• Tidak ada hasil yang ditemukan

Characteristics of Lipids Biomarkers in The Estuary Sediments : A Case Study of Muara Angke Estuary–Jakarta Bay, Cimandiri–Pelabuhan Ratu Bay and Cilintang-Ujung Kulon.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Characteristics of Lipids Biomarkers in The Estuary Sediments : A Case Study of Muara Angke Estuary–Jakarta Bay, Cimandiri–Pelabuhan Ratu Bay and Cilintang-Ujung Kulon."

Copied!
251
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK LIPID BIOMARKER

PADA SEDIMEN ESTUARI : STUDI KASUS ESTUARI

MUARA ANGKE - TELUK JAKARTA, CIMANDIRI - TELUK PELABUHAN RATU DAN CILINTANG - UJUNG KULON

MOHAMMAD AGUNG NUGRAHA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

i PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Karakteristik Lipid Biomarker pada Sedimen Estuari : Studi Kasus Estuari Muara Angke-Teluk Jakarta, Cimandiri-Teluk Pelabuhan Ratu dan Cilintang-Ujung Kulon adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2011

(3)

ii ABSTRACT

MOHAMMAD AGUNG NUGRAHA. Characteristics of Lipids Biomarkers in The Estuary Sediments : A Case Study of Muara Angke Estuary–Jakarta Bay, Cimandiri–Pelabuhan Ratu Bay and Cilintang-Ujung Kulon. Under direction of TRI PRARTONO and HARPASIS S. SANUSI.

Lipids of biological markers (biomarkers) as a specific organic compounds has been used to evaluate the contribution of organic carbon from different sources or trace the biological origin of molecules. The high input related to the terrestrial and anthropogenic from the Muara Angke Estuary compared with Cimandiri and Cilintang, has to predicted to have the different characteristics of lipid biomarkers. The study of lipid biomarkers are still rare in Indonesia. The research was to assess the contribution of sedimentary organic of origin based on the characteristics of lipid biomarkers in the Muara Angke Estuary-Jakarta Bay, Cimandiri-Pelabuhan Ratu Bay and Cilintang-Ujung Kulon. Single sediment sample are collected at the 10 cm sediment, depth of those estuary. Those samples were extracted by soxhlet apparatus and fractioned prior to gas chromatography–mass spectrometry (GC-MS) analysis. Characteristics of n-alkanes found in estuarine surface sediments Muara Angke, Cimandiri and Cilintang ranged between nC15-nC33, nC13-nC36 and nC17-nC33. Sterol biomarker was detected on the surface estuarine sediments Muara Angke, Cimandiri and Cilintang characterized by sterol C27, C28 and C29 both saturated (stanols) and unsaturated (stenols). Biomarkers of saturated fatty acid or n-alkanoic acid were detected in estuarine surface sediments Muara Angke, Cimandiri and Cilintang ranging carbon chain nC10-nC32, nC10-nC32 and nC10-nC30. Carbon numbers in the three biomarkers indicated the input of organic material naturally low levels of organisms (aquatic) that is algae (pelagic and benthic), bacteria and zooplankton and higher plants. All of those sediment showed different characteristics of biomarker (aliphatic hydrocarbons, sterol, fatty acid). This also indicated the different of contribution of organic material input that influenced by the activities of the upland and surrounding the estuary.

Keywords : lipids biomarkers, estuary sediment, GC-MS.

(4)

iii RINGKASAN

MOHAMMAD AGUNG NUGRAHA. Karakteristik Lipid Biomarker pada Sedimen Estuari : Studi Kasus Estuari Muara Angke - Teluk Jakarta, Cimandiri - Teluk Pelabuhan Ratu dan Cilintang - Ujung Kulon. Dibimbing oleh TRI PRARTONO dan HARPASIS S. SANUSI.

Lipid biological marker (biomarker) sebagai senyawa organik spesifik dapat digunakan untuk menduga kontribusi karbon organik dari sumber yang berbeda atau menelusuri secara molekul asal dari biologi tertentu, menduga kesehatan ekosistem dan tingkat masukan dari akuatik, terestrial dan antropogenik. Tingginya aktivitas terkait masukan terestrial dan antropogenik pada Estuari Muara Angke dibandingkan dengan Estuari Cimandiri dan Cilintang, diduga menghasilkan karakteristik biomarker yang berbeda. Studi mengenai lipid biomarker masih jarang dilakukan di Indonesia. Melihat kondisi tersebut perlu dilakukan studi mengenai lipid biomarker dalam sedimen. Penelitian dilaksanakan dengan tujuan mengkaji kontribusi asal bahan organik dalam sedimen berdasarkan karakteristik lipid biomarker di Estuari Muara Angke-Teluk Jakarta, Cimandiri-Teluk Pelabuhan Ratu dan Cilintang-Ujung Kulon.

Pengumpulan contoh sedimen dilakukan pada 1 titik untuk masing-masing Estuari Muara Angke-Teluk Jakarta, Cimandiri-Teluk Pelabuhan Ratu dan Cilintang-Ujung Kulon. Contoh sedimen permukaan dikoleksi dengan menggunakan alat Van Veen grab. Contoh sedimen dikeringkan dengan alat freeze-dryer (24 jam), kemudian diekstraksi dengan 120 mL pelarut campuran (1:1) diklorometana (DCM) dan methanol (MeOH) dalam alat soxhlet (24 jam). Fraksi netral didapat melalui ekstraksi dengan n-heksana (3 x 30 mL). Fraksi cair diuapkan (~0.5 mL) dan dicampur dengan akuades yang sebelumnya telah diekstraksi dengan DCM (25 mL). Campuran diasamkan hingga pH menjadi 2 (pH~2) dengan 6N HCl dan fraksi asam didapat melalui ekstraksi dengan DCM (3x30 mL). Sampel diderivatisasi melalui sililasi dengan bis-(trimetilsilil)-trifluoroacetamida (BSTFA (Sigma-Aldrich); 50 µL; 800 C; 10 menit) sebelum dianalisis dengan Gas Chromatography–Mass Spectrometry (GC-MS).

Fraksinasi dimulai dengan memasukkan fraksi netral ke kolom kromatografi yang telah terisi silika gel (5% dideaktivasi silika; 10 g). Berikut fraksi yang diperoleh : (I) fraksi alifatik diperoleh dengan mengelut kolom dengan 30 mL heksana, (II) fraksi aromatik diperoleh dengan mengelut campuran 30 mL dari n-heksana : diklorometana (90:10) diikuti oleh 20 mL campuran 50% diklorometana dalam n-heksana (50:50) dan (III) fraksi polar diperoleh dengan mengelut campuran 25 mL dari 25% etil asetat dalam n-heksana. Selanjutnya, hasil tiap fraksi dianalisis dengan GC-MS. Fraksi III diderivatisasi melalui sililasi (BSTFA; 50 µL; 800 C; 10 menit) sebelum dianalisis dengan GC-MS.

Karakteristik n-alkana yang ditemukan pada sedimen permukaan Estuari Muara Angke, Cimandiri dan Cilintang berkisar antara nC15-nC33, nC13-nC36 dan nC17-nC33. Karakteristik karbon yang diperoleh pada ketiga lokasi penelitian menunjukkan adanya masukan alami n-alkana berupa rantai karbon pendek

(≤C20) dan panjang (>n-C20). Nomor karbon tersebut mengindikasikan adanya masukan bahan organik secara alami dari organisme tingkat rendah (akuatik) yaitu alga (pelagis dan bentik), bakteri serta zooplankton dan tumbuhan tingkat tinggi. UCM telah terdeteksi pada lapisan sedimen permukaan Estuari Muara Angke dan Cimandiri.

(5)

iv saturasi (stanol) maupun unsaturasi (stenol). Coprostanol (C27Δ0) yang terdeteksi pada sedimen Estuari Muara Angke dan Cimandiri mengindikasikan adanya kontaminasi faecal atau limbah buangan domestik. Epicoprostanol (C27Δ0) yang terdeteksi pada sedimen Estuari Muara Angke dan Cimandiri merupakan isomer dari coprostanol atau konversi coprostanol oleh bakteri di lingkungan. Cholestanol (C27Δ0) terdeteksi pada sedimen Estuari Muara Angke. Sedimen yang terkontaminasi limbah domestik, dapat membentuk cholestanol (C27Δ0) melalui transformasi diagenetik dari coprostanol (C27Δ0). Cholesterol (C27Δ5) yang terdeteksi pada sedimen Estuari Muara Angke, Cimandiri dan Cilintang umumnya merupakan karakter dari zooplankton dan terdistribusi juga pada fitoplankton dan fauna laut. Komponen cholesta-5,22-dien-3β-ol/ C27Δ5,22 yang terdeteksi pada sedimen Estuari Muara Angke dan Cimandiri bersumber dari zooplankton, alga dan tumbuhan tingkat tinggi. Komponen 5α-cholest-7-en-3β-ol (C27Δ7) yang terdeteksi pada sedimen Estuari Muara Angke dan Cimandiri bersumber dari alga (fitoplankton-diatom) dan cyanobacteria. Komponen campesterol/ 24-metilcholest-5-en-3β-ol (C28Δ5) dan brassicasterol/

24-metilcholesta-5,22-dien-3β-ol (C28Δ5,22) yang terdeteksi pada sedimen Estuari Cimandiri dan Cilintang mengindikasikan adanya masukan bahan organik dari alga dan tumbuhan tingkat tinggi. Stigmasterol (C29Δ5,22), 24-etil-5α-cholest-22-en-3β-ol (C29Δ22), sitosterol/ 24-etilcholest-5-en-3β-ol (C29Δ5) dan stigmastanol (C29Δ0) terdeteksi pada sedimen Estuari Muara Angke, Cimandiri dan Cilintang (kecuali C29Δ22 tidak terdeteksi). Sterol C29 secara umum menandakan adanya masukan bahan organik yang berasal dari tumbuhan tingkat tinggi pada ketiga lokasi penelitian.

Biomarker asam lemak saturasi atau n-asam alkanoat yang terdeteksi pada sedimen permukaan Estuari Muara Angke, Cimandiri dan Cilintang dikarakterisasi oleh kisaran rantai karbon pendek (≤20) dan panjang (>20) yaitu berkisar antara nC10-n-C32, nC10-nC32 dan nC10-nC30. Homolog rantai karbon

pendek (≤ 20) yang terdeteksi mengindikasikan masukan bahan organik dari

plankton dan bakteri. Homolog rantai karbon panjang yang terdeteksi (>20) mengindikasikan adanya masukan bahan organik dari tumbuhan tingkat tinggi. Asam lemak bercabang iso- dan anteiso- yang berasal dari bakteri terdeteksi pada ketiga lokasi penelitian.

Karakteristik lipid biomarker pada sedimen Estuari Muara Angke–Teluk Jakarta, Cimandiri–Teluk Pelabuhan Ratu dan Cilintang–Ujung Kulon menunjukkan adanya perbedaan. Berdasarkan hidrokarbon alifatik (n-alkana) di Estuari Cimandiri dicirikan oleh tingginya kelimpahan masukan dari akuatik dan terestrial bila dibandingkan dengan Estuari Muara Angke dan Cilintang. Selain sumber tersebut, sumber dari erosi batuan dari daratan diduga memberikan kontribusi lebih besar. Estuari Muara Angke bila dibandingkan dengan Estuari Cilintang menunjukkan kelimpahan masukan dari akuatik dan terestrial yang lebih tinggi. Sterol di Estuari Muara Angke dicirikan oleh tingginya kelimpahan masukan dari akuatik, terestrial dan antropogenik (coprostanol) bila dibandingkan dengan Estuari Cimandiri dan Cilintang. Kemudian, berdasarkan asam lemak di Estuari Muara Angke dicirikan oleh tingginya masukan dari akuatik serta aktivitas bakteri bila dibandingkan dengan Estuari Cimandiri dan Cilintang. Adanya indikasi tersebut karena perbedaan kontribusi masukan bahan organik yang dipengaruhi oleh aktivitas dari daratan dan sekitar estuari.

(6)

v © Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang – Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

vi KARAKTERISTIK LIPID BIOMARKER

PADA SEDIMEN ESTUARI : STUDI KASUS ESTUARI

MUARA ANGKE - TELUK JAKARTA, CIMANDIRI - TELUK PELABUHAN RATU DAN CILINTANG - UJUNG KULON

MOHAMMAD AGUNG NUGRAHA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

viii HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis : Karakteristik Lipid Biomarker pada Sedimen Estuari : Studi Kasus Estuari Muara Angke-Teluk Jakarta, Cimandiri-Teluk Pelabuhan Ratu dan Cilintang-Ujung Kulon.

Nama : Mohammad Agung Nugraha

NRP : C551080141

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc Prof. Dr. Ir. Harpasis S. Sanusi, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program studi Ilmu Kelautan

Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

(10)

ix PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Karakteristik Lipid Biomarker pada Sedimen Estuari : Studi Kasus Estuari Muara Angke-Teluk Jakarta, Cimandiri-Teluk Pelabuhan Ratu dan Cilintang-Ujung Kulon”. Analisis biological markers (biomarker) dapat memberikan informasi yang penting dalam investigasi forensik lingkungan. Penelitian mengenai lipid biomarker pada lingkungan laut masih jarang dilakukan di Indonesia. Hal tersebut dapat disebabkan karena keterbatasan biaya dan rendahnya minat peneliti dalam bidang ini. Penulis berharap tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan kemajuan ilmu pengetahuan dibidang ilmu kelautan.

Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tesis ini, terutama kepada Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Prof.Dr.Ir.Harpasis S. Sanusi, M.Sc selaku pembimbing anggota yang telah penuh perhatian dan kesabaran dalam memberikan bimbingan dan arahan hingga penyusunan tesis ini selesai. Selanjutnya, ungkapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Ir. Hefni Effendi, M.Phil selaku penguji luar komisi yang juga telah memberikan masukan untuk menyempurnakan tesis ini. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Haeruddin, M.Si (Undip) atas dukungan moril serta Sabam P. Situmorang, S.Pi, M.Si, Ratno Achyani, S.Pi, M.Si, Sayyid Afdhal, S.Kel, M.Si, Putri Mudhlika L, S.Pi, M.Si , Saenuddin, S.Pi, M.Si dan Tri Nur Cahyo, ST dari Mayor Ilmu Kelautan (IKL) 2008 SPs IPB atas bantuannya selama penyusunan tesis. Kemudian, ungkapan terima kasih disampaikan kepada mbak Pipit dan mbak Prita selaku staf laboratorium UIN Syarif Hidayatullah, Tangerang yang banyak membantu dalam menyediakan bahan kimia untuk analisis lipid.

Penulis menyadari bahwa tesis ini belum sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan tesis ini.

Bogor, Agustus 2011

(11)

x RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 17 April 1984 dari ayah Ir. Sardjono dan ibu Etty Suryati. Penulis merupakan putra pertama dari tiga bersaudara (Candra Irawan Saban, SE, MM dan Irvan Maulana).

(12)

xi DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Pendekatan Masalah... 2

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Lipid Biomarker pada Sedimen Perairan ... 6

Hidrokarbon ... 6

Hidrokarbon alifatik ... 7

Hopana ... 9

Polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) ... 10

n-Alkanol ... 14

Sterol ... 14

Asam Lemak ... 17

Isoprenoid ... 19

Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 21

Estuari Muara Angke, Teluk Jakarta ... 21

Estuari Cimandiri, Teluk Pelabuhan Ratu ... 22

Estuari Cilintang, Ujung Kulon ... 23

BAHAN DAN METODE PENELITIAN ... 24

Lokasi dan Waktu Penelitian ... 24

Bahan dan Peralatan Penelitian ... 25

Perlakuan peralatan laboratorium ... 25

Pelarut organik ... 25

Reagen ... 25

Silika gel 60 (ukuran partikel 0.040 – 0.063 mm) ... 26

Metode Penelitian ... 26

(13)

xii

Prosedur analisis lipid ... 27

Analisis kromatografi gas – spektrometri massa ... 28

Identifikasi dan kuantifikasi lipid ... 28

Perhitungan parameter molekuler ... 29

Analisis statistik ... 29

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30

Karakteristik Lipid Biomarker di Estuari Muara Angke ... 30

Hidrokarbon alifatik (n-alkana) ... 30

Sterol ... 33

Asam lemak ... 36

Hopana ... 39

Polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) ... 40

n-Alkanol ... 41

Isoprenoid ... 43

Karakteristik Lipid Biomarker di Estuari Cimandiri ... 44

Hidrokarbon alifatik (n-alkana) ... 44

Sterol ... 46

Asam lemak ... 47

Hopana ... 49

Polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) ... 50

n-Alkanol ... 51

Isoprenoid ... 52

Karakteristik Lipid Biomarker di Estuari Cilintang ... 53

Hidrokarbon alifatik (n-alkana) ... 53

Sterol ... 54

Asam lemak ... 55

Hopana ... 57

Polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) ... 57

n-Alkanol ... 57

Isoprenoid ... 58

PEMBAHASAN UMUM ... 60

(14)

xiii Perbandingan Karakteristik Sebaran Sterol pada Sedimen Estuari

Muara Angke, Cimandiri dan Cilintang ... 62

Perbandingan Karakteristik Sebaran Asam Lemak pada Sedimen Estuari Muara Angke, Cimandiri dan Cilintang ... 64

SIMPULAN DAN SARAN ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 70

(15)

xiv DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Skema pendekatan masalah. ... 5

2 Struktur molekuler hidrokarbon alifatik (Pine et al. 1988). ... 7

3 Struktur molekuler hopana (Killops & Killops 1993). ... 9

4 Struktur molekuler ββ, αβ, βα dan αα-hopana (Wang et al. 2006). ... 9

5 Struktur molekuler benzena dan naftalena (Pine et al. 1988). ... 10

6 Struktur molekuler antracena (Boehm 2006). ... 11

7 Struktur molekuler retene (Killops & Killops 1993). ... 12

8 Struktur PAH induk/ unsubstitusi (Naftalena) dan alkil (metilnaftalena) (Boehm 2006). ... 12

9 Senyawa PAH (non-alkil) yang menjadi polutan utama menurut US EPA (Boehm 2006). ... 13

10 Struktur molekuler steroid (Killops & Killops 1993). ... 15

11 Struktur molekuler sterol dan sumbernya (Killops & Killops 1993). ... 16

12 Struktur molekuler coprostanol dan epicoprostanol (Martins et al. 2007). ... 17

13 Struktur molekuler asam lemak polyunsaturasi (Berge & Barnathan 2005). .. 18

14 Struktur molekuler asam lemak bercabang (Mudge & Ball 2006). ... 19

15 Struktur molekuler isoprene (C5) (Wang et al. 2006). ... 19

16 Struktur molekuler phytol (Prartono 1995; Wang et al. 2006). ... 19

17 Struktur molekuler dihidrophytol (Killops & Killops 1993). ... 20

18 Struktur molekuler asam phytanoat (Prartono 1995). ... 20

19 Struktur molekuler pristana (Prartono 1995; Wang et al. 2006). ... 21

20 Struktur molekuler phytana (Prartono 1995; Wang et al. 2006). ... 21

21 Lokasi pengambilan contoh sedimen di Estuari Muara Angke (A), Cimandiri (B) dan Cilintang (C). ... 24

(16)

xv 23 Karakteristik sebaran sterol pada sedimen Estuari Muara Angke

(1 = Coprostanol; 2 = 5α-cholestan-3α-ol; 3 = Epicoprostanol; 4 = Cholesta-5,22-dien-3β-ol; 5 = Cholesterol; 6 = Cholestanol; 7 = 5α -cholest-7-en-3β-ol; 10 = Stigmasterol; 11 = 24-etil-5α-cholest-22-en-3β-ol; 12 = Sitosterol; 13 = Stigmastanol). ... 34

24 Karakteristik sebaran asam lemak saturasi (n-asam alkanoat) pada

sedimen Estuari Muara Angke. ... 37

25 Karakteristik sebaran asam lemak unsaturasi (mono- dan poliunsaturasi) dan bercabang (i = iso- dan a = anteiso-) pada sedimen Estuari Muara Angke. ... 38

26 Karakteristik sebaran hopana pada sedimen Estuari Muara Angke. ... 40

27 Karakteristik sebaran PAH pada sedimen Estuari Muara Angke (N0 = Naphtalene; N1 = C1-Napthalene; N2 = C2-Naphtalene; N3 = C3-Naphthalene; F0 = Fluorene; ND = 2,6-Diisopropilnaphtalene; P0 =

Phenantrene; P1 = C1-Phenantrene)... 41

28 Karakteristik sebaran n-alkanol pada sedimen Estuari Muara Angke. ... 42

29 Karakteristik sebaran isoprenoid pada sedimen Estuari Muara Angke (Pr = Pristana, Ph = Phytana, DHP = Dihidrophytol; Pt = Phytol, PA = Asam phytanoat). ... 44

30 Karakteristik sebaran n-alkana pada sedimen Estuari Cimandiri. ... 45

31 Karakteristik sebaran sterol pada sedimen Estuari Cimandiri (1 = coprostanol; 3 = epicoprostanol; 4 = cholesta-5,22-dien-3β-ol; 5 = cholesterol; 7 = 5α-cholest-7-en-3β-ol; 9 = campesterol; 10 = stigmasterol; 11 = 24-etil-5α-cholest-22-en-3β-ol; 12 = sitosterol; 13 = stigmastanol). ... 46

32 Karakteristik sebaran asam lemak saturasi (n-asam alkanoat) pada sedimen Estuari Cimandiri. ... 48

33 Karakteristik sebaran asam lemak unsaturasi (mono- dan poliunsaturasi) dan bercabang (i = iso- dan a = anteiso-) pada sedimen Estuari Cimandiri. . 49

34 Karakteristik sebaran hopana pada sedimen Estuari Cimandiri. ... 49

35 Karakteristik sebaran PAH pada sedimen Estuari Cimandiri (N0 = Naphtalene; N1 = C1-Napthalene; N2 = C2-Naphtalene; N3 = C3-Naphthalene; ND = 2,6-Diisopropilnaphtalene; P0 = Phenantrene; P1 = C1-Phenantrene). ... 50

36 Karakteristik sebaran n-alkanol pada sedimen Estuari Cimandiri. ... 51

(17)

xvi 38 Karakteristik sebaran n-alkana pada sedimen Estuari Cilintang. ... 54

39 Karakteristik sebaran sterol pada sedimen Estuari Cilintang (5 = Cholesterol; 6 = Cholestanol; 8 = Brassicasterol; 10 = Stigmasterol; 12 = Sitosterol; 13 = Stigmastanol). ... 55

40 Karakteristik sebaran asam lemak saturasi (n-asam alkanoat) pada sedimen Estuari Cilintang. ... 56

41 Karakteristik sebaran asam lemak unsaturasi (mono- dan poliunsaturasi) dan bercabang (i = iso- dan a = anteiso-) pada sedimen Estuari Cilintang. ... 56

42 Karakteristik sebaran n-alkanol pada sedimen Estuari Cilintang. ... 58

43 Karakteristik sebaran isoprenoid pada sedimen Estuari Cilintang (Pr = Pristana, Ph = Phytana, DHP = Dihidrophytol; Pt = Phytol, PA = Asam

phytanoat). ... 59

44 Analisis komponen utama berdasarkan karakteristik sebaran n-alkana pada sedimen Estuari Muara Angke-Teluk Jakarta, Cimandiri-Teluk

Pelabuhan Ratu dan Cilintang-Ujung Kulon (a = korelasi antara variabel dan sumbu faktorial utama; b = sebaran titik individu atau stasiun pada

sumbu faktorial utama). ... 61

45 Analisis komponen utama berdasarkan karakteristik sebaran sterol pada sedimen Estuari Muara Angke-Teluk Jakarta, Cimandiri-Teluk Pelabuhan Ratu dan Cilintang-Ujung Kulon (a = korelasi antara variabel dan sumbu faktorial utama; b = sebaran titik individu atau stasiun pada sumbu

faktorial utama). ... 63

46 Analisis komponen utama berdasarkan karakteristik sebaran asam lemak saturasi (n-asam alkanoat) pada sedimen Estuari Muara Angke-Teluk Jakarta, Cimandiri-Teluk Pelabuhan Ratu dan Cilintang-Ujung Kulon (a = korelasi antara variabel dan sumbu faktorial utama; b = sebaran titik individu atau stasiun pada sumbu faktorial utama). ... 65

47 Analisis komponen utama berdasarkan karakteristik sebaran asam lemak unsaturasi (mono- dan poliunsaturasi) dan bercabang (i = iso- dan a = anteiso-) pada sedimen Estuari Muara Angke-Teluk Jakarta, Cimandiri- Teluk Pelabuhan Ratu dan Cilintang-Ujung Kulon (a = korelasi antara variabel dan sumbu faktorial utama; b = sebaran titik individu atau

(18)

xvii DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Kondisi lokasi penelitian ... 78

2 Beberapa alat yang digunakan dalam analisis lipid biomarker ... 79

3 Beberapa spektra massa n-alkana pada sedimen permukaan Estuari Muara Angke, Cimandiri dan Cilintang ... 80

4 Kromatogram biomarker alifatik hidrokarbon pada sedimen permukaan Estuari Muara Angke, Cimandiri dan Cilintang ... 81

5 Karakteristik biomarker hidrokarbon alifatik (n-alkana) pada sedimen

permukaan Estuari Muara Angke, Cimandiri dan Cilintang ... 82

6 Beberapa spektra massa sterol pada sedimen permukaan Estuari Muara Angke, Cimandiri dan Cilintang ... 83

7 Kromatogram biomarker sterol pada sedimen permukaan Estuari Muara Angke, Cimandiri dan Cilintang ... 86

8 Karakteristik biomarker sterol pada sedimen permukaan Estuari Muara Angke, Cimandiri dan Cilintang ... 87

9 Beberapa spektra massa biomarker asam lemak pada sedimen

permukaan Estuari Muara Angke, Cimandiri dan Cilintang ... 88

10 Kromatogram biomarker asam lemak pada sedimen permukaan Estuari Muara Angke, Cimandiri dan Cilintang ... 90

11 Karakteristik asam lemak pada sedimen permukaan Estuari Muara Angke, Cimandiri dan Cilintang ... 91

12 Beberapa spektra massa hopana pada sedimen permukaan Estuari Muara Angke dan Cimandiri ... 93

13 Kromatogram biomarker hopana pada sedimen permukaan Estuari Muara Angke dan Cimandiri ... 99

14 Karakteristik biomarker hopana pada sedimen permukaan Estuari Muara Angke dan Cimandiri ... 100

15 Beberapa spektra massa polisiklik aromatik hidrokarbon pada sedimen permukaan Estuari Muara Angke dan Cimandiri ... 101

16 Kromatogram biomarker polisiklik aromatik hidrokarbon pada sedimen

(19)

xviii 17 Karakteristik biomarker polisiklik aromatik hidrokarbon pada sedimen

permukaan Estuari Muara Angke dan Cimandiri ... 105

18 Beberapa spektra massa n-alkanol pada sedimen permukaan Estuari Muara Angke, Cimandiri dan Cilintang ... 106

19 Kromatogram biomarker n-alkanol pada sedimen permukaan Estuari Muara Angke, Cimandiri dan Cilintang ... 107

20 Karakteristik biomarker n-alkanol pada sedimen permukaan Estuari Muara Angke, Cimandiri dan Cilintang ... 108

21 Beberapa spektra massa isoprenoid pada sedimen permukaan Estuari Muara Angke, Cimandiri dan Cilintang ... 109

22 Karakteristik biomarker isoprenoid pada sedimen permukaan Estuari Muara Angke, Cimandiri dan Cilintang ... 111

(20)

PENDAHULUAN Latar Belakang

Karbon organik merupakan unsur yang penting selain hidrogen, oksigen serta nitrogen dan dalam bentuk senyawa merupakan dasar bagi semua kehidupan. Sumber bahan organik pada sedimen estuari dapat berasal dari sistem akuatik, masukan materi terestrial dan produk terkait aktivitas bakteri pada kolom air dan sedimen. Sumber tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor lokal seperti iklim, suplai nutrien, kondisi hidrodinamika dan biogeokimia sedimen. Perubahan pada sumber tersebut dapat direfleksikan oleh komponen organik pada sedimen (Prartono 1995). Lipid merupakan salah satu komponen bahan organik utama selain karbohidrat, protein, lignin dan tannin. Lipid dihasilkan oleh organisme hidup atau produk degradasinya (Sanusi & Sugeng 2009). Lipid dapat terdiri atas beberapa kelas seperti hidrokarbon, asam lemak (fatty acid), n-alkanol, steroid dan terpenoid.

Lipid biological marker (biomarker) sebagai senyawa organik spesifik dapat digunakan untuk menduga kontribusi karbon organik dari sumber yang berbeda atau penelusuran menurut molekul asal dari biologi tertentu. Lipid biomarker juga dapat digunakan untuk menduga kesehatan ekosistem dan tingkat masukan dari akuatik, terestrial dan antropogenik (Parrish et al. 2000).

Penelitian mengenai komposisi molekuler lipid sebagai biomarker spesifik untuk organisme atau proses biogeokimia secara luas telah dilakukan di perairan lakustrin, sungai maupun pesisir dan laut baik pada kolom air dan sedimen (Simons et al. 2003; Jeng & Huh 2004; Muri et al. 2004; Medeiros & Simoneit 2008; Volkman et al. 2008; Bechtel & Schubert 2009). Secara umum, lipid biomarker pada sedimen telah digunakan untuk merekontruksi perubahan pada masa lalu suatu ekosistem dan terkait juga dalam mempelajari produktivitas perairan (Lu & Meyers 2009), perubahan iklim (Schulz & Zabel 2006; Wiesenberg et al. 2008), eksplorasi petroleum (Millero & Sohn 1992; Killops & Killops 1993), rantai makanan (Southward et al. 2003; Berge & Barnathan 2005), lingkungan dan ekologi (Parrish et al. 2000; Panetta & Gélinas 2009), termasuk efek antropogenik (environmental forensics) (Boehm 2006) serta siklus karbon (Panetta & Gélinas 2009).

(21)

kompleks Pegunungan Gede-Pangrango pada bagian timur laut dan Gunung Salak pada bagian utaranya, mengalir menuju Teluk Pelabuhan Ratu di Selatan Jawa Barat. Sungai Cilintang yang termasuk dalam kawasan Taman Nasional Ujung Kulon merupakan kawasan pelestarian alam di Indonesia yang berperan penting dalam menjaga kelestarian sumberdaya alam hayati dan keseimbangan ekosistem. Ketiga aliran sungai tersebut membawa materi baik bahan organik maupun non organik menuju ke estuari. Tingginya aktivitas terkait masukan dari terestrial serta antropogenik di Estuari Muara Angke dibandingkan dengan Estuari Cimandiri dan Cilintang, diduga memiliki karakteristik karbon yang berbeda berdasarkan komposisi lipid biomarker.

Sedimen estuari merupakan tempat penyimpanan berbagai jenis senyawa kimia atau polutan yang resisten dalam kolom air. Lipid yang memiliki persistensi tinggi akan terendap dalam waktu yang lama pada sedimen. Oleh karenanya, sedimen estuari baik digunakan dalam studi karakteristik lipid biomarker. Studi mengenai lipid biomarker masih jarang dilakukan di Indonesia. Umumnya pemahaman karakter karbon organik yang ditranspor dari daratan ke wilayah pesisir melalui sungai menggunakan analisis isotop karbon organik, jarang dilakukan dalam bentuk biokimia. Melihat kondisi tersebut perlu dilakukan studi mengenai lipid biomarker dalam sedimen.

Pendekatan Masalah

Bahan pencemar di estuari dapat berasal dari aktivitas manusia baik di darat maupun di laut. Bahan pencemar tersebut dapat memberikan kontribusi terhadap penambahan bahan organik dan anorganik di estuari yang seiring dengan waktu akan mengendap dan terakumulasi dalam sedimen.

Perairan Estuari Muara Angke, Teluk Jakarta telah terindikasi sebagai perairan yang tercemar (Suharsono 2004). Penelitian Rochyatun dan Rozak (2007) di Teluk Jakarta menunjukkan bahwa kadar logam berat dalam sedimen di bagian barat Teluk Jakarta lebih tinggi dibandingkan di bagian tengah dan timur Teluk Jakarta. Bagian barat Teluk Jakarta dimana Estuari Muara Angke sebagai salah satu stasiun yang diamati telah terkontaminasi oleh logam berat Zn, Cu dan Ni.

(22)

Fenomena tersebut tahun 1980 hanya sekitar Teluk Jakarta, tahun 1986 meluas hingga jarak 2 km, tahun 1988 meningkat sejauh 5 km, tahun 1990 dan 2002 ledakan populasi fitoplankton telah mencapai 12 km dan 20 km dari pelabuhan Tanjung Priok. Eutrofikasi di Teluk Jakarta juga pernah menyebabkan kematian masal ikan dan udang yang disebabkan oleh ledakan populasi fitoplankton beracun (Suharsono 2004).

Estuari Cimandiri, Teluk Pelabuhan Ratu merupakan perairan yang aktivitas sekitarnya mulai meningkat, seperti aktivitas dari nelayan, pelabuhan serta pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), tetapi tidak setinggi aktivitas di Teluk Jakarta. Sutomo dan Hutagalung (1994) dalam penelitiannya mendapatkan konsentrasi oksigen terlarut bulan Mei 1993 (musim peralihan 1) lebih tinggi daripada bulan Juli 1993 (Musim Timur) di Estuari Cimandiri. Konsentrasi oksigen terlarut pada perairan Estuari Cimandiri masih bersifat alami dengan nilai >4 mg/L (Sutomo & Hutagalung 1994). Kisaran konsentrasinya pada bulan Mei 1993 berkisar antara 6.08–6.68 mg/L (lapisan permukaan) dan 4.96–6.58 mg/L (lapisan dekat dasar). Untuk konsentrasi oksigen terlarut pada bulan Juli 1993 (lapisan permukaan) berkisar antara 5.84–6.23 mg/L dan 5.16-6.23 mg/L (lapisan dekat dasar).

(23)

Dalam penelitian ini akan dilihat apa ada korelasi karakter lipid dengan kondisi lingkungan yang berbeda dan sejauh mana lipid biomarker dapat dimanfaatkan sebagai alat (tool) atau acuan dalam melihat perairan yang relatif tercemar dan relatif tidak tercemar. Pendugaan adanya perbedaan dalam kondisi lingkungan yang berbeda, analisis lipid biomarker dapat memberikan informasi yang sangat penting dalam investigasi forensik lingkungan terkait identifikasi karakteristik dan sumber biomarker (alami dan antropogenik) pada setiap lokasi.

Dalam studi ini digunakan parameter hidrokarbon (n-alkana, hopana, PAH), n-alkanol, sterol, asam lemak dan isoprenoid dalam menganalisis karakteristik karbon pada sedimen estuari (Gambar 1). Molekul organik tersebut mempunyai potensi untuk digunakan dalam penelusuran sumber karbon karena spesifikasi dari biosintesis pada organisme yang berbeda dan kestabilannya di lingkungan. Indikator masukan biogenik (alami) umumnya digunakan n-alkanol dan asam lemak (yang nomor karbonnya didominasi nomor karbon genap) serta n-alkana (didominasi nomor karbon ganjil) yang memiliki rantai karbon dengan >C20 merupakan indikasi adanya masukan terestrial dari tumbuhan tingkat tinggi, sedangkan rantai karbon dengan ≤C20 merupakan indikasi masukan dari organisme akuatik seperti fitoplankton, zooplankton serta bakteri (Millero & Sohn 1992; Killops & Killops 1993). Indikator adanya masukan dari antropogenik pada ekosistem perairan umumnya digunakan hidrokarbon isoprenoid (pristana dan phytana), UCM, hopana, sterana dan PAH sebagai indikasi adanya kontaminasi dari petroleum kemudian coprostanol (sterol) sebagai indikasi adanya kontaminasi dari limbah domestik atau bahan buangan manusia (Boehm 2006).

Tujuan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan tujuan mengkaji kontribusi asal bahan organik dalam sedimen berdasarkan karakteristik lipid biomarker di Estuari Muara Angke-Teluk Jakarta, Cimandiri-Teluk Pelabuhan Ratu dan Cilintang-Ujung Kulon.

Manfaat

(24)

Keterangan : : Proses : Umpan balik

Gambar 1 Skema pendekatan masalah.

. Kesimpulan

Sumber Bahan Organik di Estuari

Terestrial (allochthonous)

Laut (autochthonous)

Sungai/ Atmosfer

Estuari

asam lemak

Analisis Karakteristik Lipid Biomarker Sedimen (Deskriptif) Perbandingan lokasi di

estuari yang relatif tercemar dan relatif

tidak tercemar Antropogenik

Sedimen Estuari

Lipid Biomarker

Hidrokarbon (Alifatik, hopana

dan Polisiklik Aromatik)

(25)

TINJAUAN PUSTAKA

Lipid Biomarker pada Sedimen Perairan

Sedimen laut dangkal pada wilayah pesisir (khususnya estuari) merupakan

storage system” berbagai unsur dan senyawa kimia. Proses fisik, kimia dan biologi yang terjadi di dalam kolom air akan mempengaruhi komposisi dan kualitas sedimen sehingga informasi karakteristik fisik, kimia dan biologi sedimen dapat digunakan untuk mengevalusi dan merefleksikan kondisi lingkungan suatu perairan (Sanusi & Sugeng 2009).

Lipid merupakan sumber utama energi metabolik dan material esensial untuk pembentukan sel dan jaringan membran. Lipid penting dalam proses fisiologi dan reproduktif hewan laut dan merefleksikan biokimia khusus dan kondisi ekologi di lingkungan laut (Berge & Barnathan 2005). Lipid biasanya hadir dalam fraksi yang kecil pada karbon organik total, tetapi keanekaragaman dan kekhususannya membuat senyawa lipid digunakan untuk mempelajari sumber dan transformasi bahan organik (Azevedo 2003).

Biomarker (biological marker) merupakan indikator kimia dari sumber bahan organik dan dapat digunakan sebagai indikator lingkungan (Killops & Killops 1993). Analisis biomarker telah digunakan secara luas dalam studi umum geokimia, kini ketertarikan dalam analisis ini meningkat dan digunakan juga dalam studi ekologi (Parrish et al. 2000; Panetta & Gélinas 2009). Sumber potensial bahan organik yaitu seperti fitoplankton (diatom dan dinoflagellata), bakteri, hewan akuatik (termasuk zooplankton dan fauna bentik), makroalga, seagrass, mikrofitobentos (mikroalga bentik dan cyanobakteri) dan tanaman tingkat tinggi yang berasal dari darat (Volkman et al. 2008). Lipid biomarker dapat juga digunakan untuk merekontruksi perubahan yang terjadi pada masa lalu pada suatu ekosistem karena lipid biomarker berisi informasi yang melimpah tentang sumber material sedimen (Muri et al. 2004).

Hidrokarbon

(26)

hidrokarbon aromatik (Pine et al. 1988). Hidrokarbon pada sistem akuatik dapat dibagi menjadi dua yaitu hidrokarbon dengan berat molekul rendah (<C14) yang mudah menguap (volatile) dan hidrokarbon dengan berat molekul tinggi (>C14) sulit menguap atau penguapan rendah (non–volatile) (Chester 1990; Millero & Sohn 1992).

Hidrokarbon hadir dalam semua organisme, tetapi jumlahnya hanya sekitar 1% dari total lipid (Chester 1990). Konsentrasi hidrokarbon dapat lebih tinggi pada mikroalga (Parrish 1988 dalam Chester 1990). Terkait dengan kekhususan dalam metabolik biologi dan kestabilan pada banyak molekul hidrokarbon, hidrokarbon cocok atau sesuai sebagai tanda untuk membedakan sumber input yang berbeda pada sedimen laut (Millero & Sohn 1992; Saliot 1981 dalam Parrish et al. 2000) dan untuk proses investigasi siklus bahan organik di lingkungan laut (Barrick et al. 1980 dalam Parrish et al. 2000). Dengan pendekatan studi kelas yang berbeda pada hidrokarbon secara simultan (n-alkana, alkana bercabang dan aromatik), kesimpulan yang kuat mengenai sumber karbon dapat tergambarkan (Barrick et al. 1980 dalam Parrish et al. 2000).

Hidrokarbon alifatik

Hidrokarbon alifatik terdiri atas rantai atom karbon yang tidak mencakup bangun siklik dan sering disebut juga sebagai hidrokarbon rantai terbuka atau hidrokarbon asiklik (Gambar 2).

Propana Pentana Heksana

Gambar 2 Struktur molekuler hidrokarbon alifatik (Pine et al. 1988).

(27)

pestisida. Senyawa yang mengandung halogen umumnya bersifat stabil, persisten dan beracun (Suprihanto 2005).

Alkana merupakan zat nonpolar, zat yang tak larut dalam air dengan kerapatan zat cair kurang dari 1 g/mL (Pine et al. 1988). Alkana disebut juga senyawa hidrokarbon jenuh atau parafin. Atom karbon alkana yang dirangkaikan dalam runtunan tunggal yang bersambung, alkana tersebut dikenal dengan hidrokarbon normal (Pine et al. 1988). Bentuk n-alkana yang paling sederhana adalah metana (CH4) yang merupakan komponen utama dari gas alam dan hasil dekomposisi anaerobik dari bahan organik (Effendi 2003). Hidrokarbon biogenik atau hidrokarbon yang dihasilkan oleh tumbuhan dan hewan meliputi alkana yang ditemukan pada waxes tumbuhan, bakteri yang hidup di laut dan alga (Effendi 2003).

Alkana merupakan hidrokarbon alami yang dominan di lingkungan laut (Saliot 1981 dalam Chester 1990; Millero & Sohn 1992). n-Alkana sebagian besar melimpah pada organisme tingkat rendah (akuatik) dengan nomor karbon

pendek (≤C20) yaitu seperti bakteri, alga (pelagis dan bentik), zooplankton dan organisme tingkat tinggi (terestrial) dengan nomor karbon panjang (>C20) yang berasal dari komponen lilin (waxes) (Millero & Sohn 1992; Killops & Killops 1993). Yuanita et al. (2007) dalam pengamatannya pada sedimen Laut Arafura diperoleh distribusi n-alkana C20-C30 yang menunjukkan bahan organik berasal dari tanaman tingkat tinggi.

(28)

Untuk melihat dominasi sumber dari tumbuhan terestrial atau organisme akuatik dapat digunakan diagnosa TAR (Terrestrial to Aquatic Ratio) (Meyers 1997). Nilai TARHc n-alkana pada sedimen >1 menunjukkan sumber dari terestrial (alotonus) lebih dominan atau memiliki kontribusi relatif lebih besar daripada sumber dari akuatik (autotonus) sedangkan nilai TARHC <1 mengindikaskan sumber dari akuatik lebih dominan (Meyers 1997).

Hopana

Kehadiran kontaminan petroleum pada sedimen dapat dilihat dari kehadiran biomarker hopana (Zaghdan et al. 2005). Hopana merupakan pentasiklik triterpana yang umumnya terdiri dari 27 sampai dengan 35 atom karbon dengan komposisi struktur empat ring dengan enam atom karbon dan satu ring dengan lima atom karbon (Gambar 3) (Killops & Killops 1993; Wang et al. 2006).

Gambar 3 Struktur molekuler hopana (Killops & Killops 1993).

Hopana terdiri dari tiga seri stereoisomer yaitu 17α(H),21β(H)-hopana atau αβ,

17β(H),21β(H)-hopana atau ββ dan 17β(H),21α(H)-hopana atau βα (Gambar 4) (Wang et al. 2006).

Gambar 4 Struktur molekuler ββ, αβ, βα dan αα-hopana (Wang et al. 2006).

Senyawa seri βα disebut juga moretane. Hopanoid yang diproduksi oleh

(29)

ditemukan pada petroleum karena ketidakstabilan secara thermal dalam awal

katagenesis. Meningkatnya kematangan dalam proses thermodinamika, ββ -hopana kurang stabil yang kemudian dikonversi menjadi αβ- dan βα-hopana (Peters & Moldowan 1993). Seri αα atau 17α(H),21α(H)-hopana bukan produk alami (Peters & Moldowan 1993) dan dapat ditemukan pada sedimen dan minyak (Nyoft & Bojesen-Koefoed 2001). Kestabilan αα-hopana lebih rendah dibanding

seri αβ dan βα tetapi lebih stabil daripada ββ-hopana (Wang et al. 2006).

Polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH)

Hidrokarbon aromatik merupakan golongan khusus senyawa siklik yang biasanya terbentuk dari enam atom karbon dengan ikatan tunggal dan ikatan rangkap atau ganda bergantian (Pine et al. 1988; Suprihanto 2005). Kelompok ini digolongkan terpisah dari hidrokarbon alifatik dan siklik karena sifat fisika dan kimianya yang khas, misalnya benzena dan naftalena (Gambar 5).

Benzena Naftalena

Gambar 5 Struktur molekuler benzena dan naftalena (Pine et al. 1988).

(30)

Gambar 6 Struktur molekuler antracena (Boehm 2006).

PAH dapat berada di lingkungan air tawar, laut dan terestrial termasuk wilayah yang jauh dari aktivitas industri (Neff 1979). PAH diproduksi melalui proses alami dan antropogenik (Boehm 2006). Senyawa yang sama dapat masuk ke lingkungan melalui kedua proses tersebut (Boehm 2006). PAH secara umum dibentuk oleh berbagai macam proses, seperti biosintesis, diagenesis bahan organik yang memproduksi bahan bakar fosil dan pembakaran tidak sempurna dari bahan organik (Neff 1979). Nikolaou et al. (2009) membagi tiga kategori sumber PAH yaitu:

1. PAH petrogenik, yang terkait dengan petroleum (minyak), termasuk minyak mentah dan produk penyulingannya.

2. PAH biogenik, yang berasal dari proses biologi atau tahap awal dari diagenesis pada sedimen laut (misal: perylene).

3. PAH Pyrogenik, yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil (minyak dan batu bara) dan material organik seperti kayu.

(31)

(Boehm 2006). Retene atau 1-methyl-7-isopropylphenanthrene (Gambar 7) berasal dari biogenik baik dari alga maupun bakteri (Wen et al.2000 dalam Boehm 2006).

Retene

Gambar 7 Struktur molekuler retene (Killops & Killops 1993).

Tipe PAH yang dibentuk oleh bahan bakar fosil adalah PAH induk/ unsubstitusi (parent) dan alkil (bercabang) (Gambar 8) (Boehm 2006). PAH alkil relatif melimpah pada PAH petrogenik daripada PAH induk (PAH alkil > PAH induk), sedangkan sumber pyrogenik PAH induk relatif melimpah daripada PAH alkil (PAH induk > PAH alkil) (Boehm 2006). PAH pyrogenik dikarakterisasi oleh tingginya kelimpahan ring PAH 4, 5 dan 6 (Zhang et al. 2004; Boehm 2006). Sumber petrogenik umumnya kelimpahan tinggi pada ring PAH 2 dan 3 (Boehm 2006).

Naftalena metilnaftalena

Gambar 8 Struktur PAH induk/ unsubstitusi (Naftalena) dan alkil (metilnaftalena) (Boehm 2006).

(32)

Fate akhir dari PAH umumnya tersedimentasi, setelah ditransport pada kolom air, material akan terjebak pada sedimen (Nikolaou et al. 2009).

naphthalene acenaphthene anthracene

acenaphthylene phenanthrene fluorene

chrysene fluoranranthene pyrene

benzo[b]fluoranthene benzo[a]pyrene benzo[k]fluoranthene

Benzo[a]anthracene Indeno[1,2,3-cd]pyrene dibenz[a,h]anthracene

benzo[ghi]perylene

[image:32.595.107.512.108.757.2]
(33)

n-Alkanol

Alkohol merupakan senyawa dengan grup hidroksil (-OH) pada atom karbon non aromatik (Millero & Sohn 1992). Biomarker n-alkanol telah digunakan secara luas untuk melihat sumber bahan organik yang berasal dari akuatik dan terestrial (Meyers 1997; Fernandes et al. 1999; Madureira & Piccinini 1999; Duan & Ma 2001; Jaffe et al. 2001). Rantai karbon pendek (≤20) dan panjang (>20) n-alkanol umumnya didominasi oleh rantai karbon genap. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai CPI pada n-alkanol > 1 (Gogou et al. 1998).

Rantai karbon pendek (≤ 20) umumnya berasal dari organisme akuatik (Duan 2000). Nomor karbon nC14, nC16 dan nC18 dapat bersumber dari alga dan zooplankton (Yunker et al. 2005; Tolosa et al. 2008). Komponen nC16 dapat juga berasal dari bakteri (Muri et al. 2004). Rantai karbon panjang homolog n-alkanol >nC20 umumnya mengindikasikan adanya masukan bahan organik dari komponen lilin (waxes) tumbuhan tingkat tinggi dari terestrial, namun ada juga yang berasal dari akuatik (Madureira & Piccinini 1999; Duan 2000; Yunker et al. 2005; Bechtel & Schubert 2009).

Nilai TAROH n-alkanol >1 menunjukkan sumber dari terestrial (alotonus) lebih dominan atau memiliki kontribusi relatif lebih besar daripada sumber dari akuatik (autotonus) sedangkan nilai TAROH <1 mengindikasikan sumber dari akuatik lebih dominan (Meyers 1997).

Sterol

(34)
[image:34.595.218.405.86.205.2]

Gambar 10 Struktur molekuler steroid (Killops & Killops 1993).

Sterol dapat berasosiasi dengan bahan partikulat tersuspensi dan mengendap pada sedimen (Martins et al. 2007). Nomor karbon yang muncul pada sterol utamanya C27, C28 dan C29 (terkadang C26 dan C30 juga muncul) (Killops & Killops 1993). Ratusan produk alami sterol telah teridentifikasi, diantaranya cholesterol C27 (terdistribusi luas baik pada tumbuhan dan hewan),

β-sitosterol C29 (tumbuhan tingkat tinggi), brassicasterol (diatom), dinosterol C30 (dinoflagellata) dan fucosterol (alga cokelat) (Struktur molekuler sterol dan sumbernya dapat dilihat pada Gambar 11) (Killops & Killops 1993).

Ketahanan degradasi sterol dalam jangka waktu panjang lebih lama atau stabil daripada asam lemak sehingga baik digunakan dalam biomarker (Parrish et al. 2000; Volkman et al. 2008). Sterol juga memberikan kerancuan yang rendah sebagai marker pada tumbuhan tingkat tinggi, fitoplankton, makroalga dan buangan manusia atau limbah domestik (human sewage) (Parrish et al. 2000). Sterol utama pada tanaman tingkat tinggi atau marker bahan organik terrigenus adalah senyawa C29, β-sitosterol (24α-ethylcholest-5-en-3β-ol) dan

stigmasterol (24α-ethylcholesta-5,22E-dien-3β-ol) serta campesterol (24α -methylcholest-5-en-3β-ol) yang mempunyai C28 dapat ditemukan juga pada tanaman tingkat tinggi (Killops & Killops 1993; Martins et al. 2007; Volkman et al. 2008).

Keanekaragaman yang besar pada sterol ditemukan pada mikroalga (Killops & Killops 1993). Diatom menunjukkan keanekeragaman dalam komposisi sterol dan memberikan peran penting sebagai sumber bahan organik pada sistem laut yang terlihat pada distribusi sterol yang komplek dan bervariasi dalam sedimen (Killops & Killops 1993). 24-Methylenecholesterol dapat digunakan sebagai marker pada diatom (Parrish et al. 2000). Komposisi sterol

(35)

-trimetil-5α-cholest-22E-en-3β-ol) yang sering digunakan sebagai indikator pada sedimen (Killops & Killops 1993; Volkman et al. 2008).

cholesterol (tumbuhan dan hewan)

desmosterol (krustasea dan alga

merah)

ergosterol (fungi atau jamur)

campesterol

(tumbuhan tinggi) (alga plankton) brassicasterol

fucosterol (alga cokelat)

stigmasterol (tumbuhan tinggi)

β-sitosterol

[image:35.595.109.518.124.456.2]

(tumbuhan tinggi) (dinoflagellata) dinosterol

Gambar 11 Struktur molekuler sterol dan sumbernya (Killops & Killops 1993).

(36)

dapat digunakan sebagai indikasi tingkat perlakuan limbah domestik (sewage treatment) (Martins et al. 2007).

Gambar 12 Struktur molekuler coprostanol dan epicoprostanol (Martins et al. 2007).

Asam Lemak

Asam lemak (Fatty acid) merupakan senyawa yang melimpah pada sebagian besar organisme dan menyediakan informasi secara luas mengenai sumber dari bahan organik (Millero & Sohn 1992; Killops & Killops 1993; Volkman et al. 2008). Asam lemak mempunyai peranan sebagai komponen membran seluler (misal : phospholipid), cadangan energi (misal : trigliserida) dan lapisan pelindung (misal : wax ester) (Killops & Killops 1993). Asam lemak dapat digunakan sebagai biomarker karena variasinya dalam organisme berbeda dan kestabilan kimianya yang diikuti ketahanannya (persisten) dalam periode waktu geologi (Millero & Sohn 1992). Sumber asam lemak berasal dari bakteri, mikroalga, tanaman tingkat tinggi dan hewan laut (misal : zooplankton) (Killops & Killops 1993).

(37)

Asam lemak tak jenuh (unsaturasi) dengan karbon 16 dan 18 sebagian besar ditemukan pada organisme akuatik (Millero & Sohn1992; Killops & Killops 1993). Asam lemak dengan berat molekul rendah (volatil) (<C5) juga hadir dalam perairan alami dan sedimen dan dihasilkan dari degradasi bahan organik oleh mikroba (Millero & Sohn 1992). Keberadaan asam lemak dengan berat molekul rendah sebagian besar berasosiasi dengan aktivitas bakteri pada lingkungan anaerobik (Millero & Sohn 1992). Asam lemak non volatil (>C5) (Millero & Sohn 1992) yaitu pada asam lemak monounsaturasi nC18:1ω9 (oleic acid/ asam oleat) dapat ditemukan pada hewan, tanaman tinggi dan alga sedangkan nC18:1ω7 (cis-vaccenic acid/ asam vasenat) pada bakteri (Killops & Killops 1993). Distribusi asam lemak monounsaturasi pada bakteri air laut dan sedimen memberikan kontribusi tinggi dari 10 hingga 80% (Millero & Sohn 1992). Asam lemak n-C16:1ω7berasal dari bakteri dan diatom (Killops & Killops 1993). Asam lemak n-C16:1ω9 berasal dari alga (Killops & Killops 1993). Untuk asam lemak dengan nomor karbon ganjil nC15:1ω6dan nC17:1ω8berasal dari bakteri yang diproduksi secara biosintesis anaerob (Killops & Killops 1993).

Posisi ikatan ganda dari asam lemak polyunsaturasi/ PUFAs (Polyunsaturated Fatty Acids) dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber organisme (Killops & Killops 1993). Asam lemak polyunsaturasi umumnya ditemukan pada alga dan tanaman tinggi (Killops & Killops 1993). Asam lemak polyunsaturasi seperti nC20:4ω6, nC20:5ω3, nC22:5ω3 dan nC22:6ω3 merupakan karakteristik dari alga plankton (Killops & Killops 1993). nC18:3ω3 umumnya berasal dari tanaman tinggi dan alga hijau (Killops & Killops 1993). nC16:2ω4, nC16:2ω6, nC16:2ω7 umumnya berasal dari fitoplankton laut dan isomer ω4 dan

ω6 hadir juga dalam alga makroskopik hijau, merah dan cokelat sedangkan isomer ω4 dan ω7 berasal dari diatom (Killops & Killops 1993). Beberapa contoh struktur molekuler asam lemak polyunsaturasi dapat dilihat pada Gambar 13.

(38)

Asam lemak bercabang ditemukan pada organisme spesifik, sehingga baik digunakan sebagai biomarker (Millero & Sohn 1992). Beberapa contoh struktur molekuler asam lemak bercabang dapat dilihat pada Gambar 14. Volkman et al. (2008) dalam penelitiannya pada inlet Wilson yang merupakan perairan dangkal ekosistem estuari pantai barat Australia menemukan asam lemak iso- dan anteiso- C15 dan C17 dominan dan isomer anteiso- lebih melimpah daripada iso- di semua sedimen. Kehadiran asam lemak bercabang mengindikasikan biomassa dari bakteri.

iso-C13 anteiso-C13

Gambar 14 Struktur molekuler asam lemak bercabang (Mudge & Ball 2006).

Isoprenoid

Senyawa isoprenoid asiklik merupakan senyawa yang dibentuk dari unit C5 isoprene (Gambar 15) (Killops & Killops 1993; Rontani & Volkman 2003; Wang & Christensen 2006). Isoprenoid dapat ditemukan pada padatan tersuspensi dan sedimen (Prartono 1995; Jeng & Huh 2004). Phytol atau 3,7,11,15 tetrametil 2 heksadekenol (Gambar 16) merupakan alkenol bercabang atau isoprenoid alkohol yang berasal dari rantai sisi klorofil-a (Killops & Killops 1993; Grossi et al. 1998; Bechtel & Schubert 2009).

Gambar 15 Struktur molekuler isoprene (C5) (Wang et al. 2006).

[image:38.595.103.508.24.843.2]

Phytol dapat bersumber dari alga atau fitoplankton (Yunker et al. 2005; Bechtel & Schubert 2009). Phytol juga dapat berasal material tumbuhan tingkat tinggi (Prartono 1995).

Gambar 16 Struktur molekuler phytol (Prartono 1995;Wang et al. 2006).

COOH

COOH

OH

head
(39)

Dihidrophytol atau 3,7,11,15 tetrametil heksadekanol (DHP) merupakan produk diagenetik phytol melalui proses biologi atau mikroba (struktur molekuler DHP dapat dilihat pada Gambar 17). Senyawa DHP terjadi pada suasana reduksi (anoksik) sehingga dapat digunakan sebagai tanda kondisi anoksik pada tahap awal diagenesis. Sumber DHP bisa juga berasal dari archaebacteria. Cara membedakan DHP dilihat dari sumbernya dapat dilakukan dengan studi stereokimia. DHP dengan konfigurasi 3(S), 9(R), 11(R) berasal dari klorofil, sedangkan konfigurasi 3(R), 9(R), 11(R) berasal dari bakteri (Prartono 1995).

Gambar 17 Struktur molekuler dihidrophytol (Killops & Killops 1993).

Asam phytanoat atau 3,7,11,15-tetrametil-asam heksadekanoat telah diusulkan sebagai produk diagenetik phytol melalui proses biologi dan bakteri (struktur molekuler asam phytanoat dapat dilihat pada Gambar 18). Pembentukan asam phytanoat dari phytol terjadi pada kondisi reduksi (anoksik) diduga melalui senyawa intermediat asam phytenoat atau phytenic acid dan phytenal. Asam phytenoat dan phytenal merupakan hasil oksidasi dari phytol yang mungkin terjadi pada kolom air maupun pada fase sedimen dan air (sedimen-water interface) (Prartono 1995).

Gambar 18 Struktur molekuler asam phytanoat (Prartono 1995).

Pristana atau 2,6,10,14 tetrametil pentadekana dan phytana atau 2,6,10,14 tetrametil heksadekana merupakan senyawa hidrokarbon isoprenoid yang paling melimpah pada minyak mentah (struktur molekuler pristana dan phytana dapat dilihat pada Gambar 19 dan 20) (Wang et al. 2006). Senyawa isoprenoid sebagian besar berasal dari rantai samping phytyl dari klorofil selama diagenesis. Pada kondisi anoksik dalam sedimen, rantai samping phytyl dari klorofil terputus menghasilkan phytol. Phytana berasal berasal dari dehidrasi dan reduksi phytol,

OH

(40)

sementara pristana berasal dari oksidasi dan dekarboksilasi phytol (Wang et al. 2006).

Gambar 19 Struktur molekuler pristana (Prartono 1995; Wang et al. 2006).

Gambar 20 Struktur molekuler phytana (Prartono 1995; Wang et al. 2006).

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Estuari Muara Angke, Teluk Jakarta

Perairan Teluk Jakarta merupakan salah satu perairan yang padat dengan berbagai jenis kegiatan manusia (Rochyatun & Rozak 2007). Posisi geografis Teluk Jakarta terletak pada 05048’30’’–06010’30’’ LS dan 106033’00’’–107003’00’’ BT. Pada Teluk Jakarta terdapat lokasi rekreasi (ancol), beberapa industri, tempat penangkapan ikan oleh nelayan dan empat buah pelabuhan besar yaitu Pelabuhan Tanjung Priok, dua buah Pelabuhan Perikanan dan Pelabuhan kayu. Teluk Jakarta yang merupakan tempat akhir penampungan berbagai macam limbah (termasuk limbah industri dan domestik), menerima limbah melalui 13 sungai yang bermuara ke Teluk Jakarta (Rochyatun & Rozak 2007).

(41)

0.65–4.21 mg/L dan 0–3.04 mg/L. Konsentrasi nitrat pada bulan Juli dan Agustus 1999 berkisar antara 0.032–0.265 mg/L dan 0.459–0.745 mg/L. Konsentrasi ortofosfat pada bulan Juli dan Agustus 1999 berkisar antara 0.0519– 0.1514 mg/L dan 0.0428–0.1453 mg/L. pH air pada bulan Juli dan Agustus 1999 berkisar antara 6.5–8 dan 6–7.

Fitoplankton di Estuari Muara Angke diperoleh empat kelas yaitu Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Cyanophyceae dan Dinophyceae. Fitoplankton dari kelas Bacillariophyceae memiliki kelimpahan tertinggi yaitu dari jenis Skeletonema, Thalassiosira, Chaetoceros. Zooplankton yang diperoleh di Estuari Muara Angke terdiri atas Crustacea (yang paling mendominasi yaitu 55.08% pada bulan Juli 1999 dan 68.03% pada bulan Agustus 1999), Protozoa, Protochordata, Annelida, Mollusca, Chaetognatha dan Coelenterata.

Estuari Cimandiri, Teluk Pelabuhan Ratu

Teluk Pelabuhan Ratu merupakan teluk terbesar di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa dan menjadi pusat kegiatan perikanan untuk daerah Jawa Barat (Kartahadimadja & Pariwono 1994). Teluk Pelabuhan Ratu yang terletak di wilayah selatan Propinsi Jawa Barat (Kabupaten Sukabumi) mempunyai posisi geografis antara 06057’00’’–07007’00’’ LS dan 106022’00’’–106033’00’’ BT. Teluk Pelabuhan Ratu merupakan tempat bermuara beberapa sungai, yaitu Cimandiri (sungai terbesar), Cibareno, Cisolok, Cimaja, Citepus, Cipalabuhan, Cipangairan dan Cidadap (bergabung dengan Sungai Cimandiri sebelum mencapai muara). Estuari Cimandiri banyak membawa bahan – bahan angkutan (dalam bentuk padatan tersuspensi) berupa buangan dari kegiatan pertanian dan pemukiman, serta hasil erosi seperti pasir dan pembukaan hutan hutan di daerah aliran sungai (Kartahadimadja & Pariwono 1994). Pada wilayah Teluk Pelabuhan Ratu telah dimulai pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sejak 9 Oktober 2007 dan hingga tahun 2010 masih berlangsung yang dalam pengoperasiannya memanfaatkan bahan bakar batu bara.

(42)

sampai Juni 2002 berkisar antara 2.3–8.4 mg/L, salinitas bulan April sampai Juni 2002 berkisar antara 0–35 0/00, pH air bulan April sampai Juni 2002 berkisar antara 6.5–8.0, konsentrasi nitrat bulan April sampai Juni 2002 berkisar antara 0.22–0.33 mg/L, konsentrasi ortofosfat bulan April sampai Juni 2002 berkisar antara 0.01–0.04 mg/L dan konsentrasi silikat bulan April sampai Juni 2002 berkisar antara 4.46–6.72 mg/L.

Fitoplankton pada Estuari Cimandiri terdiri atas lima kelas yaitu Bacillariophyceae, Chlorophyceae, Cyanophyceae, Dinophyceae dan Euglenophyceae. Bacillariophyceae mendominasi dari semua kelas yang ditemukan dengan kelimpahan jenis tertinggi berasal dari genus Rhizosolenia sp. pada bulan September dan Oktober 2002.

Estuari Cilintang, Ujung Kulon

Taman Nasional Ujung Kulon merupakan kawasan konservasi dengan luas wilayah 120.551 ha, terdiri atas luas daratan 76.214 ha dan perairan 44.337 ha. Taman Naional Ujung Kulon mempunyai posisi geografis 06030’43’’–06052’17’’ LS dan 102002’32’’–105037’37’’ BT (Mujiono 2009). Taman Nasional Ujung Kulon memiliki tiga tipe ekosistem yaitu yaitu perairan laut, pesisir pantai dan daratan/ terestrial. Ekosistem perairan laut terdiri atas terumbu karang dan padang lamun yang sebagian besar berada pada perairan Semenanjung Ujung Kulon, Pulau Handeleum, Pulau Peucang dan Pulau Panaitan. Ekosistem pesisir pantai terdiri dari hutan pantai dan hutan mangrove di bagian timur laut Semenanjung Ujung Kulon. Ekosistem terestrial yaitu hutan tropis yang terdapat di gunung Honje, Semenanjung Ujung Kulon dan Pulau Panaitan.

Teluk Selamat Datang yang merupakan bagian Taman Naional Ujung Kulon, memiliki beberapa Estuari yaitu Estuari Tamanjaya, Cikawung, Pinanggading, Cilintang, Prepet, Cibariang, Boboko dan Cigenter. Estuari Cilintang, Ujung Kulon, Propinsi Banten memiliki karakter fisik yaitu salinitas 0– 270/00, suhu air 26–27 0C dan pH 6-7. Pada sekitar Estuari banyak terdapat vegetasi mangrove dengan kondisi baik (Mujiono 2009).

(43)

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Estuari Muara Angke-Teluk Jakarta yang berada pada 06005’47.6” LS dan 106045’58.9”BT, Cimandiri-Teluk Pelabuhan Ratu yang berada pada 07000’32.5” LS dan 106032’11.5”BT dan Cilintang-Ujung Kulon yang berada pada 06048’49.2” LS dan 105028’22.2”BT (Gambar 21). Estuari Muara Angke yang merupakan bagian dari Teluk Jakarta dimana wilayahnya relatif tercemar, mendapat masukan limbah karena tingginya aktivitas didarat. Estuari Cimandiri dan Cilintang yang masuk dalam wilayah Teluk Pelabuhan Ratu dan Ujung Kulon merupakan wilayah yang relatif tidak tercemar karena rendahnya masukan limbah yang berasal dari aktivitas di darat.

Contoh sedimen yang diperoleh dari masing – masing lokasi dikeringkan dengan alat freeze-dryer di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan II (Departemen Teknologi Hasil Perairan), Fakultas Perikanan dan Ilmu kelautan (FPIK), Institut Pertanian Bogor (IPB). Analisis Lipid dilaksanakan di Pusat Laboratorium Terpadu, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah,Tangerang. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni 2010-Januari 2011.

Gambar 21 Lokasi pengambilan contoh sedimen di Estuari Muara Angke (A), Cimandiri (B) dan Cilintang (C).

BT

PETA LOKASI PENELITIAN

Keterangan :

A. Muara Angke, T.JKT B. Cimandiri,

T.P.Ratu C. Cilintang, Ujung

Kulon A B C Selat sunda Samudera Hindia Laut Jawa

105.2 105.4 105.6 105.8 106 106.2 106.4 106.6 106.8 107 -7.2 -7 -6.8 -6.6 -6.4 -6.2 -6

105012

105024 105036 105048 10600 106012 106024 106036 106048 10700 600

6012

6024

6036

6048

700

[image:43.595.106.515.118.757.2]
(44)

Bahan dan Peralatan Penelitian Perlakuan peralatan laboratorium

Peralatan penelitian berupa gelas (soxhlet, round bottle glass, gelas beaker, funnel separating (kolom pemisah), kolom kromatografi, erlenmeyer), penjepit stainless steel dan spatula dicuci dengan sabun teepol dan dibilas dengan air. Selanjutnya, peralatan dibungkus dengan aluminium foil dan dikeringkan dengan oven (800C) selama 24 jam. Ketika akan digunakan alat yang telah dikeringkan dengan oven serta aluminium foil, glass wool, gelas vial, gelas pasteur pipet dibilas dengan methanol (MeOH), diklorometana (DCM) dan n-heksana secara berurutan (Prartono 1995).

Pelarut organik

Pelarut organik yang digunakan seperti etil asetat (Merck; Pro Analysis), methanol/ MeOH (Merck; LiChrosolv), diklorometana/ DCM (Merck; Pro Analysis) dan n-heksana (Merck; Pro Analysis) dilakukan destilasi untuk mengurangi kontaminan yang terkandung dalam pelarut tersebut (Prartono 1995).

Reagen

(1) Anhydrous Sodium Sulfat

Anhydrous sodium sulfat dibilas dengan diklorometana (DCM), kemudian diaktivasi (5000C; 4 jam) menggunakan oven. Selanjutnya, didinginkan pada desikator dan disimpan hingga akan digunakan (Prartono 1995).

(2) Bubuk Tembaga Aktif (Activated Copper)

(45)

merah kecokelatan. Cairan dipermukaan kemudian dibuang. Endapan copper dibilas dengan DCM dan n-heksana.

Silika gel 60 (ukuran partikel 0.040 – 0.063 mm)

Silika gel yang digunakan pada kolom kromatografi (0.040–0.063 mm; Merck, Jerman) dideaktivasi dengan 5% air (akuades). Tahap awal deaktivasi, silika gel (10 g) dimurnikan melalui ekstraksi menggunakan alat soxhlet (6 jam) dengan campuran n-heksana-methanol (1:1) sebanyak 100 mL, selanjutnya dikeringkan dan dibungkus dengan aluminium foil. Selanjutnya, aluminium foil yang telah terisi silika dipanaskan dalam oven (5000C; 1 jam). Setelah itu, suhu diturunkan secara bertahap menjadi 1500C hingga 1200C, kemudian dipindah kedalam desikator (30 menit). Deaktivasi silika gel dilakukan dengan menambah air akuades 5% (0.5 g) pada gelas beker yang sebelumnya telah diisi silika 95% (9.5 g) dan diaduk hingga gumpalan menghilang. Jumlah air (5%) yang ditambahkan berdasarkan persamaan (1) dan (2) berikut :

Wt = Ws 0.95

Wh = Wt - Ws keterangan :

Wt = total (berat SiO2 + H2O) Ws = berat SiO2

Wh = berat H2O yang ditambahkan

Metode Penelitian

Pengambilan dan perlakuan contoh sedimen

Pengumpulan contoh sedimen dilakukan pada 1 titik untuk masing-masing Estuari Muara Angke-Teluk Jakarta, Cimandiri-Teluk Pelabuhan Ratu dan Cilintang-Ujung Kulon. Titik pengambilan contoh sedimen dilihat posisinya (lintang dan bujur) dengan menggunakan alat Global Positioning System (GPS). Contoh sedimen permukaan (± 10 cm) dikoleksi dengan menggunakan alat Van Veen grab (Mater et al. 2004; Zhang et al. 2004). Contoh sedimen yang telah terkumpul pada grab dilakukan subcore, kemudian contoh sedimen dibungkus aluminium foil. Selanjutnya, disimpan dalam cold box yang telah diberi es batu.

... (1)

(46)

Di laboratorium contoh sedimen dibekukan dengan Freezer (-200C) untuk analisis lebih lanjut.

Prosedur analisis lipid

(1) Ekstraksi

Contoh sedimen dikeringkan dengan alat freeze-dryer (24 jam), kemudian dihomogenkan. Contoh sedimen yang telah dikeringkan kemudian ditimbang sebanyak 40 g. Contoh diekstraksi dengan 120 mL pelarut campuran (1:1) diklorometana (DCM) dan methanol (MeOH) dalam alat soxhlet (24 jam). Hasil dari ekstraksi diuapkan dengan rotary evaporator hingga tersisa ekstrak kurang lebih 2 mL. Ekstrak dihidrolisis dengan 6% KOH dalam MeOH (30 mL; 12 jam) (Prartono 1995).

Fraksi netral didapat melalui ekstraksi dengan n-heksana (3x30 mL). Fraksi cair diuapkan (~0.5 mL) dan dicampur dengan akuades yang sebelumnya telah diekstraksi dengan DCM (25 mL). Campuran diasamkan hingga pH menjadi 2 (pH~2) dengan 6 N HCl dan fraksi asam didapat melalui ekstraksi dengan DCM (3x30 mL). Selanjutnya, diuapkan (tanpa nitrogen) hingga diperoleh ± 2 mL dan dimasukkan dalam gelas vial, kemudian diuapkan dengan nitrogen hingga kering. Pelarut n-heksana ditambahkan 0.5 mL kedalam gelas vial bila akan dianalisis dengan GC-MS. Sampel diderivatisasi melalui sililasi dengan bis-(trimetilsilil)-trifluoroacetamida (BSTFA (Sigma-Aldrich); 50 µL; 800 C; 10 menit) sebelum dianalisis dengan kromatografi gas (Gas Chromatography/ GC) (Prartono 1995).

(2) Fraksinasi

(47)

dengan nitrogen hingga kering. Pelarut n-heksana ditambahkan 0.5 mL kedalam gelas vial bila akan dianalisis dengan GC-MS. Fraksi III diderivatisasi melalui sililasi (BSTFA; 50 µL; 800 C; 10 menit) sebelum dianalisis dengan kromatografi gas (Prartono 1995; Martins et al. 2007).

Analisis kromatografi gas – spektrometri massa

Analisis kromatografi gas–spektrometri massa (gas chromatography–mass spectrometry/ GC-MS) menggunakan kromatografi gas Shimadzu QP2010 yang dilengkapi dengan kolom silika DB-5 ms (panjang 30 m; 0.32 mm i.d./ inner diameter/ diameter dalam; dan 0.25 µm film thickness/ ketebalan lapis film) serta helium sebagai gas pendorong. Kromatografi gas memiliki batas deteksi 0.001 ppb. Kromatografi gas menggunakan mode injeksi split dengan rasio 10:1. Suhu oven kromatografi gas diprogram dari 40 sampai 3000C pada laju 60C/ menit setelah satu menit dan dibiarkan konstan pada 3000C selama 20 menit. Kondisi GC-MS adalah ionisasi potensial/ electron energy 70eV, ion source temperature 2300C dan interface temperature 2500C. Full mass data dicatat antara 45–600 Dalton setiap detik. Data dicatat dan diproses/ analisis dengan perangkat lunak GCMS Real Time Analysis dan GCMS Postrun Analysis.

Identifikasi dan kuantifikasi lipid

Lipid diidentifikasi dan kuantifikasi (dihitung) menggunakan kromatografi gas dan kromatografi gas–spektrometri massa. Identifikasi lipid dilakukan dengan membandingkan indeks relative retention dan mass spectra dengan data literatur. Data kuantitatif ditentukan dengan membandingkan luas puncak standar eksternal dengan senyawa yang dimaksud dalam total ionic current (TIC) chromatograms. Standar eksternal yang digunakan adalah phenanthrene (PAH) dan n-asam heptadekanoat (asam lemak). Konsentrasi senyawa dihitung dengan menggunakan persamaan (3) berikut (Prartono 1995):

Cc = Ac . Ce Ae keterangan :

Cc dan Ac = konsentrasi (µg/g berat kering) dan luas area senyawa yang dimaksud.

(48)

Perhitungan parameter molekuler

Nilai Carbon Preference Index (CPI) untuk n-alkana/ HC, n-asam alkanoat/ FA dan n-alkanol/ OH dihitung dengan persamaan (4), (5), (6) dan (7) berikut (Prartono 1995; Silva et al. 2008) :

n-alkana =

CPI

21−31 = 1 2 x

(� − � ��� ��� �2129) (� − � ��� ������2230)+

(� − � ��� ��� �2331) (� − � ��� ������2230)

���15−21 = 1 2 x

(� − � ��� ��� �1519) (� − � ��� ������16−�20)

+ (� − � ��� ��� �17−�21) (� − � ��� ������16−�20)

n-asam alkanoat dan n-alkanol =

���

20−30

=

1

2

Gambar

Gambar 1  Skema pendekatan masalah.
Gambar 9 Senyawa PAH (non-alkil) yang menjadi polutan utama menurut US
Gambar 10  Struktur molekuler steroid (Killops & Killops 1993).
Gambar 11  Struktur molekuler sterol dan sumbernya (Killops & Killops 1993).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengukuran yang didapat dari skateboard listrik yang telah dibuat dapat diambil kesimpulan bahwa pengendalian kecepatan menggunakan sensor accelerometer

25 Pertanyaan selanjutnya adalah Apakah mahasiswa yang menilai hasil penggunaan bahasa karangan bahasa inggris mereka sendiri (self assessment) dengan nilai tinggi

 Ing ngarso sung tulodho (didepan harus memberikan contoh yang baik untuk tujuan pendidikan)..  Ing madyo mangun karso (ditengah tengah guru harus bisa membangkitkan semangat

Berdasarkan perbedaan asal antara jiwa dan badan, maka jiwa merupakan unsur yang lebih penting dan lebih berperan dari pada jasad, sehingga al-Farabi, seperti

Jadi, bagaimanakah caranya untuk kita mengenal perancang kewangan yang bagus? Selain daripada mengambil kira ciri-ciri yang disebutkan sebelum ini, salah satu cara lain

seseorang yang baik yang masih hidup maupun yang telah meninggal dunia, baik yang nyata maupun yang berupa gambaran (imajiner) saja, yang memiliki sejumlah karakteristik

Sanggahan hanya dapat diajukan apabila terjadi hal-hal sebagaimana diatur pada lampiran III Perpres 54 Tahun 2010 Tanggal 6 Januari 2010. PANITIA PENGADAAN BARANG./ JASA