KEPUASAN PENDERITA TB PARU TENTANG
PELAKSANAAN STRATEGI DOTS DALAM
PENANGGULANGAN TB PARU DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS MEDAN JOHOR
SKRIPSI
Oleh Amri Gaja Putra071101035
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul : Kepuasan Penderita TB Paru Tentang Pelaksanaan Strategi DOTS dalam Penanggulangan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor
Nama : Amri Gaja Putra
NIM : 071101035
Jurusan : Sarjana Keperawatan Tahun Akademik : 2010/2011
ABSTRAK
TB Paru merupakan salah satu masalah kesehatan penting di Indonesia. Angka prevalensi TB Paru di Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan terjadi pada lebih dari 70% usia produktif. Untuk menanggulangi kasus TB Paru di Indonesia dilaksanakan program penanggulangan TB Paru melalui strategi DOTS. Untuk tercapainya tujuan tersebut puskesmas sebagai pelaksana program penanggulangan TB Paru di masyarakat perlu melakukan evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukan dalam memberikan pelayanan kepada penderita TB Paru dengan cara mengukur atau menilai kepuasan penderita TB Paru.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kepuasan penderita TB paru tentang pelaksanaan strategi DOTS dalam penanggulangan TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan metode pengambilan sampel secara total sampling. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah 32 orang penderita TB Paru yang sedang menjalankan program pengobatan di Puskesmas Medan Johor. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari data demografi responden dan kepuasan penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS di Puskesmas Medan Johor.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 32 orang penderita TB Paru terdapat 19 orang (59,4%) menyatakan memuaskan dan 13 orang (40,6%) menyatakan sangat memuaskan. Sehingga tingkat kepuasan penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS dalam penanggulangan TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor berada dalam kategori memuaskan.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis ucapkan Kehadirat Allah SWT atas segala berkah
dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Kepuasan Penderita TB Paru tentang Pelaksanaan Strategi DOTS dalam
Penanggulangan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor”.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta bantuan
dalam pembuatan skripsi ini kepada :
1. Bapak dr.Dedi Ardinata, M.Kes, sebagai Dekan Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara dan Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai
Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp, MNS sebagai dosen pembimbing
akademik yang telah banyak memberikan masukkan dan arahan selama
penulis mengikuti pendidikan.
3. Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS sebagai dosen pembimbing yang
telah banyak memberikan arahan, waktu, bimbingan, serta bantuan selama
penulisan skripsi ini.
4. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS dan Bapak Ismayadi, S.Kep, Ns sebagai
dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk
perbaikan skripsi ini.
5. Staf dosen Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara atas bantuan
6. Kepala Puskesmas Medan Johor yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk melakukan penelitian di Puskesmas Medan Johor.
7. Kedua orang tua dan adik-adik yang saya sayangi yang telah memberi
motivasi,dan dukungan moral maupun materil selama pendidikan hingga
penulisan skripsi ini.
8. Teman-teman Fakultas Keperawatan angkatan 2007 atas segala doa,
dukungan, dan kerjasama yang baik dalam penyusunan skripsi ini.
Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dan pihak-pihak yang
membutuhkan. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun untuk penyempurnaan skripsi ini.
Medan, 21 Mei 2011
Penulis,
DAFTAR ISI
Halaman Judul ……… i
Halaman Pengesahan ……….…. ii
Abstrak ……… iii
2. Pertanyaan Penelitian ………. 5
3. Tujuan Penelitian ……… 5
1.4.Cara Penularan dan Resiko Penularan TB Paru ……….. 8
1.5.Penemuan Penderita TB Paru ……….. 9
1.6.Pengobatan TB Paru ……… 10
2. Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas ………. 13
2.1.Strategi DOTS ……… 14
2.2.Penyuluhan Kesehatan ……… 18
3. Kepuasan ……… 19
3.1.Pengertian ……… 19
3.2.Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan ………. 20
3.3.Klasifikasi Kepuasan ……….. 22
Bab 3. Kerangka Konseptual ………...……… 24
1. Kerangka Konsep ………... 24
2. Definisi Operasional ……….. 26
Bab 4. Metodologi Penelitian………. 27
1. Desain Penelitian ……… 27
2. Populasi dan Sampel ……….. 27
3. Lokasi dan Waktu Penelitian ………. 28
4. Pertimbangan Etik ……….. 28
5. Instrument Penelitian dan Pengukuran Validitas Reliabilitas ……… 29
6. Rencana Pengumpulan Data ……….. 31
7. Analisa Data ………... 32
Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan ……… 33
1. Hasil Penelitian ……….. 33
Bab 6. Kesimpulan dan Saran……….. 44
1. Kesimpulan ………. 44
2. Saran……… 44
Daftar Pustaka ……… 46
Lampiran-lampiran ………..…………. 49
1. Lembar Persetujuan Responden ……… 49
2. Instrumen Penelitian ……… 50
3. Uji Reliabilitas………. 53
4. Table Distribusi Frekuensi……….. 55
5. Daftar Konsul Skripsi ………. 58
6. Jadwal Penelitian ……… 59
7. Taksasi Dana……… 60
8. Surat Izin Penelitian……… 61
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Paduan OAT ……….. 11
Tabel 3.1. Definisi Operasional ……….. 26
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Penderita TB Paru 34
Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Kepuasan Penderita TB Paru ……….. 35
DAFTAR SKEMA
Judul : Kepuasan Penderita TB Paru Tentang Pelaksanaan Strategi DOTS dalam Penanggulangan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor
Nama : Amri Gaja Putra
NIM : 071101035
Jurusan : Sarjana Keperawatan Tahun Akademik : 2010/2011
ABSTRAK
TB Paru merupakan salah satu masalah kesehatan penting di Indonesia. Angka prevalensi TB Paru di Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan terjadi pada lebih dari 70% usia produktif. Untuk menanggulangi kasus TB Paru di Indonesia dilaksanakan program penanggulangan TB Paru melalui strategi DOTS. Untuk tercapainya tujuan tersebut puskesmas sebagai pelaksana program penanggulangan TB Paru di masyarakat perlu melakukan evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukan dalam memberikan pelayanan kepada penderita TB Paru dengan cara mengukur atau menilai kepuasan penderita TB Paru.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kepuasan penderita TB paru tentang pelaksanaan strategi DOTS dalam penanggulangan TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan metode pengambilan sampel secara total sampling. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah 32 orang penderita TB Paru yang sedang menjalankan program pengobatan di Puskesmas Medan Johor. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari data demografi responden dan kepuasan penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS di Puskesmas Medan Johor.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 32 orang penderita TB Paru terdapat 19 orang (59,4%) menyatakan memuaskan dan 13 orang (40,6%) menyatakan sangat memuaskan. Sehingga tingkat kepuasan penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS dalam penanggulangan TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor berada dalam kategori memuaskan.
BAB 1 PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan
oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis), sebagian besar kuman TBC
menyerang paru. TB Paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis
merupakan penyakit kronis (menahun) yang telah lama dikenal oleh masyarakat
luas dan ditakuti karena menular. Penyakit ini menjadi tidak terkendali pada
sebagian besar dunia, dan salah satu penyebab utama kematian di Indonesia serta
negara-negara berkembang lainnya (Depkes, 2002).
Menurut Depkes (2010), TB merupakan salah satu masalah kesehatan
penting di Indonesia. Selain itu, Indonesia menduduki peringkat ke-3 negara
dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia setelah India dan China. Jumlah
penderita TB di Indonesia adalah sekitar 5,8 % dari total jumlah penderita TB
dunia. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru
dengan kematian sekitar 91.000 orang. Angka prevalensi TB di Indonesia pada
tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih dari 70%
usia produktif. Dalam keadaan itu kerugian ekonomi akibat TB juga cukup besar.
Di Sumatera Utara pada tahun 2008 ditemukan sebanyak 14.158 orang
penderita TB Paru dan 264 orang diantaranya meninggal dunia. Sebagian besar
penderita TB Paru tersebut berusia 17 – 54 tahun (kelompok usia produktif)
dengan persentase jumlah mencapai 70%. Seorang penderita dengan BTA positif
menyebabkan tingginya angka penderita TB Paru di Sumatera Utara (Depkes,
2009).
Untuk menanggulangi kasus TB Paru di Indonesia bertepatan dengan
peringatan hari TB Paru sedunia, Menteri Kesehatan Indonesia pada tanggal 24
Maret 1999 mencanangkan dimulainya Gerakan Terpadu Nasional
Penanggulangan TB (Gerdunas TB) sebagai wahana untuk pemberantasan TB
Paru. Penanggulangan TB Paru dilaksanakan dengan strategi Directly Observed
Treatment Shortcourse (DOTS) atau pengawasan langsung menelan obat, yang
dilaksanakan di puskesmas juga melibatkan rumah sakit. DOTS adalah strategi
program pemberantasan tuberkulosis paru yang direkomendasikan oleh WHO
tahun 1995. (Depkes, 2007; Santa, 2009).
Strategi DOTS mempunyai lima komitmen penting yaitu: komitmen
politik dari para pengambil keputusan termasuk dukungan dana, penemuan
penderita dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis, pengobatan dengan
paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek dengan pengawasan
langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO), jaminan tersedianya OAT jangka
pendek secara teratur, menyeluruh dan tepat waktu dengan mutu terjamin, serta
sistem pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan
evaluasi program penanggulangan TB Paru. Sejak tahun 2000 strategi DOTS
dilaksanakan secara Nasional di seluruh UPK (Unit Pelayanan Kesehatan)
terutama Puskesmas yang di integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar
(Depkes,2007; Aditama, 2002).
Tujuan dari program penanggulangan tuberkulosis nasional, yaitu angka
penatalaksanaan penyakit TB merupakan hal penting yang harus diperhatikan
yaitu tidak sekedar memastikan pasien menelan obat sampai dinyatakan sembuh,
tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu yang dibutuhkan, petugas
yang terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan rencana tindak
lanjutnya. Sehingga dalam jangka waktu 5 tahun kedepan angka prevalensi TB di
Indonesia dapat diturunkan sebesar 50% (Depkes, 2007).
Untuk tercapainya tujuan tersebut puskesmas sebagai pelaksana program
penanggulangan TB Paru di masyarakat perlu melakukan evaluasi terhadap
kegiatan yang dilakukan dalam memberikan pelayanan kepada penderita TB Paru
dengan cara mengukur atau menilai kepuasan penderita TB. Pohan (2007)
menyatakan bahwa pasien yang mengalami kepuasan terhadap layanan kesehatan
yang diselenggarakan cenderung mematuhi nasihat, setia, atau taat terhadap
rencana pengobatan yang telah disepakati. Sebaliknya, pasien yang tidak
merasakan kepuasan atau kekecewaan sewaktu menggunakan layanan kesehatan
cenderung tidak mematuhi rencana pengobatan, tidak mematuhi nasihat, berganti
dokter atau pindah ke fasilitas layanan kesehatan lainnya.
Menurut Pohan (2007) kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan
pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang
diperolehnya setelah pasien membandingkan dengan apa yang diharapkannya.
Heriandi (2006) menyatakan bahwa kepuasan pasien akan tercapai apabila setiap
pasien memperoleh hasil yang optimal dari pelayanan, adanya perhatian terhadap
kemampuan pasien/keluarga, terhadap keluhan, kondisi lingkungan fisik dan
Layanan kesehatan yang bermutu sering dipersepsikan sebagai suatu
layanan kesehatan yang dibutuhkan, dalam hal ini akan ditentukan oleh profesi
layanan kesehatan dan sekaligus diinginkan baik oleh klien (individu) ataupun
masyarakat serta terjangkau oleh daya beli masyarakat. Ada beberapa aspek yang
mempengaruhi kepuasan pasien terhadap layanan kesehatan yaitu kesembuhan,
kebersihan, informasi yang lengkap tentang penyakit, memberi jawaban yang
dimengerti, memberi kesempatan untuk bertanya, ketersediaan obat, privasi,
waktu tunggu, kesinambungan layanan oleh petugas yang sama, dan biaya
layanan kesehatan (Ferry, 2009; Pohan, 2007).
Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti di puskesmas Medan
Johor dengan jumlah penduduk di wilayah kerja puskesmas sebanyak 83.106
orang. Diperoleh data mengenai jumlah penderita TB Paru pada periode bulan
Januari sampai Oktober 2010 sebanyak 55 orang dengan hasil pemeriksaan kultur
BTA positif dan yang sedang menjalani pengobatan sebanyak 32 orang,
kebanyakan usia penderita adalah usia produktif. Data ini menggambarkan bahwa
masih terdapat penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor setiap
bulannya, walaupun telah dilakukan program penanggulangan TB Paru dengan
strategi DOTS. Untuk melihat pelaksanaan program tersebut maka perlu
dilakukan pengukuran yang dinilai dari sudut pandang penderita TB Paru tentang
kepuasannya dalam menjalani program pengobatan TB Paru. Bila penderita TB
Paru tidak puas / kecewa harus segera diketahui faktor penyebabnya dan segera
dilakukan koreksi atau perbaikan karena apabila tidak segera ditangani dan
berlangsung terus menerus dalam jangka waktu yang lama, akan mengakibatkan
Berdasarkan penjelasan dan fakta di atas maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian kepuasan penderita TB paru tentang pelaksanaan strategi
DOTS dalam penanggulangan TB Paru di wilayah kerja puskesmas Medan Johor.
2. Pertanyaan Penelitian
Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana kepuasan penderita TB paru
tentang pelaksanaan strategi DOTS dalam penanggulangan TB Paru di wilayah
kerja puskesmas Medan Johor.
3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah : untuk mengidentifikasi kepuasan
penderita TB paru tentang pelaksanaan strategi DOTS dalam penanggulangan TB
Paru di wilayah kerja puskesmas Medan Johor.
4. Manfaat Penelitian
4.1. Praktek Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan dan
masukan bagi praktek keperawatan, khususnya keperawatan komunitas dalam
memberikan pelayanan kesehatan pengobatan TB paru dengan strategi DOTS di
puskesmas.
4.2. Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan
gambaran bagi keperawatan komunitas mengenai kepuasan penderita TB paru
4.3. Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi petugas
kesehatan puskesmas untuk memantau dan meningkatkan program
penanggulangan TB paru dengan strategi DOTS.
4.4. Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi atau sumber pustaka
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Tuberkulosis 1.1. Pengertian
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis adalah suatu
penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh
pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat
menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).
Menurut Depkes (2007) Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung
yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar
kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
1.2. Etiologi
Mycobacterium tuberculosis merupakan penyebab dari TB paru. kuman ini
bersifat aerob sehingga sebagian besar kuman menyerang jaringan yang memiliki
konsentrasi tinggi seperti paru-paru. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai
sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut
sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman ini cepat mati dengan sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup sampai beberapa jam di tempat yang gelap
dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman (tertidur lama) selama
1.3. Diagnostik TB Paru
Gejala utama penderita TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari satu bulan.
Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain
TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.
Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang
yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang
tersangka (suspek) penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara
mikroskopis langsung. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan
dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari
kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) (Depkes, 2007).
1.4. Cara Penularan dan Resiko Penularan TB Paru
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk
atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak
(droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama
beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.Daya penularan seorang
Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular
penderita tersebut. Faktor yang kemungkinkan seseorang terpajan kuman TB
ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara
tersebut.
Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Penderita TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko
penularan lebih besar dari penderita TB paru dengan BTA negatif. Risiko
penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis
Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu
tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk
terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB
dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negative menjadi positif (Depkes,
2007).
1.5. Penemuan penderita TB Paru
Kegiatan penemuan penderita terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis,
penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita. Penemuan penderita merupakan
langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan
penyembuhan penderita TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan
kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus
merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat.
Penemuan penderita TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif.
Penjaringan tersangka penderita dilakukan di unit pelayanan kesehatan didukung
untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita TB. Pemeriksaan
terhadap kontak penderita TB, terutama mereka yang BTA positif dan pada
keluarga anak yang menderita TB yang menunjukkan gejala sama, harus diperiksa
dahaknya. Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif
(Depkes,2007).
1.6. Pengobatan TB Paru
Tujuan Pengobatan TB paru yaitu untuk menyembuhkan penderita,
mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan
mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Obat Anti Tuberkulosis).
Jenis OAT terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z),
Etambutol (E) dan Streptomisin (S). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap,
yaitu tahap intensif dan lanjutan, Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat
obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi obat, bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu,
sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun
dalam jangka waktu yang lebih lama, tahap lanjutan penting untuk membunuh
kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
1.6.1. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia
Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
• Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
• Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.
• Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE) • Kategori Anak: 2HRZ/4HR
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak
sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini
terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan
dengan berat badan penderita. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu
penderita. Paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid,
Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.
Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan
penderita yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk
memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)
pengobatan sampai selesai. Satu paket untuk satu penderita dalam satu masa
pengobatan.
Tabel 2.1. Paduan OAT
Katagori Rumus Indikasi Tahap
intensif
Tahap lanjutan
I 2HRZE/
4H3R3
• Penderita baru TB paru BTA positif. • Penderita TB paru
BTA negatif foto toraks positif • Penderita TB ekstra
Tabel 2.1. (Lanjutan)
II 2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3
• Penderita kambuh (relaps)
• Penderita gagal • Penderita dengan
pengobatan setelah
pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu 6 bulan. Dosis obat harus disesuaikan dengan
Paduan OAT Sisipan (HRZE), Bila pada akhir tahap intensif pengobatan
penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif
pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif,
diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan (Depkes, 2007).
1.6.2. Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif
Hasil pengobatan seorang penderita dapat dikategorikan: sembuh,
dan gagal. Sembuh yaitu penderita telah menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada akhir
pengobatan dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya. Pengobatan
Lengkap adalah penderita yang telah menyelesaikan pengobatannya secara
lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal. Meninggal adalah
penderita yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun. Pindah
adalah penderita yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan
hasil pengobatannya tidak diketahui. Default (Putus berobat) adalah penderita
yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya
selesai. Gagal adalah penderita yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau
kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
2. Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas
Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan menyeluruh, puskesmas
menjalankan beberapa program pokok salah satunya adalah program
pemberantasan penyakit menular (P2M) seperti program penanggulangan TB Paru
yang dilakukan dengan strategi DOTS dan Penyuluhan Kesehatan. Pada tahun
1995, program nasional penanggulangan TB mulai menerapkan strategi DOTS
dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap. Sejak tahun 2000 strategi DOTS
dilaksanakan secara Nasional di seluruh UPK (Unit Pelayanan Kesehatan)
terutama Puskesmas yang di integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar
2.1. Strategi DOTS
Fokus utama DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah
penemuan dan penyembuhan penderita, prioritas diberikan kepada penderita TB
tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demikian
menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan
penderita merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB. WHO
telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam penanggulangan
TB sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu
intervensi kesehatan yang paling efektif. Integrasi ke dalam pelayanan kesehatan
dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya (Depkes, 2007).
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen yaitu:
a. Komitmen politik dari para pengambil keputusan termasuk dukungan dana.
b. Penemuan penderita dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis.
c. Pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek
dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).
d. Jaminan tersedianya OAT jangka pendek secara teratur, menyeluruh dan
tepat waktu dengan mutu terjamin.
e. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian
terhadap hasil pengobatan penderita dan kinerja program secara
keseluruhan.
Komponen pertama yaitu komitmen politik dari para pengambil keputusan
termasuk dukungan dana. Komitmen ini dimulai dengan keputusan pemerintah
untuk menjadikan tuberkulosis sebagai prioritas utama dalam program kesehatan
terhadap penanggulangan TB Paru atau dukungan dana operasional. Satu hal
penting lain adalah penempatan program penanggulangan TB Paru dalam
reformasi sektor kesehatan secara umum, setidaknya meliputi dua hal penting,
yaitu memperkuat dan memberdayakan kegiatan dan kemampuan pengambilan
keputusan di tingkat kabupaten serta peningkatan cost effectiveness dan efisiensi
dalam pemberian pelayanan kesehatan. Program penanggulangan TB Paru harus
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari reformasi sektor kesehatan.
Komponen kedua yaitu penemuan penderita dengan pemeriksaan dahak
secara mikroskopis. Utamanya dilakukan pada mereka yang datang ke fasilitas
kesehatan karena keluhan paru dan pernapasan. Pendekatan ini disebut sebagai
passive case finding. Hal ini dipilih mengingat secara umum pemeriksaan
mikroskopis merupakan cara yang paling cost effective dalam menemukan kasus
TB Paru. Dalam hal ini, pada keadaan tertentu dapat dilakukan pemeriksaan
radiografi, seperti rontgen dan kultur dapat dilaksanakan pada unit pelayanan
kesehatan yang memilikinya.
Komponen ketiga yaitu pengobatan dengan paduan Obat Anti
Tuberkulosis (OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas
Menelan Obat (PMO). Penderita diawasi secara langsung ketika menelan obatnya,
obat yang diberikan harus sesuai standar dan diberikan seyogiyanya secara gratis
pada seluruh penderita tuberkulosis yang menular dan yang kambuh. Pengobatan
tuberkulosis memakan waktu 6 bulan. Setelah makan obat dua atau tiga bulan
tidak jarang keluhan penderita menghilang, ia merasa dirinya telah sehat, dan
menghentikan pengobatannya. Karena itu harus ada suatu sistem yang menjamin
ada yang melihat penderita TB Paru menelan obatnya, ini dapat dilakukan oleh
petugas kesehatan, oleh pemuka masyarakat setempat, oleh tetangga penderita
atau keluarganya sendiri.
Komponen keempat yaitu jaminan tersedianya OAT jangka pendek secara
teratur, menyeluruh dan tepat waktu dengan mutu terjamin. Masalah utama dalam
hal ini adalah perencanaan dan pemeliharaan stok obat pada berbagai tingkat
daerah. Untuk ini diperlukan pencatatan dan pelaporan penggunaan obat yang
baik, seperti misalnya jumlah kasus pada setiap kategori pengobatan, kasus yang
ditangani dalam waktu yang lalu (untuk forecasting), data akurat stok
dimasing-masing gudang yang ada.
Komponen kelima yaitu sistem pencatatan dan pelaporan secara baku
untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB Paru.
Setiap penderita TB Paru yang diobati harus mempunyai satu kartu identitas
penderita yang kemudian tercatat di catatan TB Paru yang ada di kabupaten.
Kemanapun penderita ini pergi dia harus menggunakan kartu yang sama sehingga
dapat melanjutkan pengobatan dan tidak sampai tercatat dua kali (Depkes RI,
2007; Aditama, 2002).
2.1.1. Pengawas Minum Obat (PMO)
Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka
pendek dengan pengawasan langsung oleh PMO. Untuk menjamin kesembuhan
dan keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.
Persyaratan untuk menjadi PMO yaitu seseorang yang dikenal, dipercaya
disegani dan dihormati oleh penderita, seseorang yang tinggal dekat dengan
penderita, bersedia membantu penderita dengan sukarela dan bersedia dilatih atau
mendapat penyuluhan bersama-sama dengan penderita.
Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa,
Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada
petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan,
guru, anggota PPTI (Perkumpulan Pemberantasan TB Indonesia), PKK, atau
tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.
Seorang PMO mempunyai tugas untuk mengawasi penderita TB agar
menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada
penderita agar mau berobat teratur, mengingatkan penderita untuk periksa ulang
dahak pada waktu yang telah ditentukan, memberi penyuluhan pada anggota
keluarga penderita TB yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk
segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan, dan tugas seorang PMO
bukanlah untuk mengganti kewajiban penderita mengambil obat dari unit
pelayanan kesehatan.
Petugas kesehatan harus memberikan informasi penting yang perlu
dipahami PMO untuk disampaikan kepada penderita dan keluarganya bahwa TB
disebabkan kuman bukan penyakit keturunan atau kutukan, TB dapat
disembuhkan dengan berobat teratur, cara penularan TB, gejala-gejala yang
mencurigakan dan cara pencegahannya, cara pemberian pengobatan penderita
(tahap intensif dan lanjutan), pentingnya pengawasan supaya penderita berobat
secara teratur, kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera
2.2. Penyuluhan Kesehatan
Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan
cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja
sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan melakukan suatu anjuran yang ada
hubungannya dengan kesehatan. Penyuluhan kesehatan yang merupakan bagian
dari promosi kesehatan adalah rangkaian dari rangkaian kegiatan yang
berlandaskan prinsif-prinsif belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana
individu, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan dapat hidup sehat dengan
cara memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatan (Depkes RI,
2002;Effendy, 1998).
Penyuluhan TB Paru perlu dilakukan karena masalah TB Paru banyak
berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat. Tujuan
penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta
masyarakat dalam penanggulangan TB Paru.
Penyuluhan TB Paru dapat dilaksanakan dengan menyampaikan pesan
penting secara langsung ataupun menggunakan media. Penyuluhan langsung dapat
dilakukan dengan perorangan atau kelompok. Penyuluhan tidak langsung dengan
menggunakan media seperti: bahan cetak seperti leaflet, poster atau spanduk,
sedangkan bentuk media massa dapat berupa koran, majalah, radio dan televisi
(Depkes RI, 2002).
Dalam program penanggulangan TB Paru, penyuluhan langsung
perorangan sangat penting artinya untuk menentukan keberhasilan pengobatan
penderita. Penyuluhan langsung perorangan dapat dilaksanakan oleh tenaga
penting tentang TB Paru yang dapat disampaikan pada penderita, antara lain:
pengertian atau arti TB Paru, penyebab TB Paru, cara penularan TB Paru dan
resiko penularan TB Paru, riwayat pengobatan sebelumnya, cara pengobatan TB
Paru, pentingnya pengawasan menelan obat.
Sedangkan pada kunjungan berikutnya informasi yang dapat disampaikan
adalah cara menelan obat, jumlah obat dan frekuensi menelan obat, efek samping
dari OAT, pentingnya jadwal pemeriksaan ulang dahak, apa yang dapat terjadi
bila pengobatan tidak teratur atau tidak lengkap. Penyuluhan ini selain ditujukan
kepada penderita, tetapi juga disampaikan kepada keluarganya. Tujuannya supaya
penderita menjalani pengobatan secara teratur sampai sembuh dan bagi anggota
keluarga yang sehat dapat menjaga, melindungi dan meningkatkan kesehatannya,
sehingga terhindar dari penularan TB Paru.
Penyuluhan dengan menggunakan bahan cetak dan media massa dilakukan
untuk dapat menjangkau masyarakat yang lebih luas, untuk mengubah persepsi
masyarakat tentang TB Paru sebagai suatu penyakit yang tidak dapat
disembuhkan dan memalukan, menjadi suatu penyakit yang berbahaya tapi dapat
disembuhkan. Bila penyuluhan ini berhasil, akan meningkatkan penemuan
penderita secara pasif (Depkes RI, 2002).
3. Kepuasan 3.1. Pengertian
Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah puas; merasa senang;
perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan sebagainya). Kepuasan
dapat memenuhi atau melebihi harapan konsumen, sehingga mempengaruhi
proses pengambilan keputusan untuk pembelian ulang produk yang sama
(Sudibyo, 2008).
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai
akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien
membandingkannya dengan apa yang diharapkannya sedangkan ketidakpuasan
pasien timbul karena terjadinya kesenjangan antara harapan pasien dengan kinerja
layanan kesehatan yang dirasakannya sewaktu menggunakan layanan kesehatan.
Pasien yang mengalami kepuasan terhadap layanan kesehatan yang
diselenggarakan cenderung mematuhi nasihat, setia, atau taat terhadap rencana
pengobatan yang telah disepakati. Sebaliknya, pasien yang tidak merasakan
kepuasan atau kekecewaan sewaktu menggunakan layanan kesehatan cenderung
tidak mematuhi rencana pengobatan, tidak mematuhi nasihat, berganti dokter atau
pindah ke fasilitas layanan kesehatan lainnya. (Pohan, 2007).
3.2. Faktor –faktor yang mempengaruhi kepuasan
Menurut Muninjaya (2004) Kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan
dipengaruhi oleh beberapa faktor :
a. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya.
Dalam hal ini, aspek komunikasi memegang peranan penting karena
pelayanan kesehatan adalah high personal contact.
b. Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini
akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat
c. Biaya (cost). Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber
moral hazzard bagi pasien dan keluarganya. Sikap kurang peduli
(ignorance) pasien dan keluarga menyebabkan mereka menerima saja jenis
perawatan dan tehnologi kedokteran yang ditawarkan oleh petugas
kesehatan. Akibatnya, biaya perawatn menjadi mahal. Informasi terbatas
yang dimiliki oleh pihak klien dan keluarganya tentang perawatan yang
diterima dapat menjadi sumber keluhan klien. Sistem asuransi kesehatan
dapat mengatasi masalah biaya kesehatan.
d. Penampilan fisik meliputi kerapian petugas, kondisi kebersihan dan
kenyamanan ruangan (tangibility).
e. Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan (assurance).
Ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter juga termasuk pada
faktor ini.
f. Keandalan dan keterampilan (reliability) petugas kesehatan dalam
memberikan perawatan.
g. Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan klien
(responsiveness).
Pohan (2007) menyatakan ada beberapa aspek yang mempengaruhi
kepuasan pasien yaitu kesembuhan, kebersihan, informasi yang lengkap tentang
penyakit, memberi jawaban yang dimengerti, memberi kesempatan untuk
bertanya, ketersediaan obat, privasi atau keleluasaan pribadi dalam kamar periksa,
waktu tunggu, kesinambungan layanan oleh petugas yang sama, tersedianya toilet,
3.3. Klasifikasi kepuasan
Menurut Gerson (2004), untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan
dapat diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan sebagai berikut :
a) Sangat Memuaskan
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang
menggambarkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau sebagian besar
sesuai kebutuhan atau keinginan pasien, seperti sangat bersih (untuk
prasarana), sangat ramah (untuk hubungan dengan dokter atau perawat),
atau sangat cepat (untuk proses administrasi), yang seluruhnya
menggambarkan tingkat kualitas pelayanan yang paling tinggi.
b) Memuaskan
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien, yang
menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau sebagian
sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana),
agak kurang cepat (proses administrasi), atau kurang ramah, yang
seluruhnya ini menggambarkan tingkat kualitas yang kategori sedang.
c) Tidak Memuaskan
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien rendah,
yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai kebutuhan atau
keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana), agak lambat (untuk
proses administrasi), atau tidak ramah
d) Sangat Tidak Memuaskan
Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang
keinginan seperti tidak bersih (untuk sarana), lambat (untuk proses
administrasi), dan tidak ramah. Seluruh hal ini menggambarkan tingkat
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL
1. Kerangka Konsep
Strategi DOTS merupakan strategi pengobatan dalam penanggulangan
Tuberkulosis nasional yang telah direkomendasikan oleh WHO, mempunyai lima
komponen yaitu: komitmen politisi, penemuan penderita dengan pemeriksaan
dahak secara mikroskopis, pengobatan dengan paduan OAT dengan pengawasan
langsung oleh PMO (Pengawas Minum Obat), jaminan tersedianya OAT (Obat
Anti Tuberkulosis) secara teratur, menyeluruh dan tepat waktu dengan mutu
terjamin serta sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan
penilaian terhadap hasil pengobatan penderita dan kinerja program secara
keseluruhan.
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai
akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien
membandingkannya dengan apa yang diharapkannya (Pohan, 2007). Dalam
penelitian ini kepuasan penderita TB Paru dapat dilihat dari pemahaman pengguna
jasa terhadap pelayanan yang akan diberikan, sikap peduli yang ditunjukkan oleh
petugas kesehatan, penampilan fisik, jaminan keamanan yang diberikan,
keandalan dan keterampilan petugas kesehatan, dan kecepatan petugas
memberikan tanggapan atas keluhan klien (Muninjaya, 2004).
Berdasarkan konsep di atas maka kerangka konseptual dalam penelitian ini
Variable yang diteliti
Variable yang tidak diteliti
Skema 3.1 kerangka konseptual penelitian Pelaksanaan Strategi
DOTS: - Komitmen politik - Pemeriksaan dahak
secara mikroskopis - Pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan PMO - Ketersediaan OAT - Pencatatan dan
pelaporan
Kepuasan penderita TB paru tentang pelaksanan strategi DOTS:
- Pemahaman pengguna jasa. - Empati (sikap
peduli)
- Penampilan fisik - Jaminan keamanan - Keandalan dan
keterampilan - Kecepatan petugas
2. Definisi Operasional
Tabel 3.1. Definisi Operasional Kepuasan Penderita TB Paru Tentang
Pelaksanaan Strategi DOTS
No Variabel Definisi
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain deskriptif yang
bertujuan untuk mengidentifikasi kepuasan penderita TB Paru tentang
pelaksanaan strategi DOTS dalam penanggulangan TB Paru di wilayah kerja
Puskesmas Medan Johor.
2. Populasi dan Sampel 2.1. Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah penderita TB Paru yang sedang dalam
program pengobatan TB Paru di Puskesmas Medan Johor. Dari data Puskesmas
Medan Johor mulai bulan Mei - Oktober 2010 jumlah penderita TB Paru yang
sedang berobat adalah sebanyak 32 orang.
2.2. Sampel
Besar sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 32 orang. Menurut
Arikunto (2006), apabila dalam penelitian jumlah subjek kurang dari 100 maka
lebih baik diambil semua. Dalam hal ini penelitian merupakan penelitian populasi
dimana semua populasi menjadi subjek penelitian (total sampling). Adapun
kriteria sampel yang digunakan adalah: penderita TB Paru yang baru pertama kali
menjalani program pengobatan TB Paru dan sudah menjalani pengobatan di atas 2
3. Lokasi dan waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Medan Johor, dengan pertimbangan
masih ditemukan kasus TB Paru setiap bulannya dan puskesmas tersebut
menjalankan program pengobatan TB Paru dengan strategi DOTS serta terdapat
jumlah penderita TB Paru yang memenuhi kriteria penelitian. Penelitian dilakukan
bulan September 2010 - Juni 2011 dan pengumpulan data dilakukan bulan April
2011- Mei 2011.
4. Pertimbangan Etik
Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapatkan izin dari Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan mengajukan surat permohonan izin
penelitian kepada Kepala Puskesmas Medan Johor agar penelitian dapat
dilaksanakan.
Pada pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri,
kemudian menjelaskan maksud, tujuan dan prosedur penelitian kepada responden.
Apabila responden setuju maka responden diminta untuk menandatangani lembar
persetujuan (informed consent) yang telah disediakan oleh peneliti. Bila
responden tidak bersedia atau menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan
memaksa dan tetap menghormati hak responden.
Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak
mencantumkan nama responden pada lembar kuesioner, tetapi dengan memberi
kode pada masing-masing lembar tersebut. Kerahasiaan informasi responden
dijamin oleh peneliti dan data-data yang diperoleh dari responden hanya
5. Instrumen Penelitian dan Pengukuran Validitas-Reliabilitas 5.1. Kuesioner Penelitian
Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat
pengumpul data berupa kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan
berpedoman kepada kerangka konsep dan tinjauan pustaka tentang faktor
kepuasan (Muninjaya, 2004) dan program penanggulangan TB Paru dengan
strategi DOTS.
Instrumen Penelitian ini dibagi dua yaitu: kuesioner pertama tentang data
demografi yang berisi: usia responden, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan,
pekerjaan, status perkawinan, penghasilan dan waktu pengobatan.
Kuesioner kedua mengenai kepuasan penderita TB Paru Tentang
Pelaksanaan Strategi DOTS. Kuesioner penelitian ini terdiri dari 20 pernyataan
meliputi pemahaman pengguna jasa tentang pelayanan yang akan diberikan (1–4),
empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan (5–8), penampilan
fisik (9–11), jaminan keamanan (12–14), keandalan dan keterampilan petugas
(15–17), dan kecepatan petugas (18–20). Kuesioner penelitian ini dinilai dengan
menggunakan skala likert yang dapat dijawab dengan empat pilihan jawaban yaitu
sangat puas, puas, tidak puas dan sangat tidak puas. Semua pernyataan diberi skor
3 untuk jawaban sangat puas, 2 untuk jawaban puas, 1 untuk jawaban tidak puas
dan 0 untuk jawaban sangat tidak puas.
Untuk menentukan katagori tingkat kepuasan penderita TB Paru dilihat
dengan menggunakan rumus statistik menurut Hidayat (2007) yaitu:
dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang (nilai tertinggi dikurangi nilai
terendah). Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 60 dan nilai terendah adalah 0
yang dibagi dalam 4 katagori banyak kelas sehingga panjang kelas yang diperoleh
15. Dengan demikian data tentang kepuasan penderita TB Paru dikategorikan atas
interval kelas sebagai berikut:
0 - 15 = sangat tidak memuaskan
16 - 30 = tidak memuaskan
31 - 45 = memuaskan
46 - 60 = sangat memuaskan
5.2. Uji Validitas dan Reliabilitas
Uji validitas instrumen bertujuan untuk mengetahui suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu
instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas yang tinggi. Sebaliknya,
instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas yang rendah (Arikunto,
2006). Pada penelitian ini untuk menguji validitas instrumen yaitu dengan
melakukan uji kuesioner kepada ahli dari Departemen Keperawatan Komunitas
Fakultas Keperawatan USU.
Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
sejauh mana alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan untuk digunakan
sebagai alat pengumpul data. Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang
memberikan hasil yang sama bila digunakan beberapa kali pada sekelompok
sampel. Dalam penelitian ini menggunakan uji reliabilitas internal yang diperoleh
Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan Cronbach Alpa terhadap 32 orang
responden analisa dilakukan dengan teknik komputerisasi program SPSS, dimana
nilai alpha harus > 0,70 baru dianggap reliable (Polit & Hungler, 1999). Hasil uji
reabilitas untuk kuesioner ini diperoleh nilai 0,914.
6. Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur yang dilakukan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini
dimulai setelah peneliti menerima surat izin dari institusi pendidikan yaitu
Fakultas Keperawatan USU dan surat izin dari Kepala Puskesmas Medan Johor.
Pada saat pengumpulan data peneliti terlebih dahulu menemui satu persatu
responden kemudian memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan, manfaat dan
prosedur penelitian. Setelah mendapatkan persetujuan responden, peneliti
membagikan kuesioner dan diminta untuk mengisi kuesioner dengan memberikan
waktu sekitar 30 menit dan memberikan kesempatan kepada responden untuk
bertanya mengenai pernyataan yang kurang dimengerti. Pengumpulan data
dilakukan pada saat penderita TB Paru datang ke puskesmas Medan Johor untuk
mengambil obat yaitu setiap 7 hari sekali. Apabila pada saat jadwal pengambilan
obat ada penderita TB Paru yang tidak datang ke puskesmas maka peneliti akan
melakukan kunjungan ke rumah penderita untuk melakukan pengumpulan data.
Peneliti mengumpulkan kembali kuesioner dan memeriksa jika ada lembar
kuesioner yang tidak lengkap atau pernyataan yang tidak diisi seluruhnya oleh
responden. Jika ada yang tidak lengkap maka responden diminta untuk
melengkapi. Setelah data terkumpul dari semua responden, maka dilakukan
7. Analisa Data
Setelah semua data terkumpul, maka data dianalisa secara deskriptif. Data
demografi disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase.
Sedangkan data hasil kuesioner kepuasan penderita TB Paru tentang pelaksanaan
strategi DOTS terlebih dahulu akan diolah dengan langkah-langkah sebagai
berikut: (1) Editing, memeriksa kembali kelengkapan data yang diperoleh atau
dikumpulkan. (2) Coding, pemberian kode terhadap data. (3) Entering,
memasukkan data yang telah dikumpulkan. (4) Kemudian data diolah dengan
menggunakan komputerisasi, lalu data disajikan dalam bentuk tabel distribusi
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian serta pembahasan yang
diperoleh dari hasil pengumpulan data terhadap 32 orang responden Penderita TB
Paru di Puskesmas Medan Johor pada bulan April - Mei 2011. Penyajian hasil
penelitian ini meliputi deskriptif karakteristik responden dan kepuasan Penderita
TB Paru tentang Pelaksanaan Strategi DOTS.
1. Hasil Penelitian
1.1. Karakteristik Responden
Berdasarkan penelitian terhadap 32 orang responden Penderita TB Paru
didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden berusia 20-29 tahun yaitu
sebanyak 10 orang (31,3%), sebagian besar responden berjenis kelamin laki laki
sebanyak 17 orang (53,1%), sebagian besar responden beragama Islam sebanyak
19 orang (59,4%), sebagian besar bersuku Batak sebanyak 16 orang (50%),
sebagian besar responden berpendidikan SMU sebanyak 15 orang (46,9%),
sebagian besar responden bekerja sebagai Wiraswasta sebanyak 14 orang (43,8%),
sebagian besar status perkawinannya menikah sebanyak 24 orang (75%), serta
sebagian besar pasien berpenghasilan < Rp.750.000 sebanyak 18 orang (56,3%)
dan sebagian besar waktu pengobatannya pada tahap lanjutan sebanyak 17 orang
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Penderita TB Paru di
Puskesmas Medan Johor
No Karakteristik Frekuensi Persentase (%) 1.
Usia Responden
Tabel 5.1 (Lanjutan)
No Karateristik Frekuensi Persentase (%) 8.
Tahap Awal (intensif) Tahap Lanjutan
1.2. Kepuasan Penderita TB Paru
Dari hasil penelitian diperoleh data yaitu sebagian besar tingkat kepuasan
penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS berada dalam kategori
memuaskan yaitu sebanyak 19 orang (59,4%) dan sangat memuaskan sebanyak 13
orang (40,6%).
Tabel 5.2. Distribusi frekuensi kepuasan Penderita TB Paru tentang Pelaksanaan
Strategi DOTS di Puskesmas Medan Johor.
Kategori Frekuensi Persentase (%)
Sangat tidak memuaskan - -
Tidak memuaskan - -
Memuaskan 19 59,4
Sangat memuaskan 13 40,6
Tingkat kepuasan penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS
dilihat dari beberapa aspek yaitu pemahaman tentang pelayanan yang akan
diberikan, empati (sikap peduli) petugas kesehatan terhadap penderita TB Paru,
penampilan fisik, jaminan keamanan yang diberikan, keandalan dan keterampilan,
dan kecepatan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan
Berdasarkan aspek pemahaman tentang pelayanan yang akan diberikan
menunjukan bahwa 20 orang (62,5%) penderita TB Paru merasa puas dengan
penjelasan tentang program pengobatan TB Paru dan informasi penyakit TB Paru,
19 orang (59,4) merasa puas dengan pemberitahuan pengawas minum obat
(PMO), 18 orang (56,3%) merasa puas dengan penjelasan cara minum obat anti
tuberkulosis (OAT).
Berdasarkan aspek empati (sikap peduli) menunjukan bahwa 20 orang
(62,5%) merasa puas dengan sikap petugas kesehatan yang ramah pada saat
memberikan pelayanan pengobatan TB Paru, 19 orang (59,4%) merasa puas
dengan nasehat yang diberikan oleh petugas kesehatan untuk teratur minum obat
TB paru sampai selesai, 18 orang (56,3%) merasa puas dengan bantuan petugas
kesehatan dalam mengatasi keluhan selama pengobatan TB Paru, 17 orang
(53,1%) merasa puas dengan petugas kesehatan yang selalu mengingatkan untuk
melakukan pemeriksaan ulang dahak.
Berdasarkan aspek penampilan fisik menunjukkan bahwa 21 orang
(65,6%) merasa puas dengan ruangan pengobatan TB Paru dalam keadaan bersih
dan nyaman, 20 orang (62,3%) merasa puas dengan penampilan Petugas
kesehatan yang bersih dan rapi saat memberikan pelayanan pengobatan TB Paru,
19 orang (59,4%) merasa puas dengan peralatan yang digunakan untuk
pemeriksaan dahak dalam keadaan bersih.
Berdasarkan aspek jaminan menunjukkan bahwa 18 orang (56,3%) puas
dengan obat selalu tersedia pada saat datang untuk mengambil obat TB Paru, 21
keadaan baik dan bersegel pada saat diberikan, 23 orang (71,9%) merasa puas
dengan PMO yang selalu mengawasi pada saat minum obat TB Paru.
Berdasarkan aspek keandalan dan keterampilan menunjukkan bahwa 24
orang (75%) merasa puas dengan keterampilan petugas kesehatan pada saat
memberikan pelayanan pengobatan TB Paru, 16 orang (50%) merasa sangat puas
dengan petugas kesehatan yang selalu mengisi kartu berobat TB Paru dengan
baik, 25 orang (78,1%) bantuan petugas kesehatan dalam menentukan PMO.
Berdasarkan aspek kecepatan menunjukkan bahwa 20 orang (62,5%)
merasa puas dengan kecepatan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan
saat pengambilan obat TB Paru, 16 orang (50%) merasa puas dengan kecepatan
petugas kesehatan untuk memberitahukan hasil pemeriksaan dahak, 22 orang
(68,8%) merasa puas dengan kecepatan petugas kesehatan dalam merespon
keluhan dari efek samping obat TB Paru.
Tabel 5.3. Distribusi frekuensi kepuasan Penderita TB Paru tentang Pelaksanaan
Strategi DOTS di Puskesmas Medan Johor.
No PERNYATAAN SP P TP STP
N % N % N % N %
A. Pemahaman tentang pelayanan yang diberikan
1. Petugas kesehatan menjelaskan tentang program pengobatan TB Paru dengan baik.
12 37,5 20 62,5 - - - -
2. Petugas kesehatan memberikan informasi penyakit TB Paru dengan jelas.
12 37,5 20 62,5 - - - -
3. Petugas kesehatan memberitahu tentang pengawas minum obat (PMO) dengan baik.
Tabel 5.3. (Lanjutan)
No PERNYATAAN SP P TP STP
N % N % N % N %
4. Petugas kesehatan menjelaskan cara minum obat anti tuberkulosis (OAT) dengan jelas.
13 40,6 18 56,3 1 3,1 - -
B. Empati (sikap peduli)
5. Petugas kesehatan bersikap ramah pada saat memberikan pelayanan pengobatan TB Paru.
11 34,4 20 62,5 1 3,1 - -
6. Petugas kesehatan memberikan nasehat untuk teratur minum obat TB Paru sampai selesai.
13 40,6 19 59,4 - - - -
7. Petugas kesehatan membantu mengatasi keluhan anda selama pengobatan TB Paru.
14 43,8 18 56,3 - - - -
8. Petugas kesehatan mengingatkan untuk melakukan pemeriksaan ulang dahak sesuai dengan jadwal.
14 43,8 17 53,1 1 3,1 - -
C. Penampilan fisik
9. Ruangan pengobatan TB Paru dalam keadaan bersih dan nyaman.
9 28,1 21 65,6 2 6,3 - -
10. Petugas kesehatan
berpenampilan bersih dan rapi saat memberikan pelayanan pengobatan TB Paru.
10 31,3 20 62,5 2 6,3 - -
11. Peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan dahak dalam keadaan bersih.
13 40,6 19 59,4 - - - -
D. Jaminan keamanan
12. Obat selalu tersedia pada saat anda datang untuk mengambil obat TB Paru.
14 43,8 18 56,3 - - - -
13. Kondisi dan keadaan obat TB Paru dalam keadaan baik dan bersegel pada saat diberikan kepada anda.
Tabel 5.3. (Lanjutan)
No PERNYATAAN SP P TP STP
N % N % N % N %
14. PMO selalu mengawasi anda pada saat minum obat TB Paru.
8 25 23 71,9 1 3,1 - -
E. Keandalan dan keterampilan
15. Petugas kesehatan memiliki keterampilan yang baik saat
memberikan pelayanan pengobatan TB Paru.
8 25 24 75 - - - -
16. Petugas kesehatan selalu mengisi kartu berobat TB Paru dengan baik.
16 50 16 50 - - - -
17. Petugas kesehatan membantu anda dalam menentukan siapa yang menjadi PMO.
7 21,9 25 78,1 - - - -
F. Kecepatan
18. Petugas kesehatan cepat memberikan pelayanan pada saat pengambilan obat TB Paru.
7 21,9 20 62,5 5 15,6 - -
19. Petugas kesehatan cepat memberitahukan hasil pemeriksaan dahak.
10 31,3 16 50 6 18,8 - -
20. Petugas kesehatan cepat merespon keluhan dari efek samping obat TB Paru.
10 31,3 22 68,8 - - - -
2. Pembahasan
2.1. Karakteristik Responden
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang berusia
20 – 29 tahun (31,3%) dan usia 30 – 39 tahun (28,1%). Hal ini sesuai dengan
beberapa penelitian yang menyimpulkan penyakit TB Paru terutama ditemukan
pada usia produktif (Kariani, 2006; Mairinadiah, 2009; Nurainun 2009).
terjadi karena perbedaan gaya hidup antara laki dan perempuan, dimana
laki-laki punya kebiasaan hidup yang buruk seperti merokok, minum alkohol dan
begadang yang mengakibatkan daya tahan tubuh menjadi lemah (Aditama, 2002).
Kurang dari setengah responden berpendidikan SMU (46,9%), dengan relatif
tingginya pendidikan responden kesadaran untuk menjalani pengobatan TB Paru
secara teratur dan lengkap juga relatif tinggi hal ini sesuai dengan penelitian
Gitawati (2002) dengan judul penelitian studi kasus hasil pengobatan tuberkulosis
paru di 10 Puskesmas di DKI Jakarta 1996 – 1999.
Kurang dari setengah responden bekerja sebagai wiraswasta (43,8%) dan
lebih dari setengah responden berpenghasilan kurang dari Rp.750.000,- per bulan
(56,3%), pada umumnya TB paru menyerang kelompok masyarakat dengan sosial
ekonomi rendah, penyakit ini menular dengan cepat pada orang yang rentan dan
daya tahan tubuh lemah (Aditama, 2002). Diperkirakan seorang penderita TB
dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut
berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%.
Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15
tahun (Depkes, 2007). Mayoritas responden telah menjalani pengobatan pada
tahap lanjutan (53,1%) dan sisanya pada tahap awal (46,9%).
2.2. Kepuasan Penderita TB Paru
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar kepuasan
penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS berada dalam kategori
memuaskan (59,4%). Hal ini menggambarkan bahwa keinginan dan kebutuhan
DOTS sudah dijalankan dengan baik serta optimal sehingga dapat meningkatkan
kepuasan Penderita TB paru, hal ini sejalan dengan penelitian Nurainun (2009)
bahwa pelaksanaan program penanggulangan TB Paru di Puskesmas Aek
Kanopan Labuhanbatu Utara adalah optimal. Meskipun demikian tingkat
kepuasan pada setiap individu berbeda dan bervariasi.
Tingkat kepuasan penderita TB Paru dipengaruhi oleh kinerja pelayanan
kesehatan dalam melaksanakan strategi DOTS yang dapat dilihat dari beberapa
aspek yaitu pemahaman tentang pelayanan yang akan diberikan, empati (sikap
peduli) petugas kesehatan terhadap penderita TB Paru, penampilan fisik, jaminan
keamanan yang diberikan, keandalan dan keterampilan, dan kecepatan petugas
kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan pengobatan TB Paru
(Muninjaya, 2004).
Berdasarkan aspek pemahaman tentang pelayanan yang akan diberikan
mayoritas penderita TB Paru merasa puas dengan informasi dan penjelasan yang
diberikan oleh petugas kesehatan seperti penjelasan tentang program pengobatan
TB Paru, pengawas minum obat (PMO), cara minum obat anti tuberkulosis
(OAT), dan informasi tentang penyakit TB Paru. Hal ini sesuai dengan pendapat
Muninjaya (2004) bahwa informasi yang tepat dan jelas merupakan faktor yang
dominan untuk menentukan seseorang itu puas atau tidak puas terhadap suatu
pelayanan. Betapa pentingnya peran petugas kesehatan sebagai konsultan yang
menjadi sumber informasi (tempat bertanya) bagi klien dan keluarga tentang
sesuatu yang berhubungan dengan masalah kesehatan.
Berdasarkan aspek empati (sikap peduli) petugas kesehatan, mayoritas
ramah pada saat memberikan pelayanan, memberikan nasehat untuk teratur
minum obat, membantu mengatasi keluhan dan mengingatkan untuk melakukan
pemeriksaan dahak. Hal ini sejalan dengan pendapat Suryani (2005) seorang
petugas kesehatan yang bersikap empati pada klien akan mampu memberikan
alternatif pemecahan masalah bagi klien, karena sekalipun ia turut merasakan
permasalahan kliennya tetapi ia tidak larut dalam masalah tersebut sehingga
petugas kesehatan dapat memikirkan masalah yang dihadapi klien secara objektif.
Berdasarkan aspek penampilan fisik, mayoritas penderita TB Paru merasa
puas dengan keadaan ruang dan peralatan pengobatan TB Paru yang bersih serta
penampilan petugas kesehatan yang rapi. Hal ini sesuai pendapat Harianto (2005)
yang menyatakan bahwa sarana dan fasilitas fisik yang dapat langsung dirasakan
oleh pelanggan dalam pelayanan seperti kecukupan tempat duduk di ruang
tunggu, kenyamanan ruang tunggu dan penampilan fisik petugas yang melayani
termasuk menjamin mutu pelayanan. Mardaleta (2005) mengatakan bahwa klien
akan merasa senang, nyaman dan puas jika penampilan jasa pelayanan enak
dipandang. Namun ada responden yang tidak puas sebanyak 4 orang (12,6%)
dengan keadaan ruangan dan penampilan petugas kesehatan. Berdasarkan hasil
survei tentang kepuasan pasien di puskesmas Kartasura bahwa aspek kebersihan
merupakan aspek yang belum memuaskan bagi pasien (Hertiana, 2009).
Berdasarkan aspek jaminan, mayoritas penderita TB Paru merasa puas
dengan jaminan yang diberikan terdiri dari ketersediaan obat, kondisi dan keadaan
obat serta peran PMO yang mengawasi sewaktu minum obat. Pramitasari (2007)
nyaman apabila peralatan yang ada dan pelayanan yang diberikan sudah sesuai
dengan standar.
Berdasarkan aspek keandalan dan keterampilan, mayoritas penderita TB
Paru merasa puas dengan keterampilan petugas kesehatan pada saat memberikan
pelayanan, melakukan pengisian kartu berobat TB paru, dan membantu dalam
menentukan pengawas minum obat (PMO). Hal ini sesuai dengan pendapat
Hendriani (2006) salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang petugas
kesehatan dalam memberikan pelayanan adalah kemampuan teknis atau
ketrampilan seseorang dalam menyelesaikan tugasnya sesuai dengan prosedur
pelayanan atau Standard Operating Procedure (SOP).
Berdasarkan aspek kecepatan, mayoritas penderita TB Paru merasa puas
dengan kecepatan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan pada waktu
mengambil obat, memberitahu hasil pemeriksaan dahak dan kecepatan untuk
merespon keluhan efek samping obat TB Paru. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Gatushanti (2003) dengan judul tingkat kepuasan pasien terhadap
kualitas pelayanan jasa pada Rumah Sakit Islam Surakarta menunjukkan bahwa
responden menyatakan puas (25,93%), menurut pendapatnya bahwa kecepatan
petugas kesehatan pada saat pasien membutuhkan, pemberian informasi kepada
pasien dengan jelas dan mudah dipahami, kemampuan petugas kesehatan dalam
menyelesaikan keluhan atau masalah pasien berhubungan langsung dengan mutu
pelayanan yang diberikan dan sesuai dengan yang diharapkan. Akan tetapi
sebanyak 5 orang (15,6%) menyatakan tidak puas dengan kecepatan petugas
kesehatan dalam memberikan pelayanan pada waktu mengambil obat dan 6 orang
memberitahu hasil pemeriksaan dahak. Hal ini menggambarkan bahwa petugas
kesehatan masih lambat memberikan pelayanan kepada penderita TB paru, ini
disebabkan karena keterbatasan jumlah petugas kesehatan yang bertugas untuk
memberikan pelayanan kepada penderita TB Paru. Penelitian Nursini (2010)
dengan judul analisis pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien rawat
jalan di Puskesmas Teras Boyolali tahun 2010 menyatakan bahwa ada pengaruh
dimensi kecepatan terhadap kepuasan pasien, dimana sebanyak 40% pasien
mengeluh mengenai kecepatan pelayanan oleh petugas puskesmas yang kurang
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan April sampai
dengan Mei 2011 di Puskesmas Medan Johor maka diperoleh kesimpulan dan
saran sebagai berikut :
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian kepuasan penderita TB Paru tentang
pelaksanaan strategi DOTS dalam penanggulangan TB Paru di wilayah kerja
Puskesmas Medan Johor, sebanyak 19 orang (59,4%) berada pada kategori
memuaskan, sebanyak 13 orang (40,6%) berada pada kategori sangat memuaskan
serta tidak ada responden yang berada pada kategori tidak memuaskan dan sangat
tidak memuaskan. Sehingga secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa
kepuasan penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS berada pada
kategori memuaskan (59,4%).
2. Saran
2.1. Bagi Pendidikan Keperawatan
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kepuasan penderita TB Paru
tentang pelaksanaan strategi DOTS berada pada kategori memuaskan, sehingga
hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan informasi
2.2. Bagi Puskesmas Medan Johor
Dari hasil penelitian ini disarankan supaya Puskesmas Medan Johor lebih
meningkatkan lagi pelayanan pengobatan TB Paru dengan strategi DOTS
khususnya dalam aspek kecepatan memberikan pelayanan kepada penderita TB
Paru dan meningkatkan kebersihan ruangan pengobatan TB Paru agar kepuasan
penderita TB Paru dapat meningkat dan menyelesaikan program pengobatan
sampai selesai/tuntas.
2.3. Bagi Penelitian Selanjutnya
Disarankan bagi penelitian selanjutnya untuk melakukan penelitian dengan
menggunakan desain yang berbeda seperti desain deskriptif korelasi dengan
tujuan untuk menggambarkan hubungan antara kepuasan penderita TB Paru