• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH STRUKTUR CORPORATE GOVERNANCE DAN STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP AUDIT FEE (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Malaysia Tahun 2014-2015)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH STRUKTUR CORPORATE GOVERNANCE DAN STRUKTUR KEPEMILIKAN TERHADAP AUDIT FEE (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Malaysia Tahun 2014-2015)"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

Indonesia dan Bursa Efek Malaysia Tahun 2014-2015)

THE INFLUENCE OF CORPORATE GOVERNANCE STRUCTURE AND

OWNERSHIP STRUCTURE OF THE AUDIT FEE

(Empirical Study On Manufacturing Company Listed on the Indonesia Stock

Exchange and Malaysia Stock Exchange 2014-2015)

Oleh

ABDURRAHMAN MAULANA YUSUF 20130420147

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

(2)

i

Indonesia dan Bursa Efek Malaysia Tahun 2014-2015)

THE INFLUENCE OF CORPORATE GOVERNANCE STRUCTURE AND

OWNERSHIP STRUCTURE OF THE AUDIT FEE

(Empirical Study On Manufacturing Company Listed on the Indonesia Stock

Exchange and Malaysia Stock Exchange 2014-2015)

SKRIPSI

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Program Studi Akuntansi

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Oleh

ABDURRAHMAN MAULANA YUSUF 20130420147

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

(3)
(4)

i

mereka sendiri...”

(Q.S. Ar-Ra’d : 11)

Olan persembahkan sebuah karya ini buat :

Allah SWT

Junjunganku Nabi Muhammad SAW

Bapak Ibu terhebat

&

(5)

i Keluargaku tercinta bapak, ibu, ahmad, iffah Sahabat dimanapun berada

Bapak Ibu dosen yang pernah ngajar saya maupun yang belum pernah kelasnya saya ambil, makasih ilmu-ilmunya selama ini bapak ibu dosenku.

Keluarga Himpunan Mahasiswa Akuntansi a.k.a para demis angkatan 2013 ku tecinta yang tak ada henti-hentinya memberikan support untuk menyelesaikan skripsi ini dengan cepat si Dimas, Vina, Adit, Faqih, Dika, Annisa Yuni, Arum, Desy, Ditya, Haikal, Hendrik, Meliza, Ridwan, Ditya, Surya Dan masiiih banyak lagi ga bisa disebutin satu satu.

Himpunan Mahasiswa dan Pelajar Kutai Timur Yogyakarta yang berjuang bersama memajukan organisasi kita ini

Economic English Society yang bikin ane makin semangat belajar bahasa inggris ada si isti, linda, yasyfi, mas jov, alif, almira, adit, mba nilam yang akhirnya wisuda jugaa, mba fanny, gita, ikhwan, mba lyn, nina cabe, dan wahyu

TIM bimbingan Pak Rudy yang ga habis-habisnya memberikan semangat ada si latif , mas vani, mas donny, intan choro, isti, kartika, laras, lasmi kece, sari, mas robi, wahyu putro, hasna dan om bernard dll. Yang belum selesai skripsi segeralah selesaikaan, om skripsi ooom.

Bu Erni yang baik banget membimbing skripsi saya ini yang sebelumnya amburadul jadi bisa dapat A ! makasih buu.

Pak Hafiez sang dosen pembimbing KKN yang luar biasa, mba kiki juga yang bantu skripsi olan, mba fitri dosen praktikum statistika, pak bams dan bu evi yang udah ngajarin matkul metopen sehingga membantu sekali dalam pembuatan skripsi

Anak-anak bimbingan bu Evi alias pejuang compare ! si tyo, mba hana, haikal, atika, dzaky dll makasih yaa udah kasih pencerahan

Kawan-kawan Akuntansi 2013 (Spartan ’13) termasuk panitia promnite kece yang bikin ane terasa terkejar-kejar karena semangat wisuda februari kalian yang luar biasaa. Tim Pusat Pengembangan Akuntansi Bapak Rudy dan Lasmi yang alhamdulillah program program akuntansi kita selalu dilancarkan Allah walaupun nyambil skripsian di kantor :D. Mba kiki dan mba nova juga yang ngebimbing kita walau sudah resign dari PPA

Pusat Pengembangan lainnyaa ada si Ellen dari PPA, mba Fau dari PPE dan Rohmaida anak jenius dari PPEI, kalian staff yang roaar biasa.

Kos Putra Alfarizi ada si iqbal, imam, mas chan, aziz, ade, sondry, rezha, dll

(6)

i

FBI 14 dimanapun kalian berada, terutama FBI Yogyakarta yang bikin jogja makin rameee karena ada kalian, berasa ada banyak keluarga di kota budaya ini, walau sudah gak satu atap asrama lagi masih tetap kumpul !

IKASADA (Ikatan Alumni SMAN 10 Samarinda) dari angkatan 1 sampai 19 yang mustahil saya sebutin satu persatu makasih banyak pengalamannya yang luar biasa, semoga selalu menciptakan bibit-bibit unggul Kalimtan Timur yang berkarakter dan cerdas. Cluster 09 yang ngasih pengalaman KKN sebulan di Dlingo, makasih bu eni dan pak bravo yang nerima kami bertigabelas ini walaupun bandelnya gak karuan. Makasih kawan kawan semoga pada cepat lulus yaa

DEPSOSNI HIMA FE UMY 2014-2015 dan 2015-2016 yang saya banggakan sekali ada si dila, latif, mba desy, mba wulan, ummi, abi kece, aang, dandy, eka, ikhsan, nuyuy, refki, tsani, rahma, dika, mba anit, mas kemas, semoga amal ibadah kalian diterima Allah SWT Exchange student Malaysia USIM yang luar biasa, makasih seminggu yang luar biasa di negeri tetangga

Fatihin yang magang 4 bulan di Indonesia yang akhirnya udah wisuda juga di USIM, kereen

Mba rahma mahasiswa s2 UKM yang sangat membantu kelancaran skripsi dan ga henti hentinta untuk ngedorong hamba selesaikan skripsi dengan cepat sampai pakai ancam ancaman segala hahaha.

Komunitas Jago Akuntansi Indonesia (KJAI) yang saya banggakan, semoga semakin memajukan profesi kita sebagai akuntan handal dan kredibel.

(7)

i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

HALAMAN MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

PERSEMBAHAN... ... vi

INTISARI... ... viii

ABSTRACT... ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN... ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah………. 8

C. Rumusan Masalah ... 8

D. Tujuan Penelitian ... 9

E. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA... 11

A. Landasan Teori ... 11

(8)

i

5. Struktur Kepemilikan ... 20

6. Audit Fee……… ... 21

B. Penelitian Terdahulu dan Penurunan Hipotesis... ... 23

C. Model Penelitian ... 32

BAB III METODE PENELITIAN ... 34

A. Obyek Penelitian ... 34

B. Jenis Dan Sumber Data ... 34

C. Teknik Pengambilan Sampel ... 34

D. Teknik Pengumpulan Data ... 35

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 35

F. Uji Kualitas Data ... 38

G. Uji Hipotesis dan Analisis Data... ... 41

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 45

A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 45

B. Deskripsi Data Penelitian ... 46

C. Uji Statistik Deskriptif ... 47

D. Uji Kualitas Instrumen dan Data ... 51

E. Hasil Penelitian (Uji Hipotesis) ... 57

F. Pembahasan ... 66

(9)

i DAFTAR PUSTAKA

(10)

i

Tabel 4.2 Proses Pengambilan Sampel Perusahaan Malaysia ... 48

Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Indonesia... 49

Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Malaysia ... 49

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Indonesia... 53

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Malaysia ... 53

Tabel 4.7 Hasil Uji Multikolinieritas Indonesia ... 54

Tabel 4.8 Hasil Uji Multikolinieritas Malaysia ... 55

Tabel 4.9 Hasil Uji Autokorelasi Indonesia ... 55

Tabel 4.10 Hasil Uji Autokorelasi Malaysia... 56

Tabel 4.11 Hasil Uji Heteroskedastisitas Indonesia ... 56

Tabel 4.12 Hasil Uji Heteroskedastisitas Malaysia ... 57

Tabel 4.13 Hasil Uji Nilai F Indonesia……… 58

Tabel 4.14 Hasil Uji Nilai F Malaysia………. 58

Tabel 4.15 Hasil Uji Determinasi Indonesia ……….……….. 59

Tabel 4.16 Hasil Uji Determinasi Malaysia ……… 60

Tabel 4.17 Hasil Uji Nilai t Indonesia……….. 61

Tabel 4.18 Hasil Uji Nilai t Malaysia……….. 63

Tabel 4.19 Hasil Uji Group………. . 66

Tabel 4.20 Hasil Uji Levene’s………. . 66

(11)

i

(12)
(13)
(14)

viii

proporsi rapat komisaris, jumlah komite audit dan keahlian komite audit) dan struktur kepemilikan (kepemilikan institusional dan kepemilikan manajerial).

Populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Malaysia pada tahun 2014 dan 2015. Pemilihan sampel penelitian ini menggunakan metode purposive sampling, yaitu perusahaan yang menerbitkan annual report. Berdasarkan metode purposive sampling, jumlah sampel yang didapat adalah 42 sampel untuk Indonesia dan 49 sampel untuk Malaysia. Analisis dari penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dengan program SPSS 23.0.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap audit fee sedangkan keahlian komite audit dan kepemilikan institusional berpengaruh negatif terhadap audit fee di Indonesia. Sedangkan di Malaysia tidak ada variabel yang berpengaruh signifikan terhadap audit fee.

(15)

ix

independent variable in this research is charasteristics of corporate governance structure (independent commissioner, the size of board commissioner, the meeting proportion of board commissioner, size of audit committee and expertise of audit committee) and ownership structure (managerial ownership and institutional ownership).

The population of this research is manufacturing companies that listed in Indonesia Stock Exchange and Malaysia Stock Exchange. The selection of the sample of this research using purposive sampling method, that is the company who published the annual report. Based on purposive sampling method, the number of samples obtained are 42 sample Indonesian firms and 49 sample Malaysian firms. The analysis of this study uses multiple regression analysis using SPSS 23.0.

The results of this study indicate that the size of board commissioner has positive influence on audit fee and both of expertise of audit committee and institutional ownership has negative influence on audit fee in Indonesia. There are no influences on audit fee in Malaysia.

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Media informasi yang dibuat oleh perusahaan berupa laporan keuangan sangat

dibutuhkan oleh para investor dan pengguna eksternal lainnya (Gati, 2015). Namun

laporan keuangan masih akan menghasilkan risiko salah saji yang akan menyesatkan

pembaca. Risiko informasi tersebut muncul karena gap informasi yang disampaikan

oleh penyedia informasi serta transaksi yang sering dilakukan menyebabkan transaksi

terkadang menjadi error. Cara mengurangi risiko informasi tersebut yaitu dengan

dilakukannya proses audit.

Laporan keuangan yang mencerminkan kondisi dari entitas secara sistematis

harus melakukan audit terhadap laporan keuangannya. Ikatan Akuntan Indonesia

(IAI, 2009) dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Nomor 1,

menjelaskan bahwa laporan keuangan yang ditampilkan oleh perusahaan harus sesuai

dengan keadaan yang sebenarnya terjadi supaya laporan keuangan yang disajikan

memiliki hasil yang relevant dan reliable agar laporan keuangan dapat meyakinkan para pengguna laporan keuangan dan tidak terdapat salah saji material dalam

penyusunannya.

Biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk membayar jasa yang

(17)

melalui proses negosiasi antara pihak stakeholders dengan Kantor Akuntan Publik (KAP) yang menaungi auditor tersebut dengan memperhatikan beberapa faktor

(Immanuel & Yuyetta, 2014). SK No. KEP.024/IAPI/VII/2008 yang keluarkan olah

IAPI (Institut Akuntan Publik Indonesia) pada tanggal 2 Juli 2008 mengenai

Kebijakan Penentuan Audit fee pada lampiran 1 menjelaskan bahwa panduan yang

dikeluarkan untuk seluruh anggota IAPI sebagai pedoman dalam menjalankan praktik

sebagai akuntan publik ketika menetapkan besaran imbalan yang wajar atas jasa audit

yang diberikan. Peraturan tersebut juga menjelaskan bahwa dalam menetapkan

imbalan jasa yang wajar sesuai dengan profesi akuntan publik dan dalam jumlah yang

sesuai untuk dapat memberikan jasa dengan tuntutan standar profesional akuntan

publik yang berlaku.

Permasalahan yang terjadi adalah auditor eksternal mendapat fee dari perusahaan (client) yang telah diaudit dimana di satu sisi auditor harus

mengedepankan independensinya dalam memberikan opini tetapi di sisi lain auditor

memperoleh imbalannya dari perusahaan atas pekerjaan yang dilakukan. Selanjutnya,

terdapat banyak perselisihan antara pihak yang menolak regulasi tentang audit fee dengan pihak yang mendukung regulasi mengenai audit fee.

Menurut Suryanto (2013), pendekatan audit berbasis risiko dilakukan dengan

beberapa tahap, yaitu: persetujuan penugasan, pengumpulan informasi, pemahaman

bisnis (termasuk sistem akuntansi dan penentuan unit yang akan diaudit),

(18)

tersebut mencerminkan proses pengerjaan audit yang berdampak pada adanya audit

yang berkualitas dan menghasilkan informasi yang dapat diandalkan.

Struktur dari corporate governance terdiri dari dewan komisaris dan komite

audit. Pelaksanaan corporate governance dapat mempengaruhi besarnya audit fee. Menurut Boediono (2005), dewan komisaris melalui pengawasnya akan

mempengaruhi manajemen dalam pelaporan keuangan, hal ini akan berpengaruh

terhadap kandungan informasi laba didalamnya. Menurut Boo dan Sharman (2008)

komisaris independen adalah pihak pengawas yang efektif karena tidak memiliki

kepentingan finansial dalam perusahaan dan tidak memiliki hubungan psikologis

dengan pihak manajemen, sehingga diharapkan dapat mengurangi perilaku

oportunistik manajemen. Hal tersebut memicu komisaris independen meningkatkan

permintaan terhadap audit eksternal sebagai bentuk pertanggungjawabannya kepada

shareholders serta perlindungan terhadap reputasi pribadi, sehingga berdampak pada

penentuan audit fee.

Meskipun corporate governance dilaksanakan oleh direksi dan para dewan

komisaris, komite audit juga melaksanakan tugasnya sebagai pengawas independen

atas pelaksanaan corporate governance. Begitu pula dalam hal manajemen risiko dan

kontrol, komite audit bertugas untuk pengawasan pengelolaan risiko dan kontrol

tersebut (Rizqiasih, 2010).

Struktur kepemilikan dapat dibagi menjadi 2 yaitu kepemilikan manajerial

dan kepemilikan institusional (Esmaeili et al, 2014). Pemilik institusional mempunyai

(19)

memantau perusahaan menjadi lebih menonjol dalam pengelolaannya.

Kecenderungan kepemilikan institusional akan meningkatkan biaya audit karena

dihubungkan kualitas audit. Investor lebih memilih perusahaan yang memiliki jasa

audit yang berkualitas tinggi dan menyebabkan tingginya biaya audit.

Kepemilikan manajerial yang tinggi menyebabkan terjadinya kecenderungan

untuk meminta cakupan audit yang tinggi sehingga memberikan nilai positif terhadap

laporan keuangan. Perusahaan juga akan semakin termotivasi untuk menghasilkan

laporan keuangan yang lebih baik jika menggunakan jasa audit yang mempunyai

biaya jasa lebih tinggi. Oleh karena itu, audit fee yang dikeluarkan pihak perusahaan akan semakin tinggi kepada auditor eksternal (Oktorina dan Wedari, 2015).

Pemilihan negara Indonesia dan Malaysia sebagai negara pembanding

dikarenakan adanya kesamaan diantara kedua negara tersebut. Kondisi perekonomian

hampir sama dan penduduk yang sama-sama mayoritas beragama islam serta

kesepakatan negara ASEAN untuk membuat asosiasi bernama AEC (ASEAN Economic Community) telah membuat kedua negara ini mempunyai integrasi yang

cukup kuat dalam hal perekonomian maupun politik (Chintya, 2015). Perubahan ini

tentu akan menimbulkan dampak yang besar dimana salah satunya adalah

kesempatan investasi akan semakin terbuka lebar dan semakin dibutuhkannya

standarisasi audit yang sama antar kawasan negara ASEAN.

Penelitian ini mengacu pada penelitian Hazmi dan Sudarno (2013) yang

menunjukkan bahwa ukuran dewan komisaris dan internal audit berpengaruh

(20)

komisaris independen, ukuran komite audit, independensi komite audit dan keahlian

komite audit tidak berpengaruh terhadap audit fee.

Kemudian pada penelitian ini peneliti menambahkan variabel tipe

kepemilikan yang terdiri dari kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional.

Penelitian Esmaili et al (2014) dan Oktorina dan Wedari (2015) menunjukkan hasil

positif signifikan antara kepemilikan manajerial dan audit fees. Khotimah (2015) menemukan bahwa kepemilikan institusional berpengaruh positif signifikan terhadap

audit fee. Namun penelitian ini bertentangan dengan Oktorina dan Wedari (2015)

yang tidak menemukan hubungan signifikan antara kepemilikan institusional dan

audit fees.

Penelitian mengenai komparatif Indonesia dan Malaysia mengenai audit fee pernah dilakukan oleh Chintya (2015). Penelitian ini akan mengadopsi metodologi

penelitian yang telah dilakukan oleh penelitian terdahulu dengan melakukan

modifikasi sesuai dengan desain penelitian yang ingin dilakukan oleh peneliti.

Berpijak penelitian sebelumnya, dan mengembangkan model penelitian

Hazmi dan Sudarno (2013), Oktorina dan Wedari (2015), Chintya (2015), Esmaeli et

al (2014) dan Khotimah (2014), maka penelitian ini mencoba untuk mengkombinasikan permasalahan lalu membandingkan pengaruh dari variabel terkait

dengan 2 negara di Asia Tenggara, yaitu Indonesia dan Malaysia dengan judul Dari

latar belakang tersebut, maka peneliti melakukan penelitian dengan mengambil judul

(21)

Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Malyasia Tahun 2014-2015). Perbedaan

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya ialah membandingkan kedua negara,

yaitu Indonesia dan Malaysia.

B. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah pada struktur corporate governance menggunakan variabel komisaris independen, ukuran dewan komisaris, rata-rata proporsi rapat dewan komisaris, ukuran komite audit dan keahlian komite

audit. Sedangkan struktur kepemilikan menggunakan variabel kepemilikan

institusional dan kepemilikan manajerial

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang tersebut maka didapat permasalahan

penelitian sebagai berikut :

1. Apakah keberadaan komisaris independen berpengaruh negatif terhadap audit fee

di Indonesia dan Malaysia ?

2. Apakah ukuran dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap audit fee di Indonesia dan Malaysia ?

3. Apakah proporsi rapat dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap penentuan

audit fee di Indonesia dan Malaysia ?

4. Apakah ukuran komite audit berpengaruh negatif terhadap penentuan audit fee di

(22)

5. Apakah keahlian komite audit berpengaruh negatif terhadap penentuan audit fee di Indonesia dan Malaysia ?

6. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap penentuan audit

fee di Indonesia dan Malaysia ?

7. Apakah kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap penentuan audit fee

di Indonesia dan Malaysia ?

8. Apakah terdapat perbedaan nilai penentuan audit fee Indonesia dan Malaysia ?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk

menguji dan memperoleh bukti empiris, yaitu:

1. Untuk mengetahui dan menguji secara empiris pengaruh keberadaan komisaris

independen terhadap audit fee di Indonesia dan Malaysia.

2. Untuk mengetahui dan menguji secara empiris pengaruh ukuran dewan komisaris

terhadap audit fee di Indonesia dan Malaysia.

3. Untuk mengetahui dan menguji secara empiris pengaruh proporsi rapat dewan

komisaris terhadap audit fee di Indonesia dan Malaysia.

4. Untuk mengetahui dan menguji secara empiris pengaruh ukuran komite audit

terhadap audit fee di Indonesia dan Malaysia.

5. Untuk mengetahui dan menguji secara empiris pengaruh keahlian komite audit

(23)

6. Untuk mengetahui dan menguji secara empiris pengaruh kepemilikan institutional

terhadap penentuan audit fee di Indonesia dan Malaysia.

7. Untuk mengetahui dan menguji secara empiris pengaruh kepemilikan manajerial

terhadap penentuan audit fee di Indonesia dan Malaysia.

8. Untuk mengetahui dan menguji perbedaan penentuan nilai audit fee Indonesia dan

Malaysia.

E. Manfaat Penelitian

Beberapa manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah :

1. Manfaat dibidang teoritis.

Diharapkan hasil penelitian dapat menyajikan pemahaman dan referensi

tambahan untuk melakukan penelitian selanjutnya mengenai faktor-faktor yang

mempengaruhi audit fee di negara Indonesia dan Malaysia.

2. Manfaat dibidang praktis

a. Bagi Pemerintah

Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat dijadikan referensi tambahan

untuk pemerintah sebagai salah satu regulator yang memiliki wewenang dalam

penentuan kebijakan audit fee, khususnya bagi negara Indonesia dan Malaysia.

b. Bagi Investor

Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat dijadikan referensi tambahan

untuk investor dalam mengambil keputusan.

(24)

Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan bahan referensi

untuk peneliti-peneliti selanjutnya dan membahas lebih dalam lagi mengenai

(25)

10

A. Landasan Teori

1. Teori Keagenan (Agency Theory)

Pertama kali teori agensi dibuat oleh Jensen dan Meckling di tahun 1976.

Teori agensi menjelaskan adanya hubungan kontrak kerja atau keagenan pada dua

pihak yang berbeda. Kontrak kerja terhubung antara pihak principal dengan pihak

agent. Teori ini merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan

riset akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi

keuangan dengan menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi.

Teori agensi mendasarkan hubungan kontrak antara pemilik dan manajer. Menurut

teori ini hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta

karena adanya kepentingan yang saling bertentangan (Conflict of Interest). Potensi

masalah yang muncul dalam teori agensi yaitu adanya asimetri informasi.

Menurut Rizqiasih (2010), teori keagenan ditekankan untuk mengatasi

masalah yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan yang timbul saat keinginan

atau tujuan dari prinsipal dan agen berlawanan, serta cukup sulit bagi prinsipal

untuk melakukan verifikasi tentang apa yang benar-benar dilakukan oleh agen.

Masalah tersebut dapat memicu adanya asimetri informasi antara pemilik dan

manajer, serta konflik kepentingan. Pihak dari luar perusahaan yang independen

(26)

Menurut Kayu (2012), aktivitas pemilik dan manajemen dinilai melalui

kinerja keuangan yang tercermin dalam laporan keuangan. Dalam teori keagenan,

pemilik modal membutuhkan auditor untuk memverifikasi informasi yang

diberikan manajemen kepada pihak perusahaan. Sebaliknya, manajemen

memerlukan auditor untuk memberikan legitimasi atas kinerja mereka dalam

bentuk laporan keuangan, sehingga mereka layak mendapatkan insentif atas

kinerja tersebut. Disisi lain, kreditor membutuhkan auditor untuk memastikan

bahwa uang yang mereka kucurkan untuk membiayai kegiatan perusahaan

benar-benar digunakan sesuai dengan persetujuan.

Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh auditor sebagai pihak independen

tersebut memerlukan biaya dalam bentuk biaya audit, sehingga akan memengaruhi

penentuan audit fee yang keluarkan oleh perusahaan. Dalam rangka untuk

meningkatkan assurance pada laporan keuangan, maka sangat dibutuhkan

pengujian laporan keuangan oleh auditor eksternal yang independen atas kedua

belah pihak. Dapat dikatakan bahwa auditor merupakan pihak perantara yang

mengurangi kesenjangan informasi antara principal dan agen.

2. Definisi Corporate Governance

Menurut Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI), corporate

governance merupakan “seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara

(27)

pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak

dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan

mengendalikan perusahaan”.

Center for European Policy Studies (CEPS) mendefinisikan corporate

governance sebagai “seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak, proses, serta

pengendalian, baik yang ada di dalam maupun di luar manajemen perusahaan. Hak

merupakan hak seluruh stakeholders untuk memengaruhi manajemen. Proses,

merupakan mekanisme dari hak-hak stakeholders. Pengendalian merupakan

mekanisme yang memungkinkan stakeholders menerima informasi yang

diperlukan seputar kegiatan perusahaan(Rizqiasih, 2010).

Dari pengertian di atas, hal-hal penting dari corporate governance meliputi

(Rizqiasih, 2010):

a. Adanya keseimbangan hubungan antara organ-organ perusahaan yaitu Rapat

Umum Pemegang Saham (RUPS), komisaris dan direksi, yang berkaitan

dengan struktur kelembagaan dan mekanisme operasionalnya.

b. Adanya pemenuhan tanggung jawab perusahaan sebagai entitas bisnis dalam

masyarakat kepada seluruh stakeholder terkait dengan pengaturan hubungan

perusahaan dengan stakeholders.

c. Adanya hak-hak pemegang saham untuk mendapat informasi perusahaan yang

tepat dan benar pada waktu yang diperlukan, hak berperan serta dalam

(28)

mendasar atas perusahaan, serta ikut menikmati keuntungan yang diperoleh

perusahaan dalam pertumbuhannya.

d. Adanya perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, khususnya

pada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing, dalam bentuk

terbukanya informasi yang material dan relevan, serta melarang penyampaian

informasi untuk pihak sendiri yang bisa menguntungkan orang dalam.

3. Prinsip-Prinsip Corporate Governance

Menurut Organization for Economic Cooperation and Development

(OECD), terdapat empat prinsip dalam corporate governance, yaitu:

a. Fairness (keadilan) sebagai penjamin perlindungan hak-hak para pemegang

saham dan penjamin terlaksananya komitmen dengan para investor, sehingga

terdapat pengelolaan secara baik dan hati-hati terhadap seluruh aset

perusahaan, yang nantinya diharapkan dapat mewujudkan adanya perlindungan

terhadap kepentingan pemegang saham secara jujur dan adil. Penegakan

prinsip fairness mensyaratkan adanya peraturan perundang-undangan yang

jelas, tegas, konsisten dan dapat ditegakkan.

b. Transparency (transparansi) yang mewajibkan adanya penyampaian informasi

yang terbuka, tepat waktu, jelas, dan dapat diperbandingkan yang menyangkut

keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan perusahaan,

sehingga diharapkan dapat membantu stakeholders dalam menilai risiko yang

(29)

meminimalisasi adanya benturan kepentingan berbagai pihak dalam

manajemen.

c. Accountability (akuntabilitas) yang menjelaskan peran dan tanggung jawab,

serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan

manajemen dan pemegang saham, yang diawasi oleh dewan komisaris. Salah

satu bentuk implementasi dari prinsip iniadalah adanya praktek audit internal

yang efektif serta kejelasan fungsi, hak, dan kewajiban, wewenang, serta

tanggung jawab dalam anggaran dasar perusahaan dan target pencapaian

perusahaan di masa depan. Penerapan prinsip ini diharapkan dapat menjadikan

adanya kejelasan fungsi, hak kewajiban, wewenang, dan tanggung jawab

antara pemegang saham, dewan komisaris, dan direksi.

d. Responsibility (pertanggungjawaban) yang digunakan untuk memastikan

dipatuhinya peraturan dan ketentuan yang berlaku sebagai cerminan

dipatuhinya nilai-nilai sosial, sehingga diharapkan perusahaan dapat menyadari

dalam kegiatan operasional seringkali menghasilkan dampak luar yang negatif

terhadap masyarakat akibat kegiatan perusahaan.

4. Struktur Corporate Governance

Menurut Syakhroza (2003) struktur governance adalah “suatu kerangka

dalam organisasi mengenai bagaimana prinsip governance bisa dibagi, dijalankan,

(30)

aktivitas organisasi secara bertanggungjawab dan terkendali, yaitu dengan

tercapainya tata kelola perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip corporate

governance”.

Struktur corporate governance dalam penelitian ini mencakup keterlibatan

komisaris independen, komite audit, dan pemegang saham mayoritas di dalam

perusahaan.

a. Komisaris Independen

Bursa Efek Jakarta melalui peraturan Bursa Efek Indonesia pada tahun

2000 telah mengatur keberadaan komisaris independen, dimana perusahaan

yang terdaftar di bursa harus mempunyai komisaris independen yang secara

proporsional sama dengan jumlah saham yang dimiliki pemegang saham

minoritas, dengan jumlah minimal 30% dari seluruh anggota dewan komisaris

(Putri dan Utama, 2014).

Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2006), dewan

komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara

kolektif untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada direksi,

serta memastikan bahwa perusahaan melaksanakan good corporate

governance.

Bursa Efek Jakarta (2000) menyatakan beberapa kriteria komisaris

independen, yaitu :

1) Komisaris independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang

(31)

2) Komisaris independen tidak memiliki hubungan dengan direktur dan/atau

komisaris lainnya di dalam perusahaan.

3) Komisaris independen tidak berkedudukan rangkap pada perusahaan lainnya

yang terafiliasi dengan perusahaan tercatat yang bersangkutan.

4) Komisaris independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di

bidang pasar modal.

5) Komisaris independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas

yang bukan merupakan pemegang saham pengendali dalam Rapat Umum

Pemegang Saham (RUPS).

b. Komite Audit

Toha (2004) dalam Rizqiasih (2010) menjelaskan bahwa komite audit

merupakan komite yang dibentuk oleh dewan komisaris perusahaan untuk

membantu melakukan pemeriksaan yang dianggap perlu terhadap pelaksanaan

fungsi direksi dalam melaksanakan, mengelola perusahaan, serta melaksanakan

fungsi penting berkaitan dengan sistem pelaporan keuangan yang dilakukan

oleh manajemen dan auditor independen.

Menurut Komite Nasional Kebijakan Governance (2006), komite audit

bertugas membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa laporan

keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku

umum, struktur pengendalian internal perusahaan dilaksanakan dengan baik,

pelaksanaan audit internal maupun eksternal dilaksanakan sesuai dengan

(32)

oleh manajemen. Selain itu, komite audit memproses calon auditor eksternal

termasuk imbalan jasanya untuk disampaikan kepada dewan komisaris.

Tujuan dibentuknya komite audit, antara lain :

1) Dalam laporan keuangan, komite audit melaksanakan pengawasan independen

atas proses penyusunan laporan keuangan dan pelaksanaan audit eksternal,

meskipun direksi dan dewan komisaris bertanggung jawab atas penyusunan

laporan keuangan dan auditor eksternal bertanggung jawab atas audit eksternal

laporan keuangan,.

2) Dalam manajemen risiko dan kontrol, komite audit tetap bertugas memberikan

pengawasan independen atas proses pengelolaan risiko dan kontrol, meskipun

direksi dan dewan komisaris terutama bertanggungjawab atas manajemen

risiko dan kontrol

3) Dalam corporate governance, komite audit melaksanakan pengawasan

independen atas proses pelaksanaan corporate governance, meskipun direksi

dan dewan komisaris bertanggung jawab atas pelaksanaan corporate

governance. Komite audit mempunyai tujuan untuk mengawasi pelaksanaan

audit laporan keuangan dan menilai mutu pekerjaan auditor dan kewajaran

audit fee yang diberikan oleh auditor eksternal, hal ini memengaruhi penentuan

(33)

5. Struktur Kepemilikan

Tipe kepemilikan terbagi menjadi 2 yaitu kepemilikan manajerial dan

kepemilkan institusional, Kepemilikan institusional merupakan saham

kepemilikan yang dimiliki institusi atau lembaga yang menginvestasikan dananya

ke perusahaan. Sedangkan kepemilikan manajerial adalah jumlah saham yang

dimiliki oleh orang dalam (insider). Manajer dalam hal ini

memegang peranan penting karena manajer melaksanakan perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan, pengawasan serta pengambil keputusan Para

pemilik institusional harus memaksa manajer untuk berfokus untuk kinerja

ekonomi dan menghindari berperilaku mementingkan diri sendiri. Pemilik

manajerial harus memastikan bahwa kesejahteraan para pemegang saham tetap

maksimal.

Menurut Sukirni (2012), kepemilikan institusional adalah kepemilikan

saham perusahaan yang dimiliki oleh institusi atau lembaga seperti bank, asuransi

dan perusahaan investasi maupun institusi lainnya. Pemisahan kepemilikan dari

manajemen dalam perusahaan, peran penting pemilik ini dalam mengendalikan

dan memantau pngelolaan perusahaan menjadi lebih menonjol. Audit fee adalah

masalah penting baik bagi manajer dan auditor, sehingga penelitian bertujuan

(34)

6. Audit fee

Menurut Agoes (2012), Audit fee adalah imbalan jasa yang bergantung

kepada penugasan, kompleksitas jasa audi, tingkat keahlian yang diperlukan untuk

melaksanakan jasa tersebut, struktur biaya KAP yang bersangkutan dan

pertimbangan professional lainnya. Indikator yang digunakan dalam pengukuran

audit fee adalah risiko penugasan, kompleksitas jasa yang diberikan, struktur cost

dari kantor akuntan publik serta seberapa besar ukuran kantor audit yang

memberikan jasa audit

Halim (2005) menyatakan audit fee merupakan pendapatan yang diperoleh

auditor dengan besar bervariasi tergantung pada beberapa faktor dalam penugasan

audit, seperti: ukuran perusahaan klien, kompleksitas jasa audit yang dihadapi

auditor, risiko audit yang dihadapi auditor dari klien, serta nama KAP yang

melakukan jasa audit.

Simunic (2006) menyatakan bahwa audit fee ditentukan oleh

besar-kecilnya perusahaan yang diaudit (client size), risiko audit (atas dasar current

ratio, quick ratio, D/E, litigation risk) dan kompleksitas audit (subsidiaries,

foreign listed). Penentuan audit fee telah diatur berdasarkan surat keputusan ketua

umum Institut Akuntan Publik Indonesia pada tanggal 2 Juli 2008 Nomor

KEP/24/IAPI/VII/2008, sebagai pedoman bagi seluruh Anggota Institut Akuntan

Publik Indonesia dalam menentukan imbalan yang wajar atas jasa profesional

(35)

Penetapkan imbalan atas jasa audit harus wajar sesuai dengan martabat

profesi akuntan publik, serta dalam jumlah yang pantas sesuai dengan tuntutan

standar profesional akuntan publik yang berlaku. Imbalan jasa yang terlalu rendah

atau secara signifikan jauh lebih rendah dari yang dikenakan oleh auditor atau

akuntan pendahulu atau dianjurkan oleh auditor atau akuntan lain, dapat

menimbulkan keraguan atas kemampuan dan kompetensi anggota dalam

menerapkan standar yang berlaku (Rizqiasih, 2010).

Penetapan audit fee yang tinggi sering dikaitkan dengan kualitas auditor

yang tinggi. Ketepatan informasi yang dihasilkan oleh auditor atas laporan

keuangan tergantung pada kualitas auditor. Hal ini dapat diasumsikan bahwa

auditor yang berkualitas lebih tinggi akan mengenakan audit fee yang lebih tinggi.

Pada panjualan saham perdana, auditor yang berkualitas diharapkan dapat

memberikan estimasi yang lebih tepat kepada calon investor mengenai aliran kas

perusahaan di masa mendatang. Dalam kondisi ekuilibrium, pemilik memiliki

insentif untuk memilih auditor yang berkualitas, dengan harapan informasi yang

dihasilkan dapat meyakinkan para investor, sehingga harga saham menjadi tinggi.

Berlakunya ISA yang sepenuhnya mengadopsi pendekatan Audit Berbasis

Resiko dalam proses pengerjaan auditing, berdampak pada adanya audit yang

berkualitas dan menghasilkan informasi yang dapat diandalkan (Suryanto, 2013).

Hal tersebut membuat metode dan proses audit KAP mengalami perubahan yang

(36)

B. Penelitian Terdahulu dan Penurunan Hipotesis 1. Keberadaan Komisaris Independen dan Audit fee

Carcello et al (2000) menyatakan bahwa menghindari perilaku

oportunistik manajemen, dewan komisaris independen harus memastikan

realibilitas laporan keuangan dan diharapkan agar dewan komisaris

independen akan meningkatkan audit eksternal yang akan meningkatkan audit

fee.

Namun berbeda dengan penelitian lainnya. Menurut Beasley (1996),

Dewan komisaris yang independen akan melakukan pengawasan yang lebih

unggul sehingga reliabilitas dan validitas pelaporan keuangan yang lebih baik

dapat dicapai. Hal ini akan mengurangi penaksiran risiko yang dilakukan oleh

auditor yang mengarah kepada audit fee yang lebih rendah.

Hazmi (2013) menemukan hubungan negatif antara keberadaan

komisaris independen terhadap audit fee. Dewan komisaris memiliki

tanggung jawab utama untuk mengawasi proses pelaporan

keuangan perusahaan. Mereka juga harus menilai kualitas tata kelola

organisasi dan memastikan bahwa organisasi memiliki, sebagai contoh,

praktik akuntansi yang efektif , pengendalian internal dan manajemen risiko,

(37)

Dari beberapa penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa semakin

dewan komisaris itu independen, maka audit fee semakin rendah. Sehingga

hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

H1a : Proporsi komisaris independen berpengaruh negatif terhadap audit

fee di Indonesia.

H1b : Proporsi komisaris independen berpengaruh negatif terhadap audit

fee di Malaysia.

2. Ukuran Dewan Komisaris dan Audit fee

Beasley (1996) menyatakan bahwa total dewan komisaris akan

memengaruhi kemungkinan terjadinya kecurangan dalam laporan keuangan

secara signifikan. Hal ini sejalan dengan penelitian Jensen dalam Hazmi dan

Sudarno (2013) yang berpendapat bahwa mengorganisasi dan mengkoordinasi

dewan komisaris yang berjumlah banyak akan mengalami kesulitan.

Hazmi dan Sudarno (2013) menemukan bahwa perusahaan yang

memiliki dewan komisaris yang besar akan berdampak pada adanya tuntutan

akan pengendalian internal yang tinggi dan dituntut untuk mempunyai

kualitas audit yang tinggi dari auditor eksternal, sehingga menyebabkan fee

yang besar pula.

Dari penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan besarnya

ukuran dewan komisaris maka perusahaan akan membayar fee yang lebih

(38)

dan membutuhkan waktu yang lebih lama. Sehingga hipotesis yang diajukan

dalam penelitian adalah sebagai berikut :

H2a: Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap audit fee di

Indonesia.

H2b : Ukuran dewan komisaris berpengaruh positif terhadap audit fee di

Malaysia.

3. Proporsi Rapat Dewan Komisaris

Conger et al. dalam Yatim et al. (2006) menyatakan bahwa

peningkatan efektivitas dewan komisaris dapat diukur dengan jumlah rapat

yang dilakukan selama tahun keuangan. Lipton et al. dalam Yatim et al.

(2006) berpendapat bahwa pemegang saham akan mendapatkan manfaat

apabila intensitas rapat dewan komisaris dilaksanakan dengan frekuensi yang

tinggi.

Hazmi dan Sudarno (2013) tidak menemukan hubungan yang

signifikan antara intensitas rapat dewan komisaris dan audit fee karena jumlah

rapat yang dilakukan dewan komisaris cenderung rendah hanya sekitar 5 kali

dalam setahun dan tidak memiliki pengaruh terhadap kualitas audit sehingga

tidak memengaruhi audit fee.

Dari penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa dengan tingginya

intensitas rapat yang dilakukan dewan komisaris, maka audit fee yang

(39)

akan meningkatkan ketekunan dewan komisaris, efektivitas dewan komisaris

dan manfaat dengan para pemegang saham sehingga meningkatkan

pengawasan laporan keuangan yang akan mengurangi tanggung jawab

auditor.

H3a: Proporsi rapat dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap

audit fee di Indonesia

H3b : Proporsi rapat dewan komisaris berpengaruh negatif terhadap

audit fee di Malaysia

4. Jumlah Komite Audit dan Audit fee

Bursa Malaysia mengamanatkan bahwa jumlah komite audit suatu

perusahaan setidaknya terdiri dari 3 orang dan minumal ada 1 orang anggota

komite audit yang harus merupakan anggota dari Malaysian Institution of

Accountants (MIA) Yatim et al. (2006).

The Blue Ribbon Company (1999) menemukan hubungan negatif

antara jumlah komite audit dengan audit fee. Jumlah komite audit yang lebih

besar akan meningkatkan kredibilitas laporan keuangan perusahaan. Dengan

kualitas pelaporan keuangan yang baik diharapkan mampu mengurangi beban

pekerjaan yang harus dilakukan oleh auditor eksternal dan berakibat pada

rendahnya audit fee.

Namun berbeda dengan Hay et al (2008) yang menemukan bahwa

(40)

terdaftar di New Zealand Stock Exchange, variabel penelitian komite audit

tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap audit fee.

Dari beberapa penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa semakin

banyak jumlah komite audit, maka audit fee semakin rendah. Sehingga

hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

H4a : Ukuran komite audit berpengaruh negatif terhadap audit fee di

Indonesia

H4b : Ukuran komite audit berpengaruh negatif terhadap audit fee di

Malaysia

5. Keahlian Komite Audit dan Audit fee

Peningkatan efektivitas dari komite audit akan signifikan apabila

anggota komite audit memiliki keahlian akuntansi dan keuangan. Rekomenasi

ketiga dari Blue Ribbon Company (1999) berpendapat bahwa komite audit

minimal terdiri dari tiga anggota, dimana setiap anggota paham akan masalah

keuangan dan setidaknya satu dari anggota tersebut ahli dalam bidang

manajemen keuangan dan akuntansi. Keahlian dari komite audit akan

mengurangi pengujian substantif oleh auditor eksternal sehingga diharapkan

dapat memperkecil audit fee.

Bukti empiris dan praktik tata kelola terbaik membuktikan bahwa

(41)

dengan proses pembuatan laporan keuangan dan mengakibatkan rendahnya

audit fee yang dikeluarkan oleh perusahaan (Yatim et al. 2006).

Namun penelitian Hazmi dan Sudarno (2013) membuktikan bahwa di

Indonesia tidak mempunyai pengaruh yang signifikan antara ukuran komite

audit dan audit fee. Hal ini dikarenakan pada praktiknya permasalahan yang di

hadapi oleh komite audit tidak selalu sesuai dengan teori yang mereka

dapatkan selama menempuh pendidikan sehingga keahlian yang dimiliki tidak

bisa dipakai dalam pengawasan terhadap validitas laporan keuangan.

Dari beberapa penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa ukuran

komite audit berpengaruh negatif terhadap audit fee. Sehingga hipotesis yang

diajukan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

H5a : Keahlian komite audit berpengaruh negatif terhadap audit fee di

Indonesia

H5b : Keahlian komite audit berpengaruh negatif terhadap audit fee di

Malaysia

6. Kepemilikan Institusional dan Audit fee

Kepemilikan institusional didapat dari jumlah total saham dibagi

dengan total jumlah saham perusahaan yang beredar. Pemisahan para pemilik

saham ini dari manajemen perusahaan menyebabkan peran penting dari

pemilik ini untuk mengendalikan dan memantau pengelolaan perusahaan

(42)

Semakin tinggi kepemilikan saham shareholders terhadap perusahaan

tersebut, maka shareholders akan cenderung untuk lebih memperhatikan

aktivitas perusahaan. Hal ini memotivasi perusahaan untuk menghasilkan

kualitas audit yang tinggi sehingga menyebabkan tingginya biaya audit yang

dikeluarkan perusahaan (Kane dan Velury, 2004)

Oktarina dan Wedari (2015) tidak menemukan hubungan signifikan

antara kepemilikan institusional dengan audit fee. Namun bertentangan

dengan penelitian Khotimah (2013) yang menjelaskan bahwa kualitas audit

yang sesuai dengan audit fee yang meningkat membuat para investor

cenderung untuk berinvestasi diperusahaan yang memiliki auditor yang

berkualitas tinggi. Maka semakin tinggi tingkat kepemilikan institusional

maka akan semakin tinggi audit fee yang dibayarkan (Khotimah, 2013)

Dari beberapa penelitian diatas dapat disimpulkan bahwa tipe

kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap audit fee. Sehingga

hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

H6a: Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap audit fee di

Indonesia

H6b: Kepemilikan institusional berpengaruh positif terhadap audit fee di

(43)

7. Kepemilikan Manajerial dan Audit Fee

Kepemilikan manajerial merupakan faktor yang sangat penting untuk

mengurangi konflik keagenan (Jensen and Meckling, 1976). Menurut Gul et

al (2002), kepemilikan saham yang tinggi oleh manajer dapat mengurangi

kecenderungan manajer untuk melakukan manajemen laba. Tindakan

oportunisik akan berkurang ketika kepemilikan manajerial meningkat

sehingga mengurangi salah saji material dari laporan keuangan dan

mengurangi audit fee yang dibayarkan kepada auditor independen.

Namun dari sisi lain, Oktorina & Wedari (2015) menemukan

pengaruh positif signifikan antara kepemilikan manajerial dengan audit fee

dimana semakin tinggi kepemilikan manajerial perusahaan maka akan

semakin tinggi audit fee yang dibayarkan untuk perusahaan yang mempunyai

kepemilikan manajerial yang tinggi, manajer cenderung untuk meminta

cakupan audit yang luas serta berkualitas tinggi dan memberikan sinyal positif

pada tuntutan membuat laporan keuangan yang lebih valid. Hal ini

menyebabkan biaya yang dibayarkan kepada auditor independen semakin

tinggi.

Oleh karena itu berdasarkan penelitian diatas dapat disimpulkan

bahwa tipe kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap audit fee.

Sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian adalah sebagai berikut :

H7a: Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap audit fee di

(44)

H7b: Kepemilikan manajerial berpengaruh positif terhadap audit fee di

Malaysia.

8. Audit Fee di Indonesia dan Malaysia

Studi komparatif antar negara mengenai audit fee telah dilakukan oleh

beberapa peneliti Younas et al (2014) dan Chintya (2015). Younas et al

(2014) meneliti analisis faktor-faktor yang mempengaruhi audit fee di

Pakistan dan Cina ditemukan bahwa terdapat perbedaan faktor-faktor dalam

penentuan fee. Kompleksitas bisnis dan risiko perusahaan sangat menentukan

besarnya audit fee di Pakistan sedangkan jenis KAP sangat menentukan audit

fee di Cina.

Chintya (2015) meneliti audit fee di Indonesia dan Malaysia selama

pengadopsian IFRS. Indonesia dan Malaysia memiliki nilai audit fee yang

berbeda karena data yang disclose di Indonesia berupa professional fee sudah

tercampur dengan biaya-biaya konsultasi yang lain sedangkan di Malaysia

berupa audit remuneration yang mencerminkan nilai audit yang sebenarnya.

Tingkat pengungkapan audit fee yang sebenarnya di Indonesia masih lebih

rendah dibandingkan Malaysia

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikembangkan hipotesis

(45)

H8a : Terdapat perbedaan penentuan nilai audit fee selama

pengadopsian (International Standard on Auditing (ISA) di Indonesia dan Malaysia.

C. Model Penelitian

Penelitian ini terdiri dari variabel independen dan variabel dependen. Variabel

independen dalam penelitian ini meliputi keberadaan komisaris independen, jumlah

dewan komisaris, intensitas rapat komisaris, jumlah komite audit, keahlian komite

audit, kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional. Variabel dependen yang

digunakan adalah audit fee. Model penelitian dalam penelitian ini dapat digambarkan

(46)

Gambar 2.1.

Model Penelitian

Perbedaan penentuan Audit Fee di Indonesia dan Malaysia

Variabel Independen :

Penentuan nilai Audit Fee di Malaysia

Penentuan nilai Audit Fee

di Indonesia

H8

Gambar 2.2

(47)

32 A. Obyek Penelitian

Obyek penelitian atau populasi penelitian ini menggunakan data Bursa Efek Indonesia (BEI) dan Bursa Efek Malaysia (BEM) pada tahun 2014-2015. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur. Jenis penelitian ini adalah studi komparatif, dimana penelitian akan difokuskan pada analisis dalam rangka membandingkan suatu objek penelitian antar subjek dan model pengukuran yang berbeda namun pada tahun yang sama. Sampel dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur.

B. Jenis dan Sumber Data

Data adalah bagian karakteristik dan jumlah yang dimiliki oleh populasi. Data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa annual report yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Malaysia tahun 2014 dan 2015.

C. Teknik Pengambilan Sampel

(48)

ini adalah sebagai berikut:

1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan Bursa Efek Malaysia pada tahun 2014 dan 2015.

2. Perusahaan yang mempunyai data lengkap terkait dengan variabel yang diteliti. 3. Laporan tahunan dipublikasikan secara lengkap oleh perusahaan

D. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan metode dokumentasi dengan mengumpulkan sumber-sumber data dokumentasi diperoleh dari database annual report dan summary of financial statement perusahaan yang menjadi sampel penelitian yang bisa diperoleh di pojok Bursa Efek Indonesia (BEI) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan situs resmi Indonesia Stock Exchange (IDX) yaitu www.idx.co.id dan situs resmi Bursa Efek Malaysia www.bursamalaysia.com.

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel Dependen : Audit fee

(49)

professional fee untuk pengukuran audit fee.. Variabel ini disimbolkan dengan LNFEE.

2. Variabel Independen

a. Keberadaan Komisaris Independen

Variabel ini menunjukkan berapa prosentasi keberadaan komisaris independen pada perusahaan. Keberadaan komisaris independen (BoardInd) dapat dilihat pada laporan keuangan yang dikeluarkan perusahaan dengan rumus sebagai berikut :

= 100%

b. Ukuran Dewan Komsaris

Variabel Ukuran Dewan Komisaris diproksikan dengan total jumlah dewan komisaris yang berada pada suatu perusahaan. Mengacu pada penelitian yang digunakan oleh Hazmi dan Sudarno (2013), maka ukuran dewan komisaris diukur menggunakan jumlah total dewan komisaris dalam perusahaan atau BoardSize. Rumus yang digunakan adalah :

(50)

c. Proporsi Rapat Dewan Komisaris

Variabel ini menunjukkan seberapa sering rapat dewan komisaris digunakan. Proksi yang digunakan proporsi rapat dewan komisaris adalah total rapat yang dilakukan dewan komisaris selama periode akuntansi atau BoardMeet. Adapun rumus BoardMeet sebagai berikut :

=

d. Ukuran Komite Audit

Ukuran komite audit perusahaan menunjukkan berapa jumlah anggota komite audit yang terdapat pada perusahaan. Ada pun lambang yang digunakan ACSize dengan rumus sebagai berikut :

=

e. Keahlian Komite Audit

Keahlian komite audit menggunakan prosentasi jumlah anggota komite audit yang ahli dalam bidang akuntansi dan keuangan terhadap total anggota komite audit. Proksi ini menggunakan rumus ACExpert sebagai berikut :

(51)

f. Kepemilikan Institusional

Kepemilikan institusional menunjukkan total kepemilikan saham yang dimiliki perusahaan dengan rumus sebagai berikut :

= ℎ ℎ

g. Kepemilikan Manajerial

Variabel Manajerial menggunakan total kepemilikan manajer terhadap seluruh saham beredar dengan rumus MO sebagai berikut :

= ℎ ℎ

F. Uji Kualitas Data

1. Uji Analisis Statistik Deskriptif

(52)

2. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

Uji normalitas ini bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu (residual) memiliki distribusi normal atau tidak (Ghozali, 2006). Alat uji yang digunakan adalah dengan analisis grafik histogram dan grafik normal probability plot dan uji statistic dengan Kolmogorov-Smirnov Z. Keputusan dengan Kolmogorov-Smirnov Z (1-Sample K-S) adalah (Ghozali, 2006) : 1. Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) kurang dari 0,05, maka H0 ditolak.

Hal ini berarti data residual terdistribusi tidak normal.

2. Jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih dari 0,05, maka H0 diterima. Hal ini berarti data residual terdistribusi normal.

b. Uji Multikolinieritas

(53)

1. Jika VIF > 10, maka variabel tersebut memiliki masalah multikolinearitas

2. Jika VIF < 10, maka variabel tersebut tidak memiliki masalah multikolinearitas.

3. Jika nilai Tolerance > 0,1, maka variabel tersebut memiliki masalah multikolinearitas.

4. Jika nilai Tolerance < 0,1, maka variabel tersebut tidak memiliki masalah multikolinearitas

c. Uji Autokorelasi

Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah suatu model antara variabel pengganggu masing-masing variabel bebas saling mempengaruhi. Untuk mengetahui apakah pada model regresi mengandung autokorelasi dapat digunakan pendekatan DW (Durbin Watson.

Menurut Santoso (2010) kriteria autokorelasi secara umum tedapat 3 patokan, yaitu sebagai berikut:

a.

Nilai DW dibawah -2 berarti diindikasikan ada autokorelasi positif.

b.

Nilai DW diantara -2 sampai 2 berarti diindikasikan tidak ada autokorelasi.

(54)

d. Uji Heteroskedastisitas

Pengujian ini bertujuan untuk menguji apakah terjadi ketidaksamaan variance residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Untuk mendeteksi heteroskedastisitas digunakan Uji Glejser. Jika variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel terikat maka tidak terjadi heteroskesdastisitas, yaitu apabila nilai signifikansinya diatas 0,05. Namun apabila nilai signifikasinya dibawah 0,05, maka variabel tersebut mengandung heteroskesdastisitas.

G. Uji Hipotesis dan Analisis Data a. Uji Hipotesis

(55)

= + + +

+ + + +

Keterangan Persamaan Regresi Berganda:

α = Konstanta

LNFEE = Logaritma natural dari professional fees α1BoardInd = Presentase total komisaris independen

terhadap total dewan komisaris dalam perusahaan memiliki keahlian akuntansi dan keuangan terhadap total anggota komite audit

α6IO = Kepemilikan Institusional α7MO = Kepemilikan Manajerial

e = Error

b. Uji Koefisien Determinasi (AdjustedR2)

Uji koefisien determinasi yaitu untuk melihat kemampuan variabel independen dalam menjelaskan variasi perubahan variabel dependen. Koefisien determinasi dapat dilihat dari nilai Adjusted R2,

(56)

(100% persentase koefisien determinasi) dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model atau tidak diteliti.

c. Uji Signifikasi Parameter Individual (Uji t)

Uji signifikasi parameter individual atau Uji t digunakan untuk mengetahui kemampuan masing-masing variabel independen secara individu (partial) dalam menjelaskan perilaku variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan tingkat signifikansi 0,05 (α = 5%). Selain itu juga dilihat bahwa koefisien regresi searah dengan hipotesis yang diajukan.

d. Uji Nilai f

Uji Statistik F dilakukan untuk menguji kemampuan seluruh variabel independen secara bersama-sama dalam menjelaskan perilaku variabel dependen. Pengujian dilakukan dengan menggunakan signifikansi tingkat 0,05 (alpha = 5%).

e. Independent Sample t test

(57)
(58)

43

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Perusahaan yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah perusahaan

manufaktur yang telah terdaftar di Bursa Efek Malaysia dan Bursa Efek Malaysia

pada tahun 2014 dan 2015. Berdasarkan metode purposive sampling diperoleh 42

perusahaan manufaktur di Indonesia dan 49 perusahaan manufaktur di Malaysia yang

memenuhi kriteria. Berikut perincian proses pengambilan sampel dapat dilihat pada

Tabel 4.1 dan 4.2.

Tabel 4.1

Proses Pengambilan Sampel Perusahaan Indonesia

No Keterangan Jumlah

1 Perusahaan Manufaktur yang listing di Bursa Efek

Indonesia selama 2014-2015

282

2 Perusahaan yang tidak memenuhi kriteria (199)

3 Perusahaan sebelum ada outlier 83

4 Data Outlier (41)

(59)

Tabel 4.2

Proses Pengambilan Sampel Perusahaan Malaysia

No Keterangan Jumlah

1. Perusahaan Manufaktur yang listing di Bursa

Efek Indonesia tahun 2014-2015 300

2. Perusahaan yang tidak memenuhi kriteria 221

3. Perusahaan sebelum ada outlier 79

4. Data Outlier (30)

5. Jumlah seluruh sampel 49

B. Deskripsi Data Penelitian

Data penelitian yang dapat digunakan untuk penelitian ini adalah 42 sampel

untuk perusahaan Indonesia dan 49 sampel untuk Malaysia. Data tersebut dilakukan

dengan tahap perhitungan outlier. Outlier adalah kasus atau data yang memiliki

simpangan yang cukup jauh dari rata-rata seluruh data (Nazaruddin, 2015). Penelitian

ini menggunakan outlier metode casewise list. Casewise list ini menghasilkan data

yang tidak fit dengan model atau yang menyimpang terlalu jauh dari data lainnya.

Data ini kurang baik digunakan sehingga harus dihapus dari model penelitian. Data

yang terkena outlier sejumlah 41 sampel untuk Indonesia dan 30 sampel untuk

Malaysia. Hal ini menyebabkan data yang tersisa untuk perusahaan manufaktur

(60)

C. Uji Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif pada penelitian ini menyajikan jumlah data, nilai

minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata, dan standar deviation. Berikut merupakan

statistik deskriptif yang disajikan dalam Tabel 4.3 dan Tabel 4.4.

Tabel 4.3

LN_FEE 42 119900000 12352000000 2752919259.31 3128119185.07

Valid N (listwise) 42

LN_FEE 49 2019090000 853860000 487795375.796 172272033.099

Valid N (listwise) 49

(61)

Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 memberikan gambaran statistik deskriptif pada setiap

variabel penelitian. Jumlah pengamatan dalam penelitian ini masing-masing adalah

42 dan 49 sampel.

1. Variabel Audit Fee (LNFEE)

Pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 menunjukkan nilai audit fee yang telah di

logaritma natural sebelum diolah. Audit fee di Indonesia mempunyai nilai minimal

sebesar Rp199.900.000,00 oleh PT. Betonjaya Manunggal Tbk, nilai maksimal

sebesar Rp12.352.000.000,00 oleh PT. Gajahtunggal Tbk, rata-rata sebesar

Rp2.752.919.259,00 dengan nilai standar deviasi 3.128.119.185,07. Sedangkan

Malaysia mempunyai nilai minimal sebesar Rp201.909.000,00 oleh Muda

Holdings Berhad, nilai maksimal Rp853.860.000,00 oleh SKP Recources Berhad,

rata-rata sebesar Rp487.795.376,00 dengan nilai standar deviasi 172.272.033,099.

Rata-rata nilai audit fee Indonesia lebih tinggi dibandingkan nilai audit fee di

Malaysia.

2. Variabel Proporsi Komisaris Independen (BoardInd)

Pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa proporsi komisaris

independen di Indonesia mempunyai nilai minimal sebesar 33%, maksimal 66%,

rata-rata sebesar 39,8% dengan nilai standar deviasi 0,08486. Sedangkan Malaysia

mempunyai nilai minimal sebesar 33%, maksimal 60%, rata-rata sebesar 44,06%

dengan nilai standar deviasi 0,07785. Rata-rata proporsi komisaris independen

(62)

3. Variabel Jumlah Dewan Komisaris (BoardSize)

Pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa jumlah dewan

komisaris di Indonesia mempunyai nilai minimal sebesar 2 dewan, maksimal 6

dewan, rata-rata sebesar 4 dewan dengan nilai standar deviasi 1,20876. Sedangkan

Malaysia mempunyai nilai minimal sebesar 5 dewan, maksimal 8 dewan, rata-rata

sebesar 7 dewan dengan nilai standar deviasi 0,91752. Rata-rata jumlah dewan

komisaris Indonesia lebih rendah dibandingkan jumlah dewan komisaris di

Malaysia.

4. Variabel Proporsi Rapat Komisaris (BoardMeet)

Pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa proporsi rapat

komisaris di Indonesia mempunyai nilai minimal sebesar 70%, maksimal 100%,

rata-rata sebesar 95,4% dengan nilai standar deviasi 0,07708. Nilai rata-rata

menunjukkan angka mendekati nilai maksimum. Sedangkan Malaysia mempunyai

nilai minimal sebesar 86%, maksimal 100%, rata-rata sebesar 95,51% dengan nilai

standar deviasi 0,04016. Rata-rata proporsi rapat komisaris Indonesia lebih rendah

dibandingkan proporsi rapat komisaris di Malaysia.

5. Variabel Jumlah Komite Audit (ACSize)

Pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa jumlah komite audit

di Indonesia mempunyai nilai minimal sebesar 2 orang, maksimal 3 orang,

rata-rata sebesar 3 orang dengan nilai standar deviasi 0,15430. Sedangkan Malaysia

(63)

orang dengan nilai standar deviasi 0,33120. Rata-rata jumlah komite audit

Indonesia lebih rendah dibandingkan jumlah komite audit di Malaysia.

6. Variabel Keahlian Komite Audit (ACExperts)

Pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa keahlian komite audit

di Indonesia mempunyai nilai minimal 66%, maksimal 100%, rata-rata sebesar

85,43% dengan nilai standar deviasi 0,17030. Sedangkan Malaysia mempunyai

nilai minimal sebesar 33%, maksimal 100%, rata-rata sebesar 62,53% dengan nilai

standar deviasi 0,24919. Rata-rata keahlian komite audit Indonesia lebih tinggi

dibandingkan keahlian komite audit di Malaysia.

7. Variabel Kepemilikan Institusional (IO)

Pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa kepemilikan

institusional di Indonesia mempunyai nilai minimal 43,60%, maksimal 90,59%,

rata-rata sebesar 67,76% dengan nilai standar deviasi 0,1252549. Sedangkan

Malaysia mempunyai nilai minimal sebesar 40,85%, maksimal 78,93%, rata-rata

sebesar 60,63% dengan nilai standar deviasi 0,1079345. Rata-rata kepemilikan

institusional Indonesia lebih tinggi dibandingkan kepemilikan institusional di

Malaysia.

8. Variabel Kepemilikan Manajerial (MO)

Pada Tabel 4.3 dan Tabel 4.4 menunjukkan bahwa kepemilikan

institusional di Indonesia mempunyai nilai minimal 0,13%, maksimal 28,88%,

rata-rata sebesar 8,61% dengan nilai standar deviasi 0,0841743. Sedangkan

(64)

sebesar 4,82% dengan nilai standar deviasi 0,0294977. Rata-rata kepemilikan

manajerial Indonesia lebih tinggi dibandingkan kepemilikan manajerial di

Malaysia.

D. Uji Kualitas Instrumen dan Data

1. Uji Normalitas

Hasil pengujian normalitas disajikan pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6

Tabel 4.5

Hasil Uji Normalitas Indonesia

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 42

Normal Parametersa,b Mean .0474283

Std. Deviation .85908777

Most Extreme Differences Absolute .107

Positive .066

Negative -.107

Test Statistic .107

Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d

(65)

Tabel 4.6

Normal Parametersa,b Mean .0000000

Std. Deviation .34218792

Most Extreme Differences Absolute .106

Positive .089

Negative -.106

Test Statistic .106

Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d

a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.

Sumber: Output SPSS

Nilai Asymp Sig (2-tailed) yang diperoleh melalui uji one-sample

Kolmogorov-smirnov (KS) sebesar 0,200 untuk perusahaan Indonesia dan 0,200

untuk perusahaan Malaysia yang menunjukkan nilai lebih besar dari alpha (0,05),

maka dapat disimpulkan bahwa data telah berdistribusi secara normal.

2. Uji Multikolinearitas

Hasil uji multikolinearitas menggunakan metode variance inflation factors

Gambar

Gambar 2.1.
Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3 Statistik Deskriptif Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Keinginan untuk mencapai misi yang telah ditetapkan oleh Senat FTP mendapat dukungan kuat dari setiap elemen sistem FTP Hal ini antara lain dapat dilihat dari

Berdasarkan hasil analisis data distribusi frekuensi indikator objektif dalam Penerimaan Peserta Didik Baru Melalui Sistem Zonasi diperoleh data sebanyak 12 atau

kritis, aktivitas belajar dan keterampilan mengajar guru. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara untuk memperoleh data awal, tes untuk memperoleh data nilai siswa,

benar di bawah 50 %. Dalam hal ini ada 12 item atau 30% kemampuan yang diuji dari 40 kemampuan yang diuji, dimana persentase siswa menjawab benar di bawah 50 % pada

Awan Hariono, M.Or. Manager Tim

374.605.000,- (Tiga ratus tujuh puluh empat juta enam ratus lima ribu rupiah), sumber Pembiayaan APBN Tahun Anggaran 2016, dengan ini diumumkan hasil kualifikasi sebagai berikut :.

karena penderita memiliki lesi yang berulang seumur hidupnya sehingga akan berdampak terhadap kualitas hidup pasien yang secara tidak langsung juga

Perjanjian Kontrak Kerja adalah perjanjian antara pegawai baru dengan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Brawijaya yang memuat hak dan kewajiban di kedua belah