HUBUNGAN KOMPONEN HEALTH BELIEF MODEL (HBM) DENGAN TINDAKAN PENGGUNAAN KONDOM
PADA ANAK BUAH KAPAL (ABK) DI PELABUHAN BELAWAN
TAHUN 2012
TESIS
Oleh
LINDA MAYARNI SIRAIT 107032080/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
HUBUNGAN KOMPONEN HEALTH BELIEF MODEL (HBM) DENGAN TINDAKAN PENGGUNAAN KONDOM
PADA ANAK BUAH KAPAL (ABK) DI PELABUHAN BELAWAN
TAHUN 2012
T E S I S
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
LINDA MAYARNI SIRAIT 107032080/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : HUBUNGAN KOMPONEN HEALTH BELIEF MODEL (HBM) DENGAN TINDAKAN
PENGGUNAAN KONDOM PADA ANAK BUAH KAPAL (ABK) DI PELABUHAN
BELAWAN TAHUN 2012 Nama Mahasiswa : Linda Mayarni Sirait Nomor Induk Mahasiswa : 107032080
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, M.P.H) (dr. Taufik Ashar, M.K.M)
Ketua Anggota
Dekan
Telah diuji
Pada tanggal : 18 Juli 2012
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, M.P.H. Anggota : 1. dr. Taufik Ashar, M.K.M
PERNYATAAN
HUBUNGAN KOMPONEN HEALTH BELIEF MODEL (HBM) DENGAN TINDAKAN PENGGUNAAN KONDOM
PADA ANAK BUAH KAPAL (ABK) DI PELABUHAN BELAWAN
TAHUN 2012
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Juli 2012
ABSTRAK
Laju penularan HIV cenderung meningkat. Faktor risiko penularan HIV paling tinggi adalah melalui hubungan seksual. Hal ini disebabkan masih rendahnya pemakaian kondom pada kelompok-kelompok berperilaku seksual berisiko. Salah satu kelompok yang berperilaku seksual berisiko tersebut adalah Anak Buah Kapal (ABK) yang menjadi pelanggan Pekerja Seks Komersil (PSK). Penelitian ini bertujuan untuk menguji bagaimana hubungan konsep Health Belief Model (HBM) dengan perilaku penggunaan kondom pada ABK pelanggan PSK di Pelabuhan Belawan.
Desain penelitian ini adalah cross sectional. Sampel berjumlah 95 orang dan diperoleh secara consecutive sampling. Uji statistik yang dipakai adalah chi square. Hubungan antara variabel bebas dan terikat ditentukan berdasarkan Prevalence Ratio (PR) pada Confidence Interval (CI) 95%, kemudian dianalisis dengan regresi logistik berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi penggunaan kondom pada ABK masih rendah (23,2%). Uji statistik chi-square menunjukkan bahwa ada 6 komponen HBM yang berhubungan signifikan dengan perilaku penggunaan kondom yaitu Dorongan PSK (p=0,004; PR=1,424), pengetahuan (p=0,033; PR=1,309), persepsi risiko tertular (p=0,032; PR=1,377), persepsi keseriusan (p=0,047; PR=1,290) , persepsi positif kondom (p=0,000; PR=1,617), dan persepsi kemampuan diri (p=0,000; PR=1,550). Analisis regresi logistik menunjukkan bahwa persepsi positif kondom merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku penggunaan kondom pada ABK di Pelabuhan Belawan Tahun 2012.
Rekomendasi untuk meningkatkan perilaku penggunaan kondom di kalangan ABK adalah segera melakukan upaya perbaikan penggunaan kondom terutama di kalangan ABK yang menjadi pelanggan PSK dengan cara pemberlakuan keharusan penggunaan kondom 100% terutama di tempat lokalisasi, sosialisasi kondom, distribusi kondom, dan peningkatan kemampuan PSK dalam negosiasi penggunaan kondom, dan penyadaran penggunaan kondom bagi ABK.
ABSTRACT
The rate of HIV spread tends to be increasing. The highest risk factor of HIV spread is through sexual intercourse because many of those belong to the sexual-risk behavior group do not use condom. One of those belong to the sexual-risk behavior groups is the ship crew who become the customers of commercial sex workers (prostitutes) The purpose of this study with cross-sectional design was to examine the relationship between the concept of Health Belief Model (HBM) and condom-using behavior in the ship crew who become the customers of commercial sex workers (prostitutes) in Belawan Seaport.
The samples for this study were 95 persons selected through consecutive sampling technique. The data of this study were statistically tested by using Chi-square test. The relationship between independent and dependent variables was determined based on Prevalence Ration (PR) at Confidence Interval (CI) 95% and was analyzed through multiple logistic regression tests.
The result of this study showed that the proportion of condom use in the ship crew was still low (23.2%). The result of Chi-square test showed that there were 6 components of HBM which were significantly related to the condom-using behavior, namely, stimulus from the commercial sex workers (p = 0.004; PR = 1.424), knowledge (p = 0.033; PR = 1.309), perceived susceptibility (p = 0.032; PR = 1.377), Perceived severity (p = 0.047; PR = 1.290), perceived benefit (p = 0.000; PR = 1.617), and perceived self efficacy (p = 0.000; PR = 1.555). The result of logistic regression analysis showed that perceived benefit was the most dominant factor relating to the condom-using behavior in the crew of ship at Belawan Seaport in 2012.
To improve the condom-using behavior in the ship crew, it is recommended to make the use of condom 100% compulsory for the ship crew who become the customers of commercial sex workers especially when they are in the localization complex, to socialize condom, to distribute condom, to improve the bargaining power of the commercial sex workers in negotiating the use of condom, and to raise the awareness of the ship crew to use condom.
KATA PENGANTAR
Penulis panjatkan puji dan syukur yang tiada henti dan tak terhingga kepada
Allah SWT atas berkah dan rahmat serta pertolongan-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Hubungan Komponen Health Belief
Model (HBM) dengan Tindakan Penggunaan Kondom pada Anak Buah Kapal (ABK)
di Pelabuhan Belawan Tahun 2012”.
Penyusunan tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Kesehatan (M.Kes) pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sumatera Utara. Proses penulisan tesis dapat terwujud berkat
dukungan, bimbingan, arahan dan bantuan baik moral maupun material dari banyak
pihak. Untuk itu izinkan penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga
kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, yaitu Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu,
DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K).
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Evawany Y Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
4. Prof. dr. Sori Muda Sarumpaet, M.P.H. selaku ketua komisi pembimbing yang
dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan
meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga
penulisan tesis selesai.
5. dr. Taufik Ashar, M.K.M selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh
perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu
untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.
6. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M. dan Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes
sebagai komisi penguji yang telah banyak memberikan arahan dan masukan demi
kesempurnaan penulisan tesis ini.
7. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi, Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
8. Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan, dr. H. Syahril Aritonang,
M.H.A yang telah berkenan memberikan izin penulis melakukan penelitian di
lingkungan kerja KKP Kelas I Medan.
9. Tim sero survey (kak Sri, kak Bembi, kak Herlianta.), Tim Quarantine KKP
Kelas I Medan (bang Julfan dkk.) yang dengan penuh keikhlasan membantu
penulis dalam mengumpulkan data, serta pak Syarif, pak Mansur, kak Ike, kak
10. Rekan di FHI, kak Gita, yang telah membantu penulis menyediakan referensi dan
rujukan buku-buku keperluan penelitian.
11. Rekan-rekan mahasiswa S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi
Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi tahun 2010 yang telah
memberikan semangat dalam menyelesaikan pendidikan di Program Magister
IKM FKM-USU.
Ucapan terima kasih paling istimewa penulis hadiahkan kepada orang tua
tercinta, K. Abu Bakar Sirait dan Fatimah Syam Sitorus, kakanda tercinta Sri
Wahyuni Sirait, S.E dan Aidah Sirait, S.Hi, adik-adik tersayang, Agus Kurniawan
Sirait dan Novika Sari Sirait serta ponakan tersayang Arda Maulana Putra atas cinta,
dukungan dan doa yang tidak pernah putus kepada penulis.
Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan,
semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan dan
pengembangan ilmu pengetahuan bagi peneliti selanjutnya.
Medan, Juli 2012 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Linda Mayarni Sirait, lahir pada tanggal 17 April 1981 di Tinggi Raja, anak
ketiga dari lima bersaudara dari pasangan ayahanda K. Abu Bakar Sirait dan ibunda
Fatimah Syam Sitorus.
Pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di Sekolah Dasar Negeri
No.010111 Tinggi Raja, selesai tahun 1993, Sekolah Menengah Pertama di SMP
Negeri 1 Kisaran, selesai tahun 1996, Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1
Kisaran, selesai tahun 1999, D-III Farmasi Politeknik Kesehatan Depkes Medan,
selesai tahun 2002, dan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, selesai tahun
2007.
Penulis bekerja di Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas I Medan, Kementerian
Kesehatan RI tahun 2004 sampai dengan sekarang.
Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi, Fakultas
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Permasalahan ... 5
1.3 Tujuan Penelitian ... 5
1.4 Hipotesis ... 6
1.5 Manfaat Penelitian ... 6
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 HIV/AIDS ... 7
2.1.1 Pengertian HIV dan AIDS ... 7
2.1.2 Patogenesis ... 9
2.1.3 Cara Penularan ... 9
2.1.4 Diagnosis ... 10
2.1.5 Pengobatan ... 11
2.1.6 Pencegahan HIV/AIDS ... 13
2.2 Perilaku ... 13
2.2.1 Pengertian Perilaku ... 13
2.2.2 Determinan Perilaku Kesehatan ... 15
2.2.3 Determinan Perilaku Terkait Penelitian ... 18
2.2.4 Perilaku Seksual Berisiko Tertular HIV/AIDS ... 25
2.3 Kondom ... 26
2.3.1 Sejarah Kondom ... 26
2.3.2 Jenis-jenis Kondom ... 28
2.3.3 Efektifitas Kondom ... 33
2.4 Landasan Teori ... 34
2.5 Kerangka Konsep ... 38
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 39
3.3 Populasi dan Sampel ... 39
3.4 Metode Pengumpulan Data ... 40
3.4.1 Uji Validitas dan Uji Reliabilitas ... 40
3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 43
3.5.1 Variabel Independen ... 43
3.5.2 Variabel Dependen ... 44
3.6 Metode Pengukuran ... 44
3.6.1 Variabel Independen ... 44
3.6.2 Variabel Dependen ... 49
3.7 Metode Analisis Data ... 49
3.7.1 Analisis Univariat ... 49
3.7.2 Analisis Bivariat ... 50
3.7.3 Analisis Multivariat ... 51
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 52
4.1 Deskripsi Lokasi Penelitian ... 52
4.2 Analisis Univariat ... 55
4.2.1 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Umur di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 55
4.2.2 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Pendidikan di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 56
4.2.3 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Status Pernikahan di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 56
4.2.4 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Dorongan PSK di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 57
4.2.5 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Pengetahuan di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 59
4.2.6 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Persepsi Berisiko Tertular HIV di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 61 4.2.7 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Persepsi Keseriusan di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 62
4.2.8 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Persepsi Positif Penggunaan Kondom di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 . 64 4.2.9 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Persepsi Negatif Penggunaan Kondom di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 . 66 4.2.10 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Persepsi Kemampuan Diri Menggunankan Kondom di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 68 4.2.11 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Tindakan
4.3.1 Hubungan Umur dengan Tindakan Penggunaan Kondom . 72 4.3.2 Hubungan Pendidikan dengan Tindakan Penggunaan
Kondom ... 72
4.3.3 Hubungan Status Pernikahan dengan Tindakan Penggunaan Kondom ... 73
4.3.4 Hubungan Dorongan PSK dengan Tindakan Penggunaan Kondom ... 74
4.3.5 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Penggunaan Kondom ... 74
4.3.6 Hubungan Persepsi BerisikoTertular HIV dengan Tindakan Penggunaan Kondom ... 75
4.3.7 Hubungan Persepsi Keseriusan AIDS dengan Tindakan Penggunaan Kondom ... 76
4.3.8 Hubungan Persepsi Positif Kondom dengan Tindakan Penggunaan Kondom ... 77
4.3.9 Hubungan Persepsi Negatif Kondom dengan Tindakan Penggunaan Kondom ... 78
4.3.10 Hubungan Persepsi Kemampuan Diri Menggunakan Kondom dengan Tindakan Penggunaan Kondom ... 79
BAB 5. PEMBAHASAN ... 83
5.1 Tindakan Penggunaan Kondom ... 83
5.2 Analisis Bivariat ... 84
5.2.1 Umur ... 84
5.2.2 Pendidikan ... 85
5.2.3 Status Pernikahan ... 87
5.2.4 Dorongan PSK ... 88
5.2.5 Pengetahuan ... 89
5.2.6 Persepsi Berisiko Tertular HIV ... 90
5.2.7 Persepsi Keseriusan ... 91
5.2.8 Persepsi Positif Penggunaan Kondom ... 92
5.2.9 Persepsi Negatif Penggunaan Kondom ... 93
5.2.10 Persepsi Kemampuan Diri Menggunakan Kondom ... 94
5.3 Analisis Multivariat ... 95
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 97
6.1 Kesimpulan ... 97
6.2 Saran ... 98
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1 Hasil Uji Validitas ... 41
3.2 Hasil Uji Reliabilitas ... 42
4.1 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Umur di Pelabuhan
Belawan Tahun 2012 ... 56
4.2 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Pendidikan di
Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 56
4.3 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Status Pernikahan
di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 57
4.4 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Dorongan PSK
di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 58
4.5 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kategori Dorongan
PSK di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 58
4.6 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Pengetahuan
di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 60
4.7 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kategori Pengetahuan di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 61
4.8 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Persepsi Berisiko
Tertular HIV di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 62
4.9 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Persepsi Keseriusan di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 63
4.10 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi
Keseriusan di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 64
4.11 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Persepsi Positif
4.12 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi
Positif Penggunaan Kondom di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 66
4.13 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Persepsi Negatif
Penggunaan Kondom di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 67
4.14 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi
Negatif Penggunaan Kondom di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 68
4.15 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Persepsi Kemampuan Diri Menggunakan Kondom di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 69
4.16 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kategori Persepsi Kemampuan Diri Menggunakan Kondom di Pelabuhan
Belawan Tahun 2012 ... 70
4.17 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Penggunaan
Kondom di Pelabuhan di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 70
4.18 Distribusi Proporsi Responden Berdasarkan Kategori Penggunaan Kondom di Pelabuhan di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 71
4.19 Hubungan Umur dengan Tindakan Penggunaan Kondom
di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 72
4.20 Hubungan Pendidikan dengan Tindakan Penggunaan Kondom
di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 73
4.21 Hubungan Status Pernikahan dengan Tindakan Penggunaan
Kondom di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 73
4.22 Hubungan Dorongan PSK dengan Tindakan Penggunaan
Kondom di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 74
4.23 Hubungan Pengetahuan dengan Tindakan Penggunaan
Kondom di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 74
4.24 Hubungan Persepsi Berisiko Tertular HIV dengan Tindakan
Penggunaan Kondom di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 75
4.26 Hubungan Persepsi Positif Kondom dengan Perilaku Penggunaan Kondom di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 77
4.27 Hubungan Persepsi Negatif Kondom dengan Tindakan Penggunaan Kondom di Pelabuhan Belawan Tahun 2012 ... 78
4.28 Hubungan Persepsi Kemampuan Diri Menggunakan Kondom dengan Tindakan Penggunaan Kondom di Pelabuhan Belawan
Tahun 2012 ... 79
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
1.1 Grafik Tren Kasus AIDS Januari 2000 – Juni 2011 ... 2
2.1 Virus HIV ... 8
2.2 Bagan Precede Lawrence W.Green ... 16
2.3 Kondom Latex untuk laki-laki ... 29
2.4 Kondom Polyurethane untuk Wanita ... 31
2.5 Bagan Komponen Health Belief Model ... 37
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1 Kuesioner Penelitian ... 104
2 Master Data ... 109
3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 112
4 Tabel Frekuensi Pertanyaan ... 118
5 Tabel Frekuensi Variabel Kategorisasi ... 126
6 Hasil Uji Statistik Bivariat ... 129
7 Regresi Logistik ... 141
8 Uji Normalitas dan NPar Tes ... 144
9 Surat Permohonan Izin Penelitian ... 145
ABSTRAK
Laju penularan HIV cenderung meningkat. Faktor risiko penularan HIV paling tinggi adalah melalui hubungan seksual. Hal ini disebabkan masih rendahnya pemakaian kondom pada kelompok-kelompok berperilaku seksual berisiko. Salah satu kelompok yang berperilaku seksual berisiko tersebut adalah Anak Buah Kapal (ABK) yang menjadi pelanggan Pekerja Seks Komersil (PSK). Penelitian ini bertujuan untuk menguji bagaimana hubungan konsep Health Belief Model (HBM) dengan perilaku penggunaan kondom pada ABK pelanggan PSK di Pelabuhan Belawan.
Desain penelitian ini adalah cross sectional. Sampel berjumlah 95 orang dan diperoleh secara consecutive sampling. Uji statistik yang dipakai adalah chi square. Hubungan antara variabel bebas dan terikat ditentukan berdasarkan Prevalence Ratio (PR) pada Confidence Interval (CI) 95%, kemudian dianalisis dengan regresi logistik berganda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi penggunaan kondom pada ABK masih rendah (23,2%). Uji statistik chi-square menunjukkan bahwa ada 6 komponen HBM yang berhubungan signifikan dengan perilaku penggunaan kondom yaitu Dorongan PSK (p=0,004; PR=1,424), pengetahuan (p=0,033; PR=1,309), persepsi risiko tertular (p=0,032; PR=1,377), persepsi keseriusan (p=0,047; PR=1,290) , persepsi positif kondom (p=0,000; PR=1,617), dan persepsi kemampuan diri (p=0,000; PR=1,550). Analisis regresi logistik menunjukkan bahwa persepsi positif kondom merupakan faktor yang paling dominan berhubungan dengan perilaku penggunaan kondom pada ABK di Pelabuhan Belawan Tahun 2012.
Rekomendasi untuk meningkatkan perilaku penggunaan kondom di kalangan ABK adalah segera melakukan upaya perbaikan penggunaan kondom terutama di kalangan ABK yang menjadi pelanggan PSK dengan cara pemberlakuan keharusan penggunaan kondom 100% terutama di tempat lokalisasi, sosialisasi kondom, distribusi kondom, dan peningkatan kemampuan PSK dalam negosiasi penggunaan kondom, dan penyadaran penggunaan kondom bagi ABK.
ABSTRACT
The rate of HIV spread tends to be increasing. The highest risk factor of HIV spread is through sexual intercourse because many of those belong to the sexual-risk behavior group do not use condom. One of those belong to the sexual-risk behavior groups is the ship crew who become the customers of commercial sex workers (prostitutes) The purpose of this study with cross-sectional design was to examine the relationship between the concept of Health Belief Model (HBM) and condom-using behavior in the ship crew who become the customers of commercial sex workers (prostitutes) in Belawan Seaport.
The samples for this study were 95 persons selected through consecutive sampling technique. The data of this study were statistically tested by using Chi-square test. The relationship between independent and dependent variables was determined based on Prevalence Ration (PR) at Confidence Interval (CI) 95% and was analyzed through multiple logistic regression tests.
The result of this study showed that the proportion of condom use in the ship crew was still low (23.2%). The result of Chi-square test showed that there were 6 components of HBM which were significantly related to the condom-using behavior, namely, stimulus from the commercial sex workers (p = 0.004; PR = 1.424), knowledge (p = 0.033; PR = 1.309), perceived susceptibility (p = 0.032; PR = 1.377), Perceived severity (p = 0.047; PR = 1.290), perceived benefit (p = 0.000; PR = 1.617), and perceived self efficacy (p = 0.000; PR = 1.555). The result of logistic regression analysis showed that perceived benefit was the most dominant factor relating to the condom-using behavior in the crew of ship at Belawan Seaport in 2012.
To improve the condom-using behavior in the ship crew, it is recommended to make the use of condom 100% compulsory for the ship crew who become the customers of commercial sex workers especially when they are in the localization complex, to socialize condom, to distribute condom, to improve the bargaining power of the commercial sex workers in negotiating the use of condom, and to raise the awareness of the ship crew to use condom.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jumlah keseluruhan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV) atau orang
yang terjangkit HIV di dunia sampai akhir tahun 2010 diperkirakan 34 juta orang.
Dua pertiganya tinggal di Afrika kawasan selatan Sahara. Di kawasan itu kasus
infeksi baru mencapai 70 persen. Di Afrika Selatan diperkirakan sekitar 5,6 juta orang
terinfeksi HIV. Jumlah yang jauh lebih besar dibanding kawasan lainnya di dunia.
Sementara di Eropa Tengah dan Barat, jumlah kasus infeksi baru HIV dan Acquired
Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) sekitar 840 ribu. Di Jerman, warga yang
terjangkit penyakit HIV/AIDS, secara kumulasi ada 73 ribu orang tetapi jumlah
infeksi baru HIV mengalami penurunan menjadi 2.700 kasus. Untuk kawasan Asia
Pasifik terdapat 5 juta penderita HIV/AIDS, jumlah terbesar kedua di dunia setelah
Afrika Selatan
Menurut Laporan World Health Organization (WHO) tentang HIV/AIDS di
Asia Tenggara tahun 2011, 3,5 juta orang diperkirakan hidup dengan HIV/ AIDS,
termasuk 140 ribu anak-anak dan perempuan (37% dari populasi ini). Myanmar,
Nepal, dan Thailand menunjukkan tren penurunan untuk infeksi baru HIV, hal ini
sebagai bukti keberhasilan negara tersebut dalam program pencegahan HIV/AIDS
AIDS terus meningkat dari tahun ke tahun. Saat ini ada sebanyak 26.483 pengidap
AIDS, dan lebih dari 66.600 orang telah terinfeksi HIV positif.
Gambar 1.1 Grafik Tren Kasus AIDS Januari 2000-Juni 2011
Proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi di Indonesia, sampai dengan Juni
2011 dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (49,4%), disusul kelompok umur
30-39 tahun (31,5%) dan kelompok umur 40-49 tahun (9,8%). Rate kumulatif kasus
AIDS Nasional adalah 11,09 per 100.000 penduduk. Kasus AIDS berdasarkan jenis
kelamin yang paling tinggi adalah laki-laki yaitu 64,9% sedangkan wanita 39,1%.
Berdasarkan cara penularannya, heterosex berada ditingkat tertinggi yaitu 76,3%.
Adapun untuk Propinsi Sumatera Utara prevalensi kasus AIDS per 100.000 penduduk
adalah sebesar 3,73, dimana jumlah kumulatif AIDS sampai Juni 2011 sebanyak 222
Pelabuhan Internasional Belawan yang merupakan pintu masuk bagi lalu
lintas perdagangan baik antar pulau maupun antar negara juga rentan terhadap
penularan HIV. Anak Buah Kapal (ABK) yang merupakan salah satu komponen
dalam komunitas pelabuhan adalah sasaran yang berisiko cukup tinggi untuk tertular
HIV/AIDS, karena sering menggunakan jasa pekerja seksual. Hal ini disebabkan
tugas dan fungsinya yang mempunyai mobilitas tinggi sehingga hanya punya sedikit
waktu bertemu keluarga dan sering mengalami stres berkepanjangan (Hugo, 2001).
Berdasarkan laporan Surveilans Terpadu Biologis dan perilaku (STBP) tahun
2011 di 5 lokasi pelabuhan termasuk Belawan, ditemukan bahwa sebanyak 58% ABK
berhubungan dengan Wanita Pekerja Seks (WPS) dalam setahun terakhir, dan 16%
berhubungan dengan pasangan tidak tetapnya. Dari hubungan seksual dengan WPS
dan pasangan tidak tetap tersebut hanya 8% yang menggunakan kondom sedangkan
57% lagi melakukan seks tanpa pelindung.
Studi yang dilakukan oleh Dachlia (2000) terhadap pelaut/pekerja pelabuhan
di Jakarta, Manado dan Surabaya juga menyimpulkan bahwa 41,6 % responden
pernah berhubungan seks dengan penjaja seks komersil dengan tidak selalu
menggunakan kondom pada setahun terakhir. Terdapat lima faktor yang
berhubungan bermakna dengan perilaku seksual berisiko yaitu pasangan seksual
pertama, tingkat pendidikan, usia dan status kawin responden.
Alasan terbanyak dilakukannya hubungan seks di luar nikah oleh para ABK
maka alasan-alasan tersebut cukup berarti. dimana pada masa-masa usia produktif itu
merupakan usia yang suka mencari variasi dalam hubungan seks. Di samping itu,
faktor pendidikan juga ikut mendukung perilaku seksual mereka. Hal ini terlihat dari
gambaran tingginya proporsi ABK yang menjadi pelanggan PSK adalah pada
pendidikan rendah (87,1%). Dengan pengetahuan yang minim, terutama tentang
risiko terjadinya infeksi menular seksual, mereka cenderung melakukan perilaku
seksual berisiko (Budijanto &Wijiartini, 2001).
Hasil penelitian I Gde Puja Astawa pada ABK di pelabuhan Benoa, Bali,
1995, mengungkapkan bahwa 40 % responden memiliki pengetahuan yang rendah
dan sikap yang negatif terhadap AIDS. Pola perilaku seksual mereka sangat berisiko
tertular penyakit karena seringnya berhubungan (50%) dengan WPS, dan
berganti-ganti pasangan tanpa memakai kondom (31.2%). Alasan tidak memakai kondom
adalah kurang enak, kurang praktis, dan adanya perasaan kurang terancam untuk
tertular penyakit. Ditemukan bahwa sebagian (60%) ABK pernah terinfeksi penyakit
seksual. Kenyataan ini sangat mengkhawatirkan sebab sebagian ABK ternyata telah
menikah.
Dari latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melihat beberapa variabel
yang berhubungan dengan perilaku penggunaan kondom pada ABK dengan
menggunakan pendekatan Health Belief Model (HBM). HBM ini memfokuskan
kepada persepsi subjektif seseorang, antara lain : persepsi seseorang terhadap risiko
seseorang terhadap keseriusan suatu penyakit baik medis maupun sosial, seperti
kematian, dikucilkan dari teman dan keluarga (Perceived severity); persepsi positif
terhadap perilaku pencegahan (perceived benefit);persepsi negatif terhadap perilaku
pencegahan (perceived barriers) dan persepsi terhadap kemampuan diri sendiri untuk
melakukan perilaku pencegahan (perceived self efficacy), yaitu perilaku penggunaan
kondom. Dalam konsep HBM, persepsi seseorang dipengaruhi oleh faktor
sosiodemografi (umur, pendidikan, status pernikahan), sosiopsikologi (dorongan
PSK), struktural (pengetahuan), dengan demikian secara tidak langsung akan
mempengaruhi perilaku pencegahan (Rosenstock dkk. dalam Kalichman., 1998)
1.2 Permasalahan
Permasalahan dalam penelitian ini adalah penggunaan kondom yang masih
rendah di kalangan Anak Buah Kapal di Pelabuhan Belawan sesuai dengan data
STBP 2011 yaitu dari 57% yang berhubungan dengan WPS hanya 8% yang memakai
kondom, hal ini berpotensi untuk tertular dan menularkan HIV/AIDS.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan komponen HBM yaitu
faktor umur, pendidikan, status pernikahan, pengetahuan, dorongan PSK dan persepsi
mengenai HIV/AIDS (persepsi risiko tertular HIV/AIDS, persepsi keseriusan
HIV/AIDS, persepsi positif, persepsi negatif dan persepsi kemampuan diri dengan
1.5. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan komponen HBM yaitu
faktor umur, pendidikan, status pernikahan, pengetahuan, dorongan PSK dan persepsi
mengenai HIV/AIDS (persepsi risiko tertular HIV/AIDS, persepsi keseriusan
HIV/AIDS, persepsi positif, persepsi negatif dan persepsi kemampuan diri dengan
tindakan penggunaan kondom pada Anak Buah Kapal di Pelabuhan Belawan Tahun
2012.
1.6. Manfaat Penelitian
a. Bagi peneliti dapat berkesempatan untuk mengaplikasikan ilmu yang telah
dipelajari selama masa perkuliahan.
b. Bagi instansi dan stakeholder yang terkait, bisa menjadi masukan dalam
meningkatkan penyuluhan komunikasi, informasi, edukasi (KIE), terutama
perilaku penggunaan kondom pada ABK dan juga sebagai bahan referensi
dalam menyusun program/kebijakan pencegahan HIV/AIDS selanjutnya.
c. Bagi Program S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat, FKM USU dapat menjadi
tambahan masukan dalam upaya pengembangan dan penerapan ilmu
kesehatan masyarakat khususnya mengenai perilaku penggunaan kondom
pada Anak Buah Kapal.
d. Bagi Peneliti lain dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan untuk kajian
dan penyusunan penelitian selanjutnya mengenai perilaku pencegahan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 HIV/AIDS
2.1.1. Pengertian HIV dan AIDS
Virus Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus yang termasuk
kedalam famili lentivirus. Retrovirus mempunyai kemampuan menggunakan
RNA-nya dan DNA penjamu untuk membentuk virus DNA dan dikenali selama masa
periode inkubasi yang panjang. Seperti retrovirus yang lain, HIV menginfeksi tubuh
dengan periode inkubasi yang panjang (klinik-laten), dan utamanya menyebabkan
muncul tanda dan gejala Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS). HIV
menyebabkan beberapa kerusakan sistem imun dan menghancurkannya. Hal tersebut
terjadi dengan menggunakan DNA dari CD4+ dan limfosit untuk mereplikasi diri.
Dalam proses itu, virus tersebut menghancurkan CD4+
Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) adalah suatu kumpulan gejala
penyakit kerusakan sistem kekebalan tubuh. Bukan penyakit bawaan tetapi di dapat
dari hasil penularan. Penyakit yang disebabkan oleh HIV ini telah menjadi masalah
internasional karena dalam waktu yang relatif singkat terjadi peningkatan jumlah
penderita dan semakin melanda banyak negara. Sampai saat ini belum ditemukan
vaksin atau obat yang relatif efektif untuk AIDS sehingga menimbulkan keresahan di dan limfosit (Nursalam dan
Secara struktural morfologinya, bentuk HIV terdiri atas sebuah silinder yang
dikelilingi pembungkus lemak yang melingkar melebar. Pada pusat lingkaran
terdapat untaian RNA. HIV mempunyai 3 gen yang merupakan komponen
fungsional dan struktural. Tiga gen tersebut adalah gag, pol dan env. Gag berarti
grup antigen, pol mewakili polymerase, dan env adalah kepanjangan dari envelope.
Gen Gag mengode protein inti. Gen Pol mengode enzim reserse transcriptase,
protease, dan integrase. Gen env mengode komponen struktural HIV yang dikenal
dengan glikoprotein (Hoffmann, Rockstrob. dalam Nursalam dan Kurniawati, 2007).
Gambar 2.1 Virus HIV
2.1.2. Patogenesis
HIV menempel pada sel limfosit sel induk melalui gp120 sehingga akan
terjadi fusi membran HIV dengan sel induk. Inti HIV kemudian masuk ke dalam
sitoplasma sel induk. Di dalam sel induk, HIV akan membentuk DNA HIV dari
RNA HIV melalui enzim polymerase. Enzim inetgrasi kemudian akan membantu
DNA HIV untuk berintegrasi dengan DNA sel induk.
DNA virus yang dianggap oleh tubuh sebagai sel DNA induk, akan
membentuk RNA dengan fasilitas sel induk, sedangkan mRNA dalam sitoplasma
akan diubah oleh enzim protease menjadi partikel HIV. Partikel ini selanjutnya
mengambil selubung dari bahan sel induk untuk dilepas sebagai virus HIV lainnya.
Mekanisme penekanan pada sistem imun (imunosupresi) ini akan menyebabkan
pengurangan dan terganggunya jumlah dan fungsi limfosit T (Widoyono, 2005).
2.1.3. Cara penularan
Penyakit ini menular melalui berbagai cara. Antara lain melalui cairan tubuh
seperti darah, cairan genitalia, cairan sperma dan ASI. Virus terdapat juga pada
saliva, dan urin tapi dengan konsentrasi yang sangat rendah. HIV tidak dilaporkan
terdapat dalam air mata dan keringat.
Terdapat tiga cara penularan HIV yaitu :
a. Hubungan seksual; baik secara vagina, oral, maupun anal dengan seorang
pengidap. Ini adalah cara yang paling umum terjadi, meliputi 70-80% dari total
kelamin dengan ulkus atau peradangan jaringan seperti herpes genitalis, sifilis,
gonorea, klamidia, kankroid, dan trikomoniasis. Risiko pada seks anal lebih
besar dibanding seks vagina, dan risiko lebih besar pada receptive daripada
insertive.
b. Kontak langsung dengan darah atau produk darah/jarum suntik;
b.1 Tranfusi darah/produk darah yang tercemar HIV. Ditemukan sekitar 3-5%
dari total kasus sedunia
b.2 Pemakaian jarum suntik tidak steril/pemakaian bersama jarum suntik dan
sempritnya pada para pecandu narkotika suntik. Terdapat 5-10% dari total
kasus sedunia
b.3 Penularan lewat kecelakaan, tertusuk jarum pada petugas kesehatan.
Terdapat 0,1% dari total kasus sedunia
c. Secara vertikal; dari ibu hamil pengidap HIV kepada bayinya, baik selama hamil, saat melahirkan, atau setelah melahirkan. Risiko sekitar 25-40% dan angka
transmisi melalui ASI dilaporkan lebih dari sepertiga.
2.1.4. Diagnosis
Metode yang umum untuk menegakkan diagnosis HIV meliputi :
a. ELISA (Enzym Linked Immuno Sorbent Assay); Sensitivitasnya tinggi yaitu
sebesar 98,1-100%. Tes ini memberikan hasil positif 2-3 bulan setelah infeksi
b. Western blot; Spesifisitasnya tinggi yaitu sebesar 99,9-100%. Pemeriksaannya
c. PCR (Polymerase Chain Reaction); Tes ini digunakan untuk :
c.1 Tes HIV pada bayi, karena zat antimaternal masih ada pada bayi yang dapat
menghambat pemeriksaan secara serologis. Seorang ibu yang menderita
HIV akan membentuk zat kekebalan untuk melawan penyakit tersebut. Zat
kekebalan tubuh yang diturunkan pada bayi melalui plasenta yang akan
mengaburkan hasil pemeriksan, seolah-olah sudah ada infeksi pada bayi
tersebut (pemeriksan HIV sering merupakan deteksi dari zat anti HIV bukan
deteksi HIV nya sendiri)
c.2 Menetapkan status infeksi individu yang seronegatif pada kelompok
berisiko tinggi
c.3 Tes pada kelompok berisiko tinggi sebelum terjadi serokonversi
c.4 Tes konfirmasi untuk HIV-2, sebab ELISA mempunya sensitifitas yang
rendah untuk HIV-2.
2.1.5. Pengobatan
Pengobatan pada penderita HIV/AIDS meliputi :
a. Pengobatan suportif
b. Penanggulangan penyakit oportunistik
c. Pemberian obat antivirus
d. Penanggulangan dampak psikososial
Obat antivirus HIV/AIDS adalah :
Dosis : 2 x 100 mg, setiap 12 jam (BB <60 kg)
2 x 125 mg, setiap 12 jam (BB <60 kg)
b. Zidovudin (ZDV)
Dosis 500-600 mg/hari, pemberian setiap 4 jam sebanyak 100 mg, pada saat
penderita tidak tidur.
c. Lamivudin (3TC)
d. Stavudin (d4T)
Obat ARV (antiretrovirus) masih merupakan terapi pilihan karena :
a. Obat ini bisa memperlambat progresivitas penyakit dan dapat memperpanjang
daya tahan tubuh.
b. Obat ini aman, mudah dan tidak mahal. Angka transmisi dapat diturunkan
sampai mendekati nol melalui identifikasi dini ibu hamil dengan HIV positif
dan pengelolaan klinis yang agresif.
c. Hasil penelitian dalam hal upaya pencegahan dengan imunisasi belum
memuaskan.
Beberapa ahli mengusulkan penelitian tentang bagaimana agar CD4 tiruan
diserang oleh virus, sehingga CD4 alami tetap normal. Bagian yang diserang virus
HIV adalah sel darah putih terutama sel limfosit pada bagian CD4. CD4 adalah
bagian dari limfosit yang menunjukkan seberapa besar fungsi pertahanan tubuh
manusia. Jumlah CD4 yang rendah menunjukkan pertahanan tubuh yang lemah dan
2.1.6 Pencegahan HIV/AIDS
Pada prinsipnya pencegahan dapat dilakukan dengan cara mencegah
penularan virus HIV melalui perubahan perilaku seksual yang terkenal dengan istilah
“ABC” yang telah terbukti mampu menurunkan percepatan penularan HIV, terutama
di Uganda dan beberapa negara Afrika lain. Prinsip ‘ABC” ini telah dipakai dan
dibakukan secara intenasional, sebagai cara paling efektif mencegah HIV lewat
hubungan seksual. Prinsip “ABC” itu adalah :
“A” : Anda jauhi seks sampai anda kawin atau menjalin hubungan jangka panjang
dengan pasangan (Abstinensia)
“B” : Bersikap saling setia dengan pasangan dalam hubungan perkawinan atau
hubungan jangka panjang tetap (Be faithful)
“C” : Cegah dengan memakai kondom yang benar dan konsisten untuk penjaja seks
atau orang yang tidak mampu melaksanakan A dan B (Condom)
Untuk penularan non seksual berlaku prinsip “D” dan “E” yaitu :
“D” : Drug; “say no to drug” atau katakan tidak pada napza/narkoba
“E” : Equipment; “no sharing” jangan memakai alat suntik secara bergantian
2.2 Perilaku
2.2.1 Pengertian Perilaku
Dari aspek biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
Menurut Skinner dalam Notoatmodjo (2010) merumuskan bahwa perilaku
merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).
Dengan demikian perilaku manusia terjadi melalui proses :
Stimulus --- Organisme--- Respon, sehingga teori Skinner ini disebut teori “SOR”.
Berdasarkan Teori SOR, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan menjadi dua,
yakni :
a. Perilaku tertutup (covert behavior); Perilaku tertutup terjadi bila respons terhadap
stimulus tersebut masih belum dapat diamati orang lain (dari luar) secara jelas.
Respon seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi,
pengetahuan dan sikap terhadap stimulus.
b. Perilaku terbuka (overt behavior); Perilaku terbuka terjadi bila respons terhadap
stimulus tersebut sudah berupa tindakan atau praktik ini dapat diamati orang lain
dari luar
Berdasarkan pembagian domain oleh Bloom, dan untuk kepentingan pendidikan
praktis, dikembangkan menjadi tingkat ranah perilaku sebagai berikut (Notoatmodjo,
2010) :
a. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
b. Sikap (Attitude)
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu,
yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan.
c. Tindakan atau praktik (Practice)
Seperti telah disebutkan di atas bahwa sikap adalah kecenderungan untuk
bertindak (praktik). Sikap belum tentu terwujud dalam tindakan, sebab untuk
terwujudnya tindakan perlu faktor lain antara lain adanya fasilitas atau sarana
dan prasarana.
2.2.2 Determinan Perilaku Kesehatan
Lawrence W. Green dalam teorinya mencoba menganalisis masalah kesehatan
dengan membagi menjadi dua faktor yaitu masalah yang berkaitan dengan faktor
perilaku dan faktor non perilaku. Selanjutnya perilaku itu sendiri dipengaruhi oleh
tiga faktor yaitu : faktor predisposisi (Predisposing factors), yang terwujud dalam
pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan nilai. Kedua, faktor pendukung
(enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik seperti ketersediaan
sarana/fasilitas, informasi. Ketiga, faktor pendorong (reinforcing factors), yag
terwujud dalam sikap dan perilaku kelompok referens, seperti petugas kesehatan,
[image:37.612.108.539.103.382.2]
Gambar 2.2 Bagan Precede Lawrence W. Green
Selain itu perilaku manusia juga merupakan resultan dari berbagai faktor, baik
internal maupun eksternal. Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala
kejiwaan seperti pengetahuan, keinginan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, dan
sikap. Gejala kejiwaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
pengalaman, keyakinan, sarana fisik, dan sosiobudaya masyarakat (Notoatmodjo,
1989).
Kurt Lewin (1970) dalam teorinya berpendapat bahwa perilaku manusia
adalah keadaan yang seimbang antara kekuatan-kekuatan pendorong (driving forces)
dan kekuatan-kekuatan penahan (restrining forces). Perilaku itu dapat berubah Pendidikan
Kesehatan
Predisposing Factors - kebiasaan
- kepercayaan - tradisi - pengetahuan - sikap
Enabling Factors - ketersediaan fasilitas - ketercapaian fasilitas
Reinforcing Factors - sikap dan perilaku petugas
- peraturan pemerintah
Non Perilaku
Perilaku
seseorang. Sehingga ada tiga kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri
seseorang itu, yakni :
a. Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi adanya-adanya stimulus
yang mendorong untuk terjadinya perubahan-perubahan perilaku.
b. Kekuatan-kekuatan penahan menurun. Hal ini akan terjadi adanya
stimulus-stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut.
c. Kekuatan-kekuatan pendorong meningkat dan kekuatan-kekuatan penahan
menurun.
Teori Health Belief Model (HBM) dari Becker & Rosenstock berpendapat
bahwa perilaku juga dibentuk oleh persepsi kita terhadap sesuatu. Persepsi akan
menentukan keputusan yang kita ambil dibandingkan dengan kejadian yang
sebenarnya. Teori HBM oleh Rosenstock dalam Kalichman (1998) ini didasarkan
pada empat elemen persepsi seseorang, yaitu:
a. Perceived susceptibility: penilaian individu mengenai kerentanan mereka terhadap
suatu penyakit
b. Perceived seriousness: penilaian individu mengenai seberapa serius kondisi
dan konsekuensi yang ditimbulkan oleh penyakit tersebut
c. Perceived barriers: penilaian individu mengenai besar hambatan yang ditemui
untuk mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan, seperti hambatan
d. Perceived benefits: penilaian individu mengenai keuntungan yang didapat dengan
mengadopsi perilaku kesehatan yang disarankan
Selanjutnya, teori ini kemudian dikembangkan dan ditambahkan dengan faktor-
faktor yang dianggap berpengaruh terhadap perilaku kesehatan, yaitu:
a. Variabel sosio-demografi; seperti usia, jenis kelamin, ras, pekerjaan, dsb.
b. Variabel sosio-psikologis; seperti kepribadian, sosial-ekonomi, dsb.
c. Variabel struktural; seperti pengetahuan, pengalaman, dsb.
d. Cues to action; pengaruh dari luar dalam mempromosikan perilaku
kesehatan yang disarankan, seperti pemberian informasi melalui media massa,
artikel surat kabar dan majalah, saran dari ahli, dsb.
2.2.3 Determinan Perilaku Terkait Penelitian
a. Faktor Sosio demografi
Variabel sosio demografi (umur, pendidikan dan status perkawinan) adalah
berhubungan dengan perilaku kesehatan. Umur adalah variabel yang selalu
diperhatikan di dalam penyelidikan-penyelidikan epidemiologi. Angka-angka
kesakitan maupun kematian didalam hampir semua keadaan menunjukkan hubungan
dengan umur (Notoatmodjo, 2007). Pada kasus AIDS, umur berhubungan dengan
perilaku yang menyebabkan penularan HIV. Chicago Multicenter AIDS Cohort
Study (MACS) menemukan bahwa lelaki gay yang berusia lebih muda berisiko lebih
Pendidikan berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk menerima dan
merespon terhadap berbagai informasi. Menurut Notoatmodjo (1989), pendidikan
adalah proses dimana seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan
bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat dimana dia hidup. Pendidikan
merupakan proses sosial dimana seseorang dihadapkan pada pengaruh lingkungan
yang terpilih dan terkontrol, khususnya yang datang dari sekolah sehingga mereka
dapat memperoleh atau mengalami perkembangan kemampuan sosial dan
kemampuan individu yang optimum. Studi Barliantari L. (2007) tentang perilaku
penggunaan kondom pada pasangan tetap WPS di Jakarta menyimpulkan bahwa
pendidikan berpengaruh signifkan terhadap perilaku penggunaan kondom.
Status pernikahan, kawin, tidak kawin, cerai dan janda/duda menurut
penelitian juga menunjukkan hubungan antara angka kesakitan maupun kematian.
Angka kematian karena penyakit-penyakit tertentu maupun kematian karena semua
sebab makin meninggi dalam urutan tertentu. Diduga bahwa sebab-sebab angka
kematian lebih tinggi pada yang tidak menikah dibandingkan yang menikah
(Notoatmodjo, 2007). Dalam Survei Surveilens Perilaku (SSP) tahun 2004-2005
ditemukan bahwa status pernikahan berhubungan dengan perilaku seksual berisiko.
Status pernikahan telah menikah terkadang malah menunjukkan hubungan dengan
perilaku seksual berisiko seseorang. Ini dibuktikan oleh hasil survey tersebut
bahwa dari 60% sopir/kernet truk dan 55% pelaut/ABK yang membeli seks
b. Faktor Psikososial
Faktor psikososial dalam penelitian ini adalah faktor dorongan PSK.
Dorongan PSK mempunyai pengaruh terhadap penggunaan kondom pada pelanggan.
Menurut Widodo E. (2009) dalam penelitiannya tentang praktek WPS dalam
pencegahan IMS dan HIV/AIDS di lokalisasi Koplak, Kabupaten Grobogan,
sebanyak 93% pelanggan WPS tidak memakai kondom karena posisi tawar para WPS
yang lemah sehingga tidak berhasil mempengaruhi pelanggan. Hanya 7% WPS yang
tetap mempertahankan agar pelanggan memakai kondom saat berhubungan seksual
walaupun mengalami kesulitan dan tantangan yang harus dihadapi, misalnya waktu
yang dibutuhkan lebih lama untuk merayu pelanggan supaya tetap selalu memakai
kondom, malah terkadang merelakan pelanggan untuk mencari WPS yang lain jika
pelanggan tidak mau memakai kondom.
c. Faktor Struktural
Faktor struktural dalam penelitian ini adalah pengetahuan ABK. Pengetahuan
merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia,
yakni indra pengelihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2010).
Menurut Bloom dalam Notoatmodjo (2010), pengetahuan yang tercakup
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan :
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall)
sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang
telah diterima, oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang
paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, menyatakan,
dan sebagainya.
c.2 Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
c.3 Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud
dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada
situasi yang lain.
c.4 Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang
pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila
orang tersebut telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan,
membuat diagram terhadap pengetahuan atas objek tersebut.
c.5 Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau
meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen
pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan
untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.
c.6 Evaluasi
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang
berlaku di masyarakat.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Pengetahuan menjadi landasan penting untuk menentukan suatu tindakan.
Pengetahuan, sikap dan perilaku akan kesehatan merupakan faktor yang menentukan
dalam mengambil suatu keputusan (Notoatmodjo, 2010).
Pengetahuan yang benar tentang HIV/AIDS dapat menjadi pedoman untuk
melakukan tindakan pencegahan yang benar agar tidak tertular virus tersebut.
seks komersil masih sangat rendah, hal ini berbanding lurus dengan tingkat
pemakaian kondom yang rendah pula.
d. Persepsi
Persepsi adalah suatu proses memperhatikan dan menyeleksi,
mengorganisasikan dan menapsirkan stimulus lingkungan. Proses memperhatikan
dan menyeleksi terjadi karena setiap saat panca indera kita (indera pendengar, perasa,
penglihatan, penciuman dan indera peraba) dihadapkan kepada begitu banyak
stimulus lingkungan. Akan tetapi tidak semua stimulus tersebut kita perhatikan,
karena kalau semuanya dipersepsikan akan menyebabkan kita bingung dan
kewalahan. Oleh karenanya, kemudian ada proses pemilihan (perceptual selection)
untuk mencegah kebingungan tersebut menjadi lingkungan kita lebih berarti
(Gitosudarmo dan Sudita, 2000)
Menurut Skiner dalam Notoatmodjo (2010) ada dua faktor yang
mempengaruhi persepsi yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal
adalah faktor yang melekat pada objeknya, sedangkan faktor internal adalah faktor
yang terdapat pada orang yang mempersepsikan stimulus tersebut.
d.1.Faktor eksternal : terdiri dari : 1) kontras, yaitu cara termudah untuk menarik
perhatian adalah dengan membuat kontras baik pada warna, ukuran, bentuk atau
gerakan ; 2) Perubahan intensitas yaitu suara yang berubah dari pelan menjadi
keras, atau cahaya yang berubah dengan intensitas tinggi akan menarik perhatian
lebih menarik perhatian seseorang, walaupun sering kali kita merasa
jengkel dibuatnya. Dengan pengulangan, walaupun pada mulanya stimulus
tersebut tidak masuk dalam rentang perhatian kita, maka akhirnya akan
mendapat perhatian kita; 4) Sesuatu yang baru (novelty) yaitu suatu stimulus
yang baru akan lebih menarik perhatian kita daripada sesuatu yang telah kita
ketahui; dan 5) Sesuatu yang menjadi perhatian orang banyak yaitu suatu
stimulus yang menjadi perhatian orang banyak akan menarik perhatian kita.
d.2.Faktor internal : Faktor yang ada pada seseorang akan mempengaruhi
bagaimana seseorang menginterpretasikan stimulus yang dilihatnya. Itu
sebabnya stimulus yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda. Contoh faktor
internal adalah 1).Pengalaman/pengetahuan; 2) Harapan atau expectation; 3)
Kebutuhan, dimana kebutuhan akan menyebabkan seseorang
menginterpretasikan stimulus secara berbeda; 4) Motivasi dimana seseorang yang
termotivasi untuk menjaga kesehatannya akan selalu melakukan tindakan
pencegahan penyakit; 5) Emosi; 6) Budaya, seseorang dengan latar belakang
budaya yang sama akan mempersepsikan orang-orang didalam kelompoknya
secara berbeda..
Menurut teori HBM persepsi terdiri atas persepsi kerentanan, persepsi
keseriusan, persepsi terhadap perilaku pencegahan serta persepsi kemampuan diri,
dimana persepsi seseorang akan mempengaruhi perilaku pencegahan terhadap
menyimpulkan bahwa sebagian besar responden tidak memakai kondom dalam
berhubungan seksual (93%) disebabkan karena rendahnya persepsi manfaat dan
persepsi kemampuan diri terhadap perilaku pencegahan. Penelitian Yusnita E.
(2002) menyatakan bahwa rendahnya proporsi penggunaan kondom pada PSK Waria
di wilayah Jakarta Barat (38,3%) berhubungan dengan persepsi keseriusan AIDS
dimana 66% responden menganggap aspek finansial sebagai masalah yang paling
serius, persepsi positif terhadap perilaku pencegahan dan persepsi kemampuan sendiri
untuk menggunakan kondom (62,85%).
2.2.4 Prilaku Seksual Berisiko Tertular HIV/AIDS
Dalam kaitannya dengan penularan HIV/AIDS, dikenal adanya perilaku
seksual berisiko dan perilaku seksual aman. Perilaku seksual berisiko adalah segala
perilaku seksual yang menimbulkan risiko dan memungkinkan terjadinya
penularan/infeksi HIV/AIDS. Seseorang dikatakan berisiko HIV jika orang tersebut
berada pada suatu kesempatan untuk terkena virus karena perilaku seksualnya.
Sedangkan perilaku seksual aman adalah segala perilaku seksual yang terhindar dari
suatu potensi penularan risiko tertular maupun menularkan HIV/AIDS, atau perilaku
seksual aman adalah segala perilaku seksual yang tidak memungkinkan terjadinya
penularan/infeksi HIV/AIDS. Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam konteks
penanggulangan HIV/AIDS, perubahan perilaku pada prinsipnya adalah perubahan
dari perilaku yang berisiko terjadinya penularan menjadi perilaku yang aman
Studi Sonenstien dalam Dahlia (2000) menyebutkan bahwa perilaku penularan
HIV dimasukkan menjadi beberapa kategori. Kategori ini digambarkan berjenjang
dari tidak berisiko sampai berisiko untuk penularan HIV, meliputi : a). tidak pernah
melakukan hubungan seks; b). mempunyai pengalaman seksual tetapi tidak
melakukan hubungan seks dalam 12 bulan terakhir, c). aktif melakukan hubungan
seksual tetapi dilaporkan menggunakan kondom dalam 12 bulan terakhir, d).
melakukan hubungan seksual sekurang-kurangnya sekali tanpa kondom. Risiko
semakin besar apabila pasangan juga punya banyak pasangan. Hal ini berarti
hubungan seksual dengan WPS meningkatkan risiko seseorang terinfeksi HIV/AIDS.
2.3. Kondom
2.3.1 Sejarah Kondom
Kondom adalah salah satu jenis alat kontrasepsi tertua. Alat yang berbahan
dasar olahan karet ini pertama kali diperkenalkan sekitar 1000 tahun sebelum masehi
oleh orang-orang mesir. Seorang bernama Gabrielle Fallopius melakukan percobaan
pembuatan kondom pada tahun 1500-an, pria berkebangsaan Itali ini
mengembangkan kondom yang terbuat dari bahan kain linen untuk mencegah
penularan penyakit kelamin pada laki-laki.
Menurut Charles Panati, dalam bukunya Sexy Origins and Intimate Things,
sarung untuk melindungi penis telah dipakai sejak berabad silam. Sejarah
bukan untuk mencegah kehamilan tapi menghindari penyakit kelamin. Untuk
menekan kelahiran, sejak dulu pria selalu mengandalkan kaum perempuan untuk
memilih bentuk kontrasepsi, sehingga menurut persepsi kaum laki-laki pada saat itu
tidak berpengaruh dalam pencegahan kehamilan.
Seiring perkembangan waktu pembuatan kondom mulai dikembangkan dan
berubah bahan dari kain linen menjadi kondom yang terbuat dari usus domba. Hal ini
terbukti dari penemuan sisa-sisa kondom di reruntuhan Dudle Castle, dekat
Birmingham Inggris. Diperkirakan perkembangan kondom di Inggris dimulai pada
tahun 1640-an, pada saat itu terjadi perang antar pengikut Oliver Cromwell dengan
prajurit Raja Charles I, kerena peperangan tersebut berlangsung lama maka,
melibatkan banyak PSK dan menimbulkan banyak terjadi penularan penyakit kelamin
yang mengakibatkan melemahnya daya gempur pasukan. Untuk menanggulanginya
tabib kerajaan membuatkan pelindung untuk melindungi alat kelamin para prajurit,
yang disebut Kondom.
Nama “kondom” berasal dari bahasa latin “Condon” yang berarti wadah..Di
tahun 1980-an penggunaan kondom meningkat karena persebaran virus baru
HIV/AIDS. Pada saat itu kondom dirasa dapat menjadi alat yang bisa
menanggulanginya.
Sampai saat ini kondom telah banyak ber-evolusi, dengan berbagai macam
rasa dan bentuk agar lebih nyaman digunakan dan lebih variatif dalam memberikan
juga kondom untuk wanita atau lebih dikenal dengan Fimidom. Namun sampai detik
ini masih banyak manusia yang tidak mau memakai alat pengaman yang memiliki
sejarah panjang ini (Donit, 2011).
2.3.2 Jenis-Jenis Kondom (Dumasari, 2008) a. Kondom laki-laki
Kondom merupakan sarung dari latex yang tipis, digunakan pada penis ketika
melakukan hubungan seksual. Kondom berguna untuk mengumpulkan semen
sebelum, selama dan sesudah masa ejakulasi dan menghalangi sperma masuk ke
vagina. Penggunaan kondom yang benar dapat mengurangi risiko penularan penyakit
seksual dan dapat juga digunakan sebagai alat kontrasepsi.
Kondom yang terbuat dari latex, efektif memberikan perlindungan terhadap
virus termasuk HIV. Kondom latex dibuat oleh pabrik mempunyai bentuk, tekstur,
warna, ketebalan, lebar dan panjang yang berbeda. Beberapa kondom mempunyai
permukaan yang lembut dan ada juga yang mempunyai tekstur. Kebanyakan dari
kondom berwarna pudar yang buram, tetapi ada juga yang berwarna dan beberap
kondom dibuat mempunyai bau wangi-wangian, rasa (strawberry, mint).
Kondom latex dirancang mempunyai permeabilitas membran yang dapat
menghambat lewatnya organisme dalam berbagai ukuran seperti spermatozoa dengan
diameter 0,003 mm (3000 nm) dan juga pathogen penyebab penyakit seksual seperti
nm). Menurut penelitian yag dilakukan oleh team FDA kondom dapat menurunkan
[image:50.612.162.480.178.410.2]risiko terpapar dengan HIV sebanyak 10.000 kali lipat.
Gambar 2.3 Kondom Latex untuk Laki-laki
Sumber : http://primbondonit.blogspot.com
Cara penggunaan :
a) Selalu menggunakan kondom latex yag baru dan gunakan sebelum tanggal
kadaluarsa
b) Buka kemasan kondom dengan hati-hati dan jangan menggunakan gigi
c) Pasang kondom setelah penis ereksi
d) Pegang ujung kondom diantara 2 jari (menjepit ujungnya) agar ada tempat untuk
mengumpulkan sperma dan hilangkan udara dari ujung kondom untuk
e) Pasang kondom dari ujung penis,, kemudian ditarik hingga ke pangkal penis dan
ujungnya tetap dijepit.
f) Setelah ejakulasi dan sebelum penis menjadi lembek, tarik keluar penis dengan
hati-hati dan pegang bibir kondom agar sperma tidak tumpah.
g) Setelah pemakaian, kondom dibungkus dan tidak boleh dibuang kedalam toilet.
Keuntungan pemakaian kondom latex:
a) Dapat mencegah kehamilan dan penularan penyakit seksual
b) Harganya tidak mahal dan mudah didapat
c) Kemasannya ringan dan hanya untuk satu kali pemakaian
d) Tidak membutuhkan resep untuk membelinya (dijual bebas)
e) Dapat memperpanjang ereksi pada laki-laki
f) Dapat mengurangi ejakulasi dini
Keadaan yang kurang menguntungkan dari pemakaian kondom latex :
a) Dapat timbul alergi
b) Hilangnya sensasi ketika berhubungan seksual
c) Kondom dapat rusak/bocor
b. Kondom wanita
Terdiri dari bahan polyurethane berbentuk seperti sarung atau kantong dengan
panjang 17 cm (6,5 inci).. Bahan ini kurang menyebabkan alergi dibandingkan
dengan latex. Bahan tersebut juga kuat dan jarang robek (40% lebih kuat dari latex)
ini dapat mencegah kehamilan dan penularan penyakit seksual termasuk HIV apabila
[image:52.612.177.462.168.382.2]digunakan dengan benar.
Gambar 2.4 Kondom Polyurethane untuk Wanita
Sumber : http://primbondonit.blogspot.com
Pada tiap ujung kondom terdapat cincin/lingkaran yang lentur. Ujung yang
tertutup dengan cincin yang lentur, dimasukkan ke dalam vagina untuk membantu
supaya kondom tersebut tetap pada tempatnya. Sedangkan pada ujung yang terbuka,
cincin tetap pada `berada di sebelah luar vulva (pintu masuk kedalam vagina).
Tersedianya kondom dengan bahan dasar silikon sebagai lubrikasi didalamnya, tetapi
penambahan lubrikasi dapat juga dilakukan. Kondom wanita tidak mengandung
spermecide. Penggunaan kondom wanita sebaiknya tidak bersamaan dengan kondom
Penggunaan kondom ini telah digunakan di Eropa sejak tahun 1992 dan pada
tahun 1993 disetujui pemakaiannya oleh FDA (Food and Drug Administration)
Amerika Serikat.
Cara penggunaan :
a. Buka bungkusan kondom dengan hati-hati
b. Pastikan lubrikasinya cukup
c. Cincin yang tertutup berada di sebelah bawah dan ujung yang terbuka dipegang
menggantung
d. Pegang cincin bagian dalam dengan ibu jari dan jari tengah dan kemudian
masukkan cincin bagian dalam beserta kantongnya ke dalam vagina
e. Letak kondom harus tetap lurus dan tidak boleh berputar didalam vagina.
f. Cincin bagain luar tetap berada di luar vagina
g. Untuk mengeluarkan kondom, putar cincin bagian luar dengan hati-hati dan
kemudian tarik kondom keluar dan sperma tetap berada didalam.
h. Setelah pemakaian, dianjurkan kondom tersebut jangan digunakan lagi dan tidak
boleh dibuang kedalam toilet
Keadaan yang kurang menguntungkan dari pemakaian kondom latex :
a. Lebih sulit memasangnya
b. Kemungkinan dapat timbul bising ketika berhubungan seksual
2.3.3 Efektifitas Kondom
Hasil workshop yang dilaksanakan di Virginia pada tahun 2000 tentang
efektifitas kondom laki-laki yang terbuat dari bahan latex dalam mencegah penyakit
seksual melaporkan bahwa responden yang menggunakan kondom diperkirakan
insiden HIV/AIDS dari 12 penelitian adalah 0,9 seroconversion/100 orang/tahun,
sedangkan responden yang tidak pernah menggunakan kondom diperkirakan insiden
HIV/AIDS adalah 6,7 seroconversion/100 orang / tahun. Dari workshop tersebut
juga disimpulkan bahwa penggunaan kondom dapat menurunkan penularan
HIV/AIDS sebanyak 85% dibanding dengan yang tidak menggunakan (Dumasari,
2008).
Efektifitas kondom juga dibuktikan di Thailand, dimana penggunaan kondom
menjadi program nasional dan seiring dengan meningkatnya pemakaian kondom dari
14% pada awal 1989 menjadi lebih dari 90% pada Juni 1992, kasus IMS juga
menurun menjadi kurang dari 15.000 kasus/tahun. Sejak tahun 2000 dari 400.000
kasus/tahun pada Juli 2004 di Pembukaan International AIDS Congress, Perdana
Menteri Thailand bahkan mengakui bahwa program ini telah mencegah lebih dari 5
juta infeksi HIV.
Pelaksanaan program 100% penggunaan kondom di Kamboja dimulai pada
Oktober 1998 di Sihanoukville, sebuah distrik yang banyak pekerja seksnya.
Kemudian menjadi program nasional pada tahun 2001. Program ini berhasil
ini juga dilaksanakan di beberapa negara asia lainnya, seperti Filipina dan Vietnam.
Negara Asia lain yang menjalankan program 100% penggunaan kondom adalah
Myanmar pada awal tahun 2001 di kota Bago, Pyay, Kwathaung dan Tachileik,
kemudian berkembang ke 152 kota lainnya pada awal 2006. Terdapat laporan
penggunaan kondom pada pekerja seks meningkat dari 60,7% (2001) menjadi 91,0%
(2002), terdapat penurunan prevalensi sifilis dari 6% menjadi 3%
(Rojanapithayakorn, 2008).
2.4. Landasan Teori
Dalam membuat kerangka konsep, peneliti menggunakan landasan teori
Health Belief Model (HBM).
HBM adalah model psikologis yang mencoba untuk menjelaskan dan
memprediksi perilaku kesehatan dengan berfokus pada sikap dan keyakinan individu.
Model perubahan perilaku kesehatan dikembangkan oleh Irwin M. Rosenstock pada
tahun 1966 untuk mempelajari dan mempromosikan serapan pelayanan kesehatan.
Model ini lebih lanjut dkembangkan oleh Becker dan rekannya pada tahun 1970-an
dan 1980-an. Perubahan terus dilakukan hingga akhir tahun 1988, untuk
mengakomodasi bukti tentang peran pengetahuan dan persepsi. Awalnya, model ini
dirancang untuk memprediksi respon perilaku untuk pengobatan yang diterima oleh
pasien sakit akut atau kronis, tetapi dalam beberapa tahun, model ini telah digunakan
seseorang dalam berperilaku kesehatan akan memprediksi kemungkinan perilaku itu.
Sejak itu, HBM telah disesuaikan dengan mengeksplorasi berbagai tindakan jangka
panjang dan jangka pendek kesehatan perilaku, termasuk perilaku seksual berisiko
dan penularan HIV/AIDS.
Para peneliti menunjukkan bahwa seorang individu yang dianggap memiliki
kemampuan untuk berhasil melaksanakan strategi pemeliharaan kesehatan, seperti
menggunakan kondom secara konsisten, sangat mempengaruhinya dalam
memberikan keputusan untuk menetapkan dan mempertahankan perubahan perilaku.
Komponen HBM :
1) Ancaman (Threat); persepsi terhadap ancaman suatu penyakit merupakan langkah
awal dalam proses bertindak mengurangi ancaman tersebut. Persepsi terhadap
ancaman merupakan gabungan 2 faktor, yaitu persepsi terhadap risiko tertular
suatu penyakit (perceived susceptibility) dan persepsi terhadap keseriusan suatu
penyakit baik secara medis maupun sosial (perceived severity)
2) Harapan; persepsi terhadap harapan ini dibagi atas 3 faktor yaitu Persepsi positif
terhadap s