• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian penggunaan unsur N dan P pada tanaman legum pakan dan non legum untuk sistem integrasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian penggunaan unsur N dan P pada tanaman legum pakan dan non legum untuk sistem integrasi"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

DALAM SISTEM INTEGRASI

RAHMI DIANITA

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Kajian Penggunaan Unsur Nitrogen dan Fosfor pada Tanaman Legum dan Non Legum dalam Sistem Integrasi adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian disertasi ini.

Bogor, Februari 2012

(3)

RAHMI DIANITA. Study of Nitrogen and Phosphorus Utilization on Legume and non Legume Plants in Integrated System. Under supervised of LUKI ABDULLAH, SOEDARMADI H, IRDIKA MANSUR and HADI SUMARNO.

Sustainable forage production is one of the most important factors in livestock production. Food and fodder supply program may be supported by managing intercropping system in the fields, as the land owned by farmer becomes limited. Knowledge in nutrient-competition and transfer in integrated forage-tree and forage-crops system is very crucial to set up management strategy in establishing such production system. This experiment was to study the utilization of N and P on legume and non legume plants in integrated system. The first experiment was conducted to examine the effect of nitrogen on growth of some shade-tolerant forage species. The second experiment was conducted to reveal the utilization of P and N between shrubby legume Indigofera zollingeriana and food crops plant Setaria italica(L.) Beauv (Hotong) in intercropping model. The first experiment showed thatAxonopus compressus proved more persistence and reached the best growth among other introduced species. In this experiment, nitrogen application did not significantly affect the growth of the creeping forages. Due to N application A. compressus shoot showed higher N concentration compared to other grass species. The second experiment showed that utilization of biological input such as arbuscular mycorrhizal fungi (FMA) had positive effect on phosphorous and nitrogen utilization in leguminous forage Indigofera zollingeriana (Indigofera) and Hotong which were grown in intercropping. Mycorrhizal hyphae played important role in P and N transfer between I. ZollingerianaandS.Italica that took place after 90 days after establihment

(4)

RAHMI DIANITA. Kajian Penggunaan Unsur N dan P pada Tanaman Legum Pakan dan Non Legum untuk Sistem Integrasi. Dibimbing oleh LUKI ABDULLAH, SOEDARMADI H, IRDIKA MANSUR dan HADI SUMARNO.

Produksi hijauan pakan berkelanjutan merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan produksi ternak. Program penyediaan pangan dan pakan harus didukung oleh manajemen penanaman sistem tumpangsari di lapangan, karena terbatasnya lahan yang dimiliki oleh petani. Pengetahuan tentang kompetisi dan transfer unsur hara dalam sistem integrasi tanaman pakan-tanaman pohon dan tanaman pakan dan tanaman pangan sangat krusial untuk mendesain strategi manajemen dalam pengembangan sistem produksi tersebut. Salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam mengintegrasikan dua komponen tanaman yang terkait langsung dengan kualitas dan akumulasi bahan kering adalah adalah penambahan unsur hara ke dalam sistem, khususnya unsur hara nitrogen dan fosfor. Mengingat pentingnya peranan nitrogen dan fosfor pada tanaman, tetapi disisi lain belum begitu jelas proses penyediaannya di dalam tanah dan penggunaannya oleh individu tanaman dan komunitas tanaman, maka penelitian tentang kajian penggunaan unsur nitrogen dan fosfor dalam suatu sistem integrasi perlu dilakukan.

Penelitian ini terdiri atas 2 (dua) penelitian. Penelitian pertama untuk mengetahui respon karakteristik morfologi dan produksi berat kering dari beberapa tanaman hijauan menjalar terhadap pemupukan nitrogen. Penelitian ini dilakukan dalam skala rumah kaca. Penelitian didesain dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan pola faktorial; 4 spesies tanaman hijauan menjalar (stoloniferous); PN = Paspalum notatum, BH = Brachiaria humidicola,AC = Axonopus compressus dan AP = Arachis pintoi, dan 2 level pemupukan nitrogen/urea, yaitu (-N) = tanpa pupuk dan (+N) = 300 Kg urea/ha). Pengamatan pertumbuhan tanaman meliputi: panjang tanaman, pertambahan panjang tanaman, jumlah daun, bobot kering tajuk tanaman, bobot kering akar, rasio tajuk-akar, senescense, status N, P dan K tanah. Data yang diperoleh dianalisis ragam. Perbedaan antar perlakuan dianalisis dengan Uji Beda Nyata Terkecil (Steel dan Torrie, 1989). Penelitian kedua untuk mengetahui penggunaan unsur P dan N antara tanaman legum pakan dan non legum dalam suatu model sistem tumpangsari. Penelitian dilaksanakan pada skala rumah kaca. Penelitian ini dirancang dengan desainPre-Experimental;static group comparison(Cooper dan Schindler, 2003). Level pemupukan pupuk P terdiri atas 0, 60, dan 120 Kg P/ha, sedangkan penggunaan mikoriza adalah tanpa mikoriza (-M) dan dengan mikoriza (+M), sebanyak 5 g/pot. Peubah yang diamati meliputi pertumbuhan dan kualitas, serta dinamika unsur hara dalam sistem tumpangsari. Data yang diperoleh dari pengamatan dianalisis secara deskriptif untuk melihat pengaruh dari perlakuan yang diberikan. Uji t dilakukan untuk melihat perbedaan antar pengaruh perlakuan.

(5)

tanaman dalam memfiksasi nitrogen bebas dengan pembetukan nodul pada akar. Kapasitas yang sama yang ada pada spesies tanaman non legum seperti A. compressus dengan asosiasi non simbiosisnya di dalam rhizosfer mengakibatkan tingginya kandungan nitrogen pada tajuk beserta serapannya. Respon terhadap unsur nitrogen berbeda pada setiap spesies. Hal ini memungkinkan adanya respon yang berbeda untuk unsur yang lain seperti fosfor. Ditambah lagi, jika terdapat dua atau lebih tanaman yang secara bersama mempunyai peluang untuk menggunakan unsur hara tersebut dalam suatu proses biologis yang bersifat sinergis, yaitu antara tanaman legum dan non legum. Dari rangkaian penelitian ini dapat diketahui bahwa penggunaan input biologi seperti fungi mikoriza arbuskula (FMA) memberikan pengaruh yang positif terhadap penggunaan unsur fosfor dan nitrogen pada tanaman legum pakan Indigofera zollingeriana (Indigofera) dan non legumSetaria italica(L.) Beauv (Hotong) yang ditanam secara tumpangsari. Hifa mikoriza yang berkembang pada tanaman non legum mampu membantu pelarutan fosfor yang berasal dari fosfat alam pada tanaman legum dan menjadi media/jembatan bagi proses transfer unsur fosfor dan nitrogen terhadap tanaman non legum. Mikoriza membutuhkan waktu untuk tumbuh, berkembang dan menjalankan fungsinya pada sistem perakaran baru dan berkembang dengan baik. Hubungan yang sinergis ini baru terlihat pada tanaman yang berumur 90 hari. Peran mikoriza sangat penting sebagai jembatan transfer unsur hara pada tanaman dalam sistem tumpangsari Indigofera dan Hotong, sehingga menciptakan sistem penyediaan nutrien berkelanjutan.

(6)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik dan tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

DALAM SISTEM INTEGRASI

RAHMI DIANITA

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Ternak

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

(Staf Pengajar INTP Fapet, IPB)

Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka: 1. Dr. Nurhayati D. Purwantari (Peneliti Balitnak, Ciawi) 2. Dr.Ir. Haryadi, MS.c

(9)

Judul Disertasi : : Kajian Penggunaan Unsur Nitrogen dan Fosfor pada Tanaman Legum dan Non Legum dalam Sistem Integrasi

Nama : Rahmi Dianita

NRP : D 061050051

Program Studi : Ilmu Ternak

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr. Ketua

Prof (EM) Dr.Ir. Soedarmadi H., M.Sc. Anggota

Dr.Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc. Anggota

Dr.Ir. Hadi Sumarno, MS. Anggota

Diketahui

Ketua Departemen

Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,

Dr.Ir.Idat Galih Permana, M.Sc.Agr.

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr.Ir.Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(10)

rahmat dan petunjukNya sehingga karya ilmiah dengan judul Kajian Penggunaan Nitrogen dan Fosfor pada Tanaman Legum dan Non Legum dalam Sistem Integrasi, dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret 2010. Disertasi ini terdiri atas dua judul penelitian yang terdapat dalam Bab 2 dan Bab 3. Penelitian yang terdapat di dalam Bab 2 telah diterbitkan di Journal of Agricultural Science and Technology A 1dengan judulEffect of nitrogen fertilizer on growth characteristics and productivity of creeping forage plants for tree -pasture integrated system. Sebagian penelitian dari Bab 3 sedang dalam proses penelaahan pada jurnalMedia Peternakan.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Dr.Ir. Luki Abdullah, M.Sc. Agr. selaku ketua komisi pembimbing, Prof. (Em.) Dr.Ir. Soedarmadi, H, M.Sc., Dr.Ir. Irdika Mansur, M.For.Sc., Dr.Ir. Hadi Sumarno, MS sebagai anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, dan atas kesabaran yang diberikan mulai dari persiapan proposal, pelaksanaan penelitian sampai selesainya penulisan laporan akhir. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr.Ir. Panca Dewi, MHKS.,MS dan Dr.Ir. Ahmad Darobin Lubis, M.Sc sebagai penguji luar komisi dalam ujian sidang tertutup, Dr.Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.Agr. sebagai ketua dalam ujian sidang tertutup, Dr. nurhayati D Purwantari dari Balai Penelitian Ternak, Ciawi dan Dr.Ir. Haryadi, M.Sc. dari Fakultas Pertanian, IPB sebagai penguji luar komisi dalam ujian sidang terbuka.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Lembaga DIKTI yang telah memberikan beasiswa selama 3 tahun masa studi di IPB (semester Ganjil TA 2005 s/d semester Genap TA 2008) dan juga atas beasiswa program sandwich di Universitas Wageningen, Netherlands pada tahun 2008/2009. Ucapan terimakasih yang sama penulis ucapkan kepada Pemerintah Daerah Provinsi Jambi dan Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi, Yayasan Toyota dan Astra, Indonesia yang telah memberikan bantuan dana kepada penulis setelah beasiswa DIKTI berakhir. Terima kasih kepada NUFFIC Netherlands Fellowship Program dan Fakultas Peternakan Universitas Jambi yang telah memberikan dana dan dukungan atas kegiatan penulis untuk short course dan berseminar serta memasukkan tulisan ke jurnal internasional semasa studi penulis.

Ungkapan terima kasih yang tak terhingga teruntuk Mama, kakak-kakak tercinta (Septi Maulina, Zakiah Martina, Agus Syafriadi, Mustamin, Abdul Malik, Amruddin, Hadi Sucipto) dan juga para keponakan (Noor Sholihin, Tania Salsabila, dan Insan Kamil) yang selalu memotivasi dan memberikan dukungan baik moral maupun materil, rasa damai, cinta dan doa yang tak henti-henti buat penulis. Kepada Ibu Dian Angraeni, Mbak Nur, Pak Ade, pak Jito dan mas Toni (teknisi laboratorium) yang telah ikut membantu kelancaran penelitian ini dan selama analisis di laboratorium. Kepada mas Supri sebagai staf Program Studi yang telah banyak membantu penulis dan juga selalu memberikan semangat baik bagi penulis maupun teman-teman pasca lainnya.

(11)

Terima kasih kepada teman-teman di Fakultas Peternakan Universitas Jambi, Ir. Afzalani, MP selaku Dekan, Prof.Dr.Ir. RA. Muthalib, MS selaku ketua Lembaga Penelitian Universitas Jambi, Afriani H., S.Pt., MP., Dr.drh. Fahmida Manin, MS., Ir. Ella Hendalia, MS., teman-teman dari Lab. Hijauan dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi, Ir. Ubaidillah, MP., Dr.Ir. A. Rahman Sy., M.Sc., Dr.Ir. Hutwan Syarifudin, MP atas semua dukungan dan motivasi yang diberikan untuk penulis.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2012

(12)

anak terakhir dari pasangan (alm) Drs. Sadino dan Nurdina. Pendidikan sarjana yang ditempuh di Program Studi Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Jambi, lulus pada tahun 1995. Program Pascasarjana – Master Degree diperoleh dari Georg-August University of Goettingen, Jerman melalui beasiswa DAAD-GTZ dan menamatkannya pada tahun 2001. Kesempatan untuk melanjutkan studi ke program doktor diperoleh pada tahun 2005. Beasiswa program doktor diperoleh dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan-DIKTI. Selain itu, penulis juga mendapat dukungan dana dari Pemerintah Daerah Provinsi Jambi dan Kabupaten Sarolangun, Provinsi Jambi, Yayasan Toyota dan Astra, Indonesia.

Penulis bekerja sebagai staf pengajar di Fakultas Peternakan Universitas Jambi sejak tahun 1997. Bidang penelitian dan pengajaran yang menjadi tanggung jawab penulis adalah hijauan makanan ternak (agrostology).

Selama mengikuti program S3, penulis menjadi anggota himpunan Asosiasi Ilmu Nutrisi Indonesia (AINI). Sebelum itu, penulis telah menjadi anggota himpunan Alumni Jerman se-Asia Tenggara (SEAG Alumni Network). Selama mengikuti program S3, penulis berkesempatan mengikuti beberapa seminar dan pertemuan ilmiah yang diselenggarakan oleh himpunan profesi AINI dan SEAG. Pada tahun 2007, penulis mengikuti seminar AINI di Yogyakarta dan membawakan makalah dengan judul Komposisi botani dan hijauan yang diberikan pada ternak ruminansia di Kabupaten Muara Jambi, Provinsi Jambi dan dipublikasi dalam Proceedings Seminar Nasional AINI VI: Kearifan Lokal dalam Penyediaan serta Pengembangan Pakan dan Ternak di Era Globalisasi. Pada tahun 2009, penulis mengikuti pertemuan ilmiah dan seminar alumni SEAG dan membawakan makalah dengan judul Potential native species for silvopastoral system in un-managed Paraserianthes falcataria plantationdan dipublikasi dalam prosiding Promoting Biodiversity, Rainforest Protection, and Economic Development in Indonesia. Pada tahun 2011, penulis berkesempatan mengikuti seminar Sustainable Animal Agriculture for Developing Countries (SAADC 2011) dan membawakan makalah dengan judul Effect of nitrogen fertilizer on growth characteristics and productivity of creeping forage plants for tree -pasture integrated systemdan diterbitkan pada jurnalJournal of Agricultural Science and Technology A1.

(13)

DAFTAR TABEL ……….. xiii 2 PENGARUH PEMUPUKAN NITROGEN TERHADAP PERTUMBUHAN BEBERAPA TANAMAN HIJAUAN MENJALAR UNTUK INTEGRASI TANAMAN PAKAN - TANAMAN POHON

3 PENGGUNAAN UNSUR FOSFOR DAN NITROGEN PADA TANAMAN PAKANINDIGOFERA ZOLLINGERIANADAN SETARIA ITALICA(L.) BEAUV DALAM MODEL SISTEM TUMPANGSARI………. 22

Pendahuluan ... 22

Materi dan Metode ………... 27

Hasil ………. 35

Pertumbuhan tanaman ……….………….. 35

Kandungan hara dan serapan P dan N tajuk ………….………. 39

Status unsur hara P dan N tanah ……… 41

Pembahasan ... 45

Pertumbuhan tanaman ……….. 45

Kandungan hara dan serapan P dan N tajuk ………. 46

(14)

1. Kriteria penilaian kimia tanah

………...

9

2. Pertambahan tinggi, tinggi tanaman, jumlah daun, bobot kering tajuk dan akar, rasio tajuk-akar dansenescensetanaman hijauan menjalar selama 3 bulan penelitian ...

12

3. N-tanah, serapan N aktual, N-tajuk dan kandungan P and K tanah pada akhir penelitian….………...

15

4. Analisis kandungan N hara tanah sebelum perlakuan ……….. 29 5. Bobot kering tajuk dan akarIndigoferadan Hotong selama

penelitian………... 35

6. Infeksi akar pada tanaman Hotong dan Indigofera pada perlakuan (+M) ………..

38

7. Jumlah nodulIndigoferadan bobot kering malai Hotong selama penelitian ..………

38

8. Kandungan P dan N tajukIndigoferadan Hotong selama penelitian ... 39 9. Serapan P dan N tajukIndigoferadan Hotong selama penelitian…... 40 10. Kandungan P total dan P tersedia media tanam pada akhir penelitian .. 41 11. Kandungan P larutan tanah dan biomassa bakteri pelarut P (SPK/ml)

media tanam pada akhir penelitian …..………. 42

12 Kandungan N total, N-NH4+N-NO3- media tanam pada akhir

(15)

Halaman 1. Tren pertumbuhan panjang spesies rumput menjalar selama 3 bulan

penelitian (PN =P. notatum, BH =B. humidicola,AC= A.

compressusdan AP =A. pintoi; (-N) = tanpa pupuk dan (+N) = 300 kg urea/ha)………...

11

2. Struktur akar tanaman hijauan menjalar (-N = tanpa pupuk dan +N =

300 kg Urea/ha) ………..

13

3. Daun menua dan mati sisa dari pemotongan awal dari bahan tanam (dalam lingkaran). (PN =P. notatum, BH =B. humidicola,AC= A. compressusdan AP =A. pintoi) ………...

14

4. Desain pot percobaan ………... 28 5. Lay out penelitian ………... 29 6. Proses penyemaian ... 31 7. Desain proses transfer hara P dan N tanaman legum pakanIndigofera

dan tanaman non legum Hotong dalam sistem tumpangsari……... 32

8. Aplikasi pupuk N dan K ………. 32 9. Akar Hotong dan Indigoferadengan perlakuan pupuk P(+M) umur 60

hari ………... 36

(16)

1. Lay outpenelitian I ………... 65

2. B. humidicolatanpa N (A),B. humidicoladenganN (B),P. notatum tanpa N (C),P. notatumdengan N (D), A. compressustanpa N (E),A.compressusdengan N (F),A. pintoitanpa N (G), andA. pintoidengan N (H) ………... 66 3. Pembuatan pot penelitian .………. 67

4. Prosedur analisis kandungan P tajuk.……….. 68

5. Prosedur analisis kandungan N tajuk (metodeKjeldahl) ………... 69

6. Pengamatan infeksi akar ……… 70

7. Prosedur analisis pH tanah ……… 71

8. Prosedur analisis P-total (HCl 25%) ………. 72

9. Prosedur analisis P-tersedia (P-Bray I) ………. 73

10. Prosedur analisis P larutan tanah (water soluble phosphate) ……… 74

11. Prosedur analisis bakteri pelarut P (dilution plate method………… 75

12. Prosedur analisis N-tersedia (N-NH4+dan N-NO3-)………... 76

13. Serangan hama dan penyakit periode panen pertama ……… 77

(17)

1 PENDAHULUAN

Latar belakang

Produksi hijauan yang berkelanjutan merupakan salah satu faktor penting dalam pengembangan sistem produksi ternak. Di daerah pedesaan di Indonesia, kegiatan peternakan biasanya tidak terlepas dari kegiatan pertanian. Lahan terbatas yang dimiliki petani mengakibatkan lahan yang ada lebih banyak ditanami dengan tanaman pangan dan hanya sedikit atau bahkan tidak ada lahan yang diperuntukan bagi penanaman hijauan pakan. Pemanfaatan hasil limbah pertanian yang dihasilkan dari kegiatan pertanian merupakan hal yang biasa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pakan ternak, meskipun kualitas nutrisi dari pakan hasil limbah pertanian sudah relatif menurun. Disisi lain, fluktuasi produksi pertanian yang diakibatkan musim yang selalu berubah juga menjadi keterbatasan dalam penyediaan pakan. Hal ini menjadi faktor pembatas bagi pengembangan ternak pada skala peternak rakyat. Integrasi sistem produksi hijauan pakan-ternak dengan tanaman pertanian dan atau dengan tanaman pohon tahunan pada area yang sama (tumpangsari) menjadi hal perlu dipertimbangkan sebagai solusi bagi penyediaan pakan yang berkelanjutan, mengingat sistem ini sudah secara luas dipraktekan oleh petani/peternak di Indonesia. Seperti yang dilaporkan oleh Devendra dan Thomas (2002) bahwa di Asia, tanaman pangan dan tanaman pohon tahunan ditanam, dan ternak ruminansia maupun non ruminansia diintegrasikan ke dalam sistem ini. Hal ini dipicu oleh penurunan ketersediaan lahan dan meningkatnya kebutuhan manusia akan produk ternak (Devendra 2007).

(18)

kapasitas tampung ternak di dalam sistem. Menurut Purnomo (2006) pastura hutan dapat meningkatkan biomassa pakan ternak pada saat musim kering 3 kali sebesar 10.7 t/ha/3 bulan dibandingkan dengan pastura alami yang menghasikan 3.6 t/ha/3 bulan. Pada saat musim hujan, biomassa pakan ternak meningkat baik pada pastura hutan maupun pada pastura alami masing-masing sebesar 18.2 t/ha/3 bulan dan 11.9 t/ha/3 bulan. Kapasitas tampung pastura hutan pada musim hujan dan musim kering masing-masing 1.32 dan 0.99 ekor/ha/tahun, sementara pada pastura alami pada musim hujan dan musim kering sebesar 1.16 dan 0.72.

Ketika dua atau lebih tanaman ditanam secara bersamaan, maka setiap tanaman harus mempunyai ruang yang cukup untuk memaksimumkan kerjasama dan meminimumkan kompetisi antara tanaman tersebut. Ada beberapa hal yang harus dipenuhi untuk mengakomodasinya yaitu 1) jarak tanam, 2) kepadatan tanaman, 3) waktu yang tepat bagi tanaman untuk ditanam, dan 4) arsitektur tanaman 5) pemupukan yang optimal (Sullivan 2003). Integrasi tanaman pakan-tanaman pohon tahunan dan tanaman pakan-tanaman pangan perlu memperhatikan aspek agronomis yang berhubungan dengan kondisi ekofisiologis sistem integrasi. Hal yang perlu dipertimbangkan adalah karakteristik tumbuh tanaman yang akan diintegrasikan. Karakteristik pertumbuhan akar dan pertumbuhan tajuk tanaman perlu mendapat perhatian, agar tanaman dapat tumbuh dan menghasilkan produksi yang optimum. Hal ini disebabkan dengan meningkatnya umur tanaman pohon mengakibatkan rendahnya intersepsi cahaya matahari ke permukaan tanah. Spesies tanaman pakan tahan naungan diperlukan untuk integrasi dengan tanaman kehutanan, sedangkan integrasi dengan tanaman pangan dibutuhkan spesies yang kompatibel ditanam bersama dengan tanaman pangan sehingga kompetisi akan unsur hara dapat diminimumkan.

(19)

unsur yang diperlukan dalam pembentukan asam amino, amida (protein). Kandungan protein pakan merupakan indikator penting bagi nutrisi ternak ruminansia. Nitrogen juga diperlukan dalam jalur sintesis glutamine dan glutamate (Marschner 1999; Whitehead 2000).

Reaksi reduksi nitrogen sampai preparasi asam amino menjadi protein pada tanaman dipengaruhi oleh cahaya. Reduksi nitrogen berhubungan erat dengan hasil fotosinthesis, mulai dari NH3 dan hasil fotosinthesis dari asam amino dan senyawa nitrogen organik lainnya. Melalui photophosphorilasi dan cahaya, tanaman memproduksi ATP untuk proses akumulasi nitrogen menjadi nitrogen organik yang dapat digunakan oleh tanaman. Selain itu, cahaya juga bekerja untuk mengaktivasi enzim nitrat reduktase (Pradnyawan 2004). Namun menurut hasil penelitian Latifa dan Anggarwulan (2009), perlakuan naungan memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap aktivitas enzim reduktase dari X. sagittifolium. Pada naungan 75 %, ektivitas enzim reduktase masih tetap tinggi. Hal ini dikarenakan tanaman efisien menangkap cahaya melalui luas area permukaan daun. Peningkatan laju fotosintesis diikuti dengan meningkatnya laju respirasi yang menghasilkan energi untuk menurunkan NO3 menjadi NO2. Dias-Filho (2000) menegaskan bahwa naungan secara nyata meningkatkan luas daun spesifik dan rasio luas daun pada rumput C3dan C4. Menurut Kephart dan Buxton (1993) terdapat korelasi yang nyata antara luas daun spesifik dengan kecernaanin vitrobahan organik dan kandungan nitrogen dalam daun.

(20)

lebih jauh dipengaruhi oleh karakteristik akar (seperti laju pertumbuhan, spesifik panjang akar, dan kepadatan dan panjang rambut-rambut akar) dan proses biokimia yang terjadi pada ruang tanah-akar (Richardsonet al.2009).

Beberapa studi menunjukkan adanya kelompok mikroba yang diidentifikasi yang dapat melarutkan mineral fosfat dan meningkatkan nutrisi fosfat tanaman. Diantara mikroorganisme tanah, fungi mikoriza arbuskula (FMA) telah diketahui sebagai komponen dari sistem tanah-tanaman yang berkelanjutan (Smith dan Read 1997), yang mampu meningkatkan serapan fosfat tanaman (Bolan 1991) dan nitrogen (Barea et al. 1991). Peningkatan kemampuan akar tanaman bermikoriza sepertinya meningkatkan serapan NH4+ yang dilepaskan dari proses mineralisasi dari residu organik di dalam tanah (Hamel 2004).

Mengingat pentingnya peranan nitrogen dan fosfor pada tanaman, tetapi disisi lain belum begitu jelas proses penyediaannya di dalam tanah dan penggunaannya oleh individu tanaman dan komunitas tanaman, maka penelitian tentang kajian penggunaan unsur nitrogen dan fosfor dalam suatu sistem tumpangsari perlu dilakukan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengkaji penggunaan unsur hara nitrogen pada beberapa spesies hijauan rumput menjalar yang diperuntukkan pada sistem integrasi pastura-hutan dan 2) mengkaji penggunaan fosfor dan nitrogen pada tanaman legum pakan dan non legum dalam model sistem tumpangsari.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini bermanfaat sebagai dasar bagi pengembangan sistem produksi hijauan pakan-ternak yang diintegrasikan dengan tanaman pohon tahunan dan tanaman pangan.

Ruang Lingkup Penelitian

(21)

2 PENGARUH PEMUPUKAN NITROGEN TERHADAP

PERTUMBUHAN BEBERAPA TANAMAN HIJAUAN

MENJALAR UNTUK SISTEM PASTURA-HUTAN

Pendahuluan

Latar belakang

Berbagai faktor dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman seperti cahaya, CO2, air dan unsur hara mineral (Marschner 1999). Nitrogen merupakan unsur hara utama yang dibutuhkan seluruh tanaman untuk pertumbuhan dan produksi yang optimum. Ketidakcukupan atau kekurangannya akan menyebabkan terhentinya pertumbuhan dan menunjukkan gejala defisiensi unsur hara (Ipinmoroti et al. 2008).

Nitrogen di dalam tanah terdapat dalam berbagai bentuk yang berbeda seperti senyawa nitrogen organik, ion ammonium (NH4+), dan ion nitrat (NO3-) (Eckert 2009; Marxet al.1999), yang berinteraksi antara satu dengan lainnya dan dengan tanaman, ternak, dan mikroorganisme. Kebanyakan tanaman menggunakan nitrogen dengan cepat. Tanaman menyerap nitrogen dalam bentuk ion nitrat (NO3-) atau amonium (NH4+), yang keduanya merupan ion yang larut dalam air. Ion nitrat merupakan ion yang larut dalam air. Ion nitrat diserap dengan cepat oleh akar tanaman tetapi tercuci dengan mudah dari tanah dengan adanya curah hujan yang tinggi atau irigasi berlebihan (CFF 2009; Marxet al.1999). Ion ammonium terjerap dalam partikel tanah dan bergerak dengan lambat melalui akar tanaman (CFF 2009). Nitrogen total tidak menunjukkan ketersediaan nitrogen tanaman (Marx et al. 1999). Kandungan nitrogen yang dibutuhkan untuk pertumbuhan yang optimum bervariasi antara 2 dan 5% dari berat kering tanaman, bergantung pada spesies tanaman, fase perkembangan tanaman dan bagian organ tanaman (Marschner 1999).

(22)

meningkatkan rasio akar-tajuk (Barbar 1984). Rasio akar-tajuk merupakan rasio berat akar terhadap tajuk suatu tanaman. Tanaman dengan proporsi akar yang lebih besar dapat berkompetisi lebih efektif untuk mendapatkan unsur hara tanah, sedangkan tanaman dengan proporsi tajuk yang lebih besar dapat mengumpulkan lebih banyak energi (Allaby 2004). Terdapat suatu karakteristik rasio tajuk-akar untuk setiap spesies pada setiap fase pertumbuhan. Rasio tajuk-akar cenderung meningkat dengan meningkatnya ukuran tanaman (menurunkan akar tanaman), mencerminkan meningkatnya asimilasi bagian atas tanaman. Rasio tajuk-akar dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti cahaya, ketersediaan unsur hara, suhu dan ketersediaan air. Perubahan ini biasanya mencerminkan keuntungan adaptasi dari tanaman dalam menyesuaikan diri pada sumber yang terbatas (Marschner 1999)

Beberapa spesies rumput dan legum mempunyai keuntungan secara morfologi tumbuh di bawah kondisi ternaungi. Stür (1998) menyatakan bahwa spesies hijauan yang berhasil tumbuh dalam tanaman perkebunan harus beradaptasi tidak hanya dengan rendahnya level cahaya tetapi juga dengan iklim (curah hujan, suhu, variasi panjang hari), tanah (pH, kesuburan, tekstur dan drainase) dan manajemen (cekaman defoliasi atau penggembalaan dan input pupuk). Rendahnya produksi potensial seluruh spesies pada kondisi cahaya rendah merupakan hambatan utama terhadap produktivitas sistem tanaman pohon-pakan dengan adanya penutupan kanopi sejalan dengan pertambahan umur tanaman pohon (Wong 1991; Addison 2003). Beberapa penelitian telah menemukan beberapa spesies rumput dan legum yang mampu beradaptasi terhadap naungan, mulai dari naungan rendah sampai sangat tinggi, seperti Brachiaria humidicola, Arachis pintoi, Axonopus compressusandPaspalumsp (Reynolds 1995; Wong, 1991).

(23)

al. 2008) dan nitrogen secara normal merupakan unsur hara yang sangat memengaruhi untuk pertumbuhan tanaman yang optimum (Espinozaet al.2007).

(24)

Bahan dan Metode

Waktu dan tempat

Penelitian ini dilakukan dalam skala rumah kaca mulai dari Agustus 2010 sampai dengan Desember 2010. Penelitian dilakukan di dalam rumah plastik didesain dengan konstruksi bamboo. Atap plastik dilapisi dengan net plastik untuk menciptakan kondisi naungan, dengan dinding yang separuh tertutup (separuh dari bagian bawah ditutup dengan plastik), separuh bagian atas ditutup dengan net plastik. Kondisi ini memungkinkan sirkulasi udara yang akan mengurangi panasnya rumah plastik. Temperatur minimum dan maksimum selama penelitian berkisar 24°C sampai dengan 34°C dengan kelembaban minimum dan maksimum berkisar 67% sampai 89%.

Bahan dan alat

Dalam penelitian ini digunakan beberapa spesies tanaman hijauan menjalar dan nitrogen (bersumber dari urea) sebagai pupuk. Alat yang digunakan dalam penelitian ini pot bulat datar dengan diameter 43 cm dan tinggi 12 cm, gunting, pisau danthermohygrometerdigital.

Penelitian ini didesain dengan menggunakan rancangan acak lengkap dengan pola faktorial 4 spesies, 2 level pemupukan dengan 3 kali ulangan. Spesies tanaman hijauan menjalar (stoloniferous) yang digunakan adalah PN =Paspalum notatum, BH = Brachiaria humidicola, AC = Axonopus compressusdan AP = Arachis pintoi. Level pemupukan nitrogen/urea, yaitu (-N) = tanpa pupuk dan (+N) = 300 Kg urea/ha.

Prosedur penelitian

(25)

pH 4.5 – 6.5, 0.10% nitrogen, 84 mg/100g P2O5 dan 10 mg/100g K2O (BPT 2010). Hasil analisis tanah awal ini mengindikasikan bahwa kondisi tanah sebelum penanaman rendah akan nitrogen dan kalium, namun akan fosfor, dengan pH yang sedikit masam ke netral (acuan Tabel 1).

Tablel 1 Kriteria penilaian sifat-sifat kimia tanah

Elemen

Pengamatan pertumbuhan tanaman selama 90 hari meliputi:

a. Panjang tanaman (cm/tanaman); dengan mengukur tanaman mulai dari permukaan tanah sampai ujung daun paling panjang dan diukur pada akhir penelitian.

b. Pertambahan panjang tanaman (cm/tanaman); diukur dengan menghitung perbedaan pengukuran pengamatan minggu satu dengan pengamatan minggu berikutnya.

c. Jumlah daun (helai/tanaman); diukur pada akhir penelitian.

d. Bobot kering tajuk tanaman (g/tanaman); bobot kering akar tanaman dengan mengeringkan sampel dalam oven 80°C selama 48 jam. Kemudian sampel kering digiling untuk analisis N tajuk (metode Kjeldahl).

e. Rasio tajuk-akar.

(26)

Analisis data

(27)

Hasil

Pertumbuhan tanaman

Tiga bulan periode penelitian tercatat bahwa pertumbuhan spesies hijauan menjalar tidak nyata dipengaruhi oleh pemupukan, tetapi pertumbuhan hijauan menjalar berbeda secara nyata menurut spesies. Beberapa pot penelitian, khususnya pada P. notatum, diduga menderita ketidakcukupan akan unsur hara tertentu. Hal ini ditunjukkan oleh warna kuning kecoklatan pada bagian ujung daun pada minggu ke-6 periode penelitian. Berdasarkan pengamatan, P. notatum menunjukkan pertumbuhan yang paling rendah dibandingkan dengan spesies lainnya.

Tinggi bibit hijauan menjalar pada saat awal penelitian adalah 5 cm di atas permukaan tanah. Pada bulan pertama, pertumbuhan seluruh tanaman menunjukkan adanya peningkatan pada panjang tanaman, akan tetapi pada bulan kedua, A. pintoi menunjukkan pertumbuhan yang menurun. A. compressus pada perlakuan (-N) dan (+N) rata-rata mencapai panjang 126.8 cm. Pada bulan ketiga, kebanyakan spesies menunjukkan peningkatan pertambahan panjang, kecuali P. notatumcenderung menurun (Gambar 1).

(28)

Tabel 2 menunjukkan beberapa peubah pertumbuhan tanaman hijauan menjalar selama 3 bulan periode penelitian. Penelitian ini menemukan bahwa terdapat pengaruh yang sangat nyata dari spesies terhadap pertumbuhan.

Tabel 2 Pertambahan panjang, panjang tanaman, jumlah daun, bobot kering tajuk dan akar, rasio tajuk-akar dan senescense tanaman hijauan menjalar selama 3 bulan penelitian

Rata-rata 68.15b 61.78b 126.18a 23.90c

Jumlah daun (helai/tanaman)

Keterangan: huruf yang berbeda pada baris yang sama berbeda nyata pada taraf 0.05 % dengan uji BNT. (-N) = tanpa pupuk dan (+N) = 300 Kg urea/ha

(29)

tanaman per minggu, panjang tanaman, jumlah daun, bobot kering tajuk dan akar. Semakin panjang tanamanA. compressus, maka semakin banyak buku terbentuk yang menjadikan tanaman ini mempunyai jumlah daun yang banyak. Daun tumbuh pada setiap buku baru. Pertumbuhan bagian atas tanaman yang baik pada A. compressus juga diikuti dengan pertumbuhan akar yang baik. Meskipun perlakuan pemberian pupuk tidak memberikan pengaruh yang nyata, namun tanaman A. compressus yang diberi pupuk terlihat mempunyai akar yang lebih banyak (Gambar 2). Kondisi ini diikuti oleh B. humidicola, P. notatum, and A. pintoi. Stolon dariA. compressusmenyebar dengan cepat dan jika masih terdapat area untuk bertumbuh, tanaman ini akan menutupinya.

Gambar 2 Struktur akar tanaman hijauan menjalar (-N = tanpa pupuk dan +N = 300 kg Urea/ha)

(30)

Gambar 3 Daun menua dan mati sisa dari pemotongan awal dari bahan tanam (dalam lingkaran). (PN =P. notatum, BH =B. humidicola, AC= A. compressusdan AP =A. pintoi)

Status N, P dan K tanah dan serapan N

(31)

Tabel 3 N-tanah, serapan N aktual, N-tajuk dan kandungan P and K tanah pada

(-) N 0.076 0.037 0.096 0.031 0.060

(+) N 0.072 0.055 0.140 0.062 0.082

Rata-rata 0.074ab 0.046b 0.118a 0.046b

N tajuk (%)

(32)

Pembahasan

Pertumbuhan tanaman

Produksi tajuk merupakan gabungan panjang tanaman dan jumlah daun.

Sejalan dengan panjang tanaman dan jumlah daun, bobot kering tajuk dan akar

A.compressus terlihat paling tinggi dibandingkan dengan spesies lainnya seperti

B. humidicola, P. notatumdanA. pintoiyang terlihat sama.

Jumlah daun yang paling rendah terdapat padaP. notatumdanA. pintoidengan rata-rata 15 helai daun masing-masingnya selama 3 bulan penelitian (Tabel 2). Pakiding (1998) menemukan tidak ada pengaruh terhadap jumlah daun per anakan dengan meningkatnya level nitrogen dan tinggi pemotongan. Hirata (2000) juga menemukan level nitrogen mempunyai pengaruh yang kecil terhadap laju pemunculan daun (LAR) dari P. notatum, LAR sedikit meningkat dengan meningkatnya level nitrogen.

Anakan merupakan sumber potensial bagi produksi jumlah daun. Anakan yang banyak tumbuh, mengakibatkan jumlah daun semakin meningkat. Jumlah daun yang rendah pada P. notatum disebabkan oleh rendahnya respon P. notatum terhadap pemupukan nitrogen. Anakan pertama dari P. notatum (+N) muncul sekitar minggu ke-10 dari periode penelitian. Hirata (1993) melaporkan bahwa jumlah anakan rumput Bahia membutuhkan waktu 3 bulan untuk menunjukkan respon yang nyata terhadap tinggi pemotongan. Respon pembentukan anakan dapat dipengaruhi oleh faktor seperti genotip, suhu, intensitas cahaya, ketersediaan air, nutrisi mineral, photoperiod dan pengatur pertumbuhan. Penelitian lebih jauh dari rumput Bahia oleh Hirata and Pakiding (2001) menemukan bahwa level N memberikan pengaruh yang rendah terhadap jumlah anakan dan anakan anak, laju pemunculan daun (LAR), laju daun yang mati

(LDR) dan yang jatuh, kecuali untuk anakan pada rumput Bahia pada musim

anakan aktif (Mei – Juni). Kepadatan anakan rumput Bahia sangat stabil karena tingginya longevitas anakan (rendah laju kematian anakan) disamping juga

rendahnyalaju pemunculan anakan(TAR). Relatif TAR yang rendah pada rumput Bahia disebabkan oleh rendahnya laju pengisian anakan. Islam dan Hirata (2005)

(33)

sangat jarang terjadi pada rumput centipede (Eremochloa ophiuroides)dan Bahia

pada pertumbuhan daun muda pertama sampai ke-tiga. Aktivitas pembentukan

anakan pada rumput Bahia juga nihil atau sangat rendah ketika pertumbuhan daun

muda ke-empat dan ke-enam, kecuali pada bulan Mei dan Juni, ketika

pembentukan anakan terjadi dengan level pemupukan nitrogen yang tinggi.

Bogdan (1977) menyatakan rumput Bahia tumbuh mencapai tinggi maksimum antara 15-70 cm (kira-kira 6-28 inchi), terkadang mencapai tinggi 100 cm (sekitar 40 inchi)

Pada spesies B.humidicola (-N) dan A. compressus (+N), pemunculan anakan pertama terjadi pada minggu pertama periode penelitian. A. compressus menyebar dengan cepat melalui stolon dan rhizome di bawah kondisi yang memungkinkan dibandingkan Axonopus affinis (FAO). Manidool (1992) menyatakan bahwa tanaman muda dariA. compressus mulai tumbuh dalam jalur melingkar. Dengan sedikit kompetisi, jalur dapat mencapai sampai diameter 1 meter dalam satu musim. Tanaman ini tumbuh seperti gulma dan membentuk hamparan rumput yang padat. Wong (1991) menambahkan bahwa spesies indigenous tahan naungan seperti Axonopus compressus, Stenotaphrum secundatum, Brachiaria miliiformis dan Paspalum conjugatum menunjukkan lebih persisten dan produktif di bawah kondisi cahaya rendah.

Menurut Abdullah (2009) jumlah anakan B. humidicola (Rendle) Schweick bergantung pada jumlah buku dan panjang stolon, sehingga pola pertumbuhan anakan mengikuti pola dinamik keduanya. Pada penelitian ini panjang stolon dari B. humidicola dan P. notatum nyata lebih rendah dibandingkan dengan A. compressus.

Panjang tanaman dan jumlah daun merupakan sumber potensial bagi

fotosintesis tanaman. Lebih banyak daun, lebih luas area untuk fotosintesis.

Dengan demikian akan menghasilkan lebih banyak fotosintat untuk akumulasi

produksi bagian atas tanaman. Ditambah lagi, pertambahan biomassa bagian atas

(34)

tanaman (pertumbuhan potensial daun, batang, akar, anakan dan organ reproduksi), di bawah kontrol genom dan di bawah pengaruh ekspresinya yang diakibatkan faktor lingkungan (suhu, kualitas cahaya). Gastal dan Durand (1999) juga menambahkan fotosintesis kanopi bergantung pada luas area daun yang menghasilkan perluasan daun. Davidson dan Robson (1985) menyatakan laju fotosintesis yang lebih tinggi dari Clover dapat dihasilkan dari tingginya potensial fotosintesis daun atau lebih besarnya intersepsi cahaya.

Pembentukan anakan di bawah suplai nitrogen sedang terlihat tertekan pada rumput pendek, akan tetapi pemanjangan daun tetap terjadi meskipun lajunya mengalami penurunan (Nelson 2000). Hirata (2000) juga mengamati bahwa pemanjangan daun terjadi secara cepat ketika masih daun pertama dan ke-dua tetapi berhenti memanjang ketika daun ke-empat. Hirataet al.(2009) menemukan bahwa panjang anakan yang paling tinggi terjadi pada pemotongan yang tinggi pada periode musim panas dengan nitrogen yang rendah, sedang dan tinggi yaitu masing-masing 399, 396, 365 mm.

Meningkatnya panjang tanaman, jumlah daun dan biomassa berat kering bagian atas tanaman mengakibatkan tingginya rasio tajuk-akar pada A. compressus, meskipun berbeda tidak nyata denganB.humidicola. Rasio tajuk-akar cenderung meningkat dengan meningkatnya ukuran tanaman (menurun untuk akar), mencerminkan meningkatnya asimilat bagian atas tanaman (Marschner 1999).

Davidson (1994) menemukan bahwa di dalam akar terdapat spektrum yang luas dari respon berbagai komponen morphogenetik terhadap nitrogen. Terdapat kisaran respon yang sangat luas antara spesies. Wong (1991) melaporkan meningkatnya berat kering terhadap komponen daun yang disebabkan oleh pengaruh akar menghasilkan rasio tajuk akar, rasio daun batang, rasio berat daun dan luas daun yang lebih tinggi, khususnya pada rumput. Allaby (2004) menyatakan tanaman dengan proporsi akar yang lebih banyak dapat berkompetisi lebih efektif untuk unsur hara tanah, sedangkan tanaman dengan proporsi tajuk yang lebih tinggi dapat mengumpulkan lebih banyak cahaya energi.

Berat kering tajuk B. humidicola tidak meningkat dengan aplikasi pupuk

(35)

Variasi dalam bobot biomassa hijauan (berkisar antara 23–560 g BK/m) merupakan akibat dari variasi berat anakan (Hirata dan Pakiding 2002). Ditegaskan oleh Nakamura et al. (2002) bahwa B. humidicola lebih baik

beradaptasi pada kondisi terbatas nitrogen dibandingkan dengan dua spesies

rumput lainnya, B. decumbens dan B. Brizantha. Subarao et al. (2009) menemukan bahwa B. humidicola melepaskan Braquialactona oleh akar yang mengakibatkan menurunnya dan bahkan tertekannya nitrifikasi dalam rhizosfer tanah. Hambatan nitrifikasi merupakan strategi untuk memperpanjang waktu keberadaan N di dalam tanah dan meningkatkan efisiensi penggunaan N (Rodgers 1986).

Dalam penelitian ini, berat kering akar B. humidicola terlihat yang paling

rendah dibandingkan dengan spesies lainnya. Dias-Filho (2000) dalam

penelitiannya menemukan bahwa spesies B. humidocola dan B. brizantha

menghasilkan biomassa bagian bawah yang rendah dengan meningkatnya

naungan.

Laju fotosintesis dan ekspor gula (energi) dari daun menurun pada daun yang mulai menua. Penurunan kandungan klorofil (klorosis) merupakan gejala yang telihat pada daun yang menua (Marschner 1999). Daun tua dan mati yang terbanyak terdapat padaP.notatum, sedangkan yang terendah padaB. humidicola. Daun yang menua dan mati merupakan daun yang tertinggal dari pemotongan awal (bibit). Ditambah lagi, lebih banyak daun P. notatum yang menunjukkan warna kuning kecoklatan. Hodgson (1990) menyatakan tanda yang nampak dari proses penuaan daun adalah warna kuning yang sangat progresif dan bahkan kecoklatan dan dehidrasi. Kehilangan karena daun yang menua dan mati dan dekomposisi awalnya meningkat namun lambat, bergantung pada jumlah jaringan tua yang tertinggal setelah pemotongan dan kemudian meningkat dengan progresif dan akan sampai pada laju pertumbuhan yang sama.

Status N, P dan K tanah dan serapan N

(36)

cepat dan lebih besar melepas unsur hara (Olivieraet al. 2002). Pelepasan unsur hara (N, P, K, dan Ca) dari serasahA.pintoisangat cepat (Thomas 1994).

Konsentrasi N tajuk yang paling tinggi terlihat pada A. pintoi. Hal ini disebabkan oleh kemampuan A. pintoi untuk memfiksasi nitrogen bebas sebagaimana spesies legum lainnya. Cook (1992) melaporkan bahwa kandungan N dalam A. pintoi berkisar antara 2.5 – 3 %, dan P berkisar antara 0.18 – 0.37. A.pintoimempunyai toleransi terhadap naungan yang tinggi (sampai dengan 50% cahaya) dan menunjukkan potensi yang tinggi sebagai cover crops. Tanaman ini menunjukkan kemampuan yang baik mengontrol gulma dan dapat memfiksasi sejumlah besar nitrogen (Rika 1995).

Manidool (1992) menemukan bahwa konsentrasi N pada A. compressus berkisar antara 1-2%. Meningkatnya konsentrasi nitrogen pada daun tanaman rumput berhubungan dengan efisiensi dari konversi energi matahari (Sophanodora 1989). Beberapa penelitian menunjukkan bahwaA. compressusdapat memfiksasi nitrogen atmosfer dan menambahkannya ke dalam tanah (Saoet al. 2007). Pekerja CSIRO telah menemukan bahwa rumput ini mempunyai sistem nitrogenase aktif yang mampu memfiksasi 13 kg N/ha/hari selama 12 minggu periode pertumbuhan selama musim panas (FAO). Secara relatif terdapat sejumlah nitrogen yang dapat difiksasi melalui asosiasi non simbiosis dalam rhizosferA.compressus. Meskipun demikian, rendahnya level nitrogen dapat membantu bertahan pada musim pertumbuhan yang pendek dan mempertahankan rumput pada fase vegetatif. A. compressus tidak terlihat berespon dengan baik terhadap fosfor, karena dapat tumbuh dengan baik pada tanah rendah fosfor (Tropical Forages).

(37)

Simpulan

(38)

3 PENGGUNAAN UNSUR FOSFOR DAN NITROGEN

PADA TANAMAN LEGUM PAKAN

Indigofera

zollingeriana

DAN NON LEGUM

Setaria italica

(L.)

BEAUV DALAM MODEL SISTEM

TUMPANGSARI

Pendahuluan

Latar Belakang

Tumpangsari merupakan penanaman dua atau lebih tanaman secara berdekatan untuk mendukung interaksi antar tanaman tersebut (Sullivan 2003) pada tempat dan waktu yang sama secara terus-menerus (Andrews dan Kassam 1976). Di Indonesia, praktek tumpangsari ini banyak dilakukan terutama selain untuk menyiasati keterbatasan lahan, juga bertujuan untuk penganekaragaman hasil panen dan ketahanan pangan keluarga petani. Kegiatan peternakan biasanya tidak terlepas dari kegiatan pertanian di daerah pedesaan di Indonesia,. Hasil limbah pertanian yang dihasilkan biasanya juga dimanfaatkan untuk pakan ternak, meskipun kualitas nutrisi dari pakan hasil limbah pertanian sudah relatif menurun. Salah satu upaya yang perlu diuji coba untuk menjaga ketahanan pangan dan sekaligus pakan dalam keluarga petani/peternak dengan tetap mempertahankan status nutrisi yang baik dari tanaman dapat dilakukan dengan tumpangsari antara tanaman hijauan pakan ternak dengan tanaman pangan alternatif, misalnya pertanaman campuran antaraIndigofera zollingeriana(Indigofera) denganSetaria italica(L.) Beauv (Hotong).

(39)

potensial, namun belum banyak dieksplorasi di Indonesia. Indigoferamerupakan tanaman semak tahunan atau semak tumbuh rendah dengan tinggi dari 1 – 4 m dengan daun yang menyirip dan karakter bunga Papilionaceous dari famili Fabaceae. Spesies yang berbeda beradaptasi pada kisaran iklim tropik dan subtropik (Bechtol dan Rita 2009). I. zollingeriana merupakan salah satu jenis Indigofera yang banyak terdapat di daerah di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Tanaman ini toleran terhadap kekeringan, genangan air, dan tahan terhadap salinitas. Kandungan protein kasar dan mineral yang tinggi menjadikan tanaman ini berpotensi sebagai sumber protein pengganti konsentrat disamping juga sebagai sumber mineral. Menurut Abdullah dan Suharlina (2010) kandungan protein kasarIndigofera20.4–27.60%, serat kasar 10.97–21.40%, NDF sebesar 49.40–59.97%, ADF sebesar 26.23–37.82% dengan KCBK dan KCBO masing-masing sebesar 67.39 – 81.80% dan 65.77 – 80.47%. Hassen et al (2007) menyatakan bahwa kandungan CaIndigoferasebesar 0.97–4.52%, 0.19–0.33% P, dan 0.21 – 1.07% Mg. Penggunaan Indigofera pada ternak kambing mampu meningkatkan produksi susu sampai 18% dan meningkatkan bobot kambing perah dara sampai 75% (Tarigan 2009). Studi yang dilakukan oleh Hassenet al.(2007) mendapatkan spesiesIndigoferajuga dapat memenuhi Ca, Mg, Zn dan Mn ternak ruminansia, tetapi penting untuk mensuplementasi P dan Cu dari sumber lainnya untuk memenuhi kebutuhan mineral ternak ruminansia.

(40)

E. Tanin merupakan polifenol, salah satu antigizi yang terkandung di dalam bahan makanan. Komponen ini terutama banyak terkandung pada kulit arinya (Herodian 2008). Komposisi asam amino per 100 g biji adalah 103 mg tryptophan, 233 mg lysine, 296 mg methionin, 708 mg phenylalanine, 328 mg threonin, 728 mg valine, 1764 mg leucine dan 803 mg isoleucine (FAO 1970). Bijinya digunakan untuk konsumsi manusia dan juga sebagai pakan ternak unggas dan burung yang dikandangkan (FAO). Penanaman Hotong dengan sistem irigasi di China tercatat dapat memproduksi biji sekitar 11 t/ha dengan hasil jerami Hotong sekitar 2.5 t/ha/tahun. Sebagai hijauan, Hotong dapat menghasilkan sekitar 15 – 20 ton hijauan segar/ha atau 3.5 t/ha dalam bentuk hay (Brink 2006).

KeunggulanIndigoferasebagai pakan sumber protein dan mineral dan Hotong baik sebagai pangan berkualitas maupun pakan yang berproduktivitas tinggi menjadikan kedua tanaman ini sangat berpotensi untuk dikembangkan.

(41)

kandungan hara yang cukup baik yaitu pH 5.6, C organik 6.11%, N total 4.28%, P2O5 0.15%, K2O 0.40%, (Suharlina 2010). Efisiensi penggunaan nitrogen pada tanaman tebu keprasan (Saccharum officininarum L.) yang dipupuk dengan Sipramin 3.500 l ha-1 (18,47 kg kristal gula kg N-1) lebih besar dari efisiensi penggunaan nitrogen dengan pemupukan Sipramin dosis tinggi maupun ZA (Rusprasitaet al. 2008). Penggunaan sipramin dengan penambahan unsur P dari rock phosphate- fosfat alam yang murah dan mudah tersedia akan menghasilkan pupuk sumber P yang murah, tinggi kandungan hara N, namun lambat tersedia bagi tanaman.

Kemampuan tanaman untuk mengekstrak P sangat dipengaruhi oleh karakteristik akar dan kinerja mikoriza. Sehubungan dengan penyerapan P, Souchie et al. (2006) menyatakan bahwa kelompok komunitas mikroba tanah yang paling penting adalah mikroba pelarut P dan FMA-fungi mikoriza arbuskula. Fungi mikoriza arbuskular (FMA) merupakan komponen esensial pada sistem tanah-tanaman yang berkelanjutan (Smith dan Read 1997). FMA mempunyai kemampuan melarutkan mineral P dan meningkatkan ketersediaannya bagi tanaman (Dupponoiset al. 2005) dan beberapa unsur hara mikro seperti Cu, Zn dan Bo, sehingga penggunaan FMA dapat digunakan sebagai alat biologis untuk mengefisienkan penggunaan pupuk buatan terutama P (Setiadi 1998). Hifa fungi mikoriza arbuskula dapat memediasi transfer unsur hara antara tanaman (Bethlenfalvay et al. 1996). Mikroorganisme ini menyediakan unsur hara bagi tanaman dengan mensekuestrasi/menangkap unsur hara dari tanah dan mentranslokasikannya ke tanaman dan kemudian mikroorganisme ini mendapatkan energi dari tanaman inangnya. Hal ini akan mengakibatkan penggunaan unsur hara yang sangat efisien dan menurunkan ketergantungan terhadap input kimia dari luar (Uppal et al. 2008). Peningkatan penyerapan P dengan adanya mikoriza tanaman diketahui karena adanya peningkatan luas permukaan penyerapan (Abbot dan Robson 1977).

(42)

Duponnois et al. 2005, Karanja et al. 2004; Sabannavar dan Lakshman 2009), tetapi belum mempelajari banyak tentang proses transfer dan pertukaran hara dalam sistem tumpangsari. Hingga saat ini, dasar fisiologi cendawan mikoriza arbuskula terhadap pertumbuhan tanaman belum sepenuhnya dimengerti.

Tujuan Penelitian

(43)

Bahan dan Metode

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca di Bagian Ilmu Tumbuhan Pakan dan Pastura dan Laboratorium Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan di Laboratorium Kimia dan Biologi Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor selama 6 bulan mulai dari Agustus 2011 sampai Januari 2012.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: benih I. zollingeriana dan S.italica (L.) Beauv yang berasal dari Bagian Ilmu Tumbuhan Pakan dan Pastura, Fakultas Peternakan IPB, fungi mikoriza arbuskula yang diperoleh dari Laboratorium Teknologi Hutan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, IPB yang berisi 4 jenis fungi (Gigaspora sp, Glomus manihotis, Glomus etunicatum, dan Acaulospora sp), pupuk P (fosfat alam, sipramin, abu jerami padi, dan tepung tapioka) fungisida tanah (nematisida, insektisida dan fungisida) berbahan aktif dazomet 98%, pestisida alami (bawang putih, cabe rawit dan deterjen), plastic fiber, screen nylon dengan bukaan lubang (aperture) berukuran 18 µm. Screen nylon ini tidak tembus air, namun bisa ditembus oleh hifa mikoriza yang berukuran berkisar 2 - 4 µm.

Alat yang digunakan selama penelitian antara lain: penggaris/meteran, jangka sorong,thermohydrometer, flux meter, gunting, timbangan digital (ketelitian 0.01 dan 0.001) saringan tanah, plastik, oven, amplop kertas,object glass,cover glass, pinset, dan mikroskop.

Rancangan Penelitian

(44)

yang diterapkan adalah beberapa level pemupukan pupuk P [fosfat alam Ca3(PO4)2] dan penggunaan mikoriza.

Level pemupukan pupuk P terdiri atas 0, 60, dan 120 Kg P/ha, sedangkan penggunaan mikoriza adalah (-M) tanpa mikoriza dan (+M) dengan mikoriza, 5 g/pot. Kombinasi perlakuan terdiri atas 6 kombinasi yaitu: (1) 0 kg P/ha dan (-M), (2) 60 kg P/ha dan (-M), (3) 120 kg P/ha dan (-M), (4) 0 kg P /ha dan (+M), (5) 60 kg P/ha dan (+M) dan (6) 120 kg P/ha dan (+M)

Tiga puluh enam pot percobaan yang dirancang khusus terdiri atas 2 (dua) kompartemen dipisahkan oleh screen nylon (Gambar 4) digunakan untuk penanaman Indigofera dan Hotong secara bersamaan. Masing-masing kompartemen berukuran tinggi 40 cm dan diameter 20 cm.

Gambar 4. Desain pot percobaan

(45)

Gambar 5.Lay outpenelitian

Penelitian ini berlangsung selama 90 hari dengan 2 (dua) kali waktu pemanenan. Panen pertama dilakukan pada hari ke-60, yang merupakan waktu pemanenan yang terbaik untuk Indigofera sp (Suharlina 2010), sedangkan pada hari ke-60 itu Hotong masih dalam fase vegetatifnya. Panen pertama ini dilakukan pada 21 unit pot percobaan. Sedangkan sisa 21 pot percobaan dipanen pada hari ke-90.

Prosedur penelitian

Penelitian ini diawali persiapan media tanam yang dilakukan dengan mengambil tanah pada kedalaman 20 cm dari permukaan tanah. Tanah berasal dari kebun penelitian Bagian Ilmu Tumbuhan Pakan dan Pastura, IPB. Tanah kemudian dikeringanginkan sekitar satu minggu dalam rumah kaca dan kemudian disaring dengan menggunakan saringan dengan ukuran 2.0 mm. Sampel tanah diambil secara komposit untuk dianalisis kandungan awal unsur haranya secara lengkap. Hasil analisis tanah awal dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Analisis kandungan unsur hara tanah sebelum perlakuan*)

pH

C-4.40 3.50 0.95 0.09 5.30 52.82 9.36 7.82 0.45 178.20 1166.22

Keterangan:*)hasil analisis Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian IPB

(46)

perbandingan 1 : 2 (1 bagian sipramin dan 2 bagian fosfat alam).Kemudian, abu jerami padi (sebanyak 3%) dan tepung tapioka (sebanyak 2 %) dari total campuran sipramin dan fosfat alam ditimbang dan dicampur rata. Campuran diaduk sampai rata dan kemudian ditambahkan dengan larutan sipramin yang sudah ditimbang dan disiapkan terlebih dahulu. Setelah campuran teraduk rata, lalu dicetak dengan menggunakan cetakan plastik berlubang hingga menjadi butiran. Pupuk P buatan dikeringanginkan selama beberapa hari. Penambahan abu jerami padi pada pupuk ditujukan untuk menetralkan pH pupuk sebagai akibat pemakaian sipramin yang bersifat masam. Penggunaan tepung tapioka ditujukan sebagi filler. Komposisi unsur hara pupuk P buatan terdiri atas pH 6.20, 16.91% C-Organik, 1.42% N total, C/N rasio 11.91, 8.57 – 10.0 mg/100g P2O5, 1.86 mg/100g K2O, KTK 35.10 me/100g dan kadar air sebesar 9.31% (hasil analisis Laboratorium Tanah, Fakultas Pertanian IPB 2012).

(47)

Gambar 6. Proses Penyemaian

Sebelum penanaman, bibit Indigofera dan Hotong (dengan 3 daun awal) dengan yang siap ditransplantasi ke pot percobaan diambil dari bak penyemaian dengan hati-hati. Kemudian akar bibit tanaman Indigofera dan Hotong dicuci dengan air mengalir untuk membersihkan akar dari media tanam awal yang tersangkut di akar.

(48)

Gambar 7 Desain proses transfer hara P dan N tanaman legum pakan Indigofera dan tanaman non legum Hotong dalam sistem tumpangsari

Setelah tiga hari penanaman, penambahan pupuk N dan K sebagai pupuk dasar dilakukan dengan dosis 30 Kg N/ha (Urea 46% N) dan 30 Kg K2O /ha [Muriate of Potash (MOP) 60.05% K2O] pada seluruh kompartemen, termasuk pada pot kontrol. Aplikasi kedua pupuk ini dilakukan dengan membuat lubang di kedua sisi permukaan media tanam (Gambar 8).

Gambar 8. Aplikasi pupuk N dan K

Pemeliharaan

(49)

dan patah. Pada periode pertumbuhan tanaman panen pertama, terdeteksi adanya serangan hama (serangga dan kutu) dan penyakit (diduga gejala defisiensi). Tindakan yang dilakukan hanya tindakan mekanis; menyingkirkan hama dengan cara membuang satu per satu kutu yag menyerang tanaman, karena hama kutu dan serangga yang menyerang masih sedikit.

Pada periode pertumbuhan tanaman panen kedua, serangan hama tidak dapat lagi dilakukan dengan mekanis, tetapi secara biologis dengan menyemprotkan hama kutu menggunakan pestisida alami yang terbuat dari bawang putih, cabe rawit dan deterjen. Setelah penyemprotan, tanaman yang disemprot dibiarkan selama 15–30 menit, kemudian tanaman dibilas dengan air mengalir sampai sisa pestisida bersama dengan hama kutu yang sudah mati menjadi bersih.

Peubah yang diamati

Dalam penelitian ini, peubah yang diamati meliputi pertumbuhan dan produksi Indigoferadan Hotong. Peubah pertumbuhan yang diamati meliputi :

a. Bobot kering tajuk dan bobot kering akar (g/tanaman); dilakukan pada setiap panen dengan cara memanen tanaman dekat dengan permukaan tanah.

Kemudian ditimbang dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60⁰C selama + 3 hari.

b. Jumlah nodul untukIndigoferapada setiap panen.

c. Bobot kering malai untuk Hotong pada setiap panen (g/tanaman).

Untuk peubah kualitas meliputi:

a. Analisis kandunan P tajukIndigoferadan Hotong pada setiap panen. b. Analisis kandungan N tajukIndigoferadan Hotong pada setiap panen.

Untuk peubah dinamika unsur hara tanah dalam sistem tumpangsari a. Infeksi akar setiap panen pada kedua kompartemen.

(50)

f. P larutan tanah (WSP-Water Soluble Phosphate) setiap panen pada kedua kompartemen.

g. N total tanah setiap panen pada setiap kompartemen.

h. N-tersedia (N-NH4+dan N-NO3-) tanah setiap panen pada setiap kompartemen. i. Bakteri pelarut P (dengan menggunakandilution plate method).

(Cara kerja dan prosedur analisis terlampir dalam Lampiran 4–12).

Analisis data

(51)

Hasil

Pertumbuhan tanaman

Pertumbuhan Indigoferadan Hotong selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 menunjukkan bahwa pada umur 60 hari,Indigoferamenunjukkan akumulasi bobot kering tajuk yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan umur 90 hari dan relatif masih lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Bobot kering tajuk Indigofera (+M) pada kompartemen Hotong bahkan relatif masih lebih rendah dibandingkan denganIndigofera(-M) pada kompartemen Hotong.

Tabel 5 Bobot kering tajuk dan akarIndigoferadan Hotong selama penelitian

Pupuk P

Rata-rata 1.39b 2.55a 0.28 0.59

Kontrol 1.91 0.27

Hotong 0 1.97 3.44 0.64 2.3

60 2.21 1.77 1.00 1.03

120 0.46 1.21 0.13 0.38

Rata-rata 1.55 2.10 0.59b 1.24a

Kontrol 6.91 2.45

(52)

Pada periode ini belum terlihat pola pertumbuhan akibat perlakuan yang diberikan. Pada umur 60 hari mikoriza belum dapat memengaruhi pertumbuhan Indigofera, karena belum berkembangnya hifa (Gambar 9).

Gambar 9 Akar Hotong dan Indigoferadengan perlakuan pupuk P(+M) umur 60 hari

(53)

Indigofera (+M) pada kompartemen Hotong yang berumur 90 hari diduga sudah terinfeksi oleh hifa mikoriza (Gambar 10) yang berasal dari kompartemen Hotong. Mikoriza yang terdapat pada kompartemen Hotong sudah berkembang dan sudah bekerja dengan baik, sehingga mampu menyeberang ke kompartemen Indigofera melalui screen nylon. Keberadaan mikoriza yang menginfeksi sistem perakaran Indigofera membantu penguraian P, sehingga menjadi tersedia bagi tanamanIndigofera. Selain itu, kejadian infeksi ini terbukti dengan adanya infeksi sebesar rata-rata 15% (Tabel 6) pada sistem perakaran Indigofera (+M) pada kompartemen Hotong.

(54)

Tabel 6 Infeksi akar pada tanaman Hotong dan Indigofera pada perlakuan

Bobot kering akar Hotong (+M) lebih tinggi dibandingkan dengan bobot kering akar Hotong (-M) pada umur 90 hari. Akar tanaman Hotong (+M) lebih banyak tumbuh rambut akar dibandingkan dengan Hotong (-M).

Tabel 7 Jumlah nodul Indigofera dan bobot kering malai Hotong selama penelitian

(55)

Jumlah nodul padaIndigoferadan bobot kering malai Hotong (Tabel 7) terlihat meningkat dari umur 60 hari ke umur 90 hari. Namun, perlakuanIndigofera (-M) lebih tinggi jumlah nodulnya dibandingkan dengan perlakuan (+M) pada umur 90 hari. Bobot kering malai Hotong (+M) lebih tinggi dibandingkan dengan (-M) pada umur 90 hari. Jumlah nodul Indigofera dan bobot kering malai Hotong kontrol pada umur 90 hari lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan.

Kandungan hara dan serapan P dan N tajuk tanaman

Keseluruhan pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh hara yang diserap oleh tanaman sepanjang daur hidupnya. Tabel 8 memperlihatkan kandungan P dan N pada tajuk tanamanIndigoferadan hotong selama penelitian.

(56)

Kandungan P tajuk Indigofera (-M) dan (+M) pada kompartemen Hotong terlihat meningkat dari umur 60 hari ke umur 90 hari, sebaliknya pada Hotong cenderung menurun. Namun, kandungan P tajuk Indigofera dan Hotong (+M) umur 90 hari terlihat lebih tinggi dbandingkan dengan kandungan P tajuk Indigoferadan Hotong (-M) dan kontrol.

Sementara itu, kandungan N tajuk padaIndigoferadan Hotong (-M) dan (+M) pada kompartemen Hotong terlihat meningkat dari umur 60 hari ke umur 90 hari. Namun kandungan N tajuk Hotong (+M) lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan (-M) pada umur 90 hari.

Dari Tabel 9 terlihat pada umur 60 hari serapan hara P dan N terlihat lebih tinggi pada perlakuan (-M) dibandingkan dengan perlakuan (+M). Namun, serapan P dan N pada pot kontrol lebih tinggi pada umur 60 hari jika dibandingkan dengan perlakuan.

(57)

Serapan hara P dan N Indigofera dan Hotong (+M) meningkat dibandingkan dengan Indigofera dan Hotong (-M) pada umur 90 hari. Serapan hara N pada kompartemen Indigofera (+M) pada kompartemen Hotong lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol. Serapan hara P dan N pada kompartemen Hotong (-M) dan (+M) lebih rendah dibandingkan dengan kontrol.

Status unsur hara P dan N tanah

Tabel 10 Kandungan P total dan P tersedia media tanam pada akhir penelitian Pupuk P jenis tanaman), (-M) tanpa mikoriza dan (+M) dengan mikoriza.

(58)

dibandingkan dengan perlakuan (-M) pada umur 90 hari. Status P total dan P tersedia pada pot kontrol baik pada umur 60 hari maupun pada umur 90 hari lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan.

Tabel 11 menunjukkan status P larutan tanah dan biomassa bakteri pelarut P pada akhir penelitian. Indigofera dan Hotong (-M) dan (+M) memperlihatkan status P larutan tanah yang menurun dari 60 hari ke 90 hari. P larutan tanah pada kompartemen Hotong (+M) terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan kompartemen Hotong (-M).

Tabel 11 Kandungan P larutan tanah dan biomassa bakteri pelarut P (SPK/ml) media tanam pada akhir penelitian jenis tanaman), (-M) tanpa mikoriza dan (+M) dengan mikoriza.

(59)

dengan jumlah yang lebih tinggi pada kompartemen Indigofera (-M) dan (+M) dibandingkan dengan kompartemen Hotong (-M) dan (+M). Jumlah bakteri pelarut fosfat pada umur 90 hari terlihat lebih tinggi pada kompartemen Indigofera (+M) rata-rata 26.8 x 103 SPK/ml, sedangkan pada kompartemen Indigofera (-M) rata-rata 15.5 x 103 SPK/ml. Sementara itu, pada kompartemen Hotong (+M) tidak ditemukan bakteri pelarut fosfat.

Tabel 12 Kandungan N total, N-NH4+ N-NO3- media tanam pada akhir penelitian

Indigofera 0 0.14 0.14 66.83 66.83 1703.30 1703.30

60 0.17 0.17 44.55 44.55 1643.64 1643.64

120 0.14 0.14 35.64 35.64 2132.96 2132.96

Rata-rata 0.15 0.15 49.01 49.01 1826.63 1826.63

Kontrol 0.14 0.14 43.07 43.07 1862.44 1862.44

Hotong Rata-rata 0.14 0.15 44.55 53.46 1399.46 1117.11

Kontrol 0.15 49.01 1258.28

Panen 90 hari

Indigofera 0 0.14 0.15 53.46 62.37 797.94 797.94

60 0.16 0.15 44.55 53.46 736.56 1104.84

120 0.15 0.16 53.46 62.37 951.39 1012.77

Rata-rata 0.15 0.15 50.49 59.4 828.63 971.85

Kontrol 0.15 44.55 276.21

Hotong 0 0.15 0.15 62.37 44.55 1258.10 583.11

60 0.14 0.16 35.64 62.37 521.73 613.60

120 0.17 0.15 53.55 62.37 1166.22 767.25

Rata-rata 0.15 0.15 50.52 56.43 982.18 654.65

Kontrol 0.17 44.55 184.14

Keterangan: Kontrol = (diberikan pupuk P dan mikoriza secara bersamaan pada setiap jenis tanaman), (-M) tanpa mikoriza dan (+M) dengan mikoriza.

(60)
(61)

Pembahasan

Pertumbuhan tanaman

Penimbunan berat kering umumnya digunakan sebagai petunjuk yang memberikan ciri pertumbuhan (Gardneret al. 1991). Bobot kering tajuk dan akar Indigofera dan Hotong (-M) terlihat lebih tinggi dibandingkan dengan bobot kering tajuk dan akar Indigofera dan Hotong (-M). Pada umur 60 hari belum terlihat adanya pengaruh perlakuan pupuk P dan mikoriza terhadap bobot kering tajuk dan akar. Duponnoiset al. (2005) menemukan bahwa pemberian fosfat alam tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhanA. holosericeaselama 4 bulan penanaman pada tanah steril, dan baru menunjukkan peningkatan yang nyata setelah tanaman tumbuh selama 12 bulan.

Pada umur 90 hari terjadi peningkatan yang drastis pada bobot kering tajuk baik pada Hotong maupun Indigofera (+M) jika dibandingkan dengan Hotong maupun Indigofera (-M). Bobot kering akar Hotong lebih tinggi dibandingkan denganIndigoferabaik pada perlakuan (-M) maupun (+M).

Bobot kering tajuk merupakan gabungan antara pertumbuhan daun dan batang. Semakin banyak daun, maka semakin luas area permukaan untuk melakukan fotosintesis. Gastal dan Durand (2000) menyatakan bahwa fotosintesis kanopi tanaman bergantung pada luar area daun, yang mengakibatkan pertambahan daun. Disamping itu, kondisi ini juga ditunjang dengan struktur akar yang baik

mengakibatkan serapan unsur hara yang semakin baik. Hifa mikoriza pada

kompartemen Hotong telah berkembang dengan baik pada umur 90 hari (dengan

rata-rata infeksi sebesar 25%) dan telah menyeberang ke kompartemenIndigofera

menembus screen nylon pembatas. Hifa mikoriza kemudian menginfeksi sistem

perakaran Indigoferayang terbukti dengan adanya kejadian infeksi sebesar

rata-rata 15%. Akar tanaman Indigofera dan Hotong (+M) lebih banyak mempunyai

rambut akar. Inokulasi mikoriza pada Hotong dan infeksi yang terjadi pada

Indigofera oleh hifa yang berasal dari Hotong menyebabkan peningkatan bobot

kering tajuk Indigofera dan Hotong (+M). Keberadaan FMA pada sistem

perakaran tanaman menyebabkan membaiknya penyerapan hara khususnya P dan

N. Hal ini memberikan kontribusi bagi produksi jumlah daun sehingga area daun

Gambar

Gambar  1 Tren pertumbuhan panjang spesies hijauan menjalar selama 3 bulanpenelitian (PN = P
Tabel 2 Pertambahan panjang, panjang tanaman, jumlah daun, bobot keringtajuk dan akar, rasio tajuk-akar dan senescense tanaman hijauanmenjalar selama 3 bulan penelitian
Gambar 2 Struktur akar tanaman hijauan menjalar (-N = tanpa pupuk dan +N =300 kg Urea/ha)
Gambar 3 Daun menua dan mati sisa dari pemotongan awal dari bahan tanam(dalam lingkaran)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain dengan pihak hotel dan pelaku industri pariwisata lainnya, interaksi juga terjadi antara warga masyarakat kawasan wisata Senggigi dengan para wisatawan,

Pemikiran Islam. Tidak dapat disangkalkan lagi mimpi merupakan sebahagian dari kehidupan manusia dari dulu hingga kini. Tetapi ianya diletakkan dalam kerangka dunia

Namun dari hasil wawancara dengan operator PLIK/MPLIK dapat diketahui bahwa partisipasi masyarakat di Kabupaten Rejang Lebong dalam implementasi PLIK dan MPLIK sangat kurang

Berdasarkan surat perintah tersebut Kelurahan Pulau Karam Kecamatan Sukajadi melaksanakan tugas inventarisasi aset tanah milik pemerintah Kota Pekanbaru dengan

1) Perhatian manajemen dititikberatkan pada maksimalisasi laba atas modal yang diinvestasikan. 2) ROA dapat dipergunakan untuk mengukur efisiensi tindakan-tindakan yang

Dengan pernyataan tersebut, maka yang dilakukan selanjutnya adalah membatasi rancangan inidalam kawasan urban, hal ini dikarenakan pemisahan antara alam dan manusia

PPI Dunia mendorong Pemerintah untuk mengevaluasi kebijakan di bidang pertanahan untuk kepentingan umum ini dengan meminta masukan dari masyarakat dan pihak-pihak terkait

Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode eksperimen untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung ulat sagu pada pakan buatan terhadap pertumbuhan dan