• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI ORANG TUA TERHADAP PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS I GAMPING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERSEPSI ORANG TUA TERHADAP PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA BALITA DI WILAYAH PUSKESMAS I GAMPING"

Copied!
113
0
0

Teks penuh

(1)

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjanan Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh:

AGIL PUTRA TRI KARTIKA 20120320099

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(2)

i

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh

Derajat Sarjanan Keperawatan pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh:

AGIL PUTRA TRI KARTIKA 20120320099

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

(3)
(4)

iii

memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini yang berjudul “Persepsi Orang Tua terhadap Penggunaan Antibiotik pada Balita di Wilayah Puskesmas I Gamping”. Dalam penyusunan proposal penelitian ini, penulis mendapat bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Penulis menyadari tanpa adanya bimbingan dan dukungan maka kurang sempurna penyelesaian proposal penelitian ini. Untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Dr. H. Ardi Pramono, Sp.An., M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Sri Sumaryani, S.Kep.,Ns.,M.Kep.,Sp.Mat., HNC. selaku Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Shanti Wardaningsih, M.Kep.,Ns.,Sp.Kep.J selaku dosen koordinator blok KTI Program Studi Pendidikan Ners 2012 yang telah memberikan pengarahan dan motivasi guna terselesaikannya penyusunan proposal penelitian ini.

4. Ema Waliyanti, Ns., MPH selaku pembimbing yang telah memberikan ilmu dan nasihat serta memotivasi dan meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk memberikan bimbingan dalam penyusunan proposal penelitian ini. 5. Yuni Permatasari Istanti, S.Kep., Ns., Sp. KMB selaku dosen penguji

(5)

iv tempat dan bantuannya dalam penelitian ini.

8. Kepada kedua orang tua Yusup Ary Susanto dan Salamah, kedua kakak Wisnu Riza Kartika dan Arma Aditya Kartika yang sudah mendukung dan membantu dalam segala hal.

9. Tim bimbingan Ibu Ema (Yudan, Asri, Deby) yang sudah membantu dalam penelitian ini.

10. Sahabat seperjuangan Adin, Deri, Rozy, Winardi, Herka, Asrul, Miftah, Inda, Sari, Fika, Redha, Ledys, Izmi, Adelia, Dewi, Angga, Palupi, Husnul.

11. Teman-teman PSIK 2012 dan semua pihak yang membantu kelancaran penyusunan penelitian ini.

Penulis menyadari karena keterbatasan kemampuan, penyusunan proposal penelitian ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis mengharapkan saran, kritik dan masukan yang bersifat membangun dari semua pihak untuk lebih menyempurnakan skripsi ini.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

(6)

v

DAFTAR TABEL... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

ABSTRACT ………. xi

INTISARI ……… xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 5

C. Tujuan Penelitian... 5

D. Manfaat Penelitian... 5

E. Penelitian Terkait... 6

BAB II TINJAUAN TEORI A. Tinjauan Teoritis... 8

1. Persepsi... 8

2. Infeksi ... 12

3. Antibiotik ... 13

a. Pengertian antibiotik... 13

b. Jenis antibiotik ... 14

c. Prinsip penggunaan antibiotik ... 16

d. Resistensi... 17

e. Faktor yang mempengaruhi penggunaan antibiotik ... 18

5. Anak bawah lima tahun (BALITA) ... 19

6. Orang tua ... 20

B. Kerangka Konsep ... 22

C. Hipotesis ... 22

BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 23

B. Subjek Penelitian ... 23

C. Lokasi dan Waktu Penelitian... 24

D. Variabel Penelitian ... 24

E. Definisi Operasional Variabel ... 24

1. Persepsi orang tua terhadap antibiotik... 24

2. Persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik ... 24

F. Instrumen Penelitian ... 25

G. Metode Pengumpulan Data ... 25

1. Focus group discussion ... 25

2. Wawancara mendalam ... 26

H. Metode Analisa Data ... 26

I. Etik Penelitian ... 28

1. Inform consent ... 28

(7)

vi

2. Tahap pengumpulan data ... 30

3. Tahap analisis ... 31

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian... 33

1. Gambaran umum penelitian ... 33

2. Karakteristik Informan ... 34

3. Persepsi orang tua terhadap pengguaan antibiotik pada balita dan faktor yang mempengaruhinya ... 35

4. Persepsi orang tua terhadap antibiotik ……… 36

a. Persepsi orang tua terhadap pengertian antibiotik …... 37

b. Persepsi orang tua terhadap jenis antibiotik …………. 37

c. Persepsi orang tua terhadap bentuk antibiotik ………. 38

d. Persepsi orang tua terhadap efek samping antibiotik ... 38

5. Persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik pada balita ……… 39

a. Persepsi orang tua terhadap aturan mengkonsumsi antibiotik ……… 39

b. Persepsi orang tua terhadap cara memperoleh antibiotik ……….. 40

c. Persepsi orang tua terhadap keefektifan mengkonsumsi antibiotik ……….. 40

6. Persepsi orang tua terhadap dampak penggunaan antibiotik ………. 41

7. Faktor yang mempengaruhi persepsi orang tua …………. 42

B. Pembahasan ………. 43

1. Persepsi orang tua terhadap pengguaan antibiotik pada balita dan faktor yang mempengaruhinya ... 43

2. Persepsi orang tua terhadap antibiotik ... 44

a. Pengertian antibiotik... 44

b. Jenis antibiotik ………. 45

c. Bentuk antibiotik ………. 47

d. Efek samping antibiotik ………... 48

3. Persepsi orang tua tehadap penggunaan antibiotik pada balita ………... 49

a. Aturan mengkonsumsi antibiotik ………. 49

b. Cara memperoleh antibiotik ………. 50

c. Keefektifan mengkonsumsi antibiotik ………. 51

4. Persepsi orang tua terhadap dampak penggunaan antibiotik ….. 54

(8)

vii

3. Faktor ynang mempengaruhi persepsi orang tua ………... 57

B. Saran ………. 58

1. Bagi masyarakat ………. 58

2. Bagi keperawatan ……… 58

3. Bagi peneliti selanjutnya ………. 58 DAFTAR PUSTAKA

(9)

viii

(10)

ix

Gambar 4.2. Persepsi orang tua terhadap antibiotik………... 37 Gambar 4.3. Persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik

pada balita ………...………. 39 Gambar 4.4. Persepsi orang tua terhadap dampak penggunaan

(11)

x

Lampiran 3. Lembar persetujuan menjadi partisipan Lampiran 4. Panduan focus group discussion

(12)

xi

Most of the society uses antibiotics to solve infection problems caused by virus and there are still many people who buy antibiotics without a doctor’s prescription. It can causes the bacteria become resistant toward antibiotics. Data of antibiotic use in Yogyakarta that is not rational to treat diarrhea or other infectious diseases are of 58%. If the antibiotics giving that is not appropriate to children under five, it will cause bacteria resistant toward disease caused by bacteria. Therefore, it needs to find out how the perception of parents toward the use of antibiotics to child under five is so that there will be no mistakes in the taking of antibiotic. The objective of this research is to find of the perception of the parents toward the use of antibiotics for children under five.

The research was a qualitative in nature with phenomenological approach. The number of the informants in the research was 17 people i.e. Mothers having children under five. The data collecting technique was conducted with in-depth interviews and focus group discussion technique. The data analysis in the research was using software open code 4:02.

The research results showed that the perception of the parents toward the use of antibiotic is categorized as good. The parents regarded that antibiotic was used to cure diseases caused by bacteria. Antibiotic could only be obtained through doctor’s prescription and taking should be appropriate with the prescription given. However, there ware factors that influence the attitude of the parents in giving antibiotic to their children, so that the taking became inappropriate. It needed to do research related to attitude of taking antibiotic and the factors that influence it.

(13)

xii

didapatkan dengan resep dokter. Sebagian besar masyarakat menggunakan antibiotik untuk mengatasi masalah infeksi akibat virus dan masih banyak masyarakat yang membeli antibiotik tanpa resep dokter. Hal tersebut dapat menyebabkan bakteri resisten terhadap antibiotik. Data penggunaan antibiotik di DIY yang tidak rasional untuk menangani diare atau penyakit infeksi lainnya sebanyak 58%. Jika pemberian antibiotik yang tidak tepat pada balita akan menimbulkan bakteri resisten terhadap antibiotik karena balita masih rentan terhadap berbagai serangan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Sehingga perlu diketahui bagaimana persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik pada balita agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaan antibiotik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik pada balita.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Jumlah infroman dalam penelitian ini sebanyak 17 informan yaitu ibu-ibu yang memiliki balita. Teknik pengambilan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam dan focus group discussion. Analisis data dalam penelitian ini dibantu menggunakan software open code 4.02.

Hasil penelitian menujukan bahwa persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik tergolong baik. Orang tua menganggap bahwa antibiotik digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotik hanya bisa didapatkan melalui resep dokter dan penggunaannya harus sesuai dengan resep yang sudah diberikan. Tetapi terdapat faktor yang mempengaruhi perilaku orang tua dalam memberikan antibiotik kepada anaknya, sehingga penggunaannya menjadi tidak tepat. Perlu dilakukan penelitian terkait perilaku penggunaan antibiotik dan faktor yang mempengaruhinya.

(14)

ABSTRACT

Infectious diseases belong to the top ten diseases that attack humans. Infectious disease caused by bacteria can be cured with antibiotic. Antibiotic is categorized as hard drug that only can be obtained with doctor’s prescription. Most of the society uses antibiotics to solve infection problems caused by virus and there are still many people who buy antibiotics without a doctor’s prescription. It can causes the bacteria become resistant toward antibiotics. Data of antibiotic use in Yogyakarta that is not rational to treat diarrhea or other infectious diseases are of 58%. If the antibiotics giving that is not appropriate to children under five, it will cause bacteria resistant toward disease caused by bacteria. Therefore, it needs to find out how the perception of parents toward the use of antibiotics to child under five is so that there will be no mistakes in the taking of antibiotic. The objective of this research is to find of the perception of the parents toward the use of antibiotics for children under five.

The research was a qualitative in nature with phenomenological approach. The number of the informants in the research was 17 people i.e. Mothers having children under five. The data collecting technique was conducted with in-depth interviews and focus group discussion technique. The data analysis in the research was using software open code 4:02.

The research results showed that the perception of the parents toward the use of antibiotic is categorized as good. The parents regarded that antibiotic was used to cure diseases caused by bacteria. Antibiotic could only be obtained through doctor’s prescription and taking should be appropriate with the prescription given. However, there ware factors that influence the attitude of the parents in giving antibiotic to their children, so that the taking became inappropriate. It needed to do research related to attitude of taking antibiotic and the factors that influence it.

(15)

INTISARI

Penyakit infeksi termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak yang menyerang manusia. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri dapat disembuhkan dengan antibiotik. Antibiotik merupakan golongan obat keras yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter. Sebagian besar masyarakat menggunakan antibiotik untuk mengatasi masalah infeksi akibat virus dan masih banyak masyarakat yang membeli antibiotik tanpa resep dokter. Hal tersebut dapat menyebabkan bakteri resisten terhadap antibiotik. Data penggunaan antibiotik di DIY yang tidak rasional untuk menangani diare atau penyakit infeksi lainnya sebanyak 58%. Jika pemberian antibiotik yang tidak tepat pada balita akan menimbulkan bakteri resisten terhadap antibiotik karena balita masih rentan terhadap berbagai serangan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri. Sehingga perlu diketahui bagaimana persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik pada balita agar tidak terjadi kesalahan dalam penggunaan antibiotik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik pada balita.

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Jumlah infroman dalam penelitian ini sebanyak 17 informan yaitu ibu-ibu yang memiliki balita. Teknik pengambilan data dilakukan dengan teknik wawancara mendalam dan focus group discussion.Analisis data dalam penelitian ini dibantu menggunakan software open code 4.02.

Hasil penelitian menujukan bahwa persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik tergolong baik. Orang tua menganggap bahwa antibiotik digunakan untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh bakteri. Antibiotik hanya bisa didapatkan melalui resep dokter dan penggunaannya harus sesuai dengan resep yang sudah diberikan. Tetapi terdapat faktor yang mempengaruhi perilaku orang tua dalam memberikan antibiotik kepada anaknya, sehingga penggunaannya menjadi tidak tepat. Perlu dilakukan penelitian terkait perilaku penggunaan antibiotik dan faktor yang mempengaruhinya.

(16)

1

Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia terutama di negara berkembang. Penyakit infeksi termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak yang menyerang manusia. Hadi (2009) menyatakan bahwa obat untuk mengatasi masalah tersebut adalah antibiotik, antimikroba, antijamur, antivirus dan antiprotozoa. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) menyatakan bahwa antibiotik merupakan obat yang digunakan untuk menangani masalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri (Kemenkes RI, 2011).

Antibiotik merupakan golongan obat keras yang hanya bisa didapatkan dengan resep dokter. Menurut penelitian Yarza, dkk (2015) 72,19% masyarakat dalam upaya mencari pengobatan, akan melakukan pengobatan sendiri tanpa resep dokter untuk mendapatkan kesembuhan tanpa memperhatikan dampak dari penggunaan antibiotik yang tidak tepat.

(17)

menimbulkan resistensi bakteri terhadap antibiotik karena resistensi bakteri terhadap antibiotik telah membunuh ratusan orang setiap tahunnya (WHO, 2011). Masyarakat Indonesia masih banyak yang menggunakan antibiotik secara bebas, mereka sering kali membeli antibiotik di apotek dan toko obat tanpa resep dokter (Widodo, 2012).

Bakteri yang resisten atau kebal terhadap antibiotik akan menyulitkan dalam proses penyembuhan (Utami, 2011). Alliance For Prudent Use Of Antibiotics (APUA) menyatakan bahwa pemakaian antibiotik yang tidak efektif pada bakteri yang kebal terhadap antibiotik tertentu harus diganti dengan antibiotik tipe lain yang masih efisien dalam memberantas bakteri penyebab infeksi. Kekebalan bakteri terhadap antibiotik tipe lain juga dapat terjadi apabila penggunaan antibiotik yang tidak tepat terus berlanjut, dunia yang maju dan canggih akan kembali ke masa-masa kegelapan pengobatan seperti sebelum ditemukan antibiotik (APUA, 2011).

(18)

gejala demam sebanyak 41,26% (Kementrian Kesehatan RI, 2015). Di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun 2013 jumlah balita tekena ISPA sebanyak 15-30%, pneumonia sebanyak 10% atau sekitar 212.306 jiwa. Angka kejadian diare di DIY pada tahun 2011 sebanyak 18,9%, sedangkan gejala demam di DIY belum diketahui secara spesifik jumlah balita yang mengalami gejala demam (Kemenkes RI, 2013).

Studi yang dilakukan oleh Astuti (2015) di Puskesmas Gamping I dari bulan Januari-Desember 2013 tecatat 2180 balita yang berkunjung ke puskesmas. Balita yang mengalami penyakit infeksi paling banyak adalah nasopharyngitisakut 1.046 balita, demam 170 balita, diare dan gastroenteritis 99 balita, faringitisakut 88 balita, infeksi akut lain pada saluran pernafasan 68 balita, infeksi kulit dan jaringan sub kutan 46 balita, sedangakan penyakit selain infeksi sebanyak 663 balita.

Data penggunaan antibiotik di DIY yang tidak rasional untuk menangani diare atau penyakit infeksi lainnya sebanyak 58% (Dinkes DIY, 2011). DIY menempati urutan ke 27 dari seluruh provinsi di Indonesia. Meskipun DIY termasuk dalam provinsi paling jarang penggunaan antibiotik yang tidak rasional tetapi tetap saja angka prevelensinya lebih dari setengah dari jumlah masyarakat yang terkena penyakit infeksi (Kemenkes RI, 2011)

(19)

(Hugh, 2013 dalam WHO, 2014). Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan obat dengan tepat adalah pengetahuan, kebiasaan, budaya, ekonomi, hubungan teman sebaya, infrastruktur, beban kerja, pengaruh industri obat dan informasi ilmiah (WHO, 2011). Hasil penelitian Yarza, dkk (2015) menujukan bahwa pengetahuan seseorang tentang antibiotik tergolong baik, tetapi perilaku seseorang dalam penggunaan antibiotik masih buruk. Hal ini menunjukan bahwa meskipun tingkat pengetahuan seseorang tinggi belum tentu perilaku dalam menggunakan antibiotik baik.

Studi pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas 1 Gamping, Sleman, Yogyakarta pada tanggal 24 November 2015 menunjukkan jumlah balita yang sakit akibat infeksi pada bulan Januari-Oktober 2015 adalah infeksi saluran pencernaan sebanyak 87 balita, infeksi saluran pernafasan sebanyak 1010 balita, pneumonia sebanyak 9 balita serta infeksi kulit dan jaringan subkutan sebanyak 22 balita. Hasil wawancara yang dilakukan dengan 10 orang yang berkunjung di Puskesmas 1 Gamping didapatkan data bahwa 8 orang menyatakan bahwa penggunaan antibiotik digunakan untuk menyembuhkan penyakit infeksi akibat virus. Sebanyak 10 orang menyatakan bahwa penggunaan antibiotik akan berhenti dikonsumsi ketika penyakit yang diderita sudah sembuh dan obat antibiotik hanya didapatkan dengan resep dokter.

(20)

terhadap penggunaan antibiotik dapat mempengaruhi perilaku penggunaan antibiotik, sehingga perlu diketahui persepsi orang tua terkait penggunaan antibiotik yang tepat untuk anaknya.

B. Rumusan Masalah

Persepsi adalah bagaimana seseorang memberikan penilaian atau kesimpulan terhadap objek atau benda, manusia dan lingkungan dari hasil penangkapan indra (Stuart & Sundeen, 1995). Persepsi yang dimiliki orang tua dapat mempengaruhi penggunaan antibiotik pada balita. Bila persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik pada balita keliru, maka persepsi inilah yang dapat menimbulkan resistensi bakteri terhadap antibiotik. Hal ini mendorong peneliti untuk mengetahui persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik pada balita.

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik pada balita.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui persepsi orang tua terhadap antibiotik.

b. Mengetahui persepsi orang tua terhadap cara penggunaan antibiotik D. Manfaat

1. Bagi Masyarakat

(21)

yang tepat untuk balita, sehingga tidak terjadi kesalahan persepsi terhadap penggunaan antibiotik pada balita.

2. Bagi keperawatan

Hasil penelitian ini dapat berguna bagi perawat terutama dibidang komunitas untuk merencanakan pendidikan kesehatan terkait penggunaan antibiotik yang tepat dan peneliti berharap akan timbul kesadaran perawat mengenai pentingnya pemberian informasi tentang penggunaan antibiotik. 3. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tentang persepsi orang tua dengan penggunaan antibiotik pada balita.

E. Penelitian Terkait

1. Yarza, Yanwiresti & Irawati (2015) dengan judul Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap dengan Penggunaan Antibiotik tanpa Resep Dokter. Metode penelitian yang digunakan adalah metode cross sectional study. Hasil dari penelitian tersebut adalah tidak terdapat hubungan yang

(22)

2. Ambanda (2013) dengan judul Tingkat Pengetahuan Tentang Antibiotik pada Masyarakat Kecamatan Pringkuku Kabupaten Pacitan. Model penelitian tersebut adalah penelitian deskriptif. Hasil dari penelitian tersebut adalah tingkat pengetahuan masyarakat Kecamatan Pringkuku, Kabupaten Pacitan dengan kategori baik sebanyak 38,5%, kategori cukup sebanyak 23,96%, kategori kurang sebanyak 26,04%, kategori tidak baik sebanyak 11,45%. Tingkat pengetahuan rata-rata dikategorikan cukup dan terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan tingkat pengetahuan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah jenis penelitian ini adalah penelitian kualitaitf dengan pendekatan fenomenologi untuk mengetahui persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik pada balita. Penelitian ini dilakukan pada orang tua yang memiliki balita.

(23)
(24)

8

1. Persepsi

Presepsi adalah proses pengorganisasian, penginterpretasian dan pandangan seseorang terhadap terhadap suatu kejadian atau rangsangan yang diterima oleh organisme atau individu melalui panca indra. Persepsi individu dalam situasi yang sama dapat berbeda. Hal ini terjadi karena setiap individu itu unik, mempunyai nilai hidup dan pengalaman hidup, sehingga pengalaman dan interpretasi yang dihasilkan berbeda. Proses persepsi terdiri dari proses menerima rangsangan atau data dari berbagai sumber yang biasanya diterima melalui panca indra, proses menyeleksi rangsangan, proses pengorganisasian data atau rangsangan yang diterima, proses penafsiran data atau stimulus yang diterima, proses pengecekan data dimana individu mengambil tindakan untuk memastikan apakah penafsirannya benar atau salah, proses terakhir adalah proses reaksi yaitu proses individu melakukan tindakan sehubungan dengan apa yang telah diserap. Persepsi yang salah dapat membuat seseorang salah menginterpretasikan suatu hal, sehingga kita perlu mengetahui persepsi seseorang agar tidak terjadi kesalahan (Potter & Perry, 2005; Sugihartono, dkk., 2007; Notoatmodjo, 2010; Sobur, 2011).

(25)

a. Adanya objek yang dipersepsikan

b. Adanya perhatian yang merupakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam mengadakan persepsi

c. Adanya alat indra atau reseptor yaitu alat untuk menerima stimulus d. Saraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus ke otak, yang

kemudian sebagai alat untuk mengadakan respon

Thoha (2004) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah sebagai berikut:

a. Faktor internal: perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi.

b. Faktor eksternal: latar belakang, informasi yang diperoleh, pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidak asingan suatu objek.

Stuart dan Sundeen (1995) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi persepsi adalah:

a. Perhatian yang selektif

(26)

b. Ciri-ciri stimulus dan rangsangan

Semakin berbeda baik lebih besar, cepat, kontras, ataupun lebih lama maka persepsi yang terbentuk juga akan berbeda.

c. Pengalaman masa lalu

Pengalaman masa lalu akan menjadi landasan berpikir sehingga bila ada stimulus yang baru dan sedikit termodifikasi biasanya seseorang akan menyamakan dengan persepsi sebelumnya yang telah tercipta. d. Kebutuhan dan status emosional

Kebutuhan memotivasi seseorang untuk dapat memenuhinya, sedangkan status emosional dapat mempengaruhi semua input data yang akan mempengaruhi proses dalam menginterpretasi stimulus dan persepsi yang terbentuk dapat berbeda.

e. Fungsi sistem saraf

(27)

Kozier (2004) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang adalah:

a. Variabel demografis, meliputi usia, jenis kelamin, ras dan suku bangsa. Etnisitas atau suku adalah klasifikasi setiap kelompok dasar yang dibedakan oleh adat, karakteristik, bahasa atau faktor pembeda lainnya yang sejenis. Perbedaan ini meluas termasuk struktur keluarga, bahasa, kesukaan makanan, kode, moral dan ekpresi emosi. Untuk pengaturan suatu standar perilaku beberapa kelompok budaya mengembangkan orientasi rasa besalah dan rasa malu.

b. Variabel sosio-psikologis, yaitu faktor sosial dan emosional. Faktor sosial dapat berasal dari keluarga dan luar lingkungan keluarga.

c. Tekanan sosial, merupakan pengaruh dari teman kelompok yang dapat mempengaruhi dalam persepsi mengenai suatu hal.

d. Cues of action, dapat berupa isyarat internal atau eksternal misalnya perasaan lemah, gejala yang tidak menyenangkan atau anggapan seseorang terhadap kondisi orang terdekat yang menderita suatu penyakit.

(28)

persepsi lebih positif dibandingkan laki-laki dengan jumlah sebanyak 36.3% berbanding 15.56%.

2. Infeksi

Infeksi adalah proses invasif oleh mikroorganisme dan berpoliferasi di dalam tubuh yang menyebabkan sakit (Potter & Perry, 2005). Infeksi yang terjadi akibat invasif mikroorgaisme terjadi dijaringan tubuh manusia (Kozier, et al, 2000). Kamus besar keperawatan menyatakan bahwa infeksi adalah multifikasi mikroorganisme dalam jaringan tubuh, khususnya yang menimbulkan cidera seluler setempat akibat metabolisme kompetitif, toksin, replikasi intra seluler atau reaksi antigen-antibodi.

Infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, jamur dan parasit. Infeksi dibagi menjadi dua jenis yaitu infeksi lokal dan infeksi sistemik. Infeksi lokal adalah terdapat mikroorganisme yang menyerang bagian tubuh tertentu dan jika mikroorganisme itu menyebar dan merusak bagian tubuh yang lain maka disebut dengan infeksi sistemik (Kozier, et al, 2004).

(29)

sepeti sakit kepala, gelisah dan nafsu makan berkurang (Kemenkes RI, 2013)

3. Antibiotik

a. Pengertian antibiotik

Antibiotik berasal dari kata anti = lawan, bios = hidup adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh jamur dan bakteri, zat-zat yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini yang dibuat secara semi-sintetis, juga termasuk kelompok ini, begitu pula semua senyawa sintetis dengan khasiat antibakteri (Tjay & Rahardja, 2007). Antibiotik adalah zat yang dibentuk oleh mikroorganisme yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan mikroorganisme lain. Antibiotik yang berguna hanyalah antibiotik yang mempunyai hambatan minimum lebih kecil dari zat toksiknya (Mutschler, 1999).

(30)

b. Jenis antibiotik

[image:30.596.112.522.251.756.2]

Sutedjo (2008) menyatakan bahwa antibiotik dibagi menjadi 8 jenis yaitu penisilin, sefalosporin, makrolid, likosamid, vankomisin, tetrasiklin, aminoglikosida dan cloramphenicol.

Tabel 2.1. Jenis-jenis antibiotik

NO Antibiotik Penjelasan

1 Penisilin (obat beta laktan)

Antibiotik ini berkhasiat bakteriostatik dan bakteresid dengan menghambat sistesis dinding sel. Contoh antibiotik jenis penisilin adalah amoxsillin, amoxsan, kalmoxilin, metacilin, danoxilin, bellamox, clavamox, hufanoxil, intermoxil.

2 Sefalosporin (beta laktam)

Antibiotik ini aktif melawan bakteri gram positif dan negative dengan sepektrum luas. Bekerja seperti penisilin yaitu menghambat sintesis dinding sel dan lisis sel bakteri. Sefalosporin digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan khasiatnya terhadap bakteri dan resistensinya, yaitu sefalosporin generasi ke-1, generasi ke-2, generasi ke-3 dan generasi ke-4. Contoh antibiotik jenis sefalosporin generasi ke-1 adalah cefadroxil, cefalexin, cefazolin, cephalotin, cephradin. Contoh antibiotik jenis sefalosporin generasi ke-2 adalah cefaclor, cefamandol, cefmetazol, cefoperazon, cefprozil, cefuroxim, cefotiam. Contoh antibiotik jenis sefalosporin generasi ke-3 adalah cefditoren, cefixim, cefotaxim, cefpodoxim. Contoh antibiotik jenis sefalosporin generasi ke-4 adalah cefepim dan cefpirom.

Efek merugikan dari obat ini berupa gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, diare, menghambat pembekuan darah dan nefrotoksik.

3 Makrolid (eritromisin)

(31)

NO Antibiotik Penjelasan

gastrointestinal berupa mual, muntah, diare, kejang abdomen dan hepatotoksik apabila diberikan bersama dengan obat hepatotoksik jenis lain.

4 Linkosamid Bekerja dengan menghambat sintesis protein, antibiotik ini berkhasiat bakteriostatik dan bakterisid tergantung dosis. Contoh antibiotik jenis linkossamid adalah klindamisin dan linkomisin.

Efek merugikan dari obat ini adalah iritasi gastrointestinal, mual, muntah dan stomatitis.

5 Venkomisin Obat ini dilaporkan banyak toksisitasnya sehingga saat ini hampir tersisih penggunaannya. Saat ini digunkan apabila ada alergi terhadap penisilin atau resisten obat antibiotik jenis lain.

Efek merugikan dari obat ini adalah ototoksik dan nefrotoksik.

6 Tetrasiklin Antibiotik ini berkhasiat untuk menghambat sintesis protein bakteri dengan spektrum luas. Obat ini efektif untuk mycoplasma pneumoni, rikestsia, spirokaeta dan klamidia. Obat ini tersedia untuk oral dan perenteral, tidak boleh diminum bersamaan dengan preparat magnesium dan alumunium (antacid), kalsium (produk susu), besi (Fe), karena ini akan berikatan dan tidak diabsorpsi. Contoh antibiotik jenis tetrasiklin adalah doxycycline, lymecycline, methacycline, minocycline, oxytetracycline, tetracycline.

Efek merugikan dari obat ini adalah:

a. gangguan gastrointestinal berupa mual, muntah. a. Fotosensitivasi

b. Efek teratogenik pada kehamilan trismester I, gangguan pembekuan darah dan pertumbuhan tulan dan gigi, maka tidak boleh diberikan pada ibu hamil menjelang bersalin serta anak usia kurang dari 8 tahun. c. Minosiklin menyebabkan gangguan keseimbangan d. Superinfeksi karena efek dari spektrum luas pada

kuman

e. Nefrotoksik apabila diberikan bersama bahan nefrotoksik lain

(32)

NO Antibiotik Penjelasan

Efek merugukan dari obat ini adalah ototoksik dan nefrotoksik.

8 Cloramphenicol Antibiotik spekrum luas, stabil, mudah diserap oleh usus dan distribusinya baik. Obat ini merupakan obat pilihan untuk typhus abdomalis dan baik untuk TBC.

Efek merugikan dari obat ini adalah:

a. Hipersensitivitas berupa demam dan perdarahan kulit b. Toksisitasnya berupa depresi sumsum tulang yang

berakibat anemia aplastika.

c. Neuritis optik, pengelihatan kabur, mual dan neuritis jari.

d. Suprainfeksi

c. Prinsip penggunaan antibiotik

Antibiotik juga memiliki prinsip dalam penggunaannya agar antibiotik dapat berfungsi secara maksimal dan mencegah terjadinya resistensi bakteri. Kemenkes RI (2011) menerbitkan prinsip penggunaan antibiotik secara bijak. Penggunaan antibiotik bijak yaitu penggunaan antibiotik dengan spektrum sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat, interval dan lama pemberian yang tepat. Antibiotik harus dibatasi dalam penggunaannya dan mengutamakan penggunaan antibiotik lini pertama.

(33)

seperti mikrobiologi, serologi, dan penunjang lainnya. Antibiotik tidak diberikan pada penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus atau penyakit yang dapat sembuh sendiri (self-limited).

Penerapan penggunaan antibiotik secara bijak dapat dilakukan dengan menetapkan kebijakan dan pedoman penggunaan antibiotik secara lebih rinci ditingkat nasional, rumah sakit, fasilitas pelayanan kesehatan dan masyarakat, meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan terhadap penggunaan antibiotik secara bijak, meningkatkan ketersediaan dan mutu fasilitas penunjang dengan penguatan pada laboratorium hematologi, imunologi dan mikrobiologi atau laboratorium lain yang berkaitan dengan penyakit infeksi (Kemenkes RI, 2011).

d. Resistensi

(34)

Resistensi juga dapat terjadi akibat bakteri sudah pernah kontak dengan antibiotik sebelumnya. Bakteri yang sudah resisten terhadap antibiotik membentuk gen yang dapat melindungi dirinya dari antibiotik. Gen tersebut dapat ditularkan ke bakteri lainnya, sehingga membuat bakteri yang sebelumnya tidak resisten terhadap antibiotik menjadi resisten terhadp antibiotik. Contohnya penularan yang terjadi akibat dari bakteri yang didapatkan di rumah sakit (infeksi nosokomial) yang sudah pernah kontak dengan antibiotik sebelumnya (Sutedjo, 2008; Nugroho, 2014).

e. Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan antibiotik

Faktor yang mempengaruhi penggunaan obat antibiotik maupun obat jenis lain adalah pengetahuan, pengalaman, budaya, ekonomi, teman sebaya, infrastruktur, beban kerja, pengaruh industri obat dan ilmu pengetahuan. Semua faktor tersebut dapat mempengaruhi seseorang dalam menggunakan antibiotik. Pengetahuan dan pengalaman adalah faktor yang berasal dari dalam diri setiap individu, sedangkan budaya dan ekonomi adalah faktor yang berasal dari lingkungan. Teman sebaya, infrastruktu dan beban kerja adalah faktor yang berasal dari lingkungan kerja seorang individu. Pengaruh industri obat dan ilmu pengetahuan adalah faktor yang berasal dari media informasi (WHO, 2011).

(35)

pada dokter maupun masyarakat, biasanya kesalahan ini diakibatkan karena ketergantungan terhadap intervensi pengobatan (Kemenkes RI, 2011)

4. Anak bawah lima tahun (Balita)

Balita adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun). Saat usia balita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan (Sutomo & Anggraeni, 2010). Ditahap ini balita mengalami pertubuhan dan perkembangan sangat pesat baik dari segi psikologi maupun fisik, tetapi balita juga masih rentan terhadap berbagai serangan penyakit, terutama penyakit infeksi yang disebabkan oleh masih lemahnya sistem kekebalan tubuh pada balita (Kemenkes RI, 2011; Kemenkes RI, 2015).

(36)

dan menggutamakan penggunaan antibiotik lini pertama (Kemenkes RI, 2011).

5. Orang tua

Setiap tahunnya orang tua mungkin menghadapi keadaan dimana buah hatinya terserang penyakit seperti flu, sakit tenggorokan dan demam. Orang tua akan memeriksakan keadaan anaknya ke dokter untuk mendapatkan proses penyembuhan yang cepat, tetapi kebanyakan orang tua justru kecewa karena dokter tidak meresepkan antibiotik untuk anaknya. Banyak orang tua yang akhirnya memilih untuk mengobati anaknya dengan memberikan antibiotik tanpa resep dokter karena tidak mengetahui apa tujuan dokter tidak meresepkan antibiotik untuk anaknya (American Academy of Pediatrics, 2010).

Orang tua menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah orang yang biasa dipanggil ibu dan ayah dari anaknya. Ibu adalah orang yang mengandung dan melahirkan anaknya, dan ayah sebagai kepala keluarga yang menafkahi keluarganya.

Baihaqi (2000) menyatakan bahwa tugas orang tua adalah:

a. Memberikan kasih sayang kepada anaknya, memberikan pendidikan kepada anaknya dengan memberikan pendidikan non formal seperti aplikasi dalam kehidupan sehari-hari.

(37)
(38)

B. Kerangka Konsep

(Potter & Perry, 2005; Kozier, et al., 2004)

Keterangan:

: yang di teliti : yang tidak diteliti C. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan dalam penelitian ini adalah “bagaimana persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik pada balita?”

Faktor yang mempengaruhi persepsi:

a. Tingkat perkembangan b. Status kesehatan fisik c. Nilai dan kepercayaan d. Peran

e. Usia

f. Jenis kelamin

g. Ras dan suku bangsa h. Sosio-psikologis i. Tekanan sosial j. Cues of action

Perilaku penggunaan antibiotik Persepsi orang tua

(39)

23

A. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu suatu jenis penelitian yang digunakan untuk memahami fenomena tentang sesuatu yang dialami oleh subyek penelitian, seperti persepsi, motivasi, perilaku serta tindakan yang dilakukan secara holistic dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa (Moleong, 2013). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologi. Menurut Polkinghorne (Creswell,1998) pendekatan fenomenologi menggambarkan arti sebuah pengalaman hidup untuk beberapa orang tentang sebuah konsep atau fenomena. Orang-orang yang terlibat dalam menangani sebuah fenomena melakukan eksplorasi terhadap pengalaman hidup manusia.

B. Subjek Penelitian

(40)

C. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Ambarketawang, Gamping, Sleman Yogyakarta pada bulan Maret-Mei 2016. Alasan peneliti melakukan penelitian di daerah tersebut dikarenakan data yang didapat dari Puskesmas I Gamping menunjukkan bahwa masih banyak anak balita yang menderita penyakit infeksi yang berasal dari daerah tersebut, sehingga peneliti memilih lokasi penelitian di Desa Ambarketawang, Gamping, Sleman, Yogyakarta. Desa tersebut merupakan desa yang menjadi tanggung jawab Puskesmas I Gamping yang paling banyak populasi balitanya dengan jumlah total balita pada bulan Oktober 2015 sebanyak 1109 balita.

D. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik pada balita.

E. Definisi Operasional

1. Persepsi orang tua terhadap antibiotik adalah tanggapan atau pandangan orang tua tentang antibiotik pada balita ditinjau dari definisi antibiotik, jenis antibiotik, bentuk antibioik dan efeksamping antibiotik.

(41)

F. Instrumen Penelitian

Data penelitian diperoleh dan dikumpulkan melalui instrument penelitian berupa panduan wawancara dan panduan focus group discussion untuk mengetahui persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik pada balita. Jenis pertanyaan yang digunakan adalah pertanyaan terbuka dengan pertanyaan utama terkait definisi antibiotik, fungsi antibiotik, jenis antibiotik, indikasi penggunaan antibiotik, keamaman penggunaan antibiotik. Peneliti juga menggunakan alat perekam suara dan catatan lapang untuk membantu peneliti dalam mengumpulkan data pada saat proses focus group discussion dan wawancara mendalam.

G. Metode Pengumpulan Data 1. Focus Group Discussion

(42)

2. Wawancara mendalam

Wawancara mendalam adalah metode pengumpulan data dimana peneliti melakukan kegiatan wawancara tatap muka secara mendalam dan terus menerus untuk menggali informasi yang lengkap dan detail dari informan. Pada wawancara mendalam peneliti tidak mempunyai kontrol terhadap respon informan, artinya informan bebas memberikan jawaban (Kriyantono, 2006). Wawancara mendalam dilakukan pada 5 informan di rumah masing-masing informan dengan lama waktu 60 menit.

Dalam proses pengumpulan data, peneliti menggunakan alat perekam suara dan catatan untuk membantu peneliti dalam mengumpulkan data dari informan. Dalam proses FGD peneliti dibantu oleh asisten peneliti dan notulen untuk mencatat informasi penting dari informan.

H. Metode Analisa Data

Creswell (1998) menyatakan bahwa analisa data dalam penelitian kualitatif dibagi menjadi beberapa langkah penelitian antara lain:

1. Peneliti mulai mengorganisasikan semua data tentang fenomena yang telah dikumpulkan.

(43)

pembentuk atau penyusun dari fenomena yang tidak mengalami penyimpangan.

3. Pernyataan tersebut kemudian dikumpulkan ke dalam unit makna lalu peneliti memberi tanda pada setiap unit. Selanjutnya, peneliti menuliskan uraian secara keseluruhan dari fenomena sehingga menemukan esensi dari fenomena tersebut. Peneliti mengembangkan textural description mengenai fenomena yang terjadi pada responden.

4. Peneliti mendeskripsikan fenomena dengan structural description yang menjelaskan bagaimana fenomena itu terjadi sehingga di dapatkan 4 tema dalam penelitian ini yaitu persepsi orang tua terhadap antibiotik, persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik pada balita, persepsi orang tua terhadap dampak dari penggunaan antibiotik dan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi orang tua terhadap antibiotik dan penggunaan antibiotik pada balita.

5. Peneliti kemudian menjelaskan secara naratif mengenai esensi dari fenomena yang diteliti dan mendapatkan makna mengenai fenomena yang dialami responden.

6. Membuat laporan fenomena setiap responden, setelah itu gabungan dari semua deskripsi tersebut ditulis.

(44)

I. Etik Penelitian

Peneliti memproteksi hak-hak informan selama proses penelitian. Masalah etik yang harus diperhatikan selama penelitian antara lain (Hidayat, 2009): 1. Memberikan inform consent sebelum melakukan penelitian

Inform consent adalah bentuk persetujaan antara peneliti dengan informan penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Inform consentdiberikan sebelum penelitian dilakuakan dengan cara membagikan lembar inform consent kepada informan yang sesuai dengan kriteria peneliti. Tujuan dari inform consent adalah agar informan mengerti maksud dan tujuan dari penelitian.

2. Anonim (tanpa nama) pada saat melakukan pegukuran dan pengumpulan data

Peneliti memberikan jaminan dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian.

3. Kerahasiaan

(45)

J. Kesulitan Penelitian

Kesulitan dalam penelitian ini adalah proses pengumpulan data yang membutuhkan waktu cukup lama, dikarenakan peneliti harus menyesuaikan waktu antara informan satu dengan informan yang lain untuk melaksanakan focus group discussion. Peneliti memilih untuk melakukan wawancara mendalam terlebih dahulu kepada salah satu informan agar tidak ada waktu yang terbuang. Setelah mendapatkan data dari wawancara mendalam dan melakukan analisis sementara, barulah peneliti menetapkan waktu dan tempat untuk menyelenggarakan focus group discussion.

K. Uji Keabsahan Data

(46)

L. Jalannya Penelitian 1. Tahap Persiapan

a. Peneliti menyusun proposal penelitian dan melakukan bimbingan dengan dosen pembimbing

b. Peneliti melakukan studi pendahuluan untuk mendapatkan data awal untuk menyusun proposal penelitian. Studi pendahuluan dalam penelitian ini dilakukan di Puskesmas I Gamping, Sleman, Yogyakarta. c. Peneliti mengurus izin penelitian dari Fakultas Kedokteran dan Ilmu

Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Kesehatan kabupaten Sleman.

d. Peneliti mengurus etik penelitian di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan telah mendapatakan surat keterangan kelayakan etika penelitian dengan nomor 088/EP-FKIK-UMY/III/2016

2. Tahap Pelaksanaan

a. Penelitian dilaksanakan di Desa Ambarketawang, Gamping, Sleman Yogyakarta.

b. Peneliti/asisten peneliti memberikaninformed consent kepada informan yang datang ke Puskesmas I Gamping.

(47)

d. Sebelum focus group discussion atau wawancara mendalam peneliti mempersiapkan tempat pelaksanaan, catatan dan alat perekam suara. e. Peneliti melakukan focus group discussion atau wawancara mendalam

di tempat yang sudah ditentukan

f. Pengambilan data pertama kali dilakukan dengan teknik wawancara mendalam pada 1 informan penelitian. Seteleh melaukan analisis data didapatkan, ada beberapa perubahan pertanyaan untuk menggali lebih dalam terkait persepsi informan.

g. Selanjutnya peneliti melakukan penggambilan data dengan focus group discussion pada dua kelompok yang berbeda kriteria yaitu focus group discussion pertama dilakukan pada kelompok dengan kriteria pendidikan < SMP, sedangkan focus group discussion kedua dilakukan pada kelompok dengan kriteria pendidikan > SMA

h. Setelah didapatkan hasil analisis data pada focus group discussion pertama dan kedua, tidak terdapat perubahan pada pertanyaan. Sehingga peneliti melanjutkan proses pengambilan data pada 4 informan berikutnya menggunakan teknik wawancara mendalam.

3. Tahap analisis

(48)
[image:48.596.113.518.142.253.2]

Tabel 3.1. Jalannya penelitian

NO Kegiatan

Penelitian

Bulan

Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli

1. Tahap Persiapan 2. Tahap

Pelaksanaan 3. Tahap

(49)
(50)

33

1. Gambaran umum penelitian

Desa Ambarketawang adalah sebuah kelurahan yang terletak di kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Desa Ambarketawang meliputi 13 Padukuhan, yang terdiri 38 RW dan 110 RT, meliputi wilayah seluas kurang lebih 635.8975 Ha. Jumlah penduduk di desa ini berjumlah 19.237 Jiwa. Desa Ambarketawang merupakan salah satu wilayah kerja dari Puskesmas I Gamping dengan jumlah balita terbanyak dibandingan dengan Desa Balaicatur dengan jumlah balita 1109 jiwa. Puskesma I Gamping mencatat terdapat 1128 kasus balita yang terkena infeksi yang tersebar di Desa Ambarketawang dan Desa Balaicatur.

(51)

langsung dari petugas kesehatan. Hal ini dapat mempengaruhi persepsi seseorang, sehingga melatarbelakangi peneliti untuk mengetahu faktor yang mempengaruhi persepsi masyarakat khususnya orang tua yang memiliki balita.

Persepsi adalah pandangan seseorang terhadap terhadap suatu kejadian atau rangsangan yang diterima oleh organisme atau individu melalui panca indra (Sugihartono, dkk., 2007). Persepsi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari perasaan, sikap dan kepribadian individu, prasangka, keinginan atau harapan, perhatian (fokus), proses belajar, keadaan fisik, gangguan kejiwaan, nilai dan kebutuhan juga minat, dan motivasi. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari latar belakang, informasi yang diperoleh, pengetahuan dan kebutuhan sekitar, intensitas, ukuran, keberlawanan, pengulangan gerak, hal-hal baru dan familiar atau ketidak asingan suatu objek.

Dari gambaran umum penelitian yang di dapatkan oleh peneliti maka peneliti menambahkan tujuan khusus penelitian yaitu mengetahui faktor yang mempengaruhi persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik pada balita.

2. Karakteristik Informan

(52)
[image:52.596.145.516.126.326.2]

Tabel 4.1. Karakteristik informan

Jenis Karakteristik Jumlah Presentasi

Usia 20-29 9 52.95%

30-39 8 47.05%

Pendidikan SD 2 11.76%

SMP 4 23.52%

SMA 7 41.17%

D3 2 11.76%

S1 2 11.76%

Pekerjaan Ibu rumah tangga 9 52.95%

Guru 2 11.76%

Wiraswata 2 11.76%

Kariawan 1 5.88%

Pedagang 2 11.76%

Petani 1 5.88%

Tabel diatas menunjukan bahwa karakteristik dari 17 informan yang mengikuti penelitian ini adalah informan dengan usia rata-rata 20-29 tahuh sebanyak 52.95%, tingkat pendidikan SMA sebanyak 41.17% dan jenis pekerjaan sebagai ibu rumah tangga (IRT) sebanyak 52.95%.

3. Persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik pada balita dan faktor yang mempengaruhinya

(53)
[image:53.596.122.559.254.480.2]

keefektifan konsumsi antibiotik dimana keefektifan konsumsi antibiotik dipengaruhi oleh motivasi diri dan hambatan dalam memberikan antibiotik pada anak. Keefektifan konsumsi antibiotik dapat menimbulakan dampak kepada anak yaitu resistensi bakteri atau kuman terhadap antibiotik dan penyakit akan kambuh kembali. Hal ini bisa dilihat pada gambar berikut:

Gambar 4.1. Persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik pada balita dan faktor yang mempengaruhinya

4. Persepsi orang tua terhadap antibiotik

(54)
[image:54.596.217.441.116.206.2]

Gambar 4.2. Persepsi orang tua terhadap antibiotik

a. Persepsi orang tua terhadap pengertian antibiotik

Persepsi orang tua terhadap pengertian antibiotik adalah tanggapan orang tua terhadap definisi dari antibiotik. Hasil penelitian menunjukan bahwa orang tua mendefiniskan antibiotik sebagai obat yang digunakan untuk membunuh bakteri atau obat yang digunakan untuk mengobati penyakit akibat bakteri. Hal ini didukung dengan pernyataan informan wawancara mendalam dan partisipan FGD sebagai berikut:

“…kalau setau saya antibiotik itu ini, ee misalnya anak itu punya penyakit yang disebabin oleh bakteri…” (Informan 1, 23th)

“…nganu cuman nek ono bakteri apa kuman kaya gitu to mas.. apa ya kayak membunuh bakteri gitu setauku yaa…” (informan FGD1, 32th)

b. Persepsi orang tua terhadap jenis antibiotik

(55)

sering disebutkan oleh orang tua adalah amoxicillin. Hal ini didukung dengan pertanyatan informan sebagai berikut:

“…kalau yang saya konsumsi ini amoxicillin, terus kalau buat anak saya.. ee ini soalnya kalau buat ibu hamil ya, ibu hamil ibu menyususi itu yang aman itu aja, terus ada oxitetraciclina saya pernah dikasih, terus kalau buat anak batuk itu apa kotrimoksazol apa ya itu kombinasi sulfamethoxazole sama trimop ee apa ya trimethoprim apa ya…”(Informan 5, 32th) “…macem-macem antibiotiknya.. kalau yang dewasa itu yang saya tau itu kaya semacam amoxicillin, ciprofloxasin soalnya saya udah peranh dikasih itu pas priksa heeh, sama apalagi ya kalau yang tenar itu amoxicillin itu…” (Informan 2, 30th)

c. Persepsi oraang tua terhadap bentuk antibiotik

Orang tua menganggap bahwa obat antibiotik yang mereka ketahui adalah obat antibiotik dalam bentuk cair dan tablet. Antibiotik dalam bentuk tablet biasanya di konsumsi oleh orang dewasa sedangkan antibiotik yang diberikan kepada balita adalah obat antibiotik dalam bentuk cair. Hal ini didukung dengan pernyataan informan sebagai berikut:

“…pemberiannya antibiotiknya tuh pake itu loh pipet itu tuh harusnya 1 ml apa berapa itu ya kayaknya 1 ml ya… he’eh cair, antibiotiknya cair semua…” (Informan 1, 23th)

“…iya cair itu, tapi dibuatin cair dari sana terus dikasih pipet itu…” (Informan FGD1, 32th)

“…kalau anak saya itu setengah sendok takar itu, kalau saya dulu ya satu tablet sekali minumnya…” (Informan 4, 29th)

d. Persepsi orang tua terhadap efek samping antibiotik

(56)

skin test terlebih dahulu sebelum diresepkan antibiotik. Hal ini didukung oleh pernyataan informan seperti berikut:

“…ya mungkin mual muntah ya cuman kaya gitu itu aja, belum-belum paham…” (Informan 4, 29th)

“….kalau minum itu terus malah mual to…” (Informan FGD1, 29th)

“…iya he’eh.. ehh enggak setau aku kayaknya antibiotik yang di suntik aja sih kalau misal dia.. kan itu harus di test di kulit kan, nah itu kalau misal dia.. misalnya ada rasa kebakar terus kemerahan itu berarti dia alergi harus dihentikan kaya gitu…” (Informan 1, 23th)

5. Persepsi orang tua terhadap penggunan antibiotik pada balita

[image:56.596.153.549.507.602.2]

Persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik pada balita dapat dilihat dari tanggapan atau pandangan orang tua terkait prinsip penggunaan antibiotik khususnya pada balita. Prinsip penggunaan antibiotik meliputi aturan mengkonsumsi antibiotik, cara memperoleh antibiotik dan keefektifan dalam mengkonsumsi antibiotik seperti gambar berikut ini:

Gambar 4.3. Persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik pada balita

a. Persepsi orang tua terhadap aturan mengkonsumsi antibiotik

(57)

mengkonsumsi antibiotik tanpa resep dari dokter. Hal ini didukung oleh pernyataan informan sebagai berikut:

“…heeh soalnya setau saya itu kan obat antibiotik harus habis toh mas kalau diresep-resep itu biasanya, nah waktu itu kan obat batuknya, untuk obat batuknya udah habis sama obat yang lain habis tinggal antibiotiknya aja yang masih terus…” (Informan 1, 23th)

“…soalnya kan buat anak balita juga, ya harus sesuai dengan resep ben apa namanya cepet sembuh itu loh mas… ga pernah.. tapi yang jelas harus habis gitu…” (Informan FGD1, 26th)

b. Persepsi orang tua terhadap cara memperoleh antibiotik

Orang tua menganggap bahwa antibiotik yang diberikan kepada balita hanya bisa didapat melalui dokter meskipun ada beberapa orang tua yang mendapatkan antibiotik melalui puskesmas dan apotik tetapi mereka tetap menggunakan resep dari dokter untuk mendapatkannya. Hal ini didukung oleh pernyataan informan sebagai berikut:

“…ya kan obat antibiotik itu kaya obat keras gitu jadi harus pake resep dokter terus dokter juga kan lebih ngerti to, ee takut juga soalnya kan masih anak-anak…” (Informan 2, 30th) “…rumah sakit, puskesmas, biasanya sih apotik-apotik itu ada kok…tapi tetep dari dokter resepnya…” (Informan 1, 23th)

c. Persepsi orang tua terhadap keefektifan mengkonsumsi antibiotik

(58)

dalam memberikan antibiotik. Sehingga orang tua tidak bisa memberikan antibiotik sampai habis sesuai dengan resep yang diberikan. Hal ini didukung oleh pernyataan informan sebagai berikut:

“…kalau kesini-sininya biasanya sampai habis tapi dulu-dulu gak sampai habis, kadang kalau ngasih, kalau untuk anak kadang susah minum obat, kadang ya susahnya itu tapi kalau kesini-sini sering berapa kali diresepkan itu harus habis harus habis, kalau dulu enggak sampai habis… lebih ke malas ya, ngasihnya itu susah gitu loh, ngasihnya itu susah kalau misal juga buat persediaan kalau dia kenapa-kenapa padahal kan gak boleh kan harusnya dibuang itu… iya, sama ada unsure-unsur males lah…” (Informan, 33th)

Orang tua juga menganggap bahwa antibiotik tidak efektif jika dikonsumsi bersama dengan susu, teh dan alkohol sehingga antibiotik sebaiknya dikonsumsi bersamaan dengan air putih atau air mineral. Hal ini didukung dengan pernyataan informan sebagai berikut:

“…oh iya jadi misalnya antibiotik, jadi kalau misalkan minum obat itu kita jangan ee apanamanya dalam waktu jangka berapa menit gitu minum susu teh kaya gitu, karena nanti malah menetralisir lagi obatnya…” (Infoman 2, 30th)

“…terus minuman yang mengandung alkohol gitu mas itu gak boleh…” (Informan FGD2, 26th)

6. Persepsi orang tua terhadap dampak penggunaan antibiotik

[image:58.596.233.424.654.735.2]

Orang tua menganggap bahwa penggunaan antibiotik yang tidak tepat dapat menimbulkan dampak pada anak yaitu resistensi antibiotik dan penyakit dapat kambuh kembali seperti gambar berikut ini:

(59)

Orang tua menganggap dampak itu akan terjadi jika antibiotik tidak dihabiskan . Hal ini didukung dengan pernyataan informan sebagai berikut:

“…kalau saya tak habiskan mas, soalnya kalau yang, dulu pas saya sekolah itu kalau apa ya namanya antibiotik gitu atau kaya yang untuk menghentikan virus kalau gak dihabiskan itu nganu kalau kena lagi ee cuman bikin lemah tok, kaya virusnya itu jadi kebal obat gitu…”(Informan FGD2, 26th)

“...oh iya itu soalnya kan kalau gak di habiskan sampai habis itu kumannya belum mati semua kan jadi malah bisa kambuh lagi terus di ulang obatnya dari awal gitu…kaya dosisnya ditambah gitu…”(Informan 3, 29th)

7. Faktor yang mempengaruhi persepsi orang tua

[image:59.596.241.421.464.564.2]

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi persepsi orang tua terhadap antibiotik dan persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik pada balita seperti gambar berikut ini:

Gambar 4.6. Faktor yang mempengaruhi persepsi orang tua

(60)

“…dari dokter pertama ya, soalnya kan diresepkannya itu terus sama.. emm.. pertama ya dari dokter itu taunya, terus biasanya sih saya kadang kalau penasaran itu terus cari-cari di internet ini obat apa terus buat apa gitu…” (Informan 2, 30th)

Sedangkan pengaruh orang lain dapat mempengaruh orang tua dalam memberikan tanggapan terhadap obat antibiotik dan penggunaan antibiotik. Hal ini didukung dengan pernyataan informan seperti berikut:

“…kadang juga ada yang dari sesama ibu-ibu gitu ya, kadang kan ibu-ibu ada yang saran ke dokter ini, terus ya bertukar informasi lah…” (Informan 5, 33th)

B. Pembahasan

1. Persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik pada balita dan faktor yang mempengaruhinya

(61)

dokter. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Ginotodihardjo & Artini (2013) yang menunjukan bahwa terdapat kekeliruan persepsi dan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap penggunaan antibiotik khusunya masyarakat dengan jenis kelamin laki-laki, sehingga masyarakat lebih memilih pengobatan sendiri menggunakan antibotik tanpa resep dokter. Sedangkan dalam penelitian ini semua informan berjenis kelamin perempuan.

Dari karakteristik informan dalam penelitian ini juga dapat dilihat sebagian besar informan memiliki tingkat pendidikan SMA dengan usia rata-rata 30 tahun dan pekerjaan ibu ruamah tangga (IRT), sehingga persepsi orang tua dalam penelitian ini relatif sama satu sama lain. Hal ini didukung dengan penelitian yang dilakukan Ginotodihardjo & Artini (2013) yang menunjukan bawah tingkat pendidikan SMA, kemiskinan dan sumber informasi dapat mempengaruhi seseorang dalam menggunakan antibiotik. Bahkan orang dengan tingkat pendidikan yang tinggi masih termasuk dalam faktor resiko tanpa adanya dukungan dari sumber informasi yang benar.

2. Persepsi orang tua terhadap antibiotik a. Pengertian antibiotik

(62)

bakteri. Antibiotika dikenal sebagai agen antimikroba, Istilah "antibiotik" awalnya dikenal sebagai senyawa alami yang dihasilkan oleh jamur atau mikroorganisme lain yang membunuh bakteri penyebab penyakit pada manusia atau hewan. Secara teknis, istilah "agen antibakteri" mengacu pada kedua senyawa alami dan sintetis, akan tetapi banyak orang menggunakan kata "antibiotika" untuk merujuk kepada keduanya (Katzung, 2007). Antibiotik hanya dapat membunuh bakteri saja, virus tidak dapat dibunuh dengan antibiotik, sehingga antibiotik tidak tepat untuk mengatasi penyakit yang disebabkan oleh virus seperti demam dan flu (Norris et al, 2009).

b. Jenis antibiotik

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa orang tua menganggap bawa terdapat 5 jenis antibiotik yaitu amoxicillin, yusimox, ciprofloxasin, kortimaxzol, oxitetraciclina. Amoxicillin adalah antibiotik dengan spektrum luas, digunakan untuk pengobatan seperti yang tertera diatas, yaitu untuk infeksi pada saluran napas, saluran empedu, dan saluran seni, gonorhu, gastroenteris, meningitis dan infeksi karena Salmonella sp., seperti demam tipoid (Neal, 2007).

(63)

mengkonsuminya, setiap 5ml mengandung 125 gram amoxicillin (Abdillah, 2012).

Ciprofloxasin adalah antibiotik sintetik golongan quinolone yang bekerja dengan menghambat DNA-girase. Ciprofloxacin efektif terhadap bakteri yang resisten terhadap antibiotika lain misalnya penisilin, aminoglikosida, sefalosporin dan tetrasiklin. Ciprofloxacin efektif terhadap bakteri negatif dan gram-positif (Abdillah,2012).

(64)

Oxitetraciclina adalah salah satu obat antibiotik tetrasiklin yang memiliki fungsi membunuh bakteri penyebab infeksi. Oleh sebab itu, antibiotik ini tidak efektif untuk mengobati infeksi akibat virus (Tantiyaswasdikul, 2016).

c. Bentuk antibiotik

(65)

d. Efek samping antibiotik

Hasil penelitian menunjukan bahwa orang tua menganggap efek samping penggunaan antibiotik yang mereka ketahui adalah dapat menimbulkan alergi, mual dan muntah. Alergi antibiotik yang terjadi pada anak merupakan salah satu efek samping yang terjadi akibat sistem kekebalan tubuh bereaksi terhadap antibiotik (Ikatan Dokter Anak Indonesi, 2009). Sedangkan penelitian Suharyanto (2011) terjadinya alergi antibiotik tidak bergantung pada besarnya dosis obat dan gejala yang timbul dapat berbeda. Orang yang pernah alergi terhadap antibiotik golongan penisilin tidak selalu mengalami alergi ketika diberikan obat antibiotik yang sama.

(66)

3. Persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik pada balita Penggunaan antibiotik yang tidak tepat baik dalam hal indikasi, maupun cara pemberian akan merugikan penderita serta akan memudahkan terjadinya resistensi terhadap antibiotik dan dapat menimbulkan efek samping. Hal yang perlu diperhatikan adalah dosis obat yang tepat bagi balita, cara pemberian, indikasi, kepatuhan, jangka waktu yang tepat dan dengan memperhatikan keadaan patofisiologi pasien secara tepat, diharapkan dapat memperkecil efek samping yang akan terjadi (Prest, 2003). Persepsi orang tua dapat mempengaruhi tindakan orang tua dalam penggunaan antibiotik pada balita. Hasil penelitian menunjukan bahwa persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik pada balita tergolong baik. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana orang tua menganggap tentang aturan mengkonsumsi antibiotik, cara memperoleh antibiotik dan keefektifan konsumsi antibiotik.

a. Aturan mengkonsumsi antibiotik

(67)

beberapa hari, semua harus diminum secara teratur dan dihabiskan agar antibiotik berfungsi secara maksimal. Hasil penelitian Ambada (2013) menyatakan bahwa masalah ketidaktepatan dalam penggunaan antibiotik akan mengakibatkan terjadinya resistensi bakteri. Saat bakteri berkembang biak, bakteri mampu mengubah DNA, sehingga bakteri yang ada di dalam tubuh kemungkinan tidak akan merespon terhadap antibiotik.

b. Cara memperoleh antibiotik

Orang tua menganggap bahwa antibiotik yang diberikan kepada balita hanya bisa didapat melalui dokter meskipun ada beberapa orang tua yang mendapatakan antibiotik melalui puskesmas dan apotik tetapi mereka tetap menggunakan resep dari dokter untuk mendapatkannya. Orang tua khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan pada anaknya jika memberikan antibiotik tanpa resep dokter. Antibiotik tidak dapat sembarang diperoleh, hanya dokter saja yang bisa meresepkan antibiotik apalagi antibiotik yang konsumsi oleh balita dikarenakan sistem tubuh dan fungsi organ pada bayi dan anak-anak masih belum tumbuh sempurna dan dapat menimbulkan efek samping berlebih (Endang, 2011).

(68)

resep sebelumnya, dan tingkat kesadaran responden masih rendah. Dari hasil penelitian ditemukan antibiotik yang paling sering diminta dalam pelayanan tanpa resep dokter adalah amoxicillin, jenis penyakit yang paling banyak diobati responden dengan antibiotik adalah radang tenggorokan. Alasan utama responden menggunakan antibiotik tanpa resep adalah karena sudah pernah menggunakan antibiotik tersebut sebelumnya (81,9%), sedangkan ditinjau dari pertimbangan biaya 50,4% responden menjawab uang bukan masalah dan 30,1% menjawab karena masalah keuangan. Hal ini bertentangan dengan hasil peneitian yang menunjukan bahwa orang tua memperoleh antibiotik hanya dengan resep dokter.

c. Keefektifan konsumsi antibiotik

(69)

antibiotik yang diresepkan belum habis dikonsumsi. Menurut Bahren (2013) memberikan obat kepada anak memanglah hal yang tidak mudah, meskipun obat yang diberikan sudah dalam bentuk syirup. Hal ini memang umum terjadi pada anak usia dibawah 5 tahun. Orang tua sering memberikan obat secara paksa kepada anak, padahal tindakan tersebut akan membuat anak trauma saat pemberian obat berikutnya. Cara paling efektif yang dapat digunakan oleh orang tua adalah memberi penjelasan kepada anak dengan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak terkait fungsi mengkonsumsi obat.

(70)

tidak perlu mengkonsumsi antibiotik. Sedangkan Kemenkes RI (2011) menyatakan bahwa masyarakat akan berhenti mengkonsumsi obat ketika mereka sudah sembuh, sehingga tenaga kesehatan harus memberikan informasi yang jelas terkait penggunaan antibiotik.

Antibiotik tidak boleh sembarangan dikonsumsi karena dapat membuat antibiotik bekerja tidak maksimal. Orang tua menganggap bahwa antibiotik tidak boleh di konsumsi bersamaan bersama dengan susu, teh atau alkohol. Hal ini sejalan dengan penelitian Weathermon dalam Ambada (2013) pada sebagian antibiotik, susu dapat menganggu penyerapannya. Susu dan sebagian antibiotik dapat mengakibatkan terbentuknya khelatasi sehingga dapat menurunkan kadar dan efektifitas antibiotik dalam tubuh. Selain itu alkohol juga dapat berinteraksi dengan antibiotik dengan mengganggu absorbsi dan metabolisme di gastrointestinal.

(71)

antibiotik dalam membunuh bakteri. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian yang menujukan bahwa orang tua menganggap antibiotik tidak boleh dikonsumsi bersama dengan teh.

4. Persepsi orang tua terhadap dampak penggunaan antibiotik pada balita

(72)

5. Faktor yang mempengaruhi persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik pada balita

Persepsi seseorang dapat dipengaruhi oleh banyak faktor salah satunya adalah pengetahuan dimana pengetahuan sendiri dapat dipengaruhi oleh sumber informasi. Sumber informasi dapat diperoleh dari suatu media yaitu media cetak, media elektronik atau langsung dari petugas kesehatan (Waidi, 2006; Notoatmodjo, 2010). Hasil penelitian menunjukan persepsi orang tua dipengaruhi oleh sumber informasi yang mereka peroleh langsung dari petugas kesehatan yaitu dokter. Hal ini didukung oleh penelitian Pinasti (2007) menujukan bahwa sumber informasi yang berkaitan langsung dengan seorang individu dapat merubah persepsi yang negatif menjadi persepsi yang positif.

(73)
(74)

57

A. Kesimpulan

1. Persepsi orang tua terhadap antibiotik

Orang tua menganggap bahwa antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mengobati penyakit akibat bakteri. Jenis-jenis antibiotik menurut tanggapan orang tua adalah amoxicillin, ciprofloxasin, kortimaxzol, oxitetraciclina. Antibiotik tersedia dalam bentuk cair maupun tablet, antibiotik yang diberikan pada balita biasanya dalam bentuk cair. Orang tua juga menganggap bahwa antibiotik juga memiliki efek samping yaitu alergi, mual ataupun muntah.

2. Persepsi orang tua terhadap penggunaan antibiotik pada balita

Orang tua menganggap bahwa antibiotik harus dikonsumsi ses

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka konsep penelitian............................................
Tabel 2.1. Jenis-jenis antibiotik
Tabel 3.1. Jalannya penelitian
Tabel 4.1. Karakteristik informan
+7

Referensi

Dokumen terkait

1) Religius, adalah sikap dan prilaku patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan

Hasil penelitian dari (Desi Permata Sari, dkk.2019; Sari Wiyati, Endang, Anita.2019; Pipit Annisa Fitria dan Edy Supriyono.2019; Esti Rizqiana Asfa I dan Wahyu

Tujuan penelitian ini adalah menguji perbedaan rata-rata Trading Volume Activity (TVA) antara periode sebelum dan sesudah bencana banjir yang terjadi pada tanggal 1 Pebruari

bahwa sikap wirausaha manajer dan partisipasi anggota secara simultan berpengaruh secara signifikan terhadap implementasi strategi pemasaran dengan besar pengaruh

Hasil uji t untuk variabel kepercayaan atas sistem informasi akuntansi menunjukkan tingkat signifikansi sebesar 0.000 yang lebih kecil dari α = 0.05, maka dapat disimpulkan

Berdasarkan hasil analisis data, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan metode pembelajaran drill dengan modifikasi bola dapat meningkatkan hasil belajar passing

Konstruktivisme sebagai paradigma pembelajaran pada tataran aksiomatiknya telah melahirkan pendekatan konstruktivistik dalam kegiatan pembelajaran, termasuk pembelajaran

Bunun yanın sıra lise ve dengi okul mezunu, ilköğretim mezunu ve okur-yazar olmayan annelerin çocuklarının ise kardeşlerinin kitaplarına ilgi göstererek bir