ANALISIS KEBUTUHAN KONSUMEN TERHADAP
MUTU PRODUK DAN LAYANAN
RESTORAN CEPAT SAJI
(Studi Kasus pada Restoraa PRONTO)OLEH : RUDI NURISMANTO
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
RUDI MJRISMANTO. Analisis Kebutuhan Konsumen Terhadap Mutu
Produk dan Layanan Restoran Cepat Saji (Studi Kasus pada Restoran PRONTO).
Dibimbing oleh DARWIN KADARISMAN dan EMMA S . WIRAKUSUMAH.
Keberhasilan perusahaan sangat ditentukan oleh konsumen, sehingga perusahaan dituntut untuk fokus pada konsumen (customer oriented) dengan memenuhi kebutuhan konsumen. Konsumen menuntut produk clan layanan yang bermutu tinggi dengan harga yang sesuai. Mutu produk dan layanan restoran mencakup makanan dan minuman, suasana, pelayanan, reputasi, dan harga. Sebagai evaluasi produk dan Layanan yang diterirna konsumen, perusahaan memerlukan informasi langsung dari konsumen yang memberikan gambaran sejauh mana mutu produk dan layanan memenuhi kebutuhan konsumen.
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menjajaki sejauh mana kebutuhan konsumen akan mutu produk
dan
layanan telah terpenuhi rnelalui hasil evaluasi penerimaan konsumen. Tujuan khusus penelitian adalah : (1). Mendapatkan garnbaran profil konsumen, frekuensi, dan motivasi kunjungan ke restoran. (2). Menganalisis kebutuhan konsumen akan mutu produk dan layanan melahi evaluasi penerimaan konsumen (3). Mendapatkan model matematis pengaruh atribut mutu produk dan layanan terhadap kebutuhan konsumen.Peneilitian ini merupakan case study pada Restoran cepat saji PRONTO, di tiga outlemya yaitu Mall Taman Anggrek, Pondok Indah, dart Kelapa Gading. Metode yang digunakan adalah survai dan teknik pengambilan sarnpel secara purposive samplinglacidental sampling. Data primer diperoleh dengan bantuan kuesioner Data sekunder berasal dari laporan dan catatan perusahaan. Analisis data menggunakan statistik deskriptif dengan uji Chi-square, uji t, uji validitas dan reliabilitas, dan analisis regresi berganda.
Profil konsumen PRONTO yang dominan adalah karyawan swasta (33.9 %) dan pelajarlmahasiswa (20.34 %), umur antara 20
-
29 tahun (27.12 O h ) , tingkat pendapatan Rp 1000.000 hingga 2000.000 (27.12 %), tingkat pendidikan sarjanafsederajat (37.29 %). Konsumen memiliki kebiasaan makan di luar rumah dengan frekuensi lebih dari satu kali &lam seminggu (27.97 O h ) . Kunjungan kePRONTO sebagan besar baru yang pertama kali (38.1 %). Sebagian besar kunjungan dimotivasi oleh kebebasan memilih jenis dan jumlah m a s a k a (61.02 %), dengan pilihan terhadap jenis masakan berdasarkan citarasa (58.47 %).
Atribut mutu produk yang telah memenuhi kebutuhan konsumen adalah keragaman menu dan harga. Kondisi penyajian, penampalcan masakan, dan jumlah masakan masih belum memenuhi. Citarasa masakan roasted chi&ken, soup, salad and fruits sudah memenuhi kebutuhan konsumen. Atribut mutu layman yang telah
memenuhi kebutuhan konsumen adalah kecepatan layan-. kern- kernpanan,
Model matematis regresi linier berganda menunjukkan adanya hubungan yang erat antara kebutuhan konsumen dengan atribut mutu produk clan layanan dengan koefisien korelasi (R) sebesar 0.886; 0.997; 0.906; dan 0.814. Dari koefrsien determinasi ( R ~ ) yang diperoleh (78.6 %, 99.4%, 82.1%. 66.2%) menunjukkan bahwa model matematis sesuai digunakan untuk memprediksi pengaruh atribut mutu terhadap kebutuhan konsumen. Model matematis yang diperoleh yaitu (1) untuk mutu produk Y = 8.502 + 0.642X1 + I . 11 1x2
+
1.261Xs + 1.919X + 1.364X5 + 7.882%. Artinya bahwa semua atribut mutu produk memberikan pengaruh yang hampir sama terhadap kebutuhan konsumen secara bersamaan, dengan citarasa makanan (&) yang terbesar, dan keragaman menu (XI) yang terkecii. (2) untuk citarasa Y = 3.416 + 1.047X1+ 1.013X2 + 0.974X3 + 1.144&+ 1.029Xs + 0.872% + 1.134X7 + 0.846Xs+
1 .036X9+ 1 .070Xlo + 0.937Xl1. Artinya semua jenis masakan secara bersama-sama memberikan pengaruh terhadap kebutuhan konsumen akan citarasa masakan, ckngan nilai citarasa Pizza ( X ) yang tedxsar dan nasi goreng (X7) yang terkecil. (3) untukmutu layanan yang berkaitan dengan aspek SDM Y = 10.486+1.258Xl
+
0.672X2+1.748X3 + I . 170& +1.799X5 +1.499X5. Artinya bahwa oleh semua atribut mernpengaruhi kebutuhan konsumen akan mutu layanan, dengan perhatian (Xs), rnemberikan pengaruh terbesar dan keramahan (X2) memberikan pengaruh terkecil terhadap kebutuhan konsumen. (4) untuk aspek fasilitas fisik adalah :
Y
= 9.067 +ANALISIS MEBUTUHAN KONSUMEN TERHADAP
MUTU PRODUK DAN LAYANAN
RESTORAN CEPAT
SAJI
(Studi Kasus pada Restoran PRONTO)
RUDI NURISMANTO
Tesis
sebagai satah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Ilmu Pangan
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANPAN BOGOR
Judul Tesis : Analisis Kebutuhan Konsumen Terhadap Mutu Produk dan Layanan Restoran Cepat Saji
(Stndi Kasus pada Restoran PRONTO) Nama : Rudi Nurisrnanto
NRP
: 97157Program Studi : Ilmu Pangan
Menyetujui, I. Komisi Pembimbing
v
Ir. H. D m n Kadarisrnan. MS Ketua
D& Emma S. Wirakusurnah. M.Sc. Anggota
Mengetahui,
- - 2. Ketua Program Siudi I h u Pangan
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Purwokerto pada tanggal 5 September 1961 sebagai an&
terakhir dari enam bersaujara
dari
pasangan Kumeri Siswosudarmo dengan Suprapti. Setelah lulus dari SMA Negeri I Purwokerto pa& tahun 1980, penulis melanjutkan pendidikan sarjana pada Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya Malang, luluspada tahun 1988. Pada tahun 1997, penulis melanjutkan pendidikan ke Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan Program Studi Ilmu Pangan, lulus tahun 200 1 .
Penulis beke j a sebagai staf pengajar pa& Universitas Pembangunan Nasional
"Veteran" Jawa Timur, Fakultas Teknolog Industri, J m s a n Teknologi Pangan, sejak
Alhamdulilah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah Yang Maha
Pengasih Iagi Maha Penyayang atas karuniaNya sehingga tesis dapat diselesaikan
penulis. Tesis dengan judul "Analisis Kebutuhan Konsumen terhadap Mutu Produk
clan Layanan Restoran Cepat Saji" ini merupakan kajian dari hasil s w a i terhadap konsumen restoran PRONTO mengenai responnya terhadap mutu produk dan
layanan yang telah diberikan pihak rnanajemen restoran.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Ir. H. Darwin Kadarisman,
MS dan Ibu Dra. Emma S Wirakusurnah, M.Sc selaku komisi pembimbing. Terima kasih dan penghargaan penulis disampaikan kepada Bapak Argon Ahimsa selaku
Direktur Utama PT Gastronorni Jasa Interbuana, Manager Personalia, Ibu Dian dan
Manager Operas~onal, Ibu Dina, serta para koordinator outlet restoran Pronto.
Ucapan terima kaih juga disampaikan untuk i b y isteri dan selunih keluarga atas doa dan kasih sayangnya.
DAFTAR
IS1
Halaman ...
[image:133.546.70.460.64.535.2]DAFTAR T B E L ... 111
...
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
PENDAHULUAN
Latarbelakang
.
... 1 .Tujuan Penellban ... 2 Kerangka Pemikiran ... 2 TINJAUAN PUSTAKA
.
.Restoran Cepat Sap ... 6 Kebutuhan Konsumen akan Mutu Produk dan Layanan ... 12 Sistem Produksi ... 18
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi PeneIitian ... 27 . .
Waktu Penellaan ... 27 Pendekatan Penelitin ... 28 Teknik Pengumpulan Data ... 30
Validitas dan Reliabilitas ... 32 .
.
A n a l ~ s ~ s Data ... 33
GAMBARAN UMUh4 PERUSAHAAN
Struktur Organisasi ... 36 Produk Restoran ... 37
...
Layanan Restoran 39
Sistem Produksi ... 40
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Uj i Validitas dan Reliabilitas ... 4 8 ...
Profil Konsumen 48
...
Kebutuhan Konsumen akan Mutu Produk 5 8
Kebutuhan Konsumen akan Mutu Layanan ... 6 5
Pengaruh Mum Produk terhadap Kebutuhan Konsumen ... 75 Pengaruh Mutu Layanan terhadap Kebutuhan Konsumen ... 77 KESIMPULAN DAN SARAN
...
Kesimpulan 81
Saran ... 8 2
DAFTAR TABEL
1
.
Pertumbuhan waralaba di Indonesia ...2 . Beberapa Nama Restoran fast food Asing cian Lokal dlIndonesia
...
3 . Deskripsi Sebaran Umur Konsurnen ...
4 . Diskripsi Sebaran Jenis Peke jaan ...
5 . Diskripsi Tingkat Pendidikan ...
6 . Tingkat Pendapatan dan Tingkat Pengeluaran Konsumen ...
7 . Frekuensi Konsumen Makan di Luar Rumah dan di Pronto ...
8 . Motivasi Kunjungan Konsurnen ke Restoran Pronto ...
9 . Alasan Pemilihan Menu Masakan ...
10 . Peniiaian Konsumen terhadap Keragaman Menu ...
1 1
.
Penilaian Konsumen terhadap KondisiMasakan ...12
.
Penilaian Konsumen terhadap Penampakan Masakan ...13 . Penilaian Konsumen terhadap Jumlah Masakan ... 14 . Penilaian Konsumen terhadap Citarasa Masakan ...
15 . Penilaian Konsumen terhadap Harga ... 16 . Penilaian Konsumen terhadap KecepatanPelayanan ...
17
.
Penilaian Konsurnen terhadap Keramahan Karyawm ...18 . Penilaian Konsumen terhadap Kesopanan Karyawan ...
19 . Penilaian Konsumen terhadap PenampilanKaryawan ... 20 . Penilaian Konsumen terhadap PerhatianKaryawan ...
21 . Penilaian Konsumen terhadap KenyamananTempat . . . , ...
22
.
Penilaian Konsumen terhadap Meja Penyajian ... ... 23.
Penilaian Konsumen terhadap Desain InteriorDAFTAR GAMBAR
Halaman 1 . Kerangka pemikiran penelitian.
. . . .
. . ..
.. .
..
. .. . .
. . .. . .
. . .. . .
. . .. .
. . .. .
. . . 4DAFTAR
LAMPLRAN
Halaman
2. Hasil uji validitas dan reabilitas kuesioner..
. . .. .. .
. ... ..
. ... .
. ...
.
... ..
...
3. Rekapitulasi hasil uji Chi-square dan nilai korelasi
Spearman pada tiga ouflef..
.
..
. . .. .
. . ..
. . .. . . .
. . .. . .
.. . . .
.. .
..
.. .
...
. . .4. Hasil uji t.antara profil konsumen d m fkekuensi kunjungan
makan di luar rumah dan di Pronto ... ..
.. .
.. .
..
.
... .
..
.. . ...
. ....
.
.. . ... . .
..
5a. Analisis regresi kebutuhan konsumen terhadap mutu produk.. . .. .
.. . .
5b. Analisis regresi kebutuhan konsumen terhadap mutu citarasa produk..
.
5c. Analisis regresi kebutuhan konsumen terhadap aspekSDM mutu layanan.. . .
.
.. .
. . .. ... .
...
. ... .
. .. . ... . .
. .. ... ..
. . ... .
. ..
..
.. . .
5d. Analisis regresi kebutuhan koasumen terhadap aspek
PENDAHULUAN
Latar belakang
Industri jasa boga di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat
khususnya dalam bentuk restoran yang umumnya dioperasikan secara sistem
waralaba. Restoran fast food atau restoran keluarga sangat mudah dan banyak
diternukan di pusat perbelanjaan, kawasan bisnis dan perkantoran, atau daerah wisata.
Perkembangan ini menyebabkan tingginya tingkat persaingan bagi semua bisnis
restoran
Dalam lingkungan yang kompetitif, restoran hams rnampu menciptakan
loyalitas konsumen dengan memberikan kepuasan kepada konsumen melalui
pengembangan mutu produk clan layanap. Mutu produk dan layanan ditentukan oleh konsumen sebagai pengguna akhir, tak ada yang lebih berkualifikasi melebihi
konsumen dalarn membuat keputusan disukai atau tidaknya suatu produk (Juran,
1995). Oleh karena itu keberhasilan perusahaan sangat ditentukan oleh konsumen,
dan dituntut untuk fokus dan memberikan kepuasan (customer oriented) dengan
memenuhi kebutuhan konsurnen.
Mempelajari dan memahami apa yang diinginkan dan dibutuhan konsumen
(what customer need and whar customer wants) merupakan hal yang tidak mudah.
Konsumen selalu menuntut produk dan layanan yang berkualitas tinggi dengan harga
yang sesuai, bersifat sangat subyebif dan individual, senantiasa berubah dengan
mutu produk dan layanannya (qualiry improvement) secara berkelanjutan agar dapat menyesuaikan dengan perubahan kebutuhan konsumen.
Mutu produk dart layanan restoran mernpunyai proporsi yang seimbang dan
mencakup : ( I ) makanan dan minuman, (2) suasana, (3) pelayanan, (4) reputasi, dan
(5) harga (Soekresno, 2000). Dalarn menyesuaikan mutu dengan kebutuhan
konsumen diperlukan informasi langsung dari konsumen (feedback) sebagai evaluasi produk dan layanan yang diterima konsumen. Informasi yang diperoleh memberikan
gambaran sejauh mana mutu produk dan layanan memenuhi kebutuhan konsumen.
Tujuan Penelitian
Secara urnum penelitian ini bertujuan untuk menjajaki sejauh mana kebutuhan
konsumen akan mutu produli'dan layanan telah terpenuhi. Tujuan khusus penelitian
adalah : (1 ). Mendapatkan gambaran tentang profil konsumen, fiekuensi dan motivasi
kunjungan ke restoran sebagai industri waralaba jasa boga. (2). Menganalisis kebutuhan konsumen akan rnutu prod& dan layanan berdasarkan evaIuasi tingkat
penerimaan konsumen (3). Mendapatkan model matematis untuk memperkirakan pengamh nilai atribut mutu produk dan layanan terhadap kebutuhan konsumen.
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran penelitian (Gambar2) didasarkan pada kornpleksitasnya
persaingan. Setiap perusahaan hams selalu berusaha meningkatkan mutunya agar kepuasan pelanggan terpenuhi. Hal ini dapat terwujud bila mutu yang ingin dipenuhi
memperhatikan sudut pandang konsumen (Tjiptono dan Diana, 1997), karena mutu
adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan konsumen
(Gasperz, 1997).
Kebutuhan konsumen terhadap industri jasa boga restoran pa& dasarnya
berkaitan dengan tiga ha1 pokok yaitu : (1). Physical product (makanadrni~luman, penampilan karyawan, desain interior, dan furniture), (2). Psychological product mencakup sensual benefit (cuci mata, suasana nyaman), sense of side (kebersihan, kerapian dan kesopanan karyawan), dan sense oflistening (musik), dan ( 3 ) . Customer service product (kecepatan, reservasi, kemudahan transaksi) (Sugiarto, 1999).
Karakteristik rnutu yang berhubungan dengan mutu produk pada restoran
dengan sistem b@et adalah keragaman menu, kondisi penyajian, jumlah makanan yang disajikan (Palacio and Theis, 1997). Karakteristik mutu layanan rnencakup
dimensi : (1) tangibles yaitu yang berkaitan dengan penampakan fasilitas fisik, perlengkapan, peralatan, dan personil yang dirniliki perusahaan, (2) reliability yaitu berkaitan dengan kemampuan perusahaan dalam melakukan pelayanan yang
dijanjikan secara tepat waktu, &pat dipercaya, dan akurat, (3) responsiveness, berkaitan dengan kemauan dan kemampuan karyawan menolong konsumen, (4)
assurance, berkaitan dengan keahlian, pengetahuan, dan ketrampilan karyawan, serta
Jumlah Restoran Fmtfaod yang besar
I
Persaingan yang ketat
-
+
Orientasi konsumen
1
Mutu
r---
+
Kebutuhan konsumen
I
Produk :
Trattoria Italicsna
Keragaman menu Jumlah masakan Kondisi masakan PenampiIan masakan Citarasa
Harga
Lay anan :
Buflet & ANyou can ear
Keramahan, Kebersihan
Kesopanan, Kenyamanan
Perhatian, Interior
Kecepatan, Luas ruangan
Penampitan, Meja prasmanan
Layanan Pembayaran Pencahayaan
Kebijakan 1
p e ~ S a h a a n
1
Penggalian
id dgagasan Umpan balik
[image:140.546.61.432.53.488.2]Pengembangan produk
kemudahan dalam kontak atau komunikasi, pemahaman dan upaya mengetahui
konsumen ( Z e i t h a d , Pasuraman, and Berry, 1990).
Konsumen merupakan penilai teraktur dari mutu produk dan layanan,
sehingga untuk menyesuaikan dengan kebutuhan konsumen diperlukan informasi dari
konsumen yang merupakan tanggapan atau feedback mengenai mutu produk dan
layanan sebagai hasil evaluasi penerirnaan konsumen akan produk dan layman yang
ditawarkan. Evaluasi konsumen rnerupakan indikator pemenuhan kebutuhan akan mutu produk dan layanan yang kemudian &pat d i m a n sebagai dasar keputusan
TINJAUAN PUSTAKA
Restoran Cepat Saji
Perkembangan bisnis yang dioperasikan secara waralaba (franchise) di
Indonesia saat ini mengalami perkernbangan yang sangat pesat. Tingkat pertumbuhan
bisnis waralaba iokal dalam tiga tahun terakhir (1996
-
1999) meningkat hi~lgga 12,5O h , sedang untuk waralaba asing mengalami penunmn sebesar 10 % (Tabel 1). Pertumbuhan ini disebabkan tuntutan pasar dan kesadaran pengusaha untuk
memanfaatkan waralaba sebagai metode yang menguntungkan dalam
mengembangkan usahanya (Ruslina, 2000; Lamb, Hair and Daniel, 1994), karena
tingkat kegagalan yang rendah (Syahrnuharnis, 1994) yaitu 30 % dibanding non
waralaba (Karamoy, 1998).
1 I I I I 1
WaralabaAsing
f
61
1191
1141
731
691
-
10,5 % Tabel 1. Pertumbuhan waralaba di Indonesia,
Sumber : AK & Partners yang dikutip Ruslina (2000).
Jerus usaha waralaba h i n m tahun 1999, dari 48 waralaba yang ada, jenis
usaha restoran menempati urntan tertinggi yaitu sebesar 25 %, diikuti oleh retail Vood dan non food) sebesar 22.9 %, traininglkonsultanflcomputer sebesar 14.8 %, percet&an/foto/fumiture &n produk masing-masing sebesar 8.3 %, binatuljasa
perbaikan dan salon rambutlkecantikan masing-masing sebesar 6.2 %, dan Tahun Waralaba Lokal 1999 48 1991 21 Pertumbuhan rata-rata (1996
-
1999) [image:142.546.86.467.315.390.2]kebugaranhiburan serta sewa k e n d a r d r e a l estate masing-masing sebesar 4.1 %
(Ruslina, 2000).
Menurut Kararnoy (1998), terdapat dua jenis u-a tipe fiamhise, yaitu pertama : Product and Trade Name Franchising ( P T N F ) yaitu pemberian merk dagang kepada pihak lain dan franchisor bertindak sebagai produsen/pemasok, dan kedua : Business Format Franchise ( B F F ) , dimana pewaralaba memperoleh merk dagang sistem, prosedur, teknologi operasi, bantuan teknis dan manajemen selama
kontrak.
Bisnis waralaba pada dasarnya merupakan bentuk simbiose mutualisme bisnis
dimana franchisor memberikan lisensi bisnis kepada franchisee untuk menjuaI prodddjasa milihya pada lokasi tertentu (Siegel, 1983), atau untuk mengynakan merek dagang, produk, atau cara dan metoda tertentu dalam proses produksi (Sapuan, 1998). Selain itu, waralaba merupakan suatu konsep bisnis yang menyeluruh, sebuah
proses permulaan clan pelatihan aspek pengelolaztn bisnis sesuai konsep franchisor dan proses bantuan dan bimbingan yang terus menerus (Mendelsohn, 1997). Jadi
hubungan antara pemilik waralaba dengan pewaralaba merupakan hubungan yang
berkelanjutan (Lamb, er al, 1994), bersifat jangka panjang (Syahmuharnis, 1994). Sistem waralaba merupakan alternatif yang menjembatani kesenjangan
berusaha antara pemilik modal kuat dengan pemilik modal kecil (Anonim, 1992),
atau cara yang tepat untuk membangun kelas pengusaha kecil clan menengah yang
tangguh dan mendorong terciptanya keterkaitan usaha dengan sektor ekonomi kuat.
Keuntungan sistem waralaba bagi pemilik waralaba (franchisor) adalah
memperoleh jaringan yang lebih luas (Syahmuhamis, 1994), memasuki atau
menghentikan usahanya secara cepat dengan risiko yang lebih kecil, biaya investasi
tidak besar, ke q a dan biaya impor kecil, memasuki pasar yang sudah siap (Paliwoda,
19931,
Pewaralaba Vi.anchisee) rnerniliki keuntungan untuk tidak perlu membangun
citra dan kontrol manajemen, karena sudah terbentuk (Syahrnuharnis, 1994), struktur
bisnis yang fleksibel, tanggung jawab finansial bersama, aturan yang bebas, ide yang
sudah dicoba dan temji, ekonornis dalam distribusi, motivasi (Paliwoda, 1993),
teknologi yang tersedia, peralatan dan manajemen yang siap pakai, jaminan mutu produk dan merek yang telah dikenal, akses pasar dan keseragaman sistem sehingga
. -
tidak hams mulai dari no1 (Karamoy, 1998), training dan bantuan sebelurn dan pada saat restoran dibuka, mendapatkan metode operasi bisnis, penggunaan nama yang
telah terkenai dan keuntungan dari pemasangan iklan oleh pemilik waralaba (Smith, 1991).
Keuntungan waralaba bagi konsumen adalah produk yang standar, harga yang
pasti, teknologi baru yang cepat, manajer yang temotivasiilnterested. Sedang bagi
negara yang bersangkutan, keuntungan diperoleh dari adanya transfer teknologi,
penciptakan tenaga ke j a dan peluang bisnis, serta royalti (Paliwoda, 1993).
Bisnis waralaba umurnnya menesapkan keseragaman di &lam fmnchisenya,
franchisor menawarkan produkflayanan standar dan tidak boleh diubah oleh
Wirakusurnah (1996), keunggulan resep yang standard akan rasa clan penampilan makanan. disain interior dan pencahayaan yang sama antara outlet yang satu dengan yang lain juga merupakan snlah satu alasan yang mendorong bisnis waralaba
berkembang dengan pesat.
Kesepakatan mewajibkan pewaralaba menggunakan prosedur operasi standar
(standard operating procedures) yang dikembangkan pemilik waralaba dan menawarkan menu yang disetujui pemilik waralaba. Pewaralaba juga diharuskan
membeli bahan yang dipasok oleh waralaba untuk semua bahan digunakan dalam
restorannya (Smith, 199 1 ).
Saat ini franchise yang banyak berkembang adalah waralaba format bisnis, dan bisnis jasa boga (Mc D, KFC, dll) menggunakan sistem ini (Syahmuharnis,
1994). Industri jasa boga waralaba yang banyak berkembang di Indonesia adalah
bentuk indusri pangan khususnya restoran. Menurut Wirakusumah (1996), restoran
waralaba menjadi begitu disukai konsumen adalah karena mampu menjawab
tantangan trend makanan masa kini dengan memenuhi kebutuhan akan pangan yang
sehat dan higienis. Penyajian makanan dilakukan dengan cepat dengan menu yang
sederhana, sehingga dianggap cooolc dan sesuai memenuhi kebutuhan masyarakat
kalangan kelas menengah yang sib&. Selain itu Lingkungan usaha rurnah makannya
juga bersih, ditata sedemikian rupa sesuai dengan trend minat konsumen.
Restoran merupakan industri pngan yang bergerak dalarn pengolahan dan penyajian makanan siap santap (Fardiaz, 1994), menempati sebagian atau seluruh
bangunan permanen yang dilengkapi peralatan dan perlengkapan proses pembuatan,
Restoran diorganisasi secara komersial untuk menyelenggarakan pelayanan dengsn
baik kepada semua tamunya baik berupa makan maupun rninum (Marsum, 1994). Perkembangan industri jasa boga menjadi sangat cepat berkembang karena didasari beberapa faktor, yaitu : (1) potensi pasar yang besar
d m
selalu bertambah,(2) peralatan rnakanat~, sistem, kontrol serta perlengkapan fisik lain yang telah
berkembang, (3) meningkatnya traveling, waktu luang, serta berbagai alasan keadaan untuk makan di luar, (4) harga makanan yang menjadi lebih tinggi memberikam
kesernpatan yang baik untuk mendapalkan banyak uang (Matsum, 1999). (5) perubahan status wanita yang mempengaruhi angkatan kerja, (6) meningkatnya
single-person home hold.^ dan potensi untuk makan diluar rumah, (7) perhatian
rnasyarakat terhadap kesehatan dan kesejahteraan (Palacio and Theis, 1997).
Klasifikasi restoran berdasarkan pengelolaan dan sistern penyajian dibagi
menjadi tiga yaitu : (1). Restoran formal, yaitu restoran yang dikelola secara
komersial dan profesional dengan pelayanan yang ekskiusif. (2). Restoran informal,
seperti halnya restoran formal hanya iebih rnengutarnakan kecepatan pelayanan dan
umurnnya dengan harga yang lebih murah, (3). Specialties restaurant, yaitu restoran yang menyediakan makanan dengan sistem penyajian yang khas dari suatu negara tertentu (Soekresno, 2000).
Restoran sering diklasifikasikan menurut tingkat layanan yang diberikan
kepada konsumen. Menurut The National Restaurant Association, restoran terbagi
menjadi : ( I ) menu lengkap dengan meja layanan, (2) menu terbatas dengan meja layanan, (3) menu terbatas tanpa meja layanan, clan (4) layanan kafetaria (Smith,
Istilah
fasr
jbod menurut Corinthian Infofarma Corpora (1993) diartikansebagai : (1) makanan yang disajikan dengan cepa, memiliki standar mu* pelayanan
dan harga tertenty (2) dljual pada outlet-outlet tertentu dengan ruangan bersantap di
tempat, baik selfservlce maupun dengan pesanan, (3) makanan yang serba cepat dan
unik serta sudah terkenal, (4) dioperasikan dengan skala usaha tertentu dan dapat
diproduksi secara masal. Satu istilah yang sering digunakan sebagai pengganti istilah
fast food adalah cepat saji, namun keduanya mengacu pada menu yang terbatas,
sudah dimasak, kadang sudah dikemas sebelum disajikan, waiters/waitresses diganti
dengan counter servrce dalarn melayani konsumen (Smith, 199 1).
Restoran yang berkembang di Indonesia berasal dari mancanegara (Cina, Italia, Jepang, Thailan, Korea, dan Arnerika) (Tabei 2) dan merupakan pesaing
industri jasa boga iokal. Tingginya tingkat persaingan menuntut industri restoran
untuk tidak hanya memberikan mutu produk pada tingkat harga yang sesuai tetapi
[image:147.541.53.465.372.511.2]juga memberikan mutu layanan berdasarkan pa& kebutuhan konsumen.
Tabel 2. Lanjutan.
Sumber : Sapuan (1998),
*
SWA (2000).Kebutuhan Konsumen akan Mutu Produk dan Layanan
Konsumen adalah pembeli dalam jurnlah kecil untuk penggunaan pribadi dan mempakan sumber daya beli yang menopang industri (Juran, 1995), yang berkunjung
ditempat usaha kita atau yang kita datangi untuk membeli produk kita (Soekresno,
2000). Dengan kata lain bahwa lionsumen merupakan orang yang tidak tergantung pada kita tetapi kita tergantung pada mereka, sehingga amat penting untuk dipuaskan.
Konsumen akan menuntut perusahaan untuk rnemenuhi standar mutu tertentu
(Gasperz, 1997). Disisi lain konsumen merupakan sekelompok orang yang memiliki
suatu selera, kebiasaan, nilai-nilai budaya tertentu (Anonim, 1991).
Setiap orang yang melakukan pembelian memiliki harapan tertentu yang akan
[image:148.550.83.471.66.267.2]yang dipilih memenuhi atau melebihi b-rapannya (Engel, Blackwell, dan Mniard, 1994). Kepuasan konsumen pada dasarnya merupakan keadaan dimana kebutuhan, keinginan, dan harapan dapat terpenuhi melalui produk yang dikonsumsi (Gasperz,
1997; Juran, 1995). Kebutuhan merupakan perbedaan yang disadari antara keadaan
ideal dart keadaan faktual yang
akan
menirnbulkan dorongan dan penyaluran ke suatu tujuan tertentu (Engel et al, 1994). Kebutuhan yang tidak terpuaskan mendorong manusia untuk mengendalikannya. Dorongan merupakan rangsangan kuat melakukantindakan untuk rnenurunkan kebutuhan, bersifat internal yang merupakan alasan
dibalik pola perilaku tertentu. Pembelian produk merupakan hasii dari dorongan
untuk kepuasan beberapa kebutuhan ( McCarthy and Perreault, 1990).
Kebutuhan yang cukup kuat untuk mendesak seseorang untuk mencari
pemenuhan dan kepuasan disebut sebagai rnotivasi (Kotler, 1994). Setiap orang
dimotivasi oleh kebutuhan dan keinginan, yang merupakan tekanan dasar yang
mendorong manusia melakukan sesuatu. Motivasi dalam memenuhi kebutuhan yang
berkaitan dengan industri jasa boga atau pangan, dapat berupa : (1) kebutuhan
biologis/fisik (biogenic need), (2) kebutuhan psikogenik @sychogenic need) dan
kebutuhan sosial (sosiogenic need) (Minor, 1983; Solomon, 1992).
Motivasi yang mendorong seseorang rnelakukan kunjungan rnakan di luar
rumah yaitu kebutuhan akan : kenyamanan (pelmconglpekeja/pelajar), variasi (kebutuhan perubahan), status (business iunchlmenjamu teman), budaya ( p e r n i k a h d
ulang tahun), dorongan (promosi, lapar), keperluan tertentu (pasiednarapidanal
Produsen yang ingin memuaskan konswnen hams berusaha memahami apa
kemauan dan kebutuhan konsumen (what customer need and what customer wants) (Anonim, 1991), sedangkan kebutuhan dan keinginan manusia selalu berubah dan
tidak ada batasnya. Usaha jasa pelayanan makanan dan minuman dapat berkembang
apabila produk yang dihasilkan rnampu memberi kepuasan atas keinginan yang
diharapkan konsumen dan memberikan keuntungan materi kepada manajemen sesuai
dengan yang diharapkan (Soekresno, 2000).
Kebutuhan konsumen terhadap industri jasa boga tidak hanya pada produk,
akan tetapi mencakup pula harga diri, menghargai orang lain, kelangsungan pola
kebiasaan (Juran, 1995), cepat saji, cepat santap, dan harga te jangkau (Hadad, 1997). Konsumen remaja membutuhkan restoran cepat saji untuk memenuhi keinginan untuk
bergaya modem bagi remaja, prestise, kebanggaan dan simbol status sosial. Sedang
bagi konsumen anak-anak, mainanlhadiah yang diperolehnya lebih disukai
dibandingkan makanannya sendiri (Sapuan, 1998). Banyak konsumen yang
rnengunjungi restoran bukan untuk kenyang, tetapi untuk menunjukkan bahwa
mereka sudah menjadi bagian gaya hidup modem (Jatiman, 1997).
Melalui penggunaan produk, konsumen mengetahui persis mengenai mutu
produk, tidak ada yang lebih berkualifikasi melebihi konsumen &lam membuat
keputusan disukai atau tidak disukai terhadap suatu produk (Juran, 1995). Salah satu kelemahan industri jasa boga adalah tidak sepenuhnya memahami kebutuhan
pelayanan yang memuaskan, dan jika konsumen tidak merasakanya, maka akan kehilangan konsumen.
Definisi mengenai mutu sangat beragam dan tidak ada yang pasti atau
seragam. Menurut Waller (1996), mutu adalah tingkat atau standar dari produknayanan yang paling sesuai dengan kebutuhan dan harapan konsurnen. Mutu tidak berarti produk hams yang terbaik atau termahal, namun secara umum mutu dapat dikarakteristikan sebagai tingkat kepuasan konsumen akan produk.
Beberapa restoran mengembangkan sistem yang digunakan sebagai upaya
memenuhi kebutuhan dan kepuasan konsumen, seperti Mc Donalds menggunakan
sistem QSCV : Quality food product, quick andfiiendly Service, Clean restaurant,
and Value (fdvarez (1994). Sedangkan KFC mengembangkan sistem yang bertujuan
" Delivering I O I % customer satisfication" dalarn arti mengejakan apa yang
diharapkan konsumen ditambah sedikit, yaitu Q S C (Quality, Service, and Cleanliness
) dan OFR (Operation Facilities Review )( Plichta , 1994).
Kebutuhan dan harapan konsumen merupakan ha1 yang unik pada setiap operasi sehingga interpretasi terhadap mutu operasi tertentu menjadi unik pula
(Wdler, 1996 ). Persepsi yang mendasari kebutuhan yang dirasakan konsumen dapat
berkaitan atau dapat pula tidak berkaitan dengan produk, sperti yang dikemukaan
Juran (1995), bahwa pada industri f i s t food yang tumbuh dengan pesat diakibatkan
oleh cepatnya pelayanan dibanding persepsi orang tehadap mutu makanan yang
Mutu Produk
Industri jasa boga menyajikan dua aspek utama yaitu aspek produk dan
layanan yang keduanya mempunyai proporsi yang seimbang. Produk merupakan
sesuatu yang ditawarkan ke pasar untuk diperhatikan, dimiliki, dipakai, atau dikonsurnsi sehingga dapat memenuhi kebutuhan atau keinginan konsumen (Kotler,
1994). Produk merupakan penilaian akhir oleh konsumen dalam arti keuntungan yang
diperoleh akibat kewajiban yang dibebankan. Keuntungan dan kewajiban dalam ha1
ini berupa fisik, ekonomi, waktu, clan performa layanan konsumen (Kolarik, 1999). Produk mencakup dua hal, yaitu produk tangible dan intangible. Produk tangible yaitu produk yang secara fisik disebut barang, dapat dirasakan dengan sentuhan, diiihat, dibaui, dan seterusnya. Produk intangible adalah sesuatu yang perlu dilakukan untuk konsumen, misal layanan pesta ulang tahun atau ruang pertemuan, dimana denganya dikenakan beberapa harga (Smith, 199 1).
Terdapat tiga tingkatan produk yaitu (1) inti produk yang merupakan inti atau
manfaat produk tersebut, (2) wujud produk yaitu kemasan, corak, gaya, dan mutu, (3)
produk yang disernpumakan yang terdiri dari instalasi, pelayanan puma jual, jaminan
dan pengiriman serta kredit (Kotler, 1994). Dengan kata lain produk mencakup aspek
tangible yang dibeli konsumen ditarnbah layanan (pengiriman, instalasi, dst), jarninan, kernasan, brosur, dan yang lainya yang dibayar konsumen.
Produk jasa boga mencakup seluruh bagian menu, sesuai dengan jenis pilihan layanan (kafetaria, mesin penjual, katering),
dim
atribut lain yang diinginkan (termasuk "doggze bag", layanan pemesanan, tempat parkir,
dan
lainya yang secara normal restoran menyediakan tanpa tambahan biaya. (Smith, 1991).Produk jasa boga yang dapat memuaskan konsumen adalah (1) makanan dan
minuman yang berkualitas (keragaman pilihan, bentuk, warna, rasa, aroma yang lezat dan menarik, bersih, sehat, komposisi gizi yang seimbang), (2) suasana indah, sejuk,
bersih, dan menyenangkan (3) pelayanan profesional penuh keramah tarnahan dan
memiliki ciri pelayanan yang khas (4) memiliki reputasi yang baik akan makanan, nama baik restoran, sumber daya manusia, (5) harga yang pantas (Soekresno, 2000).
Sedang atribut makanan dan minuman itu sendiri mencakup pilihan, mutu, jumlah
porsi, konsistensi, range, performance (kompetensi/kesesuaian penyajian), penyajian, dan harga (Waller, 1996).
Menurut Gasperz (1997), keinginan konsurnen terhadap produk mencakup
dimensi waktu Cfaster), dimensi harga (cheaper), dan dimensi mutu (better). Dimensi mutu produk berkaitan dengan karaktersitik mutu prod& pangan beserta atribut yang
dimilikinya. Karakteristik mutu produk pangan diklasifikasikan menjadi dua yaitu
karakteristik fi sik dan karakteristik tersembunyi. Karakteristik fisik berkaitan dengan
sensoly quairty mencakup : apperreance, kinesthetic, flavour ( kombinasi sensasi
aroma dan rasa). Karaktristik mutu tersembunyi merupakan karakteristik yang tidak
dapat dilihat atau dirasakan dan pengukuranya melalui prosedur standar kimia atau
mikrobiologi seperti kandungan nutrisi atau keamanan mikrobiologi (ITC, 1991).
Mutu Layansn
Pelayanan adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
pemuasannya hanya dapat dirasakan oleh orang yarlg melayanan dan yang dilayani.
(Sugiarto, 2000).
Terdapat beberapa jenis pelayanan atau gaya penyajian dari operasi jasa boga
yang berbeda-beda, namun semuanya bertujuan sama yaitu memberikan kepuasan
konsumen dengan menyajikan makanan yang bermutu, suhu yang tepat untuk
meningkatkan selera dan keamanan mikrobial, dan penyajian yang menarik. Terdapat
empat jenis pelayanan yaitu : self-service (cafetaria, b e e t , vending- machine, dl), fray-sevice, waiter-waitress service, dan portable meal (Palacio and Theis, 1997). Menu buflet merupakan hidangan secara prasmanan, dirnana tamu mengambil sendiri makanan di meja prasmanan dengin bebas (Marsum, 1999).
Mutu layanan mencakup tangibles (fasilitas fisik, peralatan, personalia, dan alat komunikasi), reliability (kemampuan kineja untuk melayani secara a k w t ) , responsiveness (kernauan untuk rnembantu konsumen dan memberikan pertolongan), assurance (keahlian dan pengetahuan karyawan, kemampuan untuk memberikan kepercayaan dan keyakinan), dan emphaq (perhatian dan pemahaman terhadap konsumen) (Zeithaml er
at,
1990).Sistem Produksi
Sistem produksi jasa boga sangat tergantung pada perhatian personal terhadap
kebutuhan konsumen. Sistem produksi merupakan kumpulan yang terpadu dari orang
dan proses yang secara bersama-sama (tidak bekerja sendiri secara terpisah)
Industri pangan dituntut untuk dapat memuaskan kebutuhan konsumen
melalui kemampuannya dalam menerapkan sistem jaminan mutu dan jaminan
keamanan pangan. Untuk dapat memproduksi pangan yang bermutu baik dan aman
diperlukan adanya jaminan mutu dengan menerapkan sistem GMP (Good
Manufacturing Practise) dan HACCP (Hazzard Analysis and Critical Control Point)
(Bambang, 1998).
GMP (Good Manufacturing Practise)
GMP merupakan standar pabrikasi untuk keamanan dan kebersihan serta
kesehatan pangan. Peraturan mencakup semua aspek pengolahan pangan termasuk
pelatihan karyawan, rancangan dan konstruksi fasilitas, pemeliharaan, sanitasi,
operasi, prosedur pengujian, dan pemeliharaan pencatatan. Secara prinsip lagi adalah
rnenyesuaikan toieransi untuk kontarninasi (Stauffer, 1988)
GMP diterapkan di seluruh mata rantai produksi makanan mulai dari
pengadaan bahan mentah hingga makanan siap untuk dikonsumsi. GMP menjelaskan
persyaratan minimal dan sangat umum tentang sanitasi pabrik (Bambang, 1998),
menekankan pada kebersihan dan kesehatan, dan keamanan daxi pengolahan produk. Langkah kritis &lam operasi pengolahan ditujukan pada detil khusus termasuk
Aspek-aspek penting dalam GMP yang berkaitan dengan sanitasi menurut
Bambang (1998), mencakup : (1). Persyaratan lokasi dan bangunan, (2). Peralatan
produksi, (3). Sarana dan pengolahan sanitasi, (4). Kigiene karyawan, (5). Pengadaan
bahan baku, (6). Pengendalian proses, (7). Mutu produk akhir, (8). Penyimpanan, (9). Transportasi.
Lokasi rumah makan atau restoran terletak pada lokasi yang terhindar dari
pencemaran (debu, asap, serangga, dan tikus) dan tidak berdekatan dengan sumber
pencemaran (tempat pembuangan sampah, WC umum, dan pengolahan limbah)
(Soekresno, 2000), dan hams ada pengendalian pencemamn, hama, d m penyakit hewan dan tanarnan untuk meningkatkan keamanan makanan (Bambang, 1998).
Bangunan dirancang d m dibangun sesuai perturan perundang-undangan yang
berlaku. Pembagian ruang dapur, gudang, ruang makan, toilet, ruang karyawan, dan
ruang admirllstrasi yang masing-masing dibatasi dinding dan saling berhubungan, ditata sesuai fungsinya. Konstruksi lantai dan dinding dibuat dari bahan kedap air
rata, tidak licin, dan mudah dibersihkan, tiap sudut tidak mati, dinding tidak rangkap
(Soekresno, 2000). Bangunan hams dtrancang dan dibangun sedemikian rupa untuk
menjarnin hat-ha1 sebagai berikut : (a) mencegah kon+&nasi, (b) memudahkan
pemeliharaan, pembersihan, dan disinfeksi, serta mengurangi kontaminasi dari udara,
(c) permukaan dan bahan khususnya yang mengalami kontak langsung dengan
makanan bersifat tidak beracun, kuat clan tahan lama, serta mudah dipelihara
dan
dibersihkan, (d) bila diperlukan tersedia fasilitas yang sesuai untuk mengendaliakn
suhy kelembaban, dan pengendalian lainnya, (e) terdapat perlindungan yang efektif
Ventilasi hams cukup menjamin peredaran udara dengan baik dan dapat
menghilangkan uap, gas, asap, b a y dan debu (Soekresno, 2000). Ventilasi udara
diatur sedemikian mpa dan diberi kawat kasa untuk menghindari kontarninai udara,
menghindari masuknya hama, mengontrol suhu udara, dan mengontrol bau yang
dapat mempengarufii citarasa makanan (Bambang, 1998).
Peralatan produksi didesain dan dikonstruksi untuk menjamin : (a) mudah
dibersihkan, didisinfeksi dan dipelihara untuk mencegah kontaminasi maknanan, dan
(b) tahan lama, mudah dipindah atau dilepas sehingga memudahkan pemeliharaan,
pembersihan, didisinfeksi, pemanhuan, dan pemeriksaan terhadap hama. Peralatan
untuk memasak, memanaskan, mendinginkan, menyimpan, atau membekukan
makanan harus didesain sehingga suhu yang diinginkan tercapai, mudah dipantau,
.-
dan dikendalikan suhunya (Bambang, 1998).
Sarana pengolahan dan sanitasi, yaitu sumber air bersih harus cukup dan
dilengkapi dengan fasilitas penyimpanadpenarnpungan dan distribusi untuk
menjamin keamanan. Air yang mengalami kontak langsung dengan makanan hams memenuhi persyaratan standar air minurn. Sumber dan saluran air untuk keperluan
lainnya terpisah dari sumber dan saluran air untuk pengolahan. Pabrik harus
difengkapi dengan sistem pembuangan clan penanganan air
dan
limbah yang didisain dan dibangun sedemikian rupa sehingga tidak mencemari makanan atau sumber airbersih (Bambang, 1998).
Fasilitas dan prosedur yang tepat harus dilakukan untuk menjamin bahwa tingkat higienis karyawan dijaga dan dipertahankan dengan baik. Fasilitas higiene
pencemaran makanan (Bambang, 1998). Karyawan yang bekeja hams sehat dan
tidak menderita atau menjadi sumber penyebatan penyakit berdasarkan keterangan
dokter, dan setiap karyawan diperiksa kesehatannya secara berkala minimal dua kaIi
setahun (Soekresno, 2000). Beberapa ptogen yang dapat ditimbulkan oIeh pengolah
makanan yang terinfeksi oleh hepatitis A, norwalk dan norwalk-like viruses. Salrnonela typhi. spesies Shigella, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus pyogenes (Palacio and Theis, 1997).
Bahan baku yang benar-benar bebas dari kontaminasi sangat sulit didapatkan clan kemunglunan membawa beberapa organisme patogen. Praktek sanitasi diawali dari penerimaan bahan baku ini. Kebersihan t e m p t untuk bahan baku memungkinkan
mencegah kontaminasi dari luar dan kemasan. Aktivitas penerimaan mencakup
pemeriksaan, sortasi, membuang yang rusak, dekomposisi, bahan yang terinfeksi
.
hama, pembahan produk akibat transportasi, desinfeksi wadah (Guthrie, 1989).Selama pengolahan, penyimpanan, dan transportasi perlu diperhatikan hal-ha1
sebagai berikut : (1) bahan makanan harus ditempatkan terpisah dari bahan-bahan
berbahaya untuk menghindari kontaminasi oleh hama, bahan fisik, kimia, dan mikroba yang membahayakan kesehatan, (2) bahan yang tidak terpakai
harus
dibuangdengan cara yang higienis dan (3) perhatian harus diberikan mtuk mencegah tejadinya kerusakan atau kebusukan makanan, termasuk pengendalian lainnya
(Bambang 1998).
Pengendalian proses bertujuan untuk mernproduksi makanan yang aman dm
bermutu, yaitu dengan cara menetapkan persyaratan (bahan mentah, komposisi,
memproduksi rnakanan, medisain, menerapkan, memantau, dan memeriksa kembali
sistem pengendalian proses yang efektif. Industri rnakanan hams dapat
mengendalikan bahaya yang mungkin timbul pada makanan melalui penerapan
HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point) (Bambang, 1998).
Produk akhir industri rnakanan harus memenuhi spesifikasi mutu atau
persyaratan yang diterapkan berdasarkan mutu mikrobiologi, kimia, dan fisik. Bila dimunglunkan spesifikasi produk diuji melalui analisis laboratorim. Spesifikasi
produk dicantumkan pada label (Bambang, 1998).
H A C C P (Hazard Analysis Critical Control Points)
Keamanan pangan dan tingkat penerimaan pangan dipengaruhi oleh
kontaminasi bahan mentah, ketidakcukupan pengendalian suhu (rime-temperature abuse) selama pengolahan clan penyimpanan, ketidakcukupan pendinginan pa& refrigerator dalam 2
-
4 jam, penanganan yang tidak mernadai setelah pengolahan, kontaminasi silang (antar produk, antara bahan mentah dan pengolahan pangan),kebersihan peralatan yang tidak memadai, bahan mentah tidak terpisah dengan
produk yang telah dimasak, dan kesehatan serta praktek sanitasi karyawan yang kurang baik (Marriott,I994).
Teknik penanganan pangan yang sesuai hams diterapkan untuk rnenghasilkan pangan yang aman dengan mencegah perturnbuhan rnikroba dan kontaminasi silang.
HACCP m e ~ p a k a n sistem keamanan pangan yang terbaik untuk operasi jasa boga
saat ini (Palacio and Theis, 1997). Sistem HACCP mempunyai tiga pendekatan
pangan (food safety), yaitu aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat
menyebabkan timbulnya penyakit atau kematian, yang umumnya berkaitan dengan
rnasalah biologi, kimia, dan fisik, jb). Kesehatan dan kebersihan (wholesomeness)
merupakan karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan kontaminasi
produk atau fasilitas sanitasi dan higene, (c). Kecurangan ekonomi (economic fraud),
yaitu tindakan ilegal atau penyelewengan yang rnemgikan pembeli, meliputi
pemalsuan bahan baku, penggunaan bahan tambahn yang berlebihan, berat yang tidak
sesuai dengan label, overglazing dan jurnlah yang kurang dalam kemasan (Barnbang,
1998).
Keuntungan utarna HACCP adalah penekanannya pa& pencegahan bahaya pangan pada s e l d tahapan pengolahan secara kontinyu (Palaciao, 1997). WACCP
mempakan suaiu sistem yang mengidentifikasi kemungkinan tejadinya bahaya
(hazard) tertentu dan tindakan pencegahamya untuk dapat mengendalikan agar
menjamin keamanan pangan. Sistem jaminan mutu yang didasarkan pada kesadaran
atau perhatian bahwa bahaya dapat timbul pada berbagai titik atau tahapan proses
produksi yang pengendaliannya dapat dilakukan dengan mengendalikan bahaya-
bahaya tersebut (Bambang, 1998).
Konsep HACCP dibagi kedalam d~lit bagian : ( I ) analisis hazard, potensi yang dapat menimbulkan penyakit kepada konsurnen (2) menentukan titik kendali kritis
(CCP), operasi atau langkah yang mencegah atau pengukuran pengendalian yang
akan mengeliminasi, mencegah, atau minimalisasi hazard yang dapat te j a d i pada
&lam proses, rnaka terbuka peluang untuk melakukan tindakan yang dibutuhkan
untuk pencegahan bahaya yang &pat terjadi (Mortimore and Wallace, 1994). Dengan
menggunakan sistem HACCP, pengendalian dipindahkan dari pengujian akhir pada
produk akhir saja (pengujian untuk kegagalan) ke desain dan produksi makanan
(yaitu pengujian atas kesesuaian). Namun masih diperlukan pula adanya pegujian
produk akhir untuk maksud-maksud verifikasi (Bambang, 1998).
Menurut NAMCF (1992) &lam Pierson dan Corlett (1992), 7 prinsip &sar
yang merupakan pendekatan sistematis terhadap keamanan pangan dari HACCP,
adalah (1) mengidentifikasi bahaya ( d a m dari tahap-tahap proses yang dapat
menimbulkan bahaya dan menyiapkan tindakan pencegahannya), (2) menetapkan titik
kendali kritis, (3) menstapkan batas kritis terhadap tindakan pencegahan Titik Kendali Kritis, (4) menetapkan kontrol terhadap titik kendali kritis, (5) menetapkan
tindakan koreksi bila ditemukan penyimpangan, (6) menyususn penyimpanan data
dan sistem HACCP tersebut, dan (7) verifrkasi sistem HACCP.
Penerapan HACCP umumnya dilakukan pada tahap pendahuluan guna
menunjang validitas HACCP yang dihasilkan. Fardiaz (1996) menyebutkan tahap
tahap tersebut berupa (1) menyusun tim HACCP, (2) membuat keterangan mengenai produk makanan dan cara distribusinya, (3) identifikasi mengenai cara penggunaan dan konsurnennya (menyusun diagram alir mengenai proses), dan (5) verifikasi
diagram alir.
HACCP harus diterapkan pada kombinasi prosedproduk tertentu, dan
memerlukan komitmen penuh dari manajemen senior dan staf teknis untuk
penerapannya. Keefektifan HACCP dapat dicapai dengan menggunakan tirn
multidisiplin. Tim sebaiknya beranggotakan berbagai bidang ilmu yang relevan (mikrobiologi, kimia, produksi, jaminan mutu, teknologi makanan dan kerekayasaan
makanan) (Bambang, 1998).
Kunci utarna HACCP adalah : (1). HACCP menyakan sistem jaminan mutu yang mendasarkan pada kesadaran atau perhatian bahaya akan dapat timbul pada
berbagai titik atau tahapan proses produksi yang pengendaliannya dapat diiakukan
dengan rnengendalikan bahaya-bahaya tersebut, (2). HACCP adalah antisipasi bahaya
dengan rnenentukan titik pengendalian dengan mengutamakan tindakan pencegahan
daripada mengandalkan pengujian akhir produk, (3). HACCP dapat diterapkan pada
rantai produksi pangan rnulai dari produsen bahan baku (pertanian), penangan, pengolahan, hingga sarnpai pada pengguna terakhir, (4). Dalam menerapkan HACCP membutuhkan tanggungjawab penuh clan keterlibatan manajemen serta tenaga ke j a dan membutuhkan pula pendekatan tim (Bambang, 1998).
Masalah yang sering rnuncul khuswnya pada operasi jasa boga adalah
hambatan dalam mengimplementasikan EIACCP secara efektif adalah : (1) kurangnya
sumber daya mencakup waktu dan personel, (2) operasi jasa boga yang kornplek, (3) perputaran personel yang tinggi, (4) beban dan kebutuhan prosedur dokumentasi
Lokasi Penelitian
Penelitian dlaksanakan pada restoran PRONTO yang memilib tiga outlet. yaitu Pronto Taman Anggrek Mall di Jakarta Barat, Pronto Pondok Indah Mall di Jakarta Selatan, dan Pronto Kelapa Gading Mall di Jakarta Utara. Ketiga restoran
tersebut berada pada "Malln yang merupakan pusat perbelanjaan, perkantoran, dan
rekreasi yang sudah berkembang di Jakarta sebagai kota metropolitan.
Pertimbangan pemilihan lokasi didasarkan pada asumsi bahwa lokasi tersebut
memiliki keragaman profil konsumen dan konsumen yang sangat potensial. Banyaknya restoran clan food court yang membuka usahannya di lokasi tersebut
mengindikasikan tingkat persain&m yang tinggi. Konsumen merniliki kebebasan
mernilih restoran yang &pat memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan.
Kondisi tersebut sesual digunakan untuk mengkaji mutu produk dan layanan yang
ditawarkan terutama &lam memberikan kepuasan kepada konsumen.
Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Agustus hingga Nopember 2000 dan
pengambilan data dilakukan mulai dari saat restoran buka, yaitu pukul 10.00 hingga
21.00 UrIB, setiap hari k e j a kecuali hari Sabtu dan Mnggu. Hal ini sesuai
kebijaksanaan perusahaim untuk tidak mengurangi kenyamman konsumen,
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kasus (case study), dengan kasus yang diteliti adalah industri jasa boga waralaba yaitu Restoran "Pronto". Pendekatan penelitian dilakukan dengan metode survai, dengan teknik pengambilan sarnpel secara
purposive sampling atau acidental sampling yaitu konsumen yang kebetulan rnakan direstoran tersebut sebagai responden secara acak.
Survai pendahuluan dilakukan untuk memperoleh informasi dan meng- identifikasi kebutuhan dan keinginan konsumen terhadap mutu dan layanan, sebagai bahan dasar penyusunan kuesioner. Daftar pertanyaan dijabarkan dalam bentuk
pertanyaan tertutup untuk menghindari terlalu lamanya waktu pengisian sehingga diharapkan tidak mengganggu kenyamanan responden dan untuk memudahkan
responden dalam mengisi. Disediakan pula pertanyaan terbuka unNc mengkaji
keluhan yang munglun dirasakan oleh konsumen.
Dalam mengkaji karakteristik responden maka kuesioner dilengkapi dengan pertanyaan mengenai urnur, jenis pekejaan, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan
dan pengeluaran, frekuensi melakukan kunjungan makan & luar nimah, serta
frekuensi kunjungan ke Pronto. Kuesioner juga dilengkapi dengan pertanyaan
mengenai alasan atau pertimbangan konsumen dalarn melakukan kunjungan untuk rnengetahui motivasi sebagai kebutuhan dasar konsumen dalarn melakukan
kunjungan ke restoran Pronto.
Atribut mutu yang diamati meliputi kesesuaian mutu produk dan mutu layanan melalui penilaian terhadap atribut mutu dan layanan. Untuk kesesuaian mutu
keragaman menu, citarasa masakan, penampilan masakan, meja saji, kondisi masakan, jumlah masakan yang disajikam Sedang untuk atribut mutu layanan berdasarkan Ziethad et al (1990) yang disesuaikan, mencakup kecepatan layanan, keramahan, kesopanan, perhatian, penampilan, kenyamamq desain interior, kecepatan pembayaran, pencahayaan ruangan, kebersihan, dan keleluasaan ruangan. Langkah-langkah penelitian yang dilakukan dapat dilihat pula Gambar 2.
Mulai
a
Survai PendahuluanI
Penyusunan KuesionerUji validasi kuesioner
Analisis Data
h
Penyusunan Laporan
[image:165.546.152.450.199.511.2]I
Teknik pengumpulan data
Data yang diperlukan adalah data primer dan sekunder. Pengumpulan data
primer dilakukan melalui penyebaran kuesioner (Lampiran 8) langsung kepada
responden yang makan di restoran tersebut. Kusioner diberikan pada saat konsumen
memasuki restoran untuk d i s i pa& saat atau setelah selesai mengkonsumsi makanan
dan kemudian diserahkanfdikumpullian pada saat selesai kunjuugan. Kuesioner berisi
daftar pertanyaan mengenai profil konsumen, atribut mutu produk dan layanan.
Pengumpulan data sekunder berupa catatan dan laporan perusahaan mencakup
company profile, serta wawancara dengan beberapa karyawan yang berkaitan.
Untuk mengetahui penilaian konsumen terhadap produk dan layanan restoran maka kuesioner disusun berdasarkan parameter mengenai atribut mutu dan layanan.
Kuesioner disusun dalam bentuk pertanyaan tertutup dan pada masing-masing atribut
diberi pembobotan berdasarkan skala Likert (Likert-type scale) dengan lima kategori
untuk masing-masing ambut mutu produk dan layanan, yaitu :
(a) Pada atribut keragarnadvariasi menu, yaitu : tidak beragam, kurang beragam, biasa, beragam, dan sangat beragam.
(b) Pada atribut jumlah masakar,, yaitu : sangat sedikit, sedikit, biasa, banyak, dan sangat ban yak.
( c ) Pada atribut kondisi masakan, yaitu : sangat dingin, dingin, netral, panas, dan
sangat panas.