• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sifat Fisik, Kimia dan Mikrobiologi Daging "Sie Reuboh" yang Disimpan Secara Vakum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sifat Fisik, Kimia dan Mikrobiologi Daging "Sie Reuboh" yang Disimpan Secara Vakum"

Copied!
182
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)
(83)
(84)
(85)
(86)
(87)
(88)
(89)
(90)
(91)
(92)
(93)
(94)
(95)
(96)
(97)

SIFAT FISIK, KIMIA DAN MIKROBIOLOGI

DAGING 'SIE REUBOH" YANG DISIMPAN

SECARA VAKUM

Oleh

:

CUT

IDA

FITRI

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(98)

SIFAT

FISIK,

KIMIA DAN MIKROBIOLOGI

DAGING

"SIE REUBOH" YANG DISIMPAN

SECARA VAKUM

Oleh

:

CUT AIDA FITRI

Tesis

sebagai salah

satu

syarat untuk memperoleh

gelar

Magister

Sains

pada

Program

Studi Ilmu Ternak

PROGRAM

PASCASARJANA

INStTTUT PERTANIAN

BOGOR

(99)

Cut Aida Fitri. Sifat Fisik, Kimia dan Mikrobiologi Daging "Sie Reuboh" yang Disimpan secara Vakum. Dibimbing oleh Eddie Gurnadi dan Tantan Wiradarya.

Pebelitian ini dila ksana kan di Laboratorium Produksi Tema k Potong Ruminansia Besar, Laboratorium llmu Produksi Ternak Perah Fakultas Petemakan, Laboratorium Bakteriologi Fakuttas Kedokteran Hewan, Laboratorium Nutrisi lkan Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan, dan Laboratorium Kimia Pangan Pusat Antar Universitas lnstitut Pertanian Bogor.

Penelitian bertujuan untuk mengetahui jumlah pemakaian kadar asam cuka, efek pengemasan vakum terhadap perubahan fisik, kimia dan mikrobiologis, daya tahannya serta interaksi dari kadar asam cuka dan lama penyimpanan terhadap kualitas daging "Sie Reuboh" yang disimpan secara vakum. Materi yang digunakan daiam penelitian ini adalah daging sapi jantan berumur 3

-

3,5 tahun, bagian loin, sebanyak 12000 gram. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola faktorial (6x4) dengan 3 ulangan. Faktor perlakuan yaitu pemberian kadar asam cuka (faktor A) dengan kadar 50 g, 60 g, 70 g, 80 g, 90 g dan 100 g; dan waktu simpan (faktor B) dengan waktu 0,7,14 dan 21 hari.
(100)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis saya yang be judul :

SIFAT FISIK, KIMIA DAN MIKROBIOLOGI DAGING

'SIE REUBOH" YANG DISIMPAN SECARA VAKUM

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum

pernah dipublikasikan. Semua sumber data dan informasi yang digunakan

telah dinyatakan secara jelas dan .dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, 12 April 2002

Cut Aida Fitri

(101)

Judul Tesis : Sifat Fisik, Kimia dan Mikrobiologi Daging "Sie Reuboh" yang Disimpan Secara Vakum

Nama : Cut Aida Fitri NRP : 97076

Program Studi : I l m u Ternak

Menyetujui,

1.

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. H. R. Eddie Gurnadi Dr. Ir. H. Tantan R. Wiradawa, MSc

Ketua Anggota

Mengeta hui,

2.

Ketua Program Studi I l m u Terna tur Program Pascasarjana

Jk

-

*

--"

--

.

S f

Prof. ~ r . Adi Sudono, M.Sc.

\

-

@r%

=

.

1//svafrida

*

Manuwoto, M.Sc.

-

/

,

0

5

AUG 21002
(102)

Penulis dilahirkan di Kota Kuala Simpang Aceh Timur pada tanggal 12 Januari 1967 dari pasangan Drs. Teuku Meurah Bachrum (Almarhum) dan Hj. Cut Suria. Penulis merupakan anak keempat dari enam bersaudara.

Sekolah Menengah Atas di selesaikan di SMA Negeri 1 Langsa pada tahun 1986. Pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas Syiah Kuala sebagai Mahasiswa melalui jalur PMDK (Penelusuran Minat dan Bakat).Pendidikan strata 1 diselesaikan pada tahun 1992 sebagai Sarjana Peternakan.

(103)
(104)

PRAKATA

Bismillahirrahnanirrahim

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat karuniaNya, kesehatan dan kekuatan kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian untuk penulisan karya ilmiah dalam bentuk tesis dengan judul "Sifat Fisik, Kimia dan Mikrobiologi Daging "Sie Reuboh" yang Disimpan Secara Vakurn".

Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak, terutama dosen pembimbing niscaya tesis ini tidak akan selesai dalam bentuk seperti sekarang ini. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada Bapak Prof. Dr. H. R. Eddie Gurnadi sebagai pembimbing utama dan Bapak Dr. Ir. Tantan R. Wiradarya, M.Sc sebagai pembimbing kedua, yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis sejak penelitian berlangsung hingga terwujudnya tulisan ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada Pengelola Bantuan Pendidikan Pascasarjana (BPPS) yang telah menjadi sponsor penulis dalam menyelesaikan pendidikan S2, Ketua Program Studi llmu Ternak, Kepala dan Staf Laboratorium Produksi Ternak Ruminansia Besar, Laboratorium Produksi Ternak Perah Fakultas Peternakan, Laboratorium Bakteriologi Fakultas Kedokteran Hewan dan Laboratorium Nutrisi lkan Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Kelautan IPB serta Laboratorium Kimia Pangan Pusat Antar Universitas IPB yang telah memberikan fasilitas dan kemudahan-kemudahan kepada penulis dalam melaksanakan penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis aturkan kepada Pimpinan Universitas Syiah Kuala dan Dekan Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala yang telah memberi izin untuk melanjutkan jenjang pendidikan S2.

(105)

yang tak terhingga kehadapan kehadapan yang Mulia Ayahanda Teuku Meurah Bachrum (Alm), lbunda Hj. Cut Suria, Ayahanda Teuku Bustamam, Teuku Meurah Lizam, lbunda Hj. Kamaliah, atas dukungan doa dan semangat yang tiada putus-putl~snya serta pengorbanan materi yang tidak sedikit, kakak-kakak dan adik-adik tersayang : Ir. Cut Rita Meutia, Ir. Cut lntan Yulia, dr. Cut Meurah Yenni, Cut Ana Lita Putri, Teuku Meurah Ramadhan, Adinda Susi Ariani, Zulfitri, Ananda Dion, Aulia, Tasya, Alfi, Fathia, Ariq, lsraq dan Qatrun yang ikut berdoa untuk mami.

Juga kepada saudara dan teman-teman terdekat Om. Teuku Meurah Chalik, Cek Aji, Nyakwa Lucky, Om Teuku Hamid Meraxa, Cut Yanti, Lukman, Cut Intan, Agus Sabti, Adek, Titi, Dek Wan, Arie, Eddy, Etje, Leni, Sabariah, Adawiah dan Bu Henny juga teman-teman dikost Novia II dan Villa Kebun Raya serta teman-teman lainnya yang telah ikut membantu dalam penelitian maupun penyelesaian tulisan ini.

Penulis mohon maaf atas segala kekurangan dan menyadari bahwa karya kecil ini masih jauh dari sempurna dan memerlukan penelitian dan pengkajian yang lebih mendalam. Semoga karya ini bermanfaat, untuk itu segala kritik dan saran yang membangunsangat diharapkan, kepada Allah SWT jualah kita berserah diri.

Amin Ya Rabbal'Alamin

i3ogor, Maret 2002

(106)

DAFTAR IS1

Halaman

...

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR

...

xi

...

DAFTAR LAMPIRAN xii

PENDAHULUAN

...

1

...

Latar Belakang I

Tujuan Penelitian ... 4 Manfaat Penelitian

...

4 Hipotesis ... 4

...

TINJAUAN PUSTAKA 5

Daging ... 5 Kualitas Daging ... 8 Penyimpanan dan Pengawetan ... 13 Proses Pembuatan Sie Reuboh ... 15

...

1

.

Asam Asetat (Cuka) 16

2 . Pemberian Garam ... 19 ...

3 . Pemberian Lemak 22

4 . Pemberian RempahIBumbu ... 23 Pengemasan Vakum ... 28

MATERI DAN METODE

...

30 Waktu dan Tempat penelitian

...

30

...

Materi Penelitian 30

...

Metodologi Penelitian 32

Pembutan Sampel

...

33

...

Peubah Penelitian 34

...

HASlL DAN PEMBAHASAN 40

PH Daging ... 40 Keempukan Daging

...

44

...

Jumlah Total Bakteri 45

...

Uji Organoleptik 48

KESIMPULAN DAN SARAN ... 55 ...

(107)

DAFTAR TABEL

Te ks Halaman

Penurunan pH Setelah Pemotongan pada Daging sebagai indikator Kualitas Daging ... 12

Analisis Nira Segar Beberapa Tanaman ... 17

Rataan Nilai pH Daging "Sie Reuboh" ... 40

Rataan Nilai Keempukan Daging "Sie Reuboh" ... 44

Rataan Jumlah Total Bakteri "Sie Reuboh" ... 45

Rataan Uji Organoleptik untuk Keempukan "Sie Reuboh" ... 48

7

.

Rataan Uji Organoleptik untuk Aroma "Sie Reuboh" ... 49

8 . Rataan Uji Organoleptik untuk Warna "Sie Reuboh"

...

51
(108)

DAFTAR GAMBAR

No. Te ks Halaman

1. Kurva Penurunan pH Daging Setelah Hewan Dipotong

...

... 13

2.

Diagram Proses Pembuatan "Sie Reuboh"

...

...

...

... ...

... ...

...

. .

.

37

3. Diagram Pengukuran pH "Sie Reuboh" ...

... ... ...

...

... ... ... . . . . 38

4. Diagram Pengukuran Keempukan "Sie Reuboh"

... ...

...

...

38

5. Diagram Perhitungan Total Mikroba ...

...

... ... ...

...

...

...

...

...

... ... ... .. 39

6. Tingkat Pemberian Asam Cuka terhadap Derajat Keasaman.. . .

. . .

. 41

Pengaruh Lama Penyimpanan terhadap Nilai pH. .. ... ... ...

..

. .. . .

. .

Hasil lnteraksi Tingkat Pemberian Asam Asetat dan Lamanya Penyimpanan terhadap Nilai pH "Sie Reuboh" ...

...

... ... ... ... ...

..

Hasil lnteraksi Tingkat Pemberian Asam Asetat dan Lamanya Penyimpanan terhadap Keempukan "Sie Reuboh"

... ...

.

..

. . . ... . . .

..

. .

Hasil lnteraksi Tingkat Pemberian Asam Asetat dan Lamanya Penyimpanan terhadap Total MikrobanSie Reuboh". . .

.

. . . .

. .

. .

. . .

Hasil Organoleptik Level Pemberian Asam Asetat dan Lamanya Penyimpanan terhadap Keempukan "Sie Reuboh".

. .

. . .

.

. . .

.

.

.

.

.

.

. .

.

Hasil lnteraksi Tingkat Pemberian Asam Asetat dan Lamanya Penyimpanan terhadap AromanSie Reuboh"

... . .

.

. . .

.

. . .

.

. .

Hasil lnteraksi Tingkat Pemberian Asam Asetat dan Lamanya

Penyimpanan terhadap WarnanSie Reuboh".

. . . .. . .

.

.

.

.. . .

.

.

.

.

.

. .

. . . ..

Hasil lnteraksi Tingkat Pemberian Asam Asetat dan Lamanya Penyimpanan terhadap Rasa "Sie Reuboh"

... ... ... ... ... ... .. .

...

. . . . ..

...
(109)

DAFTAR LAMPIRAN

No Te ks Halaman

1

.

Nilai pH "Sie Reuboh" ... 61 2 . Keempukan "Sie Reuboh" ... 62 3 . Total Mikroba "Sie Reuboh" ... 63 4 . Skala Hedonik untuk Uji Organoleptik ... 64 5 . Format Uji Skala Hedonik Keempukan Daging "Sie Reuboh" . . ... 65

6

.

Format Skala Hedonik Aroma Daging "Sie Reuboh" ... 66 7

.

Format Skala Hedonik Warna Daging "Sie Reuboh" ... 67 8

.

Format Uji Skala Hedonik Rasa Asam Daging "Sie Reuboh" ... 68 9 . Format Uji Skala Hdonik Penampakan Daging "Sie Reuboh" ... 69 10.Analisis Ragam pH "Sie Reuboh" ... 70 11 . Analisis Ragam Keempukan "Sie Reuboh" ... 70

12.Analisis Ragam Total Mikroba "Sie Reuboh" ... 70 ...

13.Analisis Ragam Organoleptik Keempukan "Sie Reuboh" 71

...

l4.Analisis Ragam Organoleptik Aroma "Sie Reuboh" 71

...

15

.

Analisis Ragam Organoleptik Warna "Sie Reuboh" 71

...

16.Analisis Ragam Organoleptik Rasa Asam "Sie Reuboh" 72

...

(110)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daging sebagai salah satu bahan makanan yang mempunyai nilai gizi

tinggi karena kandungan asam-asam amino essensialnya. Oleh karena itu

setiap langkah perlakuan yang dilakukan pasca sembelih perlu mendapat

pengawasan yang baik guna menekan laju kerusakan zat-zat makanan yang

dikandungnya. Adanya zat-zat makanan yang lengkap menyebabkan daging

mudah mengalami perubahan-perubahan karena sangat baik sebagai media

untuk pertumbuhan mikrobia. Untuk itu perlu adanya penanganan yang baik

sehingga zat-zat essensialnya tidak terurai dan proses pembusukan daging

dapat diharnbat.

Dalam usaha mempertahankan nilai gizi dari daging maka perlu

dipelajari cara-cara pengolahan daging yang baik sebagai bahan makanan,

sehingga pemanfaatannya dapat lebih lama dan lebih luas jangkauan

pemasarannya. Berbagai cara proses pengolahan dan pengawetan daging

telah lama dilakukan, baik dengan cara tradisional maupun cara modern.

Sehingga produk daging yang dihasilkan dapat tahan lebih lama disimpan

tanpa mengalami perubahan kualitas dan tetap mempunyai cita rasa yang

spesifik, dapat menghancurkan setiap mikroba pathogen, memberi warna

yang baik dan meningkatkan aromanya. Cara-cara pengawetan daging yang

dikenal yaitu: pemanasan, perebusan, pengeringan, pengasapan,

(111)

dapat mempertahankan kualitas dan memperpanjang rnasa sirnpan produk

daging.

Masyarakat Aceh telah lama mengenal suatu cara pengolahan daging

untuk dikonsumsi yang disebut dengan "Sie Reuboh". Sie Reuboh adalah

suatu macam masakan daging khas Aceh yang proses pembuatannya

dapat digolongkan kedalam cara pengawetan daging. Sie Reuboh

biasanya dibuat dalam jumlah yang besar ( 5

-

10 kg daging sapi ),

terutama pada hari-hari besar Islam, seperti bulan suci Ramadhan, Hari Raya

ldul Fithri maupun ldul Adha. Proses pembuatan Sie Reuboh adalah

pemasakan daging setelah sebelumya ditambahkan bahan-bahan seperti

asam cuka, lemak, garam dan rempah-rempah pada potongan-potongan

daging dan dipanaskan sampai daging ernpuk. Produk ini dapat langsung

.

dikonsumsi, tetapi dapat juga disimpan untuk kemudian diolah menjadi jenis

masakan lain. Sie Reuboh dapat bertahan dan masih baik dikonsumsi sampai

satu bulan bahkan lebih, apabila dilakukan pemanasan secara berkala. Jadi

setiap akan dikonsumsi daging dipanaskan terlebih dahulu sarnpai lemak-

lemak mencair dan kernudian di arnbil sejumlah tertentu sesuai kebutuhan

untuk makan pada saat itu. Sisanya disimpan untuk disantap pada waktu

yang lain. Hasil penelitian Supariadi (1990) terhadap frekwensi perebusan

menunjukkan terjadinya penurunan kadar protein kasar 75.65

-

53.10 persen,

kadar lemak 8.99

-

15.69 persen berat kering.

Proses pembuatan dan lama penyimpanan Sie Reuboh akan

(112)

adalah kemungkinan semakin besar peluang kerusakan protein daging akibat

terjadi pemanasan berkali-kali tanpa ada tolak ukur (standar) tertentu untuk

tingkat suhu pemanasan yang diperlukan, sehingga memungkinkan

meningkatnya penyebab utama kerusakan daging. Oleh sebab itu proses

pembuatan (perebusan) dan penyimpanan dari Sie Reuboh ini perlu

diperhatikan dengan baik.

Selama ini takaran penggunaan lemak, garam, rempah-rempah dan

asam cuka yang dibubuhkan kedalam daging masih tergantung pada selera

pemasak, belum ada standar yang baku (rasio bumbu dan daging), terutama

sekali takaran asam cuka. Hal ini menimbulkan tingkat keasaman yang

sangat beragam, sedang asam berfungsi sebagai penurun pH untuk

melindungi daging dari perombakan protein oleh mikroba.

Sejauh ini belum ada laporan penelitian mengenai penyimpanan Sie

Reuboh secara vakum atau hampa udara. Dengan cara vakum diharapkan

dapat menghambat peluang daging "Sie Reuboh" untuk terkontaminasi oleh

mikroba. Sehingga diharapkan daya simpan dapat lebih lama dan berpeluang

untuk komersial produk. Berdasarkan kenyataan tersebut mendorong peneliti

untuk melakukan penelitian pada daging Sie Reuboh tersebut. Diharapkan

hasil penelitian ini akan menambah khasanah referensi, khususnya mengenai

pengolahan daging secara tradisional sekaligus memperkenalkan "Sie

(113)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui jumlah pemakaian kadar asam cuka yang terbaik dalam

pembuatan "Sie Reuboh" sehingga dapat diterima oleh masyarakat.

2. Mengetahui efek pengemasan vakum terhadap perubahan fisik, kimia

dan daya tahan "Sie Reuboh".

3. Melihat interaksi dari kadar asam cuka dan lama penyimpanan terhadap

kualitas daging "Sie Reuboh" yang divakum.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi penggunaan

asam cuka yang tepat dan lama penyimpanan pada proses pembuatan "Sie

Reuboh" dan kemungkinan penggunaan cara vakum sebagai cara

penyimpanan yang lebih baik.

Hi potesis

Penggunaan kadar asam cuka yang tinggi pada penyimpanan secara

vakum memberikan efek yang lebih baik terhadap daya simpan dan kualitas

(114)

TINJAUAN PUSTAKA

DAGING

Daging diartikan sebagai jaringan hewan yang dapat digunakan

sebagai bahan makanan, termasuk semua hasil proses pengadaan pabrik

yang berasal dari jaringan hewan (Forrest et a/., 1975). Menurut Lawrie (1991) daging didefinisikan sebagai sesuatu yang berasal dari hewan

termasuk limpa, ginjal, otak serta jaringan-jaringan lain yang dapat dimakan.

Daging merupakan urat-urat daging yang betwarna merah yang tersusun

oleh jaringan sel-sel yang bergaris melintang (Palupi, 1986). Jaringan set ini

secara umum dapat dibagi ke dalam empat golongan, yaitu : jaringan kulit,

jaringan pengikat, jaringan syaraf dan jaringan otot. Pada hewan terdapat tiga

macam otot, yaitu otot bergaris melintang yang menyusun karkas, otot polos

yang sebagian dibuang ketika ternak dikuliti dan otot jantung yang

merupakan gabungan antara keduanya. Otot polos adalah otot-otot yang

terdapat pada dinding alat pencernaan, dinding pembuluh darah dan kulit.

Secara normal pada jaringan tubuh dan darah hewan yang sehat tidak

ditemukan bakteri patogen, tetapi setelah hewan mati jaringan tubuhnya

akan terkontaminasi dengan mikroorganisme (Soeparno, 1992).

Buckle et a/., (1985) menyatakan bahwa karkas tersusun dari kira-kira

enam ratus jenis otot yang berbeda ukuran dan bentuknya, berbeda susunan

syaraf dan persediaan darahnya, serta melekatnya pada bagian tulang,

(115)

kesehatan daging merupakan bahagian yang penting bagi kesehatan

makanan dan selalu menjadi pokok persoalan dalam penyediaan daging

bagi konsumen. Oleh karena itu perlu suatu kriteria utuk menentukan daging

yang baik untuk konsumsi, sebab daging dapat menjadi sumber penyakit

seria dapat mengganggu kesehatan konsumen. Daging sapi yang dapat

dikonsumsi adalah daging yang berasal dari sapi sehat. Saat penyembelihan

dan pemasaran dalam pengawasan petugas rumah potong hewan serta

selama pemasaran terbebas dari pencemaran mikroorganisme. Dengan

kasat mata daging sapi yang baik dapat diamati yaitu, berwarna merah

segar, berbau aromatis, dengan konsistensi kenyal, bila ditekan tidak banyak

mengeluarkan cairan (Riley et a/., 1985).

Daging sebagai sumber protein hewani, mempunyai nilai hayati

(biological value) yang tinggi, yaitu mengandung 19 % protein, 5 % lemak, 70

% air, 3,5 % zat-zat non protein, mineral dan bahan lainnya 2,5 % (Forrest et

a/.,, 1992). Anggorodi (1 984) juga menyebutkan, bahwa komposisi kimia

daging sapi terdiri dari 66,6 % air, 20,2 % protein, 12,3 % lemak dan 0,9 %

abu. Selanjutnya Lawrie (1 991) menyatakan, komposisi daging mendekati 75

% air, 18 % protein, 3,5 lemak dan 3,5 % zat-zat non protein yang dapat larut.

Secara umum komposisi kimia daging terdiri dari 70 % air, 20 % protein, 9

% lemak dan 1 % abu. Jumlah ini akan berubah bila hewan digemukkan,

yang mengakibatkan pengurangan persentase dari air dan protein serta

(116)

Komponen air penting dalam bahan makanan karena dapat

mempengaruhi warna, tekstur dan cita rasa makanan. Kandungan air sangat

berpengaruh terhadap konsistensi bahan pangan, dimana sebagian besar

bahan pangan segar mengandung 70 persen air (Winarno, 1984).

Kandungan air pada daging 75 persen, ha1 ini menyebabkan daging

merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroorganisme. Kadar air

cenderung akan berkurang bila daging mengalami pemasakan atau proses-

proses perlakuan lainnya. Daging merupakan sumber utama untuk

mendapatkan asam amino essensial. Asam amino yang terpenting di dalam

otot segar adalah alanin, glisin, asam glutamat dan histidin. Daging sapi

mengandung asam amino leusin, lisin dan valin yang lebih tinggi dari pada

daging babi atau domba. Pemanasan dapat mempengaruhi kandungan

protein daging. Daging sapi yang dipanaskan pada temperatur 70 O C akan

mengurangi jumlah lisin yang tersedia di dalamnya menjadi 90 persen,

sedangkan bila dipanaskan pada temperatur 160 O C maka hanya tersedia 50

persen lisin. Pengasapan dan penggaraman juga sedikit mengurangi kadar

asam amino (Lawrie, 1991).

Kandungan lemak dalam daging turut menentukan kualitas daging,

karena ha1 ini menentukan cita rasa dan aroma daging. Keragaman yang

nyata dalam komposisi lemak terdapat antara jenis ternak memamah biak

dan ternak yang tidak memamah biak karena adanya hidrogenasi oleh

mikroorganisme rumen (Buckle et a/., 1985). Selanjutnya Price dan

(117)

persen), asam palmitat (29 persen) dan asam oleat (42 persen) serta

sejumlah kecil asam lainnya.

Karbohidrat dalam daging terdapat dalam bentuk glikogen yang

disimpan dalam jaringan otot dan hati. Setelah hewan dipotong, glikogen di

dalam otot berubah menjadi asam laktat dalam keadaan anaerob. Daging

akan lebih tahan lama disimpan karena asam laktat berperan sebagai

pengawet. Daging yang mempunyai persediaan gllikogen sedikit akan lebih

cepat menjadi busuk, karena itu sebelum dipotong hewan pedu diistirahatkan

untuk rneningkatkkan kadar glikogennya (Palupi, 1986).

KUALITAS DAGING

Kualitas daging adalah ukuran dari karakteristik daging yang dinilai

oleh konsumen (Kauffman dan Marsh, 1987). Untuk itu harus ada

penanganan yang baik agar kualitas nutrisi dari daging tidak berkurang yang

menyebabkan mutunya menjadi rendah. Ada tiga faktor yang dapat dijadikan

kriieria untuk menentukan kualitas daging yakni; (1) nilai gtzi daging itu

sendiri; (2) selera konsumen terhadap daging segar dan (3) faktor teknologi

penanganan dan pengolahan daging (Gurnadi, 1986). Faktor pertama (nilai

gizi) ditentukan oleh kandungan protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan

mineral. Sedangkan faktor kedua yakni

selera

konsumen ditentukan terutama oleh penampilan daging dalarn pemasaran daging segar, antara lain warna

daging, keempukan daging, derajat perlemakan (marbling), ketegaran

(118)

meliputi cara pemotongan dan penanganan hewan sebelum dan sesudah

pemotongan sehingga mutu daging yang dihasilkan baik apakah secara

kuantitatif maupun kualitatif dan setelah dilakukan pengolahan benar-benar

mempunyai citarasa yang tinggi.

Menurut Palupi (1986), dalam menentukan kualitas daging dapat

dilihat dari sudut produsen, pengecer dan konsumen. Produsen melakukan

kualifikasi dengan melihat umur ketika ternak dipotong, lemak (marbling),

tekstur, warna dan kekenyalan. Sedangkan pengecer akan

mempertimbangkan warna, kekenyalan, tekstur dan lemak. Konsumen lebih

memperhatikan keempukan, rasa dan kegurihan setelah daging dimasak.

Daging yang berkualitas tinggi adalah yang berkembang penuh dan

baik. Dijelaskan lebih lanjut oleh Lawrie (1991) dan Forrest et al., (1975)

kualitas daging ditentukan oleh keempukan (tenderness), cita rasa (flavor),

tekstur, aroma, warna, sari minyak atau jus daging (iuiceness), lemak

intramuskuler (marbling), hilangnya air selama perebusan atau susut masak

(cooking loss), daya mengikat air oleh protein daging (water-holding capacity)

dan pH daging. Kualitas daging juga dipengaruhi oleh jenis kelamin, genotipe,

bobot badan, pakan waktu penggemukan, pengangkutan ke rumah potong,

perlakuan sebelum pemotongan, dan penanganan setelah pemotongan

termasuk cara penyimpanan. Fernandez et al., (1996) melaporkan bahwa

terjadi penurunan nilai keempukan daging sapi akibat transportasi yang jauh

(119)

Keempukan daging akan menurun dengan bertambahnya umur dan

meningkatnya bobot potong, sebab pertambahan umur dan bobot potong

akan menyebabkan perubahan jumlah jaringan ikat dan ukuran serat berkas

otot (Lawrie, i 991). Menurut Forrest et a/., (1975) komponen utama yang mempengaruhi keempukan daging adalah jaringan ikat, kelompok serat otot

dan kelompok lemak. Jaringan ikat terutama kolagen dan jumlah ikatan

silangnya mempunyai peranan yang besar terhadap keempukan daging

(Wythes dan Ramsay, 1981). Apabila hewan semakin tua, akan terjadi

perubahan struktur jaringan ikat dan daging menjadi lebih keras sehingga

nilai shear force meningkat. Sifat keempukan daging diartikan sebagai daging yang telah dimasak dengan kemudahannya dikunyah tanpa kehiangan sifat-

sifat jaringan yang iayak OlVythes dan Ramsay, 1981).

Forrest et a/. , (1

975),

menyatakan bahwa keempukan merupakan faktor yang terpenting dan paling diperhatikan konsumen diantara faktor-

faktor yang mempengaruhi kualitas daging lainnya. Sukarni (1979),

mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi keempukan adalah

keadaan sefabut otot, jenis ternak, umur, makanan, aktifitas ternak

serta

perlakuan sebetum dan sesudah pemotongan ternak. Ukuran keempukan

didasarkan pada sensori test dan shear test. Sensori test atau uji organoleptik

adalah uji mengunyah sampel daging yang dikontrol secara hati-hati, yang

dilakukan dengan uji panel. Shear test adalah keempukan daging dinyatakan

(120)

dengan alat Warner Bratzler Shear Force (Romans et a/., 1994 ; Forrest et

a/., 1975).

Faktor lain yang berhubungan dengan kualitas fisik daging adalah

derajat keasaman (pH). Dimana pH merupakan salah satu indikator yang

penting dari kualitas daging (Huffman, 1990). Disebutkan juga penurunan pH

pasca mati ditentukan oleh kandungan asam laktat yang terakumulasi dalam

otot yang selanjutnya ditentukan oleh kandungan glikogen dalam jaringan

dan penanganan sebelum pemotongan dan penimbunan asam laktat akan

terhenti setelah cadangan glikogen otot habis atau setelah kondisi tercapai

pada pH yang cukup rendah untuk menghentikan aktivitas enzim glikolitik di

dalam proses glikolisis anaerobik. Keadaan glikogen otot pada saat

pernotongan akan tetap tinggi jika hewan diberi diet yang baik (Meyer, 1982).

pH ultimat normal daging postmortem adalah sekitar 5,5 yang sesuai dengan

titik isoelektrik sebahagian besar protein daging termasuk protein miofibril.

Pada umumnya glikogen tidak ditemukan pada pH antara 5,4

-

5,5 (Lawrie,

1991)

Menurut Lawrie (1991), faktor yang mempengaruhi laju dan besarnya

penurunan pH postmortem dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor instrinsik meliputi spesies, tipe otot, glikogen otot

dan variabilitas diantara ternak, sedangkan faktor ekstrinsik adalah

temperatur lingkungan, perlakuan bahan aditif sebelum pernotongan dan

stress sebelum pemotongan. Menurut Buckle et a/., (1987) rendahnya

(121)

Laju penurunan pH daging (Forrest et a/., 1975), secara umum dapat

dibagi tiga yaitu:

1. pH menurun secara bertahap dari 7.0 sampai sekitar 5.6

-

5.7 dalam

waktu 6

-

8 jam setelah pemotongan dan mencapai titik pH akhir yang

umumnya 24 jam setelah pemotongan yaitu sekitar 5.3

-

5.7. Pola

penurunan pH ini dikategorikan normal.

,.

2. pH menurun sedikit sekali pada jam-jam pertama setelah pemotongan

dan tetap relatif tinggi, serta mencapai pH akhir sekitar 6.5

-

6.8. Sifat

daging yang dihasilkan gelap (dark), keras (firm) dan kering (dry), kondisi

seperti ini disebut daging DFD.

3. PH menurun relatif cepat sampai sekitar 5.4

-

5.5 pada jam-jam pertama

setelah pemotongan dan mencapai pH akhir sekitar 5.3 -5.6. Sifat daging

yang dihasilkan pucat (pale), lunak (soft) dan berair (exudative),

dikondisikan sebagai daging PSE.

Penurunan pH setelah pemotongan dan pengaruhnya

terhadap kualitas daging dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 1. Penurunan pH Setelah Pemotongan pada Daging sebagai lndikator Kualitas Daging (Huffman, 1990).

Waktu Uji 24 jam 45 menit 24 jam Kualitas Daging

Normal PSE DFD

pH awal 7.2 7.2 7.2 Glikolisis Lam bat Cepat

Lambat (tidak lengkap)

pH akhir + 5.5

(122)

Laju penurunan pH di atas dapat dilihat pada Gambar I.

Wama Daging yang

dihasilkan

Gelap

PH

Normal

5.0

-

Pucat

C I I I I I

I

1 2 3 4 5 6 24

[image:122.577.74.496.154.748.2]

Waktu Postmortem

Gambar 1. Kurva Penurunan pH Daging Setelah Hewan Dipotong (Forrest et al., 1975)

PENYIMPANAN DAN PENGAWETAN

Penyimpanan bertujuan untuk menjaga dan mempertahankan mutu

komoditi yang disimpan dengan cara menghambat berbagai factor yang

dapat menurunkan mutu tersebut baik dari segi kualitas maupun

kuantitasnya. Pada produk pangan banyak sekali kerugian yang dialami dan

(123)

pembusukan. Menurut Buckle et a/., (1985) secara umum pembusukan

bahan pangan terjadi melalui : kerja mikroorganisme (bakteri, ragi dan jamur),

serangga, binatang pengerat, proses metabolisme dalam jaringan bahan

pangan, proses oksidasi yang menyebabkan ketengikan dan kcrusakan cita

rasa serta warna, penyerapan bau dari luar, kesalahan dalam persiapan

pengolahan dan kontaminasi dengan senyawa-senyawa yang tidak diiginkan.

Penyebab utama yang mempengaruhi kebusukan pada daging segar adalah

mikroorganisrne dan perubahan enzimatislnon enzimatis yang terjadi setelah

penyembelihan temak dan penanganan lanjutannya baik dalam bentuk segar

maupun setelah menjadi bentuk olahan sehingga mempengaruhi sifat kimia,

fisik dan organoleptiknya (Romans et a/., 1994). Ada beberapa cara untuk memperpanjang masa simpan daging dan daging proses yaitu dengan cara

pengawetan. Pengawetan daging dimaksudkan untuk mengurangi atau

menghentikan sama sekali sesuai dengan teknik yang digunakan,

perubahan-perubahan yang terjadi pada daging segar atau produk olahannya

selama proses penyimpanan, sehingga memungkinkan produk tersebut

tersedia sepanjang tahun dan terjaga kualitasnya. Pengawetan daging dapat

dilakukan dengan metode tradisional dan modem. Menurut Romans et a/.,

(1 994) ada beberapa cara penanganan untuk memperpanjang masa simpan

daging agar awet dan tahan lama yaitu: penggunaan suhu rendah

(pendinginan dan pembekuan), penambahan bahan-bahan pengawet

(124)

asetat, propionat, sorbat dan laktat serta bumbu-bumbu), pengasapan,

pengeringan, pengawetan dengan irradiasi dan cara pengemasar;.

Proses Pembuatan Sie Reuboh

Kebanyakan metode pengawetan bahan pangan merupakan

kombinasi dari dua atau lebih dasar-dasar pokok pengawetan, seperti :

pemanasan, perebusan, penurunan aktifitas air, penggaraman dan

pemberian rempah-rempah (Desrosier, 1 988). Sie Reuboh merupakan

produk pengolahan bahan pangan daging khas daerah Aceh yang diawetkan

dengan komposisi metoda-metoda pengawetan di atas. Sebagaimana proses

pembuatan produk makanan tradisional lainnya, proses pembuatan Sie

Reuboh belum dibakukan, karena merupakan seni memasak keluarga yang

bersifat rahasia. Dalam proses pembuatannya Sie Reuboh ini mengalami

perebusan berulang secara berkala dengan penambahan asam cuKa, garam,

lemak dan rempah-rempah sebagai bumbu dan perebusan ulang ini

bertujuan untuk mencairkan lemak dan menjaga kehigienisannya.

Perebusan daging dalam pembuatan Sie Reuboh dilakukan pada suhu

didih air (100 OC), sampai daging menjadi masak. Pemberian asam cuka

dilakukan waktu daging hampir masak (suhu 85 OC). Desrosier (1988) dan

Winarno (1988) menyatakan bahwa perebusan pada suhu air mendidih pada

umumnya dapat dianggap mampu mematikan semua mikroba pangan dan

enzim. Disamping itu juga mengakibatkan perubahan yang tidak dikehendaki

(125)

literatur disebutkan bahwa perebusan, pemberian garam, asam, lemak dan

rempah-rempah dapat mempengaruhi komposisi nutrisi daging. Bahan-bahan

yang ditambahkan pada pembuatan Sie Reuboh adaiah (1) cuka (asam

asetat), (2) garam, (3) lemak dan (4) rempah/bumbu.

1. Asam Asetat (Cuka)

Asam asetat untuk produksinya dapat dilakukan secara fermentasi

dan kimia. Di Indonesia fermentasi asam asetat merupakan kegiatan industri

rumah tangga, terutama sekali di daerah-daerah yang banyak ditumbuhi

pohon aren. Aren (Arenga pinnata, Men) merupakan salah satu tanaman

jenis palma yang banyak terdapat didaerah-daerah pantai , lembah dan

tebing sungai (Miller, 1964). Pohon aren ini merupakan tanaman serbaguna

karena hampir seluruh bagian tanaman tersebut dapat dimanfaatkan, m~ilai

dari tandan bunganya, buah, ijuk, umbut batangnya dan bagian tulang

daunnya. Dari bagian tandan bunganya diperoleh cairan bening yang rasanya

manis dan dikenal sebagai nira aren (Muchtadi et a/., 1975). Miller (1964)

mengemukakan bahwa kadar gula dalam aren adalah 14

-

16 %, sedangkan

menurut (Muchtadi

et

a/., 1975). sekitar 15%. Nira aren dapat dimanfaatkan

menjadi gula merah, tuak dan cuka aren. Gula aren diperoleh dengan cara

memanaskan nira aren selama beberapa jam di atas api sampai didapatkan

(126)
[image:126.577.89.493.137.265.2]

Tabel 2. Analisis Nira Segar Beberapa Tanaman

Komposisi Nira Tebu Nira Bit Nira Aren

Air (%) 73 77 80

-

85

Sukrosa (%) 14 17 15

Non-gula (organik %) 7 2 0.3 Non-gula (anorganik %) 4 0.7 0.02 Gula invert (%) 1 0.125 0.13 Nitrogen (%) 0.14 0.83 0.05 Keasaman (%) 5.5

-

6.6 6.2

-

6.8 5.5

-

7.2 Sumber : Miller(l964)

Komposisi nira suatu tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara

lain varietas dan umur tanaman , keadaan tanah, iklim dan pemupukan. Pada

umumnya nira terdiri dari air, sukrosa, gula pereduksi, bahan organik dan

anorganik (Abdulkadir, 1977).Karena kandungan gulanya yang tinggi, maka

nira merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan mikroba. Menurut

Abdulkadir (1977) nira yany dibiarkan lama di alam terbuka akan mengalami

fermentasi spontan sehingga menjadi keruh dan asam rasanya.

Fermentasi spontan nira aren menghasilkan minuman beralkohol yang

disebut tuak aren. Kekhasan tuak sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor

seperti : frekuensi dan musim yang berlangsung sewaktu penyadapan dan

jangka waktu penyimpanan (Swings dan De Ley, 1977). Diduga tuak

merupakan gabungan hasil fermentasi asamasem laktat, asetat dan alkohol

yang melibatkan aktifitas bakteri asam laktat seperti Lactobacillus dan

Streptococcus, bakteri asam asetat, antara lain Acetobacter dan

Gluconobacter dan mikroba penghasil alkohol yaitu Sacchammyces

(127)

Produk ketiga dari nira aren adalah cuka aren, diperoleh dengan cara

membiarkan nira mengalami fermentasi secara alamiah. Terjadi dua tahapan

perubahan pada saat proses fermentasi, yaitu perubahan gula menjadi

alkohol oleh aktifitas khamir, selanjutnya alkohol berubah menjadi asam cuka

dilakukan oleh bakteri penghasil asam dan fermentasi kedua dimulai setelah

fermentasi pertama selesai (Desrosier dan Desrosier, 1978). Jadi asam

asetat di hasilkan dari oksidasi alkohol oleh bakteri asam asetat menjadi

asetaldehida, kemudian asetaldehida akan dioksidasi menjadi asam asetat

(Ebner dan Follmann, 1983) melalui reaksi sebagai berikut :

C2H50H ---+ CH3CH0 + 2 (H) Alcohol dehidrogenase

CH3CH0.H20 b-. CH3COOH +2 (H)

Asetaldehide dehidrogenase

Menurut reaksi tersebut, dari 100 bagian alkohol akan dihasilkan 130

bagian asam asetat, tetapi dalam prakteknya hanya dihasilkan 125 bagian

asam asetat karena sebagian hilang akibat penguapan atau diubah menjadi

produk lain (Desrosier, 1988). Menurut Ebner dan Follmann (1983), efisiensi

pembentukan asam asetat berkisar antara 95-98%. Dalam fermentasi asetat

dikenal istilah konsentrasi total yaitu penjumlahan konsentrasi asam asetat

yang dinyatakan dalam g1100 ml (%, blv) dan konsentrasi alkohol dalam

(128)

asetat paling sedikit 4% dan

0,5%

alkohol paling banyak (Ebner dan

Follmann, 1983).

Palupi (1986) menyatakan bahwa asam asetat lebih banyak terdapat

pada produk-produk pangan hasil fermentasi. Pemberian asam ke dalam

bahan pangan daging mempunyai beberapa keuntungan, diantaranya :

mendapatkan cita rasa yang diinginkan serta berkasiat dalam mencegah dan

menghambat pertumbuhan mikroba, karena dapat menurunkan pH dan

menghambat dissosiasi daya zat-zat yang bersifat racun (Jenie, 1987).

Daging segar pada umumnya mempunyai kisaran pH antara 5,l-6,8.

Tinggi rendahnya pH daging sangat tergantung dari keadaan ternak sebelum,

pada saat dan sesudah penyembelihan (Gurnadi, 1986). Penambahan asam

asetat dapat mempengaruhi pH daging (Brock dan Brock, 1978). Jenie dan

Winarno (1983) menyatakan bahwa asam dapat mengakibatkan denaturasi

protein dan tingkat denaturasi dipertinggi dengan adanya pemanasan.

Buckle et a1.(1985) menyatakan, pada umumnya bakteri tidak dapat

tumbuh pada pH di bawah 5, sementara beberapa bakteri seperti Bacilli dan

bakteri asam laktat masih dapat tumbuh pada pH 4. Pada pH kurang dari 4

kerusakan bahan pangan didominasi oleh ragi dan kapang (Palupi, 1986).

2. Pemberian Garam

Garam (NaCI) sering disebut garam dapur, banyak sekali digunakan

baik sebagai penyedap pada makanan maupun sebagai bahan pengawet

(129)

(Buckle, 1985). Garam terdiri dari ion natrium dan klorida. Natrium khlorida

disusun oleh 39.337 persen natrium dan 60.663 persen khlorin ber6asarkan

berat. Penggaraman pada bahan pangan daging merupakan salah satu dari

sekian cara pengawetan yang sudah lama dilakukan dan satu-satunya

metoda yang paling mudah dilakukan (Moeljanto, 1982). Maksud

penambahan garam ke dalam bahan pangan diantaranya adalah

:

memberi

cita rasa yang lezat, membuat daging menjadi lebih lunak, menghambat

pertumbuhan bahkan membunuh mikroba terutama mikroba pembusuk yang

bersifat proteolitik maupun lipolitik, dan mengaktifkan kerja enzim (Lansdell

et a/. , 1995).

Awetnya bahan pangan dengan penambahan garam adalah karena

menurunnya aktifrtas air (Aw) sampai dengan titik tertentu (Huffman et a/.,

1996). Dimana garam dapat menggantikan kedudukan air dalam jaringan

daging sehingga dapat membatasi air yang tersedia, dan mengeringkan

protoplasma (Palupi, 1986). Secara teoritis penurunan aktifitas air tersebut

adalah : garam terionisasi dalam larutan, kemudian setiap ion menarik

molekul air dari dalam daging (hidrasi

ion)

(Desrosier, 1988). Dengan

demikian air yang ada dalam daging akan keluar dan kedudukan air

digantikan oleh garam sampai tercapai suatu keadaan tekanan osmose yang

seimbang. Akibatnya aisa csiran dalam daging semakin mengental dan

protein akan menggumpal (terdenaturasi), selanjutnya daging akan

(130)

Garam juga mengakibatkan osmosa pada sel-sel mikroba sehingga

terjadi plasmolisa yang berakibat matinya mikroba (Desrosier dan Desrosier,

1978). Suatu larutan garam dapur jenuh (26,5 OC pada suhu ruang)

menyebabkan bakteri, jamur dan kamir tidak mampu tumbuh. Banyak

mi kroba khususnya Leuconostoc dan species Lactobacillus, mampu tum buh

cepat dalam bahan pangan yang mengandung garam sedang (Desrosier,

1988). Nes et al., (1982) menyatakan, bakteri pembentuk spora baik yang

aerob maupun anaerob dan bakteri proteolitik tidak toleran terhadap larutan

garam

Sebenarnya garam tidak bersifat membunuh (gercidal), karena dalam

konsentrasi rendah (1-3 persen) Justru membantu pertumbuhan bakteri,

sampai 4 persen dapat melindungi spora yang resisten terhadap panas

(Moeljanto, 1982). Selanjutnya juga dinyatakan bahwa kadar garam yang

diperlukan untuk menghambat pertumbuhan bakteri non halofilik ternyata

berbeda-beda. Bakteri pembentuk spora yang obligat anaerob rupanya yang

paling peka terhadap garam. Banyak diantaranya yang terhambat sama

sekali pertumbuhannya pada kadar garam 5 persen dan umumnya dalam

larutan garam 10 persen. Bakteri-bakteri gram negatif berbentuk batang

umumnya terhambat sama sekali pertumbuhannya pada kadar garam 5-10

persen. Pembentuk spora yang anaerob biasanya tahan garam, masih dapat

(131)

3. Pemberian Lemak

Brenen et a/. (1980) menyatakan bahwa adanya lemak pada

permukaan daging dapat berfungsi sebagai emulsi dan sebagai anti mikroba.

Lebih lanjut dikatakan bahwa Free fatty acid, monogliserol ester, polygliserol

ester di- dan tri-gliserida memperlihatkan aktifitas melawan beberapa bakteri

gram negatif dan ragi. Selanjutnya dengan konsentasi 5-100 ug per ml

monolaurin memperlihatkan potensi besar sebagai anti mikroba terhadap

spesies Steptococcus, Staphilococcus, Corinebacterium, Nocardia,

Micrococcus, Sarcina dan Saccharomyces.

Pencegahan pertumbuhan mikrobia yang diperlihatkan oleh lemak

adalah dengan mempengaruhi dinding sel bakteri. Juga dikemukakan bahwa

asam lemak membentuk suatu monolayer (selaput selapis) di sekeliling

bakteri yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan akibat terhambatnya

pengangkutan hara ke dalam sel dan meningkatnya hasil metabolisme di

dalam sel.

Bila konsentrasi berada di bawah batas minimum inhibitor, maka

kemampuan lemak sebagai inhibitor akan hilang. Keadaan ini disebabkan

lapisan monolayer pada dinding sel bakteri dapat dinetralisir oleh enzim

lipolisis yang diekskresikan oleh bakteri tersebut (Muhtanem, 1980).

Penambahan lemak tidak hanya berfungsi sebagai anti mikrobial, namun juga

dapat meningkatkan cita rasa.

Sebaliknya Hammes et a/. (1 971) menyatakan ba hwa komposisi. lemak

(132)

effect) mikroba terhadap pemanasan, pati dan protein juga mempunyai sifat

yang sama. Dengan demikian bahan pangan berlemak membutuhkan suhu

dan waktu pemanasan yang lebih tinggi dan lama.

4. Pemberian RempahBumbu

Rempah-rempah atau bumbu adalah sejenis tanaman atau sayuran

beraroma, baik berupa rimpang, daun, kulit pohon, buah, biji maupun bagian

tanaman lainnya yang digunakan untuk meningkatkan citarasa makanan

(Shankaracharya et a/., 1975). Pemberian rempah-rempah pada makanan

dapat meningkatkan cita rasa, aroma, nilai organoleptik, merangsang selera,

merangsang pencernaan dan alat pencernaan untuk siap sedia mencerna

makanan (De Wit et a/., 1978). Disamping itu juga dapat rnenghambat

aktifttas dan merangsang pertumbuhan bakteri tertentu (Moeljohardjo, 1975).

Menurut Purseglove et a/., (1981) rempah digunakan dalam makanan

adalah untuk meningkatkan selera dan nafsu makan, di samping itu juga

digunakan sebagai bahan pengawet dan fumigan. Oalam bidang farrnasi

rempah-rempah sering digunakan sebagai bahan untuk mencampur obat-

obatan serta untuk mengurangi rasa yang kurang sedap. Untuk mendapatkan

rasa dan aroma yang lebih murni, rempah-rempah dapat diolah menjadi

minyak atsiri dan oleoresin. Rasa khas yang ditimbulkan merupakan peranan

dari komponen aromatik pada minyak atsiri dan komponen pedas dati

oleoresin. Rasa ini dapat merangsang nafsu makan pada saat pencernaan

(133)

penampakan makanan (Thomas, 1984). Selanjutnya Muhtanem (I 980)

menyatakan bahwa ekstrak ethanol pada beberapa rempah-rempah seperti :

jahe, lengkuas, cabai, bawang putih dan lada memiliki sifat anti mikrobial.

Wido (1 982) menyatakan bahwa rimpang jahe menganduing sekitar empat

setengah persen alkohol, oleoresin (gingerin), lemak, protein dan vitamin A,

0, dan C.

Rempahlbumbu yang digunakan pada pembuatan Sie Reuboh adafah

cabe merah, bawang putih, kunyit, lengkuas, dan jahe. Cabe (Capsicum sp)

biasanya digunakan sebagai bumbu dapur, bahan penyedap dan ramuan

obat-obatan tradisional. Buah cabe sangat bervariasi baik dalam ukuran,

bentuk, warna, flavor dan kepedasannya. Menurut Purseglove et a!., (1 981)

buah cabe mengandung "fixed (fatty) oiln, kapsaisin (berasa pedas), resin,

protein, selulosa, pentosa dan mineral. Komponen kapsaisin yang

menyebabkan rasa pedas tersebut, salah satunya adalah kapsinoid.

Disamping itu kapsaisin pada cabe bersifat tidak befwama, mencair pada

suhu 6 5 ' ~ dan pada suhu yang lebih tinggi akan menguap. Jumlah kapsaisin

pada cabe yang dianalisa dengan menggunakan kromatografi gaslcairan

berkisar antara 0,05 sampai 14 persen. Wama merah pada cabe disebabkan

oleh adanya pigmen-pigmen tertentu di dalam cabe, yaitu campuran pigmen

karotenoid.

Cabe merupakan salah satu bumbu dapur yang dapat merangsang

pertumbuhan mikroba, sehingga makanan yang terdapat cabe di dalammya

(134)

kerusakan makanan bercabe adalah kerusakan mikrobiologis yang umumnya

disebabkan oleh mikroba pem busu k seperti Bacterium anthomonas dan

Glasparium sp. Siswoputranto (1973) melaporkan bahwa untuk cabe kering

utuh, kerusakannya disebabkan oleh kapang Aspergillus flavus.

Selanjutnya Desrosier (1988) menyatakan bahwa minyak rempah-

rempah seperti minyak bawang putih, minyak jahe yang terdapat di dalam

bahan pangan disamping berfungsi sebagai agensia penyedap juga memiliki

daya mengawetkan. Bawang putih (Allium sativum) mengandung minyak

volatile, protein, selulosa dan mineral. Konsentrasi minyak volatil pada

bawang putih sekitar 0.1 persen, berwama kuning kecoklatan dan berbau

pedas (Thomas, 1984). Selanjutnya Thomas (1 984) menyatakan bahwa

minyak vdatil bawang putih terdiri dan dialil disulfda (C6Hq0S2) sebanyak 60

persen, dialil trisulfida (C6Hq0S3) 20 persen, alii propil disulfida (C6Hq2S2)

sebanyak 6 persen, sejumlah kecil dietil disulfida dan dietil polisulfida. Rasa

dan bau bawang putih yang khas disebabkan oleh dialii sulfida.

De Wit et al. (1 978) menyatakan bahwa 1500 ug minyak bawang putih

per gram daging giling dapat menghambat produksi toksin Clostridium

botulinum type A (strain 73 A). Disamping itu, bumbu juga dapat

mempengaruhi komposisi kimia daging secara langsung karena mengandung

protein, lemak, karbohidrat dan mineral-mineral, seperti bawang putih

mengandung 4.5 gram protein tiap 100 gram bawang putih (Muchtadi dan

(135)

disamping berpotensi sebagai antimikrobial juga merupakan media

pengkontaminasian mikroba ke dalam bahan pangan.

Kunyit (Curcuma domesfica val.) merupakan salah satu jenis rempah-

rempah yang telah dikenal oleh masyarakat Indonesia, yaitu rimpang yang

berwarna kuning cerah. Selain digunakan sebagai bumbu, kunyit banyak

digunakan sebagai pewarna, ramuan kosmetika tradisional dan obat

tradisional atau jamu (Prana dan Hawkes, 1981). Menurut Shankaracharya

dan Natarajan (1 975) kunyit merupakan rempah yang tidak mempunyai toksik

terhadap makanan. Menurut Komisi Ahli FAONVHO batas yabg boleh

dikonsumsi setiap hari untuk kunyit adalah 2.5 gram per kilogram berat badan

(Sambaiah et al., 1982). Rimpang kunyit yang matang merngandung minyak

volatil, campuran minyak (iemak), zat pahit, resin, protein, selulosa, pati,

vitamin dan beberapa mineral. Komponen utamanya adalah pati dengan

jumlah berkisar antara 40-50 persen berat kering. Kandungan kimia tersebut

berbeda-beda tergantung dari daerah pertumbuhan serta kondisi

pemanenannya ( Purseglove et a/., 1981).

Kunyit merupakan rempah yang banyak digunakan sebagai bahan

pengawet, karena mempunyai senyawa anti bakteri. Suwanto (1 983)

menyatakan bahwa bubuk kunyit bersifat bakterisidal terhadap bakteri gram

positif batang, yaitu Bacillus subtilis dan Lactobacillus acidophilus. Lukman

(1984) juga menyatakan bahwa bakterisidal bubuk kunyit ditujukan pada

bekteri gram positif seperti : Lactobacillus fermenturn, L. bulgaricus, Bacillus

(136)

Lengkuas (Alpinia galanga (L) Sw) umbinya berbau harum, ada yang

berwarna putih dan ada pula yang berwarna merah. Menurut Sastrapradja

(1977) rimpang muda dan bagian batang yang masih muda dari lengkuas

sering dimakan sebagai sayur atau sambal. Lengkuas banyak digunakan

sebagai bahan obat-obatan dan bumbu masak. Komponen yang dikandung

olerh rimpang segar lengkuas adalah air 75 persen, protein 3.07 persen dan

sedikit kamferid 0.07 persen, lemak, mineral (K, P dan Na), serat dan minyak

atsiri. Pada konsentrasi 0.45 persen, ekstrak lengkuas bersifat bakteristatik

terhadap Leuconostoc sp.: dan bersifat fungistatik pada konsentrasi 1.80

persen terhadap M. javanicus, serta konsentrasi 1.58 persen dapat

menghambat pertumbuhan Rhizopus oryzae (Sastrapradja, 1977).

Jahe (Zingiber officinale, Roscoe) banyak digunakan untuk bermacam-

macam kebutuhan, dalam pembuatan jamu, obat-obatan, bumbu dapur,

industri minuman dan makanan serta industri minyak wangi (Rodriquez,

1971). Rhizoma jahe mengandung : air 60.2 persen, abu 7.91 persen, pati

36.5 persen, serat kasar 7.85 persen berat kering dan minyak jahe 3.30

persen berat basah serta oleoresin (Sastrapradja, 1977). Aroma jahe

disebabkan oleh adanya minyak atsiri, sedangkan oleoresinnya

me~yebabkan rasa pedas. Menurut Purseglove et a/., (1979) minyak atsiri

sensitif terhadap panas dan pemanasan di atas 90 O C akan menyebabkan

perubahan komposisi, aroma dan citarasa. Selain itu jahe bersifat anti

(137)

mempunyai aktivitas sporostatik terhadap Bacillus subtilis pada konsentrasi

0.6, 0.9, dan 1.0 persen (Al-Khayat dan Blank, 1985).

Efek penghambatan atau perangsangan pertumbuhan mikroba untuk

setiap jenis dan konsentrasi rempah-rempah berbeda-beda dan khas untuk

masing-masing bakteri karena kandungan setiap rempah-rempah berbeda

baik itu jenis maupun konsentrasi komponen antimikrobanya. Pada

umumnya rempah-rempah lebih efektif untuk menghambat pertumbuhan

kapang (Weiser et a/., 1978).

Pengemasan Vakum

Fungsi utama pengemasan daging dan hasil olahannya adalah : (1)

perlindungan produk terhadap kerusakan fisik, perubahan kimia dan

kontaminasi mikroba, dan (2) menampilkan produk bagi konsumen dalam

bentuk yang lebih menarik. Prinsip dari pengemasan vakum adalah

pengeluaran udara, khususnya oksigen dari produk yang dikemas sehingga

dapat memperpanjang masa simpan. Pengemasan vakum menghambat

kontak daging dengan oksigen dan uap air sehingga produk dapat bertahan

lebih lama masa simpannya (Sacharow et a/., 1980). Pada daging segar

keuntungan pengemasan vakum adalah peningkatan keempukan daging

selama proses pelayuan dan mempunyai susut bobot minimum (Robertson,

1993).

Plastik yang digunakan untuk pengemasaan vakum harus memiliki

(138)

terhadap sifat-sifat bahan yang dikemas (Sacharow dan Griffin, 1980).

Selanjutnya disebutkan, pengemasan vakum menggunakan bahan yang

fleksibel merupakan proses pelepasan udara dari sekeliling produk. Hal ini

dapat disempurnakan dengan dua jalan, yaitu dengan memompa udara

keluar dari kemasan atau dengan menekan dinding kemasan untuk memaksa

udara keluar.

Penggunaan plastik untuk kemasan makanan cukup menarik karena

sifat-sifatnya yang menguntungkan, yaitu luwes dan mudah untuk dibentuk,

mempunyai adaptasi yang tinggi terhadap produk, tidak korosif seperti wadah

logam, dan mudakh dalam penyimpanannya (Syarief et a/., 1989). Di dalam

perdagangan dikenal plastik untuk kemasan pangan (food grade) dan

kemasan untuk bukan pangan (non-food grade). Untuk itu perlu hati-hati

dalam memilih jenis plastik yang digunakan bagi kemasan makanan agar

terhindar dari kemungkinan adanya gangguan bagi kesehatan. Plastik yang

sering digunakan adalah Etilen Vinil Asetat (EVA), Polivinil Khlorida (PVC),

Saran atau Poliviniliden Khlorida (PVDC), Poliethilen (PE) dan Polipropilen

(PP). Penggunaan plastik yang mengkerut dengan panas dapat mengurangi

rongga pada kemasan sehingga proses vakum optimal. Jenis plastik yang

sering digunakan dengan metode ini adalah PE (Poliethilen) dan PP

(Polipropilen). Sifat poliethilen adalah kuat, tahan panas, asam, basa, alkohol,

fleksibel, transparannya terbatas dan permiabel terhadap oksigen dan uap

air. Sedangkan sifat polipropilen adalah tahan sobek, tahan panas, (suhu

(139)

minyak) dan permiabel terhadap oksigen dan uap air. Menurut Winarno dan

Jenie (1983) polipropilen lebih kuat dan ringan dengan daya tembus uap

yang rendah, ketahanan yang baik terhadap lemak, stabil terhadap suhu

tinggi dan cukup mengkilap.

Umur simpan produk daging yang dikemas secara vakum dipengaruhi

oleh jumlah mikroba kontaminan yang ada di dalam daging. Brown (1982)

melaporkan adanya aktivitas bakteri asam laktat, Pseudomonas,

Acinetobacter, sementara Frazier (1992) melaporkan aktivitas Clostridium,

bakteri koliform dan Alcaligenes pada daging yang dikemas vakum. Menurut

Jeremiah et al., (1972) pengemasan daging secara vakum sangat

menguntungkan, selain mencegah kontaminasi bahan-bahan dari luar juga

dapat mempertahankan mutu daging, kehilangan air serta mempertahankan

warna selama transportasi. Jadi pengemasan merupakan salah satu cara

melindungi atau menambah daya simpan produk pangan dan non pangan.

Pengemasan tidak hanya bertujuan untuk mengawetkan, tetapi juga menjadi

sarana penunjang transportasi, distribusi dan menjadi bagian penting dari

(140)

MATERI DAN METODE

Waktu

dan

Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dikerjakan di Laboratorium Produksi Ternak Potong

(Ruminansia Besar) Fakultas Peternakan, Laboratorium Produksi Ternak

Perah Fakulbs Peternakan, Laboratonum Bakteriologi Fakultas Kedokteran

Hewan dan Laboratorium Nutrisi lkan Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas

Perikanan dan Kelautan lnstitut Pertanian Bogor serta Laboratorium Kimia

Pangan Pusat Antar Universitas lnstitut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan

selama 3 bulan dari bulan Mei sampai dengan bulan Agustus 2000. Bulan

pertama dilakukan penelitian pendahuluan untuk mengetahui jumlah asam

cuka yang sesuai ditam bahkan pada proses pembuatan "Sie Reuboh" dan melatih panelis tidak terlatih menjadi terlatih dalam ha1 mencicipi rasa asam

dari daging "Sie Reuboh" ini. Bulan berikutnya baru dilakukan penelitian utama, pembuatan "Sie Reuboh" dengan berbagai tingkat pemberian asam cuka, pengemasan vakum, penyimpanannya, pengukuran pH, keempukan,

dan menghitung total mikroba serta pengujian secara organoleptik dcngan

panelis.

Materi Penelitian

Daging yang digunakan sebagai materi dalam penelitian ini adalah

daging sapi yang berumur sekitar 3-33 tahun berjenis kelamin jantan dan

(141)

daging yang digunakan sebanyak 12000 gram dengan tambahan lemak 2400

gram serta penambahan asam cuka, garam dapur, bumbu (kunyit,

lengkuas,,jahe, bawang putih dan cabai merah).

Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola

Faktorial (6 x 4) dengan tiga ulangan. Sebagai faktor perlakuan, yaitu

perlakuan pemberian kadar asam cuka (faktor A) dan waktu simpan (faktor

B). Adapun pola penempatan perlakuan faktorial adalah: - Kadar Asam Cuka sebagai faktor A,

dimana : a, = 50 g asam cukalkg daging

a*

=

60 g asam cukalkg daging

a3 = 70 g asam cukalkg daging

a4 = 80 g asam cukalkg daging

a5 = 90 g asam cukalkg daging

a6 =I00 g asam cukalkg daging

-

Perlakuan B dilakukan berdasarkan waktu simpan, yaitu:

bl

=

penyimpanan 0 hari

b2 = penyimpanan 7 hari

b3

=

penyimpanan 14 hari
(142)

Model matematis untuk rancangan percobaan tersebut adalah :

Y ijk = p + ai + pj + (ap)ij + ~ i j k

Yijk = respon pengaruh perlakuan pemberian asam cuka ke-i dar! waktu penyimpanan ke-j pada ulangan ke-k

p

=

nilai tengah umum

ai = pengaruh konsentrasi asam cuka (faktor A) taraf ke-i

(i= 1,2,3,4,5,6)

pj = pengaruh waktu simpan (faktor 6) taraf ke-j (j= 1,2,3,4)

(ap)ij = pengaruh interaksi dari konsentrasi asam cuka (faktor A) taraf ke-l dengan waktu simpan (faktor 6) taraf ke-j

~ i j k = pengaruh sisa pada ulangan ke-i dari perlakuan taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B

Analisis lanjutan dengan uji Duncan (Steel dan Torrie, 1981).

Pembuatan Sampel

a. Sampel penelitian yang digunakan yaitu 12000 gram (12 kg) daging

bagian loin dalam proses pembuatannya terdiri dari beberapa langkah ,

yaitu a. Daging dibersihkan dari lemak-lemak yang melekat lalu dipotong

berbentuk kubus dengan berat 90-100 gram, kemudian dicuci bersih.

b. Sebelum perebusan dilakukan, terlebih dahulu daging dibumbui dengan

garam, penambahan lemak dan bumbu-bumbu. Untuk I kg daging,

ramuan bumbu yang digunakan adaiah 200 gram lemak, 30 gram garam

dapur, 20 gram kunyit, 15 gram bawang putih, 20 gram jahe, 10 gram

(143)

50 glkg, 60 glkg, 70 glkg, 80 glkg, 90 glkg dan 100 glkg diberikan pada

saat daging hampir masak (suhu k

85'~).

Air diberikan secukupnya dan

ditambah secara bertahap sampai daging masak

.

c. Setelah daging dibumbui lalu daging direbus dalam belanga tanah atau

kuali. Penempatan daging di dalam belanga tanahlkuali tersebut sesuai

dengan pengacakan yang telah dilakukan. Perebusanlpemanasan

dilakukan selama satu jam, sampai daging masak.

d. Setelah pemasakan maka dilakukan penyimpanan terhadap "Sie

Reuboh". Lama penyimpanan

0

(tanpa di vakum), 7 hari (vakum), 14 hari

(vakum) dan 21 hari (vakum) yang dihitung mulai hari pemasakan.

Daging tersebut dimasukkan kedalam plastik jenis polipropilen (PP) yang

teiah disterilkan dan selanjutnya di vakum dengan alat Vaccum Tospack

serta disimpan pada suhu kamar.

Peubah Penelitian

Peubah yang diamati dalam penelitian ini meliputi :

1. pH daging

2. Keempukan daging

3. Uji mikrobiologis (jumlah total bakteri)

(144)<

Gambar

Gambar 1. Kurva Penurunan pH Daging Setelah Hewan
Tabel 2. Analisis Nira Segar Beberapa Tanaman
Gambar 2. Dlagram Proses pembuatan "Sie Reuboh"
Gambar 3. Diagram Pengukuran pH "Sie Reuboh" , perlakuan yang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu juga ada prinsip amanah, sebagai penyelenggara pelayanan publik pihak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Bangkalan diamanatkan

Analisis sidik ragam dapat dilihat di lampiran 11 s/d 15 yang menunjukkan hasil tidak berpengaruh nyata pemberian kompos kulit jengkol dan pupuk organik cair eceng

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kreativitas dan hasil belajar matematika materi menghitung luas segibanyak melalui pendekatan problem

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pemetaan butir soal, mendeskripsikan validitas butir soal, dan ketercapaian tujuan pembelajaran butir soal UAS gasal

Fama dan French (1995) di dalam usaha mereka untuk menjelaskan model tiga faktor yang didukung oleh hal berikut: i) Membantah bahwa sejak harga rasional saham adalah potongan

Model yang digunakan dalam penelitian ini mengadaptasi model dari Yang dan Tsai yang terdiri dari 4 variabel laten yaitu E-S-Qual, E-RecS-Qual, Online Satisfaction, dan

Dengan keadaan lingkungan seperti ini rata-rata persentase hidup setek cabang bambu kuning cukup bagus karena pada tanah yang sesuai tanaman bambu akan tumbuh dengan