selasai tetapi pengaruhnya tetap hidup bersama perasaannya (ma-maha.blogspot.com/2016/03/metode-kisah-sebagai-suatu metode.html?m=1).

3. Metode kisah menyentuh aspek psikomotorik

Dengan mendengarkan kisah anak bisa meniru figur yang baik yang berguna bagi kemaslahatan umat, dan membenci terhadap seseorang yang dolim. Jadi dengan memberikan stimulasi pada anak didik untuk berbuat kebijakan dan dapat membentuk akhlak mulia (Muhaimin, 1993 : 260).

(46)

BAB III

METODE PENELITIAN

Untuk memudahkan penulis dalam melakukan penelitian, maka penulis menggunakan 5 (hal), yaitu jenis penelitian, pendekatan penelitian, teknik pengumpulan data, sumber data, dan metode analisis data.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian dalam skripsi ini adalah penelitian kepustakaan

(library research), yakni sebuah studi dengan mengkaji buku-buku yang relevan dengan permasalahan yang diangkat dalam penelitian. Semua sumber dari bahan-bahan tertulis yang berkaitan dengan permasalahan penelitian (Mestika Zed,2004: 1-3).

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian ialah cara yang dilakukan oleh peneliti untuk memahami dan mengarahkan pada bahan kajiannya. Adapun pendekatan yang dipakai adalah pendekatan deskriptif analisis bercorak bibliografis, yaitu pencaiaran berupa fakta,hasil dan ide pemikiran seseorang melalui cara mancari, menganalisa, membuat interpretasi serta melakukan generalisasi terhadap penelitian yang dilakukan.

C. Teknik Pengumpulan data

(47)

Teknikpengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini ialah menggunakan metode dokumentasi, yaitu untuk mencari dan mengumpulkan data melalui penulusuran bahan dokumentasi yang dalam penelitian ini yaitu berupa kata-kata, kalimat, dan wacana yang disajikan dalam bentuk deskriptif. Data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan cara sebagai berikut. Pertama, membaca dan memahami teks kitab secara berulang-ulang.Kedua, membaca buku-buku yang berhubungan dengan penelitian.Ketiga, mencatat setiap kata-kata atau kalimat yang mengandung kisah teladan akhlak dari Imam Syafi’i yang ditemukan

sewaktu membaca teks kitab Siyar A’lam an-Nabala’ yang dapat djadikansebagai teladan dalam mendidik akhlak.

D. Sumber Data

Dalam data dokumenter ini, dicari data-data tentang kisah teladan akhlak dari Imam Syafi’i dengan menggunakan data primer dan data

sekunder.

a. Sumber data primer

Sumber data primer dalam penelitian ini adalah kitab Siyar A’lam an-Nabala ’karya Imam Ad-Dzahabi.

b. Sumber data sekunder

(48)

E. Metode Analisi data

(49)

BAB IV

PENDIDIKAN AKHLAK MELALUI KISAH TELADAN IMAM SYAFI’I

(STUDI ANALISIS TERHADAP KITAB SIYAR A’LAM AN-NUBALA KARYA IMAM ADZ-DZAHABI)

A. PROFIL KITAB SIYAR A’LAM AN-NUBALA DAN IMAM ADZ-DZAHABI

1. Kilasan Tentang Kitab Siyar A’lam An-Nubala

Kitab sirah/sejarah ini merupakan kitab yang berbobot,lengkap dengan berbagai macam disiplin ilmu, dan segudang informasi, yang tidak hanya terbatas pada satu peride generasi atau satu masa, tetapi mencakup awal mula kemunculan Islam hingga abad tujuh Hijriyah. Informasi-informasi yang dimuat di dalamnya juga mencakup kota-kota Islam pada umumnya. Selain itu, kitab ini cukup representatif untuk memenuhi keinginan para sejarawan, ahli jarh dan ta’dil, serta kalangan peneliti, akan informasi tentang semangat dan perhatian generasi Islam terdahulu dalam berdakwah serta beribadah. Kitab ini juga memberikan informasi lengkap tentang sejarah ketimuran kita, rambu-rambu jalan, dan segudang pelajaran (Asy-Syarif. 2008: 6).

(50)

dan langka bisa menjadi bahan cerita alternatif untuk menggantikan posisi berita dan informasi yang tidak mendidik, yang dijejali oleh kalangan yang menginginkan generasi Islam rusak. Selain itu, ada sejumlah kaidah-kaidah agama, mulai dari tauhid, perilaku, dan interaksi sosial yang menyejukkan hati, dimuat dalam kitab ini.

Adapun kelebihan kitab ini dibandingkan dengan kitab lainnya adalah sebagai berikut :

a. Ketelitian penulis. Dia tidak hanya memaparkan biografi orang yang ditulis, tetapi juga disertai dengan komentar jika menurutnya perlu, yaitu dengan melakukan pengecekan secara detail terhadap cerita yang dipaparkannya, baik dengan menyebutkan sisi kekurangannya maupun menjelaskan kelebihannya jika orang-orang pada umumnya mengecapnya buruk, atau berpandangan lain jika memungkinkan, atau mengkritik perilakunya dengan kritik yang didasarkan pada syariat. b. Adanya kajian kritis dalam kitab ini. Penulis seringkali tidak

membiarkan peristiwa sejarah berjalan tanpa kritik jika menurutnya memang perlu dikritik dan dijalskan. Oleh karena itu, dalam buku ini terkadang terlihat menolak peristiwa yang masih sebatas asumsi atau mendukung pendapat penulis lain atau menjelaskan pendapatnya dalam maslah yang perlu dirinci, dijelaskan, dan sebagainya.

(51)

2. Sejarah Singkat Imam Muhammad bin Ahmad bin Utsman adz-Dzahabi

Adz-Dzahabi lahir pada tanggal 3 bulan Rabi’ul Akhir 673 H di kota Kafr Btahna (Farid. 2013 : 910). Beliau belajar hadits pada usia delapan belas tahun, lalu belajar di Damaskus, Ba’laba’, Mesir,

Iskandaraiyah, Makkah, Halb, Banabulis, dan sebagainya. Dia mempunyai banyak guru. Orang-orang yang belajar kepadanya juga sangat banyak dan baliau tetap mengajarkan ilmu hingga meninggal dunia. Beliau tinggal di Damaskus dan sering didatangi oleh banyak murid dari berbagai penjuru dunia.

Beliau juga menulis buku sejarah besar dan menengah yang dikenal dengan nama Al „Ibar. Sedangkan kitab sejarah ringkas yang ditulisnya dikenal dengan nama Duwalu Al Islam, An-Nubala’, Al Mizan fi Adh-Dhu’afa, Mukhtashar Sunan Al Baihaqi, Thabaqah Al Huffah,

Thabaqat Al Qurra’, dan kitab-kitab ringkas lainnya. Beliau belajar Al-Qur’an berdasarkan riwayat dan mendalaminya. Meninggal pada tahun

(52)

B. Biografi Imam Syafi`i 1. Mengenal Imam Syafi’i

Imam Syafi`i lahir pada tahun 150 H (Asy-Syurbasi, 2011: 141), bertepatan dengan wafatnya Imam Abu Hanifah, guru para ahli fikih Irak dan Imam metode qiyas. Mayoritas riwayat menyatakan bahwa Imam Syafi`i dilahirkan di Ghaza, Palestina, seperti yang diriwayatkan oleh Hakim melalui Muhammad ibn Abdillah ibn al-Hakam. Ia berkata, “Aku mendengar Syafi`i berkata, “Aku dilahirkan di Ghaza, kemudian ibuku memboyongku ke Asqalan.” (Suwaidan, 2015: 14-15).

Nama lengkap Imam Syafi`i adalah Abu Abdillah Muhammad ibn Idris ibn al-Abbas ibn Utsman ibn Syafi`i ibn al-Sa`ib ibn `Ubaid ibn Abd Yazid ibn Hisyam ibn al-Muthallib ibn `Abdi Manaf ibn Qushay ibn Kilab ibn Murrah ibn Ka`ab ibn Luay ibn Ghalib (Adz-Dzahabi, tt: 335-336). Akar nasab Imam Syafi`i bertemu dengan akar nasab Nabi Saw. Tepatnya di moyangnya yang bernama Abdi Manaf (Suwaidan, 2015: 15).

Abdi Manaf adalah moyang Nabi Saw yang mempunyai empat putra: Hasyim, darinya terlahir Nabi Saw; Muthallib, darinya terlahir Imam Syafi’I; Naufal dan Abdi Syams. Dengan demikian, nasab keluarga

Muhammad ibn Idris ibn Abdullah al-Syafi’i bertemu dengan nasab Nabi tepatnya di Abdi Manaf sebagai kakek moyang Nabi Saw.

(53)

ََنََس

ٌَبَ

َََك

ََﺬا

َََعَ

َلَْيَِ

ََِم

َْنَ

ََْش

َِس

َ

َ ضلا

ََح

َُ نَي

َْوًَر

َِﺮَا

ََمَْن

َ

ََخَْل

َِقَ

َِلا

َْصََب

َِح

ََعَُم

َْوًَدا

َِم

َِفَا

َْيَِ

ََ

ََِا

ََّ

ََََ

َ يٌَد

َِمَْن

ََسَ ي

ٍَد

ََخ

ََزاَ

َْلاََم

ََك

َِرا

ََﺫَ

ََﺮَ

َ تلا

ََق

ََﺮَي

َ

َُْلا

َْوََدا

Nasabnya seakan disinari mentari pagi

dan menjadi tiang bagi lentera

Di dalamnya hanya para pemuka dan putra para pemuka

yang terhormat, mulia dan bertakwa

Ayah Imam Syafi`i adalah Idris ibn Abbas. Ia berasal dari Tabalah (bagian dari negri Tahamah yang terkenal). Awalnya ia bermukim di Madinah lalu hijrah ke Asqalan (kota di Palestina) hingga wafat. Ayahnya meninggal saat Imam Syafi`i masih kecil. Imam Syafi`i tumbuh diasuh ibunya sebagai anak yatim (Adz-Dzahabi, tt: 336).

Ibunda Imam Syafi`i berasal dari Azad, salah satu kabilah Arab yang masih murni. Seorang ibu yang sadar adalah ibu yang yang mendidik putra putrinya dengan kebaikan dan keutamaan. Ibunda Imam Syafi`i merupakan sosok ibu yang memiliki andil besar dalam membentuk dan membina kepribadiannya. Ibunda Imam Syafi`i berasal dari Azad, salah satu kabilah Arab yang masih murni. Ia adalah seorang Ibu yang taat beribadah dan berakhlak mulia.

(54)

Makkah bersama seorang saksi perempuan lain dan seorang saksi laki-laki. Ketika itu hakim ingin memisahkan antara kesaksian dua orang perempuan tersebut. Akan tetapi, Ibunda Imam Syafi`i berseru, “Kau

tidak layak melakukan hal itu karena Allah telah berfirman, Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi laki-laki di antara kalian. Jika tidak ada dua orang laki-laki maka (boleh) seorang laki-laki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kalian ridlai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya (Al-Baqarah: 282).” Akhirnya sang hakim menarik kembali pendapatnya. Sosok ibu seperti dirinya memiliki peran yang sangat besar dalam membentuk kepribadian Imam Syafi`i (Suwaidan, 2015: 21).

Diasuhan ibunya, Imam Syafi`i hidup sebagai anak yatim dan miskin, sementara nasabnya sangat mulia. Jika kemiskinan disandingkan dengan keturunan yang mulia maka orang yang dibina dalam kondisi ini akan tumbuh baik, memiliki akhlak yang lurus dan menempuh jalur yang mulia. Karena ketinggian nasab mendorong seorang anak untuk memiliki nilai-nilai mulia dan menjauhi hal-hal yang hina sejak kecil. Kemiskinan yang disertai dengan ketinggian nasab inilah yang membuat Syafi`i kecil dekat dengan masyarakat dan ikut merasakan apa yang mereka rasakan.

(55)

jauh dari pusat ilmu. Sang ibu juga takut Syafi`i kehilangan garis nasabnya di sana.

Syafi`i pernah berkata, “Aku dilahirkan di desa Yaman. Ibuku

khawatir aku tersia-siakan. Ia berpesan kepadaku, `Carilah garis nasab keluargamu agar kau menjadi seperti mereka. Aku takut kamu kehilangan garis nasabmu’. Kemudian ibuku mempersiapkan segalanya

untuk perjalananku ke Mekkah. Aku pun berangkat ke sana. Ketika itu aku masih berumur sekitar 10 tahun. Aku menetap di rumah salah seorang kerabatku dan mulai menuntut ilmu di sana (Adz-Dzahabi, tt: 338).

2. Syafi’i Menuntut Ilmu

Syafi`i mulai membuka mata dan hatinya di negri kelahiran moyangnya. Negeri yang merupakan tumpuan hati dan harapan seluruh kaum muslimin di dunia dan tempat turunnya wahyu Islam, Mekkah (Mughniyah, 2007: xxix). Syafi`i mulai beradaptasi dengan lingkungan ini untuk mengukuhkan posisinya di tengah para ulama dan orang-orang terhormat (Suwaidan, 2015: 24).

(56)

yatim yang diasuh ibuku. Ia tidak memiliki apa-apa untuk biaya pendidikanku.”(Adz-Dzahabi, tt: 338).

Suatu hari guru Syafi`i terlambat datang ke majelisnya. Dengan nekad Syafi`i berdiri menggantikan gurunya mengajar anak-anak yang lain. Sejak itu, sang guru tahu bahwa Syafi`i bukan anak biasa. Ia pun mulai memerhatikan Syafi`i dan memutuskan untuk membebaskan biaya pendidikan asal Syafi`i mau mengajari anak-anak lain jika ia terlambat berhalangan hadir (Suwaidan, 2015: 25).

Syafi`i mulai masuk ke masjid untuk berkumpul dengan para ulama. Ia banyak mendengarkan pelajaran dari mereka dengan mengerahkan segenap kemampuan otak dan semangatnya. Setelah rampung menghafal al-Qur`an, Syafi`i mulai tertarik menghafal hadits. Antusiasnya terhadap hadits sangat tinggi. Saking banyaknya ia mendengarkan para muhaddits menyampaikan hadits, ia berhasil menghafal banyak hadits dengan hanya mendengar. Kadang ia menuliskannya di atas tembikar atau di atas kulit. Pada fase ini ia berhasil menghafal al-Muwaththa` karya besar Imam Malik, bahkan sebelum ia bertemu dengan sang imam.

Al Muzani pernah menceritakan dari Syafi`i, katanya, “Aku

(57)

Syafi`i berkata, „Suatu hari aku datang menghadap kepada Imam Malik,

saat itu aku telah hafal al-Muwaththa`. Lalu aku berkata kepadanya, „Aku ingin membacakannya kepadamu’. Imam Malik berkata, „Carilah orang

yang membacanya untukmu’, maka aku menjawab, „Tidak ada yang

menghalangimu untuk mendengarkanku, sungguh aku dimudahkan untuk menghafal kitabmu, karena aku menghafalnya sendiri’(Adz-Dzahabi, tt: 339).

Pada masa mudanya, Syafi`i belum pernah menikmati indahnya masa muda atau mengalami gejolak pubertas seperti kebanyakan anak seusianya. Syafi`i lebih menyibukkan diri dengan menuntut ilmu dan menjadikannya sebagai tujuan. Tentang kebiasaanya menulis ini, Syafi`i mencatat pesannya dalam satu bait syair:

Ilmu ibarat buruan dan catatan adalah pengikatnya

Ikatlah buruanmu dengan tali yang kuat

Sungguh bodoh jika kau berhasil memburu rusa

Namun kaubiarkan ia terlepas di tengah makhluk lain

Tentang keutamaan ilmu (Suwaidan, 2015: 27-28), Syafi`i berkata:

Belajarlah! Seseorang tidak dilahirkan sebagai orang alim

Pemilik ilmu tidak seperti orang yang bodoh

(58)

Terlihat kecil jika dikelilingi oleh pasukannya

Orang yang kecil di tengah suatu kaum, jika berilmu

Ia terlihat besar di tengah masyarakatnya.

Selain ahli dalam bidang ilmu, Syafi`i juga ahli di bidang-bidang yang lain. Di antaranya adalah sya`ir, sejarah, memanah, menunggang kuda, ilmu kedokteran, ahli gizi.

a. Syair dan Sejarah

Pada waktu kecil Syafi`i mulai mendalami bahasa arab untuk menghindari kesalahan-kesalahan dalam melafalkannya. Kala itu kesalahan dalam pelafalan banyak dialami orang Arab akibat percampuran mereka dengan bangsa non-Arab, khususnya terjadi di kota-kota besar. Selain itu Syafi`i mendalami bahasa Arab karena begitu yakin bahwa Bahasa adalah kunci ilmu pengetahuan.

Cara terbaik dalam mempelajari bahasa Arab, seperti yang dilakukan Rasulullah Saw., adalah dengan mempelajari kesusastraan terlebih dahulu. Rasulullah pernah diasuh di perkampungan Bani Sa`ad, suku Arab terfasih pada zamannya. Demikian pula halnya Syafi`i, ia memilih tinggal dengan kaum Hudzail, kaum yang terkenal memiliki jati diri kearaban yang kuat dan mahir di bidang ilmu bayan dan syair.

(59)

Bahasa dan sejarah Arab. Di sana ia juga mempelajari ilmu nasab dan syair selama 17 tahun (ada yang berpendapat 10 tahun).

Setelah menguasai ilmu Bahasa, Syafi`i pulang ke Mekkah. Hafalan Qur`an dan kitab al-Muwaththa`-nya tetap ia jaga, tapi ia belum tergolong orang yang alim. Ia lebih dikenal sebagai penyair dan sastrawan. Ketika itu para penyair dan sastrawan memiliki kedudukan yang cukup tinggi di kalangan orang Arab. Syafi`i memiliki majelis-majelis khusus untuk melantunkan syair-syairnya, menuturkan kisah-kisah, dan berita-berita Arab, serta ragam sastranya. Banyak orang menyukai majelis-majelis seni seperti ini. Sejak itulah mereka mulai sering berkumpul di sekeliling Syafi`i.

b. Memanah dan Menunggang Kuda

Di dusun kaum Hudzail, Syafi`i tidak hanya belajar sejarah, sastra dan menghafal syair-syair. Ia juga mempelajari tradisi dan adat istiadat mereka yang dianggapnya baik, khususnya di bidang ketangkasan perang. Di disun Hudzail, Syafi`i belajar teknik memanah dan ia sangat menyukainya hingga sangat piawai dalam melakukannya (Suwaidan, 2015: 25). Bahkan jika Syafi`i melesatkan 10 anak panah hanya satu yang meleset (Adz-Dzahabi, 2015: II: 663).

(60)

hadirin berseru, “Demi Allah, di bidang ilmu, kemampuanmu lebih hebat dibandingkan kemampuanmu dalam memanah.”

Selain memanah, Syafi`i juga mempelajari dan mendalami teknik menunggang kuda. Tak heran jika Syafi`i menjadi seorang penunggang kuda yang tek tertandingi. Al-Rabi` menuturkan, “Syafi`i adalah orang yang paling berani dan paling mahir dalam menunggang kuda. Saat menunggang kuda ia biasa memegang telinganya sendiri dengan satu tangan, sementara tangan satunya lagi memegang telinga kudanya. Dan kuda itu terus berlari kencang.” Ini menunjukkan kemahiran Syafi`i dalam menunggang kuda.

c. Ilmu Kedokteran

Selain ilmu-ilmu yang dimiliki Syafi`i di atas, ia juga memiliki wawasan cukup luas di bidang kedokteran. Imam Syafi`I pernah dating ke Mesir pada tahun 199 H (Asy-Syarqawi, 1994: 85). Diriwayatkan dari Abi al-Hushain al-Mashri, ia menuturkan, “Aku mendengar ada seorang dokter di Mesir.” Ia menambahkan, “Syafi`i

datang ke Mesir, lalu mampir di tempatku. Di sana ia berdiskusi denganku tentang kedokteran hingga aku mengira seorang dokter Irak telah datang ke negeri kami.” (Suwaidan, 2015: 60).

(61)

ilmu agama dan ilmu medis-fisiologis.’”Syafi`i juga berkata, “ Ilmu agama yang paling utama adalah ilmu fikih dan ilmu dunia yang paling utama adalah ilmu kedokteran.”

Al-Rabi` ibn Sulaiman berkata, “Syafi`i pernah berkata, „Jika kau masuk ke suatu wilayah dan di sana tak kaudapati seorang penguasa yang adil, air yang mengalir, dan seorang dokter yang bersahabat maka jangan tinggal di wilayah itu!”Syafi`i juga

menuturkan, “Jangan tinggal di wilayah yang tidak ada seorang ulama

yang membimbing agama dan tidak ada seorang dokter yang akan merawat tubuhmu.” (Suwaidan, 2015: 62).

d. Ilmu gizi

Al-Rabi` ibn Sulaiman berkata, “Abu Utsman Muhammad ibn Muhammad ibn Idris al-Syafi`i berkata, „Jika terserang demam, ayahku meminta tumbuhan serai (citron) untuk diperas dan diminum airnya karena ia takut lisannya cacat.’”

Muhammad ibn Abdullah ibn Abdul Hakam berkata, “Aku

mendengar Syafi`i berkomentar, ’Aneh sekali orang yang keluar dari

pemandian lalu tidak makan. Bagaimana ia menjalani hidup yang sehat? Aneh juga orang yang berbekam lalu makan. Bagaimana ia menjalani hidup yang sehat?”(Suwaidan, 2015: 63).

(62)

mendengar bahwa kau slalu sarapan pagi?”„Ya, wahai Amirul Mukminin,’ jawabku. „Mengapa kau lakukan itu?’ Aku menjawab,

„Wahai Amirul Mukminin, aku melakukannya karena 4 hal.’ „Apa

itu?’ tanya al-Rasyid penasaran. „Karena air masih dingin, udara

masih segar, lalat masih sedikit, dan sarapan pagi dapat menekan hasratku terhadap makanan orang lain.’ Lalu al-Rasyid berkomentar, „Sungguh ini adalah syair yang indah.’(Suwaidan, 2015: 64).

e. Memori dan Pemikiran

Allah menganugrahi Syafi`i bakat dan sifat-sifat khusus yang telah mengangkat derajatnya di bidang ilmu, akhlak, dan agama. Allah menjadikannya sebagai pionir pemikiran dan pemimpin ahli rakyu (kaum intelektual). Syafi`i memiliki daya nalar yang sangat tajam dan memori yang kuat. Ia membaca al-Muwaththa` dan langsung menghafalnya. Ia mampu memaparkannya di luar kepala.

(63)

3. Akhir hayat Imam Syafi’i

Jika engkau mengampuniku, maka Engkau mengampuni orang yang durhaka

Banyak zalim lagi senantiasa berdosa

Jika engkau membalasku, maka aku tidak berputus asa

Karena kejahatan disebabkan kejahatanku,walaupun engkau memasukan aku kedalam jahannam

Sngguh besar dari dulu daan sekarang

Tapi ampunanMu sungguh lebih besar.

(Manaqib asy-Syafi’i, al-Baihaqi :2/293,294)

Ar-Rabi’ bin Sulaiman mengatakan, “ Ketika tiba Maghrib, yaitu malam ketika As-Syafi’i meninggal, anak pamannya, Ibnu Ya’qub mengatakan kepadanya, „Apakah kami turun untuk mengerjakan

shalat?’Asy-yafi’i menimpali, „apakah kalian duduk menunggu nyawaku keluar?’ Kamipun turun, kemudian kami naik seraya kami katakan, „kami

sudah shalat semoga Allah memperbaikimu.’ Dia mengatakan, „Ya. „

kemudian dia minta minum, saat itu musim dingin, maka anak pamannya mengatakan, „ Apakah aku mencampurnya dengan air panas?’ asy- Syafi’i mengatakan kepadanya, „Tidak bahkan demi Rabb dari pohon safarjal.’

(64)

Ar-Rabi’ bin Sulaiman mengatakan, “Asy-Syafi’i meninggal pada malam jum’at, setelah Maghrib, saat aku berada di sisinya,dan dimakamkan pada hari jum’at setelah Ashar, hari terakhir dari bulan

Rajab. Ketika kami pulang dari mengantar jenazahnya, kami melihat hilal bulan Sya’ban 204 H, dalam usia 54 tahun.”

Dari Abu Zakaria, yakni al-A’raj, dia mengatakan, “ Aku bermimpi bahwa Adam meninggal, dan mereka ingin membawa keluar jenazahnya, pada pagi harinya, aku bertanya kepada ahli ilmu mengenai hal itu, maka dia mengatakan, „ ini adalah kematian orang paling berilmu

dari penduduk bumi. Sesungguhnya Allah telah mengajarkan semua nama kepada Adam. „ Tidak lama kemudian Asy-Syafi’i meningggal.

Ar-rabi bin Sulaiman mengatakan, “Asy-Syafi’i bermukim di sini (Mesir) selama empat tahun, dan dia telah mendikte sebanyak seribu lima ratus kertas. Dia mengeluarkan kitab al-Umm sebanyak dua ribu kertas. Kitab as-Sunah dan banyak lainnya, semuanya dalam empat tahun. Dia mengalami sakit yang sangat parah terkadang darah keluar darinya saat berkendara sehingga darah tersebut memenuhi celana, kendaraan, dan sepatunya.

Dari Yunus bin Abdul A’la, dia mengatakan, “Aku tidak

(65)

Ali Imran. Ringankanlah bacaan dan jangan memberatkan.’ Aku pun

membaca dihadapannya. Ketika aku hendak bangkit, dia mengatakan, „

Janganlah engkau lupa kepadaku, karena aku sedang kesusahan.’ Yunus

berkata, „Maksud asy-Syafi’i ialah bacaanku setelah ayat 120, yaitu apa yang pernah dialami Nabi’.

4. Guru-Guru Dan Murid-Murid Syafi`i 1) Guru-gurunya

Al-Hafizh mengatakan,”Dia meriwayatkan dari Muslim bin Khalid az-Zanji, Malik bin Anas, Ibrahim bin Sa’d, Sa’id bin Salim al Qaddah, ad-Darawardi, Abdul Wahhab ats-Tsaqafi, Ibnu Ulayyah, Ibnu Uyainah, Abu Dhamrah, Hatim bin Isma’il, Ibahim

bin Muhammad bin Abu Yahya, Ismail bin Ja’far, Muhammad bin

Khalid al-Jundi, Umar bin Muhammad bin Ali bin Syafi’, Aththaf bin Khalid al-Makzumi, Hisyam bin Yusuf ash-Shan’ani, dan segolongan yang lainya.

2) Murid-muridnya

Al-hafizh mengatakan, sementara yang meriwayatkan darinya ialah Sulaiman bin Dawud al-Hasyimi, Abu Bakar Abdullah bin az-Zubair all-Humaidi, Ibraim bin Mundzir al-Hizami, Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid, Ahmad bin Hanbal, Abu Ya’qub, Yusuf bin Yahya al-Buwaithi, Harmalah, Abu Thahir bin

(66)

-Rabi’bin Sulaiman al-Muradi, ar-Rabi’ bin Sulaiman al-Jizi, Amr

bin Sawwad al-Amiri, al Hasan bin Muhammad bin as-Shabbah az-Za’farani, Abu al-Walid Musa bin Abu al-Jarudnal-Makki, Yunus bin Abdul A’la, Abu Yahya Muhammad bin Sa’d bin Ghalib al

-Aththar, dan banyak lainnya.

5. Pujian para ulama terhadap Imam Syafi’i

Matahari kehidupan dunianya terbenam karenanya, tetapi kecintaan kepada imam ini, dan keberkahan ilmunya dan tulisan-tulisannya memenuhi dasar bumi. Tidak ada satu pun pemilik tempat tinta, melainkan asy-Syafi’i mendapatkan bagian darinya. Kita memohon kepada Allah agar mengampuni kita dan dia, serta memberi karunia kepada kita dan dia dengan derajat-derajat yang tinggi. Dan semoga Allah mengampuni kami atas kekurangan kami atas kekurangan kami dalam mengemukakan biografinya, dan memberi nikmat kepada kami dengan menyertainya, serta memasukan kita bersamanya dalam surgaNya.

(67)

serta para sahabatnya yang cemerlang. Dan akhir doa kami ialah, segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam.

Kemuliaan ilmu dan pengamalannya serta kemuliaan keturunan; karena kekerabatannya dengan Rasulullah. Kemuliannya karena ilmu adalah keistimewaan yang telah Allah berikan kepadaNya, berupa pencurahan perhatiannya kepada berbagai disiplin ilmu, lalu dia memperluasnya pada cabang-cabang hukum, lalu menggali makna-makna yang tersembunyi, dan menjelaskan berdasarkan pemahaman ushul dan pondasi dasarnya. Dia meraih semua itu karena keistimewaan yang Allah berikan kepada seorang Quraisy karena kemuliaan akalnya.

Al-Khatib meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada ishaq bin Rahawaih, dia mengatakan, Ahmad bin Hanbal meegang tanganku seraya mengatakan, “Kemari, hingga aku dapat membawamu kepada

seorang yang belum pernah kedua matamu melihat orang sepertinya. “

Ternyata dia membewaku pergi ke tempat As-Syafi’i (Farid,2013: 409).

Dengan sanadnya juga sampai kepada Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, dia mengatakan. Ahmad bin Hanbal, dia mengatakan, aku bertanya kepada ayahku,”wahai ayahku, kedudukan apakah yang dimiliki

(68)

Dari Ayyub bin Suwaid, dia mengatakan, “Aku tidak menduga

bahwa aku masih hidup hingga aku bisa melihat orang seperti Asy-Syafi’i. Dari Shalih bin Ahmad bin Hanbal, dia mengatakan, “Asy -Syafi’i menunggangi keledainya, sedangkan ayahku berjalan kaki, asy -Syafi’i berkendara sedangkan ayahku dibelakangnya bermudzakarah

kepadanya.”

Ahmad mengatakan, “Aku memperhatikan pada tahun seratus,

ternyata ada seorang dari ahli bait Rasulullah, yaitu Umar bin Abdul Aziz, dan pada tahun dua ratus ada ahli bait Rasullah, yaitu Muhammad bin Idris (Syafi`i).” (Farid,2013: 409-410)

6. Karya Imam asy-Syafi’i

Al-Baihaqi, dalam manaqibnya, menyebutkan seratus empat puluh sekian kitab mengenai ushul dan furu’.

Fu’ad Sazkin mengatakan yang ringkasnya:

(69)

Pertama, al-Umm. Setelah kemataian asy-Syafi’i, murid-muridnya mengumpulkan sejumlah pelajarannya dalam satu buku. Dugaan paling kuat bahwa penamaan kitab ini dengan nama kitab Al-Umm, hanyalah merujuk pada generasi kedua. Telah berlangsung pembahasan sejak waktu yang lama seputar pribadi orang yang telah melakukan penulisan risalah ini dan menghimpunnya dalam satu buku. Abu Thalib al –Makki menyebutkan bahwa Yusuf bin Yahya al-Buwaithi adalah orang yang melakukan pekerjaan ini. Ada yang mengatakan bahwa murid asy-Syafi’i yang lainlah yang melakukan tugas tersebut, yaitu ar-Rabi’ bin Sulaiman.

Kedua, as-Sunah al-Ma’tsurah, berdasarkan riwayat Isma’il bin Yahya al-Muzani, dan kitab ini telah dicetak di Haidar Abad dan Kairo 1315 H.

(70)

as-Sabq wa ar-Ramyu. Kesebelas, Washiyyah. Kedua belas, Fiqh al-Akbar, dicetak di Kairo, 1900 M (Farid,2013: 425-426)

C. Keteladanan Akhlak Imam Syafi’i

Umat Islam mengenal sosok Imam Syafi`i sebagai ulama fikih dan imam madzhab yang besar. Namun kehebatan Imam Syafi`i tidak terbatas pada bidang itu. Seperti telah disinggung sebelumnya, Im

Referensi

Dokumen terkait

In this study, the students focus on learning two aspects of vocabulary, namely meaning and word classes.. The reason for choosing those aspects is it is

Pada umumnya nasabah disebut “bankable” apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut (Simulasikredit, 2020): a) Menjalankan bisnis yang legal yaitu tidak bertentangan

Kesimpulan penelitian adalah terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi siswa mengenai iklim kelas dengan motivasi belajar siswa kelas X Jurusan Akuntansi pada SMKN

Indoreksa divisi Smart Card Savvy 49 Tabel 3.2 Persentase pelanggan yang mengenal internet 51 Tabel 3.3 Persentase sejauh mana pelanggan mengenal internet 52 Tabel 3.4

Fama dan French (1998) dalam Wijaya dan Wibawa (2010) menemukan bahwa investasi yang dihasilkan dari kebijakan dividen memiliki informasi yang positif tentang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh positif terhadap kerjasama dan prestasi belajar siswa antara siswa yang memperoleh pembelajaran Model Cooperative Learning

BPRS Kota Mojokerto, Pemerintah Kota Mojokerto melalui Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan (Diskoperindag) dan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) sebagai

Banyak cara yang dapat digunakan untuk meningkatkan motivasi diet, misalnya dengan menempelkan tulisan “DIET!!!” pada pintu kamar atau ruang makan, menampilkan tokoh idola