• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karbon organik merupakan unsur yang penting selain hidrogen, oksigen serta nitrogen dan dalam bentuk senyawa merupakan dasar bagi semua kehidupan. Sumber bahan organik pada sedimen estuari dapat berasal dari sistem akuatik, masukan materi terestrial dan produk terkait aktivitas bakteri pada kolom air dan sedimen. Sumber tersebut dapat dipengaruhi oleh faktor lokal seperti iklim, suplai nutrien, kondisi hidrodinamika dan biogeokimia sedimen. Perubahan pada sumber tersebut dapat direfleksikan oleh komponen organik pada sedimen (Prartono 1995). Lipid merupakan salah satu komponen bahan organik utama selain karbohidrat, protein, lignin dan tannin. Lipid dihasilkan oleh organisme hidup atau produk degradasinya (Sanusi & Sugeng 2009). Lipid dapat terdiri atas beberapa kelas seperti hidrokarbon, asam lemak (fatty acid), n- alkanol, steroid dan terpenoid.

Lipid biological marker (biomarker) sebagai senyawa organik spesifik dapat digunakan untuk menduga kontribusi karbon organik dari sumber yang berbeda atau penelusuran menurut molekul asal dari biologi tertentu. Lipid biomarker juga dapat digunakan untuk menduga kesehatan ekosistem dan tingkat masukan dari akuatik, terestrial dan antropogenik (Parrish et al. 2000).

Penelitian mengenai komposisi molekuler lipid sebagai biomarker spesifik untuk organisme atau proses biogeokimia secara luas telah dilakukan di perairan lakustrin, sungai maupun pesisir dan laut baik pada kolom air dan sedimen (Simons et al. 2003; Jeng & Huh 2004; Muri et al. 2004; Medeiros & Simoneit 2008; Volkman et al. 2008; Bechtel & Schubert 2009). Secara umum, lipid biomarker pada sedimen telah digunakan untuk merekontruksi perubahan pada masa lalu suatu ekosistem dan terkait juga dalam mempelajari produktivitas perairan (Lu & Meyers 2009), perubahan iklim (Schulz & Zabel 2006; Wiesenberg et al. 2008), eksplorasi petroleum (Millero & Sohn 1992; Killops & Killops 1993), rantai makanan (Southward et al. 2003; Berge & Barnathan 2005), lingkungan dan ekologi (Parrish et al. 2000; Panetta & Gélinas 2009), termasuk efek antropogenik (environmental forensics) (Boehm 2006) serta siklus karbon (Panetta & Gélinas 2009).

Sungai Angke merupakan salah satu anak Sungai Ciliwung yang bermuara di bagian barat Teluk Jakarta, sedangkan Sungai Cimandiri berhulu dari

kompleks Pegunungan Gede-Pangrango pada bagian timur laut dan Gunung Salak pada bagian utaranya, mengalir menuju Teluk Pelabuhan Ratu di Selatan Jawa Barat. Sungai Cilintang yang termasuk dalam kawasan Taman Nasional Ujung Kulon merupakan kawasan pelestarian alam di Indonesia yang berperan penting dalam menjaga kelestarian sumberdaya alam hayati dan keseimbangan ekosistem. Ketiga aliran sungai tersebut membawa materi baik bahan organik maupun non organik menuju ke estuari. Tingginya aktivitas terkait masukan dari terestrial serta antropogenik di Estuari Muara Angke dibandingkan dengan Estuari Cimandiri dan Cilintang, diduga memiliki karakteristik karbon yang berbeda berdasarkan komposisi lipid biomarker.

Sedimen estuari merupakan tempat penyimpanan berbagai jenis senyawa kimia atau polutan yang resisten dalam kolom air. Lipid yang memiliki persistensi tinggi akan terendap dalam waktu yang lama pada sedimen. Oleh karenanya, sedimen estuari baik digunakan dalam studi karakteristik lipid biomarker. Studi mengenai lipid biomarker masih jarang dilakukan di Indonesia. Umumnya pemahaman karakter karbon organik yang ditranspor dari daratan ke wilayah pesisir melalui sungai menggunakan analisis isotop karbon organik, jarang dilakukan dalam bentuk biokimia. Melihat kondisi tersebut perlu dilakukan studi mengenai lipid biomarker dalam sedimen.

Pendekatan Masalah

Bahan pencemar di estuari dapat berasal dari aktivitas manusia baik di darat maupun di laut. Bahan pencemar tersebut dapat memberikan kontribusi terhadap penambahan bahan organik dan anorganik di estuari yang seiring dengan waktu akan mengendap dan terakumulasi dalam sedimen.

Perairan Estuari Muara Angke, Teluk Jakarta telah terindikasi sebagai perairan yang tercemar (Suharsono 2004). Penelitian Rochyatun dan Rozak (2007) di Teluk Jakarta menunjukkan bahwa kadar logam berat dalam sedimen di bagian barat Teluk Jakarta lebih tinggi dibandingkan di bagian tengah dan timur Teluk Jakarta. Bagian barat Teluk Jakarta dimana Estuari Muara Angke sebagai salah satu stasiun yang diamati telah terkontaminasi oleh logam berat Zn, Cu dan Ni.

Evaluasi data Teluk jakarta dari tahun 1970 hingga kini menunjukkan makin sering terjadi eutrofikasi. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan nutrien di Teluk Jakarta dan selanjutnya mengakibatkan ledakan populasi fitoplankton.

Fenomena tersebut tahun 1980 hanya sekitar Teluk Jakarta, tahun 1986 meluas hingga jarak 2 km, tahun 1988 meningkat sejauh 5 km, tahun 1990 dan 2002 ledakan populasi fitoplankton telah mencapai 12 km dan 20 km dari pelabuhan Tanjung Priok. Eutrofikasi di Teluk Jakarta juga pernah menyebabkan kematian masal ikan dan udang yang disebabkan oleh ledakan populasi fitoplankton beracun (Suharsono 2004).

Estuari Cimandiri, Teluk Pelabuhan Ratu merupakan perairan yang aktivitas sekitarnya mulai meningkat, seperti aktivitas dari nelayan, pelabuhan serta pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), tetapi tidak setinggi aktivitas di Teluk Jakarta. Sutomo dan Hutagalung (1994) dalam penelitiannya mendapatkan konsentrasi oksigen terlarut bulan Mei 1993 (musim peralihan 1) lebih tinggi daripada bulan Juli 1993 (Musim Timur) di Estuari Cimandiri. Konsentrasi oksigen terlarut pada perairan Estuari Cimandiri masih bersifat alami dengan nilai >4 mg/L (Sutomo & Hutagalung 1994). Kisaran konsentrasinya pada bulan Mei 1993 berkisar antara 6.08–6.68 mg/L (lapisan permukaan) dan 4.96–6.58 mg/L (lapisan dekat dasar). Untuk konsentrasi oksigen terlarut pada bulan Juli 1993 (lapisan permukaan) berkisar antara 5.84–6.23 mg/L dan 5.16- 6.23 mg/L (lapisan dekat dasar).

Taman Nasional Ujung Kulon merupakan lokasi warisan dunia sejak tahun 1992 yang dilindungi. Informasi mengenai kualitas perairan dan ekosistem lautnya sangat terbatas, tetapi telah diketahui bahwa Ujung Kulon kaya akan terumbu karang serta adanya padang lamun dan mangrove (Mujiono 2009). Adanya variasi lingkungan yang berbeda pada perairan Estuari Muara angke, Cimandiri dan Cilintang diduga karakteristik karbon berdasarkan komposisi lipid biomarkernya berbeda. Estuari Muara Angke dimana masukan bahan pencemarnya tinggi (Hutagalung & Razak 1982; Suharsono 2004; Munawir 2005; Rochyatun & Rozak 2007) akibat tingginya aktivitas didaratan dan perairan laut diduga memiliki kecenderungan kehadiran rantai karbon panjang yang tinggi serta kehadiran pristana, phytana, UCM (Unresolved Complex Mixture), hopana, PAH (Polisiklik Aromatik Hidrokarbon), coprostanol (sterol) dan ketiadaan dominasi nomor karbon ganjil pada n-alkana. Sebaliknya, Estuari Cimandiri (Sutomo & Hutagalung 1994) dan Cilintang yang diduga relatif belum tercemar, diduga memiliki kecenderungan kehadiran rantai karbon pendek yang tinggi serta ketidakhadiran pristana, phytana, UCM, hopana, PAH, coprostanol dan adanya dominasi nomor karbon ganjil pada n-alkana.

Dalam penelitian ini akan dilihat apa ada korelasi karakter lipid dengan kondisi lingkungan yang berbeda dan sejauh mana lipid biomarker dapat dimanfaatkan sebagai alat (tool) atau acuan dalam melihat perairan yang relatif tercemar dan relatif tidak tercemar. Pendugaan adanya perbedaan dalam kondisi lingkungan yang berbeda, analisis lipid biomarker dapat memberikan informasi yang sangat penting dalam investigasi forensik lingkungan terkait identifikasi karakteristik dan sumber biomarker (alami dan antropogenik) pada setiap lokasi.

Dalam studi ini digunakan parameter hidrokarbon (n-alkana, hopana, PAH), n-alkanol, sterol, asam lemak dan isoprenoid dalam menganalisis karakteristik karbon pada sedimen estuari (Gambar 1). Molekul organik tersebut mempunyai potensi untuk digunakan dalam penelusuran sumber karbon karena spesifikasi dari biosintesis pada organisme yang berbeda dan kestabilannya di lingkungan. Indikator masukan biogenik (alami) umumnya digunakan n-alkanol dan asam lemak (yang nomor karbonnya didominasi nomor karbon genap) serta n-alkana (didominasi nomor karbon ganjil) yang memiliki rantai karbon dengan >C20 merupakan indikasi adanya masukan terestrial dari tumbuhan tingkat tinggi, sedangkan rantai karbon dengan ≤C20 merupakan indikasi masukan dari organisme akuatik seperti fitoplankton, zooplankton serta bakteri (Millero & Sohn 1992; Killops & Killops 1993). Indikator adanya masukan dari antropogenik pada ekosistem perairan umumnya digunakan hidrokarbon isoprenoid (pristana dan phytana), UCM, hopana, sterana dan PAH sebagai indikasi adanya kontaminasi dari petroleum kemudian coprostanol (sterol) sebagai indikasi adanya kontaminasi dari limbah domestik atau bahan buangan manusia (Boehm 2006).

Tujuan Penelitian

Penelitian dilaksanakan dengan tujuan mengkaji kontribusi asal bahan organik dalam sedimen berdasarkan karakteristik lipid biomarker di Estuari Muara Angke-Teluk Jakarta, Cimandiri-Teluk Pelabuhan Ratu dan Cilintang- Ujung Kulon.

Manfaat

Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah dapat memberikan gambaran mengenai rona lingkungan awal dan kontribusi relatif masukan dari alotonus dan autotonus berdasarkan karakteristik lipid biomarker.

Keterangan : : Proses : Umpan balik

Gambar 1 Skema pendekatan masalah. .

Kesimpulan Sumber Bahan Organik di Estuari

Terestrial (allochthonous) Laut (autochthonous) Sungai/ Atmosfer Estuari asam lemak

Analisis Karakteristik Lipid Biomarker Sedimen (Deskriptif) Perbandingan lokasi di

estuari yang relatif tercemar dan relatif

tidak tercemar Antropogenik Sedimen Estuari Lipid Biomarker Hidrokarbon (Alifatik, hopana dan Polisiklik Aromatik)

TINJAUAN PUSTAKA Lipid Biomarker pada Sedimen Perairan

Sedimen laut dangkal pada wilayah pesisir (khususnya estuari) merupakan

storage system” berbagai unsur dan senyawa kimia. Proses fisik, kimia dan biologi yang terjadi di dalam kolom air akan mempengaruhi komposisi dan kualitas sedimen sehingga informasi karakteristik fisik, kimia dan biologi sedimen dapat digunakan untuk mengevalusi dan merefleksikan kondisi lingkungan suatu perairan (Sanusi & Sugeng 2009).

Lipid merupakan sumber utama energi metabolik dan material esensial untuk pembentukan sel dan jaringan membran. Lipid penting dalam proses fisiologi dan reproduktif hewan laut dan merefleksikan biokimia khusus dan kondisi ekologi di lingkungan laut (Berge & Barnathan 2005). Lipid biasanya hadir dalam fraksi yang kecil pada karbon organik total, tetapi keanekaragaman dan kekhususannya membuat senyawa lipid digunakan untuk mempelajari sumber dan transformasi bahan organik (Azevedo 2003).

Biomarker (biological marker) merupakan indikator kimia dari sumber bahan organik dan dapat digunakan sebagai indikator lingkungan (Killops & Killops 1993). Analisis biomarker telah digunakan secara luas dalam studi umum geokimia, kini ketertarikan dalam analisis ini meningkat dan digunakan juga dalam studi ekologi (Parrish et al. 2000; Panetta & Gélinas 2009). Sumber potensial bahan organik yaitu seperti fitoplankton (diatom dan dinoflagellata), bakteri, hewan akuatik (termasuk zooplankton dan fauna bentik), makroalga, seagrass, mikrofitobentos (mikroalga bentik dan cyanobakteri) dan tanaman tingkat tinggi yang berasal dari darat (Volkman et al. 2008). Lipid biomarker dapat juga digunakan untuk merekontruksi perubahan yang terjadi pada masa lalu pada suatu ekosistem karena lipid biomarker berisi informasi yang melimpah tentang sumber material sedimen (Muri et al. 2004).

Hidrokarbon

Hidrokarbon diklasifikasikan sebagai bahan organik yang hanya mengandung karbon dan hidrogen (Pine et al. 1988; Effendi 2003). Berdasarkan strukturnya, hidrokarbon dibedakan atau terbagi menjadi tiga kelompok besar yaitu hidrokarbon alifatik, hidrokarbon alisiklik atau hidrokarbon siklik dan

hidrokarbon aromatik (Pine et al. 1988). Hidrokarbon pada sistem akuatik dapat dibagi menjadi dua yaitu hidrokarbon dengan berat molekul rendah (<C14) yang mudah menguap (volatile) dan hidrokarbon dengan berat molekul tinggi (>C14) sulit menguap atau penguapan rendah (non–volatile) (Chester 1990; Millero & Sohn 1992).

Hidrokarbon hadir dalam semua organisme, tetapi jumlahnya hanya sekitar 1% dari total lipid (Chester 1990). Konsentrasi hidrokarbon dapat lebih tinggi pada mikroalga (Parrish 1988 dalam Chester 1990). Terkait dengan kekhususan dalam metabolik biologi dan kestabilan pada banyak molekul hidrokarbon, hidrokarbon cocok atau sesuai sebagai tanda untuk membedakan sumber input yang berbeda pada sedimen laut (Millero & Sohn 1992; Saliot 1981 dalam Parrish et al. 2000) dan untuk proses investigasi siklus bahan organik di lingkungan laut (Barrick et al. 1980 dalam Parrish et al. 2000). Dengan pendekatan studi kelas yang berbeda pada hidrokarbon secara simultan (n- alkana, alkana bercabang dan aromatik), kesimpulan yang kuat mengenai sumber karbon dapat tergambarkan (Barrick et al. 1980 dalam Parrish et al. 2000).

Hidrokarbon alifatik

Hidrokarbon alifatik terdiri atas rantai atom karbon yang tidak mencakup bangun siklik dan sering disebut juga sebagai hidrokarbon rantai terbuka atau hidrokarbon asiklik (Gambar 2).

Propana Pentana Heksana

Gambar 2 Struktur molekuler hidrokarbon alifatik (Pine et al. 1988).

Senyawa hidrokarbon alifatik dapat dibedakan menjadi tiga yaitu senyawa alkana (ikatan tunggal), senyawa alkena (ikatan ganda), senyawa alkuna (ikatan rangkap tiga) (Pine et al. 1988; Suprihanto 2005). Senyawa hidrokarbon alifatik banyak digunakan dalam industri, maupun sebagai bahan dasar proses. Senyawa hidrokarbon alifatik terhalogenisasi, banyak digunakan sebagai pelarut dan pembersih pada mesin industri, dry-cleaning dan elektronik, selain itu senyawa hidrokarbon alifatik pun banyak digunakan sebagai bahan dasar

pestisida. Senyawa yang mengandung halogen umumnya bersifat stabil, persisten dan beracun (Suprihanto 2005).

Alkana merupakan zat nonpolar, zat yang tak larut dalam air dengan kerapatan zat cair kurang dari 1 g/mL (Pine et al. 1988). Alkana disebut juga senyawa hidrokarbon jenuh atau parafin. Atom karbon alkana yang dirangkaikan dalam runtunan tunggal yang bersambung, alkana tersebut dikenal dengan hidrokarbon normal (Pine et al. 1988). Bentuk n-alkana yang paling sederhana adalah metana (CH4) yang merupakan komponen utama dari gas alam dan hasil dekomposisi anaerobik dari bahan organik (Effendi 2003). Hidrokarbon biogenik atau hidrokarbon yang dihasilkan oleh tumbuhan dan hewan meliputi alkana yang ditemukan pada waxes tumbuhan, bakteri yang hidup di laut dan alga (Effendi 2003).

Alkana merupakan hidrokarbon alami yang dominan di lingkungan laut (Saliot 1981 dalam Chester 1990; Millero & Sohn 1992). n-Alkana sebagian besar melimpah pada organisme tingkat rendah (akuatik) dengan nomor karbon

pendek (≤C20) yaitu seperti bakteri, alga (pelagis dan bentik), zooplankton dan organisme tingkat tinggi (terestrial) dengan nomor karbon panjang (>C20) yang berasal dari komponen lilin (waxes) (Millero & Sohn 1992; Killops & Killops 1993). Yuanita et al. (2007) dalam pengamatannya pada sedimen Laut Arafura diperoleh distribusi n-alkana C20-C30 yang menunjukkan bahan organik berasal dari tanaman tingkat tinggi.

Carbon Preference Index (CPI) merupakan perhitungan numerik yang menunjukkan ada atau tidaknya dominasi karbon ganjil atau genap pada kisaran nomor karbon tertentu (Killops & Killops 1993). Nilai CPI >1 menunjukkan adanya dominasi karbon ganjil, baik pada homolog n-alkana ≤nC20 dan >nC20 (Gogou et al. 1998). Nilai CPI mendekati 1 atau kurang dari 1 menunjukkan tidak adanya dominasi nomor karbon ganjil (Silva et al. 2008). Umumnya, sumber bahan organik n-alkana yang berasal dari biogenik, baik itu dari fitoplankton, zooplankton, bakteri maupun tumbuhan tingkat tinggi didominasi oleh nomor karbon ganjil (Prartono 1995; Gogou et al. 1998; Duan 2000; Simons et al. 2003) Adanya distribusi rantai panjang n-alkana pada sedimen muda dalam konsentrasi kecil dan tidak adanya karbon ganjil yang dominan, hal ini terkait adanya kontaminasi produk petroleum yang berdasarkan kehadiran unresolved complex mixture (UCM) dan distribusi biomarker sterana dan hopana (Gomes & Azevedo 2003).

Untuk melihat dominasi sumber dari tumbuhan terestrial atau organisme akuatik dapat digunakan diagnosa TAR (Terrestrial to Aquatic Ratio) (Meyers 1997). Nilai TARHc n-alkana pada sedimen >1 menunjukkan sumber dari terestrial (alotonus) lebih dominan atau memiliki kontribusi relatif lebih besar daripada sumber dari akuatik (autotonus) sedangkan nilai TARHC <1 mengindikaskan sumber dari akuatik lebih dominan (Meyers 1997).

Hopana

Kehadiran kontaminan petroleum pada sedimen dapat dilihat dari kehadiran biomarker hopana (Zaghdan et al. 2005). Hopana merupakan pentasiklik triterpana yang umumnya terdiri dari 27 sampai dengan 35 atom karbon dengan komposisi struktur empat ring dengan enam atom karbon dan satu ring dengan lima atom karbon (Gambar 3) (Killops & Killops 1993; Wang et al. 2006).

Gambar 3 Struktur molekuler hopana (Killops & Killops 1993).

Hopana terdiri dari tiga seri stereoisomer yaitu 17α(H),21β(H)-hopana atau αβ,

17β(H),21β(H)-hopana atau ββ dan 17β(H),21α(H)-hopana atau βα (Gambar 4) (Wang et al. 2006).

Gambar 4 Struktur molekuler ββ, αβ, βα dan αα-hopana (Wang et al. 2006).

Senyawa seri βα disebut juga moretane. Hopanoid yang diproduksi oleh

ditemukan pada petroleum karena ketidakstabilan secara thermal dalam awal

katagenesis. Meningkatnya kematangan dalam proses thermodinamika, ββ- hopana kurang stabil yang kemudian dikonversi menjadi αβ- dan βα-hopana (Peters & Moldowan 1993). Seri αα atau 17α(H),21α(H)-hopana bukan produk alami (Peters & Moldowan 1993) dan dapat ditemukan pada sedimen dan minyak (Nyoft & Bojesen-Koefoed 2001). Kestabilan αα-hopana lebih rendah dibanding

seri αβ dan βα tetapi lebih stabil daripada ββ-hopana (Wang et al. 2006).

Polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH)

Hidrokarbon aromatik merupakan golongan khusus senyawa siklik yang biasanya terbentuk dari enam atom karbon dengan ikatan tunggal dan ikatan rangkap atau ganda bergantian (Pine et al. 1988; Suprihanto 2005). Kelompok ini digolongkan terpisah dari hidrokarbon alifatik dan siklik karena sifat fisika dan kimianya yang khas, misalnya benzena dan naftalena (Gambar 5).

Benzena Naftalena

Gambar 5 Struktur molekuler benzena dan naftalena (Pine et al. 1988).

Ikatan yang bergantian dengan antara ikatan tunggal dan ganda menyebabkan senyawa aromatik lebih stabil dan persisten bila dibandingkan dengan senyawa hidrokarbon alifatik (Suprihanto 2005). Senyawa hidrokarbon aromatik mempunyai aroma dan mudah terbakar, kecuali bila senyawa tersebut mempunyai atom halogen atau terhalogenisasi. Senyawa yang terhalogenisasi umumnya mempunyai titik bakar yang lebih tinggi dan senyawanya lebih stabil dalam panas (Suprihanto 2005). Bila dua atau lebih ring benzena bergabung, ring tersebut akan membentuk polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH). Polisiklik aromatik hidrokarbon (PAH) terkadang disebut juga sebagai polynuclear aromatic hydrocarbons (PNAs) (Boehm 2006). Contoh gabungan tiga ring benzena dapat dilihat pada gambar dibawah ini (Gambar 6).

Gambar 6 Struktur molekuler antracena (Boehm 2006).

PAH dapat berada di lingkungan air tawar, laut dan terestrial termasuk wilayah yang jauh dari aktivitas industri (Neff 1979). PAH diproduksi melalui proses alami dan antropogenik (Boehm 2006). Senyawa yang sama dapat masuk ke lingkungan melalui kedua proses tersebut (Boehm 2006). PAH secara umum dibentuk oleh berbagai macam proses, seperti biosintesis, diagenesis bahan organik yang memproduksi bahan bakar fosil dan pembakaran tidak sempurna dari bahan organik (Neff 1979). Nikolaou et al. (2009) membagi tiga kategori sumber PAH yaitu:

1. PAH petrogenik, yang terkait dengan petroleum (minyak), termasuk minyak mentah dan produk penyulingannya.

2. PAH biogenik, yang berasal dari proses biologi atau tahap awal dari diagenesis pada sedimen laut (misal: perylene).

3. PAH Pyrogenik, yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil (minyak dan batu bara) dan material organik seperti kayu.

PAH diagenesis diproduksi oleh proses alami yang terjadi ketika bahan organik terdeposit pada sedimen (Boehm 2006). PAH yang terbentuk relatif cepat (hari hingga tahun) dengan suhu rendah (<700C) yang terjadi ketika deplesi oksigen dan melibatkan juga mikroorganisme seperti bakteri (Boehm 2006). Proses tersebut umumnya disebut reaksi aromatisasi dan produk biomarker aromatiknya dapat ditemukan pada sedimen muda (Boehm 2006). Produk proses awal diagenesis salah satunya adalah perylene dengan 5 ring PAH (Boehm 2006). Perylene umumnya ditemukan pada sedimen sungai, danau dan laut dimana oksigen telah berkurang (Boehm 2006). Bahan organik diagenesis berasal dari diatom dan material tanaman yang diduga menjadi sumber perylene pada sedimen laut yang anoksik (Venkatesan 1998 dalam Boehm 2006). Tolosa et al. (2009) dalam penelitiannya di Teluk Cienfuegos, Kuba menemukan perylene (PAH alami) sangat melimpah di mulut sungai Damuji dan Salado. PAH yang diproduksi pada awal diagenesis dengan prekursor biologi mempunyai komposisi sederhana yang hanya melibatkan beberapa spesies PAH, oleh sebab itu dapat dibedakan dari multi spesies komplek PAH petrogenik dan pyrogenik

(Boehm 2006). Retene atau 1-methyl-7-isopropylphenanthrene (Gambar 7) berasal dari biogenik baik dari alga maupun bakteri (Wen et al.2000 dalam Boehm 2006).

Retene

Gambar 7 Struktur molekuler retene (Killops & Killops 1993).

Tipe PAH yang dibentuk oleh bahan bakar fosil adalah PAH induk/ unsubstitusi (parent) dan alkil (bercabang) (Gambar 8) (Boehm 2006). PAH alkil relatif melimpah pada PAH petrogenik daripada PAH induk (PAH alkil > PAH induk), sedangkan sumber pyrogenik PAH induk relatif melimpah daripada PAH alkil (PAH induk > PAH alkil) (Boehm 2006). PAH pyrogenik dikarakterisasi oleh tingginya kelimpahan ring PAH 4, 5 dan 6 (Zhang et al. 2004; Boehm 2006). Sumber petrogenik umumnya kelimpahan tinggi pada ring PAH 2 dan 3 (Boehm 2006).

Naftalena metilnaftalena

Gambar 8 Struktur PAH induk/ unsubstitusi (Naftalena) dan alkil (metilnaftalena) (Boehm 2006).

PAH di lingkungan dapat terdiri atas ratusan senyawa (Neff 1979). PAH yang mendapat perhatian utama di lingkungan berdasarkan US EPA (United States Environmental Protection Agency’s) dapat dilihat pada Gambar 9 (Boehm 2006). Deposisi atau pengendapan dari atmosfir, limpasan air sungai, buangan domestik dan industri dan tumpahan secara langsung dari minyak atau produk minyak merupakan jalur utama dari masuknya PAH antropogenik pada lingkungan laut. Pengetahuan mengenai sumber dan jalur transport pada sedimen perairan adalah tahap pertama untuk mengontrol polutan secara efektif.

Fate akhir dari PAH umumnya tersedimentasi, setelah ditransport pada kolom air, material akan terjebak pada sedimen (Nikolaou et al. 2009).

naphthalene acenaphthene anthracene

acenaphthylene phenanthrene fluorene

chrysene fluoranranthene pyrene

benzo[b]fluoranthene benzo[a]pyrene benzo[k]fluoranthene

Benzo[a]anthracene Indeno[1,2,3-cd]pyrene dibenz[a,h]anthracene

benzo[ghi]perylene

Gambar 9 Senyawa PAH (non-alkil) yang menjadi polutan utama menurut US EPA (Boehm 2006).

n-Alkanol

Alkohol merupakan senyawa dengan grup hidroksil (-OH) pada atom karbon non aromatik (Millero & Sohn 1992). Biomarker n-alkanol telah digunakan secara luas untuk melihat sumber bahan organik yang berasal dari akuatik dan terestrial (Meyers 1997; Fernandes et al. 1999; Madureira & Piccinini 1999; Duan & Ma 2001; Jaffe et al. 2001). Rantai karbon pendek (≤20) dan panjang (>20) n-alkanol umumnya didominasi oleh rantai karbon genap. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai CPI pada n-alkanol > 1 (Gogou et al. 1998).

Rantai karbon pendek (≤ 20) umumnya berasal dari organisme akuatik (Duan 2000). Nomor karbon nC14, nC16 dan nC18 dapat bersumber dari alga dan zooplankton (Yunker et al. 2005; Tolosa et al. 2008). Komponen nC16 dapat juga berasal dari bakteri (Muri et al. 2004). Rantai karbon panjang homolog n-alkanol >nC20 umumnya mengindikasikan adanya masukan bahan organik dari komponen lilin (waxes) tumbuhan tingkat tinggi dari terestrial, namun ada juga yang berasal dari akuatik (Madureira & Piccinini 1999; Duan 2000; Yunker et al. 2005; Bechtel & Schubert 2009).

Nilai TAROH n-alkanol >1 menunjukkan sumber dari terestrial (alotonus) lebih dominan atau memiliki kontribusi relatif lebih besar daripada sumber dari akuatik (autotonus) sedangkan nilai TAROH <1 mengindikasikan sumber dari akuatik lebih dominan (Meyers 1997).

Sterol

Sterol atau steroid alkohol merupakan senyawa biomarker yang potensial terkait dengan stabilitas dan keanekaragaman strukturnya (Parrish et al. 2000). Istilah sterol yang umum digunakan merupakan steroid alkohol (struktur molekuler steroid dapat dilihat pada Gambar 10) (Millero & Sohn 1992; Killops & Killops 1993). Sterol dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu stanol (alkohol saturasi) dan stenol (alkohol unsaturasi) (Killops & Killops 1993). Sterol dapat hadir atau merupakan indikasi yang baik dalam melihat sumber dari eukaryota (Parrish et al. 2000; Volkman et al. 2008). Sterol terdistribusi luas dalam tanaman dan hewan sedangkan pada bakteri tidak terdapat sterol atau tidak disintesis oleh bakteri (Killops & Killops 1993; Volkman et al. 2008).

Gambar 10 Struktur molekuler steroid (Killops & Killops 1993).

Sterol dapat berasosiasi dengan bahan partikulat tersuspensi dan mengendap pada sedimen (Martins et al. 2007). Nomor karbon yang muncul pada sterol utamanya C27, C28 dan C29 (terkadang C26 dan C30 juga muncul) (Killops & Killops 1993). Ratusan produk alami sterol telah teridentifikasi, diantaranya cholesterol C27 (terdistribusi luas baik pada tumbuhan dan hewan),

β-sitosterol C29 (tumbuhan tingkat tinggi), brassicasterol (diatom), dinosterol C30 (dinoflagellata) dan fucosterol (alga cokelat) (Struktur molekuler sterol dan sumbernya dapat dilihat pada Gambar 11) (Killops & Killops 1993).

Ketahanan degradasi sterol dalam jangka waktu panjang lebih lama atau stabil daripada asam lemak sehingga baik digunakan dalam biomarker (Parrish et al. 2000; Volkman et al. 2008). Sterol juga memberikan kerancuan yang rendah sebagai marker pada tumbuhan tingkat tinggi, fitoplankton, makroalga dan buangan manusia atau limbah domestik (human sewage) (Parrish et al. 2000). Sterol utama pada tanaman tingkat tinggi atau marker bahan organik terrigenus adalah senyawa C29, β-sitosterol (24α-ethylcholest-5-en-3β-ol) dan

stigmasterol (24α-ethylcholesta-5,22E-dien-3β-ol) serta campesterol (24α- methylcholest-5-en-3β-ol) yang mempunyai C28 dapat ditemukan juga pada tanaman tingkat tinggi (Killops & Killops 1993; Martins et al. 2007; Volkman et al.

Dokumen terkait