• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KECERDASAN EMOSI PADA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KECERDASAN EMOSI PADA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kecerdasan Emosi (Emotional Intelegence) berbeda dengan kecerdasan intelektual (Intelectual Intelegence). Penelitian tentang kecerdasan intelektual telah berumur ratusan tahun dan dilakukan terhadap ratusan ribu orang, sedangkan kecerdasan emosional merupakan konsep baru yang sampai sekarang belum ada yang dapat mengemukakan secara tepat sejauh mana variasi yang ditimbulkannya dalam perjalanan hidup seseorang.

Perkembangan Kecerdasan emosi adalah salah satu faktor penting bagi seseorang untuk berelasi, berprestasi, dan mencapai kebahagiaan dalam hidup.

Kecerdasan emosi bukan hanya kemampuan bersikap ramah pada saat-saat tertentu yang diperlukan tetapi mengungkapkan kebenaran yang selama ini dihindari, juga

bukan berarti memberikan kebebasan kepada perasaan untuk berkuasa memanjakan perasaan, tetapi mengelola perasaan sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif yang memungkinkan orang bekerjasama dengan lancar menuju peraasaan bersama (Goleman, 1999). Lebih lanjut, manfaat seseorang memiliki kecerdaan emosi antara lain yaitu akan mampu memahami penyebab perasaan yang timbul, mampu mengenali perbedaan perasaan dengan tindakan, memiliki toleransi lebih positif tentang diri, sekolah dan keluarga, berkurangnya kesepian dan kecemasan dalam pergaulan, bertangung jawab serta mampu menerima sudut pandang orang lain, mampu dengan baik menyelesaikan persoalan yang timbul dalam hubungan, bertenggang rasa, serta berpengalaman dalam mengenali emosi orang lain (Goleman, 2001)

Menurut Salovey dan Mayer (dalam Goleman, 2001) kecerdasan emosional merupakan kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan sendiri dan orang lain, serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan. Individu yang mempunyai kecerdasan emosi yang tinggi akan mampu mengatasi berbagai masalah atau tantangan yang muncul dalam hidupnya. Seligman (dalam

(2)

2

bersikap optimis, bahwa segala sesuatu dalam kehidupan dapat teratasi kendati ditimpa kemunduran atau frustrasi.

Goleman (1999) menjelaskan bahwa Kecerdasan emosional (Emotional Intellegence) tidak hanya berarti kemampuan bersikap ramah pada saat-saat tertentu yang diperlukan, tetapi mengungkapkan kebenaran yang selama ini dihindari. Selain itu juga bukan berarti memberikan kebebasan kepada perasaan untuk berkuasa memanjakan perasaan, tetapi mengelola perasaan sehingga terekspresikan secara tepat dan efektif yang memungkinkan orang bekerjasama dengan lancar menuju peraasaan bersama. Kecerdasan emosional (Emotional Intellegence) merujuk pada suatu kemampuan memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengandalkan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar bebas dari stress, tidak melumpuhkan kemampuan

berpikir, berempati dan berdoa (Goleman,1999).

Dari definisinya, Goleman (1999) membentuk lima dimensi dari kecerdasan

emosi. Dimensi pertama adalah mengenali emosi diri (knowing one’s emotion). Dimensi kedua adalah mengelola emosi (managing emotions). Selanjutnya dimensi yang ketiga yaitu memotivasi diri (self motivation). Dimensi keempat adalah dimensi mengenali emosi orang lain (recognizing emotions in others). Dimensi yang terakhir yaitu membina hubungan dengan orang lain (handing relationships).

Kecerdasan emosi penting dimiliki oleh setiap individu, khususnya dimiliki oleh remaja karena pada masa remaja mereka tidak mampu untuk mengontrol diri sendiri maka akan mudah untuk terjerumus ke dalam hal-hal negatif yang akan dapat merugikan diri. Hal ini sesuai dengan pengertian yang dikemukakan oleh Hurlock (2008) dimana pada masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu meningginya emosi, perubahan fisik, perubahan minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok, perubahan nilai-nilai dan pola perilaku serta munculnya sikap ambivalen. Hasil penelitian terhadap sekitar 4000 orang di Kanada dan Amerika Serikat menyimpulkan bahwa kecerdasan emosi seseorang sedikit demi sedikit meningkat pada usia belasan tahun dan akan menetap pada usia 40-an tahun (Stein, 2004). Dapat disimpulkan bahwa remaja akan selalu mengembangkan kecerdasan emosinya

(3)

3

memerlukan kecerdasan emosi dan mengetahui betapa pentingnya kecerdasan emosi bagi kehidupannya.

Banyak fakta dilapangan membuktikan bahwa sebagian besar siswa yang nilai rapornya bagus namun kemudian banyak yang menganggur. Sementara yang pintar main musik dan piawai berolahraga diterima di beberapa bank sebagai karyawan tetap dan mereka jauh lebih sukses dibandingkan teman-temnnya yang mempunyai nilai rapor tinggi. Selain itu fakta lain yang dialami oleh seorang remaja Genius ahli matematika lulusan Harvard University dan Michigan University. Remaja ini dapat menciptakan bom, akan tetapi bom itu dipakai untuk membunuh 3 orang, dan melukai 23 orang (Pasiak, 2008). Fakta fakta yang terjadi ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Goleman (1999) bahwa seseorang dalam hidupnya tidaklah terutama disebabkan oleh IQ-nya, tetapi lebih-lebih bagaimana

emosionalitasnya dapat dimanajemeni dengan baik. Dengan kata lain, keberhasilan seseorang sangat ditentukan oleh kecerdasan emosinya. Dalam sebuah penelitian

bahwa IQ di gunakan untuk memperkirakan sekitar 1-20% keberhasilan dalam pekerjaan tertentu, sedangkan 27-45% dari kecerdasan emosi yang ternyata berperan langsung dalam pekerjaan (Stein, 2002). Menurut Goleman (1999) kecerdasan intelektual (IQ) hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan, sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, diantaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Intellegence (EI).

Kecerdasan emosi merupakan hal yang berguna dalam mengoptimalkan potensi-potensi diri remaja secara positif. Apabila remaja memiliki kecerdasan emosi yang tinggi atau baik maka dapat melahirkan kemampuan untuk memberikan kesan yang baik tentang dirinya, mampu mengungkapkan dengan baik emosinya sendiri, berusaha menyetarakan diri dengan lingkungan, dapat mengendalikan perasaan dan mampu mengungkapkan reaksi emosi sesuai dengan waktu dan kondisi yang ada sehingga interaksi dengan orang lain dapat terjalin dengan lancar dan efektif (Mutadin, 2002). Sesuai dengan hasil penelitian Gottman (1998) mengatakan bahwa anak yang bisa mengenali dan menguasai emosinya akan lebih percaya diri, lebih baik prestasinya, dan akan menjadi orang dewasa yang mampu mengendalikan

(4)

4

Remaja yang mempunyai Kecerdasan emosi rendah, maka mengakibatkan kurang dapat untuk memahami orang lain, sehingga remaja cenderung berorientasi pada diri sendiri, dan cenderung menunjukkan perilaku yang tidak sesuai dengan norma yang ada, sehingga dapat melahirkan perilaku yang delikuen. Hal ini sesuai dengan pernyataan Goleman (1999) yang menjelaskan bahwa kecerdasan emosi yang rendah ditandai dengan ketidakmampuan remaja dalam menjalin relasi antar pribadi. Kecerdasan emosi harus juga berdasarkan kebenaran sejati yang didorong oleh kekuatan dan kesadaran untuk mencari ridho Sang Pencipta, sehingga terbentuk suatu pribadi yang memiliki komitmen dan integritas tinggi serta tingginya nilai-nilai kemanusiaan yang luhur yaitu nilai keadilan, nilai kemuliaan, nilai kejujuran, nilai kebenaran dan nilai-nilai kemanusiaan yang akan bisa memberikan kemajuan serta keberhasilan duniawi dan ukhrawi secara bersamaan (Rahman, 2009).

Landasan yang kuat bagi kehidupan manusia adalah agama. Agama merupakan suatu sistem nilai yang digunakan sebagai acuan dalam bersikap yang

mempengaruhi aspek intelektual dan aspek emosional seseorang (Jalaludin, 2010). Rahman (2009) mengatakan bahwa Agama memberi pegangan pada manusia untuk memutuskan suatu tindakan sehingga kegiatan-kegiatannya terarah dengan mensucikan niat dengan berpijak pada prinsip monoteisme mutlak, menghayati keadilan Ilahi untuk menyemangati dalam menempuh kehidupan dan menumbuhkan kesediaan untuk berkorban karena kecintaan kepada Allah. Internalisasi nilai agama kedalam diri seseorang dikenal dengan istilah religiusitas (Dister, 1994).

Keberagamaan atau religiusitas seseorang diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupannya. Aktivitas beragama bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tetapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Bukan hanya berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat dengan mata, tetapi juga aktivitas yang tidak tampak dan terjadi dalam hati seseorang. Religiusitas berdasarkan dimensi-dimensi yang dikemukan oleh Glock dan Stark (dalam Ancok & Suroso, 1995) adalah seberapa jauh pengetahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa tekun pelaksanaan ibadah dan seberapa dalam penghayatan agama yang dianut seseorang.

(5)

5

beberapa penelitian bahwa terdapat hubungan positif antara kecerdasan emosi dengan tingkat penghayatan agama.

Apabila dikaitkan dengan tingkat keberagamaan atau religiusitas remaja, maka remaja yang memilih pendidikan melalui sistem pondok pesantren berdasarkan hasil penelitian dari Bharata (2006) dapat diketahui bahwa remaja santri pondok pesantren memiliki religiusitas lebih tinggi dibandingkan dengan remaja siswa sekolah menengah umum biasa. Hal ini dikarenakan Pondok Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang sarat dengan kegiatan-kegiatan yang mendukung religiusitas santri yang berada di dalamnya dengan intensitas kegiatan keberagamaan lebih tinggi dibandingkan sekolah umum.

Pendidikan pondok pesantren mempunyai ciri khas tersendiri yang dapat membedakan apabila dibandingkan dengan sekolah umum biasa. Ciri khas itu dapat

dilihat dari kegiatan rutin yang setiap hari mereka jalani, mulai dari bangun tidur saat subuh, shalat subuh berjamaah dilanjutkan mengaji kitab kuning sampai lebih dari jam tujuh. Barulah kemudian para santri tersebut memulai aktifitas pendidikan formalnya yaitu bersekolah. Saat adzan maghrib berkumandang mereka telah harus kembali ke pondok untuk melanjutkan kegiatan sampai sekitar jam sepuluh malam. Selain hal yang telah disebutkan ini Remaja yang tinggal dipondok pesantren juga lebih di ajarkan untuk dapat hidup berkomunitas, karena banyak dari para santri yang berdomisili atau bertempat tinggal jauh dari pesantren. Sehingga kegiatan santri remaja yang tinggal di Pondok Pesantren sangat berpengaruh dalam pembentukan kepribadian dan kecerdasan emosi, selain itu mereka juga lebih sering menghadapi tekanan sosial dan kondisi baru dibandingkan dengan remaja yang tidak tinggal di Pondok Pesantren yang pada akhirnya membuat mereka tangguh dalam menghadapi masalah yang menerpa sesuai dengan hasil penelitian yang dilakuakan oleh Dwiperdanasari (2010) yang mengatakan bahwa kecerdasan emosi remaja yang tinggal di pondok pesantren lebih tinggi dibandingkan yang diluar pondok pesantren.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang telah dipaparkan diatas ternyata hasilnya tidak sejalan dengan fakta yang terjadi dilapangan karena berdasarkan yang

(6)

6

Selain itu fakta lain yang dikemukakan Detik News (2011,16 Februari) bahwa terjadi tawuran dan aksi saling lempar batu oleh para santri antara dua Pondok Pesantren di Pasuruan, Jawa Timur, penyebabnya dikarenakan para santri saling melontarkan ejekan. Dari fakta-fakta yang terjadi ini, dapat dilihat bahwa santri Pondok Pesantren, dimana mereka di didik dengan pengajaran secara islami dan selalu dikontrol dari para ustadz dari segi perilaku selama di dalam Pondok Pesantren, ternyata tidak menjamin para santri untuk dapat berperilaku baik atau beperilaku sesuai yang diajarkan oleh agama. Selain itu terlihat juga dari fakta yang telah dipaparkan bahwa santri belum memiliki kecerdasan emosi yang tinggi.

Selain fakta-fakta yang telah dijelaskan diatas dapat diketahui bahwa ternyata sebagian dari para santri memilih pondok pesantren sebagai sistem pendidikannya disebabkan adanya keterpaksaan dari orang tua mereka. (wawancara salah satu siswa

pondok pesantren, Mei 2012)

Menurut dari salah satu orang tua santri pondok pesantren, bahwa alasan

memasukkan anak mereka ke pondok pesantren yaitu agar putra-putri mereka dapat mempunyai akhlak yang baik dan juga menginginkan putra-putri mereka tumbuh dalam lingkungan islami yang kental. (wawancara orang tua santri pondok pesantren, Mei 2012)

Hal lain yang menjadi alasan orang tua memasukkan putra-putri mereka ke pondok pesantren menurut kompasiana (2011, 17 Januari) yaitu karena putra-putri mereka “nakal” sehingga orang tua berharap agar anak mereka dapat terwarnai kehidupannya oleh teman-teman yang sholeh-sholehah. Akan tetapi dalam kenyataanya ternyata berkebalikan karena justru para santri yang berlabel “nakal” yang membuat ulah didalam pondok pesantren, sehingga dapat membuat kegaduhan.

(7)

7

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas yang telah dipaparkan, maka rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah:

Apakah terdapat hubungan yang positif antara Religiusitas dengan Kecerdasan Emosi pada Remaja yang tinggaldi Pondok Pesantren?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka tujuan penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dengan kecerdasan emosi pada remaja yang tinggal di Pondok Pesantren.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat teoritis pada penelitian ini adalah agar dapat menjadi sumbangan ilmiah tentang hubungan antara religiusitas dengan kecerdasan emosi pada remaja

sehingga dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu psikologi terutama psikologi islami dan psikologi perkembangan.

(8)

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KECERDASAN EMOSI PADA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN

SKRIPSI

Oleh : Fatmah Sari

08810027

FAKULTAS PSIKOLOGI

(9)

HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KECERDASAN EMOSI PADA REMAJA YANG TINGGAL DI PONDOK PESANTREN

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu persyaratan untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Psikologi

Oleh : Fatmah Sari

08810027

FAKULTAS PSIKOLOGI

(10)
(11)
(12)
(13)

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rakhmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Religiusitas dengan Kecerdasan Emosi Pada Remaja yang Tinggal di Pondok Pesantren ”.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik langsung maupun tidak langsung. Dalam kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dra. Cahyaning Suryaningrum, M.Si selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Muhammadiyah

2. Ibu Dra. Siti Suminarti Fasikhah, M.Si selaku dosen pembimbing I yang telah

memberikan bimbingan, pengarahan serta semangat yang besar selama proses penyelesaian skripsi ini.

3. Ibu Ni’matuzahroh, S.Psi., M.Si selaku pembimbing II yang penuh kesabaran memberikan pengarahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi disela kesibukan dan terbatasnya waktu.

4. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Psikologi yang telah membekali penulis dengan teori-teori yang telah diterima selama di Bangku Kuliah.

5. Bapak Drs. H. Syahrudi Ramli selaku Kepala Yayasan Pondok Pesantren Darul Hijrah Martapura-Kalimantan Selatan yang berkenan memberikan izin pada penulis untuk melakukan penelitian.

6. Mama dan Abah tercinta atas segala kasih sayang tulus, kesabaran, ketulusan hati serta selalu membasahi bibir mereka dengan untaian doa demi keberhasilan penulis dalam meraih asa dan cita-cita, pengorbanan kalian adalah semangat hidupku tuk jadikan diri ini lebih berarti. Semoga kebahagiaan dan kedamaian tetap menyertai keduanya.We are my hero in life.

7. Seluruh keluargaku yang telah memberikan semangat dan arahan untuk

(14)

8. Orang yang pernah menjadi penyemangat selama penulis menyelesaikan penelitian ini.

9. Sahabat sekamarku Sefti “ndut”, terimakasih atas dukungannya. Selain itu terimakasih karena sudah menjadi ladang tempat marah dan selalu diganggu tidur malamnya karena penyelesaian penelitian ini. My first best friend in Malang until now. Jangan pernah lupakan persahabatan kita.

10.Teman-teman seperjuanganku di Psikologi Dini, Oyong, Tia, Silvi, Rayi, yang selalu saling bertukar informasi untuk kelancaran skripsi ini.

11.Sahabat-sahabat seperjuanganku semasa SMK Rusma, Puput, Nadiya, Amai, Yeni, Ami yang tetap hangat menjaga persahabatan kita sampai sekarang.Selain itu terimaksih atas semua dukungan dan semangat yang kalian berikan.

12.Seluruh teman-teman psikologi 2008, kususnya kelas A. Terimaksih atas

persahabatan yang telah kita jalin.

13.Semua pihak yang terlibat, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu,

terimakasih atas semua dedikasi dan perannya dalam penyelesaian skripsi ini. Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan apa-apa selain untaian terima kasih dengan tulus serta iringan doa semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan sebaik-baiknya balasan (jazakumullah khairul jaza’)

Akhirnya penulis menyadari dengan sepenuh hati bahwa penulisan skripsi ini belum mencapai kesempurnaan dalam arti yang sebenarnya. Namun demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya serta menambah khazanah ilmu pengetahuan dan ilmu pendidikan. Amiin.

Malang, 30 Mei 2012 Penulis

(15)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

INTISARI ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Religiusitas ... 8

B. Kecerdasan Emosi ... 14

C. Remaja ... 21

D. Pondok Pesantren ... 25

E. Hubungan Religiusitas dengan Kecerdasan Emosi ... 27

F. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 31

G. Hipotesis ... 32

BAB III METODE PENELITIAN A. Rancangan Penelitian ... 33

B. Variabel Penelitian ... 33

1. Identifikasi Variabel Penelitian ... 33

2. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 33

C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 34

1. Populasi Penelitian ... 34

(16)

D. Jenis Data dan Instrumen Penelitian ... 36

1. Jenis Data Penelitian ... 36

2. Instrumen Penelitian... 36

E. Tempat dan Waktu Penelitian ... 40

1. Tempat Penelitian... 40

2. Waktu Penelitian ... 40

F. Prosedur Penelitian ... 40

1. Tahap Persiapan Penelitian ... 40

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 41

G. Uji Validitas dan Reliabilitas Penelitian ... 41

1. Validitas Penelitian ... 41

2. Reliabilitas Penelitian... 45

H. Metode Analisis Data ... 46

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 48

A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 48

1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 48

2. Deskripsi Data Penelitian ... 48

B. Analisis Data ... 50

C. Pembahasan... 51

BAB V PENUTUP ... 55

A. Kesimpulan ... 55

B. Saran ... 55

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 ... 37

Tabel 2 ... 37

Tabel 3 ... 39

Tabel 4 ... 39

Tabel 5 ... 44

Tabel 6 ... 44

Tabel 7 ... 45

Tabel 8 ... 46

Tabel 9 ... 46

Tabel 10 ... 48

Tabel 11 ... 49

Tabel 12 ... 49

(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Religiusitas untuk Try Out

Lampiran 2. Skala Kecerdasan Emosi untuk Try Out

Lampiran 3. Data Kasar Try Out Skala Religiusitas

Lampiran 4. Data Kasar Try Out Skala Kecerdasan Emosi

Lampiran 5. Validitas dan reliabilitas Try Out Skala Religiusitas

Lampiran 6. Validitas dan Reliabilitas Try Out Skala Kecerdasan Emosi

Lampiran 7. Skala Religiusitas untuk Penelitian

Lampiran 8. Skala Kecerdasan Emosi untuk Penelitian

Lampiran 9. Data Kasar Penelitian Skala Religiusitas

Lampiran 10. Data kasar Penelitian Skala Kecerdasan Emosi

Lampiran 11. Hasil Perhitungan Skor-T dan hasil Analisa Korelasi

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Agustian, A.G. (2003). Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ POWER : Sebuah Inner Journey Melalui Al-Ihsan (Cetakan Kedua). Jakarta : Penerbit Arga

Ancok, D., & Suroso, F.N. (1995). Psikologi Islami : Solusi islam atas Problem-problem Psikologi (Cetakan Kedua). Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik (Ed. revisi). Jakarta : Rineka Cipta

Azwar, S. (2006). Reliabilitan dan Validitas (Ceatakan Keenam). Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset

_______. (2009). Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya (Ed. kedua). Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset

_______. (2010). Metode Penelitian (Cetakan Kesepuluh). Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset

Bharata, W. (2006). Perbedaan Tingkat Religiusitas antara Remaja Pondok Pesantren di Kabupaten lamongan (Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur).

Daradjat, Z. (1996). Ilmu Jiwa Agama (Cetakan Kelimabelas). Jakarta : Bulan Bintang

__________. (1970). Peranan Agama dalam Kesehatan Mental (Cetakan Kedua). Jakarta : Gunung Agung

Dhofier , Z. (1985). Tradisi Pesantren : Studi tentang Pandangan Hidup Kyai (Cetakan Keempat). Jakarta : LP3ES

Dister, N.S. (1994). Psikologi Agama (Cetakan Ketiga). Yogyakarta : Kanisius

Dwiperdanasari,Y. (2009). Perbedaan tingkat kecerdasan emosi ditinjau dari lingkungan tempat tinggal remaja (antara remaja yang tinggal di pondok pesantren dan remaja yang tidak tinggal di pondok pesantren) (Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang, Jawa Timur).

Ghufron, N., & Risnawati, R. (2010). Teori-Teori Psikologi. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media

(20)

___________. (2001). Working With Emotional Intelligence : Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi (Cetakan Keempat). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Gottman, J., & DeClaire, J. (1998). Kiat-Kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosi (Cetakan Ketiga). Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Hurlock, E.B. (2008). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (Ed. kelima). Jakarta : Penerbit Erlangga

Jalaludin. (2010). Psikologi Agama (Ed. revisi). Jakarta : Raja Grafindo Persada

Kerlinger, N.F. (1990). Asas-asas Penelitian Behavioural. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press

Khozin. (2001). Jejeak-jejak Pendidikan Islam di Indonesia (Cetakan Pertama). Malang : UMM press

Menag : Insiden di Ponpes Al Ma’hadul Islam Cuma Tawuran Biasa. (2011, 16

Februari). detikNews. Diakses dari

http://us.detiknews.com/read/2011/02/16/120920/1571934/10/menag-insiden-di-ponpes-al-mahadul-islam-cuma-tawuran-biasa

Monks, F.J., Knoers, A.M.P, Hadinoto, S.R. (2004). Psikologi Perkembangan : Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya (Cetakan Kelimabelas – Revisi Ketiga). Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Mutadin, Z. (2002). Mengenal Kecerdasan Emosional Remaja. Diakses 05 Februari 2012 dari http://www.e-psikologi.com/epsi/search.asp

Nashori, F., & Mucharam, R.D. (2002). Mengembangkan Kreativitas dalam Perspektif Psikologi Islami. Yogyakarta : Menara Kudus

Pahit- Manisnya Kehidupan di Pesantren. (2011, 17 Januari). Kompasiana. Diakses dari http://edukasi.kompasiana.com/2011/01/17/pahit-manisnya-kehidupan-di-pesantren/

Pasiak, T. (2008). Revolusi IQ/EQ/SQ : Menyingkap Rahasia Kecerdasan Berdasarkan Al-Quran Dan Neurosains Mutakhir (Ed. baru). Bandung : Mizan Pustaka

Poerwanti, E. (1998). Dimensi-dimensi riset ilmiah. Malang : UMM press

(21)

Rahman, U. (2009). Perilaku Religiusitas Dalam Kaitannya Dengan Kecerdasan Emosi Remaja. Jurnal Al-Qalam, 15(23), 157-174.

Rahmawati, DP. (2005). Hubungan antara Sikap Religiusitas dengan Pengendalian Diri. Semarang (Skripsi Sarjana, Universitas Negeri Semarang, 2005). Skripsi, Intisari

Ramayulis, H. (2011). Psikologi Agama (Ed. revisi). Jakarta : Kalam Mulia

Rosemary, A. (2008). Perbedaan Kecerdasan Emosi antara Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan Siswa Madrasah Aliyah (MA) di Pondok Pesantren (Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Jakarta).

Santri Berkelahi Hingga Tewas. (2011, 15 Juni). Tribun Jambi. Diakses dari http://jambi.tribunnews.com/2011/06/15/santri-berkelahi-hingga-tewas

Santrock, J.W. (2008). Adolesence : Perkembangan remaja. Jakarta : Penerbir Erlangga.

Shapiro, L.E. (2001). Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak (Cetakan Keempat). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Stein, S & Book, H. (2004). Ledakan EQ : 15 Prinsip dasar Kecerdasan Emosional Meraih Sukses. Bandung : Penerbit Kaifa

Thouless, R.H. (1992). Pengantar Psikologi Agama (Cetakan Pertama). Jakarta: Rajawali Press

Widari, SI. (2009). Pengaruh Religiusitas Terhadap Penalaran Moral Remaja Yanga beragama Islam (Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara, Medan).

Widiyanta, A. (2005). Sikap terhadap lingkungan alam (tinjauan islam dalam menyelesaikan masalah lingkungan ) USU e-Journals Psikologia, 1(2), 1-17. Diperoleh dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/15718

Winarsunu, T. (2009). Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan (Cetakan Keempat). Malang : UMM Press

Referensi

Dokumen terkait

Indeks lain yang dikeluarkan adalah governance (IDI) karena (1) berupa angka seolah memberikan kesan sebuah kewajiban, padahal tidak setiap negara memiliki

Gedung H, Kampus Sekaran-Gunungpati, Semarang 50229 Telepon: (024)

atas yang tidak tepat untuk digunakan dalam kerangka karangan yang. bertema Majalah Dinding

Setelah mengamati keseluruhan segmen antara Najwa Shihab dengan Ganjar Pranowo, peneliti menemukan beberapa kata yang dipilih, yang merujuk pada fakta yang dibahas dalam

Inverter terdiri dari beberapa sirkuit penting yaitu sirkuit converter (yang berfungsi untuk mengubah daya komersial menjadi dc serta menghilangkan ripple atau kerut yang terjadi

Pengeringan terputus (tidak kontinyu) menggunakan alat pengering gabungan kolektor surya dan penyimpan panas sensibel dibuktikan telah dapat memperpendek

(1) Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan Pnyidikan tindak pidana dibidang pepajakan

Berdasarkan tinjauan kebijakan moneter maret 2017, Perekonomian Indonesia pada triwulan I 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya diperkirakan tumbuh relatif tetap kuat didorong