• Tidak ada hasil yang ditemukan

Resolusi Konflik Lingkungan PT Kawasan Industri Medan (PT KIM) dengan Masyarakat Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Resolusi Konflik Lingkungan PT Kawasan Industri Medan (PT KIM) dengan Masyarakat Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan"

Copied!
107
0
0

Teks penuh

(1)

RESOLUSI KONFLIK LINGKUNGAN PT KAWASAN INDUSTRI

MEDAN (PT KIM) DENGAN MASYARAKAT KELURAHAN

TANGKAHAN KECAMATAN MEDAN LABUHAN

KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

M. ASRI ARIEF

067004010/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

S

E K O L

A

H

P A

S C

A S A R JA N

(2)

RESOLUSI KONFLIK LINGKUNGAN PT KAWASAN INDUSTRI

MEDAN (PT KIM) DENGAN MASYARAKAT KELURAHAN

TANGKAHAN KECAMATAN MEDAN LABUHAN

KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

M. ASRI ARIEF

067004010/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

Judul Tesis : RESOLUSI KONFLIK LINGKUNGAN PT KAWASAN

INDUSTRI MEDAN (PT. KIM) DENGAN

MASYARAKAT KELURAHAN TANGKAHAN

KECAMATAN MEDAN LABUHAN KOTA MEDAN Nama Mahasiswa : M. Asri Arief

Nomor Pokok : 067004010

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)

Menyetujui: Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS) Ketua

(Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS) Anggota

(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)

(4)

Telah diuji pada Tanggal 30 Maret 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS

(5)

RESOLUSI KONFLIK LINGKUNGAN PT KAWASAN INDUSTRI MEDAN (PT KIM) DENGAN MASYARAKAT KELURAHAN TANGKAHAN

KECAMATAN MEDAN LABUHAN KOTA MEDAN

ABSTRAK

Dalam suasana euforia reformasi, eskalasi konflik antara perusahaan dengan masyarakat sekitarnya semakin meningkat. Segala aspek konflik (frame of conflict) seperti konflik lingkungan, merupakan tantangan bagi perusahaan untuk membangun konsep kemitraan antara perusahaan dengan masyarakat sekitarnya yang lebih baik dan akomodatif pada masa yang akan datang. Konflik lingkungan yang terjadi antara PT KIM dengan Masyarakat Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan (Masyarakat Tangkahan), merupakan suatu bukti konkrit kurang harmonisnya sebuah kawasan industri dengan masyarakat sekitarnya. Padahal konstribusi PT KIM dalam berbagai bentuk seperti partisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan serta berbagai dukungan (multiplier effect) terhadap perekonomian Masyarakat Tangkahan sudah sering dilaksanakan. Namun kenyataan di lapangan, konstribusi PT KIM tersebut tidak menyurutkan protes-protes dari masyarakat.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah faktor-faktor yang menimbulkan terjadinya konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan dan bagaimana model resolusi konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang menimbulkan terjadinya konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan dan untuk mengetahui model resolusi konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan.

Lokasi penelitian ditetapkan secara purposive di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan. Kelurahan ini dipilih karena konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan terjadi di Lingkungan I-XII Kelurahan Tangkahan. Adapun analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data Statistik Deskriptif, yaitu mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menimbulkan terjadinya konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan adalah dibuangnya limbah cair perusahaan ke parit/drainase yang berada di Lingkungan I-XII Kelurahan Tangkahan, menyebarnya bau busuk, banyaknya sumur penduduk yang tercemar limbah cair, kurangnya penyerapan tenaga kerja dari warga Kelurahan Tangkahan dan rendahnya community development di Kelurahan Tangkahan.

Model resolusi konflik antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan adalah Resolusi Konflik Lingkungan berbasis Prilaku Adaptif, suatu penekanan prilaku yang berorientasi pada pelaksanaan kesepakatan atau tindaklanjut rekomendasi yang didasari oleh itikad baik PT KIM dan kekuatan positif atau kearifan lokal dari masyarakat untuk ikut berperan serta menjaga kelestarian lingkungan hidup dan lingkungan sosial yang kondusif. Pada model ini menuntut pentingnya PT KIM dan Masyarakat Tangkahan melakukan transformasi prilaku yang ditopang oleh beberapa faktor internal maupun eksternal.

(6)

ENVIRONMENTAL CONFLICT RESOLUTION PT KAWASAN INDUSTRI MEDAN (PT KIM) WITH VILLAGE PEOPLE SUB TANGKAHAN

LABUHAN MEDAN KOTA MEDAN

ABSTRACT

In the euphoric atmosphere of reform, the escalation of conflict between the company and its surrounding communities is increasing. All aspects of the conflict (the frame of conflict), such as conflict environment, a challenge for companies to develop the concept of partnership between the company and surrounding communities a better and accommodating in the future. Environmental conflicts that occur between PT KIM with the Public Kelurahan Kecamatan Medan Labuhan Tangkahan Medan (Community Tangkahan), is a concrete evidence of lack of harmony an industrial area with the surrounding community. Whereas PT KIM contribution in various forms such as participation in social activities as well as various support (multiplier effect) on the economy Tangkahan Communities have often implemented. But the reality on the ground, the contribution of PT KIM does not dampen the protests from the public.

The problem in this study is whether the factors that lead to environmental conflicts between PT KIM with the Public Tangkahan and how the model of environmental conflict resolution between PT KIM with the Public Tangkahan? The purpose of this study was to determine the factors that lead to environmental conflicts between PT KIM with the Public Tangkahan and to know the model of environmental conflict resolution between PT KIM with the Public Tangkahan.

Location determined by purposive research in Kelurahan Kecamatan Medan Labuhan Tangkahan Medan. Villages were selected because of environmental conflicts between PT KIM with the Public Tangkahan occur in the environment of I-XII Kelurahan Tangkahan. The analysis of the data used in this research is data analysis Descriptive statistics, which describe or give a picture of the object under study through a sample or population data as it is.

The results showed that the factors that lead to environmental conflicts between PT KIM with the Public Tangkahan wastewater company was thrown into a ditch/drainage in the Environment I-XII Kelurahan Tangkahan, spreading the stench, the number of wells contaminated wastewater population, lack of the employment of citizens and low Tangkahan Village community development in the Village Tangkahan.

Model of conflict resolution between PT KIM with the Public Tangkahan is based Environmental Conflict Resolution Adaptive Behaviours, a behavior-oriented emphasis on implementation agreement or follow recommendations based on good faith PT KIM and positive forces or local knowledge of the community to participate and maintain the environment living and social environment conducive. In this model requires the importance of PT KIM and Society Tangkahan transformation behavior that is supported by several internal and external factors.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan anugerah dan hidayah-Nya, sehingga penulisan tesis ini dapat

diselesaikan. Tesis ini berjudul “Resolusi Konflik Lingkungan PT Kawasan

Industri Medan (PT KIM) dengan Masyarakat Kelurahan Tangkahan

Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan, penulisan tesis ini dimaksudkan untuk

memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar Magister Sains pada Program

Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara (SPs-USU) Medan.

Terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis ucapkan kepada yang terhormat

Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr.

Suwardi Lubis, MS dan Dr. Ir. Tavi Supriana, MS selaku Anggota Komisi

Pembimbing, Prof. Dr. Badaruddin, MS dan Dr. Ir. Zahari Zein, MSc selaku

Dosen Pembanding karena kesediaannya memberikan bimbingan, petunjuk serta

saran kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada:

1. Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor Universitas

Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana

(8)

3. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS, selaku Ketua Program Studi Pengelolaan

Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara.

4. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc, selaku Sekretaris Program Studi Pengelolaan

Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Universitas

Sumatera Utara.

5. Para Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

6. Para Karyawan dan Karyawati Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam

dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

7. Rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

8. Ayahanda Drs. HM. Arief S dan Ibunda Hj. Haniah tercinta, Bapak dan Ibu

Mertua tercinta HM. Asnawi Said dan Hj. Musliman (almarhumah), Istri

tersayang dan buah hati pelipur lara ketika gundah melanda jiwa Dra. Hj.

Rostina Asri dan Rina Afdhaliah Asri.

9. Seluruh Direksi, Staf maupun karyawan PT KIM terutama Manager

Pengendalian Lingkungan Hidup Bapak David Manurung, atas segala bantuan

ketika melaksanakan penelitian.

10. Kepala Kecamatan Medan Labuhan beserta Staf dan Kepala Kelurahan

Tangkahan beserta Staf yang tidak mengenal lelah membantu dan

(9)

11. Rekan-rekan seperjuangan di Lembah Tidar Magelang dan para senior

di Markas Komando Pangkalan Utama TNI AL I (Mako Lantamal I) yang

selalu memberikan semangat dengan pertanyaannya: “Kapan Menyelesaikan

Tugas Belajar?”

12. Rekan-rekan yang tergabung dalam Kelompok Diskusi Wartawan Maritim,

terutama kepada para senior dan rekan-rekan di Harian Analisa dan Harian

Waspada yang selama ini memberikan kesempatan kepada penulis untuk

mengisi rubrik “Opini”.

13. Semua pihak yang telah banyak membantu, terutama yang telah memberikan

doa dan dukungan moril tetapi tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, maka dengan

segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan masukan dan saran yang

bersifat konstruktif dari semua pihak untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Akhirulkalam, berbekal suatu harapan, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi

semua pihak terutama bagi mereka yang menghabiskan waktu dan perhatiannya pada

penanganan konflik lingkungan. Amin.

Wassalamu Alaikum Wr Wb.

Medan, Maret 2009

(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : M. Asri Arief

Tempat/Tgl Lahir : Ujung Pandang, 07 Oktober 1968

Alamat : Komplek TNI AL “Macan Tutul Jalan Bengkalis AL 21 Belawan

Pendidikan : 1. SD Negeri Inpres Tappanjeng Kab Bantaeng Sulsel (1981) 2. SMP IMMIM Putera Makassar (1984)

3. SMA IMMIM Putera Makassar (1987)

4. Fak. Hukum Jurusan Hukum Internasional UNHAS (1993)

Pekerjaan : 1. Perwira Staf Operasi Lantamal I (1997) 2. Perwira Staf Intelijen Lantamal I (2001)

(11)

DAFTAR ISI

1.5.1. Teori-Teori Penyebab Konflik…………..………

1.5.2. Pendekatan Penanganan Konflik..………..………....

(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA ………. 13

III. METODOLOGI PENELITIAN ………. 30

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ………...

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………...

(13)

4.1.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Individu...

4.1.2. Sarana Air Bersih di Kelurahan Tangkahan...

4.2. Gambaran Umum PT Kawasan Industri Medan (PT KIM)...

4.2.1. Sejarah Berdirinya PT KIM...

4.2.2. Visi dan Misi PT KIM...

4.2.3. Objek dan Strategi PT KIM...

4.2.4. Luas Wilayah PT KIM...

4.2.5. Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup PT KIM...

4.2.6. Berbagai Kegiatan di Sekitar PT KIM...

4.2.7. Sarana dan Fasilitas PT KIM…...

4.2.8. Pengolahan Air Limbah PT KIM...

4.3. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Konflik Lingkungan...

4.3.1. Keberadaan PT Kawasan Industri Medan (PT KIM)...

4.4. Resolusi Konflik antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan...

(14)
(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Tipe-Tipe Konflik... 18

3.1. Jadwal Penelitian... 30

3.2. 3.3. Data Kependudukan Kelurahan Tangkahan... Jumlah Sampel di Setiap Lingkungan……… 32 33 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Individu………… 35

4.2. Sarana Air Bersih Kelurahan Tangkahan……….………. 37

4.3. Tanggapan tentang Keberadaan PT KIM...……… 48

4.4. Kualitas Lingkungan di Kelurahan Tangkahan…….……… 50

4.5. Kondisi Lingkungan di Kelurahan Tangkahan……….……… 51

4.6. Korban Pencemaran Limbah Cair….……… 52

4.7. Penyakit yang Dialami Masyarakat Tangkahan……… 53

4.8. Tanggung Jawab PT KIM atas Pencemaran Limbah Cair…………. 54

4.9. Kegiatan Sosial Kemasyarakatan PT KIM……….... 55

4.10. Negosiasi PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan……….. 56

4.11. Keterlibatan Masyarakat Bernegosiasi dengan PT KIM….…... 57

4.12. Kesepakatan PT KIM dengan Masyarakat………... 58

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1.

4.1.

4.2.

Kerangka Berfikir...

Skema Proses Pengolahan Air Limbah Tahap...

Model Resolusi Konflik Lingkungan Berbasis Prilaku Adaptif...

12

45

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1.

2.

Kuisioner………...

Dokumentasi Penelitian... 89

(18)

RESOLUSI KONFLIK LINGKUNGAN PT KAWASAN INDUSTRI MEDAN (PT KIM) DENGAN MASYARAKAT KELURAHAN TANGKAHAN

KECAMATAN MEDAN LABUHAN KOTA MEDAN

ABSTRAK

Dalam suasana euforia reformasi, eskalasi konflik antara perusahaan dengan masyarakat sekitarnya semakin meningkat. Segala aspek konflik (frame of conflict) seperti konflik lingkungan, merupakan tantangan bagi perusahaan untuk membangun konsep kemitraan antara perusahaan dengan masyarakat sekitarnya yang lebih baik dan akomodatif pada masa yang akan datang. Konflik lingkungan yang terjadi antara PT KIM dengan Masyarakat Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan (Masyarakat Tangkahan), merupakan suatu bukti konkrit kurang harmonisnya sebuah kawasan industri dengan masyarakat sekitarnya. Padahal konstribusi PT KIM dalam berbagai bentuk seperti partisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan serta berbagai dukungan (multiplier effect) terhadap perekonomian Masyarakat Tangkahan sudah sering dilaksanakan. Namun kenyataan di lapangan, konstribusi PT KIM tersebut tidak menyurutkan protes-protes dari masyarakat.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah faktor-faktor yang menimbulkan terjadinya konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan dan bagaimana model resolusi konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang menimbulkan terjadinya konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan dan untuk mengetahui model resolusi konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan.

Lokasi penelitian ditetapkan secara purposive di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan. Kelurahan ini dipilih karena konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan terjadi di Lingkungan I-XII Kelurahan Tangkahan. Adapun analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data Statistik Deskriptif, yaitu mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menimbulkan terjadinya konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan adalah dibuangnya limbah cair perusahaan ke parit/drainase yang berada di Lingkungan I-XII Kelurahan Tangkahan, menyebarnya bau busuk, banyaknya sumur penduduk yang tercemar limbah cair, kurangnya penyerapan tenaga kerja dari warga Kelurahan Tangkahan dan rendahnya community development di Kelurahan Tangkahan.

Model resolusi konflik antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan adalah Resolusi Konflik Lingkungan berbasis Prilaku Adaptif, suatu penekanan prilaku yang berorientasi pada pelaksanaan kesepakatan atau tindaklanjut rekomendasi yang didasari oleh itikad baik PT KIM dan kekuatan positif atau kearifan lokal dari masyarakat untuk ikut berperan serta menjaga kelestarian lingkungan hidup dan lingkungan sosial yang kondusif. Pada model ini menuntut pentingnya PT KIM dan Masyarakat Tangkahan melakukan transformasi prilaku yang ditopang oleh beberapa faktor internal maupun eksternal.

(19)

ENVIRONMENTAL CONFLICT RESOLUTION PT KAWASAN INDUSTRI MEDAN (PT KIM) WITH VILLAGE PEOPLE SUB TANGKAHAN

LABUHAN MEDAN KOTA MEDAN

ABSTRACT

In the euphoric atmosphere of reform, the escalation of conflict between the company and its surrounding communities is increasing. All aspects of the conflict (the frame of conflict), such as conflict environment, a challenge for companies to develop the concept of partnership between the company and surrounding communities a better and accommodating in the future. Environmental conflicts that occur between PT KIM with the Public Kelurahan Kecamatan Medan Labuhan Tangkahan Medan (Community Tangkahan), is a concrete evidence of lack of harmony an industrial area with the surrounding community. Whereas PT KIM contribution in various forms such as participation in social activities as well as various support (multiplier effect) on the economy Tangkahan Communities have often implemented. But the reality on the ground, the contribution of PT KIM does not dampen the protests from the public.

The problem in this study is whether the factors that lead to environmental conflicts between PT KIM with the Public Tangkahan and how the model of environmental conflict resolution between PT KIM with the Public Tangkahan? The purpose of this study was to determine the factors that lead to environmental conflicts between PT KIM with the Public Tangkahan and to know the model of environmental conflict resolution between PT KIM with the Public Tangkahan.

Location determined by purposive research in Kelurahan Kecamatan Medan Labuhan Tangkahan Medan. Villages were selected because of environmental conflicts between PT KIM with the Public Tangkahan occur in the environment of I-XII Kelurahan Tangkahan. The analysis of the data used in this research is data analysis Descriptive statistics, which describe or give a picture of the object under study through a sample or population data as it is.

The results showed that the factors that lead to environmental conflicts between PT KIM with the Public Tangkahan wastewater company was thrown into a ditch/drainage in the Environment I-XII Kelurahan Tangkahan, spreading the stench, the number of wells contaminated wastewater population, lack of the employment of citizens and low Tangkahan Village community development in the Village Tangkahan.

Model of conflict resolution between PT KIM with the Public Tangkahan is based Environmental Conflict Resolution Adaptive Behaviours, a behavior-oriented emphasis on implementation agreement or follow recommendations based on good faith PT KIM and positive forces or local knowledge of the community to participate and maintain the environment living and social environment conducive. In this model requires the importance of PT KIM and Society Tangkahan transformation behavior that is supported by several internal and external factors.

(20)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Memasuki era reformasi dan transformasi kehidupan sosial politik, paham

demokratisme dijalankan secara konstruktif sejak tahun 1998. Seiring dengan itu,

perjalanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia memasuki tahapan

baru antara lain dengan meningkatnya kuantitas dan kualitas konflik sosial yang

melanda berbagai lapisan masyarakat. Segala aspek konflik (frame of conflict) dalam

kehidupan bermasyarakat seperti konflik lingkungan, konflik sumberdaya alam dan

berbagai jenis konflik lainnya, berakibat pada disintegrasi sosial yang seringkali

disertai dengan musnahnya aneka aset material dan non-material. Kehancuran aset

non-material yang paling sering ditemukan berwujud dekapitalisasi modal sosial yang

ditandai dengan hilangnya kepercayaan (trust) diantara pihak yang bertikai, rusaknya

jaringan (networking) komunikasi antar warga dan hilangnya pentaatan (compliance)

pada tata aturan norma dan tatanan sosial. Keberadaan konflik yang selama tiga puluh

tahun lalu ditabukan oleh masyarakat maupun negara, sekarang menjadi tindakan

yang seakan mendapatkan legitimasi dalam sistem tata kehidupan berazaskan

demokrasi (Dharmawan, 2007).

Meningkatnya intensitas konflik memang menarik perhatian berbagai pihak,

karena sejarah stereotipe bangsa Indonesia selama ini lebih banyak ditandai dengan

ciri-ciri sebagai bangsa yang ramah tamah atau bangsa yang penuh toleransi, tetapi

(21)

dengan taraf kekerasan (degree of violence) yang menembus batas-batas

kemanusiaan.

Dalam suasana euforia reformasi itu, eskalasi konflik antara perusahaan

dengan masyarakat sekitarnya pun semakin meningkat. Beberapa konflik yang

terjadi, tidak sekedar menuntut ganti rugi tetapi telah memunculkan tindakan

kekerasan seperti pengrusakan aset perusahaan dan penutupan saluran pembuangan

limbah. Dari berbagai konflik lingkungan yang terjadi, mencerminkan adanya

indikasi bahwa hubungan industrial dengan masyarakat sekitarnya dewasa ini kurang

harmonis. Tuntutan perubahan paradigma manajamen perusahaan semakin vokal,

pada sisi lain masyarakat semakin berani melakukan protes-protes atau demonstrasi

yang bersifat destruktif terhadap aset perusahaan.

Maraknya konflik lingkungan yang terjadi, merupakan tantangan bagi

perusahaan untuk membangun konsep kemitraan antara perusahaan dengan

masyarakat sekitarnya yang lebih baik dan akomodatif untuk masa yang akan datang.

Konflik lingkungan yang terjadi antara PT Kawasan Industri Medan (selanjutnya

disebut PT KIM) dengan Masyarakat Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan

Labuhan Kota Medan (Masyarakat Tangkahan), merupakan suatu bukti kongkrit

kurang harmonisnya sebuah kawasan industri dengan masyarakat sekitarnya. Padahal

konstribusi PT KIM dalam berbagai bentuk seperti partisipasi dalam kegiatan sosial

kemasyarakatan dan berbagai dukungan (multiplier effect) terhadap perekonomian

Masyarakat Tangkahan sudah sering dilaksanakan. Namun kenyataan di lapangan,

(22)

Konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan berawal

dari adanya indikasi beberapa perusahaan yang membuang limbah cair langsung ke

parit (drainase) yang berada di Kelurahan Tangkahan. Data dari PT KIM secara

transparan menyebutkan bahwa 29 (dua puluh sembilan) perusahaan menghasilkan

limbah cair, 17 (tujuh belas) perusahaan mengalirkan limbah cair ke IPAL (Instalasi

Pengolahan Air Limbah) terpadu PT KIM dan 12 (dua belas) perusahaan lainnya

tidak mengalirkan limbah cair ke IPAL terpadu melainkan langsung ke parit yang

berada di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan. Pada akhir

tahun 2006, Masyarakat Tangkahan mengajukan tuntutan ke PT KIM karena terjadi

pencemaran air sumur penduduk, banyak warga yang terjangkit penyakit gatal-gatal

dan menyebarnya bau busuk.

Indikasi pencemaran lingkungan oleh beberapa perusahaan PT KIM tersebut,

ditanggapi Masyarakat Tangkahan dengan melakukan perlawanan dan unjuk rasa

memprotes pembuangan limbah cair ke lingkungan masyarakat, bahkan masyarakat

melakukan penutupan (penyumbatan) saluran pembuangan limbah yang

mengakibatkan banjir di beberapa lokasi dalam areal PT KIM.

Berbagai upaya penanganan konflik telah dilaksanakan, bahkan Tripika

Kecamatan Medan Labuhan telah mempertemukan PT KIM dengan perwakilan

Masyarakat Tangkahan. Namun pertemuan tersebut justru memunculkan konflik baru

di kalangan Masyarakat Tangkahan yang mengklaim bahwa warga yang hadir pada

(23)

disusupi oleh "oknum" yang berpihak pada kepentingan kelompok tertentu dan

kepentingan perusahaan.

Penolakan damai Masyarakat Tangkahan tersebut patut dicermati, karena

perluasan konflik yang mengarah pada tindakan kekerasan biasanya berawal dari

tidak adanya kesepahaman yang berlarut-larut dari pihak yang berkonflik. Dalam

konteks konflik antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan, telah tercipta

perluasan konflik yang cenderung meningkat. Hal ini dapat diprediksi sejak

munculnya konflik tersembunyi yang ditandai dengan munculnya "pemimpin politik"

di tingkat lingkungan, kemudian berkembang menjadi konflik disertai kekerasan yang

bercirikan gerakan penduduk atas nama "akibat". Tahapan yang lebih frontal, berupa

aksi penutupan saluran pembuangan limbah.

Susskind dan Secunda (1998), menegaskan bahwa penyelesaian konflik perlu

pendekatan konsensual secara konsisten karena lebih efisien dan lebih stabil

dibandingkan dengan pendekatan-pendekatan konvensional. Tuntutan untuk

menemukan upaya-upaya penanganan konflik yang efektif dan efisien sejalan dengan

eskalasi konflik sosial yang semakin meningkat, apalagi konflik-konflik lingkungan

di era reformasi ini menunjukkan bentuk yang semakin beragam. Konflik yang terjadi

tidak sebatas masyarakat dengan masyarakat, tetapi konflik antara masyarakat dengan

dunia usaha terus muncul dengan intensitas yang lebih tinggi.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis meyakini perlunya

melakukan penelitian secara mendalam terhadap permasalahan tersebut yang

(24)

Medan (PT KIM) dengan Masyarakat Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan

Labuhan Kota Medan”.

1.2. Perumusan Masalah

1. Apakah faktor-faktor yang menimbulkan terjadinya konflik lingkungan antara

PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan?

2. Bagaimana model resolusi konflik lingkungan antara PT KIM dengan

Masyarakat Tangkahan?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menimbulkan terjadinya konflik

lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan.

2. Untuk mengetahui model resolusi konflik lingkungan antara PT KIM dengan

Masyarakat Tangkahan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Kepentingan praktis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam

menyelesaikan konflik lingkungan yang terjadi antara PT KIM dengan

Masyarakat Tangkahan.

2. Kepentingan akademis, sebagai bahan kajian bagi perkembangan ilmu

(25)

3. Kepentingan peneliti lainnya, sebagai bahan kajian dan referensi untuk

penelitian sejenis maupun penelitian lanjutan.

1.5. Landasan Teori

1.5.1. Teori-teori Penyebab Konflik

Fisher, et al (2000), mengungkapkan dalam buku “Working with Conflict:

Skills & Strategies for Action” bahwa ada 6 (enam) teori penyebab timbulnya

konflik, yaitu:

1. Teori Hubungan Masyarakat

Teori ini menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus

terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan diantara kelompok yang berbeda dalam

suatu masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:

a. Meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok-kelompok

yang mengalami konflik.

b. Mengusahakan toleransi agar masyarakat dapat saling menerima keragaman

yang ada di dalamnya.

2. Teori Negosiasi Prinsip

Teori ini menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak

selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang

mengalami konflik. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:

a. Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk memisahkan perasaan

(26)

mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan-kepentingan

mereka sendiri.

b. Melancarkan proses pencapaian kesepakatan yang menguntungkan kedua

belah pihak.

3. Teori Kebutuhan Manusia

Teori ini berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia

seperti fisik, mental dan sosial yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Keamanan,

identitas, pengakuan dan partisipasi sering merupakan inti pembicaraan. Sasaran

yang ingin dicapai dalam teori ini adalah:

a. Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk mengidentifikasi dan

mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi dan

menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu.

b. Mengupayakan pihak-pihak yang mengalami konflik mencapai kesepakatan

untuk memenuhi kebutuhan dasar semua pihak.

4. Teori Identitas

Teori ini berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam,

sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak

terselesaikan. Sasaran yang ingin dicapai oleh teori ini adalah:

a. Melalui fasilitasi lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami

konflik, diharapkan dapat mengidentifikasi ancaman-ancaman dan ketakutan

yang mereka rasakan untuk membangun empati dan rekonsiliasi antara

(27)

b. Meraih kesepakatan bersama yang mengakui kebutuhan identitas pokok

semua pihak.

5. Teori Kesalahpahaman antar Budaya

Teori ini berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara

berkomunikasi diantara berbagai budaya yang berbeda. Sasaran yang ingin

dicapai oleh teori ini adalah:

a. Menambah pengetahuan pihak-pihak yang mengalami konflik mengenai

budaya pihak lain.

b. Mengurangi stereotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain.

c. Meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.

6. Teori Transformasi Konflik

Teori ini berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah ketidaksetaraan dan

ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi.

Sasaran yang ingin dicapai dalam teori ini adalah:

a. Mengubah berbagai struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan

ketidaksetaraan dan ketidakadilan, termasuk kesenjangan ekonomi.

b. Meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang diantara pihak

yang mengalami konflik.

c. Mengembangkan berbagai proses dan sistem untuk mempromosikan

pemberdayaan, keadilan dan perdamaian.

Berdasarkan teori-teori yang disebutkan di atas, maka penulis mengemukakan

(28)

konflik lingkungan terjadi karena adanya perseteruan atau perdebatan-perdebatan

terhadap penguasaan elemen-elemen alam dalam suatu lingkungan. Umumnya berupa

udara, air, lahan dan masalah pengelolaan limbah. Dari konsep Teori Konflik

Lingkungan dihubungkan dengan tuntutan Masyarakat Tangkahan, maka dapat

dikemukakan bahwa konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat

Tangkahan berawal dari kekeliruan pengelolaan limbah perusahaan PT KIM sehingga

menimbulkan pencemaran lingkungan.

Sasaran teori ini antara lain diarahkan pada itikad baik pihak pengelola

industri untuk mengelola limbah sesuai kaidah atau prinsip pengelolaan limbah

industri secara kontinu dan konsisten. Tidak sebatas sebuah tuntutan yuridis dalam

kerangka perlindungan lingkungan dari pencemaran, tetapi sesungguhnya tersirat

suatu sikap luhur dan tanggung jawab moral dari kalangan pengelola industri untuk

bertindak profesional mewujudkan kondisi realitas lingkungan hidup yang tetap

terjaga dalam determinasi dan rutinitas kegiatan usahanya. Teori ini juga bertujuan

meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang diantara pihak yang

mengalami konflik melalui pengembangan berbagai proses dan sistem untuk

pemberdayaan, keadilan dan perdamaian antara sebuah kawasan industri dengan

masyarakat di sekitarnya.

1.5.2. Pendekatan Penanganan Konflik

Menanggapi eskalasi kuantitas dan kualitas konflik, berbagai penelitian dan

(29)

konflik. Fisher, et al (2000), menyebutkan beberapa pendekatan penanganan konflik

yaitu:

1. Pencegahan konflik bertujuan mencegah timbulnya konflik yang keras.

2. Penyelesaian konflik bertujuan mengakhiri prilaku kekerasan melalui

suatu persetujuan perdamaian.

3. Pengelolaan konflik bertujuan membatasi dan menghindari kekerasan

dengan mendorong perubahan prilaku positif bagi pihak yang terlibat.

4. Resolusi konflik bertujuan menangani sebab-sebab konflik dan berusaha

membangun hubungan baru yang dapat bertahan lama diantara kelompok

yang bermusuhan.

5. Transformasi konflik bertujuan mengatasi sumber-sumber konflik sosial

dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari

peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif.

Berdasarkan pendekatan penanganan konflik di atas, penulis menilai bahwa

pendekatan resolusi konflik sangat tepat diterapkan pada konflik lingkungan antara

PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan. Kesepakatan yang ada antara PT KIM

dengan Masyarakat Tangkahan selama ini belum mengakomodir kedua pihak secara

optimal, sehingga perlu pendekatan penanganan yang lebih efektif dan efisien.

Resolusi konflik lebih menekankan pada keinginan untuk membangun kerjasama

antara kedua pihak secara teknis sehingga masing-masing merasa menjadi bagian

(30)

hukum dan mengikat melainkan lebih bersifat rekomendasi yang harus

ditindaklanjuti.

Dari perpaduan teori konflik lingkungan dengan pendekatan penanganan

konflik yang diuraikan di atas, penulis akan menggambarkan sebuah model resolusi

konflik lingkungan yang mampu mengakomodir kepentingan jangka panjang dari

para pihak yang berkonflik. Model resolusi konflik lingkungan tersebut bersifat

menyeluruh, sehingga menjadi abstraksi dari sebuah realitas konflik yang terjadi.

Dalam model resolusi konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat

Tangkahan, dijelaskan secara sistematis berbagai faktor penyebab terjadinya konflik

lingkungan, serta berbagai faktor penunjang yang secara eksternal diharapkan

mampu mewujudkan suatu kesepahaman dari kedua pihak dalam upaya penanganan

konflik lingkungan secara optimal dan menyeluruh.

Model resolusi konflik lingkungan yang penulis kemukakan berbasis Prilaku

Adaptif, sebuah konsep model yang menuntut kearifan dan ketulusan para pihak yang

berkonflik untuk melakukan tranformasi prilaku. Kebiasaan dan prilaku yang

cenderung tidak berpihak pada citra pembangunan yang ramah lingkungan, harus

ditinggalkan agar tidak menjadi preseden buruk dalam kehidupan bermasyarakat.

Penekanan dari transformasi prilaku, berorientasi pada upaya untuk membangun

hubungan yang saling menguntungkan dalam menjaga relativitas kelestarian

lingkungan hidup, termasuk daya tampung dan daya dukung lingkungan serta

lingkungan sosial yang kondusif.

(31)

1.6. Kerangka Berfikir

Gambar 1.1. Kerangka Berfikir

PT KIM Masyarakat Tangkahan

Konflik Faktor Penyebab

Terjadinya Konflik Lingkungan

Solusi Konflik

Resolusi Konflik

(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Lingkungan

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup menyebutkan pengertian lingkungan adalah kesatuan ruang

dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan

prilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan

manusia serta makhluk hidup lain (Pasal 1 ayat 1).

Menurut Supardi (2003), lingkungan atau sering juga disebut lingkungan

hidup adalah jumlah semua benda hidup dan benda mati serta seluruh kondisi yang

ada di dalam ruang yang kita tempati. Secara garis besar ada 2 (dua) macam

lingkungan yaitu lingkungan fisik dan lingkungan biotik. Pertama, lingkungan fisik

adalah segala benda mati dan keadaan fisik yang ada di sekitar individu misalnya

batu-batuan, mineral, air, udara, unsur-unsur iklim, kelembaban, angin dan lain-lain.

Lingkungan fisik ini berhubungan erat dengan makhluk hidup yang menghuninya,

sebagai contoh mineral yang dikandung suatu tanah menentukan kesuburan yang erat

hubungannya dengan tanaman yang tumbuh di atasnya. Kedua, lingkungan biotik

adalah segala makhluk hidup yang ada di sekitar individu baik manusia, hewan dan

tumbuhan. Tiap unsur biotik, berinteraksi antar biotik dan juga dengan lingkungan

(33)

Lingkungan biotik maupun abiotik selalu mengalami perubahan, baik secara

tiba-tiba maupun secara perlahan. Perubahan ini berhubungan erat dengan

ekosistemnya yang mempunyai stabilitas tertentu. Semakin besar aneka ragam

ekosistem semakin besar daya stabilitasnya, misalnya hutan di daerah tropis yang

mengandung begitu banyak ragam tumbuh-tumbuhan dan hewan, walaupun tanpa

perawatan tetap akan dapat mempertahankan stabilitas kehidupannya. Sebaliknya,

sawah atau ladang yang hanya terdiri dari beberapa jenis tumbuh-tumbuhan,

mempunyai stabilitas yang kecil sehingga tanpa perawatan maka stabilitasnya akan

terganggu.

Bagi manusia, daya dukung lingkungan sangat penting bagi kehidupan. Daya

dukung yang dimaksud adalah seberapa banyak jumlah unsur, baik biotik maupun

abiotik yang dapat dimanfaatkan dan menjamin kehidupan sejumlah penduduk yang

mendiami suatu lingkungan. Pada suatu saat, lingkungan tidak dapat lagi memenuhi

syarat kehidupan penghuninya karena daya dukung mulai berkurang atau akibat

menurunnya kualitas lingkungan akibat ulah manusia atau adanya pencemaran.

Menurut Supardi (2003), upaya menghalangi atau mengurangi terjadinya

penurunan kualitas lingkungan, maka perlu adanya suatu pedoman untuk

mempertahankan kelestarian lingkungan yaitu:

1. Manusia hendaknya selalu memelihara dan memperbaiki lingkungan untuk

generasi mendatang.

2. Dalam pemanfaatan sumber-sumber daya yang non renewable (yang tidak dapat

(34)

3. Pembangunan ekonomi dan sosial hendaknya ditujukan selain untuk

kesejahteraan umat juga untuk memperbaiki kualitas lingkungan.

4. Dalam mengadakan kebijaksanaan lingkungan, hendaknya diarahkan kepada

peningkatan potensi pembangunan bukan sebatas untuk masa kini tetapi juga

untuk masa yang akan datang.

5. Ilmu dan teknologi yang diterapkan untuk pemecahan masalah lingkungan harus

ditujukan demi kegunaan seluruh umat manusia.

6. Perlu adanya pendidikan, pelatihan maupun pengembangan secara ilmiah tentang

pengelolaan lingkungan sehingga semua problem-problem lingkungan dapat

ditanggulangi.

7. Ada kerjasama yang baik dari semua pihak dalam rangka mempertahankan

kelestarian dan mencegah terjadinya kerusakan atau kemusnahan.

2.2. Proses Pencemaran Lingkungan

Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya

makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh

kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang

menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya

(Pasal 1 angka 12 UU No. 23/1997).

Proses pencemaran lingkungan dapat terjadi secara langsung maupun tidak

langsung. Secara langsung yaitu bahan pencemar tersebut langsung berdampak

(35)

mengganggu keseimbangan ekologis baik air, udara maupun tanah. Proses tidak

langsung yaitu beberapa zat kimia bereaksi di udara, air maupun tanah, sehingga

menyebabkan pencemaran.

Dampak pencemaran ada yang langsung terasa, misalnya berupa gangguan

kesehatan langsung (penyakit akut) atau gangguan kesehatan yang akan dirasakan

setelah jangka waktu tertentu (penyakit kronis). Sebenarnya alam juga memiliki

kemampuan sendiri untuk mengatasi pencemaran (selfrecovery), namun alam

memiliki keterbatasan (www.tlitb.org/plo/index.html, 2007).

Pencemaran dari kegiatan industri pada umumnya bersumber dari:

1. Kegiatan produksi dan penambangan.

2. Kegiatan pengadaan energi dan uap yang meliputi pembakaran bahan fosil

atau penggunaan bahan-bahan.

3. Usaha jasa pemeliharaan atau pembersihan peralatan industri, proses

produksi, sarana produksi dan lain-lain (http://www.gorontaloprov.go.id).

2.3. Pengertian Konflik dan Resolusi Konflik

2.3.1. Pengertian Konflik

Dalam istilah asing, pengertian konflik (conflict) dibedakan dengan pengertian

sengketa (dispute). Hadi (2006), menyebutkan bahwa dalam sengketa menyangkut

konflik sedangkan konflik belum tentu mengandung sengketa. Dalam Kamus Bahasa

Indonesia, kedua istilah tersebut diartikan sebagai perselisihan. Dalam Peraturan

(36)

Penyelesaian Sengketa Lingkungan di Luar Pengadilan (PP No. 54/2000),

menyebutkan bahwa sengketa lingkungan merupakan perselisihan antara dua pihak

atau lebih yang ditimbulkan oleh adanya atau diduga adanya pencemaran dan atau

perusakan lingkungan hidup.

Aplikasi di lapangan, definisi konflik sebagaimana yang disebutkan dalam

PP Nomor 54/2000 berkembang lebih luas. Tidak sebatas adanya pencemaran dan

perusakan lingkungan tetapi juga mencakup perubahan tata guna lahan, kewenangan

pemanfaatan termasuk perebutan hak pemanfaatan. Definisi konflik yang begitu luas,

menunjukkan bahwa konflik dapat terjadi pada diri individu dalam hubungannya

dengan individu lain, individu dengan institusi atau kelompok masyarakat dengan

institusi/organisasi.

Lacey (2003), mendefinisikan konflik sebagai "a fight, a collision, a struggle,

a contest, opposition of interest, opinion or purposes, mental strife, agony" (suatu

pertarungan, benturan, pergulatan, pertentangan kepentingan-kepentingan, opini-opini

atau tujuan-tujuan, pergulatan mental, penderitaan batin). Konflik memang melekat

erat dalam dinamika kehidupan, sehingga manusia dituntut selalu berjuang dengan

konflik.

Zein (2007), menyatakan bahwa konflik adalah:

a. Sebuah perdebatan atau pertandingan untuk memenangkan sesuatu.

b. Ketidaksetujuan terhadap sesuatu, argumentasi, pertengkaran atau perdebatan.

c. Perjuangan, peperangan atau konfrontasi.

(37)

Tipe konflik dan karakteristiknya sebagaimana disebutkan dalam A Manual

on Alternative Conflict Management Based Natural Resource Projects in The South

Pacific dapat dilihat pada Tabel 2.1:

Tabel 2.1. Tipe-Tipe Konflik

Tipe Karakteristik Contoh

Struktural (Social) Ketimpangan, ketidakadilan, tidak terwakili secara struktur sosial

- Perbedaan level pendidikan

- Tidak berkelanjutan karena over eksploitasi terhadap sumberdaya Struktural (Legal) Sistem hukum bias kepada

stakeholder tertentu

Identitas (Cultural) Perbedaan nilai dari berbagai kelompok masyarakat tertentu

organisasi yang dilakukan berbeda dengan anggota lainnya”. Konflik timbul

disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: perbedaan persepsi, perbedaan cara

merealisasikan tujuan, perbedaan kepentingan atau suatu pihak melakukan sabotase

(38)

menjadikan organisasi dinamis bila di-manage dengan tepat, cepat dan profesional.

Penyebab lainnya merupakan dampak dari mis-management sehingga konflik

semacam itu sedapat mungkin dihindari atau diselesaikan secepatnya sebelum

menimbulkan dampak kontra-produktif bagi organisasi.

Konflik pada hakikatnya dapat didefinisikan sebagai segala macam interaksi

pertentangan atau antagonis antar dua atau lebih kepentingan (Chaidir, 2001).

Robbins, salah seorang pakar ilmu prilaku organisasi merumuskan konflik sebagai

berikut: "sebuah proses atau upaya yang sengaja dilakukan oleh seseorang atau

lebih untuk menghalangi usaha yang dilakukan orang/pihak lain dalam berbagai

bentuk hambatan (blocking) yang menjadikan orang lain tersebut merasa frustasi

dalam usahanya mencapai tujuan yang diinginkan". Sehingga yang dimaksud dengan

konflik adalah proses pertikaian yang terjadi sedangkan peristiwa yang berupa

gejolak dan sejenisnya adalah salah satu manifestasinya. Lebih jauh Robbins

menegaskan, setiap membahas konflik maka eksistensi konflik selalu diasosiasikan

sebagai oposisi (lawan) dan blokade. Dapat juga terjadi bahwa situasi-situasi yang

sebenarnya dapat dianggap "bernuansa konflik" ternyata tidak dianggap sebagai

konflik karena anggota-anggota kelompok tidak menganggapnya sebagai konflik.

Sebaliknya, ada konflik yang hanya dibayangkan "ada" sebagai sebuah persepsi,

ternyata tidak riil sebagai sebuah konflik (Syamsuddin, 2004).

Dua orang penulis dari Amerika Serikat, Cathy A Constantino dan Chistina

Sickles Merchant dalam Syamsuddin (2004), mengatakan dengan kata-kata yang

(39)

mengekspresikan ketidakpuasan, ketidaksetujuan atau harapan-harapan yang tidak

terealisasi". Kedua penulis tersebut sepakat dengan Robbins bahwa konflik pada

dasarnya adalah sebuah proses.

Sebagian besar masyarakat masih cenderung memandang konflik sebagai hal

yang harus dihindari bukan sebagai realita yang harus di-manage. Padahal dinamika

kehidupan berorganisasi dalam bentuk, jenis dan ukuran apapun tidak akan terjadi

tanpa adanya konflik. Perlu mempersepsikan konflik sebagai realita yang tidak perlu

dihindari apalagi ditakuti sehingga menjadikan kehidupan organisasi menjadi

stagnan. Sebaliknya, konflik harus diterima sebagai “mesin” dinamika organisasi

yang harus dikelola secara cerdas, karena dalam kenyataannya konflik tidak

selamanya bersifat destruktif. Dalam konteks pemikiran seperti yang disebutkan

di atas, konflik tidak identik dengan kegagalan atau kemunduran, tetapi merupakan

awal sebuah dinamika karena di tengah terjadinya konflik sebenarnya sedang

berlangsung pula proses reparadigming.

2.3.2. Resolusi Konflik

Sebuah fabel Cina kuno, menceritakan jika dua pihak tidak mau mengalah

dalam menyelesaikan suatu masalah maka kedua pihak akan menuai kerugian. Fabel

itu mengisahkan, seekor Tiram berjemur diri di pantai dengan kedua kulitnya yang

terbuka lebar. Ketika seekor Bangau menghampiri dan mematuk dagingnya, tiba-tiba

sang Tiram mengatupkan dirinya sambil menjepit paruh panjang sang Bangau, tidak

satu pun yang ingin mengalah. Akhir kisah, seorang nelayan mendekati dan

(40)

Pelajaran yang dapat ditarik dari fabel tersebut, bahwa yang besar tidak

selamanya memperoleh kemenangan terhadap pihak yang kecil. Pada sisi lain,

selemah-lemahnya pihak yang kecil, selalu ada kekuatan tersendiri untuk melakukan

perlawanan. Oleh karena itu, jangan meremehkan yang kecil, sebaliknya yang kecil

pun hendaknya tahu diri dan tidak memaksakan kehendak untuk mendapatkan

sesuatu.

Dalam hubungan industrial, ajaran kisah di atas sudah dikenal, namun

aplikasinya jarang dilaksanakan. Pada tingkat nasional, didambakan hubungan

industrial yang mampu menciptakan perkembangan ekonomi dan hubungan yang

harmonis diantara para pelakunya. Pada tingkat perusahaan didasari pula bahwa

hubungan yang serasi dan sehat antara pengusaha, pekerja serta hubungan dengan

masyarakat sekitarnya akan menciptakan ketenangan usaha dan ketentraman kerja

yang pada gilirannya dapat mendorong produktivitas.

Dorcey (1986), menegaskan bahwa dalam banyak situasi terdapat lebih dari

satu akar konflik yang akan muncul yaitu:

a. Perbedaan pengetahuan atau pemahaman dapat mengarah pada timbulnya konflik.

b. Konflik dimungkinkan muncul karena perbedaan nilai.

c. Perbedaan kepentingan dapat menimbulkan konflik, meskipun berbagai kelompok

menerima fakta dan interpretasi yang sama serta mempunyai kesamaan nilai.

d. Konflik dapat muncul karena adanya persoalan pribadi atau latar belakang

(41)

Hendricks (2006), menyebutkan lima gaya manajemen konflik yang dapat

dipilih sebagai upaya untuk menyelesaian konflik. Pertama, penyelesaian konflik

dengan mempersatukan (integrating). Penyelesaian konflik dengan cara

mempersatukan mendorong tumbuhnya creative thinking (berfikir kreatif),

mengembangkan alternatif merupakan kekuatan dari gaya integrating. Kedua,

penyelesaian konflik dengan kerelaan untuk membantu (obliging), strategi ini

berperan dalam menyempitkan perbedaan antar kelompok dan mendorong para pihak

untuk mencari persamaan dasar. Ketiga, penyelesaian konflik dengan cara

mendominasi (dominating), merupakan kebalikan dari cara obliging. Strategi ini

dapat menjadi reaksioner, digerakkan oleh mekanisme mempertahankan diri.

Keempat, penyelesaian konflik dengan menghindar (avoiding), aspek negatif cara ini

diantaranya adalah menghindar dari tanggungjawab. Kelima, penyelesaian konflik

dengan kompromi (compromising), cara ini dianggap paling efektif apalagi

menghadapi isu yang kompleks. Kompromi dapat menjadi pemecah perbedaan atau

pertukaran konsesi, cara ini hampir selalu dijadikan sarana oleh semua kelompok

yang berselisih untuk mendapatkan jalan keluar atau pemecahan masalah.

Manajemen konflik dapat berjalan maksimal, jika mampu mengembangkan

pendekatan yang dapat dipercaya untuk melaksanakan manajemen konflik itu sendiri.

Manajemen konflik membutuhkan keputusan yang jelas, manajemen konflik

memerlukan toleransi terhadap perbedaan, manajemen konflik mengurangi agresi,

manajemen konflik mengurangi prilaku pasif dan manajemen konflik memerlukan

(42)

Konflik hendaknya dianggap sebagai suatu faktor yang konstruktif, bukan

semata destruktif di dalam perencanaan dan pengambilan keputusan dalam kerangka

pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan (Mitchell, et al, 2007). Memandang

konflik sebagai suatu faktor yang konstruktif sejalan dengan tujuan pengelolaan

lingkungan hidup yaitu tercapainya keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara

manusia dan lingkungan hidup. Konflik lingkungan yang terjadi antara masyarakat

dengan pihak industri misalnya, tidak bermakna harus menyingkirkan masyarakat

atau memindahkan industrinya (Syahrin, 2006).

Mengelola konflik merupakan salah satu kunci utama meraih “performance”

yang optimal dalam setiap organisasi. Namun sering dalam praktek, persepsi

demikian tampaknya masih timpang. Selama ini organisasi tanpa konflik selalu

dipersepsi sebagai kondisi ideal dan harmonis. Konflik jarang dipandang sebagai

“vitamin” kehidupan organisasi, tetapi justru sebagai virus pembawa “penyakit”.

Padahal jika konflik dikelola secara cerdas akan sangat dekat korelasinya dengan

kehidupan organisasi yang dinamis dan efektif. Sangat mustahil, sebuah organisasi

hidup tanpa konflik mengalami dinamika yang membangun.

Sebagaimana diketahui bahwa nilai-nilai sosial yang diajarkan dan dianut

dalam masyarakat selalu bersifat anti konflik. Nilai-nilai persatuan, kesatuan,

kerjasama dan gotong royong selalu ditekankan untuk dapat mencapai tujuan

bersama. Di lain pihak, nilai-nilai demokrasi, musyawarah untuk mufakat dan sikap

menghargai perbedaan pendapat tidak jarang dikorbankan secara tidak proporsional

(43)

adalah bagaimana mengklasifikasikan jenis konflik dinamis kemudian di-manage,

bukan menghindari ataupun menghilangkan konflik karena dari perbedaan pendapat

itulah sering timbul kebenaran. Resolusi konflik juga menangani sebab-sebab konflik

dan berusaha membangun hubungan baru yang dapat bertahan lama diantara

kelompok-kelompok yang bermusuhan (Fisher, et al, 2000).

Pada hakekatnya terdapat dua pandangan utama dalam memandang konflik,

yaitu pandangan tradisional dan interaksional. Dalam pandangan tradisional, konflik

dianggap mengganggu kerjasama untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam konsep

pemikiran demikian, konflik selalu mengandung pengertian negatif, jelek dan

destruktif. Sebaliknya, dalam pandangan interaksional, konflik justru mendorong

terjadinya efektivitas organisasi dalam bentuk perubahan dan pengambilan keputusan

yang lebih baik. Tanpa konflik, suatu organisasi akan statis, apatis dan tidak

responsif. Namun, agar konflik dapat fungsional maka harus dikendalikan secara

cerdas dan profesional, sehingga efektivitas organisasi akan optimal (Supadi, 2001).

Nilai-nilai sosial yang berlaku selama ini dimana konflik ditempatkan dalam

dectructive zone perlu direformasi, konflik yang nyata-nyata bersifat destruktif harus

segera dicarikan solusinya. Sebaliknya, konflik yang bersifat positif harus di-manage

secara tepat agar aspek organisasi ini dapat menstimulasi peningkatan performance

dan dinamika organisasi melalui proses sustainable reparadigming. Ketidakmampuan

ataupun kegagalan menerapkan resolusi konflik akan bermuara pada kehidupan

organisasi yang apatis, stagnan dan disfungsional. Diperlukan kemampuan

(44)

strategi praktis yang design-nya sanggup menyulap konflik sebagai “mesin” dinamika

organisasi. Sehingga, format organisasi tersebut akan selalu match dengan

lingkungan strategisnya (Supadi, 2001).

Dharmawan (2007), menegaskan bahwa secara umum resolusi konflik

seharusnya dimulai dengan pengetahuan yang mencukupi tentang peta atau profil

konflik sosial yang terjadi di suatu kawasan. Berbekal peta tersebut, segala

kemungkinan dan peluang resolusi konflik diperhitungkan dengan cermat, sehingga

setiap manfaat dan kerugiannya dapat dikalkulasikan dengan baik. Seringkali

dijumpai banyak kasus bahwa sebuah pilihan penyelesaian atau tindakan rasional

untuk menangani konflik sosial, tidak mampu menghapuskan akar persoalan konflik

secara tuntas dan menyeluruh. Pada kasus yang demikian maka resolusi konflik

sepantasnya dikelola (conflict management) pada derajat dan suasana yang

sedemikian rupa sehingga ledakan berupa “clash social” yang berdampak sangat

destruktif dapat dihindarkan.

Menurut Lamuru (2007), upaya resolusi konflik adalah:

1. Melakukan upaya-upaya penyelesaian konflik tanpa kekerasan.

2. Fasilitasi (pemberdayaan kelompok lokal atau masyarakat terkena dampak).

3. Mediasi (lobbing dan negosiasi para pihak yang berkepentingan).

4. Informasi dan komunikasi (inamisasi penerapan upaya penyelesaian konflik).

5. Mendorong upaya-upaya untuk kolaborasi penyelesaian konflik bersama

(45)

Sejalan dengan itu, menyelesaikan sebuah konflik, terlebih dahulu harus

memahami apa sebenarnya konflik itu. Menurut Zein (2007), ada tiga tahap dalam

memahami konflik, yaitu:

1. Jangan selalu dilihat sebagai ancaman kekerasan, tetapi lebih luas sebagai

ekspresi dari perubahan sosial yang terjadi. Misalnya perubahan teknologi,

komersialisasi milik publik, privatisasi, konsumerisme, kebijakan pemerintah

pada sumber daya alam, tekanan-tekanan kepada buruh atau masyarakat dan

sebagainya.

2. Konflik akan selalu dihadapi dan tidak dapat dihindari atau ditekan dalam

dinamika kehidupan.

3. Konflik harus dapat diterima, dikelola dan ditransformasikan menjadi perubahan

sosial yang positif.

Tujuan dari resolusi konflik lingkungan, yaitu:

1. Untuk mencegah konflik berkembang tidak terkendali.

2. Untuk mencegah konflik laten muncul kembali.

3. Mencari kemungkinan mentransformasi konflik menjadi kekuatan perubahan

sosial yang positif.

Chaidir (2001), menyatakan ada tiga metode penyelesaian konflik yang lazim

dipergunakan yaitu metode dominasi atau penekanan, metode kompromi dan metode

pemecahan masalah interaktif. Metode dominasi tidak mengharamkan aturan

(46)

Metode kompromi adalah penyelesaian konflik melalui pencarian jalan tengah

yang dapat diterima kedua belah pihak dan menerima tawaran kompensasi (dalam

banyak kasus, metode ini seringkali dimanfaatkan oleh para "calo reformasi" yakni

kelompok yang pintar menangguk di air keruh). Berbeda dengan dua metode

sebelumnya, penyelesaian konflik melalui pemecahan masalah secara interaktif maka

konflik antarkelompok diubah menjadi masalah bersama yang dapat diselesaikan

melalui teknik-teknik pemecahan masalah. Apa pun teori dan teknik penyelesaiannya,

hal yang diperlukan adalah kejujuran dan keikhlasan semua pihak.

2.4. Beberapa Kasus Konflik Lingkungan

Dalam banyak kasus penyelesaian konflik lingkungan, seringkali bermuara

pada kesepakatan bersifat rekomendasi yang harus ditindaklanjuti. Beberapa kasus

konflik lingkungan adalah:

a. Konflik Lingkungan antara Masyarakat Tangerang dengan Pabrik Tekstil

Sumber konflik adalah limbah cair yang keluar dari saluran pembuangan dan

mencemari Kali Sabi, secara sederhana upaya penyelesaian melalui perundingan, para

pihak pun bersedia berunding dan Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang sebagai

mediator.

Dua pelajaran yang dapat dipetik dari kasus ini adalah: Pertama, kunci

penyelesaian terletak pada respon yang cepat dari instansi pengelola lingkungan

hidup dan itikad baik dari pihak industri. Kedua, posisi Dinas Lingkungan Hidup

(47)

disebabkan oleh kelalaian melaksanakan pengawasan pada kegiatan industri. Oleh

karena itu, pengaduan masyarakat diharapkan menjadi umpan balik bagi instansi yang

bersangkutan.

b. Konflik Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang

Konflik TPA akan menjadi fenomena menonjol terutama di kota-kota besar,

seiring meningkatnya volume sampah dan manajemen pengelolaan sampah. Konflik

ini muncul karena Pemerintah Kota (Pemko) pada umumnya mengelola sampah tidak

berdasarkan prinsip sanitary landfill, sebatas melakukan pengangkutan dan

pembuangan (open dumping).

Selain menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan di sekitarnya, TPA

Bantargebang seluas 108 ha tersebut tidak sesuai dengan ketentuan izin lokasi seperti

yang ditegaskan dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat dan pengangkutan sampah

juga menimbulkan gangguan bagi masyarakat yang wilayahnya dilalui armada

angkutan sampah. Masyarakat Kota Bekasi menuntut kepedulian Pemerintah Provinsi

DKI Jakarta terhadap pencemaran di Bantargebang. Jika upaya penyelesaian hanya

berupa ganti rugi, dikhawatirkan akan timbul tuntutan kambuhan.

c. Konflik Lingkungan Masyarakat Dukuh Tapak dengan Pihak Industri

Konflik lingkungan ini berawal dari pembuangan limbah cair beberapa

perusahaan di wilayah industri Tugu Kota Semarang ke Kali Tapak. Kasus ini

menarik perhatian dan diliput secara luas berbagai media massa karena masyarakat

Dukuh Tapak dengan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) pendamping

(48)

pihak LBH melanjutkan kasus pencemaran ini ke Menteri Perindustrian dan Menteri

Negara Lingkungan Hidup.

Upaya perundingan dan butir-butir kesepakatan cukup optimal, namun dari

pemantauan berbagai pihak ditemukan adanya beberapa kesepakatan yang tidak

ditindaklanjuti oleh pihak industri. Beberapa catatan hasil pemantauan menyebutkan

bahwa dari 14 (empat belas) butir kesepakatan, pihak industri hanya menindaklanjuti

pemberian ganti rugi, pembinaan dan penyuluhan kepada masyarakat.

Penyelesaian ketiga kasus konflik lingkungan yang disebutkan di atas, hanya

sebatas perundingan atau musyawarah yang menghasilkan beberapa butir

kesepakatan tetapi tindak lanjut kesepakatan tidak sepenuhnya dilaksanakan. Oleh

karena itu, langkah perundingan sebagai upaya penanganan konflik lingkungan perlu

didukung oleh unsur eksternal berupa “tekanan” yang merupakan bentuk “power

untuk mengawasi pelaksanaan kesepakatan itu sendiri.

(49)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ditetapkan secara purposive di Kelurahan Tangkahan

Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan. Kelurahan ini dipilih karena konflik

lingkungan PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan terjadi pada 12 (dua belas)

lingkungan kelurahan.

Selain melakukan aksi penutupan saluran pembuangan limbah PT KIM, pada

tanggal 21 Desember 2006 Masyarakat Tangkahan kembali melakukan aksi unjuk

rasa ke DPRD Tk I Sumatera Utara menuntut pertanggungjawaban PT KIM.

3.1.2. Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini selama 3 (tiga) bulan, dapat dilihat pada Tabel 3.1:

Tabel 3.1. Jadwal Penelitian

No. Kegiatan

Bulan

Jul Agt Sep Okt Nop Des

1. Persiapan/Kolokium

2. Pengumpulan Data

3. Penulisan Tesis

4. Seminar Hasil

(50)

3.2. Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Deskriptif, selain

membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian berdasarkan akumulasi data dasar,

juga membuat prediksi untuk mendapatkan makna serta implikasi dari suatu masalah

yang ingin dipecahkan (Nazir, 1999). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini

dilakukan secara field riset atau langsung mengumpulkan data di lapangan dengan

menggunakan instrumen observasi langsung, wawancara yang mendalam dan

penelaahan terhadap dokumen tertulis (Lubis, 1999).

Data yang diperoleh melalui observasi langsung terdiri dari perincian tentang

kegiatan, prilaku, tindakan orang-orang serta keseluruhan kemungkinan interaksi

interpersonal dan proses penataan yang merupakan bagian dari pengalaman manusia

yang dapat diamati. Melalui wawancara mendalam dan terbuka diperoleh data yang

terdiri dari kutipan langsung dari orang-orang tentang pengalaman, pendapat,

perasaan dan pengetahuannya. Data yang diperoleh dari penelaahan dokumen tertulis

berupa aturan perundang-undangan, terbitan dan laporan resmi serta jawaban tertulis

yang terbuka terhadap kuesioner dan survei.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh jumlah Kepala Keluarga (KK)

yang berdomisili di Lingkungan I-XII Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan

Labuhan Kota Medan yang berjumlah 2.998 KK, data kependudukan Kelurahan

(51)

Tabel 3.2. Data Kependudukan Kelurahan Tangkahan

No. Lingkungan Jumlah Penduduk Jumlah

Kepala Keluarga (KK)

Penetapan jumlah sampel menggunakan rumus Yamane (1979) sebagai

(52)

= 97 KK

Pada Tabel 3.3 menjelaskan jumlah KK yang dijadikan sebagai sampel

di masing-masing lingkungan:

Tabel 3.3. Jumlah Sampel di Setiap Lingkungan

No. Lingkungan Jumlah Kepala Keluarga (N) Jumlah Sampel (n)

1. I 148 5

Setelah menghitung besarnya sampel dalam penelitian ini, selanjutnya penulis

menggunakan metode Insidential Sampling yaitu penarikan sampel secara kebetulan.

Maksudnya, setiap KK yang ditemukan pada lokasi penelitian di masing-masing

lingkungan dijadikan sampel tanpa menentukan suatu kriteria. Alasan menggunakan

metode ini karena anggota populasi dianggap homogen dan tidak berstrata.

2.998 =

Gambar

Gambar 1.1. Kerangka Berfikir
Tabel 3.1. Jadwal Penelitian
Tabel 3.2. Data Kependudukan Kelurahan Tangkahan
Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Individu
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis Yang diajukan dalam penelitian ini adalah “ Ada pengaruh reward dan punishment terhadap hasil belajar matematika pada materi kubus dan balok siswa kelas VIII A

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi yang berupa masukan bagi pemerintah maupun lembaga perbankan dalam rangka melaksanakan

Struktur Organisasi Pada Bagian Kepegawaian Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera

jaringan wifi pada gedung G terutama lantai 1 memiliki. hasil paling kurang bila dibandingkan dengan

Tujuan: Untuk menentukan korelasi antara kalsium, fosfor dan produk kalsium fosfor dengan skor pruritus pada pasien hemodialisis di RSUP Haji Adam Malik

Sebaran sedimen di daerah penelitian dari arah daratan (barat) menuju ke arah laut lepas (timur) yaitu sedimen pasir, pasir lanauan, lanau pasiran, dan lanau. Sebaran

pada interface wireshark > pilih menu statistic > pilih summary.. Packet Loss, jumlah paket yang hilang

Mengetahui hubungan antara kadar kalsium, fosfor dan produk kalsium fosfor serum dengan skor pruritus pada pasien yang menjalani hemodialisis di Unit Hemodialisis RSUP