UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
HASIL PRODUKSI KELAPA SAWIT
(STUDI KASUS : PTPN IV KEBUN PASIR MANDOGE)
SKRIPSI
Diajukan Oleh:
RIRIN WIRDASARI SARAGIH
060501037
Ekonomi Pembangunan
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, pemilik alam semesta ini, karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat yang telah memperjuangkan agama Allah di muka bumi ini.
Skripsi ini merupakan salah satu beban mata kuliah yang harus dilaksanakan dan untuk memenuhi persyaratan akademis untuk mendapatkan gelar sarjana ekonomi dari Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Adapun judul dari skripsi ini adalah “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI KELAPA SAWIT”.
Penulis menyadari bahwa tanpa dukungan dari semua pihak, maka skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu, baik dari mulai penulisan proposal, saat penelitian, sampai selesainya skripsi ini, yaitu:
1. Orang tuaku tercinta Ayah dan Mami, yang selalu memberikan do’a, kasih saying, dukungan , semangat dan masukan yang tidak ternilai harganya. Terima kasih atas segala yang pernah Ayah n mam lakukan selama ini. I love both of you….always…
2. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M..Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
3. Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan, Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec dan Sekretaris Departemen Bapak Irsyad Lubis, Phd.
petunjuk dan saran yang sangat berharga sejak dimulai hingga penelitian ini selesai.
5. Bapak Prof. Dr. Syaad Afifuddin, M.Ec dan Bapak Drs. Rakhmad Sumanjaya, Msi selaku dosen penguji saya yang telah banyak memberikan masukan dalam pembuatan skripsi ini
6. Seluruh staf pengajar Departemen Ekonomi Pembangunan yang telah banyak memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna dan tak ternilai harganya selama masa perkuliahan yang dapat menjadi bekal untuk meraih masa depan
7. Bapak Ir. Boediono, selaku manajer Kebun Pasir Mandoge yang telah membantu penulis dalam memberikan informasi yang sangat dibutuhkan 8. Kepala Tata Usaha Kebun Pasir Mandoge, Bapak H. Surya Edi Pahlevi
atas bantuan untuk penulis
9. Asisten SDM & Umum, Bapak Lukman Silalahi, yang telah membantu melancarakan penelitian penulis
10.Kepala Dinas Tanaman, Bapak Ir. Made, juga kepada Bapak Ir. Aswin Ginting dan Bapak Ir. Darwis Damanik yang telah banyak memberikan masukan, nasehat dan informasi yang dibutuhkan dalam pembuatan skripsi ini
11.Pak Razak, terima kasih banyak yah pak atas bantuannya selama ini, sehingga Ririn mudah mendapatkan data-data yang dibutuhkan
12.Ibu Dewi, Bu Ir, Pak Haris, Bu Mus, Pak Jimi, Pak Surya, Pak Purba dan juga semua Bapak/Ibu karyawan yang bersedia memberikan informasi yang sangat penulis butuhkan
13.Kak Leni dan Bang Sugi yang telah memberikan kemudahan dalam urusan administrasi
14.Abang ku tersayang, Bang Dedek.... Makasih yah bang udah jadi abang yang baik (moga cepet dapet jodoh yah bang.... aamiin)
16.K’Intan ku tersayang.... makasih buat semuanya yah kak... udah sabar menghadapi adek kk ini... (adek cayang kakak... hehe...)
17.Uppa ku yang lagi berjuang nun jauh disana demi cita-cita... thanks for every moment we’ve together….. SEMANGAT!!! Eropa Boii…. Hehehe… Sarang Hae....
18.Special Thanks to my Luvly Fren…. Ayom (Romauli) n Vika (Rafika)… Makasih banyak sahabat ku… tanpa kalian Alin gak akan bisa bertahan di kampus ini… Selamat yah udah SE duluan….. Kamsahamnida.... Arigato Gozaimasu....
18.Rasidah n Wati, temen kos ku yang baik hati... makacih yah say udah banyak ngajarin Alin.... bantuin Alin… n maap klo banyak ngerepotin kalian juga… makasih banyak yah…
19.David n Ipan... ”the bodyguard”.. hehe.. makasih banyak atas bantuannya selama ini
20.Buat anak-anak EP ’06: Kiki, Tya, Yuni, Yesi, Erna, Wirda, Lestari, Reni, Devi, n temen2 lain yang gak bisa disebutin satu-satu..
21.Buat anak-anak Pamen G 23: K’Wik, Rasidah, Wati (Again), Lisna, Lina, Wina, Miskah, Tiwi, Dini, Ria n Irma juga K’Ana.... arigato gozaimasu...
Penulis menyadari skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna, karena sesungguhnya kesempurnaan itu hanyalah milik Allah AWT, tetapi penulis senantiasa berusaha untuk melakukan yang terbaik. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Februari 2010 Hormat saya
DAFTAR ISI
2.4.6 Fungsi Produksi ... 26
BAB III : METODE PENELITIAN 3.1 Ruang Lingkup Penelitian ... 39
4.6 Uraian Proses Produksi
4.6.1 Bahan Baku ... 58
4.6.2 Proses Produksi ... 59
4.7 Pembahasan ... 69
4.7.1 Interpretasi Model ... 69
4.8 Pengujian Hipotesis 4.8.1 Koefisien Determinasi (R-Square) ... 70
4.8.2 Uji t-statistik ... 71
4.8.3 Uji F-statistik ... 73
4.8.4 Uji Penyimpangan asumsi Klasik ... 74
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 78
5.2 Saran ... 78
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : Kurva Tahapan Produksi ……… 24
Gambar 2.2 : Kurva Production Possibility Curve ……….... 26
Gambar 3.1 : Kurva Uji t-statistik ... 43
Gambar 3.2 : Kurva Uji F- statistic ... 45
Gambar 3.3 : Kurva Durbin-Watson ... . 46
Gambar 4.1 : Struktur Organisasi PT. Perkebunan Nusantara IV (Persero) Kebun Pasir Mandoge ... 50
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 : Jumlah Tenaga Kerja PTPN IV
Kebun Pasir Mandoge (2005-2009) ... 53
Tabel 4.2 : Luas Areal TM PTPN IV Kebun
Pasir Mandoge (2005-2009) ……… 55
Tabel 4.3 : Jumlah Pupuk PTPN IV Kebun
Pasir Mandoge (2005-2009) ... 57
Tabel 4.4 : Jumlah Produksi Kelapa Sawit PTPN IV
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Hasil Regresi hasil produksi kelapa sawit di PTPN IV Kebubn Pasir Mandoge
Lampiran 2 : Hasil Uji Multikoliniearitas LX1
Lampiran 3 : Hasil Uji Multikoliniearitas LX2
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Hasil Produksi Kelapa Sawit (Studi pada : PTPN IV Kebun Pasir Mandoge)”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pengaruh luas
lahan, tenaga kerja dan pupuk terhadap hasil produksi kelapa sawit di PTPN IV Kebun Pasir Mandoge. Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu dengan pencatatan langsung data yang diperoleh dari perusahaan.
Dalam menganalisis besarnya pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan model ekonometrika dengan meregresikan variabel-variabel yang ada dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary least Square). Dari hasil regresi, luas lahan dan tenaga kerja berpengaruh positif dan secara statistik signifikan terhadap hasil produksi kelapa sawit, variabel pupuk berpengaruh positif dan secara statistik tidak signifikan terhadap jumlah produksi.
Hasil uji koefisien determinasi (R²) menunjukkan bahwa variabel hasil produksi kelapa sawit sebagai variabel dependen mampu dijelaskan oleh variabel-variabel independen yaitu luas lahan, tenaga kerja dan pupuk sebesar 93,51 % dan sisanya 6,49 % dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model. Pengujian secara keseluruhan menggunakan uji F dimana F.hitung (45,36) > F.tabel (3,2406) artinya variabel luas lahan, tenaga kerja dan pupuk berpengaruh secara signifikan terhadap hasil produksi kelapa sawit.
ABSTRACT
This research is entitled “Determinant Analyze of Crude Palm Oil
Production (A Case Study: PTPN IV Kebun Pasir Mandoge)”. This research
is aimed to find out how are the effects of the width of land, employees and fertilizer towards of CPO production in PTPN IV Kebun Pasir Mandoge. The data of this research are secondary data which are gained from collecting data directly into corporation.
In analyzing the effects of independent variables towards dependent variables is used econometric model by regressing all variables by using Ordinary Least Square Method. The regression result shows that the variable the width of land and employees has possitive effect and is statistically significant toward of CPO production, and the variable of the fertilizer usage is possitively effective but is not statistically significant towards the CPO productions.
The coefficient determining (R²) test result shows that the variables of the CPO production as dependent variable can be described by the independent variables, the width of land, employees and fertilizer for 93,51% and the rest 6,49% is described by the other variables out of the model. The overall tests use F where F sums (45,36) > F table (3,24) which means that the variables the width of land, employees and fertilizer significantly effective towards the rubber CPO production.
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Hasil Produksi Kelapa Sawit (Studi pada : PTPN IV Kebun Pasir Mandoge)”. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana pengaruh luas
lahan, tenaga kerja dan pupuk terhadap hasil produksi kelapa sawit di PTPN IV Kebun Pasir Mandoge. Data yang digunakan adalah data sekunder yaitu dengan pencatatan langsung data yang diperoleh dari perusahaan.
Dalam menganalisis besarnya pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan model ekonometrika dengan meregresikan variabel-variabel yang ada dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (Ordinary least Square). Dari hasil regresi, luas lahan dan tenaga kerja berpengaruh positif dan secara statistik signifikan terhadap hasil produksi kelapa sawit, variabel pupuk berpengaruh positif dan secara statistik tidak signifikan terhadap jumlah produksi.
Hasil uji koefisien determinasi (R²) menunjukkan bahwa variabel hasil produksi kelapa sawit sebagai variabel dependen mampu dijelaskan oleh variabel-variabel independen yaitu luas lahan, tenaga kerja dan pupuk sebesar 93,51 % dan sisanya 6,49 % dijelaskan oleh variabel-variabel lain di luar model. Pengujian secara keseluruhan menggunakan uji F dimana F.hitung (45,36) > F.tabel (3,2406) artinya variabel luas lahan, tenaga kerja dan pupuk berpengaruh secara signifikan terhadap hasil produksi kelapa sawit.
ABSTRACT
This research is entitled “Determinant Analyze of Crude Palm Oil
Production (A Case Study: PTPN IV Kebun Pasir Mandoge)”. This research
is aimed to find out how are the effects of the width of land, employees and fertilizer towards of CPO production in PTPN IV Kebun Pasir Mandoge. The data of this research are secondary data which are gained from collecting data directly into corporation.
In analyzing the effects of independent variables towards dependent variables is used econometric model by regressing all variables by using Ordinary Least Square Method. The regression result shows that the variable the width of land and employees has possitive effect and is statistically significant toward of CPO production, and the variable of the fertilizer usage is possitively effective but is not statistically significant towards the CPO productions.
The coefficient determining (R²) test result shows that the variables of the CPO production as dependent variable can be described by the independent variables, the width of land, employees and fertilizer for 93,51% and the rest 6,49% is described by the other variables out of the model. The overall tests use F where F sums (45,36) > F table (3,24) which means that the variables the width of land, employees and fertilizer significantly effective towards the rubber CPO production.
BAB I PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Sejak masa kolonial sampai sekarang Indonesia tidak dapat lepas dari
sektor perkebunan. Bahkan sektor ini memiliki arti penting dan menentukan
dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.
Perkebunan mempunyai kedudukan yang penting di dalam pengembangan
pertanian, baik pada tingkat nasional maupun regional. Sejarah perkebunan
kelapa sawit di Indonesia dibagi ke dalam 5 periode, yaitu zaman penjajahan
Belanda, Jepang, Revolusi Fisik, Nasionalisasi ke Orde Baru sampai Era
Reformasi saat ini. Oleh karena itu, perkebunan kelapa sawit di Indonesia
mempunyai peran yang sangat strategis dari sisi ekonomi antara lain sebagai
komoditas ekspor, penyerapan kesempatan kerja, menekan jumlah penduduk
miskin, mendorong pusat pertumbuhan wilayah, mencukupi kebutuhan konsumsi
dalam negeri, dan lain-lain. Disamping itu sekarang ini semakin menguatnya
permintaan Crude Palm Oil (CPO) sebagai bahan baku bahan bakar nabati
(biodiesel) maka semakin menambah kuatnya permintaan terhadap hasil produksi
kelapa sawit (Kompas, 2007).
Dengan besarnya produksi CPO yang mampu dihasilkan, tentunya hal ini
akan berdampak positif bagi perekonomiam Indonesia, baik dari segi
kontribusinya terhadap pendapatan negara, maupun besarnya tenaga kerja yang
terserap di sektor industri ini yang mencapai 8,5 juta orang. Sektor ini juga
persentase penduduk miskin di areal ini kurang dari 6%, jauh lebih rendah dari
angka penduduk miskin nasional sebesar 17% (sumber:berkas sambutan Menteri
Negara Riset dan Teknologi).
Berdasarkan data tahun 2006, Indonesia telah menjadi Negara penghasil
CPO terbesar di dunia dengan total produksi sekitar 16 juta ton. Sementara negara
tetangga kita Malaysia yang selama ini berada pada posisi no.1, saat ini berada
pada posisi ke-2 dengan total produksi sebesar 15,8 juta ton. Yang menarik dari
data ini adalah ternyata Indonesia mampu menjadi negara penghasil CPO nomor 1
di dunia, 4 tahun lebih cepat dari prediksi sebelumnya, dimana Indonesia
diperkirakan baru akan menjadi produsen CPO terbesar di dunia pada tahun 2010
(Berita Iptek: 2007).
Perkembangan industri kelapa sawit di Indonesia ini sangat signifikan dan
fantastis. Luas areal produksi dan ekspor kelapa sawit dari tahun 1916 sampai
dengan 2006 menunjukkan angka yang sangat signifikan dan fantastik terutama
antara tahun 1990 sampai dengan 2006, dimana untuk total luas areal dari
1.126.677 ha menjadi 6.074.926 Ha, sedangkan untuk produksi minyak sawit
meningkat dari 7.000.508 ton menjadi 16.000.211 ton dan ekspornya dari
4.110.027 ton menjadi 12.101.000 ton. Dari total areal perkebunan kelapa sawit di
Indonesia, sejumlah 4.582.733 Ha atau sejumlah 75,4 % berada di Pulau
Sumatera.
Sumatera Utara termasuk ke dalam daerah yang banyak memproduksi
kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit itu sendiri telah dimulai di Sumatera Utara
sejak tahun 1911 dan sampai saat ini Sumatera Utara termasuk provinsi penghasil
Sumatera Utara merupakan salah satu komoditi yang cukup menunjang
pembangunan, baik dilihat dari devisa yang dihasilkan ataupun bagi pemenuhan
akan minyak nabati serta merupakan sumber pendapatan bagi masyarakat yang
berkecimpung didalamnya. Salah satu perkebunan besar yang ada di Sumatera
Utara adalah Pt. Nusantara IV Kebun Pasir Mandoge.
PT. Nusantara IV Kebun Pasir Mandoge merupakan perkebunan yang
berorientasi pada tanaman kelapa sawit. Lokasi ini dipilih sebagai pengembangan
kelapa sawit karena telah dipertimbangkan dari segi kesuburan tanah, iklim, dan
curah hujan sangatlah cocok. PT. Nusantara IV Kebun Pasir Mandoge adalah
salah satu dari beberapa perkebunan yang dapat mengolah / memproduksi hasil
perkebunannya sendiri, yaitu mengolah hasil dari Tandan Buah Segar (TBS)
menjadi CPO.
Masalah produksi terutama, bukanlah merupakan hal yang baru dalam
sebuah perusahaan baik itu perusahan industri maupun perusahaan yang bergerak
dibidang pertanian. Usaha meningkatkan produksi merupakan suatu pendekatan
yang positif bagi peningkatan keuntungan serta pertumbuhan perusahaan.
Proses penciptaan output (produksi) selalu dihadapkan kepada berbagai
alternatif, apakah alternatif dimaksud berkaitan dengan penggunaan input atau
penciptaan output. Proporsi maupun jenis input yang digunakan guna
menghasilkan berbagai output dan bagaimana kombinasi penggunaan input
sehingga proses produksi terkendali (Sumanjaya, 2008 ; 78).
Pengertian output dalam hal ini tentunya berkaitan dengan produk yang
akan dihasilkan dengan berbagai kriteria, dan input meliputi antara lain
berbagai input lainnya dengan berbagai satuan. Secara umum faktor produksi
terdiri dari empat macam yakni lahan (tanah), modal, tenaga kerja, dan
manajemen. Akan tetapi dalam praktek, keempat faktor produksi tersebut belum
cukup di dalam proses pertanian. Faktor-faktor sosial ekonomi lainnya, seperti
tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, tingkat keterampilan dan lain-lain juga
berperan dalam mempengaruhi tingkat produksi (Sumanjaya, 2008 ; 80).
Dalam praktek, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dibedakan
menjadi dua kelompok, yaitu:
1. Faktor Biologi, seperti lahan pertanian dengan macam dan tingkat
kesuburannya, bibit, varitas, pupuk, obat-obatan, gulma, dan sebagainya.
2. Faktor Sosial Ekonomi seperti biaya produksi, harga, tenaga kerja,
tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, risiko dan ketidakpastian,
kelembagaan, tersedianya kredit, dan sebagainya.
Beberapa faktor produksi diatas dapat dikombinasikan antara yang satu
dengan yang lainnya dalam rangka mencapai tujuan yang merupakan dambaan
setiap orang. Tujuan yang dimaksud adalah produksi, prodiktivitas, efisiensi,
profit, dan sebagainya.
Berbicara mengenai produksi, tidak terlepas dari luas lahan. Kondisi
pertanian dapat dilihat dari faktor luas lahan yang dapat mempengaruhi produksi
setiap tahunnya. Lahan merupakan aset terpenting bagi kegiatan pertanian.
Semakin luas lahan garapan maka semakin besar produksi yang dihasilkan dan
sebaliknya.
Untuk mengolah lahan tersebut diperlukan sumber daya manusia.
dan meningkatkan kemampuannya dalam mengelolah dan mendayagunakan
berbagai faktor produksi untuk mengahsilkan barang. Tenaga kerja merupakan
unsur tani dalam kemampuan produksi barang dan jasa serta mengatur sarana
produksi yang lain seperti bahan mentah, tanah dan air. Oleh karena itu, tenaga
kerja sangat dibutukan daam peningkatan kemampuan produksi untuk
meningkatkan produktivitas karena kontribusi tenaga kerja dinilai menentukan
kinerja usaha tani yang masih bersifat padat karya.
Namun dalam pelaksanaannya untuk mencapai peningkatan produktivitas
produksi tersebut tidaklah mudah karena kedua hal tersebut tidaklah cukup. Hal
yang tak kalah penting adalah modal. Modal disini mencakup uang, bibit, pupuk
dan sebagainya yang cukup sebagai jaminan produktivitas dan kelancaran dalam
peningkatan produksi.
Jika sebuah perusahaan memiliki tingkat tenaga kerja dengan tingkat
keterampilan serta keahlian yang rendah, disamping modal yang terbatas, bahan
baku yang juga langka, serta masih menggunakan teknologi yang sederhana dapat
menyebabkan produksi yang dihasilkan kurang atau mungkin saja tidak akan
disenangi oleh konsumen (masyarakat). Selain itu dampak yang timbul seperti
diuraikan sebelumnya adalah produk tersebut tidak akan mampu bersaing
dipasaran apakah itu dalam pasar domestik maupun pasar internasional.
Disisi lain tersedianya sarana atau faktor produksi yang banyak belum
tentu pula akan menjamin produksi serta produktivitas yang diperoleh akan lebih
baik. Namun yang perlu diperhatikan dalam hal ini adalah mengenai peranan dari
pengusaha untuk melakukan berbagai cara atau usaha yang berkaitan terutama
Demikian juga halnya dengan perusahaan yang bergerak dibidang produksi
pertanian/perkebunan tidak terlepas dari berbagai aspek ini. Oleh karena itu,
sebelum seseorang merancang untuk menganalisis kaitan input dan ouput maka
diperlukan pemahaman identifikasi terhadap vairabel-variabel apa yang
mempengaruhi proses produksi.
Berdasarkan uraian diatas penulis merasa tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul ”Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil
Produksi Kelapa Sawit dengan Studi pada Perkebunan PTPN IV Kebun Pasir Mandoge.”
I.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada latar belakang, maka perumusan
masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimanakah pengaruh luas lahan terhadap hasil produksi kelapa sawit
di PTPN IV Kebun Pasir Mandoge?
2. Bagaimanakah pengaruh tenaga kerja terhadap hasil produksi kelapa
sawit di PTPN IV Kebun Pasir Mandoge?
3. Bagaimanakah pengaruh pupuk terhadap hasil produksi kelapa sawit di
PTPN IV Kebun Pasir Mandoge?
I.3 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi
perumusan masalah tersebut diatas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian
ini adalah:
1. Luas lahan mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan hasil
produksi, ceteris paribus.
2. Penggunaan tenaga kerja mempunyai pengaruh positif terhadap
peningkatan hasil produksi, ceteris paribus.
3. Penggunaan pupuk mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan
hasil produksi, ceteris paribus.
I.4 Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian I.4.1Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh luas lahan terhadap hasil produksi kelapa
sawit di PTPN IV Kebun Pasir Mandoge.
2. Untuk mengetahui pengaruh tenaga kerja terhadap hasil produksi kelapa
sawit di PTPN IV Kebun Pasir Mandoge.
3. Untuk mengetahui pengaruh pupuk terhadap hasil produksi kelapa sawit
di PTPN IV Kebun Pasir Mandoge.
1.4.2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis khususnya
2. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa
Fakultas Ekonomi terutama Departemen ekonomi Pembangunan yang
ingin melakukan penelitian selanjutnya.
3. Sebagai penambah, pelengkap sekaligus sebagai pembanding hasil-hasil
penelitian menyangkut topik yang sama.
4. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi perusaan yang
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1 Definisi Ekonomi Pertanian
Ekonomi pertanian merupakan gabungan dari ilmu ekonomi dengan
ilmu pertanian yang memberikan arti sebagai berikut: suatu ilmu yang
mempelajari dan membahas serta menganalisis pertanian secara ekonomi, atau
ilmu ekonomi yang diterapkan pada pertanian (Daniel, 2002; 9). Ilmu ini menjadi
satu ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses
pembangunan dan pemacu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Ekonomi
pertanian mencakup analisis ekonomi dari proses (teknis) produksi dan
hubungan-hubungan sosial dalam produksi pertanian, hubungan-hubungan antar faktor produksi, serta
hubungan antara faktor produksi dan produksi itu sendiri. Dalam kebijakan
pembangunan nasional, pembangunan pertanian merupakan langkah awal dan
mendasar bagi pertumbuhan industri. Salah satu sub sektor pertanian yang
berkembang adalah sub sektor perkebunan.
2.1.1 Sejarah Ekonomi Pertanian
Ekonomi pertanian mula-mula berkembang di daratan Eropa. Muncul dan
berkembangnya ekonomi pertanian di Eropa sangat berkaitan dengan lahir dan
berkembangnya ilmu pertanian. Pada zaman Romawi, Cato, Varo, Palladus, dan
Columela mulai melihat dan meninjau pertanian secara ilmu. Kemudian muncul
tulisan tentang ilmu pertanian yang dikarang oleh Justur Moser, J.C. Schubart,
bahkan sudah mulai membahas tentang hak dan kepemilikan tanah (Daniel, 2002;
3).
Di Amerika Serikat, ekonomi pertanian pertama kali diajarkan pada
tahun 1892 di Universitas Ohio. Di Indonesia, Ilmu Ekonomi Pertanian baru
dikembangkan mulai tahun 1950-an yang dipelopori oleh Iso Reksohadiprodjo
dan Teko Sumardiwirjo, masing-masing dosen di Universitas Indonesia dan
Universitas Gajah Mada (Daniel, 2002; 4). Pada akhir dekade 1960-an, tepatnya
tahun 1969 didirikan organisasi yang menghimpun para ahli ilmu ekonomi
pertanian, organisasi tersebut diberi nama PERHEPI (Perhimpunan Ekonomi
Pertanian Indonesia).
2.1.2 Fungsi Ekonomi Pertanian
Ekonomi pertanian bukan sekedar gabungan antara ilmu ekonomi dengan
ilmu pertanian, tetapi mempunyai arti yang sangat penting bagi pertanian dan juga
bagi ekonomi. Ilmu ekonomi pertanian mempelajari faktor sumber daya atau
faktor produksi dilengkapi dengan permasalahan, potensi, dan kebijakan serta
kemitraan, kelembagaan, dan faktor pendukung lainnya. Sebelum proses produksi
atau usaha tani dijalankan (baik dalam subsektor tanaman pangan dan
holtikultura, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, maupun subsektor
perikanan) perlu dilakukan perencanaan yang matang.
Dalam pelaksanaan dilapangan, pertanian juga membutuhkan ilmu
ekonomi pertanian. Kalau pupuk diberikan sekian banyak, berapa hasil yang akan
diterima, bila pupuk dikurangi atau ditambah berapa keuntungan yang akan
ekonomi pertanian, semua itu akan diperhitungakan dan dipelajari secara
mendalam (Daniel, 2002; 6).
2.2 Pengertian Perkebunan
Istilah perkebunan sudah lama dikenal, sejak pemerintahan kolonial
Belanda. Pada tahun 1938 di Indonesia terdapat 243 perkebunan besar. Pada tahun
1870 dengan keluarnya undang-undang agraria pengaturan
perkebunan-perkebunan swasta di Indonesia lebih tegas dan jelas. Keluarnya undang-undang
agraria mempunyai tujuan utama mengundang penanaman modal swasta ke
Indonesia untuk berusaha mengembangkan produk-produk pertanian yang
diperlukan pasaran dunia, terutama Eropa. Setelah merdeka, pemerintah Indonesia
mengambil alih perkebunan-perkebunan yang dikelola oleh Belanda, tepatnya
sejak tahun 1957 (Syamsulbahri, 1996; 1).
Perkembangan perkebunan setelah orde baru dengan program
pembagunan lima tahunan (Pelita) tahap demi tahap telah memfokuskan program
pembangunannya terutama dalam sektor tanaman pangan, sedangkan sektor
perkebunan memberikan kerangka landasan peningkatan produksi dan
diversifikasi tanaman ekspor. Pada tahun 1992 telah berhasil membuat
Undang-Undang Nomor 12 tentang budidaya tanaman. Dengan adanya undang-undang
tersebut pemerintah telah memberikan kebebasan kepada petani untuk
menentukan pilihan jenis tanaman dan pembudidayaannya, serta kewajiban
pemerintah dalam menjamin penghasilan petani (Syamsulbahri, 1996; 1).
Sejarah perkebunan sebelum penjajahan Belanda di Indonesia,
Belanda, Inggris, dan Jepang pengelolaan perkebunan beralih kepenguasa, dalam
hal ini penjajah. Pada zaman Belanda dikenal ”sistem tanam paksa”. Setelah
merdeka pengelolaan perkebunan masih seperti zaman Belanda, barulah tahun
1957 terjadi perubahan pengelolaan perkebunan. Pada tahun tersebut terjadi
pengambil-alihan perkebunan dari orang-orang asing oleh pemerintah Republik
Indonesia. Dambaan petani untuk menjadi tuan di tanahnya sendiri sangat
diharapkan, karena menajer-manajer perkebunan telah diisi oleh putra-putra
Indonesia. Pada kenyataannya kenyataan tersebut tidak bisa terwujud, karena
didalam negeri sudah terlalu lama mengalami peperangan untuk merebut
kemerdekaan.
Pada tahap dicanangkannya program-program Pelita, pada subsektor
perkebunan mulai dilakukan pembenahan-pembenahan oleh pemerintah. Pada
Pelita I dan II telah dilakukan upaya-upaya untuk mengembalikan dan
memulihkan perkebunan-perkebunan yang terlantar. Pada Pelita III hingga V
dilaksanakan serangkaian usaha-usaha intensifikasi, rehabilitasi, dan diversifikasi
perkebunan. Pada Pelita III perkembangan sektor perkebunan amat mencolok,
terutama ditinjau dari perluasan areal perkebunan baik di Jawa maupun diluar
Jawa (Syamsulbahri, 1996; 3).
Sebelum mempelajari lebih jauh tentang perkebunan perlu kesatuan
pengertian dari perkebunan itu sendiri. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan
dalam pemahaman selanjutnya, terutama tanaman perkebunan tahunan.
Perkebunan dapat diartikan berdasarkan fungsi, pengelolaan, jenis tanaman, dan
1. Perkebunan berdasarkan fungsinya dapat diartikan sebagai usaha untuk
menciptakan lapangan kerja, peningkatan pendapatan dan devisa negara, dan
pemeliharaan kelestarian sumber daya alam
2. Berdasarkan pengelolaannya, perkebunan dapat dibagi menjadi :
1) perkebunan rakyat; 2) perkebunan besar; 3) perkebunan perusahaan inti
rakyat; 4) perkebunan unit pelaksana proyek
3. Perkebunan berdasarkan jenis tanamannya dapat diartikan sebagai usaha
budidaya tanaman yang dilakukan oleh rakyat, pemerintah, maupun swasta
selain tanaman pangan dan holtikultura
4. Perkebunan berdasarkan produknya dapat diartikan sebagai usaha budidaya
tanaman yang ditujukan untuk menghasilkan bahan industri (misalnya karet,
tembakau, cengkeh, kapas), bahan industri makanan (misalnya kelapa, kelapa
sawit, dan kakao), dan makanan (misalnya tebu, teh, kopi, dan kayu manis).
Dari pengertian-pengertian tersebut perkebunan dapat diartikan sebagai:
”usaha budidaya tanaman baik oleh pemerintah, swasta, rakyat, maupun secara
bersama-sama dalam skala luas maupun sempit areal lahan yang digunakan
namun bertujuan untuk mendapatkan peningkatan pendapatan dan devisa negara,
tanpa mengabaikan penyerapan tenaga kerja dan pelestarian sumber daya alam”
(Syamsulbahri, 1996; 15).
2.2.1 Manajemen Perkebunan
Manajemen dapat diartikan sebagai usaha pengelolaan sumber-sumber
daya untuk mencapai tujuan secara efektif dan efisien, dimana sifatnya universal
perkembangannya, perkebunan dijadikan sebagai satu sub-sektor dari sektor
pertanian. Dimana sub-sektor perkebunan dijadikan andalan dalam memasukkan
devisa negara dari sektor non-migas. Pengelolaannya ada yang dilakukan oleh
pemerintah, swasta, maupun oleh rakyat. Sistem pengelolaan perkebunan di
Indonesia ada keterpaduan antara unsur-unsur yang membentuk sub-sektor
perkebunan yang meliputi pemerintah, swasta dan masyarakat (Syamsulbahri,
1996; 16).
1. Perkebunan Rakyat
Perkebunan rakyat yang sering disebut juga pola swadaya menduduki
hampir 80% dari total areal perkebunan yang ada di Indonesia. Pengelolaannya
masih terbatas, dalam artian belum ada pembagian pengelolaan untuk
masing-masing sistem. Untuk itu seorang petani tanaman perkebunan dapat berfungsi dan
bertindak sebagai pelaksana setiap kegiatan usahanya.
2. Perkebunan Besar
Perkebunan besar swasta dan perkebunan besar milik negara sering
disebut sebagai satu plantation atau estate dimana pengelolaannya jelas untuk
masing-masing sub-sistem, akan tetapi merupakan satu kesatuan manajemen.
Manajemen perkebunan yang meliputi manajemen tanaman, manajemen
pengolahan hasil dan manajemen pemasaran komoditi perkebunan.
Beberapa ciri dari perkebunan besar, antara lain : hamparan lahan relatif
luas, tanaman dan tata tanam yang seragam, pemakaian bibit unggul dan teknologi
relatif maju, perencanaan terinci dan pegawasan yang ketat, standarisasi
(prosedur, prestasi, hasil, mutu dan biaya), penggunaan tenaga kerja terampil atau
wadah organisasi dan mekanisme koordinasi. Pola organisasi perusahaan
perkebunan umumnya dapat digambarkan sebagai organisasi intern yang
mengatur hubungan antara kantor Direksi dengan kebun atau Pabrik. Atas dasar
laporan-laporan harian, bulanan serta tugas-tugas pengawasan dilakukan oleh
aparat direksi. Seluruh kegiatan administrasi kebun/pabrik dikoordinir oleh
Kantor Direksi.
3. Perusahaan Perkebunan Inti Rakyat
Perusahaan Inti Rakyat Perkebunan (PIR-BUN) Direktorat Jenderal
Perkebunan mengartikan sebagai usaha pengembangan perkebunan dengan
menggunakan perkebunan besar sebagai inti yang membantu dan membimbing
perkebunan rakyat sekitarnya sebagai plasma dalam suatu sistem kerjasama yang
saling menguntungkan, utuh, dan berkesinambungan. Perusahaan inti merupakan
perusahaan perkebunan besar baik milik swasta maupun milik negara, sedangkan
kebun plasma merupakan areal wilayah plasma yang dibangun oleh perusahaan
inti dengan tanaman perkebunan yang diperuntukkan bagi petani peserta.
4. Perkebunan Unit Pelaksana Proyek
Unit pelaksana proyek merupakan salah satu pendekatan yang dilakukan
dalam pembinaan dan pelaksanaan proyek perkebunan, setiap unit pelaksanaan
proyek perkebunan ditentukan oleh luas areal perkebunan rakyat yang dibina,
dimana pembinannya dilaksanakan mulai dari pembibitan, penanaman sampai
dengan pengolahan dan pemasaran hasil. Pembinaan dilakukan secara menyeluruh
termasuk juga peningkatan keterampilan para petani dengan mengadakan
2.3 Deskripsi Minyak Kelapa Sawit 2.3.1 Deskripsi Tanaman Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis Guineensis) berbentuk pohon. Tingginya dapat
menacapai 24 meter. Akar serabut taman kelapa sawit mengarah ke bawah dan
samping. Selain itu juga terdapat beberapa akar nafas yang tumbuh mengarah ke
samping atas untuk mendapatkan tambahan aerasi.
Seperti jenis palma lainnya, daunnya tersusun majemuk menyirip. Daun
berwarna hijau tua dan pelepah berwarna sedikit lebih muda. Penampilannya agak
mirip dengan tanaman salak, hanya saja dengan duri yang tidak terlalu keras dan
tajam. Batang tanaman diselimuti bekas pelepah hingga umur 12 tahun. Setelah
umur 12 tahun pelepah mengering akan terlepas sehingga penampilan menjadi
mirip kelapa.
Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu hingga merah
tergantung bibit yang digunakan. Buah bergerombol dalam tandan yang muncul
dari tiap pelepah. Minyak dihasilkan oleh buah. Kandungan minyak sesuai
kematangan buah. Setelah melewati fase matang, kandungan asam lemak bebas
(Free Fatty Acid: FFA) akan meningkat dan buah akan rontok dengan sendirinya.
Buah terdiri dari tiga lapisan, yaitu:
1. Eksokarp, bagian kulit buah berwarna kemerahan dan licin.
2. Mesokarp, serabut buah.
3. Endoskarp, cangkang pelinding inti.
Inti sawit (kernel, yang sebenarnya adalah biji) merupakan endosperma
Kelapa sawit berkembang baik dengan cara generatif. Buah sawit
matang pada kondisi tertentu embrionya akan berkecambah menghasilkan tunas
(plumula) dan bakal akar (radikula).
Sawit dapat tumbuh dengan baik di daerah tropis (15o LU – 15oLS).
Tanaman ini tumbuh sempurna di ketinggian 0-500 meter dari permukaan laut
dengan kelembapan 80-90%. Sawit membutuhkan iklim dengan curah hujan
stabil, 2000-2500 mm setahun, yaitu daerah yang tidak tergenang air saat hujan
dan tidak kekeringan saat kemarau. Pola curah hujan tahunan mempengaruhi
perilaku pembungaan dan produksi kelapa sawit.
2.3.2 Tipe Kelapa Sawit
Kelapa sawit yang dibudidayakan terdiri dari dua jenis, yaitu: Elaeis
Guineensis dan Elaeis Oloifera. Jenis yang pertama adalah yang pertama kali dan
terluas dibudidayakan orang. Elaeis Oloifera sekarang mulai dibudidayakan pula
untuk menambah keanekaragaman sumber daya genetik.
Penangkar seringkali melihat tipe kelapa sawit berdasarkan ketebalan
cangkang, yang terdiri dari:
1. Dura, merupakan sawit yang buahnya memiliki cangkang tebal sehingga
dianggap memperpendek umur mesin pengolah namun biasanya tandan
buahnya besar-besar dan kandungan minyak per tandannya berkisar 18%.
2. Pisifera, buahnya tidak memiliki cangkang namun bunga betinanya steril
sehingga sangat jarang menghasilkan buah.
3. Tenera, merupakan persilangan antara induk Dura dan jantan Pisifera.
masing-masing induk dengan sifat cangkang buah tipis namun bunga betinanya
tetap fertil. Beberapa Tenera unggul memiliki persentase daging per
buahnya mencapai 90% dan kandungan minyak per tandannya dapat
mencapai 28%.
2.3.3 Hasil Tanaman Kelapa Sawit
Minyak sawit digunakan sebagai bahan baku minyak makan, margarin,
sabun, kosmetika, industri baja, kawat, radio, kulit, dan industri farmasi. Minyak
sawit dapat digunakan untuk begitu beragam peruntukannya karena keunggulan
sifat yang dimilikinya yaitu tahan oksidasi dengan tekanan tinggi, mampu
melarutkan bahan kimia yang tidak larut oleh bahan pelarut lainnya, mempunyai
daya melapis yang tinggi dan tidak menimbulkan iritasi pada tubuh dalam bidang
kosmetik.
Bagian yang paling populer untuk diolah dari kelapa sawit adalah buah.
Bagian daging buah menghasilkan minyak kelapa sawit mentah (Crude Palm Oil)
yang diolah menjadi bahan baku minyak goreng dan berbagai jenis turunannya.
Kelebihan minyak nabati dari sawit adalah harga yang murah, rendah kolesterol
dan memiliki kandungan karoten tinggi. Minyak sawit juga diolah menjadi bahan
baku margarin.
Minyak inti menjadi bahan baku minyak alkohol dan industri kosmetika.
Bunga dan buahnya berupa tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak
berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Daging dan kulitnya buahnya
mengandung minyak. Minyaknya itu digunakan sebagai bahan minyak goreng,
disebut bungkil itu digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan makanan
ayam. Tempurungnya digunakan sebagai bahan bakar dan arang.
Buah diproses dengan membuat lunak bagian daging buah dengan
temperatur 90oC. Daging yang telah melunak dipaksa untuk berpisah dengan
bagian inti dan cangkang dengan pressing pada mesin silinder berlubang. Daging
inti dan cangkang dipisahkan dengan pemanasan dan teknik pressing. Setelah itu
dialirkan ke dalam lumpur sehingga sisa cangkang akan turun ke bagian bawah
lumpur.
Sisa pengolahan buah sawit sangat potensial menjadi bahan campuran
makanan ternak dan difermentasikan menjadi kompos.
2.3.4 Sejarah Perkebunan Kelapa Sawit
Indonesia bukanlah daerah orijin tanaman kelapa sawit. Kelapa sawit
didatangkan ke Indonesia oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1848 dari
Afrika. Beberapa bijinya ditanam di Kebun Raya Bogor, sementara sisa benihnya
ditanam di tepi-tepi jalan sebagai tanaman hias di Deli, Sumatera Utara pada
tahun 1870-an. Pada saat yang bersamaan meningkatlah permintaan minyak
nabati akibat Revolusi Industri pada pertengahan abad ke-19. Dari sini kemudian
muncul ide untuk membuat perkebuanan kelapa sawit berdasarkan tumbuhan
seleksi dari Bogor dan Deli, maka dikenallah jenis sawit ”Deli Dura”.
Pada tahun 1911, kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan
secara komersial dengan perintisnya di Hindia Belanda adalah Adrien Hallet,
seorang Belgia, yang lalu diikuti oleh K. Schadt. Perkebunan kelapa sawit
perkebunan mencapai 5.123 Ha. Pusat pemuliaan dan penangkaran kemudian
didirikan di Marihat (terkenal sebagai AVROS), Sumatera Utara dan di Rantau
Panjang, Kuala Selangor, Malaysia pada 1911-1912. di Malaya, perkebunan
pertama dibuka pada tahun 1917 di Ladang Tenmaran, Kuala Selangor
menggunakan benih Dura Deli dari Rantau Panjang. Di Afrika Barat sendiri
penanaman kelapa sawit besar-besaran dimulai pada tahun 1911.
Hingga menjelang pendudukan Jepang, Hindia Belanda merupakan pemasok
utama minyak sawit dunia. Semenjak pendudukan Jepang merosot hingga tinggal
seperlima dari angka tahun 1940.
Usaha peningkatan pada masa Republik dilakukan dengan program
Buruh-Militer (Bumil) yang tidak berhasil meningkatkan hasil, dan pemasok
utama kemudian diambil alih Malaya (lalu Malaysia).
Baru semenjak era Orde Baru perluasan areal penanaman digalakkan,
dipadukan dengan sistem Perkebunan Intin Rakyat (PIR-BUN). Perluasan areal
perkebuanan kelapa sawit terus berlanjut akibat meningkatnya harga minyak bumi
nabati meningkat sebagai energi alternatif.
Beberapa pohon kelapa sawit yang ditanam di Kebun Botani Bogor
hingga sekarang masih hidup, dengan ketinggian sekitar 12 meter, dan merupakan
kelapa sawit tertua di asia Tenggara yang berasal dari Afrika.
2.4 Aspek-Aspek Produksi 2.4.1 Pengertian Produksi
Produksi dapat didefinisikan sebagai hasil dari suatu proses atau aktivitas
sebagai faktor-faktor produksi. Dengan demikian kegiatan produksi tersebut
adalah proses mengkombinasikan berbagai input untuk menghasilkan output.
(Agung, 1994; 9)
Dalam ilmu ekonomi istilah produksi mencakup jenis aktivitas yang jauh
lebih luas dibanding pengertian sehari-hari. Menurut konteks ini produksi dapat
diartikan sebagai hubungan fisik antar masukan (input) dan keluran (otput).
Pengertian seperti ini sering disebut sebagai “proses produksi”. Fungsi yang
menggambarkan keadaan seperti itu dinamakan “fungsi produksi”. Unsur-unsur
ekonomi yang berkaitan erat dengan masalah produksi ini diantaranya adalah
pendapatan sekaligus berhubungan dengan laba/rugi, biaya produksi, efisiensi,
produktivitas, dll.
2.4.2 Prinsip Ekonomi Dalam Proses Produksi
Beberapa prinsip ekonomi dalam proses produksi sebagai kebijakan
perusahaan, yaitu (Sumanjaya, 2008; 99):
1. Maksimalisasi Output
Kebijaksanaan perusahaan untuk maksimalisasi output dinyatakan
berdasarkan kendala biaya, berarti perusahaan berupaya untuk mendapatkan
output maksimum dengan mengeluarkan biaya tertentu.
2. Minimalisasi Biaya
Kebijakan perusahaan yang berupaya untuk meminimalisasi biaya produksi
3. Maksimalisasi Laba
Pengusaha memiliki kebebasan dalam penggunaan input sebagai biaya
produksi guna menciptakan produksi optimal dengan tujuan untuk
mendaptkan laba maksimum. Besarnya laba maksimum perusahaan sebagai
penjualan output adalah selisih diantara jumlah penerimaan (total revenue)
dikurangi dengan jumlah biaya (total cost).
2.4.3 Konsep Produksi
Konsep dasar teori produksi sangat diperlukan bagi berbagai pihak,
terutama pihak produsen untuk menentukan bilamana output dapat memberikan
maksimum laba. Beberapa informasi yang perlu diketahui produsen antara lain
permintaan output maupun informasi ketersediaan berbagai input guna
mendukung proses output. Demikian pula alternative penggunaan input dan
bahkan pengorbanan terhadap sesuatu output guna kepentingan output lainnya.
Keterangan ini perlu mendapat perhatian para pelaku kegiatan produksi sebagai
suatu kebijaksanaan sekaligus keputusan.
Secara umum, konsep produksi dapat dibedakan menjadi 3 bagian
(Kadariah, 1994; 100), yaitu:
1. Produk Total (Total Product)
Produk total adalah jumlah total produksi yang dihasilkan oleh sebuah
perusahaan selama kurun waktu tertentu dengan menggunakan sejumlah input
yang dimiliki oleh perusahaan yang bersangkutan. Dengan demikian produk total
ini merupakan fungsi dari input / faktor-faktor produksi yang tersedia, sehingga
Dalam hal ini fungsi produksi total dapat dirumuskan sebagai berikut:
TP = f (FP)
Artinya bahwa produksi total itu merupakan variabel dependen terhadap
faktor produksi (FP) yang dijadikan sebagai variabel independen, dimana:
TP = Total Product (produk total)
FP = Factor of Production (factor produksi)
2. Produksi Rata-rata (Average Product)
Produksi rata-rata adalah jumlah produksi yang dihasilkan oleh setiap
unit (satuan) faktor-faktor produksi. Konsep ini diperoleh dengan cara
membagikan total produksi dengan jumlah faktor produksi (input) yang dimiliki
oleh sebuah perusahaan. Berdasarkan penjelasan tersebut, konsep ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
AP =
FP TP
Dimana: AP = average product (produksi rata-rata)
TP = total product (total produksi)
FP = jumlah faktor produksi yang digunakan
3. Produksi Marginal (Marginal Product)
Produk marginal merupakan perubahan (pertambahan atau penurunan)
produksi yang diperoleh seiring dengan dilakukannya penambahan input. Dengan
demikian konsep ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
MP = ∆Q = Qa – Qa – 1
Qa = total produksi setelah penambahan faktor produksi
Qa - 1 = total produksi sebelum penambahan faktor produksi
2.4.4 Tahapan produksi
Gambar 2.1. Kurva Tahapan Produksi
Sumber: Teori Ekonomi Mikro, Sumanjaya, 2008; 83
Berdasarkan data dan grafik pada gambar 2.1 dapat ditemukan tahapan
(stage) produksi, apakah sebagai tahap I, tahap II, dan tahap III. Tahap I
ditunjukkan dari penggunaan 1 input tenaga kerja sampai pada perpotongan
marginal product dengan average product. Tahap II dimulai dari MP = AP
sampai pada maksimum total product dengan MP = 0. Tahap III dimulai total
product mengalami penurunan dan diikuti oleh marginal product yang negatif.
TP
APL
MPL
I II III
Tahap I penggunaan tenaga kerja relatif kecil sehingga total produksi
masih memungkinkan untuk ditingkatkan, tahapan ini merupakan irrational stage
sebagaimana tahap III dimana penambahan jumlah input tenaga kerja justru
menurunkan jumlah produksi. Tahap II merupakan rational stage dimana
penambahan input tenaga kerja dapat meningkatkan jumlah produksi. Dengan
demikian berdasarkan ketiga tahapan produksi diatas, terbaik terdapat pada tahap
produksi II (Sumanjaya, 2008; 83).
2.4.5 Production Possibility Curve
Proses penciptaan output selalu dihadapkan kepada berbagai alternative,
apakah alternative dimaksud berkaitan dengan penggunaan input atau penciptaan
output. Beberapa proporsi maupun jenis input yang digunakan guna menghasilkan
berbagai output dan bagaimana kombinasi penggunaan input sehingga proses
produksi terkendali. Informasi pasar output dan kesediaan input sangat berperan
sehingga proses produksi memberikan laba maksimum bagi perusahaan. Konsep
production possibility curve atau disebut production frontier dapat
mengungkapkan keterangan diatas.
Dalam penerapannya pengertian ini mendukung makna berupa
penggunaan berbagai sumber daya yang tersedia dalam kegiatan produksi secara
keseluruhan dengan alternative output. Apabila sumber daya yang tersedia tidak
digunakan secara keseluruhan berarti proses produksi tidak efisien. Tepatnya
pengertian production possibility curve sendiri merupakan alternative
pengorbanan yang diberikan sesuatu output guna peningkatan output lain seperti
Gambar 2.2. Kurva Production Possibility Curve Sumber: Teori Ekonomi Mikro, Sumanjaya, 2008; 79
Berdasarkan uraian diatas, produksi pada dasarnya merupakan proses
penggunaan input (masukan) untuk menghasilkan output (keluaran). Secara
umum fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:
Output = f (input)
2.4.6 Fungsi Produksi
Fungsi produksi adalah abstraksi yang menggambarkan suatu proses
produksi, lebih jelasnya fungsi produksi dapat diartikan sebuah deskripsi
matematis atau kuantitatif dari berbagai macam kemungkinan-kemungkinan
prediksi teknis yang dihadapi oleh suatu perusahaan atau industri. Fungsi produksi
memberikan output maksimum dalam pengertian fisik.
Menurut Samuelson dan Nordhaus (200; 125), pengertian fungsi produksi
yang dihasilkan. Fungsi produksi menentukan output maksimum yang dapat
dihasilkan dari sejumlah input tertentu, dalam kondisi keahlian dan pengetahuan
teknis yang tertentu.
Juga disebutkan fungsi produksi merupakan hubungan diantara
faktor-faktor produksi dan tingkat produksi yang diciptakannya (Sukirno, 1994; 193).
Fungsi produksi menetapkan bahwa suatu perusahaan tidak bisa
mencapai suatu output yang lebih tinggi tanpa menggunakan input yang lebih
banyak, dan suatu perusahaan tidak bisa menggunakan lebih sedikit input tanpa
mengurangi tingkat outputnya.
Dalam pembahasan teori ekonomi produksi, maka telaahan yang banyak
diminati dan dianggap penting adalah telaahan fungsi produksi ini. Hal tersebut
disebabkan karena beberapa hal, antara lain:
a. Dengan fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara
faktor produksi (input) dan produksi (output) secara langsung dan hubungan
tersebut dapat lebih mudah dimengerti.
b. Dengan fungsi produksi, maka peneliti dapat mengetahui hubungan antara
variabel yang dijelaskan (dependen variabel), Y, dan variabel yang
menjelaskan (independen variabel), X, serta sekaligus mengetahui hubungan
antar variabel penjelas. Secara matematis, hubungan ini dapat dijelaskan
sebagai berikut:
Y = f (X1,…)
Dengan fungsi produksi seperti tersebut diatas, maka hubungan Y dan X
a. Fungsi Produksi Satu Input Variabel
Fungsi produksi dengan satu input dapat ditunjukkan melalui grafik dua
dimensi. Untuk penyederhanaannya dapat diasumsikan bahwa salah satu input
adalah konstan dalam jangka pendek (Suharti, 2003; 78). Apabila input tenaga
kerja yang digunakan dalam proses produksi berarti pembahasan bertumpu pada
kemampuan tenaga kerja dalam menciptakan jumlah produksi (total physical
productivity of labor/TPPL atau acapkali disingkat (TP), produksi margin (MP),
rata-rata produksi (AP) dan sampai kepada laba maksimum (Sumanjaya, 2008;
80).
b. Fungsi Produksi Dengan Dua Input
Apabila dua input yang digunakan dalam proses produksi menjadi
variabel semua, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan isoquan dan
isocost.
a. Isoquant
Isoquant adalah kurva yang menunjukkan kombinasi input yang dipakai
dalam proses produksi, yang menghasilkan output tertentu dalam jumlah yang
sama (Suharti, 2003; 83).
Isoquant mempunyai cirri-ciri yang sama dengan indifference curve
dalam analisis perilaku konsumen, yaitu (Suharti, 2003; 83):
1. Turun dari kiri atas kekanan bawah
2. Cembung ke arah titik origin
4. apabila jumlah output yang lebih banyak, artinya perubahan produksi
digambarkan dengan pergeseran isoquan.
Marginal Rate of Technical Substitution (MRTS)
Adalah suatu pernyataan yang mengungkapkan penurunan/berkurangnya
penggunaan sesuatu input (kapital) di satu sisi pada sumbu vertikal dan diganti
dengan penambahan input lain (tanaga kerja) dengan tingkat produksi yang sama
(Sumanjaya, 2008; 87). Secara matematis dapat dituangkan sebagai berikut:
MRTS =
K L
MP MP
b. Isocost
Isocost adalah kurva yang menunjukkan berbagai kombinasi antara dua
input yang berbeda yang dapat dibeli oleh produsen pada tingkat biaya yang sama
(Suhartati, 2003; 87).
2.4.7 Fungsi Produksi Cobb Douglas
Fungsi produksi ini menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Cobb,
C.W. dan Douglas, P. H. pada tahun 1928 melalui artikelnya yang berjudul “A
Theory of Production” (Suhartati, 2003; 104).
Secara matematis fungsi produksi Cobb Douglas dapat ditulis dengan
persamaan (Sumanjaya, 2008; 102):
Q = AKα Lβ
Keterangan: Q = output
L = input tenaga kerja
A = parameter efisiensi/koefisien teknologi
α = elastisitas input modal
β = elastisitas input tenaga kerja
Fungsi produksi Cobb Douglas dapat diperoleh dengan membuat dengan
membuat linear persamaan sehingga menjadi:
LnQ = LnA + αLn + βLnL + ε
Dengan meregres persamaan diatas maka secara mudah akan diperoleh
parameter efisiensi (A) dan elastisitas inputnya. Salah satu kemudahan fungsi
produksi Cobb Douglas adalah secara mudah dapat dibuat linear sehingga
memudahkan untuk mendapatkannya.
a. Marginal Physical Productivity of Capital (MPk)
β
b. Marginal Physical Productivity of Labor (MPl)
c. Avarage Productivity of Capital (Apk)
K Q
APk = ... (3)
d. Average Productivity of Labor (APl)
L Q
APl = ... (4)
e. Elasticity Product of Capital (Ek)
K
f. Elasticity Product of Labor (El)
L
Dalam fungsi produksi Cobb Douglas ini, penjumlahan elastisitas
substitusi menggambarkan return to scale. Artinya apabila α + β = 1 berarti
constan return to scale, bila α + β < 1 berarti decresing return to scale, dan
apabila α + β > 1 berarti proses produksi berada dalam keadaan increasing return
to scale. Hal ini dapat dibuktikan sebagai berikut:
Fungsi produksi Cobb Douglas:
Q = AKα Lβ
Apabila input dinaikkan dua kali lipat maka:
Q2 = A (2K1)α. (2L1) β
= A2αK1α .2βL1β
= 2 α+β Q1
Jadi, bila α+β = 1, maka Q2 = 2 Q1, berlaku constan return to scale
bila α+β > 1, maka Q2 > 2 Q1, berlaku increasing return to scale
bila α+β < 1, maka Q2 < 2 Q1, berlaku decreing return to scale
Dalam fungsi produksi Cobb Douglas asli berlaku constant return to
scale (Nicholson, 1995; 332), sehingga dapat mengilustrasikan secara mudah
perubahan output sebagai akibat perubahan input. Apabila input (baik K maupun
L) naik sebesar 2 (dua) kali maka output akan naik sebesar 2 (dua) kali pula.
Karena dalam fungsi Cobb Douglas berlaku constant return to scale maka
akan membawa konsekuensi bahwa substitusi antar faktor-faktor produksinya
adalah substitusi sempurna, artinya satu input L (tenaga kerja) dapat digantikan
dengan satu unit input K (modal). Dengan demikian, fungsi produksi Cobb
Douglas mempunyai bentuk isoquan linear.
2.5 Faktor-Faktor Produksi 1. Tanah
Tanah merupakan lapisan kulit bumi terluar yang tersusun dari bahan
mineral dan bahan-bahan organik. Dipengaruhi oleh bahan induk, iklim, bentuk
wilayah, dan mikro organism. Unsur pembentuk tanah terdiri dari mineral (45%),
udara (25%), air (25%) dan bahan organic (5%) (Indriani, 1993; 11).
Tanah sebagai salah satu faktor produksi merupakan pabrik hasil-hasil
pertanian yaitu tempat dimana produksi berjalan dan dari mana hasil produksi
keluar. Dalam pertanian, terutama di Negara kita, faktor produksi tanah
yang diterima oleh tanah dibandingkan dengan faktor-faktor produksi lainnya
(Mubyarto, 1984; 76).
Tanah adalah faktor produksi yang tahan lama sehingga biasanya tidak
diadakan depresiasi atau penyusutan. Bahkan dengan perkembangan penduduk
nilai tanah selalu mengalami kenaikan dari tahun ke tahun. Tetapi dalam pertanian
tanah yang dikerjakan terus menerus akan berkurang pula kesuburannya. Untuk
mempertahankan kesuburan tanah petani harus mengadakan rotasi tanaman dan
usaha-usaha konservasi tanah lainnya (Mubyarto, 1984; 88).
Unsur-unsur sosial ekonomi yang melekat pada tanah dan memiliki
peranan dalam pengelolaan usaha tani cukup beragam, diantaranya adalah:
1. Kekuatan atau kemampuan potensil dan aktuil dari tanah
2. Kapasitas ekonomis, efisiensi ekonomis dan keunggulan bersaing dari tanah
3. Produktivitas tanah, yang dimaksud dengan produktivitas tanah adalah jumlah
hasil total yang diperoleh dari satu kesatuan bidang tanah (satu hektar) selama
satu tahun dihitung dengan uang.
4. Nilai sosial ekonomis dari tanah
Bagi sebuah perusahaan lahan (tanah) memiliki peranan penting terutama
sebagai tempat pendirian perusahaan dan pabrik-pabrik yang dibutuhkan
dalam proses produksi. Selain itu bagi perusahaaan tertentu tanah ini dapat
dijadikan sebagai sumber bahan baku, misalnya melalui pemberdayaan lahan
yang dapat mendukung penyediaan bahan baku yang dibutuhkan sekaligus
2. Tenaga Kerja
Tenaga kerja sering disebut tenaga manusia mutlak dibutuhkan jika ingin
menghasilkan sebuah produk. Tenaga kerja yang tersedia biasanya digunakan
untuk mengoperasikan serta mengendalikan mesin/peralatan yang dimiliki oleh
perusahaan. Untuk kasus tenaga kerja ini terutama tidak dipandang dari kuantitas
(jumlah), tetapi juga mutu (kualitas) yang sangat mempengaruhi kinerja
perusahaan yang bersangkutan.
Dengan adanya tenaga kerja yang terdidik dan terlatih maka dipastikan
kesalahan-kesalahan fatal yang merugikan dan membahayakan akan dapat
dicegah. Dalam hal ini sebuah perusahaan sangat mengharapkan tenaga kerja
yang benar-benar berpengalaman serta memilki keahlian yang tinggi sehingga
dapat memberikan kontribusi yang besar terutama terhadap peningkatan produksi
perusahaan. Selain keahlian, dan kejujuran, kedisplinan juga hal yang sangat
dibutuhkan dari seorang tenaga kerja.
Tenaga kerja dalam pertanian di Indonesia dibedakan kedalam persoalan
tenaga kerja dalam usaha tani kecil-kecilan (usaha tani pertanian rakyat) dan
persoalan tenaga kerja dalam perusahaan pertanian yang besar-besaran yaitu
perkebunan, kehutanan, peternakan dan sebagainya. Petani yang memiliki lahan
tidak luas tidak membutuhkan tenaga kerja dari luar. Tetapi bagi petani yang
memilki lahan yang luas akan membutuhkan tenaga kerja dari luar (Mubyarto,
3. Modal
Pengertian modal adalah barang dan jasa yang bersama-sama dengan
faktor produksi tanah dan tenaga kerja menghasilkan barang-barang
baru.Barang-barang pertanian yang termasuk baru.Barang-barang modal dapat berupa uang, ternak, pupuk,
bibit, cangkul, investasi dalam mesin dan lain-lain. Biasanya semakin besar dan
semakin baik kualitas modal yang dimiliki maka akan sangat mendukung terhadap
peningkatan produksi yang dihasilkan (Mubyarto, 1984; 91).
4. Manajemen (Skill)
Manajemen berarti proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan,
dan pengawasan usaha-usaha para anggota serta penggunaan sumber daya dalam
rangka pencapian tujuan yang telah ditetapkan. Dari uraian di atas maka faktor
produksi ini tidaklah kalah penting dibanding faktor produksi lain. Perlu diketahui
ada 3 alasan manajemen ini sangat dibutuhkan oleh perusahaan, yakni:
1. Untuk mencapai tujuan perusahaan.
2. Untuk menjaga keseimbangan diantara tujuan-tujuan yang saling bertentangan
3. Untuk mencapai efisiensi dan efektivitas
2.6 Biaya Produksi
Keputusan manajemen dalam kaitan dengan penggunaan input produksi
sangat penting dan perlu menjadi perhatian yang serius. Untuk menciptakan
sesuatu output tentunya dengan berbagai input yang digunakan seperti: tenaga
input ini pada hakikatnya berupa biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam
proses produksi (Sumanjaya, 2008; 106).
2.6.1 Fungsi Biaya Total
Fungsi biaya total ini merinci biaya total yang dikenakan oleh perusahaan
untuk memproduksi suatu output tertentu selama kurun waktu tertentu. Para ahli
ekonomi mendefenisikan biaya ditinjau dari biaya alternative atau opportunity
cost. Doktrin biaya alternative menetapkan bahwa biaya dari suatu faktor produksi
merupakan nilai maksimum yang diproduksi oleh faktor ini dalam suatu
penggunaan alternative (Suhartati, 2003; 123).
Biaya dapat kita kelompokkan berdasarkan realitas dan sifatnya.
Berdasarkan realitas, biaya dapat dibagi menjadi dua, yaitu (Suhartati, 2003; 23):
1. Biaya eksplisit ialah pengeluaran yang nyata dari suatu perusuhaan untuk
membeli atau menyewa input atau faktor produksi yang diperlukan di dalam
proses produksi.
2. Biaya implisit ialah nilai dari suatu input milik sendiri atau keluarga yang
digunakan oleh perusahaan itu sendiri di dalam proses produksi.
Berdasarkan sifatnya, biaya dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Biaya tetap
Merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh suatu perusahaan per satuan
waktu tertentu, untuk keperluan pembayaran semua input tetap, dan bsarnya
2. Biaya variabel
Merupakan kewajiban yang harus dibayar oleh suatu perusahaan pada waktu
tertentu, untuk pembayaran semua input variabel yang digunakan dalam
proses produksi.
Penjumlahan dari biaya tetap dan biaya variabel dalam proses produksi
disebut sebagai biaya total. Terdapat dua fungsi biaya yang dapat diurunkan dari
fungsi biaya total, yaitu:
1. Fungsi Biaya Tetap Total/Total Fixed Cost (TFC)
Didefinisikan sebagai nilai dari biaya total pada suatu tingkat output nol.
TFC(q) merupakan suatu fungsi dari q yang konstan untuk semua nilai-nilai q
yang mungkin:
TFC(q) = TC(0) ... (1)
2. Fungsi Biaya Variabel Total/Total Variabel Cost (TVC)
Sama dengan perbedaan antara biaya total memproduksi q dan biaya tetap
total:
TVC(q) = TC(q) – TFC(q) ... (2)
Oleh karena itu biaya variabel total adalah bagian dari biaya total yang
bervariasi dengan tingkat output.
Kemudian dari fungsi biaya total diatas dapat diturunkan fungsi biaya
rata-rata yang merupakan suatu nilai tengah aritmatik bilangan, yaitu (Suhartati,
2003; 125):
1. Fungsi Biaya Tetap Rata-rata/Average Fixed Cost (AFC)
adalah biaya tetap per unit output:
AFC(q) = q
q TFC( )
2. Fungsi Biaya Variabel Rata-rata/Average Variabel Cost (AVC)
Adalah biaya variabel per unit output:
AVC = q
q TVC( )
... (2)
3. Fungsi Biaya Total Rata-rata
Adalah biaya total per unit output:
ATC(q) = q
q ATC( )
... (3)
4. Fungsi Biaya Marginal
Adalah laju perubahan di dalam biaya total sebagai akibat perubahan output:
MC(q) = dq
d
[TC(q)] ... (4)
2.6.2 Economies dan diseconomies scale
Merupakan pernyataan tentang bagaimana alternative proses produksi
yang dilakukan oleh suatu perusahaan. Economies scale berarti penggunaan input
produksi di mana rata-rata biaya produksi menunjukkan penurunan sedangkan
output dinyatakan meningkat. Adapun diseconomies scale mengungangkapkan
peningkatan output diikuti oleh kenaikan biaya rata-rata produksi (Sumanjaya,
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah langkah atau metode prosedur yang akan
dilakukan dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan
permasalahn dan menguji hipotesis penelitian.
3.1 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dilakukan di PTPN IV Kebun Pasir
Mandoge, dengan menganalisis pengaruh luas lahan, jumlah tenaga kerja dan
pupuk terhadap hasil produksi kelapa sawit. Pertimbangan pemilihan perusahaan
ini adalah karena perusahaan ini telah lama memproduksi kelapa sawit hingga saat
ini, diharapkan dapat memenuhi kriteria sebagai tempat penelitian yang dapat
memberikan data serta informasi yang diperlukan.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
dalam bentuk time series yang bersifat kuantitatif yaitu data yang berbentuk
angka-angka. Sumber datanya diperoleh dari PTPN IV Kebun Pasir Mandoge
dalam bentuk triwulan dalam kurun waktu 2005-2009. Disamping itu, data
lainnya yang mendukung penelitian diperoleh dari bahan-bahan kepustakaan
berupa tulisan-tulisan ilmiah, literatur, jurnal, majalah-majalah ekonomi,
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penulisan skripsi ini, penulis melakukan penelitian yang dilakukan
melalui bahan-bahan kepustakaan berupa tulisan-tulisan ilmiah, jurnal, dan
laporan-laporam penelitian ilmiah yang ada hubungan dengan topik yang diteliti.
Sedangkan untuk teknik pengumpulan data yang dipergunakan adalah melakukan
pencatatan secara langsung data faktor-faktor yang mempengaruhi produksi
kelapa sawit di PTPN IV Kebun Pasir Mandoge.
3.4 Pengolahan Data
Dalam melakukan pengolahan data penelitian, penulis menggunakan
program Eviews 5.1 dengan terlebih dahulu melakukan pemindahan data yang
diperoleh ke dalam Software Mirosoft Excel untuk mempermudah penginputan
data pada proses selanjutnya
3.5 Model Analisis Data
Model dasar untuk analisis produksi kelapa sawit di PTPN IV kebun Pasir
Mandoge merupakan pengembangan dari teori produksi Cobb-Doglas, yaitu
persamaan:
Y = A KαLβ ... (1)
Dengan memecah variabel K dan L dalam bentuk yang lebih spesifik,
yaitu variabel-variabel eksplanatori yang digunakan dalam penelitian ini, maka
fungsi produksi menjadi:
Dari fungsi tersebut ditransformasikan kedalam model persamaan regresi
linear dengan spesifikasi model sebagai berikut :
Y =
α
+
β
1X
1+
β
2X
2+
β
3X
3+
μ
... (3)
Dimana:
Y = Produksi (Kg)
α = Intercept / konstanta
βi = Koefisien regresi
X1 = Luas Lahan (Hektar)
X2 = Tenaga Kerja (Orang)
X3 = Pupuk ( Kg)
µ = Term of Error (Kesalahan Pengganggu)
Selanjutnya untuk mendapatkan model penelitian, logaritma digunakan
terhadap variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Untuk menguji
pengaruh antar variabel penjelas (explanatory variable) terhadap produksi kelapa
sawit digunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dalam bentuk regresi
berganda.
Adapun spesifikasi model penelitan ini sebagai berikut :
log Y =
α
+
β
1log X
1+
β
2log X
2+
β
3log X
3+
μ
...(4)
Secara sistematis bentuk persamaan hipotesisnya adalah sebagai berikut :
1 X
Y
∂∂ > 0 artinya apabila X1 (luas lahan) mengalami kenaikan maka Y
2 X
Y
∂∂ > 0 artinya apabila X2 (tenaga kerja) mengalami kenaikan maka Y
(produksi) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.
3 X
Y
∂∂ > 0 artinya apabila X3 (penggunaan pupuk) mengalami kenaikan
maka Y (produksi) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.
3.6. Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) 3.6.1. Koefisien Determinasi (R-Square)
Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan
variabel independen secara bersama-sama memberi penjelasan terhadap variabel
dependen .
Ada dua ciri dari R2 yang perlu diperhatikan:
1. Jumlahnya tidak pernah negatif
2. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1 (0< R2≤1).
3.6.2. Uji t-statistik
Uji t-statistik merupakan suatu pengujian secara parsial yang bertujuan
untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak
terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan. Dalam
uji ini digunakan hipotesis sebagai berikut :
H0 : bi = b
Ha : bi ≠b
Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-i nilai parameter