• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kepuasan Penderita TB Paru Tentang Pelaksanaan Strategi DOTS dalam Penanggulangan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Kepuasan Penderita TB Paru Tentang Pelaksanaan Strategi DOTS dalam Penanggulangan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

KEPUASAN PENDERITA TB PARU TENTANG

PELAKSANAAN STRATEGI DOTS DALAM

PENANGGULANGAN TB PARU DI WILAYAH KERJA

PUSKESMAS MEDAN JOHOR

SKRIPSI

Oleh Amri Gaja Putra

071101035

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

Judul : Kepuasan Penderita TB Paru Tentang Pelaksanaan Strategi DOTS dalam Penanggulangan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor

Nama : Amri Gaja Putra

NIM : 071101035

Jurusan : Sarjana Keperawatan Tahun Akademik : 2010/2011

ABSTRAK

TB Paru merupakan salah satu masalah kesehatan penting di Indonesia. Angka prevalensi TB Paru di Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan terjadi pada lebih dari 70% usia produktif. Untuk menanggulangi kasus TB Paru di Indonesia dilaksanakan program penanggulangan TB Paru melalui strategi DOTS. Untuk tercapainya tujuan tersebut puskesmas sebagai pelaksana program penanggulangan TB Paru di masyarakat perlu melakukan evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukan dalam memberikan pelayanan kepada penderita TB Paru dengan cara mengukur atau menilai kepuasan penderita TB Paru.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kepuasan penderita TB paru tentang pelaksanaan strategi DOTS dalam penanggulangan TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan metode pengambilan sampel secara total sampling. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah 32 orang penderita TB Paru yang sedang menjalankan program pengobatan di Puskesmas Medan Johor. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari data demografi responden dan kepuasan penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS di Puskesmas Medan Johor.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 32 orang penderita TB Paru terdapat 19 orang (59,4%) menyatakan memuaskan dan 13 orang (40,6%) menyatakan sangat memuaskan. Sehingga tingkat kepuasan penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS dalam penanggulangan TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor berada dalam kategori memuaskan.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan Kehadirat Allah SWT atas segala berkah

dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Kepuasan Penderita TB Paru tentang Pelaksanaan Strategi DOTS dalam

Penanggulangan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor”.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih

kepada pihak-pihak yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta bantuan

dalam pembuatan skripsi ini kepada :

1. Bapak dr.Dedi Ardinata, M.Kes, sebagai Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara dan Ibu Erniyati, S.Kp, MNS sebagai

Pembantu Dekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Ikhsanuddin A. Harahap, S.Kp, MNS sebagai dosen pembimbing

akademik yang telah banyak memberikan masukkan dan arahan selama

penulis mengikuti pendidikan.

3. Ibu Siti Zahara Nasution, S.Kp, MNS sebagai dosen pembimbing yang

telah banyak memberikan arahan, waktu, bimbingan, serta bantuan selama

penulisan skripsi ini.

4. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS dan Bapak Ismayadi, S.Kep, Ns sebagai

dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan untuk

perbaikan skripsi ini.

5. Staf dosen Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara atas bantuan

(5)

6. Kepala Puskesmas Medan Johor yang telah memberikan kesempatan kepada

penulis untuk melakukan penelitian di Puskesmas Medan Johor.

7. Kedua orang tua dan adik-adik yang saya sayangi yang telah memberi

motivasi,dan dukungan moral maupun materil selama pendidikan hingga

penulisan skripsi ini.

8. Teman-teman Fakultas Keperawatan angkatan 2007 atas segala doa,

dukungan, dan kerjasama yang baik dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan di bidang keperawatan dan pihak-pihak yang

membutuhkan. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya

membangun untuk penyempurnaan skripsi ini.

Medan, 21 Mei 2011

Penulis,

(6)

DAFTAR ISI

Halaman Judul ……… i

Halaman Pengesahan ……….…. ii

Abstrak ……… iii

2. Pertanyaan Penelitian ………. 5

3. Tujuan Penelitian ……… 5

1.4.Cara Penularan dan Resiko Penularan TB Paru ……….. 8

1.5.Penemuan Penderita TB Paru ……….. 9

1.6.Pengobatan TB Paru ……… 10

2. Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas ………. 13

2.1.Strategi DOTS ……… 14

2.2.Penyuluhan Kesehatan ……… 18

3. Kepuasan ……… 19

3.1.Pengertian ……… 19

3.2.Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan ………. 20

3.3.Klasifikasi Kepuasan ……….. 22

Bab 3. Kerangka Konseptual ………...……… 24

1. Kerangka Konsep ………... 24

2. Definisi Operasional ……….. 26

Bab 4. Metodologi Penelitian………. 27

1. Desain Penelitian ……… 27

2. Populasi dan Sampel ……….. 27

3. Lokasi dan Waktu Penelitian ………. 28

4. Pertimbangan Etik ……….. 28

5. Instrument Penelitian dan Pengukuran Validitas Reliabilitas ……… 29

6. Rencana Pengumpulan Data ……….. 31

7. Analisa Data ………... 32

Bab 5. Hasil Penelitian dan Pembahasan ……… 33

1. Hasil Penelitian ……….. 33

(7)

Bab 6. Kesimpulan dan Saran……….. 44

1. Kesimpulan ………. 44

2. Saran……… 44

Daftar Pustaka ……… 46

Lampiran-lampiran ………..…………. 49

1. Lembar Persetujuan Responden ……… 49

2. Instrumen Penelitian ……… 50

3. Uji Reliabilitas………. 53

4. Table Distribusi Frekuensi……….. 55

5. Daftar Konsul Skripsi ………. 58

6. Jadwal Penelitian ……… 59

7. Taksasi Dana……… 60

8. Surat Izin Penelitian……… 61

(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Paduan OAT ……….. 11

Tabel 3.1. Definisi Operasional ……….. 26

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Penderita TB Paru 34

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Kepuasan Penderita TB Paru ……….. 35

(9)

DAFTAR SKEMA

(10)

Judul : Kepuasan Penderita TB Paru Tentang Pelaksanaan Strategi DOTS dalam Penanggulangan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Medan Johor

Nama : Amri Gaja Putra

NIM : 071101035

Jurusan : Sarjana Keperawatan Tahun Akademik : 2010/2011

ABSTRAK

TB Paru merupakan salah satu masalah kesehatan penting di Indonesia. Angka prevalensi TB Paru di Indonesia pada tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan terjadi pada lebih dari 70% usia produktif. Untuk menanggulangi kasus TB Paru di Indonesia dilaksanakan program penanggulangan TB Paru melalui strategi DOTS. Untuk tercapainya tujuan tersebut puskesmas sebagai pelaksana program penanggulangan TB Paru di masyarakat perlu melakukan evaluasi terhadap kegiatan yang dilakukan dalam memberikan pelayanan kepada penderita TB Paru dengan cara mengukur atau menilai kepuasan penderita TB Paru.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kepuasan penderita TB paru tentang pelaksanaan strategi DOTS dalam penanggulangan TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan metode pengambilan sampel secara total sampling. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah 32 orang penderita TB Paru yang sedang menjalankan program pengobatan di Puskesmas Medan Johor. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang terdiri dari data demografi responden dan kepuasan penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS di Puskesmas Medan Johor.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 32 orang penderita TB Paru terdapat 19 orang (59,4%) menyatakan memuaskan dan 13 orang (40,6%) menyatakan sangat memuaskan. Sehingga tingkat kepuasan penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS dalam penanggulangan TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor berada dalam kategori memuaskan.

(11)

BAB 1 PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan

oleh kuman TBC (Mycobacterium tuberculosis), sebagian besar kuman TBC

menyerang paru. TB Paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis

merupakan penyakit kronis (menahun) yang telah lama dikenal oleh masyarakat

luas dan ditakuti karena menular. Penyakit ini menjadi tidak terkendali pada

sebagian besar dunia, dan salah satu penyebab utama kematian di Indonesia serta

negara-negara berkembang lainnya (Depkes, 2002).

Menurut Depkes (2010), TB merupakan salah satu masalah kesehatan

penting di Indonesia. Selain itu, Indonesia menduduki peringkat ke-3 negara

dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia setelah India dan China. Jumlah

penderita TB di Indonesia adalah sekitar 5,8 % dari total jumlah penderita TB

dunia. Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terdapat 528.000 kasus TB baru

dengan kematian sekitar 91.000 orang. Angka prevalensi TB di Indonesia pada

tahun 2009 adalah 100 per 100.000 penduduk dan TB terjadi pada lebih dari 70%

usia produktif. Dalam keadaan itu kerugian ekonomi akibat TB juga cukup besar.

Di Sumatera Utara pada tahun 2008 ditemukan sebanyak 14.158 orang

penderita TB Paru dan 264 orang diantaranya meninggal dunia. Sebagian besar

penderita TB Paru tersebut berusia 17 – 54 tahun (kelompok usia produktif)

dengan persentase jumlah mencapai 70%. Seorang penderita dengan BTA positif

(12)

menyebabkan tingginya angka penderita TB Paru di Sumatera Utara (Depkes,

2009).

Untuk menanggulangi kasus TB Paru di Indonesia bertepatan dengan

peringatan hari TB Paru sedunia, Menteri Kesehatan Indonesia pada tanggal 24

Maret 1999 mencanangkan dimulainya Gerakan Terpadu Nasional

Penanggulangan TB (Gerdunas TB) sebagai wahana untuk pemberantasan TB

Paru. Penanggulangan TB Paru dilaksanakan dengan strategi Directly Observed

Treatment Shortcourse (DOTS) atau pengawasan langsung menelan obat, yang

dilaksanakan di puskesmas juga melibatkan rumah sakit. DOTS adalah strategi

program pemberantasan tuberkulosis paru yang direkomendasikan oleh WHO

tahun 1995. (Depkes, 2007; Santa, 2009).

Strategi DOTS mempunyai lima komitmen penting yaitu: komitmen

politik dari para pengambil keputusan termasuk dukungan dana, penemuan

penderita dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis, pengobatan dengan

paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek dengan pengawasan

langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO), jaminan tersedianya OAT jangka

pendek secara teratur, menyeluruh dan tepat waktu dengan mutu terjamin, serta

sistem pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan

evaluasi program penanggulangan TB Paru. Sejak tahun 2000 strategi DOTS

dilaksanakan secara Nasional di seluruh UPK (Unit Pelayanan Kesehatan)

terutama Puskesmas yang di integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar

(Depkes,2007; Aditama, 2002).

Tujuan dari program penanggulangan tuberkulosis nasional, yaitu angka

(13)

penatalaksanaan penyakit TB merupakan hal penting yang harus diperhatikan

yaitu tidak sekedar memastikan pasien menelan obat sampai dinyatakan sembuh,

tetapi juga berkaitan dengan pengelolaan sarana bantu yang dibutuhkan, petugas

yang terkait, pencatatan, pelaporan, evaluasi kegiatan dan rencana tindak

lanjutnya. Sehingga dalam jangka waktu 5 tahun kedepan angka prevalensi TB di

Indonesia dapat diturunkan sebesar 50% (Depkes, 2007).

Untuk tercapainya tujuan tersebut puskesmas sebagai pelaksana program

penanggulangan TB Paru di masyarakat perlu melakukan evaluasi terhadap

kegiatan yang dilakukan dalam memberikan pelayanan kepada penderita TB Paru

dengan cara mengukur atau menilai kepuasan penderita TB. Pohan (2007)

menyatakan bahwa pasien yang mengalami kepuasan terhadap layanan kesehatan

yang diselenggarakan cenderung mematuhi nasihat, setia, atau taat terhadap

rencana pengobatan yang telah disepakati. Sebaliknya, pasien yang tidak

merasakan kepuasan atau kekecewaan sewaktu menggunakan layanan kesehatan

cenderung tidak mematuhi rencana pengobatan, tidak mematuhi nasihat, berganti

dokter atau pindah ke fasilitas layanan kesehatan lainnya.

Menurut Pohan (2007) kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan

pasien yang timbul sebagai akibat dari kinerja layanan kesehatan yang

diperolehnya setelah pasien membandingkan dengan apa yang diharapkannya.

Heriandi (2006) menyatakan bahwa kepuasan pasien akan tercapai apabila setiap

pasien memperoleh hasil yang optimal dari pelayanan, adanya perhatian terhadap

kemampuan pasien/keluarga, terhadap keluhan, kondisi lingkungan fisik dan

(14)

Layanan kesehatan yang bermutu sering dipersepsikan sebagai suatu

layanan kesehatan yang dibutuhkan, dalam hal ini akan ditentukan oleh profesi

layanan kesehatan dan sekaligus diinginkan baik oleh klien (individu) ataupun

masyarakat serta terjangkau oleh daya beli masyarakat. Ada beberapa aspek yang

mempengaruhi kepuasan pasien terhadap layanan kesehatan yaitu kesembuhan,

kebersihan, informasi yang lengkap tentang penyakit, memberi jawaban yang

dimengerti, memberi kesempatan untuk bertanya, ketersediaan obat, privasi,

waktu tunggu, kesinambungan layanan oleh petugas yang sama, dan biaya

layanan kesehatan (Ferry, 2009; Pohan, 2007).

Berdasarkan survey awal yang dilakukan peneliti di puskesmas Medan

Johor dengan jumlah penduduk di wilayah kerja puskesmas sebanyak 83.106

orang. Diperoleh data mengenai jumlah penderita TB Paru pada periode bulan

Januari sampai Oktober 2010 sebanyak 55 orang dengan hasil pemeriksaan kultur

BTA positif dan yang sedang menjalani pengobatan sebanyak 32 orang,

kebanyakan usia penderita adalah usia produktif. Data ini menggambarkan bahwa

masih terdapat penderita TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Medan Johor setiap

bulannya, walaupun telah dilakukan program penanggulangan TB Paru dengan

strategi DOTS. Untuk melihat pelaksanaan program tersebut maka perlu

dilakukan pengukuran yang dinilai dari sudut pandang penderita TB Paru tentang

kepuasannya dalam menjalani program pengobatan TB Paru. Bila penderita TB

Paru tidak puas / kecewa harus segera diketahui faktor penyebabnya dan segera

dilakukan koreksi atau perbaikan karena apabila tidak segera ditangani dan

berlangsung terus menerus dalam jangka waktu yang lama, akan mengakibatkan

(15)

Berdasarkan penjelasan dan fakta di atas maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian kepuasan penderita TB paru tentang pelaksanaan strategi

DOTS dalam penanggulangan TB Paru di wilayah kerja puskesmas Medan Johor.

2. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian ini adalah bagaimana kepuasan penderita TB paru

tentang pelaksanaan strategi DOTS dalam penanggulangan TB Paru di wilayah

kerja puskesmas Medan Johor.

3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah : untuk mengidentifikasi kepuasan

penderita TB paru tentang pelaksanaan strategi DOTS dalam penanggulangan TB

Paru di wilayah kerja puskesmas Medan Johor.

4. Manfaat Penelitian

4.1. Praktek Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi tambahan dan

masukan bagi praktek keperawatan, khususnya keperawatan komunitas dalam

memberikan pelayanan kesehatan pengobatan TB paru dengan strategi DOTS di

puskesmas.

4.2. Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan

gambaran bagi keperawatan komunitas mengenai kepuasan penderita TB paru

(16)

4.3. Pelayanan Kesehatan (Puskesmas)

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi petugas

kesehatan puskesmas untuk memantau dan meningkatkan program

penanggulangan TB paru dengan strategi DOTS.

4.4. Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi atau sumber pustaka

(17)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Tuberkulosis 1.1. Pengertian

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang

penyakit parenkim paru (Brunner & Suddarth, 2002). Tuberkulosis adalah suatu

penyakit infeksius yang menyerang paru-paru yang secara khas ditandai oleh

pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat

menahun dan dapat menular dari penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).

Menurut Depkes (2007) Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung

yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar

kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

1.2. Etiologi

Mycobacterium tuberculosis merupakan penyebab dari TB paru. kuman ini

bersifat aerob sehingga sebagian besar kuman menyerang jaringan yang memiliki

konsentrasi tinggi seperti paru-paru. Kuman ini berbentuk batang, mempunyai

sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut

sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman ini cepat mati dengan sinar matahari

langsung, tetapi dapat bertahan hidup sampai beberapa jam di tempat yang gelap

dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat dorman (tertidur lama) selama

(18)

1.3. Diagnostik TB Paru

Gejala utama penderita TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu

atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur

darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan

menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang

lebih dari satu bulan.

Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain

TB, seperti bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain.

Mengingat prevalensi TB di Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang

yang datang ke UPK dengan gejala tersebut diatas, dianggap sebagai seorang

tersangka (suspek) penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara

mikroskopis langsung. Pemeriksaan dahak untuk penegakan diagnosis dilakukan

dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari

kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS) (Depkes, 2007).

1.4. Cara Penularan dan Resiko Penularan TB Paru

Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk

atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak

(droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.

Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam

waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar

matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama

beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab.Daya penularan seorang

(19)

Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular

penderita tersebut. Faktor yang kemungkinkan seseorang terpajan kuman TB

ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara

tersebut.

Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.

Penderita TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko

penularan lebih besar dari penderita TB paru dengan BTA negatif. Risiko

penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis

Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu

tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000 penduduk

terinfeksi setiap tahun. ARTI di Indonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB

dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberkulin negative menjadi positif (Depkes,

2007).

1.5. Penemuan penderita TB Paru

Kegiatan penemuan penderita terdiri dari penjaringan suspek, diagnosis,

penentuan klasifikasi penyakit dan tipe penderita. Penemuan penderita merupakan

langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan TB. Penemuan dan

penyembuhan penderita TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan

kesakitan dan kematian akibat TB, penularan TB di masyarakat dan sekaligus

merupakan kegiatan pencegahan penularan TB yang paling efektif di masyarakat.

Penemuan penderita TB dilakukan secara pasif dengan promosi aktif.

Penjaringan tersangka penderita dilakukan di unit pelayanan kesehatan didukung

(20)

untuk meningkatkan cakupan penemuan tersangka penderita TB. Pemeriksaan

terhadap kontak penderita TB, terutama mereka yang BTA positif dan pada

keluarga anak yang menderita TB yang menunjukkan gejala sama, harus diperiksa

dahaknya. Penemuan secara aktif dari rumah ke rumah, dianggap tidak cost efektif

(Depkes,2007).

1.6. Pengobatan TB Paru

Tujuan Pengobatan TB paru yaitu untuk menyembuhkan penderita,

mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan

mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT (Obat Anti Tuberkulosis).

Jenis OAT terdiri dari Isoniazid (H), Rifampisin (R), Pirazinamid (Z),

Etambutol (E) dan Streptomisin (S). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap,

yaitu tahap intensif dan lanjutan, Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat

obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya

resistensi obat, bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,

biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu,

sebagian besar penderita TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2

bulan. Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun

dalam jangka waktu yang lebih lama, tahap lanjutan penting untuk membunuh

kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.

1.6.1. Paduan OAT yang digunakan di Indonesia

Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan

(21)

• Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.

• Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3.

• Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE) • Kategori Anak: 2HRZ/4HR

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket

berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak

sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak. Tablet OAT KDT ini

terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan

dengan berat badan penderita. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu

penderita. Paket kombipak adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid,

Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister.

Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan

penderita yang mengalami efek samping OAT KDT. Paduan Obat Anti

Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk

memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas)

pengobatan sampai selesai. Satu paket untuk satu penderita dalam satu masa

pengobatan.

Tabel 2.1. Paduan OAT

Katagori Rumus Indikasi Tahap

intensif

Tahap lanjutan

I 2HRZE/

4H3R3

• Penderita baru TB paru BTA positif. • Penderita TB paru

BTA negatif foto toraks positif • Penderita TB ekstra

(22)

Tabel 2.1. (Lanjutan)

II 2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3

• Penderita kambuh (relaps)

• Penderita gagal • Penderita dengan

pengobatan setelah

pengobatan TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu 6 bulan. Dosis obat harus disesuaikan dengan

Paduan OAT Sisipan (HRZE), Bila pada akhir tahap intensif pengobatan

penderita baru BTA positif dengan kategori 1 atau penderita BTA positif

pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif,

diberikan obat sisipan (HRZE) setiap hari selama 1 bulan (Depkes, 2007).

1.6.2. Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif

Hasil pengobatan seorang penderita dapat dikategorikan: sembuh,

(23)

dan gagal. Sembuh yaitu penderita telah menyelesaikan pengobatannya secara

lengkap dan pemeriksaan ulang dahak (follow-up) hasilnya negatif pada akhir

pengobatan dan pada satu pemeriksaan follow-up sebelumnya. Pengobatan

Lengkap adalah penderita yang telah menyelesaikan pengobatannya secara

lengkap tetapi tidak memenuhi persyaratan sembuh atau gagal. Meninggal adalah

penderita yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun. Pindah

adalah penderita yang pindah berobat ke unit dengan register TB 03 yang lain dan

hasil pengobatannya tidak diketahui. Default (Putus berobat) adalah penderita

yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya

selesai. Gagal adalah penderita yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau

kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

2. Program Penanggulangan TB Paru di Puskesmas

Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan menyeluruh, puskesmas

menjalankan beberapa program pokok salah satunya adalah program

pemberantasan penyakit menular (P2M) seperti program penanggulangan TB Paru

yang dilakukan dengan strategi DOTS dan Penyuluhan Kesehatan. Pada tahun

1995, program nasional penanggulangan TB mulai menerapkan strategi DOTS

dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap. Sejak tahun 2000 strategi DOTS

dilaksanakan secara Nasional di seluruh UPK (Unit Pelayanan Kesehatan)

terutama Puskesmas yang di integrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar

(24)

2.1. Strategi DOTS

Fokus utama DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse) adalah

penemuan dan penyembuhan penderita, prioritas diberikan kepada penderita TB

tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demikian

menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan

penderita merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB. WHO

telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam penanggulangan

TB sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu

intervensi kesehatan yang paling efektif. Integrasi ke dalam pelayanan kesehatan

dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya (Depkes, 2007).

Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen yaitu:

a. Komitmen politik dari para pengambil keputusan termasuk dukungan dana.

b. Penemuan penderita dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis.

c. Pengobatan dengan paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) jangka pendek

dengan pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO).

d. Jaminan tersedianya OAT jangka pendek secara teratur, menyeluruh dan

tepat waktu dengan mutu terjamin.

e. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian

terhadap hasil pengobatan penderita dan kinerja program secara

keseluruhan.

Komponen pertama yaitu komitmen politik dari para pengambil keputusan

termasuk dukungan dana. Komitmen ini dimulai dengan keputusan pemerintah

untuk menjadikan tuberkulosis sebagai prioritas utama dalam program kesehatan

(25)

terhadap penanggulangan TB Paru atau dukungan dana operasional. Satu hal

penting lain adalah penempatan program penanggulangan TB Paru dalam

reformasi sektor kesehatan secara umum, setidaknya meliputi dua hal penting,

yaitu memperkuat dan memberdayakan kegiatan dan kemampuan pengambilan

keputusan di tingkat kabupaten serta peningkatan cost effectiveness dan efisiensi

dalam pemberian pelayanan kesehatan. Program penanggulangan TB Paru harus

merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari reformasi sektor kesehatan.

Komponen kedua yaitu penemuan penderita dengan pemeriksaan dahak

secara mikroskopis. Utamanya dilakukan pada mereka yang datang ke fasilitas

kesehatan karena keluhan paru dan pernapasan. Pendekatan ini disebut sebagai

passive case finding. Hal ini dipilih mengingat secara umum pemeriksaan

mikroskopis merupakan cara yang paling cost effective dalam menemukan kasus

TB Paru. Dalam hal ini, pada keadaan tertentu dapat dilakukan pemeriksaan

radiografi, seperti rontgen dan kultur dapat dilaksanakan pada unit pelayanan

kesehatan yang memilikinya.

Komponen ketiga yaitu pengobatan dengan paduan Obat Anti

Tuberkulosis (OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh Pengawas

Menelan Obat (PMO). Penderita diawasi secara langsung ketika menelan obatnya,

obat yang diberikan harus sesuai standar dan diberikan seyogiyanya secara gratis

pada seluruh penderita tuberkulosis yang menular dan yang kambuh. Pengobatan

tuberkulosis memakan waktu 6 bulan. Setelah makan obat dua atau tiga bulan

tidak jarang keluhan penderita menghilang, ia merasa dirinya telah sehat, dan

menghentikan pengobatannya. Karena itu harus ada suatu sistem yang menjamin

(26)

ada yang melihat penderita TB Paru menelan obatnya, ini dapat dilakukan oleh

petugas kesehatan, oleh pemuka masyarakat setempat, oleh tetangga penderita

atau keluarganya sendiri.

Komponen keempat yaitu jaminan tersedianya OAT jangka pendek secara

teratur, menyeluruh dan tepat waktu dengan mutu terjamin. Masalah utama dalam

hal ini adalah perencanaan dan pemeliharaan stok obat pada berbagai tingkat

daerah. Untuk ini diperlukan pencatatan dan pelaporan penggunaan obat yang

baik, seperti misalnya jumlah kasus pada setiap kategori pengobatan, kasus yang

ditangani dalam waktu yang lalu (untuk forecasting), data akurat stok

dimasing-masing gudang yang ada.

Komponen kelima yaitu sistem pencatatan dan pelaporan secara baku

untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi program penanggulangan TB Paru.

Setiap penderita TB Paru yang diobati harus mempunyai satu kartu identitas

penderita yang kemudian tercatat di catatan TB Paru yang ada di kabupaten.

Kemanapun penderita ini pergi dia harus menggunakan kartu yang sama sehingga

dapat melanjutkan pengobatan dan tidak sampai tercatat dua kali (Depkes RI,

2007; Aditama, 2002).

2.1.1. Pengawas Minum Obat (PMO)

Salah satu komponen DOTS adalah pengobatan paduan OAT jangka

pendek dengan pengawasan langsung oleh PMO. Untuk menjamin kesembuhan

dan keteraturan pengobatan diperlukan seorang PMO.

Persyaratan untuk menjadi PMO yaitu seseorang yang dikenal, dipercaya

(27)

disegani dan dihormati oleh penderita, seseorang yang tinggal dekat dengan

penderita, bersedia membantu penderita dengan sukarela dan bersedia dilatih atau

mendapat penyuluhan bersama-sama dengan penderita.

Sebaiknya PMO adalah petugas kesehatan, misalnya Bidan di Desa,

Perawat, Pekarya, Sanitarian, Juru Immunisasi, dan lain lain. Bila tidak ada

petugas kesehatan yang memungkinkan, PMO dapat berasal dari kader kesehatan,

guru, anggota PPTI (Perkumpulan Pemberantasan TB Indonesia), PKK, atau

tokoh masyarakat lainnya atau anggota keluarga.

Seorang PMO mempunyai tugas untuk mengawasi penderita TB agar

menelan obat secara teratur sampai selesai pengobatan, memberi dorongan kepada

penderita agar mau berobat teratur, mengingatkan penderita untuk periksa ulang

dahak pada waktu yang telah ditentukan, memberi penyuluhan pada anggota

keluarga penderita TB yang mempunyai gejala-gejala mencurigakan TB untuk

segera memeriksakan diri ke Unit Pelayanan Kesehatan, dan tugas seorang PMO

bukanlah untuk mengganti kewajiban penderita mengambil obat dari unit

pelayanan kesehatan.

Petugas kesehatan harus memberikan informasi penting yang perlu

dipahami PMO untuk disampaikan kepada penderita dan keluarganya bahwa TB

disebabkan kuman bukan penyakit keturunan atau kutukan, TB dapat

disembuhkan dengan berobat teratur, cara penularan TB, gejala-gejala yang

mencurigakan dan cara pencegahannya, cara pemberian pengobatan penderita

(tahap intensif dan lanjutan), pentingnya pengawasan supaya penderita berobat

secara teratur, kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera

(28)

2.2. Penyuluhan Kesehatan

Penyuluhan kesehatan adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan dengan

cara menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan sehingga masyarakat tidak saja

sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan melakukan suatu anjuran yang ada

hubungannya dengan kesehatan. Penyuluhan kesehatan yang merupakan bagian

dari promosi kesehatan adalah rangkaian dari rangkaian kegiatan yang

berlandaskan prinsif-prinsif belajar untuk mencapai suatu keadaan dimana

individu, kelompok, atau masyarakat secara keseluruhan dapat hidup sehat dengan

cara memelihara, melindungi dan meningkatkan kesehatan (Depkes RI,

2002;Effendy, 1998).

Penyuluhan TB Paru perlu dilakukan karena masalah TB Paru banyak

berkaitan dengan masalah pengetahuan dan perilaku masyarakat. Tujuan

penyuluhan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan peran serta

masyarakat dalam penanggulangan TB Paru.

Penyuluhan TB Paru dapat dilaksanakan dengan menyampaikan pesan

penting secara langsung ataupun menggunakan media. Penyuluhan langsung dapat

dilakukan dengan perorangan atau kelompok. Penyuluhan tidak langsung dengan

menggunakan media seperti: bahan cetak seperti leaflet, poster atau spanduk,

sedangkan bentuk media massa dapat berupa koran, majalah, radio dan televisi

(Depkes RI, 2002).

Dalam program penanggulangan TB Paru, penyuluhan langsung

perorangan sangat penting artinya untuk menentukan keberhasilan pengobatan

penderita. Penyuluhan langsung perorangan dapat dilaksanakan oleh tenaga

(29)

penting tentang TB Paru yang dapat disampaikan pada penderita, antara lain:

pengertian atau arti TB Paru, penyebab TB Paru, cara penularan TB Paru dan

resiko penularan TB Paru, riwayat pengobatan sebelumnya, cara pengobatan TB

Paru, pentingnya pengawasan menelan obat.

Sedangkan pada kunjungan berikutnya informasi yang dapat disampaikan

adalah cara menelan obat, jumlah obat dan frekuensi menelan obat, efek samping

dari OAT, pentingnya jadwal pemeriksaan ulang dahak, apa yang dapat terjadi

bila pengobatan tidak teratur atau tidak lengkap. Penyuluhan ini selain ditujukan

kepada penderita, tetapi juga disampaikan kepada keluarganya. Tujuannya supaya

penderita menjalani pengobatan secara teratur sampai sembuh dan bagi anggota

keluarga yang sehat dapat menjaga, melindungi dan meningkatkan kesehatannya,

sehingga terhindar dari penularan TB Paru.

Penyuluhan dengan menggunakan bahan cetak dan media massa dilakukan

untuk dapat menjangkau masyarakat yang lebih luas, untuk mengubah persepsi

masyarakat tentang TB Paru sebagai suatu penyakit yang tidak dapat

disembuhkan dan memalukan, menjadi suatu penyakit yang berbahaya tapi dapat

disembuhkan. Bila penyuluhan ini berhasil, akan meningkatkan penemuan

penderita secara pasif (Depkes RI, 2002).

3. Kepuasan 3.1. Pengertian

Kepuasan menurut Kamus Bahasa Indonesia adalah puas; merasa senang;

perihal (hal yang bersifat puas, kesenangan, kelegaan dan sebagainya). Kepuasan

(30)

dapat memenuhi atau melebihi harapan konsumen, sehingga mempengaruhi

proses pengambilan keputusan untuk pembelian ulang produk yang sama

(Sudibyo, 2008).

Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai

akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien

membandingkannya dengan apa yang diharapkannya sedangkan ketidakpuasan

pasien timbul karena terjadinya kesenjangan antara harapan pasien dengan kinerja

layanan kesehatan yang dirasakannya sewaktu menggunakan layanan kesehatan.

Pasien yang mengalami kepuasan terhadap layanan kesehatan yang

diselenggarakan cenderung mematuhi nasihat, setia, atau taat terhadap rencana

pengobatan yang telah disepakati. Sebaliknya, pasien yang tidak merasakan

kepuasan atau kekecewaan sewaktu menggunakan layanan kesehatan cenderung

tidak mematuhi rencana pengobatan, tidak mematuhi nasihat, berganti dokter atau

pindah ke fasilitas layanan kesehatan lainnya. (Pohan, 2007).

3.2. Faktor –faktor yang mempengaruhi kepuasan

Menurut Muninjaya (2004) Kepuasan pengguna jasa pelayanan kesehatan

dipengaruhi oleh beberapa faktor :

a. Pemahaman pengguna jasa tentang jenis pelayanan yang akan diterimanya.

Dalam hal ini, aspek komunikasi memegang peranan penting karena

pelayanan kesehatan adalah high personal contact.

b. Empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan. Sikap ini

akan menyentuh emosi pasien. Faktor ini akan berpengaruh pada tingkat

(31)

c. Biaya (cost). Tingginya biaya pelayanan dapat dianggap sebagai sumber

moral hazzard bagi pasien dan keluarganya. Sikap kurang peduli

(ignorance) pasien dan keluarga menyebabkan mereka menerima saja jenis

perawatan dan tehnologi kedokteran yang ditawarkan oleh petugas

kesehatan. Akibatnya, biaya perawatn menjadi mahal. Informasi terbatas

yang dimiliki oleh pihak klien dan keluarganya tentang perawatan yang

diterima dapat menjadi sumber keluhan klien. Sistem asuransi kesehatan

dapat mengatasi masalah biaya kesehatan.

d. Penampilan fisik meliputi kerapian petugas, kondisi kebersihan dan

kenyamanan ruangan (tangibility).

e. Jaminan keamanan yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan (assurance).

Ketepatan jadwal pemeriksaan dan kunjungan dokter juga termasuk pada

faktor ini.

f. Keandalan dan keterampilan (reliability) petugas kesehatan dalam

memberikan perawatan.

g. Kecepatan petugas memberikan tanggapan terhadap keluhan klien

(responsiveness).

Pohan (2007) menyatakan ada beberapa aspek yang mempengaruhi

kepuasan pasien yaitu kesembuhan, kebersihan, informasi yang lengkap tentang

penyakit, memberi jawaban yang dimengerti, memberi kesempatan untuk

bertanya, ketersediaan obat, privasi atau keleluasaan pribadi dalam kamar periksa,

waktu tunggu, kesinambungan layanan oleh petugas yang sama, tersedianya toilet,

(32)

3.3. Klasifikasi kepuasan

Menurut Gerson (2004), untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan

dapat diklasifikasikan dalam beberapa tingkatan sebagai berikut :

a) Sangat Memuaskan

Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang

menggambarkan pelayanan kesehatan sepenuhnya atau sebagian besar

sesuai kebutuhan atau keinginan pasien, seperti sangat bersih (untuk

prasarana), sangat ramah (untuk hubungan dengan dokter atau perawat),

atau sangat cepat (untuk proses administrasi), yang seluruhnya

menggambarkan tingkat kualitas pelayanan yang paling tinggi.

b) Memuaskan

Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien, yang

menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sepenuhnya atau sebagian

sesuai kebutuhan atau keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana),

agak kurang cepat (proses administrasi), atau kurang ramah, yang

seluruhnya ini menggambarkan tingkat kualitas yang kategori sedang.

c) Tidak Memuaskan

Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien rendah,

yang menggambarkan pelayanan kesehatan tidak sesuai kebutuhan atau

keinginan seperti tidak terlalu bersih (untuk sarana), agak lambat (untuk

proses administrasi), atau tidak ramah

d) Sangat Tidak Memuaskan

Diartikan sebagai ukuran subjektif hasil penilaian perasaan pasien yang

(33)

keinginan seperti tidak bersih (untuk sarana), lambat (untuk proses

administrasi), dan tidak ramah. Seluruh hal ini menggambarkan tingkat

(34)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL

1. Kerangka Konsep

Strategi DOTS merupakan strategi pengobatan dalam penanggulangan

Tuberkulosis nasional yang telah direkomendasikan oleh WHO, mempunyai lima

komponen yaitu: komitmen politisi, penemuan penderita dengan pemeriksaan

dahak secara mikroskopis, pengobatan dengan paduan OAT dengan pengawasan

langsung oleh PMO (Pengawas Minum Obat), jaminan tersedianya OAT (Obat

Anti Tuberkulosis) secara teratur, menyeluruh dan tepat waktu dengan mutu

terjamin serta sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan

penilaian terhadap hasil pengobatan penderita dan kinerja program secara

keseluruhan.

Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai

akibat dari kinerja layanan kesehatan yang diperolehnya setelah pasien

membandingkannya dengan apa yang diharapkannya (Pohan, 2007). Dalam

penelitian ini kepuasan penderita TB Paru dapat dilihat dari pemahaman pengguna

jasa terhadap pelayanan yang akan diberikan, sikap peduli yang ditunjukkan oleh

petugas kesehatan, penampilan fisik, jaminan keamanan yang diberikan,

keandalan dan keterampilan petugas kesehatan, dan kecepatan petugas

memberikan tanggapan atas keluhan klien (Muninjaya, 2004).

Berdasarkan konsep di atas maka kerangka konseptual dalam penelitian ini

(35)

Variable yang diteliti

Variable yang tidak diteliti

Skema 3.1 kerangka konseptual penelitian Pelaksanaan Strategi

DOTS: - Komitmen politik - Pemeriksaan dahak

secara mikroskopis - Pengobatan paduan OAT jangka pendek dengan PMO - Ketersediaan OAT - Pencatatan dan

pelaporan

Kepuasan penderita TB paru tentang pelaksanan strategi DOTS:

- Pemahaman pengguna jasa. - Empati (sikap

peduli)

- Penampilan fisik - Jaminan keamanan - Keandalan dan

keterampilan - Kecepatan petugas

(36)

2. Definisi Operasional

Tabel 3.1. Definisi Operasional Kepuasan Penderita TB Paru Tentang

Pelaksanaan Strategi DOTS

No Variabel Definisi

(37)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain deskriptif yang

bertujuan untuk mengidentifikasi kepuasan penderita TB Paru tentang

pelaksanaan strategi DOTS dalam penanggulangan TB Paru di wilayah kerja

Puskesmas Medan Johor.

2. Populasi dan Sampel 2.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah penderita TB Paru yang sedang dalam

program pengobatan TB Paru di Puskesmas Medan Johor. Dari data Puskesmas

Medan Johor mulai bulan Mei - Oktober 2010 jumlah penderita TB Paru yang

sedang berobat adalah sebanyak 32 orang.

2.2. Sampel

Besar sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 32 orang. Menurut

Arikunto (2006), apabila dalam penelitian jumlah subjek kurang dari 100 maka

lebih baik diambil semua. Dalam hal ini penelitian merupakan penelitian populasi

dimana semua populasi menjadi subjek penelitian (total sampling). Adapun

kriteria sampel yang digunakan adalah: penderita TB Paru yang baru pertama kali

menjalani program pengobatan TB Paru dan sudah menjalani pengobatan di atas 2

(38)

3. Lokasi dan waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Puskesmas Medan Johor, dengan pertimbangan

masih ditemukan kasus TB Paru setiap bulannya dan puskesmas tersebut

menjalankan program pengobatan TB Paru dengan strategi DOTS serta terdapat

jumlah penderita TB Paru yang memenuhi kriteria penelitian. Penelitian dilakukan

bulan September 2010 - Juni 2011 dan pengumpulan data dilakukan bulan April

2011- Mei 2011.

4. Pertimbangan Etik

Penelitian ini dilakukan setelah peneliti mendapatkan izin dari Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan mengajukan surat permohonan izin

penelitian kepada Kepala Puskesmas Medan Johor agar penelitian dapat

dilaksanakan.

Pada pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri,

kemudian menjelaskan maksud, tujuan dan prosedur penelitian kepada responden.

Apabila responden setuju maka responden diminta untuk menandatangani lembar

persetujuan (informed consent) yang telah disediakan oleh peneliti. Bila

responden tidak bersedia atau menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan

memaksa dan tetap menghormati hak responden.

Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak

mencantumkan nama responden pada lembar kuesioner, tetapi dengan memberi

kode pada masing-masing lembar tersebut. Kerahasiaan informasi responden

dijamin oleh peneliti dan data-data yang diperoleh dari responden hanya

(39)

5. Instrumen Penelitian dan Pengukuran Validitas-Reliabilitas 5.1. Kuesioner Penelitian

Untuk memperoleh informasi dari responden, peneliti menggunakan alat

pengumpul data berupa kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan

berpedoman kepada kerangka konsep dan tinjauan pustaka tentang faktor

kepuasan (Muninjaya, 2004) dan program penanggulangan TB Paru dengan

strategi DOTS.

Instrumen Penelitian ini dibagi dua yaitu: kuesioner pertama tentang data

demografi yang berisi: usia responden, jenis kelamin, agama, suku, pendidikan,

pekerjaan, status perkawinan, penghasilan dan waktu pengobatan.

Kuesioner kedua mengenai kepuasan penderita TB Paru Tentang

Pelaksanaan Strategi DOTS. Kuesioner penelitian ini terdiri dari 20 pernyataan

meliputi pemahaman pengguna jasa tentang pelayanan yang akan diberikan (1–4),

empati (sikap peduli) yang ditunjukkan oleh petugas kesehatan (5–8), penampilan

fisik (9–11), jaminan keamanan (12–14), keandalan dan keterampilan petugas

(15–17), dan kecepatan petugas (18–20). Kuesioner penelitian ini dinilai dengan

menggunakan skala likert yang dapat dijawab dengan empat pilihan jawaban yaitu

sangat puas, puas, tidak puas dan sangat tidak puas. Semua pernyataan diberi skor

3 untuk jawaban sangat puas, 2 untuk jawaban puas, 1 untuk jawaban tidak puas

dan 0 untuk jawaban sangat tidak puas.

Untuk menentukan katagori tingkat kepuasan penderita TB Paru dilihat

dengan menggunakan rumus statistik menurut Hidayat (2007) yaitu:

(40)

dimana P merupakan panjang kelas dengan rentang (nilai tertinggi dikurangi nilai

terendah). Nilai tertinggi yang diperoleh adalah 60 dan nilai terendah adalah 0

yang dibagi dalam 4 katagori banyak kelas sehingga panjang kelas yang diperoleh

15. Dengan demikian data tentang kepuasan penderita TB Paru dikategorikan atas

interval kelas sebagai berikut:

0 - 15 = sangat tidak memuaskan

16 - 30 = tidak memuaskan

31 - 45 = memuaskan

46 - 60 = sangat memuaskan

5.2. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji validitas instrumen bertujuan untuk mengetahui suatu ukuran yang

menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu instrumen. Suatu

instrumen yang valid atau sahih mempunyai validitas yang tinggi. Sebaliknya,

instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas yang rendah (Arikunto,

2006). Pada penelitian ini untuk menguji validitas instrumen yaitu dengan

melakukan uji kuesioner kepada ahli dari Departemen Keperawatan Komunitas

Fakultas Keperawatan USU.

Uji reliabilitas instrumen dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

sejauh mana alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan untuk digunakan

sebagai alat pengumpul data. Alat ukur yang baik adalah alat ukur yang

memberikan hasil yang sama bila digunakan beberapa kali pada sekelompok

sampel. Dalam penelitian ini menggunakan uji reliabilitas internal yang diperoleh

(41)

Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan Cronbach Alpa terhadap 32 orang

responden analisa dilakukan dengan teknik komputerisasi program SPSS, dimana

nilai alpha harus > 0,70 baru dianggap reliable (Polit & Hungler, 1999). Hasil uji

reabilitas untuk kuesioner ini diperoleh nilai 0,914.

6. Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur yang dilakukan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini

dimulai setelah peneliti menerima surat izin dari institusi pendidikan yaitu

Fakultas Keperawatan USU dan surat izin dari Kepala Puskesmas Medan Johor.

Pada saat pengumpulan data peneliti terlebih dahulu menemui satu persatu

responden kemudian memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan, manfaat dan

prosedur penelitian. Setelah mendapatkan persetujuan responden, peneliti

membagikan kuesioner dan diminta untuk mengisi kuesioner dengan memberikan

waktu sekitar 30 menit dan memberikan kesempatan kepada responden untuk

bertanya mengenai pernyataan yang kurang dimengerti. Pengumpulan data

dilakukan pada saat penderita TB Paru datang ke puskesmas Medan Johor untuk

mengambil obat yaitu setiap 7 hari sekali. Apabila pada saat jadwal pengambilan

obat ada penderita TB Paru yang tidak datang ke puskesmas maka peneliti akan

melakukan kunjungan ke rumah penderita untuk melakukan pengumpulan data.

Peneliti mengumpulkan kembali kuesioner dan memeriksa jika ada lembar

kuesioner yang tidak lengkap atau pernyataan yang tidak diisi seluruhnya oleh

responden. Jika ada yang tidak lengkap maka responden diminta untuk

melengkapi. Setelah data terkumpul dari semua responden, maka dilakukan

(42)

7. Analisa Data

Setelah semua data terkumpul, maka data dianalisa secara deskriptif. Data

demografi disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan persentase.

Sedangkan data hasil kuesioner kepuasan penderita TB Paru tentang pelaksanaan

strategi DOTS terlebih dahulu akan diolah dengan langkah-langkah sebagai

berikut: (1) Editing, memeriksa kembali kelengkapan data yang diperoleh atau

dikumpulkan. (2) Coding, pemberian kode terhadap data. (3) Entering,

memasukkan data yang telah dikumpulkan. (4) Kemudian data diolah dengan

menggunakan komputerisasi, lalu data disajikan dalam bentuk tabel distribusi

(43)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan diuraikan data hasil penelitian serta pembahasan yang

diperoleh dari hasil pengumpulan data terhadap 32 orang responden Penderita TB

Paru di Puskesmas Medan Johor pada bulan April - Mei 2011. Penyajian hasil

penelitian ini meliputi deskriptif karakteristik responden dan kepuasan Penderita

TB Paru tentang Pelaksanaan Strategi DOTS.

1. Hasil Penelitian

1.1. Karakteristik Responden

Berdasarkan penelitian terhadap 32 orang responden Penderita TB Paru

didapatkan hasil bahwa sebagian besar responden berusia 20-29 tahun yaitu

sebanyak 10 orang (31,3%), sebagian besar responden berjenis kelamin laki laki

sebanyak 17 orang (53,1%), sebagian besar responden beragama Islam sebanyak

19 orang (59,4%), sebagian besar bersuku Batak sebanyak 16 orang (50%),

sebagian besar responden berpendidikan SMU sebanyak 15 orang (46,9%),

sebagian besar responden bekerja sebagai Wiraswasta sebanyak 14 orang (43,8%),

sebagian besar status perkawinannya menikah sebanyak 24 orang (75%), serta

sebagian besar pasien berpenghasilan < Rp.750.000 sebanyak 18 orang (56,3%)

dan sebagian besar waktu pengobatannya pada tahap lanjutan sebanyak 17 orang

(44)

Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Penderita TB Paru di

Puskesmas Medan Johor

No Karakteristik Frekuensi Persentase (%) 1.

Usia Responden

(45)

Tabel 5.1 (Lanjutan)

No Karateristik Frekuensi Persentase (%) 8.

Tahap Awal (intensif) Tahap Lanjutan

1.2. Kepuasan Penderita TB Paru

Dari hasil penelitian diperoleh data yaitu sebagian besar tingkat kepuasan

penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS berada dalam kategori

memuaskan yaitu sebanyak 19 orang (59,4%) dan sangat memuaskan sebanyak 13

orang (40,6%).

Tabel 5.2. Distribusi frekuensi kepuasan Penderita TB Paru tentang Pelaksanaan

Strategi DOTS di Puskesmas Medan Johor.

Kategori Frekuensi Persentase (%)

Sangat tidak memuaskan - -

Tidak memuaskan - -

Memuaskan 19 59,4

Sangat memuaskan 13 40,6

Tingkat kepuasan penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS

dilihat dari beberapa aspek yaitu pemahaman tentang pelayanan yang akan

diberikan, empati (sikap peduli) petugas kesehatan terhadap penderita TB Paru,

penampilan fisik, jaminan keamanan yang diberikan, keandalan dan keterampilan,

dan kecepatan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan

(46)

Berdasarkan aspek pemahaman tentang pelayanan yang akan diberikan

menunjukan bahwa 20 orang (62,5%) penderita TB Paru merasa puas dengan

penjelasan tentang program pengobatan TB Paru dan informasi penyakit TB Paru,

19 orang (59,4) merasa puas dengan pemberitahuan pengawas minum obat

(PMO), 18 orang (56,3%) merasa puas dengan penjelasan cara minum obat anti

tuberkulosis (OAT).

Berdasarkan aspek empati (sikap peduli) menunjukan bahwa 20 orang

(62,5%) merasa puas dengan sikap petugas kesehatan yang ramah pada saat

memberikan pelayanan pengobatan TB Paru, 19 orang (59,4%) merasa puas

dengan nasehat yang diberikan oleh petugas kesehatan untuk teratur minum obat

TB paru sampai selesai, 18 orang (56,3%) merasa puas dengan bantuan petugas

kesehatan dalam mengatasi keluhan selama pengobatan TB Paru, 17 orang

(53,1%) merasa puas dengan petugas kesehatan yang selalu mengingatkan untuk

melakukan pemeriksaan ulang dahak.

Berdasarkan aspek penampilan fisik menunjukkan bahwa 21 orang

(65,6%) merasa puas dengan ruangan pengobatan TB Paru dalam keadaan bersih

dan nyaman, 20 orang (62,3%) merasa puas dengan penampilan Petugas

kesehatan yang bersih dan rapi saat memberikan pelayanan pengobatan TB Paru,

19 orang (59,4%) merasa puas dengan peralatan yang digunakan untuk

pemeriksaan dahak dalam keadaan bersih.

Berdasarkan aspek jaminan menunjukkan bahwa 18 orang (56,3%) puas

dengan obat selalu tersedia pada saat datang untuk mengambil obat TB Paru, 21

(47)

keadaan baik dan bersegel pada saat diberikan, 23 orang (71,9%) merasa puas

dengan PMO yang selalu mengawasi pada saat minum obat TB Paru.

Berdasarkan aspek keandalan dan keterampilan menunjukkan bahwa 24

orang (75%) merasa puas dengan keterampilan petugas kesehatan pada saat

memberikan pelayanan pengobatan TB Paru, 16 orang (50%) merasa sangat puas

dengan petugas kesehatan yang selalu mengisi kartu berobat TB Paru dengan

baik, 25 orang (78,1%) bantuan petugas kesehatan dalam menentukan PMO.

Berdasarkan aspek kecepatan menunjukkan bahwa 20 orang (62,5%)

merasa puas dengan kecepatan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan

saat pengambilan obat TB Paru, 16 orang (50%) merasa puas dengan kecepatan

petugas kesehatan untuk memberitahukan hasil pemeriksaan dahak, 22 orang

(68,8%) merasa puas dengan kecepatan petugas kesehatan dalam merespon

keluhan dari efek samping obat TB Paru.

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi kepuasan Penderita TB Paru tentang Pelaksanaan

Strategi DOTS di Puskesmas Medan Johor.

No PERNYATAAN SP P TP STP

N % N % N % N %

A. Pemahaman tentang pelayanan yang diberikan

1. Petugas kesehatan menjelaskan tentang program pengobatan TB Paru dengan baik.

12 37,5 20 62,5 - - - -

2. Petugas kesehatan memberikan informasi penyakit TB Paru dengan jelas.

12 37,5 20 62,5 - - - -

3. Petugas kesehatan memberitahu tentang pengawas minum obat (PMO) dengan baik.

(48)

Tabel 5.3. (Lanjutan)

No PERNYATAAN SP P TP STP

N % N % N % N %

4. Petugas kesehatan menjelaskan cara minum obat anti tuberkulosis (OAT) dengan jelas.

13 40,6 18 56,3 1 3,1 - -

B. Empati (sikap peduli)

5. Petugas kesehatan bersikap ramah pada saat memberikan pelayanan pengobatan TB Paru.

11 34,4 20 62,5 1 3,1 - -

6. Petugas kesehatan memberikan nasehat untuk teratur minum obat TB Paru sampai selesai.

13 40,6 19 59,4 - - - -

7. Petugas kesehatan membantu mengatasi keluhan anda selama pengobatan TB Paru.

14 43,8 18 56,3 - - - -

8. Petugas kesehatan mengingatkan untuk melakukan pemeriksaan ulang dahak sesuai dengan jadwal.

14 43,8 17 53,1 1 3,1 - -

C. Penampilan fisik

9. Ruangan pengobatan TB Paru dalam keadaan bersih dan nyaman.

9 28,1 21 65,6 2 6,3 - -

10. Petugas kesehatan

berpenampilan bersih dan rapi saat memberikan pelayanan pengobatan TB Paru.

10 31,3 20 62,5 2 6,3 - -

11. Peralatan yang digunakan untuk pemeriksaan dahak dalam keadaan bersih.

13 40,6 19 59,4 - - - -

D. Jaminan keamanan

12. Obat selalu tersedia pada saat anda datang untuk mengambil obat TB Paru.

14 43,8 18 56,3 - - - -

13. Kondisi dan keadaan obat TB Paru dalam keadaan baik dan bersegel pada saat diberikan kepada anda.

(49)

Tabel 5.3. (Lanjutan)

No PERNYATAAN SP P TP STP

N % N % N % N %

14. PMO selalu mengawasi anda pada saat minum obat TB Paru.

8 25 23 71,9 1 3,1 - -

E. Keandalan dan keterampilan

15. Petugas kesehatan memiliki keterampilan yang baik saat

memberikan pelayanan pengobatan TB Paru.

8 25 24 75 - - - -

16. Petugas kesehatan selalu mengisi kartu berobat TB Paru dengan baik.

16 50 16 50 - - - -

17. Petugas kesehatan membantu anda dalam menentukan siapa yang menjadi PMO.

7 21,9 25 78,1 - - - -

F. Kecepatan

18. Petugas kesehatan cepat memberikan pelayanan pada saat pengambilan obat TB Paru.

7 21,9 20 62,5 5 15,6 - -

19. Petugas kesehatan cepat memberitahukan hasil pemeriksaan dahak.

10 31,3 16 50 6 18,8 - -

20. Petugas kesehatan cepat merespon keluhan dari efek samping obat TB Paru.

10 31,3 22 68,8 - - - -

2. Pembahasan

2.1. Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang berusia

20 – 29 tahun (31,3%) dan usia 30 – 39 tahun (28,1%). Hal ini sesuai dengan

beberapa penelitian yang menyimpulkan penyakit TB Paru terutama ditemukan

pada usia produktif (Kariani, 2006; Mairinadiah, 2009; Nurainun 2009).

(50)

terjadi karena perbedaan gaya hidup antara laki dan perempuan, dimana

laki-laki punya kebiasaan hidup yang buruk seperti merokok, minum alkohol dan

begadang yang mengakibatkan daya tahan tubuh menjadi lemah (Aditama, 2002).

Kurang dari setengah responden berpendidikan SMU (46,9%), dengan relatif

tingginya pendidikan responden kesadaran untuk menjalani pengobatan TB Paru

secara teratur dan lengkap juga relatif tinggi hal ini sesuai dengan penelitian

Gitawati (2002) dengan judul penelitian studi kasus hasil pengobatan tuberkulosis

paru di 10 Puskesmas di DKI Jakarta 1996 – 1999.

Kurang dari setengah responden bekerja sebagai wiraswasta (43,8%) dan

lebih dari setengah responden berpenghasilan kurang dari Rp.750.000,- per bulan

(56,3%), pada umumnya TB paru menyerang kelompok masyarakat dengan sosial

ekonomi rendah, penyakit ini menular dengan cepat pada orang yang rentan dan

daya tahan tubuh lemah (Aditama, 2002). Diperkirakan seorang penderita TB

dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut

berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%.

Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15

tahun (Depkes, 2007). Mayoritas responden telah menjalani pengobatan pada

tahap lanjutan (53,1%) dan sisanya pada tahap awal (46,9%).

2.2. Kepuasan Penderita TB Paru

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar kepuasan

penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS berada dalam kategori

memuaskan (59,4%). Hal ini menggambarkan bahwa keinginan dan kebutuhan

(51)

DOTS sudah dijalankan dengan baik serta optimal sehingga dapat meningkatkan

kepuasan Penderita TB paru, hal ini sejalan dengan penelitian Nurainun (2009)

bahwa pelaksanaan program penanggulangan TB Paru di Puskesmas Aek

Kanopan Labuhanbatu Utara adalah optimal. Meskipun demikian tingkat

kepuasan pada setiap individu berbeda dan bervariasi.

Tingkat kepuasan penderita TB Paru dipengaruhi oleh kinerja pelayanan

kesehatan dalam melaksanakan strategi DOTS yang dapat dilihat dari beberapa

aspek yaitu pemahaman tentang pelayanan yang akan diberikan, empati (sikap

peduli) petugas kesehatan terhadap penderita TB Paru, penampilan fisik, jaminan

keamanan yang diberikan, keandalan dan keterampilan, dan kecepatan petugas

kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan pengobatan TB Paru

(Muninjaya, 2004).

Berdasarkan aspek pemahaman tentang pelayanan yang akan diberikan

mayoritas penderita TB Paru merasa puas dengan informasi dan penjelasan yang

diberikan oleh petugas kesehatan seperti penjelasan tentang program pengobatan

TB Paru, pengawas minum obat (PMO), cara minum obat anti tuberkulosis

(OAT), dan informasi tentang penyakit TB Paru. Hal ini sesuai dengan pendapat

Muninjaya (2004) bahwa informasi yang tepat dan jelas merupakan faktor yang

dominan untuk menentukan seseorang itu puas atau tidak puas terhadap suatu

pelayanan. Betapa pentingnya peran petugas kesehatan sebagai konsultan yang

menjadi sumber informasi (tempat bertanya) bagi klien dan keluarga tentang

sesuatu yang berhubungan dengan masalah kesehatan.

Berdasarkan aspek empati (sikap peduli) petugas kesehatan, mayoritas

(52)

ramah pada saat memberikan pelayanan, memberikan nasehat untuk teratur

minum obat, membantu mengatasi keluhan dan mengingatkan untuk melakukan

pemeriksaan dahak. Hal ini sejalan dengan pendapat Suryani (2005) seorang

petugas kesehatan yang bersikap empati pada klien akan mampu memberikan

alternatif pemecahan masalah bagi klien, karena sekalipun ia turut merasakan

permasalahan kliennya tetapi ia tidak larut dalam masalah tersebut sehingga

petugas kesehatan dapat memikirkan masalah yang dihadapi klien secara objektif.

Berdasarkan aspek penampilan fisik, mayoritas penderita TB Paru merasa

puas dengan keadaan ruang dan peralatan pengobatan TB Paru yang bersih serta

penampilan petugas kesehatan yang rapi. Hal ini sesuai pendapat Harianto (2005)

yang menyatakan bahwa sarana dan fasilitas fisik yang dapat langsung dirasakan

oleh pelanggan dalam pelayanan seperti kecukupan tempat duduk di ruang

tunggu, kenyamanan ruang tunggu dan penampilan fisik petugas yang melayani

termasuk menjamin mutu pelayanan. Mardaleta (2005) mengatakan bahwa klien

akan merasa senang, nyaman dan puas jika penampilan jasa pelayanan enak

dipandang. Namun ada responden yang tidak puas sebanyak 4 orang (12,6%)

dengan keadaan ruangan dan penampilan petugas kesehatan. Berdasarkan hasil

survei tentang kepuasan pasien di puskesmas Kartasura bahwa aspek kebersihan

merupakan aspek yang belum memuaskan bagi pasien (Hertiana, 2009).

Berdasarkan aspek jaminan, mayoritas penderita TB Paru merasa puas

dengan jaminan yang diberikan terdiri dari ketersediaan obat, kondisi dan keadaan

obat serta peran PMO yang mengawasi sewaktu minum obat. Pramitasari (2007)

(53)

nyaman apabila peralatan yang ada dan pelayanan yang diberikan sudah sesuai

dengan standar.

Berdasarkan aspek keandalan dan keterampilan, mayoritas penderita TB

Paru merasa puas dengan keterampilan petugas kesehatan pada saat memberikan

pelayanan, melakukan pengisian kartu berobat TB paru, dan membantu dalam

menentukan pengawas minum obat (PMO). Hal ini sesuai dengan pendapat

Hendriani (2006) salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang petugas

kesehatan dalam memberikan pelayanan adalah kemampuan teknis atau

ketrampilan seseorang dalam menyelesaikan tugasnya sesuai dengan prosedur

pelayanan atau Standard Operating Procedure (SOP).

Berdasarkan aspek kecepatan, mayoritas penderita TB Paru merasa puas

dengan kecepatan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan pada waktu

mengambil obat, memberitahu hasil pemeriksaan dahak dan kecepatan untuk

merespon keluhan efek samping obat TB Paru. Hal ini sesuai dengan hasil

penelitian Gatushanti (2003) dengan judul tingkat kepuasan pasien terhadap

kualitas pelayanan jasa pada Rumah Sakit Islam Surakarta menunjukkan bahwa

responden menyatakan puas (25,93%), menurut pendapatnya bahwa kecepatan

petugas kesehatan pada saat pasien membutuhkan, pemberian informasi kepada

pasien dengan jelas dan mudah dipahami, kemampuan petugas kesehatan dalam

menyelesaikan keluhan atau masalah pasien berhubungan langsung dengan mutu

pelayanan yang diberikan dan sesuai dengan yang diharapkan. Akan tetapi

sebanyak 5 orang (15,6%) menyatakan tidak puas dengan kecepatan petugas

kesehatan dalam memberikan pelayanan pada waktu mengambil obat dan 6 orang

(54)

memberitahu hasil pemeriksaan dahak. Hal ini menggambarkan bahwa petugas

kesehatan masih lambat memberikan pelayanan kepada penderita TB paru, ini

disebabkan karena keterbatasan jumlah petugas kesehatan yang bertugas untuk

memberikan pelayanan kepada penderita TB Paru. Penelitian Nursini (2010)

dengan judul analisis pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pasien rawat

jalan di Puskesmas Teras Boyolali tahun 2010 menyatakan bahwa ada pengaruh

dimensi kecepatan terhadap kepuasan pasien, dimana sebanyak 40% pasien

mengeluh mengenai kecepatan pelayanan oleh petugas puskesmas yang kurang

(55)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan pada bulan April sampai

dengan Mei 2011 di Puskesmas Medan Johor maka diperoleh kesimpulan dan

saran sebagai berikut :

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian kepuasan penderita TB Paru tentang

pelaksanaan strategi DOTS dalam penanggulangan TB Paru di wilayah kerja

Puskesmas Medan Johor, sebanyak 19 orang (59,4%) berada pada kategori

memuaskan, sebanyak 13 orang (40,6%) berada pada kategori sangat memuaskan

serta tidak ada responden yang berada pada kategori tidak memuaskan dan sangat

tidak memuaskan. Sehingga secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa

kepuasan penderita TB Paru tentang pelaksanaan strategi DOTS berada pada

kategori memuaskan (59,4%).

2. Saran

2.1. Bagi Pendidikan Keperawatan

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kepuasan penderita TB Paru

tentang pelaksanaan strategi DOTS berada pada kategori memuaskan, sehingga

hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan informasi

(56)

2.2. Bagi Puskesmas Medan Johor

Dari hasil penelitian ini disarankan supaya Puskesmas Medan Johor lebih

meningkatkan lagi pelayanan pengobatan TB Paru dengan strategi DOTS

khususnya dalam aspek kecepatan memberikan pelayanan kepada penderita TB

Paru dan meningkatkan kebersihan ruangan pengobatan TB Paru agar kepuasan

penderita TB Paru dapat meningkat dan menyelesaikan program pengobatan

sampai selesai/tuntas.

2.3. Bagi Penelitian Selanjutnya

Disarankan bagi penelitian selanjutnya untuk melakukan penelitian dengan

menggunakan desain yang berbeda seperti desain deskriptif korelasi dengan

tujuan untuk menggambarkan hubungan antara kepuasan penderita TB Paru

Gambar

Tabel 2.1. Paduan OAT
Tabel 2.1. (Lanjutan)
Tabel 3.1. Definisi Operasional Kepuasan Penderita TB Paru Tentang
Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi dan Persentase Karakteristik Penderita TB Paru di
+6

Referensi

Dokumen terkait

Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada, Bulaksumur Yogyakarta, mengumumkan Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa tahap I untuk pelaksanaan kegiatan tahun anggaran 2012,

Kelompok Kerja 8 Unit Layanan Pengadaan Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan Republik Indonesia akan melaksanakan Pelelangan Sederhana dengan

Banyaknya sampah yang berserakan di lingkungan RT/RW menurut responden, sebagian besar berada pada cluster 0, yaitu 23,8 %, sedangkan yang terendah diberikan oleh

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada perawat dalam memberikan pelayanan yang baik kepada pasien, bukan hanya pada saat pasien datang ke rumah sakit

It i ndicated that students’ vocabulary achievement and reading comprehension is classified into Average to Good, it can be seen from comparison between the score of

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, karena atas karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

Pengaruh dosis inokulum dan lama fermentasi dengan kapang Lentinus edodes terhadap perubahan bahan kering, protein kasar dan retensi nitrogen kulit buah

Tujuan penelitian yaitu: 1) mengetahui penerapan asessment kinerja dapat meningkatkan aktivitas siswa pada konsep pencemaran; 2) mengetahui perbedaan keterampilan proses sains